BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota Palu yang beberapa tahun belakangan ini telah
melaksanakan program Green and Clean ternyata masih memiliki
ruang terbuka hijau yang belum dikelola dengan baik. Banyak
yang belum tersentuh sehingga potensinya belum dimanfaatkan
secara luas. Salah satunya adalah RTH bantaran sungai
kelurahan Lere. Walaupun RTH tersebut berada di kawasan
strategis Kota, kondisinya masih dipenuhi oleh rawa dan
semak belukar yang belum dikelola secara arif untuk
kebutuhan masyarakat Kota.
Banyak permasalahan kenyamanan dan keamanan yang dapat
kita temukan dalam bantaran sungai ini. Masalah-masalah
tersebut antara lain tidak adanya penerangan saat malam
hari, tidak adanya pagar pembatas pada tepian tanggul,
kurang rapatnya area teduh dan masih banyak hal lainnya.
Sebagaimna RTH harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi
penggunanya dan vegetasi suatu RTH bantaran sungai harus
memiliki tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak
terlalu gelap yaitu rapat 90% dari luas area.
Kerena tidak adanya penataan, vegetasi yang tumbuh di
bataran sungai tersebut pun tidak sesuai dengan kriteria
vegetasi untuk RTH bantaran sungai yang terdapat pada
Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008. Umumnya vegetasi yang
terdapat berupa pohon-pohon kelapa yang memiliki perakaran
kurang baik, dan memiliki buah yang dapat seketika jatuh
menimpa aktifitas seseorang yang berada di bawahnya.
1
Kriteria vegetasi yang diinginkan oleh RTH bantaran sungai
antara lain vegetasi yang memiliki sistem perakaran yang
kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah.
Pada RTH bantaran sungai kelurahan Lere yang bersebelahan
dengan permukiman penduduk masih terdapat bangunan yang
melanggar garis sempadan sungai. Bangunan tersebut berjarak
kurang dari 3 meter dari bibir tanggul, yaitu ada yang
mencapai 2 meter dari bibir tanggul. Bangunan tersebut harus
ditertibkan dan perlu diantisipasi dalam desain RTH bantaran
sungai kedepannya.
Banyaknya masalah-masalah menyebabkan RTH bantaran sungai
kelurahan Lere tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk
Kota Palu sebagai fasilitas publik maupun sebagai paru-paru
Kota Palu. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bagaimana
membuat desain RTH bantaran sungai yang memiiki fungsi
ekologis, nyaman dan tetap memiliki estetika.
Kelurahan Lere sejatinya memiliki potensi yang
menjanjikan dalam hal budaya yang dapat mencerminkan
identitas kota. Potensi tersebut terdapat pada bangunan
bersejarah Souraja/ Banua Oge. Untuk memunculkan citra kota
sebaiknya filosofi desain dari sebuah bangunan Souraja dapat
diterapkan dalam mendesain sebuah RTH bantaran sungai yang
lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota Palu
khususnya.
B. TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan
2
Untuk menyusun konsep perencanaan dan perancangan
maupun mendesain Ruang Terbuka Hijau bantaran sungai
kelurahan Lere, yang mampu mempertimbangkan faktor
ekologis, sosial, kultural, dan ekonomi serta fungsional
dan tanggap terhadap bencana banjir maupun erosi tepian
sungai. Mendesain suatu RTH bantaran sungai yang rindang
namun tetap memunculkan estetika arsitektur lokal.
2. Sasaran
Adapun sasaran dari penelitian ini adalah:
Menyusun prinsip-prinsip desain RTH bantaran sungai
Menganalisa dan menyusun konsep perancangan desain RTH
bantaran sungai kelurahan Lere
Mentransformasikan konsep ke dalam bentuk desain.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mendesain Ruang Terbuka Hijau bantaran sungai
yang berfungsi ekologis, sosial, kultural dan ekonomi?
2. Bagaimana mendesain RTH Bantaran sungai kelurahan lere
yang memunculkan estetika arsitektur lokal?
D. BATASAN MASALAH/ RUANG LINGKUP
1. Pembahasan ditinjau dari disiplin ilmu arsitektur yang
berkaitan dengan Perancangan Landscape/ Ruang Terbuka
Hijau bantaran sungai dan spesifikasi perencanaan.
2. Pembahasan diarahkan pada pembahasan arsitektural yang
merupakan alternatif rancangan perencanaan tapak.
3
E. MANFAAT
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Profesi; diharapkan bahwa tulisan ini dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu arsitektur khususnya di
bidang perencanaan ruang luar. Selain itu tulisan ini
juga dapat berguna bagi penelitian yang sama pada masa-
masa yang akan datang.
