Wound Healing
description
Transcript of Wound Healing
REFRESHING
WOUND HEALING
Disusun oleh:
FIRDHA LEONITA
2010730038
Dokter Pembimbing:
dr. Aditya Wardhana SpBP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Luka adalah rusaknya atau hilangnya jaringan tubuh yang disebabkan oleh
berbagai macam sebab, seperti trauma benda tajam/tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, sengatan listrik, dan gigitan hewan. Penyembuhan luka yang normal
memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan
pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, proses tersebut adalah sesuatu yang
mudah untuk membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada
dermis dan perlu diingat juga bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.
Penyembuhan luka merupakan simfoni dari proses biologis, dimulai dari
kerusakan jaringan, yang berujung pada pengembalian bentuk jaringan. Perbaikan ini
akan menghasilkan jaringan parut di semua organ kecuali tulang. Proses
penyembuhan luka terbagi ke dalam tiga fase yaitu fase hemostasis dan inflamasi,
fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan
bagian luka dan mengembalikan fungsinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka adalah rusaknya atau hilangnya jaringan tubuh yang disebabkan oleh berbagai
macam sebab, seperti trauma benda tajam/tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
sengatan listrik, dan gigitan hewan.
2.2 Klasifikasi Luka
2.2.1 Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses
penyembuhan.
b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2.2.2 Berdasarkan proses terjadinya
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi
pada bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper ,2007; libby,
2011).
g. Luka gigitan (Vulnus Marsom), yaitu luka yang ditimbulkan akibat gigitan
binatang seperti anjing, kucing, monyet, ular, serangga.
h. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,
listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah
kulit (Julia, 2000; Sudjatmiko, 2010).
2.3 Macam-macam Penyembuhan Luka
2.3.1 Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka
segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara
aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik
seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan
granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil (David, 2004).
2.3.2 Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam
intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut
yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar (Mallefet and Dweck, 2008).
2.3.3 Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama
sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka
langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement)
dahulu, selanjutnya baru dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini
disebut penyembuhan primer tertunda.
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan
kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan
tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas
dibandingkan dengan penyembuhan primer (Diegelmann and Evans, 2004).
Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka
2.4 Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan secara normal umumnya memiliki waktu dan proses yang jelas,
proses tersebut dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase hemostasis dan inflamasi,
proliferasi dan epitelialisasi, serta fase maturasi dan remodeling, dimana jangka
waktunya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Luka adalah kerusakan jaringan yang mengenai pembuluh darah sehingga
terpapar langsung oleh caran ekstra sel dan trombosit.
2.4.1 Hemostasis dan Inflamasi
Fase ini dimulai dari proses hemostasis yang kemudiaan menginisiasi
inflamasi, melepaskan factor kimiawi ke daerah luka.
Pada fase ini terjadi agregasi trombosit, degranulasi trombosit dan aktivasi
factor koagulasi. Disini trombosit yang saling melekat melepaskan subtasnsi luka
aktif seperti platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor
(TGG), platelet-activating factor, fibronecting, dan serotonin. Trombosit yang
bergranulasi tadi melepaskan kemoaktratan yang kuat untuk menarik sel inflamasi
seperti leukosit polymorphonuclear (PMNs, neutroplhils), dan sel monosit.
PMNs yang pertama masuk ke luka, puncaknya 1-2 hari setalah terjadinya
luka. Akibat keluarnya PMNs maka permeabilitas vascular meningkat, terjadi
pelepasan prostaglandin, dan timbul substansi kemotaktik, seperti komplemen,
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-α), TGF, platelet factor 4 atau
bacterial products, dan semua yang menstimulasi migrasi neutrophil. Fungsi utama
dari neutrophil yaitu fagositosis bakteri dan debris jaringan. PMNs juga menjadi
sumber utama dari pelepasan sitokin selama inflamasi, terutama TNF-α, yang
mempengaruhi proses angiogenesis dan sintesis kolagen. PMNs juaga melepaskan
protease seperti koleganase, yang terdapat dalam matrix dan degradassi subtansi dasa
pada fase awal penyembuhan luka.
Setelah neutrophil, sel inflamasi yang masuk ke lokasi luka adalah makrofag,
yang berasal dari monosit. Jumlahnya meningkat tinggi di lokasi luka pada 48 – 96
jam setelah luka dan tetap ada hingga penyembuhan luka selesai. Makrofag tidak
hanya melanjutkan fagositosis debris jaringan dan bakteri, tetapi juga mensekresi
mediator seperti sitokin dan Growth Factors (GF). Pelepasan mediator TGF, VEGF,
insulin-like growth factor,epithelial growth factor dan laktat, macrophages regulate
cell proliferation, matrix synthesis, dan angiogenesis.
