BAB I - e-Campus
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB I - e-Campus
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Media sosial dewasa ini merupakan ruang yang paling efisien dalam
melakukan komunikasi dengan industri empat titik nol (4.0) nya. Walaupun
memiliki ruang gerak yang terbatas, media sosial juga digunakan sebagai wadah
untuk melakukan sosialisasi. Hal ini disebabkan karena melakukan sosialisasi
melalui media sosial dianggap lebih praktis, sehingga media sosial mampu
mentransformasikan keilmuan lebih cepat dibandingkan tatap muka secara
langsung. Termasuk di dalamnya konstruksi wacana perkawinan yang akhir-akhir
ini trend dikonsumsi publik pada laman-laman instagram secara instan, yang
digagas oleh akun-akun islami.
Platform instagram memiliki pengguna terbanyak nomor 3 menyusul
whatsapp dan facebook di Indonesia. Sebagai salah satu media sosial yang
memiliki banyak pengguna semenjak diluncurkan pada tahun 2010, instagram
sudah memiliki 63 juta jiwa pengguna per tahun 2020, dan memiliki peningkatan
setiap bulannya.1 Platform instagram didominasi oleh pengguna usia produktif,
rentang 18-24 tahun sebanyak 25 juta (38%), disusul 21 juta pengguna dengan
usia 25-34 tahun (33%). Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, pengguna
instagram lebih didominasi oleh perempuan sebanyak 50,8 % dibanding laki-laki
dengan 49,2 %,2 walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini
1 https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia 2 Eva F. Nisa, Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram amongs
Female Muslim Youth in Indonesia, Asisacape: Digital Asia 5, hlm. 68-69
menggambarkan bahwa mereka yang dalam usia produktif lebih banyak
menghabiskan waktu dengan instagram.
Sejalan dengan meningkatnya pengguna instagram yang didominasi oleh
kaum milenial, hal ini juga memotivasi munculnya akun-akun instagram seputar
perkawinan dengan doktrin “hijrah”. Mengingat trend hijrah akhir-akhir ini
menjadi suatu gerakan Islami yang digeluti oleh remaja muslim milenial, akun-
akun tersebut mencoba memanfaatkan instagram dalam mensosialisasikan juga
mengembangkan wacana perkawinan kepada kaum muda. Seperti akun
@nikahsyari.com dan @nikahinstitute yang awalnya bergerak sebagai media
penyampaian pesan-pesan dakwah, juga mengemas dalam bentuk kelas pranikah
berbayar berbasis daring atau online.
Fenomena ini dikenal dengan Islamisme atau political Islam yang
menggunakan ideologi atau penafsiran holistik Islam untuk mencapai tujuan
tertentu. Sebenarnya periode islamisme yang mempolitisasi agama untuk meraup
keuntungan ini bukanlah hal baru di Indonesia, bahkan semakin menemukan
momentumnya ketika banyaknya labelisasi halal pada berbagai industri sejak satu
dekade ini. Mengingat tendensi masyarakat muslim Indonesia rasanya memang
terpakemkan pada ideologi keagamaan yang diusung – halal;syari.3
Selain itu seiring berkembangnya zaman, karya-karya ulama klasik tentang
perkawinan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini sepertinya dipicu
karena keterbatasan masyarakat dalam mengakses kitab-kitab yang semuanya
berbahasa Arab. Selain itu kitab-kitab tentang perkawinan juga dianggap kurang
3 Yulmitra Handayani, Dominasi Hukum Perkawinan di Ruang Digital (Kajian Konten
Pernikahan di Instagram), jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 2
aktual dalam menjawab persoalan perkawinan kontemporer. Kurangnya akses
dalam memahami kitab-kitab fikih klasik dan dipicu juga dengan maraknya akun-
akun islami di instagram mengusung trend “hijrah”, yang menyuguhkan materi-
materi terkait perkawinan secara instan, maka hal ini berhasil menarik perhatian
masyarakat untuk mengikuti kelas pranikah online yang dicoba ditawarkan oleh
pengelola akun.
Maraknya trend hijrah dan sentimen islamisme bagi kalangan muslim
milenial ini mendorong semangat belajar melalui instagram dengan independen
dan instan dengan perolehan beragam informasi tanpa batas.4 Di saat yang sama
juga sebagai implikasi dari pencarian jati diri dan pola ekspresi identitasnya.
Strategi penyebaran agama melalui media sosial media pun dianggap berhasil
memobilisasi pesan-pesan Islam dengan membangun komunikasi ala milenial.5
Eva F. Nisa menyebutnya ruang penting dalam berdakwah.6
Tidak hanya itu, irisan ini menjadikan agama sebagai strategi bagi praktik
post-truth dalam amatan Naziful. Praktik post-truth yang paling mencolok adalah
pemenggalan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist demi tujuan tertentu, penafsiran
yang tidak mengelaborasi kaidah-kaidah ilmiah. Praktik ini menurut Naziful juga
sangat sulit diidentifikasi, karena tendensi sekralitas yang ada pada teks agama
yang dijadikan dalih memancarkan citra “kebenaran mutlak”. Hingga akhirnya,
akan semakin berkurangnya pemuka agama yang mengemukakan gagasannya
4 Moh. Dahlan, “Geneologi Islamisme di Kalangan Muslim milenial Indonesia”, El-Afkar,
Vol.9 No.1 (Januari-Juni 2020), hlm. 1-2 5 Zahara, dkk, Gerakan Hijrah : Pencarian Identitas untuk Muslim Milenial di Era Digital,
Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, Vol.2 No.1 (2020), hlm. 58-59 6 Eva F. Nisa, Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram Amongs
Female Muslim Youth In Indonesia”
secara teruji otoritas keilmuannya di samping meningkatnya trend streaming,
caption yang dikonsumsi serba instan.7
Berdasarkan penelitian awal yang sudah penulis lakukan, bahwa akun
@nikahsyari.com dan @nikahinstitute dalam merealisasikan kelas pranikahnya
menggunakan media whatsapp dan telegram. Akun @nikahsyari.com misalnya,
pengikut yang ingin bergabung dengan kelas pranikah langkah awal yang harus
dilakukan dengan cara mengisi data pada form yang sudah disiapkan pengelola
akun di bio instagram tersebut. Setelah itu diikuti dengan pembayaran diklat
dengan kisaran harga antara Rp.0 – Rp. 99.000 sesuai dengan paket yang
ditawarkan pengelola akun.8 Akun @nikahsyari.com tercatat sudah memiliki
pengikut sebanyak 27,8 ribu dengan jumlah postingan 612 postingan, sejak akhir
tahun 2017 sudah melakukan 18 kali diklat pranikah. Mekanisme dalam merekrut
anggota diklat serupa juga dilakukan oleh akun @nikahinstitute, yang sejak
munculnya pada tahun 2018 sudah melakukan kelas pranikah sebanyak 19 kali.9
Capaian akun-akun tersebut yang berunsur bisnis ini kentara adanya praktik
komodifikasi perkawinan di dunia digital. Mosco menyebutnya dengan
penjelmaan marketable.10 Sesuatu yang tidak lagi murni memiliki nilai guna,
tetapi nilai tukar yang bermuara kepada keuntungan finansial.11 Proses
komodifikasi pada kedua akun perkawinan tersebut diawali dengan unggahan
7 Muhammad Naziful Haq, Penggunaan Retorika Post-Truth dalam Populisme Islam: Studi
Kasus Caption Intagram Felix Siauw, Islamic Insight, Vo.1 No.2 (Desember 2019), hlm. 21 8 Wawancara pribadi dengan Yolanda Pratami (Admin Nikahsyari.com), pada tanggal 10
Januari 2021 pukul 14.00 WIB 9 Wawancara pribadi dengan Sheril Ariyanti (Admin Nikah Institute), pada tanggal 10
Januari 2021 pukul 14.00 WIB 10 Yulmitra Handayani, Dominasi Hukum Perkawinan di Ruang Digital (Kajian Konten
Pernikahan di Instagram), jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4 11 Fathorrahman dan Ghazian Ltuhfi Zulhaqqi, Fenomena Ta’aruf Online dan Praktik
Komodifikasi Perkawinan di Dunia Digital, hlm. 74
tentang simbol dan nilai dakwah dalam perkawinan. Pengemasan isi dan konten
cara yang menarik menyita perhatian remaja milenial usai nikah. Sebagai contoh,
banyak konten yang disajikan menarasikan ta’aruf adalah jalan untuk menemukan
jodoh yang akan mendekatkan orang pada perkawinan sesuai syariat Islam dan
menjauhkan dari praktik-praktik hubungan dengan lawan jenis yang dilarang oleh
Islam, kemudian nasihat-nasihat perkawinan, manajemen rumah tangga sampai
pola interaksi penyelesaian problematika rumah tangga yang berlandaskan syariat
Islam yang pada tahap selanjutnya pengelola akan menawarkan kelas khusus
dengan tarif yang bervariasi, bahkan menjual produknya berupa buku-buku
hukum keluarga.
Selanjutnya peserta yang ingin bergabung akan diminta untuk bergabung
melalui grup whatsapp selama proses kelas pranikah berlangsung. Seperti yang
sudah penulis paparkan di atas, secara garis besar postingan instagram dan modul-
modul yang diberikan oleh pengelola kelas pranikah @nikahsyari.com dan
@nikahinstitute, dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu; pertama, cara memilah
dan memilih pasangan (kehidupan sebelum menikah), kedua, pelaksanaan
pernikahan seperti persoalan mahar dan wali, dan ketiga yaitu kehidupan setelah
berumah tangga. Sekilas materi-materi ini memang menarik perhatian dan sangat
dibutuhkan oleh kaum muda yang ingin menikah. Setelah mengamati beberapa
postingan dan modul-modul kelas panikah online tersebut muncul sebagai hasil
dari konstruksi wacana, khususnya wacana hukum perkawinan yang sedang
berkembang di Indonesia dan tentunya akan terus berubah.
Konstruksi wacana perkawinan Indonesia sangat dipengaruhi oleh ideologi
yang merangkai relasi keluarga Indonesia. Ideologi tersebut ditegakkan
berdasarkan kerangka normatif yang dominan di Indonesia, yaitu agama Islam,
sehingga hukum perkawinan Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan
pemikiran agama Islam yang berkembang.12 Pemikiran Islam yang berkembang
dalam masyarakat Indonesia adalah fiqh mazhab, artinya berpedoman kepada
mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali) dan didominasi oleh
mazhab Syafi’i. Namun seiring berkembangnya zaman hukum perkawinan di
Indonesia sudah melakukan pembaharuan hukum Islam untuk tidak menganut
salah satu mazhab dengan dikeluarkannya Kompilasi Hukum Islam. Sebagai
pihak yang memberikan ilmu tentang perkawinan, akun nikahsrayi.com dan nikah
institute perlu dilihat dan dikaji tentang corak pemikiran fiqh yang dicoba
dikembangkan oleh kedua akun tersebut, karena hal ini tentunya akan
mempenagruhi kehidupan beragama dalam masyarakat Islam Indonesia.
Selain hukum Islam, hukum perkawinan Indonesia juga dipengaruhi oleh
kebudayaan dan adat istiadat masyarakat. Hal ini mewujud dari tradisi-tradisi
perkawinan dalam masih dipertahankan di berbagai komunitas adat. Tradisi
tersebut pada dasarnya disesuaikan dengan hukum Islam. Hukum adat tetap dapat
diterima dalam masyarakat selama ia tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
Negara, di satu sisi ikut membentuk wacana hukum perkawinan dengan
mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP).
12 Hal ini dapat dilihat dari materi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang lebih banyak di dominasi oleh hukum Islam
Tujuan dari UUP adalah pertama, unifikasi hukum perkawinan, yaitu penyatuan
hukum-hukum yang selama ini tercerai dalam bentuk paham mazhab-mazhab.
Kedua, untuk mengangkat status wanita yang mana selama ini wanita
termarjinalkan. Ketiga, yaitu untuk merespon perkembangan dan tuntutan zaman
karena konsep yang selama ini dipakai dianggap kurang mampu menjawabnya.13
Tujuan pembentukan undang-undang tersebut menyiratkan bahwa hadirnya
undang-undaang ini tidak lain adalah untuk mendisiplinkan masyarakat dalam hal
perkawinan. Permasalahan-permasalahan perkawinan yang muncul dapat
diselesaikan, karena telah ada undang-undang yang mengaturnya. Dengan adanya
undang-undang tersebut, maka segala urusan yang terkait perkawinan berlaku
secara nasional, termasuk seluruh agama, ras, suku, etnis, yang ada di Indonesia
tunduk pada undang-undang ini. Pengaruh agama, secara tidak langsung besar
dalam undang-undang ini.14
Ketiga kerangka normatif dan sosiologis-hukum Islam, hukum negara, dan
hukum adat-inilah yang kemudian memegaruhi pembentukan wacana hukum
perkawinan dalam masyarakat Indonesia. Beradasarkan postingan dan modul
perkawinan dari kelas pranikah akun nikahsyari.com dan nikah institute perlu
ditelisik lebih dalam krena konten yang disajikan “dikhawatirkan” didominasi
oleh wacana Islam konseravtif dan bias gender. Seperti pada instagram
nikahsyari.com tentang postingan sebuah gambar mengenai keutamaan seorang
13 Khoirudin Nasution, Sejarah Singkat Pembaharuan Hukum Keluarga Muslim dalam H.
M. Atho’ Mudzar dan Khoirudin Nasution (ed), Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi
Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fiqh, (Jakarta: Ciputat Press,
2003), hlm. 11 14 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkwinan Islam di Indonesia, Perbandingan
Fiqh dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 30
perempuan yang baik untuk dinikahi ialah perempuan yang memudahkan
maharnya. Argumentasi yang dikuatkan pada konten ini merujuk kepada hadits
yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Ahmad bin Hambal. Hadits
tersebut menyebutkan bahwa di antara salah satu perintah Nabi Muhammad SAW
kepada perempuan adalah “sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”
diperjelas lagi dengan “termasuk berkahnya seorang wanita yang mudah
khitbahnya, yang mudah maharnya dan yang mudah memiliki keturunan.”
Wacana ini dibangun untuk mendikte para pengikut bahwa perempuan yang baik
adalah mereka yang memudahkan maharnya sebagaimana ideologi yang
memproduksi wacana tersebut. Seandainya pengelola akun menyertakan manfaat
atas anjuran memudahkan mahar tersebut mengikuti sunnah Nabi, rasanya perlu
untuk ditelisik mengingat rekam jejak mahar pada masa Rasululllah yang
digunakan Nabi saat menikahi istri-istrinya.
Mengingat fenomena conservative turn sudah bercokol di dunia digital sejak
lama,15 yang banyak memarginalkan perempuan di dalam keluarga. Tidak dapat
dipungkiri hal ini akan semakin melanggengkan ajaran Islam bernuansa puritan-
konseravatif. Lebih tepatnya lagi, pola pikir masyarakat khususnya remaja muslim
usia nikah turut digiring mengikuti dinamika wacana dominasi yang dibangun.
Sehingga hal ini tentunya juga akan mempengaruhi pembaharuan hukum
perkawinan di Indonesia.
Dari penjelasan di atas peneliti merasa tertarik untuk menelisik lebih dalam
mengenai corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun instagram
15 Fathorrahman, dkk, Fenomena Ta’aruf Online dan Praktik Komodifikasi Perkawinan di
Dunia Digital, Jurnal Kafa’ah, Vol.10 No. 1 (2020), hlm. 63
nikahsyari.com dan nikah institute dan relevansinya dengan pembahauan hukum
perkawinan di Indonesia. Berdasarkan dari latar belakang ini, maka timbullah ide
untuk mengadakan penelitian dengan judul “WACANA HUKUM
PERKAWINAN PADA KELAS PRANIKAH ONLINE (Analisis Kritis pada
Akun Instagram NikahSyari.com dan Nikah Institute).”
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini secara umum ingin melihat bagaimana kelas pranikah akun
Nikahsyari.com dan Nikah Institute memberikan materi-materi hukum
perkawinan kepada siswanya. Berdasarkan hal tersebut maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumusakan sebagai berikut:
1. Bagaimana corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun instagram
nikahsyari.com dan nikah institute?
2. Bagaimana relevansi corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun
instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap pembaharuan hukum
perkawinan di Indonesia?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menggambarkan corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada
akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute.
b. Untuk menjelaskan relevansi corak pemikiran fiqh kelas pranikah online
pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap
pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Praktis
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat supaya
bisa meraih gelar Magister Hukum (S2) pada Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Bukittinggi Pascasarjana Program Studi Hukum Islam.
b. Kegunaan Teoritis
1) Sebagai sumbangsih bagi khazanah keilmuan, khususnya wacana hukum
perkawinan Islam yang yang berkembang di Indonesia bagi masyarakat,
insan akademis, khususnya dalam bidang hukum dan syari’ah.
2) Sebagai bahan tambahan dan peningkatan pemahaman bagi penulis
sendiri, sehingga labih memahami tentang wacana hukum perkawinan
yang dikonstruksikan dalam kelas pranikah online khususnya pada akun
instagram nikahsyari.com dan nikah institute.
D. DEFINISI OPERASIONAL
Guna menghindari kekeliruan dalam permasalahan ini, penulis akan
menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Wacana : wacana dalam bahasa Inggris yaitu discourse, yang
berarti “lari ke sana ke sini”, “lari bolka-balik”.
Makna discourse ini diperluas, sebagai komunikasi
kata-kata, ekspresi, gagasan-gagasan, risalah tulis,
dan sebagainya.16 Namun wacana dalam kajian ini
16 Mulyana, Kajian Wacana, Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hlm. 3-4
bukan dipahami sebagai rangkaian kata atau
proposisi dalam teks, tetapi dalam artian Faoucault
yaitu sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah
gaagasan, konsep atau efek).17
2. Perkawinan : ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.18
3. Analisis Kritis : pendekatan yang berusaha melakukan penyelidikan
secara sistematis terhadap hubungan antara teks,
praktik kewacanaan dan peristiwa, serta struktur-
struktur kultural dan sosial yang lebih luas.19
Dari beberapa penjelasan di atas, maka yang penulis maksud dalam judul
penelitian ini adalah meneliti konsep-konsep seputar hukum perkawinan secara
sistematis yang dibangun pada kelas pranikah online oleh akun instagram
nikahsyari.com dan nikah institute.
E. PENELITIAN TERDAHULU
17 Eriyanto, Anaslisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001),
hlm. 65 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam, Cetakan I, (Jakarta: Grahamedia Press, 2014), hlm. 2 19 Haryatmoko, Critical Discourse Analysisi (Analisis Wacana Kritis) Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan, (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2019), hlm. 6. Kutipan asli dapat
dilihat pada Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language,
(New York: Longman, 1995), hlm. 132
Berdasarkan penelusuran dan pengamatan penulis pada data-data
kepustakaan, penulis belum menemukan penelitian yang khusus mengenai
wacana hukum perkawinan pada kelas pranikah online (Analisis Kritis pada
Akun Instagram NikahSyari.com dan Nikah Institute). Walaupun demikian
penulis mencoba menampilkan beberapa tulisan yang berkenaan dengan
permasalahan tersebut, sebagai berikut:
1. Tesis yang ditulis oleh Arifki Budia Warman di Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, 2017, yang berjudul Konservatisme Fikih Keluarga (Kajian
Terhadap Buku-Buku Populer Rumah Tangga Islami). Metododologi
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
analsisis wacana yang didukung oleh penelitian lapangan, yang bertujuan
untuk menggambarkan wacana hukum keluarga yang direpresentasikan dalam
buku-buku populer rumah tangga islami dan menjelaskan bagaimana buku-
buku tersebut mengonstruksikan wacana hukum keluarga Islam Indonesia.
Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah menggambarkan wacana
hukum perkawinan yang dibahas dalam kelas pranikah online dan
menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan dalam kelas pranikah online pada
akun instagram nikahsyari.com dan nikah isntitute.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah beredarnya buku-buku populer
rumah tangga islami tersebt dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat.
Wacana hukum konserfativ dan bias gender yang dibawanya serta didukung
dengan kondisi sosial dan budaya patriaki bisa menyebabkan bertahannya
status quo dalam masyarakat. Dengan demikian ketika ada wacana
pembaharuan hukum Islam masyarakat akan menolak hal tersebut. Oleh
karena itu pembaharuan-pembaharuan hukum keluarga di Indonesia menjadi
terkendala.
2. Tesis yang ditulis oleh Chaudio Achmad Salju Sodar di Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020, yang berjudul Tipologi
Wacana Hukum Keluarga Islam dalam Ceramah Walimatul ‘Ursy Perspektif
Teori Wacana Norman Fairclough (Studi Ceramah Kiai Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah Di Kota Malang). Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ialah pendekatan analisis wacana dengan
kerangka kerja analisis wacana kritis Norman Fairclough yang dibagi ke
dalam tiga dimensi, yaitu teks, praktik diskursif, dan praktik sosio-kultural,
yang bertujuan untuk menganalisis tipologi konten wacana hukum keluarga
Islam dalam acara walimatul ursy yang disampaikan kiai Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah di Kota Malang, kemudian mengklasifikasikan tipologi
konten ceramah hukum keluarga tersebut ditinjau dari teori wacana Norman
Fairclough. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah
menggambarkan wacana hukum perkawinan yang dibahas dalam kelas
pranikah online dan menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan dalam kelas
pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah isntitute.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah secara umum tema yang disampaikan
oleh penceramah dari kalangan kiai Nahdlatul Ulama maupun
Muhammadiyah ialah tema tentang keluarga meliputi tema konsep jodoh,
relasi orang tua dan anak, dan relasi antara suami istri. Terdapat dua tipologi
yang muncul ceramah hukum keluarga Islam dalam acara walimatul ‘ursy
yaitu yuridis-normatif-konservatif dan yuridis-sosiologis-progresif. Tipologi
wacana hukum keluarga dalam ceramah hukum keluarga Islam dalam acara
walimatul ‘ursy dapat dilihat; Pertama, secara tekstual kata-kata, kalimat-
kalimat dalam ceramah tersebut merepresentasikan suami, istri dan anak
dalam kerangka peran mereka dalam rumah tangga. Kedua, praktik
kewacanaan meliputi produksi dan konsumsi teks. Produksi teks merujuk
pada fikih klasik, sedangkan pada tataran konsumsi teks, masyarakat
membutuhkan bantuan dan jawaban-jawaban terhadap persoalan yang
dihadapi dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketiga, analisis praktik
sosio-kultural memperlihatkan bahwa masyarakat kota Malang masih
dibayangi oleh ideologi patriaki, namun kehadiran ceramah-ceramah hukum
keluarga Islam dapat memberikan pengetahuan baru walaupun cenderung
menggunakan fikih klasik.
3. Jurnal yang ditulis oleh Yulmitra Handayani dengan judul Dominasi Hukum
Perkawinan Di Ruang Digital (Kajian Konten Pernikahan Di Instagram)
pada tahun 2020, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Metodologi yang digunakan dalam jurnal ini adalah menggunakan
pendekatan analisis wacana Foucault. Sedangkan penelitian yang penulis
lakukan adalah menggambarkan wacana hukum perkawinan yang dibahas
dalam kelas pranikah online dan menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan
dalam kelas pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah
isntitute menggunakana analisis wacana Norma Fairlough.
Dalam jurnal ini menyimpulkan bahwa narasi dominan dalam akun-akun
pernikahan di instagram ini bernada fiqh oriented dan bias gender.
Representasi fiqih oriented dikarenakan wacana dalam konten bernalar
(tekstualis-fundamentalis-bayani) dengan merujuk kepada konsep keagamaan
yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu, yang mana konsep tersebut
sudah lengkap, rigid, jelas dan absah untuk setiap konteks.
F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang merupakan prosedur atau
langkah-langkah penelitian yang dimaksud sebagai jenis peneltian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya20 melainkan menggambarkan atau menganalisis data yang disajikan dalam
bentuk kalimat atau kata-kata. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka
(library research) yang didukung oleh penelitian lapangan (field research).
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
analisis wacana, yaitu dengan melihat wacana hukum perkawinan kelas pranikah
online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute dengan memakai
kerja analisis wacana kritis Norman Fairclough. Pendekatan ini bertujuan untuk
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tertulis yang didapatkan
dari perilaku dan orang-orang yang diamati.21
20 Anslem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, terj. Muhammad
Shodiq dan Imam Muttaqien, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 4 21 Depri Liber Sonata, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Karakteristik Khas
dari Metode Meneliti Hukum, Fiat Justisia, Vol. 8 No.1, (Januari-Maret, 2014), hlm. 27
Penelitian ini akan didukung dengan hasil wawancara dengan pengelola
akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute. Dengan demikian sifat
penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yaitu menggambarkan konten wacana
hukum perkawinan kelas pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com
dan nikah institute, kemudian menganalisisnya secara mendalam dengan teori
wacana.
2. Sumber Data
Karena objek penelitian ini studi lapangan, maka yang menjadi sumber data
primer penulis adalah konten-konten atau materi yang dikonstruksikan oleh kelas
pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute. Selain
sumber data primer di atas, penulis juga mencari sumber data sekunder seperti
hasil wawancara dengan pengelola kelas pranikah online masing-masing dari
akun nikahsyari.com dan nikah institute, serta bahan kepustakaan yang berkaitan
dengan wacana hukum perkawinan di Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai
berikut:
a. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini
yakni konten-konten wacana hukum perkawinan yang dikonstruksikan pada kelas
pranikah online akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute dan juga
modul-modul yang diberikan oleh pengelolan akun instagram nikahsyari.com dan
nikah institute. Termasuk juga dalam hal ini teori, pendapat, dalil atau hukum, dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter
atau studi dokumenter.22
b. Wawancara
Wawancara adalah proses berdialog tanya jawab secara lisan terhadap dua
orang atau lebih informan.23 Dari berbagai teknik wawancara yang ada, peneliti
menggunakan teknik wawancara tak berstruktur (unstructured interview).
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Demikian dilakukan agar mendapatkan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam
penelitian ini peneliti mewawancara pengelola akun instagram nikahsyari.com
dan nikah institute.
4. Teknik Analisa Data
Analisis terhap konten atau data yang diperoleh cara kerja analisis wacana
kritis (Critical Discourse Analisis / CAD) model Norman Fairclough, yaitu
analisis teks, praktik kewacanaan, dan parktik sosio-kultural. Dalam analisis
praktik kewacanaan, penelitian ini hanya menekankan pada analisis produksi teks
saja tanpa analisis pada konsumsi teks.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Tesis ini berdasarkan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yang
mana antara bab satu dengan bab yang lain saling berhubungan dan berkaitan.
22 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah
Ragam Varian Kontemporer, Edisi I, Cet.7, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 157-158 23 Sukandar Rumidi, Metode Penelitian Petunjuk untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2006), hlm. 16
Namun di setiap bab memiliki pembahasannya tersendiri. Adapun sistematika
penulisan ini sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, penelitian
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan dalam rangka
mensistematiskan dalam penyusunan penelitian.
Bab kedua tentang potret hukum perkawinan di Indonesia yang terdiri dari,
sumber hukum perkawinan di Indonesia, wacana hukum perkawinan di Indonesia,
praktik hukum perkawinan di Indonesia, dan teori bimbingan perkawinan.
Bab ketiga tentang kelas pranikah online, yang terdiri dari kelas pranikah
sebagai wacana hukum Islam, fiqh oriented: nalar konservatif dalam berkeluarga,
dan bias gender: marginalisasi perempuan dalam rumah tangga.
Bab keempat, merupakan hasil penelitian yang terdiri dari, kelas pranikah
online akun instagram nikahsyari.com, kelas pranikah online akun instagram
nikah institute, corak pemikiran fiqh kelas pranikah online akun instagram
nikahsyari.com dan nikah institute, serta relevansi corak pemikiran fiqh kelas
pranikah online akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap
pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.
Bab kelima merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
POTRET HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Sumber Hukum Perkawinan di Indonesia
Masyarakat Indonesia yang multikultural memiliki sumber hukum yang
beragam. Beragamnya sumber hukum tersebut tidak bisa dilepaskan dari faktor
kesejarahan. Zaman Hindu Budha kerajaan Islam, penjajahan hingga
kemerdekaan turut membentuk corak hukum di Indonesia. Setidaknya ada tiga
sumber hukum keluarga yang hingga saat ini masih dipertahankan dan
dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia, yaitu hukum Islam, hukum adat, dan
hukum negara (UUP dan KHI). Hukum Islam mendominasi sumber hukum
tersebut, sebab mayoritas penduduk Indonesia pemeluk agama Islam. Adat juga
memberikan corak yang berbeda dalam ranah hukum, meskipun banyak hukum
adat yang disesuaikan dengan hukum Islam. Negara, di satu sisi mengambil peran
yang sangat signifikan dalam menentukan sistem hukum nasional. Hal tersebut
dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan dan kelangsungan negara. Dalam
hukum keluarga pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam.
1. Hukum Islam sebagai Kerangka Normatif Dominan
Ada banyak teori dan perdebatan tentang penyebaran Islam ke Nusantara
titik perdebatan tersebut mengenai tiga masalah, yaitu tempat asal kedatangan
Islam, para pembawa dan waktu kedatangannya. Beberapa ahli menjelaskan
bahwa Islam datang dari anak benua India Gujarat dan malabar. Pendapat lain
mengatakan Islam langsung datang dari Arab dan persia. Para pembawa Islam
adalah para pedagang sedangkan yang lain mengatakan para sufi. Terkait waktu
kedatangan ada dua versi, yaitu abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi dan
abad ke-12 atau ke-13 Masehi.24 Jika disimpulkan, setidaknya ada tiga teori
penyebaran Islam di nusantara yang terkenal. Pertama, Islam masuk pada abad
pertama Hijriyah atau ke-7 masehi langsung dari Arab. Kedua, Islam berkembang
di Indonesia pada abad ke-12 masehi melalui malabar dan Gujarat. Ketiga, Islam
masuk ke Indonesia abad ke-13 masehi melalui jalur Benggali.25 Terlepas dari
perdebatan tersebut hingga saat ini Islam telah mengakar kuat dan berkembang
pesat di Indonesia dengan mayoritas penduduknya umat Islam.
