Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27, 28, dan 29)
Transcript of Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27, 28, dan 29)
BAB l
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
‘Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang
tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya. Keyakinan itu dapat menimbulkan berbagai
perilaku. Apabila kita berkeyakinan pada hal-hal yang
baik maka perilaku kita juga ikut baik (perilaku
terpuji). Dan begitu pula sebaliknya, apabila kita
berkeyakinaan kepada hal-hal yang buruk maka perilaku
kita juga ikut buruk atau tercela, misalnya dzolim.
Era sekarang adalah era yang penuh dengan
kecanggihan elektronik yang juga sering disebut era
digital. Dimana kebenaran yang bisa diterima adalah
kebenaran yang bisa dibuktikan oleh akal, banyak sekali
orang yang mendewakan akalnya padahal akal kita
mempunyai sekala yang sangat terbatas. Sekarang zaman
semakin maju bisa banyak penciptaan teknologi yang
serba canggih sehingga memudahkan kita dalam melakukan
aktifitas, namun juga di barengi oleh krisis moral
seperti sifat-sifat yang semakin subur bahkan ini
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 1
menyerang semua Negara, mulai dari Negara maju ataupun
berkembang.
Sejak awal, Islam datang menyeru umat manusia
untuk lepas dari kungkungan kedzaliman dan kelaliman.
Menyerukan persamaan derajat manusia di muka bumi ini,
serta merubuhkan seluruh warisan-warisan jahiliyah yang
identik dengan kedholiman. Tak ada lagi kesewenang-
wenangan kaum yang kuat, kelaliman penguasa serta
kebengisan golongan yang terpandang. Karenanya, tidak
heran kalau dalam waktu yang relatif sangat singkat,
Islam mendapat tempat istimewa di hati manusia.
Khususnya mereka yang lemah dan tertindas.
Hal ini tergambar dari ucapan seorang Rib’iy bin
Amir tatkala berdiri gagah di hadapan panglima tentara
Persia, Rustum:
ا ال�له ن� عث ت رج� اب�� خ������ اء م�ن� ل�ن� ادة م�ن� ش������ اد ع�ن������ لى ال�عن������ ادة ا# وم�ن� ال�ل�����ه، ع�ن������ ق ي' ا ض�� ن' لى ال�دب�� ها، ا# ور وم�ن� س�عت ان� ج�� لى الادي4' الاش�لام ع�دل ا#
Artinya : Sungguh Allah Ta’ala mengutus kami untuk membebaskan
manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan
hanya kepada Allah, melepaskan lilitan belenggu kesempitan dunia
menuju kebebasan, serta mengeluarkan mereka dari kezaliman agama-
agama menuju keadilan Islam.1
1 al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, 7/47.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 2
Sebuah pernyataan jujur, lahir dari hati ksatria
yang tulus, hingga tetap membekas sekalipun kesombongan
dan kecongkakan berupaya mencegatnya. Ketahuilah,
harta, darah dan kehormatan seorang muslim haram atas
muslim yang lain. Dalam konteks apapun, tidak
dibenarkan merampas harta, menumpahkan darah atau
mencemarkan kehormatan seorang muslim kecuali dengan
alasan kebenaran. Ini dipertegas oleh Sabda Rasulullah
SAW ketika haji wada’ (perpisahan):
ن� ا#< م ف�� اءك� م� م د< ك وال� م� Hم وا ك راض�� ع� Hم وا ك ن� Mي Pرام ب� < ح� خرمه م ك� ك وم�< ا ي�' د� ي' ه� م ف�< هر<ك� ش�ا د� ي' ه� م ف�< ك� لد< ا ي�� د� ه�
Artinya : Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram
(untuk ditumpahkan, dirampas dan dicemarkan), seperti haramnya hari
kalian ini, di negeri ini (makkah), dan bulan kalian ini.2
Dalam makalah ini, kami akan membahas lebih lanjut
tentang hadits yang terdapat dalam kitab al-Mustadrok
ala al-Shahihain dalam bab Kitab al-Iman. Hadits no.
27, 28, dan 29. Tentang Kedzaliman.
2 HR. Imam Bukhari no: 65, Muslim no: 2137, Abu Daud no: 1628, al-Tirmidzi no: 2085Ibnu Majah no: 3046.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan mengenai kedzaliman menurut
hadits no. 27?
2. Apa saja akibat dari sifat-sifat buruk menurut
hadits no. 28?
3. Bagaimana penjelasan fakhsya’ (berbuat kerusakan)
menurut hadits no. 29?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai kedzaliman
menurut hadits no. 27.
2. Untuk mengetahui akibat dari sifat-sifat buruk
menurut hadits no. 28.
