Ketimpangan Di Provinsi Bali Sebelum dan Sesudah Krisis 2008
HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG
Transcript of HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG
1
HADIS SESUDAH ZAMAN SAHABAT SAMPAI SEKARANG
Oleh : Syahrul Budiman
NIM : 12 PEDI 2832
A. PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau
periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa
lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,
dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.
Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadis
sejak masa timbulnya/lahinya di zaman Nabi SAW,
meneliti dan membina hadis serta segala hal yang
mempengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin
membagi sejarah dalam beberapa periode. Adapun para
ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam
membagi sejarah hadis, ada yang membagi dalam tiga
periode, lima periode dan tujuh periode.1
Dalam makalah yang singkat ini akan penulis
uraikan sejarah perkembangan hadis pada masa
sesudah zaman Sahabat sampai dengan sekarang,
dimulai dengan pembahasan Penulisan dan Pembukuan
Hadis secara resmi (Hadis pada Abad ke 2 H), Masa
Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadis (Abad
ke 3 H), Masa Pemeliharaan, Penertiban dan
1 M.Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung:CV.Pustaka Setia, Cet.II, 2011) h. 33.
2
Penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H),
Masa Pensyarahan, Penghimpunan, Pentakhrijan, dan
Pembahasan Hadis (Abad ke 7 H s/d Sekarang).
B. MASA PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIS SECARA RESMI
(HADIS ABAD KE-2 H).
Pada periode ini Hadis-hadis Nabi SAW mulai
ditulis dan dikumpulkan secara resmi. “Umar ibn
‘Abd al-Aziz, salah seorang khalifah dari dinasti
Umayyah yang mulai memerintah di penghujung abad
pertama Hijriah, merasa perlu untuk mengambil
langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan
Hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan
di dalam catatan dan hafalan para sahabat dan
Tabi’in. Hal tersebut dirasakannya begitu mendesak,
karena pada masa itu wilayah kekusaan Islam telah
meluas sampai kedaerah-daerah diluar jazirah
Arabia, disamping para Sahabat sendiri, yang
hafalan dan catatan-catatan pribadi mereka mengenai
Hadis Nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli Hadis
ketika itu, sebagian besar sudah meninggal dunia
karena faktor usia dan akibat banyaknya terjadi
peperangan. Dan pada masa itu, yaitu awal
pemerintahan ‘Umar ibn Abd al-Aziz, Hadis masih
belum dibukukan secara resmi.2 2 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta:PT.Mutiara Sumber
Widya,Cet. I, 2001), h. 125-126.
3
1. Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan
pengkodifikasian Hadis.
Ada beberapa faktor yang mendorong ‘Umar ibn
Abd al-Aziz mengambil inisiatif untuk
memerintahkan para gubernur dan pembantunya
untuk mengumpulkan dan menuliskan Hadis,
diantaranya adalah : Pertama, tidak adanya lagi
penghalang untuk menuliskan dan membukukan
Hadis, yaitu kekhawatiran bercampurnya Hadis
dengan Alquran, karena Alquran ketika itu telah
dibukukan dan disebarluaskan. Kedua, munculnya
kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya Hadis
karena banyaknya para Sahabat yang meninggal
dunia akibat usia lanjut atau karena seringnya
terjadi peperangan. Ketiga, semakin maraknya
kegiatan pemalsuan Hadis yang dilatarbelakangi
oleh perpecahan politik dan perbedaan mazhab
dikalangan umat Islam. Keadaan ini apabila
dibiarkan terus menerus akan merusak ajaran
Islam, sehingga upaya untuk menyelamatkan Hadis
dengan cara pembukuannya setelah melalui seleksi
yang ketat harus segera dilakukan. Keempat,
karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan
Islam disertai dengan semakin banyak dan
kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat
4
Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk
mendapatkan petujuk-petunjuk dari Hadis Nabi
SAW, selain petunjuk Alquran sendiri. 3
2. Pemrakarsa Pengkodifikasian Hadis Secara Resmi
dari Pemerintah.
