Hubungan Fe dan Malaria

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Di Indonesia malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi Angka Kematian Bayi, Anak dan Ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama dikawasan timur Indonesia. Penyakit Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa plasmodium dan ditularkan oleh spesies Anopeles. Salah satu publikasi mengemukakan penyakit malaria menjadi masalah di 100 negara di dunia, menimpa lebih dari 2 juta penduduk. Diperkirakan dalam setahun malaria menyerang 300 juta penduduk, 90% dari jumlah ini di Negara tropis di Afrika. Angka kematian karena penyakit malaria diperkirakan sekitar 1 juta 1

Transcript of Hubungan Fe dan Malaria

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang

sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta

dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta

manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran

malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara

lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan

wilayah lain.

Di Indonesia malaria merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang mempengaruhi Angka Kematian

Bayi, Anak dan Ibu melahirkan serta dapat menurunkan

produktivitas kerja. Angka kesakitan penyakit ini

masih cukup tinggi terutama dikawasan timur Indonesia.

Penyakit Malaria adalah penyakit yang disebabkan

oleh sporozoa plasmodium dan ditularkan oleh spesies

Anopeles. Salah satu publikasi mengemukakan penyakit

malaria menjadi masalah di 100 negara di dunia,

menimpa lebih dari 2 juta penduduk. Diperkirakan dalam

setahun malaria menyerang 300 juta penduduk, 90% dari

jumlah ini di Negara tropis di Afrika. Angka kematian

karena penyakit malaria diperkirakan sekitar 1 juta

1

setahunnya, terutama penderita berusia anak-anak.

Malaria menyerang daerah pedesaan dimana fasilitas

kesehatan kurang memadai dan transportasi masih sukar1.

Pada tahun 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia

terdata sebanyak 256.592 orang dari 1.322.451 kasus

suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya.

Dengan angka Annual Parasite Insidence (API)  1,75 per

seribu penduduk,  artinya dalam setiap 1.000 penduduk

di daerah endemis terdapat 2 orang terkena malaria.

Dampaknya sangat nyata terhadap penurunan kualitas

sumber daya manusia yang mengakibatkan berbagai

masalah sosial, ekonomi bahkan berpengaruh terhadap

ketahanan nasional. Oleh karena itu malaria adalah

satu di antara penyakit yang menjadi target pemerintah

untuk dieleminasi secara bertahap dan ditargetkan

Indonesia bebas malaria pada 2030.

Infeksi malaria tidak selalu memperlihatkan gejala

atau penyakit yang jelas. Anak-anak yang mengalami

infeksi malaria tetapi tidak memperlihatkan gejala-

gejala akut, disebut memiliki parasitemia

asimptomatik. Malaria sangat umum ditemukan pada

1 Yatim, Faisal.2007. Macam-macam Penyakit Menular

dan Cara Pencegahannya.Jilid 2, Ed 1. Yayasan Obor

Indonesia . Jakarta

2

wilayah endemic. Sejauh ini, sebagian besar penelitian

telah menandai adanya hubungan antara malaria dengan

berbagai indikator kekurangan gizi. Status gizi

ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya

tahan tubuh.

Hubungan kausal antara status gizi dan malaria

merupakan hal yang rumit. Sebagian hasil penelitian

menunjukkan bahwa kekurangan gizi meningkatkan

kerentanan terhadap malaria dan pada sisi yang lain,

hasil penelitian menunjukkan bahwa malaria

meningkatkan kemungkinan terjadinya gizi kurang/gizi

buruk. Selain faktor infeksi, berbagai macam faktor

lain turut berkontribusi terhadap status gizi pada

wilayah endemik malaria seperti pola konsumsi pangan

dan tingkat sosial ekonomi.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang apa itu malaria

2. Untuk mengetahui macam-macam penyebab penyakit

malaria dan cara penularannya.

3. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit

malaria.

4. Untuk mengetahui hubungan penyakit malaria dengan

gizi.

3

5. Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit

malaria.

6. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit

malaria.

7. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan zat besi

terhadap penderita malaria

8. Untuk mengetahui bagaimana imunitas pada

penderita penyakit malaria

9. Untuk mengetahui beberapa kontroversi tentang

hubungan malaria dengan zat besi.

10. Untuk mengetahui titik tangkap ataupun hubungan

penyakit malaria dengan zat besi

1.3 Manfaat

Agar dapat mengetahui tentang penyakit malaria,

penyebab penyakit malaria, cara penularan dan

pencegahan penyakit malaria, hubungan antara penyakit

malaria dengan gizi, gejala klinis penyakit malaria,

bagaimana cara pengobatan penyakit malaria, bagaimana

tingkat kebutuhan zat besi terhadap penderita malaria,

bagaimana imunitas pada penderita penyakit malaria,

dan beberapa kontroversi tentang hubungan malaria

dengan zat besi, serta titik tangkap ataupun hubungan

penyakit malaria dengan zat besi

4

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, Penyebab, dan Penularan Malaria

2.1.1Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.

Penyakit ini menyerang sel-sel darah merah yang

ditularkan ke manusia melalui air liur.. Kata

malaria berasal dari bahasa Italia yaitu mala aria

yang berarti “udara buruk”. Kata malaria pertama kali

digunakan dalam bahasa Inggris tahun 1740 oleh H.

Walpole.dengan gambaran penyakit berupa demam yang

sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan

berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya

pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.

Penyakit ini menyerang semua kalangan baik laki-laki

ataupun perempuan dan pada semua umur baik dari

bayi, anak-anak sampai dengan orang dewasa. Hanya

Anopheles betina yang menghisap darah dan membawa

6

Sporozoit Plasmodium dalam kelenjar ludahnya yang

menyebabkan Malaria2.

Penyakit malaria besifat endemik di lingkungan

tropis dan subtropis, penyakit ini bersifat akut dan

dapat menjadi kronik disertai serangan berulang-

ulang yang menyebabkan kelemahan Penyakit ini juga

mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa,

demam tropik, demam pantai, demam charges, demam

kura dan paludisme3.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan

Indonesia (2006) Penyakit malaria adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh plasmodium falsifarum,

plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium

ovale dan yang mix atau campuran yang penularannya

melalui gigitan nyamuk anopheles betina.

Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria

adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk anopheles, masa inkubasi

penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.

2 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara3 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:

EGC

7

2.1.2Penyebab Penyakit malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit

yang hidup di dalam darah manusia. Bibit penyakit

tersebut tergolong amoeba (Plasmodium). Kerja

plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah.

Dengan perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk

ke dalam darah manusia dan berkembang biak dengan

membelah diri.

Ada 4 jenis plasmodium yang menjadi penyebab

malaria pada manusia antara lain :

1.Plasmodium falciparum

p. falciparum menyebabkan malaria falsiparum

atau malaria tropika atau malaria tersiana

maligna. yang sering menjadi malaria cerebral,

dengan angka kematian yang tinggi. p. falciparum

ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika

dan Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia

parasit ini tersebar di seluruh pulau. Infeksi

oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang

meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies

lain dan merozitnya menginfeksi sel darah merah

dari segala umur (baik muda maupun tua). Masa

8

inkubasi pada penularan secara alamiah

plasmodium falciparum adalah 12 hari.

2. Plasmodium vivax

Manusia merupakan hospes perantara

pemyakit ini, sedangkan hospes definitifnya

adalah nyamuk Anopheles betina. Pada spesies ini

cenderung menginfeksi sel – sel darah merah

yang muda. P. vivax menyebabkan malaria tertiana

ringan. P. vivax paling sering ditemukan dalam

kasus penyakit malaria di seluruh dunia. Masa

inkubasi pada penularan secara alamiah P. vivax

adalah 12-17 hari.

3.Plasmodium malariae

P. malariae adalah penyebab malaria malariae

atau malaria kuartana, karena serangan demam

berulang pada tiap hari keempat. Pada spesies

ini mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi

sel – sel darah merah yang tua. Masa inkubasi

pada infeksi P. malariae berlangsung selama 18

hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari.

4. Plasmodium ovale

P. ovale adalah penyebab penyakit malaria

Ovale Prediksinya terhadap sel – sel darah

9

merah mirip dengan p. vivax yaitu dengan

menginfeksi sel – sel darah muda. Namun spesies

ini jarang dijumpai di Indonesia, karena

umumnya banyak kasusnya yang terjadi di Afrika

dan Pasifik Barat. Masa inkubasi pada

penularan secara alamiah plasmodium ovale

adalah 13-17 hari4.

