ARSITEK UNTUK MASYARAKA Disusun oleh: Nuning Sri Rahayu 1306432 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of ARSITEK UNTUK MASYARAKA Disusun oleh: Nuning Sri Rahayu 1306432 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA...
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam me
rancang bangunan. Dalam artian yang lebih
luas, arsitektur mencakup merancang dan
membangun keseluruhan lingkungan binaan,
mulai dari level makro yaitu perencanaan
kota,perancangan perkotaan dan arsitektur
lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain
bangunan, desain perabot dan desain produk.
Arsitektur merujuk kepada hasil-hasil
proses perancangan tersebut. Agar dapat
menjamin kompetensi secara terus menerus,
para arsitek diwajibkan melakukan proses
belajar seumur hidup untuk menjaga,
memelihara, meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini
menjadi sangat penting agar Arsitek
Indonesia jangan sampai terbelakang dalam
teknologi mutakhir, metoda praktek dan
masalah-masalah sosial serta ekologi yang
terbaru demi menjaga kepentingan masyarakat
umum.
1.2 Alasan pemilihan topic
Alasan memilih topic tentang Arsitektur
untuk Masyarakat ini adalah untuk
menyadarkan masyarakat bahwa tanpa
arsitektur, proporsi rumah tidak akan
terjamin. Bukan hanya proporsi, tetapi
estetika dan kenyamanan pun tidak akan
terperhatikan. Dengan artikel ini, saya
harap dapat mencetuskan arsitek-arsitek
terbaik bangsa untuk masyarakat di
Indonesia.
1.3 Pentingnya memilih topic ini
Pentingnya memilih topic ini karena
Arsitek di Indonesia dituntut untuk lebih
aktif berperan dalam menentukan arah dengan
pemahaman terhadap nilai dan norma hidup
di masyarakat sebagai tolak ukurnya. Selain
itu, diperlukan pula kreativitas untuk
menjabarkan rambu-rambu tradisional –
sebagai suatu konsep yang telah lama
dimiliki masyarakat – ke dalam bentuk-
bentuk yang akrab dengan lingkungan dan
mudah dicerna apa makna serta pesan yang
akan disampaikan.
1.4 Manfaat memilih topic ini
1. Melahirkan arsitektur-arsitektur handal
dan bermutu untuk masyarakat Indonesia
2. Membangun Indonesia menjadi lebih baik
lagi dengan adanya arsitek yang dapat
memperhatikan kebutuhan ruang yang
diinginkan konsumen, budget yang
dimiliki, dan berkehendak untuk
memberikan desain rumah yang terbaik.
BAB II ISI
2.1 Ringkasan
Wujud arsitektur bukan merupakan hasil
‘seni yang bebas’ kehendaknya dan melukis
untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, seni
arsitektur merupakan ‘seni yang terikat’
oleh kaidah-kaidah tertentu sebagai seni
terapan yang mampu dinikmati semua pihak,
menjadi milik masyarakat, bangsa dan para
pengamat yang berhak menikmati karya
arsitektur setempat (bukan impor dari
luar). Arsitektur mencoba berusaha untuk
berada di tengah masyarakatnya, para
pemakai dan pemerhati.
Banyak bangunan yang sebetul-nya gagal
secara fungsional atau tidak sesuai dengan
perilaku pemakai, namun tetap diciptakan
dengan ‘keterpaksaan’ karena faktor-faktor
lain yang sama sekali melupakan ‘jati
diri’-nya. Latar belakang dalam melakukan
aktivitas sosial budaya, dalam masyarakat
tradisional Jawa misalnya, banyak belajar
menyesuaikan diri dengan alam
lingkungannya. Mereka memilih untuk
berusaha hidup ‘selaras’ dengan alam,
walaupun tidak merasa bahwa dirinya takluk
kepada alam.
Arsitektur hadir sebagai hasil persepsi
masyarakat yang memiliki berbagai
kebutuhan. Untuk itu, arsitektur adalah
wujud kebudayaan yang berlaku di
masyarakatnya, sehingga perkembangan
arsitektur tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan kebudayaan masyarakat itu
sendiri. Pada saat ini, ketika perkembangan
budaya dan peradaban sudah sedemikian maju,
maka perkembangan arsitektur – terutama di
Indonesia – nampak berjalan mulus tanpa ada
saringan yang cenderung menghilangkan jati
diri.
