analisis kepuasan mahasiswa terhadap layanan laboratorium ...
analisis resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of analisis resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas
ANALISIS RESEPSI PENONTON WANITA TERHADAP MASKULINITAS
DALAM DRAMA KOREA “CRASH LANDING ON YOU”
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika
Oleh:
SOFIANI TRIA NINGSIH
L100170189
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
1
ANALISIS RESEPSI PENONTON WANITA TERHADAP MASKULINITAS DALAM DRAMA KOREA “CRASH LANDING ON YOU”
Abstrak Maskulinitas terbentuk karena adanya fantasi bagaimana seorang laki-laki harus bersikap seperti apa. Konten media seperti drama Korea adalah salah satu akses yang
memiliki peran dalam pencitraan maskulinitas. Sehingga setiap orang akan memiliki
konstruksi dan persepsi berbeda pula dalam memahami citra maskulinitas laki -laki.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas
dalam drama “Korea Crash Landing On You” melalui teori analisis resepsi Stuart Hall.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi pada penelitian ini
adalah Mahasiswi, Ibu Rumah Tangga, dan juga Wanita Karir di Kota Palangkaraya
yang sudah menonton K-drama Crash Landing On You. Sampel penelitian diambil
berdasarkan teknik purposif dan didapati enam orang informan. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam semi-terstruktur dan studi pustaka. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pemaknaan beragam dari proses encoding-decoding
pada penonton wanita berdasarkan konstruksi maskulinitas pria Korea, Kapten Ri dan
maskulinitas ideal, serta maskulinitas ditinjau dari profesi dan penampilan. Hal tersebut
kemudian membagi keenam informan kedalam posisi pembacaan dominan, negosiasi,
dan oposisi berdasarkan teori analisis resepsi.
Kata Kunci: Resepsi, Maskulinitas, Korea, Wanita
Abstract
Masculinity is formed because of the fantasy of how a man should behave like. Media content such as Korean dramas is one of the accesses that have a role in imaging
masculinity. So everyone will have different constructions and perceptions in
understanding the image of male masculinity. This study aims to see the reception of
female audiences towards masculinity in the “Korean drama Crash Landing On You”
through Stuart Hall's reception analysis theory. This research uses descriptive
qualitative method. The population in this study were female students, housewives, and
career women in Palangkaraya who had watched the K-drama Crash Landing On You.
The research sample was taken based on a purposive technique and found six
informants. Data was collected by semi-structured in-depth interviews and literature
study. The results show that there are various meanings of the encoding-decoding
process for female viewers based on the construction of Korean male masculinity,
Captain Ri and the ideal masculinity, and masculinity in terms of profession and
appearance. Then it divides the six informants into dominant, negotiating, and
opposition reading positions based on reception analysis theory.
Keywords: Reception, Masculinity, Korean, Women
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Drama Korea atau yang biasa dikenal dengan K-drama merupakan salah satu produk
dari Korea Selatan yang membuat Korea Selatan terlihat mengagumkan di mata dunia.
2
Kepopuleran K-drama adalah salah satu awal mula penyebaran budaya Korea sampai ke
seluruh penjuru dunia. Serial Korea atau yang dikenal dengan K-drama merupakan
tayangan yang menyajikan suatu cerita di mana tayangan dari cerita tersebut
ditampilkan secara berturut-turut dengan tema yang berbeda dan biasanya serial
ditayangkan dalam jumlah tertentu misalnya dalam beberapa episode yang selalu
bersambung. Contoh dari serial adalah sinetron drama TV dan lain sebagainya. Maka K-
drama termasuk serial yang berupa drama TV dan bukan termasuk film karena film
hanya menyajikan satu tema dalam waktu sekali tayang dan kemudian ditayangkan
dalam satu cerita kemudian selesai.
Sejak pertengahan tahun 1990-an, budaya populer Korea sudah menyebar ke
seluruh negara beretnis China (negara-negara yang sebagian maupun seluruhnya
berdarah atau keturunan China) termasuk China, Hong Kong, Taiwan dan Singapura
pada mulanya, kemudian seluruh negara Asia tenggara seperti Vietnam, Thailand,
Malaysia dan Indonesia, diikuti oleh Mongolia, Jepang dan bahkan luar Asia Timur
(Jonghoe, 2012). Drama romantis Korea begitu diminati oleh masyarakat Indonesia
daripada drama negara lainnya, bahkan tren ini sering mewarnai program televisi di
Indonesia saat ini (Kedi, 2013).
Terdapat tiga produk media dalam budaya pop, yaitu film, drama televisi dan
musik pop. Drama televisi Korea (K-drama) memiliki peluang yang lebih besar untuk
diterima oleh publik karena banyak dari mereka yang sengaja menyisihkan waktu dari
kegiatannya untuk menonton setiap episode yang ditayangkan secara reguler. Setiap
episode menarik audiens untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan cerita dan
karakter dalam tayangan (Huat, 2010).
Maskulinitas adalah cara menjadi pria sesuai apa yang diterima dan sesuai
dengan norma dalam masyarakat (Fribadi, 2012:47). Menurut Demartoto (Syulhajji,
2017) maskulin atau maskulinitas diambil dari bahasa Perancis “macculinine”.
Maskulinitas merupakan karakter gender yang secara sosial dilekatkan pada sosok laki-
laki. Sebagai kontruksi sosial maskulinitas bahkan telah ditanamkan dalam keluarga
melalui doktrin yang diberikan oleh orang tua.
Penelitian dari Tan, Shaw, Cheng, & Kim (2013) mengungkapkan bahwa
maskulinitas dan tubuh pria secara historis dan sosial dikonstruksikan, dibuat, dan
diperkuat oleh ekspektasi sosial berdasarkan pemaknaan secara bersama, terutama
3
berdasarkan gender yang ditayangkan oleh media masa. Menurut MacInnes Beynon,
(2002:2), maskulinitas terbentuk karena adanya fantasi bagaimana seorang laki-laki
harus bersikap seperti apa dan bagaimana. Gambaran maskulinitas menurut Paul J.
Yoon (Wulantari, 2012) adalah yang cenderung heroism, power, authority, dan
aggression. Contoh maskulinitas itu salah satunya bisa dilihat dalam drama Korea
Selatan seperti Crash Landing On You yang dituangkan pada karakter Kapten Ri.
Maskulinitas yang ideal dapat dijelaskan dengan konsep maskulinitas hegemoni
dari (Connell, 2000). Dalam konteks maskulinitas hegemoni, memiliki arti adanya
pengaruh dominasi suatu konstruksi maskulinitas atas bentuk maskulinitas yang lain.
Maskulinitas yang hegemonik menggambarkan laki-laki yang kuat, sukses, kompeten,
dan otoriter yang mendapatkan reputasinya dari tempat kerja dan meraih harga dirinya
di area publik. Lelaki yang maskulin digambarkan memiliki kekuatan dan berkuasa.
Fokus maskulinitas hegemonik adalah laki-laki mendapat keuntungan dari dominasinya
atas kaum perempuan (Fribadi, 2012: 50-52).
Pada fenomena yang terjadi di awal tahun 2020 ini, dilansir oleh CNN Indonesia
pada tanggal 17 Februari 2020 K-drama Crash Landing On You menjadi salah satu
drama Korea terpopuler dan resmi menjadi drama dengan rating tertinggi yang pernah
tayang di tvN (salah satu stasiun televisi di Korea Selatan). K-drama ini dirilis pada
tanggal 14 Desember 2019 dengan 16 episode. Dilansir dari HanCinema
(https://www.hancinema.net/hancinema-s-news-crash-landing-on-you-releases-
production-details-following-plagiarism-allegation-136902.html) penulis naskah Crash
Landing On You Park Ji-eun menulis naskah drama ini karena terinspirasi dari kejadian
yang terjadi pada 12 September 2008, yaitu sebuah kapal yang membawa seorang aktris
tak sengaja terbawa arus hingga zona demiliterisasi Korea Utara. K-drama Crash
Landing On You ini dibintangi oleh Hyun Bin sebagai Kapten Ri Jeong-hyeok yang
merupakan tentara militer Korea Utara dan anak petinggi militer Korea Utara yang
digambarkan sebagai pria dengan masa depan cerah berlatar belakang elite dan
bergengsi dan juga menjadi sosok yang penuh percaya diri dan berprinsip, dan Son Ye-
jin sebagai Yoon Se-ri yang merupakan pebisnis dan anak konglomerat Korea Selatan
yang digambarkan memiliki kehidupan yang layaknya keluarga kerajaan di Korea
Selatan.
