Critical Review (Indonesian Language) Journal Spatial Quality, Location Theory and Spatial Planning

11
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwe rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert yuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyu iopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuio pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh CRITICAL REVIEW JOURNAL SPATIAL QUALITY, LOCATION THEORY AND SPATIAL PLANNING MATA KULIAH : OLEH : ERLINA MAGHFIROH 3613100022 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Transcript of Critical Review (Indonesian Language) Journal Spatial Quality, Location Theory and Spatial Planning

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh

CRITICAL REVIEW JOURNALSPATIAL QUALITY,

LOCATION THEORY ANDSPATIAL PLANNING

MATA KULIAH :

OLEH :ERLINA MAGHFIROH

3613100022

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

PERENCANAANINSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

NOPEMBER

Pendahuluan

Perkembangan teori lokasi memiliki kecenderungan mengikuti

kedekatan pada pasar maupun pemasok. Akan tetapi berbeda dengan

Negara Belanda, Negara Belanda memfokuskan perhatian pilihan

lokasi perusahaan dengan perkembangan ekonomi kota dan wilayah.

Karena tingkat lapangan kerja, tingkat pendapatan daerah dan

pertumbuhan yang besar sebagian bergantung pada lokasi maka

perlu menerapkan zona bisnis agar bisa merangsang perekonomian

daerah. Badan Pusat Statistik Belanda menunjukkan bahwa

pertumbuhan di areal zona bisnis bahkan melampaui untuk

keperluan perumahan.

Selain itu ada hubungan pemilihan lokasi dengan lokasi

kualitas spasial yang baru - baru ini menjadi sebuah konsep

keberlanjutan serta aspek penting dari daya saing kota dan

daerah sehingga lokasi dengan kualitas spasial digunakan untuk

menarik kegiatan ekonomi. Dalam hubungan pemilihan lokasi

spasial ini dikaitkan dengan Teori Weber tentang lokasi yang

membedakan pada faktor lokasi primer, sekunder maupun tersier

karena perkembangannya mempertimbangkan bagaimana keragaman

karakteristik perusahaan serta bagaimana perusahaan berhubungan

dengan lingkungan.

Akan tetapi teori yang paling berkaitan dengan teori

lokasi ini adalah pada faktor tersier dan wawasan teoritis yang

berasal dari perilaku ekonomi, ekonomi kelembagaan serta teori

difusi spasial. Wawasan teoritis dikaitkan dengan perkembangan

yang berkaitan denganjaringan masyarakat, pengetahuan berbasis

ekonomi dan ekonomi kreatif. Ekonomi kelembagaan dikaitkan

nantinya untuk mengatur kewenangan ekonomi pada perkotaan. Serta

difusi spasial yang mengarah pada kualitas spasial yang

dijadikan “kuartener” faktor kunci dalam pilihan lokasi.

Sehingga faktor tersier tidak begitu berpengaruh besar dalam

pemilihan lokasi perusahaan hal ini yang kemudian menimbulkan

kemungkinan kualitas ruang yang menjadi faktor penting dalam

pemilihan perusahaan dibuktikan dengan pentingnya dan penggunaan

kualitas ruang dalam tata ruang Negara Belanda.

Konsep Dasar Teori Lokasi

- Konsep Dasar Teori Lokasi Menurut Weber

Teori ini dimaksudkan untuk menentukan suatu lokasi industri

dengan mempertimbangkan risiko biaya atau ongkos yang paling

minimum, dengan asumsi sebagai berikut:

1) Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki:

topografi, iklim dan penduduknya relatif homogen.

2) Sumber daya atau bahan mentah yang dibutuhkan cukup

memadai.

3) Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu,

seperti Upah Minimum Regional (UMR).

4) Hanya ada satu jenis alat transportasi.

5) Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarak

angkut.

6) Terdapat persaingan antarkegiatan industri.

7) Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir

rasional.

