4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fruit Leather Fruit leather ...

17
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fruit Leather Fruit leather merupakan produk yang belum begitu dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, namun di luar negeri seperti Amerika dan India produk ini telah berkembang pesat dan menjadi salah satu alternatif untuk pengawetan buah- buahan dengan cita rasa khas dari buah aslinya yang digemari oleh masyarakat (Rini dkk., 2016). Fruit leather adalah produk manisan semi basah berasal dari daging buah yang dihancurkan dan dikeringkan yang mempunyai kelebihan yaitu masa simpan yang cukup lama, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung didalam produk tidak banyak berubah (Robinson, 2012). Produk ini berbentuk lembaran tipis seperti kulit buah dengan tekstur yang plastis, kenyal, rasa yang manis, masih memiliki cita rasa khas buah yang digunakan dan dapat digulung (Puspasari dkk, 2005). Kriteria fruit leather yang sesuai berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) antara lain kadar air maksimal 25%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa yang khas dari jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku (Nurlaely, 2002). Pengawetan fruit leather tergantung pada kadar air sebesar 15% 25%, asam alami pada buah dan kandungan gula yang tinggi. Fruit leather memiliki umur simpan hingga 9 bulan jika dikeringkan dan dikemas dengan benar (FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), 2007). Karakteristik bahan baku fruit leather adalah buah-buahan yang memiliki kandungan pektin yang tinggi. Kandungan pektin pada buah umumnya tinggi pada saat buah mengkal dan menurun pada saat buah matang penuh dan lewat matang.

Transcript of 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fruit Leather Fruit leather ...

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fruit Leather

Fruit leather merupakan produk yang belum begitu dikenal luas oleh

masyarakat Indonesia, namun di luar negeri seperti Amerika dan India produk ini

telah berkembang pesat dan menjadi salah satu alternatif untuk pengawetan buah-

buahan dengan cita rasa khas dari buah aslinya yang digemari oleh masyarakat

(Rini dkk., 2016). Fruit leather adalah produk manisan semi basah berasal dari

daging buah yang dihancurkan dan dikeringkan yang mempunyai kelebihan yaitu

masa simpan yang cukup lama, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung

didalam produk tidak banyak berubah (Robinson, 2012). Produk ini berbentuk

lembaran tipis seperti kulit buah dengan tekstur yang plastis, kenyal, rasa yang

manis, masih memiliki cita rasa khas buah yang digunakan dan dapat digulung

(Puspasari dkk, 2005).

Kriteria fruit leather yang sesuai berdasarkan SNI (Standar Nasional

Indonesia) antara lain kadar air maksimal 25%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur

plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap serta mempunyai warna,

aroma dan cita rasa yang khas dari jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku

(Nurlaely, 2002). Pengawetan fruit leather tergantung pada kadar air sebesar 15%

– 25%, asam alami pada buah dan kandungan gula yang tinggi. Fruit leather

memiliki umur simpan hingga 9 bulan jika dikeringkan dan dikemas dengan benar

(FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), 2007).

Karakteristik bahan baku fruit leather adalah buah-buahan yang memiliki

kandungan pektin yang tinggi. Kandungan pektin pada buah umumnya tinggi pada

saat buah mengkal dan menurun pada saat buah matang penuh dan lewat matang.

5

Pektin sebagai pembentuk utama tekstur dan kelenturan fruit leather karena pektin

akan mempengaruhi kelenturan fruit leather melalui pembentukan gel (Putri dkk.,

2016). Buah yang dijadikan fruit leather tidak harus terlalu masak, karena jika

terlalu masak maka tekstur buah akan lembek. Buah yang kurang tua atau masih

mentah akan menghasilkan produk fruit leather yang kurang manis dan keras (Raab

dan Oehler, 2002).

Fruit leather dapat dijadikan sebagai bentuk olahan komersial dalam skala

industri dengan cara yang mudah yaitu dengan menghancurkan buah menjadi puree

dan mengeringkannya. Pengeringan ini bisa dilakukan dengan penjemuran atau

menggunakan alat pengering dengan suhu panas 50 - 60oC (Raab dan Oehler, 2000).

