BAB I - e-Campus

148
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Media sosial dewasa ini merupakan ruang yang paling efisien dalam melakukan komunikasi dengan industri empat titik nol (4.0) nya. Walaupun memiliki ruang gerak yang terbatas, media sosial juga digunakan sebagai wadah untuk melakukan sosialisasi. Hal ini disebabkan karena melakukan sosialisasi melalui media sosial dianggap lebih praktis, sehingga media sosial mampu mentransformasikan keilmuan lebih cepat dibandingkan tatap muka secara langsung. Termasuk di dalamnya konstruksi wacana perkawinan yang akhir-akhir ini trend dikonsumsi publik pada laman-laman instagram secara instan, yang digagas oleh akun-akun islami. Platform instagram memiliki pengguna terbanyak nomor 3 menyusul whatsapp dan facebook di Indonesia. Sebagai salah satu media sosial yang memiliki banyak pengguna semenjak diluncurkan pada tahun 2010, instagram sudah memiliki 63 juta jiwa pengguna per tahun 2020, dan memiliki peningkatan setiap bulannya. 1 Platform instagram didominasi oleh pengguna usia produktif, rentang 18-24 tahun sebanyak 25 juta (38%), disusul 21 juta pengguna dengan usia 25-34 tahun (33%). Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, pengguna instagram lebih didominasi oleh perempuan sebanyak 50,8 % dibanding laki-laki dengan 49,2 %, 2 walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini 1 https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia 2 Eva F. Nisa, Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram amongs Female Muslim Youth in Indonesia, Asisacape: Digital Asia 5, hlm. 68-69

Transcript of BAB I - e-Campus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Media sosial dewasa ini merupakan ruang yang paling efisien dalam

melakukan komunikasi dengan industri empat titik nol (4.0) nya. Walaupun

memiliki ruang gerak yang terbatas, media sosial juga digunakan sebagai wadah

untuk melakukan sosialisasi. Hal ini disebabkan karena melakukan sosialisasi

melalui media sosial dianggap lebih praktis, sehingga media sosial mampu

mentransformasikan keilmuan lebih cepat dibandingkan tatap muka secara

langsung. Termasuk di dalamnya konstruksi wacana perkawinan yang akhir-akhir

ini trend dikonsumsi publik pada laman-laman instagram secara instan, yang

digagas oleh akun-akun islami.

Platform instagram memiliki pengguna terbanyak nomor 3 menyusul

whatsapp dan facebook di Indonesia. Sebagai salah satu media sosial yang

memiliki banyak pengguna semenjak diluncurkan pada tahun 2010, instagram

sudah memiliki 63 juta jiwa pengguna per tahun 2020, dan memiliki peningkatan

setiap bulannya.1 Platform instagram didominasi oleh pengguna usia produktif,

rentang 18-24 tahun sebanyak 25 juta (38%), disusul 21 juta pengguna dengan

usia 25-34 tahun (33%). Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, pengguna

instagram lebih didominasi oleh perempuan sebanyak 50,8 % dibanding laki-laki

dengan 49,2 %,2 walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini

1 https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia 2 Eva F. Nisa, Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram amongs

Female Muslim Youth in Indonesia, Asisacape: Digital Asia 5, hlm. 68-69

menggambarkan bahwa mereka yang dalam usia produktif lebih banyak

menghabiskan waktu dengan instagram.

Sejalan dengan meningkatnya pengguna instagram yang didominasi oleh

kaum milenial, hal ini juga memotivasi munculnya akun-akun instagram seputar

perkawinan dengan doktrin “hijrah”. Mengingat trend hijrah akhir-akhir ini

menjadi suatu gerakan Islami yang digeluti oleh remaja muslim milenial, akun-

akun tersebut mencoba memanfaatkan instagram dalam mensosialisasikan juga

mengembangkan wacana perkawinan kepada kaum muda. Seperti akun

@nikahsyari.com dan @nikahinstitute yang awalnya bergerak sebagai media

penyampaian pesan-pesan dakwah, juga mengemas dalam bentuk kelas pranikah

berbayar berbasis daring atau online.

Fenomena ini dikenal dengan Islamisme atau political Islam yang

menggunakan ideologi atau penafsiran holistik Islam untuk mencapai tujuan

tertentu. Sebenarnya periode islamisme yang mempolitisasi agama untuk meraup

keuntungan ini bukanlah hal baru di Indonesia, bahkan semakin menemukan

momentumnya ketika banyaknya labelisasi halal pada berbagai industri sejak satu

dekade ini. Mengingat tendensi masyarakat muslim Indonesia rasanya memang

terpakemkan pada ideologi keagamaan yang diusung – halal;syari.3

Selain itu seiring berkembangnya zaman, karya-karya ulama klasik tentang

perkawinan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini sepertinya dipicu

karena keterbatasan masyarakat dalam mengakses kitab-kitab yang semuanya

berbahasa Arab. Selain itu kitab-kitab tentang perkawinan juga dianggap kurang

3 Yulmitra Handayani, Dominasi Hukum Perkawinan di Ruang Digital (Kajian Konten

Pernikahan di Instagram), jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 2

aktual dalam menjawab persoalan perkawinan kontemporer. Kurangnya akses

dalam memahami kitab-kitab fikih klasik dan dipicu juga dengan maraknya akun-

akun islami di instagram mengusung trend “hijrah”, yang menyuguhkan materi-

materi terkait perkawinan secara instan, maka hal ini berhasil menarik perhatian

masyarakat untuk mengikuti kelas pranikah online yang dicoba ditawarkan oleh

pengelola akun.

Maraknya trend hijrah dan sentimen islamisme bagi kalangan muslim

milenial ini mendorong semangat belajar melalui instagram dengan independen

dan instan dengan perolehan beragam informasi tanpa batas.4 Di saat yang sama

juga sebagai implikasi dari pencarian jati diri dan pola ekspresi identitasnya.

Strategi penyebaran agama melalui media sosial media pun dianggap berhasil

memobilisasi pesan-pesan Islam dengan membangun komunikasi ala milenial.5

Eva F. Nisa menyebutnya ruang penting dalam berdakwah.6

Tidak hanya itu, irisan ini menjadikan agama sebagai strategi bagi praktik

post-truth dalam amatan Naziful. Praktik post-truth yang paling mencolok adalah

pemenggalan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist demi tujuan tertentu, penafsiran

yang tidak mengelaborasi kaidah-kaidah ilmiah. Praktik ini menurut Naziful juga

sangat sulit diidentifikasi, karena tendensi sekralitas yang ada pada teks agama

yang dijadikan dalih memancarkan citra “kebenaran mutlak”. Hingga akhirnya,

akan semakin berkurangnya pemuka agama yang mengemukakan gagasannya

4 Moh. Dahlan, “Geneologi Islamisme di Kalangan Muslim milenial Indonesia”, El-Afkar,

Vol.9 No.1 (Januari-Juni 2020), hlm. 1-2 5 Zahara, dkk, Gerakan Hijrah : Pencarian Identitas untuk Muslim Milenial di Era Digital,

Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, Vol.2 No.1 (2020), hlm. 58-59 6 Eva F. Nisa, Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram Amongs

Female Muslim Youth In Indonesia”

secara teruji otoritas keilmuannya di samping meningkatnya trend streaming,

caption yang dikonsumsi serba instan.7

Berdasarkan penelitian awal yang sudah penulis lakukan, bahwa akun

@nikahsyari.com dan @nikahinstitute dalam merealisasikan kelas pranikahnya

menggunakan media whatsapp dan telegram. Akun @nikahsyari.com misalnya,

pengikut yang ingin bergabung dengan kelas pranikah langkah awal yang harus

dilakukan dengan cara mengisi data pada form yang sudah disiapkan pengelola

akun di bio instagram tersebut. Setelah itu diikuti dengan pembayaran diklat

dengan kisaran harga antara Rp.0 – Rp. 99.000 sesuai dengan paket yang

ditawarkan pengelola akun.8 Akun @nikahsyari.com tercatat sudah memiliki

pengikut sebanyak 27,8 ribu dengan jumlah postingan 612 postingan, sejak akhir

tahun 2017 sudah melakukan 18 kali diklat pranikah. Mekanisme dalam merekrut

anggota diklat serupa juga dilakukan oleh akun @nikahinstitute, yang sejak

munculnya pada tahun 2018 sudah melakukan kelas pranikah sebanyak 19 kali.9

Capaian akun-akun tersebut yang berunsur bisnis ini kentara adanya praktik

komodifikasi perkawinan di dunia digital. Mosco menyebutnya dengan

penjelmaan marketable.10 Sesuatu yang tidak lagi murni memiliki nilai guna,

tetapi nilai tukar yang bermuara kepada keuntungan finansial.11 Proses

komodifikasi pada kedua akun perkawinan tersebut diawali dengan unggahan

7 Muhammad Naziful Haq, Penggunaan Retorika Post-Truth dalam Populisme Islam: Studi

Kasus Caption Intagram Felix Siauw, Islamic Insight, Vo.1 No.2 (Desember 2019), hlm. 21 8 Wawancara pribadi dengan Yolanda Pratami (Admin Nikahsyari.com), pada tanggal 10

Januari 2021 pukul 14.00 WIB 9 Wawancara pribadi dengan Sheril Ariyanti (Admin Nikah Institute), pada tanggal 10

Januari 2021 pukul 14.00 WIB 10 Yulmitra Handayani, Dominasi Hukum Perkawinan di Ruang Digital (Kajian Konten

Pernikahan di Instagram), jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4 11 Fathorrahman dan Ghazian Ltuhfi Zulhaqqi, Fenomena Ta’aruf Online dan Praktik

Komodifikasi Perkawinan di Dunia Digital, hlm. 74

tentang simbol dan nilai dakwah dalam perkawinan. Pengemasan isi dan konten

cara yang menarik menyita perhatian remaja milenial usai nikah. Sebagai contoh,

banyak konten yang disajikan menarasikan ta’aruf adalah jalan untuk menemukan

jodoh yang akan mendekatkan orang pada perkawinan sesuai syariat Islam dan

menjauhkan dari praktik-praktik hubungan dengan lawan jenis yang dilarang oleh

Islam, kemudian nasihat-nasihat perkawinan, manajemen rumah tangga sampai

pola interaksi penyelesaian problematika rumah tangga yang berlandaskan syariat

Islam yang pada tahap selanjutnya pengelola akan menawarkan kelas khusus

dengan tarif yang bervariasi, bahkan menjual produknya berupa buku-buku

hukum keluarga.

Selanjutnya peserta yang ingin bergabung akan diminta untuk bergabung

melalui grup whatsapp selama proses kelas pranikah berlangsung. Seperti yang

sudah penulis paparkan di atas, secara garis besar postingan instagram dan modul-

modul yang diberikan oleh pengelola kelas pranikah @nikahsyari.com dan

@nikahinstitute, dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu; pertama, cara memilah

dan memilih pasangan (kehidupan sebelum menikah), kedua, pelaksanaan

pernikahan seperti persoalan mahar dan wali, dan ketiga yaitu kehidupan setelah

berumah tangga. Sekilas materi-materi ini memang menarik perhatian dan sangat

dibutuhkan oleh kaum muda yang ingin menikah. Setelah mengamati beberapa

postingan dan modul-modul kelas panikah online tersebut muncul sebagai hasil

dari konstruksi wacana, khususnya wacana hukum perkawinan yang sedang

berkembang di Indonesia dan tentunya akan terus berubah.

Konstruksi wacana perkawinan Indonesia sangat dipengaruhi oleh ideologi

yang merangkai relasi keluarga Indonesia. Ideologi tersebut ditegakkan

berdasarkan kerangka normatif yang dominan di Indonesia, yaitu agama Islam,

sehingga hukum perkawinan Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan

pemikiran agama Islam yang berkembang.12 Pemikiran Islam yang berkembang

dalam masyarakat Indonesia adalah fiqh mazhab, artinya berpedoman kepada

mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali) dan didominasi oleh

mazhab Syafi’i. Namun seiring berkembangnya zaman hukum perkawinan di

Indonesia sudah melakukan pembaharuan hukum Islam untuk tidak menganut

salah satu mazhab dengan dikeluarkannya Kompilasi Hukum Islam. Sebagai

pihak yang memberikan ilmu tentang perkawinan, akun nikahsrayi.com dan nikah

institute perlu dilihat dan dikaji tentang corak pemikiran fiqh yang dicoba

dikembangkan oleh kedua akun tersebut, karena hal ini tentunya akan

mempenagruhi kehidupan beragama dalam masyarakat Islam Indonesia.

Selain hukum Islam, hukum perkawinan Indonesia juga dipengaruhi oleh

kebudayaan dan adat istiadat masyarakat. Hal ini mewujud dari tradisi-tradisi

perkawinan dalam masih dipertahankan di berbagai komunitas adat. Tradisi

tersebut pada dasarnya disesuaikan dengan hukum Islam. Hukum adat tetap dapat

diterima dalam masyarakat selama ia tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan

yang telah ditetapkan oleh agama Islam.

Negara, di satu sisi ikut membentuk wacana hukum perkawinan dengan

mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP).

12 Hal ini dapat dilihat dari materi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

yang lebih banyak di dominasi oleh hukum Islam

Tujuan dari UUP adalah pertama, unifikasi hukum perkawinan, yaitu penyatuan

hukum-hukum yang selama ini tercerai dalam bentuk paham mazhab-mazhab.

Kedua, untuk mengangkat status wanita yang mana selama ini wanita

termarjinalkan. Ketiga, yaitu untuk merespon perkembangan dan tuntutan zaman

karena konsep yang selama ini dipakai dianggap kurang mampu menjawabnya.13

Tujuan pembentukan undang-undang tersebut menyiratkan bahwa hadirnya

undang-undaang ini tidak lain adalah untuk mendisiplinkan masyarakat dalam hal

perkawinan. Permasalahan-permasalahan perkawinan yang muncul dapat

diselesaikan, karena telah ada undang-undang yang mengaturnya. Dengan adanya

undang-undang tersebut, maka segala urusan yang terkait perkawinan berlaku

secara nasional, termasuk seluruh agama, ras, suku, etnis, yang ada di Indonesia

tunduk pada undang-undang ini. Pengaruh agama, secara tidak langsung besar

dalam undang-undang ini.14

Ketiga kerangka normatif dan sosiologis-hukum Islam, hukum negara, dan

hukum adat-inilah yang kemudian memegaruhi pembentukan wacana hukum

perkawinan dalam masyarakat Indonesia. Beradasarkan postingan dan modul

perkawinan dari kelas pranikah akun nikahsyari.com dan nikah institute perlu

ditelisik lebih dalam krena konten yang disajikan “dikhawatirkan” didominasi

oleh wacana Islam konseravtif dan bias gender. Seperti pada instagram

nikahsyari.com tentang postingan sebuah gambar mengenai keutamaan seorang

13 Khoirudin Nasution, Sejarah Singkat Pembaharuan Hukum Keluarga Muslim dalam H.

M. Atho’ Mudzar dan Khoirudin Nasution (ed), Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi

Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fiqh, (Jakarta: Ciputat Press,

2003), hlm. 11 14 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkwinan Islam di Indonesia, Perbandingan

Fiqh dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 30

perempuan yang baik untuk dinikahi ialah perempuan yang memudahkan

maharnya. Argumentasi yang dikuatkan pada konten ini merujuk kepada hadits

yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Ahmad bin Hambal. Hadits

tersebut menyebutkan bahwa di antara salah satu perintah Nabi Muhammad SAW

kepada perempuan adalah “sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”

diperjelas lagi dengan “termasuk berkahnya seorang wanita yang mudah

khitbahnya, yang mudah maharnya dan yang mudah memiliki keturunan.”

Wacana ini dibangun untuk mendikte para pengikut bahwa perempuan yang baik

adalah mereka yang memudahkan maharnya sebagaimana ideologi yang

memproduksi wacana tersebut. Seandainya pengelola akun menyertakan manfaat

atas anjuran memudahkan mahar tersebut mengikuti sunnah Nabi, rasanya perlu

untuk ditelisik mengingat rekam jejak mahar pada masa Rasululllah yang

digunakan Nabi saat menikahi istri-istrinya.

Mengingat fenomena conservative turn sudah bercokol di dunia digital sejak

lama,15 yang banyak memarginalkan perempuan di dalam keluarga. Tidak dapat

dipungkiri hal ini akan semakin melanggengkan ajaran Islam bernuansa puritan-

konseravatif. Lebih tepatnya lagi, pola pikir masyarakat khususnya remaja muslim

usia nikah turut digiring mengikuti dinamika wacana dominasi yang dibangun.

Sehingga hal ini tentunya juga akan mempengaruhi pembaharuan hukum

perkawinan di Indonesia.

Dari penjelasan di atas peneliti merasa tertarik untuk menelisik lebih dalam

mengenai corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun instagram

15 Fathorrahman, dkk, Fenomena Ta’aruf Online dan Praktik Komodifikasi Perkawinan di

Dunia Digital, Jurnal Kafa’ah, Vol.10 No. 1 (2020), hlm. 63

nikahsyari.com dan nikah institute dan relevansinya dengan pembahauan hukum

perkawinan di Indonesia. Berdasarkan dari latar belakang ini, maka timbullah ide

untuk mengadakan penelitian dengan judul “WACANA HUKUM

PERKAWINAN PADA KELAS PRANIKAH ONLINE (Analisis Kritis pada

Akun Instagram NikahSyari.com dan Nikah Institute).”

B. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini secara umum ingin melihat bagaimana kelas pranikah akun

Nikahsyari.com dan Nikah Institute memberikan materi-materi hukum

perkawinan kepada siswanya. Berdasarkan hal tersebut maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumusakan sebagai berikut:

1. Bagaimana corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun instagram

nikahsyari.com dan nikah institute?

2. Bagaimana relevansi corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada akun

instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap pembaharuan hukum

perkawinan di Indonesia?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menggambarkan corak pemikiran fiqh kelas pranikah online pada

akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute.

b. Untuk menjelaskan relevansi corak pemikiran fiqh kelas pranikah online

pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap

pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat supaya

bisa meraih gelar Magister Hukum (S2) pada Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bukittinggi Pascasarjana Program Studi Hukum Islam.

b. Kegunaan Teoritis

1) Sebagai sumbangsih bagi khazanah keilmuan, khususnya wacana hukum

perkawinan Islam yang yang berkembang di Indonesia bagi masyarakat,

insan akademis, khususnya dalam bidang hukum dan syari’ah.

2) Sebagai bahan tambahan dan peningkatan pemahaman bagi penulis

sendiri, sehingga labih memahami tentang wacana hukum perkawinan

yang dikonstruksikan dalam kelas pranikah online khususnya pada akun

instagram nikahsyari.com dan nikah institute.

D. DEFINISI OPERASIONAL

Guna menghindari kekeliruan dalam permasalahan ini, penulis akan

menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Wacana : wacana dalam bahasa Inggris yaitu discourse, yang

berarti “lari ke sana ke sini”, “lari bolka-balik”.

Makna discourse ini diperluas, sebagai komunikasi

kata-kata, ekspresi, gagasan-gagasan, risalah tulis,

dan sebagainya.16 Namun wacana dalam kajian ini

16 Mulyana, Kajian Wacana, Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hlm. 3-4

bukan dipahami sebagai rangkaian kata atau

proposisi dalam teks, tetapi dalam artian Faoucault

yaitu sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah

gaagasan, konsep atau efek).17

2. Perkawinan : ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.18

3. Analisis Kritis : pendekatan yang berusaha melakukan penyelidikan

secara sistematis terhadap hubungan antara teks,

praktik kewacanaan dan peristiwa, serta struktur-

struktur kultural dan sosial yang lebih luas.19

Dari beberapa penjelasan di atas, maka yang penulis maksud dalam judul

penelitian ini adalah meneliti konsep-konsep seputar hukum perkawinan secara

sistematis yang dibangun pada kelas pranikah online oleh akun instagram

nikahsyari.com dan nikah institute.

E. PENELITIAN TERDAHULU

17 Eriyanto, Anaslisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001),

hlm. 65 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam, Cetakan I, (Jakarta: Grahamedia Press, 2014), hlm. 2 19 Haryatmoko, Critical Discourse Analysisi (Analisis Wacana Kritis) Landasan Teori,

Metodologi dan Penerapan, (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2019), hlm. 6. Kutipan asli dapat

dilihat pada Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language,

(New York: Longman, 1995), hlm. 132

Berdasarkan penelusuran dan pengamatan penulis pada data-data

kepustakaan, penulis belum menemukan penelitian yang khusus mengenai

wacana hukum perkawinan pada kelas pranikah online (Analisis Kritis pada

Akun Instagram NikahSyari.com dan Nikah Institute). Walaupun demikian

penulis mencoba menampilkan beberapa tulisan yang berkenaan dengan

permasalahan tersebut, sebagai berikut:

1. Tesis yang ditulis oleh Arifki Budia Warman di Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga, 2017, yang berjudul Konservatisme Fikih Keluarga (Kajian

Terhadap Buku-Buku Populer Rumah Tangga Islami). Metododologi

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

analsisis wacana yang didukung oleh penelitian lapangan, yang bertujuan

untuk menggambarkan wacana hukum keluarga yang direpresentasikan dalam

buku-buku populer rumah tangga islami dan menjelaskan bagaimana buku-

buku tersebut mengonstruksikan wacana hukum keluarga Islam Indonesia.

Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah menggambarkan wacana

hukum perkawinan yang dibahas dalam kelas pranikah online dan

menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan dalam kelas pranikah online pada

akun instagram nikahsyari.com dan nikah isntitute.

Hasil penelitian yang didapatkan adalah beredarnya buku-buku populer

rumah tangga islami tersebt dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Wacana hukum konserfativ dan bias gender yang dibawanya serta didukung

dengan kondisi sosial dan budaya patriaki bisa menyebabkan bertahannya

status quo dalam masyarakat. Dengan demikian ketika ada wacana

pembaharuan hukum Islam masyarakat akan menolak hal tersebut. Oleh

karena itu pembaharuan-pembaharuan hukum keluarga di Indonesia menjadi

terkendala.

2. Tesis yang ditulis oleh Chaudio Achmad Salju Sodar di Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020, yang berjudul Tipologi

Wacana Hukum Keluarga Islam dalam Ceramah Walimatul ‘Ursy Perspektif

Teori Wacana Norman Fairclough (Studi Ceramah Kiai Nahdlatul Ulama

dan Muhammadiyah Di Kota Malang). Pendekatan penelitian yang

digunakan dalam penelitian ialah pendekatan analisis wacana dengan

kerangka kerja analisis wacana kritis Norman Fairclough yang dibagi ke

dalam tiga dimensi, yaitu teks, praktik diskursif, dan praktik sosio-kultural,

yang bertujuan untuk menganalisis tipologi konten wacana hukum keluarga

Islam dalam acara walimatul ursy yang disampaikan kiai Nahdlatul Ulama

dan Muhammadiyah di Kota Malang, kemudian mengklasifikasikan tipologi

konten ceramah hukum keluarga tersebut ditinjau dari teori wacana Norman

Fairclough. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah

menggambarkan wacana hukum perkawinan yang dibahas dalam kelas

pranikah online dan menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan dalam kelas

pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah isntitute.

Hasil penelitian yang didapatkan adalah secara umum tema yang disampaikan

oleh penceramah dari kalangan kiai Nahdlatul Ulama maupun

Muhammadiyah ialah tema tentang keluarga meliputi tema konsep jodoh,

relasi orang tua dan anak, dan relasi antara suami istri. Terdapat dua tipologi

yang muncul ceramah hukum keluarga Islam dalam acara walimatul ‘ursy

yaitu yuridis-normatif-konservatif dan yuridis-sosiologis-progresif. Tipologi

wacana hukum keluarga dalam ceramah hukum keluarga Islam dalam acara

walimatul ‘ursy dapat dilihat; Pertama, secara tekstual kata-kata, kalimat-

kalimat dalam ceramah tersebut merepresentasikan suami, istri dan anak

dalam kerangka peran mereka dalam rumah tangga. Kedua, praktik

kewacanaan meliputi produksi dan konsumsi teks. Produksi teks merujuk

pada fikih klasik, sedangkan pada tataran konsumsi teks, masyarakat

membutuhkan bantuan dan jawaban-jawaban terhadap persoalan yang

dihadapi dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketiga, analisis praktik

sosio-kultural memperlihatkan bahwa masyarakat kota Malang masih

dibayangi oleh ideologi patriaki, namun kehadiran ceramah-ceramah hukum

keluarga Islam dapat memberikan pengetahuan baru walaupun cenderung

menggunakan fikih klasik.

3. Jurnal yang ditulis oleh Yulmitra Handayani dengan judul Dominasi Hukum

Perkawinan Di Ruang Digital (Kajian Konten Pernikahan Di Instagram)

pada tahun 2020, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Metodologi yang digunakan dalam jurnal ini adalah menggunakan

pendekatan analisis wacana Foucault. Sedangkan penelitian yang penulis

lakukan adalah menggambarkan wacana hukum perkawinan yang dibahas

dalam kelas pranikah online dan menjelaskan ideologi yang dikonstruksikan

dalam kelas pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah

isntitute menggunakana analisis wacana Norma Fairlough.

Dalam jurnal ini menyimpulkan bahwa narasi dominan dalam akun-akun

pernikahan di instagram ini bernada fiqh oriented dan bias gender.

Representasi fiqih oriented dikarenakan wacana dalam konten bernalar

(tekstualis-fundamentalis-bayani) dengan merujuk kepada konsep keagamaan

yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu, yang mana konsep tersebut

sudah lengkap, rigid, jelas dan absah untuk setiap konteks.

F. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang merupakan prosedur atau

langkah-langkah penelitian yang dimaksud sebagai jenis peneltian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya20 melainkan menggambarkan atau menganalisis data yang disajikan dalam

bentuk kalimat atau kata-kata. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka

(library research) yang didukung oleh penelitian lapangan (field research).

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

analisis wacana, yaitu dengan melihat wacana hukum perkawinan kelas pranikah

online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute dengan memakai

kerja analisis wacana kritis Norman Fairclough. Pendekatan ini bertujuan untuk

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tertulis yang didapatkan

dari perilaku dan orang-orang yang diamati.21

20 Anslem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, terj. Muhammad

Shodiq dan Imam Muttaqien, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 4 21 Depri Liber Sonata, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Karakteristik Khas

dari Metode Meneliti Hukum, Fiat Justisia, Vol. 8 No.1, (Januari-Maret, 2014), hlm. 27

Penelitian ini akan didukung dengan hasil wawancara dengan pengelola

akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute. Dengan demikian sifat

penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yaitu menggambarkan konten wacana

hukum perkawinan kelas pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com

dan nikah institute, kemudian menganalisisnya secara mendalam dengan teori

wacana.

2. Sumber Data

Karena objek penelitian ini studi lapangan, maka yang menjadi sumber data

primer penulis adalah konten-konten atau materi yang dikonstruksikan oleh kelas

pranikah online pada akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute. Selain

sumber data primer di atas, penulis juga mencari sumber data sekunder seperti

hasil wawancara dengan pengelola kelas pranikah online masing-masing dari

akun nikahsyari.com dan nikah institute, serta bahan kepustakaan yang berkaitan

dengan wacana hukum perkawinan di Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai

berikut:

a. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini

yakni konten-konten wacana hukum perkawinan yang dikonstruksikan pada kelas

pranikah online akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute dan juga

modul-modul yang diberikan oleh pengelolan akun instagram nikahsyari.com dan

nikah institute. Termasuk juga dalam hal ini teori, pendapat, dalil atau hukum, dan

lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter

atau studi dokumenter.22

b. Wawancara

Wawancara adalah proses berdialog tanya jawab secara lisan terhadap dua

orang atau lebih informan.23 Dari berbagai teknik wawancara yang ada, peneliti

menggunakan teknik wawancara tak berstruktur (unstructured interview).

Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti

tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Demikian dilakukan agar mendapatkan

informasi yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam

penelitian ini peneliti mewawancara pengelola akun instagram nikahsyari.com

dan nikah institute.

4. Teknik Analisa Data

Analisis terhap konten atau data yang diperoleh cara kerja analisis wacana

kritis (Critical Discourse Analisis / CAD) model Norman Fairclough, yaitu

analisis teks, praktik kewacanaan, dan parktik sosio-kultural. Dalam analisis

praktik kewacanaan, penelitian ini hanya menekankan pada analisis produksi teks

saja tanpa analisis pada konsumsi teks.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini berdasarkan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yang

mana antara bab satu dengan bab yang lain saling berhubungan dan berkaitan.

22 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah

Ragam Varian Kontemporer, Edisi I, Cet.7, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 157-158 23 Sukandar Rumidi, Metode Penelitian Petunjuk untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 2006), hlm. 16

Namun di setiap bab memiliki pembahasannya tersendiri. Adapun sistematika

penulisan ini sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, penelitian

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan dalam rangka

mensistematiskan dalam penyusunan penelitian.

Bab kedua tentang potret hukum perkawinan di Indonesia yang terdiri dari,

sumber hukum perkawinan di Indonesia, wacana hukum perkawinan di Indonesia,

praktik hukum perkawinan di Indonesia, dan teori bimbingan perkawinan.

Bab ketiga tentang kelas pranikah online, yang terdiri dari kelas pranikah

sebagai wacana hukum Islam, fiqh oriented: nalar konservatif dalam berkeluarga,

dan bias gender: marginalisasi perempuan dalam rumah tangga.

Bab keempat, merupakan hasil penelitian yang terdiri dari, kelas pranikah

online akun instagram nikahsyari.com, kelas pranikah online akun instagram

nikah institute, corak pemikiran fiqh kelas pranikah online akun instagram

nikahsyari.com dan nikah institute, serta relevansi corak pemikiran fiqh kelas

pranikah online akun instagram nikahsyari.com dan nikah institute terhadap

pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.