4
Dalam sebuah film menurut Syulhajji (2017) maskulinitas dapat ditandai
dengan No Sissy Stuff (Tidak kewanita-wanitaan), Be a Big Wheel (Berpengaruh
Penting), Be a Sturdy Oak (Kuat), Give em Hell (Berani), New Man as Nurturer
(Kebapakan), New Man as Narcissist (Narsistik), Sifat kelaki-lakian yang macho,
kekerasan dan hooliganism (Sangar), Laki-laki metroseksual mengagungkan fashion.
Pada penelitian ini Kapten Ri sebagai tokoh utama dalam K-drama “Crash Landing On
You” menampilkan citra maskulin yang dikemas dengan berperan sebagai sosok laki-
laki yang berprofresi sebagai tentara militer Korea Utara, macho, tidak kewanita-
wanitaan, berpengaruh penting, narsistik, memiliki otot, berkulit putih dan juga
memiliki visual menarik. Gambaran tersebut sesuai dengan karakteristik maskulin yang
pernah disampaikan oleh Fribadi dan Goffman dalam penelitian terdahulu yang berjudul
Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan Pada Drama Televisi Korea
(Theresia, 2018). Sehingga peneliti tertarik untuk mendalami konsep maskulinitas dari
tokoh utama pada K-drama ini yaitu tokoh Kapten Ri.
Penelitian ini menarik dan penting untuk dibahas karena drama ini yang sangat
populer pada awal tahun 2020 dan juga untuk mengetahui bagaimana penggambaran
sisi maskulinitas sosok Kapten Ri dalam K-drama Crash Landing On You oleh
penonton wanita. Seperti yang diketahui sosok Kapten Ri dalam drama itu digambarkan
sebagai sosok yang tampan, memiliki masa depan cerah, berlatar belakang elit dan
bergengsi, penuh percaya diri dan berprinsip. Selain itu isu maskulinitas juga jarang
diangkat karena masyarakat menganggap maskulinitas sudah tetap dan tidak berubah
(Feasey dalam Sondakh, 2014).
Pada penelitian ini subjek penelitian merupakan penonton wanita. Penonton
wanita menarik sebagai subjek penelitian karena biasanya yang paling banyak
mengonsumsi serial K-drama adalah kaum perempuan dan juga karena ingin
mengetahui sejauh mana sosok laki-laki ideal menurut mereka setelah mereka menonton
K-drama yang menampilkan pemeran laki-laki yang membawakan sifat maskulin.
Penelitian terdahulu yang berjudul Persepsi Perempuan Tentang Tayangan Drama
Romantis Korea Di Indosiar mengatakan bahwa perempuan juga mempunyai karakter
yang sangat rumit dan kompleks seperti cara pandang hidup, nilai moral, tingkat
intelektualitas dan lain sebagainya (Kedi, 2013). Sehingga mampu menjadi alasan
dalam pemilihan subjek.
5
Untuk subjek penelitian sendiri, dikarenakan K-drama Crash Landing On You
ini ditujukan untuk penonton dengan kategori dewasa awal yaitu dengan rentang usia 20
sampai dengan 40 tahun seperti yang dilansir Cosmopolitan
(https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-is-hit-among-women-in-
40s-a292-20200216). Maka peneliti akan menentukan subjek penelitiannya yaitu wanita
yang berusia mulai dari 20 sampai dengan 40 tahun dengan kategori Mahasiswi, Ibu
Rumah Tangga, dan Wanita Karir di Kota Palangkaraya. Menurut peneliti dengan
rentang umur yang berbeda maka akan berbeda pula pemahaman dari penonton wanita
itu dalam memaknai konsep maskulinitas yang ideal pada seorang laki-laki itu seperti
apa berdasarkan pesan yang disampaikan melalui K-drama tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian dan Rumusan Masalah
Tujuan penelitian ini adalah agar peneliti mengetahui dan mendeskripsikan seberapa jauh
penggambaran penonton wanita terhadap maskulinitas serta menganalisis maskulinitas yang
dituangkan dalam K-drama Crash Landing On You. Sehingga dapat disusun sebuah
rumusan masalah yaitu “Bagaimana resepsi penonton wanita terhadap maskulinitas dalam
drama Korea “Crash Landing On You”?”
1.3. Teori Resepsi Analisis
Pada penelitian ini teori yang digunakan adalah teori resepsi analisis dari Stuart Hall
dimana teori ini merupakan proses dari teori penerimaan pesan. Teori ini membahas
mengenai bagaimana audience memaknai sebuah pesan yang disampaikan oleh
komunikator. Menurut Hall, Hobson, Lowe, & Willis (2005:129-138), dalam teori ini
terdapat 3 jenis audience : (a) Dominant/Hegemonic reading: yaitu audience yang
memiliki pemikiran yang sama dengan pembuat pesan dan seutuhnya menerima makna
yang diberikan oleh si pembuat pesan. (b) Negotiated reading: yaitu audience yang
sejalan dengan sebagian pemahaman dari pembuat pesan, dan juga memodifikasi
pesannya sesuai dengan kepribadiannya. (c) Oppotional/ Counter Hegemonic reading:
yaitu audiens yang tidak sepaham dengan si pembuat pesan dan tidak setuju dengan
pemaknaan yang dibuat oleh si pembuat pesan.
Dalam penelitian ini, cara peneliti memahami makna dari produsen teks dalam
K-drama Crash Landing On You adalah dalam serial drama tersebut produsen teks ingin
menunjukkan budaya populer Korea Selatan dengan tampilan yang berbeda dari drama-
drama sebelumnya yaitu dengan menampilkan budaya populer Korea Selatan melalui
6
latar belakang Korea Utara dengan memainkan peranan penting dalam proses non-linier
untuk mengubah Korea Utara dalam imajinasi domestik maupun global. Kemudian juga
sifat maskulinitas melalui peran Kapten Ri digambarkan sebagai sosok yang ideal
dengan menggabungkan status sosial yang tinggi di Korea Utara dengan ciri-ciri
maskulinitas yang dikemas dengan penampilan yang menarik, memiliki rasa kasih
sayang, memiliki kecerdasan, sikap pendiam tetapi memiliki kepekaan emosional, dan
kesetiaannya pada cinta sejatinya seperti yang dikatakan (Epstein & Green, 2020) dalam
jurnal yang berjudul Crash Landing On You and North Korea: Representation and
Reception in the Age of K-Drama.
Gambar 1. Proses Encoding-Decoding (Durham & Kellner, 2006)
Menurut Stuart Hall dalam (Durham & Kellner, 2006) terkait proses encoding-
decoding dijelaskan bahwa dalam menerima sebuah pesan posisi audiens dipengaruhi
oleh 3 hal yaitu (1) Framework of knowledge (pengetahuannya), dalam hal ini tingkat
pengetahuan serta pemahaman penonton wanita terhadap maskulinitas. (2) Relation of
product (hubungan yang terjalin antara keduanya), dalam hal ini bagaimana pendapat
penonton wanita terhadap karakter Kapten Ri dan bagaimana perasaan penonton wanita
setelah menonton K-drama itu. (3) Technical infrastructure (faktor-faktor teknis), dalam
hal ini melalui media apa penonton wanita tersebut mengakses K-drama itu.
Teori Resepsi Analisis ini sendiri tepat digunakan dalam penelitian ini karena
sebagai teori komunikasi, teori resepsi ini dapat memberikan penjelasan secara rinci
mengenai bagaimana pemaknaan audiens terhadap pemaknaan atau resepsi penonton
wanita terhadap maskulinitas pada sebuah K-drama.
Pada penelitian ini, peneliti juga beracuan pada penelitian terdahulu penelitian
dari (Theresia, 2018) tentang “Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan
Pada Drama Televisi Korea”. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian
7
sekarang adalah membahas tentang fenomena maskulinitas dalam serial drama Korea.
Perbedaannya adalah pada penelitian pertama sebelumnya oleh (Theresia, 2018)
membahas maskulinitas pada tokoh utama seorang laki -laki dalam drama yang
menderita kanker payudara sedangkan dalam penelitian ini membahas maskulinitas
berdasarkan tokoh utama Kapten Ri yang diperankan oleh Hyun Bin.
