asmara132.files.wordpress.com€¦  · Web viewTingkat pendidikan masyarakat desa Banjarsari...

21
UPACARA ADAT TRADISI TEDAK SITEN DESA BANJARSARI KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH A. Pendahuluan Peran budaya daerah sangat mempengaruhi budaya bangsa karena budaya daerah menjadi modal utama untuk mempertahankan jati diri/ identitas bangsa dari rongrongan budaya barat yang belum tentu cocok dengan kebudayaan di Indonesia. Budaya daerah/ harus terus kita lestarikan dan kita pertahankan. Karena Dengan melestarikan budaya leluhur , diharapkan dapat menjadi landasan untuk lebih mencintai budaya sendiri, di era Bangsa Indonesia yang semakin maju. Dengan melestarikan budaya daerah kita bisa menjaga budaya bangsa dari pengaruh budaya asing, dan menjaga agar budaya kita tidak diakui oleh Negara lain. Contohnya: Malaysia jelas-jelas kerap menampilkan beberapa bentuk budaya para perantau asal Indonesia, yang kemudian menjadi warga negaranya dan mereka akui sebagai budayanya, namun dengan penampakan budaya yang masih sama dengan di tempat asalnya, yaitu Indonesia. Hanya saja, urusan nama atau istilah, hingga penampilan yang sedikit sekali saja diubah sehingga terkesan tidak milik

Transcript of asmara132.files.wordpress.com€¦  · Web viewTingkat pendidikan masyarakat desa Banjarsari...

UPACARA ADAT TRADISI TEDAK SITEN

DESA BANJARSARI KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

A. Pendahuluan

Peran budaya daerah sangat mempengaruhi budaya bangsa karena budaya daerah menjadi modal utama untuk mempertahankan jati diri/ identitas bangsa dari rongrongan budaya barat yang belum tentu cocok dengan kebudayaan di Indonesia. Budaya daerah/ harus terus kita lestarikan dan kita pertahankan. Karena Dengan melestarikan budaya leluhur , diharapkan dapat menjadi landasan untuk lebih mencintai budaya sendiri, di era Bangsa Indonesia yang semakin maju.

Dengan melestarikan budaya daerah kita bisa menjaga budaya bangsa dari pengaruh budaya asing, dan menjaga agar budaya kita tidak diakui oleh Negara lain. Contohnya: Malaysia jelas-jelas kerap menampilkan beberapa bentuk budaya para perantau asal Indonesia, yang kemudian menjadi warga negaranya dan mereka akui sebagai budayanya, namun dengan penampakan budaya yang masih sama dengan di tempat asalnya, yaitu Indonesia. Hanya saja, urusan nama atau istilah, hingga penampilan yang sedikit sekali saja diubah sehingga terkesan tidak milik Indonesia. Namun dalam kejadian ini terdapat hikmah yaitu: Rasa nasionalisme bangsa Indonesia kembali bangkit lagi ditengah masyarakat yang kurang sadarnya atas pentingnya budaya daerah kita. Contoh budaya kita yang diakui oleh Negara Malaysia: Reog, lagu Rasa Sayange, Batik, Batik, dan tari Pendet.

Selain itu terdapat globalisasi, yang berpengaruh kepada budaya bangsa karena globalisasi bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan budaya daerah dan bukannya terlena dengan budaya baru yang dianggap lebih. Dalam hal lain budaya juga modal utama pariwisata bangsa kita. Budaya dan pariwisata sering dianggap sebagai dua aktivitas yang penuh dengan konflik. Disatu pihak karena adanya kepercayaan bahwa budaya sifatnya statis dan tradisional, sedang dilain pihak pariwisata relatif dianggaplebih modern dan dinamis.

Sayangnya sekarang ini banyak sekali kebudayaan-kebudayaan daerah yang hamper punah dan jarang dilakukan lagi oleh masyarakat. Dari sinilah maka akan dibahas beberapa budaya daerah di Jawa Tengah khususnya upacara Tedak Sinten di Desa Banjarsari Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Karena budaya daerah tersebut memiliki nilai-nilai edukasi tersendiri sehingga budaya daerah tersebut mampu menjadi cermin masyarakat daerah itu sendiri. Dan dari sinilah juga akan diharapkan bahwa kebudayaan daerah seperti tedak siten mampu dilestarikan oleh masyarakat.

