Virus dari Famili Paramyxoviridae

18
TUGAS PATOLOGI IKAN “Virus dari Famili Paramyxoviridae” OLEH KELOMPOK VIII ARDAMA KURNIAJI (C151140261) AMINATUL ZAHRA (C151140301) LILIK SETIYANINGSIH (C151140261) TULAS APRILIANI (C151140261) MAYOR ILMU AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Transcript of Virus dari Famili Paramyxoviridae

1

TUGAS

PATOLOGI IKAN

“Virus dari Famili Paramyxoviridae”

OLEH KELOMPOK VIII

ARDAMA KURNIAJI (C151140261)

AMINATUL ZAHRA (C151140301)

LILIK SETIYANINGSIH (C151140261)

TULAS APRILIANI (C151140261)

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

2

DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………… 2

PENDAHULUAN……………………………………………………… 3

PEMBAHASAN………………………………………………………… 5

KESIMPULAN………………………………………………………… 16

Daftar Pustaka

3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia budidaya ikan, penyakit adalah salah satu kendala kegiatan

produksi. Diantara penyebab timbulnya penyakit pada proses budidaya ikan

tersebut adalah infeksi virus. Virus merupakan mikroorganisme yang bersifat

parasit (agen infeksi) yang dapat menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya

dapat melakukan perkembangbiakan dengan cara memanfaatkan material hidup

yang ada pada sel, karena pada dasarnya virus tidak memiliki kelengkapan seluler

untuk melangsungkan proses reproduksi sendiri.

Virus tidak dapat tumbuh dalam media buatan seperti layaknya bakteri,

virus hanya dapat ditumbuhkan pada sel-sel hewan maupun tumbuhan. Virus juga

tidak dapat tumbuh diluar sel makhluk hidup lain dalam waktu lama, sehingga

virus dikatakan sebagai parasit obligat. Biasanya virus mengandung sejumlah

kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang

diselubungi bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau

kombinasi ketiganya. Dengan kandungan sejumlah kecil bahan genetic itulah

sehingga virus dapat digolongkan dalam dua kelompok besar yakni virus DNA

dan virus RNA.

Virus RNA adalah virus yang materi genetiknya berupa asam nukleat yang

berbentuk rantai tunggal atau ganda tidak berpilin. Berdasarkan jenis genom yang

dibawa, virus RNA terbagi atas virus RNA double strand, RNA single strand (-)

dan RNA single strand (+). Salah satu famili yang termasuk dalam virus RNA

single strand (-) adalah Paramyxoviridae. Golongan virus ini menyebabkan

berbagai macam penyakit baik pada manusia maupun hewan. Hasil penelitian

terakhir menunjukkan bahwa virus dari famili ini mampu menginfeksi organ-

organ pernafasan pada hewan darat maupun perairan, diantaranya ular, ikan mas

dan ikan salamon (Kvellestad et al., 2003). Pada ikan, virus ini ditemukan di ikan-

ikan salmon seperti Atlantic salmon paramyxovirus (ASPV) khususnya jenis

Salmo salar dari Noerway dan Pasific salmon paramyxovirus (PSPV) dari

4

Amerika Utara. Virus tersebut menyebabkan penyakit-penyakit pada ikan salmon.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi dari virus paramyxoviridae pada

ikan salmon termasuk dari genus Aquaparamyxovirus (Batts and Winton, 2012).

Menurut Fridel et al. (2004) bahwa virus Paramyxoviridae utamanya

paramyxovirus telah menyebabkan mortalitas tinggi pada kegiatan budidaya

salmon di norwegia. Pada awal identifikasi, gejala pada ikan menunjukkan bahwa

virus menyebabkan epitheliositis pada intraseluler dan memiliki ciri morfologi

yang sama dengan penyebab dari bakteri, namun identifikasi lanjutan menguatkan

ditemukannya virus yang menjadi penyebab utamanya. Gejala penyakit dan

penyebaran virus pada budidaya ikan belum ditemukan di petani-petani Indonesia,

padahal potensi penyebaran dari infeksi virus Paramyxoviridae sangat tinggi

mengingat virus ini telah menyebabkan penyakit pada manusia. Sehingga perlu

pengenalan dan pembahasan lebih lanjut melalui penulisan makalah ini untuk

mengetahui aspek biologi, ekologi, patologi, virologi dan tropisma virus pada

ikan.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan secara umum

aspek biologi, ekologi/epizootiologi, patologi, virologi, klasifikasi dan tropisma

virus yang terdapat pada family Paramyxoviridae serta pengaruhnya pada kegiatan

budidaya ikan.

