Zoonosis Anthrax

14
TUGAS ZOONOSIS DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER “ANTRAX” KELOMPOK : 2 1. Talitha Rahma U. 125130100111069 2. Eni Mufida 125130100111070 3. Lucky Retno P. 125130100111072 4. Violita Intan P. 125130100111073 5. Ayu Khairunnisa 125130100111074 6. Wulandari 125130100111075 7. Rizqiza Andro F. 125130100111077 8. Fitratul Hayana B. 125130101111055 2012 D PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN 1

description

-

Transcript of Zoonosis Anthrax

TUGASZOONOSIS DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINERANTRAX

KELOMPOK : 21. Talitha Rahma U. 1251301001110692. Eni Mufida1251301001110703. Lucky Retno P.1251301001110724. Violita Intan P. 1251301001110735. Ayu Khairunnisa1251301001110746. Wulandari1251301001110757. Rizqiza Andro F.1251301001110778. Fitratul Hayana B. 1251301011110552012 D

PROGRAM KEDOKTERAN HEWANUNIBERSITAS BRAWIJAYA2014

ANTHRAX

PENDAHULUAN Anthrax merupakan penyakit infeksi menular akut yang termasuk salah satu dari penyakit penyakit zoonosis.Anthrax disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, suatu bakteri yang mempunyai kemampuan membentuk endospora yaitu suatu bentuk pertahanan diri suatu bakteri, sehingga menyebabkan bakteri ini sulit dieradikasi. (Rahayu, 2011)Bakteri Bacillus anthracis merupakan bakteri berbentuk batang besar dengan ujung persegi dan sudutnya tajam dengan ukuran panjang 3 5 m dan lebar 1 2 m. Bakteri ini bersifat Gram positif yang akan tampak berwarna biru ungu di bawah mikroskop bila diwarnai dengan Gram. B. Antrhracis juga merupakan bakteri yang non motil, memilikispora dan tahan asam. (Rahayu(2011) dan Soedirto(2003))Bacillus anthracis dapat membentuk endospora yang berbentuk oval dan terletak central , tidak lebih besar daripada diameter bentuk vegetatifnya. Endospora ini hanya terbentuk apabila bakteri berada di luar tubuh hostnya atau pada tubuh host yang telah mati. Endospora juga dapat ditemukan pada kultur / biakan, di tanah /lingkungan, pada jaringan atau darah hewan penderita yang telah mati.(Rahayu,2011)Ciri morfologis lain dari Bacillus anthracis adalah mempunyai capsul pada saat berada di dalam tubuh host tetapi capsule ini tidak dapat terjadi pada Bacillus anthracis yang dibiakkan secara in vitro kecuali bila dalam medianya diberikan natriumbicarbonate dengan konsentrasi 5% CO2 . (Rahayu,2011)DISTRIBUSI GEOGRAFIS Anthrax pada hewan terdeteksi pada hampir di seluruh negara terutama di daerah mediteranian, Afrika dan Asia. Beberapa produk hewan misalnya bulu domba atau tepung tulang yang diimport dari daerah endemis kemungkinan juga dapat menjadi sumber penularan bila terkontaminasi oleh endospora bakteri ini. Di Amerika beberapa daerah misalnya Louisiana, Oklahoma, Colorado, California merupakan daerah yang secara sporadis sering terjadi kasus anthrax.(Rahayu,2011)Hampir semua mamalia peka terhadap anthrax. Di Indonesia anthrax sering dijumpai pada sapi, kerbau, kambing, domba, kuda dan kadang pada babi. Tanah berkapur dan tanah yang bersifat basa /alkalis merupakan habitat yang sangat sesuai untuk endospora anthrax. Umumnya anthrax menyerang hewan pada musim kering / kemarau, karena rumput sangat langka, sehingga sering terjadi ternak makan rumput yang tercabut sampai akarnya. Lewat akar rumput inilah kemungkinan bisa terbawa pula spora dari anthrax.(Rahayu,2011)Di Indonesia, anthrax pertama kali ditemukan di Teluk Betung Propinsi Lampung pada tahun 1884. Pada tahun 1885 dilaporkan terjadi anthrax di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung. Pada tahun 1886 anthrax dilaporkan terjadi di daerah Banten, Padang, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.(Rahayu,2011)Penyebaran penyakit ini pada sapi, kerbau, kambing, domba dan babi terjadi pada periode 1906-1957 di berbagai daerah di Indonesia seperti Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Buktitinggi, Sibolga, Medan, Jakarta, Purwakarta, Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro, Sumbawa, Sumba, Lombok, Flores, Bali, SulawesiSelatan, Menado, Donggala dan Palu. Tahun 1975, wabah anthrax berjangkit di enam daerah, yaitu Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulewesi Tenggara. Derajat sakit (morbidity rate) tiap 100.000 populasi hewan dalam ancaman tiap provinsi menunjukkan derajat tertinggi ada di Jambi (530 tiap 100.000) dan terendah di JawaBarat (0,1 tiap 100.000). Dari laporan itupun diketahui, lima daerah mempunyai derajat sakit lebih rendah dari 15 tiap 100.000 populasi dalam ancaman dan hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim. Tahun 1980, di Nusa Tenggara Timur terjadi anthrax di Sumba Timur yang meminta korban sapi, kuda, kerbau, babi,anjing, dan manusia.(Rahayu,2011)Pada tahun 1990 dilaporkan terjadi serangan penyakit anthrax terhadap peternakan sapi perah di Kabupaten Semarang dan Boyolali yang menyebabkan kematian ratusan ekor sapi. Pada tahun 1994 laporan serangan anthrax hanya berasal dari Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat. Pada bulan April 1997 Indonesia sempat dikejutkan adanya berita kasus anthrax pada sapi yang terjadi di Victoria dan New South Wales (Australia). (Rahayu,2011)Pada tahun 2000, Indonesia di kejutkan lagi dengan munculnya anthrax di peternakan burung unta / Struthio camelus, di Purwakarta, Jawa Barat, bahkan satu-per satu warga yang terserang anthrax bermunculan. Sedikitnya sudah 10 daerah propinsi yang oleh Departemen Pertanian dinyatakan berisiko untuk usaha peternakan yaitu antara lain Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil survei yang dilakukan pada bulan April 2000.(Rahayu,2011)PATOGENESISAnthrax terutama menyerang hewan ternak sapi,kambing, domba / biri-biri, kuda. Endospora dari Bacillus anthracis yang mencemari tanah kemungkinan akan menempel pada rerumputan atau tanaman lainnya dan termakan oleh ternak. Manusia umumnya terinfeksi oleh endospora bakteri ini melalui lesi di kulit, inhalasi atau per oral.(Rahayu, 2011)Sebagai penentu patogenitas dari Bacillus anthracis adalah adanya 2 faktor virulensi yaitu capsul dan antigen toxin yang berupa exotoxin complex Capsul akan menyebabkan gangguan pada proses fagositosis sedangkan exotoxin complex berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan. (Rahayu,2011)Infeksi dimulai dengan masuknya endospora ke dalam tubuh. Endospora dapat masuk melalui abrasi kulit,tertelan atau terhirup udara pernapasan. Pada antraks kulit dan saluran cerna, sebagian kecil spora berubah menjadi bentuk vegetatif di jaringan subkutan dan mukosa usus. Bentuk vegetatif selanjutnya membelah, mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis setempat. Endospora yang di fagositosis makrofag, akan berubah jadi bentuk vegetatif dan dibawa ke kelenjar getah bening regional tempat kuman akan membelah, memproduksi toksin, dan menimbulkan limfadenitis hemorhagik. Kuman selanjutnya menyebar secara hematogen dan limfogen dan menyebabkan septikemia dan toksemia.Dalam darah, kuman dapat mencapai sepuluh sampai seratus juta per millimeter darah. Sebagian kecil bisa mencapai selaput otak menyebabkan meningitis. Pada antraks pulmonal, terjadi edema paru akibat terhalangnya aliran limfe pulmonal karena terjadinya limfadenitis hemorhagik peribronkhial. Kematian biasanya akibat septikemia, toksemia, dan komplikasi paru dan umumnya terjadi dalam kurun waktu satu sampai sepuluh hari pasca paparan. Reaksi peradangan hebat terjadi terutama akibat toksin letal.(Tanzil, 2013)

