Isi Anthrax

26
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Anthrax merupakan penyakit infektif dan sering berakibat fatal pada binatang pemamah biak yang disebabkan oleh karena menelan spora Bacillus anthracis di tanah; ditularkan oleh manusia melalui kontak dengan wol atau produk binatang lain yang terkontaminasi, atau inhalasi spora-spora yang ada di udara. (Dorland, 2010). Penyakit ini didapatkan endemik di negara berkembang seperti Asia, Afrika dan Amerika Selatan, dimana kontrol peternakan belum baik dan kondisi lingkungan menunjang terjadi siklus binatang-tanah-binatang. Sedangkan di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia telah hilang, setelah eradikasi penyakit ini di peternakan yang disebabkan program yang ektensif termasuk vaksinasi. Insidensi yang pasti belum jelas, tetapi diperkirakan 2.000 sampai 20.000 kasus pada manusia per tahun. Wabah pernah terjadi di Zimbabwe (1978- 1980) berupa antraks kulit dan gastrointestinal, dan juga terjadi di Siberia (1079). Keganasan antraks dapat dilihat dari kejadian di Sverdloks, Rusia (1979) dimana terjadi kecelakaan di fasilitas bioweapons yang menyebabkan tersebarnya spora

Transcript of Isi Anthrax

Page 1: Isi Anthrax

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Anthrax merupakan penyakit infektif dan sering berakibat fatal pada

binatang pemamah biak yang disebabkan oleh karena menelan spora

Bacillus anthracis di tanah; ditularkan oleh manusia melalui kontak dengan

wol atau produk binatang lain yang terkontaminasi, atau inhalasi spora-

spora yang ada di udara. (Dorland, 2010).

Penyakit ini didapatkan endemik di negara berkembang seperti Asia,

Afrika dan Amerika Selatan, dimana kontrol peternakan belum baik dan

kondisi lingkungan menunjang terjadi siklus binatang-tanah-binatang.

Sedangkan di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia telah hilang,

setelah eradikasi penyakit ini di peternakan yang disebabkan program yang

ektensif termasuk vaksinasi. Insidensi yang pasti belum jelas, tetapi

diperkirakan 2.000 sampai 20.000 kasus pada manusia per tahun. Wabah

pernah terjadi di Zimbabwe (1978-1980) berupa antraks kulit dan

gastrointestinal, dan juga terjadi di Siberia (1079). Keganasan antraks dapat

dilihat dari kejadian di Sverdloks, Rusia (1979) dimana terjadi kecelakaan di

fasilitas bioweapons yang menyebabkan tersebarnya spora Antraks ke udara

sehingga terjadi 77 kasus Antraks dengan kematian 66 kasus. Juga pada

tahun 2001 di USA terjadi pengiriman spora lewat pos yang menyebabkan

11 kasus inhalation Antraks dengan 5 diantaranya mati. (Sudoyo dkk,

2006).

Penyakit ini juga dikenal di Indonesia seperti kejadian di Purwakarta

(Januari 2000) dan Bogor (Januari 2001) yang lalu.

Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai

definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, uji laboratorium

diagnostik, pengobatan dan pencegahan dari penyakit anthrax.

Page 2: Isi Anthrax

2

I.2 Tujuan

Secara keseluruhan referat ini bertujuan :

1) Sebagai salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian

akhir blok (UAB).

2) Agar mahasiswa dan penulis pada khususnya dapat mengetahui tentang

penyakit anthrax pada manusia.

I.3 Manfaat

a) Mahasiswa lebih mengerti tentang penyakit anthrax pada manusia.

b) Memberikan wawasan tambahan kepada mahasiswa tentang karakteristik

penyakit anthrax.

Page 3: Isi Anthrax

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I Definisi Anthrax

Nama antraks berasal dari kata yunani buat batubara yaitu anthracis,

oleh karena lesi nekrotik (eschar) berwarna hitam seperti batubara. (Sudoyo

dkk, 2006).

Anthrax adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman bacillus

anhtracis, suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke

manusia melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari

binatang yang terkontaminasi. (Sudoyo dkk, 2006).