5

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi

Paramyxoviridae dibagi dalam dua sub family yakni Paramyxovirinae dan

Pneumovirinae yang awalnya terdiri dari tiga genus yakni Respirovirus,

Rubulavirus dan Morbilivirus, namun selanjutnya ditemukan genus Pneumovirus

dan Metapneumovirus. Pengelompokkan ini berdasarkan kriteria morfologi,

organisasi gen, kegiatan biologis protein dan hubungan sekuen encode protein.

Sedangkan hubungan evolusi dari family paramyxoviridae berdasarkan

nukleokapsid dan sekuen asam amino phospoprotein (Fridell et al., 2004).

Namun menurut (Lamb et al., 2005; Nylund et al., 2008) bahwa pada subfamili

Paramyxovirinae, ditemmukan adanya genera baru berikutnya yakni Henipavirus

dan Avulavirus. Meskipun telah ditemukan adanya genera baru berikutnya yang

dapat meningkatkan diversitas dari subfamili Paramyxovirinae, namun beberapa

virus belum diketahui (unclassified) pada subfamili tersebut.

Pada family Paramyxoviridae terdapat dua subfamily yang didalamnya

terdiri dari tiga genus dan yang lain terdiri dari dua genus, adapun spesies dari

virus yang terdapat dari masing-masing genus tersebut yakni

1. Subfamili Paramyxovirinae

Genus Respirovirus contoh spesies yakni:

- Bovine parainfluenza virus 3 (BPIV-3)

- Human parainfluenza virus 1 (HPIV-1)

- Human parainfluenza virus 3 (HPIV-3)

- Sendai virus (murine parainfluenzavirus1)

- Simain parainfluenza virus 10 (SPIV-10)

Genus Morbillivirus

- Canine distemper virus (CDV)

- dolphin distemper virus (DMV)

- measles virus (MeV)

- Peste des petits ruminants virus (PPRV)

6

- phocine (seal) distemper virus (PDV)

- porpoise distemper virus

- rinderpest virus (RPV)

Genus Rubulavirus

- Avian paramyxovirus 2 (APMV-2)

- Avian paramyxovirus 3 (APMV-3)

- Avian paramyxovirus 4 (APMV-4)

- Avian paramyxovirus 5 (APMV-5)

- Avian paramyxovirus 6 (APMV-6)

- Avian paramyxovirus 7 (APMV-7)

- Avian paramyxovirus 8 (APMV-8)

- Avian paramyxovirus 9 (APMV-9)

- Human parainfluenza virus 2 (HPIV-2)

- Human parainfluenza virus 4a (HPIV-4a)

- Human parainfluenza virus 4b (HPIV-4b)

- Mumps virus

- Newcastle disease virus (avian paramyxovirus 1 (NDV; APMV-1)

- Porcine rubulavirus

- Simian parainfluenza virus 5 (SV-5)

- Simian parainfluenza virus 41 (SV-41)

2. Subfamili Pneumovirinae

Genus: Pnuemovirus

- Bovine respiratory syncytial virus (BRSV)

- Human respiratory syncytial virus (HRSV)

- Pneumonia virus of mice (PVM)

Genus: Metepneumovirus

- Turkey rhinotracheitis virus (TRTV)

- Fer-de-Lance virus of reptiles (FDLV)

- Mapuera virus (MPRV)

- Nariva virus (NARV)

7

Dari klasifikasi/pengelompokkan virus berdasarkan subfamili dan genusnya,

seluruhnya hanya ditemukan pada hewan-hewan darat seperti reptile, aves dan

mamalia termasuk manusia. Namun Batts et al. (2008) menemukan virus yang

diisolasi dari ikan salmon yakni Atlantic Salmon Paramyxovirus dan Pasific

Atlantic Paramyxovirus yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pada family

Paramyxoviridae sehingga memasukkannya ke dalam genus baru yakni

Aquaparamyxovirus. Adapun klasifikasinya menurut (Hulo, et al., 2011) adalah

sebagai berikut:

