Echo-teologi in Pesantren
-
Upload
fitk-uinjkt -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Echo-teologi in Pesantren
ECO-THEOLOGY PESANTREN: STUDI TENTANG PERAN PESANTREN ASWAJA LINTANG SONGO
DALAM KONSERVASI LINGKUNGAN DI WILAYAH PIYUNGAN BANTULYOGYAKARTA
Drs. H. M. Yusron, MAMasroer, S.Ag, M.S.I Abd. Halim, M.Hum
I. PENDAHULUAN
Gagasan penelitian ini muncul pada saat peneliti
mengadakan studi tentang kearifan lokal yang dikembangkan
komunitas lokal dalam melestarikan alam. Dari hasil
penelusuran dan pengamatan di wilayah Yogyakarta, peneliti
mendapati Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo yang melakukan
kegiatan pelestarian alam melalui program konservasi
lingkungan,1 bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM
Yogyakarta2.
Fenomena di atas menarik diteliti, sebab krisis
lingkungan (ecological crisis) merupakan salah satu isu global
dewasa ini yang diproyeksikan akan tetap aktual pada abad
21 ini.3 Krisis tersebut dialami hampir semua masyarakat1 ?Konservasi adalah upaya pemeliharaan atau perlindungan dan
pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam, dantercapainya kemampuan lingkungan yang serasi & seimbang serta adanyapeningkatan kemampuan dan kualitas keanekaragaman hayati. Lihat MudhofirAbdullah, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan (ttp: Dian Rakyat, 2010), Lihatpula http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, diakses tanggal 8 April2013.
2Observasi di Pondok Pesantren Lintang Songo Pagergunung PiyunganBantul tanggal 8 April 2013.
3Ada lima besar isu aktual yaitu globalisasi, demokrasi, HAM dangender dan ekologi. Lihat Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan
2
modern di berbagai negara, dan akan semakin parah keadaanya
jika tidak segera dilakukan proses perbaikan pola perilaku
masyarakat terhadap alam sekitar.4 Itu sebabnya, kata White
diperlukan “agama baru” (“new religion”) untuk mengakhiri
krisis ekologi tersebut.5 Agama baru yang dimaksud adalah
bahwa dewasa ini diperlukan rekonstruksi teologi berbasis
agama untuk terlibat terhadap menyelesaikan masalah krisis
lingkungan, atau yang disebut dengan istilah eco-theology di
mana agama sebenarnya memberikan panduan normatif, bagaimana
mestinya manusia berinteraksi dengan lingkungan (al-ta’âmul ma’a
al-bi’ah).6
Eco-theology ini sangat penting dalam konteks
konservasi lingkungan, sebab agama diharapkan mampu
mempengaruhi pola perilaku umatnya, terkait dengan
konservasi lingkungan. Selama ini jangan-jangan ada yang
salah dalam keberagamaan mereka. Keberagamaan seolah hanya
menyentuh wilayah ritual. Akibatnya, tindakan pembalakan
liar dan eksploitasi alam seolah semakin tak terkendali.
Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 2001). hlm. 23. 4 ?Puncaknya pada tanggal 3-14 Desember 2007, Indonesia
menjadi tuan rumah konferensi internasional perubahan iklim di Nusa DuaBali, UN Climate Change Conference 2007. Konferensi besar yang dihadiri lebihdari 10.000 peserta yang terdiri dari 189 negara, 20 kepala negara,2.000 utusan delegasi PBB, 2.000 wartawan media massa, dan 6.000 pesertaaktif. Adapun agenda utama pembahasan para delegasi meliputi empat hal,yakni masalah mitigasi,adaptasi, transfer of technology, dan finance investment. Lihathttp://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/tak-berkategori/eco-theology.html. Diakses 5 April, 20135 ?White, Jr. L Science, “The Historical Root of Our Ecologic Crisis,” Vol 155
(3767), 1967. hlm. 1203. 6 ?Lihat Jamaluddin Zhafir al-Idrisi, Nushush Qur’aniyyah fi Syu’un
Bi’iyyah, (Maroko: Dar al-Rasyad al-Haditsah, 2019), hlm. 129-130.
3
Muncullah berbagai bencana, seperti banjir, tanah longsor,
dan global warming serta kerusakan ekosistem lainnya. Itu
semua merupakan fakta bahwa manusia ikut terlibat
kerusakan alam, kerena telah mengeksploitasi alam
sedemikian rupa, tanpa mempertimbangkan kelestarian dan
keseimbangan alam (Q.S. al-Rûm [30]: 41). Maka di sinilah
pesantren Lintang Songo sebagai salah satu agen perubahan
sosial (agent of social change) perlu dipertimbangkan perannya
dalam ikut terlibat dalam menangani krisis lingkungan. 7
Fenomena tersebut menarik diteliti, sebab selama ini
seolah pesantren dikenal hanya sebagai lembaga pendidikan
non formal untuk mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn).
Namun tidak demikian halnya dengan Pesantren ASWAJA Lintang
Songo tersebut yang memandang agama bukan sekedar ibadah
ritual, tetapi juga bagaimana menjalani hidup secara ramah
dengan lingkungan alam sekitar. Demikian halnya, teologi
bukan sekedar bicara tentang dimensi ketuhanan, tetapi juga
termasuk persoalan lingkungan dan alam sekitar.8 Terbukti
pesantren tersebut telah melakukan kegiatan-kegiatan
program yang oleh mereka dinamai program konservasi
lingkungan (pemeliharaan lingkungan). Kegiatan pembibitan
pohon dan penanaman hutan jati sebanyak 5000 (lima ribu
pohon) di lahan sekitar 1 hektar dan kebun milik pesantren
maupun masyarakat telah mereka lakukan. Bahkan yang menarik7 ?Observasi peneliti di Pondok Pesantren Lintang Songo pada
tanggal 8 April 20138 ?Wawancara dengan K.H. Heru Koeswanto, pada tanggal 8 April
2013 di PP. Lintang Songo Pagergunung Piyungan. Bantul Yk.