3. Untuk mengetahui penjelasan fakhsya’ (berbuat
kerusakan) menurut hadits no. 29.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS NOMOR 27
اة۲۷/۲۷ ن� b4ب د ي' - ح��� ل< ن� ع� ا ب�� ن��� bي, ب� س�� ي' ن� ع�< ي' س�� ن� ال�ح د ب�� م�� ح ن� م� ا ب�� ن��� bاد, ب� ي4'�� > ر�د ������� ن� ن� ال�ل�������ه< ع� �������ر ب�� م ن� ع� ا ب�� ن�������� bب� , ن� ا ي��������� Hن� ا ي' س������� ن� ح� < ب�� ن� , ع� ي' ل< ل< ع� ن' ض��������< < ال�ف� ن� ب��
> ن� , ع� اض� ن���' ن� ع�< , ع� >مش ع� H���رو الا م < ع� ن� ن� ب�� , ع� ة ر د م��� ��� ن� < ال�ل���ه< ع� ن� , ب�� >ث ال�ح���ار<
ن� ر< ع� هي' < ر� ن� ن� ب�� ��ر<, ع� م ق� Hد< الا ن�� < ال�ل�ه< ع� ن� ��رو ب�� م ال ع� ال: ف��� ول ف��� ي ال�ل�ه< رس��� ل ض��
ه< ال�له لي' وا ع� ق ت� ا#< م: ل ر "وش� ك� د� لم ف�� ي�'ث "ال�ظ� د< . ال�ح ه< ول< ط ب��<
ة< > د� ه��� ول�< > اداث ي����' ي ال�ر�< > ت ا ال� ري����� ك� ا د� ن� ه� د< ع� ��� ن� < ال�ل���ه< ع� ن� ���رو ب�� م د ع� اه�< ش����ح ي' ح< لي ص� رط ع� م ۱۲/۱ ش سل< ن� م� < م�< ه واي�' ى ر< ب�4< Hا . رة ي�' ر ه�
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 5
Dari Ali Ibn Isa, dari Husain Ibn Muhammad Ibn
Ziyad, dari Abdullah Ibn Umar Ibn Aban, dari Husain Ibn
Ali, dari Fadhil Ibn Iyad, dari A’masy, dari Amir Ibn
Marrah, dari Abdullah Ibn al-Harits, dari Zuhair Ibn
Aqmar, dari Abdullah Ibn Amr, dia berkata: Rasulullah
SAW, bersabda: “Berhati-hatilah dengan kedzaliman.”
Maka al-Bukhari menyebutkan hadits dengan panjang
(lengkap).
Tambahan lafadz hadits ini yang kami sebutkan dari
Abdillah Ibn Amr adalah hadits Sahid dan Shahih
bersyarat. Dari kitab Muslim Juz 1 hal 12 dari riwayat
Abu Hurairah.3
Kezaliman adalah kerusakan di dalam fitrah
manusia, karena Allah SWT menciptakan fitrah manusia
senantiasa cenderung kepada kebaikan dan menjauhi
keburukan. Tapi, karena fitrah dapat menjadi lemah
dikarenakan rusaknya pendidikan yang diterima
seseorang, hawa nafsu, kepentingan, dan sebab-sebab
yang lain, maka manusia tidak jarang menuju ke arah
yang tidak benar dan bertentangan dengan fitrah,
meskipun fitrah orang ini masih dapat menampakkan diri
pada waktu-waktu tertentu.4
Penyebab seseorang melakukan kezaliman:3 Menyambung keterangan dari hadits dalam kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain, bab Kitab al-Iman, No. 26.4 http://id.wikipedia.org/wiki/Zalim
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 6
1. Merasa ada kekurangan dan kelemahan di dalam diri.
Karena orang yang zalim tidak memiliki sifat-
sifat yang baik, dan dia mengetahui hal ini, maka
dia justru mengkompensasinya dengan melakukan
perbuatan zalim. Karena itulah Allah tidak mungkin
berbuat zalim, karena Dia Mahasempurna dalam segala
aspek dan tidak membutuhkan apa pun. Karena itu,
untuk apa Dia berbuat zalim.
Di dalam hadits diterangkan,
احب�' ماب��<ا¥ .ف�ت'<عل�ض�ا <ملل�ظ�ا يل<ا¥ ج�تYang merasa perlu berbuat zalim hanyalah orang yang
lemah.
2. Tidak dapat mengendalikan syahwat.
Allah hanya menciptakan yang baik-baik saja.
Syahwat Dia berikan kepada manusia demi kebaikan
manusia. Cinta pada diri sendiri membuat orang mau
memperhatikan dan menjaga dirinya. Cinta pada harta
membuat orang mau bekerja untuk memperolehnya. Cinta
pada lawan jenis membuat orang dapat menjaga
kelangsungan umat manusia.
