hasdik.files.wordpress.com · Web viewKemampuan inovasi berhubungan dengan persepsi dan akitvitas...

38
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Orientasi Kewirausahaan Kewirausahaan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai dan kemampuan dari perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Dalam konteks bisnis, menurut Thomas Zimmerer, 1996, kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin serta proses sistematis penerapan kreativitas dan inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang pasar. Supriyanto (2013:3) mengemukakan bahwa : “Entrepreneur adalah seseorang yang berani mengambil risiko untuk mendapatkan laba atau rugi dalam membuat kontrak sebagai penyedia barang menggunakan harga tetap (harga yang telah ditetapkan lebih dulu) dengan pihak pemerintah.

Transcript of hasdik.files.wordpress.com · Web viewKemampuan inovasi berhubungan dengan persepsi dan akitvitas...

31

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Orientasi Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai dan kemampuan dari perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Dalam konteks bisnis, menurut Thomas Zimmerer, 1996, kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin serta proses sistematis penerapan kreativitas dan inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang pasar.

Supriyanto (2013:3) mengemukakan bahwa : “Entrepreneur adalah seseorang yang berani mengambil risiko untuk mendapatkan laba atau rugi dalam membuat kontrak sebagai penyedia barang menggunakan harga tetap (harga yang telah ditetapkan lebih dulu) dengan pihak pemerintah.

Wirausaha menurut Echdar (2013) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.Berani menanggung risiko berarti bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekali dalam kondisi ketidakpastian.

Jiwa kewirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara professional dan minat tersebut hendaknya diikuti dengan perencanaan dan perhitungan yang matang. Entrepreneurship menurut Jhon, J. Kao (1993) mendefinisikan “Entrepreneurship is the attempt to create value through recognision of business opportunity, the management of riks-taking oppropriate to the opportunity, and through the communicative and management skills to mobilize human, financial and material resources necessary to bring a project to fruition. Dengan kata lain berkewirausahaan adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan, kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui keterampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi manusia, uang, dan bahan-bahan baku atau sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya terlaksana dengan baik.

Dimensi Orientasi Kewirausahaan

Penelitian ini mengadopsi indikator variabel orientasi kewirausahaan, yaitu: kemampuan berinovasi, proaktitas, dan keberanian dalam mengambil risiko seperti yang telah digunakan dalam Weerawardena (2003).

Secara grafis, dimensionalisasi variabel sikap kewirausahaan tampak dalam gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Dimensionalisasi Variabel Orientasi Kewirausahaan

Sumber : Weerawardena (2003)

Bentuk dari aplikasi atas sikap-sikap kewirausahaan dapat diindikasikan dengan orientasi kewirausahaan dengan indikasi kemampuan inovasi, proaktif, dan kemampuan mengambil risiko.

1. Kemampuan inovasi berhubungan dengan persepsi dan akitvitas terhadap aktivitas – aktivitas bisnis yang baru dan unik. Kemampuan berinovasi adalah titik penting kewirausahaan dan esensi dari karakteristik kewirausahaan. Beberapa hasil penelitian dan literatur kewirausahaan menunjukan bahwa orientasi kewirausahaan menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan lebih signifikan mempunyai kemampuan inovasi dari pada yang tidak memiliki kemampuan dalam kewirausahaan.

2. Proaktifitas seseorang untuk berusaha  berprestasi merupakan petunjuk lain dari aplikasi atas orientasi kewirausahaan secara pribadi. Demikian pula bila suatu perusahaan menekankan proaktifitas dalam kegiatan bisnisnya, maka perusahaan tersebut telah melakukan aktivitas kewirausahaan yang akan secara otomatis mendorong tingginya kinerja (Weerawardena,2003). Perusahaan dengan aktivitas kewirausahaan yang tinggi berarti tampak dari tingginya semangat yang tidak pernah padam karena hambatan, rintangan, dan tantangan. Sikap aktif dan dinamis adalah kata kuncinya.