Taksonomi dari antraks adalah kingdomnya merupakan bacteria,

phylumnya firmicutes, classnya bacilli, ordernya bacillales, famillynya

bacillaceae, genusnya bacillus dan speciesnya B. antrakis. (Pelczar, 2005).

Gambar 1. Bacillus anthracis

B.anthracis adalah basil gram positif, non-motil dan bisa membentuk

spora (sporulasi) yang terletak di tengah basilus nonmotil. Sel-selnya tipikal

yang berukuran 1 x 3-4 um mempunyai ujung persegi dan tersusun dalam

rantai panjang. (Gillepsi dkk, 2002).

Page 4: Isi Anthrax

4

Gambar 2. Spora Anthrax

II.2 Etiologi Anthrax

Manusia terinfeksi jika spora B. antrhacis masuk ke dalam tubuh

melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau produk hewan

terkontaminasi, gigitan serangga, inhalasi atau tertelan. Pada manusia,

bentuk yang paling sering terjadi adalah antraks kulit, yang ditandai oleh

lesi kulit terlokalisir dengan eschar sentral yang dikelilingi oleh edema

nonpitting yang nyata. Antraks inhalasi (penyakit pencukur bulu domba)

khas menimbulkan mediastinitis hemoragik, infeksi sistemik yang sangat

progresif dan angka kematian yang sangat tinggi. Antraks gastrointestinal

jarang sekali terjadi dan terkait dengan angka kematian yang tinggi.

(Isselbacher dkk, 2000).

B.anthracis adalah organisme di tanah yang tersebar di seluruh dunia.

Kasus pada manusia dapat dibagi secara umum menjadi kasus industri dan

agrikultur. Pada kasus agrikultur transmisi terjadi langsung dengan kontak

dengan discharges binatang yang terinfeksi seperti tinja, atau tidak langsung

melalui gigitan lalat yang telah makan pada bangkai binatang tersebut. Atau

bisa pula disebabkan makan daging mentah atau kurang dimasak dari

binatang terinfeksi. Kasus industri disebabkan kontak dengan spora yang

terdapat pada bahan dari binatang terinfeksi seperti rambut, wol, kulit,

tulang pada saat proses industri. Oleh karena spora bisa bertahan lama sekali

maka transmisi bisa melalui barang yang terbuat dari binatang seperti

Page 5: Isi Anthrax

5

selimut wol, ikat pinggang dari kulit, drum terbuat dari kulit. Beberapa

kasus lainnya terjadi pula di laboratorium yang menggunakan binatang.

Transmisi dari manusia ke manusia tidak terjadi, kecuali kontak langsung

dengan secret lesi kulit penderita yang menyebabkan lesi kulit sekunder.

(Sudoyo dkk, 2006).

B. anthracis membutuhkan oksigen untuk sporulasi tetapi tidak untuk

perbenihan spora dan sporulasi tidak terjadi pada hewan yang hidup. Bentuk

segiempat pada kuman tersendiri menimbulkan rupa pada rantai B.

anthracis seperti mobil gerbong. Pada agar darah, B. anthracis yang virulen

biasanya membentuk koloni kasar, putih keabuan, non hemolitik atau yang

hemolitik lemah, yang mempunyai tonjolan berbentuk koma yang tidak

teratur dan disebut menyerupai kepala medusa; di luar kondisi kelebihan

CO2, koloni lembut dan mukoid. Strain virulen B. anthracis adalah

patogenik pada hewan, termasuk tikus dan marmut percobaan. Faktor

virulensi yang diketahui adalah tiga protein yang secara kolektif disebut

toksin antraksis dan polipeptida kapsul antifagositik yang mengandung

residu asam D-glutamat yang terangkai oleh ikatan peptida yang terdiri dari

gugus gama karboksil. Gen yang menentukan produksi toksin antraks dan

poolipeptida kapsul adalah pada plasmid B. anthracis terpisah. Penentuan

kepekaan pada faga gama basilus dan penemuan antigen spesifik spesies

dengan uji antibodi fluoresens atau uji hemaglutinas adalah membantu

dalam identifikasi laboratorium B. anthracis. Spora B. anthracis dapat

bertahan tahunan dalam tanah yang kering tetapi dimusnahkan dengan

pendidihan selama 10 menit, dengan memberikan agen peengoksida seperti

kalium permanganate atau hydrogen peroksida atau dengan formaldehid

encer. (Isselbacher dkk, 2000).