Dengan masuk dan berkembangnya Islam di nusantara, secara tidak
langsung para pemeluk Islam harus mengikuti ajaran Islam tersebut. Ajaran Islam
termaktub dalam Alquran dan hadis, yang kemudian termanifestasikan dalam
hukum Islam.26 Hukum Islam merupakan representasi pemikiran Islam,
manifestasi pandangan hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri. Oleh karena
itu sebagaimana yang dijelaskan Joseph Schact, mustahil memahami Islam tanpa
mengerti hukum Islam.27 pemeluk agama Islam mau tidak mau harus
melaksanakan hukum Islam sebagai konsekuensi atas penerimaannya terhadap
Islam. Penerimaan terhadap Islam berarti penerimaan terhadap otoritas hukum
24 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Edisi Parenial (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 2-19 25 Azyumardi Azra, Islam di Asia Tenggara: Pengantar Pemikiran (Jakarta: YOI, 1989),
hlm. 11-13 26 Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997),
hlm. 17-18 27 Joseph Schact, Pengantar Hukum Islam, terj Joko Supomo, (Bandung: Nuansa, 2010),
hlm. 21-22
Islam.28 Sebagai sebuah sistem hukum, hukum Islam telah dijalankan dengan
penuh kesadaran oleh pemeluknya, sebagai refleksi dan pantulan atas
keyakinannya terhadap Islam.29 Ketika otoritas Islam telah diterima dengan penuh
kesadaran, maka segala permasalahan yang menyangkut umat Islam, baik dalam
hubungan dengan Tuhan maupun sesama, harus diselesaikan dengan hukum
Islam.
Dalam konteks Indonesia, hukum Islam dapat dipahami sebagai peraturan-
peraturan yang diambil dari Wahyu dan diformulasikan dalam 4 produk pemikiran
hukum, yaitu fiqih, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang yang
dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam di Indonesia.30 Sejalan dengan itu,
Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa hukum Islam merupakan koleksi daya
upaya fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia.31
Salah satu bidang hukum Islam yang masih dipertahankan dan terus
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah hukum keluarga.
Sumber utama hukum keluarga dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Amir
Syarifuddin mencatat ada sekitar 85 ayat dalam sekitar 22 surat yang berbicara
persoalan perkawinan.32 Berbeda halnya dengan abdu Al Wahab khalaf,
sebagaimana yang dikutip Khairudin Nasution, yang mencatat bahwa kurang lebih
28 H.A.R Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 145-146 29 Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia dari Nalar Partisipatoris hingga Emansipatoris,
(Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 50 30 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 5 31 Hasby Ash-Shidiqiey, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 44 32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 120
ada 70 ayat. Choirudin menjelaskan beberapa contoh naskah tersebut, antara lain
pertama, nas yang berkaitan dengan status perkawinan dalam QS an-nisa :21.
Kedua, yang berkaitan dengan tujuan perkawinan dalam QS ar-rum: 21, asy-
syura:11, dan an-nahl: 72. Ke 3,0 yang berkaitan dengan prinsip perkawinan
dalam QS albaqarah: 233 dan at-talaq:7. Keempat, nas yang berkaitan dengan
kepemimpinan dalam rumah tangga yaitu QS an-nisa: 34, dan nash-nash
lainnya.33
Allah SWT memberi wewenang kepada nabi Muhammad SAW untuk
memberikan penjelasan terhadap wahyu ilahi tersebut titik penjelasan nabi
ditemukan dalam sunnah yang juga disebut hadis nabi. Amir Syarifuddin
menemukan ada sekitar 330 hadis dalam kitab hadis muntaha Al Akbar karya
Ibnu Taimiyah yang disyaratkan oleh al-syaukani dalam kitab nya Nail al-Awthar,
dan 175 hadis dalam kitab bulughul maram karya Ibnu Hajar Al asqalaniy yang
yang di Syarah oleh Al Kahlani al-shan'aniy dalam kitab-nya subul al salam yang
berbicara tentang perkawinan.34 Tentunya masih banyak hadits-hadits yang
berbicara persoalan perkawinan tersebar dalam kitab-kitab ulama hadis lainnya
seperti Bukhari dan Muslim.
Alquran dan hadis menjadi rujukan utama dalam perumusan fiqih. nas-nas
tersebut dipahami dan diformulasikan dalam bentuk fiqih. Dalam memahami
Nash tersebut muncul beberapa perbedaan pendapat para ulama atau mujtahid
yang kemudian membentuk beberapa mazhab, seperti mazhab Miliki, Hanafi,
33 Khoiruddin Nasution, Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam
Indonesia, (Yogyakarta: Tazzafa dan Academia, 2010), hlm. 120 34 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 14
Syafi'i dan Hambali. Di Indonesia, mazhab yang berkembang adalah Mazhab
Syafi'i, sehingga rujukan hukum keluarga cenderung menggunakan kitab-kitab
karya ulama Mazhab Syafi'i.35
Munculnya berbagai mazhab hukum tersebut menjadi bukti bahwa hukum
Islam sangatlah dinamis dan kreatif pada awal perkembangannya. Hal ini
setidaknya didorong oleh 4 hal yaitu, pertama adalah dorongan keagamaan.
Intensitas pemahaman keagamaan sangat menentukan perkembangan hukum
islam. Kedua, meluasnya domain politik Islam pada masa Khalifah ke-2. Ketiga,
independensi para spesialis hukum Islam dari kekuasaan politik. Keempat, ya itu
fleksibilitas hukum Islam itu sendiri yang mampu berkembang mengatasi ruang
dan waktu.36 Pada perkembangan selanjutnya, hukum Islam cenderung statis,
bahkan pintu ijtihad dinyatakan tertutup. Hal inilah yang menjadi agenda para
pemikir hukum Islam kontemporer untuk menawarkan suatu perangkat
metodologi dalam menggali hukum Islam yang relevan dengan zaman.37
Meskipun demikian, tidak jarang ide mereka ditentang oleh kalangan konservatif
yang tetap mempertahankan hukum yang lama.
Berbagai upaya dilakukan dalam memperbarui hukum Islam agar sesuai
dengan tuntutan zaman. Hukum perkawinan mendapat porsi perkembangan yang
lebih besar, sebab ia yang masih relevan bagi masyarakat muslim dan perlu
diperbaharui sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam wilayah pidana atau
35 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999),
hlm. 112 36 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Perkawinan Hukum
Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan. 1989), hlm. 35 37 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition,
(Chicago: The University of Chicago Press, 1982), hlm. 59
perdata lain, perkembangannya mengambil bentuk yang berbeda bahkan telah
banyak ditinggalkan.38 Di Indonesia upaya pembaharuan hukum tersebut terbukti
dengan munculnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
yang mana materinya lebih didominasi oleh hukum Islam. Puncak kejayaan
hukum Islam di Indonesia adalah ketika Soeharto instruksikan penerapan
kompilasi hukum Islam di pengadilan agama titik Dengan demikian segala
permasalahan keluarga diputuskan berdasarkan kompilasi hukum Islam.39
Terlepas dari perdebatan perdebatan yang terjadi di antara kalangan
konservatif maupun liberal atau modernis hukum Islam tetap berkembang dan
dipertahankan oleh masyarakat Indonesia.hukum Islam tetap menjadi rujukan
utama bagi masyarakat dalam menghadapi segala permasalahan dalam menjalani
kehidupan, khususnya permasalahan keluarga.
2. Hukum Perkawinan dalam UUP dan KHI
Negara mengambil peran yang sangat signifikan menentukan hukum
perkawinan bagi masyarakat Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas dan
keutuhan negara tersebut. Keluarga dinilai sebagai benteng kekuasaan negara
sehingga harus dilindungi dengan menetapkan hukum keluarga dalam hal ini
hukum perkawinan. Hal tersebut karena keutuhan keluarga hanya bisa dijamin
melalui keutuhannya dalam hukum titik keutuhan keluarga identik dengan
keutuhan negara titik pada gilirannya, keutuhan negara dibuktikan dengan
38 Juandi, Hukum Keluarga Muslim di Irak, dalam Khoiruddin Nasution, dkk, Hukum
Perkawinan & Warisan di Dunia Muslim Modern, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2012), hlm. 4 39 Siti Musdah Mulia, Menuju Perkawinan yang Adil, dalam Sulistyowati Irianto, Hukum
dan Perempuan, (Jakarta: YOI, 2006), hlm. 148
keutuhan hukum.40 Dengan demikian, penerapan hukum keluarga yang dibuat
oleh negara merupakan sebuah keniscayaan. Hukum dalam hal ini lebih tampak
sebagai a tool of social engineering, instrumen rekayasa sosial. Dengan kata lain,
hukum tersebut ditujukan untuk memastikan "everyone in his/ her place and in
his/ her race".41 Hukum perkawinan yang dibuat negara dengan demikian menjadi
instrumen untuk memastikan keluarga Indonesia hidup aman dan sejahtera di
bawah kekuasaan negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan
hukum negara yang dijadikan rujukan utama dalam persoalan perkawinan di
Indonesia. Dengan disahkannya UUP tersebut pada 2 Januari 1974, maka
peraturan hukum perkawinan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, seperti
KUHPer, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah talak
dan rujuk, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 yang merupakan perluasan
wilayah berlakunya undang-undang sebelumnya. UUP ini baru dilaksanakan pada
1975 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Selain UUP, negara juga melegalkan hukum Islam dengan diformulasikan
nya Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai aturan baku bagi umat Islam dalam
menjalani kehidupan keluarga. Tepatnya, pada tanggal 10 Juni 1991, presiden
Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1991. Dengan demikian, KHI berlaku di seluruh Indonesia sebagai hukum
40 Ahmad Baso, Islam Pascakolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan
Liberalisme, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 267 41 Ahmad Baso, Islam Pascakolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan
Liberalisme, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 266
materiil yang dipergunakan di lingkungan Peradilan Agama. Kemudian pada
tanggal 22 Juli 1991, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 154 Tahun
1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1991.KHI kemudian disebarluaskan kepada semua ketua Pengadilan Tinggi
Agama dan Ketua Pengadilan Agama melalui Surat Edaran Direktur Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam tanggal 25 Juli 1991 Nomor 3694/EV/HK.
003/AZ/91. Dengan demikian, KHI telah mempunyai kedudukan yang kokoh
dalam sistem hukum Indonesia.42
Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam tidak luput
dari kritik dalam perkembangannya. Hal itu karena aturan tersebut dianggap tidak
lagi relevan dalam menjawab persoalan keluarga Indonesia kontemporer. Kritik
tersebut dapat dilihat dari permohonan judicial review dari beberapa kalangan
terhadap pasal-pasal undang-undang perkawinan. Hal yang sama terjadi pada
kompilasi hukum Islam yang menghasilkan CLD KHI. Terlepas dari itu, Undang-
Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam merupakan sumber hukum
keluarga utama yang dilegalkan oleh negara. Berbagai persoalan keluarga mulai
dari peminangan hingga perceraian dan pemeliharaan anak diatur didalamnya.
Pasal-pasal undang-undang perkawinan juga banyak didominasi oleh hukum
Islam. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kontribusi hukum Islam itu sendiri dalam
menjawab persoalan keluarga.
B. Wacana Hukum Perkawinan di Indonesia
42 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:Akademika Pressindo,
1992), hlm. 50
Perkembangan hukum perkawinan Indonesia mengalami proses yang
panjang. Hal tersebut tidak lepas dari pertarungan wacana serta kontestasi dan
negosiasi ideologi yang melingkupi masyarakat Indonesia. Pada sub bab
sebelumnya telah di jelaskan sumber-sumber hukum keluarga, yang meliputi
hukum Islam, adat dan negara. Selanjutnya, pembahasan ini menekankan wacana-
wacana yang melingkupi seputar perkembangan hukum perkawinan yang menuai
banyak perdebatan di beberapa kalangan, serta tantangan hukum keluarga ketika
terhadap wacana-wacana global seperti HAM, gender, dan pluralisme.
1. Perkembangan Hukum Perkawinan Indonesia
Perkembangan hukum perkawinan di Indonesia telah dimulai sejak masa
kerajaan Islam, masa penjajahan, orde lama, orde baru hingga reformasi.
Perjalanan hukum perkawinan tersebut tidak lepas dari faktor kepentingan serta
kontestasi wacana dan ideologi yang berujung pada negosiasi. Pada bahasa
Belanda, misalnya, dalam rangka meneguhkan kekuasaannya, Belanda
menerapkan hukum perkawinan berdasarkan golongan-golongan, sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya.43 Setelah Indonesia merdeka, pertarungan wacana
dan kepentingan tersebut menjadi lebih kompleks. Hal ini terlihat dari panjangnya
perdebatan seputar pembaharuan hukum perkawinan.
Upaya pembaharuan hukum perkawinan, pada awalnya, diperjuangkan oleh
organisasi perempuan. Tercatat bahwa sebelum kemerdekaan, tepatnya pada 22
Desember 1928, terbentuk Kongres Perempuan Indonesia pertama. Kongres ini
43 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, hlm. 14-15
beranggotakan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia waktu itu.44 Adapun
wacana perempuan dalam keluarga yang diangkat dalam kongres ini, antara lain:
aturan perkawinan dan perceraian yang belum bisa mengayomi hak-hak
perempuan, derajat perempuan, persamaan laki-laki dan perempuan, pencegahan
perkawinan anak-anak, tunjangan untuk janda dan anak yatim, kewajiban
perempuan dalam rumah tangga, dan taklik talak.45
Pada perkembangan selanjutnya, setelah Indonesia merdeka negara
berinisiatif membentuk undang-undang perkawinan karena desakan berbagai
pihak. Meskipun demikian, dalam perumusannya banyak perbedaan pendapat.
Ada tiga aliran pemikiran yang berbeda ketika itu, antara lain: aliran pertama, satu
undang-undang untuk semua golongan (unifikasi). Aliran kedua, masing-masing
golongan mempunyai undang-undang sendiri (diferensiasi). Aliran ketiga, ada
satu undang-undang pokok, selanjutnya bagi masing-masing golongan diadakan
undang-undang organik (diferensiasi dalam unifikasi).46 Perdebatan ketiga aliran
inilah menjadi salah satu penyebab lambatnya pembentukan undang-undang
perkawinan.
Pada tahun 1973, dengan amanat presiden RI tanggal 31 Juli 1973 nomor
R.02/PU/VII/1973 disampaikan kepada pimpinan DPR RI, RUU tentang
perkawinan yang terdiri dari 15 bab dan 73 pasal dikeluarkan.47 RUU ini
44 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan KITLV-Jakarta, 2007), hlm. 18 45 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan KITLV-Jakarta, 2007), hlm. 147 46 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Perbandingan
Fiqih dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 9 47 Asro Sosroatmojo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1978), hlm. 23
kemudian menimbulkan reaksi pro kontra dari segala lapisan masyarakat muslim,
khotbah di masjid-masjid, ceramah-ceramah, pengajian, tulisan di media massa,
demonstrasi dan berbagai pernyataan sikap dari ormas-ormas Islam karena
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Protes tersebut memuncak pada bulan
September 1973 ketika 335 orang datang dan masuk ke dalam ruang sidang DPR
dan mengacaukan jalannya sidang serta menguasai perdebatan titik dari peristiwa
tersebut, tercetus kompromi undang-undang yang kemudian diterima DPR pada
tanggal 22 Desember 1973.48
Menurut Abdul Aziz Thaba,49 sebagaimana yang dikutip oleh Wasman,
reaksi keras dari umat Islam ini karena RUU tersebut bersinggungan dengan
akidah dan dilatarbelakangi oleh situasi politik saat itu titik partai politik Islam
baru saja kalah dalam pemilu 1971 dan gejala depolitisasi Islam mulai nampak,
sehingga kalangan umat Islam sangat mengkhawatirkan keberadaan mereka.
Disamping itu, umat Islam sangat cemas dengan isu kristenisasi yang mulai ramai
sejak tahun 1970 an. Banyak yang menuduh dibalik RUUP itu ada tendensi
terselubung yakni usaha untuk mempermudah upaya kristenisasi di Indonesia.50
Protes terhadap RUU ini juga datang dari anggota DPR, yaitu fraksi persatuan
pembangunan. Melalui pemandangan umum fraksi persatuan dan bangunan
mengemukakan 11 poin yang dianggap menyalahi prinsip ajaran Islam.
Setelah menempuh perdebatan yang cukup panjang, diadakanlah lobbying
antara fraksi-fraksi dan pemerintah. Setelah beberapa kali mengadakan
48 Mark Cammack, Hukum Islam dalam Politik di Asia Tenggara, Studi Kasus Hukum
Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 28 49 Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru , (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), hlm. 256 50 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam, hlm. 16
pertemuan, tercapailah konsensus (kesepakatan) antara lain: pertama, hukum
Islam tentang perkawinan tidak akan dikurangi atau diubah. Kedua, sebagai
konsekuensi kesepakatan poin 1, maka alat-alat pelaksanaannya tidak akan
dikurangi atau diubah. Ketiga, hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan
tidak mungkin disesuaikan dengan RUU ini supaya di drop atau dihilangkan.
Keempat, pasal 2 ayat 1 RUU disetujui dengan rumusan "perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing",
dan ayat 2 berbunyi, "tiap-tiap perkawinan wajib dicatatkan demi ketertiban
administrasi negara. Kelima, perkawinan dan perceraian serta poligami perlu
diatur untuk mencegah kesewenang-wenangan.51
Setelah mengalami perubahan atas usul Amandemen yang masuk dalam
panitia kerja, maka RUU yang diajukan oleh pemerintah pada tanggal 22
Desember 1973 disampaikan dalam sidang Paripurna DPR untuk disahkan
menjadi Undang-undang. Pada hari itu juga, RRUP yang pembicaraannya
memakan waktu kurang lebih 3 bulan lamanya disahkan oleh DPR dan
diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai Undang-undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.52
Setelah perjuangan panjang dan perdebatan yang cukup lama dalam
merumuskan UUP, akhir abad 20 muncul wacana Kompilasi Hukum Islam.
Munculnya tuntutan lahirnya Kompilasi Hukum Islam tersebut karena belum
adanya kepastian hukum yang digunakan para hakim Pengadilan Agama, serta
51 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 50 52 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam, hlm. 24
adanya tuntutan kontekstualisasi hukum Islam di Indonesia.53 Pada tanggal 10
Juni 1991, presiden Soeharto menandatangani instruksi presiden republik
Indonesia nomor 1 tahun 1991. Dengan demikian, secara formal KHI berlaku di
seluruh Indonesia sebagai hukum material yang dipergunakan di lingkungan
peradilan agama titik kemudian pada tanggal 22 Juli 1991, Menteri Agama
mengeluarkan Keputusan Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991. KHI kemudian disebarluaskan
kepada semua ketua pengadilan tinggi agama dan ketua pengadilan agama melalui
surat edaran direktur pembinaan badan peradilan agama Islam tanggal 25 Juli
1991 nomor 3694/EV/HK.003/AZ/91. Dengan demikian, KHI setelah mempunyai
kedudukan yang kokoh dalam sistem hukum Indonesia sebagai hukum yang
mengatur kehidupan umat Islam.54
Meskipun demikian, keberadaan KHI tetap menuai kritik. Salah satunya dari
segi tinjauan teori dan tata urut perundang-undangan Indonesia. KHI dipandang
tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Sebab, KHI didasarkan pada
instruksi presiden, padahal instruksi presiden berada pada urutan ke-7 dalam tata
urut perundang-undangan.55 Catatan lain terhadap status KHI, sebagaimana
dikutip oleh Khairudin adalah pertama, status KHI sebagai hukum tidak tertulis
tidak termasuk dalam rangkaian Tata urut peraturan perundang-undangan yang
menjadi sumber hukum tertulis. Kedua, KHI dapat dikategorikan sebagai hukum
tertulis sebab dengan sumber-sumber tersebut menunjukkan KHI berisi law dan
53 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 73-74 54 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hlm. 50 55 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 75
rule. Selanjutnya terangkat menjadi law dengan potensi political power yaitu
Inpres No.1 Tahun 1991.56
Terlepas dari semua itu, lahirnya rumusan hukum yang terlihat dalam KHI
harus dipandang sebagai sebuah wajah kulminasi organisme hukum Islam di
bidangnya.57 Dengan adanya KHI, mengisyaratkan bahwa kontekstualisasi hukum
Islam telah berhasil dilakukan. Walau masih ada beberapa hal dalam hukum Islam
yang perlu dipertanyakan kembali. Tidak menutup kemungkinan dalam KHI pun
ada beberapa hal yang perlu dikontekstualisasikan kembali agar sesuai dengan
zaman sekarang ini. Berhubungan pengambilan KHI terfokus pada kitab-kitab
fikih konvensional dan pendapat ulama, kurang melihat pada kondisi masyarakat
indonesia sebenarnya.
Perdebatan terkait hukum perkawinan Indonesia tidak hanya selesai setelah
munculnya UUP dan KHI. Pada era reformasi, beberapa kalangan melakukan
permohonan judicial review ke mahkamah konstitusi karena UUP dianggap
merugikannya. Setidaknya, ada 5 permohonan yang diajukan ke mahkamah
konstitusi, yaitu peraturan tentang poligami, usia nikah, pencatatan perkawinan
dan status anak, proses perceraian, serta nikah beda agama. Dari kelima
permohonan tersebut, hanya permohonan status anak yang dikabulkan oleh
Mahkamah Konstitusi.58
KHI pun menjadi perhatian para pemerhati hukum Islam titik berbagai
upaya dilakukan untuk merevisi KHI agar sesuai dengan tuntutan zaman.
Khoiruddin memberikan tiga alasan kenapa KHI perlu direvisi. Pertama, KHI
56 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 75 57Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 67 58 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010
memiliki kelemahan pokok justru pada rumusan visi dan misinya. Sejumlah pasal
di KHI ditemukam bias gender. Kedua, KHI tidak paralel dengan produk
perundang-undangan baik hukum nasional maupun internasional yang diratifikasi.
KHI berseberangan dengan undang-undang nomor 7 Tahun 1984 tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, undang-undang
nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan bertentangan dengan konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW). Ketiga,
dengan membaca pasal demi pasal dalam KHI belum di kerangka kan sepenuhnya
dari sudut pandang masyarakat Islam Indonesia, tetapi lebih mencerminkan
penyesuaian fiqih timur tengah dan dunia Arab.59
Departemen Agama RI akhirnya merancang draft revisi terhadap KHI.
Sementara itu, Tim Pengarusutamaan Gender (PUG) departemen Agama RI juga
membuat sebuah draft yang dikenal dengan counter legal draft (CLD) KHI.
Dengan demikian, ada 2 rancangan yang beredar dan didiskusikan masyarakat
Indonesia untuk memberikan masukan demi perbaikan. Rumusan CLD
berdasarkan pada Maqashid Syariah (tujuan dasar Syariah), yakni menegakkan
nilai prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta,
dan kearifan lokal dengan menggunakan 4 pendekatan utama, yaitu gender,
pluralisme, HAM dan demokrasi. Meskipun demikian rumusan yang
dipublikasikan pada bulan September 2004 ini dibatalkan oleh menteri agama RI,
59 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88
karena ada banyak kesalahan dalam perumusan nya. Selain itu, tim CLD menurut
kelompok ulama menciptakan syariat Islam baru.60
Dari perdebatan seputar perkembangan tersebut dapat dipahami hukum
perkawinan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari wacana hukum yang telah
mengakar dan mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia. Selain itu,
hukum perkawinan juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat
serta wacana-wacana yang berkembang di dalamnya. Dengan demikian,
perdebatan seputar perkembangan hukum perkawinan Islam di Indonesia
merupakan perdebatan antra kalangan konservatif yang tetap mempertahankan
wacana hukum lama dengan kalangan modernis yang menawarkan hukum yang
sesuai dengan tuntutan zaman dan wacana-wacana yang berkembang. Meskipun
demikian, melihat kondisi saat ini, perlu upaya kontekstualisasi secara terus-
menerus agar hukum perkawinan Islam di Indonesia tetap mampu bertahan dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, serta mampu menjawab
persoalan keluarga kontemporer.
2. Hukum Perkawinan Indonesia dan Wacana Global
Tuntutan zaman mengharuskan hukum perkawinan memodifikasi diri agar
mampu menjawab persoalan keluarga kontemporer. Hal ini menyebabkan hukum
keluarga harus berhadapan dengan wacana-wacana kontemporer, seperti wacana
gender yang sering digaungkan oleh organisasi perempuan. Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya, dilegalkannya hukum perkawinan Indonesia tidak
lepas dari perjuangan organisasi perempuan. Dalam beberapa kongres perempuan,
60 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88
hukum perkawinan menjadi topik yang sangat dominan dibahas.61 Desakan dari
organisasi perempuan menuntut legalisasi hukum perkawinan inilah kemudian
menjadi cikal bakal munculnya UUP.
Jika sebelumnya munculnya UUP gerakan perempuan lebih menekankan
pada pembaharuan hukum perkawinan, maka setelah adanya UUP gerakan
perempuan lebih pada upaya rekonstruksi terhadap Undang-undang tersebut. Hal
ini karena beberapa pasal dari UUP maupun KHI dianggap memarginalkan
perempuan dan tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman. Gerakan perempuan
tersebut menguat setelah Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW PBB
(Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan)
dengan keluarnya Undang-undang No.7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.62
Penerapan CEDAW di Indonesia masih belum maksimal. Menurut Komite
CEDAW PBB implementasi CEDAW di Indonesia masih jauh dari harapan. Ada
46 poin tanggapan Komite CEDAW yang menjadi pekerjaan rumah Indonesia,
salah satu yang penting yaitu undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Komite melihat UUP Indonesia masih mengabadikan pandangan
streotip yang mendudukkan laki-laki selalu sebagai kepala keluarga dan
perempuan sebagai ibu rumah tangga. Regulasi perkawinan di Indonesia juga
dianggap masih memperbolehkan poligami. Selain itu, penetapan 16 tahun
sebagai usia minimum perkawinan yang sah bagi perempuan juga tidak luput dari
61 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama, hlm. 18 62 Sri Wiyanti Eddyono, “Hak Asasi Peremuan dan CEDAW,” Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM untuk Pengacara X, 2004, I. Akses dari www.elsam.or.id, 29 Mei 2021
Kritik Komite.63 Usia perkawinan ini selain dianggap masih rendah juga dianggap
mendiskriminasi perempuan.
Terhambatnya implementasi CEDAW tersebut, selain Berbeda dengan
hukum agama- dalam hal ini Islam- juga berbeda dengan budaya masyarakat yang
telah mengakar kuat di Indonesia. CEDAW kerap dianggap sebagai konsep
"asing" atau " Barat" yang bertentangan dengan nilai-nilai dan sistem keyakinan.
Hal inilah yang kemudian menjadi rintangan utama hukum perkawinan Islam di
Indonesia ketika berhadapan dengan wacana gender dan hak asasi perempuan. Di
satu sisi, hukum perkawinan Islam di Indonesia dianggap tidak lagi relevan
dengan kondisi zaman, seperti ketentuan poligami, umur perkawinan, kedudukan
suami istri, dan lainnya. Di sisi lain, pembaharuan terhadap ketentuan tersebut
terhalang dengan ketentuan-ketentuan normatif lain, seperti Islam dan adat. Hal
yang terjadi kemudian hanyalah perdebatan-perdebatan terhadap peratiran-
peraturan tersebut
Hal ini juga terlihat jelas ketika wacana Hak Asasi Manusia (HAM)
menguat di Indonesia. Penjaminan Indonesia terhadap HAM tersebut dibuktikan
dengan ditegaskannya HAM dalam UUD 1945 dan beberapa hukum terkait.
Meskipun demikian, peneraapan HAM juga tidak maksimal di Indonesia. Hal ini
karena dalam beberapa hal, HAM bertentangan dengan Islam.64 Hal tersebut
misalnya,terkait dengan ketentuan perkawinan beda agama. Menurut HAM,
seseorang bebas memiliki dan memilih pasangan tanpa melihat latar belakang
63 Hukumonline.com, akses tanggal 29 Mei 2021 64 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm. 269
agamanya.65 Padahal dalam Islam seseorang sangat dilarang untuk menikah
dengan seseorang yang berbeda agama dengannya.66
Persentuhan hukum perkawinan dengan wacana gender dan HAM ini sangat
terlihat dalam beberapa pengajuan judicial review terhadap beberapa pasal UUP.
misalnya, judicial review yang diajukan oleh beberapa orang dengan Yayasan
Kesehatan Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, dan Yayasan Pemantau Hak
Anak terhadap pasal 7 UUP tentang usia perkawinan bagi perempuan, yaitu 16
tahun. Ketentuan ini dianggap bertentangan dengan hak untuk hidup dan
keberlangsungan hidup, hak perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi,
serta hak-hak lainnya. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon
untuk seluruhnya.67
Hal yang sama juga terjadi pada permohonan judicial review Pasal 2 ayat 1
UP tentang keabsahan perkawinan. Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut
berimplikasi terhadap tidak sahnya perkawinan di luar ketentuan negara atas
masing-masing agama dengan kepercayaannya. Ketentuan tersebut juga tidak
memberikan kepastian hukum, yang mana hal ini berkaitan dengan perkawinan
beda agama. MK juga menolak permohonan para Pemohon secara
keseluruhannya.68
Selain UUP, Kompilasi Hukum Islam juga tidak luput kritik dari wacana
gender dan HAM, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Musdah Mulia
65 Pasal 16 DUHAM menjelaskan bahwa seseorang laki-laki dan perempuan yang telah
dewasa berhak menikah dan membentuk keluarga, mempunyai hak yang sama dalam perkawinan,
serta perkawinan tersebut hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan
penuh dari kedua mempelai. 66 QS Al-Baqarah (2): 221 dan Al-Mumtahanah (60): 10 67 Putusan MK Nomor 30-74/PUU-XII/2014 68 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014
bersama Tim Pengarustamaan Gender (PUG) Depag menawarkan CLD KHI
dalam merespon wacana gender yang berkembang. Upaya yang dilakukan oleh
Tim PUG berujung pada dibatalkan dan dilarang beredar CLD KHI oleh Menteri
Agama ketika itu.69 Meskipun demikian, hal ini telah menjelaskan bahwa hukum
perkawinan Islam Indonesia sangat membutuhkan revisi, mengingat kondisi
masyarakat Indonesia saat ini.