Order : Mononegavirales

Family : Paramyxoviridae

Subfamily : Paramyxovirinae

Genus : Aquapramyxovirus

Species : Atlantic Salmon Paramyxovirus

B. Virologi

Rata-rata virus paramyxovirus memiliki ukuran 150-350 nm dengan

struktur yang terdiri dari spike, amplop, dan nukleokapsid. Tidak seperti virus

influenza yang memiliki 8 segmen, virus pramyxoviridae tidak memiliki segmen,

dan pada influenza terdapat dua glikoprotein (spike) yakni hemaglutinin dan

neuraminidase, namun pada paramyxoviridae juga memiliki dua spike tapi HA

dan NA berada di satu spike dan spike yang lain mengandung fusion F protein

yang digunakan untuk fusion/penetrasi. Virus ini berbentuk bulat (spherical) atau

plemorpik. Nukleokapsidnya berbentuk heliks dikelilingi oleh amplop, pada

bahan genetiknya terdapat untai tunggal genetik dengan RNA sense negative 15-

17 kb yang mengandung nucleoprotein, phospoprotein, dan protein L (large). Pada

nukleoproteinnya dilengkapi dengan enzim kompleks polymerase. Jenis-jenis

protein ini sangat penting untuk digunakan dalam mengidentifiksi jenis-jenis virus

pada famili paramyxoviridae. Pada struktur genomiknya memiliki 9 elemen

transkripsional (spesies mRNA). ORF utama merupakan untai templet karena

dimulai dari 3’ ke 5’ (Hulo, et al., 2011).

8

Virus ini juga memiliki kelengkapan protein lain yakni hemagglutinasi

(penghmbat RBCs), semua anggota labil atau sensitif pada faktor-faktor

lingkungan, namun bisa survive pada permukaan sel beberapa jam (6-10 jam).

Virus ini melakukan penetrasi di dalam sel dengan cara fusi dan keluar dari sel

dengan pertunasan (budding) dari membrane plasma (Springer and Verlag, 1998).

Paramyxoviridae juga memiliki inti nucleucapsid yang mengandung protein dan

tiga nucleocapsid mengandung protein yang tersusun atas sebuah RNA binding

protein, sebuah phospoprotein dan Large protein. Matriks potein berada diantara

inti dan amplop virus. Amplop tersebut ditutupi dengan spike yang tersusun atas

satu glikoprotein yang berfungsi pada pelekatan sel, dan glikoprotein lain yang

terlibat dalam fusi virus pada membrane sel (Kvellestad et al., 2003).

Gambar 1 Struktur Virus berdasarkan komposisi kelengkapan proteinnya

Tidak seperti virus strand positif, virus strand negatif seperti

Paramyxoviridae tidak dapat lansung diterjemahkan dalam proses translasi,

namun terlebih dahulu harus melalui tahapan transkripsi menggunakan enzim

yang dibawa. Proses ini terjadi di sitoplasma sehingga menghasilkan dua bentuk

RNA, pertama adalah mRNA yang mengkode setiap protein virus dan yang kedua

berfungsi sebagai template untuk sintesis salinan RNA genomic.

Karakteristik virus ini memiliki amplop untuk perlindungan saat berada

diluar sel (ekstraseluler), amplop tersusun atas lipoprotein yang berhubungan

dengan spike yang juga tersusun atas glikoprotein. Glikoprotein tersusun atas HN

80 kb (Hemaglutin dan Neuraminidase glikoprotein) dan Fusion protein F 65 kb.

9

Repirovirus memiliki F dan HN, Morbillivirus memiliki F dan H, dan

Pneumovirus memiliki G dan F. Virus ini hanya memiliki singel strand RNA,

dengan jumlah genom 7-8. Nucleocapsidnya berbentuk heliks dengan panjang 18

nm. Virus ini mempunyai pleomorphic dan RNA strand negatif dengan jumlah

nucleik acid 5%. Untuk aktifitas metabolisme intraseluler, virus ini dilengkapi

dengan enzim polymerase untuk pembentukan strand RNA positifnya. Virus ini

juga tidak memiliki segmen genom seperti pada rhabdoviridae dan filoviridae

(Kvellestad et al., 2003).

Berikut ini adalah kode, lokasi dan fungsi dari protein yang terdapat pada

virus dari family Paramyxoviridae secara umum (Springer and Verlag, 1998).