Bab kelima merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II

POTRET HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA

A. Sumber Hukum Perkawinan di Indonesia

Masyarakat Indonesia yang multikultural memiliki sumber hukum yang

beragam. Beragamnya sumber hukum tersebut tidak bisa dilepaskan dari faktor

kesejarahan. Zaman Hindu Budha kerajaan Islam, penjajahan hingga

kemerdekaan turut membentuk corak hukum di Indonesia. Setidaknya ada tiga

sumber hukum keluarga yang hingga saat ini masih dipertahankan dan

dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia, yaitu hukum Islam, hukum adat, dan

hukum negara (UUP dan KHI). Hukum Islam mendominasi sumber hukum

tersebut, sebab mayoritas penduduk Indonesia pemeluk agama Islam. Adat juga

memberikan corak yang berbeda dalam ranah hukum, meskipun banyak hukum

adat yang disesuaikan dengan hukum Islam. Negara, di satu sisi mengambil peran

yang sangat signifikan dalam menentukan sistem hukum nasional. Hal tersebut

dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan dan kelangsungan negara. Dalam

hukum keluarga pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

dan Kompilasi Hukum Islam.

1. Hukum Islam sebagai Kerangka Normatif Dominan

Ada banyak teori dan perdebatan tentang penyebaran Islam ke Nusantara

titik perdebatan tersebut mengenai tiga masalah, yaitu tempat asal kedatangan

Islam, para pembawa dan waktu kedatangannya. Beberapa ahli menjelaskan

bahwa Islam datang dari anak benua India Gujarat dan malabar. Pendapat lain

mengatakan Islam langsung datang dari Arab dan persia. Para pembawa Islam

adalah para pedagang sedangkan yang lain mengatakan para sufi. Terkait waktu

kedatangan ada dua versi, yaitu abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi dan

abad ke-12 atau ke-13 Masehi.24 Jika disimpulkan, setidaknya ada tiga teori

penyebaran Islam di nusantara yang terkenal. Pertama, Islam masuk pada abad

pertama Hijriyah atau ke-7 masehi langsung dari Arab. Kedua, Islam berkembang

di Indonesia pada abad ke-12 masehi melalui malabar dan Gujarat. Ketiga, Islam

masuk ke Indonesia abad ke-13 masehi melalui jalur Benggali.25 Terlepas dari

perdebatan tersebut hingga saat ini Islam telah mengakar kuat dan berkembang

pesat di Indonesia dengan mayoritas penduduknya umat Islam.

Dengan masuk dan berkembangnya Islam di nusantara, secara tidak

langsung para pemeluk Islam harus mengikuti ajaran Islam tersebut. Ajaran Islam

termaktub dalam Alquran dan hadis, yang kemudian termanifestasikan dalam

hukum Islam.26 Hukum Islam merupakan representasi pemikiran Islam,

manifestasi pandangan hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri. Oleh karena

itu sebagaimana yang dijelaskan Joseph Schact, mustahil memahami Islam tanpa

mengerti hukum Islam.27 pemeluk agama Islam mau tidak mau harus

melaksanakan hukum Islam sebagai konsekuensi atas penerimaannya terhadap

Islam. Penerimaan terhadap Islam berarti penerimaan terhadap otoritas hukum

24 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

& XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Edisi Parenial (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 2-19 25 Azyumardi Azra, Islam di Asia Tenggara: Pengantar Pemikiran (Jakarta: YOI, 1989),

hlm. 11-13 26 Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997),

hlm. 17-18 27 Joseph Schact, Pengantar Hukum Islam, terj Joko Supomo, (Bandung: Nuansa, 2010),

hlm. 21-22

Islam.28 Sebagai sebuah sistem hukum, hukum Islam telah dijalankan dengan

penuh kesadaran oleh pemeluknya, sebagai refleksi dan pantulan atas

keyakinannya terhadap Islam.29 Ketika otoritas Islam telah diterima dengan penuh

kesadaran, maka segala permasalahan yang menyangkut umat Islam, baik dalam

hubungan dengan Tuhan maupun sesama, harus diselesaikan dengan hukum

Islam.

Dalam konteks Indonesia, hukum Islam dapat dipahami sebagai peraturan-

peraturan yang diambil dari Wahyu dan diformulasikan dalam 4 produk pemikiran

hukum, yaitu fiqih, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang yang

dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam di Indonesia.30 Sejalan dengan itu,

Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa hukum Islam merupakan koleksi daya

upaya fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan

masyarakat khususnya masyarakat Indonesia.31

Salah satu bidang hukum Islam yang masih dipertahankan dan terus

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah hukum keluarga.

Sumber utama hukum keluarga dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Amir

Syarifuddin mencatat ada sekitar 85 ayat dalam sekitar 22 surat yang berbicara

persoalan perkawinan.32 Berbeda halnya dengan abdu Al Wahab khalaf,

sebagaimana yang dikutip Khairudin Nasution, yang mencatat bahwa kurang lebih

28 H.A.R Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 145-146 29 Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia dari Nalar Partisipatoris hingga Emansipatoris,

(Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 50 30 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 5 31 Hasby Ash-Shidiqiey, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 44 32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 120

ada 70 ayat. Choirudin menjelaskan beberapa contoh naskah tersebut, antara lain

pertama, nas yang berkaitan dengan status perkawinan dalam QS an-nisa :21.

Kedua, yang berkaitan dengan tujuan perkawinan dalam QS ar-rum: 21, asy-

syura:11, dan an-nahl: 72. Ke 3,0 yang berkaitan dengan prinsip perkawinan

dalam QS albaqarah: 233 dan at-talaq:7. Keempat, nas yang berkaitan dengan

kepemimpinan dalam rumah tangga yaitu QS an-nisa: 34, dan nash-nash

lainnya.33

Allah SWT memberi wewenang kepada nabi Muhammad SAW untuk

memberikan penjelasan terhadap wahyu ilahi tersebut titik penjelasan nabi

ditemukan dalam sunnah yang juga disebut hadis nabi. Amir Syarifuddin

menemukan ada sekitar 330 hadis dalam kitab hadis muntaha Al Akbar karya

Ibnu Taimiyah yang disyaratkan oleh al-syaukani dalam kitab nya Nail al-Awthar,

dan 175 hadis dalam kitab bulughul maram karya Ibnu Hajar Al asqalaniy yang

yang di Syarah oleh Al Kahlani al-shan'aniy dalam kitab-nya subul al salam yang

berbicara tentang perkawinan.34 Tentunya masih banyak hadits-hadits yang

berbicara persoalan perkawinan tersebar dalam kitab-kitab ulama hadis lainnya

seperti Bukhari dan Muslim.

Alquran dan hadis menjadi rujukan utama dalam perumusan fiqih. nas-nas

tersebut dipahami dan diformulasikan dalam bentuk fiqih. Dalam memahami

Nash tersebut muncul beberapa perbedaan pendapat para ulama atau mujtahid

yang kemudian membentuk beberapa mazhab, seperti mazhab Miliki, Hanafi,

33 Khoiruddin Nasution, Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam

Indonesia, (Yogyakarta: Tazzafa dan Academia, 2010), hlm. 120 34 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 14

Syafi'i dan Hambali. Di Indonesia, mazhab yang berkembang adalah Mazhab

Syafi'i, sehingga rujukan hukum keluarga cenderung menggunakan kitab-kitab

karya ulama Mazhab Syafi'i.35

Munculnya berbagai mazhab hukum tersebut menjadi bukti bahwa hukum

Islam sangatlah dinamis dan kreatif pada awal perkembangannya. Hal ini

setidaknya didorong oleh 4 hal yaitu, pertama adalah dorongan keagamaan.

Intensitas pemahaman keagamaan sangat menentukan perkembangan hukum

islam. Kedua, meluasnya domain politik Islam pada masa Khalifah ke-2. Ketiga,

independensi para spesialis hukum Islam dari kekuasaan politik. Keempat, ya itu

fleksibilitas hukum Islam itu sendiri yang mampu berkembang mengatasi ruang

dan waktu.36 Pada perkembangan selanjutnya, hukum Islam cenderung statis,

bahkan pintu ijtihad dinyatakan tertutup. Hal inilah yang menjadi agenda para

pemikir hukum Islam kontemporer untuk menawarkan suatu perangkat

metodologi dalam menggali hukum Islam yang relevan dengan zaman.37

Meskipun demikian, tidak jarang ide mereka ditentang oleh kalangan konservatif

yang tetap mempertahankan hukum yang lama.

Berbagai upaya dilakukan dalam memperbarui hukum Islam agar sesuai

dengan tuntutan zaman. Hukum perkawinan mendapat porsi perkembangan yang

lebih besar, sebab ia yang masih relevan bagi masyarakat muslim dan perlu

diperbaharui sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam wilayah pidana atau

35 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999),

hlm. 112 36 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Perkawinan Hukum

Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan. 1989), hlm. 35 37 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition,

(Chicago: The University of Chicago Press, 1982), hlm. 59

perdata lain, perkembangannya mengambil bentuk yang berbeda bahkan telah

banyak ditinggalkan.38 Di Indonesia upaya pembaharuan hukum tersebut terbukti

dengan munculnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

yang mana materinya lebih didominasi oleh hukum Islam. Puncak kejayaan

hukum Islam di Indonesia adalah ketika Soeharto instruksikan penerapan

kompilasi hukum Islam di pengadilan agama titik Dengan demikian segala

permasalahan keluarga diputuskan berdasarkan kompilasi hukum Islam.39

Terlepas dari perdebatan perdebatan yang terjadi di antara kalangan

konservatif maupun liberal atau modernis hukum Islam tetap berkembang dan

dipertahankan oleh masyarakat Indonesia.hukum Islam tetap menjadi rujukan

utama bagi masyarakat dalam menghadapi segala permasalahan dalam menjalani

kehidupan, khususnya permasalahan keluarga.

2. Hukum Perkawinan dalam UUP dan KHI

Negara mengambil peran yang sangat signifikan menentukan hukum

perkawinan bagi masyarakat Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas dan

keutuhan negara tersebut. Keluarga dinilai sebagai benteng kekuasaan negara

sehingga harus dilindungi dengan menetapkan hukum keluarga dalam hal ini

hukum perkawinan. Hal tersebut karena keutuhan keluarga hanya bisa dijamin

melalui keutuhannya dalam hukum titik keutuhan keluarga identik dengan

keutuhan negara titik pada gilirannya, keutuhan negara dibuktikan dengan

38 Juandi, Hukum Keluarga Muslim di Irak, dalam Khoiruddin Nasution, dkk, Hukum

Perkawinan & Warisan di Dunia Muslim Modern, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2012), hlm. 4 39 Siti Musdah Mulia, Menuju Perkawinan yang Adil, dalam Sulistyowati Irianto, Hukum

dan Perempuan, (Jakarta: YOI, 2006), hlm. 148

keutuhan hukum.40 Dengan demikian, penerapan hukum keluarga yang dibuat

oleh negara merupakan sebuah keniscayaan. Hukum dalam hal ini lebih tampak

sebagai a tool of social engineering, instrumen rekayasa sosial. Dengan kata lain,

hukum tersebut ditujukan untuk memastikan "everyone in his/ her place and in

his/ her race".41 Hukum perkawinan yang dibuat negara dengan demikian menjadi

instrumen untuk memastikan keluarga Indonesia hidup aman dan sejahtera di

bawah kekuasaan negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan

hukum negara yang dijadikan rujukan utama dalam persoalan perkawinan di

Indonesia. Dengan disahkannya UUP tersebut pada 2 Januari 1974, maka

peraturan hukum perkawinan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, seperti

KUHPer, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah talak

dan rujuk, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 yang merupakan perluasan

wilayah berlakunya undang-undang sebelumnya. UUP ini baru dilaksanakan pada

1975 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Selain UUP, negara juga melegalkan hukum Islam dengan diformulasikan

nya Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai aturan baku bagi umat Islam dalam

menjalani kehidupan keluarga. Tepatnya, pada tanggal 10 Juni 1991, presiden

Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1991. Dengan demikian, KHI berlaku di seluruh Indonesia sebagai hukum

40 Ahmad Baso, Islam Pascakolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan

Liberalisme, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 267 41 Ahmad Baso, Islam Pascakolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan

Liberalisme, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 266

materiil yang dipergunakan di lingkungan Peradilan Agama. Kemudian pada

tanggal 22 Juli 1991, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 154 Tahun

1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1991.KHI kemudian disebarluaskan kepada semua ketua Pengadilan Tinggi

Agama dan Ketua Pengadilan Agama melalui Surat Edaran Direktur Pembinaan

Badan Peradilan Agama Islam tanggal 25 Juli 1991 Nomor 3694/EV/HK.

003/AZ/91. Dengan demikian, KHI telah mempunyai kedudukan yang kokoh

dalam sistem hukum Indonesia.42

Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam tidak luput

dari kritik dalam perkembangannya. Hal itu karena aturan tersebut dianggap tidak

lagi relevan dalam menjawab persoalan keluarga Indonesia kontemporer. Kritik

tersebut dapat dilihat dari permohonan judicial review dari beberapa kalangan

terhadap pasal-pasal undang-undang perkawinan. Hal yang sama terjadi pada

kompilasi hukum Islam yang menghasilkan CLD KHI. Terlepas dari itu, Undang-

Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam merupakan sumber hukum

keluarga utama yang dilegalkan oleh negara. Berbagai persoalan keluarga mulai

dari peminangan hingga perceraian dan pemeliharaan anak diatur didalamnya.

Pasal-pasal undang-undang perkawinan juga banyak didominasi oleh hukum

Islam. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kontribusi hukum Islam itu sendiri dalam

menjawab persoalan keluarga.

B. Wacana Hukum Perkawinan di Indonesia

42 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:Akademika Pressindo,

1992), hlm. 50

Perkembangan hukum perkawinan Indonesia mengalami proses yang

panjang. Hal tersebut tidak lepas dari pertarungan wacana serta kontestasi dan

negosiasi ideologi yang melingkupi masyarakat Indonesia. Pada sub bab

sebelumnya telah di jelaskan sumber-sumber hukum keluarga, yang meliputi

hukum Islam, adat dan negara. Selanjutnya, pembahasan ini menekankan wacana-

wacana yang melingkupi seputar perkembangan hukum perkawinan yang menuai

banyak perdebatan di beberapa kalangan, serta tantangan hukum keluarga ketika

terhadap wacana-wacana global seperti HAM, gender, dan pluralisme.

1. Perkembangan Hukum Perkawinan Indonesia

Perkembangan hukum perkawinan di Indonesia telah dimulai sejak masa

kerajaan Islam, masa penjajahan, orde lama, orde baru hingga reformasi.

Perjalanan hukum perkawinan tersebut tidak lepas dari faktor kepentingan serta

kontestasi wacana dan ideologi yang berujung pada negosiasi. Pada bahasa

Belanda, misalnya, dalam rangka meneguhkan kekuasaannya, Belanda

menerapkan hukum perkawinan berdasarkan golongan-golongan, sebagaimana

telah disebutkan sebelumnya.43 Setelah Indonesia merdeka, pertarungan wacana

dan kepentingan tersebut menjadi lebih kompleks. Hal ini terlihat dari panjangnya

perdebatan seputar pembaharuan hukum perkawinan.

Upaya pembaharuan hukum perkawinan, pada awalnya, diperjuangkan oleh

organisasi perempuan. Tercatat bahwa sebelum kemerdekaan, tepatnya pada 22

Desember 1928, terbentuk Kongres Perempuan Indonesia pertama. Kongres ini

43 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, hlm. 14-15

beranggotakan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia waktu itu.44 Adapun

wacana perempuan dalam keluarga yang diangkat dalam kongres ini, antara lain:

aturan perkawinan dan perceraian yang belum bisa mengayomi hak-hak

perempuan, derajat perempuan, persamaan laki-laki dan perempuan, pencegahan

perkawinan anak-anak, tunjangan untuk janda dan anak yatim, kewajiban

perempuan dalam rumah tangga, dan taklik talak.45

Pada perkembangan selanjutnya, setelah Indonesia merdeka negara

berinisiatif membentuk undang-undang perkawinan karena desakan berbagai

pihak. Meskipun demikian, dalam perumusannya banyak perbedaan pendapat.

Ada tiga aliran pemikiran yang berbeda ketika itu, antara lain: aliran pertama, satu

undang-undang untuk semua golongan (unifikasi). Aliran kedua, masing-masing

golongan mempunyai undang-undang sendiri (diferensiasi). Aliran ketiga, ada

satu undang-undang pokok, selanjutnya bagi masing-masing golongan diadakan

undang-undang organik (diferensiasi dalam unifikasi).46 Perdebatan ketiga aliran

inilah menjadi salah satu penyebab lambatnya pembentukan undang-undang

perkawinan.

Pada tahun 1973, dengan amanat presiden RI tanggal 31 Juli 1973 nomor

R.02/PU/VII/1973 disampaikan kepada pimpinan DPR RI, RUU tentang

perkawinan yang terdiri dari 15 bab dan 73 pasal dikeluarkan.47 RUU ini

44 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia dan KITLV-Jakarta, 2007), hlm. 18 45 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia dan KITLV-Jakarta, 2007), hlm. 147 46 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Perbandingan

Fiqih dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 9 47 Asro Sosroatmojo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1978), hlm. 23

kemudian menimbulkan reaksi pro kontra dari segala lapisan masyarakat muslim,

khotbah di masjid-masjid, ceramah-ceramah, pengajian, tulisan di media massa,

demonstrasi dan berbagai pernyataan sikap dari ormas-ormas Islam karena

dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Protes tersebut memuncak pada bulan

September 1973 ketika 335 orang datang dan masuk ke dalam ruang sidang DPR

dan mengacaukan jalannya sidang serta menguasai perdebatan titik dari peristiwa

tersebut, tercetus kompromi undang-undang yang kemudian diterima DPR pada

tanggal 22 Desember 1973.48

Menurut Abdul Aziz Thaba,49 sebagaimana yang dikutip oleh Wasman,

reaksi keras dari umat Islam ini karena RUU tersebut bersinggungan dengan

akidah dan dilatarbelakangi oleh situasi politik saat itu titik partai politik Islam

baru saja kalah dalam pemilu 1971 dan gejala depolitisasi Islam mulai nampak,

sehingga kalangan umat Islam sangat mengkhawatirkan keberadaan mereka.

Disamping itu, umat Islam sangat cemas dengan isu kristenisasi yang mulai ramai

sejak tahun 1970 an. Banyak yang menuduh dibalik RUUP itu ada tendensi

terselubung yakni usaha untuk mempermudah upaya kristenisasi di Indonesia.50

Protes terhadap RUU ini juga datang dari anggota DPR, yaitu fraksi persatuan

pembangunan. Melalui pemandangan umum fraksi persatuan dan bangunan

mengemukakan 11 poin yang dianggap menyalahi prinsip ajaran Islam.

Setelah menempuh perdebatan yang cukup panjang, diadakanlah lobbying

antara fraksi-fraksi dan pemerintah. Setelah beberapa kali mengadakan

48 Mark Cammack, Hukum Islam dalam Politik di Asia Tenggara, Studi Kasus Hukum

Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 28 49 Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru , (Jakarta: Gema Insani

Press, 1996), hlm. 256 50 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam, hlm. 16

pertemuan, tercapailah konsensus (kesepakatan) antara lain: pertama, hukum

Islam tentang perkawinan tidak akan dikurangi atau diubah. Kedua, sebagai

konsekuensi kesepakatan poin 1, maka alat-alat pelaksanaannya tidak akan

dikurangi atau diubah. Ketiga, hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan

tidak mungkin disesuaikan dengan RUU ini supaya di drop atau dihilangkan.

Keempat, pasal 2 ayat 1 RUU disetujui dengan rumusan "perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing",

dan ayat 2 berbunyi, "tiap-tiap perkawinan wajib dicatatkan demi ketertiban

administrasi negara. Kelima, perkawinan dan perceraian serta poligami perlu

diatur untuk mencegah kesewenang-wenangan.51

Setelah mengalami perubahan atas usul Amandemen yang masuk dalam

panitia kerja, maka RUU yang diajukan oleh pemerintah pada tanggal 22

Desember 1973 disampaikan dalam sidang Paripurna DPR untuk disahkan

menjadi Undang-undang. Pada hari itu juga, RRUP yang pembicaraannya

memakan waktu kurang lebih 3 bulan lamanya disahkan oleh DPR dan

diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang Perkawinan.52

Setelah perjuangan panjang dan perdebatan yang cukup lama dalam

merumuskan UUP, akhir abad 20 muncul wacana Kompilasi Hukum Islam.

Munculnya tuntutan lahirnya Kompilasi Hukum Islam tersebut karena belum

adanya kepastian hukum yang digunakan para hakim Pengadilan Agama, serta

51 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 50 52 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam, hlm. 24

adanya tuntutan kontekstualisasi hukum Islam di Indonesia.53 Pada tanggal 10

Juni 1991, presiden Soeharto menandatangani instruksi presiden republik

Indonesia nomor 1 tahun 1991. Dengan demikian, secara formal KHI berlaku di

seluruh Indonesia sebagai hukum material yang dipergunakan di lingkungan

peradilan agama titik kemudian pada tanggal 22 Juli 1991, Menteri Agama

mengeluarkan Keputusan Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi

Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991. KHI kemudian disebarluaskan

kepada semua ketua pengadilan tinggi agama dan ketua pengadilan agama melalui

surat edaran direktur pembinaan badan peradilan agama Islam tanggal 25 Juli

1991 nomor 3694/EV/HK.003/AZ/91. Dengan demikian, KHI setelah mempunyai

kedudukan yang kokoh dalam sistem hukum Indonesia sebagai hukum yang

mengatur kehidupan umat Islam.54

Meskipun demikian, keberadaan KHI tetap menuai kritik. Salah satunya dari

segi tinjauan teori dan tata urut perundang-undangan Indonesia. KHI dipandang

tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Sebab, KHI didasarkan pada

instruksi presiden, padahal instruksi presiden berada pada urutan ke-7 dalam tata

urut perundang-undangan.55 Catatan lain terhadap status KHI, sebagaimana

dikutip oleh Khairudin adalah pertama, status KHI sebagai hukum tidak tertulis

tidak termasuk dalam rangkaian Tata urut peraturan perundang-undangan yang

menjadi sumber hukum tertulis. Kedua, KHI dapat dikategorikan sebagai hukum

tertulis sebab dengan sumber-sumber tersebut menunjukkan KHI berisi law dan

53 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 73-74 54 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hlm. 50 55 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 75

rule. Selanjutnya terangkat menjadi law dengan potensi political power yaitu

Inpres No.1 Tahun 1991.56

Terlepas dari semua itu, lahirnya rumusan hukum yang terlihat dalam KHI

harus dipandang sebagai sebuah wajah kulminasi organisme hukum Islam di

bidangnya.57 Dengan adanya KHI, mengisyaratkan bahwa kontekstualisasi hukum

Islam telah berhasil dilakukan. Walau masih ada beberapa hal dalam hukum Islam

yang perlu dipertanyakan kembali. Tidak menutup kemungkinan dalam KHI pun

ada beberapa hal yang perlu dikontekstualisasikan kembali agar sesuai dengan

zaman sekarang ini. Berhubungan pengambilan KHI terfokus pada kitab-kitab

fikih konvensional dan pendapat ulama, kurang melihat pada kondisi masyarakat

indonesia sebenarnya.

Perdebatan terkait hukum perkawinan Indonesia tidak hanya selesai setelah

munculnya UUP dan KHI. Pada era reformasi, beberapa kalangan melakukan

permohonan judicial review ke mahkamah konstitusi karena UUP dianggap

merugikannya. Setidaknya, ada 5 permohonan yang diajukan ke mahkamah

konstitusi, yaitu peraturan tentang poligami, usia nikah, pencatatan perkawinan

dan status anak, proses perceraian, serta nikah beda agama. Dari kelima

permohonan tersebut, hanya permohonan status anak yang dikabulkan oleh

Mahkamah Konstitusi.58

KHI pun menjadi perhatian para pemerhati hukum Islam titik berbagai

upaya dilakukan untuk merevisi KHI agar sesuai dengan tuntutan zaman.

Khoiruddin memberikan tiga alasan kenapa KHI perlu direvisi. Pertama, KHI

56 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 75 57Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 67 58 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010

memiliki kelemahan pokok justru pada rumusan visi dan misinya. Sejumlah pasal

di KHI ditemukam bias gender. Kedua, KHI tidak paralel dengan produk

perundang-undangan baik hukum nasional maupun internasional yang diratifikasi.

KHI berseberangan dengan undang-undang nomor 7 Tahun 1984 tentang

penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, undang-undang

nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan bertentangan dengan konvensi

penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW). Ketiga,

dengan membaca pasal demi pasal dalam KHI belum di kerangka kan sepenuhnya

dari sudut pandang masyarakat Islam Indonesia, tetapi lebih mencerminkan

penyesuaian fiqih timur tengah dan dunia Arab.59

Departemen Agama RI akhirnya merancang draft revisi terhadap KHI.

Sementara itu, Tim Pengarusutamaan Gender (PUG) departemen Agama RI juga

membuat sebuah draft yang dikenal dengan counter legal draft (CLD) KHI.

Dengan demikian, ada 2 rancangan yang beredar dan didiskusikan masyarakat

Indonesia untuk memberikan masukan demi perbaikan. Rumusan CLD

berdasarkan pada Maqashid Syariah (tujuan dasar Syariah), yakni menegakkan

nilai prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta,

dan kearifan lokal dengan menggunakan 4 pendekatan utama, yaitu gender,

pluralisme, HAM dan demokrasi. Meskipun demikian rumusan yang

dipublikasikan pada bulan September 2004 ini dibatalkan oleh menteri agama RI,

59 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88

karena ada banyak kesalahan dalam perumusan nya. Selain itu, tim CLD menurut

kelompok ulama menciptakan syariat Islam baru.60

Dari perdebatan seputar perkembangan tersebut dapat dipahami hukum

perkawinan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari wacana hukum yang telah

mengakar dan mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia. Selain itu,

hukum perkawinan juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat

serta wacana-wacana yang berkembang di dalamnya. Dengan demikian,

perdebatan seputar perkembangan hukum perkawinan Islam di Indonesia

merupakan perdebatan antra kalangan konservatif yang tetap mempertahankan

wacana hukum lama dengan kalangan modernis yang menawarkan hukum yang

sesuai dengan tuntutan zaman dan wacana-wacana yang berkembang. Meskipun

demikian, melihat kondisi saat ini, perlu upaya kontekstualisasi secara terus-

menerus agar hukum perkawinan Islam di Indonesia tetap mampu bertahan dan

menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, serta mampu menjawab

persoalan keluarga kontemporer.

2. Hukum Perkawinan Indonesia dan Wacana Global

Tuntutan zaman mengharuskan hukum perkawinan memodifikasi diri agar

mampu menjawab persoalan keluarga kontemporer. Hal ini menyebabkan hukum

keluarga harus berhadapan dengan wacana-wacana kontemporer, seperti wacana

gender yang sering digaungkan oleh organisasi perempuan. Sebagaimana yang

telah dijelaskan sebelumnya, dilegalkannya hukum perkawinan Indonesia tidak

lepas dari perjuangan organisasi perempuan. Dalam beberapa kongres perempuan,

60 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88

hukum perkawinan menjadi topik yang sangat dominan dibahas.61 Desakan dari

organisasi perempuan menuntut legalisasi hukum perkawinan inilah kemudian

menjadi cikal bakal munculnya UUP.

Jika sebelumnya munculnya UUP gerakan perempuan lebih menekankan

pada pembaharuan hukum perkawinan, maka setelah adanya UUP gerakan

perempuan lebih pada upaya rekonstruksi terhadap Undang-undang tersebut. Hal

ini karena beberapa pasal dari UUP maupun KHI dianggap memarginalkan

perempuan dan tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman. Gerakan perempuan

tersebut menguat setelah Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW PBB

(Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan)

dengan keluarnya Undang-undang No.7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi

Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.62

Penerapan CEDAW di Indonesia masih belum maksimal. Menurut Komite

CEDAW PBB implementasi CEDAW di Indonesia masih jauh dari harapan. Ada

46 poin tanggapan Komite CEDAW yang menjadi pekerjaan rumah Indonesia,

salah satu yang penting yaitu undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Komite melihat UUP Indonesia masih mengabadikan pandangan

streotip yang mendudukkan laki-laki selalu sebagai kepala keluarga dan

perempuan sebagai ibu rumah tangga. Regulasi perkawinan di Indonesia juga

dianggap masih memperbolehkan poligami. Selain itu, penetapan 16 tahun

sebagai usia minimum perkawinan yang sah bagi perempuan juga tidak luput dari

61 Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama, hlm. 18 62 Sri Wiyanti Eddyono, “Hak Asasi Peremuan dan CEDAW,” Seri Bahan Bacaan Kursus

HAM untuk Pengacara X, 2004, I. Akses dari www.elsam.or.id, 29 Mei 2021

Kritik Komite.63 Usia perkawinan ini selain dianggap masih rendah juga dianggap

mendiskriminasi perempuan.

Terhambatnya implementasi CEDAW tersebut, selain Berbeda dengan

hukum agama- dalam hal ini Islam- juga berbeda dengan budaya masyarakat yang

telah mengakar kuat di Indonesia. CEDAW kerap dianggap sebagai konsep

"asing" atau " Barat" yang bertentangan dengan nilai-nilai dan sistem keyakinan.

Hal inilah yang kemudian menjadi rintangan utama hukum perkawinan Islam di

Indonesia ketika berhadapan dengan wacana gender dan hak asasi perempuan. Di

satu sisi, hukum perkawinan Islam di Indonesia dianggap tidak lagi relevan

dengan kondisi zaman, seperti ketentuan poligami, umur perkawinan, kedudukan

suami istri, dan lainnya. Di sisi lain, pembaharuan terhadap ketentuan tersebut

terhalang dengan ketentuan-ketentuan normatif lain, seperti Islam dan adat. Hal

yang terjadi kemudian hanyalah perdebatan-perdebatan terhadap peratiran-

peraturan tersebut

Hal ini juga terlihat jelas ketika wacana Hak Asasi Manusia (HAM)

menguat di Indonesia. Penjaminan Indonesia terhadap HAM tersebut dibuktikan

dengan ditegaskannya HAM dalam UUD 1945 dan beberapa hukum terkait.

