6. muchamad abu bakar.pmd - Publikasi Ilmiah UMS

22
69 Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa) PANDANGAN MUHAMMADIYAH TENTANG KEBUDAYAAN PASCA MUKTAMAR KE-43 DI ACEH Muchamad Abubakar Ryan Perkasa Alumnus Pondok Shabran dan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT Since the beginning of Muhammadiyah firmly positioned itself as a movement of purification. Such movement patterns, making the Muhammadiyah as if to have distance with the culture. Culture seemed to be far from the values of Islam. Further, due to religion and culture can not possibly synergistic. To open the deadlock of this purification step movement, the Muhammadiyah conduct internal criticism and self improvement. Muhammadiyah conscious need to conduct a review of the notion of culture that had been held. The realization is reflected by the sched- uled programming for discussion of cultural issues. Therefore this study was confined to the period after the Aceh conference of 43rd in Aceh, so that an item that will be presented in this study is the result of post- conference decision of Muhammadiyah. An approach in this study is historical-philosophical. With the approach and methods of analysis, this study seeks to analyze the cul- tural view of Muhammadiyah of post-convention of 43 rd in Aceh. Re- sults from the analysis of the research is done by revamping the con- cept of Muhammadiyah about culture. and from the improvement of this concept, the Muhammadiyah successfully determine a strategy to open a dialogue by form of cultural approach. Subsequent analysis concluded that with the view of this culture, Muhammadiyah seeks to transform the culture in society toward a more Islamic life. Key words: Key words: Key words: Key words: Key words: Muhammadiyah, culture and cultural transformation

Transcript of 6. muchamad abu bakar.pmd - Publikasi Ilmiah UMS

69Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

PANDANGAN MUHAMMADIYAH TENTANG KEBUDAYAANPASCA MUKTAMAR KE-43 DI ACEH

Muchamad Abubakar Ryan PerkasaAlumnus Pondok Shabran dan Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT

Since the beginning of Muhammadiyah firmly positioned itselfas a movement of purification. Such movement patterns, making theMuhammadiyah as if to have distance with the culture. Culture seemedto be far from the values of Islam. Further, due to religion and culturecan not possibly synergistic.

To open the deadlock of this purification step movement, theMuhammadiyah conduct internal criticism and self improvement.Muhammadiyah conscious need to conduct a review of the notion ofculture that had been held. The realization is reflected by the sched-uled programming for discussion of cultural issues. Therefore this studywas confined to the period after the Aceh conference of 43rd in Aceh, sothat an item that will be presented in this study is the result of post-conference decision of Muhammadiyah.

An approach in this study is historical-philosophical. With theapproach and methods of analysis, this study seeks to analyze the cul-tural view of Muhammadiyah of post-convention of 43rd in Aceh. Re-sults from the analysis of the research is done by revamping the con-cept of Muhammadiyah about culture. and from the improvement ofthis concept, the Muhammadiyah successfully determine a strategy toopen a dialogue by form of cultural approach. Subsequent analysisconcluded that with the view of this culture, Muhammadiyah seeks totransform the culture in society toward a more Islamic life.

Key words: Key words: Key words: Key words: Key words: Muhammadiyah, culture and cultural transformation

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9070

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANDalam dimensi sosio-religius,

perbedaan pandangan seputar relasiagama dan budaya tidak bisa tere-lakkan. Sebagian umat Islam mengi-baratkan relasi agama dan budayabagaikan ruh dan jasad. Agamaberperan sebagai ruh dan budayamenjadi jasad, sehingga keduanyatidak dapat dipisahkan. Sementarasebagian umat Islam yang lainmenilai, agama dan budaya adalahentitas yang berbeda dan tidak bisadisatukan. Oleh karena itu, agamaharus dimurnikan dari segalapenyimpangan, salah satunyaberasal dari produk budaya.

Perbedaan pandangan di atastampak jelas terlembagakan dalamcorak kehidupan organisasi keaga-maan. Ada organisasi keagamaanbersikap toleran, dan tidak memper-masalahkan tradisi dan budayaberkembang di masyarakat. Organi-

sasi ini menggunakan budaya seba-gai media dakwah untuk mentrans-formasikan nilai-nilai religiusitaskepada masyarakat. Sebaliknya, adajuga organisasi keagamaan bersikapintoleran, dan menempatkan buda-ya sebagai penyimpangan terhadapagama. Sehingga, dakwah yang dila-kukan adalah dalam kerangkamembebaskan agama dari penga-ruh budaya.

Muhammadiyah sebagai orga-nisasi keagamaan juga tidak terlepasdari pusaran perbedaan pandangandi atas. Prinsip gerakan tajdid yangberorientasi pada purifikasi dandinamisasi ternyata melahirkanimplikasi bagi kelangsungan dak-wah organisasi modern ini. Puri-fikasi adalah usaha pemurnian yangdiarahkan pada hal-hal prinsipdalam ajaran Islam, terutama dibidang aqidah, Ibadah dan akhlaq.Dinamisasi (pembaharuan) meru-

71Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

pakan aktualisasi ajaran Islam,terutama dalam bermua’malahuntuk memecahkan persoalan kehi-dupan sosial, pendidikan, ekonomi,budaya dan politik umat secarapraktis.1 Oleh sebab purifikasi lahirsebagai cita-cita awal berdirinyaMuhammadiyah, maka pola ini lebihmendominasi gerakan dakwahMuhammadiyah, dibanding gerakandinamisasi yang kemudian menjadigerakan pendukung.

Kendati demikian, gerakanpurifikasi sedikit memperoleh responpositif dari masyarakat. Masyarakatlebih memilih melakukan culturalsurvival, atau dengan segala caraingin tetap mempertahankan kebu-dayaan tradisional yang ada.2 Faktorinilah yang mengakibatkan gerakanpurifikasi Muhammadiyah menemuijalan buntu, dan tidak berhasil me-ngubah paham keagamaan masya-rakat yang sinkretik. Sebagianmasyarakat memberikan tanggapanrepresif, sehingga menimbulkanketegangan dan gesekan, terutamadi ranah grassroat (akar rumput).

Pada mulanya, ketegangan an-tara Muhammadiyah dan masyara-kat non-Muhammadiyah bersumberdari upaya Muhammadiyah membe-rantas Takhayul, bid’ah, dan chu-rofat (TBC). Muhammadiyah meni-lai budaya keagamaan sepertikenduri, shalawatan, dan sebagai-nya termasuk dalam lingkup TBC,

dan keberadaannya harus diberan-tas. Akan tetapi, cara yang dilaku-kan Muhammadiyah kurang tepat,seperti dengan mengatakan kafir,bid’ah, dan haram, sehinggamasyarakat tidak mau menerima.Cara-cara yang tidak tepat inilahyang menimbulkan ketegangansosial, dan bahkan sampai menim-bulkan disintegrasi sosial.3

Konsep kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Ruju’ Ilaal-Qur’an wa al-Sunnah) dan sloganTBC seakan mencitrakan Muham-madiyah sebagai organisasi puritanyang anti-budaya. Padahal jikadicermati, sebenarnya Muhamma-diyah juga mempunyai konsepbudaya yang didefinisikan meliputisistem pengetahuan, pendidikan,dan penggunaan waktu luang, yanglebih berorientasi kepada kemajuandan kreatifitas bangsa ke depan.

Menyadari hal ini, Muham-madiyah mulai berbenah diri untukmengembangkan konseptualisasitentang budaya. Pada Muktamar ke-43 dan Musyawarah Nasional(Munas) Tarjih XXIII di Aceh, tahun1995. Meskipun tidak diputuskansecara tertulis, namun secara implisitdiskursus kebudayaan mulai dikem-bangkan. Salah satunya adalahmakalah yang disampaikan Kunto-wijoyo berjudul Kebudayaan,Masyarakat Industri Lanjut danDakwah, yang menjelaskan, bahwa

1PP Muhammadiyah. 2005. Dakwah Kultural Muhammadiyah, (Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah), h., 12.

