4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fruit Leather Fruit leather ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fruit Leather Fruit leather ...
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fruit Leather
Fruit leather merupakan produk yang belum begitu dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia, namun di luar negeri seperti Amerika dan India produk ini
telah berkembang pesat dan menjadi salah satu alternatif untuk pengawetan buah-
buahan dengan cita rasa khas dari buah aslinya yang digemari oleh masyarakat
(Rini dkk., 2016). Fruit leather adalah produk manisan semi basah berasal dari
daging buah yang dihancurkan dan dikeringkan yang mempunyai kelebihan yaitu
masa simpan yang cukup lama, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung
didalam produk tidak banyak berubah (Robinson, 2012). Produk ini berbentuk
lembaran tipis seperti kulit buah dengan tekstur yang plastis, kenyal, rasa yang
manis, masih memiliki cita rasa khas buah yang digunakan dan dapat digulung
(Puspasari dkk, 2005).
Kriteria fruit leather yang sesuai berdasarkan SNI (Standar Nasional
Indonesia) antara lain kadar air maksimal 25%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur
plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap serta mempunyai warna,
aroma dan cita rasa yang khas dari jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku
(Nurlaely, 2002). Pengawetan fruit leather tergantung pada kadar air sebesar 15%
– 25%, asam alami pada buah dan kandungan gula yang tinggi. Fruit leather
memiliki umur simpan hingga 9 bulan jika dikeringkan dan dikemas dengan benar
(FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), 2007).
Karakteristik bahan baku fruit leather adalah buah-buahan yang memiliki
kandungan pektin yang tinggi. Kandungan pektin pada buah umumnya tinggi pada
saat buah mengkal dan menurun pada saat buah matang penuh dan lewat matang.
5
Pektin sebagai pembentuk utama tekstur dan kelenturan fruit leather karena pektin
akan mempengaruhi kelenturan fruit leather melalui pembentukan gel (Putri dkk.,
2016). Buah yang dijadikan fruit leather tidak harus terlalu masak, karena jika
terlalu masak maka tekstur buah akan lembek. Buah yang kurang tua atau masih
mentah akan menghasilkan produk fruit leather yang kurang manis dan keras (Raab
dan Oehler, 2002).
Fruit leather dapat dijadikan sebagai bentuk olahan komersial dalam skala
industri dengan cara yang mudah yaitu dengan menghancurkan buah menjadi puree
dan mengeringkannya. Pengeringan ini bisa dilakukan dengan penjemuran atau
menggunakan alat pengering dengan suhu panas 50 - 60oC (Raab dan Oehler, 2000).
Pembuatan fruit leather biasanya menggunakan bahan tambahan yaitu gula, asam
sitrat dan gum arab. Gula berfungsi untuk mengikat air sehingga semakin tinggi air
yang terikat dengan bahan, menyebabkan pemanasan yang dilakukan akan semakin
sulit untuk menguapkan air yang terikat ini. Penambahan konsentrasi gula yang
dapat diterima dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20%. Adanya
penambahan gula ini mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk fruit leather
yang dihasilkan (Absen, 2007). Asam sitrat bertujuan untuk membantu proses
pembantukan gel. Penambahan asam sitrat pada produk fruit leather jumlahnya
dapat beragam yaitu berkisar 0,1%-0,3%. Penambahan ini bergantung pada bahan
baku buah yang digunakan (Sidi dkk, 2014). Penambahan hidrokoloid bertujuan
untuk membentuk karakteristik terutama tekstur yang diinginkan. Selain itu,
berfungsi sebagai bahan pembentuk gel yang mampu mengikat molekul air,
sehingga meningkatkan tekstur yang diinginkan pada produk (Rascon dkk, 2012).
6
Tekstur, warna, aroma dan rasa fruit leather sangat dipengaruhi oleh sifat
dasar buah dan konsentrasi gula yang digunakan dalam proses pengolahannya.
