Echo-teologi in Pesantren

32
ECO-THEOLOGY PESANTREN: STUDI TENTANG PERAN PESANTREN ASWAJA LINTANG SONGO DALAM KONSERVASI LINGKUNGAN DI WILAYAH PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA Drs. H. M. Yusron, MA Masroer, S.Ag, M.S.I Abd. Halim, M.Hum I. PENDAHULUAN Gagasan penelitian ini muncul pada saat peneliti mengadakan studi tentang kearifan lokal yang dikembangkan komunitas lokal dalam melestarikan alam. Dari hasil penelusuran dan pengamatan di wilayah Yogyakarta, peneliti mendapati Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo yang melakukan kegiatan pelestarian alam melalui program konservasi lingkungan, 1 bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta 2 . Fenomena di atas menarik diteliti, sebab krisis lingkungan (ecological crisis) merupakan salah satu isu global dewasa ini yang diproyeksikan akan tetap aktual pada abad 21 ini. 3 Krisis tersebut dialami hampir semua masyarakat 1 ? K onservasi adalah upaya pemeliharaan atau perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam , dan tercapainya kemampuan lingkungan y an g serasi & seimbang serta adanya peningkatan kemampuan dan kualitas keanekaragaman hayati. Lihat Mudhofir Abdullah, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan (ttp: Dian Rakyat, 2010), Lihat pula http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi , diakses tanggal 8 April 2013. 2 Observasi di Pondok Pesantren Lintang Songo Pagergunung Piyungan Bantul tanggal 8 April 2013. 3 Ada lima besar isu aktual yaitu globalisasi, demokrasi, HAM dan gender dan ekologi. Lihat Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan

Transcript of Echo-teologi in Pesantren

ECO-THEOLOGY PESANTREN: STUDI TENTANG PERAN PESANTREN ASWAJA LINTANG SONGO

DALAM KONSERVASI LINGKUNGAN DI WILAYAH PIYUNGAN BANTULYOGYAKARTA

Drs. H. M. Yusron, MAMasroer, S.Ag, M.S.I Abd. Halim, M.Hum

I. PENDAHULUAN

Gagasan penelitian ini muncul pada saat peneliti

mengadakan studi tentang kearifan lokal yang dikembangkan

komunitas lokal dalam melestarikan alam. Dari hasil

penelusuran dan pengamatan di wilayah Yogyakarta, peneliti

mendapati Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo yang melakukan

kegiatan pelestarian alam melalui program konservasi

lingkungan,1 bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM

Yogyakarta2.

Fenomena di atas menarik diteliti, sebab krisis

lingkungan (ecological crisis) merupakan salah satu isu global

dewasa ini yang diproyeksikan akan tetap aktual pada abad

21 ini.3 Krisis tersebut dialami hampir semua masyarakat1 ?Konservasi adalah upaya pemeliharaan atau perlindungan dan

pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam, dantercapainya kemampuan lingkungan yang serasi & seimbang serta adanyapeningkatan kemampuan dan kualitas keanekaragaman hayati. Lihat MudhofirAbdullah, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan (ttp: Dian Rakyat, 2010), Lihatpula http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, diakses tanggal 8 April2013.

2Observasi di Pondok Pesantren Lintang Songo Pagergunung PiyunganBantul tanggal 8 April 2013.

3Ada lima besar isu aktual yaitu globalisasi, demokrasi, HAM dangender dan ekologi. Lihat Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan

2

modern di berbagai negara, dan akan semakin parah keadaanya

jika tidak segera dilakukan proses perbaikan pola perilaku

masyarakat terhadap alam sekitar.4 Itu sebabnya, kata White

diperlukan “agama baru” (“new religion”) untuk mengakhiri

krisis ekologi tersebut.5 Agama baru yang dimaksud adalah

bahwa dewasa ini diperlukan rekonstruksi teologi berbasis

agama untuk terlibat terhadap menyelesaikan masalah krisis

lingkungan, atau yang disebut dengan istilah eco-theology di

mana agama sebenarnya memberikan panduan normatif, bagaimana

mestinya manusia berinteraksi dengan lingkungan (al-ta’âmul ma’a

al-bi’ah).6

Eco-theology ini sangat penting dalam konteks

konservasi lingkungan, sebab agama diharapkan mampu

mempengaruhi pola perilaku umatnya, terkait dengan

konservasi lingkungan. Selama ini jangan-jangan ada yang

salah dalam keberagamaan mereka. Keberagamaan seolah hanya

menyentuh wilayah ritual. Akibatnya, tindakan pembalakan

liar dan eksploitasi alam seolah semakin tak terkendali.

Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 2001). hlm. 23. 4 ?Puncaknya pada tanggal 3-14 Desember 2007, Indonesia

menjadi tuan rumah konferensi internasional perubahan iklim di Nusa DuaBali, UN Climate Change Conference 2007. Konferensi besar yang dihadiri lebihdari 10.000 peserta yang terdiri dari 189 negara, 20 kepala negara,2.000 utusan delegasi PBB, 2.000 wartawan media massa, dan 6.000 pesertaaktif. Adapun agenda utama pembahasan para delegasi meliputi empat hal,yakni masalah mitigasi,adaptasi, transfer of technology, dan finance investment. Lihathttp://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/tak-berkategori/eco-theology.html. Diakses 5 April, 20135 ?White, Jr. L Science, “The Historical Root of Our Ecologic Crisis,” Vol 155

(3767), 1967. hlm. 1203. 6 ?Lihat Jamaluddin Zhafir al-Idrisi, Nushush Qur’aniyyah fi Syu’un

Bi’iyyah, (Maroko: Dar al-Rasyad al-Haditsah, 2019), hlm. 129-130.

3

Muncullah berbagai bencana, seperti banjir, tanah longsor,

dan global warming serta kerusakan ekosistem lainnya. Itu

semua merupakan fakta bahwa manusia ikut terlibat

kerusakan alam, kerena telah mengeksploitasi alam

sedemikian rupa, tanpa mempertimbangkan kelestarian dan

keseimbangan alam (Q.S. al-Rûm [30]: 41). Maka di sinilah

pesantren Lintang Songo sebagai salah satu agen perubahan

sosial (agent of social change) perlu dipertimbangkan perannya

dalam ikut terlibat dalam menangani krisis lingkungan. 7

Fenomena tersebut menarik diteliti, sebab selama ini

seolah pesantren dikenal hanya sebagai lembaga pendidikan

non formal untuk mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn).