Pembuatan fruit leather biasanya menggunakan bahan tambahan yaitu gula, asam

sitrat dan gum arab. Gula berfungsi untuk mengikat air sehingga semakin tinggi air

yang terikat dengan bahan, menyebabkan pemanasan yang dilakukan akan semakin

sulit untuk menguapkan air yang terikat ini. Penambahan konsentrasi gula yang

dapat diterima dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20%. Adanya

penambahan gula ini mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk fruit leather

yang dihasilkan (Absen, 2007). Asam sitrat bertujuan untuk membantu proses

pembantukan gel. Penambahan asam sitrat pada produk fruit leather jumlahnya

dapat beragam yaitu berkisar 0,1%-0,3%. Penambahan ini bergantung pada bahan

baku buah yang digunakan (Sidi dkk, 2014). Penambahan hidrokoloid bertujuan

untuk membentuk karakteristik terutama tekstur yang diinginkan. Selain itu,

berfungsi sebagai bahan pembentuk gel yang mampu mengikat molekul air,

sehingga meningkatkan tekstur yang diinginkan pada produk (Rascon dkk, 2012).

6

Tekstur, warna, aroma dan rasa fruit leather sangat dipengaruhi oleh sifat

dasar buah dan konsentrasi gula yang digunakan dalam proses pengolahannya.

Tekstur fruit leather sangat dipengaruhi oleh kandungan pektin dari buah

sedangkan warnanya dipengaruhi oleh pigmen dalam daging buah dan kandungan

gula yang ada pada buah serta konsentrasi gula yang digunakan dalam pembuatan

fruit leather (Winarti dkk, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas fruit

leather yang dihasilkan adalah jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku,

konsentrasi sukrosa yang ditambahkan, jenis bahan penstabil yang digunakan, suhu

pengeringan dan waktu pengeringan.

2.2 Pepaya California

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah

tropis berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman pepaya di Indonesia banyak dijumpai

pada beberapa daerah mulai dari Sabang hingga Marauke. Genus yang paling

banyak ditanam dan dikenal di Indonesia adalah Carica linn (Krishna dkk., 2008).

Taksonomi tanaman pepaya menurut Erica (2012) dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Viovales

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

7

Buah pepaya memiliki bentuk bulat hingga memanjang dengan ujung buah

yang meruncing. Warna buah pepaya ketika muda berwarna hijau gelap dan setelah

matang berwarna kuning dengan bercak hijau muda. Daging buah berasal dari

karpela yang menebal berwarna kuning, oranye hingga merah tergantung pada

varietas. Bagian tengah buah pepaya berongga dengan biji buah berwarna hitam

dan terbungkus lapisan berlendir (pulp) berfungsi untuk mencegah dari kekeringan.

Biji-biji yang berasal dari bagian tengah buah pada usahatani digunakan untuk

ditanam kembali (Seftiana, 2010). Pepaya termasuk buah klimaterik yang berarti

adanya peningkatan respirasi sejalan dengan produksi etilen kemudian setelah

mencapai titik puncak respirasi akan menurun.

Kematangan buah pepaya ditentukan oleh perubahan warna kulit buahnya,

kematangan buah dipanen tidak mempengaruhi fisik buah, sedangkan karakter

kimia buah yang dipengaruhi oleh kematangan buah saat dipanen adalah kandungan

padatan terlarut dan vitamin C buah. Pada saat proses pemasakan, buah mengalami

banyak perubahan fisik dan kimia setelah panen yang menentukan mutu buah untuk

dikonsumsi (Suketi, dkk,, 2010).

Buah pepaya memiliki banyak varietas yang didasarkan pada bentuk, warna,

dan tekstur buah. Pepaya California merupakan hasil pemuliaan tanaman dari pusat

kajian buah-buahan tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB), dengan nama

IPB-9 atau Calina. Pepaya ini berukuran kecil berbentuk lonjong dengan bobot rata-

rata 1,3 kg per buah. Tanaman pepaya California dapat tumbuh subur sepanjang

tahun (tanpa mengenal musim) di Indonesia (Anton, 2011).

