Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere Kota Palu

28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota Palu yang beberapa tahun belakangan ini telah melaksanakan program Green and Clean ternyata masih memiliki ruang terbuka hijau yang belum dikelola dengan baik. Banyak yang belum tersentuh sehingga potensinya belum dimanfaatkan secara luas. Salah satunya adalah RTH bantaran sungai kelurahan Lere. Walaupun RTH tersebut berada di kawasan strategis Kota, kondisinya masih dipenuhi oleh rawa dan semak belukar yang belum dikelola secara arif untuk kebutuhan masyarakat Kota. Banyak permasalahan kenyamanan dan keamanan yang dapat kita temukan dalam bantaran sungai ini. Masalah-masalah tersebut antara lain tidak adanya penerangan saat malam hari, tidak adanya pagar pembatas pada tepian tanggul, kurang rapatnya area teduh dan masih banyak hal lainnya. Sebagaimna RTH harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya dan vegetasi suatu RTH bantaran sungai harus memiliki tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap yaitu rapat 90% dari luas area. Kerena tidak adanya penataan, vegetasi yang tumbuh di bataran sungai tersebut pun tidak sesuai dengan kriteria vegetasi untuk RTH bantaran sungai yang terdapat pada Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008. Umumnya vegetasi yang terdapat berupa pohon-pohon kelapa yang memiliki perakaran kurang baik, dan memiliki buah yang dapat seketika jatuh menimpa aktifitas seseorang yang berada di bawahnya. 1

Transcript of Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere Kota Palu

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kota Palu yang beberapa tahun belakangan ini telah

melaksanakan program Green and Clean ternyata masih memiliki

ruang terbuka hijau yang belum dikelola dengan baik. Banyak

yang belum tersentuh sehingga potensinya belum dimanfaatkan

secara luas. Salah satunya adalah RTH bantaran sungai

kelurahan Lere. Walaupun RTH tersebut berada di kawasan

strategis Kota, kondisinya masih dipenuhi oleh rawa dan

semak belukar yang belum dikelola secara arif untuk

kebutuhan masyarakat Kota.

Banyak permasalahan kenyamanan dan keamanan yang dapat

kita temukan dalam bantaran sungai ini. Masalah-masalah

tersebut antara lain tidak adanya penerangan saat malam

hari, tidak adanya pagar pembatas pada tepian tanggul,

kurang rapatnya area teduh dan masih banyak hal lainnya.

Sebagaimna RTH harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi

penggunanya dan vegetasi suatu RTH bantaran sungai harus

memiliki tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak

terlalu gelap yaitu rapat 90% dari luas area.

Kerena tidak adanya penataan, vegetasi yang tumbuh di

bataran sungai tersebut pun tidak sesuai dengan kriteria

vegetasi untuk RTH bantaran sungai yang terdapat pada

Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008. Umumnya vegetasi yang

terdapat berupa pohon-pohon kelapa yang memiliki perakaran

kurang baik, dan memiliki buah yang dapat seketika jatuh

menimpa aktifitas seseorang yang berada di bawahnya.

1

Kriteria vegetasi yang diinginkan oleh RTH bantaran sungai

antara lain vegetasi yang memiliki sistem perakaran yang

kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah.

Pada RTH bantaran sungai kelurahan Lere yang bersebelahan

dengan permukiman penduduk masih terdapat bangunan yang

melanggar garis sempadan sungai. Bangunan tersebut berjarak

kurang dari 3 meter dari bibir tanggul, yaitu ada yang

mencapai 2 meter dari bibir tanggul. Bangunan tersebut harus

ditertibkan dan perlu diantisipasi dalam desain RTH bantaran

sungai kedepannya.

Banyaknya masalah-masalah menyebabkan RTH bantaran sungai

kelurahan Lere tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk

Kota Palu sebagai fasilitas publik maupun sebagai paru-paru

Kota Palu. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bagaimana

membuat desain RTH bantaran sungai yang memiiki fungsi

ekologis, nyaman dan tetap memiliki estetika.

