HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG

26
1 HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG Oleh : Syahrul Budiman NIM : 12 PEDI 2832 A. PENDAHULUAN Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahinya di zaman Nabi SAW, meneliti dan membina hadis serta segala hal yang mempengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi sejarah hadis, ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode dan tujuh periode. 1 Dalam makalah yang singkat ini akan penulis uraikan sejarah perkembangan hadis pada masa sesudah zaman Sahabat sampai dengan sekarang, dimulai dengan pembahasan Penulisan dan Pembukuan Hadis secara resmi (Hadis pada Abad ke 2 H), Masa Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadis (Abad ke 3 H), Masa Pemeliharaan, Penertiban dan 1 M.Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung:CV. Pustaka Setia, Cet.II, 2011) h. 33.

Transcript of HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG

1

HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG

Oleh : Syahrul Budiman

NIM : 12 PEDI 2832

A. PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau

periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa

lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,

dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.

Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadis

sejak masa timbulnya/lahinya di zaman Nabi SAW,

meneliti dan membina hadis serta segala hal yang

mempengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin

membagi sejarah dalam beberapa periode. Adapun para

ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam

membagi sejarah hadis, ada yang membagi dalam tiga

periode, lima periode dan tujuh periode.1

Dalam makalah yang singkat ini akan penulis

uraikan sejarah perkembangan hadis pada masa

sesudah zaman Sahabat sampai dengan sekarang,

dimulai dengan pembahasan Penulisan dan Pembukuan

Hadis secara resmi (Hadis pada Abad ke 2 H), Masa

Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadis (Abad

ke 3 H), Masa Pemeliharaan, Penertiban dan

1 M.Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung:CV.Pustaka Setia, Cet.II, 2011) h. 33.

2

Penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H),

Masa Pensyarahan, Penghimpunan, Pentakhrijan, dan

Pembahasan Hadis (Abad ke 7 H s/d Sekarang).

B. MASA PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIS SECARA RESMI

(HADIS ABAD KE-2 H).

Pada periode ini Hadis-hadis Nabi SAW mulai

ditulis dan dikumpulkan secara resmi. “Umar ibn

‘Abd al-Aziz, salah seorang khalifah dari dinasti

Umayyah yang mulai memerintah di penghujung abad

pertama Hijriah, merasa perlu untuk mengambil

langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan

Hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan

di dalam catatan dan hafalan para sahabat dan

Tabi’in. Hal tersebut dirasakannya begitu mendesak,

karena pada masa itu wilayah kekusaan Islam telah

meluas sampai kedaerah-daerah diluar jazirah

Arabia, disamping para Sahabat sendiri, yang

hafalan dan catatan-catatan pribadi mereka mengenai

Hadis Nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli Hadis

ketika itu, sebagian besar sudah meninggal dunia

karena faktor usia dan akibat banyaknya terjadi

peperangan. Dan pada masa itu, yaitu awal

pemerintahan ‘Umar ibn Abd al-Aziz, Hadis masih

belum dibukukan secara resmi.2 2 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta:PT.Mutiara Sumber

Widya,Cet. I, 2001), h. 125-126.

3

1. Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan

pengkodifikasian Hadis.

Ada beberapa faktor yang mendorong ‘Umar ibn

Abd al-Aziz mengambil inisiatif untuk

memerintahkan para gubernur dan pembantunya

untuk mengumpulkan dan menuliskan Hadis,

diantaranya adalah : Pertama, tidak adanya lagi

penghalang untuk menuliskan dan membukukan

Hadis, yaitu kekhawatiran bercampurnya Hadis

dengan Alquran, karena Alquran ketika itu telah

dibukukan dan disebarluaskan. Kedua, munculnya

kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya Hadis

karena banyaknya para Sahabat yang meninggal

dunia akibat usia lanjut atau karena seringnya

terjadi peperangan. Ketiga, semakin maraknya

kegiatan pemalsuan Hadis yang dilatarbelakangi

oleh perpecahan politik dan perbedaan mazhab

dikalangan umat Islam. Keadaan ini apabila

dibiarkan terus menerus akan merusak ajaran

Islam, sehingga upaya untuk menyelamatkan Hadis

dengan cara pembukuannya setelah melalui seleksi

yang ketat harus segera dilakukan. Keempat,

karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan

Islam disertai dengan semakin banyak dan

kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat

4

Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk

mendapatkan petujuk-petunjuk dari Hadis Nabi

SAW, selain petunjuk Alquran sendiri. 3

2. Pemrakarsa Pengkodifikasian Hadis Secara Resmi

dari Pemerintah.