Page 6: Isi Anthrax

6

II.3 Patogenesis Anthrax

B. anthracis adalah suatu kuman patogen ekstraseluler yang dapat

menghindari fagositosis, menyerbu aliran darah, bermultiplikasi dengan

cepat menjadi suatu densitas populasi yang tinggi in vivo dan membunuh

dengan cepat. Polipeptida kapsuler dan toksin antraks dikenal sebagai faktor

virulensi dari B. anthracis. Kapsul B. anthracis terdiri dari asam poli-D-

glutamat dan memberikan resistensi terhadap fagositosis. Toksin antraks

terdiri dari tiga protein yang disebut protective antigen (PA), edema faktor

(EF) dan lethal factor (LF). Toksin ini ditemukan dari demonstrasi yang

memindahkan darah steril dari binatang percobaan yang tidak terinfeksi

yang membunuh resepien. (Moayeri, 2003).

Tidak satu pun dari 3 exotoxin di atas bisa menyebabkan efek biologis

pada binatang percobaan bila diberikan sendiri-sendiri. PA mempunyai efek

mengikat reseptor permukaan sel, sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF

untuk masuk ke sitoplasma. (Sudoyo dkk, 2006).

Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal dan

menghambat fungsi PMN, sedangkan kombinasi PA dan LF akan

menyebabkan syok dan kematian cepat, bisa dalam waktu 60 menit.

Antibiotik akan melenyapkan kuman antraks, tetapi toksin yang telah

diproduksi kuman akan tetap berfungsi melanjutkan proses penyakit sampai

toxin tersebut dimetabolisir. (Prince, 2003).

Gambar 3. Mekanisme anthrax toxin sehingga menyebabkan patologi

Page 7: Isi Anthrax

7

Gambar 4. Mekanisme infeksi akibat anthrax

Pada cutaneous anthrax, spora kuman tersebut akan masuk melalui

kulit yang luka atau melalui luka yang disebabkan serat dari binatang

terinfeksi. Di jaringan subkutan spora tersebut akan berubah menjadi bentuk

vegetatif, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin dan material kapsul

antifagositik (plasmid pX02). Akan terjadi edema dan nekrosis jaringan.

(Sudoyo dkk, 2006).

Selanjutnya kuman akan di fagosit oleh makrofag dan menyebar ke

kelenjar getah bening setempat, di mana disini toksin akan menyebabkan

perdarahan, edema dan nekrosis (limpadenitis). Terakhir basil tersebut akan

masuk peredaran darah dan menyebabkan pneumonia, meningitis dan

sepsis. (Sudoyo dkk, 2006).

Pada inhalation Antraks (lebih jarang terjadi dibanding dengan tipe

lainnya) terjadi inhalasi spora (aerosol dengan ukuran partikel kurang dari 5

um) dimana spora akan sampai di alveoli, difagosit oleh makrofag dan

selanjutnya dibawa ke kelenjar getah bening mediastinum. Spora yang di

tanah akan menggumpa dan akan susah menjadi aerosol, sehingga tidak

menyebabkan inhalation antraks. (Sudoyo dkk, 2006).

Page 8: Isi Anthrax

8

Di sini terjadi germination, berkembang biak dan pembentukan toksin,

sehingga terjadi limfadenitis dan mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru

bisa terkena yang menyebabkan trombosis dan gagal napas. Juga bisa terjadi

efusi pleura. Pneumonia terjadi oleh karena infeksi sekunder bukan primer

oleh basil antraks. Dari paru basil bisa masuk ke aliran darah menyebabkan

bakteremia, yang bisa masif. Meningitis hemorrhagis bisa terjadi pada

keadaan ini. Penyebab kematian dari inhalation anthrax ini adalah gagal

napas, syok dan edema paru. (Sudoyo dkk, 2006).