1.4. Maskulinitas Dalam Media
Media adalah salah satu akses yang memiliki peran dalam pencitraan maskulinitas.
Melalui berbagai media beberapa pihak berupaya memberikan gambaran mengenai
konsep maskulinitas. Hal itu seperti dilakukan Beynon, 2002; Nasir, 2007 (Syulhajji,
2017) yang melakukan kajian mengenai konsep maskulinitas melalui berbagai hal,
terutama media.
Dengan berkembangnya budaya Korea di media dengan berbagai macam produk
budaya Korea seperti drama film, lagu, fashion, gaya hidup produk-produk industri
mulai mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Adanya penyebaran
budaya korea dengan berbagai macam produk seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya di media, hal ini dapat mempengaruhi dan mengkonstruksi khalayak
mengenai konsep maskulinitas. Seperti yang dikatakan Epstein & Green (2020) dalam
penelitian terdahulunya bahwa dengan pengemasan maskulinitas digambarkan sebagai
sosok yang tampan, berani, patriotik, dan perlawanan kaum elit dan loyal terhadap
wanita serta keluarganya.
Selama ini, pada sebuah film sebagai bentuk budaya populer media massa
menurut Syulhajji (2017) maskulinitas dapat ditandai dengan No Sissy Stuff (Tidak
kewanita-wanitaan), Be a Big Wheel (Berpengaruh Penting), Be a Sturdy Oak (Kuat),
Give em Hell (Berani), New Man as Nurturer (Kebapakan), New Man as Narcissist
(Narsistik), Sifat kelaki-lakian yang macho, kekerasan dan hooliganism (Sangar), Laki-
laki metroseksual mengagungkan fashion. Pada penelitian yang dilakukan oleh Praptika
& Putra (2016) mengungkapkan bahwa tampilan maskulinitas yang direpresentasikan
oleh pria Korea Selatan adalah salah satu contoh maskulinitas yang dinamis (dynamic
masculinity).
Namun penelitian terkait maskulinitas pernah dilakukan oleh Safira (2019) yang
berjudul Pemaknaan Khalayak terhadap Resistensi Maskulinitas Boyband Korea dalam
Reality Show “Wanna One Go in Jeju” yang membahas tentang boyband Korea Wanna
8
One yang dipilih oleh Innisfree sebagai brand ambassador produk perawatan tubuh.
Bentuk maskulinitas ini dinilai sebagai perlawanan hegemoni maskulinitas karena
adanya unsur-unsur keperempuanan. Hal ini menunjukkan adanya bentuk “New Man”
sejak gerakan feminis pada tahun 1980-an. New Man as Narcissist ini berkaitan dengan
komersialisasi terhadap maskulinitas dan konsumerisme. Pria cenderung tampil pada
iklan produk yang membuat mereka terlihat sukses, seperti properti, mobil, pakaian,
barang personal yang menjadi dominan atas konsep pria.
2. METODE
Untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah pada penelitian ini diteliti dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri merupakan
penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami seputar fenomena apa yang dihadapi
oleh subjek penelitian misalnya pendapat seseorang, tingkah laku, karakter, serta
tindakan individu. Penelitian kualitatif ini akan dipaparkan secara rinci dengan
menggunakan kalimat serta dialek dengan menggunakan bermacam metode alamiah
(Moelong, 2006).
Paradigma yang digunakan pada penelitian ini ialah paradigma kontruktivisme.
Dalam penelitian paradigma ini berusaha menelusuri pemaknaan, pengalaman dan
pemahaman dari subjek penelitian. Pada studi ilmu komunikasi, paradigma ini sering
disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran sebuah makna.
Peneliti melakukan penelitian ini berlokasikan di Kota Palangkaraya yang
melibatkan Mahasiswi, Ibu Rumah Tangga, dan juga Wanita Karir yang sudah
menonton K-drama Crash Landing On You. Karena menurut peneliti, ketiga kategori
dari subjek penelitian tersebut yang sudah pernah menonton K-drama Crash Landing
On You merupakan subjek yang paling mengerti mengenai objek yang sedang diteliti
yaitu penggambaran mereka terhadap maskulinitas yang ideal itu seperti apa setelah
mereka menonton K-drama tersebut yang pengemasan maskulinitas itu dituangkan
kepada tokoh Kapten Ri. Pemilihan Palangkaraya didasari atas minimnya penelitian
terkait konstruksi maskulinitas dalam perspektif wanita Dayak. Terlebih lagi Sar (2020)
mengungkapkan bahwa masyarakat masih melihat maskulinitas secara sterotip
diatribusikan pada pria yang berkaitan dengan sikap ambisius dan otoriter. Namun
temuannya juga memperlihatkan bentuk natural bahwa perempuan Dayak di
9
Kalimantan juga memiliki bentuk kemiripan maskulin yang terbentuk pada Nyai Udang
seperti kepemimpinan, ambisis, kerja keras, serta asertif.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling, yaitu cara pengambilan data dengan pertimbangan tertentu misalnya karena
orang tersebut paling mengerti tentang objek yang diteliti atau dianggap sebagai
penguasa sehingga memudahkan kita dalam memperoleh data (Sugiyono, 2020). Latar
belakang usia yang peniliti ambil adalah usia 20 sampai dengan 40 tahun, karena sesuai
dengan hasil statistik demografis dari Nielsen Korea menunjukkan bahwa penonton K-
drama Crash Landing On You adalah kelompok usia 20 sampai dengan 40 tahun
dilansir dari Cosmopolitan (https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-
is-hit-among-women-in-40s-a292-20200216). Kemudian latar belakang pendidikan
adalah wanita dengan pendidikan Perguruan Tinggi. Menurut (La Sulo & Tirtarahardja,
2005) pada kelompok pendidikan Perguruan Tinggi ini cenderung memiliki kemampuan
akademik atau professional yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga
peneliti menyimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas
pula pengetahuan dan pemahaman orang tersebut dalam proses kognisi dan
pemahaman.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka. Teknik
wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara mendalam semistruktur
(semistructured interview). Menurut Kriyantono (2006) wawancara semistruktur dikenal
dengan nama wawancara terarah atau wawancara bebas terpimpin dan biasanya peneliti
sudah memiliki daftar pertanyaan tertulis, tetapi memungkinkan untuk menanyakan
pertanyaan-pertanyaan secara bebas yang terkait dengan permasalahan. Sedangkan studi
pustaka yang digunakan berasal dari jurnal-jurnal penelitian, buku-buku, laporan, dan
literatur lainnya yang berkaitan dengan resepsi penonton, maskulinitas, dan studi
gender.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
menurut model Miles dan Hibermen. Model ini menurut Sugiyono (2020) merupakan
analisis yang dilakukan dengan berbagai cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan
menarik kesimpulan.
Untuk memeriksa berlaku tidaknya data, peneliti memerlukan teknik triangulasi.
Sehingga peneliti menggunakan triangulasi sumber pada penelitian ini. Untuk itu data
10
yang telah dikumpulkan dan diuji tidak bisa disamaratakan, tetapi dideskripsikan dan
dikelompokkan berdasarkan pandangan mana yang sama serta pandangan yang mana
yang detailnya berasal dari beberapa sumber data itu.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan budaya populer ini akan sangat berpengaruh pada sistem sosial yang ada
di masyarakat. Hal tersebut dibuktikan oleh anggapan bahwa terpaan drama Korea
memberi efek signifikan pada gaya hidup penontonnya (Salam, Perbawasari, &
Komariah, 2012). Pada penelitian ini, wawancara mendalam secara semi-terstruktur
dilakukan pada 6 orang informan berbeda berdasarkan teknik sampel yang telah
dilakukan. Profil informan penelitian dapat dilihat melalui tabel 1 dan tabel 2 di bawah
ini.
