· Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit,...

106
NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Transcript of  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit,...

Page 1:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN

LUAR NEGERI

Page 2:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber
Page 3:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

B A B V

NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

A. PENDAHULUAN

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijaksanaan pembangunan, kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri berlandaskan pada Trilogi Pembangunan dan diarah-kan untuk menunjang tujuan pokok pembangunan yaitu meletakkan landasan yang kuat bagi pelaksanaan setiap Repelita. Dalam rangka peningkatan ketahanan ekonomi Indonesia, langkah-lang-kah yang ditempuh selama tahun terakhir Repelita III dan empat tahun pertama Repelita IV di bidang neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri ditujukan pada peningkatan pro-duksi, diversifikasi dan pemasaran barang-barang ekspor; pengendalian impor secara efisien; pemanfaatan modal, pinja-man dan teknologi dari luar negeri; peningkatan pengelolaan hutang-hutang luar negeri; pemantapan pasaran dan kurs valuta asing serta pengendalian cadangan devisa.

Selama mass 1983/84 - 1987/88 perkembangan neraca pemba-yaran dan arah kebijaksanaan yang telah ditempuh dipengaruhi baik oleh masalah-masalah di dalam negeri maupun oleh fak-tor-faktor ekstern. Berbagai perkembangan ekonomi internasio-nal di bidang komoditi primer termasuk minyak bumi, perda-gangan, keuangan serta kebijaksanaan makro negara-negara industri telah membawa dampaknya pada laju pertumbuhan nega-ra-negara berkembang termasuk Indonesia.

Resesi ekonomi dunia yang mulai terjadi dalam tahun 1980 masih tetap menunjukkan gejala kelanjutan setelah tanda-tanda perbaikan selama tahun-tahun 1983 dan 1984. Titik terendah dari reseal tersebut terjadi dalam tahun 1982 dengan laju pertumbuhan produksi dunia sebesar 0,7%, penurunan produksi di negara-negara industri sebesar 0,3% serta kenaikan produk-si di negara-negara berkembang sebesar 1,6%. Berbaliknya

277

Page 4:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

resesi ekonomi dunia ditandai oleh pertumbuhan produksi dunia sebesar 4,5% dalam tahun 1984 untuk kemudian kembali mengala-mi penurunan sejak tahun 1985 hingga hanya mencapai 2,8% da-lam tahun 1987. Sebab utama dari perkembangan yang mengecewa-kan selama tahun-tahun terakhir ini ialah menurunnya laju pertumbuhan di Amerika Serikat dari 6,3% dalam tahun 1984 mencapai hanya 2,4% dalam tahun 1987 akibat kemunduran dalam kegiatan investasi. Demikian pula Jepang, Jerman Barat dan Kanada mengalami penurunan dalam laju pertumbuhan produksi riil setelah tahun 1984, sedangkan dalam hal Jepang laju pertumbuhan kembali naik dalam tahun 1987. Secara keseluruhan produksi riil negara-negara industri dalam tahun 1982 menurun sebesar 0,3%, kemudian mulai meningkat mencapai laju pertum-buhan sebesar 5,0% dalam tahun 1985 dan setelah itu laju per-tumbuhan terus menurun menjadi 2,4% dalam tahun 1987.

Dampak negatif dari resesi ekonomi dunia terhadap pem-bangunan negara-negara berkembang tercermin dalam laju per-tumbuhan produksi rill di negara-negara ini yang hanya menca-pai 1,6% dalam tahun 1982 dan 1983, 4,1% dalam tahun 1984 dan 3,3% dalam tahun 1987. Akan tetapi di antara negara-negara berkembang terdapat berbagai variasi baik dalam perkembangan maupun tingkat pertumbuhan. Di wilayah Asia laju pertumbuhan adalah sebesar 5,2% dalam tahun 1982, 8% dalam tahun 1984 dan setelah itu cenderung terus menurun mencapai 6,0% dalam tahun 1987. Perkembangan yang jauh lebih parah terjadi di wilayah lainnya seperti terlihat dari menurunnya produksi rill di Afrika sebesar 1,6% dalam tahun 1983 dan di Amerika Latin se-besar berturut-turut 1,0% dan 2,8% dalam tahun-tahun 1982 dan 1983. Dalam tahun 1987 kedua wilayah tersebut mengalami ke-naikan dalam produksi riil sebesar masing-masing 1,5% dan 3,6%, jauh di bawah laju pertumbuhan wilayah Asia. Variasi dalam laju pertumbuhan juga terjadi antara negara-negara ber-kembang pengekspor minyak bumi yang mengalami kemunduran dalam produksi riil sebesar 0,1% dalam tahun 1986 dan 0,6% dalam tahun 1987, dan negara-negara bukan pengekspor minyak bumi dengan laju pertumbuhan sebesar berturut-turut 5,8% dan 4,8% dalam periode yang sama.

Perkembangan dalam volume perdagangan dunia dalam masa 1982-1987 tersendat-sendat sebagai akibat dari tertekannya kegiatan ekonomi dunia, menurunnya permintaan di negara-negara industri maupun karena tindakan-tindakan proteksionistis yang semakin meluas di negara-negara industri untuk mengatasi ber-bagai masalah ekonomi dalam negeri. Setelah mengalami kemun-duran sebesar 2,2% dalam tahun 1982, volume perdagangan dunia

278

Page 5:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

melaju dengan pesat mencapai 8,9% dalam tahun 1984. Laju per-tumbuhan perdagangan dunia kemudian menurun kembali dan hanya mencapai 3,1% dalam tahun 1985 dan 3,4% dalam tahun 1987.

Volume ekspor negara-negara industri yang menurun sebesar 2,1% dalam tahun 1982 meningkat mencapai laju pertumbuhan se-besar 9,9% dalam tahun 1984 untuk kemudian menurun menjadi 2,5% dalam tahun 1987. Perkembangan volume impor menunjukkan trend yang sama dengan penurunan sebesar 0,6% dalam tahun 1982 serta kenaikan sebesar 12,6% dalam tahun 1984 dan 3,5% dalam tahun 1987.

Laju pertumbuhan volume ekspor negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi meningkat dengan pesat dari 1,2% pada tahun 1982 mencapai 11,5% dalam tahun 1984, merosot se-lama tahun 1985 dan kemudian naik lagi menjadi 8,9% dalam tahun 1987. Volume ekspor negara-negara pengekspor minyak bumi mengalami kemerosotan sebesar 16,2% dalam tahun 1982, 5,7% selama tahun 1985 dan 2,1% dalam tahun 1987. Volume impor negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi menurun dengan 5,1% dalam tahun 1982, tetapi kemudian cende-rung meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 5,9% dalam tahun 1987. Sebaliknya impor negara-negara pengekspor minyak bumi sejak tahun 1982 terus mengalami kemunduran mencapai laju penurunan sebesar 12,0% pada tahun 1987.

Nilai tukar perdagangan bagi negara-negara industri dalam masa 1982-1986 setiap tahunnya mengalami kenaikan dan baru pada tahun 1987 sedikit menurun, yaitu sebesar 0,3%. Dalam periode yang sama nilai tukar perdagangan bagi negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi merosot sebesar ber-turut-turut 2,0%, 1,1% dan 2,5% dalam tahun 1982, 1985 dan 1987. Negara-negara pengekspor minyak bumi mengalami kemun-duran yang lebih besar lagi dalam nilai tukar perdagangan, yaitu sebesar 8,5% dalam tahun 1983 dan 47,4% dalam tahun 1986. Pola perkembangan nilai tukar perdagangan bagi ketiga kelompok negara tersebut ditentukan oleh perbedaan perkem-bangan harga dunia untuk barang-barang industri yang sejak tahun 1985 terus mengalami kenaikan sebesar rata-rata 10,4%, komoditi primer yang rata-rata menurun dengan 5,4% dalam periode yang sama, dan minyak bumi yang sejak tahun 1982 sam-pai dengan tahun 1986 rata-rata merosot sebesar 17,0% setiap tahunnya.

Perkembangan ekspor, impor, nilai tukar perdagangan serta transaksi jasa-jasa menentukan arah perkembangan neraca pem-

279

Page 6:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

bayaran negara-negara di dunia. Secara keseluruhan, negara-negara industri mencapai surplus transaksi berjalan (tidak termasuk transfer keuangan) sebesar berturut-turut US$ 24,1 milyar dan US$ 6,7 milyar dalam tahun 1986 dan 1987. Di luar Amerika Serikat, surplus tersebut masing-masing berjumlah US$ 149,8 milyar dan US$ 144,0 milyar karena defisit transaksi berjalan Amerika Serikat terus membengkak menjadi US$ 125,7 milyar dalam tahun 1986 dan US$ 137,2 milyar dalam tahun 1987.

Defisit transaksi berjalan negara-negara berkembang men-capai tingkat yang paling tinggi pada tahun 1982 sebesar US$ 100,4 milyar dan selanjutnya menunjukkan trend menurun men-jadi US$ 73,1 milyar pada tahun 1986. Sampai dengan tahun 1986 nilai ekspor menurun akibat merosotnya pasaran komoditi primer dan pasaran minyak bumi disertai dengan kemunduran dalam nilai impor yang lebih besar akibat turunnya laju per-tumbuhan produksi terutama dalam tahun 1982, 1983 dan 1985. Dengan laju pertumbuhan ekspor yang melebihi laju pertumbuhan impor, maka pada tahun 1987 defisit transaksi berjalan terus menurun mencapai US$ 47,0 milyar.

Iklim perekonomian dunia selama masa 1982-1987 selain ditandai oleh kemerosotan pasaran komoditi primer termasuk minyak bumi, juga diwarnai oleh terus meluasnya tindakan-tin-dakan proteksionisme dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh negara-negara industri dengan akibat terbatasnya daya masuk di pasaran negara-negara tertentu bagi produk-produk ekspor negara-negara berkembang, gejolak di pasaran valuta asing utama khususnya depresiasi dollar Amerika Serikat ter-hadap Yen Jepang sejak tahun 1985 serta tetap tingginya ting-kat bunga riil. Masalah hutang bagi banyak negara berkembang menjadi amat berat akibat dampak perkembangan ekonomi dunia yang menyebabkan terbatasnya peluang bagi peningkatan kapa-sitas pelunasan hutang-hutang luar negeri. Eratnya kaitan an-tara masalah-masalah di bidang moneter, keuangan, hutang-hutang, arus dana-dana, perdagangan dan pembangunan kembali membuktikan betapa terkaitnya pertumbuhan negara-negara in-dustri dengan pembangunan negara-negara berkembang.

Dalam kerangka kerjasama multilateral di bidang moneter, Dana Moneter Internasional (IMF) terus menjalankan upaya ke arah terciptanya suatu sistem moneter internasional yang dapat menunjang perdagangan dan pertumbuhan dunia melalui peningkatan pendanaan dan perluasan fasilitas pinjaman dan bantuan. Khusus untuk negara-negara berkembang berpenghasilan rendah dalam bulan Maret 1986 IMF telah membentuk Fasilitas

280

Page 7:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Penyesuaian Struktural (Structural Adjustment Facility) yang memberikan bantuan bersyarat lunak untuk menghadapi masalah neraca pembayaran yang berat. Pada tahap awal telah disedia-kan dana sebesar SDR 2,7 milyar yang dapat digunakan oleh negara-negara anggota dengan batas maksimum 63,5% dari kuota masing-masing. Dalam rangka pengalihan dana-dana pembangunan ke negara-negara berkembang pada bulan Agustus 1984 Bank Dunia telah meningkatkan dananya sebesar US$ 7,0 milyar. Selanjut-nya pada tahun 1987 International Development Association (IDA) telah menaikkan dana ke-8 sebesar US$ 12,4 milyar yang direncanakan untuk membantu negara-negara berkembang terutama di kawasan Afrika Sub-Sahara. Di samping itu, untuk mendorong arus investasi dari negara-negara industri ke negara-negara berkembang, pada bulan Agustus 1985 Bank Dunia telah memben-tuk Multilateral. Investment Guarantee Agency (MIGA) yang menyediakan jaminan terhadap timbulnya risiko non-komersial yang dihadapi pemilik modal.

Di bidang perdagangan berbagai perundingan multilateral sedang dijalankan untuk memperluas dan lebih membebaskan per-dagangan internasional serta kembali meningkatkan pembangunan negara-negara berkembang. Pertemuan Tingkat Menteri Persetu-juan Umum tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) yang di-adakan di Punta del Este, Uruguay dalam bulan September 1986 sebagai putaran baru dari Negosiasi Perdagangan Multilateral (MTN) telah menyepakati prioritas pada pelonggaran perdagang-an produk-produk tropis dan pertanian, hasil-hasil olahan kekayaan alam serta produk-produk tekstil. Konperensi tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) telah menyelenggara-kan Sidangnya yang ke VI di Beograd, Yugoslavia dalam bulan Juni 1983 serta Sidang ke VII di Jenewa, Swis selama bulan Juli 1987. Sidang UNCTAD ke VI memusatkan pembahasannya pada langkah-langkah yang diperlukan guna mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan dalam Strategi Pembangunan Internasional untuk Dasawarsa ke III dari PBB guna mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru. Berpangkal tolak dari gejolak perekonomian dunia, Sidang UNCTAD ke VII mencapai kesepakatan di bidang dana-dana pembangunan termasuk masalah-masalah moneter dan hutang-hu-tang negara-negara berkembang, komoditi primer termasuk Pro-gram Komoditi Terpadu beserta Dana Bersama, perdagangan in-ternasional dan masalah-masalah negara-negara yang paling terkebelakang, sebagai upaya untuk kembali menggiatkan pem-bangunan dan perdagangan internasional.

