WHO Memperkirakan Kejadian
-
Upload
sikecil-cuayankk-rona -
Category
Documents
-
view
411 -
download
1
Transcript of WHO Memperkirakan Kejadian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian
utama pada bayi, dan anak balita di Negara berkembang. Hampir semua kematian ISPA pada
bayi dan anak balita umumnya adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia).
Oleh karena itu infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia) memerlukan perhatian
yang besar oleh karena Case Fatality Rate nya tinggi dan pneumonia merupakan infeksi yang
mempunyai andil besar dalam morbiditas dan maupun mortalitas di Negara berkembang
(Maryunani,2010).
ASI eksklusif merupakan alat untuk menjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu
dan bayi. Bagi bayi, tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI. Hanya seorang ibu yang
dapat memberikan makanan terbaik bagi bayinya. ASI tak ternilai harganya, selain
meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial
memiliki emosi yang stabil, spiritual yang matang, serta memiliki perkembangan sosial yang
baik (Jenny, 2006). ASI mengandung mineral zinc yang terbukti efektif untuk menurunkan
penyakit pneumonia (radang paru), diare dan penyakit infeksi lainnya. Zink juga dapat
menurunkan lama dan derajat keparahan ISPA (Pujiati,2009).
Bayi yang baru lahir, otomatis secara alamiah akan mendapat zat kekebalan tubuh
(immunoglobulin) dari ibunya melalui ari-ari. Tetapi, kadar zat ini akan cepat sekali menurun
segera setelah bayi lahir. Badan bayi akan membuat zat kekebalan cukup banyak, sehingga
mencapai usia 9 sampai 12 bulan. Pada saat zat kekebalan pada bayi mengalami penurunan,
maka peranan ASI sangatlah penting sekali, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung
zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, bakteri, virus, parasit
dan jamur (Jenny,2006). Rendahnya pemberian ASI eksklusif dikeluarga menjadi salah satu
pemicu rendahnya status gizi dan penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan balita, sehingga bayi
dan balita akan mudah terserang penyakit terutama ISPA (Mustika, 2006).
2
Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak, bayi dan balita
yakni faktor individu anak (umur anak, barat badan lahir, status gizi, status imunisasi dan
pemberian vitamin A, serta status pemberian ASI), faktor lingkungan (pencemaran udara dalam
rumah, ventilasi dalam rumah, kepadatan hunian rumah), dan faktor perilaku (Maryunani, 2010).
Bayi akan rentan terkena penyakit saluran pernafasan atas (pneumonia), diare, dan penyakit
lainnya, karena ASI mengandung anti infeksi yaitu zinc. ISPA yang terjadi pada bayi, balita dan
anak akan memberikan gambaran yang klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh
infeksi virus pada bayi dan balita yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Alsagaff, 2005).
WHO memperkirakan kejadian (insiden) pneumonia di Negara dengan angka kematian
bayi di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita.
Kejadian pneumoni di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10% sampai dengan 20%
pertahun. Menurut WHO kurang lebih 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan
sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, di mana pneumoni merupakan
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh kurang lebih 4 juta anak balita setiap
tahun (Depkes,2011).
Angka kematian bayi, balita, dan anak merupakan salah satu indikator kesehatan yang
mendasar. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2007 menunjukkan
bahwa proporsi kematian bayi ISPA di Indonesia adalah sebesar 30,8%,artinya dari 100 bayi
meninggal, 30 diantaranya meninggal karena ISPA. Dari hasil penelitian Nurjazuli (2005) di
Jawa Tengah, pravalensi umur balita yang terkena penyakit ISPA adalah untuk umur 2-12bulan
ada 25,9%, umur 13-24 bulan ada 37%, umur 25-36 bulan ada 16,7% umur 37-48 bulan ada
16,7% dan umur 49-60 bulan ada 3,7%. ISPA pada balita masih termasuk penyebab terbanyak di
propinsi Jawa Timur, yakni sebesar 22,8% atau sebesar 46 kematian per 1000 balita
(Nurhadiyah,2010; Riris 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada
tahun 2012 data tertinggi penderita ISPA adalah di wilayah kerja Puskesmas Ploso yaitu sebesar
260 penderita atau 56,53%, ini mengalami peningkatan sebesar 9,83% bila dibandingkan dengan
tahun 2011 yang hanya ditemukan kasus ISPA sebanyak 140 orang atau 46,70% (Dinas
Kesehatan Jombang,2012). Sedangkan data pada bulan Januari-November 2013 angka kejadian
ISPA yang paling tertinggi yaitu diwilayah kerja Puskesmas Bareng yaitu sebanyak 1.157 kasus.