3. Kemampuan dalam mengambil resiko didefinisikan sebagai seseorang yang berorientasi pada peluang dalam ketidakpastian konteks pengambilan keputusan. Hambatan risiko merupakan faktor kunci yang membedakan perusahaan dengan jiwa wirausaha dan tidak. Fungsi utama dari tinggiya orientasi kewirausahaan adalah bagaimana melibatkan pengukuran risiko dan pengambilan risiko secara optimal. Peranan berusaha juga sangat memegang peranan penting dalam kemampuan pimpinan, selain tingkat pendidikan dan kemampuan pengambilan risiko, karena dengan pengalaman berusaha yang tinggi maka kemampuan pimpinan untuk melihat keinginan konsumen pada suatu produk juga sangat tinggi.Sikap berwirausaha dan konsekuensi dari perilaku kepada inovasi sangat dipengaruhi oleh latar belakang pimpinannya yang menyangkut pengalaman berusaha pimpinannya.

2.2. Motivasi

Di dalam wirausaha, motivasi ibarat bahan bakar, dialah yang memberi semangat, supaya wirausaha menemukan tujuannya. Tanpa motivasi, wirausaha tidak akan melaju kelancang, bahkan bisa berhenti di tengah jalan. Motivasi didefinisikan Masmuh (2010) sebagai kondisi seseorang yang mendorong untuk mencari suatu kepuasan atau mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, motivasi adalah daya gerak yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Untuk motivasi, merupakan istilah yang berasal dari kata latin, movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi berarti kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atua diri sendiri untuk mengambil tindakan yang dikehendaki.Jadi, motivasi bermakna membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri berbuat sesuatu untuk mencapai kepuasan atau tujuan.

Sopiah (2008) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu.Hasil yang dimaksud bisa berupa produktivitas, kehadiran atau perilaku kerja kreatif lainnya.

Motivasi pada dasarnya adalah proses di mana aktivitas pengarahan tujuan didorong dan berkelanjutan (Schunk, Pintrich & Meece, 2008). Motivasi lebih mengarah pada proses jika dibandingkan dengan sebuah produk. Sebagai sebuah proses, motivasi tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat dilihat dari tindakan dan ucapan. Motivasi melibatkan tujuan yang memberikan dorongan dan arahan terhadap tindakan.Motivasi juga membutuhkan aktivitas fisik dan mental.Aktivitas mental memerlukan usaha, kegigihan dan aktivitas-aktivitas nyata lainnya. Aktivitas mental mencakup tindakan-tindakan kognitif seperti : perencanaan, pengorganisasian, monitoring, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, dan menilai kemajuan. Terakhir motivasi adalah dorongan dan berkelanjutan. Proses motivasional sangat penting untuk tindakan yang berkelanjutan.

Khususnya terkait dengan motivasi kerja, Kanfer (dalam George & Jones, 2008) menjelaskan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai :the psychological forces within a person that determine the direction of the person’s behavior in an organization, effort level, and persistence in the face of obstacle. Hal ini berarti bahwa motivasi adalah kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat upaya dan ketekunan dalam menghadapi rintangan.

Dari definisi tersebut, menurut George dan Jones (2008), motivasi kerja memiliki tiga elemen, yaitu arah perilaku (direction of behavior), tingkat usaha (level of effort), dan tingkat kegigihan (level of persistence).Arah perilaku berkenaan dengan perilaku mana yang dipilih untuk dilakukan dari banyak perilaku potensial yang dapat dilakukan.Tingkat usaha berarti seberapa keras seseorang bekerja untuk melakukan sebuah perilaku yang telah dipilih.Tidak cukup bagi organisasi hanya memotivasi karyawan untuk melakukan fungsi-fungsi perilaku yang dikehendaki, tetapi organisasi juga harus memotivasinya untuk bekerja keras pada perilakunya.Tingkat kegigihan berarti ketika karyawan menghadapi rintangan, jalan buntu, dan menghadapi perlawanan yang keras, tetap berusaha untuk mencoba melakukan perilaku yang diperoleh dengan sukses.Kemudian Davis (1987) menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah kehendak untuk mengatasi tantangan, kemajuan dan pertumbuhan. Dengan demikian motivasi kerja akan sangat menentukan tingkah laku dalam bekerja.

2.3. Budaya Organisasi

Penekanan budaya perusahaan berwirausaha berfokus pada penciptaan dan pemeliharaan budaya manajemen kewirausahaan yang mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan efektivitas dan daya saing dalam organisasi besar mendukung terbentuknya kewirausahaan korporasi yang kuat.