B. Letak Geografis

Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan merupakan daerah perbukitan serta berada pada ketinggian antara 50 - 100 meter di atas permukaan air laut dengan kelerengan 8°- 15° Dilihat dari Peta Kabupaten Grobogan, Kecamatan Kradenan teletak di bagian timur kota Purwodadi. Jarak antara Purwodadi dan Kradenan kurang lebih 27 Km ke arah timur.

Secara administratif Kecamatan Kradenan terdiri dari 14 Desa, 546 RT, dan 96 RW dengan ibukota berada di Desa Kalisari. Kecamatan ini mempunyai luas 107,74 Km dengan jumlah penduduk pada Tahun 2009 sebanyak 85.878 jiwa. Sedangkan di Desa Banjarsari sendiri luas wilayahnya mencapai 4,95 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 6. 122 jiwa dan terdiri dari 32 RT dan 6 RW.

C. Mata Pencaharian Masyarakat

Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Banjarsari mayoritas adalah sebagai petani. Produksi pertanian terbesar di Desa ini adalah komoditas jagung. Produksi perikanan dari produksi perairan umum lebih tinggi dibandingkan kolam. Industri yang berkembang masih didominasi industri rumah tangga yang mencapai 27 unit, industri kecil mencapai 14 unit. Sedangkan untuk industri besar dan sedang belum berkembang di desa ini.

D. Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk yaitu pengelompokkan penduduk berdasarkan kriteria (ukuran) tertentu. Dasar untuk menyusun komposisi penduduk yang umum digunakan adalah umur, jenis kelamin, mata pencaharian, dan tempat tinggal. Pengelompokkan penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang kependudukan. Komposisi penduduk di Desa Banjarsari sendiri akan terinci sebagai berikut:

1. Profesi

Profesi penduduk di Desa Banjarsari sendiri mayoritas adalah bertani. Lebih dari 70% penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, pengusaha sebesar 5%, pedagang 7%, PNS 5%, buruh 6% dan lainnya sebanyak 7%

2. Agama

Mayoritas penduduk di desa Banjarsari memeluk agama Islam. Persentasenya mencapai 91%.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat desa Banjarsari mayoritas hanya lulusan SD atau sederajat. Persentase penduduk yang tamatan SD mencapai 51,63%, tidak tamat SD sebesar 8,12%, tamatan SMP sebesar 8,54%, tamatan SMU sebesar 5,19%, tamatan Perguruan Tinggi sebesar 1,33%.

E. Upacara Adat Yang Masih Dilestarikan

Di Jawa Tengah banyak sekali upacara-upacara adat yang masih dilestarikan hingga sekarang, antara lain:

1. Kenduren

Kenduren/ selametan adalah tradisi yang sudaah turun temurun dari jaman dahulu, yaitu doa bersama yang di hadiri para tetangga dan di pimpin oleh pemuka adat atau yang di tuakan di setiap lingkungan, dan yang di sajikan berupa Tumpeng, lengkap dengan lauk pauknya. Tumpeng dan lauknya nantinya di bagi bagikan kepada yang hadir yang di sebut Carikan ada juga yang menyebut dengan Berkat.

2. Sekaten

Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton untuk ditempatkan di depan Masjid Agung Surakarta. Selama enam hari, mulai hari keenam sampai kesebelas bulan Mulud dalam kalender Jawa, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (Jw: ditabuh) menandai perayaan sekaten. Akhirnya pada hari ketujuh upacara ditutup dengan keluarnya Gunungan Mulud. Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.

3. Grebeg

Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ketiga), tanggal satu bulan Sawal (bulan kesepuluh) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan kedua belas). Pada hari hari tersebut raja mengeluarkan sedekahnya sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari gunungan kakung dan gunungan estri (lelaki dan perempuan)

4. Tedak Siten

Merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah. Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.

Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.

F. Prosesi Upacara Adat Tedak Siten di Desa Banjarsari

Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.

Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan. Upacara seperti ini yaitu upacara yang berwujud kenduri biasanya di selenggarakan di serambi rumah, rumah bagian depan atau di pendapa, sedangkan keperluan lain yang ada rangkaiannya dengan upacara itu di selenggarakan di gandhok rumah, rumah bagian belakang.

Biasanya,  kesempatan bahagia ini harus diselenggarakan pada pagi hari, di bagian depan dari pekarangan rumah.  Kecuali orang tua dan keluarga, beberapa orang tua juga hadir untuk memberikan berkat kepada anak.  Yang diperlukan sajen / korban tidak boleh dilupakan.  Ianya melambangkan permintaan dan berdoa kepada Allah Maha Kuasa untuk menerima berkat dan perlindungan dari HIM, untuk menerima berkat dari nenek moyang, untuk memberantas kejahatan dari perbuatan buruk manusia dan semangat. T Upacara ritual dapat dilaksanakan dalam rangka dan keselamatan.