3
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiati,2011 bahwa ada hubungan antara
pemberian ASI EKsklusif terhadap kejadian infeksi pernafasan akut pada bayi umur 0-12 bulan
yaitu bayi yang diberi ASI eksklusif mengalami ISPA sering sebanyak 7 bayi (5,8%), sedangkan
bayi yang mengalami ISPA jarang sebanyak 63 bayi (52,5%). Dan bayi yang diberi ASI non
eksklusif yang mengalami ISPA sering sebanyak 49 bayi (40,8%), dan yang mengalami ISPA
jarang sebanyak 1 anak (0,8%).
Cara yang terbukti efektif untuk pencegahan ISPA saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11%
kematian pneumonia bayi, balita dan anak dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT),
6% kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA
adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi
lengkap (Maryunani,2010). Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-
imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaraan
pajanan asap rokok, asap dapur, dan lain-lain; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat
yang semuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksinya penyakit menular
termasuk penghindaran terhadap ISPA (Pneumonia) (Misnadiarly,2008). Selain itu pemberian
ASI eksklusif juga dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit
yang umum menimpa anak-anak, seperti diare dan penyakit saluran pernafasan, serta
mempercepat pemulihan bila sakit (Yuliarti,2010). ASI juga akan menurunkan kemungkinan
bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi (Roesli,2009).
Dalam rangka menurunkan Agka kematian Bayi dan balita yang disebabkan ISPA,
pemerintah telah membuat suatu kebijakan ISPA secara nasional yaitu diantaranya melalui
penemuan kasus ISPA sedini mungkin di pelayanan kesehatan dasar, penatalaksanaan kasus dan
rujukan, adanya keterpaduan dengan lintas program melaui pendekatan MTBS (manajemen
Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas serta penyediaan obat dan peralatan untuk Puskesmas
Perawatan dan di daerah terpencil (Alan,2010).
1.2 Identifikasi Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA,diantaranya yaitu pemberian
ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif yang kurang maksimal muncul sebagai faktor resiko
4
terjadinya ISPA. Bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI secara eksklusif ,karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif akan lebih mudah terserang ISPA bahkan
bisa menjadi berat jika tidak segera ditangani.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi pada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA batuk bukan pneumonia pada bayi tahun di Puskesmas Bareng.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA batuk bukan
pneumonia pada bayi di Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang tahun 2012.
1.5 Tujuan
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA batuk bukan
pneumonia pada bayi umur 6-7 bulan di Puskesmas Bareng KAbupaten jombang tahun
2013.
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 6-7 bulan bulan di Puskesmas
Bareng Kabupaten Jombang tahun 2013.
b. Mengidentifikasi kejadian ISPA batuk bukan pneumonia pada bayi umur 6-7 bulan bulan
di Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang tahun 2013.
c. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA batuk bukan
pneumonia pada bayi umur 6-7 bulan bulan di Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang
tahun 2013.
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
5
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep dan teori yang
menyongkong perkembangan ilmu pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif pada
bayi khususnya dalam keperawatan pediatric. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih
lanjut.
1.6.2 Manfaat praktis
a. Bagi institusi pelayanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya bagi petugas
kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan anak.
b. Bagi responden
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh ibu bayi dalam memberikan perawatan
dan asuhan kasih sayang sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek pada bayi.
c. Bagi ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan atau sumber informasi untuk
dilanjutkan penelitian selanjutnya.