Selama masa 1982-1987, berbagai kegiatan kerjasama ekono-mi dan teknik antar negara-negara berkembang semakin mening-

281

Page 8:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

kat. Setelah Pertemuan Tingkat Menteri yang membahas Sistem Preferensi Perdagangan Global (GSTP) antar negara-negara ber-kembang anggota Kelompok 77 UNCTAD di New Delhi India dalam bulan Juni 1985, maka putaran negosiasi pertama dalam rangka Perjanjian GSTP telah dilakukan melalui Pertemuan di Brasi-lia, Brazil dalam bulan Mei 1986. Di samping itu telah di-adakan Pertemuan Tingkat Tinggi di bidang Kerjasama Ekonomi Antar Negara Berkembang (ECDC) dalam bulan Agustus 1986 di Kairo, Mesir. Berkaitan dengan Gerakan Non Blok dalam bulan Maret 1983 dan bulan September 1986 telah diselenggarakan Konperensi Tingkat Tinggi berturut-turut di New Delhi, India dan Harare, Zimbabwe yang kemudian disusul dengan Konperensi Tingkat Menteri tentang Kerjasama Selatan-Selatan di Pyong-yang, Korea Utara dalam bulan Juni 1987. Indonesia juga ber-partisipasi dalam Konperensi Tingkat Tinggi yang diadakan dalam rangka Organisasi Konperensi Islam di Casablanca, Maroko selama bulan Januari 1984 dan Kuwait dalam bulan Januari 1987.

Selama periode 1982-1987 kerjasama ekonomi antar negara anggota ASEAN mengalami kemajuan yang pesat, baik di bidang pertanian termasuk pangan dan kehutanan, keuangan dan per-bankan, industri, pertambangan dan energi, pengangkutan dan komunikasi maupun perdagangan dan pariwisata. Terdorong oleh tekad untuk menghadapi tantangan-tantangan yang berkembang baik di dalam negeri, di kawasan ASEAN dan Asia Tenggara, maupun di dunia negara-negara anggota ASEAN telah menyeleng-garakan Konperensi Tingkat Tinggi ke III tanggal 14-15 Desem-ber 1987 di Manila, Filipina. Konperensi tersebut ditujukan untuk menilai kemajuan yang dicapai di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya sekaligus menggariskan prakarsa dan arah baru untuk memacu kerjasama dalam rangka meningkatkan kese-jahteraan, ketahanan nasional dan keamanan kawasan ASEAN. Di bidang perdagangan disepakati peraturan-peraturan penyempur-naan Perjanjian Perdagangan Preferensial, antara lain penci-utan daftar barang-barang yang dikecualikan dari konsesi per-dagangan menjadi paling banyak 10% dari jenis barang yang diperdagangkan, pengurangan bea masuk sebesar minimal 25% untuk jenis barang-barang baru yang masuk daftar PTA, memper-besar konsesi dengan 50% untuk barang-barang yang telah ter-cakup oleh PTA serta implementasi ketentuan tidak menaikkan dan/atau mengurangi hambatan perdagangan non tarif. Di bidang penanaman modal disetujui bahwa ketentuan-ketentuan tentang Perusahaan Patungan ASEAN (AIJV) akan dibuat lebih menarik antara lain melalui kemudahan dalam proses persetujuan proyek industri serta diperbolehkannya partisipasi investasi dari

282

Page 9:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

sumber di luar ASEAN sebesar 60% secara bertahap. Di bidang pengangkutan dan komunikasi diusahakan sedini mungkin ter-laksananya jaringan perhubungan ASEAN secara menyeluruh. Un-tuk meningkatkan arus wisatawan luar negeri ke ASEAN disepa-kati untuk menyatakan tahun 1992 sebagai "Tahun untuk mengun-jungi ASEAN", sedangkan dalam rangka kerjasama keuangan dan perbankan pada tahun 1988 akan dibentuk suatu perusahaan reasuransi.

B. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri.

Kelesuan perekonomian dunia yang mengakibatkan melemahnya permintaan dan harga minyak bumi dan beberapa komoditi ekspor lainnya yang penting bagi Indonesia serta perkembangan-perkem-bangan lainnya yang tidak menguntungkan telah menimbulkan dam-pak negatif terhadap neraca pembayaran. Perkembangan faktor-faktor ekstern yang tidak menguntungkan tersebut menjadi makin terasa karena adanya kelemahan struktural neraca pembayaran yang sangat tergantung pada komoditi primer khususnya pada komoditi minyak dan gas bumi. Dalam hubungan ini maka kebi-jaksanaan neraca pembayaran dalam periode 1983/84 - 1987/88 ditekankan kepada penyesuaian neraca pembayaran dan perubahan struktur ekonomi. Dalam mengusahakan keseimbangan neraca pem-bayaran tersebut, sekaligus diupayakan pula agar pertumbuhan ekonomi masih dapat dipertahankan pada tingkat yang wajar.

Situasi minyak bumi internasional sejak tahun 1980 mulai memburuk akibat kelesuan dalam kegiatan produksi dan permin-taan negara-negara industri serta perubahan dalam pola peng-gunaan energi. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut mulai Maret 1982 OPEC telah menentukan kuota produksi bagi negara-negara anggotanya, antara lain kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel per hari untuk Indonesia. Dengan keputusan untuk mengurangi batas maksimum produksi OPEC dari 17,5 menjadi 16,0 juta barrel per hari, maka kuota Indonesia pun dalam bulan Oktober 1984 diturunkan menjadi 1,189 juta barrel per hari. Dalam perkembangan selanjutnya terjadi penurunan harga patokan minyak mentah dari US$ 34,0 menjadi US$ 29,0 per barrel dalam bulan Maret 1983, dan dalam bulan Januari 1985 harga minyak bumi ALC diturunkan dari US$ 29,0 menjadi US$ 28,0 per barrel, sedangkan peranannya sebagai dasar harga patokan dihapus. Di samping itu juga diputuskan untuk memper-

283

Page 10:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

kecil diferensiasi harga minyak mentah ringan dan berat dari US$ 4,50 menjadi US$ 2,40 per barrel.

Harga patokan ekspor minyak mentah Indonesia dalam bulan Nopember 1982 telah diturunkan dari US$ 35,00 menjadi US$ 34,53 per barrel, dalam bulan Maret 1983 diturunkan lagi men-jadi US$ 29,53 per barrel dan mulai Pebruari 1985 kembali di-turunkan menjadi US$ 28,53 per barrel. Sejak itu kemerosotan harga minyak tidak tertahankan lagi hingga mencapai di bawah US$ 10,00 per barrel dalam bulan Agustus 1986. Sebagai aki-batnya penerimaan devisa dari ekspor minyak dan gas bumi telah merosot dengan drastis. Kebijaksanaan penyesuaian ne-raca pembayaran yang dimaksudkan untuk menanggulangi masalah ini antara lain meliputi pengetatan pengeluaran Pemerintah dan penjadwalan kembali proyek-proyek besar Pemerintah dengan komponen impor yang tinggi, dan penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap meta uang asing.

Sejak semula sudah disadari bahwa penurunan permintaan dan harga minyak bumi yang terjadi sejak tahun 1982 tidak bersifat sementara. Oleh karena itu pengeluaran devisa juga sudah harus mulai lebih dihemat. Dalam hubungan itu maka ang-garan belanja Pemerintah selalu ditetapkan pada suatu tingkat yang tidak akan memberikan tambahan tekanan kepada keseim-bangan neraca pembayaran.

Penghematan pengeluaran devisa juga diusahakan melalui penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing se-hingga lebih mencerminkan kelangkaan devisa yang ada. Dalam periode 1982/83 - 1987/88 telah dua kali diadakan devaluasi yaitu dalam bulan Maret 1983 dari US$ 1 = Rp 702,50 menjadi US$ 1 = Rp 970,- dan dalam bulan September 1986 dari US$ 1 = Rp 1134,- menjadi US$ 1 = Rp 1644,-

Kebijaksanaan penyesuaian neraca pembayaran bukan saja diupayakan melalui penghematan pengeluaran devisa, akan te-tapi juga dengan meningkatkan penerimaan devisa. Kebijak-sanaan devaluasi dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing hasil produksi dari dalam negeri baik di pasaran dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan demikian bukan saja pengeluaran devisa untuk impor barang dan jasa dapat dihemat, tetapi pe-nerimaan devisa dari hasil ekspor barang dan jasa juga dapat ditingkatkan.

Dalam periode 1983/84 - 1987/88, telah dikeluarkan se-rangkaian paket kebijaksanaan, antara lain Inpres No. 4 Tahun

284

Page 11:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

1985, Paket Mei 1986, Paket Desember 1987. Paket kebijaksana-an tersebut bersama dengan paket-paket lainnya terutama di-maksudkan untuk memberikan rangsangan yang lebih besar kepada bidang usaha ekspor. Dengan demikian maka kelemahan struktu-ral neraca pembayaran yang sangat tergantung kepada sektor minyak dan gas bumi secara berangsur-angsur dapat diperbaiki dengan peningkatan ekspor hasil manufaktur, sehingga struktur perdagangan dan produksi menjadi lebih seimbang dan ketahanan ekonomi juga semakin meningkat.

Dalam pada itu, sistem devisa bebas tetap dipertahankan serta kebijaksanaan nilai tukar yang mengambang terkendali dilanjutkan. Kedua hal tersebut sangat menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi secara keseluruhan maupun neraca pemba-yaran pada khususnya.

Rangkaian kebijaksanaan tersebut di atas juga dimaksudkan untuk memberikan iklim usaha yang lebih sehat, baik untuk ca-lon penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Dengan iklim yang sehat diharapkan kegairahan penanam modal terang- sang, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi dalam nege-ri yang sedang mengalami kemerosotan sebagai akibat langsung dari gejolak perekonomian dunia. Usaha mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga dibantu dengan kebijaksanaan pin-jaman luar negeri yang sekaligus dimaksudkan untuk membantu usaha penyesuaian neraca pembayaran dan perubahan struktur ekonomi. Adapun kebijaksanaan di bidang ekspor, impor, pin-jaman luar negeri, dan penanaman modal asing secara terpe-rinci adalah sebagai berikut.

Selama periode 1983/84 - 1987/88, berbagai usaha telah dilakukan untuk mendorong kegiatan produksi barang-barang ekspor di luar minyak dan gas bumi melalui berbagai kebijak-sanaan di bidang tataniaga, perkreditan, dan perpajakan.

Di bidang tataniaga, telah disederhanakan ketentuan mengenai Angka Pengenal Ekspor (APE) dalam bulan Desember 1984. Dalam ketentuan tersebut antara lain ditetapkan bahwa APE atau APE Sementara (APES) dapat dipergunakan untuk melak-sanakan ekspor dari seluruh wilayah Republik Indonesia, yang sebelumnya hanya terbatas pada wilayah-wilayah tertentu. Ke-tentuan tersebut diperlonggar lebih lanjut dalam bulan Desem-ber 1987, yaitu dengan menghapuskan kewajiban memiliki APE dan APE Terbatas (APET). Untuk selanjutnya ,ekspor dapat dilakukan oleh setiap pengusaha yang memiliki Surat Izin

285

Page 12:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Usaha Perdagangan (SIUP) ataupun izin usaha dari departemen teknis yang berkaitan. Namun demikian, ketentuan lama masih tetap berlaku untuk barang-barang ekspor yang terikat per-janjian internasional seperti tekstil, kopi, dan timah. Ber-dasarkan kebijaksanaan tersebut, sejumlah barang ekspor yang semula diatur tataniaganya seperti ban mobil, tembakau, dan sebagainya dibebaskan dari pengaturan tataniaga.

Dalam rangka memperlancar arus barang di pelabuhan, ber-dasarkan Inpres No. 4 Tahun 1985, terhadap barang-barang ekspor tidak lagi dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean terhadap barang-barang ekspor hanya dilakukan apabila ada kecurigaan bahwa barang ekspor yang bersangkutan terkena larangan dan/atau pengendalian ekspor serta yang terkena Pajak Ekspor (PE) dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) yang pajak-nya belum dibayar sebagaimana mestinya. Khususnya bagi barang ekspor yang memperoleh fasilitas Sertifikat Ekspor (SE), pe-meriksaan barang dilakukan ditempat bongkar barang oleh sur-veyor yang ditetapkan oleh Pemerintah dan selanjutnya pem-bayaran SE dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.

Untuk meningkatkan daya saing produk ekspor, mulai bulan Mei 1986 produsen eksportir dan produsen bukan eksportir yang menghasilkan barang untuk diekspor berdasarkan kontrak ekspor dapat melaksanakan impor bahan baku dan penolong tanpa dike-nakan pengaturan tataniaga. Ketentuan ini berlaku apabila hasil produksi diekspor paling sedikit 85%.

Dalam rangka meningkatkan ekspor produksi hasil industri pengolahan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), berdasar-kan ketentuan dalam Paket Desember 1987, dapat mengekspor hasil produksi perusahaan lain di dalam negeri di samping ha-sil produksinya sendiri. Guna menunjang kegiatan tersebut, perusahaan PMA dapat mendirikan patungan yang khusus melaku-kan perdagangan ekspor hasil produksi industri pengolahan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Asing.