Adalah ‘Umar ibn Abd al-Aziz yang dikenal
secara umum dari kalangan pengusaha yang
memprakarsai pembukuan Hadis Nabi SAW secara
resmi. Akan tetapi menurut ‘Ajjaj al-Khathib
berdasarkan sumber yang sah dari Thabaqat ibn
Sa’ad, kegiatan pembukuan Hadis ini telah lebih
dahulu diprakarsai oleh ‘Abd al-Aziz ibn Marwan
(w.85 H)4, ayah dari ‘Umar ibn Abd al-Aziz
sendiri, yang ketika itu menjabat sebagai
gubernur di Mesir. Riwayat tersebut menceritakan
bahwa ‘Abd al-Aziz telah meminta Katsir ibn
Murrah al-Hadhrami, seorang Tabi’in di Himsha
yang pernah bertemu dengan tidak kurang dari 70
veteran Badar dari kalangan Sahabat, untuk
menuliskan Hadis-Hadis Nabi SAW yang pernah
diterimanya dari para Sahabat selain Abu
Hurairah, dan selanjutnya mengirimkanya kepada3 Ibid, h. 126-127.4 ‘Abd al-Aziz ibn Marwan Wafat 85 H/705 M adalah berasal
dari dinasti Umayyah, putra Khalifah Marwan I (memerintah 684-685)dan ayah dari Khalifah Umar II (r. 717-720). Istrinya Umm AsimLayla binti Asim adalah cucu kedua dari Khalifah Umar ibn al-Khattab, Lihat; http://en.wikipedia.org/wiki/Abd_al-Aziz_ibn_Marwan.
5
‘Abd al-Aziz sendiri. Dan ‘Abd al-Aziz
menyatakan bahwa Hadis-Hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah sudah dimiliki catatannya yang
didengarnya sendiri secara langsung. Perintah
tersebut adalah pertanda bahwa telah dimulainya
pembukuan Hadis secara resmi yang diprakarsai
oleh penguasa, dan hal tersebut terjadi pada
tahun 75 H.5
3. Pelaksanaan Kodifikasi Hadis atas Perintah ‘Umar
ibn ‘Abd al-Aziz.
Meskipun ‘Abd al-Aziz, sebagaimana yang
dikemukakan oleh ‘Ajjaj al-Khathib, telah lebih
dahulu memprakarsai pengumpulan Hadis, namun
karena kedudukannya hanya seorang gubernur, maka
jangkauan perintahnya untuk mengumpulkan Hadis
kepada aparatnya, adalah terbatas sekali, sesuai
dengan keterbatasan kekuasaan dan wilayahnya.
Demikian juga para ulama ketika itu. Adalah
‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, putra Abd al-Aziz
sendiri yang memprakarsai pengumpulan Hadis
secara resmi dan dalam jangkauan yang lebih
luas. Hal tersebut dikarenakan posisinya sebagai
khalifah dapat memerintahkan kepada para
gubernurnya untuk melaksanakan tugas pengumpulan
5 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 128.
6
dan pengkodifikasian Hadis. Abu Bakar Muhammad
ibn ‘Amr ibn Hazm (w.117 H), gubernur di
Madinah, adalah diantara gubernur yang menerima
instruksi “Umar ibn ‘Abd al-Aziz untuk
mengumpulkan Hadis. Dalam instruksinya tersebut
‘Umar memerintahkan ibn Hazm untuk menuliskan
dan mengumpulkan Hadis yang berasal dari :
1. Koleksi Ibn Hazm sendiri;
2. Amrah binti ‘Abd al-Rahman (w.98 H), seorang
faqih, dan muridnya, Sayyidah ‘Aisyah r.a;
3. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar al-
Shiddiq (w.107 H), seorang pemuka Tabi’in dan
salah seorang dari Fuqaha yang tujuh.6
Ibn Hazm melaksanakan tugas tersebut dengan
baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan
oleh Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (w.124 H),
seorang Ulama besar dihizab dan Syam. Dengan
demikian, kedua ulama diataslah yang merupakan
pelopor dalam kodifikasi Hadis berdasarkan
perintah Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz. Dari
kedua tokoh diatas, para Ulama Hadis lebih
cenderung memilih Al-Zuhri sebagai kodifikator
pertama dari pada Ibn Hazm. Hal ini adalah
karena kelebihan Al-Zuhri dalam hal berikut :6 Fuqaha yang tujuh adalah : Al-Qasim, ‘Urwah Ibn Zubair, Abu
Bakar Ibn Abdir Rahman, Sa’id Ibn Musyyab, Abdillah Ibn AbdullahIbn ‘Utbah Ibn Mas’ud, Kharijah Ibn Zaid Ibn Tsabit, dan SulaimanIbn Yassar. Lihat, M.Sholahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h.39.