2 Ishomuddin. 1997. Sosiologi: Perspektif Islam, (Malang: UMM Press), h., 149.3 Maryadi. 1998. Reaktualisasi Tajdid Muhammadiyah: Bidang Sosial Budaya, (Surakarta:

MUP-UMS), h., 92.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9072

kebudayaan adalah fitrah manusia.Makalah ini merupakan kritik terha-dap corak keberagamaan Muham-madiyah yang dianggap keringkarena terlalu rasional dan puritansehingga melupakan aspek emosidan tradisi budaya lokal.4

Baru dalam Munas Tarjih XXIII,Muhammmadiyah secara eksplisitmemberikan perhatiannya padapersoalan budaya dan seni. Ada tigapoin penting tentang kebudayaanyang dihasilkan dalam Munas TarjihXXIII ini, diantaranya, (a) seni ada-lah salah satu fitrah manusia yangdianugrahkan Allah yang harusdipelihara sesuai ketentuan; (b)Menciptakan dan menikmati karyaseni hukumnya mubah (boleh)selama tidak mengarah atau menga-kibatkan fasad (perusakan), dharar(bahaya), isyan (kedurhakaan) danbid’ah; (c) bila seni dapat dijadikanalat dakwah untuk membina danmeningkatkan mutu keimananpada Allah maka menciptakan danmenikmatinya dipandang sebagaiamal sholeh yang bernilai ibadah.

Setelah Muktamar ke-43 danMunas Tarjih XXIII, secara berke-lanjutan Muhammadiyah melaku-kan pembenahan konsep tentangkebudayaan. Dalam Munas TarjihXXV di Jakarta, Muhammdiyahberhasil melahirkan konstruk meto-dologi pemikiran keislaman, yaitu

metode burhani, ‘irfani dan bayani.5Kemudian Muktamar Muhamma-diyah ke-44 di Jakarta yang meng-hasilkan buku Pedoman HidupIslami Warga Muhammadiyah yangdidalammnya memuat etika berso-sial budaya. Hingga pada akhirnyamuncul konsep Dakwah Kulturaldalam Muhammadiyah pada SidangTanwir XII di Bali pada tahun 2002.Serta penetapan Dakwah Kulturalsebagai agenda resmi Muhamma-diyah pada Sidang Tanwir XIII diMakassar tahun 2003.

Dengan konsep yang dakwahyang baru ini Muhammadiyah lebihterbuka, dan warisan budaya masalampau, yang belum memungkin-kan dicabut, dilestarikan sebagaikhasanah budaya bangsa. Telaahterhadap kebudayaan dilakukanmelalui dua dimensi, yakni dimensikritis-apresiatif (melebur ke dalamtradisi ritual) dan dimensi kritis-korektif (melakukan koreksi).Menurut Munir Mulkhan, konsepgerakan tajdid, adalah sebagaiusaha rasional dalam penafsiran,pengamalan dan perwujudanajaran Islam dengan tetap berpe-gang teguh kepada al-Qur’an danal-Sunnah.6

Metode dakwah kultural meru-pakan salah satu strategi kebuda-yaan yang dilakukan oleh Muham-madiyah, dengan menyatukan

4 PP Muhammadiyah. 1995. Keputusan Muktamar Muahmmadiyah 43 BesertaMakalah Prasarannya, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah), h., 126.

5 PP Muhammadiyah. 2005. Pedoman Hidup Islam Warga Muhammadiyah (Yogyakarta:Suara Muhammadiyah), h., 42-43.

6 Abdul Munir Mulkan. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah,(Jakarta: Bumi Aksara), h., 152.

73Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

dimensi ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah dengan dimensi Ijtihad danTajdid sosial keagamaan. Denganciri khas mengelaborasi antara sisinormativitas al-Qur’an dan al-Sunnah dengan historisitas pemaha-mannya pada wilayah kesejarahantertentu.

Dengan demikian, Muham-madiyah berdakwah dengan mele-bur dalam budaya masyarakat.Dalam bahasa Kuntowijoyo, prosespeleburan dengan budaya didahuluidengan proses disakralisasi.7 Esensipemikiran Muhammadiyah me-nganggap ritual yang ada bukansebagai suatu bentuk peribadatanyang bersifat sakral, tetapi hanyasebuah ritual yang bersifat profan(tidak sakral) yang perlu dikem-bangkan dan dilestarikan sebagaikhasanah budaya bangsa.

Kendati demikian, pembenahandan kontruksi pemikiran Muham-madiyah tentang kebudayaan tetapberpegang teguh pada prinsip-prinsip ketauhidan. Sehingga,padangan-pandangan yang berubahmerupakan dinamisasi pemikiranyang tidak terlepas dari bingkaitauhid. Perubahan tersebut di-lakukan demi terwujudnya masya-rakat Islam yang sebenar-benarnyasebagaimana dicita-citakan Muham-madiyah.

RUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang di

atas, permasalahan yang diangkatdalam penelitian ini dirumuskan,bagaimana pandangan Muham-madiyah tentang kebudayaan pascaMuktamar ke-43 di Aceh?

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan

metode yang akan diuraikan sebagaiberikut:

1. 1. 1. 1. 1. Jenis penelitianJenis penelitianJenis penelitianJenis penelitianJenis penelitianPenelitian ini termasuk pene-

litian bibliografis, mencari, menga-nalisis, menginterpretasi, sertamenggeneralisasi fakta-fakta hasilpemikiran dan ide-ide yang telahditulis oleh para pemikir,8 yangdiperoleh dari penelusuran pustaka.Fokus penelitian ini adalah seputarmasalah kebudayaan menurutpandangan Muhammadiyah setelahMuktamar ke-43 di Aceh.

2. 2. 2. 2. 2. PendekatanPendekatanPendekatanPendekatanPendekatanPendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini bersifat historis-filosofis. Historis adalah prosesmeliputi pengumpulan dan penaf-

7 Kuntowijoyo. 1995. “Muhammadiyah Sebagai Gerakan Kebudayaan Tanpa Kebudayaanatau Satu Lagi Alasan Mengapa NU dan Muhammadiyah Harus Bersatu”. Muhammadiyahdan Pemberdayaan Rakyat, (Yogyakarta: Pustaka), h., 294.

8 Mohammad Nazir. 1998. Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia), h., 62.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9074

siran gejala-gejala, untuk mema-hami kenyataan sejarah, untukmemahami situasi sekarang, danmemprediksi perkembangan situasimendatang. Sementara filosofisadalah menganalisis sejauh mung-kin pemikiran yang terungkapkansampai kepada landasan yangmendasari pemikiran tersebut.9

3. 3. 3. 3. 3. Metode Pengumpulan DataMetode Pengumpulan DataMetode Pengumpulan DataMetode Pengumpulan DataMetode Pengumpulan DataMetode yang digunakan adalah

metode dokumentasi, dengan me-ngumpulkan data-data atau doku-men-dokumen tertulis yang berupasumber primer dan sumber sekun-der.10

Sumber primer adalah kepu-tusan-keputusan Muhammadiyahtentang sikap terhadap kebudayaandiantaranya Keputusan MuktamarMuhammadiyah ke-43 di AcehBeserta Makalah Prasarannya(1995), Keputusan MusyawarahNasional Tarjih XXII (1995), Ke-putusan Muktamar Muhammadiyahke-44 di Jakarta (2000), KeputusanMusyawarah Nasional Tarjih XXV(2000), Keputusan Sidang TanwirMuhammadiyah di Bali (2002) danKeputusan Sidang Tanwir Muham-madiyah di Makassar (2003).

Sumber sekunder diperoleh daribuku, majalah ataupun jurnal yangmenunjang penelitian ini. Dianta-

ranya Ber-Muhammadiyah secaraKultural (2003), Meruwat Muham-madiyah Kritik Seabad Pemba-haruan Islam di Indonesia (2005),Muhammadiyah Sebagai GerakanIslam (2005), Sinergi Agama danBudaya Lokal (2003).