Namun tidak demikian halnya dengan Pesantren ASWAJA Lintang

Songo tersebut yang memandang agama bukan sekedar ibadah

ritual, tetapi juga bagaimana menjalani hidup secara ramah

dengan lingkungan alam sekitar. Demikian halnya, teologi

bukan sekedar bicara tentang dimensi ketuhanan, tetapi juga

termasuk persoalan lingkungan dan alam sekitar.8 Terbukti

pesantren tersebut telah melakukan kegiatan-kegiatan

program yang oleh mereka dinamai program konservasi

lingkungan (pemeliharaan lingkungan). Kegiatan pembibitan

pohon dan penanaman hutan jati sebanyak 5000 (lima ribu

pohon) di lahan sekitar 1 hektar dan kebun milik pesantren

maupun masyarakat telah mereka lakukan. Bahkan yang menarik7 ?Observasi peneliti di Pondok Pesantren Lintang Songo pada

tanggal 8 April 20138 ?Wawancara dengan K.H. Heru Koeswanto, pada tanggal 8 April

2013 di PP. Lintang Songo Pagergunung Piyungan. Bantul Yk.

4

adalah bahwa pesantren tersebut telah melakukan kerjasama

dengan UGM dalam hal pengelolaan hutan jati tersebut

sebagai salah satu pilot projek. Sosok K.H Drs. Heri

Koeswanto, M.Si sebagai pengasuh pesantren yang menjadi

tokoh sentral juga sering menyampaikan materi-materi

pengajian terkait dengan persoalan krisis lingkungan. Ayat-

ayat dan hadis sering dijadikan basis teologi dalam

melakukan kegiatan pemeliharaan lingkungan.

Mengacu pada latar belakang ini, penelitian ini hendak

menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut. Pertama,

bagaimana konsep Eco-Theology Pesantren Lintang Songo dalam

konteks konservasi lingkungan, adakah kurikulum pesantren

yang terkait dengan konservasi lingkungan? Kedua, apa saja

peran Pesantren Lintang Songo dalam program konservasi

lingkungan? Ketiga, apa saja faktor-faktor yang mendorong

Pesantren Lintang Songo melakukan program kagiatan

konservasi lingkungan di wilayah Pagergunung Piyungan

Yogyakarta?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

bagaimana konsep, motivasi Eco-theology Pesantren Lintang

Songo dalam konteks pelestarian lingkungan, terutama dalam

memaknai teks-teks agama baik (al-Qur’an maupun Hadis).

II. Metode Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan metode fenomologi. Kaum fenomologi memandang

prilaku manusia sebagai produk dari cara orang tersebut

5

menafsirkan dunianya. Oleh sebab itu, perlu kemampuan

mengeluarkan kembali pikiran, perasaan, motif, dan

pikiran-pikiran yang ada di balik tidakan seseorang.9

Dalam memahami kenyataan prilaku manusia, Berger

memperhatikan tiga hal: eksternalisasi, objektivikasi,

dan internalisasi. Alasan pemilihan metode fenomenologi,

karena peneliti ingin mengungkap penafsiran, pemahaman,

pandangan, dan persepsi komunitas pesantren Lintang Songo

(melalui proses ekternalisasi, objektivikasi, dan

internalisasi) tentang pelestarian lingkungan alam

melalui program konservasi lingkungan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek teologi berbasis pada al-

Qur’an dan hadis Nabi Saw.

Lokasi penelitian akan dilakukan di Pondok

Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo di Desa Pager

Gunung Kecamatan.Piyungan , Kabupaten Bantul,

Yogyakarta.

Sasaran penelitian yang dipilih adalah orang-orang

yang terlibat langsung dalam program konservasi

lingkungan sejak awal, proses perjalanannya hingga masa

sekarang. Mereka ini terdiri dari pendiri pesantren,

pengasuh pesantren, tim menejemen, santri, dan stakeholder

strategis lainnya.

9Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. Pengantar Metoda Penelitian kualitatif(suatu pendekatan Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial), (Surabaya: Usaha Nasional1992), hlm,35-36.

6

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode wawancara, observasi, dan

dokumentasi.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis data fenomenologi, yang digunakan

Moustakas (dalam Awang, 2006).10 Adapun langkah-

langkahnya;

1. Membaca ulang seluruh diskripsi hasil pembelajaran di

lapangan (observasi-aktif dan dokumentasi) untuk

mendapatkan pemahaman sesuai konteks dan kajian

penelitian

2. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (hasil

observasi-aktif dan dokumentasi), lebih pelan, cermat,

dan menghilangkan setiap kali menemukan sesuatu yang

tidak relevan.

3. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara

mengurai semua informasi (dari hasil wawancara) secara

berulang-ulang dan mengeloaborasi makna masing-masing.

4. Merefleksikan suatu pernyaataan dari hasil wawancara

yang sudah tetap dan memunculkan sesuatu yang esensial

dari realitas yang ada.

5. Mensintesakan dan mengintegrasikan pengertian yang

diperoleh (dari hasil deskripsi, pemaknaan, refleksi) ke

dalam suatu deskripsi struktur pengetahuan.

III. Hasil dan Analisis

10 San Afri Awang, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Konstruksi Sosial danPerlawanan, (Debut Press, Yogyakarta, 2006), hlm.111

7

a. Gambaran Umum Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo

1. Sejarah Berdirinya Pesantren

Cikal bakal berdirinya pesantren ini dimulai

sejak tahun 1991 oleh Pak Heri, panggilan akrab dari

Bapak K H. Heri Kuswanto bin K.H Muhammad Zaidan.

Pada bulan Mei 2006, oleh H. San Afri Awang seorang

kawan dosen & Ketua Jurusan Fakultas Kehutanan UGM,

bersama Pak Heri meluncurkan nama ISC (Islamic

Studies Center) yang kemudian oleh masyarakat

disebut sebagai pondok pesantren yang diberi nama

Aswaja Lintang Songo, sehingga nama lengkapnya

adalah Pondok Pesantren ISC (Islamic Studies Center)

Aswaja Lintang Songo.

Kemudian pada tahun 2006 ketika Bantul

digoyang oleh gempa bumi tektonik yang

meluluhlantakkan bangunan-bangunan di wilayah Bantul

termasuk daerah Pager Gunung, rupanya hal itu

menjadi berkah tersendiri bagi pesantren tersebut.