Berdasarkan beberapa putusan MK terkait hukum perkawinan Islam di
Indonesia tersebut dan dibatalkannya CLD KHI dapat dipahami bahwa negara
masih mempertahankan konsep-konsep dasar hukum Islam ketika terjadi
pertentangan antara Hukum Islam dengan wacana-wacana global, seperti HAM
dan Gender. Meskipun demikian, demi kemajuan dan kesejahteraan kehidupan
keluarga Indonesia, diperlukan respon yang serius terhadap wacana-wacana global
yang sedang berkembang di Indonesia. Dalam artian, bahwa perlu rekonstruksi
dan kontekstualisasi hukum Islam, khususnya hukum perkawinan agar mampu
menjawab berbagai persoalan keluarga yang tengah dihadapi masyarakat
Indonesia saat ini.
C. Praktik Hukum Perkawinan di Indonesia
Seperti yang sudah dijelaskan sumber dan wacana-wacana yang
berkembang seputar perkembangan hukum perkawinan Islam di Indonesia.
Sumber dan wacana hukum tersebut masih dalam taraf perdebatan teoritis.
Pembahasan yang tidak kalah penting selanjutnya adalah persoalan praktik hukum
perkawinan Islam itu sendiri. Pembahasan ini penting, karena sumber maupun
69 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88
perdebatan seputar hukum Perkawinan akan jelas terlihat dalam praktik hukum
yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sehari-hari maupun di Pengadilan
Agama. Oleh karena itu, pembahasan ini ditekankan pada dua lokus, yaitu praktik
hukum dalam masyarakat dan praktik di Pengadilan.
1. Praktik Hukum Perkawinan dalam Masyarakat
Beragamnya sumber hukum keluarga-hukum Islam, adat, dan negara- serta
ambigunya hukum negara menghasilkan praktik hukum yang berbeda dalam
masyarakat. Hal ini misalnya terlihat dalam praktik nikah sirri dan percatatan
pernikahan. Hukum Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan pernikahan.
Hukum Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan pernikahan, sedangkan hukum
negara (UUP) mengharuskan setiap orang untuk mencaatatkan pernikahannya.
Hal ini menyebabkan pemahaman masyarakat terhadap pencatatan perkawinan
beragam. Sebagian kalangan memahami bahwa pencatatan perkawinan memang
diharuskan, sedaangkan yang lain memahami sebagai syarat administratif. Hal
inilah yang kemudian salah satu penyebab masih terjadinya praktik nikah sirri
(tidak dicatatkan) dalam masyarakat Indonesia.
Praktik pernikahan sirri masih banyak terjadi di tengah masyarakat. Di Desa
Sinarrancang, misalnya menurut Alfarabi, dalam penelitiannya, masih berjalan
budaya kaawain kiai (nikah sirri) hingga saat ini. Lebih lanjut, ia menjelaskan
bahwa praktik nikah sirri (kawin kiai) dilakukan masyarakat Sinarrancang karena
dua aspek. Pertama, aspek internal yaitu rendahnya pemahaman terhadap
pencatatan perkawinan, paham keagamaan, sikap tidak acuh, dan prosedur yang
rumit. Kedua, aspek eskternal, yaitu peran kiai, minimnya sosialisasi, akses yang
sulit, kelalaian aparat perwakilan di desa, biaya pencatatan, pandangan
masyarakat setempat, budaya kawin kyai di tengan masyarakat.70
Berdasarkan pada praktik kawain kyai tersebut, Alfarabi melihat ada
dualisme kepenghuluan dalam masyarakat. Ia mengistilahkan penghulu negara
dan penghulu non-negara. Penghulu negara adalah penghulu yang telah ditunjuk
oleh negara di KUA sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk menikahkan
calon suami-istri. Adapun penghulu non-negara merupakan kyai yang dipercayai
oleh masyarakat karena pengetahuan agama dan kharismatiknya untuk
menikahkan calon suami-istri. Masyarakat mengalami ketergantungan pada kedua
otoritas ini, meskipun dalam tingkat yang berbeda. Dalam penyelenggaraan
perkawinan yang dicatatkan, masyarakat menggunakan otoritas penghulu negara,
sedangkan penghulu non-negara dijadikan otoritas alternatif budaya kawin kyai.71
Berdasarkan penelitian Alfarabi tersebut, dapat dipahami bahwa daalam
melakukan praktik nikah sirri, masyarakat cenderung merujuk kepada hukum
Islam dengan ulama atau kiai (penghulu non-negara) sebagai pemangku otoritas
yang tidak dicatatkan tersebut. Selain itu, adat dan kebudayaan juga mengambil
peran dalam praktik nikah sirri. Hal ini dapat terlihat dari budaya kawin kiai itu
sendiri, yang mana bagi masyarakat adalah sebagai suatu hal yang biasa dan telah
membudaya serta tidak melanggar ketentuan dari adat.
70 Al Farabi, Penghulu Negara dan Penghulu Non-Negara: Kontestasi Otoritas dalam
Penyelenggaraan Perkawinan di Desa Sinarrancang, Mundu, Cirebon, Jawa Barat, Tesis,
Pacasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013 71 Al Farabi, Penghulu Negara dan Penghulu Non-Negara: Kontestasi Otoritas dalam
Penyelenggaraan Perkawinan di Desa Sinarrancang, Mundu, Cirebon, Jawa Barat, Tesis,
Pacasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013
Hal yang sama juga terjadi pada praktik pernikahan di bawah umur
(pernikahan dini). Meskipun UUP telah menetaapkan batas usia nikah, yaitu 19
tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan,72 kemudian diubah dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 bahwa batas usia nikah bagi laki-laki dan
perempuan adalah 19 tahun. Namun pada praktiknya masih banyak masyarakat
melakukan pernikahan di bawah umur. Hal ini sebagaimana yang dirangkum oleh
Ahmad Tholabi,73 berdasarkan penelitian dan berita terkait pernikahan di bawah
umur. Di daerah Indramayu, misalnya, dari 50% setiap lulusan tingkat SD, hanya
5% perempuan yang melanjutkan hingga lulus SLTA, selebihnya memilih untuk
menikah. Begitu juga di Kabupaten Ponorogo meningkat 75%, di Kota Malang
meningkat 500% dibanding pada 2007, di Nias yang mengacu pada hasil
penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Nias pada 2008 angka pernikahan
antara 13-18 tahun sekitar 9,4% dari 208 responden yang telah menikah dan akan
menikah, serta masih banyak di daerah lain yang mempraktikan pernikahan di
bawah umur seperti di daerah pedesaan.
Banyak faktor yang menyebabkan praktik pernikahan usia dini di Indonesia.
Ahmad Tholabi mencatat bahwa cara pandang masyarakat yang sangat sederhana
dan salah dalam memahami perkawinan menjadi penyebab terjadinya pernikahan
dini. Hal ini karena rendahnya pendidikan masyarakat. Pernikahan dini juga
disebabkan karena telah terjadi hubungan badan di luar nikah. Selain itu,
keyakinan masyarakat tradisional juga berperan dalam praktik ini, misalnya pada
masyarakat Indramayu yang berkeyakinan untuk tidak menolak pinangan pertama
72 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat 1 73 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 200-215
pada anak perempuan. 74 Masih banyak faktor-faktor lain yang memengaruhi
meningkatnya pernikahan dini dalam masyarakat Indonesia. Faktor-faktor tersebut
juga didukung oleh pemahaman agama, khusus Islam, yang kuat dalam
masyarakat. Hukum Islam tidak melarang pernikahan dini. Pernikahan boleh
dilakukan jika calon suami dan istri telah baligh yang ditandai mimpi bagi laki-
laki dan menstruasi bagi perempuan.
Praktik hukum keluarga yang tidak kalah menariknya dari praktik nikah sirri
dan nikah dini adalah poligami. Meskipun UUP telah membatasi poligami,75
namun praktik poligami di Indonesia masih tergolong tinggi. Penelitian yang
dilakukan oleh Center For Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta
terhadap enam daerah di Indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad
Tholabi, menjelaskan bahwa 61% responden Muslim menyetujui adanya
poligami, sedangkan 31% tidak menyetujuinya. Ada beberapa sebab atau alasan
terjadinya praktik poligami dalam masyarakat, antara lain: pertama, faktor agama,
yaitu agama Islam membolehkan poligami. Kedua, adanya kesempatan,
kebutuhan biologis, dan adanya kondisi lingkungan masyarakat yang
mengizinkan. Ketiga, faktor ekonomi dan status lelaki yang kaya membuat
perempuan mau dinikahi secara poligami. Keempat, adanya percecokan antara
suami-istri, sehingga suami mencari wanita lain. Kelima, karena tidak adanya
keturunan. Keenam, karena faktor pekerjaan.76
74 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 210 75 UUP pada dasarnya menganut asas monogami, namun tetap membolehkan poligami.
Poligami tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, aseperti istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya, istri cacat dan tidak dapat melahirkan keturunan. Lihat UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 3 dan 4 76 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 221-223
Selain ketiga praktik tersebut –nikah sirri, nikah dini, poligami- masih
banyak praktik-praktik hukum keluarga lainnya yang dilakukan oleh masyarakat,
misalnya praktik perceraian, nikah beda agama, waris, dan lainnya. Hal yang tidak
kalah penting dari praktik hukum tersebut adalah praktik hukum perkawinan adat.
Dalam hal ini adalah tradisi-tradisi perkawinan adat yang masih dipertahankan
oleh beberapa masyarakat adat di Indonesia, baik dari sistem perkawinan maupun
upacara perkawinannya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa di Indonesia masih
memegang erat hukum adat perkawinan, seperti ketentuan-ketentuan yang boleh
dinikahi, sistem eksogami dan endogami, hingga tradisi kawin lari. Tradisi
tersebut ikut mewarnai praktik hukum perkawinan di Indonesia. Dalam
masyarakat Minangkabau,77 misalnya ada larangan kawin sesuku. Selain itu, juga
kewenangan laki-laki dalam sistem kekerabatan di Minangkabau yang merangkap
dua sekaligus. Selain harus menjadi suami yang ideal sebagai urang sumando dan
berkewajiban menjaga martabat kaumnya di rumah anak dan istrinya, ia juga
bertanggungjawab sebagai ninik mamak dari saudara-saudara perempuan, anak-
anak saudara perempuannya dalam satu garis keturunan matrilineal.78
Selain sistem kekerabatan dan perkawinan tersebut, masyarakat
Minangkabau juga masih mempertahankan praktik-praktik upacara perkawinan
adat, semisal tradisi batimbang tando, dan tradisi lainnya. Batimbang tando
77 Lebih jauh penjelasan tentang adat Minangkabau lihat A.A Nafis, Alam Terkembang jadi
Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Press, 1984) ; Rasyid Manggis,
Minangkabau; Sejarah Ringkas dan Adatnya, (Padang: Sridharma, 1971); Mohammad Nasroen,
Dasar Falsafah Adat Minangkabau, (Jakarta: Bulan Bintang, 1957) 78 Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 125
merupakan pertukaran tanda bahwa kedua keluarga telah menjodohkan anak
kemenakan mereka di suatu waktu kelak. Tradisi ini didahului oleh proses pinang-
meminang yang diprakarsai oleh pihak perempuan. Jika pinangan tersebut
diterima barulah acara batimbang tando dilakukan. Selanjutnya, ketika
perkawinan akan dilaksanakan, maka dicukupilah syaratnya terlebih dulu, seperti
mahar dan panibo. Panibo merupakan beberapa perangkat keperluan pengantin
perempuan yang harus dilengkapi oleh laki-laki. Meskipun demikian, di beberapa
daerah di Minangkabau semisal Pariaman, dikenal uang jemputan yang berupa
uang atau benda lain yang diberikan kerabat perempuan kepada keabat laki-laki.
Setelah itu barulah acara perkawinan dilakukan, mulai dari acara malam baainai
(memerahkan kuku calon pengantin dengan inai), basandiang (mendudukkan para
pengantin di pelaminan agar disaksikan oleh tamu yang hadir), manjalang
(berkunjung, yang merupakan acara puncak di rumah pengantin perempuan),
hingga penjamuan.79
Sistem kekerabatan matrilineal yang dianut Minangkabau, selain
memengaruhi praktik perkawinan, juga memberi pengaruh kepada sistem
kewarisan. Sistem kewarisan Minangkabau lebih mementingkan garis keturunan
Ibu/ perempuan, yang mana harta pusaka diwariskan kepada keturunan
perempuan. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan ketentuan ajaran Islam.
Dalam rangka menyelesaikan persoalan inilah kemudian diadakan Kongres Adat
di Bukittinggi pada tahun 1952. Kongres tersebut menghasilkan pembagian harta
79 A.A Nafis, Alam Terkembang Jadi Guru, hlm. 193-227
menjadi dua yaitu harta pusaka dan harta pencaharian.80 Harta pusaka juga terbagi
dua, yaitu pusaka tinggi dan rendah. Pusaka tinggi inilah yang tidak boleh dibagi
dan hanya digunakan untuk keperluan kaum, sedangkan harta pusaka rendah dan
harta pencaharian dibagi berdasarkan hukum Islam.81
Praktik perkawinan dan waris adat ini juga banyak terjadi dalam masyarakat
adat lainnya. Setiap masyarakat adat memiliki adat tersendiri dan berbeda dengan
adat lainnya. Bahkan, di beberapa daerah Indonesia, dikenal istilah kawin lari
yang mana seorang laki-laki melarikan calon istrinya diadakan perkawinan. Hal
ini misalnya terjadi di Sasak, yang terkenal dengan kawin salarik.82 Masyarakat
Samin, Pati, sebagaimana penelitian Sri Wahyuni juga masih mempertahankan
hukum perkawinan adat. Perkawinan masyarakat Samin berbeda dengan
perkawinan yang telah diatur dalam UUP, seperti tata cara, usia nikah, dan
pencatatan perkawinan. Hal ini menurut Sri karena dasar hukum agam yang
digunakan berbeda, yaitu agama Adam.83
Selain praktik hukum Islam dan adat dalam hubungan rumah tangga
tersebut, masyarakat juga mempraktikan hukum yang dikeluarkan oleh negara.
Hal ini misalnya dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan negara terkait masalah
pencatatan pernikahan, isbat nikah, dispensasi perkawinan, perceraian, dan lain-
lain. Sejak ditetapkannya UUP, maka UU sebelumnay yang mengatur kehidupan
80 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 4 81 Lebih jauh tentang pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam adat Minangkabau lihat
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau,
(Jakarta: Gunung Agung, 1984) 82 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, (Malang: UIN Malang Press, 2008) 83 Sri Wahyuni, “Tinjauan Historis-Sosiologis Perkawinan Adat Masyarakat Samin di
Beturejo Sukolilo Pati Jawa Tengah,” Al Mazahib, Jurnal perbandingan hukum, Vol.3. No.2,
Desember 2013, hlm. 337.
keluarga dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa negara
mengambil peran yang sangat penting dalam mengatur kehidupan keluarga.
Masyarakat mau tidak mau harus mengikuti peraturan-peraturan yang telah
dikeluarkan oleh negara.
Hukum negara yang terpatri dalam UUP lebih diparktikan masyarakat
dalam ranah administratif saja. Misalnya, ketentuan dari pencatatan perkawinan,
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya sebagian kalangan memandang
hal tersebut sebagai ketentuan administratif, tetapi tidak menentukan keabsahan
perkawinan. Meskipun demikian, masyarakat mengakui pencatatan perkawinan
yang ditetapkan oleh negara sebagai sesuatu yang penting. Begitu juga dengan
ketentuan usia nikah yang ditetapkan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi
laki-laki.84 Masyarakat secara langsung telah mempraktikan ketentuan tersebut,
namun beberapa orang melanggarnya karena beberapa alasan, misalnya karena
hamil sebelum menikah.85 Ketika terjadi persoalan inilah kemudian berlaku
ketentuan dispensasi nikah,86 yang mana Pengadilan memberikan dispensasi
kepada pasangan di bawah umur untuk menikah.
Demikianlah beberapa praktik hukum perkawinan dalam keseharian
masyarakat Indonesia. Dari hal tersebut dapat disimpilkan bahwa praktik hukum
keluarga dalam masyarakat Indonesia lebih banyak bersumber pada hukum Islam
dan adat, sedangkan hukum negara hanya digunakan ketika berhadapan dengan
persoalan administratif. Oleh karena itu praktik hukum negara ini lebih
ditekankan pada praktik di Pengadilan Agama.
84 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 85 Ahmad Tholabi Kahrlie, Hukum Keluarga Indonesia, hlm. 182-215 86 Pasal 7 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Praktik Hukum Perkawinan di Pengadilan
Pengadilan Agama (PA) merupakan lembaga peradilan yang memiliki peran
signifikan dalam menyelesaikan persoalan keluarga di Indonesia. Di PA, dapat
terlihat praktik hukum keluarga yang dijalankan apakah baik atau tidak. Alimin
dan Euis Nurlaelawati mencatat bahwa implementasi hukum keluarga di
Pengadilan belum maksilam. Mereka melihat bahwa terjadi kontestasi wewenang
antara Pengadilan Agama (PA) dan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam
menangani permasalahan keluarga. Kontestasi tersebut misalnya terlihat dalam
kasus perceraian yang merupakan wewenang PA. PA harus mengkoordinasikan
dengan KUA, namun koordinasi tersebut cenderung tidak berjalan dengan baik.
Begitu juga praktik isbat nikah yang merupakan wewenang PA, namun beberapa
KUA membantu pencatatan nikah pasangan yang pernikahannya telah
berlangsung bebeapa waktu lampau.87
Di sisi lain, potret putusan-putusan hakim PA dalam permasalahan keluarga
cenderung beragam. Hal ini disebabkan oleh rujukan hakim dalam memutuskan
perkara tersebut juga berbeda. Ketika hakim merujuk pada KHI dan kitab-kitab
fikih klasik, maka akan sangat kecil kemungkinan putusan PA berpihak pada
perempuan. Hal ini karena baik kitab fikih klasik maupun KHI masih
memosisikan perempuan secara tidak adil. Berdasarkan penelitian yang dikutip
oleh Ahmad Tholabi, eksistensi kitab fikih klasik masih sangat kuat memengaruhi
87 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia:
Peran PA dan KUA dalam Penyelesaian Masalah Hukum Keluarga, (Tangerang Selatan: Orbit
Publishing, 2013), hlm. 133
putusan hakim. Hal tersebut karena hakim masih memegang kuat tradisi yang
melingkupinya.88
Sejalan dengan itu Euis Nurlaelawati, dalam tulisannya tentang kondisi
perempuan Muslim Indonesia di Pengadilan terkait perceraian dan hak asuh anak,
menjelaskan bahwa walaupun perempuan banyak memenangkan kasus perceraian
yang mereka bawa ke Pengadilan, tetapi bukan berarti mereka tidak mengalami
kesulitan. Meskipun ada sejumlah hukum negara yang mengatur hak perempuan,
banyak perempuan yang masih tidak bisa memperoleh hak mereka pasca
perceraian, meliputi persoalan pemeliharaan anak. Dengan kata lain, perempuan
tidak mendapatkan manfaat yang lebih baik setelah perceraian pada praktiknya,
seperti dalam masalah pemeliharaan anak. Hal ini karena dalam memutuskan
kasus pemeliharaan anak, hakim lebih banyak merujuk pada fikih klasik dan
pandangan patriakis dari peran perempuan. Oleh karena itu, meskipun dibatasi
oleh hukum negara, tetapi mereka masih menempatkan prioritas utama dalam
nilai-nilai agama ketika mereka menafsirkan hukum yang berhubungan dengan
pasca perceraian. Hal ini kemudian menghasilkan intoleransi dan diskriminasi
terhadap perempuan.89
Meskipun demikian, dalam beberapa putusannya, hakim mampu
mengeluarkan putusan yang dianggap adil dan diterima masyarakat luas, seperti
putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta No.14/Pdt.G/1994/PTA dan Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Pusat No.339/Pdt.G/1993/PA.JP. Dalam hal ini telah
88 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 312 89 Euis Nurlaelawati, “The Legal Fate of Indonesian Moeslim Woman: Diforce and Child
Custody,” dalam Tim Linsey and Helen Pausacker (Ed), Religion Law, and Intolerance in
Indonesia, (New York : Rowledge, 2016), hlm. 364
berani meninggalkan ketentuan-ketentuan dalam kitab fikih klasik, sehingga
sensitifitas hakim dalam memutus perkara meningkat.90
Putusan hakim PA selain didasarkan pada KHI juga didasarkan pada UUP,
semisal Putusan No.152/Pdt.G/2012/PA.Mks. Menurut Ellida Wirza Desianty,
dalam penelitiannya, pada putusan tentang Fasakh perkawinan karena murtad
tersebut, status anak dari pasangan yang bersengketa adalah sah berdasarkan akta
nikah. Pembagian harta terhadap kedua pasangan yang difasakh nikah tersebut
diatur dalam pasal 36 ayat 1 dan 2 UUP.91 Putusan hakim terkait perceraian
karena murtad ini juga dilihat dalam penelitian Indra Aditama. Indra menjelaskan
bahwa putusan hakim tersebut telaah memenuhi syarat yang ditentukan oleh UUP.
Hakim menjadikan penjelasan pasal 39 ayat 2 UUP jo Pasal 19 huruf F Peraturan
Pemerintah No.9 Tahun 1975 sebagai salah satu alasan perceraian.92 Hal ini
memperlihatkan bahwa hakim juga cenderung merujuk pada hukum negara.
Sejalan dengan hal tersebut, Sulistyowati Irianto dan Antonius Cahyadi
melakukan analisis terhaadap 40 putusan Mahkamah Agung terkaait dengan
kekerasan perempuan. Dasar hukum yang digunakan oleh MA adalah hukum
negara, hukum agama, dan hukum adat. Dari 40 putusan tersebut, terdapat 21
putusan yang didasarkan pada hukum negara, 7 putusan pada hukum agama, dan
12 putusan pada hukum adat. Putusan-putusan tersebut berkaitan dengan sengketa
waris, perceraaian, ingkar janji dalam menikahi, hibah, sengketa tanah, harta
90 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 312 91 Elida Wirza Desianty, “Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Makasar mengenai
Fasakh Perkawinan karena Murtad (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Makasar Nomor
152/Pdt.G/2012/PA.Mks),” skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, 2013 92 Indar Aditama, “Analisis Yuridis terhadap Putusan Hakim mengenai Perkara Perceraian
Akibat Murtad (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 370/Pdt.G/2002/PA.JP Pengadilan Agama
Jakarta Pusat),” tesis, Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2008
gono-gini, pidana, dan putusan lainnya.93 Putusan tentang perempuan tersebut
lebih banyak dalam persoalan rumah tangga. Berkaitan dengan putusan yang
merujuk pada hukum adat, hakim biasanya menyebutkan secara eksplisit bahwa
menurut atau berdasarkan hukum adat masyarakat. Majelis hakim biasanya
berkonsultasi dengan pengadilan setempat yang hidup dalam wilayah hukum adat
tertentu, bahwa hakim juga berkonsultasi dengan lembaga adat masyarakat
setempat. Sulistyowati menemukan 12 putusan yang menggunakan hukum adat,
yaitu mengenai sengketa waris, hibah, ingkar janji nikah, pengakuan anak dan
pidana.94
Dari 40 putusan MA tersebut, ditemukan bahwa ada 19 putusan yang
berpihak pada perempuan dan 21 putusan yang tidak berpihak pada perempuan.95
Hal ini menjelaskan bahwa keberpihakan hakim terhadap perempuan dalam
memutuskan perkara cenderung lebih sedikit. Memang beberapa aspek dari
hukum keluarga Islam di Indonesia masih bias gender dan kurang berpihak pada
perempuan. Di sisi lain, hakim terbatas pada peraturan tersebut dalam memutus
perkara. Melihat kenyataan tersebut, hal yang sangat diperlukan saat ini adalah
peranan hakim dalam penemuan hukum yang lebih aadil, benar, dan diterima oleh
masyarakat luas. Peranan tersebut harus dibangun terus-menerus dengan cara
memberikan maasukan dan pengetahuan baru kepada hakim.96 Sejalan dengan itu,
dalam membangun peran tersebut, hakim harus mampu melakukan interpretasi
93 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 27 94 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 31 95 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 32 96 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 326
mendalam terhadap permasalahan keluarga yang dihadapi dengan melihat lebih
luas konteks sosial yang melingkupi keluarga.
Berdasarkan urain tersebut, dapat dipahami bahwa di PA maupun MA,
praktik hukum keluarga didasarkan pada hukum Islam, negara (UUP) dan hukum
adat. Meskipun demikian, hakimbanyak merujuk pada hukum Islam, seperti KHI
dan kitab fikih klasik. Selain itu, keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh
hakim pun lebih banyak tidak memihak kepada perempuan. Hal ini menjelaskan
bahwa sensitifitas gender hakim di Pengadilan masih rendah.
D. Teori Bimbingan Perkawinan
1. Pengertian Bimbingan Perkawinan
Bimbingan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu “guidance”.
Guidance vearsal dari kata kerja “to guide” yang berarti menunjukkan,
membimbing atau menuntun orang lain menuju jalan yang benar.97 Secara
terminologis pengertian bimbingan banyak yang memberikan definisi. Adapun
endapat para ahli mendefinisikan bimbingan sebagai berikut, antara lain:
Pengertian bimbingan menurut Prianto dan Erman Anti mendefinisikan
bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dan memanfaatkan kekuatan individu dan saran yang
ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku.98
97 Arifin, Pokok-pokok tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah dan di Luar
Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 18 98 Prianto dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Bersama. PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 99
Stops mendefinisikan bahwa bimbingan suatu proses yang terus menerus
dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuan secara
maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebanar-benanrnya baik dirinya
maupun masyarakat.99
Sedangkan Bimo Walgito berpendapat bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar individu atau
sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.100
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
bimbingan adalah suatu proses memberikan bantuan oleh seorang ahli kepada
individu atau kelompok guna untuk mencapai kesejahteraan.
Sedangkan pengertian bimbingan perkawinan menurut Peraturan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/542 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyelenggarana Kursus Pranikah, Bimbingan Perkawinan yang semula
disebut kurusus pranikah adalah pemberian bekal pengetahuan, keterampilan, dan
penumbuhan kesadaran pada remaja usia nikah dan calon pengantin tentang
kehidupan rumah tangga dan keluarga. Oleh karena itu bimbingan perkawinan
merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam menjalankan
perkawinannya bisa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai hidup di dunia akhirat.
Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan
kematangan kedua calon pasangan nikah dalam menyongsong kehidupan rumah
99 Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1979), hlm. 25 100 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Audi Offset,
1995), hlm. 04
tangga. Perkawinan sebagai peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu.
Banyak sekali harapan untuk kelanggengan suatu perkawinan namun di tengah
perjalanan kandas yang berujung dengan perceraian arena kurangnya kesiapan
kedua belah pihak suami dan istri dalam mengarungi rumah tangga. Agar harapan
membentuk keluarga bahagia dapat terwujud, maka diperlukan pengenalan
terlebih dahulu tentang kehidupan baru yang akan dialaminya nanti.
Sepasang calon suami istri diberi informasi singkat tentang kemungkinan
yang akan terjadi dalam rumah tangga, sehingga pada saatnya nanti dapat
mengantisipasi dengan baik, paling tidak berusaha mewanti-wanti jauh-jauh hari
agar masalah yang timbul di kemudian hari dapat diminimalisir dengan baik.
Untuk itu, bagi remaja usia nikah atau calon pengantin sangat perlu mengikuti
pembekalan singkat dalam bentuk bimbingan perkawinan yang merupakan salah
satu upaya penting dan strategis.
Bimbingan perkawinan menjadi sangat penting bagi calon pengantin untuk
dapat memahami secara substansial terhadap kehidupan rumah tangga dan
keluarga. Pada bimbingan perkawinan ini, calon pengantinakan mendapatkan
pendidikan yang memiliki cakupan luas dan memiliki makna yang sangat strategis
dalam rangka membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu, semua lembaga pemerintahan harus
mewujudkan keinginan bersama dan membantu pemerintah dalam menyiapkan
pasangan keluarga dan sekaligus ikut menghantarkan pasangan keluarga tersebut
kepada keluarga yang diidamkan yaitu keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.
2. Landasan Filosofis adanya Bimbingan Perkawinan
Landasan filosofis adanya kursus bagi calon pengantin adalah salah satunya
untuk mnegurangi laju tingginya angka perceraian yang selama ini sangat tinggi,
hal itu dapat dipahami bahwa dengan meningkatkan pengetahuan bagi calon
pengantin akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi dan menjalani
kehidupan berumah tangga. Kita tahu bahwa selama ini angka perceraian dan
KDRT sangat mneingkat tajam. Maka berawal dari permasalahan tersebut
pemerintah menerbitkan Peraturan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/491 Tahun 2009
tentang Kursus Calon Pengantin kemudian aturaan tersebut diperbarui dengan
Peraturan tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah yang diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor
DJ.II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah.