Tabel 1. Profil Informan 1-3 Penelitian
Keterangan Infoman 1 Informan 2 Informan 3
Nama
Panggilan Ita Yova Amel
Usia 21 Tahun 21 Tahun 32 Tahun
Pendidikan
Terakhir SMA SMA Diploma III
Domisili Palangkaraya Palangkaraya Palangkaraya
Status
Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Ibu Rumah Tangga
Tabel 2. Profil Informan 4-6 Penelitian
Keterangan Infoman 4 Informan 5 Informan 6
Nama Panggilan Widya Oya Nurul
Usia 34 Tahun 22 Tahun 26 Tahun
Pendidikan
Terakhir Strata I Strata I Diploma III
Domisili Palangkaraya Palangkaraya Palangkaraya
Status
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wanita Karir Wanita Karir
Berdasarkan tabel di atas, keenam responden penelitian memiliki perbedaan latar
belakang baik dari segi usia hingga pekerjaan. Proses penerimaan khayalak media pada
proses encoding-decoding dipengaruhi atas tiga hal seperti yang dikemukakan oleh
Stuart Hall (Durham & Kellner, 2006) yaitu framework of knowledge, relation of
11
product, dan technical infrastructure. Sehingga pemberian makna terkait maskulinitas
tersebut beragam tergantung bagaimana pengalaman dan budaya yang ada dalam diri
khalayak. Perbedaan tersebut akan menempatkan audiens ke dalam masing-masing
posisi pembaca sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Stuart Hall.
3.1. Konstruksi Maskulinitas Pria Korea di Media Massa Bagi Penonton Wanita
Konstruksi maskulin yang diterima oleh wanita sebagai lawan jenis akan sangat
beragam (Kartika & Wirawanda, 2019). Realita yang ada dalam televisi memainkan
peran yang begitu penting dalam membentuk budaya (Ilham, 2019). Namun dalam
penelitiannya Praptika & Putra (2016) mengungkapkan bahwa maskulinitas di Korea
Selatan dapat diartikan sebagai pria yang mampu menjadi representasi antara
maskulinitas yang lembut (soft masculinity) dan juga maskulinitas yang keras (hard
masculinity) secara bersamaan.
Gambaran maskulinitas yang lebih lembut tersebut dari Korea tersebut disebut
sebagai kkonminam yang merupakan padanan kata antara bunga serta laki-laki cantik
(Kartika & Wirawanda, 2019). Pada konteks ini, laki-laki dianggap mejadi sosok yang
memiliki sikap lebih terbuka dalam mengekspresikan diri dengan kesopanannya
(Kartika & Wirawanda, 2019). Kesopanan ini berkaitan dengan sikap bijaksana dan
santun, serta memiliki sikap hormat dengan mempertimbangkan kebutuhannya.
Sedangkan pada hard masculinity cenderung dikaitkan sebagai seseorang yang
melibatkan ketabahan, kerja keras dan agresi (Waling, 2019).
K-Drama akan membentuk konstruksi berbeda pada benak penonton wanita.
Penerimaan makna sebagai bagian dari persepsi penonton wanita terhadap konstruksi
maskulinitas pria dalam produk budaya populer Korea memiliki beberapa respon.
“Iya laki-laki impian untuk para kaum wanita karena mereka benar-benar
menunjukkan apa ya, bahasanya seperti sisi gentlemennya mereka gitu lo... laki-
lakinya itu mereka lebih banyak action, lebih banyak tindakan daripada apa ya
kata-katanya gitu lho…” (Informan 1, 21 Tahun, Mahasiswa).
“Seperti laki-lakinya itu seperti cool gitu, lalu ganteng… Apalagi orang Korea
seperti putih, ganteng, lalu bersih seperti itu, rapi, tinggi juga… Dia rela
berkorban untuk sesuatu yang dia anggap berharga…” (Informan 2, 21 Tahun,
Mahasiswa).
“…Selain aktingnya lebih dapat itu ditambah sama visualnya yang ganteng-
ganteng… tidak ngenye-ngenye.” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).
12
“Mereka itu selain ganteng mereka macho aja gitu kalau dilihat-lihat, ya menarik
lah… gagah saja begitu ya kalau menurut saya.” (Informan 4, 34 Tahun, Ibu
Rumah Tangga).
“…rata-rata pemain pria di drama Korea itu biasanya adalah laki-laki yang selalu
menjaga kekasihnya gitu lho, gentle iya kan… tipe yang romantik, tipe laki-laki
idaman semua wanita gitu kan…” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).
“Maksudnya lebih apa ya, even dia suka sama misalnya pemeran perempuannya
lebih gentle, lalu macho-macho juga, cakep-cakep juga, iya dia lebih care juga
sama perempuan, melindungi juga gitu.” (Informan 6, 26 Tahun, Wanita Karir).
Seluruh responden beranggapan bahwa konstruksi pria maskulin dalam budaya
populer Korea adalah mereka yang memiliki tampilan visual menarik dan gagah,
macho, mengedepankan aksi, namun tetap lembut, sabar, sopan dan melindungi wanita.
Citra maskulin pria Korea yang kental akan perpaduan fisik dan ke-macho-an juga
tergambar dalam penerimaan audiens. Fisik yang dianggap maskulin dianggap pria yang
proporsional (atletis), kuat, dan kekar (Suprapto, 2018).
Selain itu konstruksi pria yang lebih lembut, sabar, dan peduli terhadap wanita
juga menjadi makna yang diterima oleh penonton wanita. Seperti yang dikatakan oleh
informan 6 bahwa pria Korea cenderung gentle (lemah lembut, ramah) dan juga peduli
terhadap wanita. Pada konteks maskulinitas yang lebih lembut, laki-laki dianggap
memiliki sikap yang lebih terbuka terutama saat mengekspresikan diri dengan karakter
santunnya (politeness) (Kartika & Wirawanda, 2019). Hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan bentuk maskulinitas hiper yang ekstrem dari ideologi gender maskulin,
dan sering kali terdiri dari sekelompok keyakinan yang mencakup ketangguhan,
kekerasan, bahaya, dan sikap tidak berperasaan terhadap perempuan, dan seks
(Siddhanta, 2015).
Maskulinitas dalam budaya populer Korea Selatan juga masih dipengaruhi oleh
patriarki dan peran gender tradisional (Praptika & Putra, 2016). Budaya ini menganggap
bahwa laki-laki memiliki kekuatan daripada wanita. Dominasi pria juga masih sangat
kental sehingga menganggap wanita merupakan kelompok yang inferior dan perlu
perlindungan dari pria yang cenderung superior.
Paradigma penonton aktif telah berkembang dalam merespon berbagai studi yang
memposisikan audiens secara pasif menerima dan mengkonstruksi makna dan
menyampaikan pesan yang mereka terima (Abdullah, Wahyono, & Persadha, 2019).
13
Audiens cenderung menganggap apa yang ada di sekitar mereka menjadi pedoman
bagaimana mereka harus berpikir dan mengolah makna terkait maskulinitas.
“Dia itu bersikap layaknya laki-laki sejati lah dan bisa diterima di masyarakat
seperti itu… lebih cenderung ke machonya seperti itu, lalu juga dia kalau laki-laki
sejati itu dia kalau saya lihat jarang mau memakai pakaian yang mungkin arahnya
ada ke arah wanita seperti lebih feminim gitu.” (Informan 1, 21 Tahun,
Mahasiswa).
“Maskulinitas itu lebih ke arah misalkan seorang laki-laki dikatakan sebagai laki-
laki yang maskulin bila memenuhi syarat dari masyarakat sosial ataupun
lingkungan sosial… laki-laki yang lebih ke arah pekerjaan yang berat gitu seperti
kuli misalkan” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).
Persepsi khalayak sangat dekat sekali dengan lingkungan yang dia miliki baik itu
pada aspek sosial mereka. Aspek-aspek tersebut membantu memberi haluan pada
penonton wanita mengkonstruksi makna maskulin yang mereka anggap ada dan dapat
diterima. Penafsiran serta pemilihan isi pada audiens ini dipengaruhi oleh kepentingan
serta pendapat yang terjadi dalam norma-norma kelompok sosial mereka (Fathurizki &
Malau, 2018).
Pemaknaan penonton wanita dalam melihat maskulinitas pria Korea dan
bagaimana mereka memaknai konsep maskulinitas setelah sering menonton drama
Korea terutama “Crash Landing On You” sejalan dengan konsep maskulinitas yang
mereka anggap paling ideal di Indonesia. Hal itu menjelaskan kenapa keenam informan
berada pada posisi dominan. Audiens pada posisi ini juga menerima karena mereka
memiliki keyakinan yang sama dengan pesan makna yang diciptakan oleh pembuat
program (Briandana & Azmawati, 2020).
