analisis resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas

30
ANALISIS RESEPSI PENONTON WANITA TERHADAP MASKULINITAS DALAM DRAMA KOREA CRASH LANDING ON YOU” Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Oleh: SOFIANI TRIA NINGSIH L100170189 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2021

Transcript of analisis resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas

ANALISIS RESEPSI PENONTON WANITA TERHADAP MASKULINITAS

DALAM DRAMA KOREA “CRASH LANDING ON YOU”

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika

Oleh:

SOFIANI TRIA NINGSIH

L100170189

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021

i

ii

iii

1

ANALISIS RESEPSI PENONTON WANITA TERHADAP MASKULINITAS DALAM DRAMA KOREA “CRASH LANDING ON YOU”

Abstrak Maskulinitas terbentuk karena adanya fantasi bagaimana seorang laki-laki harus bersikap seperti apa. Konten media seperti drama Korea adalah salah satu akses yang

memiliki peran dalam pencitraan maskulinitas. Sehingga setiap orang akan memiliki

konstruksi dan persepsi berbeda pula dalam memahami citra maskulinitas laki -laki.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas

dalam drama “Korea Crash Landing On You” melalui teori analisis resepsi Stuart Hall.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi pada penelitian ini

adalah Mahasiswi, Ibu Rumah Tangga, dan juga Wanita Karir di Kota Palangkaraya

yang sudah menonton K-drama Crash Landing On You. Sampel penelitian diambil

berdasarkan teknik purposif dan didapati enam orang informan. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara mendalam semi-terstruktur dan studi pustaka. Hasil

penelitian menunjukkan adanya pemaknaan beragam dari proses encoding-decoding

pada penonton wanita berdasarkan konstruksi maskulinitas pria Korea, Kapten Ri dan

maskulinitas ideal, serta maskulinitas ditinjau dari profesi dan penampilan. Hal tersebut

kemudian membagi keenam informan kedalam posisi pembacaan dominan, negosiasi,

dan oposisi berdasarkan teori analisis resepsi.

Kata Kunci: Resepsi, Maskulinitas, Korea, Wanita

Abstract

Masculinity is formed because of the fantasy of how a man should behave like. Media content such as Korean dramas is one of the accesses that have a role in imaging

masculinity. So everyone will have different constructions and perceptions in

understanding the image of male masculinity. This study aims to see the reception of

female audiences towards masculinity in the “Korean drama Crash Landing On You”

through Stuart Hall's reception analysis theory. This research uses descriptive

qualitative method. The population in this study were female students, housewives, and

career women in Palangkaraya who had watched the K-drama Crash Landing On You.

The research sample was taken based on a purposive technique and found six

informants. Data was collected by semi-structured in-depth interviews and literature

study. The results show that there are various meanings of the encoding-decoding

process for female viewers based on the construction of Korean male masculinity,

Captain Ri and the ideal masculinity, and masculinity in terms of profession and

appearance. Then it divides the six informants into dominant, negotiating, and

opposition reading positions based on reception analysis theory.

Keywords: Reception, Masculinity, Korean, Women

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Drama Korea atau yang biasa dikenal dengan K-drama merupakan salah satu produk

dari Korea Selatan yang membuat Korea Selatan terlihat mengagumkan di mata dunia.

2

Kepopuleran K-drama adalah salah satu awal mula penyebaran budaya Korea sampai ke

seluruh penjuru dunia. Serial Korea atau yang dikenal dengan K-drama merupakan

tayangan yang menyajikan suatu cerita di mana tayangan dari cerita tersebut

ditampilkan secara berturut-turut dengan tema yang berbeda dan biasanya serial

ditayangkan dalam jumlah tertentu misalnya dalam beberapa episode yang selalu

bersambung. Contoh dari serial adalah sinetron drama TV dan lain sebagainya. Maka K-

drama termasuk serial yang berupa drama TV dan bukan termasuk film karena film

hanya menyajikan satu tema dalam waktu sekali tayang dan kemudian ditayangkan

dalam satu cerita kemudian selesai.

Sejak pertengahan tahun 1990-an, budaya populer Korea sudah menyebar ke

seluruh negara beretnis China (negara-negara yang sebagian maupun seluruhnya

berdarah atau keturunan China) termasuk China, Hong Kong, Taiwan dan Singapura

pada mulanya, kemudian seluruh negara Asia tenggara seperti Vietnam, Thailand,

Malaysia dan Indonesia, diikuti oleh Mongolia, Jepang dan bahkan luar Asia Timur

(Jonghoe, 2012). Drama romantis Korea begitu diminati oleh masyarakat Indonesia

daripada drama negara lainnya, bahkan tren ini sering mewarnai program televisi di

Indonesia saat ini (Kedi, 2013).

Terdapat tiga produk media dalam budaya pop, yaitu film, drama televisi dan

musik pop. Drama televisi Korea (K-drama) memiliki peluang yang lebih besar untuk

diterima oleh publik karena banyak dari mereka yang sengaja menyisihkan waktu dari

kegiatannya untuk menonton setiap episode yang ditayangkan secara reguler. Setiap

episode menarik audiens untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan cerita dan

karakter dalam tayangan (Huat, 2010).

Maskulinitas adalah cara menjadi pria sesuai apa yang diterima dan sesuai

dengan norma dalam masyarakat (Fribadi, 2012:47). Menurut Demartoto (Syulhajji,

2017) maskulin atau maskulinitas diambil dari bahasa Perancis “macculinine”.

Maskulinitas merupakan karakter gender yang secara sosial dilekatkan pada sosok laki-

laki. Sebagai kontruksi sosial maskulinitas bahkan telah ditanamkan dalam keluarga

melalui doktrin yang diberikan oleh orang tua.

Penelitian dari Tan, Shaw, Cheng, & Kim (2013) mengungkapkan bahwa

maskulinitas dan tubuh pria secara historis dan sosial dikonstruksikan, dibuat, dan

diperkuat oleh ekspektasi sosial berdasarkan pemaknaan secara bersama, terutama

3

berdasarkan gender yang ditayangkan oleh media masa. Menurut MacInnes Beynon,

(2002:2), maskulinitas terbentuk karena adanya fantasi bagaimana seorang laki-laki

harus bersikap seperti apa dan bagaimana. Gambaran maskulinitas menurut Paul J.

Yoon (Wulantari, 2012) adalah yang cenderung heroism, power, authority, dan

aggression. Contoh maskulinitas itu salah satunya bisa dilihat dalam drama Korea

Selatan seperti Crash Landing On You yang dituangkan pada karakter Kapten Ri.

Maskulinitas yang ideal dapat dijelaskan dengan konsep maskulinitas hegemoni

dari (Connell, 2000). Dalam konteks maskulinitas hegemoni, memiliki arti adanya

pengaruh dominasi suatu konstruksi maskulinitas atas bentuk maskulinitas yang lain.

Maskulinitas yang hegemonik menggambarkan laki-laki yang kuat, sukses, kompeten,

dan otoriter yang mendapatkan reputasinya dari tempat kerja dan meraih harga dirinya

di area publik. Lelaki yang maskulin digambarkan memiliki kekuatan dan berkuasa.

Fokus maskulinitas hegemonik adalah laki-laki mendapat keuntungan dari dominasinya

atas kaum perempuan (Fribadi, 2012: 50-52).

Pada fenomena yang terjadi di awal tahun 2020 ini, dilansir oleh CNN Indonesia

pada tanggal 17 Februari 2020 K-drama Crash Landing On You menjadi salah satu

drama Korea terpopuler dan resmi menjadi drama dengan rating tertinggi yang pernah

tayang di tvN (salah satu stasiun televisi di Korea Selatan). K-drama ini dirilis pada

tanggal 14 Desember 2019 dengan 16 episode. Dilansir dari HanCinema

(https://www.hancinema.net/hancinema-s-news-crash-landing-on-you-releases-

production-details-following-plagiarism-allegation-136902.html) penulis naskah Crash

Landing On You Park Ji-eun menulis naskah drama ini karena terinspirasi dari kejadian

yang terjadi pada 12 September 2008, yaitu sebuah kapal yang membawa seorang aktris

tak sengaja terbawa arus hingga zona demiliterisasi Korea Utara. K-drama Crash

Landing On You ini dibintangi oleh Hyun Bin sebagai Kapten Ri Jeong-hyeok yang

merupakan tentara militer Korea Utara dan anak petinggi militer Korea Utara yang

digambarkan sebagai pria dengan masa depan cerah berlatar belakang elite dan

bergengsi dan juga menjadi sosok yang penuh percaya diri dan berprinsip, dan Son Ye-

jin sebagai Yoon Se-ri yang merupakan pebisnis dan anak konglomerat Korea Selatan

yang digambarkan memiliki kehidupan yang layaknya keluarga kerajaan di Korea

Selatan.