Tabel 1 Kode, Lokasi dan Fungsi Protein Viral

Produk Gen Lokasi Fungsi Ukuran

Nucleoprotein (N) Major Internal

Protein Melindungi Viral RNA 59 kDa

Polymerase

Phospoprotein (P)

Berasosiasi

dengan

Nukleoprotein

Memungkinkan proses

transkripsi 63 kDa

Matrix (M) Di dalam

amplop virion Untuk perakitan virion 39 kDa

Fusion Faktor (F) Glikoprotein

amplop

Faktor aktif untuk fusion sel,

hemolisis dan pemasukan viral 60 kDa

Hemaglutinin-

neuraminidase

(HN),

Hemaglutinin (H),

Glikoprotein (G)

Glikoprotein

amplop Pelekatan protein viral 62 kDa

Large Protein (L)

Berasosiasi

dengan

Nukleoprotein

Sebagai enzim polymerase 249

kDa

C Protein No structural

protein

Berasal dari transkrip mRNA

sebagai P namun berbeda RF 25 kDa

V Protein No structural

protein

Diproduksi dari P transkrip

melalui editing RNA 42 kDa

Nukleukapsid tersusun atas sense negative, single strand RNA yang

terasosiasi dengan Nucleoprotein (NP), Plomerase Phospoprotein (P), dan Large

10

Protein (L). L protein merupakan RNA polymerase, P protein memiliki fungsi

dalam memfasilitasi pembentukan RNA dan NP protein membantu dalam

maintain struktur genom. Nukleukapsid juga berasosisasi dengan Matriks protein

(M) yang terdapat dalam amplop virus, sedangkan amplop virus juga tersusun atas

fusion protein (F) yang berfungsi sebagai promoter fusi dari virus ke sel inang dan

terdapat juga sebuah protein untuk pelekatan yakni Hemagglutinin neuraminidase

(HN), Hemaglutinin (H) atau G protein. Protein F harus diaktivasi dari

pembelahan proteolitik dengan memproduksi F1 dan F2 glikopeptida yang

dilaksanakan oleh obligasi disulfide untuk aktifitas fusi membrane. Sehingga virus

ini memiliki ORF (Open Reading Frame) yang tersusun atas 3’-N-P/C/V-M-F-

HN-L-5’ (Nylund et al., 2008).

Gambar 2 Strand Negatif Genom linear RNA, berukuran sekitar 17 kb dapat

menyimpan 9 Protein (Hulo, et al., 2011)

Pada ikan, virus ini seringkali menyebabkan sitoplasmik atau

(pengrusakan sel). Menurut Hulo et al. (2011) replikasi virus ini dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut:

1. Attachment, atau pelekatan pada reseptor di permukaan sel inang melalui

HN glikoprotein. Virus akan menemukan reseptor yang sesuai untuk

berikatan dengan protein virus.

2. Fusion, atau penetrasi melalui membrane plasma, spike yang menempel

pada membrane sel dilepaskan sehingga ribonukleokapsid masuk dalam

sel dan kemudian melepaskan kapsid sitoplasma, sehingga bahan genetic

saja yang masuk ke dalam inti sel.

3. Transkripsi sequential yakni transkripsi yang terjadi secara menerus

dengan tujuan membentuk mRNA. Terlebih dahulu dibentuk RNA rantai

11

positif, kemudian rantai positif tersebut akan ditranskripsi menjadi mRNA

untuk ditranslasi di sitoplasma menjadi protein baru sebagai bahan

perakitan (Assembling).

4. Replikasi akan dimulai ketika nukleoprotein cukup untuk pembentukan

encapsidate antigenomes neo-sintesis dan genom untuk perakitan.

Replikasi ini dilakukan pada double strand RNA yang kemudian rantai

negative RNA akan dijadikan bahan genetic untuk virus baru.

5. Ribonucleocapsid yang telah dirakit kemudian berikatan dengan protein

matriks dan membentuk pertunasan (binding) melalui kompleks ESCRT

inang yang terjadi pada membrane plasma, kemudian virus keluar sel.