3.2. Kapten Ri dan Maskulin Ideal Bagi Penonton Wanita
Pada proses encoding dan decoding ada peran aktif audiens dalam menginterpretasikan
pesan-pesan yang mereka terima, namun bisa saja tidak sesuai dengan makna yang
terkandung dan diinginkan oleh pengirim itu sendiri (Fathurizki & Malau, 2018).
Televisi dan realitas program televisi secara bersamaan akan menjadi alat informasi
bagi audiens untuk mengukur siapa dirinya, siapa orang lain yang ada di lingkungan
sosialnya apakah hal dan perilaku tersebut diterima atau tidak (Tyree, 2011).
Penonton wanita melihat bahwa tokoh Kapten Ri pada K-Drama “Crash Landing
On You” sebagai tokoh yang memiliki sifat maskulin dinamis. Maskulinitas ini
14
mengkonotasikan adanya pemisahan stereotip antara perempuan dan laki-laki (Praptika
& Putra, 2016). Para informan menganggap bahwa Kapten Ri merupakan seorang yang
punya pengaruh penting, gagah, bertanggung jawab, memendam apa yang ia rasa,
namun rela melakukan apapun demi orang yang ia sayang, dan peduli pasangan.
“Nah, kita itu bisa lihat sebenarnya dari situ kan padahal kan posisi Kapten Ri ini
kan penting nih di Korea Utara ya kan… Tapi nolongin Yoon Se-Ri… Dia itu
selalu mengatakan dia itu baik-baik saja, dia itu it‟s okay gitu lho padahal
sebenarnya tidak gitu” (Informan 1, 21 Tahun, Mahasiswa).
“Dia itu rela melakukan apapun demi orang yang dicintainya seperti itu… berani
mengambil keputusan yang berat untuk melindungi hal yang dia anggap berharga
seperti itu. Lalu, juga di situ dia karakternya itu seperti orang yang bertanggung
jawab” (Informan 2, 21 Tahun, Mahasiswa).
“…kalau dilihat-dilihat itu Kapten Ri ini kan beda negara, tetapi rela dong dia
menyusul si perempuan ke negara Korea Selatan” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu
Rumah Tangga).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa
seluruh jawaban informan menganggap bahwa kapten Ri merupakan sosok yang rela
melakukan apapun demi orang yang dicintainya, namun tetap gagah, pemendam rasa,
dan berpengaruh penting secara bersamaan. Padahal, kenyataannya penegakkan hukum
di Korea Utara sangat lebih baik, lebih ketat, atau sadis, mempertimbangkan hukuman
mati sangat jelas ada di sana (Sihombing & Dellavia, 2021). Maskulinitas ini secara
implisit merujuk pada bentuk warrior masculinity. Pada tipe ini menjelaskan posisi laki-
laki yang harus menjadi sosok pahlawan atau gagah, mempunyai kekuatan, serta
mampu melindungi (Muhammad, 2016). Selain bentuk tersebut, juga terdapat makna
lainnya yaitu gentleman masculinity yang berkaian dengan pria lemah lembut dengan
harga diri, murah hati, kesabaran, perasaan halus, serta memiliki perilaku baik (Lieber
dalam Muhammad, 2016). Tipe ini menjadi spektrum dominan dalam maskulinitas
seorang laki-laki yang dipercaya menjadi dambaan bagi setiap wanita.
Munculnya karakter Kapten Ri yang dingin dan cenderung diam seperti yang
diungkapkan oleh informan 1 merujuk pada kekuatan yang hendak disampaikan oleh
produsen pesan terhadap sosok laki-laki. Karakter dingin pada pria sebetulnya perlu
dilakukan untuk memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki kekuatan (Muhammad,
2016). Kekuatan ini muncul akibat adanya dominasi maskulinitas dan kapital dalam
gender yang menganggap perempuan merupakan sosok yang lemah dan laki-laki adalah
15
sosok yang kuat. Bentuk-bentuk laki-laki maskulin yang hendak disampaikan oleh
pemeran Kapten Ri ini secara penuh diterima oleh penonton wanita. Sehingga
menempatkan mereka pada posisi dominant hegemonic reading.
Kapital gender sangat kental muncul pada pola asuh anak laki-laki sehingga sejak
kecil mereka sudah didik menjadi seseorang yang kuat, dan perempuan harus lembut,
hal ini dibuat agar maskulinitas akan selalu menjadi dominan (Bourdieu dalam
Muhammad, 2016). Orang Asia terutama di Indonesia, maskulinitas dapat dikaitkan
dengan bayangan sebagai saluran untuk kekuatan untuk mencapai kemenangan baik
secara fisik ataupun magis (Nilan, Demartoto, & Wibowo, 2014). Kemenangan yang
hendak dicapai ini dapat dilihat dari bagaimana kecenderungan informan penelitian
yang menganggap bahwa Kapten Ri rela melakukan apapun demi mencapai tujuannya.
Selain itu, hal ini juga diperkuat dengan anggapan bahwa sosok maskulin secara
hegemoni. Laki-laki memiliki sifat “No Sissy Stuff” sebagai sebuah stigma stereotip
karakteristik feminin dan kualitas termasuk keterbukaan diri dan sensitif, “The Strudy
Oak” yang didefinisikan sebagai pria manly berdasarkan kekuatan, kepercayaan diri,
dan independen, “The Big Wheel” sebagai pria sukses memiliki status dan perlu
diperhatikan, serta “Giv’Em Hell!” sebagai sebuah aura agresi, kekerasan dan berani
(Bennett, 2007).
Pada dasarnya maskulinitas yang ideal tidaklah absolut karena menjadi bagian
dari diskursus gender. Begitu pula konstruksi gender yang ada pada informan penelitian
ini, mereka memiliki perbedaan pandangan terhadap Kapten Ri sebagai sosok maskulin
yang ideal. Informan 1, 2, dan 6 cenderung menganggap sosok Kapten Ri merupakan
maskulin yang ideal sehingga menempatkan mereka pada posisi dominant reading.
“Iya, iya sepertinya ya. Mungkin karena ya itu tadi, latar belakangnya seorang
tentara, yang tadinya dididik buat bagaimana sih defensive sama musuhnya gitu
kan apalagi di perbatasan.Tetapi dia juga punya sisi apa ya, sisi gentlenya, sisi
laki-lakinya gitu lho, jadi dia masih punya perasaan tidak tegaan juga, tanggung
jawab….” (Informan 6, 26 Tahun, Wanita Karir).
Ketiganya menganggap bahwa sosok Kapten Ri merupakan sebuah bentuk
maskulinitas yang ideal karena dianggap gagah, macho, namun tetap gentle dan
berperasaaan. Penelitian Budiastuti & Wulan (2017) yang dilakukan pada remaja
perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa informan penelitiannya memiliki aspirasi
16
bahwa laki-laki ideal dengan bentuk badan agak berotot, meskipun norma kelakian
masih dominan berkaitan dengan kesopanan, kebaikan hati, dan tanggung jawab.
Hal tersebut muncul karena adanya pengaruh produk budaya populer yang
mengkonstruksi maskulinitas dengan asosiasi penggunaan bentuk fisik laki-laki
(tinggi, berotot, besar) dan aktivitas yang dianggap macho (berkelahi, mengendarai
kendaraan bermotor dengan laju) (Budiastuti & Wulan, 2017).
Namun, hal berbeda justru diungkapkan oleh informan 4 dan 5 yang
menempatkan diri mereka pada posisi negosiasi. Mereka cenderung menganggap bahwa
Kapten Ri bisa menjadi standar maskulin ideal tetapi dengan catatan tertentu seperti
hanya sebatas aspek perilaku dan diakui oleh masyarakat konservatif.
“Masyarakat konservatif iya, bisa dikatakan iya. Karena seseorang yang gagah,
seseorang yang bertanggung jawab, kemudian secara penampilan kita bisa lihat
sendiri maskulinitasnya secara penampilan, kemudian juga cara bertutur katanya
kepada wanitanya, tapi kalau zaman sekarang sih engga harus…” (Informan 5, 22
Tahun, Wanita Karir).
Adanya audiens pada posisi ini berkaitan dengan anggapan bahwa pembaca
sebetulnya dalam beberapa batas sejalan dengan kode program dan menerima makna
yang disampaikan, tetapi mereka memodifikasi kode tersebut sedemikian rupa yang
merefleksikan posisi personal dan ketertarikan mereka (Briandana & Azmawati, 2020).