Adalah ‘Umar ibn Abd al-Aziz yang dikenal

secara umum dari kalangan pengusaha yang

memprakarsai pembukuan Hadis Nabi SAW secara

resmi. Akan tetapi menurut ‘Ajjaj al-Khathib

berdasarkan sumber yang sah dari Thabaqat ibn

Sa’ad, kegiatan pembukuan Hadis ini telah lebih

dahulu diprakarsai oleh ‘Abd al-Aziz ibn Marwan

(w.85 H)4, ayah dari ‘Umar ibn Abd al-Aziz

sendiri, yang ketika itu menjabat sebagai

gubernur di Mesir. Riwayat tersebut menceritakan

bahwa ‘Abd al-Aziz telah meminta Katsir ibn

Murrah al-Hadhrami, seorang Tabi’in di Himsha

yang pernah bertemu dengan tidak kurang dari 70

veteran Badar dari kalangan Sahabat, untuk

menuliskan Hadis-Hadis Nabi SAW yang pernah

diterimanya dari para Sahabat selain Abu

Hurairah, dan selanjutnya mengirimkanya kepada3 Ibid, h. 126-127.4 ‘Abd al-Aziz ibn Marwan Wafat 85 H/705 M adalah berasal

dari dinasti Umayyah, putra Khalifah Marwan I (memerintah 684-685)dan ayah dari Khalifah Umar II (r. 717-720). Istrinya Umm AsimLayla binti Asim adalah cucu kedua dari Khalifah Umar ibn al-Khattab, Lihat; http://en.wikipedia.org/wiki/Abd_al-Aziz_ibn_Marwan.

5

‘Abd al-Aziz sendiri. Dan ‘Abd al-Aziz

menyatakan bahwa Hadis-Hadis yang diriwayatkan

oleh Abu Hurairah sudah dimiliki catatannya yang

didengarnya sendiri secara langsung. Perintah

tersebut adalah pertanda bahwa telah dimulainya

pembukuan Hadis secara resmi yang diprakarsai

oleh penguasa, dan hal tersebut terjadi pada

tahun 75 H.5

3. Pelaksanaan Kodifikasi Hadis atas Perintah ‘Umar

ibn ‘Abd al-Aziz.

Meskipun ‘Abd al-Aziz, sebagaimana yang

dikemukakan oleh ‘Ajjaj al-Khathib, telah lebih

dahulu memprakarsai pengumpulan Hadis, namun

karena kedudukannya hanya seorang gubernur, maka

jangkauan perintahnya untuk mengumpulkan Hadis

kepada aparatnya, adalah terbatas sekali, sesuai

dengan keterbatasan kekuasaan dan wilayahnya.

Demikian juga para ulama ketika itu. Adalah

‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, putra Abd al-Aziz

sendiri yang memprakarsai pengumpulan Hadis

secara resmi dan dalam jangkauan yang lebih

luas. Hal tersebut dikarenakan posisinya sebagai

khalifah dapat memerintahkan kepada para

gubernurnya untuk melaksanakan tugas pengumpulan

5 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 128.

6

dan pengkodifikasian Hadis. Abu Bakar Muhammad

ibn ‘Amr ibn Hazm (w.117 H), gubernur di

Madinah, adalah diantara gubernur yang menerima

instruksi “Umar ibn ‘Abd al-Aziz untuk

mengumpulkan Hadis. Dalam instruksinya tersebut

‘Umar memerintahkan ibn Hazm untuk menuliskan

dan mengumpulkan Hadis yang berasal dari :

1. Koleksi Ibn Hazm sendiri;

2. Amrah binti ‘Abd al-Rahman (w.98 H), seorang

faqih, dan muridnya, Sayyidah ‘Aisyah r.a;

3. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar al-

Shiddiq (w.107 H), seorang pemuka Tabi’in dan

salah seorang dari Fuqaha yang tujuh.6

Ibn Hazm melaksanakan tugas tersebut dengan

baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan

oleh Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (w.124 H),

seorang Ulama besar dihizab dan Syam. Dengan

demikian, kedua ulama diataslah yang merupakan

pelopor dalam kodifikasi Hadis berdasarkan

perintah Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz. Dari

kedua tokoh diatas, para Ulama Hadis lebih

cenderung memilih Al-Zuhri sebagai kodifikator

pertama dari pada Ibn Hazm. Hal ini adalah

karena kelebihan Al-Zuhri dalam hal berikut :6 Fuqaha yang tujuh adalah : Al-Qasim, ‘Urwah Ibn Zubair, Abu

Bakar Ibn Abdir Rahman, Sa’id Ibn Musyyab, Abdillah Ibn AbdullahIbn ‘Utbah Ibn Mas’ud, Kharijah Ibn Zaid Ibn Tsabit, dan SulaimanIbn Yassar. Lihat, M.Sholahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h.39.

