CIDERA OTAK DAN PENATALAKSANAANNYA

17
CIDERA OTAK DAN PENATALAKSANAANNYA Oleh: Agus Turchan SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo Surabaya DR. dr. Agus Turchan, Sp.BS (K) 2009

Transcript of CIDERA OTAK DAN PENATALAKSANAANNYA

CIDERA OTAK DAN PENATALAKSANAANNYA

Oleh: Agus Turchan SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo Surabaya

DR. dr. Agus Turchan, Sp.BS (K)

2009

Agus Turchan Page 2

CIDERA OTAK DAN PENATALAKSANAANNYA

oleh :

Agus Turchan

SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo

Surabaya

Pendahuluan Dengan kemajuan industrialisasi serta peningkatan sarana transportasi dan

mobilisasi manusia, barang dan jasa dari satu tempat ketempat lain tetapi tidak diimbangi

pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang cukup memadai serta kepatuhan

terhadap peraturan berkendara dari pengguna jalan, berakibat tingginya angka cidera

kepala, yang setiap tahun cenderung meningkat. Hal ini masih diperparah dengan

kurangnya ketrampilan dan pemahaman mengenai penanganan cidera kepala dari tenaga

medis/paramedis yang akan berakibat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas,

sehingga salah satu cara untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas adalah

dengan meningkatkan pengetahuan tenaga medis/paramedis dalam penanganan pertama

terhadap cidera kepala. Dalam 3 dekade terakhir ini telah ditemukan alat bantu diagnostik

cidera otak dan komplikasinya yang modern dan tidak invasive mulai dari CT Scan (

Computerized Tomography Scanning ), MRI ( Magnetig Resonance Imaging ) dengan

segala program variant , sampai PET ( Positron Emission Tomography ) , obat-obatan

yang lebih toleran terhadap cidera otak serta peralatan perawatan neuro-intensive yang

lebih canggih, menjadikan penanganan cidera otak lebih komplek dan spesialistik.

Walaupun demikian penanganan awal yang baik dapat mengurangi resiko terjadinya

cidera otak sekunder.

Mekanisme cidera kepala

Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala maka

mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi 2:

- Static loading

- Dynamic loading:

- Lesi impact

- Lesi akselerasi-deselerasi

Static loading

Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari

200 milidetik, mekanisme static loading ini jarang terjadi, tetapi kerusakan yang

dihasilkan sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang

kepala, jaringan otak dan pembuluh darah otak.

Dynamic loading

Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50 milidetik), gaya yang

bekerja pada kepala dapat secara langsung (Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja

tidak langsung (Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic

loading ini paling sering terjadi.

Agus Turchan Page 3

Impact injury

Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala

arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan

diteruskan sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya

impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury

akan menimbulkan lesi:

- Cidera pada kulit kepala (SCALP):

- Vulnus apertum

- Excoriasi

- Hematom

- Cidera pada tulang atap kepala:

- Fraktur linier.

- Fraktur diastase

- Fraktur steallete

- Fraktur depresi

- Fraktur basis kranii.

- Hematom intrakranial:

- Hematom epidural

- Hematom subdural

- Hematom intraserebral

- Hematom intraventrikular

- Kontusio serebri:

- Contra coup kontusio

- Coup kontusio

- Laserasi serebri

- Lesi diffuse:

- Komosio serebri

- Diffuse axonal injury.(DAI)

Lesi akselerasi - deselerasi

Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain

tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang

kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah,

maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu

sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala

berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar

tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan

tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa:

- Hematom subdural

- Hematom intraserebral

- Hematom intraventrikel

- Contra coup kontusio

selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan

yang menyebabkan lesi diffuse berupa:

- Komosio serebri

- Diffuse axonal injury

Agus Turchan Page 4

CIDERA OTAK PRIMER Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact

injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi, cidera otak primer ini dapat berlanjut

menjadi cidera otak sekunder, jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik,

maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder.