Tapi, jika syahwat ini melewati batasannya,
maka itu karena perbuatan manusia semata-mata dan
itu akan menjadi penyebab kesengsaraannya. Orang
yang tidak dapat mengendalikan syahwat boleh jadi
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 7
akan berbuat zalim, merasa dirinya lebih tinggi dari
orang lain, menyusahkan orang lain, bahkan membunuh
orang lain, karena dia menyangka hal itu akan
memuaskan syahwatnya.
Allah SWT berfirman:
116. Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang
sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang
melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi,
kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami
selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya
mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa.5
3. Mempertahankan kekuasaan
Cinta pada kekuasaan adalah salah satu nafsu
manusia yang paling berbahaya. Orang yang terkena
penyakit cinta pada kekuasaan akan berusaha
mempertahankan jabatan dan kedudukannya dengan
berbagai cara, hingga dengan membunuh, memberangus
suara orang lain, dan menelantarkan orang lain
sekalipun karena dia menyangka bahwa hal ini akan
melanggengkan kursinya. Padahal, keadilanlah yang
5 Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq, Q.S. Huud: 116.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 8
melanggengkan seseorang pada kedudukan dan
jabatannya, dan bukannya kezaliman.
Nabi saw bersabda:
<.ملل�ظ�ا عم يق ت�ب�' لاو <رق�ل�كا عم يق ت�ب�' كلل�ما ن�<ا¥“Kekuasaan itu dapat langgeng sekalipun sang
penguasa kafir kepada Allah, tapi tidak akan
langgeng jika sang penguasa berbuat zalim.”
4. Mental jongos.
Maksudnya, seseorang berbuat zalim demi
seseorang yang dituankannya. Seseorang yang
bermental jongos akan berusaha menjaga kepentingan
tuannya agar tetap bertahan sebagai tuan. Dia
bersedia melakukan kezaliman dan kejahatan apa pun
semata-mata agar tuannya memandang dirinya pantas
menjadi jongos sang tuan.6
B. HADITS NOMOR 28
اة ۲۸/۲۸ ي�4 ر ي� خ� Hو ا ي�� Hا > ن� سي' د ال�ح م ح ن� م� مد ب�� ح� Hا ا ن� bب� , ر<ي' ط< ن� > و ال�ق ي�� Hا , ه لاي���� > ف�ا ن� bو ب� ي�� Hن� ا م, ع� اص< < ع� ن� . اب�� لان� ح� ع�
6 Terjemahan dari azh-Zhulm wa azh-Zhalimun al-Ma’ayir wa al-‘Awaqib, Sayyid Ja’far asy-Syirazi.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 9
ا ن� b4ب د و وح��� ي���� Hر ا ك�� < ي�� ن� ب�� ظ� ف��� -وال�ل اق ح س��� ا ا#< ي���4 ر ي� خ� Hه- ا د ل�� م�� ح� Hن� ا م ب�� ي' راه�< ي���� ا#<
ن� ا ب�� ن� bب� , ان� لح ن� م� ي' اب�� ت�< ب� د ر, ح� ي' ك< Pن� ي� , ع� ث ي' د ال�ل م ح < م� ن� ن� ب�� , ع� لان� ح� د ع� ن' ع< س���
> ن� ب�� ى' ب�4< Hد ا ن' ع< ن� س� , ع� ر<ي' ي� ى' ال�مق ب�4< Hا رة ي�' ر ال ه� �� ال: ف� ول ف� ي ال�ل��ه< رس��� ل ال�ل��ه ض���ه< ���� لي' م ع� اك� ي�'���� ا#< م: ل ش "وش����� ح ن� وال�ف� ا#< , ف������ ش ح ف� ث� لا ال�ل����ه وال�ت ح< ش ي�' اح�< ال�ف�����
م اك� ي�'����� , وا#< ش ح< ف� ه ال�مت ي������� ا#< لم, ف�� و وال�ظ� اث ه������ لم����� وم ال�ظ� م ي�'����� اك� ي�'����� , وا#< > ه ام����� ن' > ال�قح ه وال�ش�������� ي���������� ا#< ا ف�� ن� دع� م م� ك ل ن� وا ق� ك ف� س�������� ا ق�� م, ودع� اءه� م��������� ن� د< م م� ك ل ن� وا ق� ع�������� ط ف ف��
ا هم, ودع� ام� رح� Hن� ا م م� ك ل ن� وا ق� ل ح ن اس� م. ف�� ه< > ات� رم� ح�Mengabarkan kepadaku Husain Ibn Ahmad al-Qinthiri,
dari Abu Qilabah, dari Abu Ashim, dari Ibn ‘Ajlan, dari
Abu Bakar Ibn Ishaq – dan lafadz hadits darinya –
mengabarkan kepadaku Ahmad Ibn Ibrahim Ibn Mahlan, dari
Ibn Bakir, dari Laits, dari Muhammad Ibn ‘Ajlan, dari
Sa’id Ibn Abi Sa’id al-Maqbari, dari Abu Hurairah
berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jauhilah orang-orang
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 10
yang berbuat kerusakan dan kerusakan (yang lebih berat)
maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan dan kerusakan (yang lebih berat). Dan
jauhilah kedzaliman, maka sesungguhnya (kedzaliman) itu
menyebabkan kegelapan di hari kiamat. Dan jauhilah rasa
pelit, maka sesungguhnya (rasa pelit) itu mendorong
orang-orang sebelummu untuk menumpahkan darah mereka.
