Brand - Jesslyn_Laporan Final
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Brand - Jesslyn_Laporan Final
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Brand
Menurut Slade-Brooking (2016), brand memiliki arti reputasi atas sesuatu
atau seseorang yang menjadi pembeda dari kompetitor. Sebuah brand
memiliki value unik yang mendefinisikan karakter sebuah dari sebuah brand,
serta menjadi sarana komunikasi dengan target market.
2.1.1. Branding
Wheeler (2018) mengatakan, pada era modern ini semakin banyak brand
yang bersaing dan berlomba-lomba untuk bisa lebih stand-out dibandingkan
dengan kompetitornya. Untuk itu, branding memiliki peran untuk membantu
suatu perusahaan/organisasi untuk dapat memiliki identitas tertentu dan agar
dapat terhubung dan berkomunikasi dengan konsumen baik secara secara
emosional dan juga secara mental.
2.1.1.1. Tujuan branding
Branding memiliki 3 tujuan utama, diantaranya adalah:
A. Navigasi
Branding harus dapat membantu konsumen untuk dapat memilih
dan menentukan pilihan dari sekian banyaknya persaingan antar
brand di dunia marketing.
7
B. Meyakinkan
Branding harus dapat membantu konsumen agar lebih yakin
dengan pilihan yang telah dibuatnya terhadap suatu brand.
C. Mempertahankan
Branding harus dapat membantu konsumen untuk bertahan agar
selalu loyal terhadap sebuah brand dan tidak beralih kepada
brand dari kompetitornya.
2.1.1.2. Jenis-jenis branding
Menurut Wheeler (2018, hlm. 6), branding terdiri atas beberapa jenis,
diantaranya adalah:
A. Co-Branding, dimana sebuah brand berkolaborasi atau
berkerjasama dengan brand lain yang bergerak pada industri yang
sama/berbeda untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
B. Digital Branding, dimana sebuah brand memanfaatkan website,
sosial media maupun search engine seperti Google untuk
memaksimalkan penjualan dan meningkatkan awarenessnya.
C. Personal Branding, dimana seseorang yang memiliki peran
tertentu dalam masyarakat seperti public figure, membangun
reputasinya dengan menciptakan branding atas dirinya.
8
D. Cause Branding, dimana sebuah brand diselaraskan untuk
memenuhi kepentingan sosial dan amal atau untuk pelaksanaan
CSR atau Corporate Social Responsibility.
E. Country Branding, dimana sebuah negara melakukan branding
untuk menarik para turis dan investor bisnis.
2.1.1.3. Kondisi dalam branding
Menurut Wheeler (2018, hlm. 7), terdapat beberapa kondisi dimana
sebuah perusahaan akan membutuhkan branding atau re-branding,
diantaranya adalah:
A. New company, new product
Disaat sebuah brand baru akan dimulai atau brand yang sudah
berjalan, mengeluarkan sebuah produk baru yang sudah tidak
sejalan lagi atau tidak memiliki prinsip yang sama dengan
branding yang terdahulu, sehingga memerlukan pembaharuan
identitas atau penggantian branding.
B. New change
Disaat sebuah brand mengganti nama/identitas dikarenakan
beberapa alasan tertentu yang kemungkinan akan merugikan
perusahaan dan/atau konsumennya.
C. Revitalize the brand
Disaat sebuah brand ingin mengubah positioning dan citra dalam
benak masyarakat atau menggantinya dengan citra yang baru.
9
D. Revitalize a brand identity
Disaat sebuah brand membutuhkan pembaharuan identitas, dapat
dikarenakan kurangnya awareness masyarakat terhadap sebuah
brand atau karena citra dari brand sudah tidak selaras dengan
perkembangan jaman dari target market.
E. Create an integrated system
Disaat sebuah brand tidak merepresentasikan konsistensi akibat
oleh kurangnya penggunaan identitas yang terintegrasi antar
divisi didalam sebuah perusahaan.
F. When companies merge
Disaat dua atau lebih perusahaan bergabung menjadi satu dan
ingin memperjelas identitas/citra baru kepada para konsumen.
2.1.1.4. Tahapan branding
Menurut Wheeler (2018) terdapat 5 tahapan dalam sebuah proses
perancangan sebuah identitas visual, diantaranya:
1. Conducting research
Mengumpulkan informasi, melakukan riset serta fenomena
yang ada secara menyeluruh, menentukan target market,
value, serta SWOT dari brand tersebut.
2. Clarifying strategy
Menganalisa hasil informasi yang telah dikumpulkan pada
tahap conducting research, serta menyusun strategi
10
perancangan berdasarkan informasi dan insight yang didapat,
yang akan digunakan pada proses perancangan.
3. Designing identity
Tahapan proses kreatif baik dari membuat creative brief,
membuat konsep, menentukan look and feel, hingga
mengaplikasikan hasil analisis ke dalam bentuk visual.
4. Creating touchpoints
Tahapan ini merupakan finalisasi dari identitas yang telah
dibuat dengan mengaplikasikannya ke dalam berbagai media
yang dapat mendukung brand identity tersebut.
5. Managing Assets
Tahapan ini merupakan tahapan yang berfungsi untuk
menjaga konsistensi dari perancangan yang sudah dibuat,
dalam bentuk perancangan brand book atau guidelines.
2.1.2. Brand Equity
Keller (2013, hlm. 73), mengatakan bahwa brand equity memiliki arti
seberapa kuatnya tingkat asosiasi konsumen dalam mengingat suatu brand,
yang menjadi top-of-mind di dalam benaknya dibandingkan dengan
kompetitornya, atau dengan kata lain adalah awareness level dari konsumen
dan familiarity yang kuat terhadap suatu brand. Untuk mencapai brand equity
diperlukan sebuah brand awareness dan brand recall yang kuat.
11
2.1.3. Brand Awareness
Menurut Keller (2013, hlm. 73-74), dalam mencapai brand awareness
dibutuhkan dua hal, yaitu brand recognition dan brand recall. Brand
recognition adalah kemampuan konsumen dalam mengenali suatu brand.
Sedangkan brand recall adalah kemampuan konsumen dalam mengingat
suatu brand dibandingan dengan kompetitornya. Cara untuk mendapatkan
brand awareness adalah dengan memberikan mengingatkan brand secara
aktif kepada konsumen dengan cara melihatnya, mendengarnya ataupun
memikirkannya agar brand tersebut selalu ada di ingatan konsumen. Keller
(2013) juga mengatakan, dengan terciptanya brand awareness terdapat
beberapa keuntungan bagi suatu brand, diantaranya adalah:
A. Learning advantages: Keadaan dimana konsumen dengan mudah
mempelajari dan mengingat asosiasi dari suatu brand.
B. Consideration advantages: Keadaan dimana salah satu brand
akan diingat pada saat konsumen mengambil keputusan dan
menjadi bahan pertimbangan diantara banyaknya brand lain.
C. Choice advantages: Keadaan dimana suatu brand dipilih
dibandingkan kompetitor sejenisnya. Keadaan inilah dimana
sebuah brand dianggap sudah well-established.
2.1.4. Brand Image
Menciptakan brand image juga berarti membantu dalam peningkatan brand
awareness dalam menciptakan asosiasi brand yang kuat. Brand image dapat
12
diciptakan dengan menciptakan exposure berulang yang akan berdampak
pula pada brand recognition (Keller, 2013, hlm. 76). Menciptakan brand
image yang positif memerlukan pemasaran yang berkaitan dengan asosiasi
brand. Asosiasi dapat berupa brand attributes atau brand benefits. Brand
attributes adalah karakteristik dari fitur yang ada pada sebuah brand,
sedangkan brand benefits adalah nilai-nilai personal mengenai suatu brand
yang melekat pada ingatan konsumen. Brand image sendiri juga berkaitan
dengan persepsi masyarakat mengenai sebuah atribut, benefit, perasaan atau
hubungannya dengan sebuah brand.