2.1.3Penularan Malaria

Penularan penyakit malaria dari orang yang

sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui

gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah

manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak

di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada

orang sehat yang digigit nyamuk tersebut.

Jenis-jenis vektor (perantara) malaria yaitu:

1. Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara

malaria di daerah pantai

4 Sutanto, Inge dkk (aku gak ngerti kalo 4

pengarang gimana, nama pengarangnya : inge

sutanto, is suhariah ismid, pudji k. Sjahrifuddin,

saleha sungkar). 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi

keempat. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

10

2. Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria

daerah persawahan.

3. Anopheles Maculatus, nyamuk perantara

malaria daerah perkebunan, kehutanan dan

pegunungan.

Cara penularan penyakit malaria dapat di

bedakan menjadi dua macam yaitu  Penularan secara

alamiah (natural infection) dan Penularan non-

alamiah (not natural infection)

Penularan penyakit malaria secara alamiah

adalah penularan yang terjadi melalui gigitan nyamuk

anopheles betina yang mengandung parasit malaria.

Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan

dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang

menjadi vector penyebar malaria di Indonesia5.

Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan

menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai

waktu puncak menggigit pada tengah malam dan

menjelang fajar. Saat menggigit nyamuk mengeluarkan

sporosit yang masuk ke peredaran darah tubuh manusia

sampai sel – sel hati manusia. Setelah nyamuk

Anopheles betina mengisap darah yang mengandung5 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

11

parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet

jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut

nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut

nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana

ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit

tersebut siap untuk ditularkan. Setelah satu sampai

dua minggu digigit, parasit kembali masuk ke dalam

darah dan mulai menyerang sel darah merah dan mulai

memakan haemoglobin yang membawa oksigen dalam

darah. Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi

plasmodium ini menyebabkan timbulnya gejala demam

disertai menggigil dan menyebabkan anemia.

Nyamuk Anopheles betina yang menggigit orang

sehat, maka parasit itu dipindahkan ke tubuh orang

sehat dan jadi sakit. Seorang yang sakit dapat

menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim

penularan (3 bulan di mana jumlah nyamuk

meningkat)6.

6 Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan

Penyakit Menular Tahun 1998/1999-2003. 2004.

Departemen Kesehatan Kerjasama Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular, Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Jakarta

12

Sedangkan penularan non-alamiah terjadi jika

bukan melalui gigitan nyamuk anopheles. Beberapa

penularan malaria secara non alamiah antara lain :

malaria bawaan (Kongenital) adalah malaria pada bayi

baru lahir yang ibunya menderita malaria.

Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada

sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta)

sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu

kepada janinnya. Gejala pada bayi baru lahir berupa

demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga

sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan

limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta

kuning pada kulit dan selaput lendir. Keadaan ini

dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya.

Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit

malaria pada darah bayi. Selain itu Transfusion

malaria yakni infeksi malaria yang ditularkan

melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi

malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama- sama

pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi

organ7

7 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

13

2.2 Patologi, Klinis, dan Pencegahan Malaria

2.2.1Patologi dan Klinis Malaria

Patologi Klinik. Penyakit malaria diawali dengan

gejala prodromal yang tidak spesifik diantaranya lesu,

sakit kepala, anoreksi, nousea, dan vomitus, bahkan

terjadi demam yang tidak teratur. Baru kemudian

diikuti gejala demam yang khas diikuti dengan

splenomegali dan anemi yang dikenal sebagai trias

malaria seperti diuraikan dibawah ini :

a. Demam malaria

Setelah melewati masa tunas intrinsic, muncul

gejala utama malaria yaitu demam. Masa tunas

intrinsic dimulai dengan masuknya sporozoit melalui

gigitan vector dan berakhir dengan timblnya serangan

pertama (first attack). Tiap serangan terdiri atas

beberapa serangan demam yang merupakan gejala utama

dari penyakit malaria. Demam timbul secara periodic

bersamaan dengan sporulasi. Jenis demam pada malria

menurut ulangan demamnya ada 2 jenis utama, yaitu

tertian dan kuartana. Demam paroksimal tertiana,

yaitu demam yang berulang setiap 48 jam atau setiap

hari ketiga, terjadi pada malaria vivax, falciparum

dan ovale ; sedangkan demam paroksimal kuartana,

14

yaitu demam yang berulang setiap 72 jam atau setiap

hari keempat, terjadi pada malaria malariae.

Disamping iu mungkin ditemukan demam paroksimal

subtertiana, yaitu serangan demam yang puncaknya

pada hari kedua, misalnya terjadi pada malaria

falciparum. Pembagian demam lainnya (menurut puncak

demam), yaitu demam intermitte (febris

intermittens), demam remitten (febris remittens)

atau demam kuotidiana. Demam remiten, yaitu

berulangnya demam tanpa ditemukan periode suhu

normal; demam intermitten jika diantara serangan

demam tersebut terdapat periode suhu normal,

sedangkan demam kuotidiana jika demam terjadi setiap

hari. Munculnya demam juga tergantung kepada jumlah

parasit. Berat infeksi pada seseorang ditentukan

dengan menghitung parasit pada sediaan darah.

Serangan demam malaria terjadi selama 2-12 jam.

Demamnya khas terdiri atas 3 stadium, yaitu stadium

rigoris (menggigil), penderita menggigil seperti

kedinginan walaupun suhu terus naik; stadium ini

berlangsung selama 15-60 menit. Stadium acme (puncak

demam), pada stadium ini suhu tetap tinggi mencapai

41 derajat celcius dan berlangsung slama 2-6 jam.

Stadium sudoris, suhu mulai turun disertai banyak

15

keringat, sampai mencapai suhu normal; berlangsung

selama 2-4 jam. Penderita merasa enak, seolah-olah

telah sembuh. Kemudian dilanjutkan dengan stadium

tanpa demam/stadium apyrexia (suhu normal). Dua atau

tiga hari kemudian teruang kembali serangan demam

dengan stadium-stadium seperti diatas. Lamaya

serangan demam pada penyakit malaria, antara lain

dihubungkan dengan sporulasi (pecahnya eritrosit dan

keluarya merozoit ke dalam cairan darah) sehingga

parasit beserta partikel lainnya yang merupakan

antigen akan masuk cairan darah yang akan diikuti

reaksi antigen-antibodi maka terjadilah demam

tersebut. Malaria dengan serangan demam diatas

bersifat akut, akan tetapi dapat menjadi menahun

(kronis) dengan eksaserbasi akut.

b. Splenomegali dan hepatomegali

Terjadinya kongesti aliran darah serta

hipertrofi dan heperplasi system retikuloendotelial

(RES) menyebabkan pembesaran limpa (splenomegali),

terkadang disertai pembesaran hati (hepatomegali).

Sel makrofag dalam darah bertambah, terjadi

monositosis. Pembesaaran limpa pada awalnya lunak,

mudah pecah dan nyeri sehingga perabaan limpa

tersebut harus hati-hati.

16

c. Anemi

Anemi ini memiliki tipe hemolitik, normokrom,

normositer yang disebabkan oleh hancurnya eritrosit

pada waktu sporulasi; derajat fagitosis RES

meningkat, akibatnya lebih banyak eritrosit yang

dihancurkan; umur eritrosit menjadi lebih pendek dan

depresi eritropoesis (pembentukan eritrosit

berkurang)8.

Anemia disebabkan beberapa faktor :

a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit

dan yang tidak mengandung parasit terjadi di

dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun

memegang peran.

b. Reduced survival time, maksudnya eritrosit

normal yang tidak mengandung parasit tidak

dapat hidup lama.

c. Diseritropoesis yakni gangguan dalam

pembentukan eritrosit karena depresi

eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit

8 Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi

Kedokteran :Ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta :

EGC

17

tidak dapat dilepaskan dalam peredaran darah

perifer.

2.2.2Pencegahan Malaria

1. Usahakan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dengan

cara: tidur dengan kelambu, rumah anti nyamuk

dengan memakai kawat kasa, pemakaian obat nyamuk

bakar, penyemprotan ruang tidur, dan lain

sebagainya. Atau kombinasi keduanya (obat dan

kelambu adalah cara terbaik cegah gigitan nyamuk

malaria). Cara-cara pengobatan pendahuluan,

pengobatan sempurna dan pencegahan (untuk

bermacam-macam parasit malaria dan golongan)

umumnya dapat ditanyakan petugas lapangan

Puskesmas9.