7
a. Al-Zuhri dikenal sebagai Ulama besar di
bidang Hadis dibandingkan dengan yang
lainnya;
b. Dia berhasil menghimpun seluruh Hadis yang
ada di Madinah, sedangkan Ibn Hazm tidak
demikian;
c. Hasil kodifikasinya dikirimkan ke seluruh
penguasa di daerah-daerah sehingga cepat
tersebar.7
Meskipun Ibn Hazm dan Al-Zuhri telah berhasil
menghimpun dan mengkodifikasikan Hadis, akan
tetapi karya kedua Ulama tersebut telah hilang
dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang.
Setelah masa Ibn Hazm dan Al-Zuhri, muncullah
para Ulama Hadis yang berperan dalam menghimpun
dan menuliskan Hadis, dibeberapa kota yang telah
dikuasai Islam, seperti ‘Abd al-Malik ibn ‘Abd
al-Aziz ibn Juraij al-Bashri (80-150 H / 669-767
M) di Mekah; Malik ibn Anas (93-179 H / 703-798
M), dan Muhammad ibn Ishaq (w.151 H/768 M) di
Madinah;Al-Rabi’ ibn Shabih (w.160 H), Sa’id ibn
Abi ‘Arubah (w.156 H), dan Hammad ibn Salamah
(w.167 H) di Basrah; Sufyan al-Tsauri (w. 97-161
H) di Kufah; Khalid ibn Jamil al-‘Abdi dan
7 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 129-130.
8
Ma’mar ibn Rasyid (95-153 H) di Yaman; ‘Abd al-
Rahman ibn ‘Amr Al-Auza’I (w. 88-57 H) di Syam;
‘Abd Allah ibn al-Mubarak (118-181 H) di
Khurasan; Hasyim ibn Basyir (104-183 H) di
Wasith; Jarir ibn ‘Abd al-Hamid (110-188 H) di
Rei; dan ‘Abd Allah ibn Wahab (125-197 H) di
Mesir.8
4. Kitab-kitab Hadis pada Abad ke-2 Hijriah.
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa
kitab yang merupakan hasil kodifikasi pertama
sudah hilang dan tidak ditemukan lagi sampai
sekarang. Diantara kitab-kitab yang merupakan
hasil kodifikasi pada abad ke-2 H, yang masih
dijumpai sampai sekarang dan banyak dirujuk oleh
para Ulama adalah :
a. Kitab Al-Muwaththa’, yang disusun oleh Imam
Malik atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-
Manshur.
b. Musnad Al-Syafi’I, karya Imam Al-Syafi’I, yaitu
berupa kumpulan Hadis yang terdapat dalam
kitab Al-Umm.
c. Mukhtaliful Hadis, karya Imam Al-Syafi’I yang
isinya mengandung pembahasan tentang cara-cara
8 Ibid, h. 130.
9
mengkompromikan Hadis yang kelihatannya
kontradiktif satu sama lain.
d. Al-Sirat al-Nabawiyyah, oleh ibn Ishaq, isinya
antara lain tentang perjalanan hidup Nabi SAW
dan peperangan-peperangan yang terjadi pada
zaman Nabi.9
5. Ciri dan Sistem pembukuan Hadis pada abad ke-2
Hijriah.
Diantara ciri kitab-kitab Hadis yang ditulis
pada abad ke 2 H ini adalah :
a. Pada umumnya kitab-kitab Hadis pada ini
menghimpun Hadis-Hadis Rasul SAW serta fatwa-
fatwa Sahabat dan Tabi’in. Yang hanya
menghimpun Hadis-Hadis Nabi SAW adalah kitab
yang disusun oleh ibn Hazm. Hal ini sejalan
dengan instruksi Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-
Aziz yang berbunyi :
ه وس�لم ي��ث� ال�رس�ول ص�ل ال�له ع�لي� لا ح�د �ل ا ب� ق! لات�!Janganlah kamu terima selain dari Hadis Nabi SAW.
b. Himpunan Hadis pada masa ini masih
bercampurbaur antara berbagai topik yang ada,
seperti yang menyangkut bidang tafsir, sirah,
Hukum dan sebagainya, dan belum dihimpun
berdasarkan topik-topik tertentu.
9 Ibid, h. 131
10
c. Didalam kitab-kitab Hadis pada periode ini
belum dijumpai pemisahan antara Hadis-hadis
yang berkualitas Shahih, Hasan, dan Dha’if.10
6. Berkembangnya Hadis palsu dan gerakan ingkar
Sunnah.