Dan mendorong orang-orang sebelummu untuk memutus
persaudaraan mereka. Dan mendorong orang-orang
sebelummu untuk menghalalkan (merusak) kehormatan
mereka.7891011
Akhlaqul madzmumah memang sangat tidak baik jika
dimiliki oleh seseorang. Akhlak seperti itu akan
menyebabkan kerugian bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain. Dalam hadits diatas disebutkan bahwa
berbuat kerusakan, kedzaliman, dan rasa pelit menjadi
penyebab banyak hal buruk di jaman dahulu. Seperti
pertumpahan darah, putusnya persaudaraan, bahkan
merelakan harta dan kehormatannya demi memenuhi hawa
nafsu.
7 Dikatakan dalam kitab al-Talkhish: diriwayatkan oleh Laits dan Nabil.8 Dan di takhrij oleh Ibn Abi Dunya dalam kitab as-Shamtu Mukhtashiran, No. 319.9 Ibn Hibban dalam kitab shahihnya, No. 1566 (mawarid).10 Abu Dawud dalam kitab sunannya, juz 4 hal. 58. Dari Ibn Handhaliyah.11 Ahmad dalam musnadnya, juz 2 hal. 159 dari Amru Ibn Ash.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 11
Saat ini telah tercermin hal-hal seperti yang
dicontohkan dalam hadits. Kasus-kasus korupsi yang
semakin marak di dalam negeri tanpa ada rasa malu saat
melakukannya. Terjadinya saling bunuh dengan saudara
kandung sendiri demi seorang wanita ataupun harta
warisan. Hal-hal seperti ini akan menyebabkan kerusakan
(fakhsya’) yang saling berkaitan, membawa kerusakan
yang jauh lebih besar.
Perbuatan yang buruk tidak akan pernah membuahkan
kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, segala
sesuatu yang diperoleh melalui jalan yang salah, baik
itu berupa harta, pangkat, jabatan dan lainnya, pasti
akan berujung kebinasaan dan kehinaan. Banyak mudharat
bagi orang-orang yang melakukannya, di antaranya:
1. Sikap buruk akan memadamkan cahaya penuntun yang
dibutuhkan seorang hamba pada hari itu. Allah
Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang munafik
yang dholim terhadap diri mereka sendiri ketika
terusir dari keinginan mendapat imbasan cahaya
orang-orang beriman. “Pada hari ketika orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada
orang-orang yang beriman:
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 12
13. pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman:
"Tunggulah Kami supaya Kami dapat mengambil sebahagian dari
cahayamu". dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke
belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". lalu
diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. di
sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ
ada siksa.12
2. Perbuatan buruk membuat pelakunya bangkrut pada
hari kiamat.
Sungguh, manusia paling celaka dan merugi adalah
mereka yang datang pada hari kiamat dengan
limpahan amal kebaikan, namun sayangnya amal-amal
itu tidak mendatangkan sedikitpun manfaat baginya.
Mereka sebagaimana disifatkan oleh Allah dalam
kitab-Nya.
3. bekerja keras lagi kepayahan,
4. memasuki api yang sangat panas (neraka),13
Termasuk diantaranya, mereka yang kerap melakukan
tindakan kedholiman terhadap orang lain.