8

Gambar 1. Pepaya California

(Dokumentasi Pribadi)

Pepaya California adalah varietas pepaya baru yang saat ini sangat digemari

para petani karena memiliki keunggulan yaitu rasanya lebih manis, daya simpan

lebih tahan lama, dan bisa dipanen lebih cepat dibandingkan varietas lain. Selain

itu, pepaya California memiliki ukuran tidak terlalu besar, kulit buah lebih halus

dan mengkilat. Pohon Pepaya California dapat dipanen setelah berumur sembilan

bulan, dan dalam satu bulan dipanen sampai delapan kali (Purba, 2008). Pepaya

California termasuk jenis unggul dan berumur genjah yang memiliki keunggulan

antara lain buah tidak terlalu besar dengan ukuran 0,8 kg - 2 kg/buah, berkulit tebal,

berbentuk lonjong, buah matang berwarna oranye kemerah, rasanya manis, daging

buahnya kenyal dan tebal (BPTP Jawa Tengah, 2012). Pepaya California memiliki

sifat yaitu tingkat kemanisan berkisar antara 10,1oBrix - 11,2oBrix (Siregar dkk.,

2013).

Buah pepaya mengandung vitamin A, vitamin B9, vitamin C, vitamin E,

mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi dan kalsium (Ramdani dkk., 2013).

Selain itu, mengandung senyawa fitokimia seperti polisakarida, enzim protein,

alkaloid, glikosid, lemak, pektin, saponin dan flavonoid (Krisnha dkk., 2007). Tiap

100 gram pepaya mengandung 0,7 gram serat, 0,5 g abu, 0,003 mg tiamin, 0,5 mg

niasin, dan 0,004 riboflavin (Fatria, 2014). Selain itu, mengandung 793,83 ± 5,74

9

μg beta karoten 779,69 ± 5,55 μg likopen dan 70,37 ± 5,74 μg asam askorbat

(vitamin C). Buah pepaya memiliki kandungan pektin sebanyak 0,73% – 0,99%

(Ikram dkk., 2016). Menurut penelitian dari Anggaraeni (2012) pepaya memiliki

kandungan pektin sebanyak 1,32 gram per 70,6 gram. Kandungan zat gizi buah

pepaya masak dan mentah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Pepaya Matang (100 gram) No Zat Gizi Pepaya Matang

1 Energi (kkal) 46

2 Lemak (g) 0,5

3 Protein (g) 0

4 Karbohidrat (g) 12,2

5 Kalsium (mg) 23

6 Fosfor (mg) 12

7 Besi (mg) 1,7

8 Vitamin A (SI) 365

9 Vitamin B1 (mg) 0,04

10 Vitamin C (mg) 78

11 Air (g) 86,7

Sumber : Kalie (2007)

2.3 Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies belimbing (Averrhoa) yang

berasal dari kepulauan Maluku dan biasa disebut belimbing asam. Belimbing wuluh

ini, tanaman yang banyak tumbuh dipekarangan rumah atau tumbuh secara liar di

ladang dan hutan yang hidup pada ketinggian 5 - 500 meter diatas permukaan laut

mdpl (Yuniarti, 2008). Taksonomi tanaman belimbing wuluh menurut Qurratu

(2008) dapat diklasifikasikan belimbing wuluh sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Roidae

Ordo : Geraiales

Famili : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

10

Genus : Averrhoa

Spesies : Avverhoa blimbi L.

Gambar 2. Belimbing Wuluh

(Dokumentasi Pribadi)

Belimbing wuluh belum banyak dimanfaatkan secara optimal walapun

ketersediannya cukup banyak di Indonesia. Belimbing wuluh digunakan sebagai

bumbu masakan atau bahan pembuatan pembuatan jamu tradisional. Rasa asam

pada buah ini sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan

jamu (Qurrotu, 2008).

Tanaman belimbing wuluh mudah tumbuh dan berkembang biak melalui

cangkok atau persemaian biji. Pohon dapat mulai berbuah jika ditanam dengan biji

selama 3 – 4 tahun. Buah yang dihasilkan dapat mencapai 1.500 buah/tahun (Mario,

2011). Pohon belimbing dapat tumbuh pada ketinggian mencapai 5 - 10 meter.