Karena arsitektur bertujuan untuk
masyarakat, maka hasil karya arsitektur
seringkali dinilai kurang kompromi dengan
lingkungannya. Terciptanya karya arsitektur
yang cocok dan sesuai dengan lingkungan-nya
tentu bukan monopoli dari si Arsiteknya
saja. Penjabaran dan perwujudan akan tata
nilai ekonomis karya arsitektur akan
melibatkan semua pihak. Hal tersebut
terjadi karena masyarakat sudah memiliki
preferensi dalam kognisinya tentang bentuk-
bentuk yang ditampilkan sebagai bentuk-
bentuk yang secara historis pernah menjadi
miliknya. Dari pemberi Tugas (bouwheer)
tentu sangat diharapkan bisa menahan emosi
kehendaknya, sehingga Arsitek dapat
merealisir gagasan bouwheer dengan baik dan
optimal.
Sebagai contoh, tanah yang dibeli dan
siap untuk dibangun, seharusnya di desain
dengan sebaik-baiknya agar tidak
percuma. Rumah tinggal yang akan dibangun
adalah rumah tinggal yang mungkin akan kita
tinggali untuk waktu yang relatif lama.
Bila membangun rumah, biasanya membangun
untuk kepentingan keluarga dan masa depan.
Rumah perlu didesain dengan baik agar
sesuai dengan gaya hidup dan kepentingan
pemiliknya. Jasa arsitek dibutuhkan dalam
hal ini.
Arsitek rumah tinggal dapat membantu
merencanakan segala detail yang ada dalam
rumah tinggal yang akan dibangun. Misalnya;
detail-detail keindahan ruangan, tampilan
rumah yang menawan, perletakan ruang-ruang
yang sesuai dengan gaya hidup dan kebutuhan
sehari-hari. Biaya untuk menyewa jasa
arsitek juga merupakan pertimbangan, dan
biasanya biaya tersebut diberikan
berdasarkan pertimbangan seorang arsitek
pada kemampuannya, atau pada standar tarif
yang berlaku secara umum dalam wilayah
arsitek tersebut.
Seseorang bisa saja membuat denah,
perkiraan tampilan dan sebagainya, kemudian
menyerahkannya kepada tukang. Pertanyaannya
adalah; apakah banyak segi pertimbangan
dalam merencanakan desain rumah telah
terpenuhi? Hal-hal yang menjadi
pertimbangan antara lain; estetika dan
keindahan desain rumah, struktur konstruksi
rumah yang terencana, perletakan ruang-
ruang secara tepat dan fungsional. Para
arsitek telah mendapatkan pendidikan yang
sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan
dalam profesinya, antara lain kemampuan
menggubah komposisi bangunan agar indah,
memperhatikan faktor kesehatan bangunan
sehingga penghuninya tidak dirugikan dengan
desain yang merusak kesehatan.
2.2Resensi
Perkembangan keanekaragaman kebutuhan
fasilitas, masih adanya masalah kemiskinan,
serta distribusi yang belum sesuai,
merupakan beberapa tantangan utama yang
perlu diperhatikan oleh para Arsitek
Indonesia. Usaha perbaikan fasilitas umum
dan permukiman pada dasarnya merupakan
kegiatan yang strategis dalam pembangunan.
Untuk itu, seyogyanya konsep perancangan
bangunan serta perencanaan lingkungan dan
wilayah mendapat perhatian khusus, agar
pembangunan dapat mendukung pembinaan
budaya dan peradaban bangsa.
Perkembangan arsitektur nampak berjalan
begitu mulus tanpa ada penyaring sebagai
akibat apa yang terjadi untuk sementara
‘dipersilakan masuk’, sehingga bisa
dikatakan ada perubahan nilai untuk
menghilangkan ‘jatidiri’-nya. Hal ini
sebagai akibat proses modernisasi, yang
bilamana tidak dikendalikan dengan baik,
dapat menimbulkan ‘krisis identitas’.