4

Dalam sebuah film menurut Syulhajji (2017) maskulinitas dapat ditandai

dengan No Sissy Stuff (Tidak kewanita-wanitaan), Be a Big Wheel (Berpengaruh

Penting), Be a Sturdy Oak (Kuat), Give em Hell (Berani), New Man as Nurturer

(Kebapakan), New Man as Narcissist (Narsistik), Sifat kelaki-lakian yang macho,

kekerasan dan hooliganism (Sangar), Laki-laki metroseksual mengagungkan fashion.

Pada penelitian ini Kapten Ri sebagai tokoh utama dalam K-drama “Crash Landing On

You” menampilkan citra maskulin yang dikemas dengan berperan sebagai sosok laki-

laki yang berprofresi sebagai tentara militer Korea Utara, macho, tidak kewanita-

wanitaan, berpengaruh penting, narsistik, memiliki otot, berkulit putih dan juga

memiliki visual menarik. Gambaran tersebut sesuai dengan karakteristik maskulin yang

pernah disampaikan oleh Fribadi dan Goffman dalam penelitian terdahulu yang berjudul

Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan Pada Drama Televisi Korea

(Theresia, 2018). Sehingga peneliti tertarik untuk mendalami konsep maskulinitas dari

tokoh utama pada K-drama ini yaitu tokoh Kapten Ri.

Penelitian ini menarik dan penting untuk dibahas karena drama ini yang sangat

populer pada awal tahun 2020 dan juga untuk mengetahui bagaimana penggambaran

sisi maskulinitas sosok Kapten Ri dalam K-drama Crash Landing On You oleh

penonton wanita. Seperti yang diketahui sosok Kapten Ri dalam drama itu digambarkan

sebagai sosok yang tampan, memiliki masa depan cerah, berlatar belakang elit dan

bergengsi, penuh percaya diri dan berprinsip. Selain itu isu maskulinitas juga jarang

diangkat karena masyarakat menganggap maskulinitas sudah tetap dan tidak berubah

(Feasey dalam Sondakh, 2014).

Pada penelitian ini subjek penelitian merupakan penonton wanita. Penonton

wanita menarik sebagai subjek penelitian karena biasanya yang paling banyak

mengonsumsi serial K-drama adalah kaum perempuan dan juga karena ingin

mengetahui sejauh mana sosok laki-laki ideal menurut mereka setelah mereka menonton

K-drama yang menampilkan pemeran laki-laki yang membawakan sifat maskulin.

Penelitian terdahulu yang berjudul Persepsi Perempuan Tentang Tayangan Drama

Romantis Korea Di Indosiar mengatakan bahwa perempuan juga mempunyai karakter

yang sangat rumit dan kompleks seperti cara pandang hidup, nilai moral, tingkat

intelektualitas dan lain sebagainya (Kedi, 2013). Sehingga mampu menjadi alasan

dalam pemilihan subjek.

5

Untuk subjek penelitian sendiri, dikarenakan K-drama Crash Landing On You

ini ditujukan untuk penonton dengan kategori dewasa awal yaitu dengan rentang usia 20

sampai dengan 40 tahun seperti yang dilansir Cosmopolitan

(https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-is-hit-among-women-in-

40s-a292-20200216). Maka peneliti akan menentukan subjek penelitiannya yaitu wanita

yang berusia mulai dari 20 sampai dengan 40 tahun dengan kategori Mahasiswi, Ibu

Rumah Tangga, dan Wanita Karir di Kota Palangkaraya. Menurut peneliti dengan

rentang umur yang berbeda maka akan berbeda pula pemahaman dari penonton wanita

itu dalam memaknai konsep maskulinitas yang ideal pada seorang laki-laki itu seperti

apa berdasarkan pesan yang disampaikan melalui K-drama tersebut.

1.2. Tujuan Penelitian dan Rumusan Masalah

Tujuan penelitian ini adalah agar peneliti mengetahui dan mendeskripsikan seberapa jauh

penggambaran penonton wanita terhadap maskulinitas serta menganalisis maskulinitas yang

dituangkan dalam K-drama Crash Landing On You. Sehingga dapat disusun sebuah

rumusan masalah yaitu “Bagaimana resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas dalam

drama Korea “Crash Landing On You”?”

1.3. Teori Resepsi Analisis

Pada penelitian ini teori yang digunakan adalah teori resepsi analisis dari Stuart Hall

dimana teori ini merupakan proses dari teori penerimaan pesan. Teori ini membahas

mengenai bagaimana audience memaknai sebuah pesan yang disampaikan oleh

komunikator. Menurut Hall, Hobson, Lowe, & Willis (2005:129-138), dalam teori ini

terdapat 3 jenis audience : (a) Dominant/Hegemonic reading: yaitu audience yang

memiliki pemikiran yang sama dengan pembuat pesan dan seutuhnya menerima makna

yang diberikan oleh si pembuat pesan. (b) Negotiated reading: yaitu audience yang

sejalan dengan sebagian pemahaman dari pembuat pesan, dan juga memodifikasi

pesannya sesuai dengan kepribadiannya. (c) Oppotional/ Counter Hegemonic reading:

yaitu audiens yang tidak sepaham dengan si pembuat pesan dan tidak setuju dengan

pemaknaan yang dibuat oleh si pembuat pesan.

Dalam penelitian ini, cara peneliti memahami makna dari produsen teks dalam

K-drama Crash Landing On You adalah dalam serial drama tersebut produsen teks ingin

menunjukkan budaya populer Korea Selatan dengan tampilan yang berbeda dari drama-

drama sebelumnya yaitu dengan menampilkan budaya populer Korea Selatan melalui

6

latar belakang Korea Utara dengan memainkan peranan penting dalam proses non-linier

untuk mengubah Korea Utara dalam imajinasi domestik maupun global. Kemudian juga

sifat maskulinitas melalui peran Kapten Ri digambarkan sebagai sosok yang ideal

dengan menggabungkan status sosial yang tinggi di Korea Utara dengan ciri-ciri

maskulinitas yang dikemas dengan penampilan yang menarik, memiliki rasa kasih

sayang, memiliki kecerdasan, sikap pendiam tetapi memiliki kepekaan emosional, dan

kesetiaannya pada cinta sejatinya seperti yang dikatakan (Epstein & Green, 2020) dalam

jurnal yang berjudul Crash Landing On You and North Korea: Representation and

Reception in the Age of K-Drama.

Gambar 1. Proses Encoding-Decoding (Durham & Kellner, 2006)

Menurut Stuart Hall dalam (Durham & Kellner, 2006) terkait proses encoding-

decoding dijelaskan bahwa dalam menerima sebuah pesan posisi audiens dipengaruhi

oleh 3 hal yaitu (1) Framework of knowledge (pengetahuannya), dalam hal ini tingkat

pengetahuan serta pemahaman penonton wanita terhadap maskulinitas. (2) Relation of

product (hubungan yang terjalin antara keduanya), dalam hal ini bagaimana pendapat

penonton wanita terhadap karakter Kapten Ri dan bagaimana perasaan penonton wanita

setelah menonton K-drama itu. (3) Technical infrastructure (faktor-faktor teknis), dalam

hal ini melalui media apa penonton wanita tersebut mengakses K-drama itu.

Teori Resepsi Analisis ini sendiri tepat digunakan dalam penelitian ini karena

sebagai teori komunikasi, teori resepsi ini dapat memberikan penjelasan secara rinci

mengenai bagaimana pemaknaan audiens terhadap pemaknaan atau resepsi penonton

wanita terhadap maskulinitas pada sebuah K-drama.

Pada penelitian ini, peneliti juga beracuan pada penelitian terdahulu penelitian

dari (Theresia, 2018) tentang “Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan

Pada Drama Televisi Korea”. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian

7

sekarang adalah membahas tentang fenomena maskulinitas dalam serial drama Korea.