Batang utama pendek, bergelombang atau tidak rata, cabang yang rendah dan

sedikit (Masripah, 2009). Buah belimbing wuluh berbentuk elips hingga seperti

torpedo dengan panjang 4 - 10 cm. Warna buah ketika muda yaitu hijau dengan sisa

kelopak bunga menempel diujungnya, sedangkan jika buah matang berwarna

kuning pucat. Karakteristik buah ini yaitu daging buah berair, sangat asam, kulit

buah berkilap tipis, bijinya kecil (6 mm), berbentuk pipih dan berwarna coklat, serta

tertutup lendir (Masripah, 2009 ; Mario, 2011).

11

Buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak

menguap, fenol, flavonoid dan pektin (Zakaria, 2007). Susunan kimia yang

terkandung dalam belimbing wuluh yaitu asam amino, asam sitrat, fenolat, ion

kalium, gula serta vitamin dan mineral, juga terdiri dari serat, abu dan air (Ikram

dkk., 2009). Buah belimbing wuluh mengandung senyawa kimia yaitu asam format,

asam sitrat, asam askorbat (Vitamin C), saponin,tanin, glukosid, dan beberapa

mineral terutama kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalium

oksalat. Rasa asam belimbing wuluh terutama ditentukan oleh asam sitrat

(Marlianis, 2013). Belimbing wuluh mengandung kadar asam yang tinggi dengan

nilai pH 2 (Orwa dkk., 2009). Adapun kandungan asam organik pada belimbing

wuluh pada Tabel 2 dan kandungan gizi belimbing wuluh per 100 gram bahan

ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan Asam organik belimbing wuluh

No Asam Organik Satuan Jumlah

1. Asam Asetat mEq/100 g total padatan 1,6-1,9

2. Asam Sitrat mEq/100 g total padatan 92,6-133,8

3. Asam Format mEq/100 g total padatan 0,4-0,9

4. Asam Laktat mEq/100 g total padatan 0,4-1,2

5. Asam Oksalat mEq/100 g total padatan 5,5-8,9

Sumber : Subhadrabandhu (2001)

Tabel 3. Kandungan gizi belimbing wuluh (100 gram bahan segar)

No Komposisi Jumlah

1 Kalori (kal) 36

2 Air (%) 90

3 Protein (mg) 0,4

4 Lemak (g) 0,4

5 Krbohidrat (g) 8,8

6 Kalsium (mg) 4

7 Fosfor (mg) 12

8 Besi (mg) 1,1

9 Vitamin A (S.I) 170

10 Vitamin B1 (mg) 0,03

11 Vitamin C (mg) 35

Sumber : Maryani dan Lusi (2004)

12

2.4 Bahan Tambahan

Pembuatan fruit leather digunakan bahan tambahan seperti gum arab dan gula

sebagai komponen yang dapat menentukan kualitas dari fruit leather yang

dihasilkan.

2.4.1 Gum Arab

Gum arab adalah polimer alami yang sebagian besar penyusun polisakarida

netral atau sedikit asam. Gum arab memiliki pH yang netral 5 - 7 (Febryanto, 2008).

Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia s, di Sudan dan

Senegal. Berat molekul gum arab tinggi berkisar antara 250.000 hingga 1.000.000

dal yang mengandung kalsium, magnesium, dan potassium yang tinggi (Safitri,

2012). Pembuatan gum arab dengan cara dimurnikan melalui proses pengendapan

dengan menggunakan etanol dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen and

Churms, 1995 dalam Safitri, 2012). Jika gum arab terhidrolisis maka akan

menghasilkan arabinosa, galaktosa (dalam bentuk piranosa dan furanosa), ramnosa

dan asam glukoronat dan metil asam glukoronat (Almuslet, dkk., 2012). Komponen

gum arab dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen Gum Arab

Komponen Nilai (%)

Galaktosa 36,2 ± 2,3

Arabinosa 30,5 ± 3,5

Rhamnosa 13,0 ± 1,1

Asam glukoronik 19,5 ± 0,2

Protein 2,24 ± 0,15

Sumber : Setyawan (2007)

Gum arab terdiri dari campuran polisakarida dan glikoprotein yang memiliki

fungsi utama sebagai penstabil pada bahan pangan. Gum arab memiliki gugus

Arabino Galactoan Protein (AGP) dan Glikoprotein (GP) yang berfungsi sebagai

pengemulsi dan pengental. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu

13

kental dan tidak membentuk gel pada konsentrasi kepekaan yang biasa digunakan

(paling tinggi 50%). Selain itu, dapat memperbaiki tekstur produk fruit leather

menjadi lebih plastis. Tekstur akan semakin kokoh dengan penambahan gum arab

tersebut dengan penggunaan konsentrasi tertentu (Lubis, 2014).