2. Mengurangi pembawa gametosit

Dikatakan menjadi sumber infeksi, sebagai

pembawa gametosit seorang penderita harus

mengandung gametosit dalam jumlah besar di dalam

darahnya. Dengan demikian, nyamuk dapat menghisap

dan menularkan kepada orang lain. Hal ini dapat

dicegah dengan jalan mengobati penderita malaria

akut, dalam hal ini sebagai sumber penularan.

9 Werner, David. 2010. Apa yang Anda kerjakan Bila Tidak Ada

Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

18

Dengan pengobatan yang efektif diharapkan

gametosit tidak sempat terbentuk, dpat dipakai

jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh

gametosit (gametosida)10.

3. Usaha pengobatan dan pencegahan secara berkala,

terutama di daerah-daerah endemis malaria dengan

obat dari Puskesmas, dari toko-toko obat seperti

kina, chloroquine dan sebagainya, dengan obat-obat

tradisional seperti daun johar, daun kates dan

meniran atau obat pahit yang lain.

4. Kebersihan lingkungan terhadap sarang nyamuk,

seperti membersihkan ruang tidur , semak-semak

skitar rumah, air tergenang, kandang-kandang

ternak dan sebagainya. Manajemen lingkungan dan

pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai

dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung

spesies vector (nyamuk). Pemakaian kelambu yang

diredam insektisida merupakan cara efektif untuk

mrncegah malaria, terutama untuk kelompok yang

paling rawan yaitu ibu hamil dan anak-anak di

bawah usia lima tahun.

10 Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi

Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta : PT

Elex Media Komputindo

19

5. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi,

kerbau,kambing,kelinci ,dan sebagainya, dengan

menempatkan ternak-ternak tersebut diluar rumah

dekat nyamuk bertelur.

6. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti

kolam, sawah, dan parit. Atau dengan memberi

sedikit minyak pada air yang tergenang.

7. Penananaman padi secara serempak atau diselingi

dengan tanaman kering atau pengeringan sawah

secara berkala.

8. Usaha penyemprotan dengan DDT yang diusahakan oleh

Pemerintah. Usaha ini tidak jarang menimbulkan

keluhan dari penduduk, karena mereka harus menutup

semua alat-alat rumah tangga dan menjauhkan

makanan agar tidak terkena DDT. Tetapi, hendaknya

penduduk membantu usaha yang baik ini dengan

menerima petugas dan merelakan rumahnya untuk

disemprot, mengingat pentingnya pencegahan

terhadap penyakit malaria.11

9. Melindungi dengan obat antimalaria

Obat pencegahan (profilaksis) terhadap malaria

dapat dilakukan, dengan tujuan agar tidak terjaadi

11 Werner, David. 2010. Apa yang Anda kerjakan Bila Tidak Ada

Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

20

infeksi, serta timbul gejala malaria. Hal ini

sebaiknya dilakukan pada orang-orang yang

melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria.

Orang yang akan mengunjungi daerah endemis ini

harus minum obat antimalaria sekurangnya seminggu

sebelum berangkat, sampai empat minggu setelah

orag yang bersangkutan meninggalkan daerah endemis

malaria12.

2.3 Pengobatan Malaria dan Definisi Zat Besi

2.3.1Pengobatan Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular

yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak, dan

melahirkan, serta dapat menurunkan produktivitas

kerja. Untuk mengetahui dengan pasti seseorang telah

terinfeksi malaria, yaitu dengan menemukan parasit

malaria di dalam darahnya melalui pemeriksaan

mikroskop.

12 Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi

Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta : PT

Elex Media Komputindo

21

Ada beberapa obat yang digunakan untuk

pengobatan malaria. Berikut ini penggolongan obat

antimalaria.

1. Skizontisida jaringan primer (contohnya,

Proguanil dan Pirimetamin).

2. Skizontisida jaringan sekunder (contohnya,

Primakuin).

3. Skizontisida darah (contohnya, kina, Klorokuin,

dan Amodiakuin).

4. Gametosida (contohnya, Primakuin, kina,

Klorokuin, dan Amodiakuin).

5. Sporontosida (contohnya, Primakuin, dan

Proguanil).

Berikut ini beberapa cara pengobatan malaria13.

1. Pengobatan untuk mencegah (profilaksis)

Pemberian obat antimalaria bertujuan untuk

mencegah timbulnya infeksi atau gejala-gejala

penyakit malaria.

2. Pengobatan terapeutik (kuratif)

13 Prabowo, Arlan. 2004. Malaria: Mencegah dan

Mengatasinya. Jakarta: Niaga Swadaya

22

Obat antimalaria digunakan untuk penyembuhan

infeksi malaria yang telah ada, penanggulangan

serangan malaria akut, serta pengobatan radikal.

Pengobatan. Pemberian obat pada penyakit

malaria ditujukan untuk menghilangkan atau

mengurangi gejala (obat simptomatis) dan obat yang

ditujukan pada parasitnya (obat anti malaria).

Maksud pemberian obat anti malaria, yaitu sebagai

profilaksis, sebagai terapeutik atau untuk mencegah

transmisi.

Profilaksis. Obat profilaksis, yaitu obat

mencegah sesorang terkena malaria atau timbulnya

gejala klinis, misalnya sesorang yang akan

mendatangi daerah endemi malaria. Untuk maksud ini

dikenal beberapa golongan. Profilaksis absolut,

yaitu membasmi sporozoit yang baru ditularkan oleh

Anopheles (obat demikian belum ada). Profilaksis

kausal, yaitu membasmi parasit stadium dini dalam

jaringan hati, sebelum merozoit hati dilepaskan ke

dalam darah. Yang termasuk ke dalam obat ini, yaitu

kelompok skizontisida jaringan primer. Profilaksis

klinis (supresif), yaitu mengurangi/menekan

parasitemia sedemikian rendah sehingga tidak

23

menimbulkan gejala klinik selama meminum obat dalam

dosis adekuat. Termasuk ke dalamnya semua obat

skizontisida darah.

Terapeutik atau kuratif. Yaitu pengobatan pada

penderita malaria untuk menyembuhkan infeksi,

pengobatan serangan akut juga untuk pengobatan

radikal. Pada pengobatan serangan akut diberikan

obat-obat skizontisida. Pengobatan radikal diberikan

kombinasi skizontisida darah dengan kombinasi hati

(anti relaps). Mencegah transmisi, yaitu obat-obat

yang efektif terhadap gametosit sehingga dapat

mencegah infeksi pada Anopheles atau memengaruhi

proses sporogoni dalam nyamuk. Yang termasuk obat-

obat ini, yaitu gametosida atau sporontosida.

Penggolongan obat anti malaria. Pengobatan

penyakit malaria yang tepat, tergantung dimana

parasit berada dalam siklus hidupnya, obat anti

malaria ini digolongkan pada:

1. Skizontisida atau disebut juga skizontisida darah,

bekerja terhadap Plasmodium sp. yang berada di dalam

eritrosit. Yang termasuk kelompok ini yaitu:

klorokuin, amodiakuin, dan kina, juga proguanil,

dan pirimetamin.

24

2. Skizontisida jaringan primer sebagai profilasis

kausal, mencegah masuknya parasit ke dalam

eritrosit. Obat-obatnya, yaitu: pirimetamin dan

proguanil.

3. Anti-relapse bekerja terhadap Plasmodium sp. yang

berada di luar eritrosit terutama dalam stadium

hipnozoit. Disebut juga sebagai skizontisida

jaringan sekunder, atau skizontisida hati, yaitu:

primakuin, pamakuin, dan kuinakrin.

4. Gametosida bekerja terhadap gametosit, yaitu:

primakuin, amodiakuin atau kina (tidak dapat

diberikan untuk Plasmodium falciparum

5. Sporontosida, bekerja mencegah sporogoni di dalam

nyamuk, yaitu proguanil, primakuin.

6. Pengobatan radikal, kombinasi dari skizonisida

dengan anti-relaps.

7. Pencegahan dengan obat skizontisida sekali

seminggu.

Obat-obat anti malaria menurut pengelompokan

secara kimiawi terdiri atas Alkaloid kina, yaitu

kina (kuinin dan kuinidin). 4-aminokuinolin, yaitu

klorokuin, amodiakuin. 8-aminokuinolin, yaitu

primauin. Diamino pirimidin, yaitu pirimetamin.

Sulfonamid dan sulfon; sulfonamid, yaitu

25

sulfadoksin, sulfadiazin, sulfalen; sulfon yaitu

dapson serta DDS (diamino diphenyl sulfon). 9-

aminoakridin, yaitu mepakrin, atebrin. Biguanid,

yaitu proguanil, loroguanil, sikloguanil. 4-kuinolin

metanol, yaitu meflokuin. Antibiotika, yaitu

tetrasiklin14.