Tekstur fruit leather sangat dipengaruhi oleh kandungan pektin dari buah
sedangkan warnanya dipengaruhi oleh pigmen dalam daging buah dan kandungan
gula yang ada pada buah serta konsentrasi gula yang digunakan dalam pembuatan
fruit leather (Winarti dkk, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas fruit
leather yang dihasilkan adalah jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku,
konsentrasi sukrosa yang ditambahkan, jenis bahan penstabil yang digunakan, suhu
pengeringan dan waktu pengeringan.
2.2 Pepaya California
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah
tropis berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman pepaya di Indonesia banyak dijumpai
pada beberapa daerah mulai dari Sabang hingga Marauke. Genus yang paling
banyak ditanam dan dikenal di Indonesia adalah Carica linn (Krishna dkk., 2008).
Taksonomi tanaman pepaya menurut Erica (2012) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Dilleniidae
Ordo : Viovales
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
7
Buah pepaya memiliki bentuk bulat hingga memanjang dengan ujung buah
yang meruncing. Warna buah pepaya ketika muda berwarna hijau gelap dan setelah
matang berwarna kuning dengan bercak hijau muda. Daging buah berasal dari
karpela yang menebal berwarna kuning, oranye hingga merah tergantung pada
varietas. Bagian tengah buah pepaya berongga dengan biji buah berwarna hitam
dan terbungkus lapisan berlendir (pulp) berfungsi untuk mencegah dari kekeringan.
Biji-biji yang berasal dari bagian tengah buah pada usahatani digunakan untuk
ditanam kembali (Seftiana, 2010). Pepaya termasuk buah klimaterik yang berarti
adanya peningkatan respirasi sejalan dengan produksi etilen kemudian setelah
mencapai titik puncak respirasi akan menurun.
Kematangan buah pepaya ditentukan oleh perubahan warna kulit buahnya,
kematangan buah dipanen tidak mempengaruhi fisik buah, sedangkan karakter
kimia buah yang dipengaruhi oleh kematangan buah saat dipanen adalah kandungan
padatan terlarut dan vitamin C buah. Pada saat proses pemasakan, buah mengalami
banyak perubahan fisik dan kimia setelah panen yang menentukan mutu buah untuk
dikonsumsi (Suketi, dkk,, 2010).
Buah pepaya memiliki banyak varietas yang didasarkan pada bentuk, warna,
dan tekstur buah. Pepaya California merupakan hasil pemuliaan tanaman dari pusat
kajian buah-buahan tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB), dengan nama
IPB-9 atau Calina. Pepaya ini berukuran kecil berbentuk lonjong dengan bobot rata-
rata 1,3 kg per buah. Tanaman pepaya California dapat tumbuh subur sepanjang
tahun (tanpa mengenal musim) di Indonesia (Anton, 2011).
8
Gambar 1. Pepaya California
(Dokumentasi Pribadi)
Pepaya California adalah varietas pepaya baru yang saat ini sangat digemari
para petani karena memiliki keunggulan yaitu rasanya lebih manis, daya simpan
lebih tahan lama, dan bisa dipanen lebih cepat dibandingkan varietas lain. Selain
itu, pepaya California memiliki ukuran tidak terlalu besar, kulit buah lebih halus
dan mengkilat. Pohon Pepaya California dapat dipanen setelah berumur sembilan
bulan, dan dalam satu bulan dipanen sampai delapan kali (Purba, 2008). Pepaya
California termasuk jenis unggul dan berumur genjah yang memiliki keunggulan
antara lain buah tidak terlalu besar dengan ukuran 0,8 kg - 2 kg/buah, berkulit tebal,
berbentuk lonjong, buah matang berwarna oranye kemerah, rasanya manis, daging
buahnya kenyal dan tebal (BPTP Jawa Tengah, 2012). Pepaya California memiliki
sifat yaitu tingkat kemanisan berkisar antara 10,1oBrix - 11,2oBrix (Siregar dkk.,
2013).
Buah pepaya mengandung vitamin A, vitamin B9, vitamin C, vitamin E,
mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi dan kalsium (Ramdani dkk., 2013).
Selain itu, mengandung senyawa fitokimia seperti polisakarida, enzim protein,
alkaloid, glikosid, lemak, pektin, saponin dan flavonoid (Krisnha dkk., 2007). Tiap
100 gram pepaya mengandung 0,7 gram serat, 0,5 g abu, 0,003 mg tiamin, 0,5 mg
niasin, dan 0,004 riboflavin (Fatria, 2014). Selain itu, mengandung 793,83 ± 5,74
9
μg beta karoten 779,69 ± 5,55 μg likopen dan 70,37 ± 5,74 μg asam askorbat
(vitamin C). Buah pepaya memiliki kandungan pektin sebanyak 0,73% – 0,99%
(Ikram dkk., 2016). Menurut penelitian dari Anggaraeni (2012) pepaya memiliki
kandungan pektin sebanyak 1,32 gram per 70,6 gram. Kandungan zat gizi buah
pepaya masak dan mentah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Pepaya Matang (100 gram) No Zat Gizi Pepaya Matang
1 Energi (kkal) 46
2 Lemak (g) 0,5
3 Protein (g) 0
4 Karbohidrat (g) 12,2
5 Kalsium (mg) 23
6 Fosfor (mg) 12
7 Besi (mg) 1,7
8 Vitamin A (SI) 365
9 Vitamin B1 (mg) 0,04
10 Vitamin C (mg) 78
11 Air (g) 86,7
Sumber : Kalie (2007)
2.3 Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies belimbing (Averrhoa) yang
berasal dari kepulauan Maluku dan biasa disebut belimbing asam. Belimbing wuluh
ini, tanaman yang banyak tumbuh dipekarangan rumah atau tumbuh secara liar di
ladang dan hutan yang hidup pada ketinggian 5 - 500 meter diatas permukaan laut
mdpl (Yuniarti, 2008). Taksonomi tanaman belimbing wuluh menurut Qurratu
(2008) dapat diklasifikasikan belimbing wuluh sebagai berikut :
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Roidae
Ordo : Geraiales
Famili : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
10
Genus : Averrhoa
Spesies : Avverhoa blimbi L.
Gambar 2. Belimbing Wuluh
(Dokumentasi Pribadi)
Belimbing wuluh belum banyak dimanfaatkan secara optimal walapun
ketersediannya cukup banyak di Indonesia. Belimbing wuluh digunakan sebagai
bumbu masakan atau bahan pembuatan pembuatan jamu tradisional. Rasa asam
pada buah ini sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan
jamu (Qurrotu, 2008).
Tanaman belimbing wuluh mudah tumbuh dan berkembang biak melalui
cangkok atau persemaian biji. Pohon dapat mulai berbuah jika ditanam dengan biji
selama 3 – 4 tahun. Buah yang dihasilkan dapat mencapai 1.500 buah/tahun (Mario,
2011). Pohon belimbing dapat tumbuh pada ketinggian mencapai 5 - 10 meter.
Batang utama pendek, bergelombang atau tidak rata, cabang yang rendah dan
sedikit (Masripah, 2009). Buah belimbing wuluh berbentuk elips hingga seperti
torpedo dengan panjang 4 - 10 cm. Warna buah ketika muda yaitu hijau dengan sisa
kelopak bunga menempel diujungnya, sedangkan jika buah matang berwarna
kuning pucat. Karakteristik buah ini yaitu daging buah berair, sangat asam, kulit
buah berkilap tipis, bijinya kecil (6 mm), berbentuk pipih dan berwarna coklat, serta
tertutup lendir (Masripah, 2009 ; Mario, 2011).