Menurut Preaseptiannga (2016), gum arab dapat digunakan flavor, bahan

pengental, pembentuk lapisan tipis, pemantap emulsi serta menstabilkan,

mengentalkan atau merekatkan suatu makanan yang bercampur dengan air,

sehingga dapat membentuk cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen

pada waktu yang relatif lama. Penggunaan gum arab dapat juga sebagai bahan

pengental, pembentuk lapisan tipis, pemantap emulsi dan pengikatan air serta flavor

dan sering digunakan sebagai bahan pengikat untuk mencegah kerapuhan produk

yang memiliki kelembaban rendah (Historiasih, 2010). Gum arab tidak memiliki

warna, rasa dapat digunakan memperbaiki kekentalan atau viskositas, tekstur dalam

bentuk makanan. Selain itu, gum arab dapat mempertahankan flavor, warna dan

rasa dari bahan yang dikeringkan dengan pengering. Gum arab membentuk lapisan

yang dapat melapisi partikel flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi,

dan absorbsi air dari udara (Septiana, 2011).

Gum arab memiliki beberapa sifat yaitu kelarutan air yang tinggi, viskositas

yang rendah, larutan terkosentrasi relatif dengan hidrokoloid lainnya, memiliki

kemampuan emulsifier minyak dalam air. Sifat gum arab yaitu mudah larut ketika

diaduk dalam air dibandingkan hidrokoloid lainnya dan mempunyai sifat yang unik

jika dibandingkan dengan jenis gum lain. Gum arab membentuk larutan dengan

kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi

sampai 50%. Menurut Imeson (2010), gum arab stabil dalam larutan asam. pH

14

alami gum arab dari Acasia Senegal berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam

glukoronik. Emulsifikasi gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogen

(protein). Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.

Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun

lebih baik jika panas dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan karena gum

arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi

serta viskositas (Safitri, 2012).

Gambar 3. Struktur kimia gum arab

(Williams dan Phillips, 2004)

Gum arab dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan

kelarutan yaitu gum yang larut air (hidrofilik), dan gum yang tidak larut air

(hidrofobik). Gum arab yang bersifat hidrofilik dapat dilarutkan atau didispersikan

dalam air panas atau air dingin untuk meningkatkan viskositas larutan (Bertolini,

dkk., 2001). Gum arab larut sempurna dalam air, tetapi sangat lambat,

meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, tidak berwarna,

lengket, transparan, tidak larut dalam etanol dalam eter. Gum arab mempunyai daya

ikat yang lebih kuat dibandingkan hidrokoloid lain. Penggunaan bahan pengikat

yang terlalu banyak akan menghasilkan massa jaringan yang terlalu basah.

15

Sedangkan, kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya rekat yang lemah

(Parrott, 1971 dalam Indriani, 2008).

2.4.2 Gula

Gula merupakan bahan makanan dengan rasa manis dan dapat digunakan

untuk bahan pengawet makanan. Gula diperoleh dari tebu, air bunga kelapa, palem,

dan aren. Bentuk produk olahan yang menggunakan gula antara lain sari buah, selai,

jelly, dan manisan buah. Gula dengan konsentrasi tinggi (± 70%) dapat

menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Produk fruit leather dengan penambahan konsentrasi gula yang dapat diterima

dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20% (Absen, 2007). Gula berperan

dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan. Hal ini

disebabkan gula mempunyai daya larut yang tinggi, mengikat air yang ada sehingga

tidak tersedia untuk pertumbuhan mikrooganisme (Buckle, dkk., 2009).

Penggunaan gula bukan hanya sebagai pengawet dan rasa manis akan tetapi

juga dapat berfungsi sebagai pemberi cita rasa, pemberi warna, dan pengkilap

pemurkaan. Konsentrasi gula berpengaruh terhadap kadar air dan tekstur produk

pangan. Gula memiliki sifat higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri

akan dehidrasi dan mati. Gula yang dipanaskan bersama protein akan bereaksi

membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap menyerupai karamel dalam hal

warna, bau dan rasa. Bila terus dipanaskan maka gumpalan-gumpalan itu akan

berubah menjadi hitam dan tidak dapat terlarut (Ernie dan Lesttari, 2002).