Dengan niat yang tulus dan tekad yang kuat,

akhirnnya Bapak K.H. Heri Koeswanto dengan

didampingi Ibu Nyai hj. Siti Hidayati serta bersama

teammnya, mendirikan Pesantren ISC (Islamic Stuoes

Centre) Aswaja Lintang Songo) Dan Secara resmi

pondok tersebut didirikan pada 2 Oktober 2006

dengan Alamat : Pagergunung 1 Sitimulyo Piyungan

Bantul.

8

Motivasi mendirikan pesantren ini lebih

merupakan motivasi edukatif dan dakwah. Menurut Kyai

Heri, zaman yang semakin maju, teknologi semakin

canggih dan informasi begitu cepat mengalir tidak

secara otomatis menjanjikan kebahagiaan hidup, jika

tanpa dibekali nilai-nilai agama yang kokoh.

Kesuksesan dan kebahagiaan hakiki tidak bisa diukur

dengan harta dan materi. Oleh sebab itu, dalam

rangka membekali genrasi muda-mudi Islam dengan

ilmu agama dan mempraktikkannya dalam kehidupan

sehari-hari secara lurus, berpegang teguh pada

prinsip dan kontinyu ( baca: istiqâmah) Pesantren

ASWAJA Lintang Songo ini hadir untuk memberi

kontribusi kepada masyarakat dengan mendidik para

santri agar menjadi generasi shalih/shalihah dan

berkualitas, sehingga bermanfaat bagi dirinya,

keluarga masyarakat bangsa dan agama.11

Secara ideologis, Pondok pesantren yang satu

ini memang berafiliasi kepada organisasi NU dan

sangat berjasa dalam menguatkan karakter ke-NU-an

santri dan masyarakat sekitarnya. Bahkan dari nama

pesantrennya pun, masyarakat akan langsung bisa

menebak bahwa pesantren tersebut adalan pesantren

NU. Istilah ASWAJA12 (Ahlus Sunnah wal Jama’ah)

mengacu pada konsep ASWAJA ala NU. Nama Lintang

11 ? Disarikan dari wawancara dengan Kyai Heri tanggal 23Agustus 2013.

9

Songo memberi isyarat pada simbol bintang sembilan

dalam logo NU.

Secara geografis, pondok pesantren yang

beralamat di Pagergunung, Sitimulyo, Piyungan,

Bantul. Kondisi geografis yang berada di pegunungan,

membuat pondok ini semakin memiliki kekhasan. Hawa

dingin sekali di malam hari tentu manjadi tantangan

bagi santri untuk bangun malam dan bangun subuh. Di

satu sisi hawa panas di siang hari juga menjadi

tantangan saat mereka menjalankan puasa sunnah

maupun puasa wajib.

Selanjutnya, dari segi jarak, pondok pesantren

ini tidak terlalu jauh dari kampus-kampus

sekitarnya. Kurang lebih 20-30 menit menit dari

berbagai kampus dan pusat kota Yogyakarta dengan

sepeda motor dapat sampai ke lokasi pondok pesantren

yang terletak di kampung bernuansa agamis yang

damai, tenang, aman dan nyaman dengan

12 ?Imam Muslim rahimahullâh di dalam mukadimah Sahih Muslim jugatelah menyebutkan penukilan istilah ahl al-sunnah. dari ulama terdahulu,yaitu Imam Ibnu Sirin rahimahullah. Ibnu Sirin mengatakan, “Dahulu mereka[pendahulu yang salih, pent] tidak menanyakan tentang isnad/rantaiperiwayatan. Akan tetapi setelah terjadinya fitnah [kekacauan] merekapun berkata: ‘Sebutkan kepada kami rijal/para periwayat kalian’. Apabilamereka adalah Ahlus Sunnah maka diambillah haditsnya. Dan apabila merekaadalah ahli bid’ah maka tidak diambil haditsnya.” Lihat, Imam al-Nawawi,Syarh Muslim lin Nawawi [1/243]). Lihat pula artikel 'Aswaja Atau BukanAswaja? Dalam http://muslim.or.id/manhaj/aswaja-atau-bukan-aswaja.htmldiakses 9 Oktober 2013.

10

dilatarbelakangi gunung dan hutan jati yang

menghijau serta dililit sungai Opak. Bagi yang akan

mencari sekolah dalam radius 1 Km terdapat

(SD,SMP/MTs, SMA) Negeri.

Pondok ini diberi nama dengan pondok pesantren

Islamic Studi Center (ISC) Aswaja Lintang Songo.

Pesantren dengan nama ini, diharapkan menjadi

lembaga pendidikan Islam yang menjadi pusat kajian

ilmu-ilmu agama Islam bermanhaj Ahlussunnah wal

Jamaah dan berkarakter "Lintang Songo". Songo

(sembilan) merupakan angka terbesar dan lintang

(bintang) sembilan merupakan bagian dari simbul

Nahdlatul Ulama, atau kebangkitan para ulama. Wajar

jika suasana yang terbangun di pondok ini sangat

kental nuansa ke NU-nya, penuh dengan segala

aktivitas kultur budaya “relijius” mulai dari

kenduri, tahlilan, mujahadah, shalawatan dan

sebagainya. Kultur budaya seperti itu dirasakan

mereka dapat membawa ketenangan dan kenyamanan,

meski mereka hidup dalam keterbatasan ekonomi.

Menurut paparan Pak Heri, visi dan misi yang

diusung oleh pesantren ini adalah agar santri bisa

menjadi insan berkualitas, mandiri, dan bermanfaat

bagi masyarakat. Diharapkan juga agar santri

mempunyai pemahamaan tentang Islam yang mendalam,

santri mempunyai keterampilan sehingga dapat hidup

11

mandiri, dan santri mempunyai kepedulian sosial yang

tinggi. Hal yang juga tak kalah penting adalah

mengupayakan generasi sholih-sholihah dan

bekualitas, serta berguna bagi pribadi, keluarga,

masyarakat, nusa, bangsa, dan agama”, sambungnya.13

Tampaknya setiap pesantren menginginkan agar

kehdirannya lebih bermakna. Maka seorang Kyai

biasanya ingin melakukan aktualisasi diri lewat

pendirian pesantren. Visi pesantren tersebut sejalan

dengan hadis Nabi Saw yang menyatakan:, “Orang yang

paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain.”

(HR. ath-Thabarani). Dalam riwayat lain dikatakan,

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang

yang lain.” (HR. al-Qudhâ’i dan al-Thabarani).