Budaya kewirausahaan menurut Dhewanto (2013:156) adalah apa yang dipelajari oleh suatu kelompok saat memecahkan masalah, bertahan dalam lingkungan eksternal dan integrasi (Schein, 1990). Budaya mempengaruhi ide, nilai dan perilaku orang.Kebudayaan tidak diwariskan secara genetik, dan tidak bisa berdiri sendiri, namun selalu berada dalam anggota masyarakat (Hall, 1976).Hofstede (1980) mendefinisikan budaya sebagai pemograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota satu kelompok dari kelompok lainnya. Konsep budaya menjadi perhatian bagi kalangan akademisi dan praktisi.

Schein (1990) budaya dalam kewirausahaan merupakan: 1. Suatu pola dasar asumsi; 2. Ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok; 3.Sebagai pembelajaran integrasi internal dan adaptasi eksternal; 4. Harus diajarkan ke anggota baru; 5. Cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan suatu masalah.

Ada beberapa dimensi dasar budaya organisasi dalam kewirausahaan dan pertanyaan yang harus dijawab oleh organisasi. Dimensi tersebut berdasarkan Schein (1990) melalui tabel berikut ini :

Tabel 1. Dimensi dasar Budaya Organisasi dalam Kewirausahaan

No.

Dimensi Budaya

Pertanyaan yang harus dijawab

1.

Hubungan organisasi terhadap lingkungan

Budaya menjadikan organisasi dominan, tunduk, atau mencari peluang di lingkungan?

2.

Aktivitas manusia

Budaya menjadikan manusia bertingkah laku dominan/proaktif atau pasif?

3.

Realitas dan kebenaran

Bagaimana orang menentukan apa yang benar dan salah?

4.

Waktu

Apa orientasi dasar organisasi pada masa lalu, sekarang dan masa depan?

5.

Sifat alami manusia

Apakah manusia pada dasarnya baik, netral atau jahat?

6.

Hubungan antar manusia

Bagaimana jalan yang baik untuk mendistribusikan kekuasaan dan perasaan? Apakah hidup bersifat kompetitif atau kooperatif?

7.

Keseragaman vs keaneka-ragaman

Budaya yang seragam atau beranekaragam yang membuat kelompok hidup? Apakah individu harus menyesuaikan atau membuat hal baru?

Sumber : Schein, 1990

Budaya perusahaan memengaruhi banyak area operasi perusahaan. Terdapat dua pengaruh budaya perusahaan yaitu :

1. Melibatkan kewarganegaraan karyawan, hubungan perusahaan dengan lingkungan yang lebih luas. Dalam hal ini, budaya perusahaan membantu dalam menentukan etika dan sikap terhadap publik.

2. Melibatkan manajemen sumber daya manusia. Pada konteks ini budaya memengaruhi kebijakan dan praktik sumber daya manusia dalam perusahaan, termasuk interaksi antara manajer dan karyawan, perbedaan dalam lingkungan kerja, ketersediaan flextime, keselamatan dan program pelatihan, kesehatan dan fasilitas lainnya.

Dalam organisasi, manajemen level atas seharusnya memperlakukan karyawan level dibawahnya dengan layak sehingga mereka termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi organisasi. Terdapat tiga aturan untuk mempertahankan budaya dalam kewirausahaan korporasi, antara lain:

1. Membiarkan kelompok kerja membangun sendiri budaya mereka sehingga mereka dapat bertumbuh bersama dalam lingkungan yang aman dan nyaman.

2. Atasan ikut berpartisipasi, tanpa ikut mengontrol sehingga budaya dapat berkembang tanpa campur tangan atasn.

3. Jangan melupakan hal-hal kecil, karena pada dasarnya budaya terdiri dari tindakan-tindakan kecil.

Dengan meninjau sifat-sifat budaya perusahaan, interpreneur dapat lebih nenilai status organisasi saat ini dengan tujuan untuk memodifikasi atau menghilangkan bagian-bagian yang disfungsional atau tidak praktis, kemudian menggantinya dengan kualitas yang akan meningkatkan lingkungan kerja, produktivitas dan kepuasan karyawan.

Budaya organisasi yang menghasilkan kewirausahaan korporasi yang kreatif mendorong karyawan berkomunikasi lintas area dan level manajemen, menciptakan tim kerja dari divisi berbeda, mendorong pengambilan keputusan dari semua level dan bahkan dai level yang paling bawah, dan memberikan alternatif keputusan bagi tim kerja.

