wrap up sk 3 b 14

37
SKENARIO 3 RONA MERAH DI PIPI Seorang wanita, 25 tahun, masuk Rumah Sakit YARSI dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual, tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persedian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malar rash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritematosus. Kemudian dokter menyarankan Pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan markerautoimun (autoantibodi misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan untuk dirawat dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup. 1 | rona merah di pipi

Transcript of wrap up sk 3 b 14

Page 1: wrap up sk 3 b 14

SKENARIO 3

RONA MERAH DI PIPI

Seorang wanita, 25 tahun, masuk Rumah Sakit YARSI dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual, tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persedian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malar rash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritematosus.

Kemudian dokter menyarankan Pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan markerautoimun (autoantibodi misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan untuk dirawat dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.

1 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 2: wrap up sk 3 b 14

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun.

LO 1.1. Definisi Autoimun.

LO 1.2. Klasifikasi Autoimun.

LO 1.3. Etiologi Autoimun.

LO 1.4. Patofisiologi Autoimun.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.1. Definisi Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.2. Epidemiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.3. Klasifikasi Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.4. Etiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.5. Patofisiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.6. Manifestasi Klinis Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.8. Tatalaksana Sistemic Lupus Eritematosus.

LO 2.9. Prognosis Sistemic Lupus Eritematosus.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Laboraturium.

LO 3.1. Pemeriksaan ANA, ds-DNA, Komplemen dan Follow Up Terapi.

LO 3.2. Memahami Terjadinya Kelainan Dalam Pemeriksaan Laboraturium.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Sabar, Ikhlas dan Tawakal dari Sudut Pandang

Islam.

LO 4.1. Sabar.

LO 4.2. Ikhlas.

LO 4.3. Ridho.

2 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 3: wrap up sk 3 b 14

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun.

LO 1.1. Definisi Autoimun.

Penyakit autoimun adalah kondisi dimana ada suatu kelainan dari sistim imun yang dikarakteristikan oleh produksi yang abnormal dari antibodi-antibodi (auto-antibodies) yang diarahkan terhadap jaringan-jaringan tubuh. Penyakit-penyakit autoimun secara khas mencirikan peradangan dari beragam jaringan-jaringan tubuh.

LO 1.2. Klasifikasi Autoimun.

Penyakit autoimun menurut mekanisme

a. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi Anemia hemolitik autoimun Limfopeni Sindrom goodpasture Penyakit grave Granulomatosis wegener Miastenia gravisb. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T Sistemiko Artritis reumatoido LES Organ atau jaringanspesifiko Sindrom Sjogreno Sklerosis multipleo Sindrom guillain-barec. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komleks Ag-Ab

Diabetes tipe I LES

d. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen

Penyakit autoimun menurut sistem organ

a. Penyakit autoimun hematologib. Penyakit saluran cerna

Anemia pernisiosa Gastritis antral difus Hepatitis autoimun

c. Penyakit autoimun jantung Miokarditis Kardiomiopati

d. Penyakit autoimun ginjal Glomerulonefritis Sindrom goodpasture

e. Penyakit autoimun susunan saraf Sindrom guillane bare Vaskulitis saraf perifer

f. Penyakit autoimun endokrin Penyakit grave

3 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 4: wrap up sk 3 b 14

Tiroiditis primerg. Penyakit autoimun otot

Miastenia gravis Polimiositis-dermatomiositis

h. Penyakit autoimun reproduksi Granulomatosa wegener Sarkoidosis

i. Penyakit autoimun telinga dan tenggorokan

Penyakit autoimmun nonorgan spesifik/sistemik

a. Lupus eritematosus sistemik b. Sklerodermac. Sindrom sjogrend. Artritis reumatoide. Sistitis anterstisialf. Sindrom antibodi antifosfolipidg. Vaskulitis

LO 1.3. Etiologi Autoimun.

Faktor Penyebab Penyakit Autoimun

1. Genetik

Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop-epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.

