bersuci dari hadas

24
BERSUCI DARI HADAS MAKALAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah pada Jurusan Muamalah II/C Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung MUHAMMAD FAKHRI JAZULI (1143020121) MUHAMAD AFIF SHOLAHUDIN (1143020120) MUSTAGHFIRIN ASROR (1143020126)

Transcript of bersuci dari hadas

BERSUCI DARI HADAS

MAKALAHDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah

pada Jurusan Muamalah II/C Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri

Sunan Gunung Djati Bandung

MUHAMMAD FAKHRI JAZULI (1143020121)MUHAMAD AFIF SHOLAHUDIN (1143020120)

MUSTAGHFIRIN ASROR (1143020126)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

GUNUNG DJATI

BANDUNG

2014 M / 1436 H

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur mari kita

panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala sehingga kita

masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan, hidayah serta

taufik, suatu nikmat yg begitu banyak dan besar sehingga

makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada junjunan

Nabi besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat serta

keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat manusia ke

jalan yang diridhai Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah dengan judul Bersuci dari

Hadas yang disusun untuk tugas mata kuliah Fiqih Ibadah ini masih

banyak terdapat kekurangan dari berbagai aspek. Oleh karena

itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya

kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya, dan kami

mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan

partisipasi baik moril maupun materil, semoga Allah Subhanahu

Wata’ala memberkahi kita, Aamiin.

Bandung, Maret 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bersuci dari hadas sering kita kenal dengan sebutan

Thaharah, banyak orang yang tidak tahu bagaimana tatacara

bersuci dari hadas yang benar menurut Islam, dalam hukum

islam bersuci dari hadas merupakan amalan yang sangat

penting, karena amalan ibadah apabila masih ada hadas

maka amalan tersebut tidak diterima, oleh karena itu

makalah ini akan membahas tentang bersuci dari hadas.

Firman Allah SWT:

B. Rumusan Masalah

Dalam uraian tersebut yang menjelaskan tentang

pembahasan kali ini mengenai ”Bersuci dari Hadas”dan

untuk pembahassan yang terfokus, rumusan masalahnya

adalah

a. Apa itu Bersuci dari Hadas menurut para Imam ?

b. Apa saja macam-macam Hadas ?

c. Bagaimana Bersuci dari Hadas ?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian bersuci dari hadas

b. Mengetahui macam-macam hadas

c. Mengetahui cara bersuci dari hadas

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertia Bersuci dari Hadas

Bersuci dapat dikatakan juga dengan thaharah, dan

menurut bahasa artinya adalah bersuci dari sesuatu yang kotor, baik

yang kotor itu bersifat hissy ( dapat dirasakan oleh indera ) maupun

maknawi ( tidak dapat dirasakan oleh indera). Contohnya dalam hadist

riwayat Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi SAW.tatkala menengok

orang sakit, beliau bersabda,” sakit akan menjadi pembersih

( thahuurun) dalam bagimu insya Allah.”1

Bersuci menurut para Imam mujtahid

1. Al-Hanafiyyah

Menurut Imam hanafi pengertian Bersuci itu adalah

bersih dari hadas atau najis, pengertian bersih itu

mencakup yang diusahakan oleh seseorang ataupun tidak,

seperti najis yang dapat hilang karena adanya air yang

jatuh padanya.

Adapun hadas itu memiliki batasan, yaitu suatu sifat

yang menurut penilaian syara’ berada pada bagian angota

bada atau seluruhnya. Sifat itu hanya bisa hilang dengan

bersuci/ thaharah. Istilah lain dari hadas adalah najis

hukmi, yang artinya adalah bahwa Allah ( Syar’i)

menghukumi bahwa hadas itu merupakan najis yang

mengakibatkan shalat tidak sah, seperti najis hissiy.

Adapun kotoran ( khubuts) menurut syara’ adalah

sesuatu yang menjijikan yang oleh syara’ diperintahkan

untuk dibersihkan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa

najis adalah lawan dari thaharah. Perlu diketahui pula

bahwa najis terkandung dua pengertian sekaligus, yaitu

1 Prof.Dr.Mahmud Syalthut,Fiqih tujuh madzhab(Bandung:Pustaka Setia.2007).hlm.31

hadas dan khubust(kotoran), meskipun menurut bahasa

lafadz najis tersebut berarti segala sesuatu yang

menjijikan, baik hissi seperti darah,air kencing, kotoran

manusia, dan semacamnya maupun manawi seperti dosa.