7

a. Al-Zuhri dikenal sebagai Ulama besar di

bidang Hadis dibandingkan dengan yang

lainnya;

b. Dia berhasil menghimpun seluruh Hadis yang

ada di Madinah, sedangkan Ibn Hazm tidak

demikian;

c. Hasil kodifikasinya dikirimkan ke seluruh

penguasa di daerah-daerah sehingga cepat

tersebar.7

Meskipun Ibn Hazm dan Al-Zuhri telah berhasil

menghimpun dan mengkodifikasikan Hadis, akan

tetapi karya kedua Ulama tersebut telah hilang

dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang.

Setelah masa Ibn Hazm dan Al-Zuhri, muncullah

para Ulama Hadis yang berperan dalam menghimpun

dan menuliskan Hadis, dibeberapa kota yang telah

dikuasai Islam, seperti ‘Abd al-Malik ibn ‘Abd

al-Aziz ibn Juraij al-Bashri (80-150 H / 669-767

M) di Mekah; Malik ibn Anas (93-179 H / 703-798

M), dan Muhammad ibn Ishaq (w.151 H/768 M) di

Madinah;Al-Rabi’ ibn Shabih (w.160 H), Sa’id ibn

Abi ‘Arubah (w.156 H), dan Hammad ibn Salamah

(w.167 H) di Basrah; Sufyan al-Tsauri (w. 97-161

H) di Kufah; Khalid ibn Jamil al-‘Abdi dan

7 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 129-130.

8

Ma’mar ibn Rasyid (95-153 H) di Yaman; ‘Abd al-

Rahman ibn ‘Amr Al-Auza’I (w. 88-57 H) di Syam;

‘Abd Allah ibn al-Mubarak (118-181 H) di

Khurasan; Hasyim ibn Basyir (104-183 H) di

Wasith; Jarir ibn ‘Abd al-Hamid (110-188 H) di

Rei; dan ‘Abd Allah ibn Wahab (125-197 H) di

Mesir.8

4. Kitab-kitab Hadis pada Abad ke-2 Hijriah.

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa

kitab yang merupakan hasil kodifikasi pertama

sudah hilang dan tidak ditemukan lagi sampai

sekarang. Diantara kitab-kitab yang merupakan

hasil kodifikasi pada abad ke-2 H, yang masih

dijumpai sampai sekarang dan banyak dirujuk oleh

para Ulama adalah :

a. Kitab Al-Muwaththa’, yang disusun oleh Imam

Malik atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-

Manshur.

b. Musnad Al-Syafi’I, karya Imam Al-Syafi’I, yaitu

berupa kumpulan Hadis yang terdapat dalam

kitab Al-Umm.

c. Mukhtaliful Hadis, karya Imam Al-Syafi’I yang

isinya mengandung pembahasan tentang cara-cara

8 Ibid, h. 130.

9

mengkompromikan Hadis yang kelihatannya

kontradiktif satu sama lain.

d. Al-Sirat al-Nabawiyyah, oleh ibn Ishaq, isinya

antara lain tentang perjalanan hidup Nabi SAW

dan peperangan-peperangan yang terjadi pada

zaman Nabi.9

5. Ciri dan Sistem pembukuan Hadis pada abad ke-2

Hijriah.

Diantara ciri kitab-kitab Hadis yang ditulis

pada abad ke 2 H ini adalah :

a. Pada umumnya kitab-kitab Hadis pada ini

menghimpun Hadis-Hadis Rasul SAW serta fatwa-

fatwa Sahabat dan Tabi’in. Yang hanya

menghimpun Hadis-Hadis Nabi SAW adalah kitab

yang disusun oleh ibn Hazm. Hal ini sejalan

dengan instruksi Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-

Aziz yang berbunyi :

ه وس�لم ي��ث� ال�رس�ول ص�ل ال�له ع�لي� لا ح�د �ل ا ب� ق! لات�!Janganlah kamu terima selain dari Hadis Nabi SAW.

b. Himpunan Hadis pada masa ini masih

bercampurbaur antara berbagai topik yang ada,

seperti yang menyangkut bidang tafsir, sirah,

Hukum dan sebagainya, dan belum dihimpun

berdasarkan topik-topik tertentu.