Paket kebijaksanaan Desember 1987 juga memberikan kele-luasaan kepada perusahaan yang mengekspor sebagian besar ha-sil produksinya untuk menggunakan tenaga kerja warga negara asing pendatang. Di samping itu, dalam rangka kerjasama pema-saran luar negeri untuk komoditi industri, diberikan pula kemudahan bagi perusahaan untuk mendatangkan usahawan (bukan pekerja) guna memberikan konsultasi, bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam penerapan dan inovasi teknologi industri.

286

Page 13:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Guna menunjang kegiatan produksi di daerah-daerah dan memperlancar arus barang dari pusat-pusat produksi di peda-laman ke pelabuhan atau sebaliknya, terminal peti kemas akan didirikan di daerah pedalaman sehingga penyelesaian dokumen ekspor maupun impor dapat diselesaikan di terminal tersebut. Di samping itu, terhadap peti kemas diberikan pembebasan bea masuk dan bebas diantar pulaukan guna menampung kebutuhan peti kemas di daerah-daerah.

Dalam rangka lebih meningkatkan dan memperluas pemasaran ekspor, ketentuan tentang perdagangan dengan negara-negara sosialis Eropa Timur diperlonggar. Ekspor dan impor antara Indonesia dengan negara-negara tersebut, yang selama ini ha-rus dilaksanakan melalui pihak ketiga yang ditunjuk Pemerin-tah, sejak 4 Oktober 1984 dapat dilakukan sesuai ketentuan-ketentuan yang umum berlaku. Sementara itu dalam bulan Juli 1985 ditetapkan pedoman serta tata laksana hubungan dagang dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Dalam hubungan ini diber-lakukan ketentuan umum di bidang ekspor, kecuali cara pemba-yaran diharuskan dengan L/C atau prosedur-prosedur perdagang-an tunai serta dengan mata uang yang dapat dipertukarkan se-cara bebas (convertible currencies).

Dalam usaha meningkatkan ekspor pakaian jadi, telah dila-kukan pendekatan-pendekatan untuk memperoleh kuota ekspor yang lebih baser. Pada tahun 1983 dicapai persetujuan-perse-tujuan bilateral dengan negara-negara anggota Masyarakat Eko-nomi Eropa (MEE), Swedia dan Amerika Serikat dalam rangka Multi Fibre Arrangement ke III.

Selain itu, dalam rangka lebih memperlancar ekspor kopi serta memanfaatkan pembekuan sistem kuota ekspor kopi oleh Organisasi Kopi Internasional (ICO), pada bulan Maret 1984 Pemerintah untuk pertama kalinya telah menetapkan ketentuan mengenal jatah nasional untuk tahun kopi 1985/86 (Oktober s/d September) bagi masing-masing eksportir kopi terdaftar yang masih aktif, dengan memperhatikan realisasi ekspor ke negara kuota maupun bukan kuota pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, dalam bulan Agustus 1986 ekspor emas murni dan perak murni diperkenankan dengan persyaratan menyertakan sertifikat mutu.

Dalam rangka meningkatkan ekspor dalam bentuk barang ja-di, sejak bulan Oktober 1986 telah diadakan pelarangan ekspor

287

Page 14:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

rotan, jangat dan kulit dalam bentuk bahan mentah serta kayu gergajian yang tidak berbentuk papan lebar dari jenis ramin meranti putih, dan agathis.

Bersamaan dengan terbentuknya 7 kelompok pemasaran seba-gai Badan Pemasaran Bersama (BPB) ekspor kayu lapis, sejak 15 Oktober 1984 ditetapkan bahwa kontrak-kontrak penjualan untuk ekspor kayu lapis harus terlebih dahulu memperoleh persetu-juan BPB. Pengaturan tataniaga ini bertujuan untuk menghin-dari adanya persaingan yang tidak sehat antara eksportir kayu lapis Indonesia.

Pada bulan Maret 1986 telah dikukuhkan Badan Koordinasi Pemasaran Bersama (BKPB) ekspor pala dan bunga pala yang di-bentuk oleh Asosiasi Pala Indonesia (ASPIN). Bersamaan dengan itu ditetapkan bahwa penawaran ke luar negeri dan kontrak-kontrak penyerahan harus melalui BKPB.

Sementara itu, untuk mendukung kelancaran ekspor dari Ka-wasan Berikat, telah dilimpahkan wewenang kepada pengusaha kawasan berikat untuk menerbitkan surat keterangan asal (cer-tificate of origin) khusus untuk barang-barang yang berasal dari kawasan berikat yang bersangkutan. Di samping itu, dalam tahun 1986/87 kepada Pengusaha Kawasan Berikat Nusantara di-berikan wewenang khusus untuk mengeluarkan izin perdagangan terbatas kepada perusahaan dalam rangka penanaman modal di Kawasan Berikat Nusantara.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan eksportir dan lem-baga-lembaga penunjang ekspor lainnya, telah dibentuk Dewan Penunjang Ekspor (DPE) yang bertugas memberikan bantuan tek-nis di bidang pemasaran luar negeri dan manajemen produksi. Di samping itu, DPE juga berkewajiban memberikan saran-saran kepada Pemerintah tentang masalah ekspor bukan migas yang perlu mendapat perhatian.

Di bidang tataniaga lainnya, guna menjamin harga yang lebih baik bagi barang-barang ekspor Indonesia, terus diusa-hakan perbaikan dan peningkatan pengawasan mutu barang eks-por. Dalam tahun 1983/84 telah ditambah standar mutu bagi 49 jenis barang ekspor lainnya. Di samping itu, dalam menentukan mutu kopi Indonesia sejak 1 Oktober 1983 digunakan sistem defect (nilai cacat) untuk menggantikan sistem triase (kadar kotoran). Dalam bulan Agustus 1984, ketentuan standar mutu mata dagangan ekspor diperluas lagi dengan 12 jenis hasil minyak sawit dan 5 jenis mata dagangan lainnya, yaitu kayu

288

Page 15:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

lapis, karet konvensional, oleorasin, lada hitam, citronella dan geraniol. Untuk lebih meningkatkan tanggung jawab eks-portir terhadap mutu barang-barang yang di ekspor tersebut telah pula dikeluarkan ketentuan mengenai penunjukkan eks-portir produsen untuk mengeluarkan sertifikat mutu. Selanjut-nya untuk setiap mata dagangan yang diterapkan ketentuan pengawasan mutunya, selain harus memenuhi standar perdagangan yang telah ditetapkan juga harus mendapatkan sertifikat mutu dari laboratorium penguji mutu. Dalam bulan Mei 1986 jumlah barang yang dikenakan pengawasan mutu telah diperluas se-hingga mencakup juga teh hitam, karet konvensional jenis khusus, dan minyak kelapa.

Sementara itu, dengan didirikannya PT Asuransi Ekspor In-donesia (PT ASEI), maka sejak bulan November 1985 pemberian kredit ekspor dan asuransi ekspor yang semula dilakukan oleh PT Askrindo dialihkan kepada PT ASEI.

Di bidang perkreditan, dalam kebijaksanaan 1 Juni 1983, suku bunga kredit ekspor ditetapkan sebesar 9% setahun apa-bila ekspornya telah dilaksanakan, sedangkan untuk ekspor yang belum dilaksanakan bank pelaksana bebas menetapkan suku bunganya. Berdasarkan ketentuan 1 Oktober 1983, kepada pene-rima kredit yang telah melaksanakan ekspornya, bank pelaksana akan segera mengembalikan kelebihan bunga di atas jumlah 9% yang telah dibebankan sebelumnya.

Untuk mengamankan ekspor, dalam bulan Pebruari dan Maret 1985 Indonesia menandatangani Code on Subsidies and Counter-vailing Duties baik secara bilateral dengan Pemerintah Ameri-ka Serikat maupun dalam kerangka GATT, agar tidak dikenakan bea masuk tambahan bagi barang ekspor Indonesia yang oleh negara pengimpor dianggap telah diberi subsidi ekspor oleh Pemerintah Indonesia. Sehubungan dengan itu Indonesia secara bertahap akan menghapuskan subsidi yang berbentuk SE mulai 1 April 1986 serta mengembalikannya pada sistem murni "draw back". Selain itu juga telah dimulai penghapusan "subsidi" bunga kredit ekspor secara bertahap dalam lima tahun men-datang, sehingga pada tanggal 1 April 1990 tingkat bunga kredit ekspor akan sama besarnya dengan tingkat bunga kredit komersial yang berlaku umum.

Kebijaksanaan sistem imbal-beli melalui mana pembelian barang-barang Pemerintah dari luar negeri yang memakai dana APBN dikaitkan dengan ekspor di luar minyak dan gas bumi te-

289

Page 16:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

rus dilanjutkan dalam periode 1983/84 - 1987/88. Sampai de-ngan Mei 1987, kontrak imbal-beli yang telah ditandatangani mencapai jumlah US$ 1,7 milyar, sedangkan realisasinya men-capai US$ 1,4 milyar. Adapun negara-negara yang sudah menye-tujui perdagangan imbal-beli dengan Indonesia mencapai 25 ne-gara.

Sementara itu, pada bulan September 1985 telah ditempuh langkah-langkah untuk memperluas penyaluran dan penggunaan kredit ekspor. Apabila sebelumnya fasilitas kredit ekspor ha-nya dapat diberikan kepada perusahaan nasional dan disalurkan melalui bank-bank nasional, selanjutnya fasilitas tersebut juga dapat diberikan kepada perusahaan penanaman modal asing (PMA) dan patungan yang memiliki Angka Pengenal Ekspor Terba-tas (APET) dan penyalurannya dapat dilakukan oleh seluruh bank devisa. Selain itu, bank-bank asing diperbolehkan membe-rikan kredit modal kerja untuk ekspor di seluruh wilayah In-donesia. Sejak bulan Oktober 1986 bagi perusahaan-perusaha-an penanaman modal asing/patungan yang memperoleh kredit eks-por, kewajiban penyediaan dana sendiri yang semula 30% ditu-runkan menjadi 15% dari seluruh kebutuhan pembiayaan.

Di bidang perpajakan, dalam tahun 1983/84 telah ditempuh langkah-langkah untuk menambah jenis barang-barang hasil in-dustri yang dapat memperoleh keringanan perpajakan dalam ben-tuk Sertifikat Ekspor. Di samping itu, dalam usaha untuk men-dorong ekspor beberapa jenis hasil tambang serta mempertahan-kan pasarannya di luar negeri, tarif pajak ekspor bijih nikel dan pekatannya serta bauksit dan pekatannya, diturunkan ma-sing-masing dari 10% menjadi 0%. Dalam pada itu, sejalan de-ngan diberlakukannya Undang-undang Pajak Penghasilan sejak 1 Januari 1984, pungutan atas eksportir berupa MPO ekspor di-hapuskan.

Sehubungan dengan turunnya harga beberapa barang ekspor, maka guna mempertahankan dan meningkatkan pemasaran barang-barang ekspor di pasaran internasional, Pemerintah pada bulan Juli 1984 memberikan keringanan berupa penurunan tarif pajak ekspor tambahan (PET) untuk sejumlah mata dagangan utama, ya-itu crude palm oil, refined bleached deodorized (RBD) stearin dan crude stearin. Dalam rangka meningkatkan penerimaan nega-ra dari pajak ekspor serta dengan memperhatikan kenaikan har-ga kopi, dan minyak kelapa mentah di pasaran internasional, maka tarif PET atas ekspor kedua mata dagangan tersebut sejak akhir tahun 1984 telah dinaikkan. Di samping itu, dengan di-

290

Page 17:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

berlakukan ketentuan-ketentuan perpajakan baru, maka ketentu-an mengenai MP0 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dalam tahun 1984/85, telah ditetapkan langkah-langkah di bidang pungutan lainnya yang bertujuan membantu para pengusa-ha atau eksportir, dan tindakan untuk menggali sumber peneri-maan negara dari sektor ekspor. Untuk membantu meringankan beban para eksportir, maka sejak Desember 1984 telah dihenti-kan pungutan-pungutan yang selama ini dilakukan oleh Pemerin-tah daerah atas 11 mata dagangan. Mata dagangan tersebut ada-lah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung.

Dalam rangka menggali sumber-sumber pendapatan negara, diputuskan untuk memungut pajak ekspor atas satwa liar serta mengubah cara perhitungan iuran hasil hutan (IHH). Terhadap ekspor satwa liar tersebut dikenakan pungutan sebesar 6% dari harga ekspor. Di samping itu, pungutan IHH, yang semula di-hitung atas dasar harga patokan ekspor, sejak 1 Januari 1985 dihitung berdasarkan hasil hutan di pasaran dalam negeri.

Dalam pada itu, sejak bulan April 1985 telah dilakukan perubahan mengenai dasar perhitungan, tata cara pemungutan, restitusi dan laporan PE dan PET. Untuk ekspor dengan L/C perhitungan PE dan PET didasarkan atas harga patokan (HP) yang berlaku pada saat wesel ekspor diambil alih, sedangkan untuk ekspor tanpa L/C didasarkan pada HP yang berlaku pada saat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) didaftarkan pada bank devisa dan pemungutannya dilakukan oleh bank devisa pada saat yang bersamaan. Sementara itu, pungutan pajak bagi barang ekspor yang tidak ada HP-nya masih tetap dipungut atas dasar harga f.o.b. yang tercantum dalam PEB, sedangkan pungutan pajak ekspor atas dasar konsinyasi dan Usance L/C dilakukan pada saat bank devisa menerima pembayaran dari luar negeri atau dalam batas waktu 180 hari sejak PEB didaftarkan pada bank devisa.