4. 4. 4. 4. 4. Metode analisis dataMetode analisis dataMetode analisis dataMetode analisis dataMetode analisis dataProses analisis data dilakukan

dengan memilah-milah pengertianyang satu dengan pengertian yanglain untuk memperoleh kejelasanmengenai suatu hal.11 Adapunmetode analisis data adalah metodeanalsis hermeneutic (interpretasidata), yaitu menafsirkan ataumenjelaskan data yang diperoleh.

TINJAUAN TEORITINJAUAN TEORITINJAUAN TEORITINJAUAN TEORITINJAUAN TEORIA. A. A. A. A. KebudayaanKebudayaanKebudayaanKebudayaanKebudayaan1. 1. 1. 1. 1. Pengertian EtimologisPengertian EtimologisPengertian EtimologisPengertian EtimologisPengertian Etimologis

Kebudayaan berasal dari bahasasansekerta buddhayah, yaitu bentukjamak dari buddhi, berarti budi atauakal. Dengan demikian, kebuda-yaan dapat diartikan “hal-hal yangbersangkutan dengan akal”.12

Pengertian ini yang kemudian diba-kukan dalam kamus besar bahasaIndonesia sebagai pengertian darikebudayaan. Namun ada pula yangmengartikan kebudayaan sebagaibentuk jamak dari kata budi dan

9 Charis Zubair dan Anton Bakker. 1990. Metode Penelitian Filsafat (Yogyakarta:Kanisius), h., 67.

10 Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:Reneka Cipta), h., 149.

11 Sudarto. 1990. Metodologi Penelitian Filsalat (Jakarta: Raha Grafindo Persada), h., 59.12 Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Akasara Baru), h., 9.

75Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

daya. Pengertian ini berarti daya daribudi atau daya dari akal yangberupa cipta, rasa dan karsa.

Ditinjau dari bahasa asing,budaya semakna dengan kata cul-ture dalam bahasa Inggris dan col-ore dalam bahasa latin yang berartimerawat, memelihara, menjaga,mengolah tanah atau bertani. Darisegi arti ini kemudian berkem-banglah arti culture sebagai segaladaya dan aktivitas manusia untukmengolah dan mengubah alam.13

2. 2. 2. 2. 2. Pengertian TerminologisPengertian TerminologisPengertian TerminologisPengertian TerminologisPengertian TerminologisTerminologi kebudayaan me-

ngalami perkembangan seiringperkembangan pengetahuan dankeilmuan manusia, serta pengaruh,karakter, dan ciri khas budayabangsa bersangkutan. Meskipunkebudayaan bersifat universal,namun mengandung isi yang sangatbervariasi.

E.B. Taylor mengatakan, kebu-dayaan adalah ilmu pengetahuan,kepercayaan, kesenian, moral,hukum, adat istiadat dan kemam-puan lain, serta kebiasaan yangdidapat oleh manusia sebagaianggota masyarakat.14 Alferd M.Lee mengatakan kebudayaan adalah“everything, material and immate-rial, created by man in the process

of living, comes within the conceptof culture”. Kebudayaan itu terdiridari dua aspek pokok yaitu materialdan immaterial.15

Herskovits dan Malinowski,kebudayaan sebagai suatu yangsuperorganik, turun menurun darigenerasi ke generasi secara berke-sinambungan, meskipun anggotagenerasi itu senantiasa silih bergantidisebabkan irama kematian dankelahiran.16 A.L Kroeber dan ClydeKluckhon, mengemukakan kebuda-yaan adalah keseluruhan hasilperbuatan menusia yang bersumberdari kemauan, pemikiran danperasaannya.17

Dipandang dari ruang ling-kupnya, Koentjaraningrat, membagidefenisi kebudayaan menjadi duamacam.18 Dalam arti sempit kebu-dayaan adalah pikiran dan hasilkarya manusia yang memenuhihasrat keindahan. Dalam bahasasingkat, kebudayaan adalah kese-nian. Sementara dalam pengertianlebih luas, kebudayaan adalah totalpikiran, karya dan hasil karyamanusia yang tidak berakar padanalurinya dan karena itu hanyadapat dicetuskan oleh manusiamelalui proses belajar.

Sidi Gazalba dalam bukunya,Pandangan Islam tentang Kesenian,mengatakan, suatu kebudayaan

13 Ishomuddin, Sosiologi, h., 86.14 Ibid, h., 87.15 Ibid.16 Ibid, h., 88.17 Ibid.18 Koentjaraningrat, Pengantar, h., 1.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9076

adalah cara berfikir dan cara mera-sa, yang menyatakan diri dalamseluruh segi kehidupan sekelompokmanusia yang membentuk masya-rakat dalam suatu ruang dan waktu.Definisi ini dapat diperpendekdengan “cara berfikir dan merasadalam kehidupan”, dan masihdapat dipendek lagi dengan “ carahidup”.19

Menurut Ishomuddin, Kebuda-yaan adalah keseluruhan sistemgagasan, tindakan, dan hasil cipta,karsa, serta rasa manusia untukmemenuhi kebutuhan hidup dengancara belajar yang tersusun dalamkehidupan manusia.20 Dengandemikian, kebudayaan merupakanpernyataan, perasaan, dan pikiranmanusia, yang diturunkan melaluiproses belajar dalam kehidupansetiap individu manusia. Kebuda-yaan merupakan pernyataan pera-saan dan pikiran manusia.

B .B .B .B .B . Unsur-unsur KebudayaanUnsur-unsur KebudayaanUnsur-unsur KebudayaanUnsur-unsur KebudayaanUnsur-unsur KebudayaanKebudayaan bersifat heterogen,

setiap bangsa mempunyai kebuda-yaan yang berbeda-beda. Kendatidemikian, ada unsur universal yangdapat ditangkap, sebagaimanadiungkap para antropolog, yangdisebut culture universals,21 yangberarti unsur-unsur tersebut harusada dan bisa didapat dalam semuakebudayaan dari semua bangsa.

Menurut C. Kluckhon, sepertidikutip Koentjaraningrat,22 inti dariculture universals yang terdapatdalam setiap kebudayaan, antaralain:

1. 1. 1. 1. 1. BahasaBahasaBahasaBahasaBahasaSecara umum bahasa dipahami

sebagai alat komunikasi. Komuni-kasi yang dimaksud adalah komu-nikasi yang bersifat simbolis, perka-taan yang mampu melambangkanmakna, meskipun barang yangdimaksud bersifat abstrak. Bahasamerupakan media utama untukmenangkap, mendiskusikan, me-ngubah dan mewariskan simbol-simbol dari generasi ke generasi.Sehingga, melalui bahasa, manusiadapat berpikir, menciptakan ide,gagasan, pengetahuan baru yangakan menentukan prilaku danaktivitas manusia dan masyarakatuntuk mendukung suatu kebu-dayaan.

2 .2 .2 .2 .2 . Sistem TeknologiSistem TeknologiSistem TeknologiSistem TeknologiSistem TeknologiTeknologi adalah jumlah kese-

luruhan dari teknik-teknik yangdimiliki oleh anggota masyarakat,berupa keseluruhan prilaku-prilakudalam relasi pengumpulan bahan-bahan mentah, proses pembuatanmenjadi alat kerja, menjadi maka-nan, pakaian, tempat tinggal, alat

19 Sidi Gazalba. 1977. Pandangan Islam tentang Kesenian (Jakarta: Bulan Bintang), h.,12.

20 Ibid, h., 90.21 Ishomuddin, Sosiologi, h., 90.22 Koentjaraningrat, Pengantar, h., 218.

77Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

transportasi dan kebutuhan lainberupa benda material. Sementarabenda materiil adalah benda yangdihasilkan teknologi, dan sebagaimanifestasi dari kebudayaan yangmemberi pengertian dan nilai hasilkarya manusia.23

3 .3 .3 .3 .3 . Sistem Mata PencaharianSistem Mata PencaharianSistem Mata PencaharianSistem Mata PencaharianSistem Mata PencaharianDalam masyarakat sederhana,

sistem mata pencaharian dibagidalan dua kategori. Pertama, pe-ngumpulan bahan-bahan makananyang tersedia di alam. Kedua, mem-produksi atau mengolah alam untukmemenuhi kebutuhan hidup.24 Padamasyarakat modern, pemanfaatanalam dimaksimalkan dengan duku-ngan teknologi. Kegiatan produksi,distribusi dan konsumsi berjalanoptimal dengan dukungan sistemekonomi yang lebih matang.