Rasulullah Shalllallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
12 Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq, Q.S. al-Hadiid: 13.13 Ibid, Q.S. al-Ghasyiyah: 3-4.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 13
درون� ��� ي� Hا ا ش م� ل< مف� وا ال� ال� ��� ش ف� ل< مف� ا ال� ن� ث' > ن� ف�� م ال م� ره� ه د< اع اول ل��� ��� ن م�ال ���� ف ن� ف�� ش ا#< ل< مف� ن� ال� ي' م�< > ت م� Hى' ا > ب� Hا وم ي�'���� < ي�'���� ه ام���� ن' > ق ل ال� ص���� ام ة اب��< ن' وض�����<
اة ك� ى' ور� > ب� Hا ي4'� د و � م ف� ي ا س�� د� ف� ه�� د� � ا وف� د� ل ه�� ك�� Hال وا ا م�� د� كÝ ه�� ف� دم وس��ا د� رث� ه��� ا وض��� د� ي ه��� عط ت' ا ق�� د� ن� ه��� ه< م�< > ي4 ا ن� س�� ا ح� د� ن� وه��� ه< م�< > ي4 ا ن� س�� ن� ح� ا#< ف���� ث ي' ث� ه ف�� ي4 ا ن� س�� ل ح� � ن� ن� ق� Hي ا ض�� ف ا ت�' ه< م� �� لي' د� ع� ح��<�� Hن� ا م م�< اه� اي�'�� ظ ث خ�� ح� ر< ط�� ف��
ه< لي' م ع� ج ث� ر< ي' ط� ار< ف�< ال�ن�“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?. Para
sahabat menjawab : “Orang yang bangkrut di antara
kami adalah mereka yang tidak memiliki dirham dan
tidak pula perhiasan”. Kemudian beliau bersabda:
“Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka
yang datang pada hari kiamat kelak dengan pahala
shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi ia pernah
mencela ini, menuduh ini, makan harta ini,
membunuh itu, memukul itu. Maka diambil amal
kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada orang-
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 14
orang ia dholimi. Jika kebaikan milikmua telah
habis, maka diambil kesalahan-kesalahan (orang
yang ia dholimi) kemudian dipikulkan ke atas
pundaknya. Baru kemudian ia di campakkan ke dalam
api neraka”.14
3. Doa orang terdholimi pasti diijabah oleh Allah,
sekalipun berasal dari orang fajir.
Ibnu Abbas ra berkata, ketika Rasulullah SAW
mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau
berpesan kepadanya:
> ق لوم< دعوة واي� مظ� ه ال� ي�� ا#< ش ف�� ي' ه ل� ي� Mي Pن� ب� Mي ب�� < و اث� اهلل ح� ح�<Artinya : "Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi,
sesungguhnya tidak ada antara dia dan Allah Ta’ala tabir
penghalang”.15
Doa orang tertindas pasti memperoleh ijabah dari
Allah Ta’ala kendati keluar dari lisan pelaku dosa
dan maksiat. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah
SAW, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah.ra
secara marfu’:
لوم< دعوة مظ� ه ال� اي�� ح� سن ن� م� ان� وا#< را ك� اح��< ورة ف�� ج� ف� لي ف�� ه< ع� س< ق� ت��14 HR. Muslim no 4678, al-Tirmidzi no: 2342, Ahmad no: 7686, al-Thabarani no: 561.15 HR. Bukhari no: 1401, Muslim no: 27, Abu Daud no: 1351, al-Tirmidzi no: 567, al-Nasaai no: 2475.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 15
Artinya : “Doa orang yang terdholimi pasti makbul,
kendatipun ia seorang yang fajir (pelaku maksiat), karena kefajiran
tersebut untuk dirinya sendiri”.16
Bahkan, akan dijawab oleh Allah Ta'ala walaupun
keluar dari lisan orang kafir, sebagaimana
diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وا ق لوم< دعوة ات� مظ� ن� ال� ان� وا#< �<را ك� اف� ه ك� ي�� ا#< ش ف�� ي' ها ل� اث� دوت�� ح� ح�<Artinya : "Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi,
kendati berasal dari orangkafir, sesungguhnya tidak ada antara
dia dan Allah Ta’ala tabir penghalang”.17
Dari keterangan ini, cukup untuk kita takut
akan rintihan dan munajat orang-orang lemah dan
tertindas di sekitar kita. Doa yang mereka
lantunkan adalah doa yang sanggup menggetarkan
pintu-langit. Semuanya akan dijawab oleh-Nya,
sekalipun berasal dari para pelaku maksiat dan
orang kafir.
Cara untuk menghindari perbuatan dzalim
Cara untuk menghindari perbuatan dzalim yaitu :
1. Selalu berusaha untuk mengingat dan mendekatkan
diri Allah.
16 HR. Ahmad no: 8440. Hadits ini Hasan.17 HR. Ahmad no: 12091, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no: 767.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 16
2. Meyakini bahwa Allah selalu melihat perilaku
yang kita lakukan setiap saat.