Perbedaannya adalah pada penelitian pertama sebelumnya oleh (Theresia, 2018)

membahas maskulinitas pada tokoh utama seorang laki -laki dalam drama yang

menderita kanker payudara sedangkan dalam penelitian ini membahas maskulinitas

berdasarkan tokoh utama Kapten Ri yang diperankan oleh Hyun Bin.

1.4. Maskulinitas Dalam Media

Media adalah salah satu akses yang memiliki peran dalam pencitraan maskulinitas.

Melalui berbagai media beberapa pihak berupaya memberikan gambaran mengenai

konsep maskulinitas. Hal itu seperti dilakukan Beynon, 2002; Nasir, 2007 (Syulhajji,

2017) yang melakukan kajian mengenai konsep maskulinitas melalui berbagai hal,

terutama media.

Dengan berkembangnya budaya Korea di media dengan berbagai macam produk

budaya Korea seperti drama film, lagu, fashion, gaya hidup produk-produk industri

mulai mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Adanya penyebaran

budaya korea dengan berbagai macam produk seperti yang sudah disebutkan

sebelumnya di media, hal ini dapat mempengaruhi dan mengkonstruksi khalayak

mengenai konsep maskulinitas. Seperti yang dikatakan Epstein & Green (2020) dalam

penelitian terdahulunya bahwa dengan pengemasan maskulinitas digambarkan sebagai

sosok yang tampan, berani, patriotik, dan perlawanan kaum elit dan loyal terhadap

wanita serta keluarganya.

Selama ini, pada sebuah film sebagai bentuk budaya populer media massa

menurut Syulhajji (2017) maskulinitas dapat ditandai dengan No Sissy Stuff (Tidak

kewanita-wanitaan), Be a Big Wheel (Berpengaruh Penting), Be a Sturdy Oak (Kuat),

Give em Hell (Berani), New Man as Nurturer (Kebapakan), New Man as Narcissist

(Narsistik), Sifat kelaki-lakian yang macho, kekerasan dan hooliganism (Sangar), Laki-

laki metroseksual mengagungkan fashion. Pada penelitian yang dilakukan oleh Praptika

& Putra (2016) mengungkapkan bahwa tampilan maskulinitas yang direpresentasikan

oleh pria Korea Selatan adalah salah satu contoh maskulinitas yang dinamis (dynamic

masculinity).

Namun penelitian terkait maskulinitas pernah dilakukan oleh Safira (2019) yang

berjudul Pemaknaan Khalayak terhadap Resistensi Maskulinitas Boyband Korea dalam

Reality Show “Wanna One Go in Jeju” yang membahas tentang boyband Korea Wanna

8

One yang dipilih oleh Innisfree sebagai brand ambassador produk perawatan tubuh.

Bentuk maskulinitas ini dinilai sebagai perlawanan hegemoni maskulinitas karena

adanya unsur-unsur keperempuanan. Hal ini menunjukkan adanya bentuk “New Man”

sejak gerakan feminis pada tahun 1980-an. New Man as Narcissist ini berkaitan dengan

komersialisasi terhadap maskulinitas dan konsumerisme. Pria cenderung tampil pada

iklan produk yang membuat mereka terlihat sukses, seperti properti, mobil, pakaian,

barang personal yang menjadi dominan atas konsep pria.

2. METODE

Untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah pada penelitian ini diteliti dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri merupakan

penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami seputar fenomena apa yang dihadapi

oleh subjek penelitian misalnya pendapat seseorang, tingkah laku, karakter, serta

tindakan individu. Penelitian kualitatif ini akan dipaparkan secara rinci dengan

menggunakan kalimat serta dialek dengan menggunakan bermacam metode alamiah

(Moelong, 2006).

Paradigma yang digunakan pada penelitian ini ialah paradigma kontruktivisme.

Dalam penelitian paradigma ini berusaha menelusuri pemaknaan, pengalaman dan

pemahaman dari subjek penelitian. Pada studi ilmu komunikasi, paradigma ini sering

disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran sebuah makna.

Peneliti melakukan penelitian ini berlokasikan di Kota Palangkaraya yang

melibatkan Mahasiswi, Ibu Rumah Tangga, dan juga Wanita Karir yang sudah

menonton K-drama Crash Landing On You. Karena menurut peneliti, ketiga kategori

dari subjek penelitian tersebut yang sudah pernah menonton K-drama Crash Landing

On You merupakan subjek yang paling mengerti mengenai objek yang sedang diteliti

yaitu penggambaran mereka terhadap maskulinitas yang ideal itu seperti apa setelah

mereka menonton K-drama tersebut yang pengemasan maskulinitas itu dituangkan

kepada tokoh Kapten Ri. Pemilihan Palangkaraya didasari atas minimnya penelitian

terkait konstruksi maskulinitas dalam perspektif wanita Dayak. Terlebih lagi Sar (2020)

mengungkapkan bahwa masyarakat masih melihat maskulinitas secara sterotip

diatribusikan pada pria yang berkaitan dengan sikap ambisius dan otoriter. Namun

temuannya juga memperlihatkan bentuk natural bahwa perempuan Dayak di

9

Kalimantan juga memiliki bentuk kemiripan maskulin yang terbentuk pada Nyai Udang

seperti kepemimpinan, ambisis, kerja keras, serta asertif.

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling, yaitu cara pengambilan data dengan pertimbangan tertentu misalnya karena

orang tersebut paling mengerti tentang objek yang diteliti atau dianggap sebagai

penguasa sehingga memudahkan kita dalam memperoleh data (Sugiyono, 2020). Latar

belakang usia yang peniliti ambil adalah usia 20 sampai dengan 40 tahun, karena sesuai

dengan hasil statistik demografis dari Nielsen Korea menunjukkan bahwa penonton K-

drama Crash Landing On You adalah kelompok usia 20 sampai dengan 40 tahun

dilansir dari Cosmopolitan (https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-

is-hit-among-women-in-40s-a292-20200216). Kemudian latar belakang pendidikan

adalah wanita dengan pendidikan Perguruan Tinggi. Menurut (La Sulo & Tirtarahardja,

2005) pada kelompok pendidikan Perguruan Tinggi ini cenderung memiliki kemampuan

akademik atau professional yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga

peneliti menyimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas

pula pengetahuan dan pemahaman orang tersebut dalam proses kognisi dan

pemahaman.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka. Teknik

wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara mendalam semistruktur

(semistructured interview). Menurut Kriyantono (2006) wawancara semistruktur dikenal

dengan nama wawancara terarah atau wawancara bebas terpimpin dan biasanya peneliti

sudah memiliki daftar pertanyaan tertulis, tetapi memungkinkan untuk menanyakan

pertanyaan-pertanyaan secara bebas yang terkait dengan permasalahan. Sedangkan studi

pustaka yang digunakan berasal dari jurnal-jurnal penelitian, buku-buku, laporan, dan

literatur lainnya yang berkaitan dengan resepsi penonton, maskulinitas, dan studi

gender.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

menurut model Miles dan Hibermen. Model ini menurut Sugiyono (2020) merupakan

analisis yang dilakukan dengan berbagai cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan

menarik kesimpulan.

Untuk memeriksa berlaku tidaknya data, peneliti memerlukan teknik triangulasi.

Sehingga peneliti menggunakan triangulasi sumber pada penelitian ini. Untuk itu data

10

yang telah dikumpulkan dan diuji tidak bisa disamaratakan, tetapi dideskripsikan dan

dikelompokkan berdasarkan pandangan mana yang sama serta pandangan yang mana

yang detailnya berasal dari beberapa sumber data itu.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan budaya populer ini akan sangat berpengaruh pada sistem sosial yang ada

di masyarakat. Hal tersebut dibuktikan oleh anggapan bahwa terpaan drama Korea

memberi efek signifikan pada gaya hidup penontonnya (Salam, Perbawasari, &

Komariah, 2012). Pada penelitian ini, wawancara mendalam secara semi-terstruktur

dilakukan pada 6 orang informan berbeda berdasarkan teknik sampel yang telah

dilakukan. Profil informan penelitian dapat dilihat melalui tabel 1 dan tabel 2 di bawah

ini.