11
Buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak
menguap, fenol, flavonoid dan pektin (Zakaria, 2007). Susunan kimia yang
terkandung dalam belimbing wuluh yaitu asam amino, asam sitrat, fenolat, ion
kalium, gula serta vitamin dan mineral, juga terdiri dari serat, abu dan air (Ikram
dkk., 2009). Buah belimbing wuluh mengandung senyawa kimia yaitu asam format,
asam sitrat, asam askorbat (Vitamin C), saponin,tanin, glukosid, dan beberapa
mineral terutama kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalium
oksalat. Rasa asam belimbing wuluh terutama ditentukan oleh asam sitrat
(Marlianis, 2013). Belimbing wuluh mengandung kadar asam yang tinggi dengan
nilai pH 2 (Orwa dkk., 2009). Adapun kandungan asam organik pada belimbing
wuluh pada Tabel 2 dan kandungan gizi belimbing wuluh per 100 gram bahan
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Kandungan Asam organik belimbing wuluh
No Asam Organik Satuan Jumlah
1. Asam Asetat mEq/100 g total padatan 1,6-1,9
2. Asam Sitrat mEq/100 g total padatan 92,6-133,8
3. Asam Format mEq/100 g total padatan 0,4-0,9
4. Asam Laktat mEq/100 g total padatan 0,4-1,2
5. Asam Oksalat mEq/100 g total padatan 5,5-8,9
Sumber : Subhadrabandhu (2001)
Tabel 3. Kandungan gizi belimbing wuluh (100 gram bahan segar)
No Komposisi Jumlah
1 Kalori (kal) 36
2 Air (%) 90
3 Protein (mg) 0,4
4 Lemak (g) 0,4
5 Krbohidrat (g) 8,8
6 Kalsium (mg) 4
7 Fosfor (mg) 12
8 Besi (mg) 1,1
9 Vitamin A (S.I) 170
10 Vitamin B1 (mg) 0,03
11 Vitamin C (mg) 35
Sumber : Maryani dan Lusi (2004)
12
2.4 Bahan Tambahan
Pembuatan fruit leather digunakan bahan tambahan seperti gum arab dan gula
sebagai komponen yang dapat menentukan kualitas dari fruit leather yang
dihasilkan.
2.4.1 Gum Arab
Gum arab adalah polimer alami yang sebagian besar penyusun polisakarida
netral atau sedikit asam. Gum arab memiliki pH yang netral 5 - 7 (Febryanto, 2008).
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia s, di Sudan dan
Senegal. Berat molekul gum arab tinggi berkisar antara 250.000 hingga 1.000.000
dal yang mengandung kalsium, magnesium, dan potassium yang tinggi (Safitri,
2012). Pembuatan gum arab dengan cara dimurnikan melalui proses pengendapan
dengan menggunakan etanol dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen and
Churms, 1995 dalam Safitri, 2012). Jika gum arab terhidrolisis maka akan
menghasilkan arabinosa, galaktosa (dalam bentuk piranosa dan furanosa), ramnosa
dan asam glukoronat dan metil asam glukoronat (Almuslet, dkk., 2012). Komponen
gum arab dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komponen Gum Arab
Komponen Nilai (%)
Galaktosa 36,2 ± 2,3
Arabinosa 30,5 ± 3,5
Rhamnosa 13,0 ± 1,1
Asam glukoronik 19,5 ± 0,2
Protein 2,24 ± 0,15
Sumber : Setyawan (2007)
Gum arab terdiri dari campuran polisakarida dan glikoprotein yang memiliki
fungsi utama sebagai penstabil pada bahan pangan. Gum arab memiliki gugus
Arabino Galactoan Protein (AGP) dan Glikoprotein (GP) yang berfungsi sebagai
pengemulsi dan pengental. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu
13
kental dan tidak membentuk gel pada konsentrasi kepekaan yang biasa digunakan
(paling tinggi 50%). Selain itu, dapat memperbaiki tekstur produk fruit leather
menjadi lebih plastis. Tekstur akan semakin kokoh dengan penambahan gum arab
tersebut dengan penggunaan konsentrasi tertentu (Lubis, 2014).