Adapun proses infeksi virus dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3 Proses replikasi virus Paramyxoviridae (Madigan el al., 2012)

12

C. Patologi

Paramyxoviridae pada umumnya patogen pada hewan mamalia, burung,

reptil, dan spesies dari famili ini telah ditemukan pada ikan salmon. Atlantik

Salmon Paramyxovirus (ASPV) ditemukan menyerang ikan Salmon Salmo Salar

di Norwegia dan Pasifik Salmon Paramyxovirus (PSPV) pada ikan Chinook

salmon pertama kali ditemukan di Oregon Utara di sepanjang pantai barat

Amerika Utara dari California ke Alaska.

1. Atlantic Salmon Paramyxovirus (ASPV)

Atlantic salmon paramyxovirus (ASPV) pertama kali ditemukan pada

tahun 1995 yang diisolasi dari ikan salmon (S. salar) yang menderita Proliferative

Gill Inflamation (PGI) atau peradangan pada insang. PGI merupakan sebuah

penyakit pada sistem pernapasan ikan salmon atlantik dan telah menyebabkan

kerugian pada budidaya salmon di Norwegia sejak tahun 1980. Gejala klinis ikan

salmon yang terserang ASPV secara makroskopis insang terlihat pucat dan secara

histologi terlihat terjadi inflamasi (peradangan), gangguan peredaran darah,

kematian sel, dan proliferasi sel epitel. Perubahan sel epitel dan jaringan endotel

yang menyebabkan Proliferative Gill Inflamation (PGI). (Kvellestad et al, 2005).

Gambar 4 Insang Salmo salar mengalami Proliferative Gill Inflamation (PGI)

yang terinfeksi Atlantic salmon paramyxovirus (ASPV) (Kvellestad

et al, 2005)

13

Ket. Gambar :

(a) Banyak partikel kecil dan sebagian partikel bergabung di dalam sitoplasma

(b,c) Sitoplasma sel menyusut

(d,e) sitoplasma sel lamela pada insang dengan pewarnaan fluorescence

(f) sel pilar pada lamella mengalami edema dan peradangan sel pada epitel

(g) Kematian sel pilar (endotel)

(h) Sel epitel mengalami peradangan

(i) Sel epitel mengalami peradangan dan hiperplasia

(j) Sel epitel hiperplasia

Virus ini lebih tepatnya menyerang sel-sel pada organ pernapasan

utamanya insang. Sel yang diserang menjadi rusak (sitopatik) dan menyebabkan

kerusakan jaringan secara berkala. Menurut Madigan et al. (2012) bahwa virus

strand negatif menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel yang terdapat pada

organ pernapasan. Pada gambar di atas terlihat lamella vaskular mengalami

perubahan akumulasi darah pada lumina, hemoragis, dan kematian sel pillar. Di

dalam epitelium terjadi kematian sel, peradangan pada sel, dan hiperplasia sel

(Kvellestad et al, 2005). Disamping menyebabkan penyakit insang pada ikan

salmon, diduga juga virus ini menyerang ikan mas (Cyprinus carpio) yang

mengalami nekrosis pada insang di Norwegia. Beberapa kasus yang ditemukan

dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa virus Paramyxoviridae tidak

hanya menimbulkan penyakit pada insang, namun juga pada organ pernapasan

hewan teresterial seperti mamalia dengan organ targetnya adalah paru-paru

(Kvellestad et al., 2003).

Gambar 4 (a) Sell dengan banyak sitoplasmik vakuola, (b) Pertunasan virus pada

membrane plasma sel (arrows) dan pelepasan virus (arrowhed)

(Khvellestad et al., 2003)

A B

14

Virus ini sensitif pada klorofom, suhu panas, serta naik dan turunnya pH,

dan memiliki genom RNA. Telah ditemukan pula adanya enzim neuraminidase

dan mengandung lima struktur utama polipeptida yang diperkirakan masa

molekulnya 70, 62, 20, 48 dan 37 kDa. Berdasarkan berbagai analisis tersebut,

virus ini diklasifikasikan masuk dalam keluarga paramyxoviridae dengan nama

Atlantic Salmon Paramyxovirus (ASPV) (Kvellestad et al., 2003). Kemudian

dikonfirmasi selanjutnya oleh Fridell et al. (2004) bahwa analisis selanjutnya pada

urutan gen yang terisolasi dari enzim polymerase menempatkan virus ini masuk

dalam subfamili paramyxovirinae pada genus Respirovirus.