9 Ibid, h. 131

10

c. Didalam kitab-kitab Hadis pada periode ini

belum dijumpai pemisahan antara Hadis-hadis

yang berkualitas Shahih, Hasan, dan Dha’if.10

6. Berkembangnya Hadis palsu dan gerakan ingkar

Sunnah.

Pada abad ke-2 H kegiatan pemalsuan Hadis

semakin berkembang. Motif pemalsuan Hadis pada

masa ini tidak lagi hanya untuk menarik

keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan

politiknya, tetapi sudah semakin beragam seperti

yang dilakukan seperti yang dilakukan oleh

orang-orang tukang cerita dalam rangka menarik

minat orang banyak, kaum zindik yag bertujuan

untuk meruntuhkan Islam, dan lain-lain. Selain

berkembangnya Hadis palsu, pada Abad ke-2 H ini

muncul pula sekelompok orang yang menolak Hadis.

Diantara mereka ada yang menolak Hadis secara

keseluruhan, baik Hadis Ahad maupun juga Hadis

Mutawatir, dan ada yang menolak Hadis Ahad saja.

Imam Al-Syafi’I bangkit dan melakukan serangan

balik terhadap kelompok yang menolak Hadis ini,

yaitu dengan cara mengemukakan bantahan terhadap

satu persatu argumen yang dikemukakan oleh para

10 Ibid, h. 131-132.

11

penolak Hadis dengan mengemukakan dalil-dalil

yang lebih kuat. Oleh karenanya, Imam Al-Syafi’i

diberi gelar “Nashir al-Hadits” (“Penolong Hadis”)

atau ”Multazim al-Sunnah”11

C. MASA PEMURNIAN DAN PENYEMPURNAAN PENULISAN HADIS

(ABAD KE-3 H).

Dari awal Abad ke-3 H sampai akhir Abad ke-3 H.

Periode ini menanggung dan mencarikan pemecahan

terhadap permasalahan-permasalahan Hadis yang

muncul dan belum diselesaikan pada periode

sebelumnya. Pemisahan antara Hadis Nabi SAW dengan

fatwa sahabat yang mulai terasa keperluannya dan

adanya pemalsuan-pemalsuan Hadis yang telah menarik

perhatian para ulama pada masa sebelumnya pada

periode ini semakin terasa mendesak untuk

ditangani. Para ulama pun dimasa ini menghimpun dan

membukukan Hadis-Hadis Nabi SAW kedalam buku Hadis

dan memisahkannya dari fatwa-fatwa sahabat. Sebagai

tindak lanjut dari usaha pemisahan antara Hadis dan

fatwa sahabat, dimasa ini lahirlah buku-buku Hadis

dalam corak lebih baru yang dinamakan kitab Sahih,

kitab Sunan, dan kitab Musnad. Kitab Sahih adalah

kitab-kitab yang memuat Hadis-Hadis Sahih saja,

Kitab Sunan adalah kitab yang memuat seluruh Hadis,

11 Ibid, h. 132-133.

12

kecuali Hadis yang sangat Dha’if dan Munkar (sangat

lemah). Adapun Musnad adalah kitab yang memuat

semua Hadis, baik Sahih, Hasan, maupun Dha’if .12

Ulama hadis yang mula-mula menyaring dan

membedakan hadis-hadis yang shahih dari yang palsu

dan yang lemah adalah Ishaq Ibn Rahawaih, seorang

Imam hadis yang sangat termasyhur.Pekerjaan yang

mulia ini kemudian diselenggarakan oleh Imam Al-

Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang

terkenal dengan nama Al-Jamius Shahih. Di dalam

kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang

dianggap shahih, kemudian usaha Al-Bukhari ini

diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam

Muslim. Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini

adalah : Ali Ibnul Madany, Abu Hatim Ar-Razy,

Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari, Muhammad Ibn Sa’ad,

Ishaq Ibnu Ruhawaih, Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, An-

Nasa’I, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibn

Qutaibah Ad-Dainuri. 13

Di antara kegiatan yang dilakukan oleh para

Ulama Hadis dalam rangka memelihara kemurnian Hadis

Nabi SAW adalah :

a. Perlawatan ke daerah-daerah

12 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta;PT.Ichtiar Baru van Hoeve, Jil-2, Cet-4, 1997), h. 47.