Perbedaaan penyebutan dalam fase yang ada dalam peraturan tersebut tidak
menjadi permasalahan pokok hanya istilah saja yang berbeda, namun secara
maksud dan tujuan adalah sama yaitu berupaya mengurangi angka perceraian dan
KDRT. Dalam penerapannya yang selama ini berjalan di lapangan kursus calon
pengantin ini cenderung hanya formalitas saja dan kurang efektif. Banyak
kalangan menilai bahwa kewajiban kursus pranikah ini wajib dilalui mempelai
merepotkan bagi orang yang akan menikah, namun sesuai dengan keterangan
Menteri PMK sebagai berikut:
Menteri Korodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)
Muhajir Effendy kursus pranikah yang ia inisiasi sebenarnya tidak wajib
dilakukan pasangan yang akan menikah. Muhajir mengatakan seyogyanya setiap
orang yang mengajukan aplikasi surat nikah akan secara otomatis terdaftar untuk
melakukan pelatihan. Namun, pihak pengelola nantinya akan menilai lebih lanjut
apakah pasangan membutuhkan pelatihan.101
Kalau kita lihat dari filosofis terbitnya peraturan ini adalah untuk
mewujudkan keberadaan keluarga yang harmonis serta sakinah sehingga dapat
menjauhkan dari munculnya keinginan bercerai. Patut diapresiasi langkah
pemerintah dalam membangun keluarga muslim yang ideal yang menurut ajaran
Islam adalah keluarga yang dalam kehidupan rumah tangganya diliputi beberapa
instrumen di antaranya sakinah (ketentraman jiwanya), adanya mawaddah (rasa
cinta), serta terpeliharanya rahmah (kasih sayang). Apabila instrumen tersebut
terwujud dalam keluarga muslim maka dapat mneingkatkan kualitas sumber daya
manusia muslim yang kompeten, karena faktor idealitas keluarga mempengaruhi
kehidupan dalam rumah tangga baik hubungan anak dengan orang tuanya, atau
suami dengan istrinya.102
Dalam membangun rumah tangga seorang calon pengantin harus siap jiwa
dan raganya, siap dalam arti segala sesuatu utnuk melangkah ke depan
membangun keluarga. Dalam Islam nikah merupakan perinntah agama yang
disunahkan melalui Nabi Muhammad SAW. Terbentuknya keluarga yang idela
adalah harapan semua masyarakat khsusunya keluarga Islam, seperti yang tersebut
di atas harus terpenuhinya beberapa instrumen dapat melahirkan keluarga yang
ideal.
3. Materi-materi Bimbingan Perkawinan
101 Muhammad Andri, Implementasi Bimbingan Perkawinan sebagai Bagian dari Upaya
Membangun Keluarga Muslim yang Ideal, jurnal, Adil Indonesia Jurnal, Vol.2, Nomor 2, 2020 102 Muhammad Andri, Implementasi Bimbingan Perkawinan sebagai Bagian dari Upaya
Membangun Keluarga Muslim yang Ideal, jurnal, Adil Indonesia Jurnal, Vol.2, Nomor 2, 2020
Mengenai materi bimbingan perkawinan ini meliputi mempersiapkan
keluaarga sakinah, membangun hubungan dalam keluarga, memenuhi kebutuhan
keluarga, menjaga kesehatan reproduksi, mempersiapkan generasi berkualitas.
Adapun uraian mengenai materi-materi yang telah disebutkan di atas adalah
sebagai berikut:
a. Mempersiapkan keluarga sakinah
Masyarakat Indonesia mempunyai istilah yang beragam terkait dengan
keluarga yang ideal. Ada yang menggunakan istilah keluarga yang sakinah,
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah (keluarga samara), keluarga maslahah,
keluarga sejahtera, dan lain-lain. Semua konsep keluarga ideal dengan nama
yang berbeda ini sama-sama mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan bathiniyah
dan lahiriyah dengan baik.103
Tidak terkecuali dalam kehidupan rumah tangga, baik suami, istri, dan
anak-anak dituntut untuk menciptakan kondisi keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Untuk menciptakan kondisi demikian, tidak hanya
berada di pundak istri (sebagai ibu rumah tangga) atau suami (sebagai kepala
rumah tangga) semata, tetapi secara bersama-sama berkesinambungan
membangun dan mempertahankan keutuhan pernikahan. Karena pernikahan
dalam Islam tidak semata-mata sebagai kontrak keperdataan biasa, tetapi
memiliki nilai ibadah.104
Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga
martabat dan kehormatan manusia karena itu Islam menolak praktik-prakik
103 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen
Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 12 104 Alifa, 2019, hlm. 51
berkeluarga yang menistakan martabat manusia sebagaimana yang dijalankan
oleh masyarakat Arab Pra Islam. Misalnya menuntu ketaatan mutlak istri,
memperlakukan istri dan anak perempuan seperti budak, termasuk budak
seksual, dan perilakukekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 105
Dalam hal ini sangat diperlukan persiapan untuk mewujudkan keluarga
sakinah. Keluarga sakinah merupakan keluarga yang haarmonis, bahagia dan
sejahtera lahir batin, hidup tenang, tenteram damai penuh kasih sayang.106
Maka dari itu mempersiapkan keluarga sakinah sangatlah penting bagi
calon pengantin karena sebelum mereka memasuki bahtera rumah tangga
mereka harus tahu bagaimana menyikapi atau menciptakan keluarga yang
ideal. Seperti memperkecil fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
dan menekan angka perceraian yang semakin tinggi.
b. Membangun Hubungan dalam Keluarga
Membangun hubungan dalam keluarga adalah mengatur hubungan antara
suami dengan istri, orang tua dan anak dalam rangka membentuk kesatuan
ikatan sosial yang harmonis.107 Sebagaimana perjalanan hidup manusia pada
umumny, kehidupan dalam perkawinan juga senantiasa mengalami perubahan
dan pasang surut. Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena
pasangan suami istri tidak siap menjalani perannya dalam perkawinan. Atau,
sebagian kehidupan rumah tangga beraantakan karena pasangan suami istri
tidak siap dengan berbagai tantangan yang datang silih berganti.
105 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen
Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 1 106 Machfud, hlm. 17 107 Yaljan, 2007, hlm. 149
Agar kehidupan rumah tangga agar tetap sehat, harmonis dan mampu
menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus
ditopang oleh pilar-pilar yang kuat. Ada empat pilar perkawinan yang sehat.
Pasangan calon pengantin haruslah menyadari dan memahami bahwa :
1) Hubungan perkawinan adalah berpasangan (zawaj)
2) Perkawinan adalah perjanjian yang kokoh
3) Perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik
4) Perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah
Keempat pilar ini yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh
antara pasangan suami istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang
sakinah mawaddah wa rahmah.108
Karena di dalam perkawinan tidak lepas dari konflik dan persoalan maka
di dalam bimbingan perkawinan juga diarahkan bagaimana pasangan suami
istri perlu belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan perbedaan di antara
mereka.
c. Memenuhi kebutuhan keluarga
Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sudah tentu ddengan mencari
nafkah, masalah nafkah rumah tangga merupakan hal yang sangat penting.
Karena akan berpengaruh terhadap kekokohan dan kelangsungan rumah
tangga.109 Oleh karena itu, sebelum melangsungkan perkawinan maka salah
satu usaha dari program bimbingan perkawinan ini juga memberikan materi
108 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen
Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 41-42 109 Yaljan, 2007, hlm. 72
mengenai pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pengaturan nafkah dalam
keluarga.
Hal-hal yang harus dimiliki oleh setiap pengantin yaitu bagaimana mereka
pandai mengatur ekonomi dalam keluarganya. Seorang suami adalah
penanggung jawab nafkah keluarga maka suami mengusahakan
ekonomikeluarga dan istri mengatur penggunaannya di rumah. Itulah salahsatu
pembagian tugas yang serasi menurut ajaran Islam.110
d. Menjaga kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses dan bukan hanya kondisi yang bebas dari
penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi,
selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan.111
Menjaga kesehatan reproduksi dalam keluarga memang hal yang sangat
penting dan harus benar-benar diperhatikan. Materi ini diberikan kepada calon
pengantin ditujukan juga agar mereka mengetahui cara menjaga organ
reproduksi, membahas juga tentang dampak dan fungsi organ reproduksi dan
juga bagaimana mereka bisa mengatur jarak antara anak yang pertama dan
kedua, dan seterusnya.
110 Machfud, 2007, hlm. 182 111 BKKBN 1996
e. Mempersiapkan generasi berkualitas
Generasi berkualitas berarti generasi yang memiliki mutu yangbaik.
Membangun generasi berkualitas perlu dibangun sebelum anak lahir. Ada
banyak aspek yang perlu direncanakan dan dipertimbangkan sebelum memiliki
anak: kesiapan fisik, mental, emosional, ekonomi, dan akibat-akibat yang akan
terjadi setelah memiliki anak. Setiap calon pengantin perlu paham bahwa jika
ada anak, akan ada banyak perubahan dalam kehidupan rumah tangga. Bahkan
perubahan ini akan dimulai sejak istri sudah hamil. Pada umumnya, pasangan
yang sudah benar-benar siap akan berusaha menjaga agar tumbuh kembang
pada anaknya selalu berkualitas dan optimal.112 Upaya pemateri dalam
memberikan kepahaman untuk mempersiapkan generasi berkualitas melalui
program bimbingan perkawinan.
112 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen
Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 91-92
BAB III
KELAS PRANIKAH ONLINE
A. Kelas Pranikah Online sebagai Wacana Hukum Islam
Kelas pranikah sebagai wadah belajar bagi pasangan calon suami dan istri
untuk menuju rumah tangga yang bahagia dan kekal. Namun banyak sekali
harapan untuk kelanggengan suatu perkawinan malah di tengah perjalanan
kandas, yang berujung dengan perceraian karena kurangnya kesiapan kedua belah
pihak suami dan istri dalam mengarungi rumah tangga. Dalam proses ini calon
pasangan suami istri diberi informasi singkat tentang kemungkinan yang akan
terjadi dalam rumah tangga.
Kantor Urusan Agama melalui Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) memiliki tugas dalam hal memberikan bimbingan kepada
pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. BP4 ini didirikan pada tanggal 3
Januari 1960, yang diakui bahwa BP4 satu-satunya badan yang berusaha bergerak
di bidang penasehat perkawinan, mengurangi angka perceraian dan meningkatkan
mutu perkawinan. Namun seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi,
bimbingan perkawinan ini mulai dilakoni oleh pihak lain di luar BP4 seperti akun-
akun instagram yang digiring hanya lewat “sentimen/doktrin keislaman” yaitu
nikah institute dan nikahsyari.com, yang mengusung kelas pranikah online
mereka.
Kelas pranikah online ini, nikah institute dan nikahsyari.com berhasil
menarik perhatian muslim milenial dengan jumlah followers di atas 30 ribu.
Masing-masing akun mencoba menggaungkan tendensi identitas keagamaan
sembari melenggangkan bisnis dengan pola-pola sosialisasi dari masing-masing
akun. Terlepas dari perkembangannya, kelas pranikah online menjadi tempat
terinkripsinya berbagai wacana, salah satunya wacana hukum Islam. Wacana
dalam kajian ini berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang
menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis
tertentu. Dengan kata lain, wacana merupakan kumpulan pernyataan pada suatu
rentang historis tertentu yang siap pakai sebagai sarana untuk memperbincangkan
topik tertentu. Wacana mendefinisikan, dan memproduksi objek pengetahuan.
Oleh karena itu unsur tekstual yang selalu melibatkan bahasa dalam ruang tertutup
dikombinasikan dengan konteks masyarakat yang lebih luas.
Analisis wacana kritis bagi Fairclough merupakan pendekatan yang
berusaha melakukan penyelidikan dan peristiwa, serta struktur-struktur kultural
dan sosial yang lebih luas. Bagaimana praktik, peristiwa dan teks muncul di luar
dan secara ideologis dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan perjuangan atas
kekuasaan dalam melanggengkan kekuasaan dan hegemoni tersebut.113 Wacana
dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep dan pandangan
hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga memengaruhi cara berpikir
dan bertindak tertentu.114 Sebagai wacana, kelas pranikah dapat memengaruhi cara
pikir maupun bertindak seseorang.
Wacana hukum Islam tersebut sangat kentara pada kelas pranikah akun
nikah institute dan nikahsyari.com. Hal ini karena kedua kelas pranikah tersebut
lebih banyak merujuk pada ajaran-ajaran Islam yang termaktub dalam al-Qur’an
113 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysisi: The Critical Study, hlm. 132 114 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001),
hlm. 65
dan Hadis. Ajaran tersebut dimanifestasikan dalam hukum Islam. Hukum Islam
pun masih banyak diperselisihkan oleh beberapa kalangan dalam hal
kemampuannya dalam menanggapi perubahan zaman.
Setiap sumber rujukan tentu menghadirkan wacana yang berbeda. Jika kelas
tersebut merujuk pada hukum Islam klasik, dalam artian fiqh klasik, maka wacana
yang terinkripsi pada kelas pranikah tersebut adalah wacana fiqh klasik.
Sebaliknya, jika merujuk pada hukum Islam kontemporer, maka wacana yang
muncul adalah wacana-wacana kontemporer yang mengedepankan kesetaraan
dalam keluarga. Dari sinilah, dapat dilihat kaitan materi dalam kelas pranikah
tersebut dengan wacana hukum Islam.
Kaitan wacana hukum Islam dengan kelas pranikah online juga harus dilihat
pada konteks sosial diproduksinya materi-materi tersebut. Hal itu karena wacana
merujuk pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dengan
demikian, teks-teks seputar hukum perkawinan pada kelas pranikah diproduksi
berdasarkan konteks sosial dan wacana keagamaan yang sedang berkembang di
Indonesia, khususnya hukum perkawinan.
Kaitan teks dengan wacana keagamaan, sosial, ekonomi dan politik tersebut,
misalnya ditunjukkan jelas oleh Brinkley Messick dalam penelitiannya, The
Calligraphic State: Textual Domination and History in a Muslim Society.115
Messick melihat perubahan-perubahan format penafsiran teks keagamaan
berkaitan erat dengan pergeseran mode-mode produksi dan transformasi sosial,
115 Brinkley Messick, The Calligraphic State: Textual Domination and History in a Muslim
Society, (Princeton: University Press, 1993)
ekonomi, politik masyarakat Muslim. Hal serupa juga bisa dilihat pada produksi
teks materi-materi kelas pranikah online.
Pada kelas panikah tersebut, dapat terlihat wacana hukum Islam apa yang
dikonstruksi dan bagaimana wacana hukum tersebut dikonstruksi. Ketika
konstruksi tersebut diketahui, maka akan terlihat apa yang ada di balik produksi
materi-materi pranikah akun nikah institute dan nikahsyari.com tersebut. Hal itu
karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kelas pranikah turut
membentuk dan menyebarkan wacana hukum Islam. Hukum Islam dikonstruksi
dalam materi-materi kelas pranikah nikah insitute dan nikahsyaari.com, kemudian
materi tersebut mereprsentasikan wacana hukum Islam yang telah dikonstruksi di
dalamnya.
Representasi hukum Islam, khususnya hukum perkawinan pada kelas
pranikah online berkaitan dengan pemahaman pemateri. Hal itu juga bersentuhan
dengan proses produksi teks yang sangat berkaitan dengan pengelola akun, serta
kondisi sosial keagamaan yang sedang berkembang. Representasi tersebut bisa
saja mempertahankan status quo atau memberikan konsep berkeluarga yang baru.
Hal inilah yang ingin dilihat dalam materi-materi yang disuguhkan pemateri
dalam kelas pranikah online pada akun nikah institute dan nikahsyari.com.
B. Fiqh Oriented : Nalar Konservatif dalam Berkeluarga
Pola pikir fiqh oriented sangat dominan dalam masyarakat Islam termasuk
di Indonesia. Teguhnya konservatisme di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan hukum perkawinan dengan banyak kalangan yang menolak
beberapa aspek pembaharuan hukum tersebut. Hal ini menyebabkan hukum
Islam sangat mendominasi materi-materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Selain itu, dominasi fikih klasik dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) juga membuktikan bahwa masyarakat Muslim Indonesia belum
lepas dari nalar konservatif tersebut. Bahkan negara lebih cenderung memihak
pada aturan normatif Islam, seperti dalam persoalan judicial review aturan nikah
beda agama yang ditolak Mahkamah Konstitusi.116 Padahal jika dilihat kondisi
masyarakat saat ini sangat diperlukan pembaharuan-pembaharuan hukum agar
tetap relevan.
Merujuk pada argumen Masdar F. Mas’udi, konservatisme fiqh bermula dari
abad ke-3 Hijriyah (ke-9 Masehi) yang ditandai dengan masa kemunduran umat,
bukan karena tidak adanya norma yang dipegang, namun justru karena telah
dibukukannya norma-norma itu. Dikukuhkannya pilar-pilar mazhab dalam
Islam, telah menjadikan umat Islam malas berpikir. Lambat laun mereka
mengalami kemandekan dalam dunia pemikiran. Menurut Masdar, setidaknya
ada dua modus untuk menghindar dari kemungkinan pembaruan. Pertama,
dengan menciptakan mitos seolah-olah keinginan pembaruan ajaran hanya dapat
dipenuhi oleh manusia dengan kualitas keulamaan yang tidak mungkin lagi
dilahirkan di dunia. Kedua, setiap pemikiran ulang dan pembaruan, seringkali
dinilaisebagai jalan sesat yang akan mengganggu stabilitas keagamaan umat
yang sudah mapan.117
116 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014 117 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 1
Pola pikir fiqh sangat dominan dalam masyarakat Islam, tidak terkecuali di
Indonesia. Teguhnya konservatisme di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan hukum keluarga dengan banyak kalangan yang mneolak
beberapa aspek pembaharuan hukum tersebut. Hal ini menyebabkan hukum
Islam sangat mendominasi materi-materi Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Selain itu, dominasi fiqh klasik dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) juga membuktikan bahwa masyarakat Muslim Indonesia belum
lepas dari nalar konservatif tersebut.
Pada dasarnya hukum Islam bersifat dinamis fleksibel dan elastis serta
mengikuti dinamika perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan prinsip-
prinsip jihad yang selalu diantisipasi dengan kaidah ushul fiqh dan kaidah-
kaidah fiqhiyyah yang telah dirumuskan oleh para fuqaha sebagai substansi
hukum Islam.118 Namun tatkala hukum itu dirumuskan dengan bahasa yang baku
dan kaku serta dijadikan norma tunggal yang pasti harus diikuti secara paksa,
maka iapun akan merubah menjadi konservatif. Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-undang perkawinan merupakan suatu cerminan konservatisme hukum
Islam apabila tidak diimbangi dengan kearifan pemakainya dalam memahami
konteks pemberlakuannya.
Tidak hanya dalam produk hukum, nalar konservatif juga tergambar jelas
dalam kelas pra nikah online pada kelas nikahsyari.com dan nikah institute.
Kelas-kelas tersebut banyak merujuk pada fikih-fikih klasik dalam menjabarkan
persoalan keluarga. Para pemateri mendasarkan rujukannya pada nas-nas
118 Marzuki Wahid dan Rumadi, Fikih Madzhab Negara, (Yogyakarta: Printing Cemerlang,
2011), hlm. 189
kemudian dijelaskan dengan fikih. Materi yang disampaikan oleh Gus Aqib pada
kelas nikah institute, misalnya menjelaskan tentang anjuran menikah, persiapan
sebelum menikah, mahar, walimah, pergaulan suami-istri, nafkah, dan hadhanah.
Dalam membahas persoalan semua ini Gus Aqib berpedoman kepada Kitab
Bulughul Maram.
Hal in dapat dilihat dari penjelasan Gus Aqib terkait anjuran menikah yang
hanya menyampaikan hadis riwayat
Demikianlah beberapa contoh materi yang sangat menekankan Hukum
Islam konservatif dalam pembahasannya. Dari beberapa materi yang ditelisik,
sangat sedikit pemateri yang mengambil rujukan kepada ketentuan-ketentuan
pernikahan dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 (UUP) dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Meskipun dalam beberapa persoalan, UUP dan
KHI juga mengandung nalar konseravatif. Hal ini karena mengakar kuatnya
nalar konservatif dalam berkeluarga di tengah kehidupan umat Muslim di
Indonesia.
C. Bias Gender: Marginalisasi Perempuan dalam Rumah Tangga
Isu mengenai hukum Islam selalu berkaitan dengan konsep keagamaan yang
telah dibakukan dalam fikih dan terus dipertahankan dari generasi ke generasi.
Artinya, apa yang sudah dilakukan dan digariskan serta dielaborasi oleh para
ulama terdahulu, terus diikuti dengan kepasrahan dan ketaatan yang nyaris tak
bertepi. 119 Perubahan apapun yang terjadi dalam kehidupan umat Islam, tidak
perlu ada penyesuaian dan pembaruan konsep ajaran. Penyesuaian bukanlah
sesuatu yang dapat terjadi pada rumusan ajaran, tetapi sebaliknya kebutuhan
dalam kehidupan umat yang harus menyesuaikan diri dengan bunyi ajaran. Inilah
“kebenaran abadi” yang selalu dipertegas oleh para ulama dari abad ke abad, yang
terkesan masih kuat sampai hari ini.120
Negara Indonesia yang telah meratifikasi konvensi Internasional yang
dikenal dengan sebutan CEDAW (The Covention on the Elimination of All Forms
of Discrimination Againts Women) sebagai bentuk penolakan terhadap berbagai
bentuk diskriminasi terhadap perempuan, secara tekstual –dalam peraturan
perundang-undangan- terutama pada bidang hukum perkawinan, masih terdapat
pola relasi bias gender. Misalnya, dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) masih terdapat beberaapa
pasal yang problematis mengenai pola relasi laki-laki dan perempuan.121
Hal ini membuktikan bahwa ketika umat Islam masuk dalam tatanan
masyarakat yang patriarkhis vis a vis bias gender, mereka juga mengukuhkannya.
Dengan tidak adanya ketegasan sikap semacaam itu, maka tidak mengherankan,
jika aturan hukum Islam, seperti hukum perkawinan Islam yang terdapat dalam
119 Mochamad Sodik, Sosiologi Pemberdayaan Fiqih: Meneguhkan Perspektif
Interkoneksitas, jurnal Sosiologi Reflektif, Vo.7, No.1, hlm. 1 120 Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermeneutika: Membaca Islam dari Kanada dan
Amerika, Cet. 5 (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2007), hlm. 28 121 Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara, (Yogyakarta: LKIS, 2001), hlm.
155
Kompilasi Hukum Islam juga tidak terbebas dari pengaruh konservatisme
agama.122
Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam
sema masyarakat di sepanjang zaman, terkecuali masyarakat matriarchal yang
jumlahnya relatif sedikit. Perempuan dimarjinalkaan dan dianggap telah rendah
(suboedinasi) dari pada laki-laki, yang kemudian memunculkan doktrin
ketidaksetaraan (bias) gender.
Pada dasarnya Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan
perempuan, karena di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa manusia memiliki
kedudukan yang sama di mata Allah, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Karena adanya pandangan bahwa laki-laki adalah manusia sempurna, maka
munculah istilah gender utnuk menghilangkan anggapan bahwa laki-laki adalah
manusia sempurna, karena pada dasarnya kedudukan laki-laki dan perempuan itu
sama. Namun dalam pembaharuan kedudukan perempuan ini, menimbulkan
banyak hal-hal yang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an
dan al-Sunnah dengan mengatasnamakan kesetaraan gender.
Ketimpangan-ketimpangan gender (gender difference) yang demikian tajam
telah terjaadi melalui proses yaang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan peran
gender dikarenakan banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat,
bahkan dikontruksi secara sosial atau cultural melalui tafsiran ajaran keagamaan
maupun hukum.123
122 Mochamad Sodik, Sosiologi Pemberdayaan Fiqih: Meneguhkan Perspektif
Interkoneksitas, jurnal Sosiologi Reflektif, Vo.7, No.1, hlm. 6-7 123 Faqih M, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hlm. 9
Kesetaraan gender berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam
ukuran yang setara. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara
dlama bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik, bebas memilih profesi,
pendidikan, dan sebagainya. Di dalam relasi keluarga (rumah tangga), harus setara
pula dalam mengadakan perjanjian perkawinan atau mengakhirinya, memiliki hak
dan kewajiban yang sama, mengatur hartanya bersama, dan mengurus anak-
anaknya bersama pula.124
Perbedaan gender (gender difference) yang selanjutnya melahirkan peran
gender (gender role), sebenarnya tidak menjadi sebuah masalah yaang krusial,
sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun,
realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan gender telah melahirkan
berbagai bentuk ketimpangan atau ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan
terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender itu termanifestasikan
dalam berbagai bentuk, seperti marginalisasi, subordinasi, stereotype, violence,
dan double burden, 125 sebagaimana dijelaskaan sebagai berikut:
1. Marginalisasi (proses peminggiran atau pemiskinan ekonomi)
Marginalisasi merupakan proses peminggiran yang mengakibatkan
kemiskinan secara ekonomi bagi perempuan. Ada beberapa mekanisme proses
marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Dilihat dari segi
sumbernya, bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama,
keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Contoh
proses mekanisme marginalisasi oleh kebijakan pemerintah adalah digulirkannya
124 Faqih M, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 65 125 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
hlm. 12-13
program swasembada pangan, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum
perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. Marginalisasi kaum
perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi juga terjadi dalam rumah
taangga, masyarakat dan bahkan negara. Marginalisasi dalam keluarga terjaadi
dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan.
Marginalisasi ini juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan,
misalnya ada beberapa suku di Indonesia yang tidak memberikan hak waris
kepada kaum perempuan sama sekali.
2. Subordinasi
Subordinasi adalah sikap, anggapan atau tindakan masyarakat yang
menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah (tidak penting) dan
sekedar sebagai pelengkap kepentingan kaum laki-laki. Dalam relasi sosial, kaum
perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikontruksikan secara sosial,
yang selanjutnya termanifestasikan dalam bentuk diskriminasi, seperti dalam
pekerjaan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan
perempuan dianggap tidak cakap dan tidak layak menduduki posisi sebagai
pemimpin. Implikasi dari anggapan ini mengakibaatkan posisi bekerja perempuan
(buruh) menjadi lemah.
Subordinasi terhadap posisi perempuan dalam dunia kerja pada
perkembangan selanjutnya menjadi terstruktur dan sistematik, yang kemudian
dilegalisasikan dalam bentuk berbagai produk regulasi, seperti dalam sistem
rekruitmen, penggajian dan fasilitas kerja lainnya. Dalam relasi di tingkat
keluarga, biasanya anak perempuan juga tidak mendapat akses yang sama dalam
memperoleh hak-hak pendidikan dibanding anak laki-laki. Praktik-praktik seperti
ini sebenarnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.126
3. Stereotype (pelabelan negatif)
Stereotype adalah pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu dengan sikap
atau penilaian negatif. Salah satu jenis stereotype itu adalah yang bersumber dari
pandangan gender. Ketidakadilan geder seringkali bersumber dari stereotype yang
dilekatkan kepada jenis kelamin tertentu, terutama perempuan, misalnya
perempuan bersolek itu adalah dalam rangka memancing perhatian lawan
jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual sellau dikaitkan
dengan stereotype ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami perempuan,
masyarakat malah cenderung menyalahkan korban.127
4. Double Burden (beban ganda)
Adanya anggapan bahwa pekerjaan domestik rumah tangga menjadi
tanggung jawab kaum perempuan, berakibat kaum perempuan harus menanggung
semua beban pekerjaan domestik. Pemberian beban kerja ini dirasakan sangat
berat bagi kaum perempuan, terutama bagi perempuan pekerja.128 Sebab, mereka
selain dituntut mampu menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang di
masyarakat selalu dipersepsikan sebagai kewajiban perempuan mereka juga harus
menunjukkan prestasi kerja yang baik di tempat kerja. Timbullah istilah “beban
ganda” bagi perempuan pekerja. Sebaliknya, bagi laki-laki pekerja, tidak ada
istilah “beban ganda” karena mereka pada umumnya, memang tidak bekerja
126 Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender: Rekonstruksi Teologis, Yuridis dan Sosiologis,
(Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), hlm. 27 127 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
hlm. 16-17 128 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 21
ganda karena mereka tidak dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah
tangga, sebagaimana perempuan.
5. Violence (kekerasan)
Violence (kekerasan) adalah suatu serangan atau invasi (assault) terhadap
fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadaap sesama
manusia ini dapat berasal dari berbagai sumber, namun terdapat salah satu jenis
kekerasan yang bersumber dari anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan
oleh bias gender ini disebut dengan gender related violence. Praktik kekerasan
tersebut lahir akibat dari pola relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan yang
timpang yang dikonstruksi secara sosial.
Berbagai macam dan bentuk yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan
berbasis gender, menurut Fakih di antaranya adalah: Pertama, bentuk
pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan.
Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga
(domestic violence), termasuk di dalamnya tindakan kekerasan dan penyiksaan
terhadap anak-anak (child abuse). Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada
organ alat kelamin (genital mutilation). Keempat, kekerasan dalam bentuk
pelacuran (prostitution). Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi. Keenam,
kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana
(enfoorced sterilization). Ketujuh, jenis kekerasan terselubung (molestation) yaitu
memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai
cara dan kesempatan tanpa kerelaaan yang bersangkutan. Kedelapan, pelecehan
seksual (sexual and emotional harssment).129
Studi tentang gender bukanlah sekedar upaya untuk memahami pola relasi
antara laki-laki dan perempuan secara terpisah, akan tetapi lebih kepada
bagaimana menempatkan keduanya dalam sistem sosial dimana keduanya
merupakan bagian yang integral di dalamnya.
129 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 17-20
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Knowledge Transformation ke media sosial instagram juga nyatanya
dampak dari pesatnya perkembangan buku-buku sebagai media pengetahuan.