2. Defisiensi komplemen

Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal.Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat.Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus. Defisiensi komplemen C3 akan menyebabkan kepekaan terhadap infeksi meningkat, keadaan ini merupakan predisposisi untuk timbulnya penyakit kompleks imun. Penyakit kompleks imun selain disebabkan karena defisiensi C3, juga dapat disebabkan karena defisiensi komplemen C2 dan C4 yang terletak pada MHC kelas II yang bertugas mengawasi interaksi sel-sel imunokompeten yaitu sel Th dan sel B. Komplemen berperan dalam sistem pertahanan tubuh, antara lain melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan eliminasi kompleks imun oleh sel karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat

4 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 5: wrap up sk 3 b 14

oleh reseptor komplemen (Complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan sel karier atau sel makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi kompleks imun terhambat, sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan berada dalam sirkulasi lebih lama.

3. Hormon

Pada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns sedangkan estrogen memperkuat sistem imun.Predominan lupus pada wanita dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam patogenesis lupus.Pada percobaan di tikus dengan pemberian testosteron mengurangi lupus-like syndrome dan pemberian estrogen memperberat penyakit.

4. Lingkungan

Lingkungan Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun. Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II.

LO 1.4. Patofisiologi Autoimun.

Ada beberapa mekanisme mengenai induksi autoimunitas- Pelepasan antigen sekuester- Kemiripan molecular- Ekspresi MHC-II yang tidak sesuai

1. Sequestered antigenAdalah antigen sendiri yang kkarena letak anatominya tidak terpajan dengan

sel b/ sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun.Perubahan anatomi dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia/ trauma) dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein lensa intraokular, sperma, dan MBP.

2. Gangguan presentasi Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan

respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-B) dan gangguan respons terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts/ Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts/ Tr, maka terjadi rengsangan ke sel Th yang akhirnya menimbulkan autoimuntas

3. Ekspresi MHC-II yang tidak benarPada orang sehat, sel B mengekspresikan MHC-I yang lebih sedikit dan tidak

mengekspresikan MHC-II sama sekali. Namun pada penderita dengan IDDM ekspresi MHC-I dan MHC-II denga kadar tinggi. Contoh lain pada penderita Grave yang mengekspresikan MHC-II pada membran.Ekspresi MHC-II Yng tidak pada tempatnya itu yang biasanya diekspreskan pada APC dapat mensensitasi sel Th terhadap peptida yang berasal dari sel B/ tiroid dan mengaktifkan sel B /Tc/ Th1 terhadap self antigen.Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibodi (tipe II dan III), tipe IV yang mengaktifkan sel CD4+ /sel CD8+ kerusakan organ dapat juga terajdi melalui

5 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 6: wrap up sk 3 b 14

autoantibodi yang mengikat tempat fungsional self antigwn seperti reseptor hormon, reseptor neurotransmitor, dan protein plasma. Autoantibodi tersebut dapat menyerupai /menghambat efek ligan endogen untuk self protein yang menibulkan gangguan fungsi tanpa terjadinya inflamasi/ kerusakan jaringan fenomena ini terliha t pda penyakit autoimunitas endokrin dengan autoantibodi yang menyerupai/ menghambat efek hoormon seperti TSH, yang menimbulkan aktifitas berlebihan/ kurang dari tiroid.

4. Aktivasi sel B poliklonalAutoimunitas dapat disebabkan oleh aktivasi sel B poliklonal oleh virus

(EBV).LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung yang menimbulkan autoimunitas.Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai autoantibodi.

5. Peran CD4 dan reseptor MHCPenelitian pada model hewan menunjukkan bahwa CD4 merupakan efektor

utama pada penyakit autoimun. Penyakit dapat juga dicegah oleh antibodi anti CD4.Sel T mengenal antigen melalui TCR (Reseptor sel T) dan Major Histocompatibility Complex (MHC) serta peptide antigenik.Untuk seseorang menjadi rentan terhadap autoimunitas harus memiliki MHC dan TCR yang dapat mengikat antigen sel sendiri.

6. Keseimbangan Th1-Th2Penyakit autoimun organ spesifik terbanyak terjadi melalui sel T

CD4.Keseimbangan Th1-Th2 dapat mempengaruhi terjadinya autoimunitas.Th1 menunjukkan peran pada autoimunitas.Sedangkan Th2 tidak hanya melindungi terhadap induksi penyakit, tetapi juga terhadap progres penyakit.

7. Sitokin pada autoimunitasBeberapa mekanisme kontrol melindungi efek sitokin patogenik, diantaranya

adalah adanya ekspresi sitokin sementara dan reseptornya serta diproduksi antagonis sitokin dan inhibitornya.Gangguan mekanismenya meningkatkan regulasi atau produksi sitokin yang tidak benar sehingga menimbulkan efek patofisiologik.Sitokin dapat menimbulkan translasi berbagai faktor etiologis ke dalam kekuatan patogenik dan mempertahankan inflamasi fase kronis serta destruksi jaringan.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Sistemic Lupus Eritematosus.