1. Cidera pada SCALP

Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindugi

jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati

jaringan otak. SCALP merupakan singkatan dari Skin, subCutan, Aponeurosis galea,

Loose arerolar, Periosteum. Cidera pada scalp dapat berupa:

- Eskoriasi.

- Vulnus apertum.

- Hematom subcutan

- Hematom subgaleal

- Hematom subperiosteal.

Pada eskoriasi dapat dilakukan wound toilet, yakni mencuci luka serta

menghilangkan jaringan yang sudah tidak berfungsi maupun benda asing, sedangkan

pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea

aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari dead space antara

periosteum dan subcutis sedangkan didaerah subcutan banyak mengandung pembuluh

darah, demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom

dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi sampai terbentuknya abses).

Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu

lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang nonabsorbsable tetapi dengan

simpul yang terbalik, untuk menghindari terjadinya "druck necrosis/nekrosis akibat

penekanan , pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan

injeksi anti tetanus.

Pada kasus dengan hematom subcutan sampai hematom subperiosteum dapat

dilakukan bebat tekan kemudian diberikan analgesia, jika selama 2 minggu hematom

tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi steril, Pada bayi dan anak –anak dimana

hematom yang lebih dari 2minggu tidak dapat diserap, harus dipikirkan terjadinya

fraktur kalvaria.

Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena perdarahan begitu banyak dapat

terjadinya shok hipovolumik

2. Fraktur linier kalvaria

Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada

tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan terjadi

fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tidak ada terapi khusus pada

fraktur linier ini tetapi karena gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut

cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari

penelitian di RS. Dr. Sotomo Surabaya didapatkan 88% epidural hematom disertai

dengan fraaaktur linier kalvaria.Jika gambaran fraktur tersebut kesegala arah disebut

"Steallete fracture", jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur

3. Fraktur depresi

Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk

rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah

Agus Turchan Page 5

tidaknya fragmen fraktur berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2

yaitu : fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka.

3.a. Fraktur depresi tertutup Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan operatip kecuali

bila fraktur tersebut menyebabkan:

1. Gangguan neurologis, misal kejang-kejang, hemiparese/plegi, penurunan

kesadaran

2. Secara kosmetik jelek misal : fraktur depresi didaerah frontal yang

berhubungan dengan pekerjaannya.

Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan

penekanan pada jaringan otak.setelahnya mengembalikan dengan fiksasi pada tulang

disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa disertai adanya gangguan

neurologis tidak perlu dilakukan operasi.

3.b. Fraktur depresi terbuka

Semua fraktur epresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk

mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis) Yaitu mengangkat fragmen

yang masuk, membuang jaringan yang devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda

asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit duramater secara "water tight"/kedap air

kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan atau pun dibuang, fragmen tulang

dikembalikan jika :

- Tidak melebihi golden periode (24 jam)

- Duramater tidak tegang.

Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat

secara mozaik

4. Fraktur Basis kranii

Secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis kranii dan kalvaria yaitu:

- Pada basis kranii tulangnya lebih tipis dibandingkan tulang daerah kalvaria.

- Duramater daerah basis kranii lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria

- Duramater daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah

kalvaria

Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan duramater

Klinis ditandai dengan:

- Bloody otorrhea.

- Bloody rhinorrhea

- Liquorrhea

- Brill Hematom

- Batle's sign

- Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N VIII

Diagnose fraktur basis kranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan

diagnose secara radiologis oleh karena:

- Foto basis cranii posisinya hanging Foto , dimana posisi ini sangat berbahaya

tertutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun

pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan

gangguan pernafasan

- Adanya gambaran fraktur pada foto basis kranii tidak akan merubah

penatalaksanaan dari fraktur basis kranii.

- Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis kranii.

Agus Turchan Page 6

Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi:

- Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk,

mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

- Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan

tampon steril (Consul ahli THT) pada tanda bloody otorrhea/ otoliquorrhea,

- Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea /otoliquorrhea penderita

tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.

- Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya

meningoensefalitis masih kontroversial, di SMF Bedah Saraf RSU Dr.