2. Jasa pengembangan; tulisan dan rekomendasi yang akan
dikemukakan pada penilitian ini kelak dapat dijadikan
acuan dalam perencanaan kota Palu di sektor Ruang Terbuka
Hijau oleh pemerintah Kota Palu.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Adapun masalah-masalah yang teridentifikasi antara lain:
1. Terdapat bangunan yang melanggar garis sempadan sungai
bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang ditetapkan
sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul. Yaitu sekitar 2 meter dari tepian tanggul.
2. Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH tidak sesuai dengan
standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor
05/PRT/M/2008. Sebab banyak tanaman kelapa dan pisang
yang bukan meruapakan tanaman untuk RTH bantaran sungai.
3. Jarak tanaman peneduh berjauhan, menyebabkan banyak
daerah yang tak terlindungi tajuk pohon peneduh. Tidak
setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus
dihijaukan
4. Pembagian zona-zona tidak jelas untuk fungsi lindung dan
budi daya. Menyebabkan eksploitasi dapat dilakukan pada
seluruh kawasan bantaran sungai.
5. Desain RTH yang telah ada kurang mencerminkan identitas
Kota Palu.
6. Tidak memenuhi standar kenyamanan termis ruang luar.
B. TEMA
Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere
Kota Palu
5
C. GAGASAN/ IDE AWAL
Adapun gagasan yang dapat diajukan untuk mendesai RTH
bantaran sungai kelurahan Lere adalah:
1. Mendesain RTH bantaran sungai dengan mempertimbangkan
faktor ekologis, sosial, kultural, dan ekonomi
2. RTH bantaran sungai yang nyaman secara termis iklim
tropis lembab kota Palu dengan peningkatan fungsi RTH
hampir seperti hutan kota
3. Mendesain bantaran sungai yang berwawasan budaya karena
dekat dengan kompleks rumah tradisional SouRaja dan
bersebelahan dengan kawasan teluk yang merupakan
identitas kota Palu
4. RTH bantaran sungai yang Aman, Hijau dan Bersih serta
tanggap bencana.
5. Disain RTH yang mengarahkan view pada jembatan 4 yang
telah menjadi landmark kawasan, sehingga pengunjung RTH
dapat mengambil foto melatar belakangi sebuah landmark.
D. PENDEKATAN RANCANGAN/ STRATEGI DESAIN
Desain Ruang Terbuka Hijau Bantaran Sungai Kelurahan Lere
Kota Palu
dengan berdasarkan falsafah Souraja dan teori kenyamanan
termis iklim tropis lembab.
serta tetap memprtimbangkan fungsi eksisting dan potensi yang ada.
7
BAB III KAJIAN PUSTAKA
1. RTH SEMPADAN SUNGAI
A. Pengertian RTH Sempadan Sungai
RTH sempadan sungai adalah jalur hijau yang
terletak di bagian kiri dan kanan sungai yang
memiliki fungsi utama untuk melindungi sungai
tersebut dari berbagai gangguan yang dapat merusak
kondisi sungai dan kelestariannya.
Sesuai peraturan yang ada, sungai di perkotaan
terdiri dari sungai bertanggul dan sungai tidak
bertanggul.
a. Sungai bertanggul:
1) Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
2) Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 m di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
3) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya,
tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan
yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan
sungai;
4) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka
lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru
sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 1) harus
dibebaskan. 8
b. Sungai tidak bertanggul:
1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam
kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari
3 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya
10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan;
b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m
sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan;
c) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m,
garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
a) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah
pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih,
penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya
100 m;
b) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah
pengaliran sungai kurang dari 500 km2, penetapan
garis sempadannya sekurang-kurangnya 50 m
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
3) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada butir 1)
dan 2) diukur ruas per ruas dari tepi sungai dengan
9
mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada
ruas yang bersangkutan.
4) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang
berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang
bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan
penggunaan harus menjamin kelestarian dan keamanan
sungai serta bangunan sungai.
5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir
1) tidak terpenuhi, maka segala perbaikan atas
kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan
sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalan.
Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut,
jalur hijau terletak pada garis sempadan yang ditetapkan
sekurang- kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai.
B. Kriteria Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai
berikut:
a) sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan
pergeseran tanah;
b) tumbuh baik pada tanah padat;
c) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak
konstruksi dan bangunan;
d) kecepatan tumbuh bervariasi;
e) tahan terhadap hama dan penyakit tanaman;
f) jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90% dari luas
area, harus dihijaukan;
10
g) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu
gelap;
h) berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya;
i) dominasi tanaman tahunan;
j) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang
burung.