Sementara itu, bersamaan dengan turunnya harga beberapa barang ekspor tertentu, dalam bulan September 1985 telah di-turunkan PE minyak kelapa mentah, refined bleached deodori-zed stearin, crude stearin, biji dan inti kelapa sawit dari 5% menjadi 0%. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan pemasaran barang-barang tersebut.

Pada bulan April 1986 tarif pajak ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) diturunkan dari 5% menjadi 0%

291

Page 18:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

sejalan dengan menurunnya harga mata dagangan tersebut di pa-sar dunia. Selanjutnya, dalam rangka mendorong ekspor pasir alam, tarif pajaknya diturunkan dari 20% menjadi 10%. Semen-tara itu, untuk mendorong ekspor dalam bentuk barang jadi, dalam bulan Nopember 1986 telah dinaikkan pajak ekspor ter-hadap beberapa jenis rotan olahan, berbagai jenis kayu gergajian dalam bentuk papan lebar, kulit masak, dan biji tengkawang. Besarnya pajak ekspor tersebut yang semula berki-sar antara 0% sampai dengan 20% dinaikkan menjadi berkisar antara 5% sampai dengan 30%. Selain itu, sejak bulan Mei 1986 kepada produsen eksportir dan produsen bukan eksportir Peme-rintah memberikan fasilitas berupa pembebasan dan pengembali-an bea masuk atas barang dan bahan baku impor yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor.

Kebijaksanaan di bidang perpajakan disempurnakan lagi dalam bulan Desember 1987 dengan tujuan meningkatkan daya saing barang-barang ekspor. Berdasarkan kebijaksanaan ter-sebut, pembebasan PPN diberikan sebelum barang di ekspor, dengan pembayaran atas dasar Surat sanggup bayar (promissory notes).

Selain dari berbagai kebijaksanaan yang ditempuh di bidang ekspor, selama periode 1983/84 - 1987/88 juga diambil langkah-langkah di bidang impor. Kebijaksanaan di bidang impor ditujukan untuk menunjang pengembangan industri dalam negeri yang efisien, menjaga kestabilan harga bahan-bahan pokok tertentu dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi dalam negeri, dengan dikeluarkannya Inpres No. 4 Tahun 1985, pemasukan ba-rang impor kewilayah pabean Indonesia memerlukan Laporan Ke-benaran Pemeriksaan (LKP) yang diterbitkan oleh Societe Gene-ral de Surveillance S.A. (SGS). Terhadap barang impor terse-but tidak lagi dilakukan pemeriksaan pabean.

Selanjutnya, dalam Inpres tersebut ditetapkan pula pe-ngecualian terhadap beberapa barang impor dari keharusan pe-meriksaan oleh SGS di negara asal barang impor dan terhadap barang impor tersebut tetap berlaku ketentuan pemeriksaan oleh instansi Bea dan Cukai. Barang-barang impor yang dike-cualikan tersebut, meliputi barang dagangan yang nilainya ku-rang dari $ 5.000 (f.o.b.), barang pindahan, barang diploma-tik, minyak mentah, barang yang diimpor berdasarkan pasal 23 Ordonansi Bea, senjata dan alat perlengkapan ABRI serta ban-tuan luar negeri yang bersifat hibah kepada Pemerintah Indo-nesia.

292

Page 19:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Sebagai upaya mendorong kelancaran arus barang impor me-lalui Wilayah Usaha Bonded Warehouse (WUBW), sejak September 1985 telah ditetapkan pengaturan kembali tata cara pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari WUBW di daerah industri Pulau Batam, yang merupakan kelanjutan penyempurnaan dari berbagai kebijaksanaan tentang pengembangan wilayah tersebut. Setiap barang yang dimasukkan dari luar negeri ke Pulau Batam belum merupakan impor, sehingga tidak perlu dilengkapi dengan LKP. Dalam hal barang tersebut dikeluarkan dari Pulau Batam dan dimasukkan ke daerah pabean Indonesia, diberlakukan ke-tentuan umum di bidang impor, antara lain mengenai pemeriksa-an oleh SGS.

Dalam tahun 1986/87, impor barang dan bahan baku/peno-long yang dilakukan oleh produsen eksportir dan produsen bu-kan eksportir tidak dikenakan ketentuan tataniaga dengan syarat bahwa barang-barang tersebut diperlukan untuk ekspor. Bagi produsen eksportir yang hanya mengekspor sebagian dari hasil produksinya dan produsen eksportir lainnya juga berlaku kebebasan dari tataniaga impor disertai dengan fasilitas pengembalian bea masuk apabila bahan bake sejenis dengan har-ga yang bersaing tidak dapat disediakan oleh pasaran dalam negeri.

Tindakan deregulasi lainnya dalam tahun 1986/87 menyang-kut pembebasan pengaturan tataniaga terhadap 165 barang dari 7 kelompok industri, sehingga barang tersebut dapat diimpor oleh semua importir umum (IU). Selanjutnya, pembebasan penga-turan tataniaga impor tersebut diperluas terhadap sebagian barang yang termasuk kelompok industri kecil (92 barang) dan sebagian barang yang termasuk kelompok industri baja (11 ba-rang).

Dalam bulan Desember 1987, telah diambil kebijaksanaan deregulasi lainnya yaitu sejumlah barang yang termasuk 111 tarif pos dibebaskan tataniaganya sehingga dapat diimpor oleh importir umum. Di dalam jumlah tersebut terdapat 56 tarif pos hasil industri besi baja. Di samping itu, jumlah agen tunggal diperkecil dari 278 menjadi 70.

Guna mempercepat pengembangan industri dalam negeri ser-ta memperlancar pengadaan barang impor tertentu, selama tahun 1985/86 dilakukan penunjukan importir serta penetapan jenis dan jumlah impor untuk barang impor tertentu yang telah diproduksi di dalam negeri. Ketentuan tersebut diberlakukan terhadap impor barang-barang seperti kertas koran, bantalan

293

Page 20:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

poros (bearing) serta bahan baku industri susu dan produksi susu jadi.

Dalam rangka pemberian perlindungan yang wajar dalam mendorong perkembangan industri dalam negeri, sejak 25 Okto-ber 1986 terhadap 125 barang lainnya dari ketujuh kelompok industri tersebut masih dikenakan pengaturan tataniaga beru-pa penunjukan importirnya, yaitu masing-masing oleh Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP), Produsen Importir (PI) dan Agen Tunggal (AT). Selanjutnya, sejak 15 Januari 1987, terhadap 386 barang dari kelompok industri tekstil dan 89 barang dari kelompok industri baja juga masih dianggap perlu untuk dilakukan pengaturan tataniaga impornya. Perlu ditambahkan bahwa produk batik termasuk kelompok barang yang masih diatur tataniaganya, mengingat batik merupakan hasil produksi penting yang banyak ditangani oleh produsen kecil yang masih memerlukan perlindungan.

Dalam pada itu, sejak Agustus 1986 terhadap impor zat warna reaktif masih dikenakan pungutan tataniaga, yaitu ha-nya dapat diimpor oleh importir yang ditunjuk, sedangkan im-por piston ring sejak Juli 1986 hanya dapat dilakukan oleh importir produsen terdaftar dari kelompok industri suku ca-dang kendaraan bermotor. Selanjutnya, sejak Januari 1986 ter-hadap impor beberapa jenis bahan baku plastik ditetapkan pe-ngaturan mengenai jumlah dan importirnya.

Sementara itu, untuk memberi perlindungan terhadap pro-duksi kapas dalam negeri, pada Januari 1987 ditetapkan keten-tuan jumlah kewajiban pembelian kapas hasil produksi dalam negeri berdasarkan nisbah tertentu dengan kapas yang diimpor. Apabila persediaan kapas dalam negeri tidak mencukupi, impor-tir dapat melaksanakan impornya namun dengan tetap mewajibkan importir tersebut untuk membeli kapas dalam negeri pada masa panen kapas berikutnya.

Sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Pajak Peng-hasilan (PPh) pada tanggal 1 Januari 1984, maka pungutan MPO atas barang-barang impor dihentikan. Sehubungan dengan itu, sejak bulan Januari 1984 terhadap impor yang dilakukan oleh importir yang memiliki Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Sementara (APIS) atau Angka Pengenal Impor-tir Tetap (APIT) dikenakan PPh 2,5% dari nilai impor (CIF) dan 7,5% untuk impor yang tidak menggunakan API, APIS atau APIT.

294

Page 21:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Dalam rangka memperlancar arus barang impor, dalam tahun 1985/86 diberlakukan tarif bea masuk yang seragam untuk dae-rah pabean Indonesia. Selain itu, dengan diberlakukannya Un-dang-undang perpajakan baru, maka terhadap impor barang ke seluruh wilayah pabean Indonesia dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Dalam rangka pelaksanaan sistem perpajakan yang baru, pada bulan Desember 1985 telah ditetapkan pengenaan dan tata-cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak pertambahan nilai 1984 atas impor barang kena pajak. Tarif pajak pertam-bahan nilai adalah 10% dari nilai impor.

Di bidang perpajakan lainnya dalam rangka lebih memberi-kan kepastian berusaha dan mendorong industri dalam negeri, selama tahun 1983/84 telah diberikan fasilitas berupa pembe-basan sebagian atau seluruh bea masuk serta pajak penjualan (PPn) impor terhadap beberapa jenis bahan dan penolong serta barang modal.

Sebaliknya untuk memberikan perlindungan terhadap ba-rang-barang yang telah dapat dihasilkan dan sudah mencukupi kebutuhan di dalam negeri serta untuk menciptakan iklim per-saingan yang wajar, pada bulan Juli dan Oktober 1983 telah dicabut pembebasan bea masuk dan menaikkan bea masuk dan PPn impor terhadap pemasukan barang-barang seperti kertas untuk jenis tertentu dan beberapa produk polimerisasi. Di samping itu, sejak bulan Mei 1983 terhadap barang impor beberapa produk mesin penggali (hydraulic excavator), dan wheel loader dikenakan pula bea masuk dan PPn impor baru.

Untuk menunjang pengembangan industri dalam negeri, pada bulan Mei dan November 1984 telah diberikan keringanan atau pembebasan bea masuk dan PPn impor antara lain atas impor me-sin dan/atau peralatan penyamakan kulit, woodgasification plant dan kacang kedele. Pada bulan Oktober 1984 dan Januari 1985 pembebasan sebagian bea masuk diberikan bagi impor ba-rang yang masih dibutuhkan namun masih belum cukup diproduksi di dalam negeri, seperti kertas karton kualitas tinggi dan base paper/kyro board sebagai bahan baku pembuatan transfor-mer listrik, serta plat lembaran untuk mesin cetak industri tekstil.

Selain langkah-langkah tersebut, terus dilanjutkan pe-nyempurnaan tertentu mengenai pengenaan bea masuk, baik yang berupa pembebasan seluruhnya dan pembebasan sebagian bea ma-

295

Page 22:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

suk maupun peningkatan bea masuk. Kebijakan pembebasan se-luruhnya dan sebagian bea masuk didasarkan pada pertimbangan masih dibutuhkannya barang modal, dan bahan baku tertentu guna menjamin kelangsungan produksi dan perkembangan industri dalam negeri. Pembebasan seluruh bea masuk diberlakukan ter-hadap impor kieserite, soyabean meal, barang-barang untuk industri perkaitan, mesin perkakas, mesin piston pembakaran, dan bagian-bagian utama kendaraan bermotor niaga. Sementara itu, pembebasan sebagian bea masuk diberikan terhadap impor beberapa jenis kertas dan kain ban. Di pihak lain, guna me-ningkatkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang impor, telah dinaikkan bea masuk terhadap impor beberapa jenis barang elektronik dan alkyl benzene.

Guna meningkatkan daya saing barang ekspor bukan migas dan mendorong penggunaan barang produksi dalam negeri, mela-lui Paket Kebijakan 6 Mei 1986 disediakan berbagai kemudahan berupa pembebasan dan pengembalian bea masuk dan bea masuk tambahan atas barang dan bahan baku impor. Kemudahan tersebut diberikan kepada produsen eksportir, produsen bukan ekspor-tir, pengusaha yang melaksanakan proyek Pemerintah yang dibi-ayai dengan bantuan atau pinjaman luar negeri, dan pengusaha penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN. Khusus untuk PMA dan PMDN, kemudahan tersebut berlaku bagi impor barang yang tercantum dalam daftar induk (master list). Kemudahan terse-but tidak berlaku untuk impor bahan bakar, pelumas, dan pera-latan pabrik. Sejalan dengan pemberian kemudahan tersebut, dibentuk Pusat Pengolahan Pembebasan dan Pengembalian Bea Ma-suk (P4BM) yang bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pembebasan dan pengembalian bea masuk dan bea masuk tambahan.

Kebijaksanaan perpajakan lainnya yang ditetapkan dalam tahun 1986/87 menyangkut pajak pertambahan nilai (PPN) barang impor. Kewajiban pembayaran PPN barang impor tertentu, seperti makanan ternak, bahan baku makanan ternak, buku-buku ilmu pengetahuan dan alat-alat perlengkapan kedokteran, ditanggung oleh Pemerintah. Kebijaksanaan dalam bentuk penangguhan pem-bayaran PPN juga diberikan kepada produsen eksportir, PT Inalum serta kepada perusahaan jasa PMA dan PMDN. Di samping itu, kepada industri strategis tertentu diberikan kemudahan berupa pembebasan bea masuk, PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Dalam bulan Desember 1987, barang impor yang digunakan sebagai barang contoh (sample) dibebaskan dari bea masuk dan

296

Page 23:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

pajak pertambahan nilai. Selanjutnya, bagi industri yang me-ngadakan perluasan diberikan keringanan bea masuk untuk pema-sukan mesin-mesin yang diperlukan untuk industri tersebut dari 15% menjadi 5%. Bagi perusahaan bukan PMA/PMDN yang meng-ekspor hasil produksinya dapat diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi impor mesin dan mesin peralatan pabrik dengan tujuan agar perusahaan ter-sebut dapat segera meningkatkan produksi untuk menampung per-mintaan pasar. Di lain pihak 91 barang industri dinaikkan bea masuknya bagi perlindungan industri dalam negeri.