PENULARANSumber infeksi anthrax terutama tanah yang tercemar endospora bakteri Bacillus anthracis merupakan sumber infeksi dan bersifat bahaya laten karena dapat terserap oleh akar tumbuh- tumbuhan hingga mencapai daun maupun buahnya sehingga berpotensi untuk menginfeksi ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya. Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengindap anthrax. Miliaran endospora bakteri ini terdapat dalam darah dan organ organ dalam penderita pada keadaan septisemia. Pada dasarnya seluruh tubuh bangkai penderita, termasuk benda yang keluar dari bangkai tersebut mengandung endospora bakteri ini . Dalam satu mililiter darah setidaknya mengandung 1 miliar endospora. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan angin, atau dihanyutkan aliran air kemudian dapat mencemari air, pakan, rumput, peralatan dan sebagainya.(Rahayu,2011)

Pada hewan sumber infeksi utama penyakit anthrax adalah tanah.Selama masa akhir dari penyakit ini pada hewan, bakteri vegetatif Bacillus anthracis akan keluar dalam jumlah banyak bersama darah penderita melewati lubang lubang kumlah alami misalnya telinga, hidung, anus. Bakteri ini dengan segera membentuk endospora dan berdiam diri di tanah bertahun tahun bahkan hingga 60 -70 tahun. Hal inilah yang kemungkinan dapat menjadi sumber infeksi dari anthrax yang terus menerus ada. (Rahayu,2011)

A. Penularan dari Hewan ke Hewan Bentuk yang berspora disebarkan oleh hewan mati dari antraks umumnya menjadi sumber infeksi hewan lain. Mengingat hubungan antara insiden anthrax yang lebih tinggi dalam kondisi panas kering, teori muncul bahwa hewan dipaksa untuk merumput pada padang rumput kering dekat dengan tanah. Rumput menghasilkan lesi orogastrointestinal dan, jika tanah terkontaminasi dengan spora antraks, ini dapat memungkinkan terjadinya infeksi. Hewan dapat juga menelan tanah juga dapat menjadi sumber i infeksi pada binatang pemakan rumput. (WHO,2008)"Barn anthrax" merupakan istilah awal untuk hewan infeksi yang didapat dari pakan ternak. Bangkai Anthrax menimbulkan bahaya bagi manusia dan hewan lainnya baik di sekitar ataupun yang berjarak yaitu melalui daging, kulit, rambut, wol atau tulang. Jangat, rambut, wol dan tulang dapat diangkut jarak jauh untuk digunakan dalam industri, bahan pakan atau kerajinan tangan. Ternak dapat memperoleh penyakit dari lain benua melalui kontaminasi pakan, atau dari spora yang telah mencapai bidang dalam limbah industri. Bonmeal dan meatmeal merupakan contoh sumber kontaminasi terbanyak. (WHO,2008)Spora dapat dihirup oleh hewan yang merumput pada daerah berdebu kering dimana hewan lain meninggal karena anthrax pada masa lalu. Transmisi jarak terjadi karena debu dapat berpindah, sehingga dapat membawa spora anthrax ke daerah lain yang belum terjangkit, dan akan menginfeksi hewan baru pada daerah tersebut. (WHO,2008)Serangga juga dapat menjadi salah satu transmisi anthrax. Lalat memakan cairan tubuh dari anthrax bangkai dan kemudian deposit pada feses terkontaminasi kemudian meninggalkan bakteri pada daun pohon dan semak-semak atau rumput di sekitar. Hewan kemudian dapat kontrak anthrax ketika makan daun terkontaminasi. Anthrax juga ditransmisikan pada guniea pig oleh S. calcitrans dan nyamuk spesies Aedes aegypti dan A. Taeniorhynchus.(WHO,2008)B. Penularan dari Hewan ke Manusia Manusia dapat terinfeksi melalui salah satu dari ketiga kemungkinan yaitu melalui kulit, melalui inhalasi atau melalui ingesti.(Rahayu,2011) Manusia terjangkit antraks biasanya akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan binatang atau bahan yang berasal dari binatang terinfeksi. Manusia relatif kebal terhadap kuman antraks dibanding dengan herbivora. Pada manusia, infeksi alami antraks secara epidemiologis tergolong atas dua jenis, yaitu:1. Antraks non industri , dalam keadaan ini antraks terjadi akibat kontak erat manusia dengan binatang atau jaringan binatang terinfeksi. Anthrax non-industri, yang dihasilkan dari penanganan bangkai yang terinfeksi, biasanya muncul sebagai anthrax bentuk kulit; kejadian cenderung musiman dan paralel musiman. Anthrax kulit ditularkan oleh gigitan serangga, dan antraks dari saluran pencernaan dari makan daging yang terinfeksi, juga juga merupakan bentuk penyakit non industri. (WHO,2008)2. Antraks di daerah industri, pada umumnya mengenai pekerja yang menangani wool, tulang, kulit, dan produk binatang lain. Antraks akibat kontak erat dengan binatang terinfeksi umumnya berbentuk antraks kulit, jarang berbentuk antraks saluran cerna. Antraks di daerah industri juga sebagian besar berbentuk antraks kulit, namun mempunyai risiko lebih besar mendapat antraks pulmonal dibanding anthrax non industri.(Tanzil,2013)C. Penularan dari Manusia ke Manusia Manusia hampir selalu kontak dengan anthrax secara langsung atau tidak langsung dari hewan yang terinfeksi, dan epidemiologi insiden manusia dan wabah mencerminkan bahwa manusia kontak dengan hewan yang berpenyakit. Penyakit ini umumnya dianggap sebagai non-menular, tidak seperti pada hewan, catatan penularan orang-ke-orang ada tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi Juga jarang kasus yang dilaporkan bahwa manusia bertindak sebagai perantara. (WHO,2008)GEJALA KLINIS Gejala klinis Anthrax pada hewan diawali dengan suhu tubuh tinggisekitar 41 - 42 C, kehilangan nafsu makan yang mengarah kepada terhentinya produksi susu pada sapi perah, edema di sekitar leher, hidung, kepala dan scrotum, selain itu penderita terlihat sempoyongan, gemetar dan dengan segera timbul kematian. Penderita yang lemah biasanya mati dalam waktu 1 - 3 hari.Pada babi dan kuda umumnya lebih tahan, gejala penyakit berjalan secara kronis dan menyebabkan pembengkakan pada daerah tenggorokan. Gejala yang menciri pada kasus anthrax yaitu di dapatkan adanya limpadenitis pada nekropsi. Hewan yang menderita anthrax juga