Arifki dalam amatannya menemukan setidaknya terdapat tiga faktor yang
melatarbelakangi itu, pertama perkembangan teknologi dan industri ceetak yang
perkembangan ini juga didorong oleh kepentingan ekonomi. Kedua, perubahan
budaya akibat berubahnya cara mengetahui (mode knowing) dan ketiga, kondisi
manusia yang menjadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri hari ini. Manusia dapat
menentukan apapun yang terbaik secara rasional bagi dirinya.130
Kemudian instagram melalui kelas pranikahnya kini tampaknya menjadi
tempat terinkripsinya berbagai wacana wabilkhusus wacana hukum Islam.
Sebagaimana Faucoult mengamini bahwa wacana tidak hanya dapat dipahami
sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks, tapi lebih dalam ada gagasan
atau konsep. Wacana dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak, sehingga
instagram sebagai wacana dengan transisi dapat memengaruhi cara berpikir
maupun bertindak seseorang.131 Lalu kaitannya dengan paradigma hukum Islam
yang mewarnai kelas pranikah online ini diamati banyak merujuk kepada teks
keagamaan secara tidak holistik yang pada dasarnya hukum Islam pun masih
banyak diwarnai silang pendapat oleh beberaapa kalangan dalam menanggapi
perubahan zaman. Jalur klasik akan berpendirian pada konsevatifnya, pun dengan
130 Arifki Budia Warman, Konservatisme Fikih Keluarga (Kajian Terhadap buku-buku
Populer Rumah tangga Islami), Tesis Magister Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2017, hlm. 49 131 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LklS, 2001),
hlm. 65
modernis yang berupaya mengkontekstualisasikan hukum Islam dengan tuntutan
zaman.
A. Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikahsyari.com
1. Profil Kelas Nikahsyari.com
Nikahsyari.com dengan tagline-nya “Diklat Pra Nikah, dan Manajemen
Rumah Tangga”, ini juga berkonsentrasi di seluruh linimasa media sosialnya
(Facebook, Twitter, Whatsapp, Telegram, Youtube dan Website). Platform ini
cukup memantik minat para remaja usia nikah terbukti dari banyaknya pengikur
dari masing-masing media begitupula dengan jumlah angkatan kelas diklat
pranikahnya. Akun instagramnya tembus 32,8RB pengikut dan sudah
membagikan 711 konten seputar pernikahan,132 mulai dari pranikah, kehidupan
rumah tangga sampai kepada penyelesaian problematika rumah tangga. Pada bio
instagramnya disisipi informasi-informasi seputar mekanisme pendaftaran diklat
kursus pranikah (berbayar) juga link menuju Whatsapp grup dan kanal telegram
(diakses gratis). Platform ini juga tidak hanya sekedar menyediakan program
pendidikan dan pelatihan pernikahan secara daring, tetapi juga menyediakan jasa-
jasa pembuatan undangan pernikahan digital.
Akun nikahsyaari.com ini juga menyediakan Diklat atau kursus pranikah
yang dikemas dengan modul belajar dengan narasumber adalah pihak yang
kompeten dan profesional membawakan materi pernikahan. Proses pendaftaran
dalam nikahsyari.com yaitu peserta awalnya diminta untuk mengisi biodata
melalui website, dilanjutkan dengan memilih kelas yang terdiri dari paket
132 Dilihat pada tanggal 2 Oktober 2021, pukul 14.26 WIB
premiun, silver, dan gold, setelah itu membayar biaya kelas dengan rentang Rp.
0,- sampai dengan Rp. 150.000. Platform ini juga kadang menggunakan strategi
marketing di bulan-bulan hijriah, dengan memberi potongan dan promo, semisal
promo Muharam, dan sejenisnya.
Platform ini dinaungi oleh BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan) KUA, sehingga mamiliki legitimasi untuk mengeluarkan
bukti sertiifkat fisik bagi peserta dengan akses gold, mengingat telah mengantongi
akreditasi dari Kementrian Agama,133 di mana Kemenag sebagai regulator,
pembina, dan pengawas dalam kontestasi kursus pra nikah. Secara aplikatif,
sertifikat fisik tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu syarat pendaftaran nikah
di KUA manapun oleh para anggota diklat.
Proses belajar dalam diklat nikahsyari.com yaitu peserta akan diberikan
akses ke website materi pembelajaran, disediakan lebih dari 3 modul, 9 bab
makalah, 74 video yang setiap materi tersebut telah disesuaikan selayaknya
peserta belajar tatap muka, dengan narasumber yang kompeten di bidangnya,
yaitu Ustadz Taufik Zulfahmi, MA sebagai konsultan pernikahan dan rumah
tangga, dalam kesehariannya Taufik Zulfahmi merupakan narasumber kajian
rumah tangga di TVRI dan RRI, konsultan keluarga dan penghulu nikah dari
KUA, dan pembina nikahsyari.com. Selain itu juga ada narasumber dalam hal
pemecahan masalah rumah tangga, Syahreza, ST, M.M, juga merupakan pembina
dan konsultan nikahsyari.com.
2. Modul Pernikahan yang Dibahas pada Kelas Nikahsyari.com
133 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/542 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah.
Pada bagian ini penulis akan mengkategorikan modul pernikahan dari kelas
pranikah online nikahsyari.com. Setidaknya ada tiga pengelompokan secara
umum, pertama materi sebelum menikah, kedua materi saat menikah, ketiga
materi setelah menikah (berkeluarga).
a. Materi sebelum Menikah
1) Memilih Jodoh
Persoalan jodoh memang persoalan yang sangat erat kaitannya dengan
menikah. Sebelum menikah, hal yang pertama terpikirkan oleh seseorang adalah
“siapakah jodohku?”. Jodoh seperti apa yang akan diterima? Bagi orang yang
sudah seharusnya menikah di usianya, tentu pertanyaannya adalah bagaimana cara
mendapatkan jodoh dan kapan jodohnya datang? Hal inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh pengelola untuk menyampaikan segala persoalan tentang
jodoh, mulai dari penentuan dan pencarian jodoh, proses perjodohan hingga cara-
cara mendapatkan jodoh. Meskipun jodoh di tangan Tuhan, namun perlu dicari.
Agar mendapatkan jodoh yang terbaik, seseorang harus mengusahakannya, baik
dengan amalan-amalan maupun dengan cara yang baik lainnya. Materi-materi
yang meliputi tentang cara dan usaha untuk mendapatkan jodoh meliputi bertaubat
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.134
2) Anjuran Menikah
Setelah menetapkan hati teerhadap jodoh untuk dinikahi, maka
dilangsungkan pernikahan. Meskipun demikian, tidak jarang seseorang ragu-ragu
untuk melangsungkan pernikahan tersebut. Dorongan, motivasi, dan anjuran
134 Modul 1 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-2
untuk melaksanakan nikah dirasa sangat diperlukan. Materi anjuran menikah
tersebut mengangkat wacana bahwa pernikahan harus dilakukan, karena selain
merupakan sunnah Nabi, menikah juga dapat mengembalikan semangat
kepemudaan, menikah untuk memperoleh keturunan, masuk surga, dan tidak
menikah karena memanfaatkan waktu untuk beribadah adalah menyelisihi sunnah
Nabi.135
Materi-materi tersebut seakan mengesampingkan tantangan-tantangan bagi
sebuah rumah tangga, seperti masalah ekonomi. Padahal, selain modal kasih
sayang, modal ekonomi sangat menentukan keberlangsungan rumah tangga di era
kontemporer ini.
3) Memilih Pasangan
Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam pernikahan aadalah perkara
yang sangat diperhatikan dalam syari’at Islam. Menikah berarti mengikat
seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan
seumur hidup. Sehingga ketika seseorang akan menikah maka harus berhati-hati
dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup. Sangat disayangkan hal
ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslim. Sebagian mereka
terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga
mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikaan
bagimana keadaan agamanya. Sebagian lagi menikah untuk memupuk kekayaan.
Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan
hartanya, yang terbaik tentunya apa yang dianjurkan syari’at, berhati-hati, teliti,
135 Modul 1 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 3-11
dan penuh perimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang
anjuraan-anjuran agama dalam memilih pasangan.
Wacana dalam memilih pasangan ini di antaranya adalah taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, Al-Kafa’ah (sekufu), menyenangkan jika dipandang, subur
(mampu menghasilkan keturunan). Sedangkan untuk wanita dalam memilih calon
suami yang harus diperhatikan yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk
memberi nafkah. Bagi laki-laki dalam memilih calon istri yang memiliki kriteria
bersedia taat kepada suami, menjaga auratnya dan tidak memamerkan
kecantikannya kecuali kepad suaminya, gadis lebih diutamakan dari janda, dan
nasabnya baik.136
4) Persiapan dan Mengenal Ta’aruf
Kehidupan rumah tangga tidak perlu dijalani dengan tergesa-gesaa. Hal
tersebut perlu dipersiapkan dengan matang, sebab tanpa persiapan kehidupan
rumah tangga rawan berantakan. Oleh karena itu, persiapan-persiapan pernikahan
merupakan sebuah keniscayaan yaitu mengenal pasangan dengan proses ta’aruf,
nadzar, kemudian khitbah.137
Ta’aruf merupakan saling berkenalan, bertukar biodata, sedangkan nadzar
adalah melihat calon pasangan. Khitbah atau pinangan adalah proses yang harus
diallui oleh calon pengantin sebelum menikah, yang mana pihak laki-laki
meminang pihak perempuan untuk dijadikannya pendamping hidup.
5) Mahar dan Perwalian
136 Modul 1 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-11 137 Modul 1 Bab III Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-3
Istri mempunyai hak-hak tertentu terhadap suaminya setelah
dilaksanakannya akad nikah yang benar. Sebagian hak ada yang ebrsifat materi
dan sebagian lainnya bersifat non materi. Di antara hal-hak yang bersifat material
adalah mahar atau shadaq. Mahar adalah pemberian suami kepada istri saat akad
nikah dilangsungkan. Islam mensyariatkan agar suami memberikan mahar kepada
istrinya. Hal ini sebagai pernghormatan kepada istri dan untuk menyenangkan
hatinya. Wacana yang dibahas dalam hal ini adalah hak-hak istri yang harus
dipenuhi, hikmah disyariatkannya mahar, hukum menyebutkan mahar saat akad
nikah, hukum mahar dalam akad nikah, dan batas maksimal dan minimum
mahar.138
b. Materi saat Menikah
Hal ini hanya membahas mengenai persoalan seputar akad nikah. Akad
nikah adalah pernyataan akad atau ijab qabul antara seorang lelaki dengan wali
seorang wanita untuk membangun ikatan keluarga sesuai cara yang ditetapkan
syariat. Dalam menilai akad nikah sah dengan cara terpenuhinya rukun dan syarat
pernikahan, di antaranya wali, saksi minimal 2 orang, mempelai laki-laki dan
perempuan, mahar, ijab dan qabul. Wacana yang dibahas dalam materi ini yaitu
pengertian akad nikah, akad nikah dan ijab qabul, syarat-syarat terlaksannya akad
nikah, dan cara mengumumkan resepsi akad nikah.139
c. Materi setelah Menikah
Kategori materi ini tentang kehidupan setelah menikah atau saat
berkeluarga, pada dasarnya berbicara persoalan rumah tangga dan segala isinya
138 Modul 2 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-14 139 Modul 2 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-8
yang mencakup peran suami, istri dan anak. Materi tersebut dapat dibagi menjadi
beberapa tema, antara lain membangun rumah tangga ideal, nasehat untuk suami
istri, dan membina hubungan silaturahim.
1) Membangun rumah tangga ideal
Pada pembahasan ini pemateri lebih menonjolkan jargon keluarga sakinah,
dalam mewujudkan keluarga sakinah teks tersebut cenderung menawarkan tips-
tips, kiat-kiat, dan pedoman atau tuntunan bagi setiap anggota keluarga dalam
menjalani kehidupan keluarga, baik suami/istri, maupun anak. Pembahasan ini
dimulai dengan etika malam pengantin dan pergaulan suami istri, hak istri yang
wajib dipenuhi suami, dan hak suami yang wajib dipenuhi istri.140
Teks-teks yang berbicara tentang hak istri lebih banyak daripada suami,
seperti hak-hak suami yang harus dipenuhi istri terdiri dari 8 poin (A-H),141
sedangkan hak istri yang harus dipenuhi oleh suami hanya dibahas dalam 4 poin
saja.142 Hal ini setidaknya menjelaskan bahwa banyak hal yang mesti diperhatikan
oleh istri dalam mengarungi rumah tangga bersama suami. Selain itu juga
memperlihatkan bahwa peran perempuan lebih banyak daripada laki-laki, baik
sebagai istri maupun sebagai ibu rumah tangga. Hal inilah yang terlihat pada teks-
teks tentang istri dan dosa-dosa istri, sikap durhaka dan akibatnya.
Dalam membangun rumah tangga, pasti ada rintangan dan halangan.
Tantangan tersebut mesti dihadapi dengan baik agar kehidupan rumah tangga
berjalan dengan baik pula. Tantangan tersebut mulai dari persoalan relasi suami
istri, masalah ekonomi, dan lain sebagainya. Jika ketiga hal di atas berjalan
140 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-19 141 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 12-20 142 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 6-12
dengan baik maka keluarga sakinah yang diimpikan semua umat muslim akan
terwujud dengan mudah.
2) Nasehat untuk suami istri
Wacana mengenai nasehat untuk suami dan istri ini masih bertujuan untuk
membina rumah tangga yang sakinah. Agar rumah tangga menjadi rumah tangga
yang sakinah, maka yang dilakukan adalah, pertama suami dan istri harus sama-
sama dalam menjaga ketakwaan kepada Allah SWT saat bersama atau saat
sendiri-sendiri. Kedua, menegakkan ketaatan dan menjaga syariat Allah dalam
keluarga, karena setiap kepala rumah tangga wajib menjaga diri dalam
keluarganya dari api neraka, menjaga batas-batas syari’at dan menjauhkan
perbuatan syirik dan bid’ah.
Nasehat yang ketiga adalah melaksanakan kewajiban syariat dan meminta
tolong kepada Allah karena dasar kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dengan
mentauhidkan Allah, shalat lima waktu, lantas mengerjakan sunnah-sunnah Nabi
SAW. Keempat, suami dan istri harus berlomba-lomba dalam beramal saleh,
melakukan kebajikan yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan
dengan ikhlas. Kelima, menegakkan shalat sunnah terutama shalat malam,
perbanyak zikir kepada Allah. Keenam, suami istri berinstropeksi diri, saling
menasehati, menolong, memaafkan serta mendoakan. Ketujuh, banyak bersedekah
atau berinfaq. Kedelapan, jahuilah dosa dan maksiat karena dapat merusak hati,
akal, tubuh, dan rumah tangga.
3) Membina hubungan silaturahim
Wacana ini lebih membahas tentang, pertama kewajiban anak kepada orang
tua setelah menikah. Meskipun telah berkeluarga, anak tetap wajib brbakti kepada
kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah
berkeluarga. Kedua, anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan
durhaka kepada keduanya. Ketiga, keutamaan berbakti kepada orang tua dan
pahalanya.143
3. Wacana Hukum Perkawinan pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram
Nikahsyari.com
Kategorisasi yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya
membuktikan bahwa banyak materi perkawinan yang diangkat dalam kelas
pranikah online akun Nikahsyari.com, mulai dari memilih jodoh hingga membina
hubungan silaturahim pasca menikah. Tentu saja dalam materi tersebut
terkandung hukum perkawinan yang tergambar jelas dari materi-materi
perkawinan tersebut. Oleh karena itu pembahasan ini menjelaskan wacana-wacana
yang dihadirkan dalam materi kelas pranikah online Nikahsyari.com khususnya
wacana hukum perkawinan Islam. Supaya lebih fokus, maka penulis mencoba
menjelaskan berdasarkan tema pada materi-materi pada poin sebelumnya.
a. Memilih Jodoh
Hal ini merupakan tahap awal yang mesti dilakukan oleh setiap orang yang
sudah ingin menikah, di mana sebelum memilih jodoh sebagai hamba Allah yang
tidak duluput dari perbuatan salah dan dosa, maka dianjurkan untuk bertaubat. Hal
tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai pemberi jodoh,
143 Modul 3 Bab III, Modul Pranikah nikahsyari.com, hlm. 29-34
karena jodoh merupakan cerminan diri maka kita harus mendekatkan diri terlebih
dahulu kepada sang Pemilik Jodoh yaitu Allah SWT. Selain itu kita juga
menghendaki jodoh untuk seumur hidup, maka tentu kita meminta kepada Allah
diberikan jodoh yang terbaik, sehingga jodoh merupakan cerminan diri. Jika kita
baik dan mendekatkan diri kepada Allah, maka In syaallah jodoh kita juga orang
yang selalu berbuat baik dan dekat dengan Allah SWT. Sehingga bertaubat
sebelum menemukan jodoh adalah cara supaya Allah semakin mendekatkan diri
dengan jodoh kita.
Semua orang yang pernah berbuat dosa, punya kesempatan untuk
mendapatkan ampunan ketika bertaubat kepada Allah. Apapun bentuk dosanya,
sebesar apapun kualitas dosaanya, dalam hal ini pemateri merujuk kepada firman
Allah:
➔ ⧫➔⧫ ⧫
❑➔◆ ◼⧫ →
❑◆⬧ ◆❑▪
⧫ ❑
➔⬧ ◆❑➔
❑→⧫ ▪
Atinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pemateri memaksudkan bahwa dosa di sini adalah dosa zina, sehingga ada
beberapa tahapan yang bisa dilakukan dalam bertaubat dari dosa zina:144
144 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 2-3
1) Menyesali dengan sunguh-sungguh terhadap kesalahan yang dilakukan
karena penyesalan adalah hakikat dari taubat. Penyesalan bisa dilakukan
ketika seseorang merasa sudah bertindak sangat bodoh, dengan
kemaksiatan yang dia lakukan.
2) Meninggalkan dosa zina dan semua pemicu zina
3) Bertekad untuk tidaak mengulangi dosa zina
4) Dekatkan diri dengan banyak beribadah kepada Allah SWT
5) Carilah lingkungan yang baik, yang bisa membimbing untuk menjadi
muslim yang baik. Karena lingkungan bisa menjadi pengaruh terbesar
bagi kehidupan seseorang.
b. Anjuran Menikah
Mengenai anjuran menikah, pengelola kelas membangun narasi
menggunakan dalil :145
❑⬧◆ ☺⧫
⧫✓⬧◆
⧫ →⧫◆
❑❑⧫ ◆⧫⬧➔
⬧ ◆
◆ ⧫
Artinya: dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
145 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4
Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan bahwa nikah adalah sarana untuk
memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah,
seperti zina, liwath (homoseksual) dan lainnya. Dilanjutkan dengan narasi bahwa
Nabi SAW menganjurkan kita menikah untuk mencari keturunan.146
Kelas pranikah nikahsyari.com ini luput dari akibat-akibat yang ditimbulkan
dari opini yang digiringnya, penting untuk dicermati bahwa anjuran menikah ini
harus serangkap menilai kelayakan seseorang untuk menikah, katakanlah pada
kesehatan reproduksi, melakukan hubungan seksual kemudian hamil dan
melahirkan. Bagi sebagian orang usia muda meenjadi usia paling rentan terjadinya
keguguran, itu artinya angka kematian janin, bahkan ibu sangat mungkin
terjadi.147 Belum lagi berdampak pada kesiapan psikologis, sudah tentu
mengganggu psikis seseorang yang belum siap menerima kewajiban dan
tanggungjawab lebih sebagai seorang suami dan istri atau ibu.
Padahal dalam hadis yang menjadi dasar hukum perkawinan tentang anjuran
menikah juga diperjelas bahwa, ....dan siapa yang belum mampu maka dianjurkan
berpuasa, karena itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan
itu lebih baik baginya. Hadis ini lebih ramah terhadap dilema narasi di atas
sebelumnya mengatakan bahwa menikah adalah sarana satu-satunya agar
terhindar dari zina.
Akibat lainnya yang luput dari perhatian pengelola akun adalah nikah muda,
yang tidak selaras dengan aturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia.
Undang-undang Perkawinan mengatur secara jelas batas usia minimal untuk
146 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4 147 Yuspa Hnum dan Tukiman, Dampak Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Alat
Reproduksi Wanita, Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, Vo.13, Desember 2015, hlm. 36-43
menikah, dan batasan tersebut bukan tanpa sebab, salah satunya menjadi upaya
preventif dari akibat-akibat pernikahan muda yang telah meluas sebelumnya.
Ditambah harus mendapatkan persetujuan dengan mengajukan permohonan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama terlebih dahulu yang tentunya melewati
proses persidangan.
Argumentasi lainnya yang dibangun lewat kata “menikahlah, rezki Allah
yang jamin”,148 lewat argumen ini adanya dorongan, motivasi dan anjuran untuk
melaksanakan nikah. Sehingga, terkesan mengesampingan tantangan-tantangan
bagi sebuah rumah tangga. Argumen tersebut rasanya perlu untuk diimbangi
dengan adanya penalaran terhadap konteks serangkap dengan dinamikanya.
Mengingat selain modal kasih sayang dan menjalankan ibadah, ilmu dan finansial
adalah bekal mutlak yang sangat menentukan keutuhan rumah tangga.
c. Memilih Pasangan
Mengenai memilih pasangan dianjurkan yang sesuai dengan tuntunan
syariat, semisal istri yang harus subur atau tidak mandul.149 Narasi yang
dibangunpun tidak sedikit menggunakan diksi-diksi yang menyudutkan salah satu
pihak, didukung dengan telaah dalil-dalil yang dijadikan dasar tidak
komprehensif. Sebagaimana pengelola akun mengutip Hadis riwayat Abu Daud
dari Ma’qil bin Yasar ra, ia menuturkan:”Seseorang datang kepada Nabi SAW
lalu mengatakan:’Aku mendaapatkan seorang wanita (dalam riwayat lai
disebutkan memiliki kedudukan dan kecantikan), tetapi ia tidak dapat melahirkan
anak, apakah aku boleh menikahinya? Beliau menjawab: ‘Tidak. Kemudian dia
148 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4 149 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 5
datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian
dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda:”Nikahilah
wanita yang berbelas kasihlagi banyak anak, karenaa aku akan membangga-
banggakan kalian kepada umat-umat yang lain.” (H.R Abu Dawud No.2050)
Sangat disayangkan pengelola kelas pranikah nikahsyari.com mendasarkan
hadis yang seakan-akan perempuan yang baik untuk dinikahi adalah yang mudah
memiliki keturunan. Hadis ini juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang melarang
menikahi seorang perempuan mandul, karen Rasulullah menginginkan umat yang
banyak, maka dari itu laki-laki dianjurkan untuk menikahi perempuan yang subur
dan penyayang. Robiatul dalam studi ma’anil hadisnya terkait hadis-hadis anjuran
meenikahi wanita produktif ini menyatakan bahwa wajar hadis ini berkonotasi
seperti itu, karena kontekstual hadis diturunkan posisi perempuan adalah objek
pasif dan mayoritas laki-laki adalah aktif dalam ranah publik.150
Penting untuk menjadi perhatian bahwa perempuan yang tidak bisa
memiliki keturunan sama sekali tidak berkurang kemanusiaannya sebagai
perempuan untuk dinikahi. Perempuan yang “diuji” dengan ketidaksuburannya
mutlak progresif Tuhan. Selain itu, mengapa laki-laki tidak disyaratkan juga untuk
subur? Bisa jadi belum memiliki keturunan ini dapat disebabkan oleh hormonal
laki-laki, karena tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran anak dalam perkawinan
tidak bisa lepas dari kedua belah pihak. Pandangan-pandangan resiprokal
semacam ini yang perlu dihadirkan oleh kelas-kelas pranikah ini yang berniat
mengedukasi netizen milenial sehingga citra Islam yang ramah terhadap laki-laki
150 Robiatul Wahida, Anjuran Menikahi Wanita Produktif Dalam Sunan An-Nasa’i,
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2018
dan perempuan dapat terealisasikan. Kemudian kendati meneladani pernikahan
Rasulullah yang dijadikan pertimbangan, terekam jelas bahwa hadis ini cukup
kontroversi antara realitas dan idealisnya. Karena Rasulullah menikahi perempuan
yang lebih tua dan sebahagian besar istri Rasulullah adalah janda yang tidak dapat
melahirkan anak. Namun, beliau tidak mempermasalahkan kesuburan-kesuburan
istri-istrinya, yang penting adalah bagaimana jalan terbaik untuk tetap menjaga
keutuhan rumah tangga dalam situasi apapun.
d. Persiapan dan mengenal ta’aruf
Sebelum akad nikah dilangsungkan, hal yang dilalui oleh setiap calon
pengantin adalah ta’aruf, nadzar, dan khitbah. Selama proses ta’aruf kedua calon
pasangan tidak ada hubungan kemahraman, karena belum ada ikatan yang
menghalalkan. Sehingga berlaku aturan laki-laki dan wanita yang bukan mahram,
seperti tidak boleh berdua-duaan, saling bercengkrama, dan sebagainya. Ta’aruf
dilakukan karena memang ada niat untuk menikahi, bukan memberi harapan palsu
atau ingin mengoleksi pacar semata.
Selama proses ta’aruf juga dibolehkan melihat calon pasangan, dengan
tujuan tidak ada penyesalan di masa depan, dan memastikan bahwa menikah
karena alasan saling mencintai. Dalam hal nadzar ini terdapat perbedaan pendapat
mengenai batasan anggota tubuh yang boleh dilihatkan ketika nadzar:151
1) Hanfiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan sebagian Hambali sepakat bahwa
bagian anggota tubuh yang boleh dinadzar ketika lelaki melamar adalah
wajah dan telapak tangan (termasuk punggungnya), sampai ke
151 Modul 1 Bab 3 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 8
pergelangan. Wajah untuk menilai kecantikan, sementara telapak tangan
untuk menilai kesuburan badan.
2) Sementara Hanafiyah dalam sebagian riwayat membolehkan melihat kaki,
karena kaki dalam mazhab Hanafiyah bukan aurat.
3) Hambali membolehkan melihat bagian yang biasa nampak, seperti kepala
(tanpa jilbab) leher, atau kaki.
Ketika kedua pasangan calon suami istri sudah mantap untuk melanjutkan
ke pernikahan, maka tahapan berikutnya adalah khitbah atau lamaran, di mana
pihak laki-laki menyatakan kesungguhannya untuk menikahi perempuan yang
sudah dikenalnya dengan baik.
Berdasarkan pemaparan pada wacana ta’aruf, nadzar dan khitbah dalam
kelas pranikah online nikahsyari.com ini sudah ramah terhadap perempuan, tidak
terdapaat unsur diskriminasi hak perempuan oleh laki-laki, sehingga pihak
perempuan tidak dirugikan dengan naarasi yang dibangun oleh pengelola kelas
atau pemateri.
e. Mahar
Narasi yang dijelaskan mengenai mahar adalah mengenai keutamaaan
perempuan yang baik untuk dinikahi adalah perempuan yang memudahkan
maharnya.152 Argumentasi ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan dalam
Sunan Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal. Hadis tersebut menyebutkan bahwa di
antarasalah sat perintah Nabi SAW kepada perempuan adalah “sebaik-baik mahar
adalah yang paling mudah” diperjelas lagi dengan “termasuk berkahnya seorang
152 Modul 2 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 8-9
wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya) yang mudah maharnya, dan yang
memiliki keturunan”. Kemudian akhir argumen ditutup dengan manfaat
perempuan yang memudahkan mahar, pertama mengikuti sunnah Nabi, kedua
memudahkan laki-laki untk menikah dan ketiga, mudahnya mahar akan
menyebabkaan cinta dan langgengnya kasih sayang.
Wacana ini dibangun untuk mendikte para pengikut kelas bahwa perempuan
yang baik adalah ia yang memudahkan maharnya sebagaimana ideologi yang
memproduksi wacana tersebut. Uraian ini dirasa penting untuk
mempertimbangkan konteks hari ini. Mahar terkadang hanya dianggap sebagai
sebuah formalitas dan simbolik ketika dalam memenuhi persyaratan perkawinan.
Akibatnya orientasi mahar leebih bersifat konsumtif, ekonomis bahkan estetis
semata tanpa melirik orientasi produktif pada sisi lainnya yang lebih jauh. Nur
Hadi dalam risetnya yang menelusuri ulang ‘illat dari dalil mahar menggunakan
penalaran ta’lili ini dapat dijadikan sebagai refleksi pertimbangan bahwa
sesungguhnya mahar daalam perkawinan Islam berorientasi produktif. Karena jika
diprediksi lebih jauh mahar semacam ini yang tentu lebih menjamin madaniyyah
atau membangun peradaban manusia.
Sekiranya pengelola kelas akan menyertakan manfaat atas anjuran
memudahkan mahar tersebut merupakan mengikuti sunnah Nabi, rasanya perlu
untuk ditelisik lebih dalam lagi terkait rekam jejak mahar pada masa Rasulullah,
pun mahar-mahar yang digunakan Nabi saat menikahi istrinya. Sehingga akan
kentara bahwa value dari mahar bukan hanya sekedar “mudah” taapi juga
produktif dan berdaya nilai dan guna.
f. Akad Nikah
Akad nikah adalah pernyataan akad atau ijab qabul antara seorang lelaki
dengan wali seorang wanita untuk membangun ikatan keluarga sesuai cara yang
ditetapkan syari’at. Dalam hal ini pengelola kelas memaparkan bahwa: pertama,
pernikahan harus meminta persetujuan wanita terlebih dahulu, kedua rukun dan
syarat pernikahan harus terpenuhi yaitu wali, lafaz ijab qabul, saksi minimal 2
orang, mahar, dan kedua mempelai yang saling ridha untuk menikah.