Kelurahan Lere sejatinya memiliki potensi yang

menjanjikan dalam hal budaya yang dapat mencerminkan

identitas kota. Potensi tersebut terdapat pada bangunan

bersejarah Souraja/ Banua Oge. Untuk memunculkan citra kota

sebaiknya filosofi desain dari sebuah bangunan Souraja dapat

diterapkan dalam mendesain sebuah RTH bantaran sungai yang

lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota Palu

khususnya.

B. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan

2

Untuk menyusun konsep perencanaan dan perancangan

maupun mendesain Ruang Terbuka Hijau bantaran sungai

kelurahan Lere, yang mampu mempertimbangkan faktor

ekologis, sosial, kultural, dan ekonomi serta fungsional

dan tanggap terhadap bencana banjir maupun erosi tepian

sungai. Mendesain suatu RTH bantaran sungai yang rindang

namun tetap memunculkan estetika arsitektur lokal.

2. Sasaran

Adapun sasaran dari penelitian ini adalah:

Menyusun prinsip-prinsip desain RTH bantaran sungai

Menganalisa dan menyusun konsep perancangan desain RTH

bantaran sungai kelurahan Lere

Mentransformasikan konsep ke dalam bentuk desain.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mendesain Ruang Terbuka Hijau bantaran sungai

yang berfungsi ekologis, sosial, kultural dan ekonomi?

2. Bagaimana mendesain RTH Bantaran sungai kelurahan lere

yang memunculkan estetika arsitektur lokal?

D. BATASAN MASALAH/ RUANG LINGKUP

1. Pembahasan ditinjau dari disiplin ilmu arsitektur yang

berkaitan dengan Perancangan Landscape/ Ruang Terbuka

Hijau bantaran sungai dan spesifikasi perencanaan.

2. Pembahasan diarahkan pada pembahasan arsitektural yang

merupakan alternatif rancangan perencanaan tapak.

3

E. MANFAAT

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Profesi; diharapkan bahwa tulisan ini dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan ilmu arsitektur khususnya di

bidang perencanaan ruang luar. Selain itu tulisan ini

juga dapat berguna bagi penelitian yang sama pada masa-

masa yang akan datang.

2. Jasa pengembangan; tulisan dan rekomendasi yang akan

dikemukakan pada penilitian ini kelak dapat dijadikan

acuan dalam perencanaan kota Palu di sektor Ruang Terbuka

Hijau oleh pemerintah Kota Palu.

4

BAB II PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun masalah-masalah yang teridentifikasi antara lain:

1. Terdapat bangunan yang melanggar garis sempadan sungai

bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang ditetapkan

sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang kaki

tanggul. Yaitu sekitar 2 meter dari tepian tanggul.

2. Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH tidak sesuai dengan

standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor

05/PRT/M/2008. Sebab banyak tanaman kelapa dan pisang

yang bukan meruapakan tanaman untuk RTH bantaran sungai.

3. Jarak tanaman peneduh berjauhan, menyebabkan banyak

daerah yang tak terlindungi tajuk pohon peneduh. Tidak

setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus

dihijaukan

4. Pembagian zona-zona tidak jelas untuk fungsi lindung dan

budi daya. Menyebabkan eksploitasi dapat dilakukan pada

seluruh kawasan bantaran sungai.

5. Desain RTH yang telah ada kurang mencerminkan identitas

Kota Palu.

6. Tidak memenuhi standar kenyamanan termis ruang luar.

B. TEMA

Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere

Kota Palu

5

6

C. GAGASAN/ IDE AWAL

Adapun gagasan yang dapat diajukan untuk mendesai RTH

bantaran sungai kelurahan Lere adalah:

1. Mendesain RTH bantaran sungai dengan mempertimbangkan

faktor ekologis, sosial, kultural, dan ekonomi

2. RTH bantaran sungai yang nyaman secara termis iklim

tropis lembab kota Palu dengan peningkatan fungsi RTH

hampir seperti hutan kota

3. Mendesain bantaran sungai yang berwawasan budaya karena

dekat dengan kompleks rumah tradisional SouRaja dan

bersebelahan dengan kawasan teluk yang merupakan

identitas kota Palu

4. RTH bantaran sungai yang Aman, Hijau dan Bersih serta

tanggap bencana.

