bersuci dari hadas
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of bersuci dari hadas
BERSUCI DARI HADAS
MAKALAHDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah
pada Jurusan Muamalah II/C Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung
MUHAMMAD FAKHRI JAZULI (1143020121)MUHAMAD AFIF SHOLAHUDIN (1143020120)
MUSTAGHFIRIN ASROR (1143020126)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014 M / 1436 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur mari kita
panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala sehingga kita
masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan, hidayah serta
taufik, suatu nikmat yg begitu banyak dan besar sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada junjunan
Nabi besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat serta
keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat manusia ke
jalan yang diridhai Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah dengan judul Bersuci dari
Hadas yang disusun untuk tugas mata kuliah Fiqih Ibadah ini masih
banyak terdapat kekurangan dari berbagai aspek. Oleh karena
itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya
kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya, dan kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan
partisipasi baik moril maupun materil, semoga Allah Subhanahu
Wata’ala memberkahi kita, Aamiin.
Bandung, Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersuci dari hadas sering kita kenal dengan sebutan
Thaharah, banyak orang yang tidak tahu bagaimana tatacara
bersuci dari hadas yang benar menurut Islam, dalam hukum
islam bersuci dari hadas merupakan amalan yang sangat
penting, karena amalan ibadah apabila masih ada hadas
maka amalan tersebut tidak diterima, oleh karena itu
makalah ini akan membahas tentang bersuci dari hadas.
Firman Allah SWT:
B. Rumusan Masalah
Dalam uraian tersebut yang menjelaskan tentang
pembahasan kali ini mengenai ”Bersuci dari Hadas”dan
untuk pembahassan yang terfokus, rumusan masalahnya
adalah
a. Apa itu Bersuci dari Hadas menurut para Imam ?
b. Apa saja macam-macam Hadas ?
c. Bagaimana Bersuci dari Hadas ?
C. Tujuan
a. Mengetahui pengertian bersuci dari hadas
b. Mengetahui macam-macam hadas
c. Mengetahui cara bersuci dari hadas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertia Bersuci dari Hadas
Bersuci dapat dikatakan juga dengan thaharah, dan
menurut bahasa artinya adalah bersuci dari sesuatu yang kotor, baik
yang kotor itu bersifat hissy ( dapat dirasakan oleh indera ) maupun
maknawi ( tidak dapat dirasakan oleh indera). Contohnya dalam hadist
riwayat Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi SAW.tatkala menengok
orang sakit, beliau bersabda,” sakit akan menjadi pembersih
( thahuurun) dalam bagimu insya Allah.”1
Bersuci menurut para Imam mujtahid
1. Al-Hanafiyyah
Menurut Imam hanafi pengertian Bersuci itu adalah
bersih dari hadas atau najis, pengertian bersih itu
mencakup yang diusahakan oleh seseorang ataupun tidak,
seperti najis yang dapat hilang karena adanya air yang
jatuh padanya.
Adapun hadas itu memiliki batasan, yaitu suatu sifat
yang menurut penilaian syara’ berada pada bagian angota
bada atau seluruhnya. Sifat itu hanya bisa hilang dengan
bersuci/ thaharah. Istilah lain dari hadas adalah najis
hukmi, yang artinya adalah bahwa Allah ( Syar’i)
menghukumi bahwa hadas itu merupakan najis yang
mengakibatkan shalat tidak sah, seperti najis hissiy.
Adapun kotoran ( khubuts) menurut syara’ adalah
sesuatu yang menjijikan yang oleh syara’ diperintahkan
untuk dibersihkan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa
najis adalah lawan dari thaharah. Perlu diketahui pula
bahwa najis terkandung dua pengertian sekaligus, yaitu
1 Prof.Dr.Mahmud Syalthut,Fiqih tujuh madzhab(Bandung:Pustaka Setia.2007).hlm.31
hadas dan khubust(kotoran), meskipun menurut bahasa
lafadz najis tersebut berarti segala sesuatu yang
menjijikan, baik hissi seperti darah,air kencing, kotoran
manusia, dan semacamnya maupun manawi seperti dosa.