4
adalah bahwa pesantren tersebut telah melakukan kerjasama
dengan UGM dalam hal pengelolaan hutan jati tersebut
sebagai salah satu pilot projek. Sosok K.H Drs. Heri
Koeswanto, M.Si sebagai pengasuh pesantren yang menjadi
tokoh sentral juga sering menyampaikan materi-materi
pengajian terkait dengan persoalan krisis lingkungan. Ayat-
ayat dan hadis sering dijadikan basis teologi dalam
melakukan kegiatan pemeliharaan lingkungan.
Mengacu pada latar belakang ini, penelitian ini hendak
menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut. Pertama,
bagaimana konsep Eco-Theology Pesantren Lintang Songo dalam
konteks konservasi lingkungan, adakah kurikulum pesantren
yang terkait dengan konservasi lingkungan? Kedua, apa saja
peran Pesantren Lintang Songo dalam program konservasi
lingkungan? Ketiga, apa saja faktor-faktor yang mendorong
Pesantren Lintang Songo melakukan program kagiatan
konservasi lingkungan di wilayah Pagergunung Piyungan
Yogyakarta?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
bagaimana konsep, motivasi Eco-theology Pesantren Lintang
Songo dalam konteks pelestarian lingkungan, terutama dalam
memaknai teks-teks agama baik (al-Qur’an maupun Hadis).
II. Metode Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan metode fenomologi. Kaum fenomologi memandang
prilaku manusia sebagai produk dari cara orang tersebut
5
menafsirkan dunianya. Oleh sebab itu, perlu kemampuan
mengeluarkan kembali pikiran, perasaan, motif, dan
pikiran-pikiran yang ada di balik tidakan seseorang.9
Dalam memahami kenyataan prilaku manusia, Berger
memperhatikan tiga hal: eksternalisasi, objektivikasi,
dan internalisasi. Alasan pemilihan metode fenomenologi,
karena peneliti ingin mengungkap penafsiran, pemahaman,
pandangan, dan persepsi komunitas pesantren Lintang Songo
(melalui proses ekternalisasi, objektivikasi, dan
internalisasi) tentang pelestarian lingkungan alam
melalui program konservasi lingkungan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek teologi berbasis pada al-
Qur’an dan hadis Nabi Saw.
Lokasi penelitian akan dilakukan di Pondok
Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo di Desa Pager
Gunung Kecamatan.Piyungan , Kabupaten Bantul,
Yogyakarta.
Sasaran penelitian yang dipilih adalah orang-orang
yang terlibat langsung dalam program konservasi
lingkungan sejak awal, proses perjalanannya hingga masa
sekarang. Mereka ini terdiri dari pendiri pesantren,
pengasuh pesantren, tim menejemen, santri, dan stakeholder
strategis lainnya.
9Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. Pengantar Metoda Penelitian kualitatif(suatu pendekatan Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial), (Surabaya: Usaha Nasional1992), hlm,35-36.
6
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis data fenomenologi, yang digunakan
Moustakas (dalam Awang, 2006).10 Adapun langkah-
langkahnya;
1. Membaca ulang seluruh diskripsi hasil pembelajaran di
lapangan (observasi-aktif dan dokumentasi) untuk
mendapatkan pemahaman sesuai konteks dan kajian
penelitian
2. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (hasil
observasi-aktif dan dokumentasi), lebih pelan, cermat,
dan menghilangkan setiap kali menemukan sesuatu yang
tidak relevan.
3. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara
mengurai semua informasi (dari hasil wawancara) secara
berulang-ulang dan mengeloaborasi makna masing-masing.
4. Merefleksikan suatu pernyaataan dari hasil wawancara
yang sudah tetap dan memunculkan sesuatu yang esensial
dari realitas yang ada.
5. Mensintesakan dan mengintegrasikan pengertian yang
diperoleh (dari hasil deskripsi, pemaknaan, refleksi) ke
dalam suatu deskripsi struktur pengetahuan.
III. Hasil dan Analisis
10 San Afri Awang, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Konstruksi Sosial danPerlawanan, (Debut Press, Yogyakarta, 2006), hlm.111
7
a. Gambaran Umum Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo
1. Sejarah Berdirinya Pesantren
Cikal bakal berdirinya pesantren ini dimulai
sejak tahun 1991 oleh Pak Heri, panggilan akrab dari
Bapak K H. Heri Kuswanto bin K.H Muhammad Zaidan.
Pada bulan Mei 2006, oleh H. San Afri Awang seorang
kawan dosen & Ketua Jurusan Fakultas Kehutanan UGM,
bersama Pak Heri meluncurkan nama ISC (Islamic
Studies Center) yang kemudian oleh masyarakat
disebut sebagai pondok pesantren yang diberi nama
Aswaja Lintang Songo, sehingga nama lengkapnya
adalah Pondok Pesantren ISC (Islamic Studies Center)
Aswaja Lintang Songo.
Kemudian pada tahun 2006 ketika Bantul
digoyang oleh gempa bumi tektonik yang
meluluhlantakkan bangunan-bangunan di wilayah Bantul
termasuk daerah Pager Gunung, rupanya hal itu
menjadi berkah tersendiri bagi pesantren tersebut.
Dengan niat yang tulus dan tekad yang kuat,
akhirnnya Bapak K.H. Heri Koeswanto dengan
didampingi Ibu Nyai hj. Siti Hidayati serta bersama
teammnya, mendirikan Pesantren ISC (Islamic Stuoes
Centre) Aswaja Lintang Songo) Dan Secara resmi
pondok tersebut didirikan pada 2 Oktober 2006
dengan Alamat : Pagergunung 1 Sitimulyo Piyungan
Bantul.
8
Motivasi mendirikan pesantren ini lebih
merupakan motivasi edukatif dan dakwah. Menurut Kyai
Heri, zaman yang semakin maju, teknologi semakin
canggih dan informasi begitu cepat mengalir tidak
secara otomatis menjanjikan kebahagiaan hidup, jika
tanpa dibekali nilai-nilai agama yang kokoh.