Untuk memberi kepastian berusaha dan menjamin kelancaran pengadaan bahan baku/penolong dan bahan modal bagi kepenting-an industri dalam negeri, pada tahun 1984/85 ditetapkan ke-tentuan mengenai pengawasan impor barang-barang seperti sik-lamat, kapsul kosong, bahan baku plastik, beberapa produk industri kimia, dan alat-alat besar seperti suku cadang. Se-lain itu terhadap perolehan atau impor mesin-mesin tertentu, dapat dimintakan penangguhan pembayaran pajak pertambahan ni-lainya.

Di bidang jasa-jasa langkah-langkah yang ditempuh selama kurun waktu 1983/84-1987/88 meliputi usaha peningkatan indus-tri pariwisata, pemberian fasilitas perjalanan bagi wisatawan luar negeri, peningkatan peranan armada niaga nasional dalam pengangkutan barang-barang ekspor dan impor, peningkatan ekspor jasa-jasa kontrakting, pengiriman TKI ke luar negeri dan mengurangi hasrat untuk melakukan perjalanan ke luar negeri melalui kenaikan biaya Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri.

Dalam rangka peningkatan penerimaan devisa dari pariwisa-ta, usaha pengembangan obyek-obyek wisata di 10 Daerah Tujuan Wisata (DTW) terus ditingkatkan, di samping kegiatan promosi di luar negeri. Usaha-usaha tersebut juga ditunjang dengan kebijaksanaan yang membebaskan persyaratan pemilikan visa ba-gi wisatawan asing dari 26 negara untuk kunjungan selama ku-rang dari dua bulan. Selain itu, diberikan pula pembebasan bea masuk dan pajak penjualan impor untuk perlengkapan yang dibawa dan digunakan oleh wisatawan dalam perjalanannya, de-ngan ketentuan dalam jumlah yang wajar dan harus dibawa kem-bali ke luar Indonesia. Langkah-langkah lain yang telah di-tempuh di bidang pariwisata seperti pembukaan jalur-jalur pe-nerbangan langsung ke daerah tujuan wisata, pengembangan obyek wisata, peningkatan pelayanan hotel dan promosi pariwi-sata serta kerjasama antara biro pariwisata dalam negeri de-

297

Page 24:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

ngan luar negeri tetap dilanjutkan. Sementara itu, selain fa-silitas kunjungan sampai dengan dua bulan, pada bulan Janua-ri 1986 ditetapkan fasilitas bebas visa untuk kunjungan usaha dan keperluan dagang ke Indonesia bagi usahawan dari beberapa negara. Negara-negara yang memperoleh fasilitas tersebut an-tare lain adalah Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Republik Federasi Jerman, Kanada, Jepang dan negara-negara ASEAN. Da-lam tahun 1986/87 dilakukan upaya penyempurnaan peraturan visa serta perluasan jaringan penerbangan internasional. Se-mentara itu, berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1986 perluasan jaringan penerbangan luar negeri, meliputi pembukaan jalur baru ke Los Angeles, Darwin dan Kuching.

Dalam bulan Desember 1987, perizinan di bidang pariwisata disederhanakan lagi khususnya untuk membangun hotel, resto-ran, wisata tirta, biro perjalanan dan obyek wisata, menjadi dua jenis yaitu izin sementara dan izin tetap.

Kebijaksanaan yang bertalian dengan pengerahan tenaga kerja ke luar negeri dalam bulan Januari disempurnakan se-hingga perlindungan kepada TKI yang berada di luar negeri dan pengiriman tenaga yang terampil serta memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dapat ditingkatkan.

Dalam rangka menghemat pengeluaran devisa, dilanjutkan usaha-usaha yang telah ditempuh pada tahun-tahun sebelumnya, antara lain ketentuan menggunakan pesawat-pesawat Garuda atau perusahaan penerbangan Indonesia lainnya untuk mengangkut jemaah haji dan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.

Untuk melaksanakan pembangunan yang terus meningkat, di samping pengerahan dana dalam negeri tetap diperlukan dana luar negeri. Dana luar negeri tersebut meliputi pinjaman luar negeri Pemerintah, penanaman modal asing dan pinjaman luar negeri swasta. Dalam hal ini, senantiasa diupayakan untuk memanfaatkan dana luar negeri secara maksimal melalui berba-gai kebijaksanaan di bidang lalu lintas modal.

Kebijaksanaan pinjaman luar negeri berpedoman pada prin-sip bahwa pinjaman tersebut tidak mempunyai ikatan politik, tidak mengakibatkan ketergantungan pada luar negeri dan tidak memberatkan neraca pembayaran, serta penggunaannya sesuai de-ngan rencana pembangunan. Untuk menunjang pengembangan indus-tri dalam negeri dan perluasan kesempatan kerja, usaha untuk melepaskan kaitan pinjaman luar negeri dengan keharusan pem-belian barang dari negara pemberi pinjaman terus dilanjutkan.

298

Page 25:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Bagi barang-barang yang masih perlu di impor, senantiasa diusahakan agar impornya dapat dilakukan dalam bentuk kompo-nen. Untuk menghindari beban utang yang berat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka tetap diutamakan pinjaman bersyarat lunak.

Dalam hal pelaksanaan kebijaksanaan pinjaman luar negeri, sejak 10 Oktober 1984 pada tiap tahun anggaran ditetapkan jumlah kredit ekspor luar negeri dan daftar proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan pinjaman tersebut. Pelaksanaan proyek pembangunan yang tidak termasuk dalam daftar tersebut dibiayai dengan dana bersyarat lunak. Dana yang bersyarat lunak tersebut harus memenuhi tiga persyara-tan, yaitu jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu paling sedikit 25 tahun, tenggang waktu 7 tahun atau lebih dengan bunga paling tinggi 3,5% setahun.

Kebijaksanaan lalu lintas modal yang meliputi pinjaman luar negeri Pemerintah dan lalu lintas modal swasta, dalam tahun 1986/87 lebih menekankan pada usaha peningkatan peng-gunaan modal yang lebih efisien, serta peningkatan pemasukan modal asing. Di bidang pinjaman luar negeri Pemerintah, di-tempuh usaha untuk mempercepat penggunaan dana dari luar negeri serta memperoleh pinjaman dengan komponen pembiayaan lokal yang lebih besar dan pinjaman khusus yang dapat dirupiahkan.

Sejak tahun 1967 telah ditempuh kebijaksanaan untuk men-dorong penanaman modal asing (PMA) dengan memberikan berbagai kemudahan untuk sektor-sektor ekonomi yang diprioritaskan. Dalam kaitan ini, sejak tahun 1977 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang setiap tahun disesuaikan dengan prioritas pembangunan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1983 semua kemudahan-kemudah-an yang diberikan kepada PMA hanya berlaku bagi perusahaan-perusahaan PMA yang memperoleh Surat Persetujuan Tetap (SPT) sampai dengan akhir Desember 1983. Bagi perusahaan PMA yang SPT-nya dikeluarkan setelah 1 Januari 1984, beberapa kemudah-an dihapuskan, antara lain masa bebas pajak (tax holiday), perangsang penanaman modal (investment allowance) dan pembe-basan pajak dividen. Namun demikian, dengan ditetapkannya ta-rif pajak penghasilan yang lebih rendah dari pada tarif pajak perseroan, iklim perpajakan di Indonesia diharapkan masih menguntungkan bagi penanaman modal. Dapat ditambahkan, bahwa fasilitas pembebasan bea meterai modal, bea masuk, pajak pen-

299

Page 26:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

jualan impor, dan bea balik nama atas akte pendaftaran kapal masih tetap berlaku.

Di bidang pengusahaan minyak dalam tahun 1983/84 telah diadakan pengalihan status PT Caltex dari Kontrak Karya men-jadi Kontrak Bagi Hasil. Dengan berakhirnya perjanjian Kon-trak Karya PT Caltex pada bulan Nopember 1983, maka sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1983, seluruh kekayaan PT Caltex beralih menjadi milik Pemerintah. Namun demikian, PT Caltex masih diizinkan untuk melanjutkan usahanya atas dasar Kontrak Bagi hasil, dengan rumus bagi hasil 88 : 12, yang berbeda dengan rumus bagi hasil yang berlaku secara umum, yaitu 85 : 15. Di vamping itu PT Caltex diwajibkan untuk me-nanamkan tambahan modal sebesar US$ 3 milyar dalam jangka waktu 10 tahun.

Dalam rangka lebih meningkatkan penanaman modal asing, sebagai pelaksanaan dari kebijaksanaan penyederhanaan per-izinan maka pada bulan Oktober 1984 telah diambil langkah-langkah untuk menyederhanakan tata-cara permohonan perse-tujuan penanaman modal asing. Sementara itu dalam tahun 1984/85 dikeluarkan DSP yang berlaku back untuk proyek-proyek baru maupun perluasan proyek-proyek yang telah ada yang an-tara lain memuat bidang usaha yang terbuka maupun tertutup untuk perusahaan PMA. Terhadap bidang-bidang usaha yang ter-tutup dapat dipertimbangkan untuk dibuka dengan syarat selu-ruh produksi ditujukan untuk ekspor.

Dalam tahun 1985/86 Pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menggiatkan promosi PMA aorta menyederhanakan prosedur penanaman modal. Dalam hal penyederhanaan perizinan, sejak bulan April 1985 untuk pengajuan permohonan proyek baru dalam rangka PMA hanya diperlukan 14 macam persyaratan dibandingkan dengan 25 persyaratan pada tahun sebelumnya. Selain itu, sejak September 1985 juga diberikan kesempatan kepada perusa-haan-perusahaan PMA yang bergerak di bidang produksi barang ekspor untuk memperoleh kredit ekspor dengan suku bunga ren-dah melalui bank-bank devisa di Indonesia dan memberikan fa-silitas bebas visa untuk keperluan usaha dan dagang di Indo-nesia.

Dalam tahun 1986/87 diambil serangkaian kebijaksanaan baru yang ditujukan untuk lebih mendorong kegiatan di bidang penanaman modal. Sebagai upaya menciptakan iklim usaha yang lebih menarik bagi PMA, pada bulan Mei dan Juni 1986 Pemerin-tah memberikan izin penanaman modal bagi perusahaan yang

300

Page 27:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

mengadakan perluasan selama 30 tahun sejak perluasan usahanya disetujui. Perlu ditambahkan bahwa menurut izin penanaman modal tersebut adalah 30 tahun. Untuk mendorong peningkatan pemilikan saham oleh swasta nasional dalam perusahaan yang dibentuk dalam rangka PMA, telah ditetapkan bahwa perusahaan PMA harus berbentuk usaha patungan dengan penyertaan modal nasional sekurang-kurangnya 20% dan meningkat menjadi seku-rang-kurangnya 51% dalam waktu 15 tahun. Selanjutnya, perusa-haan PMA yang nilai investasinya sekurang-kurangnya US$ 10 juta atau berlokasi didaerah terpencil atau sebagian besar (65%) hasil produksinya di ekspor dapat diberikan dengan saham nasional sekurang-kurangnya 5% dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20% dalam jangka waktu 10 tahun, serta harus meningkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% dalam waktu 15 tahun yang disertai kemungkinan perpanjangan 5 tahun. Perlu ditambahkan, khusus bagi perusahaan PMA yang berlokasi di kawasan berikat dan mengekspor 100% hasil produksinya dapat didirikan dengan penyertaan saham nasional 5% atau lebih, tanpa keharusan peningkatan saham nasional. Di samping itu, persyaratan PMA untuk memperoleh perlakuan yang sama seperti PMDN dipermudah yaitu minimal 51% sahamnya dimiliki nasional, atau minimal 45% sahamnya dimiliki nasional dan 20% dari jumlah seluruh saham dijual melalui pasar modal.

2. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia

Selama kurun waktu 1983/84 - 1987/88 neraca pembayaran Indonesia mengalami berbagai tekanan yang cukup berat. Namun berkat berbagai kebijaksanaan yang diambil neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan masih menunjukkan surplus kecuali tahun 1986/87 (lihat Tabel V-1 dan V-2).

Pada tahun 1983/84 neraca pembayaran secara keseluruhan menunjukkan surplus sebesar US$ 2.070 juta dibandingkan dengan defisit sebesar USS 3.280 juta pada tahun sebelumnya. Neraca pembayaran dalam tahun 1984/85 dan tahun 1985/86 masih menunjukkan surplus walaupun semakin mengecil yaitu dari sur-plus sebesar US$ 2.070 juta pada tahun 1983/84 menjadi US$ 667 juta pada tahun 1984/85 dan US$ 30 juta tahun 1985/86.