2. Program Kegiatan Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo

Pondok Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo

mempunyai beberapa program dan kegiatan yang

ditawarkan. Selain mengkaji ilmu agama, Pondok

Pesantren ISC Lintang Songo juga menawarkan ilmu-ilmu

umum seperti kehutanan, pertanian, perikanan,

peternakan, perkoperasian, dan lain sebagainya. Semua

program tersebut dijalankan secara rutin oleh lebih

13 ?Cita-cita Kyai Heri ini agaknya diinspirasi oleh Sabda NabiSaw: sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. (HR.al-Qudhâ’i dan ath-Thabarani).

12

dari 300 santri dan 500 orang binaan di seputar lokasi

pesantren.

Dalam mengembangkan program-program pesantren

ini, K.H Heri menggandeng beberapa ustadz-ustadzah

lulusan dari UIN, UNY, UGM, dan beberapa pesantren di

Yogyakarta. Untuk program pendampingan, mantan DPR PKB

Bantul ini bekerjasama dengan pemerintah dalam

pelatihan dan pengawasannya. Dari kegiatan ini,

pesantren ini beberapa kali mendapat penghargaan

termasuk dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Ngaji Jadi Benteng Santri”. Itulah kearifan

lokal yang dikembangkan oleh K.H. Heri. Pondok

Pesantren ICS Aswaja Lintang Songo tidak melupakan ruh

pesantren yang menjadi rutinitas inti dari pesantren,

yaitu jamaah dan ngaji. Ngaji di pesantren ini tidak

jauh berbeda dengan pesantren-pesantren yang lain, baik

dari sisi kurikulumnya maupun kajian kitabnya. Sistem

pembagiannya terbagi atas lima kelas berdasarkan kajian

kitab yang diajarkan seperti fiqh, tajwid, Al-Quran,

hadis, dan tasawuf.

Terkait dengan kurikulum program konservasi

lingkungan, sebenarnya tidak ada kitab khusus yang

diajarkan pesantren kepada para santri. Namun pihak

pengasuh pesantren memang langsung memberikan

pengajian yang di dalamnya disisipkan pesan-pesan agama

terkait dengan pentingnya menjaga dan memanfaatkan

13

lingkungan. Misalnya dengan menyebutkan beberapa ayat

dan hadis Nabi yang memang ada kaitannya dengan

konesrvasi lingkungan14. Kemudian secara praktis, para

santri dan masyarakat langsung diajak terjun ke

lapangan untuk melaksanakan program-program terkait

dengan konservasi lingkungan. Sisi lain, pesantren

mempraktikkan hidden kurikulum tentang eco-theology

dengan memberi sanksi edukatif bagi para santri yang

melanggar aturan dengan misalnya, mencari sampah untuk

dibuat pupuk organik atau menanam pohon tertentu.15

PP ISC Aswaja Lintang Songo menerapkan system

bagi pelajar atau mahasiswa pada pagi atau siang untuk

sekolah/kuliah, dan pada waktu sore/malam nyantri dan

mengaji dengan mengkaji kitab-kitab pesantren,

mendalami, mengkaji, diskusi dan sharing ilmu agama

Islam, serta praktik ibadah secara rutin dan teratur.

Hal itu dilakukan dalam rangka mengupayakan generasi

sholih/sholihah dan berkualitas sehingga berguna bagi

dirinya, keluarga, masyarakat, nusa, bangsa dan agama.

Jaringan dan kerjasama telah terjalin dengan

Dirjen Tanaman Pangan Jakarta, Fakultas Kehutanan UGM,

Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Dinas

14 ? Lihat kutipan ayat dan hadis yang menjadi dasar teologipesentren dalam konservasi lingkungan. KH. Heri Koesewato, “Eco-TeologyPesantren Lintang Songo ” Pagergunung Sitimulyo Piyungan BantulYogyakarta.

15 ?Wawancara dengan pengasuh pondok K.H. Heri di rumahnya,pada tanggal 9 September 2013.

14

Sosial, Depag serta Direksi Pabrik, Perusahaan dan

lain-lain.

Setiap malam Selasa Kliwon Jam 20.00 s/d 22.00

selain merupakan usaha mendekatkan diri kepada Allah

SWT juga sebagai foruk silaturrahim antar Kyai, Nyai,

Santri dan Umaro’ yang juga diikuti oleh jemaah binaan

Pesantren perwakilan 4 Kabupaten / Kota (Bantul, Kota

Yogyakarta, Sleman, Gunung Kidul) juga personal Brimob

Gondowulung, Poltabes dan Korem 072 Pamungkas dan

Direksi berbagai perusahaan.

Terkait dengan kegiatan dan program pesantren,

terdapat program spesial antara lain:

1. Kajian Pelajar dan Mahasiswa

Malam (Malam Jumat/Ahad Libur) : Fiqih

Kontemporer, Fiqih Ibadah, Aqidah, Akhlaq, Tarikh,

fadhoilul A’mal dll. Dengan system ceramah, diskusi

dan sharing, waktu menyesuaikan sekolah dan kuliah.

2. Madrasah Diniyah. TPA DAN TPQ

Sore dua hari dalam seminggu : mengupayakan

anak (usia TK, SD, SLTA) bisa membaca al-Qur’an dan

memahami dasar-dasar agama Islam (Fiqih, tauhid,

Akhlaq, dll.) dengan tiga tingkat sampai tuntas.

3. PAUD, PLAY GROUP, KELOMPOK BERMAIN

Sore dua hari dalam seminggu : mendidik putera-

puteri kita dari usia 2-4 tahun untuk meletakkan

15

dasar-dasar dan pembiasaan ajaran Islam dan berlatih

sosialisasi sedini mungkin.

Selain santri mengaji, pesantren memberikan

wahana praktek keterampilan untuk menciptakan

kemandirian berupa:

1. Pertanian

Dengan 5 hektar lahan pesantren dan kerjasama

dengan Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian

Jakarta, pesantren mengajarkan pertanian dengan

teknologi tepat guna (Padi dan berbagai sayuran).

2. Peternakan

Dibimbing oleh Dinas Peternakan, pesantren

menyelenggarakan ternak sapi berikut pengolahan

pupuk organik dan Bodygester atau Biogas.

3. Koperasi Pondok Pesantren

Dibina oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan,

dan Koperasi yang menyediakan sembako, konveksi, dan

alat/obat pertanian, juga dimaksudkan menciptakan

kemandirian santri.