Pada abad ke-2 H kegiatan pemalsuan Hadis
semakin berkembang. Motif pemalsuan Hadis pada
masa ini tidak lagi hanya untuk menarik
keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan
politiknya, tetapi sudah semakin beragam seperti
yang dilakukan seperti yang dilakukan oleh
orang-orang tukang cerita dalam rangka menarik
minat orang banyak, kaum zindik yag bertujuan
untuk meruntuhkan Islam, dan lain-lain. Selain
berkembangnya Hadis palsu, pada Abad ke-2 H ini
muncul pula sekelompok orang yang menolak Hadis.
Diantara mereka ada yang menolak Hadis secara
keseluruhan, baik Hadis Ahad maupun juga Hadis
Mutawatir, dan ada yang menolak Hadis Ahad saja.
Imam Al-Syafi’I bangkit dan melakukan serangan
balik terhadap kelompok yang menolak Hadis ini,
yaitu dengan cara mengemukakan bantahan terhadap
satu persatu argumen yang dikemukakan oleh para
10 Ibid, h. 131-132.
11
penolak Hadis dengan mengemukakan dalil-dalil
yang lebih kuat. Oleh karenanya, Imam Al-Syafi’i
diberi gelar “Nashir al-Hadits” (“Penolong Hadis”)
atau ”Multazim al-Sunnah”11
C. MASA PEMURNIAN DAN PENYEMPURNAAN PENULISAN HADIS
(ABAD KE-3 H).
Dari awal Abad ke-3 H sampai akhir Abad ke-3 H.
Periode ini menanggung dan mencarikan pemecahan
terhadap permasalahan-permasalahan Hadis yang
muncul dan belum diselesaikan pada periode
sebelumnya. Pemisahan antara Hadis Nabi SAW dengan
fatwa sahabat yang mulai terasa keperluannya dan
adanya pemalsuan-pemalsuan Hadis yang telah menarik
perhatian para ulama pada masa sebelumnya pada
periode ini semakin terasa mendesak untuk
ditangani. Para ulama pun dimasa ini menghimpun dan
membukukan Hadis-Hadis Nabi SAW kedalam buku Hadis
dan memisahkannya dari fatwa-fatwa sahabat. Sebagai
tindak lanjut dari usaha pemisahan antara Hadis dan
fatwa sahabat, dimasa ini lahirlah buku-buku Hadis
dalam corak lebih baru yang dinamakan kitab Sahih,
kitab Sunan, dan kitab Musnad. Kitab Sahih adalah
kitab-kitab yang memuat Hadis-Hadis Sahih saja,
Kitab Sunan adalah kitab yang memuat seluruh Hadis,
11 Ibid, h. 132-133.
12
kecuali Hadis yang sangat Dha’if dan Munkar (sangat
lemah). Adapun Musnad adalah kitab yang memuat
semua Hadis, baik Sahih, Hasan, maupun Dha’if .12
Ulama hadis yang mula-mula menyaring dan
membedakan hadis-hadis yang shahih dari yang palsu
dan yang lemah adalah Ishaq Ibn Rahawaih, seorang
Imam hadis yang sangat termasyhur.Pekerjaan yang
mulia ini kemudian diselenggarakan oleh Imam Al-
Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang
terkenal dengan nama Al-Jamius Shahih. Di dalam
kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang
dianggap shahih, kemudian usaha Al-Bukhari ini
diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam
Muslim. Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini
adalah : Ali Ibnul Madany, Abu Hatim Ar-Razy,
Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari, Muhammad Ibn Sa’ad,
Ishaq Ibnu Ruhawaih, Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, An-
Nasa’I, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibn
Qutaibah Ad-Dainuri. 13
Di antara kegiatan yang dilakukan oleh para
Ulama Hadis dalam rangka memelihara kemurnian Hadis
Nabi SAW adalah :
a. Perlawatan ke daerah-daerah
12 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta;PT.Ichtiar Baru van Hoeve, Jil-2, Cet-4, 1997), h. 47.
13 Solahuddin, Hadis, h. 43-44
13
Pengumpulan Hadis abad ke-2 masih terbatas pada
daerah-daerah perkotaan saja, sementara perawi
Hadis telah menyebar kedaerah-daerah yang jauh
sejalan dengan semakin luasnya daerah kekuasaan
Islam. Dalam rangka menghimpun Hadis-Hadis yang
belum terjangkau pada masa sebelumnya, maka pada
abad ke-3 H para ulama Hadis melakukakn
perlawatan mengunjungi para perawi Hadis yang
jauh dari pusat kota.14
b. Pengklasifikasian Hadis kepada : Marfu’, Mawquf
dan Maqthu’.