Tabel berikut ini adalah alternatif vegetasi yang dapat
digunakan pada RTH sempadan sungai, namun karena adanya
perbedaan biogeofisik maka pemilihan vegetasi untuk RTH
sempadan sungai disesuaikan dengan potensi dan kesesuaian
lahan pada daerah masing-masing.
Tabel Alternatif Jenis Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai
11
C. Persyaratan Pola Tanam Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai
Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai
adalah sebagai berikut:
a) jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m
pada kiri- kanan sungai besar dan sungai kecil (anak
sungai);
b) sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20
m x 20 m diambil secara sistematis dengan intensitas
sampling 10% dari panjang sungai;
13
c) sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan
secara awalan acak ( random start ) pada peta. sampel
jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis
sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon
terjauh;
d) sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan
50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar
permukiman;
e) untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai
yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi
antara 10-15 m;
f) jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
g) pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam
harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi
Pekerjaan.
D. Pemanfaatan RTH Sempadan Sungai
Pemanfaatan RTH daerah sempadan sungai dilakukan untuk
kawasan konservasi, perlindungan tepi kiri-kanan bantaran
sungai yang rawan erosi, pelestarian, peningkatan fungsi
sungai, mencegah okupasi penduduk yang mudah menyebabkan
erosi, dan pengendalian daya rusak sungai melalui kegiatan
penatagunaan, perizinan, dan pemantauan.
Penatagunaan daerah sempadan sungai dilakukan dengan
penetapan zona-zona yang berfungsi sebagai fungsi lindung dan
budi daya.
Pada zona sungai yang berfungsi lindung menjadi kawasan
lindung, pada zona sungai danau, waduk yang berfungsi budi
14
daya dapat dibudidayakan kecuali pemanfaatan tanggul hanya
untuk jalan.
Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang berfungsi budi daya
dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan:
a) budi daya pertanian rakyat;
b) kegiatan penimbunan sementara hasil galian tambang
golongan C;
c) papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan;
d) pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telpon, dan
pipa air minum;
e) pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan
baik umum maupun kereta api;
f) penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial,
keolahragaan, pariwisata dan kemasyarakatan yang tidak
menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan
keamanan fungsi serta fisik sungai dan danau; dan
g) pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan
pengambilan dan pembuangan air.
Untuk menghindari kerusakan dan gangguan terhadap kelestarian
dan keindahan sungai, maka aktivitas yang dapat dilakukan pada
RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut:
a) Memantau penutupan vegetasi dan kondisi kawasan DAS agar
lahan tidak mengalami penurunan;
b) Mengamankan kawasan sempadan sungai, serta penutupan
vegetasi di sempadan sungai, dipantau dengan menggunakan
metode pemeriksaaan langsung dan analisis deskriptif
15
komparatif. Tolak ukur 100 m di kanan kiri sungai dan 50
m kanan kiri anak sungai;
c) Menjaga kelestarian konservasi dan aktivitas perambahan,
keanekaragaman vegetasi terutama jenis unggulan lokal dan
bernilai ekologi dipantau dengan metode kuadrat dengan
jalur masing-masing lokasi 2 km menggunakan analisis
vegetasi yang diarahkan pada jenis-jenis flora yang
bernilai sebagai tumbuhan obat;
d) Memantau fluktuasi debit sungai maksimum;
e) Aktivitas memantau, menghalau, menjaga dan mengamankan
harus diikuti dengan aktivitas melaporkan pada instansi
berwenang dan yang terkait sehingga pada akhirnya kawasan
sempadan sungai yang berfungsi sebagai RTH terpelihara
dan lestari selamanya.
16
2. TEORI KENYAMANAN TERMIS DI RUANG BERIKLIM TROPIS LEMBAB
A. Pandangan Umum
Dalam bidang atau teori arsitektur dan perancangan kota,
atau teori mengenai ruang kehidupan manusia, pengetahuan
tentang kenyamanan menjadi bagian penting. Kenyamanan adalah
situasi dimana manusia mengekspresikan setuju dengan kondisi
yang ada di lingkungannya. Karena itu keberhasilan suatu
produk rancangan ruang senantiasa diukur dengan seberapa
besar tingkat kenyamanan dalam konteks perencanaan
arsitektur meliputi kenyamanan termis, suara, gerak dan
cahaya, namun dalam bagian ini yang dibahas hanya menyangkut
kenyamanan Termis.