Proses replikasi Atlantic paramyxovirus (ASPV) dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan diantaranya adalah suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus

ini dapat melakukan replikasi dengan baik pada suhu optimal 10oC. disamping itu

hasil peneltian yang dilakukan oleh Khvellestad el al. (2003) bahwa ditemukan

inclution body atau sisa virus di sitoplasma yang mengindikasikan bahwa virus ini

melakukan replikasi di sitoplasma.

Gambar 5 Replikasi ASPV pada sel-sel insang dengan berbagai suhu

2. Pasific Salmon Paramyxovirus (PSPV)

Virus ini telah diisolasi dari ikan salmon yang ada di sepanjang pantai

pasifik di Amerika Utara sejak tahun 1982. Sehingga virus ini dikenal dengan

nama Pasific Salmon Paramyxovirus yang terutama menginfeksi salmon dewasa

jenis Chinook Salmon (Oncorhynchus tshawytscha) dimana virus tumbuh lambat

dalam sel (Batts et al., 2008). Pasifik salmon paramyxovirus diisolasi dari cairan

15

reproduksi atau organ internal yang tidak menunjukkan gejala pada telur induk

ikan salmon (Chinook salmon). Virus tumbuh lambat di dalam sel pada suhu

15°C.

Virus ini memiliki amplop yang berukuran besar dengan single strand

RNA. Virus ini juga memiliki virulensi yang rendah dan dalam beberapa kasus

tidak menimbulkan penyakit dan kematian. Agen viral kebanyakan diisolasi dari

asymptomatic carier ikan selama dilakukannya pemeriksaan (Meyers et al., 2008).

Analisis genetik menunjukkan bahwa panjang gen virus adalah 505 bp

yang berasal dari gen polymerase. Isolasi dilakukan pada 47 PSPV yang masing-

masing memproduksi 17 jenis urutan nukleutida yang dapat dikelompokkan

dalam dua sublineages yakni designated A dan B. Analisis menunjukkan bahwa

filogenik paramyxovirus dari PSPV ini memiliki kekerabatan dengan ASPV yang

berasal dari Norwegia. Dimana jumlah maksimum nukleutidanya 26,1% dan

keragaman asam aminonya yakni 19,0%. Bila dibandingkan dengan homolog

urutan lain paramyxovirus, PSPV dan ASPV cukup berbeda dengan anggota dari

setiap genera dalam famili Paramyxoviridae. Sehingga jenis virus ini PSPV dan

ASPV dimasukkan dalam genus Aquaparamyxovirus (Batts et al., 2008). Hasil

penelitian tersebut memberikan penempatan klasifikasi baru pada virus PSPV dan

ASPV dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kvellestad et al. (2003)

bahwa virus ini diklasifikasikan masuk dalam keluarga paramyxoviridae,

subfamili paramyxovirinae pada genus Respirovirus.

Gambar 5 (a) Ultrastruktur kultur sel ikan yang menunjukkan adanya partikel

Paramyxovirus yang membentuk budding dari membrane sel

(Meyers et. al., 2008), (b) Efek sitopatik pada sel diikuti oleh infeksi

dari PSPV (Winton et. al., 1985).

A B

16

Berdasarkan hasil pemeriksaan histologi, tidak terdapat gejala klinis atau

tanda-tanda penyakit yang disebabkan oleh virus ini, kecuali untuk virus yang

berasal dari Norwegia yang menyebabkan penyakit sindrom PGL. Penularan virus

ini secara horizontal dari ikan ke ikan, dan secara keseluruhan berada di laut/air

laut. Deteksi paramyxovirus dilakukan dengan isolasi virus yang dikultur dari sel

ikan yang diinokulasi dengan infeksi jaringan. Virus menyebabkan cytopathic

effect (CPE) pada sel. Hasil identifikasi dari observasi tipe CPE menunjukkan

bahwa virus ini memiliki karakter unik yang hanya diketahui terdapat pada ikan,

sebagian mamalia (manusia, kelinci, kuda, babi) dan burung (Meyers et. al.,

2008).