5. Disain RTH yang mengarahkan view pada jembatan 4 yang

telah menjadi landmark kawasan, sehingga pengunjung RTH

dapat mengambil foto melatar belakangi sebuah landmark.

D. PENDEKATAN RANCANGAN/ STRATEGI DESAIN

Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere

Kota Palu

dengan berdasarkan falsafah Souraja dan teori kenyamanan

termis iklim tropis lembab.

serta tetap memprtimbangkan fungsi eksisting dan potensi yang ada.

7

BAB III KAJIAN PUSTAKA

1. RTH SEMPADAN SUNGAI

A. Pengertian RTH Sempadan Sungai

RTH sempadan sungai adalah jalur hijau yang

terletak di bagian kiri dan kanan sungai yang

memiliki fungsi utama untuk melindungi sungai

tersebut dari berbagai gangguan yang dapat merusak

kondisi sungai dan kelestariannya.

Sesuai peraturan yang ada, sungai di perkotaan

terdiri dari sungai bertanggul dan sungai tidak

bertanggul.

a. Sungai bertanggul:

1) Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan

perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di

sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

2) Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan

perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 m di

sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

3) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya,

tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan

yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan

sungai;

4) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka

lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru

sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan

sebagaimana dimaksud pada butir 1) harus

dibebaskan. 8

b. Sungai tidak bertanggul:

1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam

kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:

a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari

3 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya

10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu

ditetapkan;

b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m

sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan

sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai

pada waktu ditetapkan;

c) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m,

garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m

dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar

kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:

a) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah

pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih,

penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya

100 m;

b) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah

pengaliran sungai kurang dari 500 km2, penetapan

garis sempadannya sekurang-kurangnya 50 m

dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

3) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada butir 1)

dan 2) diukur ruas per ruas dari tepi sungai dengan

9

mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada

ruas yang bersangkutan.

4) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang

berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang

bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan

penggunaan harus menjamin kelestarian dan keamanan

sungai serta bangunan sungai.

5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir

1) tidak terpenuhi, maka segala perbaikan atas

kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan

sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalan.

Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut,

jalur hijau terletak pada garis sempadan yang ditetapkan

sekurang- kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai.

B. Kriteria Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai

Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai

berikut:

a) sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan

pergeseran tanah;

b) tumbuh baik pada tanah padat;

c) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak

konstruksi dan bangunan;

d) kecepatan tumbuh bervariasi;

e) tahan terhadap hama dan penyakit tanaman;

f) jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90% dari luas

area, harus dihijaukan;

10

g) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu

gelap;

h) berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya;

i) dominasi tanaman tahunan;

j) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang

burung.

Tabel berikut ini adalah alternatif vegetasi yang dapat

digunakan pada RTH sempadan sungai, namun karena adanya

perbedaan biogeofisik maka pemilihan vegetasi untuk RTH

sempadan sungai disesuaikan dengan potensi dan kesesuaian

lahan pada daerah masing-masing.

Tabel Alternatif Jenis Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai

11

12

C. Persyaratan Pola Tanam Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai

Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai

adalah sebagai berikut:

a) jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m

pada kiri- kanan sungai besar dan sungai kecil (anak

sungai);

b) sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20

m x 20 m diambil secara sistematis dengan intensitas

sampling 10% dari panjang sungai;

13

c) sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan

secara awalan acak ( random start ) pada peta. sampel

jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis

sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon

terjauh;

d) sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan

50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar

permukiman;

e) untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai

yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi

antara 10-15 m;

f) jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;

g) pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam

harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi

Pekerjaan.

D. Pemanfaatan RTH Sempadan Sungai

Pemanfaatan RTH daerah sempadan sungai dilakukan untuk

kawasan konservasi, perlindungan tepi kiri-kanan bantaran

sungai yang rawan erosi, pelestarian, peningkatan fungsi

sungai, mencegah okupasi penduduk yang mudah menyebabkan

erosi, dan pengendalian daya rusak sungai melalui kegiatan

penatagunaan, perizinan, dan pemantauan.