Kesuksesan dan kebahagiaan hakiki tidak bisa diukur
dengan harta dan materi. Oleh sebab itu, dalam
rangka membekali genrasi muda-mudi Islam dengan
ilmu agama dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari secara lurus, berpegang teguh pada
prinsip dan kontinyu ( baca: istiqâmah) Pesantren
ASWAJA Lintang Songo ini hadir untuk memberi
kontribusi kepada masyarakat dengan mendidik para
santri agar menjadi generasi shalih/shalihah dan
berkualitas, sehingga bermanfaat bagi dirinya,
keluarga masyarakat bangsa dan agama.11
Secara ideologis, Pondok pesantren yang satu
ini memang berafiliasi kepada organisasi NU dan
sangat berjasa dalam menguatkan karakter ke-NU-an
santri dan masyarakat sekitarnya. Bahkan dari nama
pesantrennya pun, masyarakat akan langsung bisa
menebak bahwa pesantren tersebut adalan pesantren
NU. Istilah ASWAJA12 (Ahlus Sunnah wal Jama’ah)
mengacu pada konsep ASWAJA ala NU. Nama Lintang
11 ? Disarikan dari wawancara dengan Kyai Heri tanggal 23Agustus 2013.
9
Songo memberi isyarat pada simbol bintang sembilan
dalam logo NU.
Secara geografis, pondok pesantren yang
beralamat di Pagergunung, Sitimulyo, Piyungan,
Bantul. Kondisi geografis yang berada di pegunungan,
membuat pondok ini semakin memiliki kekhasan. Hawa
dingin sekali di malam hari tentu manjadi tantangan
bagi santri untuk bangun malam dan bangun subuh. Di
satu sisi hawa panas di siang hari juga menjadi
tantangan saat mereka menjalankan puasa sunnah
maupun puasa wajib.
Selanjutnya, dari segi jarak, pondok pesantren
ini tidak terlalu jauh dari kampus-kampus
sekitarnya. Kurang lebih 20-30 menit menit dari
berbagai kampus dan pusat kota Yogyakarta dengan
sepeda motor dapat sampai ke lokasi pondok pesantren
yang terletak di kampung bernuansa agamis yang
damai, tenang, aman dan nyaman dengan
12 ?Imam Muslim rahimahullâh di dalam mukadimah Sahih Muslim jugatelah menyebutkan penukilan istilah ahl al-sunnah. dari ulama terdahulu,yaitu Imam Ibnu Sirin rahimahullah. Ibnu Sirin mengatakan, “Dahulu mereka[pendahulu yang salih, pent] tidak menanyakan tentang isnad/rantaiperiwayatan. Akan tetapi setelah terjadinya fitnah [kekacauan] merekapun berkata: ‘Sebutkan kepada kami rijal/para periwayat kalian’. Apabilamereka adalah Ahlus Sunnah maka diambillah haditsnya. Dan apabila merekaadalah ahli bid’ah maka tidak diambil haditsnya.” Lihat, Imam al-Nawawi,Syarh Muslim lin Nawawi [1/243]). Lihat pula artikel 'Aswaja Atau BukanAswaja? Dalam http://muslim.or.id/manhaj/aswaja-atau-bukan-aswaja.htmldiakses 9 Oktober 2013.
10
dilatarbelakangi gunung dan hutan jati yang
menghijau serta dililit sungai Opak. Bagi yang akan
mencari sekolah dalam radius 1 Km terdapat
(SD,SMP/MTs, SMA) Negeri.
Pondok ini diberi nama dengan pondok pesantren
Islamic Studi Center (ISC) Aswaja Lintang Songo.
Pesantren dengan nama ini, diharapkan menjadi
lembaga pendidikan Islam yang menjadi pusat kajian
ilmu-ilmu agama Islam bermanhaj Ahlussunnah wal
Jamaah dan berkarakter "Lintang Songo". Songo
(sembilan) merupakan angka terbesar dan lintang
(bintang) sembilan merupakan bagian dari simbul
Nahdlatul Ulama, atau kebangkitan para ulama. Wajar
jika suasana yang terbangun di pondok ini sangat
kental nuansa ke NU-nya, penuh dengan segala
aktivitas kultur budaya “relijius” mulai dari
kenduri, tahlilan, mujahadah, shalawatan dan
sebagainya. Kultur budaya seperti itu dirasakan
mereka dapat membawa ketenangan dan kenyamanan,
meski mereka hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Menurut paparan Pak Heri, visi dan misi yang
diusung oleh pesantren ini adalah agar santri bisa
menjadi insan berkualitas, mandiri, dan bermanfaat
bagi masyarakat. Diharapkan juga agar santri
mempunyai pemahamaan tentang Islam yang mendalam,
santri mempunyai keterampilan sehingga dapat hidup
11
mandiri, dan santri mempunyai kepedulian sosial yang
tinggi. Hal yang juga tak kalah penting adalah
mengupayakan generasi sholih-sholihah dan
bekualitas, serta berguna bagi pribadi, keluarga,
masyarakat, nusa, bangsa, dan agama”, sambungnya.13
Tampaknya setiap pesantren menginginkan agar
kehdirannya lebih bermakna. Maka seorang Kyai
biasanya ingin melakukan aktualisasi diri lewat
pendirian pesantren. Visi pesantren tersebut sejalan
dengan hadis Nabi Saw yang menyatakan:, “Orang yang
paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain.”
(HR. ath-Thabarani). Dalam riwayat lain dikatakan,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang
yang lain.” (HR. al-Qudhâ’i dan al-Thabarani).
2. Program Kegiatan Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo
Pondok Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo
mempunyai beberapa program dan kegiatan yang
ditawarkan. Selain mengkaji ilmu agama, Pondok
Pesantren ISC Lintang Songo juga menawarkan ilmu-ilmu
umum seperti kehutanan, pertanian, perikanan,
peternakan, perkoperasian, dan lain sebagainya. Semua
program tersebut dijalankan secara rutin oleh lebih
13 ?Cita-cita Kyai Heri ini agaknya diinspirasi oleh Sabda NabiSaw: sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. (HR.al-Qudhâ’i dan ath-Thabarani).
12
dari 300 santri dan 500 orang binaan di seputar lokasi
pesantren.