D. Epizootiologi

Virus ini tersebar di beberapa negara, diantaranya di negara Norwegia

khususnya virus jenis Atlantic salmon paramyxovirus (ASPV) yang diisolasi dari

salmon jenis S. salar (Nylund et al., 2008) dan di sepanjang pantai barat Amerika

Utara dari California ke Alaska khususnya virus jenis Pasific salmon

paramyxovirus (PSPV) yang diisolasi dari ikan dewasa Chinok Salmon

(Oncorhynchus tshawaytscha). Di Amerika Utara, virus ini telah berhasil diisolasi

dari ikan salmon Chinok Salmon yang berasal dari Alska, Oregon dan Wahington

(Meyers et. al., 2008).

Menurut Khvellestad el al. (2003) tidak diketahui lebih lanjut mengenai

penyebaran paramyxovirus pada ikan salmon, namun saat ini paramyxovirus

hanya menimbulkan permasalahan pada budidaya ikan salmon di Norwegia yang

seringkali menyebabkan kematian. Hal ini pun belum diketahui lebih lanjut

sampai kapan menyebabkan penyakit peradangan pada insang.

17

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Paramyxoviridae secara umum memiliki bentuk morfologi bulat

(sperichal), diameter 150-350 nm, dilengkapi dengan spike 1 (HA dan

NA) dan spike 2 (F Protein). Termasuk virus tidak bersegmen, memiliki

nukleokapsid heliks RNA tunggal strand negatif yang panjangnya 15-17

kb. Virus ini dilengkapi dengan protein-protein dan enzim polymerase.

2. Paramyxoviridae terdiri atas dua sub family dan delapan genus. Hanya

terdapat satu genus yang didalamnya memiliki virus penyebab penyakit

pada ikan yakni Aquaparamyxovirus. Atlantic Salmon Paramyxovirus

(ASPV) dan Pasific Salmon Paramyxovirus (PSPV) merupakan dua jenis

virus yang diisolasi dari ikan salmon (S. salar dan O. tshawytscha). Hanya

ASPV yang menyebabkan penyakit serius pada insang dengan kerusakan

pada sel (sitopatik).

3. Virus tersebar luas di Norwegia dan sepanjang pantai Amerika utara dari

California sampai Alaska. Sampai saat ini belum ditemukan dinegar lain,

sehingga hanya menimbulkan permasalahan utama pada kegiatan budidaya

ikan salmon di Norwegia.

18

DAFTAR PUSTAKA

Batts, W. N. and Winton, J. R. 2012. Other Virus Isolated from Fish. USGS

Westrn Fisheries Research Center.

Fridel, F., Devold, M., Nylund, A. 2004. Phylogenetic position of a

paramyxovirus from Atlantic salmon FridelSalmo salar. Disease

of Aquatic Organism. University of Bergen, Norwey, 59: 11-15.

Hulo, C., Castro, E., Masson, P., Bougueleret, L., Bairoch, A., Xenarios, I. and Le

Mercier, P. 2011. A Knowledge Resource to Understand Virus

Diversity. Nucleic Acid Res (Data Base of Virus). Viral

Zone.Expasy.Org.

Kvellestad, A., Danneving, B. H. and Falk, K. 2003. Isolation and partial

characterization of a novel paramyxovirus from the gills of

diseased seawater-reared Atlantic salmon (Salmo salar L.).

National Veterinary Institute. Norwey. Journal of General

Virology, 84; 2179-2189.

Kvellestad, A., Falk, Knut., R, Solveig M., Kjell Flesjå., Jan, Arne Holm. 2005.

Atlantic salmon paramyxovirus (ASPV) infection contributes to

proliferative gill inflammation (PGI) in seawater-reared Salmo

salar. Diseases Of Aquatic Organisms Journal. Vol. 67: 47–54.

Madigan, M. T., Martinko, J. M., Bender, K. S., Buckley, D. H., Stahl, D. A.

2012. Brock Biology of Microorganisms, Fourteenth Edition.

Book Pearson.

Meyers, T., Burton, T., Bentz, C. and Starkey, N. 2008. Common Disease of Wild

and Cultured Fishes in Alaska. Department of Fish and Game.

Alaska. Fish Pathology Laboratories.

Nylund, S., Karslen, M., Nylund, A. 2008. The Complete Genom Sequence of

Atlantic Salmon Paramyxovirus (ASPV). Virology. University of

Bergen, Norway. Virology, 373;137-148.

Springer and Verlag. 1988. Laboratory diagnosis of Infectiois Disease: Prociple

and Practice. Newyork.