2. Al Malikiyyah

Thaharah/ bersuci adalah suatu sifat yang menurut

pandangan syara’ membolehkan orang yang mempunyai sifat

itu menegrjakan shalat dengan pakaian yang dikenakannya

di tempat yang digunakan untuk mengerjakan shalat itu.

Dari sisni dapat diambil pengertian bahwa thaharah

atau bersuci merupakan suatu hal yang bersifat

bathin.yang lebih bersifat perkiraan (dzaniniyah, bukan

sesuatu yang dapat diraksakan oleh indera (hissy).

Dengan Pengertian ini,thaharah memiliki dua lawan

berikut

1. Najis, yaitu suatu sifat yang menurut syar’i

dilarang mengerjakan shalat dengan memakai akaian

yang terkena najis atau ditempat yang ada naisnya.

2. Hadas, yaitu suatu sifat yang menurut syar’i

dilarang melakukan shalat karenanya.

3. Al-Syafi’iyah

Thaharah/bersuci menurut syara’memiliki

pengertian,yaitu

1. Suatu perbuatan yang membolehkan seseorang

mengerjakan shalat, seperti,

wudlu,mandi,tayamum,dan menghilangkan najis; atau

suatu perbuatan yang searti ( serupa) dengannya.

2. Hilangnya hadas,najis,ataupun yang semisalnya,

seperti tayamum dan mandi sunat. Dengan demikian

thaharoh adalah suatu sifat maknawi yang

diakibatkan oleh perbuatan. Hadas dapat hilang

dengan wudu atau mandi jika hadas besar, dan

hilangnya itu berhubungan langsung dengan

perbuatan seseorang,yaitu orang yang wudu atau

mandi. Adapun najis itu dapat hilang dengan

mencucinya.

4. Al Hanabillah

Thaharah menurut syara’ adalah hilangnya hadas atau

yang semisalnya serta hilangnya najis atau hukum najis

itu sendiri. Adapun hilangnya hadas berarti hilangnya

sifat yang menghalangi shalat dan yang searti dengannya.

Karena hadas merupakan ibarat dari sifat yang menurut

hukum berada di seluruh atau sebagian anggota badan,

thaharah dari hadas berarti hilangnya sifat tersebut.

B. Macam- Macam Hadas

1. Hadats Kecil

a. Pengertian Hadas Kecil.

Arti hadats kecil menurut istilah syara’ ialah

sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan

mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang

menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama

solat, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Hadas

kecil ini tidak akan terhapus melainkan dengan mengambil

wudhu’ yang sah. Selama mana seseorang itu dapat

mengekalkan wudhu’nya, maka selama itu ia bersih dari

hadas kecil. Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah kerana

kawasan yang didiami oleh hadas kecil ini kecil sahaja

iaitu sekadar anggota wudhu’.

1. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang

berupa:

a) Buang air kecil atau buang air besar

Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang

tersurat dalam al-Maaidah ayat 6.

“… atau salah satu diantara kalian datang dari jamban (buang air)”

b) Mengeluarkan angin busuk (kentut)

Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:

Bersabdalah Rasulullah saw: ‘Allah tidak akan menerima shalatnya

seseorang diantara kalian jikalau ia berhadats sampai ia berwudhu’. Maka

bertanyalah seorang lelaki dari Hadramaut: ‘Apakah artinya hadats itu ya

Abu Hurairah?’, Ia menjawab: ‘Kentut dan berak’”.

2. Mengeluarkan madzi dan atau wadi

Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits

yang menyatakan bahwa: “Karenanya harus berwudhu” dan karena

kata Ibn Abbas r.a.: “Mengenai mani, itulah yang diwajibkan mandi

karenanya. Adapun madzi dan wadi, hendaklah engkau basuh kemaluanmu

atau sekitarnya, kemudian berwudhulah sebagai wudhumu untuk shalat.”

3. Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas

Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim,

Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari Busrah binti

Shafwan r.a. bahwa Nabi saw. Telah bersabda “Barang siapa

menyentuh kemaluannya maka jangan shalat sebelum beerwudhu”

4. Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya

pinggul di atas lantai

Hal ini didasarkan sebuah hadits:

Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

“Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka barang siapa telah tidur,

berwuhulah”. (H.R. Abu Daud)

Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa seseorang akan menjadi batal wudhunya

apabila terkena salah satu dari apa yang telah disebutkan

di atas. Atau dengan kata lain seseorang yang akan

melakukan shalat atau thawaf, sedang dirinya terkena

salah satu dari ketiga pokok di atas, maka dirinya wajib

berwudhu terlebih dahulu. Dan penegasan di atas

memberikan petunjuk pula bahwa bersinggungan kulit

diantara pria dan wanita, sekalipun keduanya tidak ada

hubungan muhrim tidaklah menjadikan batal wudhunya.

Dari Aisyah r.a. berkata : sesungguhnya Rasulullah saw.

Bershalat sedang aku berbaring di mukanya dengan melintang bagaikan

jenazah, sehingga ketika beliau akan witir, beliau menyentuh diriku dengan

kakinya.”

b. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas

kecil (membatalkan wudhu’)

Wudhu’ seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari

5 sebab berikut;

1) Keluar sesuatu dari 2 jalan iaitu qubul atau dubur

seperti kencing, berak atau buang angin (kentut).

2) Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.

3) Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang

tetap kedua papan punggungnya.

4) Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal

berkahwin dengan tidak berlapik dan keduanya telah

dewasa.

5) Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan

tidak berlapik walaupun qubul atau duburnya sendiri.

c. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas

kecil

1)   Mendirikan solat, sama ada yang fardhu atau yang

sunat.

2)   Tawaf, sama ada yang fardhu atau yang sunat.

3)   Menyentuh Al-Qur’an atau menanggungnya.

2. Hadats Besar

a. Pengertian hadas besar

Hadats besar mengikut istilah syara’ ertinya sesuatu

yang maknawi (kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata

kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang, yang

dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah

seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’.

Selama seseorang itu tidak menempuh atau melakukan salah

satu perkara yang menyebabkanhadas besar, maka selama itu

badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadas

besar ialah kerana kawasan yang didiami atau dikenai ole

hadas besar ini terlalu luas iaitu meliputi seluruh badan

dan rambut,Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah

buku yang ditulis oleh Musthafa Kamal Pasha, dalam

karyanya yang berjudul Fikih Islam, cetakan ke-4, hal: 22

beliau mengemukakan bahwa yang menyebabkan seseorang

dihukumkan terkena hadats besar antaralian sebagai

berikut:

1. Mengeluarkan mani (sperma)

Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai

keadaan, baik diwaktu jaga maupun diwaktu tidur (mimpi),

dengan cara disengaja atau tidak, baik bagi pria ataupun

wanita.

Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Apabila air itu terpancar

keras maka mandilah”. (H.R. Abu Daud)

Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata:”Ya Rasulullah,

sesungguhnya Allah tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah perempuan

itu mandi bilamana ia bermimpi? Beliau menjawab, benar, bila ia melihat

air”. (H.R. Bukhari dan Muslim serta lainnya).

2. Hubungan kelamin (Coitus, Jima’)

Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani,

ataupun belum mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam

kondisi junub. Hal seperti ini didasarkan pada surat al-

Maaidah ayat 6.

“Dan jikalau kamu junub hendaklah bersuci”.

Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: “Jika seseorang telah

duduk diantara kedua tempat anggota badannya (menggaulinya) maka

sesungguhnya wajiblah untuk mandi, baik mengeluarkan (mani) ataupun

tidak”. (H.R. Ahmad dan Muslim).

3.  Terhentinya haid dan nifas

Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang

terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 222:

“Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid) sebelum mereka suci.

Dan apabila sudah berxuci (mandi) maka gaulilah mereka itu di tempat yang

diperintahkan Allah kepada kalian”.

Adapun terhadap hukumm nifas, yaitu keluarnya darah

dikarenakan habis melahirkan anak maka berdasarkan ijma’

shahabhat ia dihukumkan sama dengan hukumnya haid.

b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab berhadas

besar

1) Sholat

2) Tawaf

3) Menyentuh Al-Qur’an

4) Membaca Al-Qur’an.