Demikian kurang lebih gambaran tentang profil

pesantren, visi misi, struktur kepenguruasan dan

kurikulum program pesantren ISC ASWA Lintang Songo.

b. Konsep Echo-Teologi Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo

Secara konseptual pengertian eco-theology berasal

dari term eco dan theo logi. Eco berasal dari kata

Yunani "oikos” yang berarti rumah, atau tempat, habitat

16

atau lingkungan dan "logos”, yang berarti “ilmu".16

Ekologi yang berarti ilmu yang mempelajari antar

makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup

dengan lingkungannya.

Sedangkan istilah theology dalam bahasa Yunani

adalah "theologia". Istilah tersebut berasal dari

gabungan dua kata "theos, yang berarti Tuhan, dan "logos"

yan berarti ilmu.  Maka, teologi yang berarti ilmu

yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan

ketuhanan atau keyakinan beragama. Atau kumpulan ajaran

yang disusun secara koheren tentang hakikat Tuhan,

dan hubungan-Nya dengan umat manusia dan alam.17

Dari gabungan dua frasa eco dan theology tersebut,

maka eco-theology dapat dirumuskan sebagai sebuah konsep

teologi lingkungan tentang bagaimana manusia

berintaraksi dengan lingkungan alam berbasis agama atau

nilai-nilai teologis yang diyakininya.18 Asumsinya

adalah bahwa alam merupakan ciptaan Tuhan yang

memiliki kesatuan dan kesalingbergantungan. Kesaling

bergantungan yang menjadikannya satu, dan tidak saling

terpisahkan.

16 ?Muhammad Banjalun, Qadlâya Bi’ah: Buhusts Ilmiah wa Haqai’ Islamiyyah(Dar al-Baidlo’ Maroko: Syarikah al-Nasyr, 2000), hlm. 7

17 ?Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia, 1996),hlm. 1090,

18 ?Masalah eco-theology dapat dibaca dalam Elaine MaryWainwright, Luiz Carlos Susin, Felix Wilfred, Eco-Theology, SCM Press2009). Lihat pula David G. Hallman, Ecotheology from Voices South and North,(Wipf an Stock Publisher 2009).

17

Dalam rangka konservasi lingkungan, ternyata

pondok pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo mendasarkan

pandangan teologisnya pada beberapa ayat al-Qur’an.

Asumsinya adalah bahwa al-Qur’an merupakan sumber

inspirasi dan motivasi bagi perilaku umat Islam.19

Sisi lain, kalangan pesantren menyadari bahwa

dampak kerusakan lingkungan yang menyebabkan bencana,

sesungguhnya tidak serta merta datang tanpa adanya

hukum sebab dan akibat sebagimana tercantum dalam (Q.S.

al-Rum [30]: 41)

Semakin manusia pandai mensyukuri nikmat

tersebut (Q.S. Ibrahim [14]: 7), dengan memanfaatkan

dan menjaga kelestarian alam, niscaya alam juga akan

ramah terhadap manusia. Sebaliknya, orang –orang yang

berbuat fasad (kerusakan) di muka bumi ini, akan

mendatangkan munculnya berbagai bencana dan musibah,

yang bencana itu boleh jadi merupakan teguran,

laknat atau bahkan adzab. Demikian, kesan dan pesan

yang dapat dipahami kalangan pesentren ISC ASWAJA

Lintang Songo Peger Gunung.

Kesimpulannya, bahwa konstruksi teologi

lingkumgan pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo bersifat

eko-theosentris. Artinya bahwa pusat kehidupan

manusia itu berbasis pada lingkungan alam di satu sisi,

19 ?Lihat dokumentasi Pondok Pesantren ISC ASWAJA LintangSongo. Peneliti peroleh dari Pengasuh Pesantren ISC ASWAJA, KH. Drs.Heri Koeswanto.

18

namun di sisi lain manusia secara moral harus

bertanggung jawab kepada Tuhan sebagai pencipta alam,

yang memberi amanat kekhilafahan di muka bumi ini

kepada manusia. Manusia memang telah dimuliakan oleh

Allah dari sisi penciptaannya, namun kemuliaan itu

tidak berarti lalu manusia boleh sewenang-wenang

terhadap alam sekitar.

c. Strategi Pesantren dalam Mengembangkan Program

Konservasi Lingkungan

Dalam menjalankan program konservasi lingkungan,

pihak pesantren melakukan berbagai usaha sebagai

berikut:

1. Memberikan Pembinaan dan Pengarahan Sadar Lingkungan

Pesantren memiliki peran sebagai pembina dan

pengarah terkait dengan pentingnya konservasi

lingkungan. Hal itu dilakukan melalui forum mejelis

taklim dan penyuluhan di masyarakat. Dalam pengajian

sering disisipkan pesan-pesan eko-theologi, bahwa

manusia sebagai khalifah Tuhan di muka bumi di

samping harus memanfaatkan alam ini, juga harus

merawatnya dengan baik. Salah satu ayat yang sering

dikutip adalah Q.S. al-Baqarah [2]:30.

Secara umum, hutan yang dikelola oleh

pesantren terbagi menjadi dua macam. Yang pertama

adalah Hutan Rakyat dan Hutan milik Pesantren. Hutan

rakyat adalah hutan yang secara kepemilikan dimiliki

19

oleh pesantren dan dikelola sepenuhnya oleh

pesantren. Sedangkan hutan rakyat adalah hutan milik

masyarakat sekitar yang ditanami pohon jati, sono

keling atau sengon oleh masyarakat sendiri. Namun,

pengelolaannya masih di bawah pengarahan pesantren.

Untuk lahan yang ditanami pohon jati biasanya

diselingi dengan tanaman tumpang sari rempah-rempah

seperti sere dan jahe. Untuk tanaman kacang-kacangan

biasanya ditanam di lahan khusus yang memerlukan

perawatan khusus pula.20

2. Mengembangkan Ekonomi Rakyat Bersama Masyarakat

Pengembangan hutan rakyat akan menjadi salah

satu alternatif pemulihan perekonomian rakyat,

terutama pasca gempa bumi 2006. Sebagian besar

masyarakat pedesaan memiliki ketergantungan

pendapatan dari pengolahan lahan baik di lahan

pertanian dan lahan hutan. Masyarakat Dusun Pager

Gunung pada umumnya mempunyai sumber pendapatan dari

pengolahan lahan, berupa sawah, tegal dan alas.