Tabel 1. Profil Informan 1-3 Penelitian

Keterangan Infoman 1 Informan 2 Informan 3

Nama

Panggilan Ita Yova Amel

Usia 21 Tahun 21 Tahun 32 Tahun

Pendidikan

Terakhir SMA SMA Diploma III

Domisili Palangkaraya Palangkaraya Palangkaraya

Status

Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Ibu Rumah Tangga

Tabel 2. Profil Informan 4-6 Penelitian

Keterangan Infoman 4 Informan 5 Informan 6

Nama Panggilan Widya Oya Nurul

Usia 34 Tahun 22 Tahun 26 Tahun

Pendidikan

Terakhir Strata I Strata I Diploma III

Domisili Palangkaraya Palangkaraya Palangkaraya

Status

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wanita Karir Wanita Karir

Berdasarkan tabel di atas, keenam responden penelitian memiliki perbedaan latar

belakang baik dari segi usia hingga pekerjaan. Proses penerimaan khayalak media pada

proses encoding-decoding dipengaruhi atas tiga hal seperti yang dikemukakan oleh

Stuart Hall (Durham & Kellner, 2006) yaitu framework of knowledge, relation of

11

product, dan technical infrastructure. Sehingga pemberian makna terkait maskulinitas

tersebut beragam tergantung bagaimana pengalaman dan budaya yang ada dalam diri

khalayak. Perbedaan tersebut akan menempatkan audiens ke dalam masing-masing

posisi pembaca sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Stuart Hall.

3.1. Konstruksi Maskulinitas Pria Korea di Media Massa Bagi Penonton Wanita

Konstruksi maskulin yang diterima oleh wanita sebagai lawan jenis akan sangat

beragam (Kartika & Wirawanda, 2019). Realita yang ada dalam televisi memainkan

peran yang begitu penting dalam membentuk budaya (Ilham, 2019). Namun dalam

penelitiannya Praptika & Putra (2016) mengungkapkan bahwa maskulinitas di Korea

Selatan dapat diartikan sebagai pria yang mampu menjadi representasi antara

maskulinitas yang lembut (soft masculinity) dan juga maskulinitas yang keras (hard

masculinity) secara bersamaan.

Gambaran maskulinitas yang lebih lembut tersebut dari Korea tersebut disebut

sebagai kkonminam yang merupakan padanan kata antara bunga serta laki-laki cantik

(Kartika & Wirawanda, 2019). Pada konteks ini, laki-laki dianggap mejadi sosok yang

memiliki sikap lebih terbuka dalam mengekspresikan diri dengan kesopanannya

(Kartika & Wirawanda, 2019). Kesopanan ini berkaitan dengan sikap bijaksana dan

santun, serta memiliki sikap hormat dengan mempertimbangkan kebutuhannya.

Sedangkan pada hard masculinity cenderung dikaitkan sebagai seseorang yang

melibatkan ketabahan, kerja keras dan agresi (Waling, 2019).

K-Drama akan membentuk konstruksi berbeda pada benak penonton wanita.

Penerimaan makna sebagai bagian dari persepsi penonton wanita terhadap konstruksi

maskulinitas pria dalam produk budaya populer Korea memiliki beberapa respon.

“Iya laki-laki impian untuk para kaum wanita karena mereka benar-benar

menunjukkan apa ya, bahasanya seperti sisi gentlemennya mereka gitu lo... laki-

lakinya itu mereka lebih banyak action, lebih banyak tindakan daripada apa ya

kata-katanya gitu lho…” (Informan 1, 21 Tahun, Mahasiswa).

“Seperti laki-lakinya itu seperti cool gitu, lalu ganteng… Apalagi orang Korea

seperti putih, ganteng, lalu bersih seperti itu, rapi, tinggi juga… Dia rela

berkorban untuk sesuatu yang dia anggap berharga…” (Informan 2, 21 Tahun,

Mahasiswa).

“…Selain aktingnya lebih dapat itu ditambah sama visualnya yang ganteng-

ganteng… tidak ngenye-ngenye.” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).

12

“Mereka itu selain ganteng mereka macho aja gitu kalau dilihat-lihat, ya menarik

lah… gagah saja begitu ya kalau menurut saya.” (Informan 4, 34 Tahun, Ibu

Rumah Tangga).

“…rata-rata pemain pria di drama Korea itu biasanya adalah laki-laki yang selalu

menjaga kekasihnya gitu lho, gentle iya kan… tipe yang romantik, tipe laki-laki

idaman semua wanita gitu kan…” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).

“Maksudnya lebih apa ya, even dia suka sama misalnya pemeran perempuannya

lebih gentle, lalu macho-macho juga, cakep-cakep juga, iya dia lebih care juga

sama perempuan, melindungi juga gitu.” (Informan 6, 26 Tahun, Wanita Karir).

Seluruh responden beranggapan bahwa konstruksi pria maskulin dalam budaya

populer Korea adalah mereka yang memiliki tampilan visual menarik dan gagah,

macho, mengedepankan aksi, namun tetap lembut, sabar, sopan dan melindungi wanita.

Citra maskulin pria Korea yang kental akan perpaduan fisik dan ke-macho-an juga

tergambar dalam penerimaan audiens. Fisik yang dianggap maskulin dianggap pria yang

proporsional (atletis), kuat, dan kekar (Suprapto, 2018).

Selain itu konstruksi pria yang lebih lembut, sabar, dan peduli terhadap wanita

juga menjadi makna yang diterima oleh penonton wanita. Seperti yang dikatakan oleh

informan 6 bahwa pria Korea cenderung gentle (lemah lembut, ramah) dan juga peduli

terhadap wanita. Pada konteks maskulinitas yang lebih lembut, laki-laki dianggap

memiliki sikap yang lebih terbuka terutama saat mengekspresikan diri dengan karakter

santunnya (politeness) (Kartika & Wirawanda, 2019). Hal tersebut sangat bertolak

belakang dengan bentuk maskulinitas hiper yang ekstrem dari ideologi gender maskulin,

dan sering kali terdiri dari sekelompok keyakinan yang mencakup ketangguhan,

kekerasan, bahaya, dan sikap tidak berperasaan terhadap perempuan, dan seks

(Siddhanta, 2015).

Maskulinitas dalam budaya populer Korea Selatan juga masih dipengaruhi oleh

patriarki dan peran gender tradisional (Praptika & Putra, 2016). Budaya ini menganggap

bahwa laki-laki memiliki kekuatan daripada wanita. Dominasi pria juga masih sangat

kental sehingga menganggap wanita merupakan kelompok yang inferior dan perlu

perlindungan dari pria yang cenderung superior.

Paradigma penonton aktif telah berkembang dalam merespon berbagai studi yang

memposisikan audiens secara pasif menerima dan mengkonstruksi makna dan

menyampaikan pesan yang mereka terima (Abdullah, Wahyono, & Persadha, 2019).

13

Audiens cenderung menganggap apa yang ada di sekitar mereka menjadi pedoman

bagaimana mereka harus berpikir dan mengolah makna terkait maskulinitas.

“Dia itu bersikap layaknya laki-laki sejati lah dan bisa diterima di masyarakat

seperti itu… lebih cenderung ke machonya seperti itu, lalu juga dia kalau laki-laki

sejati itu dia kalau saya lihat jarang mau memakai pakaian yang mungkin arahnya

ada ke arah wanita seperti lebih feminim gitu.” (Informan 1, 21 Tahun,

Mahasiswa).

“Maskulinitas itu lebih ke arah misalkan seorang laki-laki dikatakan sebagai laki-

laki yang maskulin bila memenuhi syarat dari masyarakat sosial ataupun

lingkungan sosial… laki-laki yang lebih ke arah pekerjaan yang berat gitu seperti

kuli misalkan” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).

Persepsi khalayak sangat dekat sekali dengan lingkungan yang dia miliki baik itu

pada aspek sosial mereka. Aspek-aspek tersebut membantu memberi haluan pada

penonton wanita mengkonstruksi makna maskulin yang mereka anggap ada dan dapat

diterima. Penafsiran serta pemilihan isi pada audiens ini dipengaruhi oleh kepentingan

serta pendapat yang terjadi dalam norma-norma kelompok sosial mereka (Fathurizki &

Malau, 2018).

Pemaknaan penonton wanita dalam melihat maskulinitas pria Korea dan

bagaimana mereka memaknai konsep maskulinitas setelah sering menonton drama

Korea terutama “Crash Landing On You” sejalan dengan konsep maskulinitas yang

mereka anggap paling ideal di Indonesia. Hal itu menjelaskan kenapa keenam informan

berada pada posisi dominan. Audiens pada posisi ini juga menerima karena mereka

memiliki keyakinan yang sama dengan pesan makna yang diciptakan oleh pembuat

program (Briandana & Azmawati, 2020).