Tedak Siten juga sebagai bentuk pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses menampaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap siti (bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.

Pada zaman dulu, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukan ritual ini untuk anaknya. Sejumlah perlengkapan untuk ritual ini adalah Jadah (tetel) tujuh warna, jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dengan ditambahi garam agar rasanya gurih, warna jadah 7 rupa itu yaitu warna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Makna yang terkandung dalam jadah ini merupakan simbol kehidupan yang akan dilalui oleh si anak, mulai dia menapakkan kakinya pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa, sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran dalam kehidupan si anak akan menghapai banyak pilihan dan rintangan yang harus dilaluinya. jadah 7 warna disusun mulai dari warna yang gelap ke terang, hal ini menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat sampai yang ringan, maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik terangnya yang disitu terdapat penyelesaiannya.

Tumpeng dengan perlengkapannya, tumpeng merupakan nasi yang dibentuk seperti kerucut yang disajikan dengan urap sayur (hidangan yang terbuat dari sayur kacang panjang, kangkung dan kecampah yang diberi bumbu kelapa yang telah dikukus atau disangrai) dan ingkung ayam. Tumpeng melambangkan permohan orang tua kepada sang Maha Pencipta aga si anak kelak menjadi anak yang berguna, sayur kacang panjang bermakna simbol umur agar si anak berumur panjang, sayur kangkung bermakna dimanapun si anak hidup dia mampu tumbuh dan berkembang, sayur kecambah merupakan simbol kesuburan dan ayam mengartikan kelak si anak dapat hidup mandiri.

Kurungan ayam yang dihiasi janur dan kertas warna-warni, kurungan ayam ini isinya bukan ayam tapi anak manusia. kurungan ayam yang dihiasi mempunyai makna di dunia nyata si anak akan di hadapkan dengan berbagai macam pilihan pekerjaan.

Tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna, menyiratkan harapan agar si anak mampu berjuang layaknya Arjuna yang terkenal dengan tanggung jawabnya dan sifat perjuangannya. Dalam adat Jawa tebu kependekan dari antebing kalbu yang bermakna agar si anak dalam menjalni kehidupan ini dengan tejad yang kuat dan hati yang mantap.

Prosesi ‘Tedak Siten’ di awali dengan membimbing anak menapaki jadah 7 warna yang telah disusun berdasarkan warna gelap ke terang. kemudian si anak diarahkan untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu arjuna, selanjutnya si anak di masukkan kedalam kurungan ayam yang telah dihiasi dan didalamnya terdapat cincin, alat tulis, kapas dan lain sebagainya, mungkin tergantung dengan perkembangan zaman kalau zaman sekarang ini bisa di masukkan barang-barang IT (HP, notebook, PDA atau lainnya). Kemudian si anak di suruh mengambil salah satu dari barang tersebut, barang yang dipilih si anak merupakan gambaran dari kegemaran dan juga pekerjaan yang diminatinya kelak setelah dewasa.

Prosesi selanjutnya yaitu sebar beras kuning yang telah dicampur dengan uang logam untuk di perebutkan, prosesi ini menggambarkan agar si abak kelak menjadi anak yang dermawan dalam lingkungannya. Prosesi terakhir yaitu si anak dimandikan dengan bunga setaman lalu mengenakan mengenakan baju yang baru. tujuannya yaitu agar si anak tetap sehat, membawa nama harum bagi keluarga, punya kehidupan yang layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.

Dalam acara ‘tedak siten’ sesaji yang biasa digunakan antara lain kembang boreh, bubur baro-baro, macam-macam bumbu dapur dan kinangan (bahan menginang). Bubur baro-baro adalah bubur yang terbuat dari bekatul, sesaji ini ditujukan untuk kakek nini among (plasenta/ari-ari). Sedangkan kembang boreh, macam-macam bumbu dapur dan kinangan, sesaji ini ditujukan untuk nenek moyang.

Selain sesaji juga ada pelengkap pedukung yaitu bubur merah, bubur putih bubur merah putih (sengkolo) yang melambangkan darah (=bubur merah) dan air mani (=bubur putih), kemudian ada juga jajanan pasar (jongkong, centil, grontol jagung, lopis, gatot dan tiwul) yang melambangkan dalam berkehidupan kita akan banyak berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai macam karakter sehingga si anak dapat mudah bersosialisasi dengan masyarakatnya. kamudian juga terdapat aneka pala pendem (aneka umbi-umbian) yang mempunyai makna agar si anak mempunyai sifat adap asor atau tidak sombong.