Dalam perkembangan selanjutnya tekanan-tekanan yang sangat berat semakin terasa terutama oleh turunnya dengan drastis harga minyak bumi yang pada bulan Agustus 1986 menjadi di bawah US$ 10 per barrel. Dampak negatif dari penurunan harga minyak bumi tersebut tercermin pada semakin besarnya defisit transaksi berjalan yaitu US$ 1.832 juta tahun 1985/86 menjadi

301

Page 28:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 1RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN,

1982/83 – 1987/88(Juta US dollar)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM4) Hasil olahan (cross purchase)5) Pokok Pinjaman

302

Page 29:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 2NERACA PEMBAYARAN MENURUT PERELITA IV DAN REALISASI

1984/85 – 1988/89(juta US dollar)

*) Pokok Pinjaman303

303

Page 30:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

US$ 4.051 juta pada tahun 1986/87. Sementara itu pemasukan modal bersih pada transaksi modal dalam tahun 1986/87 menga-lami peningkatan yang cukup besar yaitu 93,3% sehingga menca-pai US$ 4.575 juta. Dengan demikian, setelah diperhitungkan dengan transaksi yang tidak tercatat sebesar negatif US$ 1.262 juta, neraca pembayaran tahun 1986/87 secara keseluruh-an mengalami defisit sebesar US$ 738 juta.

Neraca pembayaran mulai nampak mengalami perbaikan dalam tahun 1987/88. Hal ini tercermin dari membaiknya transaksi berjalan yaitu dari defisit sebesar US$ 4.051 juta pada ta-hun 1986/87 menjadi hanya US$ 1.685 juta. Perkembangan ter-sebut berkaitan erat dengan perbaikan harga minyak bumi dan keberhasilan serangkaian kebijaksanaan mendasar yang telah ditempuh termasuk tindakan devaluasi 12 September 1986, seperti yang tercermin pada peningkatan nilai ekspor keseluruhan, sekitar 29% sehingga mencapai nilai sebesar US$ 17.601 juta. Dalam tahun tersebut pemasukan modal bersih pada transaksi modal berjumlah US$ 2.547 juta. Dengan demikian secara kese-luruhan, setelah diperhitungkan transaksi yang tidak tercatat sebesar US$ 235 juta, pada tahun 1987/88 neraca pembayaran mengalami surplus sebesar US$ 1.097 juta. Adapun perincian perkembangan neraca pembayaran selama periode 1983/84 - 1987/ 88 menurut masing-masing pos neraca pembayaran menunjukkan gambaran sebagai berikut.

Nilai ekspor secara keseluruhan mengalami penurunan se-besar rata-rata 1,2% per tahun dari US$ 18.672 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 17.601 juta dalam tahun 1987/88. Penurunan tersebut disebabkan karena nilai ekspor minyak bumi mundur dengan rata-rata 13,2% per tahun atau merosot dengan lebih dari 50% dari US$ 12.283 juta dalam tahun 1982/83 men-capai US$ 6.063 juta dalam tahun 1987/88. Kemerosotan terse-but terjadi karena harga ekspor minyak bumi dalam periode yang sama jatuh dari US$ 34,56 per barrel menjadi US 16,84 per barrel. Sebaliknya nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi dalam masa 1982/83 - 1987/88 mengalami peningkatan sebesar rata-rata 18,2% setiap tahunnya, yaitu dari US$ 3.928 juta menjadi US$ 9.054 juta sehingga peranannya dalam nilai ekspor keseluruhan meningkat dari 21,0% dalam tahun 1982/83 menjadi 51,4% dalam tahun 1987/88. Sementara itu nilai ekspor gas alam cair mula-mula meningkat dari US$ 2.461 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 3.621 juta dalam tahun 1985/86 dan turun kembali sehingga dalam tahun 1987/88 menjadi US$ 2.484 juta. Dengan demikian untuk periode 1983/84 - 1987/88, perkembangan nilai ekspor gas alam cair tidak menggembirakan walaupun vo-

304

Page 31:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

lume ekspor meningkat dengan 90% atau rata-rata 12,6% per ta-hun. Untuk periode empat tahun pertama Repelita IV 1984/85 - 1987/88, rata-rata pertumbuhan per tahun nilai ekspor total telah turun dengan 2,9%. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: nilai ekspor minyak bumi turun dengan rata-rata 15,8% per tahun, nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi naik dengan 14,0% pertahun, dan nilai ekspor gas alam cair naik dengan 0,9% per tahun (lihat Tabel V-1, V-2, V-3, V-4 serta Grafik V-1).

Nilai impor total (f.o.b.) salami periode 1983/84-1987/88 telah turun dengan rata-rata 7,4% per tahun, yaitu dari US$ 18.496 juta menjadi US$ 12.568 juta. Nilai impor sektor mi-nyak dan gas bumi turun sebesar rata-rata 11,2% per tahun, se-dangkan impor di luar sektor minyak dan gas bumi turun sebesar 6,4% per tahun (lihat Tabel V-5, V-6 serta Grafik V-2). Penu-runan tersebut mencerminkan keberhasilan kebijaksanaan-kebi-jaksanaan penyesuaian neraca pembayaran baik yang berupa penundaan proyek-proyek besar Pemerintah yang mempunyai nilai komponen impor yang tinggi maupun devaluasi Rupiah tahun 1983 dan 1986.

Selama empat tahun pertama Repelita IV, nilai impor total turun dengan rata-rata 6,3% per tahun dengan perincian sektor di luar minyak dan gas bumi 5,6% dan sektor minyak dan gas bumi 8,9% per tahun.

Pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa mengalami penu-runan sebesar rata-rata 1,4% per tahun yaitu dari US$ 7.215 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 6.718 juta dalam tahun 1987/88. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan jasa-jasa di sektor minyak dan gas bumi sebesar 3,9% per tahun yang erat kaitannya dengan menurunnya jasa-jasa modal kontraktor minyak asing sebagai akibat turunnya tingkat produksi dan harga minyak di pasar dunia. Sementara itu jasa-jasa di luar sektor minyak dan gas bumi mengalami kenaikan yaitu dari US$ 4.002 juta menjadi US$ 4.083 juta atau rata-rata sebesar 0,4% per tahun.

Berdasarkan perkembangan ekspor, impor dan jasa-jasa se-perti tersebut di atas, maka transaksi berjalan menunjukkan perkembangan sebagai berikut: defisit transaksi berjalan da-lam tahun 1982/83 mencapai tingkat yang sangat tinggi yakni US$ 7.039 juta akibat besarnya pengeluaran devisa untuk impordan kecilnya penerimaan devisa dari ekspor di luar minyak dan gas bumi yang terpengaruh oleh lemahnya pasaran komoditi pri-

305

Page 32:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 3NILAI EKSPOR (F.O.B)

1982/83 – 1987/88

1) Angka sementara2) TErmasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan BBM sebagai hasil pengolahan

(cross purchase) berturut-turut senilai U$ 668 juta (1982/83) dan US $ 983 juta (1983/84)

306

Page 33:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 1NILAI EKSPOR 9F.O.B)

1982/1983 – 1987/88

307

Page 34:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 4NILAI EKSPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (F.O.B)

1982/83 – 1987/88(juta US dollar)

*) Angka sementara

308

Page 35:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 5NILAI IMPOR (F.O.B)

1982/83 – 1987/88(juta US dollar)

1) Angka sementara2) Termasuk BBM sebagai hasil pertukaran ekspor

Minyak bumi mentah berturut-turut senilai US $ 520Juta (1982/83) dan US$ 983 juta (1983/84)

309

309

Page 36:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 2NILAI IMPOR ( F.O.B. )

1982/83 – 1987/88

310

310

Page 37:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 6NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (F.O.B)

1982/83 – 1987/88(juta US dollar)

*) Angka sementara

311

Page 38:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

mer di luar negeri. Defisit tersebut kemudian menurun sampai dengan tahun 1985/86 untuk kemudian meningkat lagi menjadi US$ 4.051 juta pada tahun berikutnya sebagai akibat dari anjloknya harga minyak dan gas bumi. Da1am tahun 1987/88 de-fisit menjadi US$ 1.685 juta.

Pinjaman Pemerintah menurun dari US$ 5.011 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 4.060 juta dalam tahun 1987/88, diantaranya pinjaman proyek menurun dari US$ 3.400 juta men-jadi US$ 3.190 juta, pinjaman tunai merosot dari US$ 1.590 juta menjadi US$ 200 juta sedangkan bantuan program meningkat dari US$ 21 juta menjadi US$ 670 juta. Meningkatnya bantuan program disebabkan karena dalam tahun 1987/88 mulai direali-sasikan pinjaman dengan syarat-syarat lunak untuk menunjang program tertentu atau yang dikaitkan dengan program mendorong ekspor di luar minyak den gas bumi

Pelunasan pinjaman Pemerintah meningkat dengan pesat dari US$ 926 juta dalam tahun 1982/83menjadi US$ 2.692 juta da-lam tahun 1987/88. Kenaikan tersebut disebabkan karena dua faktor: semakin besarnya jumlah hutang yang tenggang waktu pelunasannya mulai habis dan meningkatnya nilai Yen Jepang terhadap US dollar ter Lama sejak tahun 1986/87

Pemasukan modal lain netto berjumlah US$ 1.795 juta da-lam tahun 1982/83 dan US$ 1.179 juta dalam tahun 1987/88, diantaranya investasi langsung meningkat dari US$ 599 juta menjadi US$ 638 juta.

Cadangan devisa yang mengalami penurunan sebesar US$ 3.280 juta dalam tahun 1982/83, meningkat kembali sampai de-ngan tahun 1985/86, kemudian menurun sebesar US$ 738 juta dalam tahun berikutnya dan kembali naik dengan US$ 1.097 juta dalam tahun 1987/88. Dengan demikian maka jumlah cadangan de-visa meningkat dengan cepat dari US$ 3.874, juta pada bulan Maret 1983, menjadi US$ 6.200 juta pada akhir bulan Maret 1988. Apabila jumlah cadangan devisa dalam tahun 1982/83 hanya cukup untuk membiayai impor (c & f) sebanyak 2,3 bu-lan, maka jumlah cadangan devisa pada akhir tahun 1987/88 dapat membiayai impor sebanyak rata-rata 6,6 bulan.

C. EKSPOR

Nilai ekspor selama periode 1983/84 - 1907/88 mengalami penurunan sebesar rata-rata 1,2% dari US$ 18.672 juta dalam

312

Page 39:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

tahun 1982/83 menjadi US$ 17.601 juta dalam tahun 1987/88. Penurunan tersebut disebabkan karena nilai ekspor minyak bumi dan gas alam cair merosot dengan rata-rata 10,3%. Seba-liknya nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi telah meng-alami peningkatan sebesar rata-rata 18,2% per tahun mencapai us$ 9.054 juta pada tahun 1987/88 atau 2,3 kali lipat nilai ekspor pada tahun 1982/83 yang berjumlah US$ 3.928 juta. Peningkatan nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi paling besar dalam tahun 1983/84, yaitu 36,6%, dan tahun 1987/88 sebesar 34,5% (lihat Tabel V-3 dan Tabel V-4). Dampak resesi ekonomi dunia terlihat pada perkembangan harga beberapa jenis barang ekspor, antara lain karet dan minyak sawit yang meningkat dalam tahun 1983/84, kemudian merosot dan baru mengalami kenaikan kembali dalam triwulan ketiga tahun 1987/ 88 (lihat Tabel V-8 serta Grafik V-4).

Dalam perkembangan ekspor di luar minyak dan gas bumi, kayu mengambil peranan yang paling penting. Selama periode 1983/84 - 1986/87 nilai ekspor kayu rata-rata meningkat se-besar 19,1% setiap tahunnya, sedang bila nilai ekspor semes-ter pertama tahun 1987/88 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1986/87 terdapat kenaikan sebesar 64,3%, yang terutama disebabkan karena meningkatnya nilai ekspor kayu lapis sebesar 72,0% menjadi US$ 836,5 juta. Kenaikan dalam nilai ekspor kayu lapis disebabkan karena pelarangan ekspor kayu bulat sejak tahun 1985 serta perkembangan harga dunia yang dalam triwulan ketiga tahun 1987/88 menunjukkan kenaik-an sebesar 16,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (lihat Tabel V-7 serta Grafik V-3).

Ekspor karet mencapai nilai tertinggi dalam tahun 1983/84 sebesar US 983,5 juta dengan volume sebesar 1.146,6 ribu ton. Namun dua tahun berikutnya nilai ekspor karet mengalami penurunan masing-masing sebesar 12,9% dan 16,6%. Selanjutnya pada tahun 1986/87 dan semester pertama tahun 1987/88 nilai ekspornya meningkat kembali sebesar masing-masing 5,2% dan 20,7%. Kenaikan ini disebabkan karena harga karet di pasar internasional membaik. Nilai ekspor karet dalam jangka waktu April - September 1987 mencapai US$ 412,4 juta dan peranannya adalah 9,7% terhadap jumlah ekspor di luar minyak dan gas bumi. Karet menempati kedudukan kedua sesudah ekspor kayu lapis.