2.1.5. Nonprofit Branding
Holland (2013, hlm. 14) mengatakan bahwa bagaimanapun juga, semua hal
membutuhkan branding. Baik itu produk konsumen, selebriti, kepentingan
politik maupun agama, bahkan organisasi nonprofit sekalipun. Branding bagi
organisasi nonprofit berfungsi sebagai sarana penyampaian pesan dan nilai
yang merupakan inti dari organisasi nonprofit. Hal tersebut juga selaras
dengan pernyataan Daw & Cone (2013, hlm. 20), yang mengatakan bahwa
brand merupakan salah satu aset yang paling penting dari sebuah organisasi
nonprofit. Branding juga mempengaruhi masyarakat dalam hubungan
personal dan emosional, selain itu dalam beberapa kasus branding juga dapat
meningkatkan lebih dari 50 persen nilai pasar dari organisasi nonprofit.
13
2.1.5.1. Prinsip nonprofit branding
Terdapat 7 prinsip dari nonprofit branding menurut Daw & Cone
(2013, hlm. 28-31) yang dapat meningkatkan pendekatan dari sebuah
nonprofit brand, diantaranya:
A. Tentukan value atau nilai yang orisinil dari organisasi tersebut.
B. Tanamkan brand meaning dalam seluruh aspek organisasi.
C. Bentuklah image dari organisasi melalui brand ambassadors.
D. Kembangkan sistem komunikasi menjadi 360 derajat.
E. Memperluas brand dengan mengerahkan komunitas eksternal.
F. Kembangkan mitra brand guna memperluas jaringan dan
jangkauan dari organisasi.
G. Manfaatkan brand tersebut untuk dapat menghasilkan
pendapatan dan value.
Brand Identity
Wheeler (2018), mengatakan bahwa brand identity adalah sebuah bentuk
nyata dari suatu brand dan dapat dirasakan oleh konsumen. Brand identity
juga merupakan cara dari sebuah brand/perusahaan untuk lebih dekat,
dikenal, dibedakan dan dirasakan langsung oleh konsumennya.
2.2.1. Logo
Logo atau brandmarks adalah bentuk visual yang mengidentifikasi suatu
brand dari brand lainnya. Logo dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk,
14
dengan solusi dan pesan yang berbeda yang ingin disampaikan suatu brand
untuk mengkomunikasikan citra mereka kepada masyarakat.
2.2.1.1. Jenis-jenis logo
Logo dapat memiliki berbagai macam jenis dan bentuk. Masing-
masing jenis memiliki kesan dan dapat menimbulkan citra yang
berbeda-beda terhadap sebuah brand dimata target audience. Wheeler
(2018) membagi jenis logo kedalam 6 kategori, diantaranya adalah:
A. Wordmarks
Wordmarks adalah logo yang berbentuk tulisan, biasa diambil
dari nama sebuah brand atau bisa juga diambil dalam bentuk
akronim dari nama brand tersebut.
Gambar 2.1. Contoh Brand Dengan Logo Wordmarks
(https://global.canon/en/corporate/logo/, 2020)
Wordmarks logo yang baik harus dapat mempertahankan
legibilitas logo, namun dengan tetap menunjukkan ciri khas atau
karakteristik yang unik untuk brand tersbut.
B. Letterforms
Letterforms adalah logo yang menggunakan sebuah huruf yang
telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan menggunakan warna
15
atau elemen grafis lainnya agar dapat merepresentasikan
karakteristik dan identitas dari brand tersebut.
Gambar 2.2. Contoh Brand Dengan Logo Letterforms
(https://www.logolynx.com/topic/letterform, 2020)
Huruf yang dipilih dapat berupa inisial dari nama brand itu
sendiri, ataupun huruf lainnya yang memiliki arti tersendiri.
C. Emblems Marks
Emblems adalah logo yang memperlihatkan nama dari brand
tersebut dan sebuah gambar dan pada pengaplikasiannya,
keduanya aspek ini tidak dapat terpisahkan.
Gambar 2.3. Contoh Brand Dengan Logo Emblems
(https://www.thelogocreative.co.uk/logo-design/, 2019)
Gambar dan tulisan dari emblem marks ditutup dalam sebuah
frame baik secara jelas maupun tersirat dan keduanya tidak
digunakan atau dilihat secara terpisah.
16
D. Pictorial Marks
Pictorial marks adalah logo yang bentuknya merupakan hasil
simplifikasi dari sebuah benda yang dapat diidentifikasi secara
langsung oleh orang yang melihatnya.
Gambar 2.4. Contoh Brand Dengan Logo Pictorial Marks
(https://www.jessicajonesdesign.com/types-of-logos/, 2019)
Logo dari pictorial marks bisa diambil dari penggambaran
sebuah produk dari brand tersebut atau juga dari benda lain yang
memiliki arti tersendiri.
E. Abstract/Symbolic Marks
Abstract/symbolic marks adalah logo yang bentuknya tidak
harafiah, tidak dapat diidentifikasi sebagai suatu benda dan tidak
dapat dibaca, namun merepresentasikan sebuah pesan dan citra
dari perusahaan atau brand dibalik pembuatan logo itu sendiri.
Gambar 2.5. Contoh Brand Dengan Logo Abstract Marks
(https://cheekymonkeymedia.ca/blog/lets-learn-logo-lingo, 2019)
17
Abstract/symbolic marks memberikan kesempatan orang
yang melihatnya untuk menginterpretasikan sendiri maksud dari
logo tersebut, sehingga logo memiliki makna yang multitafsir.
F. Dynamic Marks
Dynamic marks adalah logo yang pada pengaplikasiannya dapat
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan, namun tetap terlihat
adanya unity dari keseluruhan pengunaan logo.
Gambar 2.6. Contoh Brand Dengan Logo Dynamic Marks
(https://www.behance.net/gallery/276451/City-of-Melbourne, 2019)
Pada perancangan logo dengan jenis dynamic marks,
desainer dapat memilih untuk mengubah warna, tulisan maupun
posisi logo sesuai dengan kebutuhan pengunaan logo.
2.2.1.2. Kriteria sebuah logo
Dalam mendesain sebuah logo, terdapat kriteria dan syarat-syarat
sebuah logo yang baik menurut Wheeler (2018):
18
A. Merepresentasikan dan mengkomunikasikan big idea,
positioning dan value kepada masyarakat dan target market.
B. Authentic, jujur, serta tidak melebih-lebihkan.
C. Merepesentasikan semua image dan citra perusahaan baik dari
budaya, produk dan jasa, maupun hal lainnya agar terjadi
kesinambungan yang sejalan dan searah.
2.2.2. Tagline
Wheeler (2018, hlm. 28) menjelaskan bahwa tagline merupakan sebuah frasa
singkat yang menggambarkan atau menjelaskan inti atau tujuan dari sebuah
brand. Sedangkan menurut Slade-Brooking (2016, hlm. 28), tagline dapat
digunakan secara berdampingan dengan logo, dan bertujuan untuk
menonjolkan value sebuah brand di mata masyarakat. Sebuah tagline harus
bersifat memorable, unik dan menggambarkan nilai-nilai yang ditawarkan
brand kepada konsumen yang dapat membedakannya dari kompetitor. Slade-
Brooking juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam perancangan sebuah tagline, diantaranya adalah:
A. Descriptive
Jenis ini menjelaskan secara deskriptif mengenai sebuah brand.
Bentuknya berupa deskripsi dari brand yang dapat berupa
layanan yang ditawarkan, produk atau berbentuk brand promise.
Contohnya adalah tagline dari brand Innocent, “Nothing but not
nothing but fruit”.
19
B. Superlative
Jenis tagline ini memposisikan sebuah brand sebagai top of mind
atau menempati posisi tertinggi dalam sebuah industri.
Contohnya adalah tagline dari brand BMW, “The ultimate
driving machine”.