Kenyamanan Termis secara umum dikenal sebagai rasa
nyaman terhadap situasi termik di lingkungan sekitar tubuh.
Situasi kenyamanan termis senantiasa dihubungkan dengan
situasi klimatik.
Di daerah beriklim tropis lembab, temperatur udara dan
terutama kelembaban udara yang relatif tinggi merupakan
penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi
manusia. Namun begitu masyarakat yang telah lama hidup di
daerah beriklim tropis dan lembab ini, telah menunjukkan
keberhasilannya dalam menghadapi tantangan iklim tersebut
dari waktu ke waktu, yakni dengan menerapkan suatu tatanan
dan rancangan hunian yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan klimatis di sekitarnya.
B. Proses Pertukaran Kalor antara Manusia dengan Lingkungannya
17
Pertukaran kalor antara tubuh manusia dengan
lingkungannya, dimaksudkan sebagai terjadi suatu interaksi
fisis antara tubuh dengan udara dan permukaan sekitar,
terutama melalui cara-cara konveksi dan radiasi.
C. Perhitungan Skala Kenyamanan Termis
Untuk menyeragamkan presepsi tentang tingkat kenyamanan
termis yang dirasakan seseorang, diperlukan suatu satuan
pengukur, yang dalam hal ini dikenal dengan angka Indeks
Kenyamanan Termis.
18
3. ARSITEKTUR BERWAWASAN IDENTITAS
Kesalahan gerakan arsitektur modern yang universal yang
menempatkan bentuk di atas manusia, kiranya tidak perlu
diulangi. Makna dan wawasan identitas, adalah menggali
keunikan, kekhasan, karakter dan potensi setempat dengan
segala kearifan tradisionalnya untuk diejawantahkan kembali
dalam penampilan baru yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman, bukan status quo.
4. TEORI DESAIN LANSEKAP
Unsur-Unsur desain antara lain Garis, Bidang, Ruang
(space), Ruang Terbuka, Ruang dan Waktu, Ruang Mati, Bentuk
dan Fungsi, Tekstur, Warna.
Prinsip desain antara lain, Keseimbangan atau Balance,
Irama dan Perulangan, Penekanan dan Aksentuasi,
Kesederhanaan, Kontras, Proporsi, Kesatuan.
Yang Perlu diperhatikan dalam Aplikasi desain antara
lain, Bahan Material Lansekap, Skala, Sirkulasi, Tata Hijau,
Fasilitas Parkir, Pencahayaan, Pattern dan Pola Lantai,
Kenyamanan, Drainase, Rekayasa Lansekap, Dinding Penahan
Tanah (Retaining Wall).
Tahap-Tahap dalam Proses Perancangan Lansekap antara
lain, Tahap Pendataan, Tahap Analisis, Tahap Analisis Tapak
(Site Analysis), Tahap Skematik, Tahap Perancangan, Tahap
Pengembangan Rancangan.
5. PENANGGULANGAN BANJIR
19
Penanggulangan secara umum (Hulu, Hilir, Menyerap, dan
Mengalir)
a. Keseimbangan antara menyerap dan mengalirkan air
b. Keseimbangan antara tindakan kolektif dan tindakan
individual
c. Tindakan sekaligus pada berbagai skala: lokal, nasional,
dan global
d. Keseimbangan antara Tindakan di Kawasan hulu dan hilir
e. Keseimbangan antara eksploitasi dan investasi lingkungan
f. Keseimbangan antara solusi teknis dan solusi sosial-
politik, budaya dan ekonomi.
20
BAB IV METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian di Kota Palu yaitu berada pada kawasan
bantaran sungai kelurahan Lere.
B. SIFAT PENELITIAN
Adapun sifat penelitian yang dipakai adalah:
1. Deskriptif
Bertujuan menerangkan perkembangan RTH secara fisik atau
frekuensi terjadinya aspek fenomena tertentu secara
terperinci.
2. Data kualitatif
Data yang tidak berupa angka yang digunakan untuk
menjelaskan tentang permasalahan penelitian yang ada
secara deskriptif, dan data-data lain yang menunjang
penelitian.
3. Data kuantitatif
23
Data yang berupa angka yang digunakan untuk menjelaskan
tentang permasalahan penelitian yang ada secara
deskriptif, dan data-data lain yang menunjang penelitian.
