2611.082 dengan judul “PERILAKU SOSIAL PENGAMEN ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 2611.082 dengan judul “PERILAKU SOSIAL PENGAMEN ...
ABSTRAK
Skripsi ini atas nama MUHAMMAD HARIZON, NIM : 2611.082
dengan judul “PERILAKU SOSIAL PENGAMEN JALANAN (Studi Kasus
Pada Pengamen Jalanan Kota Bukittinggi)”. Adapun gambaran secara umum
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan
menganalisis data perilaku sosial pengamen jalanan yang berada di kawasan
taman Jam Gadang dan terminal Aur Kuning Bukittinggi yang merupakan salah
satu kelompok orang yang menjadi pelaku sosial perkotaan. Tujuan dari penelitian
ini adalah mendapatkan data kongkrit serta akurat seputar perilaku sosial
pengamen jalanan untuk kepentingan skripsi dan memberikan sedikit gambaran
kepada para pembaca tentang bentuk-bentuk pola tingkah laku pengamen jalanan
kota Bukittinggi yang penulis jadikan sebagai subjek penelitian atau informan
kunci.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field
reseach). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (naturalistik), yaitu suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok. Penelitian ini bersifat partisipant observer yaitu
kegiatan penelitian yang langsung melibatkan kehadiran peneliti di lokasi
penelitian, dalam hal ini adalah kehadiran penulis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku sosial pengamen jalanan
dengan berpedoman kepada pengertian, faktor yang mempengaruhinya, bentuk-
bentuknya, karakteristik yang positif, faktor pembentuk, penetapan,
perkembangan sosial, maupun tipe-tipenya, serta hasil penelitian dilapangan dapat
penulis simpulkan bahwa perilaku sosial merupakan suatu rangsangan atau
stimulus yang berasal dari seorang individu yang diekspresikannya kepada orang
lain (diluar dirinya) untuk mendapatkan respon yang sesuai dengan rangsangan
yang ia berikan. Sementara itu, perilaku sosial pengamen jalanan merupakan suatu
stimulus perbuatan yang timbul dari pengamen jalanan untuk menjalin
komunikasi sosial dengan orang lain yang ada disekitarnya serta berbagai macam
bentuk tindakan sosial yang timbul dari diri mereka untuk diekspresikan kepada
orang lain (diluar dirinya) dan perilaku sosial pengamen jalanan dapat lahir dari
emosi dan pengaruh sikap yang datang kepada mereka.
Adanya berbagai tindakan, perbuatan, sikap, tingkah laku dan segala
aktivitas sosial yang dilakukan oleh pengamen jalanan tergantung serta
menyesuaikan kepada bagaimana pola lingkungan tempat ia berada karena
lingkungan merupakan faktor yang paling kuat dalam membentuk pola perilaku
sosial pengamen jalanan di kota Bukittinggi maupun kota lainnya juga faktor
lingkungan sangat berpengaruh besar dalam membentuk karakter kepribadian
pengamen jalanan kota Bukittinggi.
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN TIM PENGUJI
SURAT PERNYATAAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Batasan Masalah .............................................................................. 5
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
F. Penjelasan Judul............................................................................... 7
G. Sistematika Kepenulisan ................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 10
A. Perilaku Sosial ................................................................................ 10
1. Pengertian Perilaku Sosial.......................................................... 10
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial .............................. 13
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Sosial .................................................. 17
4. Karakteristik Perilaku Sosial yang Positif.................................. 26
5. Faktor Pembentuk Perilaku Sosial ............................................. 27
6. Penetapan Perilaku Sosial .......................................................... 28
7. Tipe-Tipe Perilaku Sosial ........................................................... 29
8. Perkembangan Sosial ................................................................. 30
B. Pengamen Jalanan ......................................................................... 32
1. Pengertian Pengamen Jalanan .................................................... 32
2. Sejarah Pengamen Jalanan ......................................................... 33
3. Perilaku Sosial Pengamen Jalanan ............................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 45
A. Jenis Penelitian ............................................................................... 38
B. Informan Penelitian ....................................................................... 40
1. Informan Kunci .......................................................................... 40
2. Informan Pendukung .................................................................. 41
C. Lokasi Penelitian ............................................................................ 41
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 41
1. Observasi .................................................................................... 41
2. Wawancara ................................................................................. 43
E. Teknik Analisa Data ...................................................................... 45
1. Reduksi Data .............................................................................. 45
2. Display Data ............................................................................... 46
3. Verifikasi Data ........................................................................... 46
F. Triangulasi Data ............................................................................. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 48
A. Profil Informan Penelitian ............................................................ 48
1. Profil Informan 1 .................................................................. 48
2. Profil Informan 2 .................................................................. 49
B. Perilaku Sosial Pengamen Jalanan ............................................... 49
1. Pemberani Secara Sosial ...................................................... 50
2. Berkuasa ............................................................................... 53
3. Berinisiatif ............................................................................ 54
4. Mandiri ................................................................................. 57
5. Kerjasama ............................................................................. 60
6. Agresif .................................................................................. 61
7. Suka Pamer atau Menonjolkan diri ...................................... 63
C. Peranan Pihak Terkait .................................................................. 66
1. Peraturan Daerah .................................................................. 66
2. Tindakan Petugas ................................................................. 67
3. Perilaku Sosial Sesuai Norma .............................................. 68
4. Perilaku Sosial Melanggar Norma ....................................... 69
5. Komunitas Pengamen Jalanan.............................................. 70
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 72
A. Kesimpulan ..................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................ 72
DAFTAR KEPUSTAKAAN .................................................................... 75
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Salah satu permasalahan sosial perkotaan adalah anak jalanan,
dimana keberadaan mereka sering dianggap sebagai pengemis dan
penimbul masalah. Tidak hanya dikota-kota besar, di kota kecil seperti
Bukittinggi juga tidak terlepas dari anak jalanan terlebih lagi kota
Bukittinggi merupakan salah satu kota pariwisata terbaik di Sumatera
Barat. Adapun cara-cara yang dilakukan mereka sangat beragam
diantaranya meminta uang kepada pengunjung, bernyanyi tanpa
menggunakan alat musik dan ada yang mengamen menggunakan alat
musik gitar, gendang, tamburin dan alat lainnya yang mereka buat sendiri.
Permasalahan yang sangat mendominasi dirasakan oleh remaja dari
dahulu hingga sekarang adalah masa mencari identitas diri. Perilaku sosial
pada diri remaja menjadi salah satu kekuatan penggerak. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai dan watak dasar seorang individu dalam
menjalani kehidupannya tidak berakar pada kecerdasan intelektualnya saja
melainkan juga terletak pada perkembangan perilaku sosialnya. Oleh
sebab itu, pengaruh perilaku sosial yang baik pada dirinya adalah untuk
mengendalikan hubungan sosial atau perasaan diri untuk menghadapi
lingkungan sekitar tempat ia berada, menentukan segala sesuatu dengan
baik, serta mampu lebih matang merencanakan segala keinginannya.
Sedangkan prilakunya terhadap orang lain, diantaranya mampu menjalin
kerjasama dengan baik, saling menghargai dan mampu memposisikan
dirinya (beradaptasi) di lingkungan dimana ia berada1.
Berbagai fenomena sosial yang terjadi ditengah-tengah masyarakat
perkotaan dewasa ini membuat perkembangan hubungan sosial semakin
mempengaruhi komunikasi antar pribadi yang terjadi pada individu.
Kondisi ini dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja,
tidak tertutup kemungkinan terjadi pada pengamen jalanan yang notabene
menjadi pelaku sosial di tengah hiruk pikuknya kehidupan sosial
perkotaan. Dalam kesehariannya tersebut pengamen jalanan melakukan
1 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung : Rosda Hude, 2009)
komunikasi dengan siapa saja, baik dengan orang yang lebih muda,
sebaya, maupun lebih tua dari mereka.
Pengamen jalanan merupakan orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan cara bernyanyi dengan memainkan alat musik di muka
umum dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan
imbalan uang atas apa yang mereka lakukan2. Keberadaan pengamen
jalanan merupakan salah satu masalah klasik berkepanjangan yang terjadi
di negara Indonesia sampai hari ini khususnya di kota Bukittinggi, mereka
melakukan aktivitas ini seolah hampir sama dengan aktivitas fakir miskin
dan anak terlantar yang meminta-minta kesana-kemari yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah sesuai dengan pasal 34 ayat (1) Undang-
Undang Dasar tahun 1945, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara”. Didirikannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) salah satu diantaranya adalah bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Disisi lain,
hingga sekarang masih maraknya masyarakat kalangan menengah
kebawah yang berada dalam keadaan fakir, miskin, anak terlantar, gepeng,
pemulung, pengamen jalanan dan masalah sosial lainnya yang sewaktu-
waktu mereka bisa saja akan menjadi gelandangan, pengemis, anak
jalanan, bahkan pengamen jalanan sekalipun3.
2 Anarita, Baseline Survei untuk Program Dukungan dan Pemberdayaan Anak Jalanan di
Perkotaan, (Bandung : Akatiga, Pusat Analisis Sosial, 2001) 3 Achmat Subekan, Fakir Miskin dan Anak-anak Terlantar Dipelihara oleh Negara,
(Jakarta : Kementerian Keuangan, 2014), hal. 1
Pada penelitian ini berfokus kepada perilaku sosial pengamen
jalanan di kota Bukittinggi. Berhubung secara geografis letak kota
Bukittinggi cukup luas untuk melakukan penelitian, maka penulis perlu
menyederhanakan lokasi penelitian yaitu di kawasan taman Jam Gadang
dan kawasan Terminal Aur Kuning Bukittinggi. Kegiatan mengamen di
jalanan yang mereka lakukan juga dipandang sebagai bentuk lain dari
mengemis yang sekarang dijadikan sebagai pekerjaan dengan maksud agar
tidak dipandang sebagai orang yang sekedar meminta-minta. Didalam
ajaran agama islam menjelaskan bahwa aktivitas meminta-minta
merupakan sebuah tindakan yang terlarang. Meminta dengan cara yang
baik saja dilarang apalagi meminta uang kepada orang lain dengan cara
memaksa, sebagaimana hadits Rasulullah SAW berikut yang artinya :
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA. Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa meinta-minta sedang ia dalam kecukupan, maka pada hari
kiamat ia akan datang dengan wajah penuh cakaran dan garukan”. (HR.
Ahmad I/388 dan Shahihul Jami’ 6255).
Sementara itu, firman Allah SWT. di dalam Al-Quran tidak
ditemukan larangan meminta-minta uang atau harta kepada manusia,
justru sebaliknya yaitu anjuran untuk berbuat baik seperti bersedekah,
berinfak, menyayangi fakir miskin dan sejenisnya, sebagaimana firman
Allah SWT berikut :
Artinya :
“Dan diantara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan, mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya
ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah
dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya,
maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih4.
Berdasarkan kegiatan observasi yang penulis lakukan, pengamen
jalanan di kota ini didominasi oleh remaja laki-laki, penulis mengamati
bahwa mereka selalu bertahan diri untuk mengamen, membela haknya,
berperilaku kurang sesuai dengan norma, tidak memiliki prinsip hidup,
kadang-kadang suka memerintah kepada anak yang lebih muda, kadang-
kadang berkelompok sesuai situasi dan kondisi, jarang menerima nasehat
atau dukungan orang lain, senang bersama orang-orang tertentu, kurang
bersahaja, kurang menjalin solidaritas antar sesama, pendendam, suka
bertengkar, berperilaku berlebihan, gesit dan proaktif, cenderung dijauhi
masyarakat khususnya pengunjung kota, penulis juga menemukan tutur
kata mereka yang kurang sopan, suka berkata kasar, mengganggu wanita
yang lewat.
Oleh karena itu, untuk lebih menyederhanakan penelitian, maka
penulis kemukakan judul skripsi ini yaitu “Perilaku Sosial Pengamen
Jalanan (Studi Kasus Pada Pengamen Jalanan Kota Bukittinggi)”.
B. Batasan Masalah.
4 QS Al-Luqman : 6-7, (Bogor : Penerbit Sabiq, 2009), hal 411
Agar lebih terarahnya penelitian ini penulis membatasi pokok
permasalaha dengan membatasi masalah yang dibahas yaitu “Bentuk-
bentuk Perilaku Sosial Pengamen Jalanan di Taman Jam Gadang dan
Terminal Aur Kuning kota Bukittinggi”.
C. Rumusan Masalah.
Penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana
Perilaku Sosial Pengamen Jalanan di Taman Jam Gadang dan Terminal
Aur Kuning kota Bukittinggi ?”.
D. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini adalah “Untuk mengetahui bentuk-
bentuk perilaku sosial pengamen jalanan di taman Jam Gadang dan
Terminal Aur Kuning kota Bukittinggi”.
E. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas terstruktur dalam
mencapai gelar kesarjanaan strata satu (S1) pada jurusan Bimbingan
Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
2. Sebagai sumbangsih penulis untuk kemajuan khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Bimbingan Konseling.
3. Untuk menambahkan koleksi literatur perpustakaan pribadi atau bahan
bacaan penulis dan perpustakaan kampus Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Bukittinggi.
4. Mengembangkan dan mengintegrasikan kemampuan penulis dalam
menulis karya ilmiah pada bidang keilmuan Bimbingan Konseling
khususnya tentang perilaku sosial pengamen jalanan di kota
Bukittinggi.
5. Agar para pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai
perilaku sosial pengamen jalanan di kota Bukittinggi.
6. Sebagai salah satu acuan oleh lembaga sosial atau pihak tertentu yang
berkaitan dengan permasalahan perilaku sosial pengamen jalanan di
kota Bukittinggi.