Bila spora masuk melalui mulut setelah makan daging terkontaminasi

yang mentah atau kurang masak maka akan terjadi yang disebut

oropharyngeal atau intestinal anthrax. Pada oropharyngeal Anthrax ini

terjadi pembengkakan farynx dan bisa juga menyebabkan obstuksi trakea

atau limfadenopati servikal dengan edema. Pada intestinal Antraks terjadi

edema, nekrosis dan perdarahan mukosa usus besar dan kecil, limfadenopati

mesenterika, asites hemoragis dan sepsis. (Sudoyo dkk, 2006).

Gambar 5. Jalur penularan anthrax pada manusia

Page 9: Isi Anthrax

9

II.4 Manifestasi Klinis Anthrax

Ada beberapa jenis manifestasi Antraks dengan insidensi berbeda di

setiap negara, juga antara negara maju dan berkembang. Ada 3 jenis yaitu

cutaneous anthrax, inhalation Antraks dan gastrointestinal antraks, di

mana semuanya bisa menyebabkan bakteremi, sepsis dan meningitis.

Meningitis terjadi pada 5 % semua kasus anthrax. (Sudoyo dkk, 2006).

1. Cutaneous Anthrax

Jenis ini mencakup 90 % kasus Antraks pada manusia. Setelah massa

inkubasi 1-7 hari akan timbul lesi berbentuk papula kecil sedikit gatal pada

tempat spora masuk (biasanya di lengan, tangan kemudian leher dan muka),

yang dalam beberapa hari berubah jadi bentuk vesikel yang tidak sakit berisi

cairan serosanguineous, tidak purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik

yang sering dikelilingi vesikel-vesikel kecil. Ukuran lesi sekitar 1-3 cm.

khas dalam 2-6 hari akan timbul eschar berwarna hitam seperti batubara

(black carbuncle) yang berkembang dalam beberapa minggu menjadi

ukuran beberapa sentimeter yang kemudian menjadi parut setelah 1-2

minggu. (Moayeri dkk, 2003).

Setelah itu dasar kulit dari lesi terlihat undurasi, panas, berwarna merah,

non-pitting edema yang bisa meluas sampai demikian luasnya (malignant

edema) (Tierno,2002). Sehingga terjadi hipotensi oleh karena perpindahan

cairan intravaskuler ke subkutan. Walaupun demikian hebatnya lesi tetapi

tidak sakit. (Moayeri dkk, 2003).

Gambaran sistemik berupa demam, mialgia, sakit kepala, lemah badan

dan limfadenopati lokal. Bila tidak digunakan antibiotik maka 20 % fatal,

dimana terjadi penyulit bakteriemi yang berlanjut ke meningitis, pneumonia

atau sepsis. (Sudoyo dkk, 2006).

Penyembuhan spontan terjadi terjadi pada 80 sampai 90 persen kasus

yang tidak diobati, tetapi edema dapat berlanjut selama berminggu-minggu.

Pada 10 sampai 20 persen pasien tidak diobati, yang mengalami infeksi

progresif, dapat terjadi bakterimia dan sering disertai demam tinggi dan

kematian cepat. (Isselbacher dkk, 2000).

Page 10: Isi Anthrax

10

Gambar 6. Cutaneous Anthrax

2. Inhalation Anthrax

Inkubasi 1 sampai 5 hari, tetapi dapat sampai 60 hari, tergantung jumlah

spora yang masuk. (Sudoyo dkk, 2006).

Jenis ini terjadi pada kurang dari 5 % kasus. Setelah inkubasi 10 hari

timbul gambaran klinik akut yang terdiri dari 2 fase (bifasik), yaitu fase

initial yang ringan dimana didapatkan demam, lemah, mialgia, batuk kering

dan rasa tertekan di dada dan perut (flu like) yang pada pemeriksaan fisik

mungkin ditemukan ronki, kemudian tiba-tiba disusul fase kedua yang berat

dan sering fatal setelah terlihat seperti ada perbaikan fase pertama. Fase

kedua ini cepat sekali memburuk berupa panas tinggi, sesak nafas, hipoksia,

sianosis, stridor dan akhirnya syok dengan kematian dalam beberapa hari.