Soetomo kami tetap memberikan antibiotika profilaksis dengan alasan

penderita fraktur basis kranii dirawat bukan diruangan steril / ICU tetapi di

ruang bangsal perawatan biasa dengan catatan pemberian kami batasi sampai

bloody rhinorrhea/otorrhea berhenti.

Komplikasi yang paling sering terjadi dari fraktur basis kranii meliputi:

- mengingoensefalitis

- abses serebri.

- Lesi nervii cranialis permanen

- Liquorrhea.

- CCF (Carotis cavernous fistula).

5. Komosio serebri

Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan

anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan

penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit

kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada

pemeriksaan radiologis CT Scan : tidak didapatkan adanya kelainan.

6. Kontusio serebri

Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat

adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang

tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelaianan neurologis

akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-

muntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemeriksaan CT Scan

didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri

menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang

mengalami contusio serebri.yang gambaran pada CT Scan disebut "Pulp brain "

7. Epidural hematom (EDH = Epidural hematom)

Epidural hematom adalah hematom yang terletak antara duramater dan tulang,

biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya :

- Arteri meningica media (paling sering)

- Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria)

- Vena emmisaria.

- Sinus venosus duralis

Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi

(ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang

dapat berupa :

- hemiparese/plegi

- pupil anisokor

- reflek patologis satu sisi

Agus Turchan Page 7

Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil

anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi/ipsilateral dengan lokasi

EDH sedangkan Hemiparese/plegi letaknya kontralateral dengan lokasi EDH,

sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH

karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat

dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik

prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan

kompensasi)

Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan

bentuk bikonvek diantara 2 sutura,

Sedangkan indikasi operasi jika:

- Terjadinya penurunan kesadaran

- Adanya lateralisasi

- Nyeri kepala yang hebat dan menetap yang tidak hilang dengan pemberian

anlgesia.

- Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari

1 CM atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm.

Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan

sumberperdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan jika saat

operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak

dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat

disimpan subgalea.

Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan

diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu "

Burr hole explorations " yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya

dilakukan pada titik-titik tertentu yaitu (berurutan)

- pada tempat jejas/hematom

- pada garis fratur

- pada daerah temporal

- pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria)

- pada daerah parietal

- pada daerah occipital.

Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8,

datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun

8. Subdural hematom (SDH)

Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan

duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari :

- Bridging vein (paling sering)

- A/V cortical

- Sinus venosus duralis

Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 :

- Subdural hematom akut : terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian

- Subdural hematom subakut: terjadi antara 3 hari – 3 minggu

- Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.

Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai

adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.

Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens

yang berupa bulan sabit (cresent)..

Agus Turchan Page 8

Indikasi operasi menurut EBIC (Europe brain injury commition) pada perdarahan

subdural adalah :

- jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM.

- Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5mm.

Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumer perdarahan

oleh karena biasanya disertai dengan edema serebri biasanya tulang tidak

dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea.

Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya

penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak serta usia

penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah

GCS, makin jelek prognosenya makin tua penderita makin jelek prognosenya adanya

lesi lain akan memperjelek prognosenya.

9. Intracerebral hematom (ICH)

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya

akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai

dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada

pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yng disertai dengan edema

disekitarnya (perifokal edema)

Indikasi dilakukan operasi jika:

- Single

- Diameter lebih dari 3 CM

- Perifer.

- Adanya pergeseran garis tengah

- Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis

/lateralisasi

Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari

tulang kepala.

Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang

menentukan prognose perdarahan subdural

10. Diffuse axonal injury (DAI)

Secara definisi yang disebut diffuse axonal injury adalah koma lebih dari 6 jam yang

pada pemeriksaan CT Scan tidak didapatkan kelainan (gambaran hiperdens), jadi yang

dipakai sebagai golden standart diagnostic adalah CT Scan. Secara klinis DAI dibagi

menjadi 3 gradasi:

DAI ringan : jika koma terjadi antara 6 – 24 jam.