6 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 7: wrap up sk 3 b 14

LO 2.1. Definisi Sistemic Lupus Eritematosus.

SLE adalah penyakit inflamasi yang menyerang jaringan pengikat kolagen pada berbagai system organ tubuh, disertai adanya autoantibodi pathogen dan kompleks imun, dengan penyabab yang belum diketahui dan gejala klinis yang bervariasi.

LO 2.2. Epidemiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

Lupus Erithematosus merupakan penyakit yang jarang terjadi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan antara 270.000-1.500.000 orang mengidap lupus. Penyakit lupus ditemukan baik pada wanita maupun pria, tetapi wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada usia 18-65 tahun tetapi paling sering antara usia 25-45 tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada anak usia 10 tahun.

SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika, Asia, Hispanik, dan dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah penelitian epidemiologi melaporkan insidensi rata-rata pada pria ras kaukasia yaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orangper tahun); 0,7-2,5 pada pria keturunan ras Afrika-Amerika; 2,5-3,9 pada wanita ras Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika. Menelusuri epidemiologi SLE merupakan hal yang sulit karena diagnosis dapat menjadi sukar dipahami.

SLE lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 10 : 1. Perbandingan ini menurun menjadi 3 : 2 pada lupus yang diinduksi oleh obat. Penyakit SLE juga menyerang penderita usia produktif  yaitu 15 – 64 tahun. Meskipun begitu, penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin (Delafuente, 2002). Prevalensi SLE berbeda – beda untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika – Amerika mempunyai prevalensi sebesar 1 kasus per 2000 populasi, Cina 1 dalam 1000 populasi, 12 kasus per 100.000 populasi terjadi di Inggris, 39 kasus dalam 100.000 populasi terdapat di Swedia. Di New Zealand, terjadi perbedaan prevalensi antara etnis Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dengan orang kulit putih sebesar 14,6 kasus dalam 100.000 populasi (Bartels, 2006).

Dari 3 peneliti di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta antara tahun 1969-1970 ditemukan 5 kasus SLE; selama periode 5 tahun (1972-1976) ditemukan 1 kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat (insidensi sebesar 15 per 10.000 perawatan); antara tahun 1988- 1990 (3 tahun) insidensi rata-rata ialah sebesar 37,7 per 10.000 perawatan.

Insidensi di Yogyakarta antara 1983-1986 ialah 10,1 per 10.000 perawatan (Purwanto,dkk). Di Medan antara 1984-1986 didapatkan insidensi sebesar 1,4 per 10.000 perawatan (Tarigan).

LO 2.3. Klasifikasi Sistemic Lupus Eritematosus.

7 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 8: wrap up sk 3 b 14

Menurut Myers SA and Mary HE, (2001) lupus eritematosus dibagi ke dalam 4 bagian besar, yaitu:

1. Chronic Cutaneous Lupus Erythematosus (CCLE)Dibagi lagi ke dalam 2 subtipe :

Discoid Lupus Erythematosus (DLE)Hanya menyerang kulit yang menyebabkan rash pada muka, leher, kulit

kepala dan telingaDLE dibagi juga dalam beberapa subtipe yang jarang terjadi:

Palmar-palmar Lupus Erythematosus Oral Discoid lupus Erythematosus Lupus Erythematosus panniculitis

Hypertrophic Lupus Erythematosus (HLE)2. Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus (SCLE)

Memiliki subtype yang jarang terjadi yaitu: Neonatal lupus Erythematosus (NLE)

Lupus yang dipindahkan dari ibu ke bayi3. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Merupakan tipe lupus yang paling serius Menyerang organ tubuh seperti otak, hati, paru dan ginjal

4. Drug-Induced Lupus Erythematosus (DILE) Disebabkan oleh reaksi dari beberapa jenis obat Ketika terjadi penghentian obat, maka gejalanya akan hilangMenurut European Assosiation of Oral Medicine (2005) lupus

eritematosus diklasifikasikan menjadi:1. Discoid Lupus Erythematosus (DLE) 2. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) 3. Bullous form 4. Neonatal form (NLE) 5. Acute Cutaneous form (ACLE) 6. Subacute Cutaneous form (SCLE) 7. Chronic Cutaneous form (CCLE) 8. Childhood onset (CSLE) 9. Drug Induced (DILE)

LO 2.4. Etiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

Genetik, lingkungan hormon dianggap sebagai etiologi SLE, yang mana ketiga faktor saling terkait erat. Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus penyakit pada invidu peka genetik. Faktor lingkungan yang di anggap sebagai pencetus antara lain infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat2 an, stres mental maupun fisik.