C. Imperative
Jenis tagline ini berupa sebuah kalimat perintah, arahan atau
ajakan. Contohnya adalah tagline dari Nike, “Just do it”.
D. Provocative
Jenis tagline ini biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang
memiliki arti yang tersirat. Contohnya adalah tagline dari brand
Volkswagen, “Think Small”.
E. Specific
Jenis tagline ini menjelaskan secara spesifik mengenai jasa atau
produk dari sebuah brand. Contohnya adalah tagline dari DuPont,
“Better things for better living through chemistry”.
2.2.3. Tipografi
Cullen (2012, hlm. 12) mengatakan bahwa tipografi adalah sebuah proses
memvisualkan bahasa. Desainer dapat membentuk bahasa menjadi huruf dan
membuat kata-kata memiliki makna. Typeface yang baik dapat mengutarakan
informasi, mengekspresikan emosi dan memiliki sifat tertentu.
20
2.2.3.1. Anatomi dan terminologi
Pada ilmu tipografi, sebuah typeface memiliki panduan dan aturan
yang mengatur perancangannya. Dalam perancangan typeface, Cullen
(2012, hlm. 34) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah tipografi
mengenai bagian-bagian anatomi dari sebuah huruf.
Gambar 2.7. Anatomi Dalam Tipografi
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
Selain anatomi pada huruf, pada ilmu tipografi juga terdapat
aturan ukuran huruf yang disebut framework of type. Cullen (2012,
hlm. 39) menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam aturan
framework of type, diantaranya adalah:
21
A. Ascender Line dan Ascent: Ascender line adalah garis horizontal
yang menandai batas tertinggi dari sebuah huruf. Sedangkan
ascent adalah ukuran tertinggi sebuah huruf diukur dari baseline
hingga cap line.
B. Baseline: Merupakan garis horizontal imajiner dimana huruf,
garis dan paragraf dituliskan diatasnya.
C. Cap Height dan Cap Line: Cap height adalah sebuah batas jarak
dari baseline hingga capline yang menjadi ukuran tinggi dari
sebuah uppercase. Sedangkan cap line adalah garis yang
membatasi ukuran tertinggi dari sebuah uppercase.
D. Descender Line dan Descent: Descender line adalah garis
horizontal imajiner yang merupakan garis penanda panjang huruf
descenders. Sedangkan descent adalah garis batas terendah
sebuah huruf dibawah baseline.
E. Leading: Jarak vertikal antar baseline yang diukur dalam points.
F. Mean Line: Garis penanda ukuran tinggi dari sebuah lowercase
yang tidak termasuk ascender maupun descender.
G. X-Height: Garis horizontal imajiner yang menjadi penanda jarak
tinggi dari baseline ke mean line.
22
Gambar 2.8. Baseline Dalam Tipografi
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
Selain istilah dalam framework of type, terdapat juga beberapa
istilah lain yang mengatur sistem anatomi sebuah type (Cullen, 2012),
diantaranya adalah:
A. Em, En, Point dan Pica: Em adalah ukuran dari sebuah huruf yang
sama dengan ukuran sebuah font. En adalah ukuran setengah dari
em. Point adalah satuan dalam tipografi yang sama dengan 0,0138
inch atau 0,35 mm. Sedangkan pica adalah satuan dalam tipografi
yang sama dengan 12 points.
B. Point Size: Ukuran yang mengacu pada body size dari sebuah
karakter, bukan dari ukuran yang terlihat.
23
C. Body Size: Ukuran area pada sebuah karakter yang juga termasuk
white space disekelilingnya. Ukuran body height sama dengan
ukuran point size.
D. Appearing Size: Ukuran suatu karakter yang terlihat atau
dirasakan secara optical.
E. Sidebearings: Sidebearings mengacu pada white space yang
berada di kanan dan kiri dari sebuah karakter.
F. Contrast & Stress: Contrast adalah istilah untuk tebal dan
tipisnya sebuah stroke. Sedangkan stress adalah garis sumbu yang
membagi sebuah karakter menjadi dua bagian.
G. Serif & Sans Serif: Serif adalah sebuah detail kait tambahan pada
awalan dan ujung dari stroke. Sedangkan sans serif adalah istilah
untuk huruf yang tidak memiliki serif dan memiliki contrast yang
kasat mata atau bahkan tidak ada sama sekali.
H. Uppercase, Lowercase dan Small Caps: Uppercase adalah istilah
untuk huruf kapital, sedangkan lowercase adalah istilah untuk
huruf kecil, dan small caps adalah rangkaian huruf uppercase
yang dirancang agar seluruhnya berukuran sama seperti
lowercase pada sebuah typeface.
I. Posture: Sudut dari sebuah bentuk huruf yang terhubung dengan
garis baseline.
24
J. Weight & Width: Weight mengacu pada ketebalan dari sebuah
stroke, sedangkan width mengacu pada proporsi bentuk pada
sebuah huruf secara horizontal.
K. Ligatures: Penggabungan dua atau lebih karakter. Ligatures
terbagi atas stylistic ligatures yang membuang karakter tertentu
saat bersinggungan, dan lexical ligatures yang merupakan
gabungan dari huruf vokal, discretionary ligatures yang
merupakan tambahan ornamen pada penggabungan dua huruf,
serta ampersand yang merupakan sebuah bentuk yang merupakan
simbolisasi dari kata “dan”.
2.2.3.2. Klasifikasi huruf
Cullen (2012) membagi huruf serif, sans serif dan slab serif dalam 10
kategori sesuai dengan perkembangan jaman dan karakteristiknya,
diantaranya adalah:
A. Humanist Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 15. Karakteristik yang
dimiliki huruf ini adalah stroke tebal-tipis yang tidak kontras,
memiliki crossbar yang miring pada huruf ‘e’ kecil dan serif yang
memiliki bracket. Contoh typeface jenis ini adalah Centaur,
Guardi, Lynton, Vendetta dan Maiola.
25
Gambar 2.9. Ciri Huruf Humanist Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
B. Old Style Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 15 dan 16. Old Style Serif
memiliki bentuk yang lebih halus dan lebih bulat daripada
Humanist Serif. Crossbar dari huruf ‘e’ kecil menjadi horizontal.
Contoh typeface jenis ini adalah Galliard, Berling dan Sabon.
Gambar 2.10. Ciri Huruf Old Style Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
C. Transitional Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 18. Transitional Serif
memiliki bentuk bracket yang lebih tajam dan refined. Huruf
yang bulat lebih terbuka dan memiliki tinggi x-height. Contoh
typeface jenis ini adalah Baskerville, Fournier dan Whitman.
26
Gambar 2.11. Ciri Huruf Transitional Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
D. Modern Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 18. Modern serif memiliki
ciri-ciri tebal-tipis stroke yang sangat kontras dan bracket yang
semakin tajam. Contoh typeface jenis ini adalah Didot, Ambroise,
dan Eloquent.
Gambar 2.12. Ciri Huruf Modern Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
E. Egyptian Slab Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 19. Egyptian Slab Serif
memiliki ciri stem yang sangat tebal, serif yang berbentuk kotak
dan huruf o yang berbentuk lingkaran sempurna. Contoh typeface
jenis ini adalah Rockwell, Archer dan Calvert.
27
Gambar 2.13. Ciri Huruf Egyptian Slab Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
F. Clarendon Slab Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 19. Clarendon Slab Serif
memiliki ciri tebal-tipis yang sangat sedikit dan tidak kontras,
serta memiliki terminal yang bulat seperti pada huruf c, f dan y.
Contoh typeface jenis ini adalah Oxtail, Egizio dan Stag.
Gambar 2.14. Ciri Huruf Clarendon Slab Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
G. Grostesque Sans Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 19. Grostesque saat pertama
kali muncul disebut sebagai sans serif typeface. Jenis huruf ini
memiliki perbedaan tebal-tipis yang sangat sedikit dan bahkan
nyaris tidak terlihat, serta ujung dari huruf-huruf lengkung seperti
pada huruf c, e dan s berhenti pada sebuah kemiringan tertentu.