Persyaratan tersebut jika dipenuhi maka teori lokasi

industri dari Alfred Weber dapat digunakan. Weber

menggunakan tiga faktor (variabel penentu) dalam analisis

teorinya, yaitu titik material, titik konsumsi, dan titik

tenaga kerja. Ketiga titik (faktor) ini diukur dengan

ekuivalensi ongkos transport. Berdasarkan asumsi tersebut

di atas, penggunaan teori Weber tampak seperti pada gambar

berikut ini :

(a) (b) (c)

Segitiga Weber dalam menentukan lokasi industri

(Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)

Gambar

(a) : apabila biaya angkut hanya didasarkan pada jarak.

(b) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada

hasil industri.

(c) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada

hasil industri.

- Konsep Pendekatan Keruangan (Teori Difusi)

Teori difusi, yaitu mencoba menelaah perjalaran atau

pemekaran fenomena dalam ruang dan dimensi waktu tertentu.

Difusi artinya pemencaran, penyebaran, dan penjalaran seperti:

penyebaran berita melalui mulut ke mulut; penyebaran penyakit

dari daerah satu ke daerah lain; penyebaran kebudayaan dari satu

suku ke suku lain. Teori difusi ini diperkenalkan oleh seorang

geograf Swedia Torsten Hagerstrand.

Tipe difusi antara lain :

1.   Difusi ekspansi (expansion diffusion) yaitu suatu proses

dimana informasi, material dan sebagainya menjalar melalui suatu

populasi dari suatu daerah ke daerah yang lain. Dalam proses

Ket :

M = pasar

P = lokasi biaya

terendah

R1, R2 = bahan

baku

ekspansi ini informasi atau material yang di-difusi-kan tetap

ada dan kadang-kadang menjadi lebih intensif di tempat asalnya.

Hal ini berarti bahwa terjadi penambahan jumlah anggota baru

pada populasi antra periode dua waktu (waktu w1 dan w2) dan

penambahan anggota baru tersebut mengubah pola keruangan

populasi secara keseluruhan. Ini berarti bahwa daerah asal

mengalami perluasan oleh karena terdapat tambahan anggota baru

dalam populasi. Contoh dari difusi ekspansi misalnya penggunaan

gadget Black Berry awalnya hanya di kota besar, kemudian

penggunaannya meluas ke daerah-daerah sekitarnya. Contoh lainnya

adalah seorang atau beberapa orang menanam tanaman kakao dalam

suatu desa, kemudian akibat dari keberhasilannya diikuti

penduduk lain yang masih satu desa.

Tipe difusi ekspansi diantaranya:

a.     Difusi Menjalar (contagious diffusion). Tipe difusi ini

merupakan proses penjalarannya terjadi melalui kontak langsung

antara manusia (manusia – manusia) dan daerah (daerah – daerah).

b.    Difusi Kaskade (cascade diffusion). Difusi tipe ini

merupakan proses penjalaran fenomena, informasi dan material

melalui beberapa tingkatan atau hirarkhi. Difusi ini terdiri

dari:

-      Difusi pembaharuan (diffusion of innovations); dimulai

dari kota besar ke pelosok, atau dari tingkat atas ke tingkat

bawah

-      Difusi hirarki (hierarchic diffusion); dimulai dari

tingkat bawah ke atas

2. Difusi penampungan (relocation diffusion) merupakan proses

yang sama dengan penyebaran keruangan dimana informasi atau

material yang didifusikan meninggalkan daerah yang lama dan

berpindah atau ditampung di daerah yang baru. Ini berarti bahwa

anggota dari populasi pada waktu w1 berpindah letaknya dari

waktu w1 hingga w2. Perpindahan penduduk dari suatu tempat ke

tempat lain dengan meninggalkan tempat yang lama dan ditampung

oleh tempat yang baru karena bencana gunung berapi dapat

digolongkan ke dalam difusi penampungan. Contoh lainnya adalah

perpindahan pusat pemerintahan Malaysia dari Kuala Lumpur ke

Putrajaya pada tahun 1999, yang diikuti dengan perpindahan

fungsi bangunan dan lokasi serta berpindahnya SDM penyelenggara

negara.