Faktor Risiko

a. Genetik. Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita 8 kali lebih sering), umur (lebih sering pada umur 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana terdapat anggota dengan LES)

b. Hormon. Estrogen menambah risiko LES, sedangkan androgen mengurangi risiko ini.

8 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 9: wrap up sk 3 b 14

c. Sinar UV. Mengurangi supresi imun, sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi

d. Imunitas. Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T

e. Obat. Dapat mencetuskan lupus obat Obat yang pasti menyebabkan lupus obat : klorpromazin, metildopa,

hidralasin, prokainamid, dan isoniazid Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat : dilantin,

penisilamin, dan kuinidin Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotik dan

griseofulvinf. Infeksi. Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-

kadang penyakit inni kambuh setelah infeksig. Stres. Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah

memiliki kecenderungan akan penyakit ini.

Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE  sangat heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLA –DR2 lebih menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih menunjukkan gejala muskuloskeletal.

LO 2.5. Patofisiologi Sistemic Lupus Eritematosus.

Tidak diketahui etiologi pasti. Ada faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat. Resiko meningkat 25% - 50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan kaitannya dengan faktor genetik. Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun. Faktor lingkungan yang mencetuskan LES, bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.� Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis Lupus Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's Textbook of Rheumatology, 6th ed 2001

9 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 10: wrap up sk 3 b 14

�         Definite

Ultraviolet B light

�         Probable

Hormon sex

rasio penderita wanita : pria = 9:1; rasio penderita menarche : menopause = 3:1

�         Possible

Faktor diet

Alfalfa sprouts dan sprouting foods� yang mengandung L-canavanine; Pristane atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats

Faktor Infeksi

DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri

Faktor paparan dengan obat tertentu :

Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa; D-Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF; Interferon-

Faktor pemicu akan memicu sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi dan ekspansi sel B. Lalu, akan muncul antibodi terhadap antigen nukleoplasma, meliputi DNA, nukleoprotein, dan lain- lain yang akan membentuk kompleks imun.Kompleks imun dalam keadaan normal, dalam sirkulasi diangkut oleh eritrosit ke hati dan limpa lalu dimusnahkan oleh fagosit. Tetapi dalam LES, akan terdapat gangguan fungsi fagosit, yang akan menyebabkan kompleks imun sulit dimusnahkan dan mengendap di jaringan. Lalu, kompleks imun tersebut akan mengalami reaksi hipersensitivita tipe IV.

LO 2.6. Manifestasi Klinis Sistemic Lupus Eritematosus.

Gejala Konstitusional

1. Kelelahan

Merupakan keluhan yang umum dijumpai pada penderita LES dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya.Kelelahan ini dapat diukur menggunakan Profile of Mood States (POMS) dan tes toleransi latihan. Apabila kelelahan disebabkan oleh aktifitas penyakit LES ini maka diperlukan pemeriksaan penunjang lain, yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini memberikan respons terhadap pemberian steroid atau latihan.

2. Penurunan Berat Badan

10 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 11: wrap up sk 3 b 14

Keluhan ini dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau akibat gejala gastrointestinal.

3. Demam

Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil.

4. Lain-lain

Dapat terjadi sebelum ataupun seiring dengan aktifitas penyakit seperti rambut rontok, hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah bening, bengkak, sakit kepala, mual dan muntah.

Gejala Klinik

1.   Kulit.

Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7% Lupus diskoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga  perlu dimonitor secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.

2. Serositis (pleuritis dan perikarditis).

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.

3.   Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak berdasarkan prevalensinya adalah : (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN) sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%; (3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar  10%-15%; dan (4) Klas V, membranous pada > 20%.

4. Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia, dan lekopenia.

5.  Pneumonitis interstitialis

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.