Pada permulaan abad ke-3 H telah dilakukan
pengelompokan Hadis kepada: (i) Marfu’, yaitu Hadis
yang disandarkan kepada Nabi SAW, (ii) Mawquf,
yang disandarkan kepada Sahabat, dan (iii)
Maqthu’, yang disadarkan kepada Tabi’in. Dengan
cara ini Hadis-Hadis Nabi SAW terpelihara dari
percampuran dengan fatwa-fatwa Sahabat dan
Tabi’in.15
c. Penyeleksian kualitas Hadis dan
pengklasifikasiannya kepada : Shahih, Hasan, dan
Dha’if.
Penyeleksian kualitas Hadis dan
pengklasifikasiannya kepada Shahih dan Dha’if
dimulai pada pertengahan abad ke-3 H yang14 Yuslem, Hadis, h. 135.15 Ibid, h. 135.
14
dipelopori oleh Ishaq ibn Rahawaih. Kegiatan ini
diikuti oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan lain-lain. Pada
awalnya Hadis dikelompokkan kepada Shahih dan
Dha’if saja, namun setelah Imam Tirmidzi, Hadis
dikelompokkkan menjadi Shahih, Hasan, dan Dha’if.16
D. MASA PEMELIHARAAN, PENERTIBAN DAN PENAMBAHAN DALAM
PENULISAN HADIS (ABAD 4 S/D 7 H).
Mulai abad ke-4 sampai jatuhnya kota Baghdad
(656 H/1258 M). Ulama-ulama Hadis telah menetapkan
bahwa para ahli yang hidup sebelum abad ke-4 H atau
periode ini disebut mutakadimin (pendahulu),
sedangkan sesudahnya disebut muta’akhirin. Ulama
Hadis mutakadimin pada umumnya melakukan kegiatan
mereka secara mandiri, dalam arti mengumpulkan
Hadis dan memeriksanya sendiri dengan menemui para
penghafalnya yang tersebar dibanyak pelosok negeri.
Adapun kegiatan ulama Hadis muta’akhkhirin pada
umumnya bersandar pada karya-karya ulama
mutakadimin, dalam arti Hadis yang mereka kumpulkan
merupakan petikan atau nukilan dari kitab-kitab
mutakadimin.17
16 Ibid, h. 135-136.17 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 47
15
Pada Periode ini muncul kitab-kitab shahih yang
tidak terdapat dalam kitab shahih abad ketiga.
Kitab-kitab ini antara lain : As-Shahih, susunan
Ibnu Khuzaimah, At-Taqsim wa Anwa’, susunan Ibnu
Hibban, Al-Mustadrok, susunan Al-Hakim, Ash-Shalih,
susunan Abu ‘Awanah, Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud,
Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibnu Abdul Wahid Al
Maqdisy.18 Diantara usaha-usaha ulama Hadis yang
terpenting dalam periode ini adalah :
1. Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam
sebuah kitab.
Di antara kitab yang mengumpulkan Hadis-Hadis
Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al-Jami’ Bain Ash-
Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal
dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn
Nashr Al-Humaidy (1488 H); Al-Baghawi oleh
Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).
2. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-
hadis kitab enam, adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin
Mu’awiyah, Al-Jami’ oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-
Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan nama
Ibnul Kharrat (582 H).
3. Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam
berbagai kitab.
18 Solahuddin, Hadis, h.45-46
16
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-
hadis dari berbagai kitab adalah : (1) Mashabih
As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn Mas’ud Al-
Baghawi (516 H); (2) Jami’ul Masanid wal Alqab, oleh
Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H); (3) Bahrul
Asanid, oleh Al- Al-Hasan Al-Hafidh Al-Hasan Ibn
Ahmad Al-Samarqandy (491 H).
4. Mengumpulkan hadis-hadis hukum dan menyusun
kitab-kitab ‘Athraf.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis
hukum adalah (1) Muntqal Akhbar, oleh Majduddin ibn
Taimiyah Al-Harrany (652 H); (2) As-Sunanul Kubra
oleh Al-Baihaqy (458 H); (3) Al-Ahkamus Sughra. Oleh
Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haqq As-Asybily
(Ibn Kharrat) (582 H); (4) Umdatul Ahkam, oleh
Abdul Ghany Al-Maqdisy (600 H). Di samping itu,
muncul kitab-kitab Athraf19, antara lain: (1) Athrafu
As-Shahihain oleh Ibrahim Ad-Dimasqy (400 H); (2)
Athrafu As-Shahihain oleh Muhammad Khalf Ibn Muhammad
Al-Wasithy (401 H); (3) Athrafu As-Shahihain oleh
Abu Nu’aim Ahmad Ibn Abdillah Al-Ashfahani (430
H), dan lain-lain.20
19 Athraf artinya tepi-tepi, ujung-ujung. (Kitab yang disebutpadanya permulaan matan hadis saja, lalu dikumpulkan sanad-sanadhadis itu, lihat, Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Jakarta;BumiAksara, Cet.I, 1997), h. 25.