5) I’tikaf

6) Berpuasa

C. Bersuci dari Hadas

Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-

beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting,

terutama karena diantara syarat sholat diwajibkan suci

dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya

dari najis. Firman Allah SWT.:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai

orang-orang yang menyukai diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:

a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya

b. Kaifiat (cara) bersuci.

c. Macam dan jenis-janis najis yang perlu disucikan

d. Benda yang wajib disucikan

e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib

bersuci

Bersuci ada dua bagian

a. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk

badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum

b. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada

badan, pakaian, dan tempat.

1. Wudlu

Perintah wudu bersamaan dengan perintah wajib salat

lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun

Hijriyah.

Syarat-Syarat Wudu

1. Islam

2. Mumayiz,karena wudu itu merupakan ibadat yang wajib

diniati,sedangkan orang yang tidak beragama Islam

dan orang yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk

berniat

3. Tidak berhadas besar

4. Dengan air yang suci dan mensucikan

5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke

kulit,seperti getah dan sebagainya yang melekat di

atas kulit anggota wudu

Fardu (rukun) wudu

1. Niat

2. Membasuh muka

3. Membasuh dua tangan sampai ke siku

4. Menyapu sebagian kepala

5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki

6. Menerbitkan rukun-rukun diatas

Beberapa sunat wudu

1. Membaca ‘bismillah’ pada pemulaan wudu

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada

pergelangan

3. Berkumur-kumur

4. Memasukan air ke hidung

5. Menyapu seluruh kepala

6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam

7. Menyilang- nyilang jari kedua tangan dan jari-jari

kaki

8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri

9. Membasuh setiap anggota tiga kali

10. Berturut-turut antara anggota

11. Dll

Hal-hal yang membatalkan wudlu

1.Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah

satunya

2.Hilang akal

3.Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan

4.Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak

tangan

2. Mandi wajib

Yang dimaksud dengan “mandi” di sini

ialahmengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.

Firman Allah SWT.:

“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (QS Al Maidah: 6)

a. Sebab-sebab wajib mandi

Sebab-sebab wajib mandi ada enam, tiga diantaranya

biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan

tiga lagi tertentu (khusus) pada peempuan saja.

1) Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak. Sabda

Rasulullah SAW.:

“Apabila dua yang dikhitan bertemu, maka sesungguhnya telah

diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani.” (HR. Muslim)

2) Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi

ataupun sebab lain dengan sengaja atau tidak,

dengan perbuatan sendiri atau bukan. Sabda

Rasulullah SAW:

Dari Ummi Salamah. Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya

kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak

malu memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi

apabila bermimpi? Jawab beliau, “Ya (wajib atasnya mandi),

apabila ia melihat air (artinya keluar mani).” (sepakat ahli

hadits)

Dari Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi SAW.

Mengenai perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi.

Jawab Nabi, “Ia tidak wajib mandi sehingga keluar maninya,

sebagaimana laki-laki tidak wajib mandi apabila tidak keluar

mani.” (HR Ahmad dan Nasai)

3) Mati. Orang islam yang mati, fardu kifayah atas

muslimin yang hidup memandikannya, kecuali orang

yang mati syahid. Sabda Rasulullah Saw.:

Dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Telah berkata

tentang orang berihram yang terlempar dari punggung untanya

hingga ia meninggal. Beliau berkata, “Mandikanlah dia olehmu

dengan air dan daun sidr (sabun).” (HR Bukhari dan Muslim)

Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhud,

“Jangan kamu mandikan mereka.” (HR Ahmad)

4) Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti

dari haid, ia wajib mandi agar ia dapat shalat dan

dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu

badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.

Sabda Rasulullah Saw.:

Beliau berkata kepada Fatimah binti abi hubaisy, “Apabila datang

haid itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat. Dan apabila habis

haid itu, hendaklah engkau mandi dan shalat.” (HR Bukhari)

5) Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang

keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan

anak. Darah itu merupakan darah haid yang

berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu

mengandung.

6) Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup

umur ataupun tidak, seperti keguguran.

b. Fardu (rukun) mandi

1) Niat. Orang yang junub hendaklah berniat

(menyengaja) menghilangkan hadas junubnya,

perempuan yang baru habis (selesai) haid atau

nifas hendaklah berniat menghilangkan hadas

kotorannya.