Setelah semua perlengkapan siap, maka ritual ini pun dimulai. Si anak dimandikan dengan air kembang setaman. Setelah memakai pakaian baru, sang anak dibimbing ibunya menginjak jadah (semacam nasi ketan tumbuk) 7 warna. Untuk selanjutnya sang anak dibimbing menaiki tangga yang dibuat dari tebu wulung berwarna ungu. Sang anak kemudian dimasukkan kedalam kurungan ayam berhias janur kuning dan hiasan lainnya. Dalam kurungan tersebut terdapat beberapa benda yang harus dipilih sang anak. Acara tersebut merupakan tradisi Jawa yang disebut Tedak Siten, peringatan di mana seorang anak mulai dilatih berjalan dengan menapakkan kedua kakinya di bumi.

Posisi beberapa bintang mempunyai pengaruh terhadap kelahiran seorang bayi. Perhitungan tahun matahari dibuat berdasarkan lamanya waktu bumi beredar mengelilingi matahari dengan masa 1 tahun. Tahun berdasar pengaruh matahari tersebut dirinci dalam bulan, minggu dan hari, dimana harinya berjumlah tujuh. Perhitungan kalender berdasar bulan dihitung berdasarkan lamanya waktu bulan mengelingi bumi yaitu 1 bulan. Satu tahun dalam kalender bulan ada 12 bulan dan tiap  bulan dirinci menjadi pasar, pekan dan hari dimana 1 pasar  ada  5 hari. Peringatan yang mendasarkan kombinasi posisi matahari dan bulan akan berulang setiap 7 x 5 hari.

Leluhur kita telah mengetahui bahwa posisi matahari dan bulan mempunyai pengaruh terhadap bumi. Seorang anak yang lahir pada weton, kelahiran tertentu mempunyai potensi tertentu. Dan weton, hari kelahiran yang berulang setiap 35 hari tersebut perlu dihormati. Bagi orang dewasa pada hari weton tersebut dibiasakan mengendalikan diri dengan cara puasa yang disebut puasa apit weton, yang dimulai sehari sebelum dan berakhir sehari sesudah weton. Puasa pada bulan purnama juga dilakukan karena pengaruh bulan purnama terhadap bumi dan diri manusia cukup besar. Demikian pula pada waktu gerhana, formasi matahari dan bulan akan mempunyai pengaruh khusus terhadap bumi dan manusia.

Kembali ke Tedak Siten, manusia mempunyai beberapa tahap perkembangan diri. Pertama, tahap bayi yang sangat tergantung terhadap ibu dan orang lain, bisanya hanya meminta. Tahap kedua adalah anak muda yang mandiri, bisa melakukan sendiri. Tahap ketiga adalah seorang yang dewasa, yang sudah sadar walau mandiri tetapi tidak egoistis dan menyadari bahwa seseorang mempunyai saling ketergantungan dengan orang lain, tidak bisa hidup sendiri. Awal dari tahap kedua dimulai, ketika seorang anak mulai belajar berjalan, sehingga apabila menginginkan sesuatu seorang anak sudah dapat mengambil sendiri tanpa minta pertolongan orang lain. Pada waktu berjalan, kedua kaki sang anak menapak langsung dengan bumi, tidak lagi dalam gendhongan seorang ibu. Kita hidup-mati berada di bumi, makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari bumi, maka kita perlu menghormati bumi.

Bayi lahir dengan naluri awal, naluri dasar, untuk makan. Apa saja yang dipegangnya  akan dimasukkan mulut. Berlainan dengan kesadaran seorang anak manusia yang terus berkembang, kesadaran hewan tidak berkembang, yang ada dibenaknya hanya makan.

Konon, Tiga Orang Suci dari Timur datang ke Timur Tengah setelah melihat posisi rasi bintang dan untuk memverifikasi apakah yang anak yang lahir betul seorang Masih dengan cara yang hampir sama. Bagi yang percaya, seseorang yang mati dan masih punya keterikatan dengan keduniawian, jiwanya masih akan meneruskan evolusi yang belum diselesaikan dalam kehidupannya. Dia akan lahir lagi mendapatkan orang tua, lingkungan yang menunjang evolusi jiwanya. Pemilihan beberapa benda dalam Tedak Siten seperti buku tulis, dompet, perhiasan, gunting, kitab sastra, ataupun alat bela diri, selaras dengan pengetahuan itu. Potensi anak akan nampak dengan jelas, sehingga orang tua paham bagaimana meningkatkan potensi anak sebaik-baiknya.