Penatagunaan daerah sempadan sungai dilakukan dengan

penetapan zona-zona yang berfungsi sebagai fungsi lindung dan

budi daya.

Pada zona sungai yang berfungsi lindung menjadi kawasan

lindung, pada zona sungai danau, waduk yang berfungsi budi

14

daya dapat dibudidayakan kecuali pemanfaatan tanggul hanya

untuk jalan.

Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang berfungsi budi daya

dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan:

a) budi daya pertanian rakyat;

b) kegiatan penimbunan sementara hasil galian tambang

golongan C;

c) papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu

pekerjaan;

d) pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telpon, dan

pipa air minum;

e) pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan

baik umum maupun kereta api;

f) penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial,

keolahragaan, pariwisata dan kemasyarakatan yang tidak

menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan

keamanan fungsi serta fisik sungai dan danau; dan

g) pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan

pengambilan dan pembuangan air.

Untuk menghindari kerusakan dan gangguan terhadap kelestarian

dan keindahan sungai, maka aktivitas yang dapat dilakukan pada

RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut:

a) Memantau penutupan vegetasi dan kondisi kawasan DAS agar

lahan tidak mengalami penurunan;

b) Mengamankan kawasan sempadan sungai, serta penutupan

vegetasi di sempadan sungai, dipantau dengan menggunakan

metode pemeriksaaan langsung dan analisis deskriptif

15

komparatif. Tolak ukur 100 m di kanan kiri sungai dan 50

m kanan kiri anak sungai;

c) Menjaga kelestarian konservasi dan aktivitas perambahan,

keanekaragaman vegetasi terutama jenis unggulan lokal dan

bernilai ekologi dipantau dengan metode kuadrat dengan

jalur masing-masing lokasi 2 km menggunakan analisis

vegetasi yang diarahkan pada jenis-jenis flora yang

bernilai sebagai tumbuhan obat;

d) Memantau fluktuasi debit sungai maksimum;

e) Aktivitas memantau, menghalau, menjaga dan mengamankan

harus diikuti dengan aktivitas melaporkan pada instansi

berwenang dan yang terkait sehingga pada akhirnya kawasan

sempadan sungai yang berfungsi sebagai RTH terpelihara

dan lestari selamanya.

16

2. TEORI KENYAMANAN TERMIS DI RUANG BERIKLIM TROPIS LEMBAB

A. Pandangan Umum

Dalam bidang atau teori arsitektur dan perancangan kota,

atau teori mengenai ruang kehidupan manusia, pengetahuan

tentang kenyamanan menjadi bagian penting. Kenyamanan adalah

situasi dimana manusia mengekspresikan setuju dengan kondisi

yang ada di lingkungannya. Karena itu keberhasilan suatu

produk rancangan ruang senantiasa diukur dengan seberapa

besar tingkat kenyamanan dalam konteks perencanaan

arsitektur meliputi kenyamanan termis, suara, gerak dan

cahaya, namun dalam bagian ini yang dibahas hanya menyangkut

kenyamanan Termis.

Kenyamanan Termis secara umum dikenal sebagai rasa

nyaman terhadap situasi termik di lingkungan sekitar tubuh.

Situasi kenyamanan termis senantiasa dihubungkan dengan

situasi klimatik.

Di daerah beriklim tropis lembab, temperatur udara dan

terutama kelembaban udara yang relatif tinggi merupakan

penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi

manusia. Namun begitu masyarakat yang telah lama hidup di

daerah beriklim tropis dan lembab ini, telah menunjukkan

keberhasilannya dalam menghadapi tantangan iklim tersebut

dari waktu ke waktu, yakni dengan menerapkan suatu tatanan

dan rancangan hunian yang mampu beradaptasi dengan

lingkungan klimatis di sekitarnya.