Nilai ekspor tekstil sejak tahun 1983/84 sampai dengan 1986/87 mengalami peningkatan terus menerus sebesar rata-rata 41,0% setiap tahunnya. Kenaikan ini didukung antara lain oleh

313

Page 40:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 7VOLUME DAN NILAI BEBERAPA BARANG EKSPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI 10

(Volume dalam ribu ton dan Nilai dalam juta US dollar)

1) Nomor dalam kurung adalah urutan besarnya nilai ekspor pada tahun bersangkutan2) Angka-angka diperbaiki3) Angka-angka April – September 1987, angka sementara4) Dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor April – September 1986

314

314

Page 41:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 3VOLUME DAN NILAI BEBERAPA BARANG EKSPOR

DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR1982/83 – 1987/88

315

316

Page 42:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

316

Page 43:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

317

Page 44:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

318

Page 45:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

319

Page 46:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

320

Page 47:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

321

Page 48:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

322

Page 49:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 3)

323

323

Page 50:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 8HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR 1)

1982/83 – 1987/88

1) Harga rata-rata kecuali harga kayu dan the (akhir bulan)2) Karet RSS III, New York dalam US $ sen/lb3) Kopi Robusta ex Palembang, New York dalam US $ sen/lb4) Minyak Sawit ex Sumatera, London dalam US $/long ton5) Lada hitam ex Lampung, New York dalam US$ sen/lb6) Timah putih, London dalam ₤/long ton7) Kayu, US Lumber, Tokyo dalam 1.000 Y/meter kubik8) Plywood, Tokyo dalam Y/lbr9) Tea Plain, London dalam ₤/kg

324

Page 51:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 4HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR

1982/83 – 1987/88

325

Page 52:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 4)

326

Page 53:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 4)

327

Page 54:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

(Lanjutan Grafik V – 4)

328

Page 55:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

peningkatan kuota ekspor pakaian jadi ke negara-negara anggota MEE, Amerika Serikat dan Kanada. Selain itu juga telah terja-di peningkatan daya saing dan table55t55n mutu barang dagangan tersebut. Tahun 1987/88 nilai ekspor tekstil bulan April sampai dengan September 1987 mencapai US$ 400,1 juta atau naik sebesar 43,6% dibandingkan periode yang sama dalam tahun 1986/87. Ekspor tekstil menempati urutan ketiga sesudah eks-por kayu lapis dan karet dan peranannya adalah 9,4% terhadap ekspor di luar minyak dan gas bumi secara keseluruhan.

Nilai ekspor kopi sejak tahun 1983/84 mengalami kenaikan yang mencapai puncaknya pada tahun 1986/87 sebesar US$ 752,8 juta. Kenaikan nilai ekspor kopi disebabkan oleh melonjaknya harga kopi akibat berkurangnya penawaran di pasar dunia. Namun pada jangka waktu April – September 1987 nilai ekspor kopi hanya mencapai US$ 312,8 juta atau mengalami penurunan sebesar 30,7% dibandingkan jangka waktu yang lama tahun 1986/ 87. Penurunan ini sebagai akibat merosotnya harga kopi karena penawaran yang berlebihan di pasar dunia, di samping penurun-an ekspor karena diberlakukannya kuota ekspor.

Nilai ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnya selama tiga tahun dari tahun 1985/86 sampai dengan tahun 1987/88 me-ngalami peningkatan. Nilai ekspornya tahun 1983/84 adalah US$ 276,0 juta, tahun 1984/85 US$ 219,3 juta, yaitu turun sebesar 20,5%, tahun 1985/86 menjadi US$ 272,4 juta atau naik dengan 24,2%, tahun 1986/87 US$ 378,4 juta atau naik sebesar 20,2% dan tahun 1987/88 periode April – September 1987 sebesar US$ 223,3 juta atau naik dengan 33,4% dibandingkan dengan periode yang lama dalam tahun 1986/87. Kenaikan tersebut terutama di-sebabkan makin meningkatnya volume ekspor udang yang memiliki harga cukup tinggi di pasar dunia. Di samping itu peningkatan volume ekspor juga dimungkinkan dengan berhasilnya program-program budidaya tambak udang, yaitu Tambak Inti Rakyat (TIR) maupun budidaya tambak udang PMA/PMDN.

Nilai ekspor hasil tambang di luar timah dan aluminium setelah mengalami kenaikan yang cukup berarti pada tahun 1983/ 84, secara keseluruhan menurun dari tahun ke tahun. Nilai ekspornya tahun 1983/84 adalah sebesar US$ 325,4 juta, tahun 1984/85 turun 3,3% menjadi US$ 314,7 juta. Walaupun tahun 1985/86 nilai ekspornya naik dengan 6,6% menjadi US$ 335,5 juta table55 pada tahun 1986/87 kembali menurun sebesar 11,3% menjadi US$ 297.7 juta. Tahun 1987/88 untuk periode April – September 1987 nilai hasil-hasil tambang tersebut mengalami kenaikan sebesar 34,0% dibandingkan dengan nilai ekspor dalam

329

Page 56:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

periode yang sama tahun 1986/87. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya harga di pasar dunia, sedangkan volumenya tampak menaik dari tahun ke tahun.

Di antara produk-produk tersebut nilai ekspor tembaga me-ningkat dengan rata-rata 5,8% dari US$ 115,2 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 144,2 juta dalam tahun 1986/87, table56 kemudian turun dengan 6,9% dalam semester pertama tahun 1987/ 88 dibandingkan dengan periode yang mama tahun sebelumnya.

Nilai ekspor timah selama lima tahun mengalami penurunan terus menerus walaupun volume ekspornya tidak mengalami peru-bahan yang berarti, hal ini disebabkan oleh merosotnya harga timah di pasar dunia dan tidak berfungsinya ITC (Internatio-nal Tin Council) ditambah lagi dengan surplus timah di pasar dunia, telah menyebabkan harga timah di pasar dunia merosot, sehingga mencapai harga di bawah US$ 6.000 per ton di tahun 1986. Usaha-usaha ATPC (Association of Tin Producing Coun-tries) untuk mengatasi pasaran timah yang memburuk dengan mengadakan pembatasan produksi dan ekspor dari para anggota-nya serta melakukan pendekatan pada negara-negara produsen non ITC seperti Brazil dan RRC untuk mendukung ATPC masih be-lum membuahkan hasil yang menggembirakan. Kelebihan penawaran tersebut makin bertambah dengan adanya krisis keuangan yang dialami Dewan Timah International pada tahun 1985 yang kemu-dian menyebabkan terhentinya operasi cadangan penyangga. Per-kembangan yang suram itu menyebabkan nilai ekspor timah Indo-nesia pada tahun 1986/87 mengalami penurunan yang tajam, yakni sebesar 37,2% terhadap tahun sebelumnya menjadi US$ 155,5 juta dan nilai ekspor 1987/88 periode bulan April sampai de-ngan September 1987 adalah sebesar US$ 82,0 juta menurun 3,0% dibandingkan periode yang sama dengan tahun sebelumnya. Pera-nannya semakin merosot dari nomor empat tahun 1982/83 menjadi nomor sepuluh tahun 1987/88 atau 1,9% terhadap jumlah ekspor bukan migas secara keseluruhan.

Perkembangan ekspor aluminium sampai tahun 1985/86 meng-gembirakan baik dari segi volume maupun nilainya. Tahun 1986/87 nilainya menurun 4,2% menjadi US$ 213,7 juta akibat penurunan volume ekspornya dari 219,0 ribu ton menjadi 190,0 ribu ton atau menurun sekitar 13,2%. Penurunan ini disebabkan saingan dan penawaran yang semakin meningkat di pasar dunia. Tahun 1987/88 keadaan pasar dunia masih belum membaik dan dalam periode April – September 1987 nilai ekspornya hanya mencapai sebesar US$ 97,9 juta atau menurun 15,6% dibanding-kan periode yang sama tahun 1986/87.

330

Page 57:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Nilai ekspor kerajinan tangan menunjukkan peningkatanyang pesat dari tahun ke tahun dengan berhasilnya penerobosan pasar serta semakin dikenal dan digemarinya hasil kerajinan tangan Indonesia di luar negeri. Nilai ekspor tahun 1982/83 hanya berjumlah sebesar US$ 22,9 juta, menjadi US$ 139,8 juta pada tahun 1986/87 atau kenaikan sebesar rata-rata 57,2% setiap tahunnya, dan tahun 1987/88 periode April – September 1987 mencapai US$ 89,8 juta atau naik 57,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1986/87.

Ekspor rotan, dari tahun ke tahun menunjukkan perkembang-an yang baik. Indonesia saat ini menjadi pemasok rotan utama di pasar dunia. Sekitar 80% kebutuhan bahan baku rotan di du-nia diproduksi atau berasal dari Indonesia. Namun selama ini ekspor rotan Indonesia masih dalam bentuk bahan mentah dan bahan setengah jadi. Nilai ekspor rotan tahun 1983/84 adalah sebesar US$ 86,7 juta, tahun 1984/85 naik 11,1% menjadi US$ 96,3 juta, terus menaik tahun 1986/87 menjadi US$ 98,2 juta atau naik 22,9% dibandingkan dengan tahun 1985/86. Tahun 1987/88 untuk periode April September 1987 mencapai US$ 64,8 atau naik 50,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1986/87. Lonjakan ini menunjukkan permintaan rotan di dunia yang makin meningkat, sedangkan mulai bulan Oktober 1986 ekspor rotan mentah telah dilarang dalam rangka mening-katkan nilai tambah rotan dalam negeri.

Dengan ditunjang oleh serangkaian kebijaksanaan ekspor di luar minyak dan gas bumi selama tahun 1986/87 dan 1987/88 yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing barang-barang ekspor, ekspor hasil industri pengolahan pada tahun 1987/88 diharapkan meningkat. Hasil industri pengolahan yang semula untuk pasar dalam negeri sebagai pengganti barang impor telah berkembang menuju orientasi ekspor. Hasil industri pengolahan yang termasuk dalam hasil-hasil lainnya pada tahun 1987/88 mencapai nilai cukup besar antara lain bangunan lepas pantai USS 7,0 juta, kertas budaya dan industri US$ 37,0 juta, ba-terai kering US$ 4 juta, plat baja US$ 46,0 juta, dan hasil industri kimia US$ 597,0 juta.

Nilai ekspor minyak bumi selama periode 1983/84 – 1987/88 rata-rata menurun dengan 13,2% dari US$ 12.283 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 6.063 juta dalam tahun 1987/88. Pe-nurunan ini disebabkan karena kemerosotan dalam harga akibat ambruknya pasaran minyak bumi dunia sejak akhir tahun 1984/85 sebesar rata-rata 13,4% setiap tahunnya atau dari US$ 34,56 per barrel menjadi US$ 16,84 per barrel, sedangkan volume

331

Page 58:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

ekspor hanya naik sebesar rata-rata 0,2% setiap tahunnya. Dalam periode yang sama nilai gas alam cair sedikit meningkat dari US$ 2.461 juta pada tahun 1982/83 menjadi US$ 2.484 juta dalam tahun 1987/88 atau sebesar rata-rata 0,2%. Perkembangan ini disebabkan karena volume ekspor tahun 1987/88 berjumlah 863,7 juta MMBTU dibandingkan dengan 477,8 juta MMBTU pada tahun 1982/83, suatu peningkatan sebesar rata-rata 12,6% per tahun. Sebaliknya harga mengalami kemerosotan sebesar rata-rata 11,3% per tahun dari US$ 5,15 per MMBTU menjadi US$ 2,82 per MMBTU dalam periode yang sama.

D. I M P 0 R

Perkembangan impor selama masa 1983/84 – 1987/88 berkai-tan erat dengan laju pertumbuhan produksi di dalam negeri yang berarti semakin besarnya kebutuhan akan impor bahan baku dan penolong serta barang-barang modal table58 dengan pelaksanaan tahap-tahap pembangunan. Pola dan pertumbuhan impor juga sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan yang menunjang kegiatan produksi yang menghasilkan barang-barang pengganti impor dalam rangka penghematan penggunaan devisa dalam bentuk pengenaan bea masuk atau tata niaga impor; kebijaksanaan devaluasi Rupiah dalam tahun 1983 dan 1986; serta serangkaian kebijaksanaan deregulasi guna mengurangi perlindungan yang berlebihan sekaligus meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi yang diterapkan sejak pertengahan tahun 1986.

Nilai impor (f.o.b) selama periode 1983/84 – 1987/88 me-nurun dengan rata-rata 7,4% per tahun dari US$ 18.496 juta dalam tahun 1982/83 menjadi US$ 12.568 juta dalam tahun 1987/ 88. Nilai impor table58 minyak bumi dan gas bumi mengalami kemunduran yang paling besar yaitu sebesar rata-rata 11,2% per tahun. Hal ini disebabkan karena kemerosotan dalam harga minyak bumi serta penghasilan dari table58 minyak dan gas bumi. Nilai impor di luar table58 minyak dan gas bumi dalam tahun 1987/88 berjumlah US$ 10.161 juta dibandingkan dengan US$ 14.131 juta dalam tahun 1982/83 atau penurunan sebesar rata-rata 6,4% setiap tahunnya (lihat Tabel V – 5 dan V – 6).

Perkembangan nilai impor c. & f. di luar minyak dan gas bumi berdasarkan table58t58n L/C dalam tahun 1987/88 baru menggambarkan keadaan nilai impor dari April sampai dengan Desember 1987. Dari Tabel V – 9, dapat dilihat bahwa impor barangbarang konsumsi table58t golongan ekonomi dalam tahun 1987/88 diperkirakan mengalami penurunan sebagai akibat semakin be-

332

Page 59:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 9PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI

MENURUT GOLONGAN EKONOMI (C. & F.), 1)

1982/83 – 1987/88(juta US dollar)

1) Berdasarkan Pembukaan L/C2) Angka diperbaiki3) Angka sementara, nilai impor April sampai dengan Desember tahun 1987

333

Page 60:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

sarnya bagian dari kebutuhan barang-barang konsumsi yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Untuk bahan maka-nan lainnya selama tahun 1987/88 yang kelihatan impornya agak meningkat ialah kedelai, tepung beras, jagung, tepung ketan, sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang meningkat yang da-lam periode April sampai dengan Desember 1987 berjumlah US$ 160,7 juta. Impor gula pasir yang dalam tahun 1986/87 sebesar US$ 2,4 juta dalam tiga triwulan pertama tahun 1987/88 telah mencapai US$ 5,1 juta. Hal ini diakibatkan karena meningkat-nya kebutuhan akan gula untuk berbagai keperluan antara lain untuk industri yang mengolah bahan makanan dan minuman dan industri farmasi dengan Jenis gula yang disebut Refined Sugar. Di samping itu impor juga meningkat untuk penambahan cadangan gula.