2.3.2Zat Besi

Zat besi merupakan salah satu dari mikroelemen

yang esensial bagi tubuh. Selama ini zat besi banyak

dikaitkan dengan suplemen penambah darah karena

memang zat besi membantu tubuh dalam pembentukan sel

darah merah. Oleh karena itu kekurangan zat besi

dalam jumlah banyak dapat menyebabkan anemia

difisiensi besi. Selain itu kekurangan zat besi juga

dapat menimbulkan gangguan kesehatan lainnya seperti

tubuh manusia dewasa mengandung 3000-4000 mg zat

besi. Dalam satu hari, tubuh hanya kehilangan 1 mg

zat besi yang harus digantikan melalui asupan

makanan. Hati merupakan salah satu makanan sehari-

hari yang banyak mengandung zat besi. Kebanyakan zat

besi yang dibutuhkan oleh tubuh didapatkan dengan14 Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2009.

Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang.

Jakarta: EGC

26

cara mengubah kembali sel darah merah yang sudah

rusak.

Besi menjadi elemen ke 26 dalam tabel periodik

yang termasuk dalam salah satu dari 4 mineral yang

paling banyak ditemukan di kerak bumi. Besi memiliki

berat atom 56. Pada zaman neolitikum, orang-orang

mulai menambang besi dan membuat peralatan dari

besi. Orang romawi menggunakan besi sebagai tambahan

makanan tetapi pengakuan besi sebagai nutrisi

penting untuk tubuh belum terbukti sampai abad ke

17. Sydenham adalah orang pertama yang mengatakan

bahwa klorosis (suatu penyakit pada wanita remaja,

ditandai dengan warna kulit pucat) adalah karena

anemia kekurangan zat besi. Dia menunjukkan bahwa

garam-garam besi merupakan pengobatan yang efektif.

Pada 1713, Remerry dan Jeffrey menunjukkan

adanya besi dalam bahan mineral darah dan pada tahun

1852 Funke menunjukkan bahwa mineral ini terkandung

oleh sel darah merah. Besi dan jumlah sel darah

merah yang terkait dan fungsi sel darah merah

membawa oksigen tergantung terhadap kadar

hemoglobinnya.

27

Besi dalam tubuh manusia terbagi menjadi 3

bagian yaitu senyawa besi fungsional, besi

cadangan/simpanan dan besi transport. Besi

fungsional meliputi besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh, terdiri dari hemoglobin,

mioglobin dan berbagai jenis enzim. Bentuk yang

kedua adalah besi simpanan yang terdiri dari feritin

dan hemosiderin. Kedua senyawa ini merupakan bentuk

besi yang akan digunakan saat asupan gizi melalui

diet berkurang. Bentuk besi yang terakhir yaitu besi

transport atau transferin. Bentuk yang ketiga ini

merupakan besi yang berikatan dengan protein

tertentu yang berguna untuk mengangkut besi ke

seluruh tubuh15.

Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi.

Sebelum diabsorpsi, di dalam lambung besi dibebaskan

dari ikatan organik, seperti protein. Sebagian besar

besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk

fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam

lambung dengan adanya HCI dan vitamin C yang

terdapat di dalam makanan.

15 Rahfiludin, M. Zen. 2013. Buku Ajar Gizi Mikro. Semarang:

UPT UNDIP Press

28

Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus

halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut protein

khusus. Ada dua jenis alat angkut protein di dalam

sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi,

yaitu transferin dan feritin. Transferin, protein

yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua

bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari

saluran cerna ke dalam sel mukosa dan memindahkannya

ke transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa.

Trnsferin mukosa kemudian kembali ke rongga saluran

cerna untuk mengikat besi lain, sedangkan transferin

reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua

jaringan tubuh. Dua ion feri diikatkan pada

transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan tubuh.

Banyaknya reseptor transferin yang terdapat pada

membran sel bergantung pada kebutuhan tiap sel.

Kekurangan besi pertama dapat dilihat pada tingkat

kejenuhan transferin.

Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-

hem seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin

makanan hewan, dan besi-nonhem dalam makanan nabati.

Besi-hem diabsorpsi ke dalam sel mukosa sebagai

kompleks porfirin utuh. Cincin perfirin di dalam sel

mukosa kemudian dipecah oleh enzim khusus

29

(hemoksigenase) dan besi dibebaskan. Besi-hem dan

nonhem kemudian melewati alur yang sama dan

meninggalkan sel mukosa dalam bentuk yang sama

dengan menggunakan alat angkut yang sama. Absorpsi

besi-hem tidak banyak dipengaruhi oleh komposisi

makanan dan sekresi saluran cerna serta oleh status

besi seseorang. Besi-hem hanya merupakan bagian

kecil dari besi yang diperoleh dari makanan (kurang

lebih 5% dari besi total makanan), terutama di

Indonesia, namun yang dapat diabsorpsi dapat

mencapai 25% sedangkan nonhem hanya 5%.16

Zat besi mempunyai peran vital bagi tubuh kita.

Salah satu fungsi utamanya adalah transportasi utama

dalam mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke

seluruh tubuh. Untuk mengangkut oksigen, zat besi

harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin

di dalam sel darah merah dan mioglobin di dalam

serabut otot. Bila bergabung dengan protein di dalam

sel zat besi membentuk enzim yang berperan di dalam

pembentukan energi di dalam sel. Zat besi juga

berperan dalam pembentukan hemoglobin sebagai

pembentuk utama sel darah merah.16 Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

30

Hemoglobin dan mioglobin merupakan sumber

protein utama untuk mendapatkan heme besi. Sumber

heme besi dapat diperoleh dari daging, ikan, hati,

udang. Heme besi dalam daging merupakan sumber

penting dari konsumsi besi, tidak hanya karena

“faktor daging” mempertinggi ketersediaan non-heme

besi dari konsumsi harian.

Kekurangan zat besi merupakan masalah kekurangan

nutrien yang paling banyak terjadi di dunia. Hal ini

terjadi karena selain penyerapan zat besi dalam

tubuh sangat rendah juga dikarenakan makanan yang

umum dikonsumsi memiliki kandungan zat besi yang

relatif rendah. Gejala-gejala yang biasa ditemukan

pada orang yang mengalami defisiensi besi antara

lain terganggunya respon kekebalan tubuh, sistem

pencernaan yang tidak normal, perubahan pada

epidermal, gangguan thermogenesis, perubahan

metabolisme tiroid, perubahan pada pergantian

catecolamine.

Makanan seperti gandum dan kacang-kacangan hanya

mengandung zat besi nonheme yang sangat rendah

tingkat penyerapannya. Anak-anak dan wanita lebih

berisiko mengalami kekurangan zat besi. Secara

31

klinis kekurangan zat besi terbagi menjadi 3

tingkatan, yaitu:

1. Ketersediaan zat besi yang menurun dikarenakan

pengurangan serum feritin tanpa kehilangan

senyawa besi yang penting bagi tubuh. Pada

kondisi ini tubuh belum menunjukkan tanda-tanda

terjadinya anemia.

2. Kekurangan zat besi dalam tahap kedua ditandai

dengan perubahan biokimia dimana terjadi

penurunan penyerapan oleh transferin dan

penambahan eritrosit protopirin. Zat besi dalam

keadaan ini hanya cukup untuk produksi normal

hemoglobin dan komponen besi lainnya.

3. Munculnya tanda-tanda nemia dengan penurunan

produksi hemoglobin dan perubahan volume

corpuscular pada sel darah merah. Hal ini

ditandai dengan gejala klinis seperti lemah dan

muka pucat.

Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan tubuh

mengalami gangguan kesehatan. Salah satunya yang

disebabkan oleh karena kekurangan zat besi ini

adalah gangguan pada fungsi imunitas tubuh.

Kekurangan zat besi secara akut dapat mempengaruhi

imunitas tubuh baik imunitas humoral maupun imunitas

32

seluler. Kemudian kekurangan zat besi ini akan

menyebabkan penurunan fungsi sel polimorfonuklear

terutama neutrofil, penurunan jumlah dan fungsi

limfosit T, penurunan aktivitas sel natural killer,

serta penurunan aktivitas limfosit dan makrofag.

Kejadian infeksi dan inflamasi berhubungan dengan

kekurangan zat besi, hal ini digambarkan dengan

perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan

saturasi transferin pada saat fase akut17.