Gula dalam fruit leather bertujuan untuk mengikat air sehingga akan

mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk fruit leather yang dihasilkan.

Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentelan gel terbentuk. Gula akan

16

meningkatkan kekentelan dikarenakan gula akan memerangkap air. Jika air dalam

bahan pangan terperangkap maka air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba

atau aw menjadi rendah, hal ini yang menjadikan produk awet (Shin, dkk., 2002).

2.5 Proses Pembuatan Fruit Leather

Proses pembuatan fruit leather dimulai dengan melakukan perlakuan

pendahuluan pada bahan baku yang digunakan. Jika menggunakan buah yang

mudah mengalami pencoklatan, maka perlu dilakukan proses blancing, setelah itu

dilakukan penghancuran dan pencampuran dengan bahan lain, seperti gula dan

penstabil. Selanjutnya, dilakukan proses pemasakan pada 80oC selama 2 menit dan

pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50oC selama 48 jam.

Menurut Rini, dkk., (2016) terdapat beberapa tahapan pembuatan fruit leather

adalah sebagai berikut :

1. Persiapan bahan baku

Pada tahapan ini, bahan baku utama pembuatan fruit leather (buah) disortasi

berdasarkan ukuran maupun warnanya. Tahap sortasi bertujuan untuk

memisahkan buah yang sudah busuk. Setelah buah disortasi, dilakukan

pencucian dengan air mengalir. Proses pencucian ini bertujuan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang masih terikut. Pengupasan dilakukan

untuk memisahkan kulit dari bagian lainnya (Winarti, 2008)

2. Penghancuran

Daging buah yang telah dicuci dan dikupas, kemudian dimasukkan ke dalam

blender dan ditambahkan air dengan perbandingan yang telah ditentukan.

Penambahan air bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran. Proses

17

penghancuran dilakukan sampai daging buah halus. Proses penghancuran ini

bertujuan untuk mengurangi endapan pada bubur buah yang dihasilkan.

3. Pencampuran

Bubur buah yang dihasilkan kemudian ditambahkan komponen penting lain

seperti gula, bahan penstabil (hidrokoloid) dengan konsentrasi tertentu dan

asam. Pencampuran ini bertujuan untuk membentuk konsistensi baik pada

produk fruit leather yang dihasilkan. Proses ini dilakukan sampai semua

bahan tercampur merata (homogen).

4. Pemasakan

Proses pemasakan dilakukan pada suhu 70 – 80oC selama 2 menit, bertujuan

untuk menonaktifkan mikroorganisme yang mampu mengakibatkan

kerusakan pada kondisi penyimpanan normal. Menurut Winarti (2008),

pemanasan dilakukan pada suhu 80oC karena pada suhu tersebut gel pektin

mulai.

5. Penambahan bahan tambahan

Bahan tambahan yang dicampurkan pada proses pembuatan selai adalah

pektin atau hidrokoloid lain, gula dan asam sitrat. Menurut (Cahyadi, 2008)

bahan berfungsi untuk memperbaiki kualitas selai yang dihasilkan.

6. Pengeringan

Setelah dimasak, adonan dimasukkan ke dalam loyang dan dikeringkan.

Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC

selama 48 jam atau menggunakan cabinet dryer pada suhu 45 ± 3oC selama

18 jam. Selama proses pengeringan dilakukan pembalikan sebanyak 2 kali

(Winarti, 2008).

18

7. Pemotongan

Fruit leather yang telah kering dipotong dengan ukuran 5 x 3 cm dengan

ketebalan 2 - 3 mm. Proses ini bertujuan agar produk akhir yang dihasilkan

memiliki bentuk yang sama rata dengan yang lain. Proses pemotongan ini

sangat berpengaruh pada analisa yang lakukan.

8. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan

normal di sekeliling yang secara tidak langsung dapat menyebabkan

kerusakan. Pengemasan biasa dilakukan dengan menggunakan plastik.