Dalam mengembangkan program-program pesantren
ini, K.H Heri menggandeng beberapa ustadz-ustadzah
lulusan dari UIN, UNY, UGM, dan beberapa pesantren di
Yogyakarta. Untuk program pendampingan, mantan DPR PKB
Bantul ini bekerjasama dengan pemerintah dalam
pelatihan dan pengawasannya. Dari kegiatan ini,
pesantren ini beberapa kali mendapat penghargaan
termasuk dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Ngaji Jadi Benteng Santri”. Itulah kearifan
lokal yang dikembangkan oleh K.H. Heri. Pondok
Pesantren ICS Aswaja Lintang Songo tidak melupakan ruh
pesantren yang menjadi rutinitas inti dari pesantren,
yaitu jamaah dan ngaji. Ngaji di pesantren ini tidak
jauh berbeda dengan pesantren-pesantren yang lain, baik
dari sisi kurikulumnya maupun kajian kitabnya. Sistem
pembagiannya terbagi atas lima kelas berdasarkan kajian
kitab yang diajarkan seperti fiqh, tajwid, Al-Quran,
hadis, dan tasawuf.
Terkait dengan kurikulum program konservasi
lingkungan, sebenarnya tidak ada kitab khusus yang
diajarkan pesantren kepada para santri. Namun pihak
pengasuh pesantren memang langsung memberikan
pengajian yang di dalamnya disisipkan pesan-pesan agama
terkait dengan pentingnya menjaga dan memanfaatkan
13
lingkungan. Misalnya dengan menyebutkan beberapa ayat
dan hadis Nabi yang memang ada kaitannya dengan
konesrvasi lingkungan14. Kemudian secara praktis, para
santri dan masyarakat langsung diajak terjun ke
lapangan untuk melaksanakan program-program terkait
dengan konservasi lingkungan. Sisi lain, pesantren
mempraktikkan hidden kurikulum tentang eco-theology
dengan memberi sanksi edukatif bagi para santri yang
melanggar aturan dengan misalnya, mencari sampah untuk
dibuat pupuk organik atau menanam pohon tertentu.15
PP ISC Aswaja Lintang Songo menerapkan system
bagi pelajar atau mahasiswa pada pagi atau siang untuk
sekolah/kuliah, dan pada waktu sore/malam nyantri dan
mengaji dengan mengkaji kitab-kitab pesantren,
mendalami, mengkaji, diskusi dan sharing ilmu agama
Islam, serta praktik ibadah secara rutin dan teratur.
Hal itu dilakukan dalam rangka mengupayakan generasi
sholih/sholihah dan berkualitas sehingga berguna bagi
dirinya, keluarga, masyarakat, nusa, bangsa dan agama.
Jaringan dan kerjasama telah terjalin dengan
Dirjen Tanaman Pangan Jakarta, Fakultas Kehutanan UGM,
Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Dinas
14 ? Lihat kutipan ayat dan hadis yang menjadi dasar teologipesentren dalam konservasi lingkungan. KH. Heri Koesewato, “Eco-TeologyPesantren Lintang Songo ” Pagergunung Sitimulyo Piyungan BantulYogyakarta.
15 ?Wawancara dengan pengasuh pondok K.H. Heri di rumahnya,pada tanggal 9 September 2013.
14
Sosial, Depag serta Direksi Pabrik, Perusahaan dan
lain-lain.
Setiap malam Selasa Kliwon Jam 20.00 s/d 22.00
selain merupakan usaha mendekatkan diri kepada Allah
SWT juga sebagai foruk silaturrahim antar Kyai, Nyai,
Santri dan Umaro’ yang juga diikuti oleh jemaah binaan
Pesantren perwakilan 4 Kabupaten / Kota (Bantul, Kota
Yogyakarta, Sleman, Gunung Kidul) juga personal Brimob
Gondowulung, Poltabes dan Korem 072 Pamungkas dan
Direksi berbagai perusahaan.
Terkait dengan kegiatan dan program pesantren,
terdapat program spesial antara lain:
1. Kajian Pelajar dan Mahasiswa
Malam (Malam Jumat/Ahad Libur) : Fiqih
Kontemporer, Fiqih Ibadah, Aqidah, Akhlaq, Tarikh,
fadhoilul A’mal dll. Dengan system ceramah, diskusi
dan sharing, waktu menyesuaikan sekolah dan kuliah.
2. Madrasah Diniyah. TPA DAN TPQ
Sore dua hari dalam seminggu : mengupayakan
anak (usia TK, SD, SLTA) bisa membaca al-Qur’an dan
memahami dasar-dasar agama Islam (Fiqih, tauhid,
Akhlaq, dll.) dengan tiga tingkat sampai tuntas.
3. PAUD, PLAY GROUP, KELOMPOK BERMAIN
Sore dua hari dalam seminggu : mendidik putera-
puteri kita dari usia 2-4 tahun untuk meletakkan
15
dasar-dasar dan pembiasaan ajaran Islam dan berlatih
sosialisasi sedini mungkin.
Selain santri mengaji, pesantren memberikan
wahana praktek keterampilan untuk menciptakan
kemandirian berupa:
1. Pertanian
Dengan 5 hektar lahan pesantren dan kerjasama
dengan Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian
Jakarta, pesantren mengajarkan pertanian dengan
teknologi tepat guna (Padi dan berbagai sayuran).
2. Peternakan
Dibimbing oleh Dinas Peternakan, pesantren
menyelenggarakan ternak sapi berikut pengolahan
pupuk organik dan Bodygester atau Biogas.
3. Koperasi Pondok Pesantren
Dibina oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Koperasi yang menyediakan sembako, konveksi, dan
alat/obat pertanian, juga dimaksudkan menciptakan
kemandirian santri.
Demikian kurang lebih gambaran tentang profil
pesantren, visi misi, struktur kepenguruasan dan
kurikulum program pesantren ISC ASWA Lintang Songo.
b. Konsep Echo-Teologi Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo
Secara konseptual pengertian eco-theology berasal
dari term eco dan theo logi. Eco berasal dari kata
Yunani "oikos” yang berarti rumah, atau tempat, habitat
16
atau lingkungan dan "logos”, yang berarti “ilmu".16
Ekologi yang berarti ilmu yang mempelajari antar
makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup
dengan lingkungannya.
