Yoga

download Yoga

of 16

description

Yoga pranaya

Transcript of Yoga

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPersalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan.Dalam proses persalinan ibu memegang peranan yang sangat penting, sedangkan peran petugas kesehatan adalah membantu dan mendeteksi adanya komplikasi agar persalinan menjadi nyaman dan menyenangkan. Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara normal dan dengan cara pembedahan. Beberapa cara tersebut, belum mampu mengatasi kejadian Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (Sumarah, dkk, 2008). Tingginya AKI ini dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti, kondisi geografis, kemiskinan, dan kondisi ibu saat persalinan. Hal utama yang dapat mempengaruhi ibu saat ingin melakukan persalinan secara normal adalah keadaan fisik. Selain kekuatan fisik, kekuatan psikis seperti kecemasan juga dapat mempengaruhi proses persalinan (Sumarah, dkk, 2008). Kecemasan pada setiap manusia sebenarnya merupakan hal normal yang dihadapi setiap orang bila berhadapan dengan suatu keadaan atau peristiwa. Perasaan cemas timbul akibat kekahwatiran yang membuat seseorang tidak merasakan kenyamanan, ini yang dirasakan sebagian besar ibu hamil. Kecemasan yang dirasakan ibu hamil berbeda-beda sesuai dengan tahapannya. Tahap pertama pada trimester pertama, tahap ini ibu hamil belum terbiasa dengan perubahan fisiknya sehingga menimbulkan stres dan gelisah. Pada tahap kedua yaitu trimester kedua, tahap ini biasanya ibu hamil sudah merasa tenang karena sudah terbiasa dengan keadaannya. Tahap ketiga yaitu trimester ketiga, ini disebut periode menunggu dan waspada (Thobroni M, 2011). Proses persalinan dimulai dengan adanya penipisan dan pembukaan servik. Penipisan dan pembukaan merupakan akibat langsung dari kontraksi. Kontraksi akan menjadi lebih sering, lebih lama, dan intensitasnya semakin kuat. Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik, mengingat kontraksi ini merupakan kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan nyeri pada tubuh (Varney, 2008). Kemajuan persalinan pada kala I fase aktif merupakan saat yang paling melelahkan, berat, dan kebanyakan ibu mulai merasakan sakit atau nyeri, dalam fase ini kebanyakan ibu merasakan sakit yang hebat karena kegiatan rahim mulai lebih aktif. Pada fase ini kontraksi semakin lama, semakin kuat, dan semakin sering yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan pada ibu bersalin kala I bisa berdampak meningkatnya sekresi adrenalin. Salah satu efek adrenalin adalah konstriksi pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke janin menurun. Penurunan aliran darah juga menyebabkan melemahnya kontraksi rahim dan berakibat memanjangnya proses persalinan hingga dapat menyebabkan persalinan lama. Rasa tidak nyaman dan nyeri akan dirasakan oleh wanita seiring kemajuan persalinan. Upaya menghilangkan rasa sakit dapat dilakukan baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi, dari segi resiko dan efek samping cara nonfarmakologi lebih aman, namun