13 Solahuddin, Hadis, h. 43-44

13

Pengumpulan Hadis abad ke-2 masih terbatas pada

daerah-daerah perkotaan saja, sementara perawi

Hadis telah menyebar kedaerah-daerah yang jauh

sejalan dengan semakin luasnya daerah kekuasaan

Islam. Dalam rangka menghimpun Hadis-Hadis yang

belum terjangkau pada masa sebelumnya, maka pada

abad ke-3 H para ulama Hadis melakukakn

perlawatan mengunjungi para perawi Hadis yang

jauh dari pusat kota.14

b. Pengklasifikasian Hadis kepada : Marfu’, Mawquf

dan Maqthu’.

Pada permulaan abad ke-3 H telah dilakukan

pengelompokan Hadis kepada: (i) Marfu’, yaitu Hadis

yang disandarkan kepada Nabi SAW, (ii) Mawquf,

yang disandarkan kepada Sahabat, dan (iii)

Maqthu’, yang disadarkan kepada Tabi’in. Dengan

cara ini Hadis-Hadis Nabi SAW terpelihara dari

percampuran dengan fatwa-fatwa Sahabat dan

Tabi’in.15

c. Penyeleksian kualitas Hadis dan

pengklasifikasiannya kepada : Shahih, Hasan, dan

Dha’if.

Penyeleksian kualitas Hadis dan

pengklasifikasiannya kepada Shahih dan Dha’if

dimulai pada pertengahan abad ke-3 H yang14 Yuslem, Hadis, h. 135.15 Ibid, h. 135.

14

dipelopori oleh Ishaq ibn Rahawaih. Kegiatan ini

diikuti oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud,

Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan lain-lain. Pada

awalnya Hadis dikelompokkan kepada Shahih dan

Dha’if saja, namun setelah Imam Tirmidzi, Hadis

dikelompokkkan menjadi Shahih, Hasan, dan Dha’if.16

D. MASA PEMELIHARAAN, PENERTIBAN DAN PENAMBAHAN DALAM

PENULISAN HADIS (ABAD 4 S/D 7 H).

Mulai abad ke-4 sampai jatuhnya kota Baghdad

(656 H/1258 M). Ulama-ulama Hadis telah menetapkan

bahwa para ahli yang hidup sebelum abad ke-4 H atau

periode ini disebut mutakadimin (pendahulu),

sedangkan sesudahnya disebut muta’akhirin. Ulama

Hadis mutakadimin pada umumnya melakukan kegiatan

mereka secara mandiri, dalam arti mengumpulkan

Hadis dan memeriksanya sendiri dengan menemui para

penghafalnya yang tersebar dibanyak pelosok negeri.

Adapun kegiatan ulama Hadis muta’akhkhirin pada

umumnya bersandar pada karya-karya ulama

mutakadimin, dalam arti Hadis yang mereka kumpulkan

merupakan petikan atau nukilan dari kitab-kitab

mutakadimin.17

16 Ibid, h. 135-136.17 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 47

15

Pada Periode ini muncul kitab-kitab shahih yang

tidak terdapat dalam kitab shahih abad ketiga.

Kitab-kitab ini antara lain : As-Shahih, susunan

Ibnu Khuzaimah, At-Taqsim wa Anwa’, susunan Ibnu

Hibban, Al-Mustadrok, susunan Al-Hakim, Ash-Shalih,

susunan Abu ‘Awanah, Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud,

Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibnu Abdul Wahid Al

Maqdisy.18 Diantara usaha-usaha ulama Hadis yang

terpenting dalam periode ini adalah :

1. Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam

sebuah kitab.

Di antara kitab yang mengumpulkan Hadis-Hadis

Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al-Jami’ Bain Ash-

Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal

dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn

Nashr Al-Humaidy (1488 H); Al-Baghawi oleh

Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).

2. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-

hadis kitab enam, adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin

Mu’awiyah, Al-Jami’ oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-

Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan nama

Ibnul Kharrat (582 H).

3. Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam

berbagai kitab.

18 Solahuddin, Hadis, h.45-46

16

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-

hadis dari berbagai kitab adalah : (1) Mashabih

As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn Mas’ud Al-

Baghawi (516 H); (2) Jami’ul Masanid wal Alqab, oleh

Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H); (3) Bahrul

Asanid, oleh Al- Al-Hasan Al-Hafidh Al-Hasan Ibn

Ahmad Al-Samarqandy (491 H).

4. Mengumpulkan hadis-hadis hukum dan menyusun

kitab-kitab ‘Athraf.