7. Sebagai salah satu bahan acuan atau pedoman oleh lembaga sosial
atau pihak tertentu dalam mengetahui perilaku sosial pengamen
jalanan di kota Bukittinggi.
F. Penjelasan Judul.
Agar pembaca dapat memahami secara jelas tentang masalah
penelitian, adapun penejelasan judul yang diangkat yaitu :
Perilaku Sosial : Perilaku sosial merupakan bagaimana seseorang
mempersepsikan orang lain dalam situasi sosial dan
bagaimana orang merespon terhadapnya5.
Pengamen Jalanan : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah kegiatan bermain musik dari satu tempat ke
tempat lain dengan mengharapkan imbalan sukarela
atas pertunjukan yang mereka suguhkan, namun
karya yang mereka suguhkan berbeda-beda baik dari
segi bentuk, kualitas maupun performanya6.
Kota Bukittinggi : Merupakan kota terbesar kedua di provinsi Sumatera
Barat. Kota ini pernah menjadi ibukota Indonesia
pada masa Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI), Provinsi Sumatera dan Provinsi
Sumatera Tengah. Secara de jure luas kota ini adalah
145,29 km2, mengacu kepada peraturan pemerintah
No. 84 tahun 1999. Namun secara de facto saat ini
Bukittinggi masih seluas 25,24 km2 karena sebagian
masyarakat kabupaten Agam menolak perluasan
wilayah tersebut. Kota Bukittinggi merupakan salah
5 Bimo Walgito, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2011), hal. 3
6Hoetomo, KBBI, (Surabaya : Mitra Pelajar, 2005)
satu pusat perdagangan grosir terbesar di pulau
Sumatera7.
G. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima BAB yang berisi
pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan
penutup dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab pertama berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas seputar landasan teori yang berisi pengertian
perilaku sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial, bentuk-
bentuk perlaku sosial, karakteristik perilaku sosial yang positif, faktor
pembentuk perilaku sosial, penetapan perilaku sosial, perkembangan
sosial, tipe-tipe perilaku sosial, pengertian pengamen jalanan, sejarah
pengamen jalanan, dan perilaku sosial pengamen jalanan.
Bab ketiga berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari jenis
penelitian, informan data, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik pengolahan dan analisa data, dan teknik menjamin keabsahan data.
Bab keempat merupakan hasil penelitian yang menjelaskan tentang
profil informan penelitian sebagai informan kunci, bentuk perilaku sosial
7 WWW.Wikipedia/Bukittinggikota.Com 17/3/16.
pengamen jalanan yang ditemukan dan peranan dari pihak terkait sebagai
informan pendukung.
Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dari
keseluruhan hasil penelitian dan berisi saran atau masukan yang
membangun.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Sosial.
1. Pengertian Perilaku Sosial.
Kata perilaku memiliki beberapa pengertian, diantaranya
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku merupakan
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan8.
Sementara itu berdasarkan pandangan Woodworth dan Schlosberg
didalam Bimo Walgito mengemukakan bahwa perilaku adalah
jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya9. Perilaku
sosial merupakan bagaimana seseorang mempersepsikan orang lain
dalam situasi sosial dan bagaimana orang merespon terhadapnya10
.
Jadi, perilaku merupakan hasil dari aktivitas individu yang tidak
timbul dengan sendirinya melainkan sebuah akibat dari adanya
8 Depdiknas, KBBI edisi ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), hal. 859
9 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : CV Andi Offset, 2005), hal. 11
10 Bimo Walgito, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2011), hal. 3
stimulus atau rangsangan yang datang kepadanya dan mengenai diri
individu tersebut.
Perilaku sosial dapat diartikan sebagai aktivitas yang timbul
karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung11
. Dengan adanya rangsangan yang
diterima oleh individu, maka ia akan menampilkan perilaku sosial
sesuai dengan bentuk rangsangan yang diterima. Sementara itu,
menurut Taylor didalam Bimo Walgito, perilaku sosial bagaimana
seseorang mempersepsikan orang lain dalam situasi sosial dan
bagaimana orang merespon terhadap kita dan bagaimana orang yang
dipengaruhi oleh situasi sosial12
. Hal ini terjadi berdasarkan aktivitas
sosialisasi individu dengan lingkungan sekitarnya, maka ia akan
merespon rangsangan tersebut dengan perilaku sosial yang sesuai
dengan stimulus yang ia dapatkan. Perilaku sosial ditimbulkan oleh
stimulus sosial, contohnya pengamen jalanan yang bernyanyi
dihadapan khalayak ramai, maka orang yang melihat merekapun akan
menaruh belas kasihan, sehingga bersedia memberikan uang
alakadarnya kepada mereka.
Perilaku sosial juga dapat diartikan sebagai aktivitas fisik dan
psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka
memenuhi kebutuhan diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan
11
Rita L Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi edisi kedelapan, (Jakarta : Erlangga, 1985),
hal. 352 12
Bimo Walgito, Teori-teori Psikologi Sosial, (Yogyakarta : CV Andi Offset, 2011), hal. 3
sosial13
. Pendapat lainnya mengungkapkan perilaku sosial merupakan
respon individu terhadap situasi sosialnya yang melibatkan aktivitas
fisik maupun psikis dalam rangka memenuhi kebutuhan jiwa
sosialnya. Sementara dikemukakan oleh ahli lainnya yang menyatakan
bahwa perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang
merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia14
.
Kelangsungan hidup manusia berjalan dalam keadaan saling
mendukung dalam kebersamaan. Oleh karena itu, manusia dituntut
agar mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak mengganggu
hak dan kewajiban orang lain, toleransi dalam kebersamaan, dan
tindakan sosial lainnya. Didalam Rusli Ibrahim juga menjelaskan
perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respon antar orang
yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi15
.
Sebagai makhluk sosial, manusia sudah jelas tidak sanggup
hidup sendirian tanpa bantuan orang lain dalam rangka melanjutkan
keberlangsungan hidupnya dan memenuhi suasana kebersamaan yang
tak pernah bisa lepas dari diri pribadinya. Perilaku itu ditunjukkan
dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, ataupun rasa hormat
terhadap orang lain16
. Walaupun perasaan, tindakan, sikap, dan
aktivitas apapun itu merupakan bentuk penghormatan individu
13
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1995), hal. 262
14 Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani Cet. ke-1,
(Jakarta : Direktorat Jendral Olah Raga, 2001), hal. 15
15 Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani Cet. ke-1,
(Jakarta : Direktorat Jendral Olah Raga, 2001), hal. 16
16 Baron A Robert dkk, Social Psycology edisi ketujuh, (New York : Pearson, 2006), hal.
267
terhadap orang lain. Jadi, perilaku sosial pada diri individu timbul
apabila adanya rangsangan atau stimulus dari orang yang ada
disekitarnya, baik saat berkomunikasi maupun tidak ada komunikasi
diantara mereka (peniruan). Perilaku sosial juga dipengaruhi oleh
stimulus sosial, sebagai contoh kecil apabila individu melihat secara
langsung ada kecelakaan di jalan raya, maka secara spontanitas
individu akan tergerak untuk membantu orang yang kecelakaan
tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk rasa belas kasihannya
kepada orang yang dilanda musibah walaupun tidak saling mengenal
satu sama lain.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat penulis
simpulkan bahwa perilaku sosial merupakan suatu tindakan atau
bentuk pola tingkah laku yang ditimbulkan oleh seorang individu
kepada orang lain saat terjadinya proses sosialisasi dan interaksi sosial
yang berdasarkan kepada rangsangan dan stimulus dari individu
tersebut.
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial.
Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku
sosial manusia, diantaranya ialah :
i. Faktor Internal.
a. Kapasitas mental, emosi dan intelegensi, kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi berbagai hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah dan berbahasa.
b. Kematangan, bersosialisasi memerlukan kematangan fisik
dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam
proses sosial.
ii. Faktor Eksternal.
a. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek
perkembangan individu termasuk perkembangan
sosialnya.
b. Status sosial ekonomi. Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat.
c. Pendidikan merupakan proses sosialisasi individu yang
terarah.
d. Lingkungan. Maksud dari faktor lingkungan disini ialah
situasi dan kondisi yang dihadapi seseorang pada masa
usia muda dalam rumah dan dalam lingkungan yang lebih
luas terutama lingkungan tempat individu bergaul dan
masyarakat yang dilihat dan dihadapinya sehari-hari17
.
Sebagaimana sama-sama kita ketahui bahwa faktor terpenting,
pertama dan utama dalam membentuk perilaku sosial individu ialah
dari keluarga, disamping itu status sosial keluarga juga dapat
membentuk kematangan fisik dan psikis serta kehidupan sosial dalam
17
Sunarto dan Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal.
130
bermasyarakat. Walaupun proses sosialisasi individu lebih terarah
dengan pendidikan, disisi lainnya lingkungan sosial diluar keluarga
juga dapat mengarahkan proses sosialisasi tersebut terhadap individu.
Permasalahannya hanya terletak pada dilingkungan mana individu
berada.
Jika berada di lingkungan yang baik, maka individu akan
ketularan berperilaku baik, sedangkan apabila individu berada di
lingkungan yang kurang baik, maka dengan otomatis ia akan
berperilaku kurang baik juga. Hal ini juga didukung dengan teori yang
dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock dengan menambahkan faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor
pengalaman awal yang diterimanya. Pengalaman sosial awal sangat
menentukan perilaku kepribadian selanjutnya18
.
Sebagaimana halnya sekolah yang menjadi salah satu wadah
pembentukan perilaku individu, di lapangan yang sudah menjadi
tempat keseharian pengamen jalanan beraktivitas juga dapat
membentuk perilaku. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di
kawasan taman Jam Gadang dan kawasan Terminal Aur Kuning,
Bukittinggi terdapat berbagai fenomena perilaku sosial yang telah
penulis kemukakan pada bab satu diatas.
Didalam interaksi sosial pengamen jalanan yang menjadi
subjek penelitian, mereka lebih cenderung saling mendahului untuk
18
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1995), hal. 262
memulai berkomunikasi sebagai bentuk memberikan rangsangan atau
stimulus kepada orang lain, tidak hanya kepada rekan sejawat,
melainkan juga kepada orang-orang yang tidak mereka kenal sesuai
dengan kemampuan mereka.
Defenisi lainnya mengungkapkan bahwa terdapat empat
kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang,
diantaranya adalah :
i. Perilaku dan karakteristik orang lain. Jika seseorang lebih sering
bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada
kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-
orang berperilaku santun dalam lingkungan pergaulannya.
ii. Proses kognitif. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide,
keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial
seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.
Misalnya, seorang pengamen jalanan yang bernyanyi dihadapan
orang setiap hari, dengan demikian anak-anak dibawah umur
yang menyukai seni sedikit banyaknya akan terinspirasi dari
penampilan pengamen jalanan serta berani tampil dihadapan
orang.
iii. Faktor lingkungan. Berbagai lingkungan, baik keluarga, sekolah
dan masyarakat luas berpengaruh kuat terhadap pembentukan
perilaku individu.
iv. Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu
terjadi. Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya
tertentu akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam
lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting
adalah untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh
setiap individu19
.
Jadi, kategori yang dapat membentuk perilaku seseorang ada
empat, diantaranya adalah perilaku dan karakteristik orang lain, proses
kognitif, faktor lingkungan dan latar budaya sebagai tempat perilaku
dan pemikiran sosial itu terjadi. Hal berbeda diungkapkan oleh
Lowrence Green yang menyatakan perilaku sosial ditentukan atau
dibentuk dari tiga faktor, yaitu :
i. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, dan
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
ii. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidaknya sarana.
iii. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku,
kebijakan, dan lain-lain20
.
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Sosial.
Pada dasarnya berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial
seseorang merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat
19
Baron, A. Robert, Donn Byrne, Social Psycology jilid 2 (New York : Pearson, 2006), hal.
318 20
Http//:Perilaku Sosial/Blogspot.Com. (Diakses 23/5/2016)
diamati ketika berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam
kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku seseorang yang
menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas diantara anggota
kelompok yang lainnya. Perilaku pada manusia dapat dibedakan
antara perilaku refleksi dan non-refleksif21
.
Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi
secara spontan terhadap stimulus atau rangsangan ke individu,
sedangkan perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikendalikan
atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak manusia. Perilaku ini
biasanya lebih mendominasi, dimana perilaku manusia sebagian besar
berupa perilaku yang dibentuk dan dipelajari.
Perilaku sosial ini dapat dilihat pada pola antar pribadi,
diantaranya sebagai berikut :
i. Kecenderungan perilaku peran. Individu berupaya agar mampu
menampilkan perilaku dengan meniru peran-peran yang
dilakukan oleh orang lain.
ii. Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial. Kecenderungan
perilaku dalam hubungan sosial dapat berupa penerimaan atau
penolakan oleh orang lain.
21
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2005), hal.
11-13
iii. Kecenderungan perilaku ekspresif. Kecenderungan perilaku
ekspresif terlihat setelah seseorang telah melakukan atau interaksi
dengan orang lain22
.
Didalam perilaku sosial ini terdapat kecenderungan perilaku
peran, kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial, serta
kecenderungan perilaku ekspresif. Sebagaimana disebutkan
bahwasanya perilaku sosial perilaku ekspresif. Sebagaimana
penjelasan diatas bahwa perilaku sosial merupakan tindakan yang
menggambarkan kumpulan sifat yang dibawa oleh individu dalam
kehidupan bermasyarakat.
Diantara bentuk-bentuk perilaku sosial yang ditampilkan
individu diataranya adalah :
i. Pemberani secara sosial. Orang yang biasanya suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak segan melakukan
sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam
mengedepankan kepentingan diri.
ii. Berkuasa dalam hubungan sosial. Orang yang berkuasa dalam
perilaku sosial biasanya ditunjukkan oleh perilaku seperti
bertindak tegas, percaya diri, berkemauan keras, dan suka
memberi perintah.