2. Al Malikiyyah
Thaharah/ bersuci adalah suatu sifat yang menurut
pandangan syara’ membolehkan orang yang mempunyai sifat
itu menegrjakan shalat dengan pakaian yang dikenakannya
di tempat yang digunakan untuk mengerjakan shalat itu.
Dari sisni dapat diambil pengertian bahwa thaharah
atau bersuci merupakan suatu hal yang bersifat
bathin.yang lebih bersifat perkiraan (dzaniniyah, bukan
sesuatu yang dapat diraksakan oleh indera (hissy).
Dengan Pengertian ini,thaharah memiliki dua lawan
berikut
1. Najis, yaitu suatu sifat yang menurut syar’i
dilarang mengerjakan shalat dengan memakai akaian
yang terkena najis atau ditempat yang ada naisnya.
2. Hadas, yaitu suatu sifat yang menurut syar’i
dilarang melakukan shalat karenanya.
3. Al-Syafi’iyah
Thaharah/bersuci menurut syara’memiliki
pengertian,yaitu
1. Suatu perbuatan yang membolehkan seseorang
mengerjakan shalat, seperti,
wudlu,mandi,tayamum,dan menghilangkan najis; atau
suatu perbuatan yang searti ( serupa) dengannya.
2. Hilangnya hadas,najis,ataupun yang semisalnya,
seperti tayamum dan mandi sunat. Dengan demikian
thaharoh adalah suatu sifat maknawi yang
diakibatkan oleh perbuatan. Hadas dapat hilang
dengan wudu atau mandi jika hadas besar, dan
hilangnya itu berhubungan langsung dengan
perbuatan seseorang,yaitu orang yang wudu atau
mandi. Adapun najis itu dapat hilang dengan
mencucinya.
4. Al Hanabillah
Thaharah menurut syara’ adalah hilangnya hadas atau
yang semisalnya serta hilangnya najis atau hukum najis
itu sendiri. Adapun hilangnya hadas berarti hilangnya
sifat yang menghalangi shalat dan yang searti dengannya.
Karena hadas merupakan ibarat dari sifat yang menurut
hukum berada di seluruh atau sebagian anggota badan,
thaharah dari hadas berarti hilangnya sifat tersebut.
B. Macam- Macam Hadas
1. Hadats Kecil
a. Pengertian Hadas Kecil.
Arti hadats kecil menurut istilah syara’ ialah
sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan
mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang
menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama
solat, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Hadas
kecil ini tidak akan terhapus melainkan dengan mengambil
wudhu’ yang sah. Selama mana seseorang itu dapat
mengekalkan wudhu’nya, maka selama itu ia bersih dari
hadas kecil. Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah kerana
kawasan yang didiami oleh hadas kecil ini kecil sahaja
iaitu sekadar anggota wudhu’.
1. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang
berupa:
a) Buang air kecil atau buang air besar
Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang
tersurat dalam al-Maaidah ayat 6.
“… atau salah satu diantara kalian datang dari jamban (buang air)”
b) Mengeluarkan angin busuk (kentut)
Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:
Bersabdalah Rasulullah saw: ‘Allah tidak akan menerima shalatnya
seseorang diantara kalian jikalau ia berhadats sampai ia berwudhu’. Maka
bertanyalah seorang lelaki dari Hadramaut: ‘Apakah artinya hadats itu ya
Abu Hurairah?’, Ia menjawab: ‘Kentut dan berak’”.
2. Mengeluarkan madzi dan atau wadi
Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits
yang menyatakan bahwa: “Karenanya harus berwudhu” dan karena
kata Ibn Abbas r.a.: “Mengenai mani, itulah yang diwajibkan mandi
karenanya. Adapun madzi dan wadi, hendaklah engkau basuh kemaluanmu
atau sekitarnya, kemudian berwudhulah sebagai wudhumu untuk shalat.”
3. Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas
Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim,
Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari Busrah binti
Shafwan r.a. bahwa Nabi saw. Telah bersabda “Barang siapa
menyentuh kemaluannya maka jangan shalat sebelum beerwudhu”
4. Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya
pinggul di atas lantai
Hal ini didasarkan sebuah hadits:
Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka barang siapa telah tidur,
berwuhulah”. (H.R. Abu Daud)
Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa seseorang akan menjadi batal wudhunya
apabila terkena salah satu dari apa yang telah disebutkan
di atas. Atau dengan kata lain seseorang yang akan
melakukan shalat atau thawaf, sedang dirinya terkena
salah satu dari ketiga pokok di atas, maka dirinya wajib
berwudhu terlebih dahulu. Dan penegasan di atas
memberikan petunjuk pula bahwa bersinggungan kulit
diantara pria dan wanita, sekalipun keduanya tidak ada
hubungan muhrim tidaklah menjadikan batal wudhunya.
Dari Aisyah r.a. berkata : sesungguhnya Rasulullah saw.
Bershalat sedang aku berbaring di mukanya dengan melintang bagaikan
jenazah, sehingga ketika beliau akan witir, beliau menyentuh diriku dengan
kakinya.”
b. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas
kecil (membatalkan wudhu’)
Wudhu’ seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari
5 sebab berikut;
1) Keluar sesuatu dari 2 jalan iaitu qubul atau dubur
seperti kencing, berak atau buang angin (kentut).
2) Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.
3) Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang
tetap kedua papan punggungnya.
4) Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal
berkahwin dengan tidak berlapik dan keduanya telah
dewasa.
5) Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan
tidak berlapik walaupun qubul atau duburnya sendiri.
c. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas
kecil
1) Mendirikan solat, sama ada yang fardhu atau yang
sunat.
2) Tawaf, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
3) Menyentuh Al-Qur’an atau menanggungnya.
2. Hadats Besar
a. Pengertian hadas besar
Hadats besar mengikut istilah syara’ ertinya sesuatu
yang maknawi (kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata
kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang, yang
dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah
seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’.
Selama seseorang itu tidak menempuh atau melakukan salah
satu perkara yang menyebabkanhadas besar, maka selama itu
badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadas
besar ialah kerana kawasan yang didiami atau dikenai ole
hadas besar ini terlalu luas iaitu meliputi seluruh badan
dan rambut,Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah
buku yang ditulis oleh Musthafa Kamal Pasha, dalam
karyanya yang berjudul Fikih Islam, cetakan ke-4, hal: 22
beliau mengemukakan bahwa yang menyebabkan seseorang
dihukumkan terkena hadats besar antaralian sebagai
berikut:
1. Mengeluarkan mani (sperma)
Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai
keadaan, baik diwaktu jaga maupun diwaktu tidur (mimpi),
dengan cara disengaja atau tidak, baik bagi pria ataupun
wanita.
Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Apabila air itu terpancar
keras maka mandilah”. (H.R. Abu Daud)
Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata:”Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah perempuan
itu mandi bilamana ia bermimpi? Beliau menjawab, benar, bila ia melihat
air”. (H.R. Bukhari dan Muslim serta lainnya).
2. Hubungan kelamin (Coitus, Jima’)
Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani,
ataupun belum mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam
kondisi junub. Hal seperti ini didasarkan pada surat al-
Maaidah ayat 6.
“Dan jikalau kamu junub hendaklah bersuci”.
Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: “Jika seseorang telah
duduk diantara kedua tempat anggota badannya (menggaulinya) maka
sesungguhnya wajiblah untuk mandi, baik mengeluarkan (mani) ataupun
tidak”. (H.R. Ahmad dan Muslim).
3. Terhentinya haid dan nifas
Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 222:
“Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid) sebelum mereka suci.
Dan apabila sudah berxuci (mandi) maka gaulilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepada kalian”.
Adapun terhadap hukumm nifas, yaitu keluarnya darah
dikarenakan habis melahirkan anak maka berdasarkan ijma’
shahabhat ia dihukumkan sama dengan hukumnya haid.
b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab berhadas
besar
1) Sholat
2) Tawaf
3) Menyentuh Al-Qur’an
4) Membaca Al-Qur’an.