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis

hukum adalah (1) Muntqal Akhbar, oleh Majduddin ibn

Taimiyah Al-Harrany (652 H); (2) As-Sunanul Kubra

oleh Al-Baihaqy (458 H); (3) Al-Ahkamus Sughra. Oleh

Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haqq As-Asybily

(Ibn Kharrat) (582 H); (4) Umdatul Ahkam, oleh

Abdul Ghany Al-Maqdisy (600 H). Di samping itu,

muncul kitab-kitab Athraf19, antara lain: (1) Athrafu

As-Shahihain oleh Ibrahim Ad-Dimasqy (400 H); (2)

Athrafu As-Shahihain oleh Muhammad Khalf Ibn Muhammad

Al-Wasithy (401 H); (3) Athrafu As-Shahihain oleh

Abu Nu’aim Ahmad Ibn Abdillah Al-Ashfahani (430

H), dan lain-lain.20

19 Athraf artinya tepi-tepi, ujung-ujung. (Kitab yang disebutpadanya permulaan matan hadis saja, lalu dikumpulkan sanad-sanadhadis itu, lihat, Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Jakarta;BumiAksara, Cet.I, 1997), h. 25.

20 Solahuddin,Hadis, h. 46-47

17

Sistematika susunan hadis pada periode ini

lebih baik dari periode sebelumnya, karena upaya

ulama pada periode ini bukan mencari, namun hanya

mengumpulkan dan selanjutnya mensistematisasi

menurut kehendak pengarang sendiri. Ada yang

mensistematisasi dengan mendahulukan bab thaharah,

wudhu, kemudian shalat dan seterusnya, ada juga

yang mensistematisasi denga bagian-bagian, yaitu

bagian seruan, larangan, khabar, ibadah dan af’al.

Demikian pula ada yang menyusun berdasarkan abjad

hijaiyah, seperti kitab al-Jami’ shaghir21 oleh al-

Syuyuthi.22

Pada periode ini muncul usaha-usaha istikhraj,

umpamanya mengambil suatu hadis dari Al-Bukhari

Muslim, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri

yang lain dari sanad Al-Bukhari atau Muslim. Di

antara mustakhraj untuk Shahih Bukhari adalah (1)

Mustakhraj Shahih Al-Bukhari oleh Al-Hafidz Abu Bakr Al-

Barqani (425 H), dan lain-lain. Di antara Mustakhraj

Shahih Muslim, adalah Mustakhraj Shahih Muslim oleh Al-

Hafidz Abu ‘Awanah (316 H); Mustakhraj Shahih Muslim

oleh Al-Hafidz Abu Bakar Muhammad Ibnu Raja, dan

21 Jami’ush Shaghir fi Ahaditsil Nadzir, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849-911 H). Kitab yang mengumpulkan segala Hadis yangterdapat dalam kitab enam dan lainnya ini, disusun secaraalfabetis dari awal hadis dan selesai ditulis pada tahun 907 H,lihat, Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 95

22Muhaimin, Studi Islam, Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan (Jakarta;Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 153.

18

Sebagainya. Pada periode ini muncul pula usaha

Istidrok, yakni mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki

syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau salah satunya

yang kebetulan tidak diriwayatkan atau disahihkan

oleh Bukhari dan Muslim. Kitab ini mereka namai

kitab mustadrak. Di antaranya Al-Mustadrak oleh Abu

Dzar Al-Harawy.23

E. PENSYARAHAN, PENGHIMPUNAN, PENTAKHRIJAN, DAN

PEMBAHAHASAN HADIS (ABAD 7 H SAMPAI SEKARANG).

Pada periode ini masih meneruskan beberapa

kegiatan dari periode sebelumnya, disamping

kegiatan-kegiatan lainnya. Penghancuran Baghdad

sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah oleh pasukan

Hulagu Khan (656 H / 1258 M) telah menggeser

kegiatan dibidang hadis ke Mesir dan India. Banyak

kitab hadis yang beredar ditengah-tengah masyarakat

Islam berasal dari usaha penerbitan yang dilakukan

oleh ulama-ulama India. Contoh dalam hal ini adalah

penerbitan kitab ‘Ulum al-Hadis (Ilmu-ilmu Hadis)

karya al-Hakim. Cara penerimaan dan penyampaian

pada masa ini juga mengalami pergeseran. Cara yang

digunakan terkadang berupa pemberian izin oleh

seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan hadis

dari guru tersebut, dan terkadang juga berupa

23 Solahuddin,Hadis,h. 47.

19

pemberian catatan hadis dari seorang guru kepada

seseorang yang ada didekatnya atau yang jauh, baik

catatan itu dibuat sendiri oleh guru tersebut atau

menyuruh orang lain. Cara yang pertama dikenal

dengan istilah Ijazah24, sedang yang kedua dinamakan

mukatabah. 25

Sedikit sekali dari ulama hadis periode ini

yang melakukan periwayatan hadis secara hafalan

sebagaimana yang dilakukan oleh ulama mutaqaddimin.