22
Kelompok Pengaruh Sosial dalam kuliah Psikologi Sosial, Sekolah Tinggi Filsafat
Driyarkara, 2009. (Diakses 15/9/2016)
iii. Berinisiatif secara sosial. Orang yang berinisiatif biasanya suka
mengorganisasi kelompok, suka memberi masukan, ataupun
saran-saran dalam berbagai pertemuan.
iv. Mandiri. Orang yang mandiri membuat segala sesuatunya oleh
dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri, tidak suka
mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, sementara itu
secara emosional dirinya cukup stabil.
v. Suka bergaul. Orang yang suka bergaul biasanya memiliki
hubungan sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain dan
senang bepergian.
vi. Ramah. Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka,
mudah didekati orang dan suka bersosialisasi.
vii. Simpatik. Orang yang simpatik biasanya peduli terhadap perasaan
dan keinginan orang lain serta suka bermurah hati.
viii. Kerjasama. Orang yang suka bekerjasama biasanya menganggap
hubungan sosial sebagai ajang memupuk kekompakan dan
solidaritas antar sesama.
ix. Perilaku agresif. Orang yang memiliki perilaku agresif ini
biasanya suka menyerang orang lain baik langsung ataupun tidak
langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh kepada
penguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal.
x. Suka pamer atau menonjolkan diri. Orang ini biasanya
berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan dan berperilaku
aneh untuk mencari perhatian orang lain23
.
Berbagai bentuk-bentuk perilaku sosial yang ditampilkan
individu diatas merupakan bentuk-bentuk prilaku sosial positif.
Sementara bentuk-bentuk perilaku sosial negatif adalah diantaranya
sebagai berikut :
i. Pengecut secara sosial. Biasanya tidak mau mempertahankan dan
membela haknya, segan melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai
norma di masyarakat untuk mengedepankan kepentingannya dan
serba malu untuk berbuat.
ii. Sok berkuasa dan tidak patuh dalam hubungan sosial.
Ditunjukkan dengan perilaku seperti bertindak lemah, tidak
percaya diri, tidak ada kemauan dan takut memberi perintah.
iii. Pasif. Perilakinya dominan diam, kurang berinisiatif, tidak suka
memberi saran atau masukan.
iv. Tergantung. Menunjukkan perilaku sosial seperti membuat
rencana dan melakukan segala sesuatu harus selalu mendapat
saran dan dukungan orang lain serta keadaan emosionalnya relatif
labil.
23
Nasution R., Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hal. 79-82
v. Tidak suka bergaul. Menunjukkan sifat dan perilaku kurang
memiliki perilaku sosial yang baik, kurang senang bersama
dengan orang lain, dan tidak suka bepergian.
vi. Tidak ramah. Orang yang tidak ramah biasanya cenderung
bersifat kurang periang, kurang hangat, tertutup, mudah dijauhi
orang, jarang bersosialisasi.
vii. Tidak simpatik. Menunjukkan sifat-sifat kurang peka dan kurang
peduli dengan perasaan dan keinginan orang lain, susah jika
dimintai tolong, dan lain-lain.
viii. Tidak suka bersaing / bekerjasama. Tidak menganggap hubungan
sosial sebagai perlombaan.
ix. Tidak agresif. Orang yang tidak agresif biasanya takut menyerang
orang lain baik langsung maupun tidak langsung, tidak
menyimpan rasa dendam, mengikuti atau patuh kepada penguasa,
tidak suka bertengkar, tidak mau menyangkal.
x. Suka pamer atau menonjolkan diri. Orang ini biasanya
berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan dan berperilaku
aneh untuk mencari perhatian orang lain24
.
Berdasarkan penjelasan teori bentuk-bentuk perilaku sosial
diatas, dapat diketahui bahwa perilaku sosial akan terjadi apabila
individu mendapat rangsangan atau stimulus disaat ia melakukan
interaksi dan sosialisasi ataupun hubungan sosial dengan orang lain.
24
Nasution R., Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hal. 79-82
Sejalan dengan penjabaran teori diatas, yang tak jauh berbeda
bahkan dapat dikatakan hampir sama dengan pendapat lainnya yang
mengemukakan bentuk perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat
dan pola respon antar pribadi sebagai berikut :
i. Kecenderungan Perilaku Peran :
a. Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
b. Sifat berkuasa dan sifat patuh
c. Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
d. Sifat mandiri dan tergantung
ii. Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial :
a. Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
b. Suka bergaul dan tidak suka bergaul
c. Sifat ramah dan tidak ramah
d. Simpatik atau tidak simpatik
iii. Kecenderungan perilaku ekspresif :
a. Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka
bersaing (suka bekerjasama)
b. Sifat agresif dan tidak agresif
c. Sifat kalem atau tenang secara sosial
d. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri25
.
Jadi, rangsangan ataupun stimulus yang didapatkan oleh
individu, akan terjadi apabila adanya interaksi sosial atau komunikasi
25
Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani Cet. ke-1,
(Jakarta : Direktorat Jendral Olah Raga, 2001), hal.18
antara ia dengan orang lain. Bentuk-bentuk perilaku sosial dapat
terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi yang menyelimuti individu
dimana ia berada. Kesepuluh bentuk-bentuk perilaku sosial diatas bisa
saja berubah sesuai situasi lingkungan atau rangsangan yang datang
kepada individu, artinya bersifat fleksibel.
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, individu
mewujudkan diri dalam bentuk-bentuk perilaku sosial diantarannya
sebagai berikut :
i. Pembangkangan (Negativisme).
Pembangkangan ini juga biasa disebut dengan
bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai
reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan lingkungan
yang tidak sesuai dengan kehendak remaja.
ii. Agresi (Agression).
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik
(nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan
salah bentuk reaksi terhadap rasa frustrasi (rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya
diwujudkan dengan menyerang seperti menggigit, menendang
dan lain sebagainya. Sebaiknya orang dewasa berusaha
mereduksi dan mengurangi agresifitas remaja dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan mereka. Jika
lingkungannya menghukum, maka agresifitas anak akan
semakin meningkat.
iii. Berselisih.
Sikap ini terjadi jika remaja merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap dan perilaku remaja lainnya.
iv. Menggoda (Teasing).
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif,
menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal yang menimbulkan kemarahan pada
orang yang digodanya.
v. Persaingan (Rivaly).
Yaitu keinginan untuk melebihi orang dan selalu
didorong oleh orang lain. Pada usia enam tahun keatas
semangat bersaing ini akan semakin baik.
vi. Kerjasama (Cooperation).
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain.
Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun dan pada usia
enam tahun keatas sikap ini semakin berkembang dengan baik.
vii. Tingkah laku berkuasa (Ascendant Behavior).
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini
adalah memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan
sejenisnya.
viii. Mementingkan diri sendiri (Egosentris).
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya.
ix. Simpati (Simpaty). Yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau
mendekati atau bekerjasama dengan dirinya26
.
Perkembangan hubungan sosial pengamen jalanan, dapat
dipengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitarnya (lingkungan
sosial). Apabila lingkungan sosial yang menyelimuti pengamen
jalanan tersebut memfasilitasi dan memberi peluang secara positif,
maka pengamen jalanan akan mendapat capaian perkembangan
hubungan sosial yang baik dan matang.
4. Karakteristik Perilaku Sosial yang positif.
Adapun karakteristik perilaku sosial yang positif dan matang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
i. Mampu menguasai diri.
ii. Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya.
iii. Mau bekerja sama.
iv. Mampu saling mencintai dan bekerja sama.
v. Mampu saling memberi dan menerima.
26
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 2008), hal. 124
vi. Bisa diajak bekerja sama dalam mendorong perkembangan dan
kemajuan bagi masyarakat khususnya masyarakat dunia pada
umumnya.
vii. Mau memperhatikan orang lain, bisa membangun relasi-relasi
positif dengan anggota masyarakat.
viii. Mampu menciptakan target-target ambisinya, berusaha
mewujudkan sesuai dengan kemampuannya.
ix. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan dan
perasaan negatif lainnya.
x. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang
lain berbuat hal yang sama.
xi. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan. Hal itu dikarenakan
pada dasarnya pola tingkah laku seseorang itu beragam, setiap
tingkah laku harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang
ada.
Berdasarkan kesebelas karakteristik perilaku sosial yang
positif dapat penulis simpulkan bahwa, semua karakteristik tersebut
dapat dilakukan bahkan dikembangkan oleh individu agar
kehidupannya dapat berjalan dengan sesuai dengan harapannya dan
sesuai dengan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
5. Faktor Pembentuk Perilaku Sosial.
menurut Bimo Walgito didalam Murray bahwa manusia
mempunyai motif atau dorongan sosial27
bersama motif atau dorongan
manusia untuk berhubungan sosial, maka ia akan mampu berinteraksi
dan berhubungan sosial dengan manusia lainnya, menyesuaikan diri
serta mampu mengembangkan hubungan sosial itu didalam kelompok
tertentu.
Didalam keseharian individu selalu saling berinteraksi dengan
individu lainnya guna memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder karena sejatinya
hubungan sosial itu adalah komunikasi timbal balik antara satu
individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok, dan
antar sesama kelompok yang saling mempengaruhi dan didasari oleh
kesadaran untuk saling tolong-menolong. Hubungan sosial juga sering
disebut sebagai interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan
kunci dari hubungan antar sesama manusia. Hubungan sosial akan
terjalin dengan baik apabila didasari dengan interaksi sosial atau
komunikasi antar pribadi sebagaimana diketahui perilaku sosial akan
terbentuk apabila adanya interaksi sosial atau hubungan sosial.
6. Penetapan Perilaku Sosial.
Perilaku sosial dapat ditetapkan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah :
27
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi Offset, 2003), hal.
65
i. Dapat diklasifikasikan sebagai rasional dan berorientasi terhadap
suatu tujuan. Klasifikasi ini didasarkan kepada harapan bahwa
objek dalam situasi eksternal atau pribadi-pribadi lainnya akan
berperilaku tertentu demi tercapainya tujuan-tujuan yang telah
dipilih secara rasional.
ii. Dapat diklasifikasikan oleh kepercayaan secara sadar pada arti
mutlak perilaku, sehingga tidak tergantung pada suatu motif
tertentu dan diukur dengan patokan-patokan tertentu, seperti etika
ataupun estetika.
iii. Perilaku sosial diklasifikasikan sebagai sesuatu yang bersifat
afektif atau emosional.
iv. Perilaku yang diklasifikasikan sebagai tradisional yang telah
menjadi adat istiadat28
.
Dengan demikian dapat penulis simpulkan bentuk-bentuk
perilaku sosial dapat ditentukan berdasarkan kepada tujuan yang ingin
dicapai, kepercayaan, afektif atau emosional dan berdasarkan kepada
adat istiadat yang berlaku dimasyarakat.
7. Tipe-Tipe Perilaku Sosial.
Adapun tipe-tipe perilaku sosial diantaranya adalah :
i. Adat istiadat atau kebiasaan. Suatu keseragaman perilaku sosial
aktual, apabila perwujudannya semata-mata didasarkan pada
28
Soerjono Soekanto dan Max Weber, Konsep-Konsep Dasar dalam Sosiologi, (Jakarta :
Rajawali, 1985), hal. 32
aktualisasi perilaku yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama
yang berlangsung terlalu lama sehingga menjadi tradisi.
ii. Ragam atau gaya. Merupakan bagian dari kebiasaan, jika hal itu
dimotivasikan oleh kebaruannya dan bukan oleh kelestariannya
sebagaimana halnya dengan adat istiadat serta didasarkan pada
keinginan mendapatkan prestasi sosial.
iii. Tipe perilaku sosial yang paling baik disesuaikan dengan
kepentingan para pihak yang terlibat sebagaimana hal itu
dipersepsikan oleh mereka. Misalnya, akan tampak pada perilaku
ekonomis yang terwujud dalam keseragaman harga dan
pemasaran bebas.
Berdasarkan hal tersebut dapat penulis simpulkan bahwa tipe-
tipe perilaku sosial dapat berorientasi pada adat istiadat yang
berulang-ulang, ragam atau gaya yang perilaku sosialnya mengalami
perubahan serta perilaku sosial yang disesuaikan dengan kepentingan
pihak lain.
8. Perkembangan Sosial.
Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam
hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok,
tradisi dan agama. Menurut Syamsu Yusuf perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi (meleburkan diri
menjadi suatu kesatuan serta saling berkomunikasi dan bekerja
sama29
.
Dalam perkembangan sosial, kontak dengan orang lain
merupakan hal yang sangat penting. Untuk ini terdapat hal-hal yang
sangat esensial seperti bahasa, simbol-simbol, larangan-larangan atau
norma-norma sosial lainnya. Disamping itu pengaruh sugesti dari
berbagai kegiatan orang lain, general interfeeling, intercommunication
juga memegang peran penting30
.
Menurut Meek, perkembangan sosial remaja dari ambang
masa remaja seperti berikut31
:
No. Dari Ke
1.
Perhatian atau minat bervariasi
dan tidak tetap (berubah-ubah).
Mempunyai beberapa obyek
minat yang menetap dan
mendalam.
2.
Banyak bicara, ribut,
menunjukkan sikap terlalu berani
dalam tindakan tindakannya
Lebih agung dan anggun tingkah
laku kewanitaan dan laki-laki
menuju sikap wanita dan laki-laki
dewasa.
3. Mencari status diantara teman Merefleksi dan bereaksi pada nilai
29
Syamsu Yusuf dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011), hal. 122 30
Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan, (Bandung : CV.