5) I’tikaf
6) Berpuasa
C. Bersuci dari Hadas
Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-
beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting,
terutama karena diantara syarat sholat diwajibkan suci
dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya
dari najis. Firman Allah SWT.:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyukai diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:
a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-janis najis yang perlu disucikan
d. Benda yang wajib disucikan
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib
bersuci
Bersuci ada dua bagian
a. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk
badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum
b. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada
badan, pakaian, dan tempat.
1. Wudlu
Perintah wudu bersamaan dengan perintah wajib salat
lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun
Hijriyah.
Syarat-Syarat Wudu
1. Islam
2. Mumayiz,karena wudu itu merupakan ibadat yang wajib
diniati,sedangkan orang yang tidak beragama Islam
dan orang yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk
berniat
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan mensucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke
kulit,seperti getah dan sebagainya yang melekat di
atas kulit anggota wudu
Fardu (rukun) wudu
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6. Menerbitkan rukun-rukun diatas
Beberapa sunat wudu
1. Membaca ‘bismillah’ pada pemulaan wudu
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada
pergelangan
3. Berkumur-kumur
4. Memasukan air ke hidung
5. Menyapu seluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
7. Menyilang- nyilang jari kedua tangan dan jari-jari
kaki
8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri
9. Membasuh setiap anggota tiga kali
10. Berturut-turut antara anggota
11. Dll
Hal-hal yang membatalkan wudlu
1.Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah
satunya
2.Hilang akal
3.Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
4.Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak
tangan
2. Mandi wajib
Yang dimaksud dengan “mandi” di sini
ialahmengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.
Firman Allah SWT.:
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (QS Al Maidah: 6)
a. Sebab-sebab wajib mandi
Sebab-sebab wajib mandi ada enam, tiga diantaranya
biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan
tiga lagi tertentu (khusus) pada peempuan saja.
1) Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak. Sabda
Rasulullah SAW.:
“Apabila dua yang dikhitan bertemu, maka sesungguhnya telah
diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani.” (HR. Muslim)
2) Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi
ataupun sebab lain dengan sengaja atau tidak,
dengan perbuatan sendiri atau bukan. Sabda
Rasulullah SAW:
Dari Ummi Salamah. Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya
kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak
malu memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi
apabila bermimpi? Jawab beliau, “Ya (wajib atasnya mandi),
apabila ia melihat air (artinya keluar mani).” (sepakat ahli
hadits)
Dari Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi SAW.
Mengenai perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi.
Jawab Nabi, “Ia tidak wajib mandi sehingga keluar maninya,
sebagaimana laki-laki tidak wajib mandi apabila tidak keluar
mani.” (HR Ahmad dan Nasai)
3) Mati. Orang islam yang mati, fardu kifayah atas
muslimin yang hidup memandikannya, kecuali orang
yang mati syahid. Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Telah berkata
tentang orang berihram yang terlempar dari punggung untanya
hingga ia meninggal. Beliau berkata, “Mandikanlah dia olehmu
dengan air dan daun sidr (sabun).” (HR Bukhari dan Muslim)
Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhud,
“Jangan kamu mandikan mereka.” (HR Ahmad)
4) Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti
dari haid, ia wajib mandi agar ia dapat shalat dan
dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu
badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.
Sabda Rasulullah Saw.:
Beliau berkata kepada Fatimah binti abi hubaisy, “Apabila datang
haid itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat. Dan apabila habis
haid itu, hendaklah engkau mandi dan shalat.” (HR Bukhari)
5) Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang
keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan
anak. Darah itu merupakan darah haid yang
berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu
mengandung.
6) Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup
umur ataupun tidak, seperti keguguran.
b. Fardu (rukun) mandi
1) Niat. Orang yang junub hendaklah berniat
(menyengaja) menghilangkan hadas junubnya,
perempuan yang baru habis (selesai) haid atau
nifas hendaklah berniat menghilangkan hadas
kotorannya.
2) Mengalirkan air ke seluruh badan.
c. Sunat-sunat mandi
1) Membaca “bismillah” pada permulaan mandi.