Budaya organisasi yang menghasilkan kewirausahaan korporasi yang kreatif mendorong karyawan berkomunikasi lintas area dan level manajemen, menciptakan tim kerja dari divide berbeda, mendorong pengambilan keputusan dari semua level dan bahkan dari level yang paling bawah, dan memberikan alternatif keputusan bagi tim kerja sehingga mereka tidak terhambat oleh keterbatasan sumber daya (Dehghan & Mohammadali, 2000). Jika suatu perusahaan memiliki budaya dan struktur yang tidak cocok dengan proses kewirausahaan, maka perusahaan akan sulit bertahan.

Karakteristik Budaya Organisasi

Tika (2008 : 10) mengemukakan bahwa budaya organisasi muncul bukan dalam lingkungan yang hampa. Akan tetapi, budaya organisasi terbentuk, di samping ditentukan oleh faktor-faktor internal dari suatu organisasi dan juga oleh faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal organisasi yang turut menentukan karakteristik budaya organisasi adalah kondisi ekonomi, teknologi, sosial politik, hukum baik nasional maupun lokal, nilai-nilai dan hukum, etika, agama, budaya masyarakat, kebiasaan dan bahasa.Aspek-aspek tersebut sangat menentukan bagi corak karakteristik budaya organisasi yang dianut atau dijadikan referensi.Dengan demikian, budaya organisasi, betapapun khas bagi organisasi, tetapi tetap saja berakar dalam lingkungan sosial budaya masyarakat.

Menurut Stepen P. Robbins (2008:10) menyatakan adalah 10 karakteristik budaya organsisasi sebagai berikut : 1. Inisiatif Individual, 2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko, 3. Pengarahan, 4. Integrasi, 5. Dukungan Manajemen, 6. Kontrol, 7. Identitas, 8. Sistem Imbalan, 9. Toleransi terhadap konflik, dan 10. Pola Komunikasi

Untuk dapat menentukan karakteristik budaya organisasi yang dapat meningkatkan kinerja organisasi, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya organisasi juga bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe budaya organsisasi tepat atau relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap organisasi memiliki spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan. Karakteristik organisasi yang berbeda akan membawa perbedaan dalam karakteristik tipe budaya organisasi.

2.4. Kapabilitas

Kapabilitas dapat diartikan sebagai proses terintegrasi yang dirancang untuk menerapkan kumpulan pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya dari perusahaan. Sudut pandang berdasar sumber daya dari perusahaan menganjurkan hasil yang diharapkan dari usaha manajemen perusahaan merupakan penciptaan dan pengiriman dari keunggulan kompetitif yang berkelanjutan yang pada akhirnya adalah pencapaian kinerja bisnis yang unggul. Menurut sudut pandang berbasis sumber daya, keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui kepemilikan aset penting atau kapabilitas (Barney, 1991:101).

Perusahaan secara potensial memiliki akses pada kapabilitas pemasaran yang berbeda hanya mengkhususkan diskusi pada tiga kunci kapabilitas pemasaran yaitu : orientasi pasar (marketing orientation (MO)); batas waktu (time horizon)dalam pengambilan keputusan strategis dalam perusahaan; dan positioning dari kapabilitas perusahaan. Weber (1992) menggolongkan 2 kriteria pertama sebagai bagian dari penggambaran kondisi tingkat perusahaan (corporate level) atau kapabilitas secara keseluruhan (overall capabilities); dan kriteria terakhir sebagai kapabilitas unit bisnis, yang ketiganya menuntun dan mempengaruhi tindakan pemasaran sebuah perusahaan.

Kapabilitas untuk mengadopsi batas strategis dioperasionalisasikan dengan menggunakan 3 (tiga) konstruk yaitu apakah tujuan utama organisasi adalah untuk bertahan; memperoleh keuntungan jangka pendek; atau membangun posisi pasar dalam jangka panjang.Pada akhirnya kapabilitas dalam membangun posisi pasar agar dapat bertahan dilihat sebagai elemen kunci dalam kegiatan pemasaran perusahaan.