Mandar Maju, 1995), hal. 29 31
Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan, (Bandung : CV.
Mandar Maju, 1995), hal. 30-32
sebaya dengan rasa hormat yang
tinggi pada nilai kelompok teman
sebaya.
yang berlaku pada pola
kebudayaan orang lain.
4.
Adanya suatu keinginan
mengidentifikasikan diri dengan
kelompoknya, sebagai kelompok
anak laki-laki dan perempuan.
Mengidentifikasikan diri pada
kelompok yang kecil dan terpilih.
5.
Membuat status keluarga dimana
faktor hubungan kekeluargaan
tidak menjadi penting, hal ini
merupakan sesuatu yang dapat
mempengaruhi pemilihan relasi
dan kerjasama.
Membuat dan menentukan status
kekeluargaan secara sosial
ekonomi. Hal ini merupakan
faktor peningkatan yang penting
dalam menentukan akan dengan
siapa ia akan mengadakan relasi
dan kerjasama.
6.
Banyak melakukan kegiatan
sosial yang informal seperti pesta
dan seterusnya.
Kegiatan sosial lebih formal
seperti mengikuti acara kegiatan
pesta selamatan, ulang tahun,
rapat organisasi, dan lain-lain.
7.
Jarang megadakan kencan
(dating).
Kencan atau membuat date
menjadi soal yang biasa.
8.
Menitik beratkan pada
membangun hubungan dengan
anak laki-laki dan perempuan.
Meningkatkan hubungan kedalam
mempersiapkan untuk kehidupan
keluarga sendiri.
9.
Membuat pertemanan sementara. Membuat pertemanan yang
terakhir.
10.
Mempunyai banyak teman. Mempunyai teman yang lebih
akrab.
11.
Adanya kemauan menerima
berbagai kegiatan dalam berbagai
kesempatan untuk hubungan
sosial.
Adanya keinginan untuk
melakukan kegiatan yang
memuaskannya dalam rangka
memperkembangkan pekerjaan,
minat dan karya ilmiah atau hobi.
12.
Hanya sedikit penghayatan pada
perilaku sendiri atau orang lain.
Adanya peningkatan penghayatan
pada masalah hubungan insani
(human relation).
13.
Menerima peraturan-peraturan
yang diberikan oleh orang dewasa
sebagai sesuatu pengaruh yang
penting dan seimbang.
Membuat dan membangun
peraturan sendiri dengan suatu
maksud yang pasti dalam
pandangan tertentu.
14.
Adanya pertentangan dalam
menerima kekuasaan orang
dewasa.
Membangun kebebasan dari orang
dewasa dan bebas sebagai dirinya
dalam mengambil keputusan dan
bertingkah laku. Mencari
hubungan dengan orang dewasa
atas dasar kesamaan prinsip.
B. Pengamen Jalanan.
1. Pengertian Pengamen Jalanan.
Pengamen adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan cara bernyanyi atau memainkan alat musik di muka umum
dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan imbalan
uang atas apa yang mereka lakukan. Pengamen jalanan merupakan
istilah yang diberikan kepada anak-anak yang melakukan kegiatan di
luar rumah atau di jalanan32
. Pengamen jalanan ada dimana-mana
mulai di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah makan, di
ruko, di perumahan, di kampung, di pasar, di pusat kota, dan tempat-
tempat keramaian. Mengamen dapat juga diartikan menjual keahlian
khususnya dalam bidang musik yang berpindah-pindah tempat atau
berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan pengamen
adalah orang yang melakukan kegiatan mengamen tersebut. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia ngamen terdiri dari dua pengertian, pertama
sebagai kegiatan keliling bermain musik dengan mengharapkan
bayaran, kedua sebagai kegiatan pergi melaut mencari ikan.
Jadi, berdasarkan pengertian pengamen menurut ahli dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia diatas dapat penulis simpulkan bahwa
pengamen merupakan orang yang kegiatannya bermain musik dari
satu tempat ke tempat yang lain (berpindah-pindah) dengan
mengharapkan imbalan sukarela atas pertunjukan yang mereka
32
Anarita dkk, Baseline Survei untuk Program Dukungan dan Pemberdayaan Anak
Jalanan di Perkotaan, (Bandung : Akatiga Pusat Analisis Sosial, 2001), Hal. 97
suguhkan. Namun karya yang mereka tampilkan tersebut berbeda-
beda baik dari segi bentuk, kualitas maupun performanya.
2. Sejarah Pengamen Jalanan.
Sudah menjadi hal yang biasa, saat orang-orang naik bus kota
atau sedang berada di perempatan lampu merah, tiba-tiba datang
beberapa remaja yang membawa peralatan musik seadanya, bernyanyi
dengan suara keras, terkadang juga sering sumbang. Ketika orang
yang mampu secara ekonomi memberi mereka uang sekedarnya,
mereka langsung pergi dan tidak menyelesaikan lagu yang sedang
dinyanyikan. Mereka biasa disebut dengan pengamen atau lebih
modernnya lebih suka disebut penyanyi jalanan, sementara musik
yang mereka mainkan sering mereka sebut sebagai musik jalanan.
Sebenarnya pengertian penyanyi jalanan dan musik jalanan tidaklah
sesederhana terminologi yang mereka sebutkan di atas, karena
penyanyi jalanan dan musik jalanan mempunyai disiplin ilmu dan
pengertian tersendiri, bahkan merupakan salah satu bentuk dari sebuah
warna musik yang berkembang di dunia kesenian33
.
Didunia musik bentuk musik jalanan ini dikenal sudah mulai
berkembang sejak abad pertengahan, terutama di Eropa. Pada saat
musik di Eropa berkembang lewat penyebaran Agama Kristen, saat itu
banyak yang mengatakan sebagai landasan kebudayaan yang
kemudian berkembang dalam kehidupan umat manusia. Musik
33
Arief & Armai, Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam Rangka Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional, (Jakarta : UIN Jakarta, 2002) hal. 39
duniawi yang berkembang saat itu, umumnya dibawakan atau
dinyanyikan oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan
alat musik yang sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai
semacam gitar. Para musikus pengembara itu berjalan dari satu tempat
ke tempat yang lain, mengelilingi negeri, sambil bernyanyi. Mereka
mendapatkan upah atau imbalan dari para penikmat musiknya. Di
Perancis, musafir pemusik ini disebut troubadour, dan di Jerman
disebut minnesaenger. Sampai saat ini, budaya semacam itu masih
banyak dilakukan oleh kaum Gypsi, yang berada di daerah Spanyol.
Bahkan pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke Indonesia
oleh bangsa Portugis. Musik mereka itu diserap oleh seniman musik
Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut
sebagai keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari
moresca, yaitu sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol
dan Portugis.
Fenomena itu mungkin menjadi awal kemunculan bentuk
musik jalanan. Seperti di Indonesia, budaya mengamen seperti itu
sudah ada sejak sekitar abad ketiga belas saat kejayaan Kediri atau
Kahuripan. Saat itu sudah dikenal rombongan kesenian musik yang
berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair
atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka akrab disebut sebagai
Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral bagi
masyarakat yang dilewatinya, karena apa yang mereka lantunkan tidak
sekedar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasehat, isyarat bahkan
ramalan masa depan dari situasi tertentu34
.
Dalam perkembangan zaman yang semakin kompleks, bagi
sebagian orang budaya mengamen ini juga ikut berkembang menjadi
salah satu peluang untuk mencari nafkah seperti banyaknya pengamen
yang penulis temukan di kota Bukittinggi. Ada yang melakukannya
untuk mencari uang, ada yang melakukan karena pelampiasan seni
semata, ada juga yang mengamen karena malas mencari pekerjaan
yang layak, dan berbagai alasan lainnya. Terkadang lagu yang mereka
bawakan saat mengamen secara teori memang mengalami
pendangkalan. Walaupun mereka melakukan ini dengan peralatan
seadanya dan sangat terbatas, tetapi optimisme yang mereka miliki
membuat lagu tersebut dapat terdengar dalam bentuk yang berbeda
dari aslinya. Artinya, mereka membawakan lagu tersebut dengan
aransemen lagu yang mereka buat sendiri sesuai keinginan mereka
masing-masing. Lagu tersebut dapat muncul dalam bentuk yang
berbeda dari penyanyi aslinya, bahkan pengamen jalanan yang sudah
lama mengamen mampu membuat lagu dan musik sendiri sesuai
dengan keterampilan berkarya seni yang mereka miliki.
Kebanyakan para pengamen atau penyanyi jalanan ini selalu
tampil sebagai dirinya sendiri. Hingga tak jarang lagu-lagu yang
mereka bawakan menjadi versi baru yang tak kalah menarik dari
34
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hal. 87.
komposisi versi aslinya. Contohnya lagu-lagu populer yang sering
dibawakan oleh group band Koes Ploes, Iwan Fals, dan penyanyi
legendaris lainnya. Hampir setiap pengamen jalanan pernah
membawakan lagu mereka namun sulit mencari dalam bentuk yang
sama.
3. Perilaku sosial pengamen jalanan.
Ibarat pepatah mengatakan, “Jika kita berteman dengan
penjual minyak wangi, pasti akan mendapatkan wewangiannya, dan
apabila kita berteman dengan pandai besi, kita akan mendapatkan
percikan apinya”. Itulah contoh nyata apabila remaja berada pada
lingkungan yang baik, maka perilaku yang terbentuk adalah perilaku
yang baik juga, begitupun sebaliknya, apabila mereka bergaul di
lingkungan yang kurang baik maka mereka juga akan terpengaruh
dengan perbuatan yang kurang baik. Kondisi ini sangat rentan terjadi
pada pengamen jalanan berusia remaja. Semakin lama mereka hidup
di jalanan, maka semakin sulit untuk mengajak mereka untuk berhenti
dari pekerjaan itu. Pengamen jalanan sering hidup dan berkembang di
bawah tekanan dari stigma atau cap sebagai pengganggu ketertiban
umum. Perilaku anak jalanan tersebut sebenarnya merupakan
konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingan mereka didalam
masyarakat.
Salah satu bentuk perilaku pengamen jalanan yang kurang
dapat diterima secara sosial adalah tindakan agresifitas. Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak terkendali.
Kehidupan jalanan yang keras dan liar membuat pengamen
jalanan sering memperoleh perlakuan kasar baik dari sesama mereka
maupun preman yang meminta uang dengan alasan keamanan.
Penilaian masyarakat terhadap pengamen jalanan memandang dengan
sebelah mata menyebabkan mereka merasa sebagai orang yang kurang
berguna dan diasingkan dari masyarakat. Untuk lebih mendalami
tentang perilaku sosial pengamen jalanan, penulis akan menjelaskan
bentuk-bentuk perilaku sosial pengamen jalanan pada bab IV dan
kesimpulannya pada bab V.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.
Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan
percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan
fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan
pengertian baru, menaikkan tingkat ilmu dan teknologi35
. Penelitian sering
35
Amirul Hadi & Hariono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia,
1998), hal. 39
juga disebut dengan metode etnografik, metode fenomenologis, atau
metode impresionistik dan istilah lain yang sejenis36
.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian yang dilakukan disuatu lokasi, ruangan yang
luas atau tengah-tengah masyarakat37
dengan kolaborasi metode kualitatif
yang merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
yang alamiyah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah38
.
Penelitian kualitatif ini memiliki karakteristik tertentu. Holloway didalam
Tohirin mengemukakan karakteristik penelitian kualitatif, diantaranya
adalah berfokus pada kata, menuntut keterlibatan peneliti dipengaruhi
sudut pandang partisipan, fokus penelitian yang holistik, desain dan
penelitiannya bersifat fleksibel, lebih mengutamakan proses daripada
hasilnya, menggunakan latar alami, menggunakan analisis induktif setelah
itu baru deduktif.
Penelitian yang penulis gunakan ini merupakan penelitian bersifat
partisipant observer, yaitu kegiatan penelitian yang langsung melibatkan
kehadiran peneliti di lokasi penelitian yakni ditaman Jam Gadang dan
Terminal Aur Kuning kota Bukittinggi. Partisipant observer merupakan
36
Amirul Hadi & Hariono, Metodologi Penelitian ..... hal. 13 37
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1996), hal 243 38
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 3
peran dalam observasi yang dipilih peneliti untuk mengambil bagian dan
terlibat secara langsung dengan aktivitas yang dilakukan subjek penelitian,
keuntungannya adalah peneliti dapat mengamati secara langsung sesuai
dengan sudut pandang subjek penelitian. Disamping itu, peneliti dapat
berperan ganda dalam satu waktu yaitu berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilakukan bersama dengan subjek penelitian sekaligus melakukan
pengamatan terhadap subjek penelitian39
. Penelitian ini termasuk kedalam
kategori penelitian studi kasus dan penelitian lapangan yang artinya
mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan
interaksi sosial individu, kelompok, lembaga dan masyarakat40
.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa
penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan dan mengetahui
fenomena tertentu dengan menggunakan jenis deskriptif kualitatif dan
bersifat partisipant observer.
B. Informan Penelitian.
Orang-orang yang menjadi sumber mendapatkan data dan
keterangan disebut informan41
. Informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi. Ia memiliki
banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Ia berkewajiban
secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun bersifat
39
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Group (Sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif) Cet. ke-1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 146 40
Husaini & Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial Cet. ke-6, (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2006), hal. 5 41
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Cet. ke-5, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2009), hal. 285
informal42
. Informan ini penulis jadikan sebagai sumber untuk
mendapatkan data tentang perilaku sosial pengamen jalanan di taman Jam
Gadang dan Terminal Aur Kuning kota Bukittinggi.