2) Mengalirkan air ke seluruh badan.

c. Sunat-sunat mandi

1) Membaca “bismillah” pada permulaan mandi.

2) Berwudu sebelum mandi

3) Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.

4) Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.

5) Berturut-turut

d. Mandi sunat

1) Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang

bermaksud akan mengerjakan shalat jum’at, agar

baunya yang busuk tidak mengganggu orang di

sekitar tempat duduknya. Sabda Rasulullah Saw.

Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Rasulullah Saw. Telah bersabda,

“Apabila salah seorang hendak pergi shalat jum’at, hendaklah ia

mandi.” (HR Muslim)

2) Mandi hari raya idul fitri dan hari raya kurban.

Dari Fakih bin Sa’di. Sesungguhnya Nabi Saw. Mandi pada hari

jumat, hari Arafah, Hari Raya Fitri, dan pada Hari Raya Haji. (HR

Abdullah Bin Ahmad)

3) Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya,

karena ada sangkaan (kemungkinan) ia keluar mani.

4) Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.

Dari Zaid bin Tsabit. Sesungguhnya Rasulullah Saw. membuka

pakaian beliau ketika hendak ihram, dan beliau mandi. (HR

Tirmidzi)

5) Mandi sehabis memandikan mayat. Sabda Rasulullah

Saw.

“Barangsiapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi; dan

barangsiapa membawa mayat, hendaklah ia berwudu.” (HR

Tirmidzi dan dikatakan Hadits Hasan)

6) Mandi seorang kafir setelah memeluk agama islam,

sebab ketika beberapa sahabat masuk islam, mereka

disuruh Nabi Mandi. Menurut Hadits:

Dari Qais bin Asyim. Ketika ia masuk islam, Rasulullah Saw.

Menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara. (HR Lima

ahli hadits selain ibnu majah)

Perintah ini menjadi sunat hukumnya, bukan wajib,

karena ada karinah (tanda) yang menunjukkan bukan

wajib, yaitu beberapa orang sahabat ketika mereka

masuk islam tidak disuruh mandi oleh Nabi.

Tayamum

Tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka da kedua tangan

sampai siku dengan beberapa syarat2. Tayamum adalah pengganti

wudu atau mandi, sebagai rukhsah atau keringanan untuk orang

yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan ( uzur)

yaitu

1. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah

sakitnya atau lambat sembuhnya

2. Karena perjalanan

3. Karena tidak adanya air

“ Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau

kembali dari tempat buang air ( kakus), atau menyentuh

perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka2 H.sulaiman Rasjid.Fiqih Islam(Bandung:SINAR BARU Algensindo.2012)hlm.13

bertayamumlah dengan tanah yang baik( bersih) ; sapulah

mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu “ ( Al-Maidah)

Hukum Tayamum

Hadist yang paling sah mengenai tayamum ialah hadis Ammar

ibn yasir. Hadist tersebut, tegas diterangkan bahwa tepukan

tanah cukup sekali saja untuk muka dan dua telapak tangan.

Memang , tidak ada suatu hadist pun dalam bab ini

menentangnya.

Fuqoha hadist, diantaranya Ahmad, sependapat dengan

hadist tersebut. Pendapat ulama hadist sah dari yang

mengatakan bahwa tayamum dua kali tepuk, sekali buat muka,

sekali buat tangan hingga siku.

Syafi’i dalam Al-Jadid dan Abu Hanifah berpendapat

demikian. Atau dua kali tepuk hingga pergelangan tangan

( ku’ain)3

Syarat tayamum:

1. Sudah masuk waktu shalat. Tayamum disyariatkan untuk

orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum

terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.

2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat,

sedangkan waktu sudah masuk. Alasannya adalah ayat

tersebut di atas. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada

air sesudah dicari dan kita yakin tidak ada; kecuali

orang sakit yang tidak diperbolehkan memakai air, atau ia

yakin tidak ada air di sekitar tempat itu, maka mencari

air tidak menjadi syarat baginya.

3 Hasbi Ash-Shiddieqy.Kuliah ibadah(Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra.2011)hlm.95

3. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat imam

syafi’i, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut

pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan

tanah, pasir, atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini

adalah sabda Rasulullah Saw.