Perusahaan boleh saja terlihat mempertahankan beberapa posisi dalam sebuah pasar, tapi yang paling populer adalah terkait dengan kemampuan untuk menjadi berbeda berdasarkan kualitas atau harga dari sebuah produk ataupun pelayanan (Porter, 1980). Ada tiga posisi yang seharusnya diperoleh, yaitu kualitas produk yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing; kualitas layanan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing; kualitas harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan pesaing, karena kapabilitas pemasaran merupakan konsep penilaian atas kinerja proses dalam pemasaran, maka penelitian ini mengadopsi dimensionalisasi variabel kapabilitas pemasaran menurut Tsai & Shih (2004) yang mengukur variabel ini dengan pendekatan bauran pemasaran, yakni : jaringan distribusi, riset pemasaran dan pengembangan produk, strategi harga, dan manajemen promosi. Konsep ini telah dikembangkan pula oleh Day (1994) yang memfokuskan 5 hal yang selaras: penetapan harga, promosi, pengembangan produk, saluran distribusi, dan litbang pemasaran. Karena pengembangan produk dan litbang pemasaran merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, maka penelitian ini cenderung lebih tepat untuk mengadopsi konsep Tsai & Shih (2004) dengan pendekatan kinerja pada bauran pemasarannya.

Mengembangkan kapabilitas atau kemampuan inti adalah proses penentuan tindakan yang tepat bagi perusahaan untuk merumuskan strategi dalam rangka untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Kemampuan inti sebuah perusahaan merupakan konsep kompetensi inti, dan sebagaimana pendapat Ansoff dan McDonnel (2000) bahwa kemampuan perusahaan untuk pindah ke daerah-daerah bisnis baru tergantung pada kemampuan untuk tampil sukses di bidang ini. Selain itu, strategi dan kemampuan memiliki hubungan seperti "ayam dan telur" dan harus mendukung satu sama lain (Lin dan Hsu, 2007).

Kapabilitas dapat diartikan sebagai kapasitas perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang diintegrasikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kapabilitas ‘memampukan’ perusahaan untuk menciptakan dan mengeksploitasi peluang-peluang eksternal serta mengembangkan keunggulan yang berdaya tahan. Kapabilitas inti dapat didefinisikan juga sebagai faktor penentu keberhasilan jangka panjang, atau sebagai rantai nilai, termasuk primer dan mendukung kegiatan yang menciptakan nilai pelanggan.

Perkembangan selanjutnya dari konsep kapabilitas ini berkembang dengan apa yang disebut sebagai kapabilitas dinamik (Teece, et.al., 1997). Kapabilitas dinamik adalah sekumpulan kegiatan yang teratur yang dilakukan sehari-hari yang memungkinkan organisasi mampu merespon terhadap perubahan lingkungan melalui value-creating strategies (strategi penciptaan nilai). Kapabilitas dinamik ini sangat disadari dan diinginkan oleh semua ogranisasi, sayangnya mereka yang berada di dalam organisasi tidak memahami dengan baik, mereka beranggapan bahwa kapabilitas dinamik ini semata-mata dibangun hanya dari sisi human capital resources dan proses penciptaannya sangat rumit.

2.5. Kinerja Usaha Kecil

Menganalisis keberhasilan usaha adalah dengan mengetahui kinerja suatu usaha yang dapat dirumuskan melalui suatu perbandingan nilai yang dihasilkan dari suatu usaha dan nilai yang diharapkan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki.Menurut Kaplan dan Norton (1996), pengukuran kinerja dapat dilihat dari (a).pertumbuhan, (b). pengukuran akuntansi, (c). pendekatan stake holder, (d). pendekatan present value, (e) .pelanggan, (f). proses bisnis secara internal, dan (g). pembelajaran. Kinerja usaha adalah output dari berbagai faktor di atas yang oleh karenanya ukuran ini menjadi sangat penting untuk mengetahui tingkat adaptabilitas bisnis dengan lingkungannya (Kaplan dan Norton, 1996). Kotler (1997) berpendapat bahwa kinerja usaha bukan saja ditentukan oleh strategi tetapi juga menyangkut struktur organisasi, sistem manajemen, alat-alat analisis keuangan, kepemimpinan serta budaya perusahaan, sehingga perusahaan merupakan input dari berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Kinerja organisasi juga dipengaruhi oleh kinerja individu yakni berkaitan dengan karakteristik individu (Gibson, 1992).

Konsep dan kriteria UKM mengacu pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).