Alasan Pemilihan Lokasi

Pada sekitar satu abad yang lalu Negara Belanda menerapkan

teori Weber dengan menganggap faktor biaya transportasi dan

biaya tenaga kerja yang paling penting dalam industri karena

dengan teori ini lokasi optimum dapat dihitung dengan

menggunakan variabel. Karena setelah PD II terjadi kesenjangan

yang menyebabkan biaya tenaga kerja berkurang sehingga muncul

faktor aglomerasi atau faktor sekunder oleh weber dan

mendominasi pada abad kedua puluh.

Pada akhir abad kedua puluh, ada terhadap pergeseran

kecenderungan lokasi. Lokasi pilihan tidak lagi berpusat pada

fakta murni. Persepsi pribadi oleh pengusaha dari lingkungan

bisnis memainkan peran penting, serta kemungkinan untuk

berpartisipasi dalam berbagai jaringan ekonomi dan sosial

(Meester, 1999: 32). Dalam jaringan masyarakat modern, dengan

pengaruh faktor aglomerasi yang nyata, faktor- faktor seperti

lembaga, pengetahuan, lingkungan, mentalitas lebih menentukan

dalam pilihan lokasi sebenarnya. Perkembangan ini dan dinamisme

mereka membawa hasil dalam mengubah kecenderungan lokasi yang

menentukan bagaimana cara Negara Belanda memilih lokasi yang

cocok untuk sebuah Industri.

Faktor – Faktor Lokasi

Munculnya kegiatan sosio-ekonomi yang menyebabkan munculnya

faktor – faktor baru dalam pemilihan lokasi untuk perkembangan

ekonomi di Negara Belanda. Berikut adalah faktor – faktor yang

mempengaruhi pemilihan lokasi :

- Jaringan masyarakat

Masyarakat Belanda mengalami transformasi menjadi

jaringan masyarakat, yang memiliki dampak ganda di satu sisi

membawa kegiatan ekonomi lintas batas (ekonomi suatu negara

tidak berhenti di perbatasan) serta jarak kurang penting

bagi kegiatan ekonomi menurut mereka. Perkembangan ini

sesuai dengan adanya globalisasi: "produk dapat diproduksi

di mana saja, dengan menggunakan sumber daya dari mana saja,

oleh sebuah perusahaan yang berlokasi di mana saja, dengan

kualitas yang ditemukan di mana saja, untuk dijual di mana

saja" (Naisbitt, 1994). Sehingga penentuan lokasi difokuskan

pada perkembangan jaringan masyarakat.

- Pengetahuan – berbasis ekonomi

Pengetahuan memainkan peran penting dalam ekonomi modern

yang menentukan kompetisi. Pengetahuan berbasis ekonomi

ditandai dengan cara menggunakan pengetahuan dalam hubungan

interaktif antara (pasar) peserta ketika memproduksi dan

menggunakan barang dan jasa (Raspe et al., 2004: 6).

Munculnya ekonomi berbasis pengetahuan ditunjukkan oleh

peningkatan tingkat pendidikan penduduk yang bekerja.

Perkembangan di mana tenaga kerja kurang didasarkan pada

kekuatan otot dan lebih pada keterampilan komunikasi dan

kemampuan mental. Modal manusia terdiri dari pengetahuan dan

keterampilan yang dapat digunakan secara produktif dalam

proses produksi. Orang terampil dan terdidik memiliki

karakteristik yang mereka dapat menyerap pengetahuan, yang

menurut teori human capital juga merupakan alasan bahwa

mereka adalah yang paling produktif. Akibatnya pemilihan

lokasi cenderung membentuk di suatu daerah dengan tingkat

tinggi modal manusia yang memiliki pengetahuan berbasis

ekonomi

- Ekonomi kreatif

Munculnya Ekonomi kreatif tumbuh dari orang-orang yang

belum tentu telah menikmati pendidikan yang lebih tinggi,

tetapi karena mereka kreatif dan memiliki ide-ide inovatif.