Budidaya tanaman yang dikembangkan adalah tanaman

pertanian dan tanaman keras (hasil berupa buah dan

kayu), dengan pola tanam murni tanaman pertanian,

tumpang sari di lahan tegal dan murni tanaman keras

di alas. Kelompok tani berupaya semaksimal mungkin

agar masyarakat mampu mengelola lahannya secara

20 Wawancara dengan Maharani, Puteri Pengasuh Pesantren, Minggu 07September 2013

20

efektif dan efisien, mengembangkan kelompok tani

pengelola hutan rakyat dan mengembangkan usaha

produktif berbasis lahan.21

3. Mengkoordinir Masyarakat Membuat Paguyuban

(Organisasi)

Masyarakat yang membangun hutan rakyat (petani

hutan rakyat) di Dusun Pager Gunung ini telah

memiliki Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) yang

dibentuk pada tahun 2003 dan dikembangkan secara

intens bersama pesantren sejak tahun 2006.

4. Menjadi Mediator Masyarakat dengan Pemerintah

Kahadiran Pesantren ISC Lintang Songo di

lingkungan masyarakat Pager Gunung ini memberikan

pintu masuk bagi masyarakat untuk mendapatkan binaan

langsung dari berbagai instansi pemerintah. Hal ini

disebabkan oleh sosok Pak Hery disamping sebagai

tokoh agama juga sebagai akademisi yang sangat paham

dengan urusan berhubungan dangan pemerintah. Salah

satunya dengan banyak membikin proposal kerjasama

dan bimbingan ke berbagai macam instansi seperti

Dinas Pertanian, Perhutanan, Peternakan dan lain

sebagainya.

d. Motivasi dan Peranan Pesantren dalam Program Konservasi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati

seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.

21 Dokumen Pesantren, “Kelompok Tani Hutan Ngudi Mulyo”. 2010

21

Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau

keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari

kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah

sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang

yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai

kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Berdasarkan wawancara dengan pengasuh pesantren,

ada beberapa motif yang mendorong pesantren

mengembangkan konservasi lingkungan. Di antaranya

adalah:

1. Motivasi Ekologis

Hal ini tampak dari keprihatinan pihak

pesantren terhadap lingkungan yang belum dikelola

dengan maksimal Keprihatinan pihak pesantren diawali

pengamatan yang dalam terhadap masyarakat yang

secara geografis memang terletak di sebuah desa yang

memiliki lahan yang begitu luas. Namun lahan-lahan

tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.22

Agar pemanfaatan lahan tersebut semakin

maksimal dan baik Pak heri bersama masyarakat

mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan

KELOMPOK TANI HUTAN NGUDI MULYO. Dengan pengelolaan

yang tersistem dan tepat guna, hutan tersebut

mengalami kemajuan yang sangat pesat dan mendapat

respon yang sangat baik dari berbagai pihak

22 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.

22

pemerintah dan lembaga-lembaga yang konsern terhadap

lingkungan. Pada puncaknya sebagai mana disebut di

muka, hutan rakyat yang dikelola pesantren dengan

masyarakat menerima penghargaan dari presiden SBY di

Istana Negara 4-11-2010, Mentri Pertanian di Kantor

Kementrian Pertanian Jakarta, Kepala Pusat Badan

Ketahanan Pangan Jakarta.

2. Motivasi Ekonomi

Usaha yang dilakukan pesantren ini juga tidak

bisa lepas dari motif ekonomi. Namun, ungkap Pak

Heri, terkait dengan motif ekonomi ini lebih pada

motif yang menempel dari usaha yang telah

dilakukannya. Pak Heri berpandangan bahwa penanaman

hutan pohon jati itu layaknya menabung.23

3. Motivasi Fisiologis

Motif ini merupakan pemenuhan kebutuhan secara

lahiriyah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal

ini sebagaimana diungkapkan di awal bahwa salah satu

alasan pesantren mengembangkan program konservasi

lingkungan ini adalah untuk mencukupi operasional

pesantren. Pak Heri dalam sebuah wawancara oleh team

Koran KR menyatakan bahwa biaya operasional

pesantren sangat besar sehingga membutuhkan dana

yang cukup besar pula. Oleh karenanya, pemanfaatan

lingkungan yang dilakukan pesantren juga dimaksudkan

23 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.

23

agar pesantren tercukupi dari kebutuhan sandang,

pangan dan papan. Di pesantren tersebut, santri yang

yatim piatu atau berasal dari keluarga yang tidak

mampu tidak dipungut biaya alias gratis di pesantren

tersebut.24

4. Motivasi Teologis

Sebagai lembaga yang berkonsentrasi di bidang

agama, pimpinan pesantren ISC Aswaja Lintang Songo

juga menyatakan bahwa konservasi lingkungan ini juga

didorong oleh motif agama. Ada beberapa ayat dalam

al-Qur’an yang disebutkan yakni Q.S al-Baqarah : 30

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para

Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan

seorang khalifah di muka bumi."

Pihak pesantren saat diwawancara tentang motif

agama mencoba menjelaskan kata ‘khalifah’ dalam surat

al-Baqarah : 30 ini. Menurutnya, sebagai khalifah di

muka bumi seseorang harus menjaga dan merawat bumi.25

Di dalam hadis juga banyak terdapat hadis yang

menjelaskan tentang keutamaan bercocok tanam. Di

antara hadis yang diriwayatkan oleh beberapa muhaddis

(baca: ahli hadis) berikut: 24 Koran Kedaulatan Rakyat, 14 Oktober 2010, hlm. 2025 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC Aswaja

Lintang Songo, 22 September 2013.

24

Dari Jabir ia berkata, Rasulullah SAW

bersabda : “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah

tanaman kecuali apa yang dimakan darinya menjadi

shadaqah baginya. Dan yang dicuri darinya juga

menjadi shadaqah; yang dimakan binatang buas juga

menjadi shadaqah; yang dimakan burung juga menjadi

shadaqah; dan tidaklah ia dipanen oleh seorang kecua

ia menjadi shadaqah bagi yang menanam” (HR Muslim).

Hadis ini menjelaskan betapa Islam sangat

menganjurkan bercocok tanam. Namun, ketika ditanya

tentang motivasi agama pihak pesantren tidak

menyampaikan hadis ini. Namun secara praktis, mereka

sudah mengamalkan kandungan hadis ini.