Krisis ini terjadi karena terganggunya
keakraban manusia dengan ruang. Dengan
demikian, walau ruang tidak mengalami
perubahan, namun digunakan dengan fungsi
yang sangat berbeda. Untuk itu, tata nilai
yang berlaku akan mengalami perubahan dan
menjadi sumber konflik antara yang lama
dengan yang baru.
Timbul keprihatinan dalam diri beberapa
pihak yang mempertanyakan apakah arsitektur
seperti itu akan menjadi arah perkembangan
arsitektur Indonesia. Prijotomo dalam
bukunya Pasang Surut Arsitektur di
Indonesia mempertanyakan: “Tahukah Anda
bahwa kesemuanya itu telah dimiliki sejak
1970-an? Tapi kenapa perjalanan meng-
Indonesia-kan arsitektur masih pusing tujuh
keliling?”
Beberapa kemungkinan ini adalah jawaban
dari pertanyaan tadi, yaitu:
Pertama, konon dikatakan oleh Arsitek bahwa
pasaran arsitektur masih menggemari yang
‘barat’ ketimbang yang tradisional.
Kedua, lembaga pendidikan arsitektur belum
melakukan penafsiran, karena belum mampu
bicara soal ruang dan rupa arsitektur
tradisional Indonesia. Arsitektur ini masih
diletakkan dalam kerangka antropologis dan
kebudayaan, belum diletakkan dalam kerangka
arsitektur itu sendiri.
Ketiga, kurangnya gairah Arsitek
profesional dan Pendidik untuk meletakkan
arsitektur tradisional itu sebagai sumber
praktek dan sumber pengajaran.
Keempat, ada pihak-pihak yang sengaja
menyembunyikan pengetahuan dan kemampuannya
dalam hal arsitektur tadi. Penggunaan apa
yang dimilikinya oleh pihak lain demi
pengembangan arsitektur tadi dicurigainya
sebagai pengambil-alihan pengetahuan dan
kemampuan.
Kelima, belum tumbuhnya sikap Arsitek
Indonesia dalam melihat arsitektur modern
itu sendiri. Tafsiran, alih ragam,
modifikasi ataupun penyederhanaan haruslah
menjadi bagian yang tak terpisah dari
sebutan tradisional pada arsitektur daerah
kita.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sikap Arsitek harus berubah, karena
seorang Arsitek bukan hanya menuangkan
sebuah misi ke dalam perencanaan saja,
namun harus memahami reaksi manusia yag
terlibat guna dicarikan pemecahannya bila
akan timbul konflik. Sebenarnya, tugas
Arsitek belum berakhir sampai dengan
rencana ‘blueprint’saja. Walau proyek telah
selesai dibangun, bahkan telah diresmikan,
Arsitek masih berkewajiban paling tidak
secara etis sampai dengan obyek tersebut
benar-benar berfungsi.
Dalam hal ini si Arsitek berfungsi
sebagai moderator untuk duduk dalam satu
meja demi terselenggaranya peran masing-
masing disiplin ilmu dengan baik. Dengan
demikian, dibutuhkan arsitek-arsitek yang
komunikatif dan peka terhadap masalah-
masalah kultural, kuat dalam penelitian
lapangan serta berani melepaskan konsep-
konsep ruang yang standar dan berani
mengusulkan sesuatu yang orisinil.
Pemahaman terhadap nilai-nilai dan
norma-norma yang terdapat di lingkungan
masyarakat merupakan hal yang perlu
dilakukan oleh Arsitek sebagai dasar pijak
dalam menciptakan karya arsitekturalnya.
Dengan demikian, hasil yang diwujudkan akan
merupakan arsitektur yang akrab dengan
lingkungannya serta mudah dicerna apa makna
dan pesan yang disampaikannya. Warisan
arsitektur tradisional akan sangat
bermanfaat sebagai sumber untuk memperoleh
inspirasi dan inovasi dalam mendorong
imajinasi para arsitek. Dalam hal ini
diperlukan kemampuan kreativitas untuk
menjabarkan rambu-rambu tradisional, agar
karya yang dihasilkan tidak terjebak pada
bentuk-bentuk yang monoton, tetapi justru
perlu memberikan peluang pada unsur-unsur
kontradiksi dan konflik yang harus diwadahi
dalam bentukan-bentukan yang unik.