Meskipun demikian, peneraapan HAM juga tidak maksimal di Indonesia. Hal ini

karena dalam beberapa hal, HAM bertentangan dengan Islam.64 Hal tersebut

misalnya,terkait dengan ketentuan perkawinan beda agama. Menurut HAM,

seseorang bebas memiliki dan memilih pasangan tanpa melihat latar belakang

63 Hukumonline.com, akses tanggal 29 Mei 2021 64 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

hlm. 269

agamanya.65 Padahal dalam Islam seseorang sangat dilarang untuk menikah

dengan seseorang yang berbeda agama dengannya.66

Persentuhan hukum perkawinan dengan wacana gender dan HAM ini sangat

terlihat dalam beberapa pengajuan judicial review terhadap beberapa pasal UUP.

misalnya, judicial review yang diajukan oleh beberapa orang dengan Yayasan

Kesehatan Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, dan Yayasan Pemantau Hak

Anak terhadap pasal 7 UUP tentang usia perkawinan bagi perempuan, yaitu 16

tahun. Ketentuan ini dianggap bertentangan dengan hak untuk hidup dan

keberlangsungan hidup, hak perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi,

serta hak-hak lainnya. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon

untuk seluruhnya.67

Hal yang sama juga terjadi pada permohonan judicial review Pasal 2 ayat 1

UP tentang keabsahan perkawinan. Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut

berimplikasi terhadap tidak sahnya perkawinan di luar ketentuan negara atas

masing-masing agama dengan kepercayaannya. Ketentuan tersebut juga tidak

memberikan kepastian hukum, yang mana hal ini berkaitan dengan perkawinan

beda agama. MK juga menolak permohonan para Pemohon secara

keseluruhannya.68

Selain UUP, Kompilasi Hukum Islam juga tidak luput kritik dari wacana

gender dan HAM, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Musdah Mulia

65 Pasal 16 DUHAM menjelaskan bahwa seseorang laki-laki dan perempuan yang telah

dewasa berhak menikah dan membentuk keluarga, mempunyai hak yang sama dalam perkawinan,

serta perkawinan tersebut hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan

penuh dari kedua mempelai. 66 QS Al-Baqarah (2): 221 dan Al-Mumtahanah (60): 10 67 Putusan MK Nomor 30-74/PUU-XII/2014 68 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014

bersama Tim Pengarustamaan Gender (PUG) Depag menawarkan CLD KHI

dalam merespon wacana gender yang berkembang. Upaya yang dilakukan oleh

Tim PUG berujung pada dibatalkan dan dilarang beredar CLD KHI oleh Menteri

Agama ketika itu.69 Meskipun demikian, hal ini telah menjelaskan bahwa hukum

perkawinan Islam Indonesia sangat membutuhkan revisi, mengingat kondisi

masyarakat Indonesia saat ini.

Berdasarkan beberapa putusan MK terkait hukum perkawinan Islam di

Indonesia tersebut dan dibatalkannya CLD KHI dapat dipahami bahwa negara

masih mempertahankan konsep-konsep dasar hukum Islam ketika terjadi

pertentangan antara Hukum Islam dengan wacana-wacana global, seperti HAM

dan Gender. Meskipun demikian, demi kemajuan dan kesejahteraan kehidupan

keluarga Indonesia, diperlukan respon yang serius terhadap wacana-wacana global

yang sedang berkembang di Indonesia. Dalam artian, bahwa perlu rekonstruksi

dan kontekstualisasi hukum Islam, khususnya hukum perkawinan agar mampu

menjawab berbagai persoalan keluarga yang tengah dihadapi masyarakat

Indonesia saat ini.

C. Praktik Hukum Perkawinan di Indonesia

Seperti yang sudah dijelaskan sumber dan wacana-wacana yang

berkembang seputar perkembangan hukum perkawinan Islam di Indonesia.

Sumber dan wacana hukum tersebut masih dalam taraf perdebatan teoritis.

Pembahasan yang tidak kalah penting selanjutnya adalah persoalan praktik hukum

perkawinan Islam itu sendiri. Pembahasan ini penting, karena sumber maupun

69 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88

perdebatan seputar hukum Perkawinan akan jelas terlihat dalam praktik hukum

yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sehari-hari maupun di Pengadilan

Agama. Oleh karena itu, pembahasan ini ditekankan pada dua lokus, yaitu praktik

hukum dalam masyarakat dan praktik di Pengadilan.

1. Praktik Hukum Perkawinan dalam Masyarakat

Beragamnya sumber hukum keluarga-hukum Islam, adat, dan negara- serta

ambigunya hukum negara menghasilkan praktik hukum yang berbeda dalam

masyarakat. Hal ini misalnya terlihat dalam praktik nikah sirri dan percatatan

pernikahan. Hukum Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan pernikahan.

Hukum Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan pernikahan, sedangkan hukum

negara (UUP) mengharuskan setiap orang untuk mencaatatkan pernikahannya.

Hal ini menyebabkan pemahaman masyarakat terhadap pencatatan perkawinan

beragam. Sebagian kalangan memahami bahwa pencatatan perkawinan memang

diharuskan, sedaangkan yang lain memahami sebagai syarat administratif. Hal

inilah yang kemudian salah satu penyebab masih terjadinya praktik nikah sirri

(tidak dicatatkan) dalam masyarakat Indonesia.

Praktik pernikahan sirri masih banyak terjadi di tengah masyarakat. Di Desa

Sinarrancang, misalnya menurut Alfarabi, dalam penelitiannya, masih berjalan

budaya kaawain kiai (nikah sirri) hingga saat ini. Lebih lanjut, ia menjelaskan

bahwa praktik nikah sirri (kawin kiai) dilakukan masyarakat Sinarrancang karena

dua aspek. Pertama, aspek internal yaitu rendahnya pemahaman terhadap

pencatatan perkawinan, paham keagamaan, sikap tidak acuh, dan prosedur yang

rumit. Kedua, aspek eskternal, yaitu peran kiai, minimnya sosialisasi, akses yang

sulit, kelalaian aparat perwakilan di desa, biaya pencatatan, pandangan

masyarakat setempat, budaya kawin kyai di tengan masyarakat.70

Berdasarkan pada praktik kawain kyai tersebut, Alfarabi melihat ada

dualisme kepenghuluan dalam masyarakat. Ia mengistilahkan penghulu negara

dan penghulu non-negara. Penghulu negara adalah penghulu yang telah ditunjuk

oleh negara di KUA sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk menikahkan

calon suami-istri. Adapun penghulu non-negara merupakan kyai yang dipercayai

oleh masyarakat karena pengetahuan agama dan kharismatiknya untuk

menikahkan calon suami-istri. Masyarakat mengalami ketergantungan pada kedua

otoritas ini, meskipun dalam tingkat yang berbeda. Dalam penyelenggaraan

perkawinan yang dicatatkan, masyarakat menggunakan otoritas penghulu negara,

sedangkan penghulu non-negara dijadikan otoritas alternatif budaya kawin kyai.71

Berdasarkan penelitian Alfarabi tersebut, dapat dipahami bahwa daalam

melakukan praktik nikah sirri, masyarakat cenderung merujuk kepada hukum

Islam dengan ulama atau kiai (penghulu non-negara) sebagai pemangku otoritas

yang tidak dicatatkan tersebut. Selain itu, adat dan kebudayaan juga mengambil

peran dalam praktik nikah sirri. Hal ini dapat terlihat dari budaya kawin kiai itu

sendiri, yang mana bagi masyarakat adalah sebagai suatu hal yang biasa dan telah

membudaya serta tidak melanggar ketentuan dari adat.

70 Al Farabi, Penghulu Negara dan Penghulu Non-Negara: Kontestasi Otoritas dalam

Penyelenggaraan Perkawinan di Desa Sinarrancang, Mundu, Cirebon, Jawa Barat, Tesis,

Pacasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013 71 Al Farabi, Penghulu Negara dan Penghulu Non-Negara: Kontestasi Otoritas dalam

Penyelenggaraan Perkawinan di Desa Sinarrancang, Mundu, Cirebon, Jawa Barat, Tesis,

Pacasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013

Hal yang sama juga terjadi pada praktik pernikahan di bawah umur

(pernikahan dini). Meskipun UUP telah menetaapkan batas usia nikah, yaitu 19

tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan,72 kemudian diubah dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 bahwa batas usia nikah bagi laki-laki dan

perempuan adalah 19 tahun. Namun pada praktiknya masih banyak masyarakat

melakukan pernikahan di bawah umur. Hal ini sebagaimana yang dirangkum oleh

Ahmad Tholabi,73 berdasarkan penelitian dan berita terkait pernikahan di bawah

umur. Di daerah Indramayu, misalnya, dari 50% setiap lulusan tingkat SD, hanya

5% perempuan yang melanjutkan hingga lulus SLTA, selebihnya memilih untuk

menikah. Begitu juga di Kabupaten Ponorogo meningkat 75%, di Kota Malang

meningkat 500% dibanding pada 2007, di Nias yang mengacu pada hasil

penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Nias pada 2008 angka pernikahan

antara 13-18 tahun sekitar 9,4% dari 208 responden yang telah menikah dan akan

menikah, serta masih banyak di daerah lain yang mempraktikan pernikahan di

bawah umur seperti di daerah pedesaan.

Banyak faktor yang menyebabkan praktik pernikahan usia dini di Indonesia.

Ahmad Tholabi mencatat bahwa cara pandang masyarakat yang sangat sederhana

dan salah dalam memahami perkawinan menjadi penyebab terjadinya pernikahan

dini. Hal ini karena rendahnya pendidikan masyarakat. Pernikahan dini juga

disebabkan karena telah terjadi hubungan badan di luar nikah. Selain itu,

keyakinan masyarakat tradisional juga berperan dalam praktik ini, misalnya pada

masyarakat Indramayu yang berkeyakinan untuk tidak menolak pinangan pertama

72 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat 1 73 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 200-215

pada anak perempuan. 74 Masih banyak faktor-faktor lain yang memengaruhi

meningkatnya pernikahan dini dalam masyarakat Indonesia. Faktor-faktor tersebut

juga didukung oleh pemahaman agama, khusus Islam, yang kuat dalam

masyarakat. Hukum Islam tidak melarang pernikahan dini. Pernikahan boleh

dilakukan jika calon suami dan istri telah baligh yang ditandai mimpi bagi laki-

laki dan menstruasi bagi perempuan.

Praktik hukum keluarga yang tidak kalah menariknya dari praktik nikah sirri

dan nikah dini adalah poligami. Meskipun UUP telah membatasi poligami,75

namun praktik poligami di Indonesia masih tergolong tinggi. Penelitian yang

dilakukan oleh Center For Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta

terhadap enam daerah di Indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad

Tholabi, menjelaskan bahwa 61% responden Muslim menyetujui adanya

poligami, sedangkan 31% tidak menyetujuinya. Ada beberapa sebab atau alasan

terjadinya praktik poligami dalam masyarakat, antara lain: pertama, faktor agama,

yaitu agama Islam membolehkan poligami. Kedua, adanya kesempatan,

kebutuhan biologis, dan adanya kondisi lingkungan masyarakat yang

mengizinkan. Ketiga, faktor ekonomi dan status lelaki yang kaya membuat

perempuan mau dinikahi secara poligami. Keempat, adanya percecokan antara

suami-istri, sehingga suami mencari wanita lain. Kelima, karena tidak adanya

keturunan. Keenam, karena faktor pekerjaan.76

74 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 210 75 UUP pada dasarnya menganut asas monogami, namun tetap membolehkan poligami.

Poligami tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, aseperti istri tidak dapat

menjalankan kewajibannya, istri cacat dan tidak dapat melahirkan keturunan. Lihat UU Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 3 dan 4 76 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 221-223

Selain ketiga praktik tersebut –nikah sirri, nikah dini, poligami- masih

banyak praktik-praktik hukum keluarga lainnya yang dilakukan oleh masyarakat,

misalnya praktik perceraian, nikah beda agama, waris, dan lainnya. Hal yang tidak

kalah penting dari praktik hukum tersebut adalah praktik hukum perkawinan adat.

Dalam hal ini adalah tradisi-tradisi perkawinan adat yang masih dipertahankan

oleh beberapa masyarakat adat di Indonesia, baik dari sistem perkawinan maupun

upacara perkawinannya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa di Indonesia masih

memegang erat hukum adat perkawinan, seperti ketentuan-ketentuan yang boleh

dinikahi, sistem eksogami dan endogami, hingga tradisi kawin lari. Tradisi

tersebut ikut mewarnai praktik hukum perkawinan di Indonesia. Dalam

masyarakat Minangkabau,77 misalnya ada larangan kawin sesuku. Selain itu, juga

kewenangan laki-laki dalam sistem kekerabatan di Minangkabau yang merangkap

dua sekaligus. Selain harus menjadi suami yang ideal sebagai urang sumando dan

berkewajiban menjaga martabat kaumnya di rumah anak dan istrinya, ia juga

bertanggungjawab sebagai ninik mamak dari saudara-saudara perempuan, anak-

anak saudara perempuannya dalam satu garis keturunan matrilineal.78

Selain sistem kekerabatan dan perkawinan tersebut, masyarakat

Minangkabau juga masih mempertahankan praktik-praktik upacara perkawinan

adat, semisal tradisi batimbang tando, dan tradisi lainnya. Batimbang tando

77 Lebih jauh penjelasan tentang adat Minangkabau lihat A.A Nafis, Alam Terkembang jadi

Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Press, 1984) ; Rasyid Manggis,

Minangkabau; Sejarah Ringkas dan Adatnya, (Padang: Sridharma, 1971); Mohammad Nasroen,

Dasar Falsafah Adat Minangkabau, (Jakarta: Bulan Bintang, 1957) 78 Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam

Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 125

merupakan pertukaran tanda bahwa kedua keluarga telah menjodohkan anak

kemenakan mereka di suatu waktu kelak. Tradisi ini didahului oleh proses pinang-

meminang yang diprakarsai oleh pihak perempuan. Jika pinangan tersebut

diterima barulah acara batimbang tando dilakukan. Selanjutnya, ketika

perkawinan akan dilaksanakan, maka dicukupilah syaratnya terlebih dulu, seperti

mahar dan panibo. Panibo merupakan beberapa perangkat keperluan pengantin

perempuan yang harus dilengkapi oleh laki-laki. Meskipun demikian, di beberapa

daerah di Minangkabau semisal Pariaman, dikenal uang jemputan yang berupa

uang atau benda lain yang diberikan kerabat perempuan kepada keabat laki-laki.

Setelah itu barulah acara perkawinan dilakukan, mulai dari acara malam baainai

(memerahkan kuku calon pengantin dengan inai), basandiang (mendudukkan para

pengantin di pelaminan agar disaksikan oleh tamu yang hadir), manjalang

(berkunjung, yang merupakan acara puncak di rumah pengantin perempuan),

hingga penjamuan.79

Sistem kekerabatan matrilineal yang dianut Minangkabau, selain

memengaruhi praktik perkawinan, juga memberi pengaruh kepada sistem

kewarisan. Sistem kewarisan Minangkabau lebih mementingkan garis keturunan

Ibu/ perempuan, yang mana harta pusaka diwariskan kepada keturunan

perempuan. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan ketentuan ajaran Islam.

Dalam rangka menyelesaikan persoalan inilah kemudian diadakan Kongres Adat

di Bukittinggi pada tahun 1952. Kongres tersebut menghasilkan pembagian harta

79 A.A Nafis, Alam Terkembang Jadi Guru, hlm. 193-227

menjadi dua yaitu harta pusaka dan harta pencaharian.80 Harta pusaka juga terbagi

dua, yaitu pusaka tinggi dan rendah. Pusaka tinggi inilah yang tidak boleh dibagi

dan hanya digunakan untuk keperluan kaum, sedangkan harta pusaka rendah dan

harta pencaharian dibagi berdasarkan hukum Islam.81

Praktik perkawinan dan waris adat ini juga banyak terjadi dalam masyarakat

adat lainnya. Setiap masyarakat adat memiliki adat tersendiri dan berbeda dengan

adat lainnya. Bahkan, di beberapa daerah Indonesia, dikenal istilah kawin lari

yang mana seorang laki-laki melarikan calon istrinya diadakan perkawinan. Hal

ini misalnya terjadi di Sasak, yang terkenal dengan kawin salarik.82 Masyarakat

Samin, Pati, sebagaimana penelitian Sri Wahyuni juga masih mempertahankan

hukum perkawinan adat. Perkawinan masyarakat Samin berbeda dengan

perkawinan yang telah diatur dalam UUP, seperti tata cara, usia nikah, dan

pencatatan perkawinan. Hal ini menurut Sri karena dasar hukum agam yang

digunakan berbeda, yaitu agama Adam.83

Selain praktik hukum Islam dan adat dalam hubungan rumah tangga

tersebut, masyarakat juga mempraktikan hukum yang dikeluarkan oleh negara.

Hal ini misalnya dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan negara terkait masalah

pencatatan pernikahan, isbat nikah, dispensasi perkawinan, perceraian, dan lain-

lain. Sejak ditetapkannya UUP, maka UU sebelumnay yang mengatur kehidupan

80 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 4 81 Lebih jauh tentang pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam adat Minangkabau lihat

Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau,

(Jakarta: Gunung Agung, 1984) 82 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, (Malang: UIN Malang Press, 2008) 83 Sri Wahyuni, “Tinjauan Historis-Sosiologis Perkawinan Adat Masyarakat Samin di

Beturejo Sukolilo Pati Jawa Tengah,” Al Mazahib, Jurnal perbandingan hukum, Vol.3. No.2,

Desember 2013, hlm. 337.

keluarga dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa negara

mengambil peran yang sangat penting dalam mengatur kehidupan keluarga.

Masyarakat mau tidak mau harus mengikuti peraturan-peraturan yang telah

dikeluarkan oleh negara.

Hukum negara yang terpatri dalam UUP lebih diparktikan masyarakat

dalam ranah administratif saja. Misalnya, ketentuan dari pencatatan perkawinan,

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya sebagian kalangan memandang

hal tersebut sebagai ketentuan administratif, tetapi tidak menentukan keabsahan

perkawinan. Meskipun demikian, masyarakat mengakui pencatatan perkawinan

yang ditetapkan oleh negara sebagai sesuatu yang penting. Begitu juga dengan

ketentuan usia nikah yang ditetapkan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi

laki-laki.84 Masyarakat secara langsung telah mempraktikan ketentuan tersebut,

namun beberapa orang melanggarnya karena beberapa alasan, misalnya karena

hamil sebelum menikah.85 Ketika terjadi persoalan inilah kemudian berlaku

ketentuan dispensasi nikah,86 yang mana Pengadilan memberikan dispensasi

kepada pasangan di bawah umur untuk menikah.

Demikianlah beberapa praktik hukum perkawinan dalam keseharian

masyarakat Indonesia. Dari hal tersebut dapat disimpilkan bahwa praktik hukum

keluarga dalam masyarakat Indonesia lebih banyak bersumber pada hukum Islam

dan adat, sedangkan hukum negara hanya digunakan ketika berhadapan dengan

persoalan administratif. Oleh karena itu praktik hukum negara ini lebih

ditekankan pada praktik di Pengadilan Agama.

84 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 85 Ahmad Tholabi Kahrlie, Hukum Keluarga Indonesia, hlm. 182-215 86 Pasal 7 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Praktik Hukum Perkawinan di Pengadilan

Pengadilan Agama (PA) merupakan lembaga peradilan yang memiliki peran

signifikan dalam menyelesaikan persoalan keluarga di Indonesia. Di PA, dapat

terlihat praktik hukum keluarga yang dijalankan apakah baik atau tidak. Alimin

dan Euis Nurlaelawati mencatat bahwa implementasi hukum keluarga di

Pengadilan belum maksilam. Mereka melihat bahwa terjadi kontestasi wewenang

antara Pengadilan Agama (PA) dan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam

menangani permasalahan keluarga. Kontestasi tersebut misalnya terlihat dalam

kasus perceraian yang merupakan wewenang PA. PA harus mengkoordinasikan

dengan KUA, namun koordinasi tersebut cenderung tidak berjalan dengan baik.

Begitu juga praktik isbat nikah yang merupakan wewenang PA, namun beberapa

KUA membantu pencatatan nikah pasangan yang pernikahannya telah

berlangsung bebeapa waktu lampau.87

Di sisi lain, potret putusan-putusan hakim PA dalam permasalahan keluarga

cenderung beragam. Hal ini disebabkan oleh rujukan hakim dalam memutuskan

perkara tersebut juga berbeda. Ketika hakim merujuk pada KHI dan kitab-kitab

fikih klasik, maka akan sangat kecil kemungkinan putusan PA berpihak pada

perempuan. Hal ini karena baik kitab fikih klasik maupun KHI masih

memosisikan perempuan secara tidak adil. Berdasarkan penelitian yang dikutip

oleh Ahmad Tholabi, eksistensi kitab fikih klasik masih sangat kuat memengaruhi

87 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia:

Peran PA dan KUA dalam Penyelesaian Masalah Hukum Keluarga, (Tangerang Selatan: Orbit

Publishing, 2013), hlm. 133

putusan hakim. Hal tersebut karena hakim masih memegang kuat tradisi yang

melingkupinya.88

Sejalan dengan itu Euis Nurlaelawati, dalam tulisannya tentang kondisi

perempuan Muslim Indonesia di Pengadilan terkait perceraian dan hak asuh anak,

menjelaskan bahwa walaupun perempuan banyak memenangkan kasus perceraian

yang mereka bawa ke Pengadilan, tetapi bukan berarti mereka tidak mengalami

kesulitan. Meskipun ada sejumlah hukum negara yang mengatur hak perempuan,

banyak perempuan yang masih tidak bisa memperoleh hak mereka pasca

perceraian, meliputi persoalan pemeliharaan anak. Dengan kata lain, perempuan

tidak mendapatkan manfaat yang lebih baik setelah perceraian pada praktiknya,

seperti dalam masalah pemeliharaan anak. Hal ini karena dalam memutuskan

kasus pemeliharaan anak, hakim lebih banyak merujuk pada fikih klasik dan

pandangan patriakis dari peran perempuan. Oleh karena itu, meskipun dibatasi

oleh hukum negara, tetapi mereka masih menempatkan prioritas utama dalam

nilai-nilai agama ketika mereka menafsirkan hukum yang berhubungan dengan

pasca perceraian. Hal ini kemudian menghasilkan intoleransi dan diskriminasi

terhadap perempuan.89

Meskipun demikian, dalam beberapa putusannya, hakim mampu

mengeluarkan putusan yang dianggap adil dan diterima masyarakat luas, seperti

putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta No.14/Pdt.G/1994/PTA dan Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Pusat No.339/Pdt.G/1993/PA.JP. Dalam hal ini telah

88 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 312 89 Euis Nurlaelawati, “The Legal Fate of Indonesian Moeslim Woman: Diforce and Child

Custody,” dalam Tim Linsey and Helen Pausacker (Ed), Religion Law, and Intolerance in

Indonesia, (New York : Rowledge, 2016), hlm. 364

berani meninggalkan ketentuan-ketentuan dalam kitab fikih klasik, sehingga

sensitifitas hakim dalam memutus perkara meningkat.90

Putusan hakim PA selain didasarkan pada KHI juga didasarkan pada UUP,

semisal Putusan No.152/Pdt.G/2012/PA.Mks. Menurut Ellida Wirza Desianty,

dalam penelitiannya, pada putusan tentang Fasakh perkawinan karena murtad

tersebut, status anak dari pasangan yang bersengketa adalah sah berdasarkan akta

nikah. Pembagian harta terhadap kedua pasangan yang difasakh nikah tersebut

diatur dalam pasal 36 ayat 1 dan 2 UUP.91 Putusan hakim terkait perceraian

karena murtad ini juga dilihat dalam penelitian Indra Aditama. Indra menjelaskan

bahwa putusan hakim tersebut telaah memenuhi syarat yang ditentukan oleh UUP.

Hakim menjadikan penjelasan pasal 39 ayat 2 UUP jo Pasal 19 huruf F Peraturan

Pemerintah No.9 Tahun 1975 sebagai salah satu alasan perceraian.92 Hal ini

memperlihatkan bahwa hakim juga cenderung merujuk pada hukum negara.

Sejalan dengan hal tersebut, Sulistyowati Irianto dan Antonius Cahyadi

melakukan analisis terhaadap 40 putusan Mahkamah Agung terkaait dengan

kekerasan perempuan. Dasar hukum yang digunakan oleh MA adalah hukum

negara, hukum agama, dan hukum adat. Dari 40 putusan tersebut, terdapat 21

putusan yang didasarkan pada hukum negara, 7 putusan pada hukum agama, dan

12 putusan pada hukum adat. Putusan-putusan tersebut berkaitan dengan sengketa

waris, perceraaian, ingkar janji dalam menikahi, hibah, sengketa tanah, harta

90 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 312 91 Elida Wirza Desianty, “Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Makasar mengenai

Fasakh Perkawinan karena Murtad (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Makasar Nomor

152/Pdt.G/2012/PA.Mks),” skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, 2013 92 Indar Aditama, “Analisis Yuridis terhadap Putusan Hakim mengenai Perkara Perceraian

Akibat Murtad (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 370/Pdt.G/2002/PA.JP Pengadilan Agama

Jakarta Pusat),” tesis, Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2008

gono-gini, pidana, dan putusan lainnya.93 Putusan tentang perempuan tersebut

lebih banyak dalam persoalan rumah tangga. Berkaitan dengan putusan yang

merujuk pada hukum adat, hakim biasanya menyebutkan secara eksplisit bahwa

menurut atau berdasarkan hukum adat masyarakat. Majelis hakim biasanya

berkonsultasi dengan pengadilan setempat yang hidup dalam wilayah hukum adat

tertentu, bahwa hakim juga berkonsultasi dengan lembaga adat masyarakat

setempat. Sulistyowati menemukan 12 putusan yang menggunakan hukum adat,

yaitu mengenai sengketa waris, hibah, ingkar janji nikah, pengakuan anak dan

pidana.94

Dari 40 putusan MA tersebut, ditemukan bahwa ada 19 putusan yang

berpihak pada perempuan dan 21 putusan yang tidak berpihak pada perempuan.95

Hal ini menjelaskan bahwa keberpihakan hakim terhadap perempuan dalam

memutuskan perkara cenderung lebih sedikit. Memang beberapa aspek dari

hukum keluarga Islam di Indonesia masih bias gender dan kurang berpihak pada

perempuan. Di sisi lain, hakim terbatas pada peraturan tersebut dalam memutus

perkara. Melihat kenyataan tersebut, hal yang sangat diperlukan saat ini adalah

peranan hakim dalam penemuan hukum yang lebih aadil, benar, dan diterima oleh

masyarakat luas. Peranan tersebut harus dibangun terus-menerus dengan cara

memberikan maasukan dan pengetahuan baru kepada hakim.96 Sejalan dengan itu,

dalam membangun peran tersebut, hakim harus mampu melakukan interpretasi

93 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 27 94 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 31 95 Sulistyowati dan Irianto Cahyadi, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana: Studi Peradilan

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 32 96 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Perkawinan Indonesia, hlm. 326

mendalam terhadap permasalahan keluarga yang dihadapi dengan melihat lebih

luas konteks sosial yang melingkupi keluarga.

Berdasarkan urain tersebut, dapat dipahami bahwa di PA maupun MA,

praktik hukum keluarga didasarkan pada hukum Islam, negara (UUP) dan hukum

adat. Meskipun demikian, hakimbanyak merujuk pada hukum Islam, seperti KHI

dan kitab fikih klasik. Selain itu, keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh

hakim pun lebih banyak tidak memihak kepada perempuan. Hal ini menjelaskan

bahwa sensitifitas gender hakim di Pengadilan masih rendah.

D. Teori Bimbingan Perkawinan

1. Pengertian Bimbingan Perkawinan

Bimbingan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu “guidance”.

Guidance vearsal dari kata kerja “to guide” yang berarti menunjukkan,

membimbing atau menuntun orang lain menuju jalan yang benar.97 Secara

terminologis pengertian bimbingan banyak yang memberikan definisi. Adapun

endapat para ahli mendefinisikan bimbingan sebagai berikut, antara lain:

Pengertian bimbingan menurut Prianto dan Erman Anti mendefinisikan

bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang

yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja

maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan

dirinya sendiri dan mandiri, dan memanfaatkan kekuatan individu dan saran yang

ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku.98

97 Arifin, Pokok-pokok tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah dan di Luar

Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 18 98 Prianto dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Bersama. PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 99

Stops mendefinisikan bahwa bimbingan suatu proses yang terus menerus

dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuan secara

maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebanar-benanrnya baik dirinya

maupun masyarakat.99

Sedangkan Bimo Walgito berpendapat bimbingan adalah bantuan atau

pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam

menghindari mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar individu atau

sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.100

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

bimbingan adalah suatu proses memberikan bantuan oleh seorang ahli kepada

individu atau kelompok guna untuk mencapai kesejahteraan.

Sedangkan pengertian bimbingan perkawinan menurut Peraturan Direktur

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/542 Tahun 2013 tentang

Pedoman Penyelenggarana Kursus Pranikah, Bimbingan Perkawinan yang semula

disebut kurusus pranikah adalah pemberian bekal pengetahuan, keterampilan, dan

penumbuhan kesadaran pada remaja usia nikah dan calon pengantin tentang

kehidupan rumah tangga dan keluarga. Oleh karena itu bimbingan perkawinan

merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam menjalankan

perkawinannya bisa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat

mencapai hidup di dunia akhirat.

Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan

kematangan kedua calon pasangan nikah dalam menyongsong kehidupan rumah

99 Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1979), hlm. 25 100 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Audi Offset,

1995), hlm. 04

tangga. Perkawinan sebagai peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu.

Banyak sekali harapan untuk kelanggengan suatu perkawinan namun di tengah

perjalanan kandas yang berujung dengan perceraian arena kurangnya kesiapan

kedua belah pihak suami dan istri dalam mengarungi rumah tangga. Agar harapan

membentuk keluarga bahagia dapat terwujud, maka diperlukan pengenalan

terlebih dahulu tentang kehidupan baru yang akan dialaminya nanti.

Sepasang calon suami istri diberi informasi singkat tentang kemungkinan

yang akan terjadi dalam rumah tangga, sehingga pada saatnya nanti dapat

mengantisipasi dengan baik, paling tidak berusaha mewanti-wanti jauh-jauh hari

agar masalah yang timbul di kemudian hari dapat diminimalisir dengan baik.

Untuk itu, bagi remaja usia nikah atau calon pengantin sangat perlu mengikuti

pembekalan singkat dalam bentuk bimbingan perkawinan yang merupakan salah

satu upaya penting dan strategis.