Jenis komoditi pangan yang impornya mengalami penurunan ialah susu, makanan, minuman, buah-buahan, tembakau dan olah-annya. Penurunan impor komoditi bukan pangan terjadi karena berkurangnya impor barang seperti alat-alat rumah-tangga, sabun dan bahan-bahan kosmetik. Nilai impor tekstil dalam tahun 1986/87 adalah sebesar US$ 108,3 juta dan dalam periode April sampai dengan Desember 1987 berjumlah US$ 97,3 juta. Peranan impor barang-barang konsumsi di dalam nilai impor di luar impor sektor minyak dan gas bumi sampai dengan Desember tahun 1987/88 adalah sebesar 20,2%, berarti telah terjadi penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 22,0%.

Selanjutnya realisasi impor bahan baku/penolong menurut golongan ekonomi dapat dikatakan meningkat sejak tahun 1983/ 84 sampai dengan 1986/87 yaitu dari US$ 2.801,2 juta menjadi US$ 3.403,5 juta. Laju pertumbuhan nilai impor bahan baku pe-nolong ini disebabkan karena meningkatnya impor kapas kasar, bahan kimia, bahan obat-obatan, pupuk, bahan dari plastik, bahan bangunan serta alat-alat listrik. Impor bahan kimia me-ngalami kenaikan yang paling pesat dalam tahun 1985/86 yaitu sebesar US$ 743,0 juta dibandingkan dengan US$ 342,7 juta dalam tahun 1983/84. Apabila dilihat perkembangan kom-posisi impor di luar impor sektor minyak dan gas bumi menurut golongan ekonomi (lihat Tabel V - 10 serta Grafik V-5), per-bandingan nilai impor bahan baku/penolong terhadap jumlah nilai impor di luar minyak dan gas bumi naik dari 43,7% dalam tahun 1986/87 menjadi 44,8% dalam tahun 1987/88.

Realisasi nilai impor barang modal menunjukkan kenaikan dalam tahun 1987/88 terutama untuk motor listrik dan trans-formator yang terus menerus meningkat dari US$ 188,5 juta

334

Page 61:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 10

PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMIMENURUT GOLONGAN EKONOMI, 1)

1982/83 – 1987/88(%)

1) Berdasarkan permukaan L/C2) Angka diperbaiki3) Berdasarkan nilai impor April sampai dengan Desember 1987, angka sementara

335

Page 62:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 5PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI

MENURUT GOLONGAN EKONOMI1982/83 – 1987/88

336

Page 63:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

dalam tahun 1983/84 menjadi US$ 201,0 juta dalam tahun 1986/ 87; aparat penerima dan pemancar dari US$ 102,3 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US$ 254,0 juta dalam tahun 1986/87. Begitu pula impor alat-alat pengangkutan udara dan alat-alat pengangkutan air meningkat dari masing-masing US$ 81,0 juta dan US 32,2 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US$ 188,3 juta dan US 88,6 juta dalam tahun 1986/87. Peningkatan tertinggi terjadi dalam tahun 1985/86 untuk komponen mesin keperluan industri dan 63ector63gi63n, motor listrik dan transformator, alat-alat pengangkutan udara dan alat-alat pengangkutan air (lihat Tabel V – 9).

Peranan impor barang modal dalam nilai impor di luar im-por 63ector minyak dan gas bumi secara keseluruhan telah me-ningkat dari 34,3% dalam tahun 1986/87 menjadi 35,0% dalam tahun 1987/88 (lihat Tabel V – 10). Peranan impor bahan ba-ku/penolong serta barang modal yang cukup besar ini mencer-minkan pertumbuhan kebutuhan di dalam negeri dalam rangka me-ningkatkan pembangunan sejalan dengan kebijaksanaan Pemerin-tah di bidang impor dalam rangka mendorong pertumbuhan indus-tri dalam negeri.

E. PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI

Sebagai pelengkap bagi dana yang berasal dari dalam ne-geri, dana luar negeri masih diperlukan khususnya untuk me-nambah penyediaan devisa guna membiayai impor yang berhubung-an dengan program dan proyek-proyek pembangunan. Dalam hubu-ngan itu, dana luar negeri berfungsi melengkapi faktor-faktor produksi yang belum cukup tersedia di dalam negeri serta se-bagai wahana untuk mendapatkan 63ector63gi dan keahlian yang 63ector dengan tahap pembangunan.

Kemerosotan harga minyak bumi dan melemahnya harga komo-diti primer di pasaran internasional disertai dengan gejolak di pasaran valuta asing utama sangat mempengaruhi kemampuan untuk mengimpor barang-barang modal serta bahan penolong yang diperlukan untuk investasi dan yang belum cukup diproduksi di dalam negeri. Karena itu dana dari luar negeri dalam pelaksa-naan empat tahun pertama Repelita IV menjadi lebih penting.

Selama tahun terakhir Repelita III dan dua tahun pertama Repelita IV persetujuan pinjaman luar negeri meningkat terus yaitu dari US$ 4.528,6 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US$ 4.579,1 juta dalam tahun 1984/85 kemudian naik menjadi US$

337

Page 64:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

5.289,8 juta dalam tahun 1985/86 dan baru pada tahun 1986/87 dan 1987/88 terjadi penurunan berturut-turut menjadi US$ 4.916,8 juta dan US$ 3.771,5 juta (lihat Tabel V-11, V-12 serta Grafik V-6). Dalam tahun 1987/88 pinjaman luar negeri Pemerintah terdiri dari pinjaman lunak sebesar US$ 3.294,3 juta atau 87,4%; pinjaman setengah lunak dan komersial sebe-sar US$ 132,2 juta atau 3,5%; dan pinjaman tunai sebesar US$ 345,0 juta atau 9,1% dari seluruh persetujuan pinjaman (lihat Tabel V-13).

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya persetujuan bantuan proyek yang berasal dari pinjaman lunak dalam tahun 1987/88 turun dari US$ 3.808,2 juta menjadi US$ 2.314,3 juta atau sebesar 39,2%, persetujuan pinjaman setengah lunak dan komer-sial untuk proyek mengalami penurunan sebesar 73,6% dan pin-jaman tunai juga menurun sebesar 38,5%. Sementara itu bantuan program melonjak dari US$ 48,0 juta dalam tahun 1986/87 men-jadi US$ 980,0 juta pada tahun 1987/88. Hal ini disebabkan karena untuk pertama kali sejak tahun 1982/83 diusahakan jenis pinjaman yang tidak terkait dengan proyek-proyek ter-tentu 64ector digunakan untuk pelaksanaan program atau kebi-jaksanaan pembangunan di 64ector tertentu. Ditinjau dari kom-posisi pinjaman luar negeri Pemerintah, pinjaman setengah lunak dan komersial untuk proyek menurun dari US$ 3.943,0 juta pada tahun 1982/83 menjadi US$ 905,0 juta dalam tahun 1983/84 naik menjadi US$ 1.278,3 juta dalam tahun 1984/85 dan selanjutnya terus menurun menjadi US$ 132,2 juta dalam tahun 1987/88. Peranan bantuan proyek terus menerus meningkat dari tahun terakhir Repelita III sampai dengan 1986/87 yaitu dari US$ 2.161,1 juta menjadi US$ 3.808,2 juta sehingga peranannya meningkat dari 47,7% menjadi 77,4%. Dalam tahun 1987/88 ban-tuan proyek adalah sebesar US$ 2.314,3 juta atau 61,4% dari seluruh pinjaman Pemerintah (lihat Tabel V-12).

Dari segi sumber dana, pinjaman lunak dalam tahun 1987/88 diperoleh dari Bank Dunia sebesar US$ 1.100,0 juta, Jepang se-besar US$ 608,8 juta, Bank Pembangunan Asia sebesar US$ 500,0 juta, Inggeris sebesar US$ 212,4 juta, Amerika Serikat dan Perancis masing-masing sebesar US$ 190,0 juta, Belanda sebe-sar US$ 112,9 juta. Brunei Darussalam memberikan pinjaman untuk pertama kalinya sebesar US$ 100,0 juta. Pinjaman lain berupa pinjaman setengah lunak dan komersial untuk pembiayaan proyek dalam tahun 1987/88 diperoleh dari Jerman Barat sebe-sar US$ 53,2 juta, dari Perancis sebesar US$ 23,4 juta, dari Inggeris sebesar US$ 22,0 juta dan dari Belanda sebesar US$ 19,5 juta (lihat Tabel V-13).

338

Page 65:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 11KOMPOSISI PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH, 1)

A982/83 – 1987/88(juta US dollar)

1) Angka berdasarkan komitmen2) Aangka diperbaiki3) Angka sementara4) Termasuk kredit ekspor5) Berupa pinjaman obligasi

339

340

Page 66:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 12KOMPOSISI PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH, 1)

1982/83 – 1987/88(nilai dalam juta US dollar)

1) Angka berdasarkan komitmen2) Aangka diperbaiki3) Angka sementara4) Termasuk kredit ekspor5) Berupa pinjaman obligasi

340

Page 67:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

GRAFIK V – 6PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH

1982/83 – 1987/88

341

Page 68:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V – 13PERSETUJUAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH 1)

1982/83 – 1987/88(juta US dollar)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Termasuk kredit ekspor4) Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok bank

342

Page 69:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

TABEL V - 14

PELUNASAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,1982/83 - 1987/88

(juta US dollar)

Tahun Pelunasan¹)Pinjaman

Nilai Ekspor2) (% dari nilaiEkspor)

1982/83 1.908 18.672 (10,2)

1983/84 2.188 19.816 (11,0)

1984/85 2.684 19.901 (13,5)

1985/86 3.270 18.612 (17,6)

1986/87 4.149 13.697 (30,3)

1987/883) 5.072 17.601 (28,8)

1) Pokok dan bunga pinjaman Pemerintah

2) Termasuk ekspor minyak bumi dan gas alam cair (LNG) atas dasar bruto

3) Angka sementara

343

Page 70:  · Web viewMata dagangan tersebut adalah kayu lapis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung. Dalam rangka menggali sumber-sumber

Pengelolaan pinjaman luar negeri senantiasa dilandaskan pada kebijaksanaan pengendalian hutang-hutang luar negeri de-ngan tetap menjaga agar perbandingan pelunasan angsuran dan pembayaran bunga pinjaman terhadap penghasilan dari ekspor berkembang pada tingkat yang cukup aman di dalam kondisi per-ekonomian secara keseluruhan. Jumlah pelunasan pinjaman luar negeri Pemerintah sejak tahun 1982/83 terus meningkat dari US$ 1.908 juta menjadi US$ 5.072 juta dalam tahun 1987/88, suatu peningkatan sebesar rata-rata 21,6% per tahun terdiri dari kenaikan sebesar rata-rata 23,8% untuk pokok pinjaman dan 19,4% untuk bunga. Sebaliknya nilai ekspor keseluruhan dalam periode 1985/86 - 1986/87 rata-rata menurun dengan 17,0% dari US$ 19.901 juta pada tahun pertama Repelita IV menjadi US$ 13.697 juta dalam tahun 1986/87. Hal ini terjadi karena merosotnya penghasilan devisa dari ekspor minyak bumi dan gas alam cair sebesar rata-rata 29,4% menjadi US$ 6.966 juta pada tahun 1986/87 dibandingkan dengan US$ 13.994 juta dalam tahun 1984/85. Perkembangan ini menyebabkan melonjaknya perbandingan antara jumlah pelunasan pinjaman terhadap nilai ekspor dari 13,5% selama tahun pertama Repelita IV menjadi 17,6% pada tahun 1985/86 dan 30,3% dalam tahun 1986/87. De-ngan meningkatnya nilai ekspor sebesar 28,5% dalam tahun 1987/88, terutama nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi, maka perbandingan pelunasan pinjaman terhadap ekspor dapat dikurangi menjadi 28,8% (lihat Tabel V-14).

Berkat berbagai langkah kebijaksanaan yang ditempuh se-lama periode 1983/84 - 1987/88 neraca pembayaran selama tahun 1987/88 menunjukkan gambaran yang cukup menggembirakan. Ter-utama ditunjang oleh meningkatnya ekspor di luar minyak dan gas bumi, defisit transaksi berjalan yang dalam tahun 1982/83 mencapai US$ 7.039 juta dapat dikurangi menjadi US$ 1.832 juta pada tahun 1985/86, kemudian meningkat lagi menjadi US$ 4.051 juta pada tahun berikutnya untuk akhirnya menurun menjadi US$ 1.685 juta pada tahun 1986/87. Begitu pula cada-ngan devisa terus dapat ditingkatkan dari US$ 3.074 juta pada akhir tahun 1982/83 diperkirakan menjadi US$ 6.200 juta pada akhir bulan Maret tahun 1988. Namun demikian berbagai masalah yang berhubungan dengan perkembangan di sektor minyak dan gas bumi serta hutang-hutang luar negeri tetap memerlukan peng-amatan dan kewaspadaan.

344