Contoh typeface ini adalah Franklin Gothic, Monotype
Grostesque dan Bell Gothic.
28
Gambar 2.15. Ciri Huruf Grostesque Sans Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
H. Geometric Sans Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 20. Geometric Sans Serif
adalah jenis huruf yang dibuat dari bentuk dasar seperti lingkaran,
persegi dan segitiga yang bersifat geometris. Contoh typeface
jenis ini adalah Futura, dan Neutraface.
Gambar 2.16. Ciri Huruf Geometric Sans Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
I. Humanist Sans Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad ke 20. Humanist Sans Serif
memiliki tingkat tebal-tipis yang lebih kontras dibandingkan
dengan Geometric Sans Serif, walaupun sangat sedikit. Contoh
typeface jenis ini adalah Gill Sans dan Neue Sans.
29
Gambar 2.17. Ciri Huruf Humanist Sans Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
J. Transitional Sans Serif
Jenis huruf ini muncul pada abad 20 pertengahan. Transitional
Sans Serif muncul sebagai bentuk pembaharuan dari Grostesques
Sans Serif. Ciri khas dari jenis font ini adalah memiliki ketebalan
stroke yang sama rata. Selain itu, karakteristik lain ditunjukkan
dari ujung stroke huruf C yang berhenti di garis horizontal.
Contoh typeface jenis ini adalah Univers dan Helvetica.
Gambar 2.18. Ciri Huruf Transitional Sans Serif
(Design Elements Typography Fundamentals, 2012)
2.2.3.3. Type family
Menurut Carter, Meggs, Day, Maxa dan Sanders (2015, hlm. 45),
Type family terdiri dari sekelompok typeface yang saling
berhubungan, dan disatukan dengan karakteristik yang serupa. Setiap
30
typeface didalamnya dirancang dengan mengubah sedikit aspek visual
dari parent font. Type family secara umum terdiri atas:
A. Regular
Regular font biasa disebut juga dengan parent font yang
merupakan typeface utama yang menjadi dasar bentuk dari
sebuah typeface sebelum di modifikasi.
B. Bold
Bold font merupakan bentuk dari regular font yang diubah dari
sisi ketebalannya. Biasanya bold font digunakan pada judul dan
headings. Perubahan ketebalan dapat bervariasi sesuai dengan
type family tertentu, namun klasifikasi umum ketebalan font
terbagi atas: extralight, light, semilight, medium, semibold, bold,
extrabold dan ultrabold.
C. Italic
Italic merupakan perubahan kemiringan stroke pada sebuah font.
Italic biasa digunakan untuk menciptakan emphasis atau contrast
pada sebuah tulisan.
2.2.3.4. Legibility and readability
Menurut Harkins (2010, hlm. 144-145), Legibility dan readability
adalah dua istilah yang berhubungan satu sama lain dan sering
digunakan sebagi istilah dalam tipografi. Legibility memiliki arti
31
seberapa jelas perbedaan pada bentuk huruf berdasarkan karakteristik
yang melekat pada suatu typeface. Sebuah font dapat dikatakan legible
ataupun illegible berdasarkan seberapa jelas font tersebut saat
ditampilkan pada ukuran yang berbeda-beda. Sedangkan readability
meyangkut tingkat keterbacaan suatu font. Faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat readability antara lain adalah panjang baris,
leading, spacing serta alignment.
2.2.4. Color
Menurut Laurer & Pentak (2016), istilah warna memiliki arti cahaya yang
dipantulkan. Ditemukan oleh Issac Newton pada abad ke-17 yang kemudian
digunakan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Warna juga dapat
dicampur dan digabungkan, serta dibedakan dalam 2 jenis yaitu additive dan
substractive. Additive merupakan warna yang dihasilkan oleh cahaya,
sedangkan substractive adalah warna yang merupakan gabungan dari
beberapa pigmen warna.
Gambar 2.19. Warna Aditif dan Substraktif
(https://www.sciencelearn.org.nz/images/44-colour-mixing, 2019)
32
Hue merupakan istilah dari nama warna. Merah, orange, hijau
merupakan hues. Hue memberikan sensasi visual yang berbeda pada setiap
bagian warna dari spektrum warna. 1 buah hue dapat memiliki warna yang
berbagai macam, contohnya hue merah dapat menghasilkan warna merah
muda, maroon, scarlet, dan sebagainya.
Value merupakan gelap-terangnya sebuah hue. Dalam konteks warna,
dengan menambah warna putih atau hitam dapat mengubah value sebuah
warna.. Penggabungan hue dan putih disebut dengan tint, sedangkan
penggabungan hue dan hitam disebut dengan shade.
Gambar 2.20. Tint, Tone dan Shade
(https://trembelingart.com/value-painting/, 2019)
Laurer & Pentak (2016), juga mengatakan bahwa warna dapat
membantu dalam menentukan emosi yang ingin disampaikan desainer kepada
orang yang melihatnya. Contohnya, warna biru dan hijau menimbulkan kesan
depresi sedih, muram dan melankolis. Sedangkan warna merah, kuning dan
oranye menimbulkan kesan berani dan kehangatan. Sensasi visual yang
bersifat psikologis ini disebut warm and cool colors .
33
Gambar 2.21. Penerapan Cool Colors Pada Lukisan
(http://art-picasso.com/1900_82.html/, 2019)
Selain memberikan kesan sensasi visual, warna juga menjadi
simbolisasi terhadap suatu hal. Simbolisasi warna ini dapat berbeda-beda
pada setiap negara maupun wilayah. Contohnya, jika sebagian besar dari
masyarakat menganggap warna yang digunakan untuk merepresentasikan
duka adalah hitam, namun hal ini berbeda untuk warga India yang
menggunakan putih sebagai warna dukanya. Begitu juga dengan Turki yang
menggunakan warna ungu, dan Ethiopia yang menggunakan warna coklat.
Menurut Eisemen (2017) warna dapat menyampaikan sebuah keadaan,
suasana, perasaan, serta menimbulkan reaksi pada manusia. Setiap warna
memiliki makna tersendiri, yang membantu manusia untuk memahami
sebuah pesan atau makna yang ingin disampaikan. Eisemen juga membagi
arti dari setiap warna, diantaranya adalah:
34
A. Merah: Warna merah memberikan kesan berwibawa, berdedikasi
tinggi, kekuasaan dan kekuatan. Warna merah juga menimbulkan
nafsu makan dan meningkatkan adrenalin. Selain itu warna merah
juga sering diasosiasikan dengan gambaran api maupun darah.
B. Biru: Warna biru terbagi dua, yaitu biru muda dan biru tua. Biru
muda memberikan kesan dapat diandalkan, konstan, ketulusan,
dan kesetiaan. Biru muda juga dapat menenangkan dan
memberikan kesan relaksasi. Sedangkan biru tua
menggambarkan misteri dan sangar, sehingga sering digunakan
untuk seragam polisi dan pilot. Terdapat warna biru lain yaitu
mid-tone blue yang merupakan pencampuran dengan warna abu-
abu, menggambarkan pelayanan, tujuan dan handal.
C. Biru-hijau: Warna biru-hijau atau yang lebih dikenal dengan
turquoise, melambangkan kesan kesetiaan dan kebenaran.
D. Hijau: Warna hijau biasa digunakan untuk melambangkan nature,
fresh dan growth. Selain itu, terdapat warna hijau kekuningan
yang digunakan untuk menggambarkan kesan tumbuh, pemulihan
dan pembaharuan. Namun, terdapat juga beberapa konotasi
negatif dari warna hijau, diantaranya untuk menggambarkan
kesan licik dan berlendir.