Sedangkan istilah theology dalam bahasa Yunani
adalah "theologia". Istilah tersebut berasal dari
gabungan dua kata "theos, yang berarti Tuhan, dan "logos"
yan berarti ilmu. Maka, teologi yang berarti ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
ketuhanan atau keyakinan beragama. Atau kumpulan ajaran
yang disusun secara koheren tentang hakikat Tuhan,
dan hubungan-Nya dengan umat manusia dan alam.17
Dari gabungan dua frasa eco dan theology tersebut,
maka eco-theology dapat dirumuskan sebagai sebuah konsep
teologi lingkungan tentang bagaimana manusia
berintaraksi dengan lingkungan alam berbasis agama atau
nilai-nilai teologis yang diyakininya.18 Asumsinya
adalah bahwa alam merupakan ciptaan Tuhan yang
memiliki kesatuan dan kesalingbergantungan. Kesaling
bergantungan yang menjadikannya satu, dan tidak saling
terpisahkan.
16 ?Muhammad Banjalun, Qadlâya Bi’ah: Buhusts Ilmiah wa Haqai’ Islamiyyah(Dar al-Baidlo’ Maroko: Syarikah al-Nasyr, 2000), hlm. 7
17 ?Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia, 1996),hlm. 1090,
18 ?Masalah eco-theology dapat dibaca dalam Elaine MaryWainwright, Luiz Carlos Susin, Felix Wilfred, Eco-Theology, SCM Press2009). Lihat pula David G. Hallman, Ecotheology from Voices South and North,(Wipf an Stock Publisher 2009).
17
Dalam rangka konservasi lingkungan, ternyata
pondok pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo mendasarkan
pandangan teologisnya pada beberapa ayat al-Qur’an.
Asumsinya adalah bahwa al-Qur’an merupakan sumber
inspirasi dan motivasi bagi perilaku umat Islam.19
Sisi lain, kalangan pesantren menyadari bahwa
dampak kerusakan lingkungan yang menyebabkan bencana,
sesungguhnya tidak serta merta datang tanpa adanya
hukum sebab dan akibat sebagimana tercantum dalam (Q.S.
al-Rum [30]: 41)
Semakin manusia pandai mensyukuri nikmat
tersebut (Q.S. Ibrahim [14]: 7), dengan memanfaatkan
dan menjaga kelestarian alam, niscaya alam juga akan
ramah terhadap manusia. Sebaliknya, orang –orang yang
berbuat fasad (kerusakan) di muka bumi ini, akan
mendatangkan munculnya berbagai bencana dan musibah,
yang bencana itu boleh jadi merupakan teguran,
laknat atau bahkan adzab. Demikian, kesan dan pesan
yang dapat dipahami kalangan pesentren ISC ASWAJA
Lintang Songo Peger Gunung.
Kesimpulannya, bahwa konstruksi teologi
lingkumgan pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo bersifat
eko-theosentris. Artinya bahwa pusat kehidupan
manusia itu berbasis pada lingkungan alam di satu sisi,
19 ?Lihat dokumentasi Pondok Pesantren ISC ASWAJA LintangSongo. Peneliti peroleh dari Pengasuh Pesantren ISC ASWAJA, KH. Drs.Heri Koeswanto.
18
namun di sisi lain manusia secara moral harus
bertanggung jawab kepada Tuhan sebagai pencipta alam,
yang memberi amanat kekhilafahan di muka bumi ini
kepada manusia. Manusia memang telah dimuliakan oleh
Allah dari sisi penciptaannya, namun kemuliaan itu
tidak berarti lalu manusia boleh sewenang-wenang
terhadap alam sekitar.
c. Strategi Pesantren dalam Mengembangkan Program
Konservasi Lingkungan
Dalam menjalankan program konservasi lingkungan,
pihak pesantren melakukan berbagai usaha sebagai
berikut:
1. Memberikan Pembinaan dan Pengarahan Sadar Lingkungan
Pesantren memiliki peran sebagai pembina dan
pengarah terkait dengan pentingnya konservasi
lingkungan. Hal itu dilakukan melalui forum mejelis
taklim dan penyuluhan di masyarakat. Dalam pengajian
sering disisipkan pesan-pesan eko-theologi, bahwa
manusia sebagai khalifah Tuhan di muka bumi di
samping harus memanfaatkan alam ini, juga harus
merawatnya dengan baik. Salah satu ayat yang sering
dikutip adalah Q.S. al-Baqarah [2]:30.
Secara umum, hutan yang dikelola oleh
pesantren terbagi menjadi dua macam. Yang pertama
adalah Hutan Rakyat dan Hutan milik Pesantren. Hutan
rakyat adalah hutan yang secara kepemilikan dimiliki
19
oleh pesantren dan dikelola sepenuhnya oleh
pesantren. Sedangkan hutan rakyat adalah hutan milik
masyarakat sekitar yang ditanami pohon jati, sono
keling atau sengon oleh masyarakat sendiri. Namun,
pengelolaannya masih di bawah pengarahan pesantren.
Untuk lahan yang ditanami pohon jati biasanya
diselingi dengan tanaman tumpang sari rempah-rempah
seperti sere dan jahe. Untuk tanaman kacang-kacangan
biasanya ditanam di lahan khusus yang memerlukan
perawatan khusus pula.20
2. Mengembangkan Ekonomi Rakyat Bersama Masyarakat
Pengembangan hutan rakyat akan menjadi salah
satu alternatif pemulihan perekonomian rakyat,
terutama pasca gempa bumi 2006. Sebagian besar
masyarakat pedesaan memiliki ketergantungan
pendapatan dari pengolahan lahan baik di lahan
pertanian dan lahan hutan. Masyarakat Dusun Pager
Gunung pada umumnya mempunyai sumber pendapatan dari
pengolahan lahan, berupa sawah, tegal dan alas.
Budidaya tanaman yang dikembangkan adalah tanaman
pertanian dan tanaman keras (hasil berupa buah dan
kayu), dengan pola tanam murni tanaman pertanian,
tumpang sari di lahan tegal dan murni tanaman keras
di alas. Kelompok tani berupaya semaksimal mungkin
agar masyarakat mampu mengelola lahannya secara
20 Wawancara dengan Maharani, Puteri Pengasuh Pesantren, Minggu 07September 2013
20
efektif dan efisien, mengembangkan kelompok tani
pengelola hutan rakyat dan mengembangkan usaha
produktif berbasis lahan.21
3. Mengkoordinir Masyarakat Membuat Paguyuban
(Organisasi)
Masyarakat yang membangun hutan rakyat (petani
hutan rakyat) di Dusun Pager Gunung ini telah
memiliki Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) yang
dibentuk pada tahun 2003 dan dikembangkan secara
intens bersama pesantren sejak tahun 2006.