keberhasilannya bersifat individual yaitu berhasil bagi seorang ibu belum tentu efektif bagi ibu lain. Metode pengontrolan nyeri secara nonfarmakologi sangat penting karena tidak membahayakan bagi ibu maupun janin, tidak memperlambat persalinan jika diberikan kontrol nyeri yang kuat, dan tidak mempunyai efek alergi maupun efek obat. Metode nonfarmakologi diantaranya homeopathy, pijat aromaterapi dalam persalinan (effluerage dan counterpressure), hipnosis, visualisasi persalinan, teknik auditori dan imej visual persalinan, relaksasi, posisi melahirkan, terapi bola-bola, persalinan di dalam air, gerakan dan pernapasan zilgrei, hypnobirthing, akupuntur, alif dan zikir, yoga, metode persalinan aktif, dan metode reiki (Danuatmaja. 2008).Di Indonesia angka kematian ibu saat melahirkan tergolong tinggi dengan menduduki peringkat 3 tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu dipengaruhi oleh beberapa hal yang lebih dikenal dengan 4 terlalu dan 3 terlambat yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering melahirkan, terlambat dalam mencapai fasilitas, terlambat mendapatkan pertolongan, dan terlambat mengenali tanda bahaya kehamilan dan persalinan. Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu (Rachmaningtyas, 2013). Sedangkan angka kematian ibu hamil di kabupaten malang menduduki urutan keenam di propinsi Jawa Timur pada tahun 2012 yaitu 25 dan 22 di tahun 2013 (Purwadi, 2013). Komplikasi selama persalinan yang sering terjadi di Indonesia yaitu perdarahan pasca persalinan, uri tertinggal, partus lama serta infeksi. Menurut Depkes tahun 2004, ibu partus lama yang rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia diperoleh proporsi 4,3% yaitu 12.176 dari 281.050 persalinan. Di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009 ditemukan proporsi partus tak maju 25,2% yaitu 615 kasus dari 2.436 persalinan. Partus lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi atonia uteri yang dapat mengakibatkan pendarahan postpartum (Insaffita, 2005). Lamanya waktu yang diperlukan pada kala I dan Kala II akan menambah bahaya kematian janin, sehingga perlu menyelesaikan persalinan dengan tindakan segera baik induksi maupun Sectio Cesarea. Untuk mencegah tindakan lain dalam menolong ibu ataupun bayi agar tidak mengalami hal-hal yang diluar proses waktu normal, salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan yoga, yaitu dengan melatih otot-otot tubuh disertai olah napas. Yoga dapat meningkatkan stamina dan kekuatan tubuh, juga dapat melenturkan tubuh sehingga nyeri yang dirasakan bisa berkurang. Melalui gerakan tubuh yang disertai tekhnik pengaturan napas dan pemusatan konsentrasi, fisik akan menjadi lebih sehat, bugar dan kuat. Emosi pun juga akan lebih terkontrol (Ayu Sekar, 2012). Selain itu yoga dapat Mengurangi kecemasan dan mempersiapkan mental sang ibu untuk menghadapi persalinan, melatih otot perineum menjadi lebih kuat dan elastis, serta mengajarkan teknik-teknik penguasaan tubuh dan menekankan bahwa otot yang tegang tak akan membantu saat persalinan (Sindhu, 2009).