E. Hitam: Warna hitam yang merupakan warna paling gelap,
digunakan untuk menggambarkan suasana duka, kegelapan dan
35
muram. Namun di era modern ini, warna hitam juga sering
digunakan untuk menimbulkan kesan berkelas, modern,
pengalaman, kecanggihan dan elegan.
F. Kuning: Warna kuning merupakan warna yang sering
diasosiasikan dengan matahari, atau musim panas. Warna kuning
yang terang membawa suasana kehangatan, memberikan
harapan, kebahagiaan serta riang gembira. Kuning juga
digunakan untuk menggambarkan kesan bersahabat, enriching
dan energizing. Selain itu, warna kuning juga melambangkan
intellectual curiosity dan rasa ingin tahu.
G. Oranye: Warna oranye memberikan kesan impulsif dan
spontanitas. Oranye juga digunakan untuk menggambarkan kesan
panas, gembira, optimis, dan semangat.
H. Ungu: Warna ungu merupakan hasil dari pencampuran merah dan
biru. Warna ungu terbagi dua, yaitu warna ungu kemerahan dan
warna ungu kebiruan. Warna ungu kemerahan menggambarkan
kesan sensual, dinamis, exciting dan drama. Sedangkan warna
ungu kebiruan menggambarkan kesan martabat dan ketenangan.
I. Putih: Warna putih yang merupakan warna kebalikan dari hitam,
merupakan warna yang paling terang. Warna putih
melambangkan kebersihan, kepolosan dan kebajikan. Warna
36
putih jika digunakan bersamaan dengan warna hitam,
memberikan kesan formal dan kredibel.
J. Netral: Warna netral terdiri dari abu-abu, krem dan taupe. Warna
ini digunakan untuk mendukung warna lain tanpa mengganggu
ataupun mengurangi atensi dari warna yang didukungnya.
K. Abu-abu: warna abu-abu merupakan pencampuran dari warna
hitam dan putih, yang menciptakan warna netral. Warna abu-abu
sering diasosiasikan dengan alam karena warna ini dapat
ditemukan pada bebatuan, granit dan kerikil. Warna abu-abu
melambangkan umur panjang, dapat diandalkan, solid dan abadi.
L. Taupe: Warna taupe merupakan pencampuran dari warna krem
dan abu-abu. Pada konteks nature, warna ini diartikan sebagai
lambang proteksi bagi binatang dan unggas.
M. Coklat: Warna coklat sering digambarkan sebagai warna yang
ramah lingkungan, patuh, jujur, dan otentik. Warna coklat juga
melambangkan stabilitas, kejujuran, warna yang berhubungan
dengan masa lalu. Warna coklat juga diasosiasikan dengan alam
yang dapat ditemukan pada berbagai makanan seperti biji-bijian,
gandum, beras merah, kacang-kacangan dan sereal.
37
2.2.5. Guidelines
Menurut Wheeler (2018), guidelines adalah cara untuk mempertahankan
integritas dan konsistensi dari identitas visual dari sebuah perusahaan yang
dapat digunakan oleh semua pihak, internal dan eksternal yang memiliki
kepentingan untuk menyampaikan pesan dari suatu brand. Guidelines juga
bertujuan untuk digunakan sebagai panduan untuk menciptakan sebuah brand
yang konsisten, yang berkembang secara progresif tapi tetap konsisten dalam
mempertahankan citra yang sama setelah bertahun-tahun lamanya.
Gambar 2.22. Guidelines dari Wonderful Indonesia
(https://www.indonesia.travel/gb/en/brand-guidance, 2019)
Guidelines dapat memiliki berbagai bentuk yang memudahkan distribusi
dan produksi, diantaranya dapat berbentuk PDF, brosur, buku, CD dan
bahkan poster. Guidelines harus dapat diakses oleh karyawan internal yang
terdiri dari management, marketing, communications, desain, sales, PR,
hingga human resources. Sedangkan pada partner eksternal terdiri dari
branding firms, advertising agency, dan partner lainnya yang berhubungan
dengan brand baik secara langsung maupun tidak langsung.
38
2.2.6. Brand Collateral
Menurut Wheeler (2018), brand identity bukan hanya terbatas pada logo atau
tagline saja, melainkan kepada upaya strategis lainnya yang turut mendukung
komunikasi dari brand tersebut kepada konsumen. Brand yang memiliki
identitas terpadu dan konsisten akan meningkatkan brand recognition.
Wheeler (2018, hlm. 172) juga menjelaskan, terdapat beberapa syarat dasar
perancangan collateral system yang baik, diantaranya adalah:
A. Informasi yang diberikan harus mudah dimengerti oleh konsumen
dan membantu mereka dalam mengambil keputusan.
B. Panduan atau guidelines yang dirancang harus dapat dimengerti
oleh semua pihak yang terkait, baik oleh kalangan desainer,
advertising agencies maupun manager.
C. Sistem harus mengatur elemen yang fleksibel, namun tetap diatur
secara jelas dan absolut.
D. Desain hanya akan berfungsi secara maksimal apabila dapat
diproduksi atau digunakan oleh orang lain dengan kualitas yang
sama dan terbaik.
E. Collateral yang baik harus dapat memberikan informasi secara
jelas dan lengkap.
F. Sistem yang baik juga harus mengatur cara penyampaian call-to-
action, URL dan informasi kontak yang konsisten.
39
Selain itu, Wheeler juga membagi proses collateral design dalam
beberapa proses, diantaranya:
1. Revisit the big picture: Proses dimana desainer membahas data,
keperluan pengunaan identitas maupun SWOT dari brand.
2. Design a cover system: Proses dimana dijelaskan pengaturan
identitas dalam beberapa kondisi.
3. Determine typographic system: Proses dimana menentukan
pengunaan berbagai macam typeface dalam perancangan.
4. Determine visuals: Proses dimana gaya visual ditentukan dengan
berbagai cara, mulai dari fotografi, ilustrasi, kolase, abstrak
maupun elemen lainnya.
5. Design color family: Proses pengaturan warna yang digunakan
dan mengevaluasi metode produksi untuk menjaga konsistensi
warna pada berbagai kemungkinan media.
6. Choose standard formats: Proses penentuan ukuran dari media-
media yang akan digunakan.
7. Specify paper: Proses pembahasan hasil produksi cetak dalam
bentuk kertas dan pembuatan dummy.
8. Develop prototypes: Proses yang menjelaskan fleksibilitas dan
konsistensi dari konfigurasi sistem identitas.
9. Develop guidelines: Proses dimana dibuat grid dan master
template untuk menjaga konsistensi pada berbagai media, serta
mengevaluasi hasil eksekusinya.
40
2.2.6.1. Stationery
Menurut Wheeler (2018), stationery adalah hal krusial dan akan selalu
dibutuhkan oleh sebuah brand untuk menunjukkan martabat dan
profesionalitas. Meskipun jaman sudah berubah menjadi era digital,
stationery yang baik akan selalu menjadi sarana marketing untuk
penyampaian informasi dengan cara yang mudah. Terdapat beberapa
hal dalam sebuah stationery, diantaranya adalah kartu nama, kop
surat, amplop, dan media lainnya.
Gambar 2.23. Contoh Stationery
(Designing Brand Identity, 2018)
2.2.6.2. Signage
Menurut Wheeler (2018), signage berfungsi sebagai media
identifikasi, informasi dan advertising. Perancangan signage yang
baik pada suatu tempat akan berfungsi sebagai media komunikasi
yang menarik konsumen sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Wheeler juga mengatakan bahwa signage yang unik dan cerdas juga
41
dapat meningkatkan pengalaman seseorang pada sebuah tempat.
Perancangan signage harus memperhatikan legibility, visibility,
durability dan penempatannya.
Menurut Calori (2015, hlm. 93-98) terdapat beberapa jenis
sign berdasarkan konten informasinya, diantaranya:
A. Identification Sign
Merupakan sign yang mengidentifikasikan suatu destinasi atau tempat
di sebuah lingkugan. Identificational sign berfungsi untuk
menandakan kedatangan pengunjung pada sebuah destinasi. Sign ini
dapat berupa nama destinasi atau berupa nomor ruangan.