5. Motivasi Sosiologis

Motif ini merupakan motif sosial (sosial needs),

yakni kebutuhan pesantren untuk bersosialisasi

dengan masyarakat sekitar. Kebutuhan akan kasih

sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok

kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan

diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-

pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan

termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi atau

lembaga pesantren. Hal ini tidak lepas dari

pandangan pimpinan pesantren yang berpandangan bahwa

yang dimaksud dengan lingkungan itu setidaknya ada

dua. Pertama lingkungan alam sekitar yang berupa

25

lahan, persawahan dan alam sekitar. Sedangkan kedua

yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan

masyarakat seperti tetangga dan masyarakat sekitar.26

IV. Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa

kesimpulan yang dapat dikemukakan, yaitu:

1. Secara konseptual eco-theology dapat dirumuskan

sebagai sebuah konsep-konsep teologi yang terkait

dengan persoalan lingkungan, tentang bagaimana manusia

semestinya berinteraksi dengan lingkungan alam berbasis

agama atau nilai-nilai teologis yang diyakininya.

Asumsinya adalah bahwa alam merupakan ciptaan Tuhan

yang memiliki kesatuan dan kesalingbergantungan.

Kesaling bergantungan yang menjadikannya satu, dan

tidak saling terpisahkan.

Konsep eco-theologi Pesantren Lintang Songo dalam

konteks konservasi lingkungan merupakan sekumpulan

gagasan tentang upaya untuk pemeliharaan lingkungan

alam dan pemanfaatannya yang dilandasi oleh nilai-nilai

agama berbasis pada ajaran-ajaran Islam dari al-Qur’an

dan sunnah Nabi. Adanya ayat dan hadis yang menjadi

landasan teologis terkait dengan konservasi lingkungan,

antara lain Q.S. al-Baqarah [2]: 130 dan hadis tentang

keutamaan menanam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

26 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.

26

Konsep eco-theologi pesantren itu tidak dapat

dilepaskan dari konstruksi teologi pesantren tentang

lingkungan alam sekitar. Konsep ini hadir sebagai

sebuah respon terhadap krisis lingkungan (al-azmah al-

bi’iyyah). Konsep eco-theology ini hadir sebagai sebuah

upaya untuk merumuskan kembali pola relasi yang ideal

dan harmonis antara manusia dan alam. Hubungan manusia

dan alam lebih bersifat mutualistik, seperti rekan

kerja yang saling menguntungkan. Secara kategoris

peneliti menyimpulkan bahwa Pesantren ISC menganut

paradigma eko-theosentris yakni bahwa yang menjadi

perhatian bukan hanya manusia atau makhluk hidup saja,

namun juga Tuhan sebagai (khâliq/pencipta) dan seluruh

komunitas ekologis. Kewajiban dan tanggung jawab moral

tidak hanya dibatasi hanya pada makhluk hidup, akan

tetapi juga pada Tuhan dan seluruh realitas ekologis.

Betapapun Tuhan tidak punya “kepentingan”, karena Dia

adalah tidak butuh terhadap seluruh makhluknya (

ghaniyy `an al-âlamîn ), namun secara etik, pola relasi

manusia terhadap alam serta perlakuannya secara moral

akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan kelak di hari

akhirat. Paradigma inilah yang menurut hemat peneliti

yang paling kompatibel dengan pandangan al-Qur’an.

Sebab manusia secara horisontal adalah sebagai wakil

Tuhan (khalîfatullâh fil al-ardl), yang harus mengelola dan

mamakmurkan alam (baca bumi), namun disisi lain secara

27

vertikal manusia juga sebagai hamba Allah (`abdullâh)

yang harus mengabdi kepada Tuhan dan bertanggung jawab

atas amanah khilafah yang diembannya.

Eco-theology ala peseantren ISC ASAJWA Lintang

Songo merupakan salah satu bentuk interpretasi

kreatif yang bersifat lokal-kultural atas kondisi

objektif di lingkungan pesantren. Pihak pesantren

secara “cerdas” melakukan rekayasa sosial (social

engenering) untuk mendorong para santri dan masyarakat

sekitar dalam rangka melakukan transformasi khususnya

di bidang agama dan ekonomi.

2. Banyak peran yang sudah dimainkan pihak Pesantren

ISC ASWAJA Lintang Songo dalam program konservasi

lingkungan, antara lain:

Pertama, sebagai inisiator dan motivator dalam

mendorong para santri dan masyarakat untuk peduli

lingkungan melalui majelis ta’lim, dan penyuluhan yang

bekerjasama dengan pihak Fak. Kehutanan UGM, dinas

Perhutanan dinas peternakan dan sebagainya.

Kedua, sebagai katalisator (penghubung), dengan

cara menjadi penghubung antara masyarakat sekitar

pesantren dengan pihak pemerintah atau pihak-pihak

terkait yang memiliki konsern terhadap persoalan

lingkungan. Misalnya, mengupayakan pencarian bibit

pohon jati ungggul nasional. Termasuk bekerja sama

28

dengan instansi seperti Dinas Pertanian, Perhutanan,

Peternakan dan lain sebagainya.

Ketiga, sebagai koodinator, yaitu dengan

mengkoordinir masyarakat membuat Paguyuban

(Organisasi). Masyarakat yang membangun hutan rakyat

(petani hutan rakyat) di Dusun Pager Gunung ini telah

memiliki Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) yang

dibentuk pada tahun 2003 dan dikembangkan secara intens

bersama pesantren sejak tahun 2006.

3. Ada banyak faktor yang mendorong Pesantren

Lintang Songo melakukan program kagiatan konservasi

lingkungan di wilayah Pagergunung Piyungan Yogyakarta,

antara lain:

Pertama, faktor geografis, yang memang sangat

mendukung untuk melakukan upaya konservasi lingkungan,

melalui penanaman jati dan pepohonan. Lahan di

lingkungan pesentren memang sangat strategis untuk

ditanami pohon-pohon. Kedua, faktor ekonomi, bahwa

upaya pemeliharaan lingkungan ternyata dimaksudkan

untuk meningkatkan pendapatan pesantren dan masyarakat

sekitar. Setidak-tidaknya, bahwa dengan memanfatkan

lingkungan lahan dan hutan sekitar pesantren, potensi

alam menjadi lebih bermanfaat dan meringankan beban

belanja ekonomi mereka.

Ketiga, faktor teologis, yaitu bahwa pesantren dan

masyarakat didorong oleh nilai-nilai ajaran agama

29

Islam. Ini tampak dari pandangan dunia mereka bahwa

merawat dan memanfatkan lingkungan alam merupakan

bagain dari pengamalan agama, sekaligus juga tugas

kekhalifahan di muka bumi ini.