2.6 Penelitian Terkait

Penentuan mutu fruit leather pepaya dan belimbing wuluh pada penelitian ini

mengacu pada beberapa penelitian pembuatan fruit leather yang telah dilakukan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan

hidrokoloid dapat memperbaiki tekstur fruit leather yang dihasilkan. Salah satu

hidrokoloid yang dapat digunakan adalah gum arab. Penelitian oleh Kamaluddin

dan Handayani (2018), pengaruh perbedaan jenis hidrokoloid terhadap karakteristik

fruit leather pepaya metode kabinet dengan perlakuan yaitu konsentrasi bahan

penstabil (gum arab, CMC, dan agar-agar sebanyak 1%. Hasil penelitian diperoleh

fruit leather pepaya dengan penambahan gum arab 1% paling banyak disukai

panelis dengan nilai pH 2,99, kadar air 27,15%, kadar vitamin C 1,72 mg/100 gram,

kadar total asam tertitrasi 9,38%, total padatan terlarut 8,11oBrix, skor warna 3,02,

skor aroma 2,65, skor tekstur 3,10, dan skor rasa 3,25. Oleh sebab itu, pada

penelitian ini akan digunakan hidrokoloid gum arab sebagai pembentuk tekstur dan

mengikat air fruit leather pepaya dan belimbing wuluh.

19

Perbandingan bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah 90%

untuk bubur pepaya : 10% bubur belimbing wuluh. perbandingan bubur pepaya

dan belimbing wuluh tersebut merupakan perbandingan terbaik yang diperoleh

pada penelitian oleh Rini, Nainggolan dan Ridwansyah (2016), pengaruh

perbandingan bubur buah sirsak (Annona muricata L.) dengan bubur bit (Beta

vulgaris) dan konsentrasi gum arab terhadap mutu fruit leather dengan perlakuan 1

yaitu perbandingan bubur sirsak : bubur buah bit (90% : 10%, 80% : 20%, 70% :

30%, 60% : 40%, dan 50% : 50%) dan perlakuan 2 yaitu konsentrasi gum arab

(0,8%, 1,0%, dan 1,2%). Hasil penelitian diperoleh produk fruit leather yang

bermutu baik dari nilai gizi dan nilai organoleptik adalah perlakuan perbandingan

90% : 10% dengan hasil kadar air 10,82%, kadar vitamin C 22,18 mg/100 gram,

total padatan terlarut 56,16oBrix, kadar serat pangan 2,93%, total asam 0,44%,

kadar abu 0,62%, nilai skor warna 4,23, rasa 4,32, tekstur 2,65, dan aroma 2,85.

Kisaran konsentrasi yang dipakai yaitu mengacu pada konsentrasi yang telah

digunakan pada penelitian oleh Prasetyowati, Widowati, dan Nursiwi (2014),

pengaruh penambahan gum arab terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris

fruit leather nanas (Ananas comosus L.) dan wortel (Daucus carota) dengan

perlakuan konsentrasi gum arab (0%, 0,3%, 0,6%, 0,9%). Hasil penelitian diperoleh

penambahan konsentrasi gum arab 0,6% dengan nilai kuat tarik 2,32 N, kadar air

12,92%, kadar abu 2,35%, aktivitas air 0,37, kadar serat pangan 3,47%,

karakteristik warna 3,70, aroma 3,36, rasa 3,63, tekstur 3,03, dan overall 3,70

(keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat

suka).

20

Konsentrasi gum arab mengacu juga pada penelitian Praseptiangga, Aviany,

dan Parnanto (2016), pengaruh penambahan gum arab terhadap karakteristik

fisikokimia dan sensoris fruit leather Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan

perlakuan konsentrasi gum arab (0%, 0,3%, 0,6%, dan 0,9%). Hasil penilitian

diperoleh kesukaan terbaik yaitu fruit leather nangka dengan penambahan gum arab

0,9% dengan hasil kuat tarik 5,99 N, kadar air 9,82% (% wb), Kadar abu 2,01% (%

wb), Gula reduksi 19,24% (% wb), aktivitas air 0,37, serat pangan 6,59% (% wb),

karakteristik sensoris warna 3,33, aroma 3,67, rasa 3,90, tekstur 3,20, dan overall

3,73 (keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 =

sangat suka).