DAI sedang: jika koma lebih dari 24 jam tanpa disertai tanda-tanda deserebrated

decorticated.

DAI. Berat: Jika koma lebih dari 24 jam yang disertai tanda-tanda deserebrated /

decorticated.

Sedangkan menurut WHO yang disebut koma jika GCS kurang dari 8.(Unopen eyes,

unuterred words and unobey commands)

Pada kasus dengan DAI berat, biasanya prognosenya jelek.

Agus Turchan Page 9

CIDERA OTAK SEKUNDER Cidera otak yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan

yang baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses metabolisme dan

neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer

berubah menjadi cidera otak sekunder yang meliputi :

- Edema serebri

- Infark serebri

- Peningkatan tekanan intra kranial

Edema serebri

Adalah penambhan air pada jaringan otak/ sel-sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2

macam edema serebri :

- Edema serebri vasogenik

- Edema serebri sitostatik

Edema serebri vasogenik

Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari "blood brain barrier" (sawar

darah otak) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak

(ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan

osmotik cairan intra selluler akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraselluler

yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari

sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak

mengalami pengkosongan ("shringkage")

Edema serebri Sitostatik

Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang

(hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka

metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O) sedangkan dalam

keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karean

kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses

pumpa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan

ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang

seharusnya dipumpa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersamaan masuknya

natrium, maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler

Gambaran CT Scan dari edema serebri :

- Ventrikel menyempit

- Cysterna basalis menghilang

- Sulcus menyempit sedangkan girus melebar

Terapi dari edema serebri

Secara prinsip terapi dari edema serebri adalah menghilangkan air yang ada dalam sel

(intraseluler) ataupun air diluar sel (ekstraseluler) dengan cara:

- cairan hiperosmotik (manitol) dengan dosis 0,5 g – 1 g/Kg BB/kali diberikan

secara bolus dalam waktu 15 – 20 menit., disamping sebagai cairan

hiperosmolar maka manitol dengan dosis rendah berfungsi sebagai penangkap

bahan radikal bebas dan dapat meningkatkan mikrosirkulasi dari sel-sel darah

merah (rheologi), pemberian manitol selama 4 hari kemudian dilakukan

tapering agar tidak terjadi "rebound phenomena".

- Kortikosteroid, obat ini dapat memperbaiki sawar darah otak sehingga secara

tidak langsung memperbaiki edema serebri, tetapi obat ini tidak digunakan

Agus Turchan Page 10

pada kasus cidera kepala karena manfaatnya lebih sedikit dibandingkan dengan

kerugiannya.Kortikiosteroid sangat bermanfaat untuk edema serebri yang

disebabkan oleh tumor otak baik primer maupun metastase.

- Deuritika., biasanya yang digunakan furosemide

Tekanan intra kranial

Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3

komponen yaitu :

- jaringan otak seberat 1200 gram

- cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram

- darah dan pembuluh darah seberat 150 gram

Menurut doktrin Monroe-Kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala adalah

konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka

sebagian dari komponen tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula-mula

mengalami kompensasi adalah cairan serebrospinalis yaitu pindah kedalam sisterna

ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis penderita

mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat, jika kompensasi dari cairan

serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung

maka terkjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang

bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara :

- Vaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat

- Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari

peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan

gangguan pola nafas disebut "trias Cushing"

Jika kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan

penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan

komponsasi yaitu berpindah ketempat yang kosong ("locus minoris") perpindahan jaringan

otak tersebut disebut herniasi cerebri, ada beberapa macam:

- herniasi serebri subfalxine

- herniasi serebri "upward"

- herniasi serebri tentorial (lateral/uncus)

- herniasi serebri tentorial (central)

- herniasi tonsilar

Tanda-tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya,. Pada umumya klinis dari

peningkatan tekanan intrakranial adalah :

- Nyeri kepala.