enunjukkan gejala keluarnya darah bewarna merah pucat kehitaman dari lubang-lubang alamiah tubuhnya. (Rahayu,2011)Manifestasi klinis pada manusia tergantung dari jalan masuknya endospora Bacillus anthracis ke dalam tubuh host. Cutaneous anthrax merupakan manifestasi klinis terbanyak pada manusia, dinyatakan sekitar 95% dari kejadian anthrax. Pada manusia, cutaneous anthrax bermula dari infeksi oleh endospora bakteri ini melalui lesi kulit. Dalam waktu 12 -36 jam setelah infeksi akan timbul papula yang akan berubah segera menjadi vesicular yang berisi cairan berwarna biru gelap. Ruptur dari vesicular akan meninggalkan bekas berupa eschar kehitaman pada bagian pusat lesi dan dikelilingi oleh daerah menonjol yang merupakan reaksi keradangan. Ulcus necrotic inilah yang sering disebut sebagai malignant pustule yang sering terjadi di kulit tangan, lengan, atau kulit kepaladan tidak terasa sakit. (Rahayu,2011)Pada cutaneous anthrax, umumnya penderita mengeluh demam subfebris dan sakit kepala. Pada pemeriksaan, umumnya di daerah terbuka seperti muka, leher, lengan dan tangan ditemukan kelainan berupa papula, vesicula yang berisi cairan dan jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi oleh kerak berwarna hitam, kering yang disebut eschar ( pathognomonik ) disekitar ulkus, sering didapatkan eritema dan edema. Pada perabaan edema tersebut tidak lunak dan tidak lekuk ( non pitting ) bila ditekan, disebut juga malignant pustule. (Rahayu,2011)Infeksi oleh endospora bakteri ini melalui inhalasi akan menimbulkan mediastinitis, demam, malaise, myalgia, batuk non produktif, kemudian dapat menjadi parah dengan adanya edema paru, pneumonia haemorrhagic sehingga terjadi respiratory distress dan cyanosis serta dalam beberapa kasus dapat terjadi kematian dalam waktu 24 jam. Pada anthrax bentuk pernapasan ini, biasanya terjadi pada orang orang yang menangani produk produk hewan misalnya pada penyortir bulu domba, sehingga sering disebut sebagai wool-sorters disease. (Rahayu,2011)Pada anthrax bentuk pernapasan keluhan penderita umumnya demam subfebris, batuk non produktif, lesu, lemah dan dalam 2 - 4 hari kemudian terjadi gangguan pernafasan hebat disertai suhu yang meningkat, cyanosis dyspneu, keringat berlebihan, dan detak jantung menjadi lebih cepat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema subkutan di daerah dada dan leher. Pada anthrax bentuk pencernaan, infeksi endospora didapatkan melalui oral karena makanan yang tercemar dan ditandai dengan gejala sakit perut, nausea, vomit dan diare , bahkan dapat terjadi haematemesis dan diare berdarah akibat ulcerasi pada mucosa gastrointestinal. Walaupun dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan darah sehingga terjadi schock dan kematian tetapi pada manusia bentuk ini merupakan yang paling jarang terjadi. Pada anthrax saluran pencernaan keluhan penderita biasanya adalah rasa sakit perut yang hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut membesar dan keras serta dapat berkembang menjadi ascites dan edema scrotum.(Rahayu,2011)DIAGNOSA Diagnosa pada hewan dapat di lakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul. Untuk penegakan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratoris dengan pengecatan langsung atau kultur terhadap specimen yang diambil dari malignant pustule, sputum , darah atau discharge penderita. Immunodiagnostik berupa test PCR atau Elisa juga dapat dilakukan sebagai diagnosa laboratoris selain Test ascoli yang merupakan test serologis khususnya terhadap hewan yang mati tersangka anthrax.Yang perlu diketahui adalah bahwa diagnosa laboratoris terhadap tersangka anthrax hanya boleh dilakukan oleh laboratorium tertentu yang mempunyai standar BSL2 /Biological Safety Level 2. (Rahayu,2011)PENCEGAHAN DAN PENGENDALIANPencegahan dan pengendalian antraks di daerah endemik dilakukan dengan cara vaksinasi . Vaksin antraks yang digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah vaksin aktif. Daya proteksi vaksin antraks pada ternak ditentukan oleh respon imun terhadap protective antigen (PA), sedangkan 2 komponen toksin lainnya yaitu LF dan EF hanya berperan kecil dalam memberikan proteksi. Vaksin antraks masa mendatang harus dapat menstimulasi imun respon seluler dan imun respon. Vaksinasi pada ternak di Indonesia pada umumnya masih menggunakan vaksin spora hidup atau live spora vaccine, yang mengandung B. Anthracis galur 34F2, bersifat toksigenik, dan tidak berkapsul (Setya dan Lily, 2006).