17 Rahfiludin, M. Zen. 2013. Buku Ajar Gizi Mikro. Semarang:

UPT UNDIP Press

33

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kebutuhan Besi Terhadap Penderita Malaria

Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal

berkisar antara 3 – 5 gr tergantung dari jenis

kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam

tubuh terdapat dalam haemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr

dan sisa lainnya terdapat di dalam plasma dan

jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein

yang disebut “transferin” yaitu sebanyak 3 – 4 gr.

Sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu status

esensial dan bukan esensial18.

Anemia defisiensi besi pada daerah endemis malaria

akan menyebabkan kematian terutama pada anak dan ibu

hamil. Anak di bawah 5 tahun di daerah endemis malaria

juga akan berisiko untuk menderita malnutrisi energi

protein serta defisiensi mikronutrien termasuk seng.

Defisiensi besi yaitu berkurangnya total kandungan

besi dalam tubuh yang dibagi dalam 3 tahap. Gangguan

keseimbangan besi akan menyebabkan deplesi besi

ditandai dengan total besi dalam tubuh berkurang

18 Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

34

tetapi tidak mempengaruhi sintesis hemoglobin. Bila

asupan besi pada sumsum tulang tidak adekuat maka akan

terjadi tahap berikutnya yaitu defisiensi besi pada

eritropoesis.

Akhirnya jika besi sangat kurang untuk

mempertahankan konsentrasi hemoglobin yang normal maka

akan timbul anemia defisiensi besi. Terdapat beberapa

bukti bahwa parasitemia yang menetap dan berulang

menyebabkan defisiensi besi walaupun mekanismenya

masih belum jelas. Terdapat penurunan absorbsi besi

pada fase akut penyakit.  Kadar haptoglobin yang

rendah, karena adanya hemolisis intravaskular, yang

akan mengurangi pembentukan kompleks haptoglobin/

hemoglobin serta penurunan penggunaan besi. Terjadinya

immobilisasi besi di dalam kompleks hemazoin (pigmen

malaria).

Anemia malaria berat lebih sering ditemukan pada

daerah dengan penyebaran malaria yang tinggi dan

sebagian besar ditemukan pada anak-anak dan wanita

hamil19. Prevalensi anemia yang didefinisikan sebagai

kadar hematokrit (Hct) lebih tinggi dari 0,33, pada

daerah endemic malaria di Afrika, bervariasi antara

19 Greenwood BM. 1997. The Epidemiology of Malaria.

Ann Trop Med Parasitol 91 : 763-769

35

31% dan 91% pada anak-anak dan antara 60% dan 80% pada

wanita hamil20 21. 

Malaria adalah suatu penyakit yang mengancam jiwa

yang menyerang sekitar setengah dari populasi dunia

yang seringkali menjadi penyakit parah yang mengancam

jiwa. Malaria menyebabkan perubahan distribusi besi

dari penyimpanan. Konsentrasi serum besi, ironbinding

capacity dan saturasi serum transferin semuanya menurun,

tetapi kebalikannya pada defisiensi besi kosentrasi

serum feritin meningkat, hitung retikulosit normal

atau meningkat. Hitung retikulosit digunakan untuk

menilai kecepatan reaksi sumsum tulang terhadap

anemia. Setelah pengobatan respon retikulosit dapat

dilihat dalam 48-72 jam, dengan respon maksimal hari

ke 5-10. Retikulosit meningkat sedikit setelah

pemberian suplementasi besi tapi tidak berbeda

bermakna dan tampak nilainya lebih tinggi pada

20 Menendez C. Fleming AF, Alonso PL. 2000. Malaria-

Related Anemia. Parasitol Today , 16 : 469-47621 Schellenberg J. R. M. A. C. G. Victora, A. Mushi,

D. De Savigny , D. Schellenberg, H. Mshinda, and J.

Bryee. 2003. “Inequities among the Verry Poor :

Health Care Children in Rural Southern Tanzania,”

Lancet 361 :561-66

36

pemberian besi ditambah plasebo. Infeksi, inflamasi,

dan penyakit keganasan menyebabkan kerusakan pada

mukosa sehingga dapat menyebabkan peningkatan

kecepatan sintesis di retikuloendotelial sistem dan

terjadi peningkatan konsentrasi serum feritin. Infeksi

akibat parasit malaria akan menyebabkan turunnya kadar

hemoglobin sehingga terjadi anemia akibat defisiensi

besi sedangkan kadar serum feritin akan mengalami

peningkatan.

Cukup sulit untuk menentukan jumlah kasus anemia

berat yang disebabkan oleh malaria sebagaimana

defenisi WHO mengenai anemia malaria berat (kadar

haemoglobin [Hb] < 50 g/L [5 g/dL] atau Hematokrit

[Hct] < 0,15, dalam keadaan adanya parasitemia >

10.000 per mikroliter [µL), dan sebuah lapisan darah

yang normocytic) dapat mengeluarkan proporsi

pertimbangan dari anak anemia berat yang memiliki

37

asupan darah negatif untuk parasit malaria tetapi

merespon terhadap pengobatan antimalaria22 23.

Kemungkinan akan sulit untuk menghubungkan anemia

dengan sebuah penyebab tunggal karena penyebab anemia

malaria di daerah endemic biasanya kompleks dan

defisiensi hematinin, sifat genetic, dan infeksi

berulang kesemuanya itu berkontribusi terhadap

anemia24. Namun demikian, sebuah randomized placebo-

controlled trial profilaksis malaria dan suplementasi

besi pada bayi, pada sebuah daerah endemic, telah

22 Menendez, C. Kahigwa E, Hirt R et al. 1997.

Randomized placebo controlled trial of iron

supplementation and malaria chemoprophylazis for

prevention of severe anaemis and malaria in

Tanzanian infants. Lancet , 350 : 844 – 85023 Warrell DA, Molyneux ME, Beales PF. Severe and

complicated malaria. In: World Health Organization

Division of Control of Tropical Diseases, Royal

Society of Tropical Medicine and Hygiene, London

199024 Roberts DJ, Casals-Pascul C, Weatherall DJ The

clinical and pathophysiological features of

malarial anemia. Curr Trop Microbiol Immunol 2005;

295:137–167

38

memperihatkan bahwa infeksi malaria merupakan faktor

etiologi utama yang mendasari terjadinya anemia25

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam

edisi terbaru jurnal Cell Host & Mikroba, Miguel

Soares dan timnya di Instituto de Ciencia Gulbenkian

(IGC) Portugal, menemukan bahwa pengembangan bentuk

parah malaria dapat dicegah dengan mekanisme sederhana

yang mengontrol akumulasi zat besi dalam jaringan dari

sel yang terinfeksi. Mereka menemukan bahwa ekspresi

gen yang menetralkan zat besi dalam sel, yang bernama

H-Feritin, mengurangi stres oksidatif mencegah

kerusakan jaringan dan kematian dari sel yang

terinfeksi. Ini mekanisme perlindungan memberikan

strategi terapi baru terhadap malaria.

Ada strategi pertahanan yang memberikan toleransi

penyakit malaria, mengurangi keparahan penyakit tanpa

menargetkan parasite. Miguel Soares dan kolaborator

dalam jurnal Science. yang telah diterbitkan dalam

jurnal Cell Host & Mikroba menunjukkan bahwa strategi

25 Schellenberg D, Menendez C, Kahigwa E, et al.

Intermittent treatment for malaria and anaemia

control at time of routine vaccinations in

Tanzanian infants : a randomised, placebo-

controlled trial. Lancet. 2001: 1471-1477

39

pertahanan bertindak melalui pengaturan metabolisme

zat besi dalam inang yang terinfeksi.

Diketahui bahwa membatasi ketersediaan besi untuk

patogen dapat mengurangi virulensi parasit plasmodium,

yaitu kemampuan mereka untuk menyebabkan penyakit.

Namun, teknik ini mempunyai dampak buruk, yaitu

akumulasi zat besi beracun dalam jaringan dan organ

dari host yang terinfeksi. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan jaringan, lebih pada meningkatkan daripada

mencegah keparahan penyakit. Dalam karya eksperimental

oleh Raffaella Gozzelino, menunjukkan bahwa sel

terinfeksi mengatasi masalah ini dengan menginduksi H-

Feritin, yang mendetoksifikasi zat besi. Dampak

perlindungan dari H-Feritin adalah mencegah

perkembangan ke bentuk parah dan sering mematikan dari

malaria.