Pemeriksaan fisik memberikan gambaran infeksi paru dengan kemungkinan

sepsis dan meningitis. Inhalation Anthrax tidak memberikan gambaran

klasik pneumonia, sehingga tidak didapatkan sputum yang purulen. Edema

leherr dan dada bisa ditemukan, dan pada paru juga ditemukan rhonchi

basah dan kemungkinan tanda efusi. (Prince, 2003).

Page 11: Isi Anthrax

11

Gambar 7. Inhalation Anthrax

Kemiripan yang sering terjadi pada gejala antraks inhalasi (penyakit

pencukur bulu domba) dengan penyakit pernapasan karena virus yang berat

telah mempersulit diagnosis dini. Setelah 1 sampai 3 hari fase akut terjadi,

yang disertai demam, dispnea, stridor, hipoksia dan hipotensi, biasanya akan

terjadi kematian dalam 24 jam, dengan angka kematian bisa mencapai 90 %,

tergantung fasilitas. Kadang-kadang pasien memberikan gejala fulminan.

Temuan radiologik khas yang berkaitan dengan mediastinitis hemoragik

adalah pelebaran mediastinum yang simetrik oleh karena limfadenopati.

Inhalation Anthrax tidak dapat ditularkan antar manusia. (Isselbacher,

2000).

3. Gastrointestinal Anthrax

Setelah kira-kira 2-5 hari memakan daging yang mengandung spora,

maka timbul demam, nyeri perut difus, muntah, diare. Bisa timbul muntah

darah dan berak darah, berisi darah segar atau melena. Bisa pula terjadi

perforasi usus. Selain itu terjadi limfadenitis mesenterial dan asites. (Mandal

dkk, 2006).

Page 12: Isi Anthrax

12

Gejala antraks saluran cerna bervariasi dan terdiri dari demam, mual

dan muntah, nyeri perut, diare berdarah dan kadang asites yang terjadi

secara cepat. Diare kadang masif, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan

volume intravaskuler yang menurun hebat. Gambaran utama antraks

orofaring adalah demam, nyeri tenggorok, disfagia, limfadenopati regional

yang nyeri dan toksemia, sesak napas juga dapat terjadi. Lesi primer sering

terdapat pada tonsil. (Prince, 2003).

Perkembangan selanjutnya dari keduanya adalah sepsis, meningitis dan

kematian. Angka kematian berkisar 25 sampai 60 %. (Sudoyo dkk, 2006).

Gambar 8. Gastrointestinal Anthrax

II.5 Uji Laboratorium Diagnostik Anthrax

Spesimen yang diperiksa adalah cairan atau pus dari lesi lokal, darah

dan sputum. Apusan yang diwarnai dari lesi lokal atau darah dari hewan

yang mati sering memperlihatkan batang gram positif besar berbentuk

rantai. Anthrax dapat diidentifikasi dalam apusan yang dikeringkan dengan

teknik pewarnaan imunofluoresensi. (brooks dkk, 2007).

Bila ditumbuhkan dalam lempeng agar darah, organisme menghasilkan

koloni nonhemolitik abu-abu sampai putih dengan tekstur kasar dan

gambaran “ground-glass”. Pertumbuhan keluar berbentuk koma (kaput

Page 13: Isi Anthrax

13

medusa) dapat menonjol dari koloni. Pewarnaan gram memperlihatkan

batang gram positif besar. Fermentasi karbohidrat tidak berguna. Pada

medium semi-padat, basilus anthrax selalu nonmotil sedangkan organisme

nonpatogenik terkait (misalnya, B cereus) memperlihatkan motilitas secara

“berkelompok”. Biakan anthrax yang virulen membunuh tikus atau marmut

pada injeksi intraperitoneal. Demonstrasi kapsul memerlukan pertumbuhan

pada medium yang mengandung bikarbonat dalam 5-7 % karbondioksida.