6. Susunan Saraf Pusat (SSP)

11 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 12: wrap up sk 3 b 14

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik.  Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.

7. Arthritis

Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan LES. Umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES.

8.  Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.

Gejala yang lain:

1. Sakit pada sendi (arthralgia) 95 %

2. Demam di atas 38 NC 90 %

3. Bengkak pada sendi (arthriis) 90 %

4. Penderita sering merasa lemah, kelelahan (fatigue) berkepanjangan 81 %

5. Ruam pada kulit 74 %

6. Anemia 71 %

7. Gangguan ginjal 50 %

8. Sakit di dada jika menghirup nafas dalam 45 %

9. Ruam bebentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidung 42 %

10. Sensitif terhadap cahaya sinar matahari 30 %

11. Rambut rontok 27 %

12. Gangguan abnormal pembekuan darah 20 %

13. Jari menjadi putih/biru saat dingin (Fenomena Raynaud’s) 17 %

14. Stroke 15 %

15. Sariawan pada rongga mulut dan tenggorokan 12 %

12 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 13: wrap up sk 3 b 14

16. Selera makan hilang > 60 %

LO 2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Sistemic Lupus Eritematosus.

Diagnosis SLE, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium.American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi SLE, dimana bila didapatkan 4 kriteria, maka diagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah

No Kriteria Definisi

1 Bercak malar (butterfly rash)

Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi

6 Serositif a. Pleuritis

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik

atau

b. Perikarditis

Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan

atau

b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

13 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 14: wrap up sk 3 b 14

8 Gangguan saraf Kejang

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah

Anemia hemolitik à dengan retikulositosis

Leukopenia à < 4000/mm3 pada > 1 pemeriksaan

Limfopenia à < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaan

Trombositopenia à < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat

10 Gangguan imunologi Terdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA diatas titer normal

Anti-Sm(Smith) (+)

Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal

antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standar

tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema palidum atau antibodi treponema

11 Antibodi antinuklear Tes ANA (+)

Kecurigaan akan penyakit SLE bila dijumpai 2 (dua) atau lebih keterlibatan organ sebagaimana tercantum dibawah ini, yaitu :

1. Gender wanita pada rentang usia reproduksi.2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat

badan.3. Muskuloskeletal: artritis, arthralgia, myositis4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, SLEi

membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.5. Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindroma nefrotik6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkhim paru.8. Jantung: pericarditis, endocarditis, miokarditis

14 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 15: wrap up sk 3 b 14

9. Retikulo-endotel: organomegali, (limfadenopati, splenomegaly, hepatomegaly)10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organic, mielitis transversa,

neuropati kranial dan perifer.

Komplikasi LES pada anak meliputi:

Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusakan ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) dan Gangguan fungsi gonad (3%)

Diagnosis Banding

Dengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit yang didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan LES mempunyai gejala-gejala yang dapat menyerupai LES, yaitu

Sklerosis sistemik Rheumatoid arthritis dan penyakit jaringan konektif lainnya. Endokarditis bacterial subacute. Septikemia oleh Gonococcus/Meningococcus disertai dengan

arthritis ,lesi kulit. Drug eruption. Limfoma. Leukemia Trombotik trombositopeni purpura. Sarcoidosis. Lues II Bacterial sepsis

LO 2.8. Tatalaksana Sistemic Lupus Eritematosus.

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps. Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisistem pada anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak, perawat, petugas sosial dan psikologis. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan dermatologis dan nutrisionis

15 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 16: wrap up sk 3 b 14

juga diperlukan. Perpindahan terapi ke masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.

Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya kenaikan berat badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu dihindari makanan “junk food” atau makanan mengandung tinggi sodium untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih dari 15 perlu diberikan pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat melindungi dari sinar UVB. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi, karena risiko infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis harus dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.

Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus, yaitu:

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi bakterial,

2. Sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis (leukosit >10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi,

3. Gambaran radiologi infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai infeksi bakterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain, dan

4. Setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis.

Lupus diskoid

Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.

Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)

Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal), antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.

Arthritis lupus

Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin).

Miositis lupus

Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.

Fenomena Raynaud

Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin;  alfa 1 adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.

