Perilaku WHO

30
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Pengertian Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan ( Notoatmodjo, 1997 ). Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas. 2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban.Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. 9

description

jkhvdskc,.xzmcbdskjnx

Transcript of Perilaku WHO

Page 1: Perilaku WHO

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku

1. Pengertian

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku

seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal

sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor

lingkungan ( Notoatmodjo, 1997 ).

Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku

dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan

pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan

beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang

direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah

perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru,

maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan

sebagian lagi lamban.Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk

berubah yang berbeda-beda. 9

Page 2: Perilaku WHO

Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-

lain.

2. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan

cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti :

guru, kepala suku dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,

ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat

positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu

masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku

yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan

mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang berperilaku. Oleh

sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab

atau latar belakangnya.

Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal

juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau

Page 3: Perilaku WHO

masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang mengarah kepada upaya pribadi atau

masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola

kelakuan/kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada

pada setiap pribadi atau masyarakat.

Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya)

(Notoatmodjo,1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi di tersebut. Respon ini

dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

Menurut L.W.Green,di dalam Notoatmodjo ( 2003 ) faktor penyebab masalah

kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya

perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, niali-nilai dan juga

variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan

keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

a. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sngat penting untuk

terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

Page 4: Perilaku WHO

1) Awareness (kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik)

Tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah

muali timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang)

Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial

Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption

Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Keyakinan

Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata.

Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau

menyiratkan keyakinan agar terjadi perubahan perilaku.

1) Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam

Page 5: Perilaku WHO

2) Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu dalam bentuk

nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu untuk bekerja, kesulitan

ekonomi.

3) Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan harus yakin

bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat melebihi pengeluaran yang

harus dibayarkan dan sangat mungkin dilaksanakan serta berada dalam

kapasitas jangkauannya.

4) Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau suatu kekuatan pencetus yang

membuat orang itu merasa perlu mengambil tindakan.

c. Nilai

Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat dipisahkan dari

pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang menyangkut kesehatan merupakan

satu dari delema dan tantangan penting bagi para penyelenggara pendidikan

kesehatan.

d. Sikap

Sikap merupakan salah satu di antara kata yang paling samar namun paling sering

digunakan di dalam kamus ilmu-ilmu perilaku. Sikap sebagai suatu kecenderung

jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, atau

situasi ( Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors)

Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di

dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi,

fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.

Page 6: Perilaku WHO

a. Sarana

adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi

sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam

rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.

b. Prasarana

adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam

pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan

yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan

rencana.

1) Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapt digunakan untuk

menyatakan nilai ekonomis dan karena dana atau uang dapat dengan segera

dirubah dalam bentuk barang dan jasa.

2) Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu

tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang

digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk

memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

3) Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan

memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan.

4) Kebijakan Pemerintah adalah yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan

bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap

pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang

dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang

mempunyai tugas menjatuhkan sanksi

Page 7: Perilaku WHO

3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)

Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan

kesehatan.

a. Sikap

adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi

merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap

objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi,

atau kelompok.

b. Tokoh Masyarakat

adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap masyarakat . Sehingga segala tindak-tanduknya merupakan pola aturan

patut diteladani oleh masyarakat.

c. Tokoh Agama

adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan persoalan yang

sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi perhatian untuk diselesaikan dan

dicarikan jalan keluarnya.

d. Petugas Kesehatan

merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan etika dalam

sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma perilaku

Page 8: Perilaku WHO

atau biasa disebut dengan asas moral, sebaiknya selalu dijunjung tinggi dalam

kehidupan bermasyarakat kelompok manusia

( Notoatmodjo, 2003 ).

B. Praktek Buang Air Besar

1. Pengertian

Praktek menurut Bartsmet (1994) di pengaruhi oleh kehendak sedangkan

kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi

oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif

dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk

mentaati pendapat tersebut.

Terbentuknya praktik terutama pada orang dewasa dimulai pada domain

kognitif (pengetahuan) dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

yang berupa objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap

subjek terhadap objek yang diketahui. Secara lebih operasional praktik dapat

diartiakan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan

(stimulasi) dari luar objek tersebut. Respons manusia tersebut dapat bersifat pasif

yang meliputi pengetahuan, persepsi dan sikap, sedangkan yang bersifat aktif

merupakan tindakan yang nyata atau practice. Stimulus atau rangsangan terdiri

dari 4 unsur pokok yakni sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan

lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Page 9: Perilaku WHO

Menurut Becker (1987, Notoatmodjo 2007) Praktek buang air besar adalah

perilaku-perilaku seseorang yang berkaitan dengan kegiatan pembuangan tinja

meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang memenuhi syarat-

syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat sehingga tidak

menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan

Menurut Notoadmodjo (2007), Praktik memiliki beberapa tingkatan, yaitu

a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yangakan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka dia sudah

mencapai praktik pada tingkat tiga.

d. Adaptasi

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

Page 10: Perilaku WHO

kebenaran tingkatannya tersebut. Adaptasi praktek (tindakan) memiliki

beberapa indikator, antara lain:

a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit

Tindakan ini mencakup antara lain:

1) Pencegahan penyakit, misalnya mengimunisasikan anak.

2) Penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter.

b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengonsumsi makanan

dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, dan praktek

perawatan kesehatan sebagainya.

c. Tindakan (praktek) Kesehatan Lingkungan.

Perilaku ini mencakup buang air besar di jamban, membuang sampah pada

tempatnya.

Secara lebih terperinci praktik manusia sebenarnya merupakan refleksi dari

berbagai gajala kajiwaan, seperti pengetahuan, dukungan, fasilitas, keinginan,

kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.

2. Mekanisme Buang Air Besar

Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh, akan di cerna oleh organ

pencernaan. Selama proses pencernaan makanan di hancurkan menjadi zat-zat

sederhaa yang dapat diserap dan di gunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian

sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja , urine atau gas

Page 11: Perilaku WHO

karbondioksida. Akhir dari proses pencernaan yang di keluarkan berupa tinja di

sebut buang air besar ( Notoatmodjo, 2003 )

Seseorang yang mempunyai kebiasaan teratur, akan merasa kebutuhan

membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal ini di

sebabka oleh reflek gastro kolika yang biasanya bekerja sesudah sarapan pagi.

Makanan yang sudah sampai lambung akan merangsang peristaltic di dalam usus,

merambat ke kolon sisa makanan yang dari hari sebelumnya, yang waktu malam

mencapai sekum, mulai bergerak isi kolon dan terjadi persaan di daerah perineum.

Tekanan intra abdominal bertambah dengan penutupan glottis, kontraksi

diafragma dan otot abdominal, spinter anus mengendor, dan kerjanya berakhir.

Kerja defekasi dipengaruhi oleh factor kebisaan ( Notoatmodjo, 2003 )

Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi, sebelum

kesibukan hari tertunda menyebabkan konstipasi (sembelit). Beberapa orang

buang air besar sebelum sarapan pagi, atau ada juga yang sesudahnya. Ada yang

harus keluar rumah pagi-pagi buang air besar setelah pulang kerja, ada pula yang

pada malam hari karena mmebutuhkan waktu yang tenang untuk memenuhi

kebutuhannya. Ada yang satu kali sehari, ada yang lebih sering, yang lain lagi dua

hari sekali atau dengan jangka waktu lebih panjang. Jadi frekuen buang air besar

tiap orang berbeda-beda. Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja

rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus,

nitrogen, gram, zat besi, selulosa dan sisa zat makanan lain yang tidak larut dalam

air ( Notoatmodjo, 2007 ) .

Page 12: Perilaku WHO

3. Permasalahan Praktek Buang Air Besar dan Akibat yang ditimbulkan

Sejak dahulu sampai kapan pun, masalah pembuangan ktoran manusia

selalu menjadi perhatian kesehatan lingkungan. Dengan pertambahan penduduk

yang tidak sebanding dengan area pemukiman. Masalah pembuangan tinja semkin

meningkat tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks

yang harus sedini mungkin diatas. Pembuangan tinja yang tidak sanitasi dapat

menyebabkan berbagai penyakit, karenanya perilaku buang air besar

sembarangan, sebaiknya segera dihentikan. Keluarga masih banyak yang

berperilaku tidak sehat dengan buang air besar di sungai. Pekarangan rumah atau

tempat-tempat yang tidak selayaknya. Selain mengganggu udara segar karena bau

yang tidak sedap juga menjadi peluang awal tempat berkembangnya vektor

penyebab penyakit akibat kebiasaan perilaku manusia sendiri ( Notoatmodjo,

2003 )

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan pembuangan tinja dengan

disertai cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran

penyakit-penyakit yang di tularkan melalui tinja. Untuk mencegah sekurang-

kurangya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan

kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (

Notoatmodjo, 2003 )

Page 13: Perilaku WHO

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Praktek Buang Air Besar

a. Pengetahuan

1). Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya

datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan

orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over

Behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori

yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan

memecahkan masalah yang dihadapi ( Notoatmodjo, 2003 ).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahaun dapat ditingkatkan melalui penyuluhan,

baik secara individu maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan

kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu,

keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

2). Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai 6 (enam)

tingkatan, yaitu:

Page 14: Perilaku WHO

a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tabu

tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefinisikan dan

mengatakan.

b. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip

dlam konteks atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus

statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-

kasus yang diberikan.