Di antara mereka yang sedikit itu adalah :

1. Al-‘Iraqi (w.806 H/1400 M). Dia berhasil

mendiktekan hadis secara hafalan kepada 400

majelis sejak tahun 796 H/1394 M, dan juga

menulis beberapa kitab Hadis.

24 Ijazah artinya mengizinkan, seorang syaikh mengizinkantilmidznya meriwayatkan hadis atau riwayat, baik izinnya itu denganucapan atau tulisan. Pemberian izin dari seseorang kepada oranglain, untuk meriwayatkan hadis dari padanya, atau kitab-kitabnya.Ijazah itu bermacam-macam, yaitu: (a). Syaikh mengijazahkansesuatu yang tertentu kepada orang tertentu. (b). Syaikhmengijazahkan sesuatu yang belum tertentu kepada orang tertentu,“Aku mengijazahkan kepadamu semua yang aku riwayatkan”. Dalamperkataan “semua yang aku riwayatkan”, termasuk yang belumtertentu bagi tilmidz. (c). Syaikh mengijazahkan secara umum,seperti “Aku ijzahkan semua riwayatku kepada sekalian orangIslam”. “Semua riwayatku” dan “Sekalian orang Islam” itu umumkarena tidak tertentu. (d) Syaikh mengijazahkan sesuatu yang iaterima dengan jalan ijazah, kepada orang yang tertentu . Seperti,“Aku ijazahkan kepadamu apa-apa yang diijazahkan lepadaku”, lihat,Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 81-82.

25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 48.

20

2. Ibn Hajar al-Asqalani (w.852 H/1448 M), seorang

penghafal Hadis yang tiada tandingannya pada

masanya. Dia mendiktekan Hadis kepada 1000

majelis dan menulis sejumlah kitab yang

berkaitan dengan Hadis.

3. Al-Sakhawi (w.902 H/1497 M), Murid Ibn Hajar,

yang telah mendiktekan Hadis kepada 1000 majelis

dan menulis sejumlah kitab.26

Pada periode ini juga, umumnya para ulama Hadis

mempelajari kitab-kitab hadis yang telah ada, dan

selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya

sehingga menghasilkan jenis karya sebagai berikut :

a. Kitab Syarah, yaitu jenis kitab yang memuat uraian

dan penjelasan kandungan Hadis dari kitab

tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain

yang bersumber dari Alquran, Hadis ataupun

kaidah-kaidah syara’ lainnya. Di antara

contohnya adalah :

1. Fath al-Bari, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, yaitu

syarah kitab Shahih Al-Bukhari.

2. Al-Minhaj, oleh Al-Nawawi, yang mensyarahkan

kitab Shahih Muslim.

3. ‘Aun al-Ma’bud, oleh Syams al-Haq al-Azhim al-

Abadi, syarah Sunan Abu Dawud.

26 Yuslem, Hadis, h. 144.

21

b. Kitab Mukhtashar, yaitu kitab yang berisi

ringkasan dari suatu kitab Hadis, seperti

Mukhtasar Shahih Muslim, oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd

al-Baqi.

c. Kitab Zawa’id, yaitu kitab yang menghimpun hadis-

hadis dari kitab-kitab tertentu yang tidak

dimuat oleh kitab tertentu lainnya. Di antara

contohnya adalah Zawa’id al-Sunan al-Kubra, oleh Al-

Bushiri, yang memuat hadis-hadis riwayat al-

Baihaqi yang tidak termuat dalam Al-Kutub al-

Sittah.

d. Kitab Penunjuk (kode indeks) Hadis, yaitu kitab

yang berisi petunjuk-petunjuk praktis untuk

mempermudah mencari matan Hadis pada kitab-kitab

tertentu. Contohnya, Miftah Kunuz al-Sunnah, oleh A.J

Wensinck, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

Arab oleh M.Fu’ad ‘Abd al-Baqi.

e. Kitab Takhrij, yaitu kitab yang menjelaskan tempat-

tempat pengambilan Hadis-Hadis yang dimuat dalam

kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya.