Pada konteks ini, mereka memodifikasi pesan produsen media karena tidak sesuai
dengan ketertarikan diri dan kondisi masyarakat modern. Konsep maskulinitas dalam
bentuk konservatif biasanya melihat maskulinitas yang ideal sebagai ide gender yang
steril dari sifat-sifat yang sering kali berasosiasi dengan sifat wanita (Wulan, 2016)
Hasil produk budaya populer Korea Selatan ini lebih banyak memotret pria
sebagai gambaran ideologi maskulinitas baru yang bukan hanya sekadar kekuatan fisik,
tetapi menghargai dan membantu perempuan dalam peran gender mereka (Iryanti,
Priyatna, & Mulyadi, 2017). Perbedaan juga terjadi pada informan 3 yang menganggap
Kapten Ri bukanlah standar maskulin ideal, sehingga menempatkannya pada posisi
oposisi.
“Kalau standar sepertinya kalau di dunia nyata sepertinya tidak ya… tidak harus
seperti Kapten Ri… Bertanggung jawab, setia, gagah [Bentuk maskulinitas pria
ideal]” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).
17
Media massa memainkan peran perempuan serta laki-laki kadang menimbulkan
resepsi yang sepaham dan tak sepaham dari para penonton dalam mengkonstruksi
bagaimana seseorang menjadi laki-laki ataupun perempuan (Ilham, 2019). Termasuk
pada informan 3 penelitian ini yang menganggap media massa hanyalah panggung
sandiwara semata. Informan penelitian secara nyata menunjukkan penolakan audiens
terhadap kode dan makna yang diciptakan oleh produsen teks dan
menginterpretasikannya dengan pola mereka sendiri (Briandana & Azmawati, 2020).
Meskipun demikian, seluruh informan penelitian mengangap bahwa pria
sesungguhnya adalah mereka yang bertanggung jawab atas wanita, dalam arti lain
ditunjukkan melalui sikapnya. Derajat kelakian ditentukan oleh paramater tanggung
jawab secara sosial dan ekonomi pada seluruh individu, melindungi, memiliki jiwa
kepemimpinan dan pengayoman (Wulantari, 2012).
3.3. Maskulinitas: Profesi dan Penampilan
Drama Korea “Crash Landing On You” juga berusaha menampilkan sosok Kapten Ri
sebagai sosok maskulin melalui profesinya, Ri Jeong-hyeok yang merupakan kapten
tentara militer Korea Utara dan anak petinggi militer Korea Utara. Selain itu ia juga
memiliki posisi penting dalam militer Korea Utara sebagai kapten. Pada dasarnya,
institusi militer adalah lingkungan yang bersifat maskulin dan sangat khas dengan dunia
laki-laki (Sugiharti, 2019).
Pembuat kode pesan berusaha menyampaikan nilai heroisme dalam sosok Ri
Jeong-hyeok. Militer merupakan profesi maskulin karena pekerjaan ini menekankan
pada keperkasaan, kekuatan, serta heroisme (Darwin, 1999). Hal tersebut berakar dari
pandangan masyarakat patriarkis. Sebagaimana menurut Hall (Fauzan, Dienaputra, &
Hazbini, 2019) bahwa yang menetapkan sifat laki-laki ataupun perempuan yaitu
kebudayaan. Maskulinitas dalam konteks tradisional selalu mengaitkan dan
mempengaruhi sifat pria dan wanita secara tinggi pada nilai kekuasaan, kekuatan, aksi,
ketabahan, kendali, kepuasan diri, kemandirian, kesetiakawanan, sedangkan yang
dipandangan rendah ada pada kelembutan, kemampuan verbal, perempuan, komunikasi,
serta anak (Fauzan et al., 2019). Hal tersebut tercermin pada sosok Kapten Ri yang
punya posisi penting.
18
“Kapten Ri sudah sangat maskulin dan tidak tergapai… Tidak harus dia jadi
tentara gitu karena dia mengenakan seragam, lalu dia terlihat gagah tidak juga”
(Informan 2, 21 Tahun, Mahasiswa).
“Maksudnya begini kalau laki-laki ideal tidak harus juga berprofesi sebagai
tentara ya, profesi apa saja itu bisa jadi ideal juga menurut saya, misalnya seorang
pengusaha, seorang staff di bank, atau dosen misalnya saja seperti itu ya, asalkan
mereka ini, laki-laki ini punya sifat bertanggung jawab” (Informan 4, 34 Tahun,
Ibu Rumah Tangga).
“Kalau menurut saya sendiri pribadi sih tidak ya [Profesi sebagai standar
maskulin]… pekerja keras, itu boleh lah” (Informan 5, 22 Tahun, Wanita Karir).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa informan wanita seluruhnya
menganggap kenyataan profesi militer sebagai sebuah profesi yang maskulin, tetapi
pada sisi lainnya tidak selalunya profesi ini dapat menjadikan bentuk maskulin ideal,
banyak profesi lainnya yang masih dapat dikatakan sebagai profesi maskulin seperti
informan 5 yang menekankan pada aspek “kerja keras”. Hal ini kemudian menempatkan
keenam informan wanita pada posisi negotiated reading. Pemaknaan seperti ini
dapat terjadi karena adanya politik gender progresif yang berkembang dalam budaya
populer yang sering kali disiarkan pada program TV di Indonesia.
Selain itu, pengalaman yang dinegosiasikan informan penelitian juga berkaitan
dengan penampilan Kapten Ri. Penampilan ini dapat diasosiasikan dengan fashion dan
juga fisik. Salah satu ciri bentuk tubuh pada maskulinitas lama dapat meliputi tipe
maskulin seperti rahang kotak, dada bidang, bahu tegap, tubuh berotot dan berambut,
maskulinitas juga berarti kuat dan banyak testosteron (Habib, Ratnaningsih, & Nisa,
2020).
Penampilan tokoh Kapten Ri dalam drama dengan tubuh tegap, tinggi, besar,
tampan, tidak ada atribut wanita dan juga rapi. Seperti ungkapan Habib et al. (2020)
bahwa pada masa lalu, laki-laki dianggap sebagai maskulin ketika ia memiliki (sturdy
body) tubuh yang kokoh, berotot, pekerjaan berat, dan hal lain yang dianggap sebagai
simbol kejantanan. Di Asia, kulit putih menjadi simbol penghargaan dan kelas elit,
kesucian serta keindahan (Habib et al., 2020). Selain itu, kostum militer juga identik
dengan karakteristik seperti maskulinitas keberanian, kehormatan, ketangguhan,
sehingga dapat memperlihatkan rasa hormat dan takut di masyarakat (Chandra,
Hagijanto, & Arini, 2017).
19
“Yang penting tidak ada ciri-ciri seperti perempuan seperti itu… Saya liat kalau
seragam tentara ya karena kerjanya berat, gagah sama kaya ada pangkat gitu ya
mba jadi maskulin aja sih [fashion dan maskulinitas]… tapi semua seragam atau
gak seragam sama aja, toh suami saya juga masih keliatan maskulin menurut saya
ngayomin keluarga kita” (Informan 3, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga).
“laki-laki itu tidak menggunakan rok atau menggunakan make up atau barang
milik perempuan lah gitu… Tentara itu kan terkenal keras mba, kejar-kejaran
posisi, pasti badannya udah proporsi makanya liat seragaman itu pasti maskulin
kuat gitu [fashion dan maskulinitas]…. Suami dan bapak saya gak tentara juga
maskulin aja kok saya liat mba gak beda, kalo di masyarakat kita kan yang
penting cowok itu tanggung jawab karena bisa cari nafkah keluarga ya” (Informan 4, 34 Tahun, Ibu Rumah Tangga).
Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa informan masih menegosiasikan
bentuk fisik ideal pada pria yang dianggap maskulin. Mereka menganggap Kapten Ri
merupakan sosok maskulin dengan perawakan tubuh dan penampilannya, tetapi
cenderung menganggap tidak selamanya pria maskulin demikian, pria yang maskulin
diasosiasikan secara dinamis oleh para informan, bentuk tubuh, atribut ataupun
pekerjaan dapat seluruhnya dikatakan maskulin selama tidak mengandung atribut
wanita yang cenderung “feminim”.