3.2. Kapten Ri dan Maskulin Ideal Bagi Penonton Wanita

Pada proses encoding dan decoding ada peran aktif audiens dalam menginterpretasikan

pesan-pesan yang mereka terima, namun bisa saja tidak sesuai dengan makna yang

terkandung dan diinginkan oleh pengirim itu sendiri (Fathurizki & Malau, 2018).

Televisi dan realitas program televisi secara bersamaan akan menjadi alat informasi

bagi audiens untuk mengukur siapa dirinya, siapa orang lain yang ada di lingkungan

sosialnya apakah hal dan perilaku tersebut diterima atau tidak (Tyree, 2011).

Penonton wanita melihat bahwa tokoh Kapten Ri pada K-Drama “Crash Landing

On You” sebagai tokoh yang memiliki sifat maskulin dinamis. Maskulinitas ini

14

mengkonotasikan adanya pemisahan stereotip antara perempuan dan laki-laki (Praptika

& Putra, 2016). Para informan menganggap bahwa Kapten Ri merupakan seorang yang

punya pengaruh penting, gagah, bertanggung jawab, memendam apa yang ia rasa,

namun rela melakukan apapun demi orang yang ia sayang, dan peduli pasangan.

“Nah, kita itu bisa lihat sebenarnya dari situ kan padahal kan posisi Kapten Ri ini

kan penting nih di Korea Utara ya kan… Tapi nolongin Yoon Se-Ri… Dia itu

selalu mengatakan dia itu baik-baik saja, dia itu it‟s okay gitu lho padahal

sebenarnya tidak gitu” (Informan 1, 21 Tahun, Mahasiswa).

“Dia itu rela melakukan apapun demi orang yang dicintainya seperti itu… berani

mengambil keputusan yang berat untuk melindungi hal yang dia anggap berharga

seperti itu. Lalu, juga di situ dia karakternya itu seperti orang yang bertanggung

jawab” (Informan 2, 21 Tahun, Mahasiswa).

“…kalau dilihat-dilihat itu Kapten Ri ini kan beda negara, tetapi rela dong dia

menyusul si perempuan ke negara Korea Selatan” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu

Rumah Tangga).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa

seluruh jawaban informan menganggap bahwa kapten Ri merupakan sosok yang rela

melakukan apapun demi orang yang dicintainya, namun tetap gagah, pemendam rasa,

dan berpengaruh penting secara bersamaan. Padahal, kenyataannya penegakkan hukum

di Korea Utara sangat lebih baik, lebih ketat, atau sadis, mempertimbangkan hukuman

mati sangat jelas ada di sana (Sihombing & Dellavia, 2021). Maskulinitas ini secara

implisit merujuk pada bentuk warrior masculinity. Pada tipe ini menjelaskan posisi laki-

laki yang harus menjadi sosok pahlawan atau gagah, mempunyai kekuatan, serta

mampu melindungi (Muhammad, 2016). Selain bentuk tersebut, juga terdapat makna

lainnya yaitu gentleman masculinity yang berkaian dengan pria lemah lembut dengan

harga diri, murah hati, kesabaran, perasaan halus, serta memiliki perilaku baik (Lieber

dalam Muhammad, 2016). Tipe ini menjadi spektrum dominan dalam maskulinitas

seorang laki-laki yang dipercaya menjadi dambaan bagi setiap wanita.

Munculnya karakter Kapten Ri yang dingin dan cenderung diam seperti yang

diungkapkan oleh informan 1 merujuk pada kekuatan yang hendak disampaikan oleh

produsen pesan terhadap sosok laki-laki. Karakter dingin pada pria sebetulnya perlu

dilakukan untuk memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki kekuatan (Muhammad,

2016). Kekuatan ini muncul akibat adanya dominasi maskulinitas dan kapital dalam

gender yang menganggap perempuan merupakan sosok yang lemah dan laki-laki adalah

15

sosok yang kuat. Bentuk-bentuk laki-laki maskulin yang hendak disampaikan oleh

pemeran Kapten Ri ini secara penuh diterima oleh penonton wanita. Sehingga

menempatkan mereka pada posisi dominant hegemonic reading.

Kapital gender sangat kental muncul pada pola asuh anak laki-laki sehingga sejak

kecil mereka sudah didik menjadi seseorang yang kuat, dan perempuan harus lembut,

hal ini dibuat agar maskulinitas akan selalu menjadi dominan (Bourdieu dalam

Muhammad, 2016). Orang Asia terutama di Indonesia, maskulinitas dapat dikaitkan

dengan bayangan sebagai saluran untuk kekuatan untuk mencapai kemenangan baik

secara fisik ataupun magis (Nilan, Demartoto, & Wibowo, 2014). Kemenangan yang

hendak dicapai ini dapat dilihat dari bagaimana kecenderungan informan penelitian

yang menganggap bahwa Kapten Ri rela melakukan apapun demi mencapai tujuannya.

Selain itu, hal ini juga diperkuat dengan anggapan bahwa sosok maskulin secara

hegemoni. Laki-laki memiliki sifat “No Sissy Stuff” sebagai sebuah stigma stereotip

karakteristik feminin dan kualitas termasuk keterbukaan diri dan sensitif, “The Strudy

Oak” yang didefinisikan sebagai pria manly berdasarkan kekuatan, kepercayaan diri,

dan independen, “The Big Wheel” sebagai pria sukses memiliki status dan perlu

diperhatikan, serta “Giv’Em Hell!” sebagai sebuah aura agresi, kekerasan dan berani

(Bennett, 2007).

Pada dasarnya maskulinitas yang ideal tidaklah absolut karena menjadi bagian

dari diskursus gender. Begitu pula konstruksi gender yang ada pada informan penelitian

ini, mereka memiliki perbedaan pandangan terhadap Kapten Ri sebagai sosok maskulin

yang ideal. Informan 1, 2, dan 6 cenderung menganggap sosok Kapten Ri merupakan

maskulin yang ideal sehingga menempatkan mereka pada posisi dominant reading.

“Iya, iya sepertinya ya. Mungkin karena ya itu tadi, latar belakangnya seorang

tentara, yang tadinya dididik buat bagaimana sih defensive sama musuhnya gitu

kan apalagi di perbatasan.Tetapi dia juga punya sisi apa ya, sisi gentlenya, sisi

laki-lakinya gitu lho, jadi dia masih punya perasaan tidak tegaan juga, tanggung

jawab….” (Informan 6, 26 Tahun, Wanita Karir).

Ketiganya menganggap bahwa sosok Kapten Ri merupakan sebuah bentuk

maskulinitas yang ideal karena dianggap gagah, macho, namun tetap gentle dan

berperasaaan. Penelitian Budiastuti & Wulan (2017) yang dilakukan pada remaja

perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa informan penelitiannya memiliki aspirasi

16

bahwa laki-laki ideal dengan bentuk badan agak berotot, meskipun norma kelakian

masih dominan berkaitan dengan kesopanan, kebaikan hati, dan tanggung jawab.

Hal tersebut muncul karena adanya pengaruh produk budaya populer yang

mengkonstruksi maskulinitas dengan asosiasi penggunaan bentuk fisik laki-laki

(tinggi, berotot, besar) dan aktivitas yang dianggap macho (berkelahi, mengendarai

kendaraan bermotor dengan laju) (Budiastuti & Wulan, 2017).

Namun, hal berbeda justru diungkapkan oleh informan 4 dan 5 yang

menempatkan diri mereka pada posisi negosiasi. Mereka cenderung menganggap bahwa

Kapten Ri bisa menjadi standar maskulin ideal tetapi dengan catatan tertentu seperti

hanya sebatas aspek perilaku dan diakui oleh masyarakat konservatif.

“Masyarakat konservatif iya, bisa dikatakan iya. Karena seseorang yang gagah,

seseorang yang bertanggung jawab, kemudian secara penampilan kita bisa lihat

sendiri maskulinitasnya secara penampilan, kemudian juga cara bertutur katanya

kepada wanitanya, tapi kalau zaman sekarang sih engga harus…” (Informan 5, 22

Tahun, Wanita Karir).

Adanya audiens pada posisi ini berkaitan dengan anggapan bahwa pembaca

sebetulnya dalam beberapa batas sejalan dengan kode program dan menerima makna

yang disampaikan, tetapi mereka memodifikasi kode tersebut sedemikian rupa yang

merefleksikan posisi personal dan ketertarikan mereka (Briandana & Azmawati, 2020).