Para peneliti juga meneliti apakah ada korelasi

antara keparahan malaria dan ekspresi feritin pada

manusia. Bersama dengan Bruno Bezerril Andrade (saat

ini di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Infeksi,

NIH, USA), Nivea Luz dan Manoel Barral-Netto (di

Fundação Oswaldo Cruz dan Faculdade de Medicina,

Universidade Federal da Bahia, Brazil) mereka

menganalisis sampel dari individu yang terinfeksi

40

dengan Plasmodium di Rondônia, di bagian utara-barat

Brasil. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa, di

antara orang yang terinfeksi, mereka dengan tingkat

ferritin yang lebih tinggi mengalami kerusakan

jaringan lbih sedikit. Bersama dengan data eksperimen

yang diperoleh pada tikus, pengamatan ini

mengungkapkan bahwa feritin memberikan perlindungan

terhadap malaria, tanpa mengganggu langsung parasit

yang menyebabkan penyakit.

Miguel Soares mengatakan, individu yang mempunyai

tingkat yang lebih rendah dari Feritin dan mungkin

berada pada risiko yang lebih tinggi terserang bentuk

parah dari malaria. Selain itu, penelitian Miguel

Soraes juga mendukung sebuah teori yang menjelaskan

bagaimana perlindungan terhadap malaria, serta

penyakit menular lainnya, dapat beroperasi tanpa

penargetan langsung agen penyebab penyakit, yaitu

Plasmodium. Sebaliknya, strategi ini bekerja dengan

melindungi sel-sel, jaringan dan organ dalam tubuh

yang terinfeksi, sehingga membatasi tingkat keparahan

penyakit.

3.2 Imunitas

41

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari

lingkungan yang mengandung mikroba patogen di

sekelilingnya. Tubuh manusia akan selalu terancam oleh

paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan

polusi. Salah satu parasit yang dapat menyerang tubuh

kita adalah Plasmodium palcifarum yang dapat mengakibatkan

penyakit malaria. Malaria merupakan penyakit infeksi

parasitis yang terpenting di dunia, dengan prakiraan

satu miliar orang berisiko tertular penyakit ini.

Sepanjang sejarah malaria telah terbukti menjadi

ancaman signifikan terhadap kesehatan manusia. Antara

300 dan 500 juta kasus klinis terjadi setiap tahun di

seluruh dunia, sekitar 2 juta kasus adalah fatal,

terutama pada anak-anak26

Di daerah malaria dengan endemisitas tinggi,

sebagian besar anak mengalami lebih dari satu episode

klinik dengan berbagai tingkat keparahan yang berbeda-

beda sebelum mereka mengalami kekebalan parsial

(partial immunity) terhadap infeksi parasit ini.

26 Artavanis-Tsakonas, K., J E Tongren, dan E M

Riley. The war between the malaria parasite and the immune

system: immunity, immunoregulation and immunopathology. Clin

Exp Immunol. Aug 2003; 133(2): 145–152.

42

Infeksi sering terjadi lebih berat pada anak dan

balita. Hal tersebut disebabkan karena sistem imun

atau sistem kekebalan protektif yang belum matang pada

usia muda. Anak-anak, yang belum mengembangkan

mekanisme kekebalan protektif dengan demikian berisiko

lebih besar untuk menderita malaria klinis, penyakit

parah dan kematian dibandingkan orang dewasa27

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem

perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan

oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.

Biasanya kita dilindungi oleh system pertahanan tubuh,

sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup

lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Jika

sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan

melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus,

serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain

dalam tubuh. Kelebihan tantangan negatif,

bagaimanapun, dapat menekan imunitas tubuh dan dapat

mengakibatkan berbagai penyakit fatal. Jika sistem

kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga27 Artavanis-Tsakonas, K., J E Tongren, dan E M

Riley. The war between the malaria parasite and the immune

system: immunity, immunoregulation and immunopathology. Clin

Exp Immunol. Aug 2003; 133(2): 145–152.

43

berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk

virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang

dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan

pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem

ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena

beberapa jenis kanker.

Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu

penyakit yang disebut imunitas. Imunitas menurut

Corwin adalah keadaan seseorang yang terlindung dari

pembentukan penyakit. Imunitas dapat bersifat

inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapat setelah

pajanan terhadap suatu mikroorganisme28

Hal ini juga dikemukakan oleh Efendi dalam

bukunya, Keperawatan Kesehatan Komunitas, tiga jenis

imunitas yang dimiliki manusia adalah imunitas adalah

imunitas yang didapat, imunitas aktif, dan imunitas

pasif. Imunitas didapat diperoleh karena pernah

menderita suatu penyakit yang menstimulasi sistem

perubahan alami tubuh atau karena pernah menderita

suatu penyakit yang menstimulasi sitem perubahan alami

tubuh atau karena sengaja (secara buatan) menstimulasi

28 Corwin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

44

sistem pertahanan melalui imunisasi. Imunisasi aktif,

tubuh membentuk antibodinya sendiri. Hal ini dapat

dilakukan melalui pemberian vaksin atau karena harus

merespons patogen penyakit tertentu yang menginvasi

tubuh29

Menurut Corwin, imunitas ini terjadi karena

resistensi alami organisme. Imunitas inheren mencakup

sawar terhadap infeksi yang dihasilkan oleh kulit,

asam lambung atau usus, air mata serta mediator-

mediator peradangan yang nonspesifik

Lain lagi dengan imunitas pasif. Dalam bukunya,

Corwin mengatakan bahwa imunitas pasif mengacu kepada

imunitas yang diberikan kepada seserang melalui

transfer antibody dari orang lain atau pemberian

suatu antitoksin yang telah dipersiapkan30. Imunitas

pasif didapat melalui transfer transplasental imunitas

ibu terhadap penyakit ke janinnya. Imunitas pasif juga

29 Efendi, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan

Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika30 Corwin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

45

dapat diperoleh dengan memasukkan antibodi yang sudah

terbentuk dalam penderita yang rentan31

Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam

melawan masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan

parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit,

hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun

kita tersebar di seluruh tubuh dan tidak berada di

bawah perintah otak, tetapi bekerja melalui rangkaian

informasi pada tiap bagian dari sistem imun. Jumlah

sel-sel imun lebih banyak 10 kali lipat dari sistem

saraf dan mengeluarkan empat puluh agen imun yang

berbeda-beda untuk melindungi tubuh dari penyakit.

Sistem pertahanan tubuh pada manusia atau lebih kita

kenal sebagai sistem imun sering diartikan sebagai

suatu efektor dalam menghalau ‘musuh’ yang terdiri

atas zat asing yang akan memasuki tubuh.

3.3 Kontroversi

1. Dampak Suplementasi Besi dan Seng dalam

Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang

Diberi Obat Anti Malaria di Daerah Endemis

31 Efendi, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan

Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

46

Pada suatu penelitian dilakukan pembuktian

dampak suplementasi besi dan seng dalam

meningkatkan eritropoiesis pada malaria anak di

daerah endemis yang diberi obat anti malaria.

Anemia defisiensi besi terdapat pada hampir

setengah dari seluruh anak dan wanita hamil pada

negara berkembang dan lebih dari 500 juta kasus

anemia ada di seluruh dunia. Anemia defisiensi besi

pada daerah endemis malaria akan menyebabkan

kematian terutama pada anak dan ibu hamil. Anak di

bawah 5 tahun di daerah endemis malaria juga akan

berisiko untuk menderita malnutrisi energi protein

serta defisiensi mikronutrien termasuk seng.

Defisiensi besi yaitu berkurangnya total

kandungan besi dalam tubuh yang dibagi dalam 3

tahap. Gangguan keseimbangan besi akan menyebabkan

deplesi besi ditandai dengan total besi dalam tubuh

berkurang tetapi tidak mempengaruhi sintesis

hemoglobin. Bila asupan besi pada sumsum tulang

tidak adekuat maka akan terjadi tahap berikutnya

yaitu defisiensi besi pada eritropoesis. Akhirnya

jika besi sangat kurang untuk mempertahankan

konsentrasi hemoglobin yang normal maka akan timbul

anemia defisiensi besi.

47

Terdapat beberapa bukti bahwa parasitemia yang

menetap dan berulang menyebabkan defisiensi besi

walaupun mekanismenya masih belum jelas, tetapi

diduga,

1. Terdapat penurunan absorbsi besi pada fase akut

penyakit.

2. Kadar haptoglobin yang rendah, karena adanya

hemolisis intravaskular, yang akan mengurangi

pembentukan kompleks haptoglobin/hemoglobin serta

penurunan penggunaan besi.

3. Terjadinya immobilisasi besi di dalam kompleks

hemazoin (pigmen malaria).

Masukan seng dapat mempengaruhi proses masuknya

atau pelepasan besi dari feritin. Pada keadaan

normal, seng seperti juga besi akan bergabung

dengan besi selama tahap akhir biosintesis heme.