Mengenai akad nikah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi ataau
dikenal dengan istilah nikah sirri, pengelola kelas berpandangan bahwa pasangan
yang menikah secara sirri, maka kedua suami istri tersebut wajib dipisah dan
wajib bagi suami melakukan iddah dengan tetap berhak mendapatkan mahar,
setelah masa iddah habis dan laki-laki tersebut masih punya keinginan untuk
menikahi wanita tersebut maka boleh menikah lagi dan harus menyebarkan dan
mengembangkan akad nikah.153
Narasi di atas tidak memiliki alasan yang jelas oleh pengelola dan tidak
mencantumkan referensi yang digunakan. Padahal selama pernikahan mereka
memenuhi rukun dan syarat nikah secara syari’at, maka tidak ada alasan untuk
mengatakan bahwa pernikahan mereka tidak sah. Sehingga tidak ada kewajiban
untuk keduanya berpisah ranjang dan menjalani iddah. Berbeda jika pernikahan
yang mereka lakukan tidak memenuhi rukun dan syarat pernikahan secara
syari’at, seperti tanpa wali yang sah, maka bisa dikatakan mereka telah bermaksiat
153 Modul 2 Bab 2 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 6
karena pernikahannya bathil. Sayangnya, pengelola akun tidak menyebutkan
nikah sirri yang seperti apa yang diwajibkan untuk dipisah dan melalui iddah.
g. Membangun Rumah Tangga Ideal
Materi dari kelas pra nikah online nikahsyari.com dalam kajian ini mengulas
persoalan rumah tangga yang berbicara soal peran suami istri. Wacana yang di
konstruksi oleh pengelola akun cenderung menjurus kepada paradigma patriarkis.
Perempuan sering digiring sebagai objek yang dibatasi ruang dan geraknya dan
berbagai pelaknatan bagi perempuan dengan mendasarkan nya kepada teks teks
keagamaan. Melalui materi ini pengelola menggiring wacana perempuan yang tak
ada atau sholihah adalah perempuan yang tinggal di rumah, patuh pada suami dan
aktivitasnya seputar domestikasi. Seperti:
"Istri yang dilaknat adalah apabila seorang suami mengajak istrinya ke
tempat tidur untuk jima' atau bersetubuh dan istrinya menolak (sehingga
suaminya murka), maka istri akan dilaknat oleh malaikat hingga waktu subuh.”
Dalam hal ini, sudah terlihat jelas kelas ini memproduksi sebuah wacana
patriarkis dengan menyudutkan perempuan atau istri. Melalui hadits yang
menyebutkan bahwa istri akan di laknat ketika tidak memenuhi keinginan
suaminya untuk berjima' (bersetubuh). Narasi semacam ini merupakan pola
pemahaman hadis secara misoginis yang tidak menghadirkan pemartabatan
perempuan yang tidak lain untuk mengatur gerak tubuh perempuan, perilaku ini
mendikte segala tingkah laku perempuan untuk sesuai dengan realitas yang
sebenarnya yang diyakini oleh ideologi pengelola atau pembuat wacana. Alhasil
perempuan sebagai kelompok sub ordinat yang hanya bertugas melayani suami.
Padahal menilai etis dalam berelasi suami istri juga tidak kalah penting untuk
diungkap dalam narasi, yang dari nilai tersebut akan turut mengajar berpikir
secara komprehensif dengan mempertimbangkan tradisi, budaya dan sosial
kultural yang ada dengan pendekatan yang ramah, egaliter san humanis terhadap
perempuan.
Hadits yang dijadikan rujukan pengelola kelas peran nikah tersebut
memiliki 14 sanad yang tercantum dalam beberapa kitab, di antaranya shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Musnad Ahmad dan Sunan Ad
Darimi dan sudah dipastikan tergolong hadits shahih. Namun kesahihan hadis
tidak mutlak diinterpretasi serampangan, Imam Nawawi dalam kitab
Riyadushalihinya mengatakan, "sesungguhnya wajib baginya (istri) untuk
memenuhi kebutuhan sang suami apabila ia suami memintanya untuk berjima
kecuali apabila ada udzur syar'i misalnya sakit, hingga sang istri tidak dapat
menggauli suaminya, atau apabila ada unsur lain yang menghalanginya untuk
datang ke tempat tidur (berjima). Maka hal ini tidak menjadi persoalan. Namun
jika tidak ada udzur syar'i maka wajib bagi istri untuk mendatangi suaminya dan
memenuhi permintaannya."
Pencatutan hadist atau ayat yang pakai pengelola secara literal ini
mendeskripsikan adanya keragaman bentuk materi tafsir dalam sosial media.
Setidaknya ada tiga ragam tafsir sosial media dalam amatan Fadli Lukman,
pertama tekstual, kontekstual, ketiga tafsir ilmi.154 Dan pada dataran kajian
154 Fadhil Lukman, Tafsir Sosial Media di Indonesia, Nun Vol.2, Nomor.2, hlm. 122
wacana ini, dilihat jelas bahwa pengelolaan kelas cenderung mengagungkan tafsir
tekstualnya dalam membangun narasi.
Padahal melirik lebih ke depan terhadap hadis yang sama, yang dijadikan
rujukan pengelolaan kelas, ada sebuah interpretasi hadis yang ramah terhadap
suami dan istri terkait hubungan seks ini. Adalah konseptual qiraah mubadalah
yang digagas oleh Faqihudin. Abdul Qodir. Faqihuddin menegaskan bahwa
pemahaman atas hadis tersebut tidak berhenti pada istri sebagai pemuas nafsu
saja, sementara tidak ada peran yang harus juga dikendalikan oleh suami untuk
kepuasan kebutuhan seks (atau yang lain) istri. Kentara adanya ketimpangan relasi
suami istri di dalamnya, qiraah mubadalah. sebagai sebuah konsep kesalingan,
teori ini membaca hadis tersebut dengan memberikan pemahaman bahwa aktivitas
seks menjadi bagian yang menyenangkan bagi kedua belah pihak yang lebih jauh
akan mampu memperkuat ikatan pernikahan bukan sebaliknya.155
Setidaknya ada dua bentuk pembacaan hadis tersebut dengan menggunakan
teori mubadalah, pertama, kata da'a dalam hadis tersebut yang artinya memohon
dan mengajak ini dimaknai sebagai sikap suami dalam mengekspresikan
permintaannya kepada istri dengan cara yang baik, tanpa paksaan apalagi
kekerasan. Dalam hal ini juga suami harus pandai memahami istri,
mengkondisikan keadaan istri agar permintaannya dituruti dengan senang hati.
Dalam riwayat yang sama, Nabi menganalogikan aktivitas seks suami istri ini
berupa "sedekah yang berpahala" yang mengingat adab dalam bersedekah penuh
dengan perkataan yang baik, lembut dan menyenangkan. Sama halnya dengan
155 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender
dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 384
aktivitas seks antara suami istri.156 Kedua, hadits ini dipandang metode
mubadalah pemaknaannya berlaku bagi perempuan sebagai subjek utama, di mana
laki-laki juga dituntut memuaskan kebutuhan seks istri, dan bisa dilaknat ketika
menolaknya. Sebab muara dari teks ini adalah memuaskan kebutuhan seks
pasangan, yaitu suami terhadap istri dan istri terhadap suami.157
Poinnya adalah, ketika pemaknaan literal teks hadis tersebut menuntut istri
untuk melayani kebutuhan dan fantasi seks suami, makna resiprokal (mubadalah)
hadits ini juga menuntut suami untuk melakukan hal yang sama. Lebih jauh lagi
jika istri dituntut untuk memperhatikan kebutuhan seksual suami, suami juga
harus turut empati terhadap istri yang bisa jadi kondisinya sedang lelah dan tidak
mood, emosional menjelang menstruasi atau beberapa kondisi lain yang memang
menuntut pemakluman lainnya.
h. Nasehat untuk Suami Istri
Ketika jenjang pernikahan sudah dilewati, maka suami dan istri saling
memahami kewajiban dan haknya agar tercapai keseimbangan dan keserasian
dalam membina rumah tangga, sehingga membentuk keluarga yang harmonis.
Istri memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh suaminya baik hak yang bersifat
material dan nonmaterial, sedangkan yang bersifat materiil adalah berupa mahar
yang sudah dibahas sebelumnya. Sedangkan hak hak istri atas suami yang bersifat
nonmaterial sebagai berikut:
1) Bergaul dengan istri secara baik
156 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender
dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 385 157 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender
dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 386
Perilaku dan tingkah laku yang baik merupakan cerminan dari seluruh
hak-hak wanita yang harus dipenuhi oleh suami karena yang lainnya hanyalah
penjabaran dari hal ini. Yang dimaksud dengan bergaul secara baik adalah
bersikap baik dalam pergaulan dan kehidupan rumah tangga melindungi istri
dari bahaya dan tidak boleh mengabaikan hak-haknya serta menempatkan wajah
ceria cerah dan gembira. Hendaknya suami menyayangi istri dan tidak
menyakitinya serta menahan tangannya meskipun pada diri istri terdapat
kekurangan asal tidak bertentangan dengan syariat Allah swt.
2) Hendaknya sang suami mengajari istrinya tentang masalah-masalah
agama dan membantu istri dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Suami harus mengajari istri pada saat tidak mengerti, mengingatkan istri
pada saat lalai, dan membantu istri dalam beribadah. Yang penting menanamkan
nilai aqidah secara benar dan merealisasikan makna ibadah dan cerminan akhlak
pada diri istri.
Termasuk dalam hal itu suami mencegah istrinya dari melakukan sikap
buruk dan akhlak tidak terpuji yang bertentangan dengan syariat, seperti tidak
menutup aurat dan setiap perilaku yang akan merusak agama dan keimanan sang
istri. Sang suami harus memiliki rasa cemburu dan selalu menjaga kehormatan
dan harga diri istrinya.
3) Hendaknya suami menjaga kesucian dan kehormatan diri istri dengan
memenuhi kebutuhan biologisnya.
Karena wanita memiliki keinginan alami selayaknya suami memenuhinya,
dengan demikian istri dapat memelihara kemaluannya dari sesuatu yang
diharamkan agama sebagai bukti dari sikap mempergauli istri secara baik.
Karena besarnya perhatian syariat dalam menjaga kesucian dan kehormatan diri
wanita maka bila suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi istrinya, agama
memberi batas tertentu massa sumpah tersebut, jika suami tidak menarik
kembali sumpah itu maka sepasang suami istri harus dipisah.
4) Nafkah
Nafkah adalah diantara hak istri yang harus dipenuhi oleh suami yang
mencakup nafkah makanan pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan keadaan dan
kemampuan suami, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
.... ⬧ ◆ ◼⧫ ⬧
☺ ⬧◆
➔ ...
Artinya:.... Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut... (Q.S Al-Baqarah: 233)
Al-hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata, wajib bagi
seorang ayah memberi nafkah kepada ibu-ibu anak-anak serta memberi mereka
pakaian secara ma'ruf yaitu sesuai kebiasaan yang dianggap mereka (kaum istri)
tanpa berlebihan atau terlalu bakhil bahkan sesuai dengan kemampuan suami.
Selanjutnya dalam masalah ini juga dijelaskan mengenai hak suami yang
wajib dipenuhi istri terdiri dari 8 poin yaitu:
1) Istri wajib taat kepada suaminya
Setelah wali atau orangtua sang istri menyerahkan kepada suaminya
maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi
setelah kewajiban taat kepada Allah dan rasulnya.
2) Istri diperintahkan tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga dengan
baik.
3) Istri harus berhias diri selalu tersenyum dan tidak bermuka masam di
hadapan suami.
4) Istri tidak boleh mengungkit harta diberikan kepada suaminya dan
keluarganya.
5) Seorang istri tidak boleh menyakiti suami, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.
6) Istri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami.
7) Istri harus pandai menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga.
8) Istri harus bersungguh-sungguh dalam menjaga keberlangsungan rumah
tangga.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa hak-hak suami dan istri dalam rumah
tangga lebih didominasi oleh hak suami dari istrinya. Namun yang menarik adalah
ketika seorang istri dituntut untuk tidak boleh mengungkit harta yang diberikan
suami kepada keluarganya, tidak sebaliknya di mana suami "seperti" dibolehkan
untuk menyebut pemberian istri kepada keluarganya. Selain itu istri harus pandai
menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga tetapi ketika membahas hak-hak
istri tidak ada perintah bagi suami untuk menjaga rahasia istri. Selanjutnya istri
juga dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam menjaga keberlangsungan rumah
tangga yang seharusnya hal ini ini lebih ditekankan kepada kewajiban suami yang
menjadi hak istri karena pemimpin dalam rumah tangga adalah suami maka suami
lah yang harus mengusahakan rumah tangganya kekal dan sakinah. Pengelola
akun sepertinya luput akan realitas saat ini di mana para istri lebih dominan dalam
menggugat cerai suami ke pengadilan agama tentu hal ini didasarkan kepada
suami yang mulai lalai dalam menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga.
Masih dalam wacana hak seorang istri di mana disebutkan bahwa istri
tempatnya adalah di dalam rumah. Pengelola kelas dirasa kurang memperhatikan
standar kemaslahatan perempuan yang keluar rumah. Hadis yang dipakai juga
tidak tanggung-tanggung dengan narasi atau interpretasi misoginis "sesungguhnya
perempuan itu aurat, jika dia keluar rumah maka setan akan menyambutnya.
Keadaan perempuan yang dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di
dalam rumah." Narasi semacam ini sudah sangat melanggeng, mirisnya anggapan
ini disertai menyalahkan dan mendiskreditkan perempuan seakan-akan semua
kesalahan itu bersumber dari perempuan.
i. Membina hubungan silaturahim
Dalam hal ini ini dijelaskan bagaimana hubungan antara orang tua dan anak
yang telah menikah, pertama dijelaskan mengenai kewajiban anak terhadap orang
tua pasca menikah, anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan
durhaka kepada keduanya, juga dipaparkan mengenai keutamaan berbakti kepada
orang tua dan pahalanya.
1) Kewajiban anak terhadap orang tua pasca menikah
Meskipun telah berkeluarga, anak tetap wajib berbakti kepada kedua
orangtuanya. Kewajiban ini ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga
atau menikah. Sebagaimana yang kita pahami bahwa dalam menggapai ridho
Allah SWT adalah berbakti kepada kedua orang tua yang merupakan salah satu
masalah penting dalam Islam. Di dalam Alquran setelah memerintahkan manusia
untuk bertauhid, Allah SWT memerintahkan untuk berbakti kepada orangtuanya.
2) Anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan durhaka
kepada keduanya.
Berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan
kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan
kepada keduanya disebut dengan Ihsan. Menurut Ibnu Athiyah kita juga wajib
mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, dan harus mengikuti apa apa yang
diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak
melanggar batasan-batasan Allah subhanahu wa ta'ala). Anak tidak boleh berkata
dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati orang tuanya, menggertak,
mencaci-maki, memukul, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturahim,
atau tidak memberi nafkah kepada kedua orangtuanya yang miskin.
3) Keutamaan berbakti kepada orang tua dan pahalanya
Hal ini dijelaskan oleh pengelola bahwa keutamaan berbakti kepada orang
tua dan pahalanya dapat dirinci sebagai berikut:158
a) Merupakan amal yang paling utama berdasarkan hadis nabi shallallahu
alaihi wasallam bahwa bahwa berbakti kepada kedua orang tua merupakan
yang paling utama setelah mendirikan salat di awal waktu.
b) Ridha Allah tergantung kepada Ridha orang tua, hal ini ini sesuai dengan
hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash bahwa
158 Modul 3 Bab 3 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 30-33
Rasulullah bersabda, ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua
dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.
c) Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang
dialami. Hal tersebut dilakukan dengan cara bertawasul dengan amal saleh
tersebut. Hal ini didasarkan kepada hadis riwayat dari Ibnu Umar
radhiallahu anha mengenai kisah 3 orang yang terjebak dalam gua, dan
salah seorang nya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Sehingga mereka selamat keluar dari gua tersebut put.
Berdasarkan wacana mengenai membina hubungan silaturahim, hal ini tidak
ada mengandung bias gender karena antara suami dan istri tidak ada perbedaan
terhadap berbakti pada orang tuanya masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kelas pranikah online
kelas Nikahsyari.com semuanya representasi fiqh klasik, namun tidak semua
materi mengandung bias gender. Lima dari delapan materi mengandung bias
gender yaitu wacana mengenai anjuran menikah, memilih pasangan, mahar,
membangun rumah tangga ideal, dan nasehat untuk suami istri. Sedangkan untuk
wacana yang tidak berpihak kepada laki-laki dalam artian tidak menyudutkan
salah satu gender, yaitu mengenai memilih jodoh, persiapan dan mengenal ta’aruf,
dan membina hubungan silaturahim.
B. Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikah Institute
1. Profil Kelas Nikah Institute
Akun instagram dengan memakai tendensi keagamaan lainnya adalah
@nikahinstitute, akun ini juga menyajikan edukasi seputar pernikahan dan
dilengkapi dengan parenting. Akun dengan jumlan pengikut 44,7 ribu ini diamati
tidak hanya sekedar media edukasi murni, tapi juga komoditi, yaitu menulis dan
menerbitkan buku, “Pahami Sebelum Sesali”. Tidak hanya itu akun ini juga
memiliki akun khusus untuk curhat masalah rumah tangga yaitu
@fiqihpernikahan melalui 264 postingannya.
Akun nikahinstitute bertagline “The First Marriage Preparation Course”
sudah memiliki 320 postingan tentang ilmu-ilmu pernikahan per 12 Oktober 2021.
Posting-postingan dari akun ini juga menyertakan caption yang memantik
simpatisan pengikutnya untuk mengikuti kelas pra nikah yang ditawarkan. Sama
dengan akun sebelumnya, nikahinstitute juga mencantumkan link kelas pranikah
nya pada bio instagram yang langsung terhubung dengan grup whatsapp maupun
telegram.
Proses perndaftaran dalam kelas pranikah nikahinstitute ini melalui link
yang disematkan pada bio akun instagram, sehingga ketika meng-klik link pada
akun langsung menuju pengisian data diri anggota termasuk kelas yang ingin
diikuti. Kemudian membayar biaya kelas sesuai dengan kelas yang dipilih, dengan
kisaran Rp. 285.000 sampai Rp. 345.000 per hari. Setelah pembayaran selesai,
calon peserta akan digabungkan pada kelas belajar di telegram, di sana akan
diberikan informasi mengenai jam belajar dan proses belajar setiap hari selama 1
bulan. Selain belajar melalui telegram, kelas pranikah pada nikahinstitute juga
melalui zoom 1 kali dalam seminggu.
Narasumber pada kelas nikahinstitute adalah mereka yang kompeten dan
profesional membawakan materi pernikahan, yaitu H. M aqib Malik dan Habib
Ahmad Syauqi Bafagih. H. M. Aqib Malik atau biasa disapa dengan panggilan
Gus Aqib memiliki latar belakang pendidikan di antaranya, pascasarjana Ilmu
Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alumni esantren Fathul Ulum Kediri,
alumni pesantren Futuhiyah Demak, alumni pesantren Ma;hadut Tholabah Tegal,
dan alumni Kahfi Public Speaking & Motivator School Jakarta. Gus Aqib dalam
kesehariannya merupakan owner Al Maliki Center yang bergerak pada bidang
pelatihan dan pemberdayaan untuk kebaikan bersama. Narasumber kedua adalah
Habib Ahmad Syauqi Bafagih merupakan alumni pesantren Darussa’ adag Al-
Islamy Gubugklakah Poncokusumo Malang, alumni pesantren Daar Al-Mustofa
Tarim Hadramut Yaman, dan alumni pesantren Daar Al-Mustofa Assunniyah
Lumajang, yang dalam kesehariannya Habib Bafagih seorang pengasuh Pondok
Pesantren dan Majlis Ta’lim Daar Al-Faqih Pasuruan.
2. Modul Pernikahan yang Dibahas pada Nikah Institute
Pada bagian ini penulis akan mengkategorikan materi pernikahan dari kelas
pranikah online nikah institute. Sama halnya dengan materi pada kelas
nikahsyari.com yaitu, pertama materi sebelum menikah, kedua materi saat
menikah, ketiga materi setelah menikah (berkeluarga).
a. Materi sebelum Menikah
Materi-materi yang dapat digolongkan pada materi sebelum menikah ini, di
antaranya adalah:
1) Anjuran Menikah
Pada kesempatan ini, pemateri menyebutkan hadis tentang anjuran menikah
bagi pemuda yang mampu karena menikah mampu menundukkan pandangan dan
syahwat umat Islam. Kemudian juga dijelaskan bahwa umat Islam yang tidak mau
menikah padahal sudah mampu, maka dia bukan golongan dari Nabi Muhammad
SAW. Hanya saja jika ada umat Islam yang belum atau tidak menikah, juga tidak
boleh langsung dicap bukan dari umat Nabi Muhammad SAW.159
2) Memilih Pasangan
Menikah merupakan keinginan semua orang, dan semua orang
menginginkan pernikahan yang langgeng dan kekal seumur hidup. Sehingga
memilih pasangan menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan agar kesenangan
dan ketenangan dalam rumah tangga tercipta. Dalam hal ini disampaikan beberapa
materi terkait dalam memilih pasangan yaitu, pertama harus memperhatikan
agamanya dibandingkan keturunan, kecantikan, dan harta. Kedua, perempuan
berhak memilih calon suaminya.160
3) Peminangan
Peminangan merupakan proses sebelum menikah yang harus dilalui setiap
calon pengantin, di mana pihak laki-laki meminang pihak perempuan untk
menjadi istri. Dalam hal ini pemateri lebih membahas kepada proses peminangan
dan cara meminang. Selain itu juga dijelaskan larangan meminang perempuan
yang sudah dipinang orang lain, juga membahas mengenai kebolehan melihat
calon istri apabila dibolehkan, dan perintah mengumumkan nikah dan
menyembunyikan lamaran/ khitbah.161
b. Materi saat Menikah
159 Habib Ahmad Syauqi Bafaqih, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute pada
tanggal 16 April 2021 160 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 24 April 2021 161 Ibid
Hal selanjutnya yang dibahas dalam kelas pranikah nikah institute mengenai
materi saat pernikahan dilangsungkan dapat dibagi menjadi:
1) Mahar
Pemabahasan mengenai mahar dimulai dari hakikat mahar dalam
pernikahan, kemudian jugaa dijelaskan macam-macam mahar dalam riwayat
Hadis Nabi. Mahar yang pernah diberikan Nabi kepada istri-istri beliau, dan juga
sahabat Nabi yang memberikan mahar apa saja kepada istri-istri mereka.
2) Walimah
Pelaksanaan walimah merupakan merupakan makanan yang dibuat untuk
acara pernikahan, sehingga walimah ini setelah acara akad nikah selesai. Walimah
bertujuan untuk mengumumkan pernikahan yang telah dilakukan, dengan tujuan
agar semua masyarakat mengetahui kalau antara pasangan tersebut sudah sah,
sehingga tidak ada fitnah lagi jika mereka pergi berdua-duaaan. Di samping itu
mengadakan walimah adalah sunnah, juga bentuk rasa syukur pengantin karena
telah melengkapi separuh agama nya.
Berdasarkan penjelasan dari pemateri bahwa dalam mengadakan walimah,
kita tidak boleh memilih-milih orang yang akan diundang, daan bagi yang
diundang hukum menghadiri walimah adalah wajib, kecuali ada alasan syar’i.
Selanjutnya juga dibahas mengenai walimah yang baik sesuai dengan sunnah
Nabi.162
c. Materi setelah Menikah
162 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 23 April 2021
Kategori materi setelah menikah, pada dasarnya berbicara persoalan
pergaulan suami istri (adab-adab dalam rumah tangga), nafkah, dan hadanah. Hal
ini dapat dibagi menjadi beberapa sub bagian:
1) Pergaulan antara Suami dan Istri
Dalam hal membangun keluarga, materi-materi ini lebih menonjolkan
jargon-jargon keluarga sakinah, bahagia, impian, ideal, dan sebagainya. Dalam
mewujudkan keluarga yang bahagia , pemateri cenderung menawarkan tips-tips,
kiat-kiat, dan pedoman atau tuntunan bagi setiap anggota keluarga, yaitu suami
dan istri. Hal ini dimulai dengan mempergauli istri dengan baik, begitupun
sebaliknya dalam berhubungan intim, kapan istri tidak boleh digauli dan
bagaimana adab selama menggauli istri.163
Selanjutnya juga dibahas mengenai hal-hal buruk yang biasa terjadi dalam
pernikahan, ditambah dengan bagaimana solusi dari masalah yang dihadapi dari
pasangan suami istri agar rumah tangga tetap langgeng.164 Setidaknya itulah hal
yang tergambar dalam kelasa pranikah Nikah Institute mengenai permasalahan
keluarga dan solusinya. Solusi yang diberikan lebih kepada bagaimana
manajemen rumah tangga.
2) Nafkah
Nafkah merupakan pemberian wajib suami kepada istri karena hubungan
perkawinan. Selama pernikahan, suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya
secara ma’ruf, yaitu sesuai yang patut dengan kebiasaan di tempat tinggal suami
dan istri. Selain itu, suami dan istri juga harus pandai dalam memanajemen
163 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 27 April 2021 164 Habib Ahmad, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 9 Mei 2021
keuangan keluarga agar tidak timbul perselisihan karena uang. Tidak bisa
dipungkiri bahwasanya masalah ekonomi adalah hal utama penyebab perempuan
menggugat cerai suami ke Pengadilan. Namun, suami juga harus bisa mendidik
dan mengatur istri agar istri tidak menjadi boros dalam urusan keuangan.165
3) Hadanah
Memiliki anak merupakan keinginan setiap pasangan suami istri yang baru
menikah. Setelah memiliki anak maka banyak hal yang harus diperhatikan
terhadap kebutuhan dan hak anak, agar anak tidak terlantar. Dalam hal ini yang
sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan anak baik itu moril maupun
materil adalah ayahnya.166
3. Wacana Hukum Perkawinan pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram
Nikah Institute
Sama halnya dengan kelas Nikahsyari.com, pada kelas Nikah Institute juga
banyak materi perkawinan yang diangkat dalam kelas pranikah ini, mulai dari
anjuran menikah hingga hadanah. Tentu saja dalam materi tersebut terkandung
hukum perkawinan yang tergambar jelas dari materi-materi perkawinan. Oleh
karena itu pembahasan ini menjelaskan wacana-wacana yang dihadirkan dalam
materi kelas pranikah online Nikah Institute khususnya wacana hukum
perkawinan Islam. Supaya lebih fokus, maka penulis mencoba menjelaskan
berdasarkan tema pada materi-materi pada poin sebelumnya.
a. Anjuran Menikah
165 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 2 Mei 2021 166 Habib Ahmad, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 9 Mei 2021
Pemateri menjelaskan pada bagian ini tentang keutamaan menikah.
Tentunya pembahasan ini lebih menekankan sisi positif menikah, meskipun pada
realitasnya menikah perlu pertimbangan yang serius. Disamping menjelaskan
tentang dalil Alquran dan hadis yang menganjurkan untuk menikah pemateri juga
menyebutkan bahwa ukuran kemampuan seseorang untuk menikah bukan dilihat
hanya dari segi dewasa saja, tetapi juga dilihat dari materi atau finansial dan juga
kematangan emosional dan psikis. Selain itu ia juga menjelaskan tentang cara
menjaga cinta agar tetap bersemi, seperti mendoakan dan menyayangi suami atau
istri
b. Memilih Pasangan
Memilih pasangan yang yang dijadikan untuk sebagai calon istri maupun
suami merujuk kepada hadis nabi SAW, dimana dijelaskan bahwa dianjurkan
dalam memilih pasangan untuk mempertimbangkan dari segi harta, keturunan,
kecantikan, dan agama. Namun agama merupakan hal utama menjadi
pertimbangan dalam memilih pasangan karena Harta, keturunan, dan kecantikan
dapat mencelakai keharmonisan dalam rumah tangga. Selain itu pemateri juga
mengedepankan hadits yang yang memerintahkan kepada wali bahwa perempuan
juga berhak memilih calon suaminya. Hari ini menggambarkan bahwa Islam
sangat menghargai perempuan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam memilih
pasangan pengelola kelas nikah institute tidak mengandung bias gender.
c. Peminangan
Dalam hal peminangan, dijelaskan bahwa peminangan ini dari pihak laki-
laki kepada wali perempuan, di mana perempuan tersebut tidak sedang dalam
masa iddah daan tidak pula dalam pinangan orang lain. Karena Rasulullah telah
melarang meminang di atas pinangan orang lain. Hal ini dirujuk oleh pemateri
pada Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Selain itu juga disampaikan oleh pemateri yang lain, bahwasanya
peminangan atau khitbah dibolehkan untuk melihat tubuh perempuan yang
dilamar, yaitu bagian yang biasa terlihat saat shalat, yaitu muka dan telapak
tangan. Selama lamaran, pihak laki-laki dan perempuan tidak boleh berdua-duaan,
karena yang menghalalkan mereka adalah ijab dan qabul, sedangkan khitbah
hanya sebuah pernyataan kesungguhan untuk menikah, dan tidak ada dampak
hukum yang ditimbulkan. Wacana peminangan ini tidak terlihat adanya unsur bias
gender, hanya saja masih berpedoman pada fiqh klasik, tanpa melihat dari hukum
positif Indonesia saat ini.
d. Mahar
Dalam hal ini pengelola menggiring hadits dari uqbah bin Amir bahwa
sebaik-baik "mahar adalah yang ringan dan mudah". Narasi ini dikhawatirkan men
stimulan pengikut kelas untuk menikahi wanita yang dicintainya dengan mahar
yang mudah.