Jika diklasifikasikan menurut jenisnya informan dalam penelitian
dapat dibagi menjadi dua bagian, diantaranya :
1. Informan Kunci.
Informan kunci adalah orang yang dijadikan sebagai sumber
informasi utama dalam penelitian melalui kegiatan wawancara,
observasi (pengamatan). Karena di taman Jam Gadang dan Terminal
Aur Kuning Bukittinggi terdapat banyak pengamen jalanan, maka
penulis membatasi jumlah objek penelitian yaitu satu orang di taman
Jam Gadang dan satu orang di Terminal Aur Kuning Bukittinggi.
2. Informan Pendukung.
Informan pendukung adalah sumber informasi tambahan.
Dalam penelitian ini, pihak yang menjadi informan pendukung adalah
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Bukittinggi dan Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bukittinggi. Penulis menjadikan
kedua instansi ini sebagai informan pendukung karena terlibat
langsung dengan penanganan pengamen jalanan di kota Bukittinggi.
C. Lokasi Penelitian.
42
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 310
Lokasi penelitian ini yaitu di taman Jam Gadang dan Terminal Aur
Kuning Bukittinggi karena secara kuantitas pengamen jalanan lebih
mendominasi di kedua tempat ini dan penulis berkomitmen meneliti
perilaku sosial pengamen jalanan yang ada dikedua lokasi ini.
D. Teknik Pengumpulan Data.
Data penelitian pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu
data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dinyatakan dalam bentuk
kata atau kalimat43
. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
sebagai berikut :
1. Observasi.
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung 44
, sedangkan Husaini dan
Purnomo mengartikan observasi sebagai pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti dan sejalan dengan
Joko Subagyo, observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala subjek yang
diteliti45
. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data
apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat
secara sistematis dan dapat dikontrol keandalannya (reliabilitasnya)
43
Amirul Hadi & Hariono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia,
1998), hal. 126 44
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Cet. ke-5, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2009), hal. 220 45
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek Cet. ke-2, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1997), hal. 63
dan keshahihannya (validitasnya). Observasi merupakan proses yang
kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dalam
menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan
pengamatan dan ingatan si peneliti46
. Disamping itu, observasi juga
diartikan sebagai pengalaman dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Secara teknik,
observasi terbagi atas dua macam. Yaitu observasi langsung dan
observasi tidak langsung. Observasi langsung adalah pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek
yang diselidiki. Sementara, observasi tidak langsung pengamatan yang
dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan
diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian
slide, atau rangkaian foto47
.
Jadi, observasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
untuk melihat dan mengamati suatu kegiatan yang terjadi dilapangan
sehingga diperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Dalam hal
ini penulis melakukan observasi langsung dengan menggunakan
teknik partisipant observer yaitu kegiatan observasi yang melibatkan
langsung penulis dalam meneliti perilaku sosial pengamen jalanan di
taman Jam Gadang dan Terminal Aur Kuning Bukittinggi.
46
Husaini & Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial Cet. ke-6, (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2006), hal. 54 47
Amirul Hadi & Hariono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia,
1198), hal. 129
2. Wawancara.
Menurut Husaini dan Purnomo wawancara merupakan tanya
jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung, pewawancara
disebut interviewer sedangkan orang yang diwawancarai disebut
interviewee. Wawancara berguna untuk mendapatkan data ditangan
pertama (primer), pelengkap teknik pengumpulan lainnya, dan
menguji hasil pengumpulan data lainnya48
. Sejalan dengan itu,
menurut Nana Syaodih Sukmadinata, wawancara adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara
lisan49
.
Wawancara yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara berbentuk tidak terstruktur dan memakai pedoman,
dimana dalam hal ini penulis menggunakan pertanyaan terbuka yaitu
wawancara yang menggunakan panduan pokok masalah yang
diteliti50
. Disamping itu, selain pertanyaan yang diajukan bersifat
sangat terbuka, jawaban subjek juga meluas dan bervariasi, kemudian
waktu atau kecepatan wawancara sulit diprediksi, sangat fleksibel
dalam hal pertanyaan dan jawaban, menggunakan pedoman
wawancara, urutan pertanyaan yang sangat longgar, penggunaan kata,
48
Husaini & Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial Cet. ke-6, (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2006), hal. 57-58 49
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Cet. ke-5, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2009), hal. 216 50
Cholid Narbuko dkk, Metodologi Penelitian Cet. ke-7, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005),
hal 84
alur pembicaraan, tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu
fenomena dan hal terkait lainnya51
.
Jadi, wawancara merupakan pengajuan sejumlah pertanyaan
dari pewawancara kepada informan untuk mendapatkan data dan
keterangan tertentu. Adapun wawancara yang penulis lakukan dengan
cara mengajukan sejumlah pertanyaan penelitian secara lisan dan
dijawab secara lisan juga oleh informan. Jawaban ini dipergunakan
untuk memperoleh data atau informasi secara lebih luas dan
mendalam tentang perilaku sosial pengamen jalanan di taman Jam
Gadang dan Terminal Aur Kuning Bukittinggi. Pengamen jalanan
yang penulis wawancarai yaitu berinisial RE dan AT, mereka berharap
kepada penulis agar merahasiakan namanya.
E. Teknik Analisa Data.
Data merupakan gambaran atau keterangan ataupun catatan tentang
ada dan keadaan sesuatu52
. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber
dengan menggunakan berbagai macam teknik pengumpulan data seperti
teknik observasi dan teknik wawancara.
Setelah data terkumpul, kemudian diseleksi dan
diklasifikasikan, setelah itu diadakan analisis data. Dalam hal ini,
terdapat tiga alur kegiatan yang penulis lakukan dalam teknik
51
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Group (Sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif) Cet. ke-1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 69-71 52
Prayitno, Himpunan Data (Seri Kegiatan Pendukung Konseling), (Padang : Universitas
Negeri Padang, 2006), hal. 1
pengolahan data ini, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi
data53
.
1. Reduksi Data.
Reduksi data merupakan suatu proses penyeleksian,
penyederhanaan, pengabstrakan dan pemindahan data mentah
yang diperlukan dari matriks catatan lapangan sebagai wahana
perangkum data. Pengabstrakan data ini merupakan usaha
membuat rangkuman yang inti54
. Selanjutnya adalah
penyusunan dalam satuan-satuan. Langkah ini penulis lakukan
dengan cara memeriksa dan menganalisis seluruh data yang
diperoleh dari hasil wawancara, setelah diperiksa dilakukan
penyeleksian dan penyederhanaan data sesuai dengan data
yang dibutuhkan berdasarkan fokus penelitian yang penulis
lakukan terhadap perilaku sosial pengamen jalanan sebagai
subjek penelitian.
2. Display data.
Display data yaitu penyajian data dengan cara
menampilkan informasi yang didapatkan dari kegiatan reduksi.
Penyajian data ini disesuaikan dengan masalah yang penulis
teliti. Dalam penelitian kualitatif ini penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
53
Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif, (Jakarta :
Universitas Indonesia Press, 1998), hal. 16 54
Husaini Usman dk, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006),
hal 86-87
kategori, flowchart dan jenis-jenis lainnya. Sementara itu,
display data yang penulis lakukan adalah menuliskan hasil
wawancara yaitu jawaban dari informan kunci dalam hal ini
pengamen jalanan55
.
3. Verifikasi Data.
Verifikasi adalah penarikan kesimpulan dari sebuah
penelitian56
. Dalam penelitian kualitatif deskriptif ini penulis
menarik kesimpulan dari informasi yang telah didapatkan dan
dianalisa yaitu kesimpulan dari hasil wawancara yang penulis
dapatkan dari informan kunci yaitu pengamen jalanan dan
informan pendukung yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
(Dinsosnaker) Bukittinggi dan Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Bukittinggi.
F. Triangulasi Data.
Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling
banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya57
.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
55
Husaini Usman dk, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006),
hal 86-87 56
Husaini Usman dk, Metodologi Penelitian Sosial, ... hal 86-87 57
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hal. 178
yang berbeda dalam metode kualitatif. Triangulasi ini dapat dicapai
dengan cara :
1. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang lain dengan apa yang
diakatakan secara pribadi.
3. Memperpanjang waktu kehadiran penulis di tempat penelitian agar
data dan keterangan dapat didapat secara lebih mendalam.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Informan Penelitian.
1. Profil Informan 1.
Nama Lengkap : RE
Nama Panggilan : R
Kota Kelahiran : Solok
Tanggal Lahir :19 September 1992
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
Sekolah : Tamatan SMP
RE merupakan pemuda asal kota solok yang tinggal di kota
Solok, terkadang apabila ia tidak sempat pulang ke Solok maka ia
akan menumpang tidur di rumah temannya di Bukittinggi. Sebenarnya
RE memiliki hobi mendaki gunung dan ia sangat ingin sekali
mengeksplor alam yang ada di seluruh Indonesia. Hanya saja berbagai
keterbatasan seperti biaya dan halangan lainnya, membuat ia sedih
dengan keadaan ini. Agar kesedihannya itu tidak berlarut dan tidak
berdampak negatif, maka ia bermain musik agar dapat menghibur
dirinya sendiri. Karena ia memiliki teman yang sudah dahulu
mengamen, maka ia juga tertarik untuk mencoba mengamen dan
kebetulan ia juga suka bermain gitar.
2. Profil Informan 2.
Nama Lengkap : AT
Nama Panggilan : A
Kota Kelahiran : Sicin-cin
Tanggal Lahir :15 November 1993
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Sekolah : Tamatan SD
AT merupakan anak bungsu dari dua bersaudara yang hanya
tamatan SD. Awal pekerjaannya mengamen ini ialah bahwa ia sudah
terbiasa bergaul dengan orang-orang yang ada dipasar. AT sering
bergaul dengan pengamen jalanan dan sejak usia SD tersebut ia
pernah mencoba mengamen berkeliling pasar sicincin tersebut.
Karena awalnya ia diajak oleh teman tersebut, akhirnya ia sudah
merasa nyaman dengan kerja ini, ditambah dengan anggapannya
dengan mengamen ini bisa mendapatkan uang. Maka ia melanjutkan
mengamen tersebut sampai hari ini.
B. Perilaku Sosial Pengamen Jalanan (Temuan Dilapangan).
Proses penelitian terhadap perilaku sosial pengamen di kota
Bukittinggi penulis laksanakan sesuai surat izin yang dikeluarkan oleh Kantor
Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Bukittinggi yaitu pada tanggal 29
Desember 2016 sampai dengan 30 Januari 2017. Adapun hal terkait yang
penulis teliti adalah bentuk-bentuk perilaku pengamen jalanan kota
Bukittinggi.
1. Pemberani Secara Sosial.
a. Mempertahankan Diri.
Menurut penulis mempertahankan diri merupakan sebuah
upaya yang dilakukan individu untuk melindungi haknya baik
secara fisik maupun secara mental. Berdasarkan hasil wawancara
penulis bersama informan kunci dengan pertanyaan Bagaimana
tanggapan saudara saat adanya pandangan negatif tentang
pekerjaan ini ? dan apa harapan saudara terhadap kegiatan ini ?, RE
menjawab dengan jawaban sebagai berikut :
“Tanggapan saya ya tetap ngamen seperti biasanya bang, itu sih
nggak terlalu saya pikirin, biarin aja orang berkata apa, yang
penting saya nyaman dengan dengan kerja ini dan saya merasa
tidak mengganggu orang dan ini halal. Harapan saya aktivitas
ngamen ini tetap ada dan diizinkan oleh pemerintah kita, karena
seperti yang saya sampaikan bahwa tujuan kami murni untuk
menghibur masyarakat dan mencari uang untuk makan, tidak ada
tujuan selain itu” 58
.
Sementara AT pengamen yang beraktivitas di terminal aur
kuning mengungkapkan :
“Itu sih saya biarkan saja, saya anggap angin lalu saja bang, tidak
terlalu saya hiraukan sih. Mudah-mudahan masyarakat umum bisa
memahami bahwa pengamen itu ramah, itu saja bang” 59
.
Berdasarkan jawaban yang dikemukakan dua pengamen
diatas dapat penulis interpretasikan perilaku sosial yang ada pada
mereka yaitu tidak peduli dengan pandangan sinis dari orang lain,
merasa nyaman, merasa tidak mengganggu, menganggap pekerjaan
halal, tujuannya untuk menghibur. Sejalan dengan itu AT juga
tidak peduli apapun perkataan orang.
Sigismund Schlomo Freud, berpendapat apabila kebutuhan
seseorang tidak terpenuhi maka dia akan mempertahankan dirinya.
Sigmund Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri
untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu
dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya
strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan
hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan
masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur
penipuan diri60
. Sejalan dengan itu pengamen jalanan membuat
58
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 59
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 60
Syamsul Hadi, Mekanisme Pertahanan Diri, Blog tentang BK (Diakses 3/2/17)
pernyataan bahwa mereka mempertahankan pekerjaan mengamen
walaupun ada yang memandang negatif.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis pahami
bahwa perilaku sosial yang ada pada mereka untuk
mempertahankan diri adalah mereka tidak mempedulikan apapun
perkataan orang lain yang bermaksud untuk menjatuhkan pekerjaan
mereka.
b. Membela Hak.
Setiap individu berhak untuk membela haknya dan apa
yang ia inginkan. Berdasarkan hasil temuan penulis terhadap
informan kunci dengan pertanyaan apa yang saudara lakukan saat
adanya penertiban dari petugas keamanan ? dan apa yang membuat
saudara bertahan untuk mengamen ditempat ini ?. Jawaban RE
adalah :
“Biasanya saya dan kawan-kawan kabur bang atau kalau nggak
saya dan kawan memberanikan diri untuk melawan karena saya
merasa mereka mengganggu kami. Pernah suatu ketika gitar saya
mereka tahan di kantor Satpol PP tapi saya membawa kawan dan
memberanikan diri untuk meminta kesana. Yang membuat saya
betah disini adalah saya merasa nyaman dengan kegiatan ini,
kawan-kawannya juga asyik, pergaulan saya bertambah,
pengalamanpun bertambah, asyik lah pokoknya bang”61
.