4. Menjadi Mediator Masyarakat dengan Pemerintah
Kahadiran Pesantren ISC Lintang Songo di
lingkungan masyarakat Pager Gunung ini memberikan
pintu masuk bagi masyarakat untuk mendapatkan binaan
langsung dari berbagai instansi pemerintah. Hal ini
disebabkan oleh sosok Pak Hery disamping sebagai
tokoh agama juga sebagai akademisi yang sangat paham
dengan urusan berhubungan dangan pemerintah. Salah
satunya dengan banyak membikin proposal kerjasama
dan bimbingan ke berbagai macam instansi seperti
Dinas Pertanian, Perhutanan, Peternakan dan lain
sebagainya.
d. Motivasi dan Peranan Pesantren dalam Program Konservasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati
seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.
21 Dokumen Pesantren, “Kelompok Tani Hutan Ngudi Mulyo”. 2010
21
Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau
keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah
sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang
yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai
kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Berdasarkan wawancara dengan pengasuh pesantren,
ada beberapa motif yang mendorong pesantren
mengembangkan konservasi lingkungan. Di antaranya
adalah:
1. Motivasi Ekologis
Hal ini tampak dari keprihatinan pihak
pesantren terhadap lingkungan yang belum dikelola
dengan maksimal Keprihatinan pihak pesantren diawali
pengamatan yang dalam terhadap masyarakat yang
secara geografis memang terletak di sebuah desa yang
memiliki lahan yang begitu luas. Namun lahan-lahan
tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.22
Agar pemanfaatan lahan tersebut semakin
maksimal dan baik Pak heri bersama masyarakat
mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan
KELOMPOK TANI HUTAN NGUDI MULYO. Dengan pengelolaan
yang tersistem dan tepat guna, hutan tersebut
mengalami kemajuan yang sangat pesat dan mendapat
respon yang sangat baik dari berbagai pihak
22 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.
22
pemerintah dan lembaga-lembaga yang konsern terhadap
lingkungan. Pada puncaknya sebagai mana disebut di
muka, hutan rakyat yang dikelola pesantren dengan
masyarakat menerima penghargaan dari presiden SBY di
Istana Negara 4-11-2010, Mentri Pertanian di Kantor
Kementrian Pertanian Jakarta, Kepala Pusat Badan
Ketahanan Pangan Jakarta.
2. Motivasi Ekonomi
Usaha yang dilakukan pesantren ini juga tidak
bisa lepas dari motif ekonomi. Namun, ungkap Pak
Heri, terkait dengan motif ekonomi ini lebih pada
motif yang menempel dari usaha yang telah
dilakukannya. Pak Heri berpandangan bahwa penanaman
hutan pohon jati itu layaknya menabung.23
3. Motivasi Fisiologis
Motif ini merupakan pemenuhan kebutuhan secara
lahiriyah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal
ini sebagaimana diungkapkan di awal bahwa salah satu
alasan pesantren mengembangkan program konservasi
lingkungan ini adalah untuk mencukupi operasional
pesantren. Pak Heri dalam sebuah wawancara oleh team
Koran KR menyatakan bahwa biaya operasional
pesantren sangat besar sehingga membutuhkan dana
yang cukup besar pula. Oleh karenanya, pemanfaatan
lingkungan yang dilakukan pesantren juga dimaksudkan
23 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.
23
agar pesantren tercukupi dari kebutuhan sandang,
pangan dan papan. Di pesantren tersebut, santri yang
yatim piatu atau berasal dari keluarga yang tidak
mampu tidak dipungut biaya alias gratis di pesantren
tersebut.24
4. Motivasi Teologis
Sebagai lembaga yang berkonsentrasi di bidang
agama, pimpinan pesantren ISC Aswaja Lintang Songo
juga menyatakan bahwa konservasi lingkungan ini juga
didorong oleh motif agama. Ada beberapa ayat dalam
al-Qur’an yang disebutkan yakni Q.S al-Baqarah : 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi."
Pihak pesantren saat diwawancara tentang motif
agama mencoba menjelaskan kata ‘khalifah’ dalam surat
al-Baqarah : 30 ini. Menurutnya, sebagai khalifah di
muka bumi seseorang harus menjaga dan merawat bumi.25
Di dalam hadis juga banyak terdapat hadis yang
menjelaskan tentang keutamaan bercocok tanam. Di
antara hadis yang diriwayatkan oleh beberapa muhaddis
(baca: ahli hadis) berikut: 24 Koran Kedaulatan Rakyat, 14 Oktober 2010, hlm. 2025 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC Aswaja
Lintang Songo, 22 September 2013.
24
Dari Jabir ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda : “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah
tanaman kecuali apa yang dimakan darinya menjadi
shadaqah baginya. Dan yang dicuri darinya juga
menjadi shadaqah; yang dimakan binatang buas juga
menjadi shadaqah; yang dimakan burung juga menjadi
shadaqah; dan tidaklah ia dipanen oleh seorang kecua
ia menjadi shadaqah bagi yang menanam” (HR Muslim).
Hadis ini menjelaskan betapa Islam sangat
menganjurkan bercocok tanam. Namun, ketika ditanya
tentang motivasi agama pihak pesantren tidak
menyampaikan hadis ini. Namun secara praktis, mereka
sudah mengamalkan kandungan hadis ini.
5. Motivasi Sosiologis
Motif ini merupakan motif sosial (sosial needs),
yakni kebutuhan pesantren untuk bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar. Kebutuhan akan kasih
sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok
kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan
diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-
pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan
termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi atau
lembaga pesantren. Hal ini tidak lepas dari
pandangan pimpinan pesantren yang berpandangan bahwa
yang dimaksud dengan lingkungan itu setidaknya ada
dua. Pertama lingkungan alam sekitar yang berupa
25
lahan, persawahan dan alam sekitar. Sedangkan kedua
yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan
masyarakat seperti tetangga dan masyarakat sekitar.26
IV. Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa
kesimpulan yang dapat dikemukakan, yaitu:
1. Secara konseptual eco-theology dapat dirumuskan
sebagai sebuah konsep-konsep teologi yang terkait
dengan persoalan lingkungan, tentang bagaimana manusia
semestinya berinteraksi dengan lingkungan alam berbasis
agama atau nilai-nilai teologis yang diyakininya.
Asumsinya adalah bahwa alam merupakan ciptaan Tuhan
yang memiliki kesatuan dan kesalingbergantungan.
Kesaling bergantungan yang menjadikannya satu, dan
tidak saling terpisahkan.
Konsep eco-theologi Pesantren Lintang Songo dalam
konteks konservasi lingkungan merupakan sekumpulan
gagasan tentang upaya untuk pemeliharaan lingkungan
alam dan pemanfaatannya yang dilandasi oleh nilai-nilai
agama berbasis pada ajaran-ajaran Islam dari al-Qur’an
dan sunnah Nabi. Adanya ayat dan hadis yang menjadi
landasan teologis terkait dengan konservasi lingkungan,
antara lain Q.S. al-Baqarah [2]: 130 dan hadis tentang
keutamaan menanam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
26 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013.
26
Konsep eco-theologi pesantren itu tidak dapat
dilepaskan dari konstruksi teologi pesantren tentang
lingkungan alam sekitar. Konsep ini hadir sebagai
sebuah respon terhadap krisis lingkungan (al-azmah al-
bi’iyyah). Konsep eco-theology ini hadir sebagai sebuah
upaya untuk merumuskan kembali pola relasi yang ideal
dan harmonis antara manusia dan alam. Hubungan manusia
dan alam lebih bersifat mutualistik, seperti rekan
kerja yang saling menguntungkan. Secara kategoris
peneliti menyimpulkan bahwa Pesantren ISC menganut
paradigma eko-theosentris yakni bahwa yang menjadi
perhatian bukan hanya manusia atau makhluk hidup saja,
namun juga Tuhan sebagai (khâliq/pencipta) dan seluruh
komunitas ekologis. Kewajiban dan tanggung jawab moral
tidak hanya dibatasi hanya pada makhluk hidup, akan
tetapi juga pada Tuhan dan seluruh realitas ekologis.
Betapapun Tuhan tidak punya “kepentingan”, karena Dia
adalah tidak butuh terhadap seluruh makhluknya (
ghaniyy `an al-âlamîn ), namun secara etik, pola relasi
manusia terhadap alam serta perlakuannya secara moral
akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan kelak di hari
akhirat. Paradigma inilah yang menurut hemat peneliti
yang paling kompatibel dengan pandangan al-Qur’an.
Sebab manusia secara horisontal adalah sebagai wakil
Tuhan (khalîfatullâh fil al-ardl), yang harus mengelola dan
mamakmurkan alam (baca bumi), namun disisi lain secara
27
vertikal manusia juga sebagai hamba Allah (`abdullâh)
yang harus mengabdi kepada Tuhan dan bertanggung jawab
atas amanah khilafah yang diembannya.
Eco-theology ala peseantren ISC ASAJWA Lintang
Songo merupakan salah satu bentuk interpretasi
kreatif yang bersifat lokal-kultural atas kondisi
objektif di lingkungan pesantren. Pihak pesantren
secara “cerdas” melakukan rekayasa sosial (social
engenering) untuk mendorong para santri dan masyarakat
sekitar dalam rangka melakukan transformasi khususnya
di bidang agama dan ekonomi.
2. Banyak peran yang sudah dimainkan pihak Pesantren
ISC ASWAJA Lintang Songo dalam program konservasi
lingkungan, antara lain:
Pertama, sebagai inisiator dan motivator dalam
mendorong para santri dan masyarakat untuk peduli
lingkungan melalui majelis ta’lim, dan penyuluhan yang
bekerjasama dengan pihak Fak. Kehutanan UGM, dinas
Perhutanan dinas peternakan dan sebagainya.
Kedua, sebagai katalisator (penghubung), dengan
cara menjadi penghubung antara masyarakat sekitar
pesantren dengan pihak pemerintah atau pihak-pihak
terkait yang memiliki konsern terhadap persoalan
lingkungan. Misalnya, mengupayakan pencarian bibit
pohon jati ungggul nasional. Termasuk bekerja sama
28
dengan instansi seperti Dinas Pertanian, Perhutanan,
Peternakan dan lain sebagainya.
Ketiga, sebagai koodinator, yaitu dengan
mengkoordinir masyarakat membuat Paguyuban
(Organisasi). Masyarakat yang membangun hutan rakyat
(petani hutan rakyat) di Dusun Pager Gunung ini telah
memiliki Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) yang
dibentuk pada tahun 2003 dan dikembangkan secara intens
bersama pesantren sejak tahun 2006.
3. Ada banyak faktor yang mendorong Pesantren
Lintang Songo melakukan program kagiatan konservasi
lingkungan di wilayah Pagergunung Piyungan Yogyakarta,
antara lain:
Pertama, faktor geografis, yang memang sangat
mendukung untuk melakukan upaya konservasi lingkungan,
melalui penanaman jati dan pepohonan. Lahan di
lingkungan pesentren memang sangat strategis untuk
ditanami pohon-pohon. Kedua, faktor ekonomi, bahwa
upaya pemeliharaan lingkungan ternyata dimaksudkan
untuk meningkatkan pendapatan pesantren dan masyarakat
sekitar. Setidak-tidaknya, bahwa dengan memanfatkan
lingkungan lahan dan hutan sekitar pesantren, potensi
alam menjadi lebih bermanfaat dan meringankan beban
belanja ekonomi mereka.
Ketiga, faktor teologis, yaitu bahwa pesantren dan
masyarakat didorong oleh nilai-nilai ajaran agama
29
Islam. Ini tampak dari pandangan dunia mereka bahwa
merawat dan memanfatkan lingkungan alam merupakan
bagain dari pengamalan agama, sekaligus juga tugas
kekhalifahan di muka bumi ini.
Keempat, faktor sosiologis, terkaiat dengan relasi
pesentren dengan masyarakat yang selama terjalin sudah
baik. Dengan program konservasi lingkungan yang
dilakukan pesantren ISC ASWAJA secara sosiologis akan
lebih memperkuat relasi dan eksistensi pesantren di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Data Buku dan Artikel
Abdullah, Mudhofir, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan, ttp: DianRakyat, 2010.