Pada konteks ini, mereka memodifikasi pesan produsen media karena tidak sesuai

dengan ketertarikan diri dan kondisi masyarakat modern. Konsep maskulinitas dalam

bentuk konservatif biasanya melihat maskulinitas yang ideal sebagai ide gender yang

steril dari sifat-sifat yang sering kali berasosiasi dengan sifat wanita (Wulan, 2016)

Hasil produk budaya populer Korea Selatan ini lebih banyak memotret pria

sebagai gambaran ideologi maskulinitas baru yang bukan hanya sekadar kekuatan fisik,

tetapi menghargai dan membantu perempuan dalam peran gender mereka (Iryanti,

Priyatna, & Mulyadi, 2017). Perbedaan juga terjadi pada informan 3 yang menganggap

Kapten Ri bukanlah standar maskulin ideal, sehingga menempatkannya pada posisi

oposisi.

“Kalau standar sepertinya kalau di dunia nyata sepertinya tidak ya… tidak harus

seperti Kapten Ri… Bertanggung jawab, setia, gagah [Bentuk maskulinitas pria

ideal]” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).

17

Media massa memainkan peran perempuan serta laki-laki kadang menimbulkan

resepsi yang sepaham dan tak sepaham dari para penonton dalam mengkonstruksi

bagaimana seseorang menjadi laki-laki ataupun perempuan (Ilham, 2019). Termasuk

pada informan 3 penelitian ini yang menganggap media massa hanyalah panggung

sandiwara semata. Informan penelitian secara nyata menunjukkan penolakan audiens

terhadap kode dan makna yang diciptakan oleh produsen teks dan

menginterpretasikannya dengan pola mereka sendiri (Briandana & Azmawati, 2020).

Meskipun demikian, seluruh informan penelitian mengangap bahwa pria

sesungguhnya adalah mereka yang bertanggung jawab atas wanita, dalam arti lain

ditunjukkan melalui sikapnya. Derajat kelakian ditentukan oleh paramater tanggung

jawab secara sosial dan ekonomi pada seluruh individu, melindungi, memiliki jiwa

kepemimpinan dan pengayoman (Wulantari, 2012).

3.3. Maskulinitas: Profesi dan Penampilan

Drama Korea “Crash Landing On You” juga berusaha menampilkan sosok Kapten Ri

sebagai sosok maskulin melalui profesinya, Ri Jeong-hyeok yang merupakan kapten

tentara militer Korea Utara dan anak petinggi militer Korea Utara. Selain itu ia juga

memiliki posisi penting dalam militer Korea Utara sebagai kapten. Pada dasarnya,

institusi militer adalah lingkungan yang bersifat maskulin dan sangat khas dengan dunia

laki-laki (Sugiharti, 2019).

Pembuat kode pesan berusaha menyampaikan nilai heroisme dalam sosok Ri

Jeong-hyeok. Militer merupakan profesi maskulin karena pekerjaan ini menekankan

pada keperkasaan, kekuatan, serta heroisme (Darwin, 1999). Hal tersebut berakar dari

pandangan masyarakat patriarkis. Sebagaimana menurut Hall (Fauzan, Dienaputra, &

Hazbini, 2019) bahwa yang menetapkan sifat laki-laki ataupun perempuan yaitu

kebudayaan. Maskulinitas dalam konteks tradisional selalu mengaitkan dan

mempengaruhi sifat pria dan wanita secara tinggi pada nilai kekuasaan, kekuatan, aksi,

ketabahan, kendali, kepuasan diri, kemandirian, kesetiakawanan, sedangkan yang

dipandangan rendah ada pada kelembutan, kemampuan verbal, perempuan, komunikasi,

serta anak (Fauzan et al., 2019). Hal tersebut tercermin pada sosok Kapten Ri yang

punya posisi penting.

18

“Kapten Ri sudah sangat maskulin dan tidak tergapai… Tidak harus dia jadi

tentara gitu karena dia mengenakan seragam, lalu dia terlihat gagah tidak juga”

(Informan 2, 21 Tahun, Mahasiswa).

“Maksudnya begini kalau laki-laki ideal tidak harus juga berprofesi sebagai

tentara ya, profesi apa saja itu bisa jadi ideal juga menurut saya, misalnya seorang

pengusaha, seorang staff di bank, atau dosen misalnya saja seperti itu ya, asalkan

mereka ini, laki-laki ini punya sifat bertanggung jawab” (Informan 4, 34 Tahun,

Ibu Rumah Tangga).

“Kalau menurut saya sendiri pribadi sih tidak ya [Profesi sebagai standar

maskulin]… pekerja keras, itu boleh lah” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa informan wanita seluruhnya

menganggap kenyataan profesi militer sebagai sebuah profesi yang maskulin, tetapi

pada sisi lainnya tidak selalunya profesi ini dapat menjadikan bentuk maskulin ideal,

banyak profesi lainnya yang masih dapat dikatakan sebagai profesi maskulin seperti

informan 5 yang menekankan pada aspek “kerja keras”. Hal ini kemudian menempatkan

keenam informan wanita pada posisi negotiated reading. Pemaknaan seperti ini

dapat terjadi karena adanya politik gender progresif yang berkembang dalam budaya

populer yang sering kali disiarkan pada program TV di Indonesia.

Selain itu, pengalaman yang dinegosiasikan informan penelitian juga berkaitan

dengan penampilan Kapten Ri. Penampilan ini dapat diasosiasikan dengan fashion dan

juga fisik. Salah satu ciri bentuk tubuh pada maskulinitas lama dapat meliputi tipe

maskulin seperti rahang kotak, dada bidang, bahu tegap, tubuh berotot dan berambut,

maskulinitas juga berarti kuat dan banyak testosteron (Habib, Ratnaningsih, & Nisa,

2020).

Penampilan tokoh Kapten Ri dalam drama dengan tubuh tegap, tinggi, besar,

tampan, tidak ada atribut wanita dan juga rapi. Seperti ungkapan Habib et al. (2020)

bahwa pada masa lalu, laki-laki dianggap sebagai maskulin ketika ia memiliki (sturdy

body) tubuh yang kokoh, berotot, pekerjaan berat, dan hal lain yang dianggap sebagai

simbol kejantanan. Di Asia, kulit putih menjadi simbol penghargaan dan kelas elit,

kesucian serta keindahan (Habib et al., 2020). Selain itu, kostum militer juga identik

dengan karakteristik seperti maskulinitas keberanian, kehormatan, ketangguhan,

sehingga dapat memperlihatkan rasa hormat dan takut di masyarakat (Chandra,

Hagijanto, & Arini, 2017).

19

“Yang penting tidak ada ciri-ciri seperti perempuan seperti itu… Saya liat kalau

seragam tentara ya karena kerjanya berat, gagah sama kaya ada pangkat gitu ya

mba jadi maskulin aja sih [fashion dan maskulinitas]… tapi semua seragam atau

gak seragam sama aja, toh suami saya juga masih keliatan maskulin menurut saya

ngayomin keluarga kita” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).

“laki-laki itu tidak menggunakan rok atau menggunakan make up atau barang

milik perempuan lah gitu… Tentara itu kan terkenal keras mba, kejar-kejaran

posisi, pasti badannya udah proporsi makanya liat seragaman itu pasti maskulin

kuat gitu [fashion dan maskulinitas]…. Suami dan bapak saya gak tentara juga

maskulin aja kok saya liat mba gak beda, kalo di masyarakat kita kan yang

penting cowok itu tanggung jawab karena bisa cari nafkah keluarga ya” (Informan 4, 34 Tahun, Ibu Rumah Tangga).

Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa informan masih menegosiasikan

bentuk fisik ideal pada pria yang dianggap maskulin. Mereka menganggap Kapten Ri

merupakan sosok maskulin dengan perawakan tubuh dan penampilannya, tetapi

cenderung menganggap tidak selamanya pria maskulin demikian, pria yang maskulin

diasosiasikan secara dinamis oleh para informan, bentuk tubuh, atribut ataupun

pekerjaan dapat seluruhnya dikatakan maskulin selama tidak mengandung atribut

wanita yang cenderung “feminim”.