4 .4 .4 .4 .4 . Organisasi SosialOrganisasi SosialOrganisasi SosialOrganisasi SosialOrganisasi SosialSecara alamiah, kodrat manusia

adalah sebagai makhluk sosial, yangmemaksa memunculkan relasi daninteraksi antar manusia, dan salahsatu bentuknya adalah organisasi.Menurut Harsojo,25 ada dua landa-san pembentukan organisasi. 1)organisasi simbiotik, terjadi semata-mata atas tingkah laku fisik yang

bersifat otomatis. 2) organisasi sosialberdiri atas komunikasi denganmenggunakan sistem lambang.

5 .5 .5 .5 .5 . Sistem PengetahuanSistem PengetahuanSistem PengetahuanSistem PengetahuanSistem PengetahuanHakekat terbentuknya sistem

pengetahuan masayarakat adalahuntuk mencari kebenaran, baikdalam diri, maupun yang dihadapimasyarakat. Menurut Jujun S.Suriasumantri,26 dalam masyarakatberkembang, pengetahuan yangberasal dari tiga sumber, yaitu, dariakal (rasio), pengalaman (empiris)dan intuisi.

Sistem pengetahuan bersumberrasio, mencari kebenaran melaluipenalaran abstrak. Pengetahuanbersumber empiris, menjelaskan,pengetahuan manusia didapat daripengalaman bersifat konkret dandapat dinyatakan melalui pancaindra.27 Sementara pengetahuanbersumber intuisi atau wahyumerupakan pengetahuan yangdidapat tanpa melalui prosespenalaran tertentu.28

6 .6 .6 .6 .6 . KesenianKesenianKesenianKesenianKesenianSeni merupakan ekspresi artistik

yang lahir dari refleksi kehidupanmanusia. Setiap seni berkembangsesuai karakteristik dasar masing-

23 Harsojo. 1977. Pengantar Antropologi (Jakarta: Bina Cipta), h., 223.24 Ibid, h., 236.25 Ibid, h., 247.26 Jujun S. Suriasumantri. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan), h., 50.27 Ibid, h., 51.28 Ibid, h., 53.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9078

masing kebudayaan. MenurutKoentjaraningrat,29 kebudayaandalam arti sempit diartikan sebagaikesenian Hal ini menunjukkanbetapa besar pengaruh keseniandalam pembentukan kebudayaan.

Salah satu fungsi pokok kese-nian adalah sebagai media komuni-kasi. Melalui karya seni, manusia bisamengkomunikasikan permasalahan,pengalaman batin, atau suatu ke-benaran kepada orang lain, karenapengalaman itu tidak terungkapmelalui bahasa rasional melainkanmelalui bahasa simbol, yaitu seni.

7 .7 .7 .7 .7 . ReligiReligiReligiReligiReligiIstilah religi dalam ilmu antro-

pologi memiliki makna lebih umumdari istilah agama. Istilah religi men-cakup seluruh pengertian agamadari agama yang paling primitifsampai agama modern. Sementaraistilah agama terfokus pada agama-agama yang dikenal masyarakat,seperti Islam, Kristen, Yahudi dll.

Secara teologis, religi merupakandogma-dogma (berisi firman-firman)berisi petunjuk, perintah, sertalarangan dari Tuhan, bagi manusiadalam menjalani kehidupan didunia. Secara antropologis, religimerupakan fenomena sosial darikehidupan manusia, yang berartilahir hasil pemikiran manusia,sehingga terdapat ekspresi estetisyang melahirkan kebudayaan,

seperti simbol-simbol, bangunantempat ibadah, dsb.

C .C .C .C .C . Wujud KebudayaanWujud KebudayaanWujud KebudayaanWujud KebudayaanWujud KebudayaanWujud kebudayaan sesuai de-

ngan corak dasar keberadaanmanusia. Manusia bereksistensidengan tiga cara, yaitu: berpikir,beraktivitas sosial dan menghasilkanproduk berupa benda-benda terten-tu. Menurut J.J. Honigmann, wujudeksistensi manusia menjelma dalamtiga wujud kebudayaan, yaitu wu-jud ideal, sistem sosial dan kebu-dayaan fisik.30

1 .1 .1 .1 .1 . Wujud idealWujud idealWujud idealWujud idealWujud idealWujud ideal adalah wujud

kebudayaan berangkat dari suatuyang komplek dari ide-ide gagasan,nilai-nilai, norma-norma, peraturandan sebagainya. Disebut ideal karenabersifat abstrak, tidak dapat diraba,atau difoto, dan hanya terdapatpada pikiran manusia di manakebudayaan itu ada.

Wujud ideal sering disebut adatatau tata kelakuan. Dalam hal ini,wujud ideal berfungsi sebagaipengatur, pengendali dan pemberiarah dari kelakuan manusia. Menje-laskan, ada beberapa lapisan dariadat kelakuan ini. Pertama, sistemnilai budaya, berupa konsep-konsepyang ada dalam pikiran manusiamengenai hal-hal bernilai. Sistem

29 Koentjaraningrat, Pengantar, h., 1.30 Ibid, h., 200.

79Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

nilai budaya berfungsi sebagaipedoman tertinggi kelakuan manu-sia. Kedua, sistem norma-norma dansistem hukum. Ketiga, peraturan-peraturan khusus, seperti aturansopan santun. Hal ini terbatas padaruang lingkup kebudayaan masing-masing.

2 .2 .2 .2 .2 . Sistem SosialSistem SosialSistem SosialSistem SosialSistem SosialSistem sosial adalah wujud

kebudayaan sebagai komplek akti-vitas serta tindakan berpola darimanusia. Menurut Koentjaraning-rat,31 sistem sosial ini terjadi dariaktivitas-aktivitas manusia yangberinteraksi, berhubungan, sertabergaul satu dengan yang lain,dalam rentang perjalanan waktu,menurut pola tertentu, dan berda-sarkan adat tata kelakuan. Masya-rakat dengan segala norma-normayang dimiliki merupakan dasaraktivitas manusia. Dalam tatanansosial, manusia melakukan berbagaiaktivitas budaya, sebagai sistemsosial yang bersifat lebih konkretdaripada wujud ideal, karena bisadilihat dengan indra yaitu denganadanya interaksi antar manusia.

3 .3 .3 .3 .3 . Kebudayaan FisikKebudayaan FisikKebudayaan FisikKebudayaan FisikKebudayaan FisikKebudayaan fisik merupakan

benda-benda atau objek fisik hasilciptaan manusia. Di antara ketigawujud kebudayaan, kebudayaanfisik merupakan wujud yang bersifatpaling konkret, karena bisa di-

observasi, dan diraba, seperti candi,batik, dsb. Ketiga wujud kebuda-yaan ini tidak berdiri sendiri, tetapiada hubungan timbal-balik dansaling mempengaruhi.

D .D .D .D .D . Perubahan dan Transfor-Perubahan dan Transfor-Perubahan dan Transfor-Perubahan dan Transfor-Perubahan dan Transfor-masi Kebudayaanmasi Kebudayaanmasi Kebudayaanmasi Kebudayaanmasi KebudayaanPerubahan kebudayaan sering

diidentikkan dengan perubahansosial. Menurut Selo Sumarjan,dikutip oleh Ishomuddin,32 peruba-han sosial dan kebudayaan mem-punyai aspek yang sama, keduanyaberkaitan dengan penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan caramasyarakat dalam memenuhikebutuhan. Hal ini mengakibatkangaris pemisah antara keduanya lebihsulit dibedakan.