3. Meyakini bahwa Allah akan membalas segala
perbuatan yang dilakukan. Apabila yang kita lakukan
baik maka Allah akan membalas dengan hal yang baik dan
begitu pula sebaliknya.18
C. HADITS NOMOR 29
ا۲۹/۲۹ ن� b4ب د و ح� ي�� Hر ا ك� د ي�� م� ح� Hن� ا اق ب�� ح س�� ن� ا#< وث� ب�� ي��' Hا ا ن�� bه, ب� ي�' > ق د ال�ق� م� ح م�
ن� ا ب�� ن���������� bب� , ث� ال�< د ع����������� م��������� ح ن� م� ا ب�� ن���������� bب� , ق اي��< ن� ش���������� ل, ع� ن' ôب� را ش��������� ن� ا#< , ع� مش ع� Hا
ن� م, ع� ي' راه�< ي����� ن� ا#< , ع� ه م��� لق د< ع� ��� ن� < ع� ن� ي' ال�ل���ه, ع� ت�< ي ال�ي� ل ه< ال�ل���ه ض���� ��� لي' م ع� ل وش����ش ي' ل� ال: ن� "ف� م�< Hال�مو > عان� ال�ط < ولا ي��< عان� ش< ولا ال�ل اح�< . ولا ال�ف� ء< ي' > د� "ال�ن�
ا د� ي�'ث ه���� د< ح ح���� ي' ح< لي' ص���� رط< ع� د ش��� ��� ف , ف�� > ن� ي' ح� ن' ا ال�س��� ح� ن ح� لاء< ا< Hو ه��� رواة < ت��< ال����
ن� م ع� م, ث� ر<ه�< ح���� ùم ا ي��ر ل� úك Hاة, وا �� ح�� خ�ر< ا ي�' ن� م� مك< ن� ي�' Hال ا �� ف ه< ت�' �� ي' ه ق�� ي�4�� Hد لا ا �� وح�� د ي�' ن��� ع�<18 http://berandakeluarga.wordpress.com/2009/02/11/3-tips-menghadapi-godaan-keimanan/ diakses 8 April 2014.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 17
اث�< ح ص��� Hا >مش ع� Hل الا ن' ôب� را ش�� < وا#< ن� ش ب�� ون�� ي' ي�'�� ع< ت' >Pي م ال�س�� ر<ه�< ي' ��>Pب د ك� �� م, وف� ه�< د< > ن' وس���Ýارك� مش ش������� ع� Hي' الا ف�< ه ماع������ ن� ح�� ه< م�< وخ�< ي' لا س������� ر ف�� ك<������ ن� ه ب�' د ل������ ف�������ر ه ال�ت ي������� ا ع� د� ه������ ت��<
. > ي�'ث د< ال�حDari Abu Bakar Ahmad Ibn Ishaq Ibn Ayub al-Faqih,
dari Muhammad Ibn Ghalib, dari Muhammad Ibn Sabiq, dari
Israil, dari A’masy, dari Ibrahim, dari ‘Alqamah, dari
Abdullah, dari Nabi SAW bersabda: “Tidak termasuk orang
mukmin, orang-orang yang mencela, para pelaknat, para
perusak, dan orang-orang yang keji”.192021222324252627
19 Adh-Dhahabi diam (tidak memberikan komentar) tentang hadits inidalam kitab al-Talkhish.20 Dikatakan dalam kitab al-Faidh: at-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Gharib. Namun tidak disebutkan sebab dan mani’nya. 21 Ibn Qatthan berkata: hadits ini tidak layak dianggap sahih, karena didalamnya terdapat Muhammad Ibn Sabiq al-Baghdadi, dan Ia dha’if (cacat), walaupun hadits ini masyhur. Barangkali sebagian ulama’ menganggapnya tsiqah.22 Imam Daruqutni berkata: hadits ini Marfu’ dan Mauquf. Dan condong pada Mauquf.23 At-Tirmidzi dalam kitab sunannya No.1977. dia berkata: Hadits ini Hasan Gharib.24 Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, juz 10 hal. 193 dan 243.25 Ibn Hibban dalm kitab shahihnya, salah satu nomor dianggap Ihsan, dan No. 48 dianggap Mawarid.26 Ditakhrij oleh Imam Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad. No. 312 dan 332.27 Dan di takhrij oleh Ibn Abi Dunya dalam kitab as-Shamtu Mukhtashiran, No. 324.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 18
Sudah sangat jelas disebutkan dalam hadits diatas.
Bahwa Nabi Muhammad SAW melarang berbagai sifat
tercela. Beliau bahkan menganggap seorang muslim yang
melakukan sifat tercela tersebut bukan termasuk
golongan orang mukmin, yang berarti tidak akan selamat
dari siksa api neraka. Dari hadits ini, ada banyak
contoh perbuatan buruk, namun penulis ingin mencoba
menjelaskan salah satu perbuatan buruk yaitu berbuat
kerusakan (fakhsya’).