Bimbingan perkawinan menjadi sangat penting bagi calon pengantin untuk

dapat memahami secara substansial terhadap kehidupan rumah tangga dan

keluarga. Pada bimbingan perkawinan ini, calon pengantinakan mendapatkan

pendidikan yang memiliki cakupan luas dan memiliki makna yang sangat strategis

dalam rangka membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beriman dan

bertaqwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu, semua lembaga pemerintahan harus

mewujudkan keinginan bersama dan membantu pemerintah dalam menyiapkan

pasangan keluarga dan sekaligus ikut menghantarkan pasangan keluarga tersebut

kepada keluarga yang diidamkan yaitu keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

2. Landasan Filosofis adanya Bimbingan Perkawinan

Landasan filosofis adanya kursus bagi calon pengantin adalah salah satunya

untuk mnegurangi laju tingginya angka perceraian yang selama ini sangat tinggi,

hal itu dapat dipahami bahwa dengan meningkatkan pengetahuan bagi calon

pengantin akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi dan menjalani

kehidupan berumah tangga. Kita tahu bahwa selama ini angka perceraian dan

KDRT sangat mneingkat tajam. Maka berawal dari permasalahan tersebut

pemerintah menerbitkan Peraturan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/491 Tahun 2009

tentang Kursus Calon Pengantin kemudian aturaan tersebut diperbarui dengan

Peraturan tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah yang diatur dalam

Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor

DJ.II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah.

Perbedaaan penyebutan dalam fase yang ada dalam peraturan tersebut tidak

menjadi permasalahan pokok hanya istilah saja yang berbeda, namun secara

maksud dan tujuan adalah sama yaitu berupaya mengurangi angka perceraian dan

KDRT. Dalam penerapannya yang selama ini berjalan di lapangan kursus calon

pengantin ini cenderung hanya formalitas saja dan kurang efektif. Banyak

kalangan menilai bahwa kewajiban kursus pranikah ini wajib dilalui mempelai

merepotkan bagi orang yang akan menikah, namun sesuai dengan keterangan

Menteri PMK sebagai berikut:

Menteri Korodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)

Muhajir Effendy kursus pranikah yang ia inisiasi sebenarnya tidak wajib

dilakukan pasangan yang akan menikah. Muhajir mengatakan seyogyanya setiap

orang yang mengajukan aplikasi surat nikah akan secara otomatis terdaftar untuk

melakukan pelatihan. Namun, pihak pengelola nantinya akan menilai lebih lanjut

apakah pasangan membutuhkan pelatihan.101

Kalau kita lihat dari filosofis terbitnya peraturan ini adalah untuk

mewujudkan keberadaan keluarga yang harmonis serta sakinah sehingga dapat

menjauhkan dari munculnya keinginan bercerai. Patut diapresiasi langkah

pemerintah dalam membangun keluarga muslim yang ideal yang menurut ajaran

Islam adalah keluarga yang dalam kehidupan rumah tangganya diliputi beberapa

instrumen di antaranya sakinah (ketentraman jiwanya), adanya mawaddah (rasa

cinta), serta terpeliharanya rahmah (kasih sayang). Apabila instrumen tersebut

terwujud dalam keluarga muslim maka dapat mneingkatkan kualitas sumber daya

manusia muslim yang kompeten, karena faktor idealitas keluarga mempengaruhi

kehidupan dalam rumah tangga baik hubungan anak dengan orang tuanya, atau

suami dengan istrinya.102

Dalam membangun rumah tangga seorang calon pengantin harus siap jiwa

dan raganya, siap dalam arti segala sesuatu utnuk melangkah ke depan

membangun keluarga. Dalam Islam nikah merupakan perinntah agama yang

disunahkan melalui Nabi Muhammad SAW. Terbentuknya keluarga yang idela

adalah harapan semua masyarakat khsusunya keluarga Islam, seperti yang tersebut

di atas harus terpenuhinya beberapa instrumen dapat melahirkan keluarga yang

ideal.

3. Materi-materi Bimbingan Perkawinan

101 Muhammad Andri, Implementasi Bimbingan Perkawinan sebagai Bagian dari Upaya

Membangun Keluarga Muslim yang Ideal, jurnal, Adil Indonesia Jurnal, Vol.2, Nomor 2, 2020 102 Muhammad Andri, Implementasi Bimbingan Perkawinan sebagai Bagian dari Upaya

Membangun Keluarga Muslim yang Ideal, jurnal, Adil Indonesia Jurnal, Vol.2, Nomor 2, 2020

Mengenai materi bimbingan perkawinan ini meliputi mempersiapkan

keluaarga sakinah, membangun hubungan dalam keluarga, memenuhi kebutuhan

keluarga, menjaga kesehatan reproduksi, mempersiapkan generasi berkualitas.

Adapun uraian mengenai materi-materi yang telah disebutkan di atas adalah

sebagai berikut:

a. Mempersiapkan keluarga sakinah

Masyarakat Indonesia mempunyai istilah yang beragam terkait dengan

keluarga yang ideal. Ada yang menggunakan istilah keluarga yang sakinah,

keluarga sakinah mawaddah wa rahmah (keluarga samara), keluarga maslahah,

keluarga sejahtera, dan lain-lain. Semua konsep keluarga ideal dengan nama

yang berbeda ini sama-sama mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan bathiniyah

dan lahiriyah dengan baik.103

Tidak terkecuali dalam kehidupan rumah tangga, baik suami, istri, dan

anak-anak dituntut untuk menciptakan kondisi keluarga yang sakinah,

mawaddah, wa rahmah. Untuk menciptakan kondisi demikian, tidak hanya

berada di pundak istri (sebagai ibu rumah tangga) atau suami (sebagai kepala

rumah tangga) semata, tetapi secara bersama-sama berkesinambungan

membangun dan mempertahankan keutuhan pernikahan. Karena pernikahan

dalam Islam tidak semata-mata sebagai kontrak keperdataan biasa, tetapi

memiliki nilai ibadah.104

Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga

martabat dan kehormatan manusia karena itu Islam menolak praktik-prakik

103 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen

Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 12 104 Alifa, 2019, hlm. 51

berkeluarga yang menistakan martabat manusia sebagaimana yang dijalankan

oleh masyarakat Arab Pra Islam. Misalnya menuntu ketaatan mutlak istri,

memperlakukan istri dan anak perempuan seperti budak, termasuk budak

seksual, dan perilakukekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 105

Dalam hal ini sangat diperlukan persiapan untuk mewujudkan keluarga

sakinah. Keluarga sakinah merupakan keluarga yang haarmonis, bahagia dan

sejahtera lahir batin, hidup tenang, tenteram damai penuh kasih sayang.106

Maka dari itu mempersiapkan keluarga sakinah sangatlah penting bagi

calon pengantin karena sebelum mereka memasuki bahtera rumah tangga

mereka harus tahu bagaimana menyikapi atau menciptakan keluarga yang

ideal. Seperti memperkecil fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

dan menekan angka perceraian yang semakin tinggi.

b. Membangun Hubungan dalam Keluarga

Membangun hubungan dalam keluarga adalah mengatur hubungan antara

suami dengan istri, orang tua dan anak dalam rangka membentuk kesatuan

ikatan sosial yang harmonis.107 Sebagaimana perjalanan hidup manusia pada

umumny, kehidupan dalam perkawinan juga senantiasa mengalami perubahan

dan pasang surut. Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena

pasangan suami istri tidak siap menjalani perannya dalam perkawinan. Atau,

sebagian kehidupan rumah tangga beraantakan karena pasangan suami istri

tidak siap dengan berbagai tantangan yang datang silih berganti.

105 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen

Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 1 106 Machfud, hlm. 17 107 Yaljan, 2007, hlm. 149

Agar kehidupan rumah tangga agar tetap sehat, harmonis dan mampu

menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus

ditopang oleh pilar-pilar yang kuat. Ada empat pilar perkawinan yang sehat.

Pasangan calon pengantin haruslah menyadari dan memahami bahwa :

1) Hubungan perkawinan adalah berpasangan (zawaj)

2) Perkawinan adalah perjanjian yang kokoh

3) Perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik

4) Perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah

Keempat pilar ini yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh

antara pasangan suami istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang

sakinah mawaddah wa rahmah.108

Karena di dalam perkawinan tidak lepas dari konflik dan persoalan maka

di dalam bimbingan perkawinan juga diarahkan bagaimana pasangan suami

istri perlu belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan perbedaan di antara

mereka.

c. Memenuhi kebutuhan keluarga

Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sudah tentu ddengan mencari

nafkah, masalah nafkah rumah tangga merupakan hal yang sangat penting.

Karena akan berpengaruh terhadap kekokohan dan kelangsungan rumah

tangga.109 Oleh karena itu, sebelum melangsungkan perkawinan maka salah

satu usaha dari program bimbingan perkawinan ini juga memberikan materi

108 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen

Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 41-42 109 Yaljan, 2007, hlm. 72

mengenai pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pengaturan nafkah dalam

keluarga.

Hal-hal yang harus dimiliki oleh setiap pengantin yaitu bagaimana mereka

pandai mengatur ekonomi dalam keluarganya. Seorang suami adalah

penanggung jawab nafkah keluarga maka suami mengusahakan

ekonomikeluarga dan istri mengatur penggunaannya di rumah. Itulah salahsatu

pembagian tugas yang serasi menurut ajaran Islam.110

d. Menjaga kesehatan reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan

kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan

sistem dan fungsi serta proses dan bukan hanya kondisi yang bebas dari

penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,

mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi,

selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan

masyarakat dan lingkungan.111

Menjaga kesehatan reproduksi dalam keluarga memang hal yang sangat

penting dan harus benar-benar diperhatikan. Materi ini diberikan kepada calon

pengantin ditujukan juga agar mereka mengetahui cara menjaga organ

reproduksi, membahas juga tentang dampak dan fungsi organ reproduksi dan

juga bagaimana mereka bisa mengatur jarak antara anak yang pertama dan

kedua, dan seterusnya.

110 Machfud, 2007, hlm. 182 111 BKKBN 1996

e. Mempersiapkan generasi berkualitas

Generasi berkualitas berarti generasi yang memiliki mutu yangbaik.

Membangun generasi berkualitas perlu dibangun sebelum anak lahir. Ada

banyak aspek yang perlu direncanakan dan dipertimbangkan sebelum memiliki

anak: kesiapan fisik, mental, emosional, ekonomi, dan akibat-akibat yang akan

terjadi setelah memiliki anak. Setiap calon pengantin perlu paham bahwa jika

ada anak, akan ada banyak perubahan dalam kehidupan rumah tangga. Bahkan

perubahan ini akan dimulai sejak istri sudah hamil. Pada umumnya, pasangan

yang sudah benar-benar siap akan berusaha menjaga agar tumbuh kembang

pada anaknya selalu berkualitas dan optimal.112 Upaya pemateri dalam

memberikan kepahaman untuk mempersiapkan generasi berkualitas melalui

program bimbingan perkawinan.

112 Subdid Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen

Bimas Islam Kemenag RI, 2017, hlm. 91-92

BAB III

KELAS PRANIKAH ONLINE

A. Kelas Pranikah Online sebagai Wacana Hukum Islam

Kelas pranikah sebagai wadah belajar bagi pasangan calon suami dan istri

untuk menuju rumah tangga yang bahagia dan kekal. Namun banyak sekali

harapan untuk kelanggengan suatu perkawinan malah di tengah perjalanan

kandas, yang berujung dengan perceraian karena kurangnya kesiapan kedua belah

pihak suami dan istri dalam mengarungi rumah tangga. Dalam proses ini calon

pasangan suami istri diberi informasi singkat tentang kemungkinan yang akan

terjadi dalam rumah tangga.

Kantor Urusan Agama melalui Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian

Perkawinan (BP4) memiliki tugas dalam hal memberikan bimbingan kepada

pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. BP4 ini didirikan pada tanggal 3

Januari 1960, yang diakui bahwa BP4 satu-satunya badan yang berusaha bergerak

di bidang penasehat perkawinan, mengurangi angka perceraian dan meningkatkan

mutu perkawinan. Namun seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

bimbingan perkawinan ini mulai dilakoni oleh pihak lain di luar BP4 seperti akun-

akun instagram yang digiring hanya lewat “sentimen/doktrin keislaman” yaitu

nikah institute dan nikahsyari.com, yang mengusung kelas pranikah online

mereka.

Kelas pranikah online ini, nikah institute dan nikahsyari.com berhasil

menarik perhatian muslim milenial dengan jumlah followers di atas 30 ribu.

Masing-masing akun mencoba menggaungkan tendensi identitas keagamaan

sembari melenggangkan bisnis dengan pola-pola sosialisasi dari masing-masing

akun. Terlepas dari perkembangannya, kelas pranikah online menjadi tempat

terinkripsinya berbagai wacana, salah satunya wacana hukum Islam. Wacana

dalam kajian ini berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang

menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis

tertentu. Dengan kata lain, wacana merupakan kumpulan pernyataan pada suatu

rentang historis tertentu yang siap pakai sebagai sarana untuk memperbincangkan

topik tertentu. Wacana mendefinisikan, dan memproduksi objek pengetahuan.

Oleh karena itu unsur tekstual yang selalu melibatkan bahasa dalam ruang tertutup

dikombinasikan dengan konteks masyarakat yang lebih luas.

Analisis wacana kritis bagi Fairclough merupakan pendekatan yang

berusaha melakukan penyelidikan dan peristiwa, serta struktur-struktur kultural

dan sosial yang lebih luas. Bagaimana praktik, peristiwa dan teks muncul di luar

dan secara ideologis dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan perjuangan atas

kekuasaan dalam melanggengkan kekuasaan dan hegemoni tersebut.113 Wacana

dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep dan pandangan

hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga memengaruhi cara berpikir

dan bertindak tertentu.114 Sebagai wacana, kelas pranikah dapat memengaruhi cara

pikir maupun bertindak seseorang.

Wacana hukum Islam tersebut sangat kentara pada kelas pranikah akun

nikah institute dan nikahsyari.com. Hal ini karena kedua kelas pranikah tersebut

lebih banyak merujuk pada ajaran-ajaran Islam yang termaktub dalam al-Qur’an

113 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysisi: The Critical Study, hlm. 132 114 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001),

hlm. 65

dan Hadis. Ajaran tersebut dimanifestasikan dalam hukum Islam. Hukum Islam

pun masih banyak diperselisihkan oleh beberapa kalangan dalam hal

kemampuannya dalam menanggapi perubahan zaman.

Setiap sumber rujukan tentu menghadirkan wacana yang berbeda. Jika kelas

tersebut merujuk pada hukum Islam klasik, dalam artian fiqh klasik, maka wacana

yang terinkripsi pada kelas pranikah tersebut adalah wacana fiqh klasik.

Sebaliknya, jika merujuk pada hukum Islam kontemporer, maka wacana yang

muncul adalah wacana-wacana kontemporer yang mengedepankan kesetaraan

dalam keluarga. Dari sinilah, dapat dilihat kaitan materi dalam kelas pranikah

tersebut dengan wacana hukum Islam.

Kaitan wacana hukum Islam dengan kelas pranikah online juga harus dilihat

pada konteks sosial diproduksinya materi-materi tersebut. Hal itu karena wacana

merujuk pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dengan

demikian, teks-teks seputar hukum perkawinan pada kelas pranikah diproduksi

berdasarkan konteks sosial dan wacana keagamaan yang sedang berkembang di

Indonesia, khususnya hukum perkawinan.

Kaitan teks dengan wacana keagamaan, sosial, ekonomi dan politik tersebut,

misalnya ditunjukkan jelas oleh Brinkley Messick dalam penelitiannya, The

Calligraphic State: Textual Domination and History in a Muslim Society.115

Messick melihat perubahan-perubahan format penafsiran teks keagamaan

berkaitan erat dengan pergeseran mode-mode produksi dan transformasi sosial,

115 Brinkley Messick, The Calligraphic State: Textual Domination and History in a Muslim

Society, (Princeton: University Press, 1993)

ekonomi, politik masyarakat Muslim. Hal serupa juga bisa dilihat pada produksi

teks materi-materi kelas pranikah online.

Pada kelas panikah tersebut, dapat terlihat wacana hukum Islam apa yang

dikonstruksi dan bagaimana wacana hukum tersebut dikonstruksi. Ketika

konstruksi tersebut diketahui, maka akan terlihat apa yang ada di balik produksi

materi-materi pranikah akun nikah institute dan nikahsyari.com tersebut. Hal itu

karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kelas pranikah turut

membentuk dan menyebarkan wacana hukum Islam. Hukum Islam dikonstruksi

dalam materi-materi kelas pranikah nikah insitute dan nikahsyaari.com, kemudian

materi tersebut mereprsentasikan wacana hukum Islam yang telah dikonstruksi di

dalamnya.

Representasi hukum Islam, khususnya hukum perkawinan pada kelas

pranikah online berkaitan dengan pemahaman pemateri. Hal itu juga bersentuhan

dengan proses produksi teks yang sangat berkaitan dengan pengelola akun, serta

kondisi sosial keagamaan yang sedang berkembang. Representasi tersebut bisa

saja mempertahankan status quo atau memberikan konsep berkeluarga yang baru.

Hal inilah yang ingin dilihat dalam materi-materi yang disuguhkan pemateri

dalam kelas pranikah online pada akun nikah institute dan nikahsyari.com.

B. Fiqh Oriented : Nalar Konservatif dalam Berkeluarga

Pola pikir fiqh oriented sangat dominan dalam masyarakat Islam termasuk

di Indonesia. Teguhnya konservatisme di Indonesia dapat dilihat dari

perkembangan hukum perkawinan dengan banyak kalangan yang menolak

beberapa aspek pembaharuan hukum tersebut. Hal ini menyebabkan hukum

Islam sangat mendominasi materi-materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan. Selain itu, dominasi fikih klasik dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) juga membuktikan bahwa masyarakat Muslim Indonesia belum

lepas dari nalar konservatif tersebut. Bahkan negara lebih cenderung memihak

pada aturan normatif Islam, seperti dalam persoalan judicial review aturan nikah

beda agama yang ditolak Mahkamah Konstitusi.116 Padahal jika dilihat kondisi

masyarakat saat ini sangat diperlukan pembaharuan-pembaharuan hukum agar

tetap relevan.

Merujuk pada argumen Masdar F. Mas’udi, konservatisme fiqh bermula dari

abad ke-3 Hijriyah (ke-9 Masehi) yang ditandai dengan masa kemunduran umat,

bukan karena tidak adanya norma yang dipegang, namun justru karena telah

dibukukannya norma-norma itu. Dikukuhkannya pilar-pilar mazhab dalam

Islam, telah menjadikan umat Islam malas berpikir. Lambat laun mereka

mengalami kemandekan dalam dunia pemikiran. Menurut Masdar, setidaknya

ada dua modus untuk menghindar dari kemungkinan pembaruan. Pertama,

dengan menciptakan mitos seolah-olah keinginan pembaruan ajaran hanya dapat

dipenuhi oleh manusia dengan kualitas keulamaan yang tidak mungkin lagi

dilahirkan di dunia. Kedua, setiap pemikiran ulang dan pembaruan, seringkali

dinilaisebagai jalan sesat yang akan mengganggu stabilitas keagamaan umat

yang sudah mapan.117

116 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014 117 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 1

Pola pikir fiqh sangat dominan dalam masyarakat Islam, tidak terkecuali di

Indonesia. Teguhnya konservatisme di Indonesia dapat dilihat dari

perkembangan hukum keluarga dengan banyak kalangan yang mneolak

beberapa aspek pembaharuan hukum tersebut. Hal ini menyebabkan hukum

Islam sangat mendominasi materi-materi Undang-undang No.1 Tahun 1974

tentang Perkawinan. Selain itu, dominasi fiqh klasik dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) juga membuktikan bahwa masyarakat Muslim Indonesia belum

lepas dari nalar konservatif tersebut.

Pada dasarnya hukum Islam bersifat dinamis fleksibel dan elastis serta

mengikuti dinamika perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan prinsip-

prinsip jihad yang selalu diantisipasi dengan kaidah ushul fiqh dan kaidah-

kaidah fiqhiyyah yang telah dirumuskan oleh para fuqaha sebagai substansi

hukum Islam.118 Namun tatkala hukum itu dirumuskan dengan bahasa yang baku

dan kaku serta dijadikan norma tunggal yang pasti harus diikuti secara paksa,

maka iapun akan merubah menjadi konservatif. Kompilasi Hukum Islam dan

Undang-undang perkawinan merupakan suatu cerminan konservatisme hukum

Islam apabila tidak diimbangi dengan kearifan pemakainya dalam memahami

konteks pemberlakuannya.

Tidak hanya dalam produk hukum, nalar konservatif juga tergambar jelas

dalam kelas pra nikah online pada kelas nikahsyari.com dan nikah institute.

Kelas-kelas tersebut banyak merujuk pada fikih-fikih klasik dalam menjabarkan

persoalan keluarga. Para pemateri mendasarkan rujukannya pada nas-nas

118 Marzuki Wahid dan Rumadi, Fikih Madzhab Negara, (Yogyakarta: Printing Cemerlang,

2011), hlm. 189

kemudian dijelaskan dengan fikih. Materi yang disampaikan oleh Gus Aqib pada

kelas nikah institute, misalnya menjelaskan tentang anjuran menikah, persiapan

sebelum menikah, mahar, walimah, pergaulan suami-istri, nafkah, dan hadhanah.

Dalam membahas persoalan semua ini Gus Aqib berpedoman kepada Kitab

Bulughul Maram.

Hal in dapat dilihat dari penjelasan Gus Aqib terkait anjuran menikah yang

hanya menyampaikan hadis riwayat

Demikianlah beberapa contoh materi yang sangat menekankan Hukum

Islam konservatif dalam pembahasannya. Dari beberapa materi yang ditelisik,

sangat sedikit pemateri yang mengambil rujukan kepada ketentuan-ketentuan

pernikahan dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 (UUP) dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI). Meskipun dalam beberapa persoalan, UUP dan

KHI juga mengandung nalar konseravatif. Hal ini karena mengakar kuatnya

nalar konservatif dalam berkeluarga di tengah kehidupan umat Muslim di

Indonesia.

C. Bias Gender: Marginalisasi Perempuan dalam Rumah Tangga

Isu mengenai hukum Islam selalu berkaitan dengan konsep keagamaan yang

telah dibakukan dalam fikih dan terus dipertahankan dari generasi ke generasi.

Artinya, apa yang sudah dilakukan dan digariskan serta dielaborasi oleh para

ulama terdahulu, terus diikuti dengan kepasrahan dan ketaatan yang nyaris tak

bertepi. 119 Perubahan apapun yang terjadi dalam kehidupan umat Islam, tidak

perlu ada penyesuaian dan pembaruan konsep ajaran. Penyesuaian bukanlah

sesuatu yang dapat terjadi pada rumusan ajaran, tetapi sebaliknya kebutuhan

dalam kehidupan umat yang harus menyesuaikan diri dengan bunyi ajaran. Inilah

“kebenaran abadi” yang selalu dipertegas oleh para ulama dari abad ke abad, yang

terkesan masih kuat sampai hari ini.120

Negara Indonesia yang telah meratifikasi konvensi Internasional yang

dikenal dengan sebutan CEDAW (The Covention on the Elimination of All Forms

of Discrimination Againts Women) sebagai bentuk penolakan terhadap berbagai

bentuk diskriminasi terhadap perempuan, secara tekstual –dalam peraturan

perundang-undangan- terutama pada bidang hukum perkawinan, masih terdapat

pola relasi bias gender. Misalnya, dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) masih terdapat beberaapa

pasal yang problematis mengenai pola relasi laki-laki dan perempuan.121

Hal ini membuktikan bahwa ketika umat Islam masuk dalam tatanan

masyarakat yang patriarkhis vis a vis bias gender, mereka juga mengukuhkannya.

Dengan tidak adanya ketegasan sikap semacaam itu, maka tidak mengherankan,

jika aturan hukum Islam, seperti hukum perkawinan Islam yang terdapat dalam

119 Mochamad Sodik, Sosiologi Pemberdayaan Fiqih: Meneguhkan Perspektif

Interkoneksitas, jurnal Sosiologi Reflektif, Vo.7, No.1, hlm. 1 120 Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermeneutika: Membaca Islam dari Kanada dan

Amerika, Cet. 5 (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2007), hlm. 28 121 Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara, (Yogyakarta: LKIS, 2001), hlm.

155

Kompilasi Hukum Islam juga tidak terbebas dari pengaruh konservatisme

agama.122

Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam

sema masyarakat di sepanjang zaman, terkecuali masyarakat matriarchal yang

jumlahnya relatif sedikit. Perempuan dimarjinalkaan dan dianggap telah rendah

(suboedinasi) dari pada laki-laki, yang kemudian memunculkan doktrin

ketidaksetaraan (bias) gender.

Pada dasarnya Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan

perempuan, karena di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa manusia memiliki

kedudukan yang sama di mata Allah, baik itu laki-laki ataupun perempuan.

Karena adanya pandangan bahwa laki-laki adalah manusia sempurna, maka

munculah istilah gender utnuk menghilangkan anggapan bahwa laki-laki adalah

manusia sempurna, karena pada dasarnya kedudukan laki-laki dan perempuan itu

sama. Namun dalam pembaharuan kedudukan perempuan ini, menimbulkan

banyak hal-hal yang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an

dan al-Sunnah dengan mengatasnamakan kesetaraan gender.

Ketimpangan-ketimpangan gender (gender difference) yang demikian tajam

telah terjaadi melalui proses yaang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan peran

gender dikarenakan banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat,

bahkan dikontruksi secara sosial atau cultural melalui tafsiran ajaran keagamaan

maupun hukum.123

122 Mochamad Sodik, Sosiologi Pemberdayaan Fiqih: Meneguhkan Perspektif

Interkoneksitas, jurnal Sosiologi Reflektif, Vo.7, No.1, hlm. 6-7 123 Faqih M, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2001), hlm. 9

Kesetaraan gender berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam

ukuran yang setara. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara

dlama bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik, bebas memilih profesi,

pendidikan, dan sebagainya. Di dalam relasi keluarga (rumah tangga), harus setara

pula dalam mengadakan perjanjian perkawinan atau mengakhirinya, memiliki hak

dan kewajiban yang sama, mengatur hartanya bersama, dan mengurus anak-

anaknya bersama pula.124

Perbedaan gender (gender difference) yang selanjutnya melahirkan peran

gender (gender role), sebenarnya tidak menjadi sebuah masalah yaang krusial,

sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun,

realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan gender telah melahirkan

berbagai bentuk ketimpangan atau ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan

terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender itu termanifestasikan

dalam berbagai bentuk, seperti marginalisasi, subordinasi, stereotype, violence,

dan double burden, 125 sebagaimana dijelaskaan sebagai berikut:

1. Marginalisasi (proses peminggiran atau pemiskinan ekonomi)

Marginalisasi merupakan proses peminggiran yang mengakibatkan

kemiskinan secara ekonomi bagi perempuan. Ada beberapa mekanisme proses

marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Dilihat dari segi

sumbernya, bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama,

keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Contoh

proses mekanisme marginalisasi oleh kebijakan pemerintah adalah digulirkannya

124 Faqih M, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 65 125 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),

hlm. 12-13

program swasembada pangan, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum

perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. Marginalisasi kaum

perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi juga terjadi dalam rumah

taangga, masyarakat dan bahkan negara. Marginalisasi dalam keluarga terjaadi

dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan.

Marginalisasi ini juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan,

misalnya ada beberapa suku di Indonesia yang tidak memberikan hak waris

kepada kaum perempuan sama sekali.

2. Subordinasi

Subordinasi adalah sikap, anggapan atau tindakan masyarakat yang

menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah (tidak penting) dan

sekedar sebagai pelengkap kepentingan kaum laki-laki. Dalam relasi sosial, kaum

perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikontruksikan secara sosial,

yang selanjutnya termanifestasikan dalam bentuk diskriminasi, seperti dalam

pekerjaan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan

perempuan dianggap tidak cakap dan tidak layak menduduki posisi sebagai

pemimpin. Implikasi dari anggapan ini mengakibaatkan posisi bekerja perempuan

(buruh) menjadi lemah.

Subordinasi terhadap posisi perempuan dalam dunia kerja pada

perkembangan selanjutnya menjadi terstruktur dan sistematik, yang kemudian

dilegalisasikan dalam bentuk berbagai produk regulasi, seperti dalam sistem

rekruitmen, penggajian dan fasilitas kerja lainnya. Dalam relasi di tingkat

keluarga, biasanya anak perempuan juga tidak mendapat akses yang sama dalam

memperoleh hak-hak pendidikan dibanding anak laki-laki. Praktik-praktik seperti

ini sebenarnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.126

3. Stereotype (pelabelan negatif)

Stereotype adalah pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu dengan sikap

atau penilaian negatif. Salah satu jenis stereotype itu adalah yang bersumber dari

pandangan gender. Ketidakadilan geder seringkali bersumber dari stereotype yang

dilekatkan kepada jenis kelamin tertentu, terutama perempuan, misalnya

perempuan bersolek itu adalah dalam rangka memancing perhatian lawan

jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual sellau dikaitkan

dengan stereotype ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami perempuan,

masyarakat malah cenderung menyalahkan korban.127

4. Double Burden (beban ganda)

Adanya anggapan bahwa pekerjaan domestik rumah tangga menjadi

tanggung jawab kaum perempuan, berakibat kaum perempuan harus menanggung

semua beban pekerjaan domestik. Pemberian beban kerja ini dirasakan sangat

berat bagi kaum perempuan, terutama bagi perempuan pekerja.128 Sebab, mereka

selain dituntut mampu menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang di

masyarakat selalu dipersepsikan sebagai kewajiban perempuan mereka juga harus

menunjukkan prestasi kerja yang baik di tempat kerja. Timbullah istilah “beban

ganda” bagi perempuan pekerja. Sebaliknya, bagi laki-laki pekerja, tidak ada

istilah “beban ganda” karena mereka pada umumnya, memang tidak bekerja

126 Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender: Rekonstruksi Teologis, Yuridis dan Sosiologis,

(Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), hlm. 27 127 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),

hlm. 16-17 128 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 21

ganda karena mereka tidak dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah

tangga, sebagaimana perempuan.

5. Violence (kekerasan)

Violence (kekerasan) adalah suatu serangan atau invasi (assault) terhadap

fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadaap sesama

manusia ini dapat berasal dari berbagai sumber, namun terdapat salah satu jenis

kekerasan yang bersumber dari anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan

oleh bias gender ini disebut dengan gender related violence. Praktik kekerasan

tersebut lahir akibat dari pola relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan yang

timpang yang dikonstruksi secara sosial.

Berbagai macam dan bentuk yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan

berbasis gender, menurut Fakih di antaranya adalah: Pertama, bentuk

pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan.

Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga

(domestic violence), termasuk di dalamnya tindakan kekerasan dan penyiksaan

terhadap anak-anak (child abuse). Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada

organ alat kelamin (genital mutilation). Keempat, kekerasan dalam bentuk

pelacuran (prostitution). Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi. Keenam,

kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana

(enfoorced sterilization). Ketujuh, jenis kekerasan terselubung (molestation) yaitu

memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai

cara dan kesempatan tanpa kerelaaan yang bersangkutan. Kedelapan, pelecehan

seksual (sexual and emotional harssment).129

Studi tentang gender bukanlah sekedar upaya untuk memahami pola relasi

antara laki-laki dan perempuan secara terpisah, akan tetapi lebih kepada

bagaimana menempatkan keduanya dalam sistem sosial dimana keduanya

merupakan bagian yang integral di dalamnya.

129 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 17-20

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Knowledge Transformation ke media sosial instagram juga nyatanya

dampak dari pesatnya perkembangan buku-buku sebagai media pengetahuan.

Arifki dalam amatannya menemukan setidaknya terdapat tiga faktor yang

melatarbelakangi itu, pertama perkembangan teknologi dan industri ceetak yang

perkembangan ini juga didorong oleh kepentingan ekonomi. Kedua, perubahan

budaya akibat berubahnya cara mengetahui (mode knowing) dan ketiga, kondisi

manusia yang menjadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri hari ini. Manusia dapat

menentukan apapun yang terbaik secara rasional bagi dirinya.130

Kemudian instagram melalui kelas pranikahnya kini tampaknya menjadi

tempat terinkripsinya berbagai wacana wabilkhusus wacana hukum Islam.

Sebagaimana Faucoult mengamini bahwa wacana tidak hanya dapat dipahami

sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks, tapi lebih dalam ada gagasan

atau konsep. Wacana dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak, sehingga

instagram sebagai wacana dengan transisi dapat memengaruhi cara berpikir

maupun bertindak seseorang.131 Lalu kaitannya dengan paradigma hukum Islam

yang mewarnai kelas pranikah online ini diamati banyak merujuk kepada teks

keagamaan secara tidak holistik yang pada dasarnya hukum Islam pun masih

banyak diwarnai silang pendapat oleh beberaapa kalangan dalam menanggapi

perubahan zaman. Jalur klasik akan berpendirian pada konsevatifnya, pun dengan

130 Arifki Budia Warman, Konservatisme Fikih Keluarga (Kajian Terhadap buku-buku

Populer Rumah tangga Islami), Tesis Magister Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2017, hlm. 49 131 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LklS, 2001),

hlm. 65

modernis yang berupaya mengkontekstualisasikan hukum Islam dengan tuntutan

zaman.

A. Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikahsyari.com

1. Profil Kelas Nikahsyari.com

Nikahsyari.com dengan tagline-nya “Diklat Pra Nikah, dan Manajemen

Rumah Tangga”, ini juga berkonsentrasi di seluruh linimasa media sosialnya

(Facebook, Twitter, Whatsapp, Telegram, Youtube dan Website). Platform ini

cukup memantik minat para remaja usia nikah terbukti dari banyaknya pengikur

dari masing-masing media begitupula dengan jumlah angkatan kelas diklat

pranikahnya. Akun instagramnya tembus 32,8RB pengikut dan sudah

membagikan 711 konten seputar pernikahan,132 mulai dari pranikah, kehidupan

rumah tangga sampai kepada penyelesaian problematika rumah tangga. Pada bio

instagramnya disisipi informasi-informasi seputar mekanisme pendaftaran diklat

kursus pranikah (berbayar) juga link menuju Whatsapp grup dan kanal telegram

(diakses gratis). Platform ini juga tidak hanya sekedar menyediakan program

pendidikan dan pelatihan pernikahan secara daring, tetapi juga menyediakan jasa-

jasa pembuatan undangan pernikahan digital.

Akun nikahsyaari.com ini juga menyediakan Diklat atau kursus pranikah

yang dikemas dengan modul belajar dengan narasumber adalah pihak yang

kompeten dan profesional membawakan materi pernikahan. Proses pendaftaran

dalam nikahsyari.com yaitu peserta awalnya diminta untuk mengisi biodata

melalui website, dilanjutkan dengan memilih kelas yang terdiri dari paket

132 Dilihat pada tanggal 2 Oktober 2021, pukul 14.26 WIB

premiun, silver, dan gold, setelah itu membayar biaya kelas dengan rentang Rp.

0,- sampai dengan Rp. 150.000. Platform ini juga kadang menggunakan strategi

marketing di bulan-bulan hijriah, dengan memberi potongan dan promo, semisal

promo Muharam, dan sejenisnya.

Platform ini dinaungi oleh BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan

Pelestarian Perkawinan) KUA, sehingga mamiliki legitimasi untuk mengeluarkan

bukti sertiifkat fisik bagi peserta dengan akses gold, mengingat telah mengantongi

akreditasi dari Kementrian Agama,133 di mana Kemenag sebagai regulator,

pembina, dan pengawas dalam kontestasi kursus pra nikah. Secara aplikatif,

sertifikat fisik tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu syarat pendaftaran nikah

di KUA manapun oleh para anggota diklat.

Proses belajar dalam diklat nikahsyari.com yaitu peserta akan diberikan

akses ke website materi pembelajaran, disediakan lebih dari 3 modul, 9 bab

makalah, 74 video yang setiap materi tersebut telah disesuaikan selayaknya

peserta belajar tatap muka, dengan narasumber yang kompeten di bidangnya,

yaitu Ustadz Taufik Zulfahmi, MA sebagai konsultan pernikahan dan rumah

tangga, dalam kesehariannya Taufik Zulfahmi merupakan narasumber kajian

rumah tangga di TVRI dan RRI, konsultan keluarga dan penghulu nikah dari

KUA, dan pembina nikahsyari.com. Selain itu juga ada narasumber dalam hal

pemecahan masalah rumah tangga, Syahreza, ST, M.M, juga merupakan pembina

dan konsultan nikahsyari.com.

2. Modul Pernikahan yang Dibahas pada Kelas Nikahsyari.com

133 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/542 Tahun 2013

tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah.

Pada bagian ini penulis akan mengkategorikan modul pernikahan dari kelas

pranikah online nikahsyari.com. Setidaknya ada tiga pengelompokan secara

umum, pertama materi sebelum menikah, kedua materi saat menikah, ketiga

materi setelah menikah (berkeluarga).

a. Materi sebelum Menikah

1) Memilih Jodoh

Persoalan jodoh memang persoalan yang sangat erat kaitannya dengan

menikah. Sebelum menikah, hal yang pertama terpikirkan oleh seseorang adalah

“siapakah jodohku?”. Jodoh seperti apa yang akan diterima? Bagi orang yang

sudah seharusnya menikah di usianya, tentu pertanyaannya adalah bagaimana cara

mendapatkan jodoh dan kapan jodohnya datang? Hal inilah yang kemudian

dimanfaatkan oleh pengelola untuk menyampaikan segala persoalan tentang

jodoh, mulai dari penentuan dan pencarian jodoh, proses perjodohan hingga cara-

cara mendapatkan jodoh. Meskipun jodoh di tangan Tuhan, namun perlu dicari.

Agar mendapatkan jodoh yang terbaik, seseorang harus mengusahakannya, baik

dengan amalan-amalan maupun dengan cara yang baik lainnya. Materi-materi

yang meliputi tentang cara dan usaha untuk mendapatkan jodoh meliputi bertaubat

dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.134

2) Anjuran Menikah

Setelah menetapkan hati teerhadap jodoh untuk dinikahi, maka

dilangsungkan pernikahan. Meskipun demikian, tidak jarang seseorang ragu-ragu

untuk melangsungkan pernikahan tersebut. Dorongan, motivasi, dan anjuran

134 Modul 1 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-2

untuk melaksanakan nikah dirasa sangat diperlukan. Materi anjuran menikah

tersebut mengangkat wacana bahwa pernikahan harus dilakukan, karena selain

merupakan sunnah Nabi, menikah juga dapat mengembalikan semangat

kepemudaan, menikah untuk memperoleh keturunan, masuk surga, dan tidak

menikah karena memanfaatkan waktu untuk beribadah adalah menyelisihi sunnah

Nabi.135

Materi-materi tersebut seakan mengesampingkan tantangan-tantangan bagi

sebuah rumah tangga, seperti masalah ekonomi. Padahal, selain modal kasih

sayang, modal ekonomi sangat menentukan keberlangsungan rumah tangga di era

kontemporer ini.

3) Memilih Pasangan

Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam pernikahan aadalah perkara

yang sangat diperhatikan dalam syari’at Islam. Menikah berarti mengikat

seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan

seumur hidup. Sehingga ketika seseorang akan menikah maka harus berhati-hati

dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup. Sangat disayangkan hal

ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslim. Sebagian mereka

terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga

mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikaan

bagimana keadaan agamanya. Sebagian lagi menikah untuk memupuk kekayaan.

Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan

hartanya, yang terbaik tentunya apa yang dianjurkan syari’at, berhati-hati, teliti,

135 Modul 1 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 3-11

dan penuh perimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang

anjuraan-anjuran agama dalam memilih pasangan.

Wacana dalam memilih pasangan ini di antaranya adalah taat kepada Allah

dan Rasul-Nya, Al-Kafa’ah (sekufu), menyenangkan jika dipandang, subur

(mampu menghasilkan keturunan). Sedangkan untuk wanita dalam memilih calon

suami yang harus diperhatikan yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk

memberi nafkah. Bagi laki-laki dalam memilih calon istri yang memiliki kriteria

bersedia taat kepada suami, menjaga auratnya dan tidak memamerkan

kecantikannya kecuali kepad suaminya, gadis lebih diutamakan dari janda, dan

nasabnya baik.136

4) Persiapan dan Mengenal Ta’aruf

Kehidupan rumah tangga tidak perlu dijalani dengan tergesa-gesaa. Hal

tersebut perlu dipersiapkan dengan matang, sebab tanpa persiapan kehidupan

rumah tangga rawan berantakan. Oleh karena itu, persiapan-persiapan pernikahan

merupakan sebuah keniscayaan yaitu mengenal pasangan dengan proses ta’aruf,

nadzar, kemudian khitbah.137

Ta’aruf merupakan saling berkenalan, bertukar biodata, sedangkan nadzar

adalah melihat calon pasangan. Khitbah atau pinangan adalah proses yang harus

diallui oleh calon pengantin sebelum menikah, yang mana pihak laki-laki

meminang pihak perempuan untuk dijadikannya pendamping hidup.

5) Mahar dan Perwalian

136 Modul 1 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-11 137 Modul 1 Bab III Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-3

Istri mempunyai hak-hak tertentu terhadap suaminya setelah

dilaksanakannya akad nikah yang benar. Sebagian hak ada yang ebrsifat materi

dan sebagian lainnya bersifat non materi. Di antara hal-hak yang bersifat material

adalah mahar atau shadaq. Mahar adalah pemberian suami kepada istri saat akad

nikah dilangsungkan. Islam mensyariatkan agar suami memberikan mahar kepada

istrinya. Hal ini sebagai pernghormatan kepada istri dan untuk menyenangkan

hatinya. Wacana yang dibahas dalam hal ini adalah hak-hak istri yang harus

dipenuhi, hikmah disyariatkannya mahar, hukum menyebutkan mahar saat akad

nikah, hukum mahar dalam akad nikah, dan batas maksimal dan minimum

mahar.138

b. Materi saat Menikah

Hal ini hanya membahas mengenai persoalan seputar akad nikah. Akad

nikah adalah pernyataan akad atau ijab qabul antara seorang lelaki dengan wali

seorang wanita untuk membangun ikatan keluarga sesuai cara yang ditetapkan

syariat. Dalam menilai akad nikah sah dengan cara terpenuhinya rukun dan syarat

pernikahan, di antaranya wali, saksi minimal 2 orang, mempelai laki-laki dan

perempuan, mahar, ijab dan qabul. Wacana yang dibahas dalam materi ini yaitu

pengertian akad nikah, akad nikah dan ijab qabul, syarat-syarat terlaksannya akad

nikah, dan cara mengumumkan resepsi akad nikah.139

c. Materi setelah Menikah

Kategori materi ini tentang kehidupan setelah menikah atau saat

berkeluarga, pada dasarnya berbicara persoalan rumah tangga dan segala isinya

138 Modul 2 Bab I Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-14 139 Modul 2 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-8

yang mencakup peran suami, istri dan anak. Materi tersebut dapat dibagi menjadi

beberapa tema, antara lain membangun rumah tangga ideal, nasehat untuk suami

istri, dan membina hubungan silaturahim.

1) Membangun rumah tangga ideal

Pada pembahasan ini pemateri lebih menonjolkan jargon keluarga sakinah,

dalam mewujudkan keluarga sakinah teks tersebut cenderung menawarkan tips-

tips, kiat-kiat, dan pedoman atau tuntunan bagi setiap anggota keluarga dalam

menjalani kehidupan keluarga, baik suami/istri, maupun anak. Pembahasan ini

dimulai dengan etika malam pengantin dan pergaulan suami istri, hak istri yang

wajib dipenuhi suami, dan hak suami yang wajib dipenuhi istri.140

Teks-teks yang berbicara tentang hak istri lebih banyak daripada suami,

seperti hak-hak suami yang harus dipenuhi istri terdiri dari 8 poin (A-H),141

sedangkan hak istri yang harus dipenuhi oleh suami hanya dibahas dalam 4 poin

saja.142 Hal ini setidaknya menjelaskan bahwa banyak hal yang mesti diperhatikan

oleh istri dalam mengarungi rumah tangga bersama suami. Selain itu juga

memperlihatkan bahwa peran perempuan lebih banyak daripada laki-laki, baik

sebagai istri maupun sebagai ibu rumah tangga. Hal inilah yang terlihat pada teks-

teks tentang istri dan dosa-dosa istri, sikap durhaka dan akibatnya.

Dalam membangun rumah tangga, pasti ada rintangan dan halangan.

Tantangan tersebut mesti dihadapi dengan baik agar kehidupan rumah tangga

berjalan dengan baik pula. Tantangan tersebut mulai dari persoalan relasi suami

istri, masalah ekonomi, dan lain sebagainya. Jika ketiga hal di atas berjalan

140 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 1-19 141 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 12-20 142 Modul 3 Bab II Diklat Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 6-12

dengan baik maka keluarga sakinah yang diimpikan semua umat muslim akan

terwujud dengan mudah.

2) Nasehat untuk suami istri

Wacana mengenai nasehat untuk suami dan istri ini masih bertujuan untuk

membina rumah tangga yang sakinah. Agar rumah tangga menjadi rumah tangga

yang sakinah, maka yang dilakukan adalah, pertama suami dan istri harus sama-

sama dalam menjaga ketakwaan kepada Allah SWT saat bersama atau saat

sendiri-sendiri. Kedua, menegakkan ketaatan dan menjaga syariat Allah dalam

keluarga, karena setiap kepala rumah tangga wajib menjaga diri dalam

keluarganya dari api neraka, menjaga batas-batas syari’at dan menjauhkan

perbuatan syirik dan bid’ah.

Nasehat yang ketiga adalah melaksanakan kewajiban syariat dan meminta

tolong kepada Allah karena dasar kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dengan

mentauhidkan Allah, shalat lima waktu, lantas mengerjakan sunnah-sunnah Nabi

SAW. Keempat, suami dan istri harus berlomba-lomba dalam beramal saleh,

melakukan kebajikan yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan

dengan ikhlas. Kelima, menegakkan shalat sunnah terutama shalat malam,

perbanyak zikir kepada Allah. Keenam, suami istri berinstropeksi diri, saling

menasehati, menolong, memaafkan serta mendoakan. Ketujuh, banyak bersedekah

atau berinfaq. Kedelapan, jahuilah dosa dan maksiat karena dapat merusak hati,

akal, tubuh, dan rumah tangga.

3) Membina hubungan silaturahim

Wacana ini lebih membahas tentang, pertama kewajiban anak kepada orang

tua setelah menikah. Meskipun telah berkeluarga, anak tetap wajib brbakti kepada

kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah

berkeluarga. Kedua, anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan

durhaka kepada keduanya. Ketiga, keutamaan berbakti kepada orang tua dan

pahalanya.143

3. Wacana Hukum Perkawinan pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram

Nikahsyari.com

Kategorisasi yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya

membuktikan bahwa banyak materi perkawinan yang diangkat dalam kelas

pranikah online akun Nikahsyari.com, mulai dari memilih jodoh hingga membina

hubungan silaturahim pasca menikah. Tentu saja dalam materi tersebut

terkandung hukum perkawinan yang tergambar jelas dari materi-materi

perkawinan tersebut. Oleh karena itu pembahasan ini menjelaskan wacana-wacana

yang dihadirkan dalam materi kelas pranikah online Nikahsyari.com khususnya

wacana hukum perkawinan Islam. Supaya lebih fokus, maka penulis mencoba

menjelaskan berdasarkan tema pada materi-materi pada poin sebelumnya.

a. Memilih Jodoh

Hal ini merupakan tahap awal yang mesti dilakukan oleh setiap orang yang

sudah ingin menikah, di mana sebelum memilih jodoh sebagai hamba Allah yang

tidak duluput dari perbuatan salah dan dosa, maka dianjurkan untuk bertaubat. Hal

tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai pemberi jodoh,

143 Modul 3 Bab III, Modul Pranikah nikahsyari.com, hlm. 29-34

karena jodoh merupakan cerminan diri maka kita harus mendekatkan diri terlebih

dahulu kepada sang Pemilik Jodoh yaitu Allah SWT. Selain itu kita juga

menghendaki jodoh untuk seumur hidup, maka tentu kita meminta kepada Allah

diberikan jodoh yang terbaik, sehingga jodoh merupakan cerminan diri. Jika kita

baik dan mendekatkan diri kepada Allah, maka In syaallah jodoh kita juga orang

yang selalu berbuat baik dan dekat dengan Allah SWT. Sehingga bertaubat

sebelum menemukan jodoh adalah cara supaya Allah semakin mendekatkan diri

dengan jodoh kita.

Semua orang yang pernah berbuat dosa, punya kesempatan untuk

mendapatkan ampunan ketika bertaubat kepada Allah. Apapun bentuk dosanya,

sebesar apapun kualitas dosaanya, dalam hal ini pemateri merujuk kepada firman

Allah:

➔ ⧫➔⧫ ⧫

❑➔◆ ◼⧫ →

❑◆⬧ ◆❑▪

⧫ ❑

➔⬧ ◆❑➔

❑→⧫ ▪

Atinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas

terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat

Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.

Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Pemateri memaksudkan bahwa dosa di sini adalah dosa zina, sehingga ada

beberapa tahapan yang bisa dilakukan dalam bertaubat dari dosa zina:144

144 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 2-3

1) Menyesali dengan sunguh-sungguh terhadap kesalahan yang dilakukan

karena penyesalan adalah hakikat dari taubat. Penyesalan bisa dilakukan

ketika seseorang merasa sudah bertindak sangat bodoh, dengan

kemaksiatan yang dia lakukan.

2) Meninggalkan dosa zina dan semua pemicu zina

3) Bertekad untuk tidaak mengulangi dosa zina

4) Dekatkan diri dengan banyak beribadah kepada Allah SWT

5) Carilah lingkungan yang baik, yang bisa membimbing untuk menjadi

muslim yang baik. Karena lingkungan bisa menjadi pengaruh terbesar

bagi kehidupan seseorang.

b. Anjuran Menikah

Mengenai anjuran menikah, pengelola kelas membangun narasi

menggunakan dalil :145

❑⬧◆ ☺⧫

⧫✓⬧◆

⧫ →⧫◆

❑❑⧫ ◆⧫⬧➔

⬧ ◆

◆ ⧫

Artinya: dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan

orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang

lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin

Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas

(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

145 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4

Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan bahwa nikah adalah sarana untuk

memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah,

seperti zina, liwath (homoseksual) dan lainnya. Dilanjutkan dengan narasi bahwa

Nabi SAW menganjurkan kita menikah untuk mencari keturunan.146

Kelas pranikah nikahsyari.com ini luput dari akibat-akibat yang ditimbulkan

dari opini yang digiringnya, penting untuk dicermati bahwa anjuran menikah ini

harus serangkap menilai kelayakan seseorang untuk menikah, katakanlah pada

kesehatan reproduksi, melakukan hubungan seksual kemudian hamil dan

melahirkan. Bagi sebagian orang usia muda meenjadi usia paling rentan terjadinya

keguguran, itu artinya angka kematian janin, bahkan ibu sangat mungkin

terjadi.147 Belum lagi berdampak pada kesiapan psikologis, sudah tentu

mengganggu psikis seseorang yang belum siap menerima kewajiban dan

tanggungjawab lebih sebagai seorang suami dan istri atau ibu.

Padahal dalam hadis yang menjadi dasar hukum perkawinan tentang anjuran

menikah juga diperjelas bahwa, ....dan siapa yang belum mampu maka dianjurkan

berpuasa, karena itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan

itu lebih baik baginya. Hadis ini lebih ramah terhadap dilema narasi di atas

sebelumnya mengatakan bahwa menikah adalah sarana satu-satunya agar

terhindar dari zina.

Akibat lainnya yang luput dari perhatian pengelola akun adalah nikah muda,

yang tidak selaras dengan aturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia.

Undang-undang Perkawinan mengatur secara jelas batas usia minimal untuk

146 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4 147 Yuspa Hnum dan Tukiman, Dampak Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Alat

Reproduksi Wanita, Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, Vo.13, Desember 2015, hlm. 36-43

menikah, dan batasan tersebut bukan tanpa sebab, salah satunya menjadi upaya

preventif dari akibat-akibat pernikahan muda yang telah meluas sebelumnya.

Ditambah harus mendapatkan persetujuan dengan mengajukan permohonan

dispensasi nikah ke Pengadilan Agama terlebih dahulu yang tentunya melewati

proses persidangan.

Argumentasi lainnya yang dibangun lewat kata “menikahlah, rezki Allah

yang jamin”,148 lewat argumen ini adanya dorongan, motivasi dan anjuran untuk

melaksanakan nikah. Sehingga, terkesan mengesampingan tantangan-tantangan

bagi sebuah rumah tangga. Argumen tersebut rasanya perlu untuk diimbangi

dengan adanya penalaran terhadap konteks serangkap dengan dinamikanya.

Mengingat selain modal kasih sayang dan menjalankan ibadah, ilmu dan finansial

adalah bekal mutlak yang sangat menentukan keutuhan rumah tangga.

c. Memilih Pasangan

Mengenai memilih pasangan dianjurkan yang sesuai dengan tuntunan

syariat, semisal istri yang harus subur atau tidak mandul.149 Narasi yang

dibangunpun tidak sedikit menggunakan diksi-diksi yang menyudutkan salah satu

pihak, didukung dengan telaah dalil-dalil yang dijadikan dasar tidak

komprehensif. Sebagaimana pengelola akun mengutip Hadis riwayat Abu Daud

dari Ma’qil bin Yasar ra, ia menuturkan:”Seseorang datang kepada Nabi SAW

lalu mengatakan:’Aku mendaapatkan seorang wanita (dalam riwayat lai

disebutkan memiliki kedudukan dan kecantikan), tetapi ia tidak dapat melahirkan

anak, apakah aku boleh menikahinya? Beliau menjawab: ‘Tidak. Kemudian dia

148 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 4 149 Modul 1 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 5

datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian

dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda:”Nikahilah

wanita yang berbelas kasihlagi banyak anak, karenaa aku akan membangga-

banggakan kalian kepada umat-umat yang lain.” (H.R Abu Dawud No.2050)

Sangat disayangkan pengelola kelas pranikah nikahsyari.com mendasarkan

hadis yang seakan-akan perempuan yang baik untuk dinikahi adalah yang mudah

memiliki keturunan. Hadis ini juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang melarang

menikahi seorang perempuan mandul, karen Rasulullah menginginkan umat yang

banyak, maka dari itu laki-laki dianjurkan untuk menikahi perempuan yang subur

dan penyayang. Robiatul dalam studi ma’anil hadisnya terkait hadis-hadis anjuran

meenikahi wanita produktif ini menyatakan bahwa wajar hadis ini berkonotasi

seperti itu, karena kontekstual hadis diturunkan posisi perempuan adalah objek

pasif dan mayoritas laki-laki adalah aktif dalam ranah publik.150

Penting untuk menjadi perhatian bahwa perempuan yang tidak bisa

memiliki keturunan sama sekali tidak berkurang kemanusiaannya sebagai

perempuan untuk dinikahi. Perempuan yang “diuji” dengan ketidaksuburannya

mutlak progresif Tuhan. Selain itu, mengapa laki-laki tidak disyaratkan juga untuk

subur? Bisa jadi belum memiliki keturunan ini dapat disebabkan oleh hormonal

laki-laki, karena tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran anak dalam perkawinan

tidak bisa lepas dari kedua belah pihak. Pandangan-pandangan resiprokal

semacam ini yang perlu dihadirkan oleh kelas-kelas pranikah ini yang berniat

mengedukasi netizen milenial sehingga citra Islam yang ramah terhadap laki-laki

150 Robiatul Wahida, Anjuran Menikahi Wanita Produktif Dalam Sunan An-Nasa’i,

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2018

dan perempuan dapat terealisasikan. Kemudian kendati meneladani pernikahan

Rasulullah yang dijadikan pertimbangan, terekam jelas bahwa hadis ini cukup

kontroversi antara realitas dan idealisnya. Karena Rasulullah menikahi perempuan

yang lebih tua dan sebahagian besar istri Rasulullah adalah janda yang tidak dapat

melahirkan anak. Namun, beliau tidak mempermasalahkan kesuburan-kesuburan

istri-istrinya, yang penting adalah bagaimana jalan terbaik untuk tetap menjaga

keutuhan rumah tangga dalam situasi apapun.

d. Persiapan dan mengenal ta’aruf

Sebelum akad nikah dilangsungkan, hal yang dilalui oleh setiap calon

pengantin adalah ta’aruf, nadzar, dan khitbah. Selama proses ta’aruf kedua calon

pasangan tidak ada hubungan kemahraman, karena belum ada ikatan yang

menghalalkan. Sehingga berlaku aturan laki-laki dan wanita yang bukan mahram,

seperti tidak boleh berdua-duaan, saling bercengkrama, dan sebagainya. Ta’aruf

dilakukan karena memang ada niat untuk menikahi, bukan memberi harapan palsu

atau ingin mengoleksi pacar semata.

Selama proses ta’aruf juga dibolehkan melihat calon pasangan, dengan

tujuan tidak ada penyesalan di masa depan, dan memastikan bahwa menikah

karena alasan saling mencintai. Dalam hal nadzar ini terdapat perbedaan pendapat

mengenai batasan anggota tubuh yang boleh dilihatkan ketika nadzar:151

1) Hanfiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan sebagian Hambali sepakat bahwa

bagian anggota tubuh yang boleh dinadzar ketika lelaki melamar adalah

wajah dan telapak tangan (termasuk punggungnya), sampai ke

151 Modul 1 Bab 3 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 8

pergelangan. Wajah untuk menilai kecantikan, sementara telapak tangan

untuk menilai kesuburan badan.

2) Sementara Hanafiyah dalam sebagian riwayat membolehkan melihat kaki,

karena kaki dalam mazhab Hanafiyah bukan aurat.

3) Hambali membolehkan melihat bagian yang biasa nampak, seperti kepala

(tanpa jilbab) leher, atau kaki.

Ketika kedua pasangan calon suami istri sudah mantap untuk melanjutkan

ke pernikahan, maka tahapan berikutnya adalah khitbah atau lamaran, di mana

pihak laki-laki menyatakan kesungguhannya untuk menikahi perempuan yang

sudah dikenalnya dengan baik.

Berdasarkan pemaparan pada wacana ta’aruf, nadzar dan khitbah dalam

kelas pranikah online nikahsyari.com ini sudah ramah terhadap perempuan, tidak

terdapaat unsur diskriminasi hak perempuan oleh laki-laki, sehingga pihak

perempuan tidak dirugikan dengan naarasi yang dibangun oleh pengelola kelas

atau pemateri.

e. Mahar

Narasi yang dijelaskan mengenai mahar adalah mengenai keutamaaan

perempuan yang baik untuk dinikahi adalah perempuan yang memudahkan

maharnya.152 Argumentasi ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan dalam

Sunan Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal. Hadis tersebut menyebutkan bahwa di

antarasalah sat perintah Nabi SAW kepada perempuan adalah “sebaik-baik mahar

adalah yang paling mudah” diperjelas lagi dengan “termasuk berkahnya seorang

152 Modul 2 Bab 1 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 8-9

wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya) yang mudah maharnya, dan yang

memiliki keturunan”. Kemudian akhir argumen ditutup dengan manfaat

perempuan yang memudahkan mahar, pertama mengikuti sunnah Nabi, kedua

memudahkan laki-laki untk menikah dan ketiga, mudahnya mahar akan

menyebabkaan cinta dan langgengnya kasih sayang.

Wacana ini dibangun untuk mendikte para pengikut kelas bahwa perempuan

yang baik adalah ia yang memudahkan maharnya sebagaimana ideologi yang

memproduksi wacana tersebut. Uraian ini dirasa penting untuk

mempertimbangkan konteks hari ini. Mahar terkadang hanya dianggap sebagai

sebuah formalitas dan simbolik ketika dalam memenuhi persyaratan perkawinan.

Akibatnya orientasi mahar leebih bersifat konsumtif, ekonomis bahkan estetis

semata tanpa melirik orientasi produktif pada sisi lainnya yang lebih jauh. Nur

Hadi dalam risetnya yang menelusuri ulang ‘illat dari dalil mahar menggunakan

penalaran ta’lili ini dapat dijadikan sebagai refleksi pertimbangan bahwa

sesungguhnya mahar daalam perkawinan Islam berorientasi produktif. Karena jika

diprediksi lebih jauh mahar semacam ini yang tentu lebih menjamin madaniyyah

atau membangun peradaban manusia.