Pada saat terjadi defisiensi besi, protoporfirin IX

tidak dapat bergabung dengan besi untuk membentuk

heme pada tahap akhir sistesis heme. Akibat tidak

adanya besi, protoporfirin bergabung dengan seng

untuk membentuk free erythrocyte zinc

protoporphyrin (ZPP) yang stabil selama hidup sel

darah merah.

48

Verhoef H dkk menyimpulkan bahwa suplementasi

besi tidak berhubungan dengan risiko efek samping

malaria. Lind T dkk. Pada penelitian yang dilakukan

pada anak di Jawa Tengah, menemukan bahwa

efeksuplementasi gabungan antara besi dan seng

terbukti kurang efikasinya dibandingkan

suplementasi tunggal dalam meningkatkan status besi

dan seng.

Suplementasi besi untuk malaria asimtomatik

dengan konsentrasi serum feritin yang normal atau

tinggi tidak dibutuhkan sebagai pencegahan terhadap

anemia yang disebabkan oleh malaria. Menurut

beberapa literatur pemeriksaan retikulosit baik

digunakan menilai respon awal terhadap suplementasi

besi.

Pada penelitian disebutkan bahwa respon

tersebut belum bermakna karena hanya diperiksa

jumlah retikulosit pada sebelum suplementasi dan 30

hari sesudah suplementasi. Sebaiknya diperiksa juga

jumlah retikulosit pada sebelum suplementasi serta

hari ke-3, hari ke-5, dan hari ke-10 setelah

suplementasi. Sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan

serum transferinreceptor karena pemeriksaan dapat

digunakan untuk mendeteksi defisiensi besi secara

49

dini. Pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh proses

inflamasi akut atau kronik sehingga baik digunakan

pada daerah dengan prefalensi infeksi yang tinggi32.

2. Malaria dan Anemia Pada Ibu Hamil

Faktor yang juga berperan terhadap kejadian

anemia pada ibu hamil adalah adanya infeksi

malaria. Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel

darah merah yang mengandung parasit. Malaria

merupakan salah satu penyakit menular yang masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat dan

mempengaruhi angka kesakitan bayi, anak balita, dan

ibu melahirkan. Secara epidemiologi, malaria

merupakan penyakit menular lokal spesifik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu hamil

yang mengalami malaria sebagian besar akan

mengalami anemia. Ini disebabkan karena infeksi

malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang

mengandung parasit sehingga akan menyebabkan

anemia. Eritrosit berparasit maupun tidak

32 Lubis, Bidasari. 2008.

DampakSuplementasiBesidanSengdalamMeningkatkan

Eritropoiesispada Malaria Anak yang DiberiObat Anti Malaria di

Daerah Endemis.Sari Pediatri, Vo. 10, No. 1, Juni

2008

50

berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas

osmotik meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan

peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit

berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa

hidup eritrosit menjadi lebih singkat dan anemia

lebih cepat terjadi . Selama kehamilan, parasit

malaria dalam plasenta dapat menganggu penyaluran

oksigen dan zat nutrisi dari ibu ke janin.

Penanganan penyakit malaria sangat dibutuhkan

terutama pada ibu hamil. Penanganan awal adalah

pemberian obat pencegahan pada wanita hamil di

daerah endemic selama masa kehamilan, dimulai

sedini-dininya dan diteruskan sampai 6 minggu

setelah kelahiran. Pada wanita hamil yang

sebelumnya tidak mendapat pengobatan propilatik,

dimulai dengan dosis terapetik (600 mg

chloroquineatau 800 mg amodiaquine) untuk memberantas

parasit yang sebelumnya mungkin sudah ada. Kemudian

pencegahan dilanjutkan dengan pemberian darapin

satu tablet setiap minggu sampai 6 minggu post

partum. Hal ini diharapkan dapat mengurangi

penderita malaria pada ibu hamil sehingga semakin

berkurang pula ibu hamil yang mengalami anemia.

51

Menurut Persatuan Ahli Gizi kebutuhan besi ibu

hamil perhari adalah 46 mg. Besi yang diperoleh

dari makanan hanya 5-15% yang dapat diabsorbsi

sehingga dibutuhkan suplemen untuk memenuhi

kebutuhan besi ibu hamil. Namun besi tersebut

belum tentu seluruhnya dapat diabsorbsi oleh tubuh.

Sunita Almatsie rmengatakan, ada yang menghambat

penyerapan besi di dalam tubuh yaitu Tannin yang

terdapat di dalam teh atau kopi. Zat tannin tersebut

menghambat absorbsi besi dengan cara mengikatnya33.

3.4 Hubungan Malaria dengan Fe

Malaria akan menyebabkan turunnya kadar hemoglobin

sehingga terjadi anemia akibat defisiensi besi.

Infeksi kronis akibat Plasmodium falciparum dapat

terjadi di daerah endemis malaria. Pada gambaran

hematologis dijumpai konsentrasi hemoglobin sedikit

menurun34.

33 MugiatidanMashauraniYamin.2011. HubunganInfeksi Malaria,

Kecacingandan Konsumsi Tablet BesiTerhadapKejadian Anemia

IbuHamil.JurnalKesehatan, Volume II, Nomor 1, April 2011,

hlm. 225-22134 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada

Anemia Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari

52

Anemia defisiensi besi di daerah endemis malaria

dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dan ibu

hamil35. Anemia pada malaria dapat terjadi karena

berbagai penyebab. Pengaruh infeksi plasmodium

terhadap sistem eritropoesis bergantung pada imunitas

pejamu, status kesehatan secara keseluruhan, dan pada

virulensi serta sel target dimana parasit malaria

terlibat. Plasmodium vivax akan menginvasi retikulosit

sedangkan plasmodium falciparum menginvasi di semua umur

eritrosit sehingga mengakibatkan derajat parasitemia

yang lebih berat. Trombositopenia juga sering terjadi

pada malaria akut tetapi tidak terjadi peningkatan

jumlah leukosit. Proses infeksi akan mengganggu

eritropoesis melalui beberapa mekanisme yaitu

penekanan produksi eritropoetin dan gangguan

eritropoesis akibat produksi sitokin pada proses

inflamasi36.Kriteria eksklusi adalah anak menderita

malaria berat yang ditandai dengan malaria serebral,

Pediatri, Vol. 8, No. 335 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada

Anemia Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari

Pediatri, Vol. 8, No. 336 Spivac JR. The blood in systemic disorders. Lancet 2000;

355:1707-12

53

anemia berat, hipoglokemia, renjatan, perdarahan

spontan, atau kejang yang berulang37. Selain

menyebabkan anemia defisiensi besi malaria juga

menyebabkan penurunan eritropoesis, dan pergeseran

distribusi besi dari fungsional ke kompartemen

cadangan. Hal ini terlihat pada beberapa studi yang

menunjukkan patogenesis yang mendasari terjadinya

anemia pada infeksi kronis yang ternyata juga berperan

dalam terjadinya anemia defisiensi besi pada malaria38.

Sebuah studi yang dilakukan di tiga belas negara

tropis endemis malaria di Afrika, melakukan skrining

dan pengobatan pada bayi. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pengobatan malaria tidak berhasil

mencegah malaria pada sebagian besar kasus anemia

akibat infeksi kronis yang terjadi. Hal ini karena

adanya cytokine-mediated inflammation yang menyebabkan besi

37 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada

Anemia Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari

Pediatri, Vol. 8, No. 338 Verhoef H, West CE, Kraaijenhagen R. Malarial anemia

leads to adequately increased erythropoiesis in asymptomatic Kenyan

children. Blood 2002; 100:3489 94

54

disimpan dalam makrofag serta menurunkan absorbsi besi

pada usus halus39.

Malaria menyebabkan perubahan distribusi besi dari

penyimpanan. Konsentrasi serum besi, iron binding capacity

dan saturasi serum transferin semuanya menurun, tetapi

kebalikannya pada defisiensi besi kosentrasi serum

feritin meningkat, hitung retikulosit normal atau

meningkat. Hitung retikulosit digunakan untuk menilai

kecepatan reaksi sumsum tulang terhadap anemia40.

INACG (International Nutritional Anemia Consultative Group)

bekerjasama dengan WHO dan UNICEF melakukan pembahasan

terhadap informasi terbaru dari data beberapa

penelitian. Terdapat peningkatan status hematologi

terhadap suplementasi besi secara oral sehingga layak

untuk diterapkan pada daerah endemis malaria.