Pada dasarnya, kuantitas serta kualitas memang lah bukan penentu standar
kebahagiaan. Namun ketika perempuan menerima mahar yang istimewa terlebih
berdaya nilai produktif maka perempuan akan merasa mendapatkan bukti dan
cinta yang seutuhnya. Saat itu pulalah cinta dan kasih sayang akan tumbuh dan
bersemi dalam keluarga, selaras dengan tujuan perkawinan yang berporos kepada
sakinah mawaddah dan rahmah dapat terealisasikan titik mengingat pemaknaan
mahar ketika dikaitkan dengan tujuan perkawinan yang diatur hukum positif dan
hukum Islam dapat dijadikan ukuran seorang suami mampu menafkahi istri dan
anak-anaknya nanti lahir dan batin. Sebagaimana pendapat dari syarawi, Al jauzi,
serta al-mawardi yang memaknai mahar adalah pemberian yang wajib dan
menjadi langkah awal dari sebuah integritas kewajiban suami dalam berumah
tangga. Sederhananya, mahar merupakan lambang kemampuan suami dalam
menjalani kehidupan rumah tangga lahir dan batin.
e. Walimah
Walimah adalah makanan yang dibuat untuk upacara pernikahan, dan
melaksanakannya adalah sunah. Walimah bertujuan untuk mengumumkan
pernikahan yang telah dilakukan, dengan tujuan agar semua masyarakat
mengetahui kalau antara pasangan tersebut sudah sah, sehingga tidak ada fitnah
lagi jika mereka pergi berdua-duaaan. Di samping itu mengadakan walimah
adalah sunnah, juga bentuk rasa syukur pengantin karena telah melengkapi
separuh agama nya.
Berdasarkan penjelasan dari pemateri bahwa dalam mengadakan walimah,
kita tidak boleh memilih-milih orang yang akan diundang, daan bagi yang
diundang hukum menghadiri walimah adalah wajib, kecuali ada alasan syar’i.
Selanjutnya juga dibahas mengenai walimah yang baik sesuai dengan sunnah
Nabi.167 Sehingga wacana ini tidak mengandung unsur bias gender.
f. Pergaulan Suami dan Istri
167 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 23 April 2021
Diskriminasi terhadap perempuan banyak terlihat pada ada materi pergaulan
antara suami dan istri tersebut. Di sana disebutkan bahwa suami wajib
membimbing istri, kata membimbing yang dilekatkan bagi istri mengindikasikan
bahwa istri merupakan seseorang yang lemah dan perlu dibimbing dan diarahkan
oleh suami. Sedangkan kewajiban istri adalah mendampingi suaminya. Kata
"mendampingi" bagi suami mengindikasikan bahwa suami tidak perlu diarahkan
atau dibimbing oleh istri, namun hanya perlu ditemani dan didampingi dalam
menjalani kehidupan rumah tangga.
Selain itu itu istri hanya berperan dalam wilayah domestik, seperti dalam
mengatur ekonomi keluarga, ia harus bersyukur dengan nafkah dari suami, hidup
sederhana, menjaga harta keluarga, dan peran lainnya, seperti menata rumah.
Padahal jika istri mampu mencari nafkah diluar, maka peran tersebut hanya
harusnya lebih fleksibel. Adapun peran suami dalam rumah tangga lebih
ditekankan pada pemberian nafkah serta memimpin istri. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa suami memiliki kekuasaan yang lebih daripada istri
dalam rumah tangga.
g. Nafkah
Sejatinya kebutuhan rumah tangga memang menjadi tanggung jawab
seorang suami, namun pengelola kelas sepertinya lupa dengan keadaan sekarang
ini di mana kalau istri sudah banyak yang ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Jika terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan rumah tangga oleh
suami maka istri dituntut untuk bersabar. Sehingga hal ini pengelola kelas luput
menarik kenyataan terkait makna kebutuhan yang perlu diperhatikan dalam relasi
berumah tangga. Terkesan mempersempit makna yang seharusnya mampu untuk
memberikan banyak opsi atas berbagai kondisi yang lebih terkini, kondisi hari ini
seakan sengaja dihindari oleh pengelola kelas ini. Sehingga mereka membangun
kembali wacana klise ketika problematika itu hadir, dengan kata "bersabarlah".
Wacana dalam kelas ini seakan menjawab kegelisahan akibat pelarangan
perempuan yaitu istri bekerja atau keluar rumah. Narasi-narasi yang dipakai pun
bernada pasrah tanpa ada upaya yang dapat dilakukan untuk istri sebagai aktor
bertahan dan keluarga."Apabila keuangan suamimu sedang sulit, maka
bersabarlah dan biasakanlah dirimu dengan kondisi itu, jadilah istri yang qanaah
menerima kehidupan yang ada dan jangan engkau cela suamimu", kemudian
pengelola menginterpretasi lanjut arti dan makna qanaah dengan narasi,
"sesungguhnya qanaah adalah kekayaan yang tidak akan habis. Ketahuilah bahwa
kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati." Padahal kata larangan perempuan
keluar rumah dan atau bekerja diluar rumah sama halnya dengan penafian peran
perempuan sebagai khalifatul'ard. Penafian terhadap cita Islam sebagai jalan
moderat yang menjunjung derajat dan pemartabatan perempuan titik Islam
menjunjung kehormatan perempuan sebab status kemanusiaan yang telah
dianugerahkan Allah.168 Perempuan adalah manusia seutuhnya, sebagaimana pula
laki-laki.
Lagi-lagi, penalaran yang dihadirkan pengelola kelas mengesampingkan
nalar moderat atau kesalingan yang diciptakan Islam titik bukankah adanya
sebuah relasi rumah tangga yang mu'asyarah bil ma'ruf dalam hal ini terciptanya
168 Titin Fatimah, Wanita Karir dalam Islam, Musawa, vol.7, Nomor.1, hlm. 29-51
fleksibilitas hak dan kewajiban suami istri dalam menafkahi atau membantu
perekonomian keluarga. Mengingat kemampuan perempuan yang bekerja juga
tidak dapat dikesampingkan kontribusinya dalam perekonomian keluarga. Itu
artinya, sebagaimana konsep perkawinan yang berpasangan dan berelasi dengan
baik di sana terdapat substansi yang mendalam terhadap tanggung jawab keluarga
yang bukan hanya berpangku tangan pada satu pihak untuk tidak menyebutnya
memonopoli pihak lainnya. Melainkan segala kebutuhan keluarga menjadi
tanggung jawab bersama suami istri, maka nafkah pun menjadi kewajiban
bersama pula.
Bahkan dengan ayat yang sama ayat yang dijadikan pengelola kelas sebagai
dasar kewajiban nafkah kepada suami, KH Husein Muhammad
menginterpretasikan teks tersebut bahwa bukan saja suami yang berkewajiban
memberikan nafkah. tetapi satu hukum nya berubah menjadi siapa yang mampu
maka ia wajib memberi nafkah. Ia menafsirkan ayat dalam kepemimpinan, tidak
semua laki-laki dapat menjadi pemimpin atas yang lainnya. Karena atas
dasar"Allah melebihkan sebagian mereka laki-laki atau sebagian yang lain
perempuan", pemaknaan sebagian yang hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak
semua laki-laki diberi kelebihan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, pun sebaliknya
pada perempuan. Tambahnya, keunggulan-keunggulan yang dimiliki bukanlah
sesuatu yang bersifat kodrati, dengan begitu pandangannya terhadap kewajiban
nafkah bukan hanya kepada laki-laki atau suami saja.
Kemudian teks tersebut juga harus dipahami dengan sifatnya yang
sosiologis dan kontekstual karena merujuk kepada persoalan-persoalan yang
partikular. Sehingga tidak ada alasan untuk memberlakukan ayat-ayat rezeki atau
nafkah tersebut hanya kepada laki-laki semata. Pun terhadap teks yang
mengapresiasi suami mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga,
melainkan juga berlaku kepada perempuan yang berkontribusi terhadap hal
tersebut. Sebab faqihuddin menyebutkan bahwa prinsipnya terletak kepada siapa
yang berbuat atau bekerja yang mendapat apresiasi yang termanifestasi dalam
bentuk pahala.169
h. Hadhanah
Mengenai Hadhanah, pemateri merujuk kepada hadis-hadis Nabi dalam
kitab Bulughul Maram. Seperti ketika seorang wanita bertanya kepada Nabi
mengenai siapa yang berhak mengasuh anaknya karena perempuan tersebut
bercerai dari suaminya, kemudian Nabi mengatakan kalau Ibu lebih berhak
daripada ayah terhadap anak yang belum mumayiz.
Hal tersebut senada dengan aturan hukum positif, ketika terjadi perceraian
antara suami dan istri, maka hak asuh atau hadhanah anak yang masih berada di
bawah umur 12 tahun diasuh oleh ibunya, kecuali Ibu memiliki watak atau
perangai yang kurang baik. Hal ini juga ditentukan berdasarkan penetapan
Pengadilan, kecuali antara suami dan istri sepakat membagi giliran dalam
mengurus anak, jika hal yang demikian lebih baik.
Berdasarkan wacana hukum perkawinan dalam materi kelas pranikah Nikah
Institute dapat disimpukan bahwa, mengenai materi yang mengandung bias
gender adalah mahar, pergaulan suami istri, dan nafkah. Sedangkan untuk materi
169 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender
daalam Islam. hlm. 372
yang ramah terhadap kedua pihak, laki-laki dan perempuan yaitu anjuran
menikah, memilih pasangan, walimah, dan hadanah.
Wacana dalam kajian ini berbicara mengenai tentang aturan-aturan, praktik-
praktik, yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada suatu
rentang historis tertentu. Wacana mendefinisikan dan memproduksi objek
pengetahuan. Oleh karena itu, unsur tekstual yang selalu melibatkan bahasa dalam
ruang tertutup dikombinasikan dengan konteks masyarakat yang lebih luas.
Analisis wacana kritis, bagi Fairclough merupakan pendekatan yang berusaha
melakukan penyelidikan secara sistematis terhadap hubungan antara teks, praktik
kewacanaan dan peristiwa, serta praktik sosiokultural.
a. Analisis Teks
Dengan analisis tekstual, dapat dilihat bagaimana wacana hukum tersebut
direpresentasikan. Mengikuti Fairclough, analisis tekstual didasarkan pada dua
elemen, pertama representasi subjek tertentu yang ingin ditampilkan dalam
teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Kedua, relasi yang
merujuk pada seperti apa hubungan-hubungan penulis dan pembaca dalam
teks.
1) Representasi
Representasi yang sudah disampaikan pada bab sebelumnya mengenai
dominannya fiqih klasik dalam kelas pranikah dilatarbelakangi karena para
pemateri merujuk kepada kitab-kitab fiqih dan kitab-kitab hadis dalam
penyampaian materi seputar perkawinan. Sehingga tidak heran jika isi
materi kelas pranikah pada kelas Nikashsyari.com dan Nikah Institute
sebelumnya didominasi oleh fiqih klasik.
Dilihat dari dari cara pengelola kelas atau pemateri memposisikan
seseorang yang berperan dalam sebuah keluarga seperti suami istri dan
anak. Jika dilihat dari ketiga subjek ini suami direpresentasikan sebagai
kepala rumah tangga yang memiliki peran signifikan dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Sedangkan istri direpresentasikan sebagai ibu
rumah tangga yang memiliki tugas-tugas mengatur kebutuhan suami, anak
maupun rumah.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, pemateri-pemateri dari kelas
Nikahsyari.com dan Nikah Institute dalam menyampaikan materi-materi
hukum perkawinan di kelas pranikah cenderung merujuk pada teks-teks
fiqih klasik. Pola yang digunakan dalam struktur kalimat adalah diawali
dengan sebuah hadits ataupun ayat Al-Quran tentang perkawinan kemudian
ditambahkan dengan argumen, sedangkan fiqi-fiqih klasik dijadikan sebagai
penegasan terhadap penetapan hukum atau argumen tersebut. Hal ini
menjelaskan bahwa hukum perkawinan dalam kelas pranikah khususnya
kelas pranikah online Nikahsyari.com dan Nikah Institute cenderung
mengikuti wacana hukum Islam yang dominan di Indonesia.
2) Relasional antar Subjek dalam Teks
Berdasarkan penjelasan terkait bagaimana subjek direpresentasikan
dalam teks kelas pranikah, maka terlihat bagaimana relasi-relasi yang
dibangun antar subjek tersebut. Suami, istri, dan anak ditampilkan dengan
menekankan peran mereka masing-masing. Dengan demikian relasi antar
subjek yang dibangun dalam teks adalah relasi yang saling membutuhkan
dan saling melengkapi satu sama lain. Relasi tersebut dibingkai dalam
konteks membangun rumah tangga. Jika salah satu aktor tidak memainkan
perannya dengan baik dalam rumah tangga, maka rumah tangga tersebut
tidak akan terbangun dengan baik pula. sebaliknya, jika peran tersebut
dilakukan dengan baik maka rumah tangga akan menjadi lebih baik.
Teks teks kelas pranikah secara tegas menjelaskan kan relasi yang
harus dibangun dalam rumah tangga, khususnya oleh suami istri agar
mencapai sakinah dalam keluarga. Berdasarkan materi-materi yang telah
disampaikan pada kelas pra nikah nikahsyari.com dan nikah institute bahwa
istri sangat berperan dalam menentukan keutuhan rumah tangga. Ia
ditampilkan untuk tidak boleh mementingkan diri sendiri dan mengabaikan
suami serta anak. Oleh sebab itu, ia harus melengkapi kekurangan dan
kebutuhan suami serta keperluan anak-anak. Hal tersebut juga
mengindikasikan bahwa relasi yang terbangun adalah relasi kuasa yang
tidak seimbang, yang mana suami memiliki kekuasaan yang lebih dalam
rumah tangga dibandingkan istri dan anak.
Selain relasi antar subjek dalam materi, dari teks-teks yang dihadirkan dapat
juga terlihat bagaimana hubunganan pemateri dengan pendengar yaitu anggota
kelas. Relasi pemateri dan pendengar ditampilkan secara dalam artian pemateri
dan pendengar sama-sama pihak yang menjalani kehidupan rumah tangga. Hal ini
terlihat dari pemaparan materi-materi terkait persoalan keluarga yang
mengindikasikan bahwa pemateri mengerti persoalan seluk-beluk dalam rumah
tangga. Dalam hal ini, pemateri berperan sebagai penyampai pengetahuan dan
pendengar sebagai penerima pengetahuan keluarga tersebut. Selain itu, dalam
beberapa teks kelas pra nikah juga terlihat bahwa pemateri memberikan motivasi
yang dikaitkan dengan contoh-contohnya nyata apa yang dilakukan kepada
pendengar dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
Misalnya dalam materi adab menggauli istri yang disampaikan oleh habib
Ahmad, "Nabi berpesan jangan sampai orang laki-laki memukul perempuan
seperti memukul hewan, siang kamu pukul kalau malam kamu kumpul di, apa
tidak malu? Menjadi suami haruslah sabar tirulah nabi. Saya sudah 15 tahun
berumah tangga tidak pernah sama sekali memukul istri, jadi selama 15 tahun
membina hubungan rumah tangga saya tidak pernah main kekerasan kecuali
kekerasan yang diinginkan."
Hal lain yang disampaikan oleh eh Gus Aqib, "Saya sendiri kalau di rumah
bantu istri mandiin anak, bantu istri cuci pakaian, bayangkan saja kalau istri
baru melahirkan terus mengurus segalanya sendiri, begitupun sebaliknya, istri
juga harus mengurus suami sebelum berangkat kerja di siapkan sarapan, baju
dirapikan kalau pulang di siapkan makan malam. Daripada suami minta bantuan
sama wanita lain kan itu tambah enggak baik. Pokoknya upayakan dalam
keluarga itu memberikan yang terbaik, siapa yang sempat memandikan anak,
membersihkan rumah, kalau suami sempat dia istri dibantu kalau istri tidak
sempat misalnya lagi masak atau lagi urus anak ya suami siapkan keperluannya
sendiri, jangan minta dilayani terus.”
Meskipun dalam materi tersebut tidak dijelaskan secara terperinci
tentang motivasi tetapi dari teks tersebut mengharapkan para pendengar
menjadikan motivasi dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
b. Analisis Praktik Kewacanaan
Hukum perkawinan secara tekstual direpresentasikan dengan merujuk
pada fiqih klasik sehingga teks-teks tersebut mensubordinasi perempuan
dalam keluarga. Representasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari praktik
diskursif yang mengitari materi-materi pernikahan. Hal ini karena sebuah
teks dihasilkan dari proses produksi yang panjang dan dikonsumsi oleh
khalayak. Proses produksi dan konsumsi inilah yang melahirkan praktik
diskursif teks hukum perkawinan.170 Pembahasan ini lebih menekankan
pada aspek produksi teks dengan membeberkan persoalan pembuatan modul
dan kondisi pengelola kelas tersebut. Produksi teks atau materi kelas
pranikah dipengaruhi oleh kognisi pemateri yang terpengaruh oleh
pengalaman intelektualnya dan genealogi keilmuannya yang berafiliasi
dengan profesi masing-masing pemateri yaitu pengajar pada pondok
pesantren dan praktisi hukum. Gus aqib dan habib Ahmad adalah ah sama-
sama pengajar pada pondok pesantren, sehingga materi yang disampaikan
seputar pernikahan tidak lupa membawa tradisi pesantren dalam materinya
yaitu menggunakan referensi kitab-kitab fiqih dan hadits klasik. Sedangkan
Taufik Zulfahmi sebagai penghulu KUA dan sering menjadi narasumber
kajian rumah tangga, sehingga dalam penyampaian materi seputar
170 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language, (New
York: Longman, 1995), hlm. 132
pernikahan masih fokus terhadap fiqih klasik namun tidak terpaku dengan
satu mazhab tertentu.
Berbicara produksi teks kelas pranikah, tentu tidak akan menafikan
bagaimana konsumsi teks oleh para pendengar atau anggota kelas yang telah
menangkap gagasan yang di bentuk oleh pemateri. Konsumsi teks
sebenarnya tergantung pada kebutuhan pendengar terhadap pengetahuan
yang ditawarkan oleh pemateri. Dalam konteks masyarakat Indonesia,
pengetahuan rumah tangga tersebut memang sangat dibutuhkan karena
kondisi keluarga Indonesia jauh dari harapan sejahtera. Hal ini setidaknya
dibuktikan dengan terjadinya perceraian baik yang terdaftar di pengadilan
agama maupun cerai di bawah tangan. Selain memberikan pengetahuan
berumahtangga, hal yang menjadi daya tarik bagi pendengar untuk
mengikuti kelas pranikah online adalah gaya bahasa yang digunakan ringan
dan enak didengar.
Wacana yang ditawarkan pun menarik dan pembahasannya tidak
berat. Faktor lain yang menjelaskan terkait konsumsi kelas pranikah adalah
keterbatasan masyarakat dalam mengakses materi-materi yang lebih
otoritatif dalam menjelaskan persoalan pernikahan khususnya kaum
milenial. Sedangkan kebutuhan akan pengetahuan tentang perkawinan
tersebut mendesak titik seperti halnya seseorang yang ingin menikah namun
tidak mempunyai pengetahuan tentang seluk beluk pernikahan. Akses
terhadap teks otoritatif tentang pernikahan, semisal kajian tentang hukum
perkawinan terbatas.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa dalam tataran
konsumsi kelas pranikah masyarakat membutuhkan bantuan dan jawaban-
jawaban terhadap persoalan yang dihadapi dalam menjalani kehidupan
rumah tangganya, terutama kebutuhan akan hukum perkawinan itu sendiri,
sedangkan akses terhadap pengetahuan hukum yang lebih otoritatif terbatas.
Hal ini setidaknya menjelaskan praktik wacana an dalam tataran konsumsi
kelas pranikah. Dengan mengikuti kelas tersebut, pemahaman masyarakat
tentunya merujuk pada pengetahuan yang ditawarkan dalam kelas pra nikah.
Sedangkan pengetahuan-pengetahuan tersebut lebih banyak merujuk pada
fikih klasik dan cenderung bias gender, sehingga praktik diskursif yang
mengitari konsumsi terhadap teks tersebut adalah wacana konservatif dan
bias gender.
c. Analisis Praktik Sosio-Kultural
Praktik sosio-kultural tidak berhubungan langsung dengan teks, tetapi
ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. Praktik
sosiokultural menjelaskan bagaimana kekuatan-kekuatan yang ada dalam
masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang dominan dalam
masyarakat. Hubungan praktik sosiokultural tersebut dengan teks dimediasi
oleh praktik dispersif.171
Maraknya kelas-kelas pranikah online tidak bisa dilepaskan dari
konteks situasional di mana teks tersebut diproduksi. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, kelas pranikah online mulai marak di Indonesia
171 Eriyanto, Anlisis Wacana, ..... hlm. 321
pada tahun 2015 an, yang sebelumnya oleh BP4. Hal ini berkaitan dengan
situasi yang mana saat ini teknologi informasi mulai canggih sehingga sosial
media tidak hanya sekedar media penyampaian pesan maupun media
informasi tetapi juga media komoditi, sehingga kelas pranikah menjadi lebih
mudah dengan modal yang sedikit. Selain itu, maraknya kelas pra nikah
online juga tidak lepas dari situasi yang mana terjadinya perubahan budaya
akibat perubahan cara mengetahui dan cara transmisi pengetahuan yang
awalnya secara lisan menjadi keberaksaraan (tulisan). Hal tersebut juga
didorong oleh kemampuan manusia pada zaman modern menggunakan rasio
dalam menentukan pilihan pilihan hidup titik situasi lain yang mendukung
munculnya kelas pranikah online tersebut adalah perubahan situasi politik di
Indonesia pada era reformasi yang memberikan kebebasan bagi masyarakat
Indonesia untuk mengekspresikan segala macam paham dan ideologi
keagamaan nya.172
Terlepas dari situasi-situasi macro tersebut, situasi yang paling
mendasari munculnya nya kelas pranikah online adalah kondisi keluarga
Indonesia yang jauh dari harapan sejahtera atau sakinah. maraknya kelas
pranikah online pada akun Instagram beriringan dengan banyaknya kasus-
kasus rumah tangga yang berujung pada perceraian di pengadilan agama.
Kota Bukittinggi khususnya tercatat sudah lebih dari 600 perempuan
menceraikan suaminya per bulan Oktober 2021.173
172 Ridwan Munzir, “Santri Tanpa Kiai,” hlm. 13 173 http://pa-bukittinggi.go.id, diakses pada tanggal 15 Oktober 2021
Setidaknya, kehadiran kelas-kelas pra nikah online merupakan sebuah
respon terhadap situasi permasalahan kehidupan rumah tangga yang dialami
masyarakat Indonesia saat ini. Kelas tersebut hadir dengan menawarkan
berbagai pedoman dan panduan dalam menjalani kehidupan rumah tangga,
serta solusi solusi dalam menghadapi permasalahan keluarga. Tujuannya
adalah agar kehidupan rumah tangga masyarakat Indonesia menjadi lebih
baik dan sejahtera. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri kondisi
masyarakat Indonesia saat ini masih dibayangi oleh ideologi patriarki,
karena masyarakat Indonesia masih mempertahankan paradigma fikih klasik
yang cenderung memarginalkan perempuan dalam keluarga.174 Hal ini
menyebabkan kehadiran teks-teks perkawinan pada kelas pranikah online
juga berparadigma fiqih klasik dan bernuansa bias gender.
Teks-teks yang bias gender sangat erat kaitannya dengan budaya
patriarki. Patriarki merupakan sebuah sistem sosial di mana laki-laki
memiliki kontrol dan kekuasaan yang lebih tinggi daripada perempuan
(subordinat). Banyak perempuan yang tidak menyadari mereka disebabkan
latar belakang sosial budaya yang kurang menguntungkan serta
ketidakpedulian laki-laki terhadap perempuan. Meskipun demikian, kuatnya
budaya patriarki tidak seluruhnya disebabkan oleh laki-laki budaya patriarki
tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dari perempuan yang terjadi
karena lemahnya posisi dan kekuatan perempuan. Kerjasama itu terjadi
karena; doktrinasi gender, pembatasan hak pendidikan, pemisahan
174 Hal ini bisa dilihat dari materi-materi Undang-undang Perkawinan dan KHI
kelompok perempuan dan benturan satu sama lain, diskriminasi akses
sumber daya ekonomi dan kekuatan politik serta memberikan penghargaan
kepada perempuan yang mendukung budaya patriarki.175
Budaya patriarki tersebut mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia.
Hal ini misalnya dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus kekerasan
rumah tangga yang korbannya adalah perempuan, poligami, dan kasus
lainnya. Permasalahan-permasalahan keluarga yang berujung pada
ketertindasan perempuan tersebut setidaknya menjelaskan betapa kekuasaan
laki-laki dominan dalam rumah tangga. Dominasi laki-laki dalam rumah
tangga tersebut sudah menjadi lumrah bagi masyarakat. Karena pemahaman
masyarakat yang bias gender tersebut dipengaruhi oleh teks-teks yang
menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan keluarga. Teks-teks yang
beredar di tengah masyarakat adalah teks-teks yang secara implisit maupun
eksplisit memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki kekuasaan yang lebih
daripada perempuan dalam rumah tangga. Teks tersebut banyak merujuk
pada ketentuan-ketentuan normatif hukum Islam, seperti fiqih klasik.
Ketentuan-ketentuan dari fikih klasik tersebut banyak yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Hal yang terjadi kemudian adalah
penafsiran yang berbeda terhadap ajaran agama. Hal ini sering terjadi akibat
penafsiran-penafsiran yang patriarkis. Banyak ajaran Islam yang telah
membagi peran suami istri dengan baik ternyata diambil sebagian isinya,
diterjemahkan secara salah, kemudian disebarkan kepada umat Islam tanpa
175 Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) Teori
dan Praktik di Pengadilan Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm. 28
menjelaskan latar belakang dan dalil yang lengkap. Kenyataan inilah yang
kemudian disebut Syafiq Hasyim sebagai patriarkhisme Islam. Istilah ini
bukan berarti tuduhan terhadap Islam sebagai agama yang patriarki.
Patriarkhisme Islam adalah sebuah cara pemaknaan oleh kalangan tertentu,
yang menghasilkan pernyataan bahwa Islam itu agama yang memihak
kepada ideologi patriarki.176 Hal ini menyebabkan banyak penafsiran-
penafsiran ulama yang secara tidak sadar terdidik atau terpengaruh oleh
budaya patriarki yang jelas merugikan hak dan kedudukan perempuan.
Penafsiran patriarkis ini dapat dicontohkan dari kedudukan laki-laki
sebagai kepala rumah tangga dan peran istri yang hanya untuk mengurus
tugas domestik saja. Pemahaman tersebut diambil dari nas yang berbicara
tentang kedudukan laki-laki lebih tinggi.177 Penafsiran yang muncul adalah
bahwa laki-laki wajib mencari nafkah, sedangkan istri mengurusi bagian
rumah tangga. Selain itu, istri berkewajiban melayani suaminya dalam
segala hal. Padahal, Islam mengajarkan sebaliknya, bahwa tugas mengurusi
rumah tangga dan anak adalah suami.178
Superioritas laki-laki dalam keluarga tersebut juga dapat dilihat dalam
beberapa ketentuan hukum perkawinan di dalam fikih klasik dan tafsir
tradisional. Diantaranya; suami mempunyai hak talak sepihak secara
mutlak, suami boleh melakukan poligami tanpa persetujuan istri, wali boleh
memaksa anak perempuannya untuk menikah dengan laki-laki tanpa
176 Syafiq Hasyim, Bebas dari Patriarkhisme Islam, (Depok: KataKita, 2010), hlm. 21 177 Q.S An-Nisa’ ayat 34 178 Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT, hlm. 32
persetujuan dari anak tersebut,179 dan hukum-hukum lainnya yang
bersumber dari Alquran dan hadis, misalnya saksi laki-laki dihitung dua kali
lipat dari saksi perempuan, serta waris 2: 1, yang mana laki-laki mendapat
hak waris 2 bagian, sedangkan perempuan hanya mendapat 1 bagian.
Ketentuan-ketentuan inilah yang diperbaharui oleh pemerintah
Indonesia dengan mengeluarkan undang-undang perkawinan. Salah satu
tujuannya adalah untuk mengangkat status wanita. Meskipun demikian,
tetap saja beberapa materi undang-undang tersebut mengandung bias gender
yang diskriminatif dan koordinasi terhadap perempuan dalam keluarga. Hal
ini misalnya dalam ketentuan dibolehkannya poligami, kewajiban suami
sebagai kepala rumah tangga, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga, dan
ketentuan lainnya.180
Beberapa pasal dari undang-undang perkawinan tersebut diajukan
permohonan judicial review oleh beberapa kelompok orang kepada
mahkamah konstitusi. Kebanyakan permohonan tersebut didasarkan pada
hak asasi manusia dan hak perempuan, tetapi tetap saja MK lebih berpihak
kepada hukum Islam mayoritas. Hal ini misalnya dalam permohonan
judicial review pernikahan beda agama.181 MK lebih mendasarkan
keputusannya kepada nilai-nilai ajaran Islam yang melarang nikah beda
agama. Hal ini setidaknya memperlihatkan kecenderungan pemerintah
179 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap Perundang-
undangan erkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, (Jakarta: INIS, 2002), hlm.
3 180 Lihat Pasal 30-34 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang Hak dan
Kewajiban Suami Istri. 181 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014
dalam menangani permasalahan keluarga Indonesia, yaitu lebih
mengedepankan hukum Islam daripada HAM.182
Berdasarkan uraian dari ketiga aspek analisis (tekstual, praktik
diskursif, dan praksis sosial) tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
tataran tekstual, hukum perkawinan yang direpresentasikan adalah hukum
perkawinan yang merujuk pada fiqih klasik dan bias gender. Representasi
tersebut tidak bisa dilepaskan dengan praktik kewacanaan yang melingkupi
produksi teks. Produksi teks lebih mengedepankan motif ekonomi sehingga
menampilkan wacana-wacana hukum yang dominan dalam masyarakat,
serta pemahaman-pemahaman yang lumrah bagi masyarakat. Di sisi lain,
masyarakat juga membutuhkan materi-materi tentang perkawinan karena
terbatasnya akses kepada hukum perkawinan tersebut. Sedangkan dalam
tataran praktik sosio-kultural, dengan kata lain kondisi sosial makro
masyarakat Indonesia, mengakar kuat budaya patriarki yang bias gender,
sebab dilandaskan pada pemahaman hukum konservatif.