B. Proses Pertukaran Kalor antara Manusia dengan Lingkungannya

17

Pertukaran kalor antara tubuh manusia dengan

lingkungannya, dimaksudkan sebagai terjadi suatu interaksi

fisis antara tubuh dengan udara dan permukaan sekitar,

terutama melalui cara-cara konveksi dan radiasi.

C. Perhitungan Skala Kenyamanan Termis

Untuk menyeragamkan presepsi tentang tingkat kenyamanan

termis yang dirasakan seseorang, diperlukan suatu satuan

pengukur, yang dalam hal ini dikenal dengan angka Indeks

Kenyamanan Termis.

18

3. ARSITEKTUR BERWAWASAN IDENTITAS

Kesalahan gerakan arsitektur modern yang universal yang

menempatkan bentuk di atas manusia, kiranya tidak perlu

diulangi. Makna dan wawasan identitas, adalah menggali

keunikan, kekhasan, karakter dan potensi setempat dengan

segala kearifan tradisionalnya untuk diejawantahkan kembali

dalam penampilan baru yang sesuai dengan tuntutan

perkembangan zaman, bukan status quo.

4. TEORI DESAIN LANSEKAP

Unsur-Unsur desain antara lain Garis, Bidang, Ruang

(space), Ruang Terbuka, Ruang dan Waktu, Ruang Mati, Bentuk

dan Fungsi, Tekstur, Warna.

Prinsip desain antara lain, Keseimbangan atau Balance,

Irama dan Perulangan, Penekanan dan Aksentuasi,

Kesederhanaan, Kontras, Proporsi, Kesatuan.

Yang Perlu diperhatikan dalam Aplikasi desain antara

lain, Bahan Material Lansekap, Skala, Sirkulasi, Tata Hijau,

Fasilitas Parkir, Pencahayaan, Pattern dan Pola Lantai,

Kenyamanan, Drainase, Rekayasa Lansekap, Dinding Penahan

Tanah (Retaining Wall).

Tahap-Tahap dalam Proses Perancangan Lansekap antara

lain, Tahap Pendataan, Tahap Analisis, Tahap Analisis Tapak

(Site Analysis), Tahap Skematik, Tahap Perancangan, Tahap

Pengembangan Rancangan.

5. PENANGGULANGAN BANJIR

19

Penanggulangan secara umum (Hulu, Hilir, Menyerap, dan

Mengalir)

a. Keseimbangan antara menyerap dan mengalirkan air

b. Keseimbangan antara tindakan kolektif dan tindakan

individual

c. Tindakan sekaligus pada berbagai skala: lokal, nasional,

dan global

d. Keseimbangan antara Tindakan di Kawasan hulu dan hilir

e. Keseimbangan antara eksploitasi dan investasi lingkungan

f. Keseimbangan antara solusi teknis dan solusi sosial-

politik, budaya dan ekonomi.

20

21

22

BAB IV METODE PENELITIAN

A. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian di Kota Palu yaitu berada pada kawasan

bantaran sungai kelurahan Lere.

B. SIFAT PENELITIAN

Adapun sifat penelitian yang dipakai adalah:

1. Deskriptif

Bertujuan menerangkan perkembangan RTH secara fisik atau

frekuensi terjadinya aspek fenomena tertentu secara

terperinci.

2. Data kualitatif

Data yang tidak berupa angka yang digunakan untuk

menjelaskan tentang permasalahan penelitian yang ada

secara deskriptif, dan data-data lain yang menunjang

penelitian.

3. Data kuantitatif

23

Data yang berupa angka yang digunakan untuk menjelaskan

tentang permasalahan penelitian yang ada secara

deskriptif, dan data-data lain yang menunjang penelitian.

C. JENIS DATA DAN SUMBER PENELITIAN

Data-data yang dikumpulkan dalam peneliitian dilihat dari

sumbernya sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan sendiri melalui

survei lapangan dan wawancara secara langsung. Data yang

dikumpulkan berupa kondisi fisik Ruang Terbuka Hijau

bantaran sungai yang akan menjadi referensi. Selain data

fisik, termasuk juga data yang bersifat sosial, serta

peraturan-peraturan daerah dari pemerintah terkait dengan

masalah penelitian.