Sekiranya pengelola kelas akan menyertakan manfaat atas anjuran

memudahkan mahar tersebut merupakan mengikuti sunnah Nabi, rasanya perlu

untuk ditelisik lebih dalam lagi terkait rekam jejak mahar pada masa Rasulullah,

pun mahar-mahar yang digunakan Nabi saat menikahi istrinya. Sehingga akan

kentara bahwa value dari mahar bukan hanya sekedar “mudah” taapi juga

produktif dan berdaya nilai dan guna.

f. Akad Nikah

Akad nikah adalah pernyataan akad atau ijab qabul antara seorang lelaki

dengan wali seorang wanita untuk membangun ikatan keluarga sesuai cara yang

ditetapkan syari’at. Dalam hal ini pengelola kelas memaparkan bahwa: pertama,

pernikahan harus meminta persetujuan wanita terlebih dahulu, kedua rukun dan

syarat pernikahan harus terpenuhi yaitu wali, lafaz ijab qabul, saksi minimal 2

orang, mahar, dan kedua mempelai yang saling ridha untuk menikah.

Mengenai akad nikah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi ataau

dikenal dengan istilah nikah sirri, pengelola kelas berpandangan bahwa pasangan

yang menikah secara sirri, maka kedua suami istri tersebut wajib dipisah dan

wajib bagi suami melakukan iddah dengan tetap berhak mendapatkan mahar,

setelah masa iddah habis dan laki-laki tersebut masih punya keinginan untuk

menikahi wanita tersebut maka boleh menikah lagi dan harus menyebarkan dan

mengembangkan akad nikah.153

Narasi di atas tidak memiliki alasan yang jelas oleh pengelola dan tidak

mencantumkan referensi yang digunakan. Padahal selama pernikahan mereka

memenuhi rukun dan syarat nikah secara syari’at, maka tidak ada alasan untuk

mengatakan bahwa pernikahan mereka tidak sah. Sehingga tidak ada kewajiban

untuk keduanya berpisah ranjang dan menjalani iddah. Berbeda jika pernikahan

yang mereka lakukan tidak memenuhi rukun dan syarat pernikahan secara

syari’at, seperti tanpa wali yang sah, maka bisa dikatakan mereka telah bermaksiat

153 Modul 2 Bab 2 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 6

karena pernikahannya bathil. Sayangnya, pengelola akun tidak menyebutkan

nikah sirri yang seperti apa yang diwajibkan untuk dipisah dan melalui iddah.

g. Membangun Rumah Tangga Ideal

Materi dari kelas pra nikah online nikahsyari.com dalam kajian ini mengulas

persoalan rumah tangga yang berbicara soal peran suami istri. Wacana yang di

konstruksi oleh pengelola akun cenderung menjurus kepada paradigma patriarkis.

Perempuan sering digiring sebagai objek yang dibatasi ruang dan geraknya dan

berbagai pelaknatan bagi perempuan dengan mendasarkan nya kepada teks teks

keagamaan. Melalui materi ini pengelola menggiring wacana perempuan yang tak

ada atau sholihah adalah perempuan yang tinggal di rumah, patuh pada suami dan

aktivitasnya seputar domestikasi. Seperti:

"Istri yang dilaknat adalah apabila seorang suami mengajak istrinya ke

tempat tidur untuk jima' atau bersetubuh dan istrinya menolak (sehingga

suaminya murka), maka istri akan dilaknat oleh malaikat hingga waktu subuh.”

Dalam hal ini, sudah terlihat jelas kelas ini memproduksi sebuah wacana

patriarkis dengan menyudutkan perempuan atau istri. Melalui hadits yang

menyebutkan bahwa istri akan di laknat ketika tidak memenuhi keinginan

suaminya untuk berjima' (bersetubuh). Narasi semacam ini merupakan pola

pemahaman hadis secara misoginis yang tidak menghadirkan pemartabatan

perempuan yang tidak lain untuk mengatur gerak tubuh perempuan, perilaku ini

mendikte segala tingkah laku perempuan untuk sesuai dengan realitas yang

sebenarnya yang diyakini oleh ideologi pengelola atau pembuat wacana. Alhasil

perempuan sebagai kelompok sub ordinat yang hanya bertugas melayani suami.

Padahal menilai etis dalam berelasi suami istri juga tidak kalah penting untuk

diungkap dalam narasi, yang dari nilai tersebut akan turut mengajar berpikir

secara komprehensif dengan mempertimbangkan tradisi, budaya dan sosial

kultural yang ada dengan pendekatan yang ramah, egaliter san humanis terhadap

perempuan.

Hadits yang dijadikan rujukan pengelola kelas peran nikah tersebut

memiliki 14 sanad yang tercantum dalam beberapa kitab, di antaranya shahih

Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Musnad Ahmad dan Sunan Ad

Darimi dan sudah dipastikan tergolong hadits shahih. Namun kesahihan hadis

tidak mutlak diinterpretasi serampangan, Imam Nawawi dalam kitab

Riyadushalihinya mengatakan, "sesungguhnya wajib baginya (istri) untuk

memenuhi kebutuhan sang suami apabila ia suami memintanya untuk berjima

kecuali apabila ada udzur syar'i misalnya sakit, hingga sang istri tidak dapat

menggauli suaminya, atau apabila ada unsur lain yang menghalanginya untuk

datang ke tempat tidur (berjima). Maka hal ini tidak menjadi persoalan. Namun

jika tidak ada udzur syar'i maka wajib bagi istri untuk mendatangi suaminya dan

memenuhi permintaannya."

Pencatutan hadist atau ayat yang pakai pengelola secara literal ini

mendeskripsikan adanya keragaman bentuk materi tafsir dalam sosial media.

Setidaknya ada tiga ragam tafsir sosial media dalam amatan Fadli Lukman,

pertama tekstual, kontekstual, ketiga tafsir ilmi.154 Dan pada dataran kajian

154 Fadhil Lukman, Tafsir Sosial Media di Indonesia, Nun Vol.2, Nomor.2, hlm. 122

wacana ini, dilihat jelas bahwa pengelolaan kelas cenderung mengagungkan tafsir

tekstualnya dalam membangun narasi.

Padahal melirik lebih ke depan terhadap hadis yang sama, yang dijadikan

rujukan pengelolaan kelas, ada sebuah interpretasi hadis yang ramah terhadap

suami dan istri terkait hubungan seks ini. Adalah konseptual qiraah mubadalah

yang digagas oleh Faqihudin. Abdul Qodir. Faqihuddin menegaskan bahwa

pemahaman atas hadis tersebut tidak berhenti pada istri sebagai pemuas nafsu

saja, sementara tidak ada peran yang harus juga dikendalikan oleh suami untuk

kepuasan kebutuhan seks (atau yang lain) istri. Kentara adanya ketimpangan relasi

suami istri di dalamnya, qiraah mubadalah. sebagai sebuah konsep kesalingan,

teori ini membaca hadis tersebut dengan memberikan pemahaman bahwa aktivitas

seks menjadi bagian yang menyenangkan bagi kedua belah pihak yang lebih jauh

akan mampu memperkuat ikatan pernikahan bukan sebaliknya.155

Setidaknya ada dua bentuk pembacaan hadis tersebut dengan menggunakan

teori mubadalah, pertama, kata da'a dalam hadis tersebut yang artinya memohon

dan mengajak ini dimaknai sebagai sikap suami dalam mengekspresikan

permintaannya kepada istri dengan cara yang baik, tanpa paksaan apalagi

kekerasan. Dalam hal ini juga suami harus pandai memahami istri,

mengkondisikan keadaan istri agar permintaannya dituruti dengan senang hati.

Dalam riwayat yang sama, Nabi menganalogikan aktivitas seks suami istri ini

berupa "sedekah yang berpahala" yang mengingat adab dalam bersedekah penuh

dengan perkataan yang baik, lembut dan menyenangkan. Sama halnya dengan

155 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender

dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 384

aktivitas seks antara suami istri.156 Kedua, hadits ini dipandang metode

mubadalah pemaknaannya berlaku bagi perempuan sebagai subjek utama, di mana

laki-laki juga dituntut memuaskan kebutuhan seks istri, dan bisa dilaknat ketika

menolaknya. Sebab muara dari teks ini adalah memuaskan kebutuhan seks

pasangan, yaitu suami terhadap istri dan istri terhadap suami.157

Poinnya adalah, ketika pemaknaan literal teks hadis tersebut menuntut istri

untuk melayani kebutuhan dan fantasi seks suami, makna resiprokal (mubadalah)

hadits ini juga menuntut suami untuk melakukan hal yang sama. Lebih jauh lagi

jika istri dituntut untuk memperhatikan kebutuhan seksual suami, suami juga

harus turut empati terhadap istri yang bisa jadi kondisinya sedang lelah dan tidak

mood, emosional menjelang menstruasi atau beberapa kondisi lain yang memang

menuntut pemakluman lainnya.

h. Nasehat untuk Suami Istri

Ketika jenjang pernikahan sudah dilewati, maka suami dan istri saling

memahami kewajiban dan haknya agar tercapai keseimbangan dan keserasian

dalam membina rumah tangga, sehingga membentuk keluarga yang harmonis.

Istri memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh suaminya baik hak yang bersifat

material dan nonmaterial, sedangkan yang bersifat materiil adalah berupa mahar

yang sudah dibahas sebelumnya. Sedangkan hak hak istri atas suami yang bersifat

nonmaterial sebagai berikut:

1) Bergaul dengan istri secara baik

156 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender

dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 385 157 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender

dalam Islam, (Yogyakarta: IRCISod, 2019), hlm. 386

Perilaku dan tingkah laku yang baik merupakan cerminan dari seluruh

hak-hak wanita yang harus dipenuhi oleh suami karena yang lainnya hanyalah

penjabaran dari hal ini. Yang dimaksud dengan bergaul secara baik adalah

bersikap baik dalam pergaulan dan kehidupan rumah tangga melindungi istri

dari bahaya dan tidak boleh mengabaikan hak-haknya serta menempatkan wajah

ceria cerah dan gembira. Hendaknya suami menyayangi istri dan tidak

menyakitinya serta menahan tangannya meskipun pada diri istri terdapat

kekurangan asal tidak bertentangan dengan syariat Allah swt.

2) Hendaknya sang suami mengajari istrinya tentang masalah-masalah

agama dan membantu istri dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.

Suami harus mengajari istri pada saat tidak mengerti, mengingatkan istri

pada saat lalai, dan membantu istri dalam beribadah. Yang penting menanamkan

nilai aqidah secara benar dan merealisasikan makna ibadah dan cerminan akhlak

pada diri istri.

Termasuk dalam hal itu suami mencegah istrinya dari melakukan sikap

buruk dan akhlak tidak terpuji yang bertentangan dengan syariat, seperti tidak

menutup aurat dan setiap perilaku yang akan merusak agama dan keimanan sang

istri. Sang suami harus memiliki rasa cemburu dan selalu menjaga kehormatan

dan harga diri istrinya.

3) Hendaknya suami menjaga kesucian dan kehormatan diri istri dengan

memenuhi kebutuhan biologisnya.

Karena wanita memiliki keinginan alami selayaknya suami memenuhinya,

dengan demikian istri dapat memelihara kemaluannya dari sesuatu yang

diharamkan agama sebagai bukti dari sikap mempergauli istri secara baik.

Karena besarnya perhatian syariat dalam menjaga kesucian dan kehormatan diri

wanita maka bila suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi istrinya, agama

memberi batas tertentu massa sumpah tersebut, jika suami tidak menarik

kembali sumpah itu maka sepasang suami istri harus dipisah.

4) Nafkah

Nafkah adalah diantara hak istri yang harus dipenuhi oleh suami yang

mencakup nafkah makanan pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan keadaan dan

kemampuan suami, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

.... ⬧ ◆ ◼⧫ ⬧

☺ ⬧◆

➔ ...

Artinya:.... Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut... (Q.S Al-Baqarah: 233)

Al-hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata, wajib bagi

seorang ayah memberi nafkah kepada ibu-ibu anak-anak serta memberi mereka

pakaian secara ma'ruf yaitu sesuai kebiasaan yang dianggap mereka (kaum istri)

tanpa berlebihan atau terlalu bakhil bahkan sesuai dengan kemampuan suami.

Selanjutnya dalam masalah ini juga dijelaskan mengenai hak suami yang

wajib dipenuhi istri terdiri dari 8 poin yaitu:

1) Istri wajib taat kepada suaminya

Setelah wali atau orangtua sang istri menyerahkan kepada suaminya

maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi

setelah kewajiban taat kepada Allah dan rasulnya.

2) Istri diperintahkan tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga dengan

baik.

3) Istri harus berhias diri selalu tersenyum dan tidak bermuka masam di

hadapan suami.

4) Istri tidak boleh mengungkit harta diberikan kepada suaminya dan

keluarganya.

5) Seorang istri tidak boleh menyakiti suami, baik dengan ucapan maupun

perbuatan.

6) Istri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami.

7) Istri harus pandai menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga.

8) Istri harus bersungguh-sungguh dalam menjaga keberlangsungan rumah

tangga.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa hak-hak suami dan istri dalam rumah

tangga lebih didominasi oleh hak suami dari istrinya. Namun yang menarik adalah

ketika seorang istri dituntut untuk tidak boleh mengungkit harta yang diberikan

suami kepada keluarganya, tidak sebaliknya di mana suami "seperti" dibolehkan

untuk menyebut pemberian istri kepada keluarganya. Selain itu istri harus pandai

menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga tetapi ketika membahas hak-hak

istri tidak ada perintah bagi suami untuk menjaga rahasia istri. Selanjutnya istri

juga dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam menjaga keberlangsungan rumah

tangga yang seharusnya hal ini ini lebih ditekankan kepada kewajiban suami yang

menjadi hak istri karena pemimpin dalam rumah tangga adalah suami maka suami

lah yang harus mengusahakan rumah tangganya kekal dan sakinah. Pengelola

akun sepertinya luput akan realitas saat ini di mana para istri lebih dominan dalam

menggugat cerai suami ke pengadilan agama tentu hal ini didasarkan kepada

suami yang mulai lalai dalam menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga.

Masih dalam wacana hak seorang istri di mana disebutkan bahwa istri

tempatnya adalah di dalam rumah. Pengelola kelas dirasa kurang memperhatikan

standar kemaslahatan perempuan yang keluar rumah. Hadis yang dipakai juga

tidak tanggung-tanggung dengan narasi atau interpretasi misoginis "sesungguhnya

perempuan itu aurat, jika dia keluar rumah maka setan akan menyambutnya.

Keadaan perempuan yang dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di

dalam rumah." Narasi semacam ini sudah sangat melanggeng, mirisnya anggapan

ini disertai menyalahkan dan mendiskreditkan perempuan seakan-akan semua

kesalahan itu bersumber dari perempuan.

i. Membina hubungan silaturahim

Dalam hal ini ini dijelaskan bagaimana hubungan antara orang tua dan anak

yang telah menikah, pertama dijelaskan mengenai kewajiban anak terhadap orang

tua pasca menikah, anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan

durhaka kepada keduanya, juga dipaparkan mengenai keutamaan berbakti kepada

orang tua dan pahalanya.

1) Kewajiban anak terhadap orang tua pasca menikah

Meskipun telah berkeluarga, anak tetap wajib berbakti kepada kedua

orangtuanya. Kewajiban ini ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga

atau menikah. Sebagaimana yang kita pahami bahwa dalam menggapai ridho

Allah SWT adalah berbakti kepada kedua orang tua yang merupakan salah satu

masalah penting dalam Islam. Di dalam Alquran setelah memerintahkan manusia

untuk bertauhid, Allah SWT memerintahkan untuk berbakti kepada orangtuanya.

2) Anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan durhaka

kepada keduanya.

Berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan

kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan

kepada keduanya disebut dengan Ihsan. Menurut Ibnu Athiyah kita juga wajib

mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, dan harus mengikuti apa apa yang

diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak

melanggar batasan-batasan Allah subhanahu wa ta'ala). Anak tidak boleh berkata

dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati orang tuanya, menggertak,

mencaci-maki, memukul, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturahim,

atau tidak memberi nafkah kepada kedua orangtuanya yang miskin.

3) Keutamaan berbakti kepada orang tua dan pahalanya

Hal ini dijelaskan oleh pengelola bahwa keutamaan berbakti kepada orang

tua dan pahalanya dapat dirinci sebagai berikut:158

a) Merupakan amal yang paling utama berdasarkan hadis nabi shallallahu

alaihi wasallam bahwa bahwa berbakti kepada kedua orang tua merupakan

yang paling utama setelah mendirikan salat di awal waktu.

b) Ridha Allah tergantung kepada Ridha orang tua, hal ini ini sesuai dengan

hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash bahwa

158 Modul 3 Bab 3 Kelas Pranikah Nikahsyari.com, hlm. 30-33

Rasulullah bersabda, ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua

dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.

c) Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang

dialami. Hal tersebut dilakukan dengan cara bertawasul dengan amal saleh

tersebut. Hal ini didasarkan kepada hadis riwayat dari Ibnu Umar

radhiallahu anha mengenai kisah 3 orang yang terjebak dalam gua, dan

salah seorang nya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Sehingga mereka selamat keluar dari gua tersebut put.

Berdasarkan wacana mengenai membina hubungan silaturahim, hal ini tidak

ada mengandung bias gender karena antara suami dan istri tidak ada perbedaan

terhadap berbakti pada orang tuanya masing-masing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kelas pranikah online

kelas Nikahsyari.com semuanya representasi fiqh klasik, namun tidak semua

materi mengandung bias gender. Lima dari delapan materi mengandung bias

gender yaitu wacana mengenai anjuran menikah, memilih pasangan, mahar,

membangun rumah tangga ideal, dan nasehat untuk suami istri. Sedangkan untuk

wacana yang tidak berpihak kepada laki-laki dalam artian tidak menyudutkan

salah satu gender, yaitu mengenai memilih jodoh, persiapan dan mengenal ta’aruf,

dan membina hubungan silaturahim.

B. Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikah Institute

1. Profil Kelas Nikah Institute

Akun instagram dengan memakai tendensi keagamaan lainnya adalah

@nikahinstitute, akun ini juga menyajikan edukasi seputar pernikahan dan

dilengkapi dengan parenting. Akun dengan jumlan pengikut 44,7 ribu ini diamati

tidak hanya sekedar media edukasi murni, tapi juga komoditi, yaitu menulis dan

menerbitkan buku, “Pahami Sebelum Sesali”. Tidak hanya itu akun ini juga

memiliki akun khusus untuk curhat masalah rumah tangga yaitu

@fiqihpernikahan melalui 264 postingannya.

Akun nikahinstitute bertagline “The First Marriage Preparation Course”

sudah memiliki 320 postingan tentang ilmu-ilmu pernikahan per 12 Oktober 2021.

Posting-postingan dari akun ini juga menyertakan caption yang memantik

simpatisan pengikutnya untuk mengikuti kelas pra nikah yang ditawarkan. Sama

dengan akun sebelumnya, nikahinstitute juga mencantumkan link kelas pranikah

nya pada bio instagram yang langsung terhubung dengan grup whatsapp maupun

telegram.

Proses perndaftaran dalam kelas pranikah nikahinstitute ini melalui link

yang disematkan pada bio akun instagram, sehingga ketika meng-klik link pada

akun langsung menuju pengisian data diri anggota termasuk kelas yang ingin

diikuti. Kemudian membayar biaya kelas sesuai dengan kelas yang dipilih, dengan

kisaran Rp. 285.000 sampai Rp. 345.000 per hari. Setelah pembayaran selesai,

calon peserta akan digabungkan pada kelas belajar di telegram, di sana akan

diberikan informasi mengenai jam belajar dan proses belajar setiap hari selama 1

bulan. Selain belajar melalui telegram, kelas pranikah pada nikahinstitute juga

melalui zoom 1 kali dalam seminggu.

Narasumber pada kelas nikahinstitute adalah mereka yang kompeten dan

profesional membawakan materi pernikahan, yaitu H. M aqib Malik dan Habib

Ahmad Syauqi Bafagih. H. M. Aqib Malik atau biasa disapa dengan panggilan

Gus Aqib memiliki latar belakang pendidikan di antaranya, pascasarjana Ilmu

Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alumni esantren Fathul Ulum Kediri,

alumni pesantren Futuhiyah Demak, alumni pesantren Ma;hadut Tholabah Tegal,

dan alumni Kahfi Public Speaking & Motivator School Jakarta. Gus Aqib dalam

kesehariannya merupakan owner Al Maliki Center yang bergerak pada bidang

pelatihan dan pemberdayaan untuk kebaikan bersama. Narasumber kedua adalah

Habib Ahmad Syauqi Bafagih merupakan alumni pesantren Darussa’ adag Al-

Islamy Gubugklakah Poncokusumo Malang, alumni pesantren Daar Al-Mustofa

Tarim Hadramut Yaman, dan alumni pesantren Daar Al-Mustofa Assunniyah

Lumajang, yang dalam kesehariannya Habib Bafagih seorang pengasuh Pondok

Pesantren dan Majlis Ta’lim Daar Al-Faqih Pasuruan.

2. Modul Pernikahan yang Dibahas pada Nikah Institute

Pada bagian ini penulis akan mengkategorikan materi pernikahan dari kelas

pranikah online nikah institute. Sama halnya dengan materi pada kelas

nikahsyari.com yaitu, pertama materi sebelum menikah, kedua materi saat

menikah, ketiga materi setelah menikah (berkeluarga).

a. Materi sebelum Menikah

Materi-materi yang dapat digolongkan pada materi sebelum menikah ini, di

antaranya adalah:

1) Anjuran Menikah

Pada kesempatan ini, pemateri menyebutkan hadis tentang anjuran menikah

bagi pemuda yang mampu karena menikah mampu menundukkan pandangan dan

syahwat umat Islam. Kemudian juga dijelaskan bahwa umat Islam yang tidak mau

menikah padahal sudah mampu, maka dia bukan golongan dari Nabi Muhammad

SAW. Hanya saja jika ada umat Islam yang belum atau tidak menikah, juga tidak

boleh langsung dicap bukan dari umat Nabi Muhammad SAW.159

2) Memilih Pasangan

Menikah merupakan keinginan semua orang, dan semua orang

menginginkan pernikahan yang langgeng dan kekal seumur hidup. Sehingga

memilih pasangan menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan agar kesenangan

dan ketenangan dalam rumah tangga tercipta. Dalam hal ini disampaikan beberapa

materi terkait dalam memilih pasangan yaitu, pertama harus memperhatikan

agamanya dibandingkan keturunan, kecantikan, dan harta. Kedua, perempuan

berhak memilih calon suaminya.160

3) Peminangan

Peminangan merupakan proses sebelum menikah yang harus dilalui setiap

calon pengantin, di mana pihak laki-laki meminang pihak perempuan untk

menjadi istri. Dalam hal ini pemateri lebih membahas kepada proses peminangan

dan cara meminang. Selain itu juga dijelaskan larangan meminang perempuan

yang sudah dipinang orang lain, juga membahas mengenai kebolehan melihat

calon istri apabila dibolehkan, dan perintah mengumumkan nikah dan

menyembunyikan lamaran/ khitbah.161

b. Materi saat Menikah

159 Habib Ahmad Syauqi Bafaqih, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute pada

tanggal 16 April 2021 160 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 24 April 2021 161 Ibid

Hal selanjutnya yang dibahas dalam kelas pranikah nikah institute mengenai

materi saat pernikahan dilangsungkan dapat dibagi menjadi:

1) Mahar

Pemabahasan mengenai mahar dimulai dari hakikat mahar dalam

pernikahan, kemudian jugaa dijelaskan macam-macam mahar dalam riwayat

Hadis Nabi. Mahar yang pernah diberikan Nabi kepada istri-istri beliau, dan juga

sahabat Nabi yang memberikan mahar apa saja kepada istri-istri mereka.

2) Walimah

Pelaksanaan walimah merupakan merupakan makanan yang dibuat untuk

acara pernikahan, sehingga walimah ini setelah acara akad nikah selesai. Walimah

bertujuan untuk mengumumkan pernikahan yang telah dilakukan, dengan tujuan

agar semua masyarakat mengetahui kalau antara pasangan tersebut sudah sah,

sehingga tidak ada fitnah lagi jika mereka pergi berdua-duaaan. Di samping itu

mengadakan walimah adalah sunnah, juga bentuk rasa syukur pengantin karena

telah melengkapi separuh agama nya.

Berdasarkan penjelasan dari pemateri bahwa dalam mengadakan walimah,

kita tidak boleh memilih-milih orang yang akan diundang, daan bagi yang

diundang hukum menghadiri walimah adalah wajib, kecuali ada alasan syar’i.

Selanjutnya juga dibahas mengenai walimah yang baik sesuai dengan sunnah

Nabi.162

c. Materi setelah Menikah

162 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 23 April 2021

Kategori materi setelah menikah, pada dasarnya berbicara persoalan

pergaulan suami istri (adab-adab dalam rumah tangga), nafkah, dan hadanah. Hal

ini dapat dibagi menjadi beberapa sub bagian:

1) Pergaulan antara Suami dan Istri

Dalam hal membangun keluarga, materi-materi ini lebih menonjolkan

jargon-jargon keluarga sakinah, bahagia, impian, ideal, dan sebagainya. Dalam

mewujudkan keluarga yang bahagia , pemateri cenderung menawarkan tips-tips,

kiat-kiat, dan pedoman atau tuntunan bagi setiap anggota keluarga, yaitu suami

dan istri. Hal ini dimulai dengan mempergauli istri dengan baik, begitupun

sebaliknya dalam berhubungan intim, kapan istri tidak boleh digauli dan

bagaimana adab selama menggauli istri.163

Selanjutnya juga dibahas mengenai hal-hal buruk yang biasa terjadi dalam

pernikahan, ditambah dengan bagaimana solusi dari masalah yang dihadapi dari

pasangan suami istri agar rumah tangga tetap langgeng.164 Setidaknya itulah hal

yang tergambar dalam kelasa pranikah Nikah Institute mengenai permasalahan

keluarga dan solusinya. Solusi yang diberikan lebih kepada bagaimana

manajemen rumah tangga.

2) Nafkah

Nafkah merupakan pemberian wajib suami kepada istri karena hubungan

perkawinan. Selama pernikahan, suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya

secara ma’ruf, yaitu sesuai yang patut dengan kebiasaan di tempat tinggal suami

dan istri. Selain itu, suami dan istri juga harus pandai dalam memanajemen

163 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 27 April 2021 164 Habib Ahmad, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 9 Mei 2021

keuangan keluarga agar tidak timbul perselisihan karena uang. Tidak bisa

dipungkiri bahwasanya masalah ekonomi adalah hal utama penyebab perempuan

menggugat cerai suami ke Pengadilan. Namun, suami juga harus bisa mendidik

dan mengatur istri agar istri tidak menjadi boros dalam urusan keuangan.165

3) Hadanah

Memiliki anak merupakan keinginan setiap pasangan suami istri yang baru

menikah. Setelah memiliki anak maka banyak hal yang harus diperhatikan

terhadap kebutuhan dan hak anak, agar anak tidak terlantar. Dalam hal ini yang

sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan anak baik itu moril maupun

materil adalah ayahnya.166

3. Wacana Hukum Perkawinan pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram

Nikah Institute

Sama halnya dengan kelas Nikahsyari.com, pada kelas Nikah Institute juga

banyak materi perkawinan yang diangkat dalam kelas pranikah ini, mulai dari

anjuran menikah hingga hadanah. Tentu saja dalam materi tersebut terkandung

hukum perkawinan yang tergambar jelas dari materi-materi perkawinan. Oleh

karena itu pembahasan ini menjelaskan wacana-wacana yang dihadirkan dalam

materi kelas pranikah online Nikah Institute khususnya wacana hukum

perkawinan Islam. Supaya lebih fokus, maka penulis mencoba menjelaskan

berdasarkan tema pada materi-materi pada poin sebelumnya.

a. Anjuran Menikah

165 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 2 Mei 2021 166 Habib Ahmad, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 9 Mei 2021

Pemateri menjelaskan pada bagian ini tentang keutamaan menikah.

Tentunya pembahasan ini lebih menekankan sisi positif menikah, meskipun pada

realitasnya menikah perlu pertimbangan yang serius. Disamping menjelaskan

tentang dalil Alquran dan hadis yang menganjurkan untuk menikah pemateri juga

menyebutkan bahwa ukuran kemampuan seseorang untuk menikah bukan dilihat

hanya dari segi dewasa saja, tetapi juga dilihat dari materi atau finansial dan juga

kematangan emosional dan psikis. Selain itu ia juga menjelaskan tentang cara

menjaga cinta agar tetap bersemi, seperti mendoakan dan menyayangi suami atau

istri

b. Memilih Pasangan

Memilih pasangan yang yang dijadikan untuk sebagai calon istri maupun

suami merujuk kepada hadis nabi SAW, dimana dijelaskan bahwa dianjurkan

dalam memilih pasangan untuk mempertimbangkan dari segi harta, keturunan,

kecantikan, dan agama. Namun agama merupakan hal utama menjadi

pertimbangan dalam memilih pasangan karena Harta, keturunan, dan kecantikan

dapat mencelakai keharmonisan dalam rumah tangga. Selain itu pemateri juga

mengedepankan hadits yang yang memerintahkan kepada wali bahwa perempuan

juga berhak memilih calon suaminya. Hari ini menggambarkan bahwa Islam

sangat menghargai perempuan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam memilih

pasangan pengelola kelas nikah institute tidak mengandung bias gender.

c. Peminangan

Dalam hal peminangan, dijelaskan bahwa peminangan ini dari pihak laki-

laki kepada wali perempuan, di mana perempuan tersebut tidak sedang dalam

masa iddah daan tidak pula dalam pinangan orang lain. Karena Rasulullah telah

melarang meminang di atas pinangan orang lain. Hal ini dirujuk oleh pemateri

pada Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.

Selain itu juga disampaikan oleh pemateri yang lain, bahwasanya

peminangan atau khitbah dibolehkan untuk melihat tubuh perempuan yang

dilamar, yaitu bagian yang biasa terlihat saat shalat, yaitu muka dan telapak

tangan. Selama lamaran, pihak laki-laki dan perempuan tidak boleh berdua-duaan,

karena yang menghalalkan mereka adalah ijab dan qabul, sedangkan khitbah

hanya sebuah pernyataan kesungguhan untuk menikah, dan tidak ada dampak

hukum yang ditimbulkan. Wacana peminangan ini tidak terlihat adanya unsur bias

gender, hanya saja masih berpedoman pada fiqh klasik, tanpa melihat dari hukum

positif Indonesia saat ini.

d. Mahar

Dalam hal ini pengelola menggiring hadits dari uqbah bin Amir bahwa

sebaik-baik "mahar adalah yang ringan dan mudah". Narasi ini dikhawatirkan men

stimulan pengikut kelas untuk menikahi wanita yang dicintainya dengan mahar

yang mudah.