- Mual, muntah

- Pupil bendung

"Sekunder insult"

Adalah kondisi penderita yang bertambah buruk akibat terjadinya cidera otak sekunder

karena terjadinya kesalahan penanganan oleh tenaga medis/paramedis misal : - Saat

transportasi tidak dipasang infus sehingga terjadi shock, ataupun tidak dilakukan

penanganan airway sehingga terjadi hipoksia, sekunder insult dapat terjadi di dalam rumah

sakit (paling sering) maupun saat diluar rumah sakit

Agus Turchan Page 11

Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD

Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang

telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced trauma life support) yang meliputi, anamnesa

sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi: -

Airway

- Breathing

- Circulasi

- Disability

Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara :

- Kepla miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing

- Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi

atauipun rotasi.

- Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera

vertebrae cervikal sampai terbukti sebaliknya, maka perlu dipasang collar

brace.

jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak

usahakan untuk dilakukan intubasi dan suport pernafasan.

Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya

normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan

nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2

antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang

berakibat terjadinya edema serebri sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan

menyebabkan vaso konstriksi yang berakibat terjadinya iskemia., periksa tekanan oksigen

(PO2) 100 mmHg jika kurang beri Oksigen masker 8 liter/ menit.

Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :

- Periksa denyut nadi/jantung, jika (-) lakukan resusitasi jantung.

- Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100 atasi dengan infus cairan RL, cari sumber

perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa

hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala

meningkatkan angka kematian 2 X

- Hentikan perdarahan dari luka terbuka

Pada pemeriksaan disability / kelainan kesadaran:

- Periksa kesadaran : memakai Glasgow Coma Scale

- Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya

langsung maupun konsensual./tidak langsung

- Periksa adanya hemiparese/plegi

- Periksa adanya reflek patologis kanan kiri

- Jika penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi

luhur misal adanya aphasia

Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara

melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti Skull foto, foto thorax, foto

pelvis, CT Scan dan pemeriksaan tambahan yang lain seperti pemeriksaan darah

(pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama).

Glasgow Coma Scale (GCS)

Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang

sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis, somnolen dimana

pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu pemeriksaan

dengan pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara

Glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu:

Agus Turchan Page 12

1. Reaksi membuka mata

2. Reaksi verbal

3. Reaksi motorik

Ad 1. Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

Ad 2. Reaksi verbal

Reaksi verbal Nilai

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

Ad 3. Reaksi motorik

Reaksi motorik Nilai

Mengikuti perintah 6

Melokakisir rangsangan nyeri 5

Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4

Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3

Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2

Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu :

- Cidera kepala derajad ringan, bila GCS : 13 – 15.

- Cidera kepal derajad sedang, bila GCS: 9 – 12.

- Cidera kepala derajad berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8

Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka

reaksi verbal diberi tanda "X", atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak

dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai "X",

sedangkan jika penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi

verbal diberi nilai " T "

Indikasi foto polos kepala

Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala

karena masalah biaya dan kegunaannya yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi

indikasinya meliputi :

- Jejas lebih dari 5 Cm.

- Luka tembus (tembak/ tajam)

- Adanya corpus alineum

- Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi)

- Nyeri kepala yang menetap

- Gejala fokal neurologis

- Gangguan kesadaran (GCS < 15)

Agus Turchan Page 13

Catatan :

- Jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto kepala tersebut tidak

memenuhi syarat.

- Pada curiga adanya fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi AP/

Lateral dan oblique.

Indikasi CT Scan

- Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah

pemberian obat-obatan analgesia/ anti muntah

- Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapatnya lesi

intrakranial dibandingkan dengan kejang general

- Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor-faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,

febris, dll)

- Adanya lateralisasi

- Adanya Fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur

depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

- Luka tembus akibat benda tajam dan peluru

- Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS

- Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X/menit)

Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)

- Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15)

- Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri)

- Adanya gangguan fokal neurologis (Hemiparese/plegi, kejang-kejang, pupil

anisokor)

- Nyeri kepala, mual-mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di UGD

dan telah diberikan obat anlgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak ada

perbaikan

- Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemeriksaan foto kepala

- Klinis adanya tanda-tanda patah tulang dasar tengkorak.