Usaha dalam meningkatkan kinerja Usaha Kecil hendaknya diawali dengan mengenali faktor-faktor yang menjadi permasalahan penguatan dan pemberdayaan usaha tersebut. Kemudian mengidentifikasi faktor-faktor penting yang menentukan kinerja UKM sesuai dengan konteksnya. Setyobudi (2007) membagi permasalahan UKM dalam tiga kategori yakni:

1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UKM (basic problems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran.

2. Permasalahan lanjutan (advancedproblems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di Negara tujuan ekspor.

3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai problem dalam UKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan penanganannya pun seharusnya berbeda pula.

2.6. Penelitian Terdahulu

1. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kapabilitas

Kewirausahaan adalah faktor kunci dalam mendeterminasikan aktifitas pembangunan kapabilitas perusahaan. Orientasi kewirausahaan dari suatu perusahaan akan mendorong orientasi kompetitifnya.. Kewirausahan juga merupakan elemen kunci dalam mendapatkan keunggulan bersaing yang tentu saja juga akan berakibat positif pada kinerja finansialnya.

Perusahaan dengan kemampuan wirausaha yang tinggi akan sangat memperhatikan inovasi, inisiasi perubahan, dan kecepatan respon yang tinggi untuk terus berubah secara fleksibel (Naman & Slevin, 1993). Orientasi kewirausahaan dalam penelitian ini merupakan bentuk perilaku di mana atau bagaimana perusahaan menunjukkan inovasinya, proaktifitas, dan keberaniannya mengambil resiko dalam keputusan-keputusan strategisnya. Izzoni (1991) telah menunjukkan tingginya keeratan hubungan di antara orientasi kewirausahaan, kapabilitas perusahaan, dan inovasi. Menurutnya, Strategi berbasis inovasi akan mengakumulasi kapabilitas spesifik yang akan membedakannya dengan pesaing-pesaing dan mempunyai kemampuan yang cukup untuk menghadapi lingkungan yang berbeda-beda.

Aktifitas fundamental dari kewirausahaan tidak hanya dengan menciptakan produk-produk yang lebih unggul dibandingkan pesaing, namun juga unggul dan mendapatkan pengakuan dari pelanggan karena secara eksplisit memang telah menjadi bagian dari kebutuhannya (Weerawardena, 2003,422). Ciri ataupun sifat kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan perolehan pengetahuan melalui eksplorasi, asumsi menantang untuk menciptakan pembelajaran generatif, dan pengembangan cepat perilaku-perilaku baru terhadap daya ungkitan pembelajaran (Narver & Slater, 1995). Ketiganya juga merupakan anteseden upaya-upaya peningkatan kapabilitas pemasaran secara integral yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja pemasaran.

Hasil penelitian yang sedikit berbeda adalah temuan Barret (2000) yang menyatakan bahwa kewirausahaan korporat akan memberikan efek positif pada kinerja perusahaan di mana bauran pemasaran sebagai manifestasi taktik pemasaran dan petunjuk nyata kinerja pemasaran hanya merupakan faktor moderator. Ini berarti bahwa peran kinerja pemasaran hanya terbukti menjadi faktor pendukung dan bukan menjadi tujuan hasil.

2. Pengaruh Motivasi Kewirausahaan terhadap Kapabilitas

Dan jika melihat realita bisnis dimana motivasi berwirausaha, inovasi khususnya inovasi produk memang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan yang dialami pengusaha. Seseorang yang memiliki motivasi berwirausaha yang tinggi, akan melakukan suatu tindakan dalam proses bisnisnya, seperti melakukan suatu inovasi untuk mencapai orientasi labanya.

Motivasi merupakan motif seseorang yang ada dalam diri, yang membangkitkan, mengaktifkan, mengarahkan perilakunya menuju pencapaian terhadap tujuan.Motivasi dibagi menjadi dua jenis oleh Handoko (1994), yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang muncul dari dalam, sehingga tindakan yang dilakukan benar-benar untuk mencapai tujuan yang bersumber dari dirinya.Sedangkan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang muncul dari luar, sehingga tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai sesuatu yang berada diluar dirinya.

Menurut Drucker (2002), berwirausaha merupakan kegiatan menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dengan berpikir secara kreatif dan bertindak inovatif dalam mencapai suatu peluang yang ada.