Sementara AT mengungkapkan :
“Alhamdulillah, selama ini saya belum pernah ditertibkan disini
bang. Saya senang menghibur orang bang, dan pekerjaan ini sudah
seperti hobi tersendiri bagi saya, ya saya nyaman saja la bang”62
.
61
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 62
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017
Dari jawaban kedua informan diatas yang menyatakan
perilaku sosial mereka lari saat ditertibkan, melawan,
memberanikan diri, pergaulan bertambah, dan pengalaman mereka
juga bertambah.
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh
setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di
dalam Kamus besar Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian
tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan,
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dan sebagainya), kekuasaan yang benar
atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau
martabat63
. Membela merupakan turunan dari mekanisme
pertahanan diri individu. Perilaku sosial pengamen jalanan
menunjukkan bahwa berani mempertahankan pekerjaan yang
dilakukannya saat ini.
Jadi, dapat penulis pahami bahwa perilaku sosial mereka
walaupun adanya tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh
petugas seperti razia dan sejenisnya, mereka akan tetap melakukan
kegiatan ini karena merasa berhak untuk mencari rezki.
2. Berkuasa.
a. Suka Memerintah.
63
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, (Diakses 3/2/17)
Mengenai suka memerintah ini hasil penelitian yang
penulis lakukan dengan pertanyaan pernahkah saudara meminta
teman lain untuk menggantikan posisi saudara untuk mengamen di
tempat ini ? menunjukkan hasil sebagai berikut :
“Nggak bang, saya belum pernah meminta kawan saya untuk
menggantikan saya ngamen disini, kami semua sama saja,
seandainya ada diantara kami yang tidak datang pasti ada saja yang
ngamen, tapi kalau datang semuanya biasanya kami berbagi
wilayah atau bergantian aja gitu bang”64
.
Sementara pengamen AT mengungkapkan :
“Tidak pernah bang, karena jika saya tidak ngamen, ya orang lain
yang ngamen di tempat ini, dan itupun tidak ada kesepakatan
diantara saya dan mereka”65
.
Penulis belum menemukan pengamen jalanan yang
memerintah dan hasil diatas menunjukkan pengamen jalanan
belum pernah memerintah rekan sesama pengamen jalanan.
Memerintah yaitu memberi perintah dan menyuruh
melakukan sesuatu66
. Pengamen jalanan belum pernah menyuruh
orang lain untuk menggantikan mengamen disuatu tempat.
Jadi, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat penulis
ketahui bahwa pengamen jalanan belum pernah memerintah
kepada teman-temannya untuk mengamen.
3. Berinisiatif.
a. Mengorganisasi Kelompok.
64
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 65
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 66
KBBI Online, Pengertian Memerintah, (Diakses 3/2/17)
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari orang
lain dalam arti kata selalu hidup bersama-sama dimanapun mereka
berada. Berikut ini hasil wawancara penulis dengan pengamen
jalanan dengan pertanyaan adakah komunitas pengamen jalanan ?
apa namanya, bagaimana susunan struktur atau kepengurusannya,
dan apa saja aktivitas yang telah dan akan dilakukan komunitas ini
?, adapun jawaban pengamen jalanan sebagai berikut :
“Ada bang, namanya Persatuan Musisi Jalanan Bukittinggi. Nggak
ada sih bang, kami cuma punya ketua aja dan kami anggotanya.
Kegiatannya nggak ada sih bang, biasanya malam-malam kami
berkumpul di taman Jam Gadang, ngobrol-ngobrol biasa gitu bang,
kalau ada kawan kami yang sakit ya kami jenguk bawa makanan
dan minuman”67
.
Sementara pengamen AT mengungkapkan sebagai berikut :
“Kalau saya independen saja bang, tidak ada membuat komunitas
atau perkumpulan apapun. Tapi waktu itu saya pernah membuat
penggalangan dana untuk gempa di Pidi Jaya Aceh kemaren ini.
Tidak ada sih bang. Biasanya kalau saya menghimpun dana untuk
korban bencana alam, saya bersama kawan-kawan bang, tidak
sendirian, itupun bukan atas nama kelompok bang, kami sukarela
saja, setelah kami mendapat donasi yang kami jalankan itu, lalu
kami salurkan ke pihak-pihak mungkin bisa membantu
mengantarkan, setelah itu ya bubar gitu saja”68
.
Perilaku sosial pengamen jalanan yang terkait dengan data
diatas adalah suka berkumpul dan solidaritas, kemudian melakukan
sesuatu diluar mengamen secara bersama-sama.
Mengorganisasi kelompok merupakan suatu keterampilan
pengamen jalanan dalam bersosialisasi antar sesama mereka
67
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 68
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017
sebagai hasil dari komunikasi satu sama lain69
. Dalam hal ini
pengamen jalanan membentuk sebuah kelompok sesuai dengan
keinginan bersama dan bubar dengan sendirinya.
Jadi, dapat penulis ketahui bahwa setiap pengamen berhak
menentukan mau tidaknya berkelompok. Bagi yang tidak
bergabung dapat melaksanakan aktivitas mengamennya dengan
sendiri dan kadang-kadang bersama dengan temannya.
b. Suka Memberi Masukan.
Dari hasil penelitian penulis dengan pengamen jalanan
dengan pertanyaan apa saja yang saudara diskusikan dengan
teman-teman ?, pernahkah saudara memberi saran atau masukan ?
seperti apa ?, bagaimana juga dengan contoh masukan yang
diberikan teman kepada saudara ?, pengamen mengungkapkan
sebagai berikut :
“Perbincangan kami biasanya seputar bagaimana persiapan kami
jika di tertibkan atau dirazia pihak keamanan, berbicara lagu
terbaru sekaligus kunci atau cord gitarnya, tentang olah raga
khususnya sepak bola, biasalah bang seperti obrolan-obrolan anak
muda lainnya lah yang seumuran dengan saya. Sering bang, jadi
kalau ada teman saya yang salah saat bernyanyi ya saya beri saran
bahwa lagu itu atau cord lagunya salah nanti akan berakibat
berbedanya keserasian musik dan suara. Mereka memberi masukan
yang baiklah bang, positif, bermanfaat bagi saya, tentu pada
akhirnya saya harus menerima hal itu dan melaksanakan segala
masukan tersebut, toh manfaatnya kan untuk saya juga kan bang”70
.
Senada dengan itu, hasil penelitian dengan pengamen AT
adalah :
69
KBBI Online, Pengertian mengorganisasi, (Diakses 3/2/17) 70
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017
“Ngobrol apa aja sih bang, tidak ada pembahasan khusus gitu.
Pernah sih, waktu itu ada kawan saya yang meminta pendapat
kepada saya tentang lagu yang keren dibawakan, kemudian saya
menyarankan agar dia harus update dengan lagu terbaru. Masukan
dari teman-teman seringnya masalah kunci gitar lagu-lagu terbaru
aja sih bang”71
.
Dari jawaban tersebut diatas yang menyatakan bahwa
mereka berdiskusi, saling membantu dan memberikan masukan.
Intinya disini adalah pengamen jalanan saling mendukung satu
sama lain.
Suka memberi masukan adalah perbuatan saling
mendukung individu yang sangat bermanfaat bagi diri mereka
masing. Berdasarkan jawaban pengamen jalanan mereka senang
berdiskusi dengan saling memberi masukkan.
Jadi, dapat penulis ketahui bahwa pengamen jalanan tidak
selalu berdiskusi perihal bermusik, mereka saat berkumpul-kumpul
mengobrol apa saja yang teringat bagi mereka tidak ada
pembahasan khusus.
4. Mandiri.
a. Membuat Segala Sesuatu Sendiri.
Dari hasil penelitian mengenai membuat segala sesuatu
dengan sendiri dapat penulis jelaskan dan pertanyaannya adalah
alat musik apa yang saudara sukai dan alat apa yang pernah
saudara buat sendiri, adakah saudara membuat sesuatu sendiri ?,
71
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017
dan apa saja kegiatan saudara yang membutuhkan bantuan orang
lain ?, jawaban yang dikemukakan informan adalah :
“Alat musik yang saya sukai sih gitar trus gendang, kadang-kadang
saya ngamen pakai tamburin. Kalau alat musik yang pernah saya
buat sendri seperti tamburin kecil dari tutup botol yang dipakukan
ke kayu untuk tangkainya, trus gendang dari paralon bekas yang
diatasnya pakai karet trus diikat sampai bagus berbunyi jika
dipukul. Pernah sih berpikiran membuat lagu sendiri, tapi sampai
sekarang masih belum ada bang. Banyak sih bang, setiap manusia
pasti butuh orang lain kan ?, kalau untuk ngamen saya ngamen
berdua dengan kawan saya, kadang-kadang bertiga tapi jarang
sekali”72
.
Sementara itu, hasil wawancara dengan pengamen AT
mengungkapkan :
“Gitar bang, pastinya itu alat musik yang paling setia bagi saya.
Saya sudah ada dua puluhan lagu yang saya bikin sendiri dan group
akustik saya bang, nama group akustik saya ANTI
MAINSTREAM. Saya kira tidak hanya saya bang, semua orang
pasti butuh orang lain dalam menjalankan aktivitas mereka, kalau
saya ya kalau kesini kadang-kadang saya naik angkutan umum,
kadang kalau saya nggak punya uang bisa saya pinjam ke teman,
kadang saya nebeng makan siang sama kawan, banyaklah bang”73
.
Pengamen jalanan mengungkapkan perilakunya kreatif dan
membuat kelompok musik. Menurut penulis kreatif merupakan ide
atau gagasan seseorang yang digunakan untuk membuat segala
sesuatu yang belum pernah dibuat oleh orang lain. Sebagai
individu yang mampu membuat segala sesuatu sendiri, pengamen
jalanan memiliki kreatifitas dan mampu bersosialisasi dengan
membuat kelompok musik.
72
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 73
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017
Jadi, berdasarkan hasil hal tersebut diatas dapat penulis
pahami bahwa pengamen jalanan mampu membuat segala
sesuatunya yang mereka sukai dimana pengamen jalanan mampu
mengekspesikan diri dengan membuat alat musik sendiri walaupun
sederhana dan mampu membuat lagu sendiri.
b. Tidak Suka Mencari Nasehat atau Dukungan.
Setiap pengamen jalanan ada yang suka mencari nasehat
ada juga yang tidak mau mendapatkan itu, karena dianggap
menghalangi aktivitas mereka. Pertanyaan penelitian yang penulis
kemukakan adalah bagaimana sikap saudara menerima kritikan
dari orang lain ?, bagaimana reson saudara saat adanya masukan
yang membangun untuk kehidupan kedepannya ?, dan seperti apa
usaha saudara untuk meminta dukungan kepada orang lain ? :
“Pastinya senang, bersyukur kepada Tuhan, dan berterima kasih
kepada orang yang memberi saya masukan. Tentunya senang
sekali, saya terima selagi itu baik untuk saya, tapi yang jelas saya
lebih tau kemana arah kehidupan saya nanti dan orang yang
memberi masukan itu sifatnya kan hanya sekedar saran yang bisa
saja dikerjakan dan boleh tidak dong, tergantung orang yang
mendengar kan. Palingan saya minta saran kepada teman-teman
sesama pengamen, ada nggak lagu terbaru yang keren berikut cord
gitarnya, diskusi tentang hal-hal yang mungkin bisa saya tiru dan
usaha-usaha lainnya”74
.
Senada dengan hal diatas AT mengungkapkan jawabannya
sebagai berikut :
“Tentunya sangat senang, saya beranggapan berarti mereka peduli
dengan saya. Selagi itu baik untuk saya, ya saya terima lah bang.
Biasanya saya tanya aja sih bang, kadang-kadang saya meminjam
74
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017
referensi lagu terbaru seperti buku lagu yang ada kunci gitarnya,
meminta file lagu terbaru”75
.
Perilaku sosial yang tampak pada pengamen jalanan adalah
terbuka dengan saran orang lain, merasa diperhatikan, dan
mengikuti perkembangan yang ada.
Menurut KBBI terbuka adalah tidak sengaja dibuka, tidak
tertutup, tersingkap, dan tidak terbatas pada orang tertentu saja,
kemudian tidak dirahasiakan76
. Bertolak belakang dengan poin
diatas yaitu tidak suka mencari nasehat atau dukungan, justru
pengamen jalanan bersedia menerima segala nasehat yang
bermanfaat bagi mereka dan bersedia mencari sendiri dukungan
orang lain untuk kepentingan aktivitas mengamennya.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis ketahui
bahwa pengamen jalanan sangat menerima nasehat maupun
dukungan dari orang lain selagi baik untuk mereka.
5. Kerjasama.
a. Solidaritas Antar Sesama.
Orang yang biasa beraktivitas dilapangan biasanya sulit
terlepas dari solidaritas seperti yang dilakukan oleh pengamen
jalanan. Adapun pertanyaan penelitian penulis adalah seperti apa
bentuk solidaritas saudara terhadap orang lain ?, dan apa yang
75
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 76
KBBI Online, Pengertian terbuka, (Diakses 3/2/17)
saudara lakukan saat mengetahui ada orang lain yang ditimpa
musibah ?, jawaban informan adalah sebagai berikut :
“Kalau ada musibah seperti banjir, gempa bumi atau bencana alam
lainnya kami menghimpun dana keliling pasar menggunakan
sebuah kardus dan kami salurkan ke lembaga sosial seperti PKPU,
Rumah Zakat, PMI, dan lain-lain. Biasanya saya menjenguk
kadang-kadang bersama dengan kawan saya kadang-kadang sendiri
saja tergantung situasi dan kondisi”77
.