Page 15: Perilaku WHO

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, yaitu : dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyususun, merencanakan,

meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentkan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

3). Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo

(2003) yaitu:

Page 16: Perilaku WHO

a. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih mudah

dalam menerima hal – hal baru sehingga akan lebih mudah pula untuk

menyelesaikan hal – hal baru tersebut.

b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

memberikan pengetahuan yang jelas.

c. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,

karena informasi – informasi baru akan di saring kira – kira sesuai dengan

tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,

maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur

semakin banyak (bertambah tua).

e. Sosial Ekonomi

Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan

dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang

dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin. Begitupun dalam

mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada. Mereka sesuaikan dengan

pendapatan keluarga.

Page 17: Perilaku WHO

b. Pendidikan

1). Pengertian

Merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia

dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuan untuk tingkat

kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan ( Budiono, 1998 ).

Disamping itu pendidikan juga dikatakan sebagai pengembangan diri dari

individu dan kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung

jawab. Untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan ketrampilan serta nilai-nilai

sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan ( yusuf, 1992 ). Pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula

tingkat pengetahuannya, bahwa ibu yang berpendidikan relatife tinggi cenderung

memiliki kemampuan untuk menggunakan sumberdaya keluarga. Yang lebih baik

dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Karena pengetahuan buang air

besar yang sering kurang dipahami oleh keluarga yang tingkat pendidikannya

rendah. Sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya di

bidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga terutama pada

keluarga yang berperilaku buang air besar di sembarang tempat (Notoatmojo,

2003).

2). Ruang lingkup pendidikan

Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal,

dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang

dirumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal berlangsung tanpa

organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai

Page 18: Perilaku WHO

pendidik tanpa suatu progam yang harus disesuaikan dalam jangka waktu tertentu

dan tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian, sementara itu pendidikan non

formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi

terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau

sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki

pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perkirakan sebagai warga

masyarakat yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang

mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat disekolah atau

universitas (Notoatmojo, 2003

3). Jenjang Pendidikan formal

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang pendidikan No.20

Tahun 2003, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah seperti SD,MI, SMP, dan MTS atau

bentuk lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan

pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejurusan seperti SMA,

MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan

tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup progam pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan doktor yang

diselenggarakan oleh pendidikan tinggi ( Kartono, 1992 ).

Page 19: Perilaku WHO

4). Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat pendidikan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan terbagi menjadi 3

yaitu a. faktor umur, b. faktor tingkat social ekonomi dan c. faktor lingkungan, d.

faktor umum merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah

umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan formal

maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan

kemampuan, penampilan atau perilaku. Selanjutnya perubahan perilaku didasari

adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya

(Notoatmojo,2003). Faktor tingkat sosial ekonomi ini sangat mempengaruhi

perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang inginkan oleh

masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan

memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu

(Effendy, 1998). Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar

dalam pendidikan seseorang seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan

keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka akan lebih

termotivasi untuk belajar sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih

baik dibandingkan dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk

merasakan bangku sekolah (Effendy,1998).

c. Sarana

1). Pengertian

Sarana adalah adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan

fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan

Page 20: Perilaku WHO

pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan

organisasi kerja.

Jamban keluarga atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan

yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim

disebut kakus/WC dan memenuhi syarat jamban sehat atau baik. Manfaat jamban

keluarga adalah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan kotoran

manusia ( Salimmadjid, 2009 ).

2). Menentukan letak pembuangan kotoran

Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus

memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Kita perlu

mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber-sumber air

terdekat. Pertimbangan jarak yang harus diambil antara tempat pembuangan

kotoran dan sumber air, kita harus memperhatikan bagaimana keadaan tanah,

kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan

sebagainya. ( Mubarak, 2009 )

3). Beberapa macam tempat pembuangan kotoran

Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-

macam tempat pembuangan kotoran:

a. Jamban cemplung

Bentuk kakus ini adalah yang paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada

masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus

Page 21: Perilaku WHO

macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat

penampungan

( Mubarak, 2009 ).

b. Jamban plengsengan

Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring.

Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat

penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi,

tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan,

tetapi agak jauh.

c. Jamban bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan

mempergunakan Bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut

“Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang

yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali

seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter

jamban bor jauh lebih kecil.

d. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat

yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi

mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak

tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian

yang melengkung.

Page 22: Perilaku WHO

e. Jamban di atas balong (Empang)

Membuat jamban di atas Balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah

cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk

menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum

kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang

harapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan

tertentu ( Mubarak, 2009 ), antara lain :

a. Air dari balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi

b. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di

air

c. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut

atau yang sejajar dengan jarak 15 meter

d. Aman dalam pemakaiannya

f. Jamban septic tank

Jamban Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan

secara anaerobic. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam

pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman

pembusuk yang sifatnya anaerobic. Septic tank bisa terjadi dari dua bak

atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur

sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok

penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam

bak tersebut ( Mubarak, 2009 ).