20 Solahuddin,Hadis, h. 46-47
17
Sistematika susunan hadis pada periode ini
lebih baik dari periode sebelumnya, karena upaya
ulama pada periode ini bukan mencari, namun hanya
mengumpulkan dan selanjutnya mensistematisasi
menurut kehendak pengarang sendiri. Ada yang
mensistematisasi dengan mendahulukan bab thaharah,
wudhu, kemudian shalat dan seterusnya, ada juga
yang mensistematisasi denga bagian-bagian, yaitu
bagian seruan, larangan, khabar, ibadah dan af’al.
Demikian pula ada yang menyusun berdasarkan abjad
hijaiyah, seperti kitab al-Jami’ shaghir21 oleh al-
Syuyuthi.22
Pada periode ini muncul usaha-usaha istikhraj,
umpamanya mengambil suatu hadis dari Al-Bukhari
Muslim, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri
yang lain dari sanad Al-Bukhari atau Muslim. Di
antara mustakhraj untuk Shahih Bukhari adalah (1)
Mustakhraj Shahih Al-Bukhari oleh Al-Hafidz Abu Bakr Al-
Barqani (425 H), dan lain-lain. Di antara Mustakhraj
Shahih Muslim, adalah Mustakhraj Shahih Muslim oleh Al-
Hafidz Abu ‘Awanah (316 H); Mustakhraj Shahih Muslim
oleh Al-Hafidz Abu Bakar Muhammad Ibnu Raja, dan
21 Jami’ush Shaghir fi Ahaditsil Nadzir, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849-911 H). Kitab yang mengumpulkan segala Hadis yangterdapat dalam kitab enam dan lainnya ini, disusun secaraalfabetis dari awal hadis dan selesai ditulis pada tahun 907 H,lihat, Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 95
22Muhaimin, Studi Islam, Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan (Jakarta;Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 153.
18
Sebagainya. Pada periode ini muncul pula usaha
Istidrok, yakni mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki
syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau salah satunya
yang kebetulan tidak diriwayatkan atau disahihkan
oleh Bukhari dan Muslim. Kitab ini mereka namai
kitab mustadrak. Di antaranya Al-Mustadrak oleh Abu
Dzar Al-Harawy.23
E. PENSYARAHAN, PENGHIMPUNAN, PENTAKHRIJAN, DAN
PEMBAHAHASAN HADIS (ABAD 7 H SAMPAI SEKARANG).
Pada periode ini masih meneruskan beberapa
kegiatan dari periode sebelumnya, disamping
kegiatan-kegiatan lainnya. Penghancuran Baghdad
sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah oleh pasukan
Hulagu Khan (656 H / 1258 M) telah menggeser
kegiatan dibidang hadis ke Mesir dan India. Banyak
kitab hadis yang beredar ditengah-tengah masyarakat
Islam berasal dari usaha penerbitan yang dilakukan
oleh ulama-ulama India. Contoh dalam hal ini adalah
penerbitan kitab ‘Ulum al-Hadis (Ilmu-ilmu Hadis)
karya al-Hakim. Cara penerimaan dan penyampaian
pada masa ini juga mengalami pergeseran. Cara yang
digunakan terkadang berupa pemberian izin oleh
seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan hadis
dari guru tersebut, dan terkadang juga berupa
23 Solahuddin,Hadis,h. 47.
19
pemberian catatan hadis dari seorang guru kepada
seseorang yang ada didekatnya atau yang jauh, baik
catatan itu dibuat sendiri oleh guru tersebut atau
menyuruh orang lain. Cara yang pertama dikenal
dengan istilah Ijazah24, sedang yang kedua dinamakan
mukatabah. 25
Sedikit sekali dari ulama hadis periode ini
yang melakukan periwayatan hadis secara hafalan
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama mutaqaddimin.