Al-Fahsya’ (اء حس�� dalam tafsir DEPAG-RI diartikan ( ال�ف�dengan perbuatan keji. Arti seperti ini kurang jelas
dan tegas. Bila kita buka dalam kamus Al Munawwir,
artinya sangat tegas-jelas dan banyak, dari sekian arti
tersebut tidak ada yang baik. Al-Fahsya’ adalah suatu
sikap/amalan yang buruk, jelek, jorok, cabul, kikir,
bakhil, kata-kata kotor, kata yang tidak bisa diterima
oleh akal sehat, dan kata fail / pelakunya diartikan
zina.28
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.29
28 http://maktabah-jamilah.blogspot.com/2010/04/sholat-itu-mencegah-perbuatan-keji-dan.html, diakses 8 April 2014.29 Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq, Q.S. an-
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 19
Untuk membahas fakhsya’ lebih jauh karena dalam
ayat ini mempunyai pesan yang sangat lengkap terkait
dengan fakhsya’. Dalam ayat ini penulis mencoba
memahaminya melewati tafsiran Ibnu ‘Abbasb, at Thabari
dan Ibnu Katsir. Diawali dengan tafsiran Ibnu ‘Abbas
dengan tafsiran kata-perkata sebagi berikut:
ن� ا¥< مر اهلل ا�� ل< ي�' عد� ال�� < ي��< سان� ح�� ا¥< اء< وال� ن ب' ي' وا¥< ى د�< �ب ف ر� ال��هي ت�� < وب�' ن� اء< ع� س ح� ف� ر< ال�� ك من�� ي'< وال�� ع�� ت� م� وال�� ك ظ� ع< Mم� ت� ك عل رون� ل� ك� د� ي�
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) untuk berbuat
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat; dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Tafsir ayat diambil dari tafsiran Ibnu ‘Abbas
ن� ا¥< مر اهلل ا�� ل< ي�' عد� ال�� ي��< “Sesungguhnya Allah memerintahkan
untuk berbuat adil, dan adil disini difahami
untuk bertauhid mengesakan Allah”
سان� ح�� diarikan melaksakan fardu-fardu dan dikatan“ والا¥<
berbuat baik kepada semua manusia”
اء< ن ب' ي' وا¥< ى د�< �ب ف ر� ال�� “diartikan silaturrahim atau membagikanhak-hak bagi kerabat”
هي ت�� < وب�' ن� اء< ع� س ح� ف� ال�� “melarang dari semua perbuatan maksiat”
Nahl: 90.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 20
ر< ك من�� sesuatu“ وال�� yang tidak dikenal oleh syariat
yaitu Al Qur’an dan sunnah
ي'< ع�� ت� ”terus menerus berbuat aniyaya“ وال��
م� ك ظ� ع< Mت� “Allah melarang kalian berbuat fakhsya’ dan
baghi”
م� ك عل رون� ل� ك� د� ي� “agar kalian mengambil pelajaran dengan
mengikuti Al Qur’an”30
At Thabari menjelaskan penafsirannya tentang ayat
ini adalah bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan
kitab kepada Muhammad dan diperintahan untuk berlaku
adil. Adil adalah “sadar” yang dalam kesadarnnya itu
mengakui dzat-dzat yang telah member nikmat dan
bersyukurlah terhadap anugahnya dan pujilah Dia yang
member nikmat. Dan adil juga diartikan tidak menyembah
berhala yang tidak mempunyai hak untuk dipuji.
Sesungguhnya hanya orang yang bodoh yang memuji
berhala-berhala tersebut, dan dia tidak memberikan
nikmat maka tidak pantas untuk di syukuri.maka wajib
hukumnya untuk bersaksi tiada Tuhan selain Allah.
Melihat penjelasan at Thabari memang tidak beda dengan
penafsirannya Ibnu ‘Abbas bahwa adil adalah bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah.31
30 Al maktabah as Syamilah, tafsir Ibnu ‘Abbas.31 Al Maktabah as Syamilah tafsir at Thabari
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 21
Ibnu Katsir membagi hukum perintah bahwa adil itu
syariah dan berbuat bagus itu sunnah.yang di
dukung dari:
126. dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan
Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[846].
akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih
baik bagi orang-orang yang sabar.
[846] Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka
janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.32
40. dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang-orang yang zalim.
[1345] Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik
kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.33
32 Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq, Q.S. an-Nahl: 126.33 Ibid, Q.S. as-Syura: 40.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 22
45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At
Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak
kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.34
Dalam Ibnu katsir falfawaahisa sesuatu yang
diharamkan dan mungkar adalah wujud dzahir perbuatan
dari sesuatu yang diharamkan.35
Sudah menjadi rahasia umum bahwa manusia modern
menderita kerusakan jiwa yang dapat ditelusuri pada
kuantifikasi dan intelektualisasi realitas, kemudian
karena kerusakan jiwa maka berpotensilah untuk
berprilaku fahsya. Memang perbuatan fahsya’ telah
muncul beribu-ribu abad yang lalu yang kemudian
berkembang dan semakin merajai, dan menjadi hal yang
biasa.