Menurut Preaseptiannga (2016), gum arab dapat digunakan flavor, bahan
pengental, pembentuk lapisan tipis, pemantap emulsi serta menstabilkan,
mengentalkan atau merekatkan suatu makanan yang bercampur dengan air,
sehingga dapat membentuk cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen
pada waktu yang relatif lama. Penggunaan gum arab dapat juga sebagai bahan
pengental, pembentuk lapisan tipis, pemantap emulsi dan pengikatan air serta flavor
dan sering digunakan sebagai bahan pengikat untuk mencegah kerapuhan produk
yang memiliki kelembaban rendah (Historiasih, 2010). Gum arab tidak memiliki
warna, rasa dapat digunakan memperbaiki kekentalan atau viskositas, tekstur dalam
bentuk makanan. Selain itu, gum arab dapat mempertahankan flavor, warna dan
rasa dari bahan yang dikeringkan dengan pengering. Gum arab membentuk lapisan
yang dapat melapisi partikel flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi,
dan absorbsi air dari udara (Septiana, 2011).
Gum arab memiliki beberapa sifat yaitu kelarutan air yang tinggi, viskositas
yang rendah, larutan terkosentrasi relatif dengan hidrokoloid lainnya, memiliki
kemampuan emulsifier minyak dalam air. Sifat gum arab yaitu mudah larut ketika
diaduk dalam air dibandingkan hidrokoloid lainnya dan mempunyai sifat yang unik
jika dibandingkan dengan jenis gum lain. Gum arab membentuk larutan dengan
kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi
sampai 50%. Menurut Imeson (2010), gum arab stabil dalam larutan asam. pH
14
alami gum arab dari Acasia Senegal berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam
glukoronik. Emulsifikasi gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogen
(protein). Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.
Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun
lebih baik jika panas dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan karena gum
arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi
serta viskositas (Safitri, 2012).
Gambar 3. Struktur kimia gum arab
(Williams dan Phillips, 2004)
Gum arab dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan
kelarutan yaitu gum yang larut air (hidrofilik), dan gum yang tidak larut air
(hidrofobik). Gum arab yang bersifat hidrofilik dapat dilarutkan atau didispersikan
dalam air panas atau air dingin untuk meningkatkan viskositas larutan (Bertolini,
dkk., 2001). Gum arab larut sempurna dalam air, tetapi sangat lambat,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, tidak berwarna,
lengket, transparan, tidak larut dalam etanol dalam eter. Gum arab mempunyai daya
ikat yang lebih kuat dibandingkan hidrokoloid lain. Penggunaan bahan pengikat
yang terlalu banyak akan menghasilkan massa jaringan yang terlalu basah.
15
Sedangkan, kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya rekat yang lemah
(Parrott, 1971 dalam Indriani, 2008).
2.4.2 Gula
Gula merupakan bahan makanan dengan rasa manis dan dapat digunakan
untuk bahan pengawet makanan. Gula diperoleh dari tebu, air bunga kelapa, palem,
dan aren. Bentuk produk olahan yang menggunakan gula antara lain sari buah, selai,
jelly, dan manisan buah. Gula dengan konsentrasi tinggi (± 70%) dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Produk fruit leather dengan penambahan konsentrasi gula yang dapat diterima
dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20% (Absen, 2007). Gula berperan
dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan. Hal ini
disebabkan gula mempunyai daya larut yang tinggi, mengikat air yang ada sehingga
tidak tersedia untuk pertumbuhan mikrooganisme (Buckle, dkk., 2009).
Penggunaan gula bukan hanya sebagai pengawet dan rasa manis akan tetapi
juga dapat berfungsi sebagai pemberi cita rasa, pemberi warna, dan pengkilap
pemurkaan. Konsentrasi gula berpengaruh terhadap kadar air dan tekstur produk
pangan. Gula memiliki sifat higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri
akan dehidrasi dan mati. Gula yang dipanaskan bersama protein akan bereaksi
membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap menyerupai karamel dalam hal
warna, bau dan rasa. Bila terus dipanaskan maka gumpalan-gumpalan itu akan
berubah menjadi hitam dan tidak dapat terlarut (Ernie dan Lesttari, 2002).
Gula dalam fruit leather bertujuan untuk mengikat air sehingga akan
mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk fruit leather yang dihasilkan.
Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentelan gel terbentuk. Gula akan
16
meningkatkan kekentelan dikarenakan gula akan memerangkap air. Jika air dalam
bahan pangan terperangkap maka air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba
atau aw menjadi rendah, hal ini yang menjadikan produk awet (Shin, dkk., 2002).
2.5 Proses Pembuatan Fruit Leather
Proses pembuatan fruit leather dimulai dengan melakukan perlakuan
pendahuluan pada bahan baku yang digunakan. Jika menggunakan buah yang
mudah mengalami pencoklatan, maka perlu dilakukan proses blancing, setelah itu
dilakukan penghancuran dan pencampuran dengan bahan lain, seperti gula dan
penstabil. Selanjutnya, dilakukan proses pemasakan pada 80oC selama 2 menit dan
pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50oC selama 48 jam.
Menurut Rini, dkk., (2016) terdapat beberapa tahapan pembuatan fruit leather
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan bahan baku
Pada tahapan ini, bahan baku utama pembuatan fruit leather (buah) disortasi
berdasarkan ukuran maupun warnanya. Tahap sortasi bertujuan untuk
memisahkan buah yang sudah busuk. Setelah buah disortasi, dilakukan
pencucian dengan air mengalir. Proses pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih terikut. Pengupasan dilakukan
untuk memisahkan kulit dari bagian lainnya (Winarti, 2008)
2. Penghancuran
Daging buah yang telah dicuci dan dikupas, kemudian dimasukkan ke dalam
blender dan ditambahkan air dengan perbandingan yang telah ditentukan.
Penambahan air bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran. Proses
17
penghancuran dilakukan sampai daging buah halus. Proses penghancuran ini
bertujuan untuk mengurangi endapan pada bubur buah yang dihasilkan.
3. Pencampuran
Bubur buah yang dihasilkan kemudian ditambahkan komponen penting lain
seperti gula, bahan penstabil (hidrokoloid) dengan konsentrasi tertentu dan
asam. Pencampuran ini bertujuan untuk membentuk konsistensi baik pada
produk fruit leather yang dihasilkan. Proses ini dilakukan sampai semua
bahan tercampur merata (homogen).
4. Pemasakan
Proses pemasakan dilakukan pada suhu 70 – 80oC selama 2 menit, bertujuan
untuk menonaktifkan mikroorganisme yang mampu mengakibatkan
kerusakan pada kondisi penyimpanan normal. Menurut Winarti (2008),
pemanasan dilakukan pada suhu 80oC karena pada suhu tersebut gel pektin
mulai.
5. Penambahan bahan tambahan
Bahan tambahan yang dicampurkan pada proses pembuatan selai adalah
pektin atau hidrokoloid lain, gula dan asam sitrat. Menurut (Cahyadi, 2008)
bahan berfungsi untuk memperbaiki kualitas selai yang dihasilkan.
6. Pengeringan
Setelah dimasak, adonan dimasukkan ke dalam loyang dan dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC
selama 48 jam atau menggunakan cabinet dryer pada suhu 45 ± 3oC selama
18 jam. Selama proses pengeringan dilakukan pembalikan sebanyak 2 kali
(Winarti, 2008).
18
7. Pemotongan
Fruit leather yang telah kering dipotong dengan ukuran 5 x 3 cm dengan
ketebalan 2 - 3 mm. Proses ini bertujuan agar produk akhir yang dihasilkan
memiliki bentuk yang sama rata dengan yang lain. Proses pemotongan ini
sangat berpengaruh pada analisa yang lakukan.
8. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan
normal di sekeliling yang secara tidak langsung dapat menyebabkan
kerusakan. Pengemasan biasa dilakukan dengan menggunakan plastik.