Gambar 2.24. Contoh Identification Sign
(https://www.behance.net/gallery/26658989/Design-Museum, 2020)
B. Directional Sign
Merupakan sign yang berlokasi pada beberapa titik di pada suatu
tempat untuk mengarahkan orang atau pengunjung kepada sebuah
42
tujuan destinasi. Directional sign biasa dikenal juga dengan sebutan
wayfinding signs karena bertujuan untuk membantu pengunjung
mencari arah dari suatu tempat. Jenis sign ini biasanya selalu
menggunakan tanda panah untuk mengarahkan tujuannya.
Gambar 2.25. Contoh Directional Sign
(https://www.behance.net/gallery/26658989/Design-Museum, 2020)
C. Warning Sign
Merupakan jenis sign yang mengingatkan atau memberi peringatan
kepada pengunjung akan sebuah bahaya atau mengenai prosedur
keselamatan tertentu pada sebuah destinasi.
Gambar 2.26. Contoh Warning Sign
(https://www.flickr.com/photos/lupisfer/24134425311, 2020)
43
D. Regulatory and Prohibitory Sign
Merupakan jenis sign yang bertujuan untuk mengatur perilaku
pengunjung atau melarang kegiatan tertentu pada sebuah destinasi.
Gambar 2.27. Contoh Regulatory and Prohibitory Sign
(https://www.flickr.com/photos/lwr/5775274946, 2020)
E. Operational Sign
Merupakan jenis sign yang menginformasikan pengunjung mengenai
aturan atau prosedur pada sebuah tempat. Operational sign seringkali
bersifat cukup rinci sehingga membutuhkan waktu bagi pengunjung
untuk membaca dan menangkap informasinya.
Gambar 2.28. Contoh Regulatory and Prohibitory Sign
(Signage and Wayfinding Design, 2015)
44
F. Honorific Sign
Merupakan jenis sign yang berfungsi sebagai tanda penghormatan
kepada seseorang. Contoh dari honorific sign adalah sign nama-nama
pendonor sebuah situs, gedung atau yayasan tertentu. Biasanya jenis
sign ini terdiri atas tanggal, nama pendonor dan developer.
Gambar 2.29. Contoh Honorific Sign
(Signage and Wayfinding Design, 2015)
G. Interpretive Sign
Merupakan jenis sign yang membantu mengartikan atau memberikan
penjelasan mengenai sesuatu hal dengan memberikan informasi baik
tentang sejarah, geografis, asal usul, dan lainnya. Biasanya
interpretive sign memberikan informasi yang cukup terperinci.
Semakin penting tingkatan informasi yang ada pada sign, semakin
besar juga ukuran dari sign tersebut.
45
Gambar 2.30. Contoh Interpretive Sign
(https://www.pinterest.com/pin/554646510330992518/, 2020)
2.2.6.3. Uniforms
Menurut Wheeler (2018), seragam dapat menjadi sarana komunikasi
bagi sebuah brand. Seragam juga dapat menjadi menandakan otoritas
dan juga identifikasi terhadap sebuah brand. Terdapat beberapa
kriteria yang harus diperhatikan untuk membuat seragam yang baik,
diantaranya adalah functional, durability, ease, mobility, comfort,
wearability dan lainnya. Seragam juga dapat memiliki banyak bentuk,
mulai dari apron, baju, celana, hingga aksesoris, ID badge, topi, helm,
dan masih banyak lagi.
Gambar 2.31. Contoh Uniforms
(Designing Brand Identity, 2018)
46
2.2.6.4. Ephemera
Ephemera adalah sebuah objek yang memiliki jangka waktu yang
singkat. Wheeler (2018) menjelaskan bahwa ephemera biasa berupa
benda yang menjadi media promosi secara tidak langsung dengan
menampilkan logo suatu brand pada benda tersebut. Ephemera dapat
memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai tanda terima kasih,
tanda keanggotaan, media pengenalan dan lainnya.
Gambar 2.32. Contoh Ephemera
(https://www.chillipromotions.com.au/, 2018)
Layout
Layout merupakan aturan mengenai penempatan elemen-elemen desain baik
teks maupun gambar. Layout mengatur cara penempatan dan posisi elemen
dan hubungan antar elemen satu dengan yang lain dalam keseluruhan
tampilan desain. Pengaturan layout yang baik dapat membantu informasi
dalam desain tersampaikan dengan baik, serta dapat menambah value
tersendiri agar konten yang ingin disampaikan dapat menonjol, baik itu dalam
media cetak maupun elektronik (Harris & Ambrose, 2011, hlm.6).
47
2.3.1. Grid
Samara (2017) mengatakan bahwa grid merupakan sekelompok garis
berbasis keselarasan yang memiliki fungsi sebagai panduan untuk
mendistribusikan elemen-elemen desain pada seluruh format, yang dapat
mengatur proporsi bahkan arah navigasi pembaca pada sebuah layout. Carter,
Meggs, Day, Maxa dan Sanders (2015, hlm. 71-84) membagi grid kedalam 4
jenis, diantaranya adalah:
A. Single Column Grids
Jenis grid ini merupakan tampilan linear yang sederhana dalam
sebuah halaman, yang penyusunannya berupa satu blok kolom.
Biasanya jenis grid ini digunakan apabila ingin mengurangi
anggaran ataupun ukuran kertas yang standar.
Gambar 2.33. Contoh Single Column Grids
(Typographic Design: Form and Communication, 2015)
B. Multicolumn Grids
Jenis grid ini merupakan susunan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan single column grids. Pengunaan
multicolumn grids harus memperhatikan 3 aspek penting,
48
diantaranya adalah ukuran teks, panjang baris, serta leading. Jika
salah satu aspek diubah, diperlukan penyesuaian terhadap
keseluruhan elemen.
Gambar 2.34. Contoh Multicolumn Grids
(Thinking with Type, 2015)
C. Modular Grids
Modular grid biasanya digunakan untuk menyusun informasi
yang lebih kompleks, dengan tingkat akurasi dan kejelasan yang
tinggi. Modules dibentuk dari susunan garis horizontal dan
vertical yang membentuk area-area untuk meletakan elemen dan
teks pada sebuah halaman. Pengunaan grid jenis ini harus
memperhatikan keseimbangan antara variasi dan juga unity. Jenis
grid ini dapat digunakan secara fleksibel pada berbagai ukuran
media untuk konten yang berbeda-beda.
49
Gambar 2.35. Contoh Modular Grids
(Typographic Design: Form and Communication, 2015)
D. Improvisational Structures
Jenis grid ini berbeda dengan jenis lainnya yang telah disusun
terlebih dahulu, karena improvisational structures merupakan
respons pengembangan terhadap elemen informasi tertentu.
Untuk menggunakan grid ini, diperlukan pemahaman yang
mendalam mengenai komposisi asimetris, dinamika antara
negative dan positive space, serta kontras visual.
Gambar 2.36. Contoh Improvisational Grids
(Typographic Design: Form and Communication, 2015)
50
2.3.2. The Golden Ratio
Menurut Landa (2014), terdapat sebuah pengaturan proporsi yang dinamis
dalam ilmu desain untuk menciptakan keseimbangan yang harmonis antar
elemen secara keseluruhan. Harmoni dapat diciptakan melalui perancangan
komposisi dimana elemen disusun sedemikian rupa untuk menciptakan relasi
satu sama lain dan menciptakan efek kongruen. Salah satu cara untuk
keseimbangan tersebut adalah dengan menggunakan golden ratio, yang
merupakan sebuah ukuran yang dianggap harmonis secara estetika. Golden
ratio dapat diciptakan dengan menggunakan fibonacci squares.