- Luka tusuk atau luka tembak

- Adanya benda asing (corpus alienum)

- Penderita disertai mabuk

- Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,

gangguan faal pembekuan.

- Indikasi sosial:

- Tidak ada yang mengawasi di rumah jika dipulangkan.

- Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi

masalah akan menyulitkan penderita,

Pada saat penderita dipulangkan harus diberi advice (lembar penjelasan) apabila terdapat

gejala seperti ini harus segera dipulangkan :

- Mual-muntah serta sakit kepala yang menetap

- Terjadinya penurunan kesadaran

- Penderita mengalami kejang-kejang

- Gelisah

Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selam kurang lebih 2 X 24 jam

dengan cara membangunkan tiap 2 jam

Agus Turchan Page 14

Perawatan di rumah sakit

1. GCS 13 – 15

- Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose

cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema

serebri) Di RS Dr Soetomo Surabaya digunakan D5% 1/2 salin kira-kira 1500

– 2000 cc/24 jam untuk orang dewasa

- Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika penderita tetap muntah

harus dipuasakan selama 6 jam, jika tidak muntah dicoba minum sedikit-sedikit

(Pada penderita yang tetap sadar)

- Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal

selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian kemudian

duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS

15)

- Jika memungkinkan dapat diberikan obat neurotropik,seperti : Citicholine,

dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari

- Minimal penderita MRS selam 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari cidera

kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur-angsur

berkurang sampai 48 jam pertama

2. GCS < 13

- Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15 –

300) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial

turun.

- Beri masker Oksigen 6 – 8 liter/menit

- Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100mmHg, jika tidak ada

perbaikan dapat diberikan vasopressor.

- Pasang infus D5% 1/2 saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30 CC/KgBB

/24 jam

- Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan

yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr)

untuk memberikan makanan, yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan

500 CC Dextrose 5% gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk

menghindari atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya

sangat tinggi pH nya (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan

sehingga tidak terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui

pipa lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan-lahan samai didapatkan

volume 2000 CC/ 24 jam dengan kalori 2000 Kkal., keuntungan lain dari

pemberian makanan peroral lebih cepat pada penderita tidak sadar antara laian :

- Mengurangi translokasi kuman di dinding usus halus dan usus besar

- Mencegah normal flora usus masuk kedalam system portal

- Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya

statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri kan

kanan setiap 2 jam

- Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh

langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan

masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernafasan. Pada

penderita gelisah dapat terjadi karena:

- Nyeri OK :- fraktur

- kandung seni yang penuh

- tempat tidur yang kotor

Agus Turchan Page 15

- Penderita mulai sadar

- Penurunan kesadaran

- shock

- Febris

Obat penenang hanya diberikan bila tidak didapatkan adanya hematom intrakranial

yang diketahui dari pemeriksaaan CT Scan.

Pada penderita dengan gelisah yang tidak disertai adanya lesi fokal intrakranial

oleh penulis dapat diberikan obat Chlorpromazine 12,5 mg (1/4 ampul) diberikan

IM pemberian dapat diulang 4 jam kemudian, pemberian obat ini harus hati-hati

karena dapat menyebabkan terjadinya orthostatik hipotensi

Obat-obatan yang lain:

- Antibiotika jika terdapat luka, atas indikasi yang lain biasanya golongan

penisillin misal ampicillin dengan dosis 50 mg/Kg BB/ hari dosis dibagi 4

- Analgesik biasanya, metamizol (dewasa 3 X 1 ampul /IV)

- Antimuntah, metocloperamide (dewasa 3X 1 ampul /IV)

- Neurotropik seperti Citi cholin dengan dosis 3 X 250 mg/hari minimal 5 hari

dan jika masih terdapat gejala sisa diteruskan sampai 8 minggu

Pada penderita kejang :