C. Corak Pemikiran Fiqh Kelas Pranikah Online pada Akun Instagram
Nikahsyari.com dan Nikah Institute
1. Corak Pemikiran Fiqh pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram
Nikahsyari.com
Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya bahwa Kelas
Pranikah Nikahsyari.com dalam memberikan materi wacana pernikahannya tidak
merujuk kepada satu paham atau mazhab tertentu. Seperti dalam memaparkan
182 Baderin, Mashood A, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, terj
Musa Kazhim dan Edwin Arifin, (Jakarta: Komnas HAM, 2013)
materi tentang batas maksimal dan minimal mahar yang diberikan suami kepada
istrinya.
Pemateri memaparkan bahwa ulama fiqh sepakat bahwa tidak ada batas
maksimal dan minimal mahar, karena dalam dalil syara’ tidak ada dalil yang
menunjukkan batasan maksimal maupun minimal mahar yang harus diberikan
suami kepada istrinya. Dalam hal ini mereka merujuk kepada Q.S An-Nisa’ ayat
20:
◆ ◆ ⧫
⚫ ⚫
⬧◆◆ ◼
⬧ ⬧ ➔⬧
⧫⬧
⧫ ☺◆
Artinya: dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta
yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya
barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan
tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata.
Memberikan harta yang banyak dalam ayat ini bukan sebagai pemberian
batas maksimal mahar, hanya sekedar ungkapan kiasan yang berarti banyak.
Sebab jika maksud ayat ini untuk memberi batas maksimal maka Allah SWT pasti
melarang kita melebihinya.
Selanjutnya pemateri memaparkan pendapat ahli fiqh mengenai batas
minimal mahar dengan memaparkan 5 pendapat yang terkenal, yaitu:183
183 Modul 2 Bab 1 Kelas Pranikah Nikah Syari.com, hlm. 5-6
a. Batas minimal mahar adalah 10 dirham pendaapat Hanafi.
b. Batas minimal mahar adalah tiga atau seperempat dinar, atau senilai kadar
itu dari benda selain emas dan perak atau dari suatu yang suci dan tidak
mengandung najis, bermanfaat, berfaedahs secara syari’ baik berupa
modal, gedung, atau lahan, tidak berupa suatu alat untuk permainan yang
sia-sia dan benda tersebut mampu untuk diberikan kepada istri serta
diketahui ukuran, sifat dan waktunya, pendapat ini adalah mazhab Maliki.
c. Mahar bisa berupa materi atau apa saja yang memiliki nilai materi, selama
benda itu bisa disetujui oleh kedua belah pihak yaitu suami istri. Pendapat
ini adalah pendapat Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanbali, Ibnu Wahab dari
Mazhab Maliki, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsar, Para Ahli Fiqh Madianh
dari golongan Tabi’in, Al Hasan Al Bashri, Ats-Tsauri, Al-Auzai dan Said
bin Al Musayyib.
d. Mahar bisa dengan apa yang mungkin disebut sesuatu, walaupun berupa
satu biji gandum, ini adalah pendapat Ibn Hazm.
e. Sesungguhnya mahar sah dengan sesuatu yang memiliki nilai berupa
materi atau immateri.
Selain mengenai batas maksimal daan minimal mahar, dalam hal waktu
pelaksaaan walimah pemateri juga menjelaskan beberapa perbedaan pendapat di
kalangan ulama salaf. Seperti As-Syubki dari kalangan Mazhab Syafi’i berkata,
yang disebut dalam sunnah Rasulullah SAW bahwa walimah dilaksanakan setelah
keduanya bercampur. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat sesuai dengan hadis
Anas pada Sahihul Bukhari, bahwa walimah dilaksanakan setelah mereka berdua
bercampur. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa walimah disunnahkan untuk
diadakan setelah akad nikah, sementara kebiasaan yang berjalan di masyarakat
bahwa walimah dilakukan beberapa saat sebelum pengantin bercampur.184
Dari pemaparan di atas dapat dimpulka bahwa modul-modul yang diberikan
sebagai sumber belajar pada kelas pranikah akun nikahsyari.com tidak merujuk
pada mazhab tertentu, tetapi dalam memberikan materi mereka memaparkan
adanya perbedaan pendapat di kalangan Imam Mazhab, sehingga hal ini disebut
dengan lintas mazhab. Namun, tetap saja kelas pranikah akun nikahsyari.com
bercorak fqh klasik dalam memberikan materi-materi seputar wacana pernikahan,
tanpa mengemukakan dari segi hukum perkawinan positif yang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam.
2. Corak Pemikiran Fiqh pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikah
Institute
Nikah Institute dalam melaksanakan pembelajaran kelas pranikahnya
merujuk kepada Kitab Bulughul Maram karya Ibn Hajar al-‘Asqalani dan Kitab
Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali. Sehingga sebelum membahas
mengenai corak pemikiran fiqh dari kelas pranikah nikah institute ini, perlu dikaji
terlebih dahulu mengenai pengarang dari kedua kitab tersebut.
Kitab Bulughul Maram merupakan kitab hadis karya Ibn Hajar al-‘Asqalani.
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin
184 Modul 2 Bab 3 Kelas Pranikah Nikah Syari.com, hlm. 3
Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar al-Kannani al-Asqalani al-Mishri.185 Imam
Ibn Hajar dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H di Mesir, dan pada usia 5
tahun beliau sudah hafal al-Qur’an dan al-Umdah, al-Hawi ash-Shagir, Mukhtasar
Ibnu Hajid al-Ashli, Mulhaq al-Arab dan sebagainya.
Kitab yang pertama kali beliau tekuni adalah kitab al-Umdah yang
didapatkan langsung dari al-Jamal bin Dzahirah di Mekah. Kemudian beliau
belajar suatu ilmu kepada al-Sadr al-Absithi di Kairo. Saat usia 17 tahun beliau
belajar kepada al-‘alamah al-Syam bin al-Qathan dalam bidang fiqh, Bahasa Arab,
ilmu hitung dan membaca sebagian besar dari kitab al-Hawi. Di samping itu
beliau juga belajar fiqh dan Bahasa Arab kepada al_nur al-Adami, guru fiqh
beliau yang lainnya adalah al-anbasi.
Selama beberapa saat beliau juga belajar fiqh kepada al-Bulqini dengan
menghadiri beberapa kali kuliahnya teentang fiqh dan membacaa sebagian besar
kitab ar-Raudhah di hadapannya dengan catatan pinggir yaang ditulis olehnya.
Beliau pernah belajar secara khusus kepada Ibnu al-Mulaqqan, dan membaca
sebagian besar kitab syarah yang ditulis atas kitab al-Minhaj.
Beliau belajar hadis untuk pertama kalinya pada tahun 793 H. Akan tetapi
beliau baru mempelajarinya dengan penuh keseriusan dan kesungguhan pada
tahun 796 H. Beliau mengatakan bahwa mempelajari hadis dapat menghilangkan
hijab (penghalang), membukakan pintu, memacu semangat yang tinggi untuk
berhasil, dan mendatangkan hidayah kepada jalan yang lurus.
Guru beliau mencapai lebih dari 650an orang, di antaranya:
185 Farid, 2016, hlm. 937
a. Bidang keilmuan al-Qira’at adalah Syekh Ibrahim bin Ahmad bin
Abdulmu’min bin ‘Ulwan At-Tanukhi al-Ba’li ad-Dimasyqi.
b. Bidang ilmu fiqh, yaitu Syekh Abu Hafis Sirajuddin Umar bin Ruslan bin
Nushair bin Shalih al-Kinaani al-Asqalani al-Bulqini al-Mishri, Syekh
Umar bin Ali bin ahmad bin Muhammad bin abdillah al-Anshari al-
Andalusi al-Mishri, dan Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa
bin ayub Ibnu Abnasi.
c. Ilmu Ushul Fiqh adalah Syekh Izzuddin Muhammad bin Abu Bakar bin
Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah al-
Kinaani al-Hanwi al-Mishri.
d. Ilmu Sastra Arab, yaitu Mujduddin Abu Thaahir Muhammad bin Yaqub
bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syairazi al-Fairuzabadi dan
Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaq al-
Ghumaari.
e. Hadis dan ilmunya, adalah Zainuddin abdurrahim bin Al-Husein bin
Abdurrahman bin Abu Bakar bin Ibrahim al-Mahraani al-Iraqi, dan
Nuruddin Abu Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman bin Abu Bakar bin
‘Umar bin Salih al-Haitsami.186
186 Muhammad bin Ismail al-Shan’ani, Subulu al-Salam almawshilatu ila Bulugul al-
Maram, (Riyad: Dru Ibnu al-Jauzi, 2001), jilid 1, hlm. 22
Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat luas dan dalam tentunya menjadi
peerhatian para penuntut ilmu dari segala pernjuru dunia. Di antara murid beliau
adalah, yaitu:187
a. Syekh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahirah al-
Makki Asy-Syafi’i
b. Syekh Ahmad bin Utsman bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah al-
Karmaani al-Hanafi seorang Muhaddits.
c. Syaihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan al-Anshari al-
Khazraji.
d. Zakariya bin Muhammad bin Zakariya al-Anshaari
e. Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Bakar bin
Utsman as-Sakhawii Asy-Syafi’i.
f. Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin Farid al-
Hasyimi al-‘Alawi al-Makki.
g. Burhanuddin al-Baqa’i
h. Ibnu al-Haidari
i. At-Tafi bin Fahd al-Makki
j. Al-Kamal bin Al-Hanam al-Hanafi
k. Qasim bin Quthlubugha
l. Ibnu Tagri Bardi
m. Ibnu Quzni
n. Abul Fadhl bin Asy-Syihnah
187 Al-Shan’ani, Muhammad bin Ismail, al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin
Muhammad bin Ismail al-‘Amir al-Hasani, Tawadhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar,
(Beirut: Darul Fikr, t.th), hlm. 24-25
o. Al-Muhib al-Bakri
p. Ibnu Ash-Shairafi
Beberapa karya al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani adalah:
a. Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari
b. Al-Isabah fi Tamyiz as-Sahabah
c. Tahzib at-Tahzib
d. Lisan al-Mizan
e. Anba’ al-Gumr bi Anba’a ‘Umr
f. Bulug al-Maram min Adillah al-ahkam
Bulug al-Maram min Adillah al-Ahkam disusun oleh al-Hafiz Ibnu Hajar al-
Asqalani. Kitab ini merupakan kitab hadis tematik yang memuat hadis-hadis yang
dijadikan sumber pengambilan hukum fiqh (istinbat) oleh para ahli fiqh. Kitab ini
menjadi rrujukan utama khususnya bagi fiqh Mazhab Syafi’i. Kitab ini termasuk
kitab fiqh yang menerima pengakuan global dan juga banyak diterjemahkan di
seluruh dunia.
Kitab Bulughul Maram meemuat sekitar 1500 hadis yang setiap akhir hadis
disebutkan perawi hadis asalnya. Bulughul Maram memasukkan hadis-hadis yang
berasal dari sumber-sumber utama seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad, dan lainnya.
Kitab Bulghul Maram memiliki keutamaan yang istimewa karena seluruh hadis
yang termuat di dalamnya kemudian menjadi pondasi landasan fiqh dalam
mazhab Syafi’i. Selain menyebutkan asal muasal hadis-hadis yang termuat di
dalamnya, penyusun juga memasukkan perbandingan antara beberapa riwayat
hadis lainnya yang datang dari jalur yang lain. Karena keistimewaannya ini,
hingga kini Bulughul Maram tetap menjadi kitab rujukan hadis yang dipakai
secara luas tanpa mempedulikan mazhab fiqhya.
Selain menggunakan Kitab Bulughul Maram, akun nikah institute dalam
melaksanakan proses belajar kelas pra nikah menggunakan kitab Ihya ‘Ulumudin
karya Abu Hamid al-Gazali dengan pemateri Habib Ahmad Syauqi Bafagih. Al-
Gazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-
Ghazali,188 lahir di Tus sebuah kota kecil di Khurasan (Iran sekarang) pada tahun
450 H/1058 M.189 Ayahnya dikenal dengan seorang ilmuwan dan seorang sufi
yang saleh dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. 190
Latar belakang pendidikan Abu Hamid al-Ghazali dimulai dengan belajar
al-Qur’an pada ayahnya sendiri. Sepeninggal ayahnya, ia dan saudaranya
dititipkan pada teman ayahnya, Ahmad Ibn Muhammad az-Zakharani, seorang
sufi besar di Tus. Padanya ia mempelajari ilmu fiqih, riwayat hidup para wali, dan
tentang muhabbah kepada Tuhan, al-Qur’an dan sunnah. Ia kemudian dimasukkan
ke sebuah sekolah yang menyediakan biaya hidup bagi guru muridnya. Di sana
gurunya adalah Yusuf an-Nasj, juga seorang sufi.191
188 Perdana Boy, Filsafat Islam: Sejarah Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press, 2003),
hlm. 175 189 Hery Sucipto, Imam al Gazali dalam Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta:
Hikmah, 2003), hlm. 163 190 Fadjar Noegrahan Syamhoedie, Tasawuf Kehidupan al-Ghazali, Refleksi Petualangan
Intelektal dan Teolog, Filsof hingga Sufi, (Jakarta: CV Putra Harapan, 1999), cet.1, hlm. 10 191 Ensiklopedia Islam, Jilid 2, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 25
Setelah itu al-Ghazali merantau ke beberapa kota lain untuk meningkatkan
ilmu pengetahuannya. Pertama kali ia pergi ke Jurjan, sebelah teggara laut Kaspia.
Di sana ia belajar di bawah bimbingan Nasr al-Isma’ili.192
Kemudian pada tahun 1077 ia meneruskan pencarian ilmunya ke Nisapur.
Di kota ini al-Ghazali berguru pada al-Juwaini Imam al-Haramain yang waktu itu
menjabat sebaagai Kepala Madrasah Nizamiah.193 Melalui al-Juwaini, al-Ghazali
belajar imu fiqh, mantiq, dan kalam.194
Di antara kitab-kitab hadis yang beliau pelajari, antara lain:
a. Shahih al-Bukhari, beliau belajar dari Abu sahl Muhammad bin Abdullah
al-Hafsi
b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari al-Hakim Abu al-Fath al-Hakimi
c. Maulid an-Nabi, beliau belajar pada Abu Abdullah Muhammad bin
Ahmad al-Khawani
d. Shahih al-Bukhari daan Shahih al-Muslim, beliau belajar dari Abu al-
Fatyan Umar ar-Ru’asai.
Imam al-Ghazali merupakan ulama Syafi’iyah, karena pada masa beliau
pindah ke Nisapur, beliau belajar ilmu mantik, filsafat, dan fiqh Syafi’iyah kepada
Imam al-Haramain sampai al-Haramain wafat.195
Berdasarkan penjelesan di atas dapat disimpukan bahwa materi kelas
pranikah pada akun nikah institute bercorak fiqh klasik Sayfi’i karena semua
192 Ibid 193 M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan,
2002), hlm. 28 194 M. Abdul Quasem, Etika Abu Hamid al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam, terj. J.
Mahyudin, Judul asli: The Ethics of Abu Hamid al-Ghazali: A Composite Ethics in Islam,
(Bandung: Pustaka, 1998), cet.1, hlm. 3-4 195 Al-Ghazali, Ihya al-Ghazali, jilid I, (Surabaya: Faizan, 1969), cet.4, hlm. 18
materi merujuk kepada kitab Bulug al-Maram min Adillah al-Ahkam disusun oleh
al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani dan kitab Ihya ‘Ulumudin karya Abu Hamid al-
Gazali yang sama-sama bercorak mazhab Syafi’i. Kelas pranikah online akun
nikah institute hanya merujuk kepada kitab fiqh klasik tanpa membahas atau
merujuk kepada hukum perkawinan kontemporer, seperti Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Sehingga hal ini
dikhawatirkan berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat tentang perkawinan
yang cenderung berpedoman pada mazhab Syafi’i saja.
D. Relevansi Corak Pemikiran Fiqh Kelas Pranikah Online pada Akun
Instagram Nikahsyari.com dan Nikah Institute terhadap Pembaharuan
Hukum Perkawinan di Indonesia
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana hukum
perkawinan direpresentasikan dan dikonstruksi dalam kelas pranikah online.
Representasi dan konstruksi tersebut tentunya akan berdampak pada pemahaman
hukum masyarakat Indonesia. Pada pembahasan ini akan dijelaskan bagaimana
pengaruh munculnya kelas pranikah yang yang bercorak fiqih klasik terhadap
pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.
Instagram yang semula merupakan media sosial atau media informasi saat
ini lebih sebagai produk industri. Wacana yang diangkat dalam kelas pranikah
berubah menjadi wacana yang mengikuti arus pasar, tidak lagi menjadi wacana
pengetahuan alternatif.196 Hal ini tentunya mempengaruhi wacana yang
196 Adhe, Declare! Kamar Kerja, hlm. 59
berkembang dalam masyarakat. Alih-alih sebagai pengetahuan untuk menjalani
kehidupan, tapi kelas pranikah menjadi sebuah komoditas pelengkap gaya hidup.
Komoditas yang bernama kelas pranikah tersebut, memang tidak dapat
dipungkiri merupakan hasil dari konstruksi realitas kehidupan masyarakat serta
mengonstruksi realitas sosial masyarakat. Dengan kata lain, kelas pra nikah online
merupakan teks yang dibentuk oleh dan membentuk praksis sosial.197 Oleh karena
itu, kelas pranikah online menjadi sangat penting dalam melihat kondisi
masyarakat Indonesia, khususnya terkait realitas wacana hukum perkawinan yang
berkembang di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa kelas pranikah merupakan
hasil konstruksi dari kondisi sosial masyarakat sekaligus ikut mengonstruksi
wacana pengetahuan hukum perkawinan dalam masyarakat.
Dalam tataran konstruksi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Instagram telah menjadi komoditas yang menguntungkan. Para pengelola kelas
pra nikah online mengambil tema yang sangat menarik dan berdekatan dengan
kehidupan masyarakat agar diminati. Selain itu, materi materi yang dibahas
dikemas dengan gaya bahasa populer, ringan, menarik, dan pasar. Konstruksi
materi tersebut berkaitan erat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih
didominasi oleh budaya patriarki dan rujukan terhadap fiqih klasik, sehingga
menghasilkan wacana bias gender. Hal ini menjelaskan bahwa kelas pra nikah
online, meminjam bahasa Edward said merupakan teks yang menghadirkan
kembali (representasi) kondisi hukum perkawinan di Indonesia.198 Dengan
197 Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan, (Jakarta: Rajawali Press, 2017), hlm. 23 198 Edward W. Said, Orientalisme, hlm. 32
demikian, kelas pra nikah online bukan merupakan suatu realitas yang benar
adanya, namun hanya merupakan konstruksi dan representasi.
Konnstruksi dan representasi wacana hukum perkawinan konservatif dan
bias gender dalam kelas pra nikah online inilah dapat dilihat sebagai menguatnya
wacana konservatisme fiqih dalam masyarakat Indonesia. Menguatnya wacana
konservatif tersebut diiringi dengan perkembangan teknologi secara cepat. Hal ini
membuka jalan bagi penyebaran wacana konservatif dalam masyarakat. Teknologi
bahkan menyebabkan, meminjam bahasa Francis Robinson, terkikisnya otoritas
ulama sebagai penafsir Islam.199 Memang tidak dapat dipungkiri, dengan
banyaknya kelas pra nikah online tersebut, peran ulama menjadi berkurang,
karena teks pada kelas pranikah tersebut telah menyediakan wacana hukum yang
sangat berkaitan erat dengan penanganan masalah kehidupan rumah tangga, serta
dikemas dengan gaya bahasa populer, ringan dan menarik sehingga mudah
dipahami oleh masyarakat.
Kenyataan ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Leon Buskens tentang
hubungan hukum Islam, adat, dan negara masa pasca kemerdekaan. Pada masa
setelah kemerdekaan, muncul keinginan untuk mengembalikan hukum Islam ke
dalam sistem hukum, namun hal itu tidak memungkinkan. Negara kemudian
mengeluarkan sistem hukum nasional, namun sarat hukum Islam. Di sisi lain,
pada masa pasca modern ini, meningkatnya literasi dan pengenalan sarana
komunikasi baru mempengaruhi monopoli para ulama tradisional pada interpretasi
199 Francis Robinson, Technology and Religious Change: Islam and The Impact of Print,
Modern Asia Studies Vol.27, Nomor.1, hlm. 244
hukum Islam.200 Pada tataran inilah kemudian menguatnya wacana-wacana Islam
di tengah masyarakat salah satunya dengan maraknya beredar kelas pranikah
online pada Instagram yang mengangkat wacana konservatif.
Sebagai teks yang dikonstruksi kelas pra nikah online ikut mengonstruksi
realitas masyarakat. Haryatmoko mengutip J.L Austin,201 menjelaskan bahwa
pada aspek perlucotionary, konsekuensi sosial, kognitif, moral dan material.202
Pada tataran inilah, teks-teks kelas pra nikah online memiliki pengaruh terhadap
wacana hukum Islam yang beredar dalam masyarakat Indonesia. Dengan kata
lain, kelas pranikah menegaskan dan menyebarkan wacana hukum konservatif dan
bias gender dalam masyarakat.
Kehadiran kelas-kelas pra nikah online selain menegaskan konservatisme
fiqih perkawinan dan patriarki, juga memberikan pengetahuan hukum bagi
masyarakat. Hal ini karena salah satu fungsi kelas pranikah sebagai media
transmisi ilmu pengetahuan, meski berada dalam ranah industri kapitalistik
dengan membaca teks-teks perkawinan pada kelas pra nikah, masyarakat
kemudian me-eksternalisasi-kan pengetahuan hukum yang didapatnya dalam
kehidupan rumah tangga sehari-hari. Dengan demikian, dalam menjalani
kehidupan rumah tangga, masyarakat tetap merujuk pada fiqih klasik yang
ditawarkan dalam kelas pranikah online tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa
hadirnya kelas pra nikah online tidak lain adalah untuk mempertahankan status
200 Leon Buskens, An Islamic Triangle: Changing Relationship Between Shari’a, State Law
and Local Wisdoms, ISIM Newsletter, diunduh pada tanggal 2 Agustus 2021 201 J.L Austin, How to Do Thing with Words? (Oxford: Oxford University Press, 1975),
hlm. 101-102 202 Haryatmoko, Critical Discourse, hlm. 6
quo dalam masyarakat Indonesia. Hanya saja, pengetahuan konservatif itu
dikemas dengan gaya 'kekinian'.203
Kehadiran kelas Pranikah tersebut juga menyebabkan pembaharuan hukum
menjadi terhambat. Hal ini karena kondisi masyarakat terhadap hukum
perkawinan telah dipengaruhi oleh bacaan-bacaan yang dikonsumsi. Bacaan yang
yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti teks-teks perkawinan pada kelas
pranikah online yang membawa wacana konservatisme fiqih perkawinan dan bias
gender. Hal ini menyebabkan pengetahuan masyarakat terhadap hukum
perkawinan tidak bisa lepas dari wacana hukum konservatif dan bias gender.
Pernyataan ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang masih
mempertahankan budaya patriarki sedangkan negara belum mampu membongkar
budaya patriarki tersebut dalam produk-produk hukumnya. Oleh karena itu, ketika
muncul wacana pembaharuan hukum perkawinan, banyak masyarakat muslim
yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran Islam ataupun karena
konsep tersebut datang dari barat.204 Penolakan masyarakat terhadap pembaharuan
hukum perkawinan tersebut misalnya dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan
poligami, usia nikah, nikah beda agama, dan lainnya.
Negara bahkan lebih berpihak kepada hukum Islam mayoritas yang dianut
masyarakat Indonesia. Hal ini misalnya dilihat dari kecenderungan putusan
mahkamah konstitusi dalam memutuskan permohonan judicial review oleh
perorangan maupun kelompok terhadap pasal-pasal dalam undang-undang
perkawinan. Dari 5 pengajuan judicial review yang dilakukan, hanya 1 yang
203 Dicky Sofian, Gender Construction in Dakwahtaiment: A Case Study Hati ke Hati
Bersama Mamah Dedeh, AL-Jami’ah Vol.50, Nomor.1, hlm. 58 204 Khoirudin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88
dikabulkan oleh MK yaitu terkait status anak. Keputusan itu pun banyak ditentang
oleh beberapa kalangan. Permohonan judicial review yang lainnya ditolak oleh
MK.205
Persoalan ini memperlihatkan betapa sulitnya melakukan pembaharuan
hukum perkawinan di Indonesia. Padahal jika melihat konteks masyarakat
Indonesia secara lebih luas, pembaharuan mesti dilakukan. Oleh karena itu, agar
hukum tetap berkembang dan diperbaharui sesuai dengan konteks sosial, maka
wacana hukum perkawinan dalam kelas pra nikah online tersebut harus diarahkan
kepada wacana-wacana kontemporer. Hal ini dilakukan setidaknya untuk
meminimalisir permasalahan keluarga di Indonesia. Wujud konkret nya adalah
harus banyak diterbitkan teks-teks yang mengedepankan wacana hukum Islam
yang progresif. Dengan kata lain, teks-teks yang hadir dalam masyarakat adalah
teks-teks yang tidak lagi mengedepankan wacana konservatif, tetapi teks tersebut
menawarkan hukum yang sesuai dengan konteks zaman.
Sejalan dengan itu, untuk meminimalisir wacana hukum yang bias gender,
teks-teks yang mesti diproduksi adalah teks teks yang memaparkan kesetaraan
gender dalam relasi suami-istri. Dengan kata lain, teks tersebut mencoba memberi
pengetahuan kepada masyarakat tentang hubungan suami istri dalam perspektif
gender. Wacana kesetaraan gender dapat tersebar dalam masyarakat salah satunya
melalui kelas pra nikah online tersebut. Ketika masyarakat banyak
mengkonsumsinya, maka hal ini setidaknya mampu mempengaruhi pemahaman
hukum dan gender masyarakat. Selain itu, ketika muncul wacana pembaharuan
205 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010
hukum, misalnya terkait usia nikah, masyarakat dapat menerimanya, sebab
masyarakat telah disuguhi wacana hukum yang kontekstual dan paham gender.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang sudah penulis jelaskan dalam tesis ini, maka
dapat disimpulkan, bahwa:
1. Modul-modul yang diberikan sebagai sumber belajar pada kelas pranikah
akun nikahsyari.com tidak merujuk pada mazhab tertentu, tetapi dalam
memberikan materi mereka memaparkan adanya perbedaan pendapat di
kalangan Imam Mazhab, sehingga hal ini disebut dengan lintas mazhab.
Berbanding terbalik dengan kelas pranikah pada akun nikah institute, di mana
pemateri / pengelola kelas merujuk kepada kitab Bulughul Maram karya Ibn
Hajar al-‘Asqalani dan Kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali.
Seperti yang diketahui bahwa Ibn Hajar al-‘Asqalani dan Imam al-Ghazali
merupakan ulama Syafi’iyah. Namun, tetap saja kelas pranikah akun
nikahsyari.com dan nikah institute bercorak fiqh klasik dalam memberikan
materi-materi seputar wacana pernikahan, tanpa mengemukakan dari segi
hukum positif Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam.
2. Kehadiran kelas-kelas pra nikah online selain menegaskan konservatisme
fiqih perkawinan dan patriarki, juga memberikan pengetahuan hukum bagi
masyarakat. Hal ini karena salah satu fungsi kelas pranikah sebagai media
transmisi ilmu pengetahuan, meski berada dalam ranah industri kapitalistik
dengan membaca teks-teks perkawinan pada kelas pra nikah, kemudian
masyarakat me-eksternalisasi-kan pengetahuan hukum yang didapatnya
dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Hal ini menjelaskan bahwa
hadirnya kelas pra nikah online tidak lain adalah untuk mempertahankan
status quo dalam masyarakat Indonesia. Kehadiran kelas Pranikah tersebut
juga menyebabkan pembaharuan hukum menjadi terhambat, karena materi-
materi kelas pranikah membawa wacana konservatisme dan bias gender. Oleh
karena itu, ketika muncul wacana pembaharuan hukum perkawinan, banyak
masyarakat muslim yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran
Islam ataupun karena konsep tersebut datang dari barat. Padahal jika melihat
konteks masyarakat Indonesia secara lebih luas, pembaharuan mesti
dilakukan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah penulis lakukan, penulis mempunyai
harapan dan saran di mana kondisi keluarga Indonesia sangat memprihatinkan
saat ini dengan banyaknya permasalahan keluarga yang terjadi. Di satu sisi,
pembaharuan hukum keluarga Islam stagnan, padahal dalam beberapa hal
pembaharuan harus dilakukan agar sesuai dengan tuntutan zaman. Di sisi lain,
beredarnya kelas-kelas pranikah online yang membawa wacana konservatif dan
bias gender memengaruhi wacana hukum masyarakat. Hal ini setidaknya menjadi
pemicu permasalahan keluarga dan stagnannya pembaharuan hukum perkawinan
Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, agar pembaharuan dapat dilakukan dan permasalahan
keluarga dapat diminimalisir, perlu adanya kelas pranikah yang berisi pemahaman
hukum secara komprehensif. Dengan demikian masyarakat memahami hukum
perkawinan secara lebih baik. Pemerintah juga perlu menggalakan sosialisasi
hukum perkawinan Islam di tengah masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, penelitian ini belumlah mampu menjelaskan persoalan hukum
perkawinan Islam yang dipresentasikan dalam kelas-kelas pranikah online secara
detail dan mendalam. Terutama dalam hal praktik konsumsi dan interpretasi
materi-materi tersebut. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar
tranmisi pengetahuan keluarga melalui teks-teks populer tersebut dapat diketahui
dengan jelas.