Di antara mereka yang sedikit itu adalah :
1. Al-‘Iraqi (w.806 H/1400 M). Dia berhasil
mendiktekan hadis secara hafalan kepada 400
majelis sejak tahun 796 H/1394 M, dan juga
menulis beberapa kitab Hadis.
24 Ijazah artinya mengizinkan, seorang syaikh mengizinkantilmidznya meriwayatkan hadis atau riwayat, baik izinnya itu denganucapan atau tulisan. Pemberian izin dari seseorang kepada oranglain, untuk meriwayatkan hadis dari padanya, atau kitab-kitabnya.Ijazah itu bermacam-macam, yaitu: (a). Syaikh mengijazahkansesuatu yang tertentu kepada orang tertentu. (b). Syaikhmengijazahkan sesuatu yang belum tertentu kepada orang tertentu,“Aku mengijazahkan kepadamu semua yang aku riwayatkan”. Dalamperkataan “semua yang aku riwayatkan”, termasuk yang belumtertentu bagi tilmidz. (c). Syaikh mengijazahkan secara umum,seperti “Aku ijzahkan semua riwayatku kepada sekalian orangIslam”. “Semua riwayatku” dan “Sekalian orang Islam” itu umumkarena tidak tertentu. (d) Syaikh mengijazahkan sesuatu yang iaterima dengan jalan ijazah, kepada orang yang tertentu . Seperti,“Aku ijazahkan kepadamu apa-apa yang diijazahkan lepadaku”, lihat,Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 81-82.
25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 48.
20
2. Ibn Hajar al-Asqalani (w.852 H/1448 M), seorang
penghafal Hadis yang tiada tandingannya pada
masanya. Dia mendiktekan Hadis kepada 1000
majelis dan menulis sejumlah kitab yang
berkaitan dengan Hadis.
3. Al-Sakhawi (w.902 H/1497 M), Murid Ibn Hajar,
yang telah mendiktekan Hadis kepada 1000 majelis
dan menulis sejumlah kitab.26
Pada periode ini juga, umumnya para ulama Hadis
mempelajari kitab-kitab hadis yang telah ada, dan
selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya
sehingga menghasilkan jenis karya sebagai berikut :
a. Kitab Syarah, yaitu jenis kitab yang memuat uraian
dan penjelasan kandungan Hadis dari kitab
tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain
yang bersumber dari Alquran, Hadis ataupun
kaidah-kaidah syara’ lainnya. Di antara
contohnya adalah :
1. Fath al-Bari, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, yaitu
syarah kitab Shahih Al-Bukhari.
2. Al-Minhaj, oleh Al-Nawawi, yang mensyarahkan
kitab Shahih Muslim.
3. ‘Aun al-Ma’bud, oleh Syams al-Haq al-Azhim al-
Abadi, syarah Sunan Abu Dawud.
26 Yuslem, Hadis, h. 144.
21
b. Kitab Mukhtashar, yaitu kitab yang berisi
ringkasan dari suatu kitab Hadis, seperti
Mukhtasar Shahih Muslim, oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd
al-Baqi.
c. Kitab Zawa’id, yaitu kitab yang menghimpun hadis-
hadis dari kitab-kitab tertentu yang tidak
dimuat oleh kitab tertentu lainnya. Di antara
contohnya adalah Zawa’id al-Sunan al-Kubra, oleh Al-
Bushiri, yang memuat hadis-hadis riwayat al-
Baihaqi yang tidak termuat dalam Al-Kutub al-
Sittah.
d. Kitab Penunjuk (kode indeks) Hadis, yaitu kitab
yang berisi petunjuk-petunjuk praktis untuk
mempermudah mencari matan Hadis pada kitab-kitab
tertentu. Contohnya, Miftah Kunuz al-Sunnah, oleh A.J
Wensinck, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Arab oleh M.Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
e. Kitab Takhrij, yaitu kitab yang menjelaskan tempat-
tempat pengambilan Hadis-Hadis yang dimuat dalam
kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya.
Contohnya adalah, Takhrij Ahadits al-Ihya’, oleh
Al-‘Iraqi. Kitab ini men-takhrij Hadis-Hadis yang
terdapat di dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din karya
Imam Al-Ghazali.
f. Kitab Jami’, yaitu kitab yang menghimpun Hadis-
Hadis dari beberapa kitab Hadis tertentu,
22
seperti Al-Lu’lu’wa al-Marjan, karya Muhammad Fu’ad
al-Baqi. Kitab ini menghimpun Hadis-Hadis
Bukhari dan Muslim.
g. Kitab yang membahas masalah tertentu, seperti
masalah hukum. Contohnya, Bulugh al-Maram min Adillah
al-Ahkam oleh Ibn Hajar al-Asqalani dan Koleksi
Hadis-Hadis Hukum, oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.27
h. At-Taghrib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim ibn Abd al-
Qawy ibn Abdullah al-Mundziry (656 H), salah
satu kitab yang paling baik caranya dalam
mengumpulkan hadis dan menerangkan derajatnya.