2. Data Sekunder, yaitu data dalam bentuk ssudah jadi berupa

hasil publikasi, buku atau sumber bacaan lain yang

terkait dengan permasalahan penelitian.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data yaitu:

1. Pedoman wawancara berupa angket daftar pertanyaan yang

dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara kepada

narasumber data yang terpilih.

2. Gambar dan foto sebagai bahan pelegkap data dan analisis.

E. TEKNIK ANAALISIS DATA

24

Untuk mencapai tujuan penelitian, data yang diperoleh

dengan wawancara dan penyebaran quesioner disajikan dalam

bentuk tabulasi. Adapun masalah-masalah yang telah

dirumuskan akan dianalisis dengan teknik pendekatan

kualitatif dan kuantitatif.

Masalah-masalah yang telah dirumuskan akan dianalisis

dengan teknik sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran umum dengan metode analisis

deskriptif tentang kondisi RTH bantaran sungai di Kota

Palu berdasarkan data-data dan informasi yang telah

dikumpulkan sehingga memberikan gambaran perancangan

RTH bantaran sungai di kelurahan Lere.

2. Untuk mempertajam analisis kondisi tapak, disajikan

dalam bentuk sketsa/ gambar bentuk yang diambil

berdasarkan kondisi langsung di lapangan.

No Sasaran Metode Output1. Men yusun prinsip-

prinsip desain RTH bantaran sungai

Studi literatur

Prinsip-prinsip perancangan RTH bantaran sungai

2. Menganalisa dan menyusun konsep perancangan ruang luar RTH bantaran sungai

Mengolah data Konsep perancangan

3. Mentransformasikan konsep ke dalam bentuk desain

Menganalisa konsep

Desain

25

 INPUT

TUJUAN dan SASARAN

 PROSES ANALISIS KONSEP

 OUTPUT

KEPUTUSAN SOLUSI DESAIN

 APLIKASI

PEMBANGUNAN SESUAI DESAIN

MULAI SELESAI

SISTEM LINEAR

SISTEM PUTARAN

INPUT TUJUAN dan SASARAN

PROSES DATA dan ANALISISOUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM

PROSES DATA dan ANALISIS

PROSES DATA dan ANALISISOUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM

OUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM

METODE PERANCANGAN RUANG LUAR

Teknik Riset1. Observasi Parsitipatif2. Pemetaan Perilaku3. Kuesioner dan Wawancara4. Studi Kasus5. Analisis Isi

26

6. Penelitian Eksperimental

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. RTH sempadan sungai adalah jalur hijau yang terletak

di bagian kiri dan kanan sungai yang memiliki fungsi

utama untuk melindungi sungai tersebut dari berbagai

gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan

kelestariannya.

2. Untuk memunculkan citra kota sebaiknya filosofi desain

dari sebuah bangunan Souraja dapat ditransformasikan

dalam mendesain sebuah landscape RTH bantaran sungai

yang lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota

Palu khususnya.

B. SARAN

Penulis mengharapkan agar tulisan ini akan dimanfaatkan

dan ditindaklanjuti sebagai sebuah perencanaan desain RTH

bantaran sungai kelurahan Lere, yang dapat meningkatkan

kualitas lingkungan bantaran sungai di Kota Palu.

27

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum. Nomor:05/PRT/M/2008.Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau diKawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan RuangDepartemen Pekerjaan Umum.

Sangkertadi, 2012. Kenyamanan Termis di Ruang Luar BeriklimTropis Lembab. Alfabeta, Manado, 2013.

Budihardjo, Eko. Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan. Gadjah Mada University Press, Jogyakarta, 2006.

Hakim, Rustam. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Prinsip – Unsur dan Aplikasi Desain. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta, 2011.

Mistra. Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Griya Kreasi. Jakarta, 2007.

B. Setiawan, Hardi. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku. Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2010.

Studi Kasus. Photos of Indonesian Riverside City http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1573169 15 – 10 – 2013

De Chiara, Joseph. Koppelman, Lee. Standar Perencanaan Tapak. Erlangga, Jakarta 1997

28