Sementara jawaban AT adalah :
“Pernah bang, waktu adanya bencana sinabung, saya merangkul
teman-teman sesama pengamen untuk ikut penggalangan dana
melalui ngamen. Biasanya saya jenguk sih bang”78
.
Dari jawaban tersebut dapat diketahui bahwa pengamen
jalanan memiliki tingkat solidaritas yang tinggi. Menurut KBBI
solidaritas itu sendiri merupakan perasaan setia kawan antara
sesama anggota yang sangat diperlukan. Sementara menurut
wikipedia solidaritas adalah integrasi, tingkat dan jenis integrasi
ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan
tetangga mereka yang mengacu pada hubungan pada masyarakat79
.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan sangat relevan dengan
toeri ini yaitu pengamen jalanan memiliki rasa solidaritas antar
sesama. Jadi, dapat penulis pahami bahwa pengamen memiliki jiwa
solidaritas yang baik.
6. Agresif.
a. Pendendam.
77
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 78
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 79
Http://Html/Solidaritas.com. Diakses 1/1/2017
Adapun pertanyaan penelitian yang penulis ajukan adalah
apa saudara merasa dendam terhadap orang yang berpandangan
negatif terhadap pekerjaan mengamen ?, dan apa yang saudara
lakukan untuk melampiaskan perasaan dendam tersebut ?, jawaban
informan adalah :
“Ada sih bang, itu kadang-kadang, karena saya kesal aja kenapa
banyak orang memandang remeh pekerjaan saya ini, padahal saya
menghibur dengan senang hati dan meminta uang alakadarnya,
kalau tidak diberi ya juga tidak masalah. Kadang-kadang saya
tandai kemana mereka pergi, setelah saya mengamen biasanya saya
menyindir mereka dengan mempermalukan mereka, kadang-
kadang saya biarkan saja karena saya lebih fokus dengan pekerjaan
saya ini”80
.
Sementara AT mengungkapkan :
“Tidak sih bang, bagi saya caci maki orang saya anggap sebagai
batu loncatan saya agar kedepannya saya bisa lebih baik. Saya
berusaha menjadi yang terbaik dan menepis bahwa perkataan orang
itu salah dan saya berusaha membuktikan dengan prestasi”81
.
Pengamen memiliki perilaku kesal, menghibur dengan
senag hati, membiarkan cemoohan, menjadikan cacian sebagai
motivasi. Dendam merupakan berkeinginan keras untuk membalas
karena rasa marah atau benci. Hawa nafsu yang tidak terkendali
melahirkan kemarahan. Kemarahan yang berlarut-larut dan
terpendam menjadi bibit dendam82
. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengamen jalanan tidak menyimpan rasa
dendam yang mendalam terhadap orang yang memandang negatif
pekerjaannya.
80
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 81
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 82
Juni Hartono, Pengertian Dendam, (Diakses 3/2/17)
Jadi, berdasarkan hal tersebut dapat penulis pahami bahwa
pengamen jalanan dengan perilaku sosialnya memiliki rasa
dendam, hanya saja frekuensinya tidak terlalu tinggi dan mereka
tidak membalas dengan kejahatan melainkan dengan prestasi.
b. Suka Bertengkar.
Menurut pengalaman, biasanya pergaulan dilapangan
seperti yang dilakukan oleh pengamen jalanan sangat rentan terjadi
pertengkaran kecil atau besar. Adapun pertanyaan penelitian yang
penulis ajukan adalah pernahkah saudara bertengkar dengan orang
lain ?, dalam hal apa pertengkaran itu ?, dan bagaimana akhir
pertengkaran itu?, jawaban yang dikemukakan informan adalah
sebagai berikut :
“Pernah bang, seperti pengalaman yang saya ceritakan sebentar ini,
masalah saya dituduh orang mengambil HP nya. Orang lain yang
kehilangan HP. Akhirnya saya dan orang itu berdamai karena saya
terbukti tidak mencuri punya orang itu di posko keamanan Satpol
PP Jam Gadang”83
.
Sementara, AT mengungkapkan tidak pernah bertengkar
sebagaimana jawabannya :
“Tidak pernah bang, untuk apa bertengkar ?”84
.
Pada pertanyaan penulis perihal apa yang dipertengkarkan
ia menjawab tidak ada dan bagaimana akhirnya otomatis tentu juga
tidak ada. Pengamen jalanan suka berdamai dan tidak mau
bertengkar. Menurut KBBI pertengkaran merupakan percek-cokan,
83
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017 84 AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017
perdebatan, akhirnya pertengkaran itu dapat diselesaikan dengan
baik85
.
7. Suka Pamer atau Menonjolkan Diri.
a. Perilaku Berlebihan.
Dari hasil penelitian dengan pertanyaan bagaimana cara
saudara menarik perhatian pengunjung ?, seperti apa penampilan
saudara saat tampil mengamen disini ?, bagaimana cara saudara
meminta uang kepada pengunjung ? dan pernahkah saudara
memaksa meminta uang kepada pengunjung ?, adapun jawaban
informan pertama sebagi berikut :
“Ya saya berusaha tampil sebaik mungkin bang, sebelum tampil
tentu saya persiapan dulu, latihan vocal, menyiapkan lagu supaya
penampilan saya maksimal kan bang, kalau penampilan saya sudah
maksimal insyaAllah tentu bisa menarik perhatian pengunjung”.
“biasanya saya ngamen ditemani sama kawan, kami ngamen
berdua, nyanyi berdua, caranya biasanya jika saya memainkan gitar
kawan saya yang memegang kantong plastik. Mengamen ini kan
menghibur orang bang, jadi saya berusaha meberikan hiburan yang
layak lah bagi pengunjung. Saya ngamen sama kawan, berdua saja
bang, nyanyi berdua, caranya biasanya jika saya memainkan gitar
kawan saya yang memegang kantong plastik. Gitu juga sebaliknya
bang, kalau kawan saya yang memainkan gitar, saya yang
memegang kantong plastiknya untuk saya sodorkan ke pengunjung.
Kalau pengunjung memberi uang, kami pindah ke pengunjung
lainnya. Kalau saya pernah bang, pernah waktu saya ngamen
pengunjung tidak mau ngasih saya uang kan, ya trus saya sodorin
terus kantong plastiknya. Ada yang mau ngasih ada juga tetap
nggak mau ngasih kami uang”86
.
Sementara hasil wawancara dengan AT dapat penulis
jelaskan :
85
KBBI online, Pengertian Pertengkaran, (Diakses 3/2/17) 86
RE, Pengamen Taman Jam Gadang, Wawancara Pribadi, 2 Januari 2017
“Untuk menarik perhatian atau atensi penumpang bus, saya harus
update lagu baru bang, dan saya biasanya membawa tiga atau dua
lagu salah satunya lagu barat. Saya percaya diri saja, berusaha
tampil dengan maksimal, ya menghibur la bang. Cara saya
meminta uang, setelah saya nyanyi dua atau tiga lagu tadi,
kemudian saya menjalankan kantong untuk meminta uang ke
pengunjung. Memaksa ? tidak pernah lah bang, untuk apa saya
memaksa ? toh akhirnya nggak akan diberi uang juga kan ?, saya
menyodorkan kantong uang, jika diberi saya berterima kasih, kalau
orang nggak memberi ya tidak masalah bang, namanya berusaha ya
emang seperti ini bang”87
.
Dari jawaban tersebut dapat diketahui perilaku sosial
pengamen yaitu berusaha tampil baik dan maksimal, melakukan
persiapan, pernah memaksa meminta uang, mengikuti
perkembangan, dan percaya diri. Perilaku berlebihan merupakan
berlebihan dalam memenuhi hajat dan keinginan nafsu terhadap
segala sesuatu yang halal secara hukum syari’at tidak haram, tapi
secara moral sikap ini cenderung merusak tatanan akhlak dan etika
hidup88
. Bertolak belakang dengan konsep perilaku berlebihan,
bahwa pengamen jalanan tidak berlebihan dalam perilaku
sosialnya. Jadi, berdasarkan data diatas dapat penulis ketahui
bahwa perilaku sosial pengamen jalanan tidak berlebihan.
Berdasarkan temuan dilapangan yang penulis dapatkan dari Dinas
Sosial Tenaga Kerja (Sosnaker) bahwa sangat sulit menyelesaikan
permasalahan pengamen jalanan dan anak jalanan lainnya seperti jawaban
yang dijelaskan oleh Nurhasanah sebagai kepala bidang sosial Dinas Sosial
Tenaga Kerja (Kabid Sosial Sosnaker) dengan pertanyaan bagaimana
87
AT, Pengamen Terminal Aur Kuning, Wawancara Pribadi, 3 Januari 2017 88
Juni Hartono, Pengertian Israf (berlebihan), artikel (Diakses 3/2/17)
tanggapan ibu terhadap keberadaan pengamen jalanan ?, jawaban informan
pendukung sebagai berikut :
“Pandangan saya terhadap adanya anak jalanan yang mengamen di
Bukittinggi adalah bahwa Pengamen jalanan ini merupakan permasalahan
yang serius untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Sudah banyak cara
yang kami lakukan untuk dapat menyelesaikan persoalan ini, namun sampai
saat ini tetap saja permasalahan ini masih terjadi. Mereka seperti mengganggu
ketertiban umum dan kerap memberikan ketidaknyamanan kepada
masyarakat pengunjung kota”89
.
Senada dengan hal diatas, Roni salah seorang personil Satpol PP
Bukittinggi juga menjelaskan sebagai berikut :
“Terima kasih ananda, pandangan kami terhadap pengamen jalanan seperti
serba salah gitu, karena disatu sisi kami selaku petugas tentu menjalankan
kewajiban kami sesuai peraturan daerah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, di lain hal disini mereka mencari uang untuk
memenuhi keperluan sehari-hari”90
.
Dapat penulis ketahui bahwa persoalan pengamen jalanan seperti
sebuah permasalahan sosial perkotaan yang berkepanjangan serta petugas
seperti serba salah jika melakukan tugasnya sebagaimana seharusnya.
C. Peranan Pihak Terkait.
1. Peraturan Daerah.
Berkenaan dengan peraturan daerah (Perda) kota Bukittinggi ini,
pertanyaan yang penulis ajukan adalah adakah perturan daerah yang
membahas tentang pengamen jalanan ?, informan pendukung menjawab
dengan jawaban yang sama yaitu peraturan daerah kota Bukittinggi nomor
89
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 90
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
3 tahun 2015. Nurhasanah sebagai kepala bidang sosial Dinas Sosial
Tenaga Kerja (Kabid Sosial Sosnaker) Bukittinggi sebagai berikut :
“Tentu ada. Kita sudah memiliki peraturan daerah kota Bukittinggi nomor
3 tahun 2015 tentang ketentraman dan ketertiban umum. Saudara dapat
membaca sendiri peraturan ini untuk lebih lanjutnya”91
.
Senada dengan itu, adapun jawaban dari personil Satpol PP
mengungkapkan sebagai berikut :
“Jelas ada lah, peraturan ini ada dan tertera pada peraturan daerah Kota
Bukittinggi Nomor 3 tahun 2015 tentang ketentraman dan ketertiban
umum”92
.
Jadi, dari jawaban kedua informan pendukung diatas dapat penulis
ketahui bahwa peraturan daerah yang berkenaan dengan keberadaan
pengamen jalanan adalah Peraturan Daerah kota Bukittinggi Nomor 3
tahun 2015 tentang ketentraman dan ketertiban umum.
2. Tindakan Petugas.
Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kota Bukittinggi dalam
hal ini dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Satuan Polisi
Pamong Praja. Pertanyaan yang penulis ajukan adalah seperti apa tindakan
bapak atau ibu terhadap keberadaan mereka ?, adapun jawaban yang
dikemukakan oleh Nurhasanah selaku kepala bidang Sosial Dinas Sosial
Tenaga Kerja (Kabid Sosial Sosnaker) Bukittinggi adalah :
91
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 92
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
“Dinas Sosial Tenaga Kerja (Sosnaker) Kota Bukittinggi telah melakukan
penertiban terhadap gelandangan dan pengamen (gepeng) pada sejumlah
ruas jalan di Kota Bukittinggi sampai bulan desember 2016 kemaren.
Kami melakukan penertiban gelandangan dan pengamen ini bersama
Satpol PP, Kesbangpol dan aparat kepolisian guna memberikan rasa
nyaman kepada warga dan pengunjung yang datang ke Bukittinggi. Hal ini
sudah menjadi agenda rutin setiap tahunnya bagi Sosnaker. Khusus tahun
ini razia dilakukan hanya dua kali, dimana razia saat ini waktunya
berpapasan menjelang masuknya bulan puasa. Dan razia akan digelar
kembali pada november mendatang. Penertiban yang sudah kami lakukan
berhasil mengamankan delapan orang pengamen dijalanan dengan ka-
wasan yang berbeda, seperti tiga orang dikawasan pasar atas, satu orang di
gulai bancah, satu orang lagi di kawasan jalan Sudirman dan lainnya dibe-
berapa ruas jalan dikawasan Bukittinggi. Semua gepeng yang diamankan
tersebut kami pulangkan kembali ke daerah asal mereka masing-masing
setelah terlebih dahulu didata dan dimintai keterangan. Sebelum mereka
dipulangkan kami beri surat pernyataan untuk tidak melakukan
perbuatannya lagi. Pada umumnya pengamen yang diamankan itu bukan
warga asli Bukittinggi, melainkan dari daerah tetangga seperti Agam,
Batusangkar, Payakumbuh, Solok dan daerah lainnya. Usai dilakukan
pendataan mereka langsung kita suruh kembali ke daerah masing-
masing”93
.