Dalam wabah memiliki sumber infeksi yang ditetapkan, jelas menghentikan sumber ini adalah hal terpenting. Langkah untuk memutus siklus infeksi jika infeksi dapat ditelusuri terjadi kontaminasi pada pakan misalnya, maka sumber pakan harus segera ditarik dari peternakan dan dari peredaran.Transportasi perpindahan hewan lainyang jauh dari daerah yang mewabah adalahtindakan awal yang penting. Jika lalat dicurigai sebagai vektor penting,maka segera di basmi dan tindakan kontrol migrasi juga perlu di perhatikan.(WHO,2008)Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah penularan anthrax pada manusia diantaranya dengan menghindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan yang dicurigai terkena anthrax. Selain itu perlu dilakukan pemusnahan bangkai hewan yang mati karena anthrax secara benar sehingga tidak memungkinkan endospora dari bakteri ini untuk menjadi sumber infeksi. Vaksinasi pada hewan ternak perlu dilakukan untuk mencegah infeksi pada ternak sapi, kerbau, kambing, domba maupun kuda.(Rahayu,2011).

DAFTAR PUSTAKA

Asih,Rahayu.2011. Anthrax di Indonesia. Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Lingkungan Univesitas Wijaya Kusuma. Vol.1 No 3.Kunadi, Tanzil.2013. Aspek Bakteriologi Penyakit Anthrax. Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan. Vol.1 No.1. Setya dan Lily.2006. Pengendalian Penyakit Anthrax : Diagnosis, Vaksinasi Dan Investigasi. Jurnal Wartazoa Vol. 16 No.4Soedarto.2003. Zoonosis Kedokteran. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 32-34.WHO.2008. Anthrax in Humans and Animals : Fourth Edition. WHO Press. Avenue Appia, Geneva, Switzerland.

1