“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud.”

(Sepakat Ahli Hadits)

Perkataan “bumi” termasuk juga tanah, pasir, dan batu.

4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum

itu hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat

sebagian ulama; tetapi menurut pendapat yang lain tidak.

Fardu (Rukun) Tayamum

1. Niat. Orang yang akan melakukan tayamum hendaklah berniat

karena hendak mengerjakan sholat dan sebagainya. Bukan

semata-mata untuk menghilangkan hadas saja, sebab sifat

tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya

diperbolehkan untukmelakukan sholat karena darurat.

Keterangan bahwa niat tayamum hukunya wajib ialah hadits

yang mewajibkan niat wudhu yang lalu.

2. Mengusap muka dengan tanah

3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah.

Keterangannya ialah ayat di atas.

4. Menertibkan rukun-rukun. Artinya mendahulukan muka dari

tangan. Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan

rukun wudhu yang telah lalu. Sebagian ulama ada yang

berpendapat bahwa tidak wajar menertibkan rukun tayamum.

Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum.

1. Orang yang tayamum karena tidak ada air, tidak wajib

mengulangi sholatnya apabila mendapat air. Alasannya

ialah ayat tayamum diatas. Tetapi orang yang tayamum

karena junub, apabila mendapat air maka ia wajib mandi

bial ia hendak mengerjakan sholat berikutnya, sebab

tayamum itu tidak menghilangkan hadas, melainkan hanya

boleh untuk keadaan darurat.

2. Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa kali

sholat. Baik sholat fardhu ataupun sholat sunnah.

Kekuatannya sama dengan wudhu, karena tayamum itu adalah

pengganti wudhu bagi orang yang tidak dapat memakai air.

Jadi, hukumnya sama dengan wudhu, demikian pendapat

sebagian ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali

tayamum hanya sah untuk satu kali sholat fardhu dan

beberapa sholat sunnah, tetapi golongan ini tidak dapat

memberikan dalil yang kuat atas pendapat mereka.

3. Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat

dingin, sebab luka itu termasuk dalam pengetian sakit.

Demikian juga bila memakai air ketika hari sangat dingin,

dikhawatirkan akan menjadi sakit.

Sunnat tayamum

1. Membaca bismillah. Dalilnya adalah hadits sunnah wudhu,

sebab tayamum merupakan pengganti wudhu.

2. Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang

di atas tangan itu menjadi tipis.

3. Membaca dua kalimat syahadat sesuadah selesai tayamum,

sebagaimana sesudah selesai berwudhu.

Hal-hal yang membatalkan tayamum

1. Tiap-tiap hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan

tayamum.

2. Ada air. Mendapatkan air sebelum sholat, batallah tayamum

bagi orang yang tayamum karena ketiadaan air, bukan

karena sakit. Sabda rasulullah Saw.

Dari Abu Dzar. Rasulullah Saw. Telah berkata, “Tanah itu cukup bagimu

untuk bersuci walau engkau tidak mendapat air sampai sepuluh tahun.

Tetapi apabila engkau memperoleh air, hendaklah engkau memperoleh air,

hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu.” (HR Tirmidzi)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadats dibedakan menjadi dua, jaitu hadats kecil dan

hadats besar. Hadats kecil ialah sesuatu kotoran yang

maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang

berada pada anggota wudhu’, yang menegah ia dari

melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama

tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Sedangkan hadats

besar ialah sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak

dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh

badan seseorang, yang dengannya menegah mendirikan solat

dan amal iadah seumpamanya, selama tidak diberi

kelonggaran oleh syara’.

Hadats bisa dihilangkan dengan bersuci seperti

mandi, berwudhu, dan tayamum. Selama hadats itu masih

belum dibersihkan maka tidak boleh melakukan aktivitas-

aktivitas yang dilarang untuk orang yang belum suci dari

hadats.

Daftar Pustaka

Rasyid, Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru

Algensindo

Syaltut, Mahmud. 2007. Fiqh Tujuh Madzhab. Bandung: Pustaka

Setia

Ash-Shiddieqy, Teungke Muhammad Hasby. 2011. Kuliah Ibadah.

Semarang: Pustaka Rizki Putra

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2000. Terjemah Bulughul Maram.

Jakarta: Pustaka Amani