Senada dengan itu, Roni selaku personil Satpol PP mengungkapkan
sebagai berikut :
“Kami pernah mengamankan belasan pengamen dan gepeng yang
berkeliaran di tempat umum seperti sekitaran Jam Gadang, tugu
Adipura, tugu Pahlawan Tak Dikenal, simpang lampu merah by pass,
terminal dan tempat umum lainnya. Kami melakukan razia karena
keberadaan mereka dirasa mengganggu ketenangan masyarakat dan
sekaligus untuk menciptakan kenyamanan lingkungan untuk
pengunjung kota ini. Mereka ini rata-rata sudah pernah kita tangkap,
tapi masih saja membandel. Mereka yang terjaring kita minta
membacakan teks Pancasila. Selanjutnya, mereka akan kami serahkan
kepada Dinas Sosial Tenaga Kerja (Sosnaker). Mereka akan diberi
pembinaan disana”94
.
Jadi dapat penulis pahami bahwa pemerintah kota Bukittinggi
bersinergi melakukan razia, penertiban, dan tindakan lainnya terhadap
93
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 94
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
keberadaan pengamen jalanan yang dipandang sebagai pengganggu
ketenangan dan kenyamanan masyarakat dan pada umumnya mereka
berasal dari luar daerah Bukittinggi.
3. Perilaku Sosial Sesuai Norma.
Berdasarkan observasi dengan pertanyaan bagaimana saja perilaku
sosial pengamen jalanan yang sesuai dengan norma ?, berdasarkan
jawaban yang dikemukakan petugas Sosnaker adalah berikut :
“Ya, mereka tetap sopan dalam mengamen, bergaul dengan para
pedagang, bergaul dengan orang-orang yang bekerja ditempat mereka
mengamen gitu, dari segi berpakaian kami melihat rapi bahkan memakai
sepatu. Tapi dari segi berperilaku kami melihat mereka sering berkumpul
dengan sesama mereka (sesama pengamen) dalam arti kompak95
.
Senada dengan hal tersebut, personil Satpol PP juga menjawab
dengan ungkapan yang hampir sama dengan petugas Sosnaker
sebagaimana berikut :
“Kalau kami memandang mereka jarang sih berperilaku sesuai dengan
norma. Perilaku mereka paling ya mengamen dengan baik memberikan
hiburan, kemudian berpakaian sopan tidak melanggar”96
.
Jadi, dapat diketahui bahwa pengamen jalanan jarang berperilaku
sesuai norma sesuai dengan jawaban yang mereka berikan kepada penulis.
4. Perilaku Sosial Melanggar Norma.
95
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 96
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
Dari hasil temuan penulis dilapangan yang seyogyanya jawaban
pengamen jalanan sebagai informan kunci sama dengan jawaban petugas
sebagai informan pendukung tapi ternyata berbeda. Adapun pertanyaannya
adalah bagaimana pula dengan perilaku sosial pengamen jalanan yang
tidak sesuai dengan norma yang berlaku ditengah masyarakat ?, adapun
hasil temuan penulis dengan Sosnaker yaitu :
“Menurut pengakuan mereka kadang-kadang memaksa pengunjung kota
untuk memberi uang kepada mereka, kemudian kami melihat perilaku
mereka jauh dari yang seharusnya, seperti mengganggu orang, berkata
yang kurang sopan, memalak anak yang usianya lebih muda dari mereka,
memaksa pengunjung untuk mengeluarkan uang dengan alasan telah
menghibur dan lain sebagainya”97
.
Senada dengan itu, adapun jawaban dari Satpol PP adalah :
“Kami memperhatikan dan dapat laporan bahwa pengamen jalanan ini
sering meminta uang secara paksa kepada pengunjung yang datang
berlibur di kota ini, bahkan mereka pernah bertengkar. Jadi waktu itu
pengamen merasa tersinggung karena pengunjung memberikan uang
dengan tangan kiri disebabkan ia merasa pengamen memaksa meminta
uang. Cerita yang kami dapatkan dilapangan, pengamen ini meminta
pengunjung membayar dengan tangan kanan namun si pengunjungpun
kesal karena beranggapan si pengamen meminta seperti memaksa gitu,
akhirnya ya sempat cek-cok, adu mulut, sampai bertengkar dan saling
pukul. Melihat perkelahian itu teman dari pengunjung tersebut ikut
membantu temannya. Akhirnya duel dua lawan dua, sementara teman si
pengunjung yang lainnya tidak mau terlibat. Kepada kami kedua
pengamen mengaku bahwa mereka merasa tersinggung oleh perbuatan
pengunjung yang memberi uang dengan tangan kiri. Sementara itu,
pengunjung justru emosi karena merasa pengamen memaksa mereka untuk
membayar.Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pengamen
dan pengunjung ini kami serahkan kepada petugas kepolisian yang berjaga
di gerbang Istana Bung Hatta dan kabar yang kami dapatkan akhirnya
mereka mau berdamai”98
.
97
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 98
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
Jadi, ketahui bahwa petugas dari dinas terkait sering dan selalu
menemukan perilaku sosial pengamen jalanan yang melanggar norma yang
berlaku.
5. Komunitas Pengamen Jalanan.
Terkait dengan komunitas atau kelompok pengamen jalanan,
pertanyaannya adalah adakan kelompok atau komunitas tertentu yang
dibentuk oleh pengamen jalana ini ?, petugas dinas terkait tidak mendapat
informasi yang akurat sebagaimana jawaban dari Sosnaker berikut :
“Menurut pemantauan kami, kami tidak melihat kalau pengamen ini punya
kelompok atau perkumpulan pengamen jalanan, sejauh pantauan kami
mereka solid membagi-bagi tempat untuk bernyanyi, itu saja ananda”99
.
Adapun jawaban personil Satpol PP hampir sama dengan hal diatas
sebagaimana berikut :
“Kami melihat mereka terpisah-pisah, kadang-kadang mereka ngamen
sendirian, seringnya berdua, yang satu bernyanyi sambil memainkan gitar
dan satu lagi memegang kantong uang. Kalau hal ini mungkin merekalah
yang lebih tau itu ya, saya juga kurang tau tentang itu”100
.
Jadi, berdasarkan jawaban yang dikemukakan kedua informan
pendukung tersebut dapat penulis pahami bahwa tidak seluruh pengamen
jalanan di kota Bukittinggi tergabung dalam satu komunitas atau kelompok
tertentu.
99
Nurhasanah, Dinas Sosial Tenaga Kerja Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari
2017 100
Roni, Personil Satpol PP Bukittinggi, Wawancara Pribadi, 5 Januari 2017
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari berbagai penjelasan tentang perilaku sosial pengamen jalanan
yang dikemukakan oleh para ahli mulai dari pengertian, faktor yang
mempengaruhinya, bentuk-bentuknya, karakteristik yang positif, faktor
pembentuk, penetapan, perkembangan sosial, maupun tipe-tipenya, dapat
penulis tarik kesimpulan, bahwa perilaku sosial merupakan suatu
rangsangan atau stimulus yang berasal dari seorang individu kepada orang
lain agar mendapatkan respon yang sesuai dengan rangsangan yang ia
berikan. Dalam hal ini, perilaku sosial yang timbul dari diri pengamen
jalanan untuk ditampilkan didalam hubungan sosial agar adanya respon
yang sesuai dengan stimulus yang ia berikan.
Sementara itu, perilaku sosial pengamen jalanan merupakan suatu
stimulus perbuatan yang timbul dari pengamen jalanan untuk menjalin
komunikasi sosial dengan orang lain yang ada disekitarnya serta berbagai
macam bentuk tindakan sosial yang timbul dari diri mereka untuk
diekspresikan sebagai makhluk sosial.
B. Saran.
1. Kepada Pengamen Jalanan.
a. Agar lebih memperhatikan lagi bagaimana bersikap dan
berperilaku kepada orang lain yaitu tidak memaksa
pengunjung apabila tidak memberi uang.
b. Diharapkan lebih berperilaku apa adanya, tidak dipaksakan
dan tidak menjadi diri orang lain dalam artian tetap menjadi
diri sendiri dan tampil mengamen sebagaimana memberi
hiburan yang baik.
c. Mempertahankan perilaku sosial yang baik selama ini
bahkan jika perlu ditingkatkan.
d. Berusahalah agar pekerjaan sebagai pengamen dapat
dipandang sebagai pekerjaan yang baik dan menjaga
keharmonisan pertemanan dengan orang lain.
2. Kepada masyarakat.
a. Lebih menghargai pekerjaan pengamen jalanan sebagai
penghibur disaat liburan.
b. Berikanlah sebagian dari rezki yang kita miliki sebagai
sedekah kepada pengamen jalanan, karena setidaknya
walaupun kita memberi hanya sedikit kita telah
membahagiakan mereka dan orang yang telah memberikan
hiburan juga layak diberi imbalan atas penampilan mereka.
c. Tidak perpandangan negatif terhadap keberadaan
pengamen jalanan yang notabene mencari uang dengan
memberikan hiburan.
3. Kepada Pemerintah.
a. Agar lebih memperhatikan bagaimana keadaan warga
negaranya.
b. Agar lebih memprioritaskan mereka yang mencari uang
dijalanan seperti pengamen jalanan.
c. Agar dapat lebih mensejahterakan mereka yang
membutuhkan bantuan moril dan materil.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Q.S Al-Luqman : 6-7, Bogor : Penerbit Sabiq, 2009
Achmat Subekan, Fakir Miskin dan Anak-anak Terlantar Dipelihara oleh
Negara, Jakarta : Kementerian Keuangan, 2014
Amirul Hadi & Hariono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung : Pustaka
Setia, 1198
Anarita dkk, Baseline Survei untuk Program Dukungan dan Pemberdayaan Anak
Jalanan di Perkotaan, Bandung : Akatiga Pusat Analisis Sosial, 2001
Arief & Armai, Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam Rangka Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional, Jakarta : UIN Jakarta,
2002
Baron A Robert dkk, Social Psycology edisi ketujuh, New York : Pearson, 2006
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : CV Andi Offset, 2005
Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta : Andi Offset, 2003
Teori-teori Psikologi Sosial, Yogyakarta : CV Andi Offset, 2011
Cholid Narbuko dkk, Metodologi Penelitian Cet. ke-7, Jakarta : Bumi Aksara,
2005
Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan, Bandung
: CV. Mandar Maju, 1995
Depdiknas, KBBI edisi ketiga, Jakarta : Balai Pustaka, 2007
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Rosda Hude, 2009
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga, 1995
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Group (Sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif) Cet. ke-1, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2013
Hoetomo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya : Mitra Pelajar, 2005
Husaini & Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial Cet. ke-6, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2006
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995
Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif, Jakarta :
Universitas Indonesia Press, 1998
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Cet. ke-5, Bandung : Remaja
Rosda Karya, 2009
Nasution R., Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2009
Prayitno, Himpunan Data (Seri Kegiatan Pendukung Konseling), Padang :
Universitas Negeri Padang, 2006
Rita L Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi edisi kedelapan, Jakarta : Erlangga,
1985
Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani Cet. ke-1,
Jakarta : Direktorat Jendral Olah Raga, 2001
Soerjono Soekanto dan Max Weber, Konsep-Konsep Dasar dalam Sosiologi,
Jakarta : Rajawali, 1985
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogjakarta : Pustaka
Pelajar, 2008
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1996
Sunarto dan Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rineka Cipta, 2006
Syamsu Yusuf dkk, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2011
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya, 2008
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012
Kelompok Pengaruh Sosial dalam kuliah Psikologi Sosial, Sekolah Tinggi Filsafat
Driyarkara, 2009. (Diakses 15/9/2016)
Www.Wikipedia/Bukittinggikota.Com (Diakses 17/3/16)
Http://Perilaku Sosial/Blogspot.Com. (Diakses 23/5/2016)
BIODATA PENULIS
DATA PRIBADI.
1. Nama : Muhammad Harizon
2. Tempat/Tgl Lahir : Bukittinggi, 15 November 1990
3. Alamat : Sawah Paduan, Kel. P. Kurai, Kec. G. Panjang,
Bukittinggi
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Hobi : Public Speaking, Baca Buku, Traveling, Berenang,
Main Gitar
7. Cita-cita : Dosen, Pengusaha, Motivator, Penulis, Public
Speaker, dll
8. Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN.
1. SD N 09 Bukittinggi (Lulus Tahun 2005)
2. SMP N 6 Bukittinggi (Lulus Tahun 2008)
3. MAN 1 Model Bukittinggi (Lulus Tahun 2011)
4. IAIN Bukittinggi (Lulus Tahun 2017)
PENGALAMAN ORGANISASI.
1. Ketua Umum Remaja Islam Mushalla Nurul Ikhlas Pakan Kurai (2014
s/d 2016)
2. Rescue Lembaga Amil Zakat PKPU Bukittinggi (2010 s/d 2011)
3. Anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Bukittinggi (2009 s/d
Sekarang)
4. Koor. Iklan & Humas UKK Pers Al-Itqan STAIN Bukittinggi (2012 s/d
2013)
5. Koord. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan LDK IAIN Bukittinggi
(2012 s/d 2013)
6. Koord. Bidang Eksternal HMJ BK IAIN Bukittinggi (2013 s/d 2014)
7. Divisi Penelitian & Pengembangan LPM Al-Itqan IAIN Bukittinggi
(2014 s/d 2015)
8. Sekretaris Forum Aktif Menulis (FAM) Bukittinggi (2014 s/d Sekarang)
9. Ketua Komunitas Belajar Titian Insan Cemerlang (TIC) Sumbar (2012
s/d sekarang)