Penulis mencoba merumuskan penyebab dari sekian
banyak menjadi dua yaitu:
1. Kerusakan jiwa
2. Kultur barat yang dominan, khususnya pada abad
terakhir ini, mengenal hanya dua bentuk ilmu
pengetahuan : kongkret (indrawi) dan abstrak
(konseptual)
34 Ibid, Q.S. al-Maidah: 45.35 Al Maktabah as Syamilah Tafsir Ibnu Katsir.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 23
Kita mempunyai kesan-kesan indra, dan kita
mempunyai gagasan-gagasan. Pernyataan “kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Tuhan” dipandang bukan
sebagai pernyataan fakta indrawi ataupun hipotesis
valid yang disimpulkan dari pengalaman indrawi
melainkan pernyataan dari imajinasi agama. Menurut
prasangka budaya barat, baik pernyataan itu memberikan
inspirasi atau hiburan, pernyataan itu imajiner dan apa
yang imajiner berarti tidak riel.
Dengan kerusakan jiwa yang dipengaruhi oleh budaya
itu menjadi penyebab seseorang untuk mempunyai
berperilaku fakhsa conth: karena jiwa kita telah rusak
maka secara psikologis kita akan mudah sekali merah dan
secara otomatis akal tidak bisa berfungsi secara
normal.untuk melakukan pencegahan penulis menghubungkan
dengan ayat al Quran yang diatatas sebenarnya sudah
ada didalm kandungan ayat diatas namun penulis
memberikan solusi awal yaitu dengan cara :
1. Mulailah mengenali emosi diri-sendiri
2. Belajarlah mengendalikan emosi, jangan sampai kita
yang dikendalikan emosi. Kalau dalam agama islam
melakukannya dengan shalat karena dalam shalat
kita sebenarnya disuruh untu mengistirahatkan akal
dan hati untuk perkara dunia.36
36Ahmad Taufik Nasution. Metode Penjernihan Hati : MelejitkanKecerdasan Emosi dan Spiritual melalui Rukun Iman. 2005. Bandung:Al Bayan.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam ajaran Islam, Dzalim merupakan perilaku
tercela yang harus dihindari setiap Mu’min. Karena
sesungguhnya perbuatan dzalim dapat merugikan
pelakunya atau yang didzalimi dalam kehidupan dunia
maupun akhirat. Agar setiap Mu’min tidak terjebak pada
perbuatan dzalim maka harus memahami salah satu sifat
tercela ini (dzalim), kemudian secara konsisten
menjaga diri agar tidak terjerumus pada perbuatan
dzalim.
Berbuat kerusakan (fakhsya’) jauh lebih buruk
dibandingkan dengan berbuat dzalim. Fakhsya’ bukan
hanya mencelakai diri sendiri dan orang lain saja.
Namun juga menimbulkan efek buruk seperti hilangnya
moral, adanya pertumpahan darah, hingga melepaskan
kehormatan.
Setiap perbuatan tercela itu akan menimbulkan
banyak madhorot, jadi jauhilah perbuatan-perbuatan
yang tercela sehingga kita dapat menjadi orang-orang
yang baik dihadapan manusia dan Allah SWT.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 26
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq.
Nasution, Ahmad Taufik. Metode Penjernihan Hati :
Melejitkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual melalui Rukun Iman. 2005.
Bandung: Al Bayan.
Sayyid Ja’far asy-Syirazi, azh-Zhulm wa azh-Zhalimun
al-Ma’ayir wa al-‘Awaqib,. t.t.
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, juz 4. t.t.
Al Maktabah as Syamilah, Tafsir at Thabari, t.t.
Al Maktabah as Syamilah, Tafsir Ibnu Katsir. t.t.
Al Maktabah as Syamilah, Tafsir Ibnu ‘Abbas. t.t.
Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, juz 10. t.t.
At-Tirmidzi, kitab al-Faidh. t.t.
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi. t.t.
Ibn Abi Dunya, as-Shamtu Mukhtashiran. t.t.
Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban. t.t.
Ibnu Katsir, al-Bidayah Wa al-Nihayah, Juz 7. t.t.
Imam Bukhari, al-Adab al-Mufrad. t.t.
Syaikh al-Albani, al-Silsilah al-Shahihah. t.t.
Musnad Ahmad, juz 2. t.t.
http://berandakeluarga.wordpress.com/2009/02/11/3-
tips-menghadapi-godaan-keimanan/ diakses 8 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Zalim, diakses 8
April 2014.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 27
http://maktabah-jamilah.blogspot.com/2010/04/
sholat-itu-mencegah-perbuatan-keji-dan.html, diakses 8
April 2014.
Al-Mustadrak ala al-Shahihain: Kitab al-Iman (27,28, dan 29) | 28