Sesuai hasil wawancara pula, informan melihat bentuk maskulinitas ideal bukan
dari penampilan ataupun pekerjaan Kapten-Ri, tetapi lebih condong dengan tanggung
jawab dan kerja keras yang ia miliki, hal ini sesuai dengan anggapan seluruh informan,
seperti yang dapat dilihat pada informan 3 dan 4, tanggung jawab sebagai bentuk
maskulin akan berkaitan dengan posisi pria sebagai kepala keluarga dan pengayoman
sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia. Derajat kelakian ditentukan oleh
paramater tanggung jawab secara sosial dan ekonomi pada seluruh individu,
melindungi, memiliki jiwa kepemimpinan dan pengayoman (Wulantari, 2012).
Posisi negosiasi dapat berkaitan dengan anggapan audiens aktif mengolah makna
yang diberikan media massa. Dengan melihat tayangan media, audiens
mengkonstruksikan makna berdasarkan kompetensi budaya yang mereka dapat
sebelumnya baik pada konteks bahasa ataupun hubungan sosial (Theresia, 2018).
Sehingga, pada saat mengkonsumsi media, informan dapat secara aktif terlibat pada
proses pertukaran makna. Mental audiens akan aktif mengurai kode (decoding),
membaca, serta mengikutsertakan pemahaman terhadap teks dari media yang bersifat
20
polisemik (Theresia, 2018). Suatu isu maskulinitas yang disampaikan pada khalayak tak
lepas dari peran globalisasi media (Wulantari dalam Kartika & Wirawanda, 2019).
Informan penelitian menganggap penampilan sebagai kode maskulinitas dalam
bentuk yang lebih dinamis, selama tidak mengandung atribut kewanitaan. Salah satu
penelitian Praptika & Putra (2016) mengungkapkan bahwa tampilan maskulinitas yang
direpresentasikan oleh pria Korea Selatan adalah salah satu contoh maskulinitas yang
dinamis (dynamic masculinity). Saat ini juga, pria dikatakan tampan dan menarik
dikonstruksi sebagai pria yang bertubuh tinggi, kulit putih, pakaian rapih, wangi, dan
wajah yang cenderung “cantik” (Habib et al., 2020).
Faktor yang membentuk pemosisian audiens dapat dilihat berdasarkan perbedaan
perspektif individu, perspektif kategori sosial, dan perspektif relasi sosial (Fathurizki &
Malau, 2018). Informan penelitian secara keseluruhan memandang bentuk maskulinitas
dibentuk berdasarkan kultur masyarakat yang ada disekitar mereka terutama di tempat
mereka tinggal serta pandangan pribadi mereka dalam melihat masyarakat modern
melalui produk budaya populer yang mereka sering konsumsi, terlebih lagi saat ini
tayangan drama Korea yang sering menampilkan bentuk pria yang lebih dinamis.
Perspektif psikologi individu dapat menentukan bagaimana individu dapat
memilih stimuli dari lingkungan serta bagaimana mereka memaknainya (Fathurizki &
Malau, 2018). Hal tersebut dilakukan penonton wanita dengan melihat apa yang ada
dipikirannya, kemudian melihat lingkungan sekitarnya dan memilah teks media yang
akan mereka maknai. Selain itu, tiap kelompok sosial akan memberi persamaan nilai,
norma sosial, serta sikap dalam mereaksi pesan khusus yang mereka dapatkan
(Fathurizki & Malau, 2018). Sehingga kedua hal tersebut akan saling mempengaruhi
pesan yang mereka dapat dari teks media massa yang dikonsumsi terutama drama
Korea.
4. PENUTUP
Dari hasil penelitian menunjukkan adanya kategorisasi penelitian berdasarkan
konstruksi pria Korea di media massa pada penonton wanita, Kapten Ri dan
maskulinitas ideal, serta maskulinitas ditinjau dari profesi dan penampilan. Konstruksi
pria Korea di media massa bagi penonton wanita dianggap memiliki tampilan visual
menarik dan gagah, macho, idaman wanita, mengedepankan aksi, namun tetap lembut,
21
sabar, sopan dan melindungi wanita. Selain itu audiens cenderung menganggap apa
yang ada disekitar mereka menjadi pedoman bagaimana mereka harus berpikir dan
mengolah makna terkait maskulinitas. Kapten Ri dan Maskulin ideal ini berkaitan
dengan audiens yang melihat Kapten Ri sosok dalam bentuk warior masculinity dan
gentle man masculinity yang rela melakukan apapun demi orang yang dicintainya,
namun tetap gagah, pemendam rasa, dan berpengaruh penting secara bersamaan, selain
itu bentuk maskulinitas dari Kapten Ri diasosiasikan dalam bentuk tanggung jawab atas
wanita.
Bidang militer dianggap sebagai bentuk maskulin karena dianggap profesi yang
menunjukkan kegagahan pria namun tidak menjadi bentuk standar profesi maskulin
seutuhnya karena penekanan pada aspek kerja keras. Perawakan dan seragam menjadi
nilai maskulinitas pria, informan melihat tubuh yang tegap, putih, dan kokoh, selain itu
seragam tentara yang digunakan juga berkaitan dengan konotasi pada bidang militer
yang menunjukkan ketangguhan, meskipun hal tersebut tidak dapat menjadi pedoman
maskulin yang ideal. Hasil penelitian menempatkan informan pada posisi pembacaan
dominan karena mereka setuju dengan nilai yang disampaikan produsen teks dan sesuai
dengan latar belakang serta persepsi mereka, posisi negosiasi berkaitan dengan
modifikasi informan terhadap pesan media berdasarkan pandangan pribadinya,
sedangkan oposisi merujuk pada anggapan informan secara aktif mengolah makna
berdasarkan realita. Penelitian ini kemudian dapat berguna bagi produsen media dalam
merepresentasikan bentuk pria ideal dan melihat pemahaman maskulinitas pria di
kalangan penonton wanita. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan
subjek penelitian yang lebih spesifik seperti wanita pada kelompok agama tertentu
sehingga bisa melihat berdasarkan perspektif agama penonton.
PERSANTUNAN
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberi kontribusi dan dukungan dalam penelitian ini. Kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, for myself who had been succeeded to fight,
worked so hard, patience, and also passionate to finish this research, orang tua dan
keluarga yang selalu memberi dukungan mental serta finansial kepada penulis, bapak
Yudha Wirawanda, S.I.Kom., M.A., selaku dosen pembimbing yang telah membantu
22
mengarahkan serta membagikan ilmunya selama penelitian ini, teman-teman penulis
yang telah memberi kepercayaan diri bagi penulis, serta informan penelitian yang telah
rela meluangkan waktu dan pengalamannya untuk dibagikan sebagai pengembangan
ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I., Wahyono, S. B., & Persadha, P. D. (2019). Audience culture in the
reception of text: Black campaigns on online media during Indonesia‟s 2014 and
2019 presidential elections. Humanities and Social Sciences Reviews, 7(1), 493–
500. https://doi.org/10.18510/hssr.2019.7156 Bennett, K. M. (2007). “No Sissy Stuff”: Towards a theory of masculinity and
emotional expression in older widowed men. Journal of Aging Studies, 21(4), 347–
356. https://doi.org/10.1016/j.jaging.2007.05.002 Beynon, J. (2002). Masculinities And Culture. Buckingham, United Kingdom: Open
University Press. Briandana, R., & Azmawati, A. A. (2020). New Media Audience and Gender
Perspective : A Reception Analysis of Millenials Interpretation. International
Journal of Humanities and Social Sciences Research, 6(1), 58–63. Retrieved from
http://www.socialsciencejournal.in/archives/2020/vol6/issue1/5-6-50
Budiastuti, A., & Wulan, N. (2017). Konstruksi Maskulinitas Ideal Melalui Konsumsi
Budaya Populer oleh Remaja Perkotaan. Mozaik Humaniora, 14(1), 8. Retrieved
from https://e-journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/view/3845
Chandra, D. O., Hagijanto, A. D., & Arini, B. D. (2017). Representasi Karakteristik
Militer Pada Masyarakat Sipil Surabaya. Jurnal DKV Adiwarna, 1(10). Retrieved
from http://publication.petra.ac.id/index.php/dkv/article/view/5565
Connell, R. W. (2000). The Mend And The Boys. Crows Nest, Australia: Allen &
Unwin.