Sesuai hasil wawancara pula, informan melihat bentuk maskulinitas ideal bukan

dari penampilan ataupun pekerjaan Kapten-Ri, tetapi lebih condong dengan tanggung

jawab dan kerja keras yang ia miliki, hal ini sesuai dengan anggapan seluruh informan,

seperti yang dapat dilihat pada informan 3 dan 4, tanggung jawab sebagai bentuk

maskulin akan berkaitan dengan posisi pria sebagai kepala keluarga dan pengayoman

sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia. Derajat kelakian ditentukan oleh

paramater tanggung jawab secara sosial dan ekonomi pada seluruh individu,

melindungi, memiliki jiwa kepemimpinan dan pengayoman (Wulantari, 2012).

Posisi negosiasi dapat berkaitan dengan anggapan audiens aktif mengolah makna

yang diberikan media massa. Dengan melihat tayangan media, audiens

mengkonstruksikan makna berdasarkan kompetensi budaya yang mereka dapat

sebelumnya baik pada konteks bahasa ataupun hubungan sosial (Theresia, 2018).

Sehingga, pada saat mengkonsumsi media, informan dapat secara aktif terlibat pada

proses pertukaran makna. Mental audiens akan aktif mengurai kode (decoding),

membaca, serta mengikutsertakan pemahaman terhadap teks dari media yang bersifat

20

polisemik (Theresia, 2018). Suatu isu maskulinitas yang disampaikan pada khalayak tak

lepas dari peran globalisasi media (Wulantari dalam Kartika & Wirawanda, 2019).

Informan penelitian menganggap penampilan sebagai kode maskulinitas dalam

bentuk yang lebih dinamis, selama tidak mengandung atribut kewanitaan. Salah satu

penelitian Praptika & Putra (2016) mengungkapkan bahwa tampilan maskulinitas yang

direpresentasikan oleh pria Korea Selatan adalah salah satu contoh maskulinitas yang

dinamis (dynamic masculinity). Saat ini juga, pria dikatakan tampan dan menarik

dikonstruksi sebagai pria yang bertubuh tinggi, kulit putih, pakaian rapih, wangi, dan

wajah yang cenderung “cantik” (Habib et al., 2020).

Faktor yang membentuk pemosisian audiens dapat dilihat berdasarkan perbedaan

perspektif individu, perspektif kategori sosial, dan perspektif relasi sosial (Fathurizki &

Malau, 2018). Informan penelitian secara keseluruhan memandang bentuk maskulinitas

dibentuk berdasarkan kultur masyarakat yang ada disekitar mereka terutama di tempat

mereka tinggal serta pandangan pribadi mereka dalam melihat masyarakat modern

melalui produk budaya populer yang mereka sering konsumsi, terlebih lagi saat ini

tayangan drama Korea yang sering menampilkan bentuk pria yang lebih dinamis.

Perspektif psikologi individu dapat menentukan bagaimana individu dapat

memilih stimuli dari lingkungan serta bagaimana mereka memaknainya (Fathurizki &

Malau, 2018). Hal tersebut dilakukan penonton wanita dengan melihat apa yang ada

dipikirannya, kemudian melihat lingkungan sekitarnya dan memilah teks media yang

akan mereka maknai. Selain itu, tiap kelompok sosial akan memberi persamaan nilai,

norma sosial, serta sikap dalam mereaksi pesan khusus yang mereka dapatkan

(Fathurizki & Malau, 2018). Sehingga kedua hal tersebut akan saling mempengaruhi

pesan yang mereka dapat dari teks media massa yang dikonsumsi terutama drama

Korea.

4. PENUTUP

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya kategorisasi penelitian berdasarkan

konstruksi pria Korea di media massa pada penonton wanita, Kapten Ri dan

maskulinitas ideal, serta maskulinitas ditinjau dari profesi dan penampilan. Konstruksi

pria Korea di media massa bagi penonton wanita dianggap memiliki tampilan visual

menarik dan gagah, macho, idaman wanita, mengedepankan aksi, namun tetap lembut,

21

sabar, sopan dan melindungi wanita. Selain itu audiens cenderung menganggap apa

yang ada disekitar mereka menjadi pedoman bagaimana mereka harus berpikir dan

mengolah makna terkait maskulinitas. Kapten Ri dan Maskulin ideal ini berkaitan

dengan audiens yang melihat Kapten Ri sosok dalam bentuk warior masculinity dan

gentle man masculinity yang rela melakukan apapun demi orang yang dicintainya,

namun tetap gagah, pemendam rasa, dan berpengaruh penting secara bersamaan, selain

itu bentuk maskulinitas dari Kapten Ri diasosiasikan dalam bentuk tanggung jawab atas

wanita.

Bidang militer dianggap sebagai bentuk maskulin karena dianggap profesi yang

menunjukkan kegagahan pria namun tidak menjadi bentuk standar profesi maskulin

seutuhnya karena penekanan pada aspek kerja keras. Perawakan dan seragam menjadi

nilai maskulinitas pria, informan melihat tubuh yang tegap, putih, dan kokoh, selain itu

seragam tentara yang digunakan juga berkaitan dengan konotasi pada bidang militer

yang menunjukkan ketangguhan, meskipun hal tersebut tidak dapat menjadi pedoman

maskulin yang ideal. Hasil penelitian menempatkan informan pada posisi pembacaan

dominan karena mereka setuju dengan nilai yang disampaikan produsen teks dan sesuai

dengan latar belakang serta persepsi mereka, posisi negosiasi berkaitan dengan

modifikasi informan terhadap pesan media berdasarkan pandangan pribadinya,

sedangkan oposisi merujuk pada anggapan informan secara aktif mengolah makna

berdasarkan realita. Penelitian ini kemudian dapat berguna bagi produsen media dalam

merepresentasikan bentuk pria ideal dan melihat pemahaman maskulinitas pria di

kalangan penonton wanita. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan

subjek penelitian yang lebih spesifik seperti wanita pada kelompok agama tertentu

sehingga bisa melihat berdasarkan perspektif agama penonton.

PERSANTUNAN

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

memberi kontribusi dan dukungan dalam penelitian ini. Kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, for myself who had been succeeded to fight,

worked so hard, patience, and also passionate to finish this research, orang tua dan

keluarga yang selalu memberi dukungan mental serta finansial kepada penulis, bapak

Yudha Wirawanda, S.I.Kom., M.A., selaku dosen pembimbing yang telah membantu

22

mengarahkan serta membagikan ilmunya selama penelitian ini, teman-teman penulis

yang telah memberi kepercayaan diri bagi penulis, serta informan penelitian yang telah

rela meluangkan waktu dan pengalamannya untuk dibagikan sebagai pengembangan

ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I., Wahyono, S. B., & Persadha, P. D. (2019). Audience culture in the

reception of text: Black campaigns on online media during Indonesia‟s 2014 and

2019 presidential elections. Humanities and Social Sciences Reviews, 7(1), 493–

500. https://doi.org/10.18510/hssr.2019.7156 Bennett, K. M. (2007). “No Sissy Stuff”: Towards a theory of masculinity and

emotional expression in older widowed men. Journal of Aging Studies, 21(4), 347–

356. https://doi.org/10.1016/j.jaging.2007.05.002 Beynon, J. (2002). Masculinities And Culture. Buckingham, United Kingdom: Open

University Press. Briandana, R., & Azmawati, A. A. (2020). New Media Audience and Gender

Perspective : A Reception Analysis of Millenials Interpretation. International

Journal of Humanities and Social Sciences Research, 6(1), 58–63. Retrieved from

http://www.socialsciencejournal.in/archives/2020/vol6/issue1/5-6-50

Budiastuti, A., & Wulan, N. (2017). Konstruksi Maskulinitas Ideal Melalui Konsumsi

Budaya Populer oleh Remaja Perkotaan. Mozaik Humaniora, 14(1), 8. Retrieved

from https://e-journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/view/3845

Chandra, D. O., Hagijanto, A. D., & Arini, B. D. (2017). Representasi Karakteristik

Militer Pada Masyarakat Sipil Surabaya. Jurnal DKV Adiwarna, 1(10). Retrieved

from http://publication.petra.ac.id/index.php/dkv/article/view/5565

Connell, R. W. (2000). The Mend And The Boys. Crows Nest, Australia: Allen &

Unwin.