Lisis oleh bakteriograf-Y anthrax spesifik dapat membantu dalam

mengidentifikasi organisme. (Moayeri, 2003).

Enzyme-linked immunoassay (ELISA) telah dikembangkan untuk

mengukur antibody terhadap edema dan toksin letal, tetapi uji tersebut

belum dipelajari secara luas. Serum akut dan konvalesen yang diperoleh

dengan selang waktu 4 minggu harus diuji. Hasil yang positif adalah

perubahan empat kali atau titer tunggal lebih dari 1:32. (Moayeri, 2003).

Laboratorium memberikan hasil leukosit yang normal atau sedikit

meningkat dengan PMN yang dominan. Cairan pleura atau likuor

serebrospinal memperlihatkan gambaran hemoragis dengan relatif sedikit

sel darah putih. Pemeriksaan gram dan kultur (dengan media standar) dari

lesi kulit, apus tenggorok, cairan pleura, asites, likuor serebrospinal dan

darah akan memperlihatkan kuman gram positif dengan gambaran khas

anthrax. Pemeriksaaan radiologi sangat penting pada Inhalation anthrax

dimana akan didapatkan gambaran mediastinum yang melebar. (Sudoyo

dkk, 2006).

II.6 Terapi pada Anthrax

B. anthracis yang hidup dapat menghilang dari lesi antraks kulit dalam

waktu 5 jam setelah pengobatan dimulai dengan penisilin G parenteral.

Terapi yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 2 juta unit penisilin G

dengan selang waktu 6 jam sampai edema mereda, dengan pemberian

penisilin oral berikutnya sampai terapu 7 sampai 10 hari lengkap. Pada

orang dewasa yang peka terhadap penislin, eritromisin atau tetrasiklin (500

mg setiap 6 jam) dapat menjadi pengganti. Kloramfenikol juga telah

Page 14: Isi Anthrax

14

digunakan dengan berhasil. Antibiotik mengurangi edema setempat dan

toksisitas sistemik pada pasien antraks kulit tetapi tidak mencegah

pembentukan eschar. Lesi kulit harus dibersihkan dan ditutupi, dan balutan

yang digunakan harus didekontaminasikan. Pada antraks inhalasi, terapi

penisilin dosis tinggi ( 2 juta unit setiap selang 2 jam) dianjurkan, pada

antraks saluran cerna atau meningitis antraks, regiment yang dianjurkan

adalah serupa. Pertimbangan rasional dapat dibuat untuk imunisasi pasif

dengan antitoksin antraks disamping terapi antibiotik pada pasien yang

menderita sakit antraks berat, tetapi antitoksin yang sesuai tidak secara

komersial tersedia. (Isselbacher dkk, 2000).

II.7 Prognosis pada Anthrax

Angka kematian 10 sampai 20 persen untuk antraks yang tidak diobati,

tetapi sangat rendah dengan pengobatan antibiotik yang sesuai. Sebaliknya

angka kematian antraks inhalasi mencapai 100 persen dan terapi biasanya

tidak berhasil. Angka kematian untuk antraks saluran cerna kira-kra 50

persen. Meningitis adalah komplikasi antraks yang biasanya menimbulkan

kematian. (Isselbacher dkk, 2000).

II.8 Pencegahan dan Pengendalian Anthrax

Pencegahan dari paparan terhadap spora antraks bisa dilakukan baik

dengan mencegah kontak dengan binatang atau bahan dari binatang yang

terinfeksi atau makan dagingnya. (Sudoyo dkk, 2006).