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan tugas Trend dan Issue Perawatan Tali Pusat adalah :1. Mengetahui cara perawatan tali pusat terbaru.1.2.1 Tujuan Khusus1. Pengertian Tali Pusat2. Pengertian Perawatan Tali Pusat3. Tujuan Perawatan Tali Pusat4. Cara Merawat Tali Pusat

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Tali PusatTali pusat atau dalam istilah medis dikenal dengan funiculus umbilikalis merupakan sebuah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Tali pusat merentang dari umbilicus (pusar) janin ke permukaan plasenta dan mempunyai panjang normal kurang lebih 50-55 cm, dengan ketebalan sekitar 1-2 cm, tali pusat dianggap berukuran pendek, jika panjang normal kurang dari 40 cm. Tali pusat merupakan jembatan penghubung antara plasenta dan janin. Jadi tali pusat tidak hanya mencakup fungsi pernapasan saja, tapi seluruh aktivitas yang ada di plasenta yakni menyalurkan zat-zat yang dibutuhkan oleh janin, baik untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serta berperan sebagai saluran untuk mengeluarkan bahan-bahan sisa yang tidak dibutuhkan oleh janin seperti urea dan gas karbondioksida. Lalu, akan dikembalikan ke peredaran darah ibu yang kemudian dieksresikan dari tubuh ibu (Riksani, 2012).Menurut Trooter, 2010 tali pusat adalah jaringan unik yang terdiri dari dua arteri dan satu vena yang tertutup oleh jaringan pengikat mukoid yang dikenal sebagai Whartons jelly, yang ditutup oleh satu lapisan tipis membrane mukosa (kelanjutan dari amnion). Selama hamil, plasenta menyediakan semua nutrient untuk pertumbuhan dan menghilangkan produk sisa secara terus-menerus melalui tali pusat. Setelah lahir, tali pusat mengering dengan cepat, mengeras dan berubah warnanya menjadi hitam (suatu proses yang disebut gangren kering). Proses ini dibantu oleh paparan udara. Pembuluh umbilical tetap berfungsi selama beberapa hari, setelah resiko infeksi masih tetap tinggi sampai tali pusat terpisah.Sedangkan Sarwono, 2010 mengatakan tali pusat terdiri dari bagian maternal(desidua basalis)dan bagian janin(vili korionik).Permukaan maternal lebih memerah dan terbagi menjadi beberapa bagian(kotiledon).Permukaan fetal ditutupi dengan membran amniotik dan merupakan membran yang halus serta berwarna kelabu dengan tonjolan pembuluh darah sehingga tali pusat tidak hanya sebagai penyalur sumber makanan dan sebagai penyaring bagi janin.Sehingga dapat disimpulkan bahwa tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan, karna melalui tali pusat inilah semua kebutuhan untuk hidup janin di penuhi .

2.2 Pengertian Perawatan Tali PusatPerawatan tali pusat merupakan tindakan untuk pengobatan dan peningkatan tali pusat yang menyebabkan fisik ibu dengan bayi. Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu : tali pusat akan pupus pada hari ke-5 dan hari ke-6 tanpa ada komplikasi. Sedangkan dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami penyakit tetanus neonatorum dan dapat mengalami kematian (Boyycell, 2011).Perawatan tali pusat merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan merawat tali pusat pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi (Aziz,2009). Perawatan tali pusat merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan merawat tali pusat pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat bayi, alat dan bahan yang digunakan hanya kassa steril, air dan sabun. (Hidayat, 2009).

Perawatan tali pusat adalah upaya untuk mencegah infeksi tali pusat dengan tindakan sederhana yakni tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun, dan tidak membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat (Sodikin,2012)Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, selalu mencuci tangan dengan menggunakanair bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. (Endang, 2010).

2.3 Tujuan Perawatan Tali PusatTujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Wiknjosastro, 2006).Menurut Sodikin (2012), tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi diantaranya tetanus neonatorum dan omfalitis dengan tindakan sederhana.Menurut Boycell (2011), tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun), yang masuk melalui luka tali pusat karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2002).Dalam upaya mencegah infeksi dan mempercepat pemisahan, ada berbagai substansi dan ritual yang telah digunakan untuk perawatan tali pusat, hanya beberapa diantaranya yang sudah diteliti. Substansi seperti pewarna tripel, alkohol, dan larutan klorheksidin dahulu dianggap dapat mencegah infeksi tetapi efektivitasnya belum terbukti. Tali pusat puput sehari lebih cepat pada kelompok, dimana tali pusat dibiarkan mengering secara alami (Kengkap, 2009)

2.4 Cara Perawatan Tali Pusata. Perawatan Tali Pusat Metode LamaAntiseptik adalah zat kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Perawatan tali pusat metode lama (dengan menggunakan pembungkusan dan antiseptik), menurut Depkes RI (2005) adalah sebagai berikut : a. Persiapan alat 1) Alkohol 70% berthadin 10% dalam tempatnya 2) Kasa dan kapas lidi steril dalam tempatnya 3) Kerentang dalam tempatnya Perlengkapan pemakaian bayi (gurita, popok, baju) 4) Pengikat tali pusat steril5) Aquadest steril Gunting verban b. Pelaksanaan :1) Kasa pembungkus tali pusat ditetesi aquadest steril dan dibuka 2) Bersihkan tali pusat dengan kapas alkohol, mulai dari ujung sampai pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya dengan diameter 2 cm 3) Olesi tali pusat dengan bethadine atau obat sejenisnya dengan cara yang sama seperti di atas Tali pusat dengan bethadine dibungkus dengan kasa steril dan difisaksi dengan menggunakan gurita 4) Pakaian bayi dipakai kembali, alat-alat dirapikan, tidurkan kembali bayi dengan posisi sesuai dengan kebutuhan