Gambar 2.37. Fibonacci Squares
(Graphic Design Solutions, 2014)
Fibonacci squares disusun dari fibonacci numbers yang berupa urutan
numerik yang digunakan untuk membangun proporsi yang seimbang, yang
mana berupa urutan dimana setiap angka berikutnya dalam urutan merupakan
jumlah dari dua nomor sebelumnya. Fibonacci squares diciptakan
menggunakan urutan dari fibonacci numbers yang pada rangkaian persegi.
51
Rasio dari angka fibonacci numbers mendekati nilai 1,6 yang merupakan
golden ratio pada perhitungan matematika yang adalah 1,618.
Copywriting
Menurut Shaw (2012, hlm. 11), copywriting merupakan bentuk penulisan
kreatif yang menggunakan inspirasi dari gaya penulisan seniman, novelis
maupun penyair, namun menggunakan arahan dari brief untuk
menyampaikan pesan dan informasi tertentu. Dalam penulisan copywriting,
penulisan yang dibuat oleh copywriter tidak didasari oleh perasaan personal,
melainkan digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan pesan dari
sebuah brand. Shaw juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara untuk
menciptakan copywriting yang baik:
A. Menentukan dan mempelajari target audience yang tepat agar dapat
menggunakan tone of voice yang tepat dan sesuai.
B. Menunjukkan manfaat dari sebuah brand, dan bukan hanya
menunjukkan fitur-fitur yang dimilikinya. Terdapat 2 jenis manfaat,
yaitu manfaat yang menunjukkan tipe produknya dan manfaat yang
membedakannya dari kompetitor. Peran seorang copywriter adalah
untuk menentukan manfaat mana yang dapat menarik perhatian
target market.
C. Berfokus kepada “floating voters” yang memiliki kemungkinan
untuk tertarik dan hanya memerlukan sedikit dorongan, pada
dasarnya cenderung sudah memiliki minat kepada produk tersebut.
52
D. Pertahankan attention dari audiens secara terstruktur dengan
memberikan janji, mengabulkan janji, dan ingatkan kembali audiens
terhadap brand tersebut.
E. Membuat hal-hal menjadi lebih menarik dengan membiarkan
audiens penasaran, tertarik dan mencari tahu mengenai brand.
Selain itu, copywriting memiliki banyak jenis berdasarkan tujuan dan
fungsinya. Menurut Moriarty, Mitchell & Wells (2011) copywriting dapat
dibagi ke dalam beberapa bagian:
A. Headline: Sebuah kalimat atau frasa yang biasanya berukuran paling
besar dan berfungsi untuk menangkap atensi pembaca.
B. Overlines dan Underlines: Sebuah kalimat atau frasa yang menjadi
pembuka headline atau untuk melengkapi kalimat headline.
C. Body Copy: Merupakan konten atau isi dari sebuah media. Biasanya
ukuran teks lebih kecil dan ditulis dalam beberapa paragraf. Body
copy berfungsi untuk menjelaskan suatu tujuan tertentu, atau
menyampaikan selling point.
D. Subheads: Digunakan apabila body copy atau konten cukup panjang
dan memerlukan pembagian section. Subheads digunakan sebagai
pembuka dari sebuah section baru.
E. Call-Outs: Berupa sebuah kalimat yang biasa diikuti oleh elemen
seperti garis atau panah untuk menegaskan suatu hal.
53
F. Captions: Berupa kalimat pendek yang menjelaskan mengenai
sebuah foto maupun ilustrasi.
G. Taglines: Sebuah frasa singkat yang mencakup seluruh konsep atau
ide. Biasa berupa rangkuman yang terdapat di akhir paragraf.
H. Slogans: Sebuah kalimat istimewa yang biasa berupa motto dari
sebuah brand. Biasa digunakan dalam berbagai media pada suatu
periode waktu.
I. Call-to-Action: Sebuah kalimat yang bertujuan untuk mengajak atau
mendorong audiens untuk memberikan respon. Call-to-action
biasanya berupa informasi atau panduan bagi audiens dalam
memberikan respon, baik dalam bentuk nomor telepon, email,
maupun alamat website.
Fotografi
Menurut Ross (2013), fotografi diambil dari bahasa Yunani yaitu phos yang
berarti cahaya, dan graph yang berarti menggambar. Sehingga, fotografi
memiliki arti sebuah gambar yang diciptakan dengan menggunakan cahaya.
Dalam konteks fotografi, terdapat beberapa istilah-istilah yang kerap
digunakan, diantaranya adalah:
A. ISO atau International Standards Organization: Merupakan tingkat
sensitivitas sensor pada cahaya, merupakan aspek yang sangat
54
penting. Semakin tinggi ISO, maka semakin sensitif terhadap cahaya,
dan hasil foto akan semakin terang.
B. Shutter speed: Merupakan ukuran lama waktu dari shutter kamera
terbuka dan menerima cahaya. Semakin lama shutter speed, maka
akan semakin terang juga fotonya.
C. Aperture: Merupakan ukuran diafragma lensa yang bersifat
adjustable. Aperture menentukan jumlah cahaya masuk hingga
mencapai bagian sensor.
Selain itu, dalam ilmu fotografi juga diperlukan kemampuan untuk
mengatur sebuah komposisi gambar. Komposisi bukan hanya sekedar
mengatur frame, melainkan juga kemampuan dalam mengatur aperture untuk
mengontrol depth of field, mengatur fokus untuk mengarahkan arah pandang
dari orang yang melihat, serta mengatur exposure dalam permainan gelap
terang cahaya yang membentuk sebuah gambar. Ang (2018) membagi
komposisi gambar menjadi 4 jenis, diantaranya:
A. Symmetry
Symmetrical composition efektif saat dipakai untuk objek yang
memiliki banyak detail. Namun, symmetry juga dapat digunakan
untuk menampilkan kesederhanaan pada foto objek yang dengan
menunjukkan background yang simple dan polos.
55
Gambar 2.38. Contoh Symmetry Composition
(https://expertphotography.com/symmetry-in-photography/, 2020)
B. Radial
Merupakan jenis komposisi yang memiliki elemen-elemen menyebar
dari pusat objek. Elemen itu dapat berupa garis aktual maupun tersirat
yang menjauh dari pusat objek mengarah ke elemen lain.
Gambar 2.39. Contoh Radial Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
C. Diagonal
Komposisi ini memiliki garis diagonal yang mengarahkan arah
pandang mata orang yang melihatnya, dari satu bagian ke bagian lain
dalam sebuah foto, baik itu berupa objek atau pergerakan.
56
Gambar 2.40. Contoh Diagonal Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
D. Overlapping
Merupakan komposisi foto dimana terdapat dua atau lebih objek yang
tumpang tindih antara satu dan lainnya sehingga menciptakan kesan
kedalaman dalam sebuah foto.
Gambar 2.41. Contoh Overlapping Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
E. The Golden Spiral
Sebuah komposisi foto yang dikomposisikan oleh fotografer secara
naluriah untuk membentuk the golden spiral yang didasari oleh aturan
the golden section yang membagi gambar ke dalam rasio phi.
57
Gambar 2.42. Contoh Overlapping Composition
(https://www.pinterest.com/pin/125889752060951988/, 2020)
F. Tall Crop
Sebuah komposisi foto yang tinggi dan sempit, menekankan pada
panorama langit yang luas dan mengarah ke atas. Komposisi ini
berguna saat ingin menghilangkan elemen-elemen yang dapat
mengganggu di sekitar objek.
Gambar 2.43. Contoh Tall Crop Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
G. Letterbox Composition
Merupakan kebalikan dari tall crop composition, letterbox
composition ini merupakan kompisisi yang lebar namun sempit dan
58
terfokus. Biasanya digunakan saat ingin mengambil konsentrasi pada
sebuah objek foto dan menghilangkan elemen-elemen yang
mengganggu objek pada bagian atas dan bawah.