- Hentikan kejang dengan pemberian diazepam dosis 0,1 – 0,2 mg/kg sampai

kejang berhenti, tetapi jangan memberikan diazepam jika kejang sudah

berhenti sedangkan untuk mencegah kejang dapat diberikan diphenyl hidantoin

dengan dosis 5 – 8 mg/Kg BB/ hari dibagi 2 – 3, setelahnya harus dicari apa

penyebab kejang tersebut apakah faktor intrakranial atau faktor ekstrakranial

Pada penderita yang febris: febris dapat dibedakan oleh karena faktor intrakranial

akibat terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (central) atau akibat faktor

ekstrakranial misal hipotensi, infeksi sehingga sebelum diberikan antipiretika harus

dicari penyeabnya lebih dahulu karena obat anti piretika kadang dapat

menyebabkan hipotensi,

Observasi Observasi pada kasus cidera kepala adalah kemauan dari paramedis/medis untuk mencari

komplikasi dini/lanjut dari cidera kepala tersebut seperti adanya intrakranial hematom.

Jadi hal-hal yang perlu di observasi meliputi faktor-faktor ekstrakranial serta adanya

tanda-tanda dari adanya lesi massa intrakranial.

Tanggal:

Jam Tensi Nadi RR Suhu GCS Lat Cairan

Masuk Keluar

Lain-lain yang perlu dicatat adalah kalau penderita mengalami muntah-muntah, sakit

kepala yang terus menerus, jadi perubahan yang ditemukan harus dicatat dan dilaporkan

untuk keperluan tindakan diagnostik ataupun terapeutik.

6 jam pasca cidera kepala penderita harus dilakukan observasi tiap 15 menit sedangkan

pada 6 jam berikutnya tiap 30 menit dan sisanya sampai 48 jam dilakukan observasi tiap 1

jam.

Agus Turchan Page 16

Merujuk penderita

Tidak semua penderita dapat dilakukan perawatan di Rumah sakit didaerah oleh karena

keterbatasan dari sarana, prasaranaserta tenaga ahli Bedah / Bedah Saraf, jadi indikasi

untuk merujuk penderita adalah untuk alasan diagnostik :

- Penderita yang memerlukan CT Scan:

- Adanya lateralisasi Untuk diagnostik lebih lanjut dengan CT Scan

- Penderita kontusio serebri selama perawatan 3 hari, tidak ada perubahan dari

GCS

- Curiga terjadinya lesi massa intrakranial yang memerlukan pemeriksaan lebih

lanjut (CT Scan)

- Penderita yang memerlukan terapeutik :

- Fraktur depresi terbuka yang menyilang garis tengah

- Lesi massa intra kranial dimana tidak terdapat tenga ahli maupun peralatannya.

Sebelum melakukan rujukan sebaiknya dilakukan komunikasi lebih dulu dengan tempat

yang akan dilakukan rujukan untuk:

- Mendiskusikan indikasi rujukan.

- Mencegah rujukan yang tidak perlu.

- Menginformasikan kondisi penderita

- Memastikan kesiapan tempat, tenaga serta peralatan yang sesuai dengan kasus

rujukan.

- Mendiskusikan terapi dan advis lain pada saat transportasi.

Agus Turchan Page 17

Daftar kepustakaan

1. Bajamal AH, Darmadipura, HM, Kasan HU: Pedoman penanganan cidera kepala dan

cidera tulang belakang. IKABSI, Surabaya 1993.

2. Genarelli TA, Meaney DF: Mechanism of primary head injury in Wilkins RH

Rengachary SS (eds) Neurosurgery 2nd

edition, Vol II; 1996: 2611 - 22.

3. Levin LS, Barwick WJ. Scalp injury. In Wilkin RH & Rengachary SS (eds) 2nd

, Vol II,

1996: 2727 - 38.

4. Turner DA: Neurological evaluation of patient with head trauma: Coma scale. In

Wilkin RH, Rengachary SS (eds) Neurosurgery 2nd

edition, Vol II; 1996: 2267 - 74