Keempat, faktor sosiologis, terkaiat dengan relasi

pesentren dengan masyarakat yang selama terjalin sudah

baik. Dengan program konservasi lingkungan yang

dilakukan pesantren ISC ASWAJA secara sosiologis akan

lebih memperkuat relasi dan eksistensi pesantren di

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Data Buku dan Artikel

Abdullah, Mudhofir, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan, ttp: DianRakyat, 2010.

Abdillah, Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur’an,Jakarta: Paramadina, 2001.

Asqalani, Ibn Hajar al-, Fath al-Bari, Syarh Shahih al-Bukhari, Ju17, (Cairo: Dar al-Dayyan li al-Turast 1986), hlm.10

Awang, San Afri, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Konstruksi Sosial danPerlawanan, Debut Press, Yogyakarta, 2006.

Bangun, A. P., MHA dan Saworno, B. Khasiat dan Manfaat Mengkudu.Jakarta: Agromedia Pustaka, 2002

Banjalun, Muhammad, Qadlâya Bi’ah: Buhusts Ilmiah wa Haqai’ Islamiyyah,Dar al-Baidlo’ Maroko: Syarikah al-Nasyr, 2000.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia, 1996. Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. Pengantar Metoda Penelitian

kualitatif (suatu pendekatan Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial),Surabaya: Usaha Nasional 1992.

Hallman, David G., Ecotheology from Voices South and North, t.t,Wipf an Stock Publisher 2009.

30

Idrisi, Jamaluddin Zhafir al-, Nushush Qur’aniyyah fi Syu’unBi’iyyah, Maroko: Dar al-Rasyad al-Haditsah, 2009

Leaflet atau brosur Pondok Pesantren ISC ASWAJA LintangSongo Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan KabupatenBantul

Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan,Jakarta: Paramadina, 1997.

Mansur.M, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,Yogyakarta, Teras, 2007.

Mustaqim, Abdul, Hidup Berkah Matipun Indah, Yogyakarta:Komaruna, 2013.

Muqoyyidin, Andik Wahyu, “Dialektika Islam Dan Budaya LokalDalam Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah IslamJawa” Jurnal el-Harakah Vol.14 No.1 Tahun 2012

Nasseef, Abdullah Omar,. The Muslim Declaration of Nature, 2001,papers

Nîsabûrî, Abû Muslim bin Hujjâj bin Muslim al-, Al-Jâmi’ al-Shahîh/ Shahîh Muslim, Beirut, Dar al-Jail, t.t., Juz 5,dalam software al-Maktab al-Syâmilâh al-Ishdâr al-Tsânî.

Parera, Frans. M. dalam Kata Pengantar Tafsir Sosial Atas Kenyataankarya Peter.L.Berger dan Thomas Luckmann, Jakarta:LP3ES, 1990.

Qaradlawi, Yusuf al-, Ri’ayah al-Bi’ah inda Syariah al-Islam, Mesir:Dar al-Syuruq, 2001

Rahman Llewellyn, Otman Abd Al-, “The Basis for a Disciplineof Islamic Environmental Law”, in Islam and Ecology: ABestowed Trust, C.Foltz (ed), Cambridge: HarvadUniversity Press: 2005.

Sihotang,. Menejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT PradnyaParamita, 2006.

Syam, Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005. Susan (2007) dalam artikel “Sosiologi Pengetahuan: Teori

Konstruksi Sosial dan Konflik” lihathttp://socialpeace.wordpress.com/2007/11/19/teori-

31

konstruksi-sosial-dan-konflik/, diakses tanggal 7April 2013.

Wainwright, Elaine Mary dan Susin, Luiz Carlos, FelixWilfred, Eco-Theology, SCM Press 2009.

Wirawan, Sarlito, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan PsikologiTerapan, Jakarta, Balai Pustaka, 2005.

White, Jr. L Science, “The Historical Root of Our Ecologic Crisis,”Vol 155 (3767), 1967

Zaid, Athif Abu dan Sulaiman Ali, Ihya` al-Aradhi al-Amwat fi Al-Islam, Makkah: Rabitah ‘Alam Islami, 1416 H.

-------------, 'Aswaja Atau Bukan Aswaja? Dalamhttp://muslim.or.id/manhaj/aswaja-atau-bukan-aswaja.html diakses 9 Oktober 2013.

Data Wawancara :

Wawancara dengan pengasuh pondok K.H. Heri di rumahnya,pada tanggal 9 September 2013.

Wawancara dengan K.H. Koeswanto, pada tanggal 27 Agustus2013.

Dokumentasi Pondok Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo.Peneliti peroleh dari Pengasuh Pesantren ISC ASWAJA,KH. Drs. Heri Koeswanto.

Wawancara dengan Bu Juwairiyah, salah satu warga masyarakatPager Gunung, 22 September 2013

Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013

Wawancara dengan Maharani, Puteri Pengasuh Pesantren, Minggu07 September 2013

Dokumen Pesantren, “Kelompok Tani Hutan Ngudi Mulyo”. 2010 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren, 09 September

2013 Dokumen Pesantren. Profile Kehutanan. 2010.Koran Kedaulatan Rakyat, Angkat Air Kali Opak di Lahan Dataran Tinggi,

edisi 22 April, 2010

32

Dokumen Pesantren ISC Lintang Songo. 2008/9/10.Koran Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Oktober 2010Wawanara dengan Haidar, salah seorang santri senior ISC

Aswaja Lintang Songo, 22 September 2013.Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC Aswaja

Lintang Songo, 22 September 2013.Dokumen Pondok Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo, Kliping

ISC di Media Massa 2008/9/10, dimuat di KedaulatanRakyat, 2010.

Wawancara dengan Vendy, salah satu santri mukim di ISCLintang Songo, 03 September 2013.

Data dari Internet :

http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/tak-berkategori/eco-theology.html. Diakses 5 April, 2013

Rokhim dan Karim pula dalam http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,46-id,43550-lang,id-c,pesantren-t,Pondok+Aswaja+Lintang+Songo+Bantul-.phpx diaksespada tanggal 9 September 2013.

http://rickyanggili.blogspot.com/2012/09/ekoteologi-menuju-pada kemenyatuan.html. diakses 17 September 2013

www.mui.or.id : 2010 diakses 9 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu.http://id.wikipedia.org/wiki/Bioporihttp://www.biopori.com/keunggulan_lbr.php diakses tanggal 29

September 2013http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, diakses tanggal 8

April 2013.