Parsudi Suparlan, membedakanperubahan sosial dengan perubahankebudayaan. Menurutnya, peruba-han sosial itu merupakan perubahandalam struktur sosial dan dalampola hubungan sosial, mencakupsistem status, hubungan keluarga,sistem politik dan kekuasaan, danpernyebaran penduduk. Sementaraperubahan kebudayaan adalahperubahan yang terjadi dalamsistem ide, dimiliki bersama olehkomunitas masyarakat bersang-kutan, mencakup, aturan-aturanatau norma-norma nilai, teknologi,selera rasa keindahan dan kesenian,serta bahasa. Perubahan sosial dankebudayaan yang dikemukakanParsudi Suparlan ini adalah suatu

31 Ibid, h., 201.32 Ishomuddin, Sosiologi, h., 148.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9080

cara memisahkan dan membedakanperubahan sosial dan kebudayaandengan jalan membuat perbedaandefinisi yang tegas antara masya-rakat dan kebudayaan.33

Ada beberapa faktor menyebab-kan perubahan budaya. Faktor yangberasal dari dalam masyarakatditimbulkan oleh discovery dan in-vention. Sedangkan faktor yangberasal dari luar masyarakat ditim-bulkan dari difusi, akulturasi danasimilasi kebudayaan.34

Pertama, Discovery dan Inven-tion. Discovery adalah suatu bentukpenemuan baru, berupa persepsimengenai hakikat suatu gejala atauhakikat hubungan antara dua gejalaatau lebih. Sedangkan inventionadalah penciptaan bentuk barudengan mengkombinasikan kembalipengetahuan dan materi-materiyang ada. Discovery dan inventionadalah pangkal tolak studi mengenaipertumbuhan dan perubahan kebu-dayaan, karena hanya dengan pro-ses inilah unsur-unsur baru dapatditambahkan kepada keseluruhankebudayaan manusia.

Kedua, Difusi Kebudayaan.Difusi kebudayaan adalah prosespersebaran unsur-unsur kebuda-yaan dari satu masyarakat ke masya-rakat yang lain. Proses persebaranpertama adalah persebaran dariindividu ke individu lain dalam batas

satu masyarakat, disebut difusi in-tra-masyarakat atau intra-diffusion.Proses persebaran kedua adalahpersebaran dari masyarakat kemasyarakat disebut difusi inter-masyarakat atau inter-diffusion.35

Akibat paling jelas yang tampak dariproses difusi ini adalah adanyakebersamaan atau kemiripan elemenkebudayaan dalam berbagai kelom-pok di beberapa tempat.

Ketiga, Akulturasi. Akulturasimerupakan fenomena yang ditim-bulkan sebagai hasil. Jika dua kelom-pok budaya mengadakan kontak,akan terjadi proses saling menghisapterhadap masing-masing elemenbudaya, sehingga menciptakanberbagai keragaman baru bagimasing-masing kelompok budaya.36

Pada akulturasi kelompok-kelompokmanusia saling mengambil unsur-unsur kebudayaan tanpa kehila-ngan kepribadian kebudayaannya.

Keempat, , , , , Asimilasi. . . . . Asimilasimerupakan satu fase dari akulturasi.Asimilasi adalah suatu proses sosialyang telah lanjut dan ditandai olehsemakin berkurangnya perbedaanantara individu dan kelompok, dansemakin erat persatuan aksi, sikap-sikap dan proses mental berhubu-ngan dengan kepentingan dantujuan yang sama.37 Apabila duakelompok atau lebih berasimilasisatu sama lain, garis-garis antara

33 Ibid.34 Harsojo, Pengantar, h., 167.35 Koentjaraningrat, Pengantar, h., 142.36 Ishomuddin, Sosiologi, h., 141.37 Harsojo, Pengantar, 191.

81Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

kelompok-kelompok itu mulaihilang dan ketentuan-ketentuan itucenderung untuk menjadi satukelompok, setidaknya untuk tujuantertentu.

Di samping keempat klasifikasidi atas, ada peristiwa-peristiwayang dapat dimasukkan ke dalamperistiwa-peristiwa perubahanbudaya, seperti, pertama, culturallag, adalah perbedaan antar tarafkemajuan berbagai bagian dalamkebudayaan, yaitu selang waktusaat benda itu diperkenalkan perta-ma kali dan saat benda itu diterimasecara umum sampai masyarakatmampu menyesuaikan diri terhadapbenda tersebut. Kedua, cultural sur-vival, adalah suatu cara tradisionalyang tidak mengalami perubahansejak dahulu sampai sekarang.Ketiga, cultural conflict, adalahpertentangan kebudayaan yangmuncul sebagai akibat relatifitaskebudayaan, dari konflik langsungantar kebudayaan. Hal-hal yangmenimbulkan konflik kebudayaanadalah keyakinan-keyakinan yangberbeda sehubungan dengan prob-lem aktivitas berbudaya. Terakhir,cultural shock, adalah guncangan-guncangan kebudayaan sebagaipenyakit jabatan dari orang-orangyang tiba-tiba dipindahkan ke dalamsuatu kebudayaan yang berbedadari kebudayaannya sendiri.38

Proses perubahan budaya dapatberlangsung secara wajar atau tidakdisengaja dan juga melalui proses

kesengajaan dengan tujuan tertentu,hal ini dinamakan dengan transfor-masi kebudayaan. Transformasibudaya diartikan sebagai perubahankonsep, bentuk, dan sifat budayauntuk menyesuaikan dengan kondisidunia.39 Dalam hal ini transformasibudaya dipahami sebagai suatuperubahan budaya yang diarahkanuntuk tujuan tertentu. Dari penger-tian ini dapat diperoleh pemahamanbahwa perubahan budaya yangbersifat transformatif, yaitu peru-bahan yang direncana dan dise-ngaja.

Salah satu konsep teoritis ten-tang terjadinya transformasi budayaadalah adanya keinginan beradap-tasi antar kebudayaan. Walaupunkadang tidak dikehendaki masya-rakat. Karena di dalam masyarakatselalu ada dua macam kekuatanyaitu kekuatan-kekuatan yang inginmenerima perubahan dan kekuatan-kekuatan yang menolak perubahan.Namun, karena kepentingan inginmemperoleh kehidupan yang lebihbaik, maka adaptasi itu tidak bisadihindari. Dalam situasi ini, kebu-dayaan minoritas biasanya menye-rap pengaruh budaya yang lebihdominan.

Cara suatu unsur kebudayaanmasuk ke dalam kebudayaan masya-rakat terjadi secara berbeda. Jikaditerima secara damai dan suka relakarena dinilai dapat memajukankebudayaan setempat dinamakandengan istilah penetration pacifique.

38 Ishomuddin, Pengantar, h., 149.39 Mardimin. 1994. Jangan Tangisi Tradisi, (Yogyakarta: Kanisius), h., 14.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9082

Sebaliknya, bila dengan cara keke-rasan disebut penetration violente.Bentuk ketiga adalah bila ada duaatau lebih masyarakat dengankebudayaan berbeda, hidup berte-tangga dan selalu mengadakankontak secara kontinu, tetapimasing-masing saling memper-tahankan kepribadian kebudaya-annya, dan hidup berdampingansecara damai serta saling mengun-tungkan, ini disebut dengan symbi-otic.40

E .E .E .E .E . Relasi Agama dan Kebu-Relasi Agama dan Kebu-Relasi Agama dan Kebu-Relasi Agama dan Kebu-Relasi Agama dan Kebu-dayaandayaandayaandayaandayaanDalam kaitan relasi antara aga-

ma dengan kebudayaan, ada duapendapat yang saling bersebera-ngan. Pendapat pertama mengata-kan, tidak ada hubungan antaraagama dan kebudayaan. Agamaditempatkan secara tidak propor-sional, dan dalam batas-batastertentu ditempatkan secara berle-bihan, sebagai sesuatu yang sakral,agung dan transenden.41 Agamasama sekali tidak tersentuh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Sehinggaagama diasumsikan dan hanyamengurusi hal-hal yang bersifatukhrawi.