Lupus nefritis

16 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 17: wrap up sk 3 b 14

Tidak ada terapi khusus pada klas I dari klasifikasi WHO. Lupus nefritis kelas II (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis kelas III (focal proliferative Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan  DPGN, khususnya bila ada  lesi focal necrotizing. Pada Lupus nefritis kelas IV (DPGN) kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena ternyata lebih baik dibandingkan bila hanya dengan prednison. Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik untuk DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti memperbaiki outcome jangka panjang untuk tipe DPGN. Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung pada jumlah lekositnya (normalnya 3.000-4.000/ml).

Pada Lupus nefritis kelas V regimen terapi yang biasa dipakai adalah

1. Monoterapi dengan kortikosteroid.

2. Terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A,

3. Sikofosfamid, azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.

Gangguan hematologis

Untuk trombositopeni,  terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin, danazol dan splenektomi. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan splenektomi.

Pneumonitis interstitialis lupus

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

Penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis  tinggi intermitten intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahankan densitas mineral tulang. Fraktur patologis jarang terjadi pada anak SLE. Resiko fraktur bisa dicegah dengan intake kalsium dan program exercise yang lebih baik. Melalui program alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. Nekrosis avaskuler bisa terjadi pada 10-15% pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan jangka panjang.

Penatalaksaan LES harus mencakup obat, diet, aktivitas yang melibatkan banyak ahli. Alat pemantau pengobatan pasien LES adalah evaluasi klinis dan

17 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 18: wrap up sk 3 b 14

laboratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta menangani aktivitas pennyakit. Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan selamanya.

Tujuan pengobatan LES adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:

1. Antiinflamasi non-steroid : Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi).

2. Antimalaria : Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.

3. Kortikosteroid : Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dan anemi hemolitik.

4. Obat imunosupresan/sitostatika : Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.

5. Obat antihipertensi : Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif6. Kalsium : Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi

prednison berisiko untuk mengalami osteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium

Tabel 2. : Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LESAntimalaria

Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400 mg/hari)

Kortiko-steroid

Prednison

Dosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten(30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu

Obat imuno-supresif

Siklofosfamid

500-750 mg/m2 IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)

Azathioprine

1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari

18 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 19: wrap up sk 3 b 14

Non-steroidal anti-inflam-matory drugs (NSAIDs)

Naproxen

7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hari

Tolmetin

15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hari

Diclofenac

< 12 tahun : tak dianjurkan

> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

Suplemen Kalsium dan vitamin D

Kalsium karbonat

< 6 bulan : 360 mg/hari6-12 bulan : 540 mg/hari1-10 bulan : 800 mg/hari11-18 bulan : 1200 mg/hari

Calcifediol

< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu > 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

Anti-hipertensi

Nifedipin

0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.

Enalapril

0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari

Propranolol

0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari

LO 2.9. Prognosis Sistemic Lupus Eritematosus.

19 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 20: wrap up sk 3 b 14

Penyakit lupus berevolusi secara spontan dengan bangkitan serangan diselingi oleh fase remisi, dengan masa dan kualitas yang bervariasi. Menurut Sibley, bangkitan diartikan sebagai eksaserbasi atau perkembangan tanda atau keluhan baru yang memerlukan perubahan terapi. Fase remisi sebetulnya merupakan bentuk klinis yang kurang ganas dengan gangguan predominan pada sendi dan kulit. Beberapa faktor telah dikenal dapat menimbulkan bangkitan aktivitas lupus di luar masa evolusi spontan, yaitu pajanan sinar ultraviolet, infeksi, beberapa jenis obat tertentu seperti misalnya antibiotik yang membentuk siklus aromatik (penisilin, sulfa, tetrasiklin), garam emas, fenotiazin, dan antikonvulsan, serta kehamilan.

Pada masa reaktivasi yang mendadak, gambaran penyakit berubah bervariasi dari bentuk yang semula jinak dapat menjadi ganas dengan komplikasi viseral. Sebaliknya, bentuk yang ganas dapat dikontrol atau seperti sembuh di bawah pengobatan.

LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Tetapi belakangan ini kematian tersebut semakin menurun karena perbaikan cara pengobatan, diagnosis lebih dini, dan kemungkinan pengobatan paliatif seperti hemodialisis lebih luas.

Penyebab kematian lain dapat ditimbulkan oleh efek samping pengobatan, misalnya pada penyakit ateromatosa (infark miokard, gagal jantumg, aksiden vaskular serebral iskemik) akibat kortikoterapi; atau neoplasma (kanker, hemopati) akibat pemakaian obat imunosupresan; atau oleh keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. Frekuensi kejadian ini makin meningkat karena harapan hidup (survival) penderita lupus lebih panjang.

Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya akibat kortikoterapi tetapi juga karena defisiensi imun akibat penyakit lupusnya sendiri. Pengurangan risiko infeksi hanya dapat dilakukan dengan pencegahan terhadap semua sumber infeksi serta deteksi dini terhadap infeksi.

Secara skematis evolusi penyakit lupus memperlihatkan 2 puncak kejadian kematian, yaitu satu puncak prekoks akibat komplikasi viseral yang tidak terkontrol, dan satu puncak lain yang lebih jauh akibat komplikasi kortikoterapi.

Tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%.Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.

20 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 21: wrap up sk 3 b 14

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Laboraturium.

LO 3.1. Pemeriksaan ANA, ds-DNA, Komplemen dan Follow Up Terapi.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit, limfositdan kadar Hb dan LED. LED yang meningkat menandakan aktifnya penyakit.

Pemeriksaan CRP sangat membantu untuk membedakan lupus aktif dengan infeksi. Pada lupus yang aktif kadar CRP norma atau meningkat tidak bermakna, sedangkan pada infeksi terdapat peningkatan  CRP yang sangat tinggi. Pemeriksaan komplemen C3 dan C4 membantu untuk menilai aktivitas penyakit. Pada keadaan aktif kadar kedua komplemen ini rendah.

Pemeriksaan Penunjang         

Pemeriksaan Lab yang dilakukan thd pasien SLE: Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)

Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifitas yang rendah

Tes Anti dsDNA (double stranded)Tes ini sangat spesifik untuk SLE, biasanya titernya akan meningkat

sebelum SLE kambuh. Tes Antibodi anti-S (Smith)

Antibodi spesifik terdapat 20-30% pasien Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan

lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin).Titernya tidak terkait dengan kambuhnya SLE

Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik) Tes sel LE

Kurang spesifik dan juga positif pada arthritis rheumatoid, syndrome sjogren, scleroderma, obat, dan bahan-bahan kimia lain

Tes anti ssDNA (single stranded)Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis

Pemeriksaan serologi

Tes ANA merupakan pemeriksaan serologi awal.  ANA tes juga di pakai untuk menilai aktivitas penyakit. Antibodi antibodi lainnya mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang berbeda beda.

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa SLE, antara lain :

1. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA)yaitu : pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering  muncul di dalam darah.

2. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ).

21 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 22: wrap up sk 3 b 14

yaitu : untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di   dalam sel.

3. Pemeriksaan anti-Sm antibodiyaitu : untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti).

4. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah

5.  Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement  (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 – dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.

6. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep) yaitu : pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain – pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.

7.  Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit 8. Urine Rutin 9. Antibodi Antiphospholipid  10. Biopsy Kulit 11. Biopsy Ginjal

LO 3.2. Memahami Terjadinya Kelainan Dalam Pemeriksaan Laboraturium.

Hasil pemeriksaan ANA positif pada hampir semua pasien dengan sistemik lupus – dan ini merupakan pemeriksaan diagnosa terbaik yang ada saat ini untuk mengenali sistemik lupus. 

Hasil pemeriksaan ANA negatif merupakan bukti kuat bahwa lupus bukanlah penyebab sakitnya orang tersebut --- walaupun sangat jarang terjadi dimana SLE muncul tanpa ditemukannya ANA. 

Kemungkinan seseorang mempunyai pemeriksaan ANA positif akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pola dari hasil pemeriksaan ANA sangat membantu dalam menentukan jenis penyakit auto imun yang muncul dan menentukan program pengobatan seperti apa yang cocok bagi seorang pasien Lupus. Hasil pemeriksaan ANA bisa positif pada banyak keadaan, oleh karena itu dalam pemeriksaan ANA harus di dukung dengan catatan kesehatan pasien serta gejala-gejala klinis lainnya. Karena itu apabila hasil tes laboratorium ANA positif (hanya ANA saja) tidak cukup untuk mendiagnosa lupus. Lain halnya jika ANA negatif – merupakan bantahan terhadap lupus akan tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkan adanya penyakit tersebut. 