Pada dasarnya kita hidup di dunia, terkurung, terbelenggu oleh dunia. Dalam Tedak Siten, dapat dilihat anak yang sebenarnya tidak senang dimasukkan ke dalam kurungan dan menangis minta pertolongan pada ibunya. Manusia yang sadar pun ingin kembali kepada Bunda Ilahi. Bagi penganut spiritual, baik harta, tahta ataupun ilmu pengetahuan adalah modal awal untuk membebaskan diri dari belenggu dunia. Seorang Guru datang untuk membebaskan diri manusia dari kurungan. Tetapi yang diharapkan manusia adalah Guru yang memberikan pengetahuan untuk hidup sukses dalam kurungan. Diri yang lepas dari kurungan dunia tidak berarti melarikan diri dari dunia, hanya tidak terikat dengan dunia. Hidup semata-mata hanya berupa persembahan, ibadah. Sepi dari Pamrih, keinginan dunia dan Rame ing Gawe, tetap berkarya sepanjang hidupnya.

Tentu saja ada makna dalam mandi kembang setaman dan menginjak jadah 7 warna, demikian pula dengan upacara yang dilakukan di alam terbuka dan lain sebagainya. Terima kasih para leluhur.

G. Nilai Edukasi Upacara Adat

Nilai-nilai edukasi yang terkandung dalam upacara tedak siten adalah saat-saat prosesi upacara tersebut dilaksanakan yang dimulai dari Saat sang anak dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui sang anak.

Lalu sang anak diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat. Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya sang anak mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan. Kemudian, anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, yang menggambarkan dari minatnya di masa depan. Setelah itu, anak diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial. Selanjutnya, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga. Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.

H. Komentar

Menurut saya upacara tedak siten perlu dilestarikan karena kebudayaan tersebut kalau tidak dilestarikan maka lama kelamaan akan punah. Padahal upacara seperti itu merupakan warisan budaya nenek moyang yang harus dijaga dan terus dilestarikan. Upacara tedak siten juga banyak sekali mengandung nilai-nilai edukatif. Selain itu upaya melestarikan budaya daerah sangat penting dan perlu ditanamkan kepada generasi penerus supaya budaya kita tidak luntur, dan tidak terpengaruh oleh budaya luar yang masuk. dengan demikian budaya dapat dilestarikan secara dinamis dengan selalu mengadakan inovasi dan kreativitas baru tanpa lepas dari identitasnya.

I. Penutup

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa upacara adat tedak siten merupakan salah satu kebudayaan daerah yang perlu dilestarikan oleh karena itu kita para generasi muda harus menjaga dan melestarikan serta menanamkan  dalam hati budaya bangsa kita, agar anak cucu kita juga dapat menikmatinya. Dari itu dapat direkomendasikan antara lain:

· Mengembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Budaya daerah.

· Mengembangkan pariwisata bangsa kita.

· Menanamkan rasa cinta dan Nasionalisme terhadap budaya Nasional.

· Mengembangkan sumber daya alam dan manusia secara efektif dan tepat sasaran.

· Mengembangkan budaya baru yangcocok dengan kebudayaan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Baskoro, Agus. 2007. Penduduk Kabupaten Grobogan. Diakses tanggal 2 Januari 2012. http://purwodadi.wordpress.com/2007/08/11/penduduk/

Kidnesia, Ervina. 2008. Upacara Adat Jawa Tengah. Diakses tanggal 1 Januari 2012, http://www.kidnesia.com/layout/set/print/Kidnesia/Indonesiaku/Propinsi/Jawa-Tengah/Seni-Budaya/Tedhak-Siten.

Nugroho, Adi. 2009. Tedak Siten Ketika Anak Kali Pertama Menginjak Tanah. Diakses tanggal 2 Januari 2012.http://solobriti.com/2009/07/17/tedak-siten-ketika-anak-kali-pertama-menginjak-tanah.

Triyono, Slamet. 2009. Komposisi Penduduk. Diakses tanggal 1 Januari 2012, http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/10/komposisi-penduduk.html.

UPACARA ADAT TRADISI TEDAK SITEN DESA BANJARSARI KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Ilmu Sosial Dan Budaya Daerah

Disusun Oleh :

Endah Asmarawati

A 410 080 132

PROGRAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012