2.6 Penelitian Terkait
Penentuan mutu fruit leather pepaya dan belimbing wuluh pada penelitian ini
mengacu pada beberapa penelitian pembuatan fruit leather yang telah dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan
hidrokoloid dapat memperbaiki tekstur fruit leather yang dihasilkan. Salah satu
hidrokoloid yang dapat digunakan adalah gum arab. Penelitian oleh Kamaluddin
dan Handayani (2018), pengaruh perbedaan jenis hidrokoloid terhadap karakteristik
fruit leather pepaya metode kabinet dengan perlakuan yaitu konsentrasi bahan
penstabil (gum arab, CMC, dan agar-agar sebanyak 1%. Hasil penelitian diperoleh
fruit leather pepaya dengan penambahan gum arab 1% paling banyak disukai
panelis dengan nilai pH 2,99, kadar air 27,15%, kadar vitamin C 1,72 mg/100 gram,
kadar total asam tertitrasi 9,38%, total padatan terlarut 8,11oBrix, skor warna 3,02,
skor aroma 2,65, skor tekstur 3,10, dan skor rasa 3,25. Oleh sebab itu, pada
penelitian ini akan digunakan hidrokoloid gum arab sebagai pembentuk tekstur dan
mengikat air fruit leather pepaya dan belimbing wuluh.
19
Perbandingan bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah 90%
untuk bubur pepaya : 10% bubur belimbing wuluh. perbandingan bubur pepaya
dan belimbing wuluh tersebut merupakan perbandingan terbaik yang diperoleh
pada penelitian oleh Rini, Nainggolan dan Ridwansyah (2016), pengaruh
perbandingan bubur buah sirsak (Annona muricata L.) dengan bubur bit (Beta
vulgaris) dan konsentrasi gum arab terhadap mutu fruit leather dengan perlakuan 1
yaitu perbandingan bubur sirsak : bubur buah bit (90% : 10%, 80% : 20%, 70% :
30%, 60% : 40%, dan 50% : 50%) dan perlakuan 2 yaitu konsentrasi gum arab
(0,8%, 1,0%, dan 1,2%). Hasil penelitian diperoleh produk fruit leather yang
bermutu baik dari nilai gizi dan nilai organoleptik adalah perlakuan perbandingan
90% : 10% dengan hasil kadar air 10,82%, kadar vitamin C 22,18 mg/100 gram,
total padatan terlarut 56,16oBrix, kadar serat pangan 2,93%, total asam 0,44%,
kadar abu 0,62%, nilai skor warna 4,23, rasa 4,32, tekstur 2,65, dan aroma 2,85.
Kisaran konsentrasi yang dipakai yaitu mengacu pada konsentrasi yang telah
digunakan pada penelitian oleh Prasetyowati, Widowati, dan Nursiwi (2014),
pengaruh penambahan gum arab terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris
fruit leather nanas (Ananas comosus L.) dan wortel (Daucus carota) dengan
perlakuan konsentrasi gum arab (0%, 0,3%, 0,6%, 0,9%). Hasil penelitian diperoleh
penambahan konsentrasi gum arab 0,6% dengan nilai kuat tarik 2,32 N, kadar air
12,92%, kadar abu 2,35%, aktivitas air 0,37, kadar serat pangan 3,47%,
karakteristik warna 3,70, aroma 3,36, rasa 3,63, tekstur 3,03, dan overall 3,70
(keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat
suka).
20
Konsentrasi gum arab mengacu juga pada penelitian Praseptiangga, Aviany,
dan Parnanto (2016), pengaruh penambahan gum arab terhadap karakteristik
fisikokimia dan sensoris fruit leather Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan
perlakuan konsentrasi gum arab (0%, 0,3%, 0,6%, dan 0,9%). Hasil penilitian
diperoleh kesukaan terbaik yaitu fruit leather nangka dengan penambahan gum arab
0,9% dengan hasil kuat tarik 5,99 N, kadar air 9,82% (% wb), Kadar abu 2,01% (%
wb), Gula reduksi 19,24% (% wb), aktivitas air 0,37, serat pangan 6,59% (% wb),
karakteristik sensoris warna 3,33, aroma 3,67, rasa 3,90, tekstur 3,20, dan overall
3,73 (keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 =
sangat suka).