Week 1 - Hipertrophy of Adenoid Fix
-
Upload
achy-ramadhani -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Week 1 - Hipertrophy of Adenoid Fix
PENDAHULUAN
Adenoid (Tonsilla Pharingeal) merupakan kumpulan jaringan limfoid sepanjang
dinding posterior nasofaring diatas batas palatum mole.1 Adenoid terletak pada dinding
posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian
anterior, serta kompleks tuba Eustachius – telinga tengah – kavum mastoid pada bagain
lateral. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan orifisium tuba Eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran
maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.2
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa
cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Innervasi sensible merupakan
cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid
menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatina. Adenoid adalah organ
limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa
kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih.3
Gambar. Tonsilla Pharingeal (Adenoid)
Hipertrofi Adenoid
Fungsi adenoid adalah bagian dari imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid
bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai
bagian penting sistem pertahanan tubuh lini terdepan dalam memproteksi tubuh dari invasi
mikroorganisme dan molekul asing.4
Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini
membesar pada anak usia 3 tahun, puncaknya usia 3-7 tahun, kemudian akan mengalami
regresi atau mengecil seiring bertambahnya usia. Namun, apabila sering terjadi infeksi pada
saluran napas bagian atas kronik atau rekuren, bersifat patologis, maka dapat terjadi hipertrofi
adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana, tuba Eustachius, dan lainnya.5
ETIOLOGI
Secara umum etiologi pembesaran adenoid dapat diringkas menjadi 2, yaitu secara
fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis, adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa
puncaknya, yaitu 3-7 tahun, hal tersebut dikarenakan adenoid (pharyngeal tonsil) juga tonsil
merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang memfagosit kuman-kuman patogen.
Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan gejala.
Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau
rekuren pada saluran pernapasan atas (ISPA). Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis
yang berulang kali antara usia 4-14 tahun. Hipertrofi dari jaringan merupakan respon
terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.6
Secara patologis, penyebab utama hipertrofi jaringan adenoid adalah infeksi saluran
napas atas yang berulang. Infeksi dari bakteri-bakteri yang memproduksi beta-lactamase,
seperti Streptoccocus Beta Hemolytic Group A (SBHGA), Staphylococcus aureus, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae, apabila mengenai
jaringan adenoid akan menyebabkan inflamasi dan hipertrofi. Jaringan adenoid yang
seharusnya mengecil secara fisiologis sejalan dengan pertambahan usia, menjadi membesar
dan pada akhirnya menutupi saluran pernapasan atas.4
Hipertrofi Adenoid
EPIDEMILOGI
Prevalensi hipertrofi adenoid dapat diperkirakan jumlahnya dari tindakan
adenoidektomi yang dilakukan. Di Indonesia belum ada data nasional mengenai jumlah
operasi adenoidektomi atau tonsiloadenoidektomi, tetapi didapatkan data dari Rumah Sakit
Umum dr. Sardjito Yogyakarta dan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Data dari Rumah Sakit
Umum Dr. Sardjito diperoleh bahwa jumlah kasus selama 5 tahun (1999-2003) menunjukkan
kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi. Puncak kenaikan, yaitu 275
kasus pada tahun 2000 dan terus menurun sampai 152 kasus pada tahun 2003. Demikian pula
dari data dari Rumah Sakit Fatmawati dalam 3 tahun (2002-2004) dilaporkan bahwa terjadi
kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi setiap tahunnya.4
PATOGENESIS
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin Waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4
tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil)
merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang memfagosit kuman-kuman patogen.
Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam
respon imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid
dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respon
terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.6
Penyebab utama hipertrofi jaringan adenoid adalah infeksi saluran napas atas yang
berulang. Infeksi dari bakteri-bakteri yang memproduksi beta-lactamase, seperti
Streptoccocus Beta Hemolytic Group A (SBHGA), Staphylococcus aureus, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae, apabila mengenai
jaringan adenoid akan menyebabkan inflamasi dan hipertrofi. Jaringan adenoid yang
seharusnya mengecil secara fisiologis sejalan dengan pertambahan usia, menjadi membesar
dan pada akhirnya menutupi saluran pernapasan atas. Hambatan pada saluran pernapasan atas
akan mengakibatkan pernapasan melalui mulut dan pola perkembangan sindrom wajah
adenoid.4
Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus, atau antigen memasuki
nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid pertama sebagai
Hipertrofi Adenoid
barrier imunologis. Kemudian terjadi absorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA dan sel
M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area
ekstra-folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells –
FDC. Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC (Antigen
precenting Cell) bersama dengan IL-1 akan mengakibatkan aktivasi sel T yang ditandai oleh
pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. Antigen bersama-sama dengan sel Th dan IL-2,
IL-4, IL-6 sebagai aktivator dan promotor bagi sel B untuk berkembang menjadi sel plasma.
Sel plasma akan didistribusikan pada zona ekstrafolikuler yang menghasilkan
immunoglobulin.4
Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi
hipertrofi adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba Eustachius.5
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya
jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk
bernapas, sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid juga dapat
menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba Eustachius yang akhirnya
menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba Eustachius
yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.6
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi (1) fasies
adenoid, yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi
yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh; (2) faringitis dan
bronkitis; serta (3) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan
sinusitis kronik.5
Menurut Linder-Arosson (2000), sindrom wajah adenoid diakibatkan oleh penyumbatan
saluran napas atas kronis oleh karena hipertrofi jaringan adenoid. Penyumbatan saluran napas
atas kronis menyebabkan kuantitas pernapasan atas menjadi menurun, sebagai penyesuaian
fisiologis penderita akan bernapas melalui mulut. Pernapasan melalui mulut menyebabkan
perubahan struktur dentofasial yang dapat mengakibatkan maloklusi, yaitu posisi rahang
bawah yang turun dan elongasi, posisi tulang hyoid yang turun sehingga lidah akan
cenderung ke bawah dan ke depan, serta meningginya dimensi vertikal. Faktor etiologi
lainnya dari sindroma wajah adenoid adalah inflamasi mukosa hidung, deviasi septum
nasalis, anomali kogenital dan penyempitan lengkung maksila.4
Hipertrofi Adenoid
MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi Nasi
Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga
terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui
mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistik antara pembesaran adenoid dan
kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.