Pendapat kedua mengatakan,antara agama dan kebudayanterdapat hubungan dialektis. Dalamhal ini ada dua mainstream berbeda

yang menjadi objek kajian. Pertama,agama dipandang sebagai bagianatau cabang dari kebudayaan.Seperti diyakini mazhab positivis,agama seperti juga seni dan sainsadalah bagian dari puncak ekspresikebudayaan. Demikian pula denganpandangan orang-orang atheis,umumnya meraka menganggapbahwa Tuhan—sesuatu yang palingdisakralkan dalam agama—adalahciptaan manusia yang timbul dariperasaan takut. Semua bersumberdari materi, jadi Tuhan juga hasilperkembangan perpautan materi-materi akal manusia. Agama inidapat di istilahkan dengan AgamaBudaya, seperti animisme, dina-misme, agama Kong Hucu, agamaSinto, bahkan agama Hindu-Budhatermasuk dalam kategori ini.42

Kedua, agama merupakanpusat kebudayaan atau kebudayaandi timbulkan karena adanya agama.Agama dalam pengertian al-dien,sumbernya adalah wahyu dariTuhan, sedangkan kebudayaansumbernya dari manusia. Jadi agamatidak dapat dimasukkan dalamlingkungan kebudayaan selamamanusia berpendapat bahwa Tuhantidak dapat dimasukkan ke dalamhasil cipta manusia.43

Bagi teolog dan beragamawan,kebudayaan adalah perpanjanganprilaku agama. Bahkan madzhabidealisme-spiritualisme mengang-

40 Ishomuddin, Sosiologi, h., 141.41 Thoyibi, M Ed. 2003. Sinergi Agama dan Budaya Lokal: Dialektika Muhammadiyah

dan Seni Lokal. Surakarta : MUP-UMS, h., 195.42 Ishomuddin, Sosiologi, h., 91.43 Ibid.

83Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

gap, kebudayaan adalah lokus darikehadiran asma-asma Tuhan untukmengekspresikan diri-Nya dalamwajah budaya.44 Terlepas dari duamainstream yang berbeda di atas,relasi agama dan kebudayaantampak begitu kuat. Dialektikapositif antara keduanya akanmenimbulkan relasi positif, dan jugasebaliknya. Interaksi agama danbudaya yang berjalan mulus akanmembawa sinergi, dan menim-bulkan relasi mutualistik. Sebaliknya,jika keduanya tidak beriringan makaakan menimbulkan pertentangan.

HASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANPerkembangan wacana kebuda-

yaan dalam Muhammadiyah telahmenjadi keniscayaan untuk selalubergerak dinamis. Alur pikiran inter-nal Muhammadiyah dapat dikate-gorikan kedalam tiga mainstream.Pertama, masa Dahlan atau K.H.Ahmad Dahlan (1912-1923). Gera-kan dakwah didominasi oleh polapemurnian tauhid dan ibadahdalam Islam dari sinkretisme. Gera-kan yang paling terkenal adalahmeniadakan kebiasaan menujuh-bulani (tingkep, Jawa), menghilang-kan tradisi manakiban dan berjanjiserta tahlillan dan shalawatan padahari kematian seperti keseratus ataukeseribu harinya.

Kedua, masa Dahlanisme, yaitumunculnya para pemimpin Muham-madiyah yang masih bercorak samadengan K.H. Ahmad Dahlan. Masa

ini terentang sangat panjang darimasanya K.H. Ibrahim (1923-1932)hingga K.H. Ahmad Azhar Basyir(1990-1995). Meraka adalah parapemimpin Muhammadiyah yangsetia dengan K.H. Ahmad Dahlandalam hal purifikasi. Akan tetapidalam perkembangannya masadahlanisme ini telah melahirkannilai yang kurang menguntungkanbagi eksistensi Muhammadiyah.Muhammadiyah dikenal sebagaigerakan anti-kebudayaan yangbercorak radikalisme.

Ketiga, masa neo-Dahlanisme.Pada masa ini Muhammadiyahmulai berani melakukan autokritikke dalam tubuh Muhammadiyah itusendiri, seperti diterimanya shala-watan, nasyid dan segala yang halberbau kesenian dan kebudayaan.Dua tokoh pemimpin yang menjadiinisiator pada masa ini adalah Prof.DR. H.M. Amien Rais, MA (1995-2000) dan Prof. DR. A. Syafii Maarif(2000-2005). Muhammadiyah padamasa ini sudah mulai mengubahgeraknya terhadap wacana budayalokal. Bahkan Syafii Maarif mengi-ngatkan kepada para mubalighMuhammadiyah agar bertindaklebih dewasa, bersikap inklusif dantidak cepat melakukan penghaki-man.

Dari kategorisasi ini terlihat alurmetamorfosa pemikiran Muham-madiyah kepada sikap yang lebihinklusif dalam permasalahan kebu-dayaan. Pandangan Muhamma-diyah tentang kebudayaan pasca

44 M. Thoyibi, Sinergi, h., 7.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9084

Muktamar ke-43 di Aceh masukdalam kategorisasi neo-dahlanisme.

A .A .A .A .A . Analisis Kebudayaan dalamAnalisis Kebudayaan dalamAnalisis Kebudayaan dalamAnalisis Kebudayaan dalamAnalisis Kebudayaan dalamMuhammadiyahMuhammadiyahMuhammadiyahMuhammadiyahMuhammadiyahPola hubungan yang dibangun

antara Muhammadiyah dan kebu-dayaan sejalan dengan pola hubu-ngan antara agama dengan kebuda-yaan. Hal ini karena Muhamma-diyah merupakan organisasi sosialdakwah yang menjalankan visi sertamisi keagamaan.

Berkaitan dengan relasi agamadan kebudayaan, ada dua penda-pat, pertama, antara agama dankebudayaan ada relasi yang sangaterat. Dari pendapat ini, ada duapandangan yang menyatakan bah-wa agama bagian dari kebudayaandan atau kebudayaan bagian dariagama. Dalam hal ini, Asep Purna-ma Bahtiar melakukan klarifikasi,bahwa yang dimaksud ungkapanagama sebagai bagian dari ke-budayaan itu hanya berkaitandengan sikap, prilaku, manifestasikeberagamaan manusia hidupdidalam dimensi ruang dan waktusosial budaya. Jadi bukanlah agamadalam pengertian ajaran-ajaran,doktrin-doktrin dan ketentuanketuhanan. Dari klarifikasi inilahdimung-kinkan dialektika antaraagama dan budaya dapat terjadi.45

Pendapat Kedua, adalah pen-dapat yang sangat bertolak belakangdengan pendapat pertama. Penda-

pat ini menyatakan bahwa agamadan kebudayaan tidak memilikihubungan sama sekali. Keduannyaterpisah satu sama lain dan tidak adasifat saling mempengaruhi. Padaumumnya, pendapat yang diikutiuntuk mensikapi kebudayaan dalamkaitannya dengan agama adalahpendapat yang kedua.

Pada pendapat kedua, agamadiposisikan sebagai sesuatu hal yangbersifat sakral dan transenden.Agama hanya mengurusi masalah-masalah yang bersifat ukhrawi dantidak dapat disentuh dengan halyang bersifat keduniaan termasukkebudayaan. Sebagai akibat dari itusemua, organisasi keagamaan yangmerupakan perpanjangan tangandari agama juga dianggap sebagaisesuatu yang stabil, statis, dan tidakdapat bersinggungan dengan dunialuar.