Menurut Hisrich, dkk (2005) menyatakan bahwa berwirausaha merupakan proses yang dinamis atas penciptaan tambahan kekayaan, yang diciptakan oleh individu yang berani dalam mengambil resiko dengan syarat-syarat termasuk waktu, komitmen dan penyediaan terhadap berbagai barang dan jasa. Sedangkan Kao (1993), berwirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan peluang bisnis, pengambilan resiko yang tepat, dan melalui keterampilan manajemen untuk menggerakkan/memberdayakan sumber daya yang ada.

Berdasarkan pengertian motivasi dan berwirausaha tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berwirausaha merupakan daya penggerak/dorongan dalam diri yang menimbulkan semangat terhadap penciptaan suatu kegiatan/pekerjaan dengan melihat peluang yang ada disekitar, bertindak berani dalam mengambil resiko, melakukan kegiatan yang inovatif, serta memiliki orientasi terhadap laba.

3. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kapabilitas

Menurut Moelyono Djokosantoso (2005), adanya keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja perusahaan tersebut. Nilai dan keyakinan dalam perusahaan dapat menjadi panutan bagi seluruh anggota perusahaan sehingga dapat diwujudkan menjadi perilaku keseharian dalam bekerja, dan mampu menjadi kinerja individual. Didukung dengan sumber daya yang ada dalam perusahaan (teknologi, sumber daya manusia, logistik dan strategi perusahaan), masing-masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja perusahaan yang besar.

Hubungan kekuatan budaya organisasi dengan kinerja meliputi tigagagasan yaitu: (1) penyatuan tujuan yaitu dalam sebuah perusahaan yang budayanya kuat cenderung berbaris mengikuti pimpinan; (2) budaya yang kuat akan menciptakan suatu tingkatan yang luar biasa dalam diri para karyawan;dan (3) budaya yang kuat membantu kinerja karena memberikan struktur modal dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang kaku dan yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.

Budaya organisasi yang disosialisasikan dengan komunikasi yang baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh bagi organisasi, kinerja dan daya saing dalam jangka panjang. Pembentukan kinerja yang baik dihasilkan jika terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehinggamembentuk internalisasi budaya organisasi yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai-nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi positif terhadap strategi perusahaan yang segera harus dilaksanakan yang akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan.

3. Pengaruh Kapabilitas terhadap Kinerja Usaha

Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kemampuan manajemen atau kapabilitas bepengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah bordir di Jawa Timur. Apabila seorang wirausaha memiliki kemampuan manajemen yang baik dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengantar barangpesanan dengan cepat, kemampuan membuat keputusan sendiri, kemampuan menyelesaikan masalah usaha, kemampuan mengarahkan dan memotivasi karyawan, mampu mendelegasikan pekerjaan, mampu membuat rencana strategi yang baik, kemampuan melihat perubahan lingkungan, mampu membangun tim kerja yang handal serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik internal, maka dia akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi baik dari para karyawannya ataupun dari konsumennya. Dengan adanya keseimbangan baik dari sisi internperusahaan yang kondusif maupun tingkat kepercayaan konsumen dalam hal ketepatan dari proses pemesanan barang, hal ini akan berdampak terhadap kinerja usaha yang makin meningkat.

Pertumbuhan dan transformasi dari usaha melibatkan semua fungsi, aktivitas serta tindakan dari pemilik dan pengelola usaha dan hal ini berhubungan dengan kemampuan mengalokasikan sumber daya, ketanggapan serta keinginan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi. Untuk melengkapi penelitian terdahulu dibawah ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu namun dalam bentuk matrik pada tabel berikut:

B. KERANGKA PIKIR

Dalam beberapa tahun terakhir perekonomian industri jumlah rata-rata di atas 6% pertahun, salah satu faktor yang menyebabkan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia dewasa ini adalah diakibatkan oleh adanya peningkatan sektor usaha mikro dan industri kecil. Hal ini dapat dilihat bahwa pertumbuhan sektor UMKM di kota Makassar cukup signifikan hingga akhir tahun 2013, sedangkan pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil triwulan I tahun 2013 naik 4,84% dibanding triwulan I 2012.

Pertumbuhan UKM di tahun 2013, adalah salah satu faktor yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga dalam menunjang kegiatan usaha Mikro dan Industri kecil dewasa ini maka perlu diperhatikan oleh adanya peningkatan kinerja usaha, dimana kinerja adalah mengacu pada tingkat pencapaian atau prestasi dan peningkatan dalam kurun waktu tertentu dan kinerja sebuah perusahaan adalah hasil yang sangat menentukan dalam perkembangan suatu perusahaan.

Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja usaha yang dikelola, oleh karena itulah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan kinerja usaha yang dikelola adalah orientasi kewirausahaan.Dimana orientasi kewirausahaan yang juga berkaitan erat dengan penggerak utama keuntungan sehingga seorang wirausahawan dapat memperoleh kesempatan untuk mengambil keuntungan dan memiliki peluang-peluang tersebut yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap kinerja usaha.Covin dan Slevin dalam Hanifah (2012) yang mengemukakan bahwa orientasi kewirausahaan yang semakin tinggi dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan produksi menuju kinerja usaha yang lebih baik.

Hanifah (2012) yang meneliti pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja perusahaan, dimana menemukan bahwa secara parsial orientasi kewirausahaan, budaya organisasi dan strategi bisnis terhadap kinerja perusahaan berperanan secara signifikan.

Alifuddin (2013) yang mengemukakan bahwa dalam konteks wirausaha, motivasi berfungsi memberikan minat sejumlah minat seseorang melakukan kerja maka motivasi menjadi penentu.Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha industri kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wisda (2012) peneliti menemukan bahwa motivasi, kemampuan manajerial dan kompetensi terhadap kinerja usaha pedagang kaki lima di Bekasi berpengaruh signifikan. Penelitian lainnya yakni Vivin (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berwirausaha berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan usaha.

Budaya organisasi merupakan salah satu hal yang penting, hal ini menurut Atmo Soeroso dalam Lilis (2006) yang mengemukakan bahwa budaya organisasi atau budaya perusahaan yang kuat akan mempengaruhi pimpinan manajemen suatu pekerjaan menjadi lebih menyenangkan. Oleh karena perlu tetap diperlihatkan kebenarannya. Sehingga dengan adanya budaya organisasi maka akan mempengaruhi peningkatank inerja usaha. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2012) dari hasil penelitian menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Selanjutnya dilihat dari upaya yang dilaukan oleh setiap wirausaha maka faktor yang menentukan keberhasilan setiap pelaku usaha dalam menjalankan unit usaha yang dikelola adalah sangat ditunjang oleh adanya kapabilitas (kemampuan manajemen) yang dimiliki dalam menjalankan unit usaha yang dikelola. Dimana menurut Mulyanto dalam Wisda (2013) yang menyatakan bahwa kapabilitas atau kemampuan manajerial berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola usaha, seperti : perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengawasan dan penilaian. Selanjutnya Hery Weisa (2000) yang menyatakan bahwa kemampuan (kapabilitas) mengacu pada keterampilan (skill) perusahaan dalam mengkoordinir sumberdaya dan menempatkan untuk penggunaan secara produktif.

Kemudian Moelyanto dalam Hery (2006) bahwa suatu perusahaan walaupun mempengaruhi sumber daya yang bernilai dari aktiva tetap bila tidak berkemampuan dalam menggunakan sumber daya yang efektif maka perusahaan tidak dapat mempertahankan kemampuannya secara jangka panjang.Oleh karena itulah dapat dikatakan bahwa kemampuan mempunyai peranan yang besar dalam menciptakan kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wisda (2012) yang menemukan bahwa kemampuan manajerial mempengaruhi kinerja usaha pedagang kaki lima di Bekasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hery Wiswsa (2006) yang menemukan bahwa kemampuan usaha berpengaruh terhadap kinerja usaha.

Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, akan dapat disajikan kerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4

Kerangka Pikir

C. HIPOTESIS

Berdasarkan Kerangka pikir yang telah diuraikan, maka akan disajikan beberapa hipotesis penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Orientasi kewirausahaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah di kota Makassar melalui kapabilitas.

2) Motivasi kewirausahaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah di kota Makassar melalui kapabilitas.

3) Budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah di kota Makassar melalui kapabilitas.

4) Orientasi kewirausahaan, motivasi, dan budaya organisasi secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah di kota Makassar melalui kapabilitas.

Kemampuan berinovasi

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN

Proaktivitas

Kemampuan mengambil resiko

Orientasi Kewirausahaan

Kinerja UKM

Kapabilitas

Motivasi

Budaya

Organisasi