Sleep Apnea
Sleep apnea pada anak berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada
siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat
terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.
Gejala Obstruksi Saluran Napas Atas
Facies Adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai
tampak muka yang karakteristik. Tampakan klasik tersebut meliputi :
Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering
juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam
jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/hipoplastik, sudut
alveolar atas lebih sempit, dan arkus palatum lebih tinggi.
Efek Pembesaran Adenoid Pada Telinga
Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah
dibuktikan baik secara radiologis maupun berdasarkan penelitian tentang tekanan oleh
Bluestone. Otitis media efusi merupakan keadaan dimana terdapat efusi cairan di
Hipertrofi Adenoid
telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya sumbatan pada tuba Eustachius. Keadaan alergik juga sering
berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya efusi cairan di telinga tengah. 4,5
DIAGNOSIS
1) Tanda dan gejala klinik
Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid, yaitu pandangan
kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan tinggi. Karena
pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid pada koana, terjadi
gangguan pendengaran dan penderita sering beringus.
2) Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum
mole pada waktu fonasi. Pada pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat
melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus dan konka mengerut. Dengan meletakkan
ganjal di antara deretan gigi atas dan bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.
3) Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).
4) Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara
langsung.
5) Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral kepala agar dapat melihat
pembesaran adenoid.
6) CT scan merupakan modalitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi
patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.7
PENATALAKSANAAN
Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan
obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi
dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau
insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta. Kontraindikasi
relatif berupa gangguan perdarahan, anemia, infeksi akut yang berat, dan adanya penyakit
berat lain yang mendasari.1,8
Hipertrofi Adenoid
Indikasi adenoidektomi. Indikasi untuk adenoidektomi berdasarkan satu atau lehbih
keadaan di bawah ini:1
1. Obstruksi jalan napas bagian atas kronis yang menyebabkan gangguan tidur, kor pulmonale, atau sindrom apnea waktu tidur.
2. Nasofaringitis purulen kronik walaupun penatalaksanaan medik adekuat. 3. Adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan dengan produksi dan
persistensi cairan telinga tengah (otitis media serosa atau otitis media mukosa).4. Otitis media supuratif akut rekuren yang tidak mempunyai respons terhadap
penatalaksanaan medik dengan antibiotik profilaksis.5. Kasus-kasus otitis media supuratifa kronis tertentu pada anak-anak dengan
hipertrofi adenoid penyerta.6. Curiga keganasan nasofaring (hanya biopsi).1
Adenoidektomi untuk mengatasi masalah bicara harus dilakukan dengan sangat hati-
hati, karena jika terdapat palatum yang pendek, celah submukosa, atau insufisiensi
velofaringiealis akibat dari adenoidektomi, suara menjadi hipernasal.1
Pada adenoidektomi, pengangkatan seluruh jaringan adenoid hampir tidak
memungkinkan, hal ini disebabkan jaringan adenoid tidak diliputi oleh kapsulnseperti tonsila,
sehingga memungkinkan untuk terjadi hipertrofi berulang dan infeksi.1
PENUTUP
Hipertrofi Adenoid
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik
pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak
usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun.Apabila
sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid
yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius.
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi fasies
adenoid, faringitis dan bronchitis serta sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius
akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif
kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan gangguan tidur, ngorok, retardasi
mental dan pertumbuhan fisik berkurang.
Pada kasus hipertropfi adenoid yang memberat, terapi yang dilakukan adalah
adenoidektomi. Namun pengangkatan seluruh jaringan adenoid hampir tidak mungkin
dikarenakan jaringan adenoid tidak diliputi oleh kapsul seperti tonsila. Jadi, hipertrofi
berulang dan infeksi mungkin untuk terjadi.
Daftar Pustaka
Hipertrofi Adenoid
1. Adam, G.L., Boies, L.R., Highler, P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC. 1997 : hlm 325-327.
2. Norhidayah. Gambaran Indikasi Tonsilektomi di RSUP Haji Adam Malik dari Tahun
2008-2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : Medan. 2010.
Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23175
3. Moore KL, Anne MR. Neck. In : Essential Clinical Anatomy. USA : Lippincott
Williams and Wilkins. 2002 : p. 439-445
4. Handokho, Albert. Gambaran Klinis dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada
Penderita Sindroma Wajah Adenoid yang Disebabkan oleh Hipertrofi Jaringan
Adenoid. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : Medan. 2011. Available
at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24213
5. Rusmarjono, Hermani B. Nyeri Tenggorok (Odinofagia). Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2010
6. Bull PD. Adenoids. In : Lecture Notes on Diseases of The Ear, Nose and Throat.
Ninth Edition. USA : Blackwell Science Ltd. 2002
7. Widjoseno-Gardjito. Kepala dan Leher. Dalam : Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta : EGC. 2005.
8. Rahbar R. Adenotonsillar Hypertrophy : The Presentation and Management of Upper Airway Obstruction. Seminars in Orthodontics 10 : 244-246. 2004. Elsevier Inc. Department of Otolaryngology, Children’s Hospital, Boston, MA. Available at : http://www.med.univaq.it/medicina/lo/6746/1165156019-Adenotonsillar%20Hypertrophy.pdf
Hipertrofi Adenoid