b. Perawatan Tali Pusat Metode Baru1. Perawatan Tali Pusat Kering Cara perawatan tali pusat kering adalah : 1) Siapkan alat-alat 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat. 3) Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa. 4) Setelah bersih, tali pusat dibungkus dengan kain kasa steril kering. Setelah tali pusat terlepas/puput, pusat tetap diberi kasa steril.5) Cara perawatan tali pusat kering adalah membungkus tali pusat dengan kasa dan mengkondisikan tali pusat tetap kering.6) Jika tali pusat berbau diberi gentian violet (Marjono, 2007). 2. Perawatan Tali Pusat BasahPerawatan tali pusat ini menggunakan Alkohol dan larutan chlorhexidine sepintas lalu dianggap mencegah infeksi namun ditemukan belum bekerja dengan baik. Selain itu, ketika para ibu merawat bayi mereka di dalam kamar mereka daripada di dalam ruang perawatan, tingkat infeksi tali pusat terendah terjadi (Hasselquist, 2006). Cara perawatan tali pusat basah : 1) Siapkan alat-alat Cuci tangan anda sampai bersih sebelum melakukan perawatan tali pusat. 2) Bersihkan tali pusat dengan alkohol.3) Tutup tali pusat dengan kasa steril yang diberi alkohol/bethadin dan mengganti kasa yang baru setelah bayi selesai dimandikan, berkeringat, kotor dan basah.4) Segera larikan bayi ke dokter jika mencium bau tidak sedap dari tali pusat bayi yang belum lepas (Solahuddin, 2006).

Penatalaksanaan perawatan tali pusat (Panduan APN, 2010)Peralatan Yang Dibutuhkan:1. 2 Air DTT, hangat, (a) untuk membasahi dan menyabuni, (b) untuk membilas2. Washlap kering dan basah3. Sabun bayi4. Kassa steril5. 1 set pakaian bayi

Prosedur Perawatan Tali Pusat:1. Cuci tangan.2. Dekatkan alat.3. Siapkan 1 set baju bayi yang tersusun rapi, yaitu: celana, baju, bedong yang sudah digelar.4. Buka bedong bayi.5. Lepas bungkus tali pusat.6. Bersihkan/ ceboki dengan washlap 2-3x dari bagian muka sampai kaki/ atas ke bawah.7. Pindahkan bayi ke baju dan bedong yang bersih.8. Bersihkan tali pusat, dengan cara: a. Pegang bagian ujungb. Basahi dengan washlap dari ujung melingkar ke batang c. Disabuni pada bagian batang dan pangkald. Bersihkan sampai sisa sabunnya hilang e. Keringkan sisa air dengan kassa steril f. Tali pusat tidak dibungkus.9. Pakaikan popok, ujung atas popok dibawah tali pusat, dan talikan di pinggir. Keuntungan : Tali pusatnya tidak lembab, jika pipis tidak langsung mengenai tali pusat, tetapi ke bagian popok dulu.10. Bereskan alat.11. Cuci tangan.

Menurut Hidayat (2009), Prosedur dalam perawatan tali pusat yaitu :1. Cuci tangan 2. Cuci tali pusat dengan air bersih dan sabun, bilas dan keringkan dengan kasa steril3. Pertahankan tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara dan tutupi dengan kain bersih secara longgar4. Lipat popok dibawah sisa tali pusat5. Jika tali pusat terkena kotoran feses, cuci dengan sabun dan air bersih, kemudian keringkan6. Cuci tangan

Menurut Sodikin (2012), prinsip perawatan tali pusat1. Jangan membungkus pusat atau mengolesi bahan atau ramuan apapun ke punting tali pusat2. Mengusapkan alkohol ataupun iodinpovidin (Betadine) masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah atau lembab.3. Hal-hal berikut yang menjadi perhatian ibu dan keluarga :a. Memperhatikan popok di area puntung tali pusat.b. Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air matang dan sabun. Keringkan secara saksama dengan kain bersih.c. Jika pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah harus segera bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu memberikan perawatan bayi secara lengkap.Urutan Perawatan Tali Pusat 1. Olesi pangkal umbilical dengan alkohol atau betadine dengan menggunakan lidi kapas.2. Ambil kasa steril yang telah dibasahi alkohol atau betadine, kemudian usapkan ke tali pusat hingga bersih.3. Ambil kasa steril kering, kemudian rekatkan pada pangkal umbilical bayi dan ikatkan dengan simpul.4. Perhatikan keadaan tali pusat apakah ada tanda-tanda infeksi.

Menurut Riksani (2012), ada beberapa tips dalam merawat tali pusat :1. Cuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh tali pusat.2. Saat memandikan bayi, usahakan agar anda tidak menarik tali pusat.3. Bungkus longgar tali pusat menggunakan kassa steril atau tali pusat dapat dibiarkan terbuka (tanpa dibungkus kassa) dan tanpa dibubuhi apa pun (obat antiseptik atau alkohol), serta bahan-bahan lain di atas tali pusat.4. Tali pusat sebaiknya tidak tertutup dengan rapat karena akan membuatnya menjadi lembab yang bias meningkatkan resiko tumbuhnya bakteri.5. Tali pusat akan lepas sendirinya, sehingga sangat tidak dianjurkan untuk mermegang atau menarik-narik tali pusat.

Menurut rekomendasi WHO, untuk perawatan sehari-hari tali pusat cukup dengan membersihkan tali pusat dengan air dan sabun. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Dore membuktikan adanya perbedaan perawatan antara perawatan tali pusat yang menggunakan alkohol pembesih dan dibalut kain steril. Ia menyimpulkan bahwa tali pusat yang dirawat dengan cara alami lebih cepat dalam waktu pengeringan dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan alkohol. Penelitian lainnya yang dilakukan Kurniawati menyimpulkan bahwa perawatan tali pusat dengan menggunakan prinsip udara terbuka (tidak menutup tali pusat menggunakan kassa/pembalut), waktu yang dibutuhkan untuk mengering lebih cepat dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan Air Susu Ibu (ASI). Menurut Surat edaran tentang panduan ini, pertama kali dipublikasikan pada tahun 2004 dan sesuai dengan nasihat terbaru berdasarkan bukti yang ada (Trotter,2008) memberitahukan perawatan tali pusat dengan menjaga area sekitar tali pusat agar tetap bersih dan kering. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan membiarkan daerah ini dan tidak memberikan apapun setelah mandi pertama kali dalam air bersih biasa, tepuk-tepuk agar kering dengan handuk bersih. Lipat kembali popok, pada setiap kali ganti, sampai tali pusat lepas (Trotter, 2010).Menurut diskusi kelompok, perawatan tali pusat yang baik yaitu tali pusat harus tetap bersih dan kering ditutup dengan kasa steril tanpa dibubuhi apapun, dan juga perlu diperhatikan adanya tanda-tanda infeksi seperti kemerahan tali pusat, berbau dan bernanah, serta suhu tubuh bayi meningkat.

2.5 Tanda dan Gejala Infeksi Tali PusatMenurut Sodikin (2012), Perawatan tali pusat tidak steril akan mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya tetanus neonatorum dan omfalitis. Untuk mencegah hal tersebut ibu di tekankan untuk mengetahui tanda dan gejala adanya infeksi tali pusat bayi mereka yang dapat disebabkan karena spora Clostridium tetani dan bakteri stapilokokus, streptokokus, atau bakteri gram negatife. tanda dan gejala infeksi tali pusat pada bayi yaitu bayi tiba-tiba panas dan tidak mau menetek atau tidak dapat menyusu karena trismus (sebelumnya bayi menyusu seperti biasa), adanya mulut yang mencucu seperti mulut ikan (karpermond), mudah dan sering kejang disertai sianosis, suhu meningkat, kuduk kaku, sampai opistotonus.Menurut Riksani (2012), tanda dan gejala terjadinya infeksi pada tali pusat yaitu sebagai berikut :1. Bayi terlihat gelisah dan rewel. Hal ini sesudah anda memastikan bahwa kegelisahan bayi tidak disebabkan oleh hal lain misalnya karena pipis, pup, lapar, kepanasan atau penyebab lainnya.2. Terlihat adanya tanda kemerahan di sekitar pangkal tali pusat dan perut bayi.3. Daerah sekitar tali pusat tercium aroma bau dan mengeluarkan nanah (nanah merupakan salah satu indikasi terjadinya infeksi).4. Suhu tubuh bayi meningkat, tubuh terasa hangat atau panas. Untuk lebih akurat, anda bisa menggunakan thermometer untuk mengukur suhu tubuh bayi. Jika suhu tubuh melebihi 380 C maka bayi sudah terkena demam.5. Bisa membubuhkan obat antiseptik di area tali pusat, cukup dibubuhkan sedikit dengan menggunakan kapas.6. Jika tidak teratasi dengan baik, sebaiknya segera bawa bayi ke tenaga kesehatan terdekat. Tanda dan gejala infeksi tali pusat antara lain :1. Bila bau tak sedap muncul pada tali pusat, bisa dipastikan tali pusat terinfeksi. 2. Selain muncul bau tak sedap, ditandai pula dengan tali pusat yang basah.3. Timbul ruam merah atau bengkak di sekitar pangkal tali pusat, dan kadang disertai demam. (Tabloid Nakita. 2012).

Gejala klinis yang sering dijumpai pada infeksi tali pusat seperti :1. Susah membuka mulut (trimus), terjadi karena adanya kekuatan pada otot mengunyah (masseter).2. Wajah tampak meringis atau mengkerut (risus sardonikus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mimic muka, dimana dahi bayi kelihatan mengkerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.3. Kekakuan pada otot yang menunjang tubuh (opisthotonus) seperti otot punggung, otot bahu, dan otot leher.4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan.5. Pada tetanus yang berat akan terjadi ganguan pernafasan akibat kekakuan yang terus menerus dari otot laring yang bias menimbulkan sesak nafas.6. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan seperti dicubit, digerakan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya (Linda,2011).

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Penelitian TerkaitSiti Zuniyati, Artathi Eka Suryandari dan Tri Anasari dengan judul Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat Berdasarkan Jenis Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Di Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas Tahun 2009Menyebutkan dari 60 responden bayi yang telah dibedakan dalam perawatan tali pusat yaitu menggunakan kasa kering, kasa alkohol 70 % dan kasa povidon-iodine 10 % dalam perawatan tali pusat, masing-masing 20 bayi, ternyata rata-rata waktu pelepasan tali pusat tercepat adalah menggunakan kasa kering yaitu 131 jam 27 menit dan terlama menggunakan cara kasa alkohol yaitu 174 jam 43 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawatan tali pusat menggunakan alkohol 70% dan iodine-povidon 10% didapatkan waktu pelepasan yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan kasa kering steril.Sedangkan menurut Eka Safitri (2005) dalam penelitian yang dilakukan Dore, yang membandingkan pemakian alkohol 70 % kassa steril terhadap waktu pelepasan tali pusat menunjukkan bahwa waktu pelepasan tali pusat pada pemakian kassa steril 40 jam lebih pendek dibandingkan perawatan memakai alkohol 70 %. Lama pelepasan tali pusat dengan menggunakan kassa steril adalah 195,84 + 74,4 jam dan aklohol 70 % adalah 235,2 + 110,4 jam.Berbeda dengan penelitian Suryani (2005) dari total sampel yang mendapatkan perlakuan kassa basah alkohol 70 %, diketahui hanya terdapat dua responden (13,4 %) yang mempunyai lama pelepasan tali pusat kurang dari delapan hari. Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan kelompok sampel yang diberikan perlakuan berupa kassa kering, dimana di dalam lama waktu pelepasan yang sarna (kurang dari delapan hari) diperoleh sembilan sampel (60 %).Pada penelitian yang dilakukan oleh Kasiati (2012) menunjukkan bahwa penyembuhan pusat bayi yang dirawat dengan alkohol 70% dan non alkohol (kering tertutup) sama-sama tidak menimbulkan infeksi adalah sebanyak 15 bayi (100%), tapi pada perawatan non alkohol ditemukan tali pusatnya berbau busuk 2 bayi, sedangkan lama pelepasan tali pusat pada bayi dengan perawatan kering tertutup lebih cepat (70.105) selisih waktu 35 jam dibandingkan dengan perawatan dengan alkohol. Kesimpulannya adalah pelaksanaan perawatan sistem kering tertutup memerlukan pelaksanaan yang baik dan benar sehingga terhindar dari infeksi dan bau busuk, perawatan ini aman, efektif dan ekonomis. Bila tidak yakin keadaan tali pusat bayi baru lahir tidak baik dan pelaksanaan selama perawatan di rumah tidak bisa terjamin, maka perawatan tali pusat menggunakan antiseptik atau antimikrobial seperti alkohol 70% akan lebih baik dilakukan untuk menghindari infeksi tali pusat seperti Tetanus Neonatorum.

3.2 KesimpulanBerdasarkan bahasan beberapa jurnal diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa metode baru perawatan tali pusat kering lebih efektif dari perawatan tali pusat basah. Dikarenakan perawatan tali pusat kering (menggunakan kassa steril) pelepasan tali pusat lebih cepat, dan tidak menimbulkan infeksi, tetapi berbau. Sedangkan, perawatan tali pusat basah (menggunakan alkohol 70%) sama-sama tidak menimbulkan infeksi, tidak berbau, akan tetapi pelepasan tali pusat lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Hasselquist, M. B., 2006. Tata Laksana Ibu dan Bayi Pasca Kelahiran. Jakarta: Prestasi PustakaryBaety, A.N. 2011. Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha IlmuDepkes RI. 2004. Panduan APN. http://www.depkes.go.id/index.php.Eka Safitri, dkk Observasi perawatan tali pusat terhadap waktu pengeringan dan pelepasan tali pusat di ruang RSUD dr. Soeradjitirtonegoro Klaten tahun 2005 .JogjakartaEmy Suryani, Dkk. Metode Perawatan Tali Pusat Bayi Baru Lahir Dengan Kassa Basah Alkohol 70% Dan Perawatan Kassa Kering Steril Tahun 2005.Solo : PKU Muhammadiyah DelanguHidayat, A.A.A., 2009. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jilid I. Jakarta: Salemba Medika.Kasiati, dkk. Perbedaan penyembuhan pusat pada bayi baru lahir antara yang dirawat alkohol 70% dan tanpa alkohol di wilayah kerja Puskesmas Purwosari Kabupaten Pasuruan tahun 2012.SurabayaNotoatmodjo.2010.Ilmu Perilaku Kesehtan.Jakarta: Rineka CiptaRiksani. 2012,. Tali Pusat Dan Plasenta Bayi. Jakarta: Dunia Sehat.Saifuddin, A.B, 2002. Panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Sodakin, 2008. Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta: EgcSodikin, 2012, Perawatan Tali Pusat, EGC: JakartaSuherni, 2008. Perawatan masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. Wawan. 2010, tata cara pemotongan tali pusat. Yogyakarta: Nuha MedikaWiknjosastro, H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

1