Darwin, M. (1999). Maskulinitas: Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patriarkis. Center

for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, 4, 1–10.

https://doi.org/https://lakilakibaru.or.id/wp-

content/uploads/2015/02/S281_Muhadjir-Darwin_Maskulinitas-Posisi-Laki-laki-

23

dalam-Masyarakat-Patriarkis.pdf Durham, M. G., & Kellner, D. M. (2006). Media and Cultural Studies: KeyWorks

Revised Edition. In M. G. Durham & D. M. Kellner (Eds.), Media and Cultural

Studies Keyworks (Revised Ed). Malden, MA: Blackwell Publishing Ltd.

Epstein, S., & Green, C. K. (2020). Crash landing on you and North Korea:

Representation and reception in the age of K-drama. Asia-Pasific Journal: Japan

Focus, 18(12), 1–20. Retrieved from https://apjjf.org/2020/12/EpsteinGreen.html

Fathurizki, A., & Malau, R. M. U. (2018). Pornografi Dalam Film: Analisis Resepsi

Film “Men, Women & Children.” ProTVF, 2(1), 19.

https://doi.org/10.24198/ptvf.v2i1.11347

Fauzan, A., Dienaputra, R., & Hazbini, H. (2019). Konstruksi Maskulinitas Sunjaya

Purwadisastra (Perwira TNI dan Bupati Cirebon). Jurnal Ilmu Sosial Dan

Humaniora, 21(2), 210–215. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v21i2.10099

Fribadi, D. O. (2012). Representasi Maskulinitas Dalam Drama TV Korea You’re

Beautiful. Universitas Indonesia. Habib, M. A. F., Ratnaningsih, A. P. A., & Nisa, K. K. (2020). The Construction of the

Ideal Male Body Masculinity in the Mister International Pageant. Journal of Urban

Sociology, 2(2), 4. https://doi.org/10.30742/jus.v2i2.993

Hall, S., Hobson, D., Lowe, A., & Willis, P. (Eds.). (2005). Culture, Media, Language.

New York: University of Birmingham All. Huat, C. (2010). Korean Pop Culture. Jurnal Pengajian Media Malaysia, 12(1), 15–24.

Retrieved from http://www.myjurnal.my/public/article-view.php?id=555 Ilham, B. (2019). Karakter Laki-Laki dalam Program Televisi (Analisis Resepsi Peran

Pria Sebagai Pekerja Rumah Tangga Dalam Program Sitkom “Dunia Terbalik” Di

RCTI). Komuniti : Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 11(1), 58–72.

https://doi.org/10.23917/komuniti.v10i3.5945

Iryanti, M., Priyatna, A., & Mulyadi, R. M. (2017). the Construction of Fathers New

Masculinity. Humaniora, 8(4), 339–348.

https://doi.org/https://doi.org/10.21512/humaniora.v8i4.3951

24

Jonghoe, Y. (2012). The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of

Chinese, Japanese, and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas.

Development and Society, 41(1), 103–147.

https://doi.org/10.21588/dns.2012.41.1.005

Kartika, S. H. R., & Wirawanda, Y. (2019). Maskulinitas dan Perempuan: Resepsi

Perempuan terhadap Soft Masculinity dalam Variety Show. CALATHU: Jurnal

Ilmu Komunikasi, 1(1), 23–41.

https://doi.org/https://doi.org/10.37715/calathu.v1i1.774

Kedi, M. (2013). Persepsi Perempuan Tentang Tayangan Drama Romantis Korea di

Indosiar. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tribhuwana

Tunggadewi, 2(2), 20–24. https://doi.org/https://doi.org/10.33366/jisip.v2i2.54

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group. La Sulo, S. L., & Tirtarahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka

Cipta. Moelong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Muhammad, R. A. (2016). Pemaknaan Maskulinitas Selebriti Pria Korea dalam Variety

Show Running Man. Interaksi Online, 4(4), 1–11. Retrieved from

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/13272

Nilan, P., Demartoto, A., & Wibowo, A. (2014). Youthful Warrior Masculinities in

Indonesia. International and Cultural Psychology, 69–84.

https://doi.org/10.1007/978-1-4614-6931-5_4

Praptika, Y., & Putra, G. M. N. (2016). The Representation of Masculinity in South

Korean Reality Show “The Return of Superman.” Allusion, 5(2), 18. Retrieved

from http://journal.unair.ac.id/ALLUSION@the-representation-of-masculinity-in-

south-korean-reality-show-“the-return-of-superman”-article-11353-media-95-

category-8.html

Safira, C. (2019). Pemaknaan Khalayak tehadap Resistensi Maskulinitas Boyband

Korea dalam Reality Show “Wanna One Go in Jeju” (Universitas Diponegoro).

25

Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/76627/ Salam, I. I., Perbawasari, S., & Komariah, K. (2012). Hubungan antara Terpaan Drama

Korea di Televisi dengan Gaya Hidup Penonton. Universitas Padjajaran, 1(1), 1–

16. Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/1517 Sar, S. (2020). Female Masculinity in Indonesian Folklore Nyai Undang Ratu Rupawan

dari Pulau Kupang. Muwazah Jurnal Kajian Gender, 12(1), 71–88.

https://doi.org/10.28918/muwazah.v12i1.2354

Siddhanta, A. (2015). Shaping of Hypermasculinity and Its Influences on Sexual

Behaviour: A Study of Youth in Slum Communities of Mumbai, India. Journal of

AIDS & Clinical Research, 06(08), 1–9. https://doi.org/10.4172/2155-

6113.1000489 Sihombing, L. H., & Dellavia, S. (2021). Media Framing in South Korean Drama “

Crash Landing on You ” towards North Korea. Acuity: Journal of English

Language Pedagogy, Literature, and Culture, 6(2), 118–126.

https://doi.org/10.35974/acuity.v6i2.2398

Sondakh, P. C. (2014). Semiotika Terhadap Rubrik Rupa Di Majalah Men ‟ S Health

Indonesia. Jurnal E-, 2(2), 1–12. Retrieved from

http://publication.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/view/1770

Sugiharti, R. P. (2019). Proses dan Bentuk Adaptasi Sosial Budaya Prajurit Tentara

Perempuan (KOWAD) di Lembaga Kedinasan TNI AD (DISJASAD). Umbara,

4(1), 15. https://doi.org/10.24198/umbara.v4i1.22636 Sugiyono, S. (2020). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suprapto, D. (2018). Representasi Maskulinitas Hegemonik dalam Iklan. Jurnal

Penelitian Dan Pengembangan Sains Dan Humaniora, 2(1), 1.

https://doi.org/10.23887/jppsh.v2i1.14004

Syulhajji, S. (2017). Representasi Maskulinitas dalam Film Talak 3 (Studi Analisis

Semiotika Roland Barthes). EJournal Ilmu Komunikasi, 5(2), 1–11. Retrieved from

https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/?p=2963

Tan, Y., Shaw, P., Cheng, H., & Kim, K. K. (2013). The Construction of Masculinity: A

26

Cross-Cultural Analysis of Men‟s Lifestyle Magazine Advertisements. Sex Roles,

69(5–6), 237–249. https://doi.org/10.1007/s11199-013-0300-5 Theresia, R. V. (2018). Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan pada Drama

Televisi Korea. Interaksi Online, 6(4), 597–610. Retrieved from

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/22012

Tyree, T. (2011). African American Stereotypes in Reality Television. Howard Journal

of Communications, 22(4), 394–413.

https://doi.org/10.1080/10646175.2011.617217

Waling, A. (2019). Rethinking Masculinity Studies: Feminism, Masculinity, and

Poststructural Accounts of Agency and Emotional Reflexivity. Journal of Men’s

Studies, 27(1), 89–107. https://doi.org/10.1177/1060826518782980

Wulan, N. (2016). “Cowok Be Gentle” : Maskulinitas Mahasiswa Laki-Laki Muslim Di

Surabaya. Lakon : Jurnal Kajian Sastra Dan Budaya, 4(1), 1.

https://doi.org/10.20473/lakon.v4i1.1927

Wulantari, R. A. (2012). Konstruksi dan Reproduksi Maskulinitas Kelompok Muda

Urban Kelas Menengah. Jurnal Komunikasi Indonesia, I(2), 53–65. Retrieved from

http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/viewFile/7820/3888

https://www.hancinema.net/hancinema-s-news-crash-landing-on-you-releases-

production-details-following-plagiarism-allegation-136902.html, dikutip pada

13 Oktober 2020 https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-is-hit-among-women-in-

40s-a292-20200216, dikutip pada 13 Oktober 2020

Protect pdf from copying with Online-PDF-No-Copy.com