Muhammadiyah, yang terma-suk dalam kategori organisasi kea-gamaan, juga sering dipersepsikandemikian. Dengan alasan untukmenjaga identitas perjuangannya,yaitu pemurniaan Islam, Muham-madiyah seakan-akan hanya berka-iatan dengan urusan agama saja.Dalam konteks ini Muhammadiyahlebih ditafsiri sebagai gerakanfundamentalis yang selalu menjus-tifikasi setiap kebudayaan denganparadigma TBC-nya. SehinggaMuhammadiyah tidak segan-seganmengatakan haram, bid’ah, syirik,takhayul dan khurafat kepada setiap

45 M. Thoyibi, Sinergi, h., 198.

85Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

bentuk kebudayaan yang berkem-bang. Hal inilah yang mungkinmenjadi alasan yang menjadikanMuhammadiyah jauh dari kebu-dayaan.

Persepsi di atas berdampak ne-gatif bagi pengembangan dakwahMuhammadiyah. Oleh karena itu,Muhammadiyah harus melakukanklarifikasi dan redefenisi tentangkebudayaan itu sendiri.1. Anggapan bahwa Muhamma-

diyah anti-kebudayaan.Muhammadiyah harus me-

lakukan klarifikasi dari angga-pan yang mengatakan bahwaMuhammadiyah adalah organi-sasi keagamaan yang bersifatstabil, statis dan tidak tersentuhdengan dunia luar –termasukkebudayaan. Sehingga Mu-hammadiyah sering dianggapsebagai gerakan keagamaanyang anti terhadap kebudayaan.Muhammadiyah harus mene-gaskan diri bahwa Muham-madiyah adalah organisasikeagamaan yang bersifat dina-mis. Dinamisme Muhamma-diyah harus merupakan refleksidari adaptasi, akomodasi daninovasi dari segala realitas yangterjadi dalam masyarakat. Jadi,seperti dikatakan oleh AsepPurnama Bahtiar, sikap dankemauan untuk mempertim-bangkan realitas sosial, budaya,politik, ekonomi dan struktur-struktur lainnya di luar keya-

kinan dan organisasi keaga-maan merupakan sebuah kenis-cayaan yang tidak dapat diaba-ikan.46

Sikap inilah yang dapat di-jadikan pintu masuk Muham-madiyah untuk berinteraksi danberdialog dengan kebudayaan.Muhammadiyah sebenarnyamerupakan simbol dari adanyakebudayaan.47 Karena Muham-madiyah lahir dari kreasi idedari K. H. Ahmad Dahlan yangmewujud ke dalam bentuk-bentuk empirik seperti adanyasekolah, rumah sakit, pantiasuhan, panti jompo dan amalusaha lain. Bentuk empirik ini,kemudian melahirkan adanyainterkasi sosial di masyarakat.Dari sini dapat dilihat, Muham-madiyah mempunyai wujudkebudayaan, yaitu wujud ide,sistem sosial dan kebudayaanfisik. Jadi, tidak ada alasan yangmengatakan bahwa Muham-madiyah tidak mempunyaihubungan sama sekali dengankebudayaan.

2. Redefinisi terminologi Kebu-dayaan.

Muhammadiyah harus me-lakukan redefinisi tentang pe-ngertian kebudayaan itu sendiri.Dari sekian banyak pengertiankebudayaan ada dua pengertianyang dianggap cukup relevanmengantarkan pada apa yangdimaksud dengan kebudayaan.

46 Ibid, h., 197.47 Abdul Munir Mulkan, Pemikiran, h., 107.

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9086

a. Kebudayaan sebagai katabenda.

Kebudayaan itu berka-itan dengan benda atauproduk dan hasil cipta, rasadan karsa manusia. Penger-tian ini disebut juga sebagaiteori produk budaya. Teoriproduk budaya ini pentingkarena semua hasil budayayang ada di muka bumimerupakan produk budayakolektif manusia. Identitaskebudayaan juga dapatdilihat dari pengertian ini.

b. Kebudayaan sebagai katakerja.

Kebudayaan sebagai cara ber-fikir dan cara merasa yang menya-takan dirinya dalam seluruh segikehidupan sekelompok manusiamembentuk kesatuan sosial masya-rakat dalam suatu ruang dan wak-tu.48 Pengertian ini penting untukdipahami karena mampu memeberipenjelasan bagaimana proses-prosesbudaya itu terjadi.

Dalam menentukan panda-ngannya terhadap kebudayaan,ternyata dua pengertian diatasbelum cukup memadai. Oleh karenaitu, Muhammadiyah perlu mengem-bangkan lagi pengertian kebuda-yaan. Dari pengertian ini nantinyadapat sekaligus dipakai sebagaipendekatan Muhammadiyah dalammenentukan pandangannya terha-dap kebudayaan.

a. Kebudayaan sebagai kata sifat.Pengertian ini untuk mem-

bedakan antara kehidupanyang berbudaya dan tidakberbudaya, membedakan antaramanusia yang berbudaya danmakhluk lain seperti hewan danbenda-benda yang tidak memi-liki budaya. Dalam memandangbudaya sebagai kata sifat, makaunsur nilai-nilai menjadi pen-ting. Kebudayaan dikonstruk-sikan sebagai konfigurasi nilai-nilai atau kompleksitas nilai-nilaiyang kemudian beroperasi padaberbagai tingkat kehidupan.

b. Kebudayaan sebagai kata kea-daan.

Kondisi-kondisi budayatertentu menjadi menentukanwajah kebudayaan. Ada kondisikebudayaan yang mampu men-cerminkan kondisi ahsanu taq-wim manusia dan ada juga yangkebudayaan yang sudah jatuhdan mencerminkan kondisiasfala safilin.49

Dari klarifikasi dan redefinisikebudayaan ini, kemudian mela-hirkan konsep-konsep baru tentangkebudayaan dalam diri Muham-madiyah. Muhammadiyah denganberpegang pada ketauhidan mulaibersikap toleran dengan tradisikebudayaan. Hal ini terlihat daribeberapa keputusan Muhamma-diyah tentang kebudayaan yangbersifat akomodatif. Seperti pada

48 Sidi Gazalba. 1978. Asas Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), h., 164.49 Suara Muhammadiyah. “Strategi Kebudayaan Muhammadiyah”. 1-15 Februari

2006. Halaman 6.

87Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

keputusan Munas Tarjih XXIII diAceh, disebutkan, 1) Seni adalahsalah satu fitrah manusia yangdianugerahkan Allah, yang harusdipelihara dengan ketentuan Allah;2) Menciptakan dan menikmatikarya seni hukumnya mubah (boleh)selama tidak mengarah ataumengakibatkan fasad (kerusakan),dharar (bahaya), ‘ishyan (kedurha-kaan), dan ba’id ‘anillah (jauh dariAllah), disinilah prinsip purifikasidijalankan. 3) Bila seni dapat di-jadikan alat dakwah untuk mem-bina dan meningkatkan mutu ke-imanan kepada Allah, maka men-ciptakan dan menikmatinya di-pandang sebagai amal sholeh yangbernilai ibadah.

Hasil Munas Tarjih XXIII ini,menjadi pijakan Muhammadiyahuntuk malakukan pengembangan dibidang sosial budaya, termasukdalam hal metodologi pemikirankeislaman. Sehingga pada MunasTarjih XXV yang diselenggarakan diJakarta tahun 2000, ditetapkanmetodologi pemikiran keislamanbaru, yang meliputi pendekatanburhani, ‘irfani dan bayani. Denganmengelaborasikan sisi normativitasdan historisitas pemahaman padawilayah tertentu, metodologi inimampu memberi alternatif solusidari permasalahan-permasalahankontemporer termasuk kebudayaan.