C. JENIS DATA DAN SUMBER PENELITIAN
Data-data yang dikumpulkan dalam peneliitian dilihat dari
sumbernya sebagai berikut:
1. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan sendiri melalui
survei lapangan dan wawancara secara langsung. Data yang
dikumpulkan berupa kondisi fisik Ruang Terbuka Hijau
bantaran sungai yang akan menjadi referensi. Selain data
fisik, termasuk juga data yang bersifat sosial, serta
peraturan-peraturan daerah dari pemerintah terkait dengan
masalah penelitian.
2. Data Sekunder, yaitu data dalam bentuk ssudah jadi berupa
hasil publikasi, buku atau sumber bacaan lain yang
terkait dengan permasalahan penelitian.
D. INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data yaitu:
1. Pedoman wawancara berupa angket daftar pertanyaan yang
dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara kepada
narasumber data yang terpilih.
2. Gambar dan foto sebagai bahan pelegkap data dan analisis.
E. TEKNIK ANAALISIS DATA
24
Untuk mencapai tujuan penelitian, data yang diperoleh
dengan wawancara dan penyebaran quesioner disajikan dalam
bentuk tabulasi. Adapun masalah-masalah yang telah
dirumuskan akan dianalisis dengan teknik pendekatan
kualitatif dan kuantitatif.
Masalah-masalah yang telah dirumuskan akan dianalisis
dengan teknik sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran umum dengan metode analisis
deskriptif tentang kondisi RTH bantaran sungai di Kota
Palu berdasarkan data-data dan informasi yang telah
dikumpulkan sehingga memberikan gambaran perancangan
RTH bantaran sungai di kelurahan Lere.
2. Untuk mempertajam analisis kondisi tapak, disajikan
dalam bentuk sketsa/ gambar bentuk yang diambil
berdasarkan kondisi langsung di lapangan.
No Sasaran Metode Output1. Men yusun prinsip-
prinsip desain RTH bantaran sungai
Studi literatur
Prinsip-prinsip perancangan RTH bantaran sungai
2. Menganalisa dan menyusun konsep perancangan ruang luar RTH bantaran sungai
Mengolah data Konsep perancangan
3. Mentransformasikan konsep ke dalam bentuk desain
Menganalisa konsep
Desain
25
INPUT
TUJUAN dan SASARAN
PROSES ANALISIS KONSEP
OUTPUT
KEPUTUSAN SOLUSI DESAIN
APLIKASI
PEMBANGUNAN SESUAI DESAIN
MULAI SELESAI
SISTEM LINEAR
SISTEM PUTARAN
INPUT TUJUAN dan SASARAN
PROSES DATA dan ANALISISOUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM
PROSES DATA dan ANALISIS
PROSES DATA dan ANALISISOUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM
OUTPUT KEBIJAKAN dan RENCANA PROGRAM
METODE PERANCANGAN RUANG LUAR
Teknik Riset1. Observasi Parsitipatif2. Pemetaan Perilaku3. Kuesioner dan Wawancara4. Studi Kasus5. Analisis Isi
26
6. Penelitian Eksperimental
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. RTH sempadan sungai adalah jalur hijau yang terletak
di bagian kiri dan kanan sungai yang memiliki fungsi
utama untuk melindungi sungai tersebut dari berbagai
gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan
kelestariannya.
2. Untuk memunculkan citra kota sebaiknya filosofi desain
dari sebuah bangunan Souraja dapat ditransformasikan
dalam mendesain sebuah landscape RTH bantaran sungai
yang lebih bermakna (meaningful) bagi masyarakat Kota
Palu khususnya.
B. SARAN
Penulis mengharapkan agar tulisan ini akan dimanfaatkan
dan ditindaklanjuti sebagai sebuah perencanaan desain RTH
bantaran sungai kelurahan Lere, yang dapat meningkatkan
kualitas lingkungan bantaran sungai di Kota Palu.
27
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum. Nomor:05/PRT/M/2008.Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau diKawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan RuangDepartemen Pekerjaan Umum.
Sangkertadi, 2012. Kenyamanan Termis di Ruang Luar BeriklimTropis Lembab. Alfabeta, Manado, 2013.
Budihardjo, Eko. Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan. Gadjah Mada University Press, Jogyakarta, 2006.
Hakim, Rustam. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Prinsip – Unsur dan Aplikasi Desain. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta, 2011.
Mistra. Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Griya Kreasi. Jakarta, 2007.
B. Setiawan, Hardi. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku. Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2010.
Studi Kasus. Photos of Indonesian Riverside City http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1573169 15 – 10 – 2013
De Chiara, Joseph. Koppelman, Lee. Standar Perencanaan Tapak. Erlangga, Jakarta 1997
28
Top Related