Setelah makrofag, limfosit masuk, puncaknya 1 minggu setelah luka dan
menghubungkan fase inflamasi ke fase proliferasi.
2.4.2 Proliferasi
Fase ploriderasi merupakan fase kedua dari penyemuhan luka, fase ini
berlangsung dari hari ke 4 hingga hari e 12. Pada fase ini jaringan secara kontinu
kembali terbentuk. PDGFs adalah factor kemotaktik kuat terhadap fibroblast, di sini
fibroblas dan sel endotel merupakan sel terakhir yang mucul ke tempat luka.
Fibroblas berprolfersi dan menjadi aktif untuk mengembalikan fungsi dari
remodeling sintesis matrix. Aktifasi fibroblast dimediasi oleh sitokin dan pelepasan
growth factor dari makrofag. Pada saat luka fibroblast mensitesis kolagen lebih
banyak dibandingkan pada kondisi tidak luka.
Di fase ini sel endotel juga berproliferasi. Sel ini ikut berperan terhadap
proses angiogenesis. Sel endotel bermigrasi dari venula yang dekat dengan luka.
Sel endotel bermigrasi, dan bereplikasi dan membentuk pembukuh darah baru,
semua ini depengaruhi oleh sitokin, dan growth factor.
2.4.3 Epitelialisasi
Sementara jaringan masi dalam proses pembentukan, lapisan bagian luar
juga dipulihkan. Epitelialisasi ini ditandai dengan proliferasi dan migrasi dari sel
epitel yang berlangsung 1 hari setelah luka. Pada fase ini sel epidermis menebal. Sel
basal membesar dan bermigrasi ketempat luka. Proses ini dimulai dari migrasi sel
basal sehingga luka yang terbuka akan terjembatani, kemudian diikuti dengan
migrasi dan proliferasi dari sel epitel dan kemudian akan terjadi keratinisasi dari
lapisan paling atas.
2.4.4 Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna
kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat
fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan
dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase
remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemecahan kolagen
oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada
fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat,
dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan
akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi
yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu
terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang
normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun
outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-
masing individu, lokasi, serta luasnya luka (David, 2004; Mallefet and Dweck,
2008; Schwartz and Neumeister, 2006).
2.5 Gangguan penyembuhan luka
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri
(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Endogen yaitu gangguan
koagulasi yang disebut koagulopati, Gangguan sistem imun. Eksogen yaitu
penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel,
Pemberian sitostatik, Obat imunosupresan, Infeksi, Hematom, Benda asing,
Jaringan mati, dan Nekrosis.
2.6 Perawatan luka
2.6.1 Penanganan lokal
2.6.1.1 Luka tertutup
Pada luka tertutup sterilitas harus di jaga selama 24 – 48 jam, yaitu
ketika epitelialisasi selesai. Pada minggu ketiga kekuatan regangan hanya
20% dari kulit normal, dan menjadi 70% pada minggu keenam yang artinya
mendekati keregangan maksimal. Oleh karena itu, jika benang jahit
(absorbable suture) yang digunakan untuk menutup struktur dalam yang
memiliki tahanan seperti fascia abdomen, jahitan harus dapat bertahan
hingga 6 minggu sebelum benang terserap dan melemahkan jahitan.
2.6.1.2 Luka terbuka
Pada luka terbuka, jaringan nekrotik harus dibuang terlebih dahulu,
tindakan ini penting karena menjadi tempat hidup bakteri dan menjadi
penghambat kesembuhan, kecuali regimen yang kering, kronik, escar, tanpa
adanya infeksi. Luka jenis ini sebaiknya ditanggulangi dengan
revaskularisasi terlebih dahulu sebelum dilakukan debridemen. Luka
terbuka akan sembuh dengan optimal pada kondisi lembab dan steril.
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain (Dudley, 2000; Julia, 2000):
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
BAB III
KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya atau hilangnya jaringan tubuh yang disebabkan oleh berbagai
macam sebab, seperti trauma benda tajam/tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
sengatan listrik, dan gigitan hewan.
Penyembuhan secara normal umumnya memiliki waktu dan proses yang jelas, proses
tersebut dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase hemostasis dan inflamasi, proliferasi
dan epitelialisasi, serta fase maturasi dan remodeling.
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan
oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Endogen yaitu gangguan koagulasi yang
disebut koagulopati, Gangguan sistem imun. Eksogen yaitu penyinaran sinar ionisasi
yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel, Pemberian sitostatik, Obat
imunosupresan, Infeksi, Hematom, Benda asing, Jaringan mati, dan Nekrosis.
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain (Dudley, 2000; Julia, 2000):
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future
Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.
2. Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections Hospital
Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for Disease Control.
3. Norton A. Jeffrey et all. 2001. Surgery : Basic Science and Clinical Evidence. New
York : Springer verlag.