Alangkah baiknya sekira semuanya kitab hadis
disusun menurut tariqah (cara) ini.28
i. Muntaqa al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majdudin Abul
Barakah Abd as-Salam ibn Abdillah ibn Abi al-
Qasim al-Harrany (652 H). Kitab ini telah
disyarahkan oleh Muhammad ibn Ali asy-Syaukany
(1250 H) dalam kitabnya Nail al-Authar, sebuah
kitab syarah hadis yang telah membentangkan fiqh
al-Hadits dengan sebaik-baiknya. Kitab ini
dita’liqkan dengan ringkas oleh Al-Ustadz
Muhammad Hamid al-Fiqqy.29
27 Ibid, h. 144-145.28Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis
(Semarang;PT.Pustaka Rizki Putra,202), h. 92.29 Ibid, h. 92
23
j. Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam Nawawy. Kitab ini
telah disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy
dalam kitab Dalil al-Falihin.30
F. PENUTUP.
Akhirnya, makalah singkat ini menghantarkan
kepada beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Ada empat faktor yang mendorong ‘Umar ibn Abd al-
Aziz mengambil inisiatif untuk memerintahkan para
gubernur dan pembantunya untuk mengumpulkan dan
menuliskan Hadis, diantaranya adalah : Pertama,
tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan
membukukan Hadis. Kedua, munculnya kekhawatiran
akan hilang dan lenyapnya Hadis karena banyaknya
para Sahabat yang meninggal dunia akibat usia
lanjut atau karena seringnya terjadi peperangan.
Ketiga, semakin maraknya kegiatan pemalsuan Hadis
yang dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan
perbedaan mazhab dikalangan umat Islam. Keempat,
karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan
Islam disertai dengan semakin banyak dan
kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat
Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk
mendapatkan petujuk-petunjuk dari Hadis Nabi SAW,
selain petunjuk Alquran sendiri.
30 Ibid, h. 92
24
2. Di antara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama
Hadis pada abad ke-3 dalam rangka memelihara
kemurnian Hadis Nabi SAW adalah : 1). Perlawatan
ke daerah-daerah, 2). Pengklasifikasian Hadis
kepada : Marfu’, Mawquf dan Maqthu’, 3).
Penyeleksian kualitas Hadis dan
pengklasifikasiannya kepada : Shahih, Hasan, dan
Dha’if.
3. Pada abad ke-4 muncul kitab-kitab shahih yang
tidak terdapat dalam kitab shahih abad ketiga.
Kitab-kitab ini antara lain : As-Shahih, susunan
Ibnu Khuzaimah, At-Taqsim wa Anwa’, susunan Ibnu
Hibban, Al-Mustadrok, susunan Al-Hakim, Ash-Shalih,
susunan Abu ‘Awanah, Al-Muntaqa, susunan Ibnu
Jarud, Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibnu Abdul
Wahid Al Maqdisy. Diantara usaha-usaha ulama
Hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :
1). Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam
sebuah kitab. 2). Mengumpulkan hadis-hadis dalam
kitab enam. 3). Mengumpulkan hadis-hadis yang
terdapat dalam berbagai kitab. 4). Mengumpulkan
hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Athraf.
4. Pada abad ke-7 sampai sekarang, umumnya para
ulama Hadis mempelajari kitab-kitab hadis yang
telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya atau
meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya.
25
DAFTAR PUSTAKA
ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi,Sejarah & PengantarIlmu Hadis, Semarang;PT.Pustaka Rizki Putra,202.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta;PT.Ichtiar Baru van Hoeve, Jil-2, Cet-4, 1997.
26
Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta;Bumi Aksara,Cet.I, 1997.
Muhaimin, Studi Islam, Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan,Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012.
Solahuddin, M.Agus, dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis,Bandung:CV. Pustaka Setia, 2011
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta:PT.Mutiara Sumber Widya,2001.
http://en.wikipedia.org/wiki/Abd_al-Aziz_ibn_Marwan.