Abdillah, Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur’an,Jakarta: Paramadina, 2001.
Asqalani, Ibn Hajar al-, Fath al-Bari, Syarh Shahih al-Bukhari, Ju17, (Cairo: Dar al-Dayyan li al-Turast 1986), hlm.10
Awang, San Afri, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Konstruksi Sosial danPerlawanan, Debut Press, Yogyakarta, 2006.
Bangun, A. P., MHA dan Saworno, B. Khasiat dan Manfaat Mengkudu.Jakarta: Agromedia Pustaka, 2002
Banjalun, Muhammad, Qadlâya Bi’ah: Buhusts Ilmiah wa Haqai’ Islamiyyah,Dar al-Baidlo’ Maroko: Syarikah al-Nasyr, 2000.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia, 1996. Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. Pengantar Metoda Penelitian
kualitatif (suatu pendekatan Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial),Surabaya: Usaha Nasional 1992.
Hallman, David G., Ecotheology from Voices South and North, t.t,Wipf an Stock Publisher 2009.
30
Idrisi, Jamaluddin Zhafir al-, Nushush Qur’aniyyah fi Syu’unBi’iyyah, Maroko: Dar al-Rasyad al-Haditsah, 2009
Leaflet atau brosur Pondok Pesantren ISC ASWAJA LintangSongo Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan KabupatenBantul
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan,Jakarta: Paramadina, 1997.
Mansur.M, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,Yogyakarta, Teras, 2007.
Mustaqim, Abdul, Hidup Berkah Matipun Indah, Yogyakarta:Komaruna, 2013.
Muqoyyidin, Andik Wahyu, “Dialektika Islam Dan Budaya LokalDalam Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah IslamJawa” Jurnal el-Harakah Vol.14 No.1 Tahun 2012
Nasseef, Abdullah Omar,. The Muslim Declaration of Nature, 2001,papers
Nîsabûrî, Abû Muslim bin Hujjâj bin Muslim al-, Al-Jâmi’ al-Shahîh/ Shahîh Muslim, Beirut, Dar al-Jail, t.t., Juz 5,dalam software al-Maktab al-Syâmilâh al-Ishdâr al-Tsânî.
Parera, Frans. M. dalam Kata Pengantar Tafsir Sosial Atas Kenyataankarya Peter.L.Berger dan Thomas Luckmann, Jakarta:LP3ES, 1990.
Qaradlawi, Yusuf al-, Ri’ayah al-Bi’ah inda Syariah al-Islam, Mesir:Dar al-Syuruq, 2001
Rahman Llewellyn, Otman Abd Al-, “The Basis for a Disciplineof Islamic Environmental Law”, in Islam and Ecology: ABestowed Trust, C.Foltz (ed), Cambridge: HarvadUniversity Press: 2005.
Sihotang,. Menejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT PradnyaParamita, 2006.
Syam, Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005. Susan (2007) dalam artikel “Sosiologi Pengetahuan: Teori
Konstruksi Sosial dan Konflik” lihathttp://socialpeace.wordpress.com/2007/11/19/teori-
31
konstruksi-sosial-dan-konflik/, diakses tanggal 7April 2013.
Wainwright, Elaine Mary dan Susin, Luiz Carlos, FelixWilfred, Eco-Theology, SCM Press 2009.
Wirawan, Sarlito, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan PsikologiTerapan, Jakarta, Balai Pustaka, 2005.
White, Jr. L Science, “The Historical Root of Our Ecologic Crisis,”Vol 155 (3767), 1967
Zaid, Athif Abu dan Sulaiman Ali, Ihya` al-Aradhi al-Amwat fi Al-Islam, Makkah: Rabitah ‘Alam Islami, 1416 H.
-------------, 'Aswaja Atau Bukan Aswaja? Dalamhttp://muslim.or.id/manhaj/aswaja-atau-bukan-aswaja.html diakses 9 Oktober 2013.
Data Wawancara :
Wawancara dengan pengasuh pondok K.H. Heri di rumahnya,pada tanggal 9 September 2013.
Wawancara dengan K.H. Koeswanto, pada tanggal 27 Agustus2013.
Dokumentasi Pondok Pesantren ISC ASWAJA Lintang Songo.Peneliti peroleh dari Pengasuh Pesantren ISC ASWAJA,KH. Drs. Heri Koeswanto.
Wawancara dengan Bu Juwairiyah, salah satu warga masyarakatPager Gunung, 22 September 2013
Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC AswajaLintang Songo, 22 September 2013
Wawancara dengan Maharani, Puteri Pengasuh Pesantren, Minggu07 September 2013
Dokumen Pesantren, “Kelompok Tani Hutan Ngudi Mulyo”. 2010 Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren, 09 September
2013 Dokumen Pesantren. Profile Kehutanan. 2010.Koran Kedaulatan Rakyat, Angkat Air Kali Opak di Lahan Dataran Tinggi,
edisi 22 April, 2010
32
Dokumen Pesantren ISC Lintang Songo. 2008/9/10.Koran Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Oktober 2010Wawanara dengan Haidar, salah seorang santri senior ISC
Aswaja Lintang Songo, 22 September 2013.Wawancara dengan Pak Heri, Pengasuh Pesantren ISC Aswaja
Lintang Songo, 22 September 2013.Dokumen Pondok Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo, Kliping
ISC di Media Massa 2008/9/10, dimuat di KedaulatanRakyat, 2010.
Wawancara dengan Vendy, salah satu santri mukim di ISCLintang Songo, 03 September 2013.
Data dari Internet :
http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/tak-berkategori/eco-theology.html. Diakses 5 April, 2013
Rokhim dan Karim pula dalam http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,46-id,43550-lang,id-c,pesantren-t,Pondok+Aswaja+Lintang+Songo+Bantul-.phpx diaksespada tanggal 9 September 2013.
http://rickyanggili.blogspot.com/2012/09/ekoteologi-menuju-pada kemenyatuan.html. diakses 17 September 2013
www.mui.or.id : 2010 diakses 9 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu.http://id.wikipedia.org/wiki/Bioporihttp://www.biopori.com/keunggulan_lbr.php diakses tanggal 29
September 2013http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, diakses tanggal 8
April 2013.