Darwin, M. (1999). Maskulinitas: Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patriarkis. Center
for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, 4, 1–10.
https://doi.org/https://lakilakibaru.or.id/wp-
content/uploads/2015/02/S281_Muhadjir-Darwin_Maskulinitas-Posisi-Laki-laki-
23
dalam-Masyarakat-Patriarkis.pdf Durham, M. G., & Kellner, D. M. (2006). Media and Cultural Studies: KeyWorks
Revised Edition. In M. G. Durham & D. M. Kellner (Eds.), Media and Cultural
Studies Keyworks (Revised Ed). Malden, MA: Blackwell Publishing Ltd.
Epstein, S., & Green, C. K. (2020). Crash landing on you and North Korea:
Representation and reception in the age of K-drama. Asia-Pasific Journal: Japan
Focus, 18(12), 1–20. Retrieved from https://apjjf.org/2020/12/EpsteinGreen.html
Fathurizki, A., & Malau, R. M. U. (2018). Pornografi Dalam Film: Analisis Resepsi
Film “Men, Women & Children.” ProTVF, 2(1), 19.
https://doi.org/10.24198/ptvf.v2i1.11347
Fauzan, A., Dienaputra, R., & Hazbini, H. (2019). Konstruksi Maskulinitas Sunjaya
Purwadisastra (Perwira TNI dan Bupati Cirebon). Jurnal Ilmu Sosial Dan
Humaniora, 21(2), 210–215. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v21i2.10099
Fribadi, D. O. (2012). Representasi Maskulinitas Dalam Drama TV Korea You’re
Beautiful. Universitas Indonesia. Habib, M. A. F., Ratnaningsih, A. P. A., & Nisa, K. K. (2020). The Construction of the
Ideal Male Body Masculinity in the Mister International Pageant. Journal of Urban
Sociology, 2(2), 4. https://doi.org/10.30742/jus.v2i2.993
Hall, S., Hobson, D., Lowe, A., & Willis, P. (Eds.). (2005). Culture, Media, Language.
New York: University of Birmingham All. Huat, C. (2010). Korean Pop Culture. Jurnal Pengajian Media Malaysia, 12(1), 15–24.
Retrieved from http://www.myjurnal.my/public/article-view.php?id=555 Ilham, B. (2019). Karakter Laki-Laki dalam Program Televisi (Analisis Resepsi Peran
Pria Sebagai Pekerja Rumah Tangga Dalam Program Sitkom “Dunia Terbalik” Di
RCTI). Komuniti : Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 11(1), 58–72.
https://doi.org/10.23917/komuniti.v10i3.5945
Iryanti, M., Priyatna, A., & Mulyadi, R. M. (2017). the Construction of Fathers New
Masculinity. Humaniora, 8(4), 339–348.
https://doi.org/https://doi.org/10.21512/humaniora.v8i4.3951
24
Jonghoe, Y. (2012). The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of
Chinese, Japanese, and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas.
Development and Society, 41(1), 103–147.
https://doi.org/10.21588/dns.2012.41.1.005
Kartika, S. H. R., & Wirawanda, Y. (2019). Maskulinitas dan Perempuan: Resepsi
Perempuan terhadap Soft Masculinity dalam Variety Show. CALATHU: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 1(1), 23–41.
https://doi.org/https://doi.org/10.37715/calathu.v1i1.774
Kedi, M. (2013). Persepsi Perempuan Tentang Tayangan Drama Romantis Korea di
Indosiar. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tribhuwana
Tunggadewi, 2(2), 20–24. https://doi.org/https://doi.org/10.33366/jisip.v2i2.54
Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group. La Sulo, S. L., & Tirtarahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Moelong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Muhammad, R. A. (2016). Pemaknaan Maskulinitas Selebriti Pria Korea dalam Variety
Show Running Man. Interaksi Online, 4(4), 1–11. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/13272
Nilan, P., Demartoto, A., & Wibowo, A. (2014). Youthful Warrior Masculinities in
Indonesia. International and Cultural Psychology, 69–84.
https://doi.org/10.1007/978-1-4614-6931-5_4
Praptika, Y., & Putra, G. M. N. (2016). The Representation of Masculinity in South
Korean Reality Show “The Return of Superman.” Allusion, 5(2), 18. Retrieved
from http://journal.unair.ac.id/ALLUSION@the-representation-of-masculinity-in-
south-korean-reality-show-“the-return-of-superman”-article-11353-media-95-
category-8.html
Safira, C. (2019). Pemaknaan Khalayak tehadap Resistensi Maskulinitas Boyband
Korea dalam Reality Show “Wanna One Go in Jeju” (Universitas Diponegoro).
25
Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/76627/ Salam, I. I., Perbawasari, S., & Komariah, K. (2012). Hubungan antara Terpaan Drama
Korea di Televisi dengan Gaya Hidup Penonton. Universitas Padjajaran, 1(1), 1–
16. Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/1517 Sar, S. (2020). Female Masculinity in Indonesian Folklore Nyai Undang Ratu Rupawan
dari Pulau Kupang. Muwazah Jurnal Kajian Gender, 12(1), 71–88.
https://doi.org/10.28918/muwazah.v12i1.2354
Siddhanta, A. (2015). Shaping of Hypermasculinity and Its Influences on Sexual
Behaviour: A Study of Youth in Slum Communities of Mumbai, India. Journal of
AIDS & Clinical Research, 06(08), 1–9. https://doi.org/10.4172/2155-
6113.1000489 Sihombing, L. H., & Dellavia, S. (2021). Media Framing in South Korean Drama “
Crash Landing on You ” towards North Korea. Acuity: Journal of English
Language Pedagogy, Literature, and Culture, 6(2), 118–126.
https://doi.org/10.35974/acuity.v6i2.2398
Sondakh, P. C. (2014). Semiotika Terhadap Rubrik Rupa Di Majalah Men ‟ S Health
Indonesia. Jurnal E-, 2(2), 1–12. Retrieved from
http://publication.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/view/1770
Sugiharti, R. P. (2019). Proses dan Bentuk Adaptasi Sosial Budaya Prajurit Tentara
Perempuan (KOWAD) di Lembaga Kedinasan TNI AD (DISJASAD). Umbara,
4(1), 15. https://doi.org/10.24198/umbara.v4i1.22636 Sugiyono, S. (2020). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suprapto, D. (2018). Representasi Maskulinitas Hegemonik dalam Iklan. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Sains Dan Humaniora, 2(1), 1.
https://doi.org/10.23887/jppsh.v2i1.14004
Syulhajji, S. (2017). Representasi Maskulinitas dalam Film Talak 3 (Studi Analisis
Semiotika Roland Barthes). EJournal Ilmu Komunikasi, 5(2), 1–11. Retrieved from
https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/?p=2963
Tan, Y., Shaw, P., Cheng, H., & Kim, K. K. (2013). The Construction of Masculinity: A
26
Cross-Cultural Analysis of Men‟s Lifestyle Magazine Advertisements. Sex Roles,
69(5–6), 237–249. https://doi.org/10.1007/s11199-013-0300-5 Theresia, R. V. (2018). Pemaknaan Khalayak Terhadap Maskulinitas Liyan pada Drama
Televisi Korea. Interaksi Online, 6(4), 597–610. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/22012
Tyree, T. (2011). African American Stereotypes in Reality Television. Howard Journal
of Communications, 22(4), 394–413.
https://doi.org/10.1080/10646175.2011.617217
Waling, A. (2019). Rethinking Masculinity Studies: Feminism, Masculinity, and
Poststructural Accounts of Agency and Emotional Reflexivity. Journal of Men’s
Studies, 27(1), 89–107. https://doi.org/10.1177/1060826518782980
Wulan, N. (2016). “Cowok Be Gentle” : Maskulinitas Mahasiswa Laki-Laki Muslim Di
Surabaya. Lakon : Jurnal Kajian Sastra Dan Budaya, 4(1), 1.
https://doi.org/10.20473/lakon.v4i1.1927
Wulantari, R. A. (2012). Konstruksi dan Reproduksi Maskulinitas Kelompok Muda
Urban Kelas Menengah. Jurnal Komunikasi Indonesia, I(2), 53–65. Retrieved from
http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/viewFile/7820/3888
https://www.hancinema.net/hancinema-s-news-crash-landing-on-you-releases-
production-details-following-plagiarism-allegation-136902.html, dikutip pada
13 Oktober 2020 https://www.cosmo.ph/entertainment/crash-landing-on-you-is-hit-among-women-in-
40s-a292-20200216, dikutip pada 13 Oktober 2020
Protect pdf from copying with Online-PDF-No-Copy.com