2) Berwudu sebelum mandi
3) Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4) Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5) Berturut-turut
d. Mandi sunat
1) Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang
bermaksud akan mengerjakan shalat jum’at, agar
baunya yang busuk tidak mengganggu orang di
sekitar tempat duduknya. Sabda Rasulullah Saw.
Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Rasulullah Saw. Telah bersabda,
“Apabila salah seorang hendak pergi shalat jum’at, hendaklah ia
mandi.” (HR Muslim)
2) Mandi hari raya idul fitri dan hari raya kurban.
Dari Fakih bin Sa’di. Sesungguhnya Nabi Saw. Mandi pada hari
jumat, hari Arafah, Hari Raya Fitri, dan pada Hari Raya Haji. (HR
Abdullah Bin Ahmad)
3) Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya,
karena ada sangkaan (kemungkinan) ia keluar mani.
4) Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.
Dari Zaid bin Tsabit. Sesungguhnya Rasulullah Saw. membuka
pakaian beliau ketika hendak ihram, dan beliau mandi. (HR
Tirmidzi)
5) Mandi sehabis memandikan mayat. Sabda Rasulullah
Saw.
“Barangsiapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi; dan
barangsiapa membawa mayat, hendaklah ia berwudu.” (HR
Tirmidzi dan dikatakan Hadits Hasan)
6) Mandi seorang kafir setelah memeluk agama islam,
sebab ketika beberapa sahabat masuk islam, mereka
disuruh Nabi Mandi. Menurut Hadits:
Dari Qais bin Asyim. Ketika ia masuk islam, Rasulullah Saw.
Menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara. (HR Lima
ahli hadits selain ibnu majah)
Perintah ini menjadi sunat hukumnya, bukan wajib,
karena ada karinah (tanda) yang menunjukkan bukan
wajib, yaitu beberapa orang sahabat ketika mereka
masuk islam tidak disuruh mandi oleh Nabi.
Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka da kedua tangan
sampai siku dengan beberapa syarat2. Tayamum adalah pengganti
wudu atau mandi, sebagai rukhsah atau keringanan untuk orang
yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan ( uzur)
yaitu
1. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah
sakitnya atau lambat sembuhnya
2. Karena perjalanan
3. Karena tidak adanya air
“ Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau
kembali dari tempat buang air ( kakus), atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka2 H.sulaiman Rasjid.Fiqih Islam(Bandung:SINAR BARU Algensindo.2012)hlm.13
bertayamumlah dengan tanah yang baik( bersih) ; sapulah
mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu “ ( Al-Maidah)
Hukum Tayamum
Hadist yang paling sah mengenai tayamum ialah hadis Ammar
ibn yasir. Hadist tersebut, tegas diterangkan bahwa tepukan
tanah cukup sekali saja untuk muka dan dua telapak tangan.
Memang , tidak ada suatu hadist pun dalam bab ini
menentangnya.
Fuqoha hadist, diantaranya Ahmad, sependapat dengan
hadist tersebut. Pendapat ulama hadist sah dari yang
mengatakan bahwa tayamum dua kali tepuk, sekali buat muka,
sekali buat tangan hingga siku.
Syafi’i dalam Al-Jadid dan Abu Hanifah berpendapat
demikian. Atau dua kali tepuk hingga pergelangan tangan
( ku’ain)3
Syarat tayamum:
1. Sudah masuk waktu shalat. Tayamum disyariatkan untuk
orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat,
sedangkan waktu sudah masuk. Alasannya adalah ayat
tersebut di atas. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada
air sesudah dicari dan kita yakin tidak ada; kecuali
orang sakit yang tidak diperbolehkan memakai air, atau ia
yakin tidak ada air di sekitar tempat itu, maka mencari
air tidak menjadi syarat baginya.
3 Hasbi Ash-Shiddieqy.Kuliah ibadah(Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra.2011)hlm.95
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat imam
syafi’i, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut
pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan
tanah, pasir, atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini
adalah sabda Rasulullah Saw.
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud.”
(Sepakat Ahli Hadits)
Perkataan “bumi” termasuk juga tanah, pasir, dan batu.