Dengan berpikir bukan dengan melakukan mereka membuat lebih

dari rata-rata kontribusi terhadap perekonomian. kelompok

kreatif ini menyatukan etos kerja Calvinis (dengan bekerja

keras sebagai tujuan yang paling penting dalam hidup) dengan

gaya hidup hedonistik (dengan kesenangan sebagai tujuan

utama). Akibatnya muncul identifikasi penting untuk pilihan

lokasi, kelompok kreatif rela ingin hidup, membangun diri dan

perusahaan baru muncul. Perkembangan ini menawarkan

perspektif yang menarik untuk daerah dan kota-kota karena

lebih banyak pekerjaan dan inovasi.

Implikasi Teori terhadap Lokasi yang dipilih

Implikasi Teori dengan menggunakan pendekatan keruangan

dengan metode difusi menyebabkan pemilihan lokasi cenderung

mengalami penyebaran tidak fokus pada satu lokasi yang dominan

akan tetapi lokasi yang dipilih cenderung memperhatikan kualitas

spasial. Kualitas spasial dianggap di Belanda sebagai konsep

inti dalam perencanaan tata ruang serta tujuan utama kebijakan

tata ruang (WRR, 1998: 1).

Konsep kualitas tata ruang ini dikembangkan dengan cara

tiga komponen : nilai guna, nilai persepsi dan nilai masa depan.

Sebuah nilai guna yang tinggi terjadi ketika ruang bisa

digunakan dengan cara yang aman untuk beberapa tujuan. Nilai

persepsi memainkan peran penting dalam lingkungan hidup

masyarakat. Nilai Percetpion juga melibatkan keragaman spasial

dan variasi. Nilai masa depan meliputi karakteristik seperti

keberlanjutan, keanekaragaman hayati, ketahanan dan

fleksibilitas, baik mengenai kesesuaian untuk bentuk penggunaan

baru dan diterimanya untuk makna baru budaya dan ekonomi (VROM,

2005: 19). Dengan demikian istilah tiga komponen yang dibuat

harusnya mampu memotivasi sejumlah tugas besar spasial, termasuk

perencanaan.

Lesson Learned

Pelajaran yang dapat diambil dari critical review journal

spatial quality, location theory and spatial planning adalah

dalam suatu perencanaan untuk penentuan lokasi tidak hanya kita

memperhatikan dari sisi jarak terhadap pasar, jarak terhadap

bahan baku maupun jarak karena biaya rendah. Akan tetapi dengan

seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi karena

adanya globalisasi hal tersebut cenderung tidak terlalu

dipermasalahkan bagi Negara Belanda karena mereka pikir bahwa

dengan adanya jaringan masyarakat, pengetahuan yang berbasis

ekonomi dan ekonomi kreatif inilah yang mendorong Negara Belanda

mudah dalam penentuan lokasi. Penentuan lokasi yang mereka pilih

cenderung memperhatikan kualitas spasial atau kualitas keruangan

yang nantinya digunakan dalam perencanaan spasial untuk tata

ruang di Negara Belanda.

Daftar Pustaka

Assink, Mathijs. Groenendijk, Nico. 2009. “Spatial Quality,

Location Theory, dan Spatial Planning”. Paper at Regional

Studies Association Annual Conference 2009.

Bintarto, R dan Hadisumarno, Surastopo. 1979. Metode Analisa

Geografi. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi

dan Sosial (LP3ES): Jakarta

“Teori Difusi”

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/

196209021990011-ASEP_MULYADI/10.teori_difusi.pdf diakses pada 17

Maret 2015

http://www.spatial.maine.edu