Pada dasarnya, kuantitas serta kualitas memang lah bukan penentu standar

kebahagiaan. Namun ketika perempuan menerima mahar yang istimewa terlebih

berdaya nilai produktif maka perempuan akan merasa mendapatkan bukti dan

cinta yang seutuhnya. Saat itu pulalah cinta dan kasih sayang akan tumbuh dan

bersemi dalam keluarga, selaras dengan tujuan perkawinan yang berporos kepada

sakinah mawaddah dan rahmah dapat terealisasikan titik mengingat pemaknaan

mahar ketika dikaitkan dengan tujuan perkawinan yang diatur hukum positif dan

hukum Islam dapat dijadikan ukuran seorang suami mampu menafkahi istri dan

anak-anaknya nanti lahir dan batin. Sebagaimana pendapat dari syarawi, Al jauzi,

serta al-mawardi yang memaknai mahar adalah pemberian yang wajib dan

menjadi langkah awal dari sebuah integritas kewajiban suami dalam berumah

tangga. Sederhananya, mahar merupakan lambang kemampuan suami dalam

menjalani kehidupan rumah tangga lahir dan batin.

e. Walimah

Walimah adalah makanan yang dibuat untuk upacara pernikahan, dan

melaksanakannya adalah sunah. Walimah bertujuan untuk mengumumkan

pernikahan yang telah dilakukan, dengan tujuan agar semua masyarakat

mengetahui kalau antara pasangan tersebut sudah sah, sehingga tidak ada fitnah

lagi jika mereka pergi berdua-duaaan. Di samping itu mengadakan walimah

adalah sunnah, juga bentuk rasa syukur pengantin karena telah melengkapi

separuh agama nya.

Berdasarkan penjelasan dari pemateri bahwa dalam mengadakan walimah,

kita tidak boleh memilih-milih orang yang akan diundang, daan bagi yang

diundang hukum menghadiri walimah adalah wajib, kecuali ada alasan syar’i.

Selanjutnya juga dibahas mengenai walimah yang baik sesuai dengan sunnah

Nabi.167 Sehingga wacana ini tidak mengandung unsur bias gender.

f. Pergaulan Suami dan Istri

167 Gus Aqib, disampaikan pada kelas pranikah Nikah Institute tanggal 23 April 2021

Diskriminasi terhadap perempuan banyak terlihat pada ada materi pergaulan

antara suami dan istri tersebut. Di sana disebutkan bahwa suami wajib

membimbing istri, kata membimbing yang dilekatkan bagi istri mengindikasikan

bahwa istri merupakan seseorang yang lemah dan perlu dibimbing dan diarahkan

oleh suami. Sedangkan kewajiban istri adalah mendampingi suaminya. Kata

"mendampingi" bagi suami mengindikasikan bahwa suami tidak perlu diarahkan

atau dibimbing oleh istri, namun hanya perlu ditemani dan didampingi dalam

menjalani kehidupan rumah tangga.

Selain itu itu istri hanya berperan dalam wilayah domestik, seperti dalam

mengatur ekonomi keluarga, ia harus bersyukur dengan nafkah dari suami, hidup

sederhana, menjaga harta keluarga, dan peran lainnya, seperti menata rumah.

Padahal jika istri mampu mencari nafkah diluar, maka peran tersebut hanya

harusnya lebih fleksibel. Adapun peran suami dalam rumah tangga lebih

ditekankan pada pemberian nafkah serta memimpin istri. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa suami memiliki kekuasaan yang lebih daripada istri

dalam rumah tangga.

g. Nafkah

Sejatinya kebutuhan rumah tangga memang menjadi tanggung jawab

seorang suami, namun pengelola kelas sepertinya lupa dengan keadaan sekarang

ini di mana kalau istri sudah banyak yang ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangga. Jika terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan rumah tangga oleh

suami maka istri dituntut untuk bersabar. Sehingga hal ini pengelola kelas luput

menarik kenyataan terkait makna kebutuhan yang perlu diperhatikan dalam relasi

berumah tangga. Terkesan mempersempit makna yang seharusnya mampu untuk

memberikan banyak opsi atas berbagai kondisi yang lebih terkini, kondisi hari ini

seakan sengaja dihindari oleh pengelola kelas ini. Sehingga mereka membangun

kembali wacana klise ketika problematika itu hadir, dengan kata "bersabarlah".

Wacana dalam kelas ini seakan menjawab kegelisahan akibat pelarangan

perempuan yaitu istri bekerja atau keluar rumah. Narasi-narasi yang dipakai pun

bernada pasrah tanpa ada upaya yang dapat dilakukan untuk istri sebagai aktor

bertahan dan keluarga."Apabila keuangan suamimu sedang sulit, maka

bersabarlah dan biasakanlah dirimu dengan kondisi itu, jadilah istri yang qanaah

menerima kehidupan yang ada dan jangan engkau cela suamimu", kemudian

pengelola menginterpretasi lanjut arti dan makna qanaah dengan narasi,

"sesungguhnya qanaah adalah kekayaan yang tidak akan habis. Ketahuilah bahwa

kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati." Padahal kata larangan perempuan

keluar rumah dan atau bekerja diluar rumah sama halnya dengan penafian peran

perempuan sebagai khalifatul'ard. Penafian terhadap cita Islam sebagai jalan

moderat yang menjunjung derajat dan pemartabatan perempuan titik Islam

menjunjung kehormatan perempuan sebab status kemanusiaan yang telah

dianugerahkan Allah.168 Perempuan adalah manusia seutuhnya, sebagaimana pula

laki-laki.

Lagi-lagi, penalaran yang dihadirkan pengelola kelas mengesampingkan

nalar moderat atau kesalingan yang diciptakan Islam titik bukankah adanya

sebuah relasi rumah tangga yang mu'asyarah bil ma'ruf dalam hal ini terciptanya

168 Titin Fatimah, Wanita Karir dalam Islam, Musawa, vol.7, Nomor.1, hlm. 29-51

fleksibilitas hak dan kewajiban suami istri dalam menafkahi atau membantu

perekonomian keluarga. Mengingat kemampuan perempuan yang bekerja juga

tidak dapat dikesampingkan kontribusinya dalam perekonomian keluarga. Itu

artinya, sebagaimana konsep perkawinan yang berpasangan dan berelasi dengan

baik di sana terdapat substansi yang mendalam terhadap tanggung jawab keluarga

yang bukan hanya berpangku tangan pada satu pihak untuk tidak menyebutnya

memonopoli pihak lainnya. Melainkan segala kebutuhan keluarga menjadi

tanggung jawab bersama suami istri, maka nafkah pun menjadi kewajiban

bersama pula.

Bahkan dengan ayat yang sama ayat yang dijadikan pengelola kelas sebagai

dasar kewajiban nafkah kepada suami, KH Husein Muhammad

menginterpretasikan teks tersebut bahwa bukan saja suami yang berkewajiban

memberikan nafkah. tetapi satu hukum nya berubah menjadi siapa yang mampu

maka ia wajib memberi nafkah. Ia menafsirkan ayat dalam kepemimpinan, tidak

semua laki-laki dapat menjadi pemimpin atas yang lainnya. Karena atas

dasar"Allah melebihkan sebagian mereka laki-laki atau sebagian yang lain

perempuan", pemaknaan sebagian yang hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak

semua laki-laki diberi kelebihan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, pun sebaliknya

pada perempuan. Tambahnya, keunggulan-keunggulan yang dimiliki bukanlah

sesuatu yang bersifat kodrati, dengan begitu pandangannya terhadap kewajiban

nafkah bukan hanya kepada laki-laki atau suami saja.

Kemudian teks tersebut juga harus dipahami dengan sifatnya yang

sosiologis dan kontekstual karena merujuk kepada persoalan-persoalan yang

partikular. Sehingga tidak ada alasan untuk memberlakukan ayat-ayat rezeki atau

nafkah tersebut hanya kepada laki-laki semata. Pun terhadap teks yang

mengapresiasi suami mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga,

melainkan juga berlaku kepada perempuan yang berkontribusi terhadap hal

tersebut. Sebab faqihuddin menyebutkan bahwa prinsipnya terletak kepada siapa

yang berbuat atau bekerja yang mendapat apresiasi yang termanifestasi dalam

bentuk pahala.169

h. Hadhanah

Mengenai Hadhanah, pemateri merujuk kepada hadis-hadis Nabi dalam

kitab Bulughul Maram. Seperti ketika seorang wanita bertanya kepada Nabi

mengenai siapa yang berhak mengasuh anaknya karena perempuan tersebut

bercerai dari suaminya, kemudian Nabi mengatakan kalau Ibu lebih berhak

daripada ayah terhadap anak yang belum mumayiz.

Hal tersebut senada dengan aturan hukum positif, ketika terjadi perceraian

antara suami dan istri, maka hak asuh atau hadhanah anak yang masih berada di

bawah umur 12 tahun diasuh oleh ibunya, kecuali Ibu memiliki watak atau

perangai yang kurang baik. Hal ini juga ditentukan berdasarkan penetapan

Pengadilan, kecuali antara suami dan istri sepakat membagi giliran dalam

mengurus anak, jika hal yang demikian lebih baik.

Berdasarkan wacana hukum perkawinan dalam materi kelas pranikah Nikah

Institute dapat disimpukan bahwa, mengenai materi yang mengandung bias

gender adalah mahar, pergaulan suami istri, dan nafkah. Sedangkan untuk materi

169 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender

daalam Islam. hlm. 372

yang ramah terhadap kedua pihak, laki-laki dan perempuan yaitu anjuran

menikah, memilih pasangan, walimah, dan hadanah.

Wacana dalam kajian ini berbicara mengenai tentang aturan-aturan, praktik-

praktik, yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada suatu

rentang historis tertentu. Wacana mendefinisikan dan memproduksi objek

pengetahuan. Oleh karena itu, unsur tekstual yang selalu melibatkan bahasa dalam

ruang tertutup dikombinasikan dengan konteks masyarakat yang lebih luas.

Analisis wacana kritis, bagi Fairclough merupakan pendekatan yang berusaha

melakukan penyelidikan secara sistematis terhadap hubungan antara teks, praktik

kewacanaan dan peristiwa, serta praktik sosiokultural.

a. Analisis Teks

Dengan analisis tekstual, dapat dilihat bagaimana wacana hukum tersebut

direpresentasikan. Mengikuti Fairclough, analisis tekstual didasarkan pada dua

elemen, pertama representasi subjek tertentu yang ingin ditampilkan dalam

teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Kedua, relasi yang

merujuk pada seperti apa hubungan-hubungan penulis dan pembaca dalam

teks.

1) Representasi

Representasi yang sudah disampaikan pada bab sebelumnya mengenai

dominannya fiqih klasik dalam kelas pranikah dilatarbelakangi karena para

pemateri merujuk kepada kitab-kitab fiqih dan kitab-kitab hadis dalam

penyampaian materi seputar perkawinan. Sehingga tidak heran jika isi

materi kelas pranikah pada kelas Nikashsyari.com dan Nikah Institute

sebelumnya didominasi oleh fiqih klasik.

Dilihat dari dari cara pengelola kelas atau pemateri memposisikan

seseorang yang berperan dalam sebuah keluarga seperti suami istri dan

anak. Jika dilihat dari ketiga subjek ini suami direpresentasikan sebagai

kepala rumah tangga yang memiliki peran signifikan dalam memenuhi

kebutuhan rumah tangga. Sedangkan istri direpresentasikan sebagai ibu

rumah tangga yang memiliki tugas-tugas mengatur kebutuhan suami, anak

maupun rumah.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, pemateri-pemateri dari kelas

Nikahsyari.com dan Nikah Institute dalam menyampaikan materi-materi

hukum perkawinan di kelas pranikah cenderung merujuk pada teks-teks

fiqih klasik. Pola yang digunakan dalam struktur kalimat adalah diawali

dengan sebuah hadits ataupun ayat Al-Quran tentang perkawinan kemudian

ditambahkan dengan argumen, sedangkan fiqi-fiqih klasik dijadikan sebagai

penegasan terhadap penetapan hukum atau argumen tersebut. Hal ini

menjelaskan bahwa hukum perkawinan dalam kelas pranikah khususnya

kelas pranikah online Nikahsyari.com dan Nikah Institute cenderung

mengikuti wacana hukum Islam yang dominan di Indonesia.

2) Relasional antar Subjek dalam Teks

Berdasarkan penjelasan terkait bagaimana subjek direpresentasikan

dalam teks kelas pranikah, maka terlihat bagaimana relasi-relasi yang

dibangun antar subjek tersebut. Suami, istri, dan anak ditampilkan dengan

menekankan peran mereka masing-masing. Dengan demikian relasi antar

subjek yang dibangun dalam teks adalah relasi yang saling membutuhkan

dan saling melengkapi satu sama lain. Relasi tersebut dibingkai dalam

konteks membangun rumah tangga. Jika salah satu aktor tidak memainkan

perannya dengan baik dalam rumah tangga, maka rumah tangga tersebut

tidak akan terbangun dengan baik pula. sebaliknya, jika peran tersebut

dilakukan dengan baik maka rumah tangga akan menjadi lebih baik.

Teks teks kelas pranikah secara tegas menjelaskan kan relasi yang

harus dibangun dalam rumah tangga, khususnya oleh suami istri agar

mencapai sakinah dalam keluarga. Berdasarkan materi-materi yang telah

disampaikan pada kelas pra nikah nikahsyari.com dan nikah institute bahwa

istri sangat berperan dalam menentukan keutuhan rumah tangga. Ia

ditampilkan untuk tidak boleh mementingkan diri sendiri dan mengabaikan

suami serta anak. Oleh sebab itu, ia harus melengkapi kekurangan dan

kebutuhan suami serta keperluan anak-anak. Hal tersebut juga

mengindikasikan bahwa relasi yang terbangun adalah relasi kuasa yang

tidak seimbang, yang mana suami memiliki kekuasaan yang lebih dalam

rumah tangga dibandingkan istri dan anak.

Selain relasi antar subjek dalam materi, dari teks-teks yang dihadirkan dapat

juga terlihat bagaimana hubunganan pemateri dengan pendengar yaitu anggota

kelas. Relasi pemateri dan pendengar ditampilkan secara dalam artian pemateri

dan pendengar sama-sama pihak yang menjalani kehidupan rumah tangga. Hal ini

terlihat dari pemaparan materi-materi terkait persoalan keluarga yang

mengindikasikan bahwa pemateri mengerti persoalan seluk-beluk dalam rumah

tangga. Dalam hal ini, pemateri berperan sebagai penyampai pengetahuan dan

pendengar sebagai penerima pengetahuan keluarga tersebut. Selain itu, dalam

beberapa teks kelas pra nikah juga terlihat bahwa pemateri memberikan motivasi

yang dikaitkan dengan contoh-contohnya nyata apa yang dilakukan kepada

pendengar dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.

Misalnya dalam materi adab menggauli istri yang disampaikan oleh habib

Ahmad, "Nabi berpesan jangan sampai orang laki-laki memukul perempuan

seperti memukul hewan, siang kamu pukul kalau malam kamu kumpul di, apa

tidak malu? Menjadi suami haruslah sabar tirulah nabi. Saya sudah 15 tahun

berumah tangga tidak pernah sama sekali memukul istri, jadi selama 15 tahun

membina hubungan rumah tangga saya tidak pernah main kekerasan kecuali

kekerasan yang diinginkan."

Hal lain yang disampaikan oleh eh Gus Aqib, "Saya sendiri kalau di rumah

bantu istri mandiin anak, bantu istri cuci pakaian, bayangkan saja kalau istri

baru melahirkan terus mengurus segalanya sendiri, begitupun sebaliknya, istri

juga harus mengurus suami sebelum berangkat kerja di siapkan sarapan, baju

dirapikan kalau pulang di siapkan makan malam. Daripada suami minta bantuan

sama wanita lain kan itu tambah enggak baik. Pokoknya upayakan dalam

keluarga itu memberikan yang terbaik, siapa yang sempat memandikan anak,

membersihkan rumah, kalau suami sempat dia istri dibantu kalau istri tidak

sempat misalnya lagi masak atau lagi urus anak ya suami siapkan keperluannya

sendiri, jangan minta dilayani terus.”

Meskipun dalam materi tersebut tidak dijelaskan secara terperinci

tentang motivasi tetapi dari teks tersebut mengharapkan para pendengar

menjadikan motivasi dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

b. Analisis Praktik Kewacanaan

Hukum perkawinan secara tekstual direpresentasikan dengan merujuk

pada fiqih klasik sehingga teks-teks tersebut mensubordinasi perempuan

dalam keluarga. Representasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari praktik

diskursif yang mengitari materi-materi pernikahan. Hal ini karena sebuah

teks dihasilkan dari proses produksi yang panjang dan dikonsumsi oleh

khalayak. Proses produksi dan konsumsi inilah yang melahirkan praktik

diskursif teks hukum perkawinan.170 Pembahasan ini lebih menekankan

pada aspek produksi teks dengan membeberkan persoalan pembuatan modul

dan kondisi pengelola kelas tersebut. Produksi teks atau materi kelas

pranikah dipengaruhi oleh kognisi pemateri yang terpengaruh oleh

pengalaman intelektualnya dan genealogi keilmuannya yang berafiliasi

dengan profesi masing-masing pemateri yaitu pengajar pada pondok

pesantren dan praktisi hukum. Gus aqib dan habib Ahmad adalah ah sama-

sama pengajar pada pondok pesantren, sehingga materi yang disampaikan

seputar pernikahan tidak lupa membawa tradisi pesantren dalam materinya

yaitu menggunakan referensi kitab-kitab fiqih dan hadits klasik. Sedangkan

Taufik Zulfahmi sebagai penghulu KUA dan sering menjadi narasumber

kajian rumah tangga, sehingga dalam penyampaian materi seputar

170 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language, (New

York: Longman, 1995), hlm. 132

pernikahan masih fokus terhadap fiqih klasik namun tidak terpaku dengan

satu mazhab tertentu.

Berbicara produksi teks kelas pranikah, tentu tidak akan menafikan

bagaimana konsumsi teks oleh para pendengar atau anggota kelas yang telah

menangkap gagasan yang di bentuk oleh pemateri. Konsumsi teks

sebenarnya tergantung pada kebutuhan pendengar terhadap pengetahuan

yang ditawarkan oleh pemateri. Dalam konteks masyarakat Indonesia,

pengetahuan rumah tangga tersebut memang sangat dibutuhkan karena

kondisi keluarga Indonesia jauh dari harapan sejahtera. Hal ini setidaknya

dibuktikan dengan terjadinya perceraian baik yang terdaftar di pengadilan

agama maupun cerai di bawah tangan. Selain memberikan pengetahuan

berumahtangga, hal yang menjadi daya tarik bagi pendengar untuk

mengikuti kelas pranikah online adalah gaya bahasa yang digunakan ringan

dan enak didengar.

Wacana yang ditawarkan pun menarik dan pembahasannya tidak

berat. Faktor lain yang menjelaskan terkait konsumsi kelas pranikah adalah

keterbatasan masyarakat dalam mengakses materi-materi yang lebih

otoritatif dalam menjelaskan persoalan pernikahan khususnya kaum

milenial. Sedangkan kebutuhan akan pengetahuan tentang perkawinan

tersebut mendesak titik seperti halnya seseorang yang ingin menikah namun

tidak mempunyai pengetahuan tentang seluk beluk pernikahan. Akses

terhadap teks otoritatif tentang pernikahan, semisal kajian tentang hukum

perkawinan terbatas.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa dalam tataran

konsumsi kelas pranikah masyarakat membutuhkan bantuan dan jawaban-

jawaban terhadap persoalan yang dihadapi dalam menjalani kehidupan

rumah tangganya, terutama kebutuhan akan hukum perkawinan itu sendiri,

sedangkan akses terhadap pengetahuan hukum yang lebih otoritatif terbatas.

Hal ini setidaknya menjelaskan praktik wacana an dalam tataran konsumsi

kelas pranikah. Dengan mengikuti kelas tersebut, pemahaman masyarakat

tentunya merujuk pada pengetahuan yang ditawarkan dalam kelas pra nikah.

Sedangkan pengetahuan-pengetahuan tersebut lebih banyak merujuk pada

fikih klasik dan cenderung bias gender, sehingga praktik diskursif yang

mengitari konsumsi terhadap teks tersebut adalah wacana konservatif dan

bias gender.

c. Analisis Praktik Sosio-Kultural

Praktik sosio-kultural tidak berhubungan langsung dengan teks, tetapi

ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. Praktik

sosiokultural menjelaskan bagaimana kekuatan-kekuatan yang ada dalam

masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang dominan dalam

masyarakat. Hubungan praktik sosiokultural tersebut dengan teks dimediasi

oleh praktik dispersif.171

Maraknya kelas-kelas pranikah online tidak bisa dilepaskan dari

konteks situasional di mana teks tersebut diproduksi. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, kelas pranikah online mulai marak di Indonesia

171 Eriyanto, Anlisis Wacana, ..... hlm. 321

pada tahun 2015 an, yang sebelumnya oleh BP4. Hal ini berkaitan dengan

situasi yang mana saat ini teknologi informasi mulai canggih sehingga sosial

media tidak hanya sekedar media penyampaian pesan maupun media

informasi tetapi juga media komoditi, sehingga kelas pranikah menjadi lebih

mudah dengan modal yang sedikit. Selain itu, maraknya kelas pra nikah

online juga tidak lepas dari situasi yang mana terjadinya perubahan budaya

akibat perubahan cara mengetahui dan cara transmisi pengetahuan yang

awalnya secara lisan menjadi keberaksaraan (tulisan). Hal tersebut juga

didorong oleh kemampuan manusia pada zaman modern menggunakan rasio

dalam menentukan pilihan pilihan hidup titik situasi lain yang mendukung

munculnya kelas pranikah online tersebut adalah perubahan situasi politik di

Indonesia pada era reformasi yang memberikan kebebasan bagi masyarakat

Indonesia untuk mengekspresikan segala macam paham dan ideologi

keagamaan nya.172

Terlepas dari situasi-situasi macro tersebut, situasi yang paling

mendasari munculnya nya kelas pranikah online adalah kondisi keluarga

Indonesia yang jauh dari harapan sejahtera atau sakinah. maraknya kelas

pranikah online pada akun Instagram beriringan dengan banyaknya kasus-

kasus rumah tangga yang berujung pada perceraian di pengadilan agama.

Kota Bukittinggi khususnya tercatat sudah lebih dari 600 perempuan

menceraikan suaminya per bulan Oktober 2021.173

172 Ridwan Munzir, “Santri Tanpa Kiai,” hlm. 13 173 http://pa-bukittinggi.go.id, diakses pada tanggal 15 Oktober 2021

Setidaknya, kehadiran kelas-kelas pra nikah online merupakan sebuah

respon terhadap situasi permasalahan kehidupan rumah tangga yang dialami

masyarakat Indonesia saat ini. Kelas tersebut hadir dengan menawarkan

berbagai pedoman dan panduan dalam menjalani kehidupan rumah tangga,

serta solusi solusi dalam menghadapi permasalahan keluarga. Tujuannya

adalah agar kehidupan rumah tangga masyarakat Indonesia menjadi lebih

baik dan sejahtera. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri kondisi

masyarakat Indonesia saat ini masih dibayangi oleh ideologi patriarki,

karena masyarakat Indonesia masih mempertahankan paradigma fikih klasik

yang cenderung memarginalkan perempuan dalam keluarga.174 Hal ini

menyebabkan kehadiran teks-teks perkawinan pada kelas pranikah online

juga berparadigma fiqih klasik dan bernuansa bias gender.

Teks-teks yang bias gender sangat erat kaitannya dengan budaya

patriarki. Patriarki merupakan sebuah sistem sosial di mana laki-laki

memiliki kontrol dan kekuasaan yang lebih tinggi daripada perempuan

(subordinat). Banyak perempuan yang tidak menyadari mereka disebabkan

latar belakang sosial budaya yang kurang menguntungkan serta

ketidakpedulian laki-laki terhadap perempuan. Meskipun demikian, kuatnya

budaya patriarki tidak seluruhnya disebabkan oleh laki-laki budaya patriarki

tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dari perempuan yang terjadi

karena lemahnya posisi dan kekuatan perempuan. Kerjasama itu terjadi

karena; doktrinasi gender, pembatasan hak pendidikan, pemisahan

174 Hal ini bisa dilihat dari materi-materi Undang-undang Perkawinan dan KHI

kelompok perempuan dan benturan satu sama lain, diskriminasi akses

sumber daya ekonomi dan kekuatan politik serta memberikan penghargaan

kepada perempuan yang mendukung budaya patriarki.175

Budaya patriarki tersebut mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia.

Hal ini misalnya dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus kekerasan

rumah tangga yang korbannya adalah perempuan, poligami, dan kasus

lainnya. Permasalahan-permasalahan keluarga yang berujung pada

ketertindasan perempuan tersebut setidaknya menjelaskan betapa kekuasaan

laki-laki dominan dalam rumah tangga. Dominasi laki-laki dalam rumah

tangga tersebut sudah menjadi lumrah bagi masyarakat. Karena pemahaman

masyarakat yang bias gender tersebut dipengaruhi oleh teks-teks yang

menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan keluarga. Teks-teks yang

beredar di tengah masyarakat adalah teks-teks yang secara implisit maupun

eksplisit memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki kekuasaan yang lebih

daripada perempuan dalam rumah tangga. Teks tersebut banyak merujuk

pada ketentuan-ketentuan normatif hukum Islam, seperti fiqih klasik.

Ketentuan-ketentuan dari fikih klasik tersebut banyak yang tidak

sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Hal yang terjadi kemudian adalah

penafsiran yang berbeda terhadap ajaran agama. Hal ini sering terjadi akibat

penafsiran-penafsiran yang patriarkis. Banyak ajaran Islam yang telah

membagi peran suami istri dengan baik ternyata diambil sebagian isinya,

diterjemahkan secara salah, kemudian disebarkan kepada umat Islam tanpa

175 Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) Teori

dan Praktik di Pengadilan Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm. 28

menjelaskan latar belakang dan dalil yang lengkap. Kenyataan inilah yang

kemudian disebut Syafiq Hasyim sebagai patriarkhisme Islam. Istilah ini

bukan berarti tuduhan terhadap Islam sebagai agama yang patriarki.

Patriarkhisme Islam adalah sebuah cara pemaknaan oleh kalangan tertentu,

yang menghasilkan pernyataan bahwa Islam itu agama yang memihak

kepada ideologi patriarki.176 Hal ini menyebabkan banyak penafsiran-

penafsiran ulama yang secara tidak sadar terdidik atau terpengaruh oleh

budaya patriarki yang jelas merugikan hak dan kedudukan perempuan.

Penafsiran patriarkis ini dapat dicontohkan dari kedudukan laki-laki

sebagai kepala rumah tangga dan peran istri yang hanya untuk mengurus

tugas domestik saja. Pemahaman tersebut diambil dari nas yang berbicara

tentang kedudukan laki-laki lebih tinggi.177 Penafsiran yang muncul adalah

bahwa laki-laki wajib mencari nafkah, sedangkan istri mengurusi bagian

rumah tangga. Selain itu, istri berkewajiban melayani suaminya dalam

segala hal. Padahal, Islam mengajarkan sebaliknya, bahwa tugas mengurusi

rumah tangga dan anak adalah suami.178

Superioritas laki-laki dalam keluarga tersebut juga dapat dilihat dalam

beberapa ketentuan hukum perkawinan di dalam fikih klasik dan tafsir

tradisional. Diantaranya; suami mempunyai hak talak sepihak secara

mutlak, suami boleh melakukan poligami tanpa persetujuan istri, wali boleh

memaksa anak perempuannya untuk menikah dengan laki-laki tanpa

176 Syafiq Hasyim, Bebas dari Patriarkhisme Islam, (Depok: KataKita, 2010), hlm. 21 177 Q.S An-Nisa’ ayat 34 178 Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT, hlm. 32

persetujuan dari anak tersebut,179 dan hukum-hukum lainnya yang

bersumber dari Alquran dan hadis, misalnya saksi laki-laki dihitung dua kali

lipat dari saksi perempuan, serta waris 2: 1, yang mana laki-laki mendapat

hak waris 2 bagian, sedangkan perempuan hanya mendapat 1 bagian.

Ketentuan-ketentuan inilah yang diperbaharui oleh pemerintah

Indonesia dengan mengeluarkan undang-undang perkawinan. Salah satu

tujuannya adalah untuk mengangkat status wanita. Meskipun demikian,

tetap saja beberapa materi undang-undang tersebut mengandung bias gender

yang diskriminatif dan koordinasi terhadap perempuan dalam keluarga. Hal

ini misalnya dalam ketentuan dibolehkannya poligami, kewajiban suami

sebagai kepala rumah tangga, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga, dan

ketentuan lainnya.180

Beberapa pasal dari undang-undang perkawinan tersebut diajukan

permohonan judicial review oleh beberapa kelompok orang kepada

mahkamah konstitusi. Kebanyakan permohonan tersebut didasarkan pada

hak asasi manusia dan hak perempuan, tetapi tetap saja MK lebih berpihak

kepada hukum Islam mayoritas. Hal ini misalnya dalam permohonan

judicial review pernikahan beda agama.181 MK lebih mendasarkan

keputusannya kepada nilai-nilai ajaran Islam yang melarang nikah beda

agama. Hal ini setidaknya memperlihatkan kecenderungan pemerintah

179 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap Perundang-

undangan erkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, (Jakarta: INIS, 2002), hlm.

3 180 Lihat Pasal 30-34 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang Hak dan

Kewajiban Suami Istri. 181 Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014

dalam menangani permasalahan keluarga Indonesia, yaitu lebih

mengedepankan hukum Islam daripada HAM.182

Berdasarkan uraian dari ketiga aspek analisis (tekstual, praktik

diskursif, dan praksis sosial) tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

tataran tekstual, hukum perkawinan yang direpresentasikan adalah hukum

perkawinan yang merujuk pada fiqih klasik dan bias gender. Representasi

tersebut tidak bisa dilepaskan dengan praktik kewacanaan yang melingkupi

produksi teks. Produksi teks lebih mengedepankan motif ekonomi sehingga

menampilkan wacana-wacana hukum yang dominan dalam masyarakat,

serta pemahaman-pemahaman yang lumrah bagi masyarakat. Di sisi lain,

masyarakat juga membutuhkan materi-materi tentang perkawinan karena

terbatasnya akses kepada hukum perkawinan tersebut. Sedangkan dalam

tataran praktik sosio-kultural, dengan kata lain kondisi sosial makro

masyarakat Indonesia, mengakar kuat budaya patriarki yang bias gender,

sebab dilandaskan pada pemahaman hukum konservatif.