Vaksin pertama kali dicoba oleh Louis Pasteur pada tahun1881 pada

binatang. Pada saat ini yang dianjurkan untuk manusia adalah AVA (anthrax

vaccine adsorbed) yang terdiri dari nonencapsulated, attenuated starin (Stern

strain). Vaksin lain yang masih dilakukan trial saat ini (2005) adalah vaksin

rekombinan antigen (cell-free antigen) yang antara lain mengandung LE dan

EF. Vaksin diberikan ulang pada minggu ke-2, 4 dan kemudian pada bulan

ke-6, 12 dan 18. Vaksin bisa diberikan pada pekerja industri atau peternakan

atau siapapun yang punya resiko kontak spora. Vaksin AVA saja tidak bisa

digunakan buat postexposure prophylaxis, sehingga untuk maksud ini

Page 15: Isi Anthrax

15

digunakan antibiotic 60 hari atau dikombinasi dengan vaksin. Oleh karena

dikuatirkan terjadi resistensi terhadap penisilin, maka dianjurkan pemakaian

empiric dengan salah satu dari siprofloksasin (2x500 mg peroral),

gatifloksasin (1x400 mg), levofloksasin (1x500 mg) atau doksisiklin (2x100

mg peroral). (Sudoyo dkk, 2006).

Pencegahan penyakit anthrax juga bisa dilakukan dengan cara (1)

disinfeksi dan sterilisasi yang efisien untuk semua produk hewan impor, (2)

ventilasi, baju pelindung, pemeliharaan higiene dan pengawasan medis pada

keadaan berisiko tinggi, (3) imunisasi pada orang yang berisiko tinggi, saat

ini tersedia vaksin antraks mati yang efektif dan cukup aman, (4) imunisasi

personil militer dapat dipertimbangkan di negara yang berisiko mengalami

bioterorisme antraks, (5) pengambilan sampel lingkungan dan personil

mungkin diperlukan untuk pemeriksaan penunjang antraks akibat

bioterorisme, (6) profilaksis siproflolaksin

Tindakan pengendalian meliputi (1) membuang kerangka hewan

dengan membakar atau menanamnya dalam lubang kapur, (2)

dekontaminasi (biasanya dengan autoklaf) produk-produk hewan, (3)

pakaian dan sarung tangan pelindung untuk menangani bahan-bahan yang

berpotensi terinfeksi dan (4) imunisasi aktif hewan peliharaan dengan

vaksin hidup yang dilemahkan. Orang-orang dengan risiko pekerjaan tinggi

harus diimunisasi. (Brooks dkk, 2007).

Page 16: Isi Anthrax

16

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1) Anthrax adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman bacillus

anhtracis, suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke

manusia melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari

binatang yang terkontaminasi. Toksin antraks terdiri dari tiga protein

yang disebut protective antigen (PA), edema faktor (EF) dan lethal factor

(LF).

2) Ada 3 jenis manifestasi antraks yaitu cutaneous anthrax, inhalation

Anthrax dan gastrointestinal anthrax.

3) Terapi pada anthrax adalah menggunakan penisilin G parenteral,

eritromisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

III.2 Saran

1) Anthrax bersifat zoonosis untuk itu hindari kontak langsung dengan

hewan yang terkena anthrax.

2) Untuk mencegah tertularnya anthrax maka dianjurkan untuk membeli

daging dari tempat pemotongan resmi, memasak daging secara matang

untuk mematikan kuman, serta mencuci tangan sebelum makan.

Page 17: Isi Anthrax

17

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., J.S.Butel dan S.A. Morse. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg

Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC. Jakarta.

Dorland,W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. EGC. Jakarta.

Gillespie, S. dan K. Bamford. 2002. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi

Edisi 3. Erlangga. Jakarta .

Isselbacher, dkk. 2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13

Volume 2. EGC. Jakarta.

Mandal, dkk. 2006. Lecture Notes Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Erlangga.

Jakarta.

Moayeri, dkk. 2003. Bacillus anthracis lethal toxin induces TNF-α–independent

hypoxia-mediated toxicity in mice (on line). Journal Clinical Investigation.

Diakses 1 november 2011.

Pelczar, M.J. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi jilid 2. UI press. Jakarta.

Prince, alice S. 2003. The host response to anthrax lethal toxin : Unexpected

observation (on line). American Society for Clinical Investigation. Diakses

1 november 2011.

Sudoyo A W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

Page 18: Isi Anthrax

18