4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum
itu hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat
sebagian ulama; tetapi menurut pendapat yang lain tidak.
Fardu (Rukun) Tayamum
1. Niat. Orang yang akan melakukan tayamum hendaklah berniat
karena hendak mengerjakan sholat dan sebagainya. Bukan
semata-mata untuk menghilangkan hadas saja, sebab sifat
tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya
diperbolehkan untukmelakukan sholat karena darurat.
Keterangan bahwa niat tayamum hukunya wajib ialah hadits
yang mewajibkan niat wudhu yang lalu.
2. Mengusap muka dengan tanah
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah.
Keterangannya ialah ayat di atas.
4. Menertibkan rukun-rukun. Artinya mendahulukan muka dari
tangan. Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan
rukun wudhu yang telah lalu. Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa tidak wajar menertibkan rukun tayamum.
Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum.
1. Orang yang tayamum karena tidak ada air, tidak wajib
mengulangi sholatnya apabila mendapat air. Alasannya
ialah ayat tayamum diatas. Tetapi orang yang tayamum
karena junub, apabila mendapat air maka ia wajib mandi
bial ia hendak mengerjakan sholat berikutnya, sebab
tayamum itu tidak menghilangkan hadas, melainkan hanya
boleh untuk keadaan darurat.
2. Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa kali
sholat. Baik sholat fardhu ataupun sholat sunnah.
Kekuatannya sama dengan wudhu, karena tayamum itu adalah
pengganti wudhu bagi orang yang tidak dapat memakai air.
Jadi, hukumnya sama dengan wudhu, demikian pendapat
sebagian ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali
tayamum hanya sah untuk satu kali sholat fardhu dan
beberapa sholat sunnah, tetapi golongan ini tidak dapat
memberikan dalil yang kuat atas pendapat mereka.
3. Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat
dingin, sebab luka itu termasuk dalam pengetian sakit.
Demikian juga bila memakai air ketika hari sangat dingin,
dikhawatirkan akan menjadi sakit.
Sunnat tayamum
1. Membaca bismillah. Dalilnya adalah hadits sunnah wudhu,
sebab tayamum merupakan pengganti wudhu.
2. Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang
di atas tangan itu menjadi tipis.
3. Membaca dua kalimat syahadat sesuadah selesai tayamum,
sebagaimana sesudah selesai berwudhu.
Hal-hal yang membatalkan tayamum
1. Tiap-tiap hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan
tayamum.
2. Ada air. Mendapatkan air sebelum sholat, batallah tayamum
bagi orang yang tayamum karena ketiadaan air, bukan
karena sakit. Sabda rasulullah Saw.
Dari Abu Dzar. Rasulullah Saw. Telah berkata, “Tanah itu cukup bagimu
untuk bersuci walau engkau tidak mendapat air sampai sepuluh tahun.
Tetapi apabila engkau memperoleh air, hendaklah engkau memperoleh air,
hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu.” (HR Tirmidzi)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadats dibedakan menjadi dua, jaitu hadats kecil dan
hadats besar. Hadats kecil ialah sesuatu kotoran yang
maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang
berada pada anggota wudhu’, yang menegah ia dari
melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama
tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Sedangkan hadats
besar ialah sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak
dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh
badan seseorang, yang dengannya menegah mendirikan solat
dan amal iadah seumpamanya, selama tidak diberi
kelonggaran oleh syara’.
Hadats bisa dihilangkan dengan bersuci seperti
mandi, berwudhu, dan tayamum. Selama hadats itu masih
belum dibersihkan maka tidak boleh melakukan aktivitas-
aktivitas yang dilarang untuk orang yang belum suci dari
hadats.
Daftar Pustaka
Rasyid, Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Syaltut, Mahmud. 2007. Fiqh Tujuh Madzhab. Bandung: Pustaka
Setia
Ash-Shiddieqy, Teungke Muhammad Hasby. 2011. Kuliah Ibadah.
Semarang: Pustaka Rizki Putra
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2000. Terjemah Bulughul Maram.
Jakarta: Pustaka Amani