Ditemukan bahwa gambaran hemogram pada anak yang

menderita malaria falciparum meningkat secara bermakna

39 Crawley J. Reducing the burden of anemia in infants and young

children in malaria – endemic countries of Africa: from evidence to

action. Am J Trop Med Hyg2004; 71 (Supl 2):25-3440 Lubis, Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng

dalam Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi

Obat Anti Malaria di Daerah Endemis. Sari Pediatri, Vol.

10, No. 1

55

setelah suplementasi besi selama empat minggu di

daerah yang sama dengan penelitian ini41. Anemia pada

malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang

mengandung parasit. Pengaruh utama malaria selama

kehamilan adalah terutama pada ibu dan janinnya. Pada

ibu dengan infeksi plasmodium falciparum dapat terjadi

komplikasi berat seperti demam, anemia, hipoglikemia,

malaria otak, edema paru merupakan yang utama

mempengaruhi wanita-wanita dengan kekebalan rendah42.

Jadi, infeksi oleh parasit malaria akan menyebabkan

turunnya kadar hemoglobin sehingga terjadi anemia

akibat defisiensi besi.

3.5

41 Lubis, Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng

dalam Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi

Obat Anti Malaria di Daerah Endemis. Sari Pediatri, Vol.

10, No. 142 Chahaya, Indra. 2003. Pengaruh Malaria Selama

Kehamilan. Sumatra Utara : USU Digital Library

56

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anemia defisiensi besi di daerah endemis malaria

dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dan ibu

hamil. Anemia pada malaria dapat terjadi karena

berbagai penyebab. Pengaruh infeksi plasmodium

terhadap sistem eritropoesis bergantung pada imunitas

pejamu, status kesehatan secara keseluruhan, dan pada

virulensi serta sel target dimana parasit malaria

terlibat. Infeksi kronis akibat Plasmodium falciparum

dapat terjadi di daerah endemis malaria.

Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah

merah yang mengandung parasit. Pada ibu dengan infeksi

plasmodium falciparum dapat terjadi komplikasi berat

seperti demam, anemia, hipoglikemia, malaria otak,

edema paru merupakan yang utama mempengaruhi wanita-

wanita dengan kekebalan rendah. Jadi, infeksi oleh

parasit malaria akan menyebabkan turunnya kadar

hemoglobin sehingga terjadi anemia akibat defisiensi

besi.

4.2 Saran

57

Pencegahan terhadap malaria dengan cara : tidur

dengan kelambu, rumah anti nyamuk dengan memakai kawat

kasa, pemakaian obat nyamuk bakar, penyemprotan ruang

tidur, dan lain sebagainya. Atau kombinasi keduanya

(obat dan kelambu adalah cara terbaik cegah gigitan

nyamuk malaria).

Ada beberapa obat yang digunakan untuk pengobatan

malaria. Berikut ini penggolongan obat antimalaria.

Diantaranya : Skizontisida jaringan primer ,

Skizontisida jaringan sekunder, Skizontisida darah,

Gametosida dan Sporontosida.

Kekurangan zat besi dalam jumlah banyak dapat

menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pencegahannya

ialah mengonsumsi sayuran yang banyak mengandung zat

besi.

58

DAFTAR PUSTAKA

1 Yatim, Faisal.2007. Macam-macam Penyakit Menular dan

Cara Pencegahannya.Jilid 2, Ed 1. Yayasan Obor

Indonesia . Jakarta

2 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

3 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

4 Sutanto, Inge dkk (aku gak ngerti kalo 4 pengarang

gimana, nama pengarangnya : inge sutanto, is

suhariah ismid, pudji k. Sjahrifuddin, saleha

sungkar). 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi keempat.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

5 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

6 Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan

Penyakit Menular Tahun 1998/1999-2003. 2004.

Departemen Kesehatan Kerjasama Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular, Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Jakarta

7 Prabowo, Arland dr. 2004. Malaria Mencegah &

Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

59

8 Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi

Kedokteran :Ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta :

EGC

9 Werner, David. 2010. Apa yang Anda kerjakan Bila Tidak Ada

Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

10 Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah

dan Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta : PT Elex

Media Komputindo

11 Werner, David. 2010. Apa yang Anda kerjakan Bila Tidak Ada

Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

12 Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah

dan Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta : PT Elex

Media Komputindo

13 Prabowo, Arlan. 2004. Malaria: Mencegah dan Mengatasinya.

Jakarta: Niaga Swadaya

14 Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2009.

Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang.

Jakarta: EGC

15 Rahfiludin, M. Zen. 2013. Buku Ajar Gizi Mikro. Semarang:

UPT UNDIP Press

16 Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

17 Rahfiludin, M. Zen. 2013. Buku Ajar Gizi Mikro. Semarang:

UPT UNDIP Press

60

18 Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

19 Greenwood BM. 1997. The Epidemiology of Malaria. Ann

Trop Med Parasitol 91 : 763-769

20 Menendez C. Fleming AF, Alonso PL. 2000. Malaria-

Related Anemia. Parasitol Today , 16 : 469-476

21 Schellenberg J. R. M. A. C. G. Victora, A. Mushi, D.

De Savigny , D. Schellenberg, H. Mshinda, and J.

Bryee. 2003. “Inequities among the Verry Poor :

Health Care Children in Rural Southern Tanzania,”

Lancet 361 :561-66

22 Menendez, C. Kahigwa E, Hirt R et al. 1997.

Randomized placebo controlled trial of iron

supplementation and malaria chemoprophylazis for

prevention of severe anaemis and malaria in

Tanzanian infants. Lancet , 350 : 844 – 850

23 Warrell DA, Molyneux ME, Beales PF. Severe and

complicated malaria. In: World Health Organization

Division of Control of Tropical Diseases, Royal

Society of Tropical Medicine and Hygiene, London

1990

24 Roberts DJ, Casals-Pascul C, Weatherall DJ The

clinical and pathophysiological features of malarial

61

anemia. Curr Trop Microbiol Immunol 2005; 295:137–

167

25 Schellenberg D, Menendez C, Kahigwa E, et al.

Intermittent treatment for malaria and anaemia

control at time of routine vaccinations in Tanzanian

infants : a randomised, placebo-controlled trial.

Lancet. 2001: 1471-1477

26 Artavanis-Tsakonas, K., J E Tongren, dan E M Riley.

The war between the malaria parasite and the immune system:

immunity, immunoregulation and immunopathology. Clin Exp

Immunol. Aug 2003; 133(2): 145–152.

27 Artavanis-Tsakonas, K., J E Tongren, dan E M Riley.

The war between the malaria parasite and the immune system:

immunity, immunoregulation and immunopathology. Clin Exp

Immunol. Aug 2003; 133(2): 145–152.

28 Corwin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

29 Efendi, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan

Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

30 Corwin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

62

31 Efendi, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan

Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

32 Lubis, Bidasari. 2008.

DampakSuplementasiBesidanSengdalamMeningkatkan

Eritropoiesispada Malaria Anak yang DiberiObat Anti Malaria di

Daerah Endemis. Sari Pediatri, Vo. 10, No. 1, Juni

2008

33 MugiatidanMashauraniYamin.2011. HubunganInfeksi Malaria,

Kecacingandan Konsumsi Tablet BesiTerhadapKejadian Anemia

IbuHamil.JurnalKesehatan, Volume II, Nomor 1, April

2011, hlm. 225-221

34 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada Anemia

Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari Pediatri,

Vol. 8, No. 3

35 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada Anemia

Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari Pediatri,

Vol. 8, No. 3

36 Spivac JR. The blood in systemic disorders. Lancet 2000;

355:1707-12

37 Rosdiana,Nelly dkk.2007 Gambaran Hematologis pada Anemia

Akibat Infeksi Kronis di Daerah Endemis Malaria. Sari Pediatri,

Vol. 8, No. 3

63

38 Verhoef H, West CE, Kraaijenhagen R. Malarial anemia

leads to adequately increased erythropoiesis in asymptomatic Kenyan

children. Blood 2002; 100:3489 94

39 Crawley J. Reducing the burden of anemia in infants and young

children in malaria – endemic countries of Africa: from evidence to

action. Am J Trop Med Hyg2004; 71 (Supl 2):25-34

40 Lubis, Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng

dalam Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi

Obat Anti Malaria di Daerah Endemis. Sari Pediatri, Vol.

10, No. 1

41 Lubis, Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng

dalam Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi

Obat Anti Malaria di Daerah Endemis. Sari Pediatri, Vol.

10, No. 1

42 Chahaya, Indra. 2003. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan.

Sumatra Utara : USU Digital Library

64