Contohnya adalah, Takhrij Ahadits al-Ihya’, oleh

Al-‘Iraqi. Kitab ini men-takhrij Hadis-Hadis yang

terdapat di dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din karya

Imam Al-Ghazali.

f. Kitab Jami’, yaitu kitab yang menghimpun Hadis-

Hadis dari beberapa kitab Hadis tertentu,

22

seperti Al-Lu’lu’wa al-Marjan, karya Muhammad Fu’ad

al-Baqi. Kitab ini menghimpun Hadis-Hadis

Bukhari dan Muslim.

g. Kitab yang membahas masalah tertentu, seperti

masalah hukum. Contohnya, Bulugh al-Maram min Adillah

al-Ahkam oleh Ibn Hajar al-Asqalani dan Koleksi

Hadis-Hadis Hukum, oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.27

h. At-Taghrib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim ibn Abd al-

Qawy ibn Abdullah al-Mundziry (656 H), salah

satu kitab yang paling baik caranya dalam

mengumpulkan hadis dan menerangkan derajatnya.

Alangkah baiknya sekira semuanya kitab hadis

disusun menurut tariqah (cara) ini.28

i. Muntaqa al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majdudin Abul

Barakah Abd as-Salam ibn Abdillah ibn Abi al-

Qasim al-Harrany (652 H). Kitab ini telah

disyarahkan oleh Muhammad ibn Ali asy-Syaukany

(1250 H) dalam kitabnya Nail al-Authar, sebuah

kitab syarah hadis yang telah membentangkan fiqh

al-Hadits dengan sebaik-baiknya. Kitab ini

dita’liqkan dengan ringkas oleh Al-Ustadz

Muhammad Hamid al-Fiqqy.29

27 Ibid, h. 144-145.28Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis

(Semarang;PT.Pustaka Rizki Putra,202), h. 92.29 Ibid, h. 92

23

j. Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam Nawawy. Kitab ini

telah disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy

dalam kitab Dalil al-Falihin.30

F. PENUTUP.

Akhirnya, makalah singkat ini menghantarkan

kepada beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Ada empat faktor yang mendorong ‘Umar ibn Abd al-

Aziz mengambil inisiatif untuk memerintahkan para

gubernur dan pembantunya untuk mengumpulkan dan

menuliskan Hadis, diantaranya adalah : Pertama,

tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan

membukukan Hadis. Kedua, munculnya kekhawatiran

akan hilang dan lenyapnya Hadis karena banyaknya

para Sahabat yang meninggal dunia akibat usia

lanjut atau karena seringnya terjadi peperangan.

Ketiga, semakin maraknya kegiatan pemalsuan Hadis

yang dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan

perbedaan mazhab dikalangan umat Islam. Keempat,

karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan

Islam disertai dengan semakin banyak dan

kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat

Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk

mendapatkan petujuk-petunjuk dari Hadis Nabi SAW,

selain petunjuk Alquran sendiri.

30 Ibid, h. 92

24

2. Di antara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama

Hadis pada abad ke-3 dalam rangka memelihara

kemurnian Hadis Nabi SAW adalah : 1). Perlawatan

ke daerah-daerah, 2). Pengklasifikasian Hadis

kepada : Marfu’, Mawquf dan Maqthu’, 3).

Penyeleksian kualitas Hadis dan

pengklasifikasiannya kepada : Shahih, Hasan, dan

Dha’if.

3. Pada abad ke-4 muncul kitab-kitab shahih yang

tidak terdapat dalam kitab shahih abad ketiga.

Kitab-kitab ini antara lain : As-Shahih, susunan

Ibnu Khuzaimah, At-Taqsim wa Anwa’, susunan Ibnu

Hibban, Al-Mustadrok, susunan Al-Hakim, Ash-Shalih,

susunan Abu ‘Awanah, Al-Muntaqa, susunan Ibnu

Jarud, Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibnu Abdul

Wahid Al Maqdisy. Diantara usaha-usaha ulama

Hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :

1). Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam

sebuah kitab. 2). Mengumpulkan hadis-hadis dalam

kitab enam. 3). Mengumpulkan hadis-hadis yang

terdapat dalam berbagai kitab. 4). Mengumpulkan

hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Athraf.

4. Pada abad ke-7 sampai sekarang, umumnya para

ulama Hadis mempelajari kitab-kitab hadis yang

telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya atau

meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya.

25

DAFTAR PUSTAKA

ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi,Sejarah & PengantarIlmu Hadis, Semarang;PT.Pustaka Rizki Putra,202.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta;PT.Ichtiar Baru van Hoeve, Jil-2, Cet-4, 1997.

26

Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta;Bumi Aksara,Cet.I, 1997.

Muhaimin, Studi Islam, Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan,Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012.

Solahuddin, M.Agus, dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis,Bandung:CV. Pustaka Setia, 2011

Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta:PT.Mutiara Sumber Widya,2001.

http://en.wikipedia.org/wiki/Abd_al-Aziz_ibn_Marwan.