Pengembangan pemikiran keis-laman dalam hal kebudayaan terusberlangsung, sehinggga pada Mukt-amar ke-44 di Jakarta tahun 2000ditetapkan pedoman bagi wargaMuhammadiyah dalam menjalani

kehidupan di bidang sosial budaya.Pedoman ini yang kemudiandibukukan dalan buku PedomanHidup Islami Warga Muhamma-diyah. Pedoman ini merupakanpengembangan dari hasil keputusanMunas Tarjih XXIII di Aceh. Di-dalamnya mencakup beberapapandangan Muhammadiyah ten-tang kebudayaan, lebih khusus lagipandangan Muhammadiyah ten-tang kesenian yang merupakansubkultur dari kebudayaan.

Persoalan seni rupa yang men-jadi perdebatan panjang dalamkhasanah pemikiran Islam, olehMuhammadiyah dihukumi mubahbila untuk kepentingan pengajaran,ilmu pengetahuan dan sejarah sertamenjadi haram bila mengandungunsur yang membawa ‘lshyan(kedurhakaan) dan kemusyrikan.Dalam permasalahan seni rupaMuhammadiyah memandangmasalah ini dapat dikategorikansebagai masalah hukum yangma’qulul ma’na, yaitu masalahhukum syar’i yang logika hukum-nya dapat dipahami sebagai pena-laran rasional. Demikan halnya,pada seni suara, menurut Muham-madiyah seni suara baik padadasarnya mubah (boleh) serta men-jadi terlarang jika seni dan ekspresi-nya dalam perwujudan tersebutmenjurus pada pelanggaran norma-norma agama. Sedangkan pada senisastra, Muhammadiyah bahkanmengajurkan untuk mengembang-kannya sebagai bagian dari strategiperadaban dan kebudayaan muslim.Akan tetapi dalam hal seni tariMuhammadiyah belum dalpat

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9088

memberi defenisi yang jelas, karenahal ini masih menjadi perdebatan dikalangan ulama. Sehingga dalambuku Pedoman Hidup Islami WargaMuhammadiyah persoalan seni taritidak disinggung.

Perkembangan mutakhir daripemikiran Muhammadiyah tentangKebudayaan adalah adanya strategiDakwah Kultural yang dilahirkanpada Sidang Tanwir 2002 di Bali danditetapkan sebagai agenda resmiMuhammadiyah pada Sidang Tan-wir 2003 di Makassar. Dengan berpe-gang pada kearifan budaya, Dak-wah Kultural ini, kemudian menjadistrategi Muhammadiyah untukmendekati kebudayaan.

Klarifkasi dan redefenisi kebu-dayaan ini, tidak terlepas dari iden-titas Muhammadiyah sebagai gera-kan tajdid. Gerakan tajdid disinimeliputi dua aspek sekaligus yaitupemurnian dan pembaharuan.Muhammadiyah melakukan pem-baharuan pemikiran dalam bidangkebudayaan tanpa meninggalkanprinsip-prinsip ketauhidan yangmenjadi inti dari pola gerakanpemurnian. Dalam hal ini, tidakdapat dinafikan peran dan fungsimajelis tarjih sebagai pusat pengem-bangan pemikiran dalam Muham-madiyah. Dalam Majelis Tarjih padapoin 1, menyelidiki dan memahamiilmu agama Islam untuk mempe-roleh kemurniannya dan pada poin4, Menyalurkan perbedaan penda-pat dalam bidang keagamaan kea-rah yang lebih maslahat.

KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANBerdasarkan analisis di atas,

dapat diambil kesimpulan, sebagaiberikut:1. Islam adalah agama fitrah dan

seni budaya sebagai salah satufitrah manusia yang dianu-gerahkan Allah harus dipeliharadengan ketentuan-Nya. Dengandemikian, Muhammadiyahberpandangan, menciptakan,dan menikmati karya senihukumnya mubah (boleh),selama tidak mengarah ataumengakibatkan fasad (kerusa-kan), dharar (bahaya), ‘ishyan(kedurhakaan), dan ba’id ‘anil-lah (jauh dari Allah). Di sinilahprinsip purifikasi dijalankan.Jika seni bisa dijadikan alatdakwah untuk membina danmeningkatkan mutu keimanankepada Allah, maka mencip-takan dan menikmatinya dipan-dang sebagai amal sholeh yangbernilai ibadah.

2. Muhammadiyah berupaya me-lakukan transformasi budaya,diarahkan kepada terbentuknyaIslam sebenar-benarnya, sesuaitujuan Muhammadiyah. Trans-formasi budaya ini dilakukandengan dua langkah, pertama,Muhammadiyah melakukanpembenahan konsep kebuda-yaan. Kedua, Muhammadiyahmenentukan strategi kebuda-yaan.

3. Pembenahan konsep kebuda-yaan dalam pandangan Mu-

89Pandangan Muhammadiyah tentang Kebudayaan ... (M. Abubakar Ryan Perkasa)

hammadiyah hanya berlakupada kulit luarnya saja. Intipandangan tentang kebuda-yaan tetap terpusat ketauhidanyang tidak akan pernah beru-bah. Sementara aktualisasi gera-kan, menjadi kulit luar panda-ngan Muhammadiyah tentangkebudayaan berkembang secaradinamis.

4. Strategi kebudayaan Muham-madiyah adalah menyatukandimensi ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah dengan dimensi Ijtihaddan Tajdid sosial keagamaan.Dengan ciri khas mengelaborasisisi nomativitas al-Qur’an danal-Sunnah dengan historisitas

pemahaman pada wilayah kese-jarahan tertentu. Di sampingitu, Muhammadiyah juga mela-kukan telaah kebudayaan de-ngan dua dimensi yakni dimensikritis-apresiatif (melebur kedalam tradisi ritual) dan dimensikritis-korektif (melakukankoreksi). Dalam hal ini, yangdijadikan sebagai strategi kebu-dayaan Muhammadiyah adalahgerakan Dakwah KulturalMuhammadiyah.

5. Pandangan Muhammadiyah inimerupakan sebuah alternatifnilai yang dapat dijadikanperekat di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek(Jakarta: Reneka Cipta).

Gazalba, Sidi. 1977. Pandangan Islam tentang Kesenian (Jakarta: BulanBintang).

_______, Sidi. 1978. Asas Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang).Harsojo. 1977. Pengantar Antropologi (Jakarta: Bina Cipta).Ishomuddin. 1997. Sosiologi: Perspektif Islam, (Malang: UMM Press).Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Akasara

Baru).Kuntowijoyo. 1995. “Muhammadiyah Sebagai Gerakan Kebudayaan Tanpa

Kebudayaan atau Satu Lagi Alasan Mengapa NU danMuhammadiyah Harus Bersatu”. Muhammadiyah danPemberdayaan Rakyat, (Yogyakarta: Pustaka).

Mardimin. 1994. Jangan Tangisi Tradisi, (Yogyakarta: Kanisius).Maryadi. 1998. Reaktualisasi Tajdid Muhammadiyah: Bidang Sosial Budaya,

(Surakarta: MUP-UMS).

Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 69 - 9090

Mulkan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan DanMuhammadiyah, (Jakarta: Bumi Aksara).

Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia).PP Muhammadiyah. 1995. Keputusan Muktamar Muahmmadiyah 43

Beserta Makalah Prasarannya, (Yogyakarta: Suara Mu-hammadiyah).

_______. 2005. Dakwah Kultural Muhammadiyah, (Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah).

_______. 2005. Pedoman Hidup Islam Warga Muhammadiyah (Yogyakarta:Suara Muhammadiyah).

Suara Muhammadiyah. “Strategi Kebudayaan Muhammadiyah”. 1-15Februari 2006. Halaman 6.

Sudarto. 1990. Metodologi Penelitian Filsalat (Jakarta: Raha GrafindoPersada).

Suriasumantri, Jujun S.. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan).

Thoyibi, M (Ed). 2003. Sinergi Agama dan Budaya Lokal: DialektikaMuhammadiyah dan Seni Lokal. Surakarta: MUP-UMS.

Zubair, Charis dan Bakker, Anton. 1990. Metode Penelitian Filsafat(Yogyakarta: Kanisius).