Bagaimanapun juga jika hasil pemeriksaan ANA positif,  bukanlah bukti keberadaan Lupus, karena hasil pemeriksaan juga bisa positif terhadap :

Orang - orang dengan penyakit jaringan connective lainnya. Pasien yang sedang diobati dengan obat-obatan tertentu, misal menggunakan

obat prokrainamid, hidralazin, isoniazidklorpromazin.

22 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 23: wrap up sk 3 b 14

Orang-orang dengan kondisi selain dari lupusseperti skeloderma, sjogren’s syndrome,rematik arthritis, penyakit kelenjar gondok (thyroid), penyakit hati (liver)

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Sabar, Ikhlas dan Tawakal dari Sudut

Pandang Islam.

LO 4.1. Sabar.

Secara istilah, definisi sabar adalah: menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencari keridhaan Allah, Allah berfirman:

ربهم وجه ابتغاء صبروا والذين

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya” (Ar-Ra’d: 22).

1. Sabar sebagai penolongJadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (QS. 2:45)

2. Sabar adalah cara untuk bahagiaDan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. 2:155)

3. Meminta dari AllahTatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, merekapun berdo’a:”Ya Tuhan kami, berikanlah  kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir”. (QS. 2:250)

4. Sabar untuk elak tipu muslihatJika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang merekakerjakan. (QS. 3:120)

5. Supaya Allah semakin sayangDan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama dengan mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. 3:146)

6. Urusan atau tindakan yang paling utamaKamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. 3:186)

7. Saluran untuk mendapat keampunan dan pahala yang besar

23 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 24: wrap up sk 3 b 14

Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh; mereka itu memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. 11:11)

LO 4.2. Ikhlas.

"Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)."(QS. Az-Zumar: 2-3).

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama." (QS. Az-Zumar: 2-3)

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Ciri Orang Yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan.

Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka.

Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

LO 4.3. Ridho.

Ridha bermakna menerima semua realita takdir dan ketentuan Allah dengan senang hati, ikhlas, lapang dada, bahagia, tanpa merasa kecewa atau marah. Walaupun ketentuan Allah tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita dan kadang membawa kita pada kesedihan.

Ridho ( (ر�ض� berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya.

Macam – macam ridho

24 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 25: wrap up sk 3 b 14

Menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ridho terhadap takdir Allah terbagi menjadi tiga macam:

Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya haruslah mutlak dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan tanpa ada perasaan bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah untuk kepentingan kita sebagai umat-Nya.

Disunnahkan untuk direlakan, yaitu musibah berupa bencana. Para ulama mengatakan ridho kepada musibah berupa bencana tidak wajib untuk direlakan namun jauh lebih baik untuk direlakan, sesuai dengan tingkan keridhoan seorang hamba. Namun rela atau tidak, mereka wajib bersabar karenanya. Manusia bisa saja tidak rela terhadap sebuah musibah buruk yang terjadi, tapi wajib bersabar agar tidak menyalahi syariat. Perbuatan putus asa, hingga marah kepada Yang Maha Pencipta adalah hal-hal yang sangat diharamkan oleh syariat.

Haram direlakan, yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkan

kemaksiatan dan kemungkaran di muka bumi.

Ayat al-quran tentnag ridho

م� ال� ��س ��ه�اإل �د�الل �ع�ن �الد$ين �ن إ

“Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)

�ة' ن و�ة'ح�س� �س� �ه�أ لل س�وال� �م�ف�ير� �ك �ل �ان �ق�د�ك ل

ا  �ير� �ث �ه�ك الل �ر� و�ذ�ك �خ�ر� ��و�م�اآل �ي �ه�و�ال ج�والل ��ر �ي �ان �ك �م�ن ل

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullahshollallahu ’alaih wa sallam  itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab ayat 21)

25 | r o n a m e r a h d i p i p i

Page 26: wrap up sk 3 b 14

Daftar Pustaka

Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Davey P. (2002). Medicine at a Glance. England : Blackwell Science Ltd.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Price,Sylvia.1995.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta.EGC Robbins.1995.Buku Ajar Patologi.Jakarta.EGC

Scrib, Interisti B. (2010). SLE.

Silbernagl S, Lang F. (2007). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.W.Sudoyo Ari,dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesiawww.kidshealth.org

http://www.pediatrik.com

http://www.dakwatuna.com

http://mandumna.webuda.com/1_30_8-Pemeriksaan-Laboratorium.html

26 | r o n a m e r a h d i p i p i