C. Corak Pemikiran Fiqh Kelas Pranikah Online pada Akun Instagram

Nikahsyari.com dan Nikah Institute

1. Corak Pemikiran Fiqh pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram

Nikahsyari.com

Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya bahwa Kelas

Pranikah Nikahsyari.com dalam memberikan materi wacana pernikahannya tidak

merujuk kepada satu paham atau mazhab tertentu. Seperti dalam memaparkan

182 Baderin, Mashood A, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, terj

Musa Kazhim dan Edwin Arifin, (Jakarta: Komnas HAM, 2013)

materi tentang batas maksimal dan minimal mahar yang diberikan suami kepada

istrinya.

Pemateri memaparkan bahwa ulama fiqh sepakat bahwa tidak ada batas

maksimal dan minimal mahar, karena dalam dalil syara’ tidak ada dalil yang

menunjukkan batasan maksimal maupun minimal mahar yang harus diberikan

suami kepada istrinya. Dalam hal ini mereka merujuk kepada Q.S An-Nisa’ ayat

20:

◆ ◆ ⧫

⚫ ⚫

⬧◆◆ ◼

⬧ ⬧ ➔⬧

⧫⬧

⧫ ☺◆

Artinya: dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,

sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta

yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya

barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan

tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata.

Memberikan harta yang banyak dalam ayat ini bukan sebagai pemberian

batas maksimal mahar, hanya sekedar ungkapan kiasan yang berarti banyak.

Sebab jika maksud ayat ini untuk memberi batas maksimal maka Allah SWT pasti

melarang kita melebihinya.

Selanjutnya pemateri memaparkan pendapat ahli fiqh mengenai batas

minimal mahar dengan memaparkan 5 pendapat yang terkenal, yaitu:183

183 Modul 2 Bab 1 Kelas Pranikah Nikah Syari.com, hlm. 5-6

a. Batas minimal mahar adalah 10 dirham pendaapat Hanafi.

b. Batas minimal mahar adalah tiga atau seperempat dinar, atau senilai kadar

itu dari benda selain emas dan perak atau dari suatu yang suci dan tidak

mengandung najis, bermanfaat, berfaedahs secara syari’ baik berupa

modal, gedung, atau lahan, tidak berupa suatu alat untuk permainan yang

sia-sia dan benda tersebut mampu untuk diberikan kepada istri serta

diketahui ukuran, sifat dan waktunya, pendapat ini adalah mazhab Maliki.

c. Mahar bisa berupa materi atau apa saja yang memiliki nilai materi, selama

benda itu bisa disetujui oleh kedua belah pihak yaitu suami istri. Pendapat

ini adalah pendapat Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanbali, Ibnu Wahab dari

Mazhab Maliki, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsar, Para Ahli Fiqh Madianh

dari golongan Tabi’in, Al Hasan Al Bashri, Ats-Tsauri, Al-Auzai dan Said

bin Al Musayyib.

d. Mahar bisa dengan apa yang mungkin disebut sesuatu, walaupun berupa

satu biji gandum, ini adalah pendapat Ibn Hazm.

e. Sesungguhnya mahar sah dengan sesuatu yang memiliki nilai berupa

materi atau immateri.

Selain mengenai batas maksimal daan minimal mahar, dalam hal waktu

pelaksaaan walimah pemateri juga menjelaskan beberapa perbedaan pendapat di

kalangan ulama salaf. Seperti As-Syubki dari kalangan Mazhab Syafi’i berkata,

yang disebut dalam sunnah Rasulullah SAW bahwa walimah dilaksanakan setelah

keduanya bercampur. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat sesuai dengan hadis

Anas pada Sahihul Bukhari, bahwa walimah dilaksanakan setelah mereka berdua

bercampur. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa walimah disunnahkan untuk

diadakan setelah akad nikah, sementara kebiasaan yang berjalan di masyarakat

bahwa walimah dilakukan beberapa saat sebelum pengantin bercampur.184

Dari pemaparan di atas dapat dimpulka bahwa modul-modul yang diberikan

sebagai sumber belajar pada kelas pranikah akun nikahsyari.com tidak merujuk

pada mazhab tertentu, tetapi dalam memberikan materi mereka memaparkan

adanya perbedaan pendapat di kalangan Imam Mazhab, sehingga hal ini disebut

dengan lintas mazhab. Namun, tetap saja kelas pranikah akun nikahsyari.com

bercorak fqh klasik dalam memberikan materi-materi seputar wacana pernikahan,

tanpa mengemukakan dari segi hukum perkawinan positif yang terdapat dalam

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam.

2. Corak Pemikiran Fiqh pada Kelas Pranikah Online Akun Instagram Nikah

Institute

Nikah Institute dalam melaksanakan pembelajaran kelas pranikahnya

merujuk kepada Kitab Bulughul Maram karya Ibn Hajar al-‘Asqalani dan Kitab

Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali. Sehingga sebelum membahas

mengenai corak pemikiran fiqh dari kelas pranikah nikah institute ini, perlu dikaji

terlebih dahulu mengenai pengarang dari kedua kitab tersebut.

Kitab Bulughul Maram merupakan kitab hadis karya Ibn Hajar al-‘Asqalani.

Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin

184 Modul 2 Bab 3 Kelas Pranikah Nikah Syari.com, hlm. 3

Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar al-Kannani al-Asqalani al-Mishri.185 Imam

Ibn Hajar dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H di Mesir, dan pada usia 5

tahun beliau sudah hafal al-Qur’an dan al-Umdah, al-Hawi ash-Shagir, Mukhtasar

Ibnu Hajid al-Ashli, Mulhaq al-Arab dan sebagainya.

Kitab yang pertama kali beliau tekuni adalah kitab al-Umdah yang

didapatkan langsung dari al-Jamal bin Dzahirah di Mekah. Kemudian beliau

belajar suatu ilmu kepada al-Sadr al-Absithi di Kairo. Saat usia 17 tahun beliau

belajar kepada al-‘alamah al-Syam bin al-Qathan dalam bidang fiqh, Bahasa Arab,

ilmu hitung dan membaca sebagian besar dari kitab al-Hawi. Di samping itu

beliau juga belajar fiqh dan Bahasa Arab kepada al_nur al-Adami, guru fiqh

beliau yang lainnya adalah al-anbasi.

Selama beberapa saat beliau juga belajar fiqh kepada al-Bulqini dengan

menghadiri beberapa kali kuliahnya teentang fiqh dan membacaa sebagian besar

kitab ar-Raudhah di hadapannya dengan catatan pinggir yaang ditulis olehnya.

Beliau pernah belajar secara khusus kepada Ibnu al-Mulaqqan, dan membaca

sebagian besar kitab syarah yang ditulis atas kitab al-Minhaj.

Beliau belajar hadis untuk pertama kalinya pada tahun 793 H. Akan tetapi

beliau baru mempelajarinya dengan penuh keseriusan dan kesungguhan pada

tahun 796 H. Beliau mengatakan bahwa mempelajari hadis dapat menghilangkan

hijab (penghalang), membukakan pintu, memacu semangat yang tinggi untuk

berhasil, dan mendatangkan hidayah kepada jalan yang lurus.

Guru beliau mencapai lebih dari 650an orang, di antaranya:

185 Farid, 2016, hlm. 937

a. Bidang keilmuan al-Qira’at adalah Syekh Ibrahim bin Ahmad bin

Abdulmu’min bin ‘Ulwan At-Tanukhi al-Ba’li ad-Dimasyqi.

b. Bidang ilmu fiqh, yaitu Syekh Abu Hafis Sirajuddin Umar bin Ruslan bin

Nushair bin Shalih al-Kinaani al-Asqalani al-Bulqini al-Mishri, Syekh

Umar bin Ali bin ahmad bin Muhammad bin abdillah al-Anshari al-

Andalusi al-Mishri, dan Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa

bin ayub Ibnu Abnasi.

c. Ilmu Ushul Fiqh adalah Syekh Izzuddin Muhammad bin Abu Bakar bin

Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah al-

Kinaani al-Hanwi al-Mishri.

d. Ilmu Sastra Arab, yaitu Mujduddin Abu Thaahir Muhammad bin Yaqub

bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syairazi al-Fairuzabadi dan

Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaq al-

Ghumaari.

e. Hadis dan ilmunya, adalah Zainuddin abdurrahim bin Al-Husein bin

Abdurrahman bin Abu Bakar bin Ibrahim al-Mahraani al-Iraqi, dan

Nuruddin Abu Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman bin Abu Bakar bin

‘Umar bin Salih al-Haitsami.186

186 Muhammad bin Ismail al-Shan’ani, Subulu al-Salam almawshilatu ila Bulugul al-

Maram, (Riyad: Dru Ibnu al-Jauzi, 2001), jilid 1, hlm. 22

Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat luas dan dalam tentunya menjadi

peerhatian para penuntut ilmu dari segala pernjuru dunia. Di antara murid beliau

adalah, yaitu:187

a. Syekh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahirah al-

Makki Asy-Syafi’i

b. Syekh Ahmad bin Utsman bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah al-

Karmaani al-Hanafi seorang Muhaddits.

c. Syaihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan al-Anshari al-

Khazraji.

d. Zakariya bin Muhammad bin Zakariya al-Anshaari

e. Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Bakar bin

Utsman as-Sakhawii Asy-Syafi’i.

f. Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin Farid al-

Hasyimi al-‘Alawi al-Makki.

g. Burhanuddin al-Baqa’i

h. Ibnu al-Haidari

i. At-Tafi bin Fahd al-Makki

j. Al-Kamal bin Al-Hanam al-Hanafi

k. Qasim bin Quthlubugha

l. Ibnu Tagri Bardi

m. Ibnu Quzni

n. Abul Fadhl bin Asy-Syihnah

187 Al-Shan’ani, Muhammad bin Ismail, al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin

Muhammad bin Ismail al-‘Amir al-Hasani, Tawadhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar,

(Beirut: Darul Fikr, t.th), hlm. 24-25

o. Al-Muhib al-Bakri

p. Ibnu Ash-Shairafi

Beberapa karya al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani adalah:

a. Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari

b. Al-Isabah fi Tamyiz as-Sahabah

c. Tahzib at-Tahzib

d. Lisan al-Mizan

e. Anba’ al-Gumr bi Anba’a ‘Umr

f. Bulug al-Maram min Adillah al-ahkam

Bulug al-Maram min Adillah al-Ahkam disusun oleh al-Hafiz Ibnu Hajar al-

Asqalani. Kitab ini merupakan kitab hadis tematik yang memuat hadis-hadis yang

dijadikan sumber pengambilan hukum fiqh (istinbat) oleh para ahli fiqh. Kitab ini

menjadi rrujukan utama khususnya bagi fiqh Mazhab Syafi’i. Kitab ini termasuk

kitab fiqh yang menerima pengakuan global dan juga banyak diterjemahkan di

seluruh dunia.

Kitab Bulughul Maram meemuat sekitar 1500 hadis yang setiap akhir hadis

disebutkan perawi hadis asalnya. Bulughul Maram memasukkan hadis-hadis yang

berasal dari sumber-sumber utama seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan

Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad, dan lainnya.

Kitab Bulghul Maram memiliki keutamaan yang istimewa karena seluruh hadis

yang termuat di dalamnya kemudian menjadi pondasi landasan fiqh dalam

mazhab Syafi’i. Selain menyebutkan asal muasal hadis-hadis yang termuat di

dalamnya, penyusun juga memasukkan perbandingan antara beberapa riwayat

hadis lainnya yang datang dari jalur yang lain. Karena keistimewaannya ini,

hingga kini Bulughul Maram tetap menjadi kitab rujukan hadis yang dipakai

secara luas tanpa mempedulikan mazhab fiqhya.

Selain menggunakan Kitab Bulughul Maram, akun nikah institute dalam

melaksanakan proses belajar kelas pra nikah menggunakan kitab Ihya ‘Ulumudin

karya Abu Hamid al-Gazali dengan pemateri Habib Ahmad Syauqi Bafagih. Al-

Gazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-

Ghazali,188 lahir di Tus sebuah kota kecil di Khurasan (Iran sekarang) pada tahun

450 H/1058 M.189 Ayahnya dikenal dengan seorang ilmuwan dan seorang sufi

yang saleh dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. 190

Latar belakang pendidikan Abu Hamid al-Ghazali dimulai dengan belajar

al-Qur’an pada ayahnya sendiri. Sepeninggal ayahnya, ia dan saudaranya

dititipkan pada teman ayahnya, Ahmad Ibn Muhammad az-Zakharani, seorang

sufi besar di Tus. Padanya ia mempelajari ilmu fiqih, riwayat hidup para wali, dan

tentang muhabbah kepada Tuhan, al-Qur’an dan sunnah. Ia kemudian dimasukkan

ke sebuah sekolah yang menyediakan biaya hidup bagi guru muridnya. Di sana

gurunya adalah Yusuf an-Nasj, juga seorang sufi.191

188 Perdana Boy, Filsafat Islam: Sejarah Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press, 2003),

hlm. 175 189 Hery Sucipto, Imam al Gazali dalam Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta:

Hikmah, 2003), hlm. 163 190 Fadjar Noegrahan Syamhoedie, Tasawuf Kehidupan al-Ghazali, Refleksi Petualangan

Intelektal dan Teolog, Filsof hingga Sufi, (Jakarta: CV Putra Harapan, 1999), cet.1, hlm. 10 191 Ensiklopedia Islam, Jilid 2, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 25

Setelah itu al-Ghazali merantau ke beberapa kota lain untuk meningkatkan

ilmu pengetahuannya. Pertama kali ia pergi ke Jurjan, sebelah teggara laut Kaspia.

Di sana ia belajar di bawah bimbingan Nasr al-Isma’ili.192

Kemudian pada tahun 1077 ia meneruskan pencarian ilmunya ke Nisapur.

Di kota ini al-Ghazali berguru pada al-Juwaini Imam al-Haramain yang waktu itu

menjabat sebaagai Kepala Madrasah Nizamiah.193 Melalui al-Juwaini, al-Ghazali

belajar imu fiqh, mantiq, dan kalam.194

Di antara kitab-kitab hadis yang beliau pelajari, antara lain:

a. Shahih al-Bukhari, beliau belajar dari Abu sahl Muhammad bin Abdullah

al-Hafsi

b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari al-Hakim Abu al-Fath al-Hakimi

c. Maulid an-Nabi, beliau belajar pada Abu Abdullah Muhammad bin

Ahmad al-Khawani

d. Shahih al-Bukhari daan Shahih al-Muslim, beliau belajar dari Abu al-

Fatyan Umar ar-Ru’asai.

Imam al-Ghazali merupakan ulama Syafi’iyah, karena pada masa beliau

pindah ke Nisapur, beliau belajar ilmu mantik, filsafat, dan fiqh Syafi’iyah kepada

Imam al-Haramain sampai al-Haramain wafat.195

Berdasarkan penjelesan di atas dapat disimpukan bahwa materi kelas

pranikah pada akun nikah institute bercorak fiqh klasik Sayfi’i karena semua

192 Ibid 193 M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan,

2002), hlm. 28 194 M. Abdul Quasem, Etika Abu Hamid al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam, terj. J.

Mahyudin, Judul asli: The Ethics of Abu Hamid al-Ghazali: A Composite Ethics in Islam,

(Bandung: Pustaka, 1998), cet.1, hlm. 3-4 195 Al-Ghazali, Ihya al-Ghazali, jilid I, (Surabaya: Faizan, 1969), cet.4, hlm. 18

materi merujuk kepada kitab Bulug al-Maram min Adillah al-Ahkam disusun oleh

al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani dan kitab Ihya ‘Ulumudin karya Abu Hamid al-

Gazali yang sama-sama bercorak mazhab Syafi’i. Kelas pranikah online akun

nikah institute hanya merujuk kepada kitab fiqh klasik tanpa membahas atau

merujuk kepada hukum perkawinan kontemporer, seperti Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Sehingga hal ini

dikhawatirkan berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat tentang perkawinan

yang cenderung berpedoman pada mazhab Syafi’i saja.

D. Relevansi Corak Pemikiran Fiqh Kelas Pranikah Online pada Akun

Instagram Nikahsyari.com dan Nikah Institute terhadap Pembaharuan

Hukum Perkawinan di Indonesia

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana hukum

perkawinan direpresentasikan dan dikonstruksi dalam kelas pranikah online.

Representasi dan konstruksi tersebut tentunya akan berdampak pada pemahaman

hukum masyarakat Indonesia. Pada pembahasan ini akan dijelaskan bagaimana

pengaruh munculnya kelas pranikah yang yang bercorak fiqih klasik terhadap

pembaharuan hukum perkawinan di Indonesia.

Instagram yang semula merupakan media sosial atau media informasi saat

ini lebih sebagai produk industri. Wacana yang diangkat dalam kelas pranikah

berubah menjadi wacana yang mengikuti arus pasar, tidak lagi menjadi wacana

pengetahuan alternatif.196 Hal ini tentunya mempengaruhi wacana yang

196 Adhe, Declare! Kamar Kerja, hlm. 59

berkembang dalam masyarakat. Alih-alih sebagai pengetahuan untuk menjalani

kehidupan, tapi kelas pranikah menjadi sebuah komoditas pelengkap gaya hidup.

Komoditas yang bernama kelas pranikah tersebut, memang tidak dapat

dipungkiri merupakan hasil dari konstruksi realitas kehidupan masyarakat serta

mengonstruksi realitas sosial masyarakat. Dengan kata lain, kelas pra nikah online

merupakan teks yang dibentuk oleh dan membentuk praksis sosial.197 Oleh karena

itu, kelas pranikah online menjadi sangat penting dalam melihat kondisi

masyarakat Indonesia, khususnya terkait realitas wacana hukum perkawinan yang

berkembang di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa kelas pranikah merupakan

hasil konstruksi dari kondisi sosial masyarakat sekaligus ikut mengonstruksi

wacana pengetahuan hukum perkawinan dalam masyarakat.

Dalam tataran konstruksi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

Instagram telah menjadi komoditas yang menguntungkan. Para pengelola kelas

pra nikah online mengambil tema yang sangat menarik dan berdekatan dengan

kehidupan masyarakat agar diminati. Selain itu, materi materi yang dibahas

dikemas dengan gaya bahasa populer, ringan, menarik, dan pasar. Konstruksi

materi tersebut berkaitan erat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih

didominasi oleh budaya patriarki dan rujukan terhadap fiqih klasik, sehingga

menghasilkan wacana bias gender. Hal ini menjelaskan bahwa kelas pra nikah

online, meminjam bahasa Edward said merupakan teks yang menghadirkan

kembali (representasi) kondisi hukum perkawinan di Indonesia.198 Dengan

197 Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,

Metodologi dan Penerapan, (Jakarta: Rajawali Press, 2017), hlm. 23 198 Edward W. Said, Orientalisme, hlm. 32

demikian, kelas pra nikah online bukan merupakan suatu realitas yang benar

adanya, namun hanya merupakan konstruksi dan representasi.

Konnstruksi dan representasi wacana hukum perkawinan konservatif dan

bias gender dalam kelas pra nikah online inilah dapat dilihat sebagai menguatnya

wacana konservatisme fiqih dalam masyarakat Indonesia. Menguatnya wacana

konservatif tersebut diiringi dengan perkembangan teknologi secara cepat. Hal ini

membuka jalan bagi penyebaran wacana konservatif dalam masyarakat. Teknologi

bahkan menyebabkan, meminjam bahasa Francis Robinson, terkikisnya otoritas

ulama sebagai penafsir Islam.199 Memang tidak dapat dipungkiri, dengan

banyaknya kelas pra nikah online tersebut, peran ulama menjadi berkurang,

karena teks pada kelas pranikah tersebut telah menyediakan wacana hukum yang

sangat berkaitan erat dengan penanganan masalah kehidupan rumah tangga, serta

dikemas dengan gaya bahasa populer, ringan dan menarik sehingga mudah

dipahami oleh masyarakat.

Kenyataan ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Leon Buskens tentang

hubungan hukum Islam, adat, dan negara masa pasca kemerdekaan. Pada masa

setelah kemerdekaan, muncul keinginan untuk mengembalikan hukum Islam ke

dalam sistem hukum, namun hal itu tidak memungkinkan. Negara kemudian

mengeluarkan sistem hukum nasional, namun sarat hukum Islam. Di sisi lain,

pada masa pasca modern ini, meningkatnya literasi dan pengenalan sarana

komunikasi baru mempengaruhi monopoli para ulama tradisional pada interpretasi

199 Francis Robinson, Technology and Religious Change: Islam and The Impact of Print,

Modern Asia Studies Vol.27, Nomor.1, hlm. 244

hukum Islam.200 Pada tataran inilah kemudian menguatnya wacana-wacana Islam

di tengah masyarakat salah satunya dengan maraknya beredar kelas pranikah

online pada Instagram yang mengangkat wacana konservatif.

Sebagai teks yang dikonstruksi kelas pra nikah online ikut mengonstruksi

realitas masyarakat. Haryatmoko mengutip J.L Austin,201 menjelaskan bahwa

pada aspek perlucotionary, konsekuensi sosial, kognitif, moral dan material.202

Pada tataran inilah, teks-teks kelas pra nikah online memiliki pengaruh terhadap

wacana hukum Islam yang beredar dalam masyarakat Indonesia. Dengan kata

lain, kelas pranikah menegaskan dan menyebarkan wacana hukum konservatif dan

bias gender dalam masyarakat.

Kehadiran kelas-kelas pra nikah online selain menegaskan konservatisme

fiqih perkawinan dan patriarki, juga memberikan pengetahuan hukum bagi

masyarakat. Hal ini karena salah satu fungsi kelas pranikah sebagai media

transmisi ilmu pengetahuan, meski berada dalam ranah industri kapitalistik

dengan membaca teks-teks perkawinan pada kelas pra nikah, masyarakat

kemudian me-eksternalisasi-kan pengetahuan hukum yang didapatnya dalam

kehidupan rumah tangga sehari-hari. Dengan demikian, dalam menjalani

kehidupan rumah tangga, masyarakat tetap merujuk pada fiqih klasik yang

ditawarkan dalam kelas pranikah online tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa

hadirnya kelas pra nikah online tidak lain adalah untuk mempertahankan status

200 Leon Buskens, An Islamic Triangle: Changing Relationship Between Shari’a, State Law

and Local Wisdoms, ISIM Newsletter, diunduh pada tanggal 2 Agustus 2021 201 J.L Austin, How to Do Thing with Words? (Oxford: Oxford University Press, 1975),

hlm. 101-102 202 Haryatmoko, Critical Discourse, hlm. 6

quo dalam masyarakat Indonesia. Hanya saja, pengetahuan konservatif itu

dikemas dengan gaya 'kekinian'.203

Kehadiran kelas Pranikah tersebut juga menyebabkan pembaharuan hukum

menjadi terhambat. Hal ini karena kondisi masyarakat terhadap hukum

perkawinan telah dipengaruhi oleh bacaan-bacaan yang dikonsumsi. Bacaan yang

yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti teks-teks perkawinan pada kelas

pranikah online yang membawa wacana konservatisme fiqih perkawinan dan bias

gender. Hal ini menyebabkan pengetahuan masyarakat terhadap hukum

perkawinan tidak bisa lepas dari wacana hukum konservatif dan bias gender.

Pernyataan ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang masih

mempertahankan budaya patriarki sedangkan negara belum mampu membongkar

budaya patriarki tersebut dalam produk-produk hukumnya. Oleh karena itu, ketika

muncul wacana pembaharuan hukum perkawinan, banyak masyarakat muslim

yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran Islam ataupun karena

konsep tersebut datang dari barat.204 Penolakan masyarakat terhadap pembaharuan

hukum perkawinan tersebut misalnya dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan

poligami, usia nikah, nikah beda agama, dan lainnya.

Negara bahkan lebih berpihak kepada hukum Islam mayoritas yang dianut

masyarakat Indonesia. Hal ini misalnya dilihat dari kecenderungan putusan

mahkamah konstitusi dalam memutuskan permohonan judicial review oleh

perorangan maupun kelompok terhadap pasal-pasal dalam undang-undang

perkawinan. Dari 5 pengajuan judicial review yang dilakukan, hanya 1 yang

203 Dicky Sofian, Gender Construction in Dakwahtaiment: A Case Study Hati ke Hati

Bersama Mamah Dedeh, AL-Jami’ah Vol.50, Nomor.1, hlm. 58 204 Khoirudin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 87-88

dikabulkan oleh MK yaitu terkait status anak. Keputusan itu pun banyak ditentang

oleh beberapa kalangan. Permohonan judicial review yang lainnya ditolak oleh

MK.205

Persoalan ini memperlihatkan betapa sulitnya melakukan pembaharuan

hukum perkawinan di Indonesia. Padahal jika melihat konteks masyarakat

Indonesia secara lebih luas, pembaharuan mesti dilakukan. Oleh karena itu, agar

hukum tetap berkembang dan diperbaharui sesuai dengan konteks sosial, maka

wacana hukum perkawinan dalam kelas pra nikah online tersebut harus diarahkan

kepada wacana-wacana kontemporer. Hal ini dilakukan setidaknya untuk

meminimalisir permasalahan keluarga di Indonesia. Wujud konkret nya adalah

harus banyak diterbitkan teks-teks yang mengedepankan wacana hukum Islam

yang progresif. Dengan kata lain, teks-teks yang hadir dalam masyarakat adalah

teks-teks yang tidak lagi mengedepankan wacana konservatif, tetapi teks tersebut

menawarkan hukum yang sesuai dengan konteks zaman.

Sejalan dengan itu, untuk meminimalisir wacana hukum yang bias gender,

teks-teks yang mesti diproduksi adalah teks teks yang memaparkan kesetaraan

gender dalam relasi suami-istri. Dengan kata lain, teks tersebut mencoba memberi

pengetahuan kepada masyarakat tentang hubungan suami istri dalam perspektif

gender. Wacana kesetaraan gender dapat tersebar dalam masyarakat salah satunya

melalui kelas pra nikah online tersebut. Ketika masyarakat banyak

mengkonsumsinya, maka hal ini setidaknya mampu mempengaruhi pemahaman

hukum dan gender masyarakat. Selain itu, ketika muncul wacana pembaharuan

205 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010

hukum, misalnya terkait usia nikah, masyarakat dapat menerimanya, sebab

masyarakat telah disuguhi wacana hukum yang kontekstual dan paham gender.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang sudah penulis jelaskan dalam tesis ini, maka

dapat disimpulkan, bahwa:

1. Modul-modul yang diberikan sebagai sumber belajar pada kelas pranikah

akun nikahsyari.com tidak merujuk pada mazhab tertentu, tetapi dalam

memberikan materi mereka memaparkan adanya perbedaan pendapat di

kalangan Imam Mazhab, sehingga hal ini disebut dengan lintas mazhab.

Berbanding terbalik dengan kelas pranikah pada akun nikah institute, di mana

pemateri / pengelola kelas merujuk kepada kitab Bulughul Maram karya Ibn

Hajar al-‘Asqalani dan Kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali.

Seperti yang diketahui bahwa Ibn Hajar al-‘Asqalani dan Imam al-Ghazali

merupakan ulama Syafi’iyah. Namun, tetap saja kelas pranikah akun

nikahsyari.com dan nikah institute bercorak fiqh klasik dalam memberikan

materi-materi seputar wacana pernikahan, tanpa mengemukakan dari segi

hukum positif Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam.

2. Kehadiran kelas-kelas pra nikah online selain menegaskan konservatisme

fiqih perkawinan dan patriarki, juga memberikan pengetahuan hukum bagi

masyarakat. Hal ini karena salah satu fungsi kelas pranikah sebagai media

transmisi ilmu pengetahuan, meski berada dalam ranah industri kapitalistik

dengan membaca teks-teks perkawinan pada kelas pra nikah, kemudian

masyarakat me-eksternalisasi-kan pengetahuan hukum yang didapatnya

dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Hal ini menjelaskan bahwa

hadirnya kelas pra nikah online tidak lain adalah untuk mempertahankan

status quo dalam masyarakat Indonesia. Kehadiran kelas Pranikah tersebut

juga menyebabkan pembaharuan hukum menjadi terhambat, karena materi-

materi kelas pranikah membawa wacana konservatisme dan bias gender. Oleh

karena itu, ketika muncul wacana pembaharuan hukum perkawinan, banyak

masyarakat muslim yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran

Islam ataupun karena konsep tersebut datang dari barat. Padahal jika melihat

konteks masyarakat Indonesia secara lebih luas, pembaharuan mesti

dilakukan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah penulis lakukan, penulis mempunyai

harapan dan saran di mana kondisi keluarga Indonesia sangat memprihatinkan

saat ini dengan banyaknya permasalahan keluarga yang terjadi. Di satu sisi,

pembaharuan hukum keluarga Islam stagnan, padahal dalam beberapa hal

pembaharuan harus dilakukan agar sesuai dengan tuntutan zaman. Di sisi lain,

beredarnya kelas-kelas pranikah online yang membawa wacana konservatif dan

bias gender memengaruhi wacana hukum masyarakat. Hal ini setidaknya menjadi

pemicu permasalahan keluarga dan stagnannya pembaharuan hukum perkawinan

Islam di Indonesia.

Oleh karena itu, agar pembaharuan dapat dilakukan dan permasalahan

keluarga dapat diminimalisir, perlu adanya kelas pranikah yang berisi pemahaman

hukum secara komprehensif. Dengan demikian masyarakat memahami hukum

perkawinan secara lebih baik. Pemerintah juga perlu menggalakan sosialisasi

hukum perkawinan Islam di tengah masyarakat Indonesia.

Selanjutnya, penelitian ini belumlah mampu menjelaskan persoalan hukum

perkawinan Islam yang dipresentasikan dalam kelas-kelas pranikah online secara

detail dan mendalam. Terutama dalam hal praktik konsumsi dan interpretasi

materi-materi tersebut. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar

tranmisi pengetahuan keluarga melalui teks-teks populer tersebut dapat diketahui

dengan jelas.