Gambar 2.44. Contoh Letterbox Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
H. Framing
Sebuah komposisi foto yang dimana terdapat sebuah frame didalam
frame foto yang berfungsi untuk memfokuskan pandangan terhadap
suatu objek. Framing composition juga dapat digunakan sebagai salah
satu metode dalam menciptakan kedalaman pada sebuah foto, yang
terlihat dari jarak yang diciptakan objek yang berada pada bagian
depan dan bagian belakang dari frame.
Gambar 2.45. Contoh Framing Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
59
I. Geometric Patterns
Komposisi yang dimana tedapat bentuk-bentuk geometris di
dalamnya seperti segitiga, dan persegi panjang. Bentuk geometris ini
menarik karena menciptakan kesan interaksi dengan frame foto yang
berbentuk persegi panjang.
Gambar 2.46. Contoh Geometric Patterns Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
J. Massed Pattern
Bentuk komposisi pola yang diciptakan dari sebuah kerumunan yang
terlihat sama dan serupa, namun memiliki beberapa kesamaan arah
dan menciptakan sebuah komposisi dalam foto.
Gambar 2.47. Contoh Massed Patterns Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
60
K. Rhytmic Elements
Sebuah komposisi yang diciptakan dari pengulangan objek/bentuk,
yang kemudian menciptakan sebuah ritme dan menimbulkan kesan
tertentu dalam sebuah foto.
Gambar 2.48. Contoh Rhytmic Elements Composition
(Digital Photography: An Introduction, 2018)
Media
Pada jaman modern ini, media mempengaruhi segala aspek dalam kehidupan
manusia. Media dapat mempengaruhi cara manusia bersosialisasi dan bahkan
beraktivitas. Pengaruh dari media massa dapat terasa baik secara individual,
kolektif, serta pada seluruh masyarakat karena media sangat menyita waktu
dan atensi dari hampir seluruh masyarakat (Biagi, 2015). Media masa pada
jaman modern ini memiliki beberapa karakteristik, Biagi membaginya ke
dalam 3 karakteristik, diantaranya:
1. Pesan yang ingin diinformasikan, disampaikan melalui beberapa jenis
media massa (seperti internet, cetak maupun broadcast).
2. Pesan yang ingin diinformasikan, disampaikan secara cepat.
61
3. Pesan yang ingin diinformasikan, disampaikan dengan mencakup area
yang luas dalam waktu yang singkat.
2.6.1. Media Digital
Biagi (2015) menjelaskan bahwa istilah media digital mencakup semua
bentuk media komunikasi yang menggabungkan teks, gambar, suara dan
video menggunakan teknologi komputer. Media digital menghancurkan
segala batasan tempat dan waktu sehingga lebih efektif dan efisien untuk
digunakan. Dengan perkembangan media yang begitu pesat, masyarakat
bahkan brand juga harus mengikuti perkembangan ini untuk dapat bertahan.
2.6.1.1. Sosial Media
Menurut Quesenberry (2016, hlm. 144), masyarakat pada dasarnya
memiliki keinginan umum untuk berbagi/sharing serta membaca
untuk kesenangan. Sekitar 70% dari pengguna internet mengatakan
bahwa mereka telah membagikan konten di beberapa media sosial
dalam satu bulan. Gambar atau foto merupakan tipe konten paling
populer yang dibagikan oleh 43% dari pengguna internet. Terdapat
beberapa media sharing di internet, diantaranya adalah:
A. Youtube
Youtube merupakan situs yang memungkinkan pengguna untuk
sekedar menonton atau bahkan mengunggah video. Youtube
62
merupakan situs sharing video terbesar dengan lebih dari 1 miliar
pengguna di internet (Quensenberry, 2016, hlm. 145).
B. Instagram
Instagram merupakan sebuah media sosial yang memungkinkan
pengguna untuk mengambil gambar dan video, serta
membagikannya. Instagram juga memiliki fitur iklan berbayar
dimana pengguna dapat memanfaatkan iklan pada Instagram
untuk kepentingan bisnis mereka, baik untuk meningkatkan
awareness dari brand mereka, maupun untuk meningkatkan
penjualannya (Quensenberry, 2016, hlm. 147-149).
C. Facebook
Facebook merupakan layanan jejaring sosial yang memungkinkan
pengguna untuk membut profil dan terhubung dengan pengguna
lainnya serta dapat mengirim pesan, foto, maupun video
(Quensenberry, 2016, hlm. 113).
Museum
Menurut ICOM atau International Council of Museum (2018, hlm. 11),
museum merupakan sebuah lembaga nonprofit, yang melayani masyarakat
dan perkembangannya. Museum terbuka untuk masyarakat umum yang
mengakuisisi, melestarikan, meneliti, menginformasikan dan memamerkan
benda warisan umat manusia yang berwujud dan tidak berwujud serta
lingkungannya untuk tujuan pendidikan, pengkajian dan rekreasi.
63
2.7.1. Tujuan museum
Menurut Black (2012, hlm.5 ) terdapat beberapa fungsi umum pada sebuah
museum, diantaranya adalah:
A. Sebagai tempat penyimpanan harta kebudayaan
B. Sebagai daya tarik pariwisata
C. Sebagai sumber kebanggaan lokal
D. Sebagai sumber daya untuk ilmu informal dan terstruktur
E. Sebagai tempat pertemuan komunitas
F. Sebagai tempat yang merepresentasikan memori dari komunitas lokal
dan mewakili seluruh masyarakat
G. Sebagai contoh penyediaan layanan yang berkualitas dan memiliki
sebuah nilai ekonomi.
H. Tempat untuk berdialog dan berkumpul bagi masyarakat.
2.7.2. Jenis-Jenis museum
Menurut Yulianto (2013), jenis-jenis museum di Indonesia dapat dibagi ke
dalam beberapa kategori, diantaranya:
A. Berdasarkan ruang lingkup wilayah dan tujuannya
1. Museum Nasional
Koleksi Museum Nasional terdiri atas benda-benda yang berkaitan
dengan masyarakat dan lingkungannya serta bernilai dan memiliki
cakupan secara nasional.
64
2. Museum Negeri, Provinsi atau Regional
Koleksi dari museum ini adalah kumpulan benda yang berkaitan
dengan masyarakat dan lingkungan serta mewakili daerah tertentu dan
berlokasi di wilayah tersebut.
3. Museum Lokal
Koleksi museum ini merupakan kumpulan benda yang berkaitan
dengan masyarakat dan lingkungan yang diambil dari sebuah wilayah
lokal dan berlokasi di wilayah tersebut.
4. Museum Lapangan Terbuka
Museum ini berlokasi pada satu area yang besar dan terdiri atas
contoh-contoh model rumah adat, baik asli maupun buatan yang
bertujuan untuk melengkapi koleksi. Museum ini memiliki tujuan
untuk melestarikan keaslian seni dari sebuah bangunan serta
konstruksi tradisionalnya.
B. Berdasarkan koleksi
1. Museum Umum
Museum ini merupakan museum yang memiliki koleksi bukti
material yang berkaitan dengan ilmu, teknologi maupun seni.
2. Museum Khusus atau Tematik
Museum yang memiliki koleksi bukti material yang berkaitan
dengan satu cabang disiplin ilmu, teknologi maupun seni.
65
C. Berdasarkan status hukum
1. Museum Khusus
Museum yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
2. Museum Swasta
Museum yang dibangun dan dikelola oleh badan swasta yang tidak
berbentuk badan hukum.
D. Berdasarkan bentuk bangunannya
1. Museum Terbuka
Museum yang tata koleksinya diperagakan atau diletakkan pada
ruang terbuka atau taman.
2. Museum Tertutup
Museum yang tata koleksinya diperagakan atau diletakkan pada
ruang-ruang tertutup.
3. Museum Kombinasi
Museum yang tata koleksinya diperagakan atau diletakkan pada
kedua ruang terbuka dan tertutup.