Page 23: Perilaku WHO

Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi

persyaratan persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekelilingi jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah dan di sekitarnya

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara

7. Sederhana desaianya

8. Murah ( Notoatmodjo, 2003 ).

Agar persyaratan –persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan

antara lain :

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari

panas dan hujan, sehingga binatang – binatang lain terlindung dari pandangan

orang dan sebagainya.

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak

yang kuat dan sebaiknya.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak

menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau sikat WC (

Notoatmodjo, 2003 ).

Page 24: Perilaku WHO

d. Dukungan Keluarga

1). Pengertian

Keluarga merupakan sebagai unit terkscil dalam masyakat merupakan

klien keperawatan atau sebagai penerima asuhan keperawatan keluarga

sangatberperan dalam menentukan cara asuhan yang di perlukan anggota keluarga

yang sakit. Bila dalam keluarga tersebut salah satu anggotanya mengalami

masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruh. (Friedman,

1998)

2). Struktur Keluarga

Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,

kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di

antara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan

menyelesaikan masalah

Menurut Effendy (1995), struktur keluarga ada bermacam-macam diantaranya

adalah :

a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ayah.

b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal beserta bersama keluarga

sedarah istri.

Page 25: Perilaku WHO

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal beserta bersama keluarga

sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

3). Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai

berikut:

a. Fungsi afektif.

Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial,

saling mengasuh, dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan

mendukung.

b. Fungsi sosialisasi.

Adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat

anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial.

c. Fungsi reproduksi.

Adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah

sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi.

Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang,

pangan, dan papan.

e. Fungsi perawatan kesehatan.

Page 26: Perilaku WHO

Adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan.

4). Jenis Dukungan Keluarga

Terdapat empat jenis atau dimensi dukungan ( Friedman, 1998 ) yaitu:

a. Dukungan emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi, meliputi empati,

kepedulian, dan perhatian terhadap anggota keluarga yang masih buang air

besar misalnya umpan balik, penegasan.

b. Dukungan penghargaan ( penilaian )

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik membimbing

dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator

identitas anggota. Yang terjadi lewat ungkapan hormat ( penghargaan )

positif untuk perilaku BAB, dorongan maju atau persetujuan dengan

gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif perilaku BAB

dengan yang lain yaitu : orang – orang yang kurang mampu atau lebih

buruk keadaannya.( menambah penghargaan diri )

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit.

Mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,

modifikasi, lingkungan, maupun menolong dengan pelajaran waktu

mengalami stres.

Page 27: Perilaku WHO

d. Dukungan informative

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminato

( penyedia) Informasi tentang dunia mencakup memberi nasehat,

petunjuk-petunjuk,sarana-sarana, atau umpan balik.

Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan

semangat, pemberian nasihat, atau pengawasan tentang perilaku BAB sehari-hari.

Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang dapat perhatian,

disenangi, dihargai, dan termasuk bagian dari masyarakat ( Utami, 2003 ).

5). Hubungan dukungan keluarga dengan kesehatan

Keluarga harus dilibatkan dalam progam pendidikan dan penyuluhan agar

mereka mampu mendukung usaha keluarga yang masih buang air besar di

sembarang tempat. Bimbingan/penyuluhan dan dorongan secara terus menerus

biasanya diperlukan agar keluarga yang buang air besar sembarangan tersebut

mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima dan mematuhi peraturan.

Keluarga selalu dilibatkan dalam progam pendidikan sehingga mereka dapat

memperingati bahwa buang air besar sembarangan dapat berdampak penyakit-

penyakit (Brunner dan Suddart, 2001)

Page 28: Perilaku WHO

C. Kerangka Teori

Skema 2.1 kerangka teori

Sumber : L. W Green, di dalam Notoatmodjo, 2003

Faktor Predisposisi :

- Pengetahuan- Pendidikan- Sikap- Kepercayaan- Nilai-nilai

Faktor Pemungkin :

- Ketersediaansumber daya

- Sarana

Praktek Buang Air Besar

Faktor Penguat :

- Perilaku Petugas- Dukungan- keluarga

Page 29: Perilaku WHO

D. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Skema 2.2 kerangka konsep

E. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang di teliti meliputi :

1. Variabel Independen : pengetahuan, pendidikan, sarana dan dukungan keluarga

2. Variabel Dependen : Praktek buang air besar

F. Hipotesa

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktek buang air besar pada keluarga

di Desa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora

2. Ada hubungan antara pendidikan dengan praktek buang air besar pada keluarga

di Desa Bleboh Kecamatan Jiken. Kabupaten Blora

Pengetahuan

Pendidikan

Praktek buang airbesar

Sarana

Dukungan Keluarga

Page 30: Perilaku WHO

3. Ada hubungan antara sarana dengan praktek buang air besar pada keluarga di

Desa Bleboh Kecamatan Jiken. Kabupaten Blora

4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan praktek buang air besar pada

keluarga didesa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora