armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web...

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai media massa, biasa memunculkan sebuah berita kasus-kasus kekejaman, seperti pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, bisnis kotor, pasar gelap, dan masih banyak lagi. Seperti berita pembunuhan, media mengambil gambar dalam adegan reka ulang, dan memfoto korban dalam keadaan yang sangat mengerikan untuk ditonton. Teori normatif hadir sebagai tanggungjawab sosial. Dari sana, munculah pertanyaan-pertanyaan luas mengenai peran media semacam ini berkaitan dengan isu yang menyangkut perilaku media-media sehari- hari. Bagaimana seharusnya penataan kembali manajemen media dan pekerjaan produksi? Standart etika dan moral seperti apa yang harus diikuti para profesional di bidang media? Adakah keadaan yang dikatakan pantas dan bahkan dikatakan perlu untuk menyerang ranah pribadi seseorang atau beresiko menghancurkan reputasi mereka? Harsukah surat kabar mencetak berita mengenai bisnis kotor, bahkan jika perusahaan tersebut merupakan salah satu pengiklan terbesar? Dan masih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan serupa. 1

Transcript of armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web...

Page 1: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai media massa, biasa memunculkan sebuah berita kasus-kasus

kekejaman, seperti pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, bisnis kotor, pasar

gelap, dan masih banyak lagi. Seperti berita pembunuhan, media mengambil

gambar dalam adegan reka ulang, dan memfoto korban dalam keadaan yang

sangat mengerikan untuk ditonton. Teori normatif hadir sebagai

tanggungjawab sosial.

Dari sana, munculah pertanyaan-pertanyaan luas mengenai peran media

semacam ini berkaitan dengan isu yang menyangkut perilaku media-media

sehari-hari. Bagaimana seharusnya penataan kembali manajemen media dan

pekerjaan produksi? Standart etika dan moral seperti apa yang harus diikuti

para profesional di bidang media? Adakah keadaan yang dikatakan pantas dan

bahkan dikatakan perlu untuk menyerang ranah pribadi seseorang atau

beresiko menghancurkan reputasi mereka? Harsukah surat kabar mencetak

berita mengenai bisnis kotor, bahkan jika perusahaan tersebut merupakan salah

satu pengiklan terbesar? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan serupa.

Jawaban-jawaban atas pertanyaan semacam ini ditemukan dalam teori

normatif – jenis teori yang menggambarkan cara paling ideal untuk mengatur

dan menjalankan sistem media.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teori normatif media?

2. Apa saja teori-teori normatif?

1

Page 2: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Teori Normatif

Teori normatif tentang pers mengandung beberapa pandangan tentang

harapan masyarakat terhadap pers dan peran yang seharusnya dimainkan oleh

pers tersebut. Meskipun setiap bangsa cenderung menganut teori normatif

tersendiri yang khas dan rinci, namun masih terdapat beberapa prinsip umum

yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi berbagai konsep khusus yang

dianut oleh berbagai bangsa. Setiap ragam utama teori normatif ini cenderung

dikaitkan dengan sistem politik/pemerintahan dimana pers tersebut menjadi

subsistemnya.

B. Asal Mula Teori Normatif Media

Bertentangan pandangan dan perdebatan peranan media massa telah

dikemukakan. Berada disatu kubu yang ekstrem adalah orang-orang yang

mendukung libertarianisme radikal. Mereka prcaya bahwa seharusnya tidak

ada aturan dari pemerintah untuk industri media. Mereka adalah penganut

Absolut First Amandement, yang menganut “kebebasan pers” secara harfiah,

yang berarti bahwa segala bentuk media bebas dari peraturan.1 Mereka

menganggap kontrol pemerintah yang otoriter cenderung dipraktikkan secara

sewenang-wenang dan sering berubah-ubah.2

Di kubu lawan adalah mereka yang percaya dengan pengaturan

langsung terhadap media, yang umumnya dilakukan pemerintah atau komisi.

Mereka yang mendukung kontrol teknokratik adalah orang-orang seperti

Harold Lasswell atau Walter Lipmann. Mereka berpendapat bahwa praktisi

media tidak dapat dipercaya untuk berkomunikasi secara bertanggung jawab

1 Stanley J. Baran dan Dannis K. Davis. Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future. UIC Building Singapore: Chengage Learning Asia Pte Ltd. Diterjemahkan oleh Afrianto Daud dan Putri Iva Izzati. 2010. Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Edisi ke 5 hlm: 1262 Ibid hlm: 128

2

Page 3: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

atau menggunakan media secara efektif untk melayani kepentingan publik

yang vital, terutama selama masa-masa perang atau perubahan sosial.3

Para pendukung kontrol mendasarkan argumen mereka pada teori

propaganda. Ancaman yang dilakukan propaganda sangat besar sehingga

mereka percaya bahwa informasi yang dikumpulkan dan disiarkan haruslah

berada dibawah pengawasan orang-orang yang bijak, teknokrat yang dapat

dipercaya untuk bertindak berdasarkan kepentingan publik.

Pihak lain yang mendukung peaturan mendasarkan pada teori

masyarakat massa. Mereka merasa resah dengan kekuatan konten media yang

mulai melemahkan budaya elit dengan bentuk hiburan-hiburan dangkal.

Oleh karena itu, baik propaganda maupun teori masyarakat massa dapat

digunakan untuk melobi regulasi media. Kedua perspektif tersebut memandang

media sebagai kekuatan yang besar dan subversif yang harus berada di bawah

kontrol orang-orang yang benar, mereka yang dapat dipercaya untuk bertindak

atas nama kepentingan publik. Walaupun banyak penguasa yang percaya akan

kebutuhan untuk mengontrol media, mereka tidak dapat mencapai kesepakatan

mengenai siapa yang harus melakukan hal tersebut.

C. Teori-teori Pers

Dari dimensi sejarah, pertumbuhan dan perkembangan pers dunia,

maka kita mengenal beberapa macam teori atau konsep dasar tentang pers,

yang masing-masing mencerminkan sistem sosial dan sistem politik dimana

pers itu berkembang. Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wibur Schramm

(1963), dalam Four Theories of the Press membedakan teori pers ke dalam:

Teori Pers Otoriter, Teori Pers Liberal, Teori Pers Komunis, Teori Pers

Tanggungjawab Sosial. Kemudian, McQuaill (1987) menambahkan lagi

dengan dua teori normatif pers. Yaitu: Teori Pers Pembangunan, dan Teori

Pers Demokratik-Partisipan.4

1. Teori Pers Otoriter (authorian)

Teori otoriter lahir pada abad kelima belas sampai keenam belas

pada masa bentuk pemerintahan bersifat otoriter (kerajaan absolut). Dalam

3 Ibid hlm 1264 Ibid hlm 154

3

Page 4: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

teori ini pers berfungsi menunjang negara (kerajaan) dan pemerintah

dengan kekuasaan untuk memajukan rakyat sebagai tujuan utama. Oleh

karena itu pemerintah langsung menguasai dan mengawasi kegiatan pers.

Akibatnya sistem pers sepenuhnya berada di bawah pengawasan

pemerintah. Kebebasan pers sangat bergantung pada kekuasaan raja yang

mempunyai kekuasaan mutlak.

Dalam sistem ini, manusia adalah bagian dari masyarakat. Manusia

baru dapat berarti kalau ia hidup dalam kelompok. Sebagai individu,

kegiatannya sangat terbatas. Kelompok lebih penting dari individu.

Masyarakat tercermin dalam organisasi-organisasi, dan yang terpenting

adalah negara. Negara disebut sebagai tujuan akhir dari proses organisasi

masyarakat. Negara adalah pusat segala kegiatan. Pengetahuan dan

kebenaran dicapai melalui interaksi individu. Interaksi ini harus terkontrol

dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan. Berdasarkan

asumsi di atas, teori ini cenderung membentuk satu sistem kontrol yang

efektif dan menggunakan pers sebagai alat penguasa.

Prinsip utama dari teori ini adalah sebagai berikut:

a. Pers seyogyanya tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak wewenang

yang ada.

b. Pers selamanya (akhirnya) harus tunduk pada penguasa yang ada.

c. Pers seyogyanya menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai

moral dan politik atau dominan mayoritas.

d. Penyensoran dapat dibenarkan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini.

e. Kecaman yang tidak dapat diterima terhadap penguasa, penyimpangan

dari kebijaksanaan resmi, atau perbuatan yang menentang kode moral

dipandang sebagai perbuatan pidana.

f. Wartawan atau ahli pers lainnya tidak memiliki kebebasan di dalam

organisasi persnya.

Sistem politik Indonesia pada jaman Orde Baru pernah menerapkan

teori ini. Abdul Muis (2005) mengatakan bahwa negara-negara yang

menganut teori pers otorian, seperti Indonesia di zaman Orde Baru,

menerapkan pemasungan terhadap kebebasan pers dengan memberlakukan

UU no 11 tahun 1966 juncto UU no 21 tahun 1982. Dalam dua undang-

4

Page 5: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

undang tersebut, secara tersurat, memberi kewenangan yang sangat

signifikan kepada pemerintah untuk mengatur pola-pola komunikasi sistem

pers pada waktu itu.

2. Teori Pers Liberal

Sistem pers liberal ini berkembang pada abad ketujuh belas dan

kedelapan belas sebagai akibat timbulnya revolusi industri dan perubahan

besar di dalam pemikiran-pemikiran masyarakat di Barat pada waktu itu

yang lebih dikenal sebagai abad aufklarung (abad pencerahan).

Menurut teori ini, manusia pada dasarnya mempunyai hak-haknya

secara alamiah untuk mengejar dan mengembangkan potensinya apabila

diberikan iklim kebebasan menyatakan pendapat. Hal ini tidak mungkin

berlaku apabila terdapat kontrol dari pemerintah. Menurut paham

liberalisme, manusia pada hakekatnya dilahirkan sebagai makhluk bebas

yang dikendalikan oleh ratio atau akalnya. Kebahagiaan dan kesejahteraan

individu merupakan tujuan dari manusia, masyarakat, dan negara. Manusia

sebagai makhluk yang menggunakan akalnya untuk mengatur dunia

sekelilingnya dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang sesuai

dengan kepentingannya. Oleh karena kemampuan yang dimilikinya ini,

maka manusia merupakan unsur utama dari dunia peradaban dan sekaligus

sebagai penggeraknya. Kedudukan istimewa yang diberikan kepada

individu dalam masyarakat libertarian ini, mengakibatkan timbulnya

anggapan bahwa fungsi dari masyarakat ialah untuk memajukan

kepentingan anggota-anggotanya secara individual. Mengenai hakekat

kebenaran dan pengetahuan, paham liberal memandang sebagai tidak

berasal dari kelompok kecil orang-orang yang berkuasa atau merupakan

monopoli mereka, akan tetapi harus ditemukan sendiri oleh manusia dengan

manfaatkan akalnya.

Mengenai kebebasan pers, teori libertarian beranggapan bahwa pers

harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia

dalam usahanya mencari kebenaran. Untuk mencari kebenaran, manusia

memerlukan kebebasan untuk memperoleh informasi dan pikiran-pikiran

yang hanya dapat secara efektif diterima ketika itu, apabila disampaikan

melalui pers.

5

Page 6: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

Prinsip utama dari teori ini adalah sebagai berikut:

a. Publikasi seyogyanya bebas dari setiap penyensoran pendahuluan oleh

pihak ketiga.

b. Tindakan penerbitan dan pendistribusian seyogyanya terbuka bagi setiap

orang atau kelompok tanpa memerlukan izin atau lisensi.

c. Kecaman terhadap pemerintah, pejabat, atau partai politik (yang berbeda

dari kecaman terhadap orang-orang secara pribadi atau pengkhianatan

dan gangguan keamanan) seyogyanya tidak dapat dipidana, bahkan

setelah terjadinya peristiwa itu.

d. Seyogyanya tidak ada kewajiban mempublikasikan segala hal.

e. Publikasi ”kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi

kebenaran, dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan keyakinan.

f. Seyogyanya tidak ada batasan hukum yang diberlakukan terhadap upaya

pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi.

g. Seyoyanya tidak ada batasan yang diberlakukan dalam impor dan ekspor

atau pengiriman atau penerimaan ”pesan” di seluruh pelosok negeri.

h. Wartawan seyogyanya mampu menuntut otonomi profesional yang

sangat tinggi di dalam organisasi mereka.

Sistem politik Indonesia, terutama pada tahun 1950 - 1959 dengan

berlakunya UUDS, pernah menerapkan teori pers liberal. Peraturan

perundangan tentang pers masih mengacu pada KUHP warisan kolonial.

Realitas kehidupan pers benar-benar menggambarkan penerapan teori pers

liberal. Namun, Pers pada masa itu cenderung tidak lagi dipergunakan

untuk perjuangan negara –masyarakat dan bangsa- namun dipergunakan

sebagai terompet partai/golongan. Banyak surat kabar yang beredar

merupakan organ dari partai politik pada sistem politik waktu itu (baca

Tribuana Said, 1988, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers

Pancasila,). Pada waktu itu, Merdeka dan Indonesia Raya merupakan surat

kabar yang masih bisa disebut sebagai surat kabar yang netral

(memperjuangkan kepentingan bangsa).

3. Teori Pers Komunis

Teori ini berkembang pada awal abad kedua puluh sebagai akibat

dari sistem komunis di Uni Soviet. Sistem ini mendasarkan diri pada teori

6

Page 7: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh teori Dialektika

Hegel. Sesuai dengan sejarah kelahirannya dan pertumbuhannya yang tidak

dapat dilepaskan dari sejarah ideologi komunis dan berdirinya negara Uni

Soviet, maka teori pers ini lebih sering disebut dengan istilah Pers Totalitar

Soviet atau Pers Komunis Soviet.

Dalam teori komunis ini, pers merupakan alat pemerintah (partai)

dan bagian integral dari negara. Ini berarti bahwa pers harus tunduk pada

perintah dan kontrol dari pemerintah atau partai. Tunduknya pers pada

partai komunis membawa arti yang lebih dalam, yaitusebagai alat dari

partai komunis yang berkuasa. Kritik diijinkan dalam pers, tetapi kritik

terhadap dasar ideologi dilarang. Pers melakukan apa yang terbaik menurut

pemimpin elit negara dan partai, dan apa yang terbaik bagi elit negara dan

partai. Yang dilakukan pers untuk mendukung komunis dan negara sosialis

mwerupakan perbuatan moral, sedangkan perbuatan membahayakan atau

merintangi pertumbuhan komunis adalah pembuatan immoral. Fungsi pers

komunis ditetapkan sebagai alat untuk melakukan indoktrinasi massa atau

pendidikan massa yang dilancarkan oleh partai. Bimbingan dan pendidikan

massa ini dilakukan melalui propaganda dan agitasi yang merupakan salah

satu aspek terpenting dari fungsi partai dan kegiatan formal negara.

Tunduknya pers secara total kepada partai komunis ini membawa

konsekuensi bahwa kebebasan dibatasi untuk menerbitkan berita-berita atau

pandangan-pandangan sendiri, demikian juga usahanya memanfaatkan

kebebasan untuk sedapat mungkin melayani kepentingan atau pendapat para

pembacanya.

Postulat teori ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

a. Pers seyogyanya melayani kepentingan dari, dan berada di bawah

pengendalian, kelas pekerja.

b. Pers seyogyanya tidak dimiliki secara pribadi.

c. Pers harus melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan: sosialisasi

terhadap norma yang diinginkan; pendidikan; informasi; motivasi;

mobilisasi.

d. Di dalam tugas menyeluruhnya bagi masyarakat, pers seyogyanya

tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan audiensnya.

7

Page 8: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

e. Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk

mencegah, atu menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi anti

masyarakat.

f. Pers perlu menyediakan pandangan yang purna (complete) dan objektif

tentang masyarakat dan dunia, dalam batas-batas prinsip marxisme-

leninisme.

g. Wartawan adalah profesi yang bertanggung jawab dengan tujuan dan

cita-citanya, seyogyanya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat.

h. Pers hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan di luar

negeri.

4. Teori Pers Tanggungjawab Sosial

Teori tanggung jawab sosial ini muncul pada permulaan abad kedua

puluh sebagai protes terhadap kebebasan yang mutlak dari teori lebertarian

yang mengakibatkan kemerosotan moral pada masyarakat. Dasar pemikiran

teori ini adalah kebebasan pers harus disertai tanggung jawab kepada

masyarakat. Teori ini merupakan hasil pemikiran para ahli pikir ketika itu

yang merasa bahwa teori lebertarian murni dan tradisional sudah tidak

sesuai lagi dengan keadaan zaman dan kebutuhan masyarakat pada waktu

itu. Teori ini sering dianggap sebagi bentuk revisi terhadap teori-teori

sebelumnya, yang menganggap bahwa tanggung jwab pers terhadap

masyarakat sangat kurang. Hal ini ingin ditekankan sebagai orientasi yang

utama dari pers. Penekanan tanggung jawab moral kepada masyarakat

dengan usaha untuk menghindari kemungkinan terjadinya keadaan yang

membahayakan kesejahteraan umum. Teori ini berasal dari dari sebagian

besar laporan ”Komisi Hutchins” yang diterbitkan pada tahun 1947. dari

laporan ini dikembangkan pendapat betapa pentingnya peran pers dalam

masyarakat modern seperti sekarang ini, menekankan pada keharusan akan

adanya tanggung jawab sosial dari setiap pers komunikasi.

Para pemilik pers pada teori tanggung jawab sosial yang tidak puas

terhadap fungsi pers dalam teori libertarian, berpendapat bahwa pers tidak

dapat menjalankan fungsinya secara sempurna. Dalam memberikan

pelayanan kepada sistem ekonomi, mereka mengharapkan agar tugas-tugas

yang dijalankan oleh pers tidak mendahului fungsi-fungsi pers yang lain,

8

Page 9: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

seperti meningkatkan proses demokrasi dan pemberian penerangan kepada

masyarakat. Hiburan yang disajikan haruslah hiburan yang baik. Dalam

mencukupi keuangan pers-pers individu tertentu, hendaknya diberikan

kebebasan untuk mencari pasar.

Theodore Peterson (dalam Rachmadi, 1990) mengatakan bahwa

teori tanggung jawab sosial mendasarkan pada pandangannya kepada suatu

prinsip bahwa ”kebebasan pers harus disertai dengan kewajiban-kewajiban,

dan pers mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab kepada

masyarakat guna melaksanakan tugas-tugas pokok yang dibebankan kepada

komunikasi massa dalam masyarakat modern seperti sekarang ini”.

Prinsip utama teori tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut:

a. Pers seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada

masyarakat.

b. Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang

tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan,

obyektivitas, dan keseimbangan.

c. Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, pers seyogyanya

dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang

ada.

d. Pers sebaiknya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan

kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan

terhadap minoritas eynik atau agama. Pers secara keseluruhan hendaknya

bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan

memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai

sudut pandang dan hak untuk menjawab.

e. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama,

memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan

intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.

f. Wartawan dan pers profesional seyogyanya bertanggungjawab terhadap

masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar.

Sejak sistem politik Indonesia mengundangkan UU no 40 tahun

1999, secara normatif, kita telah menganut teori Pers Tanggungjawab

Sosial. Berbeda dengan UU no 11 tahun 1966 juncto UU no 21 tahun 1982

9

Page 10: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

yang memberi kewenangan pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers,

UU no 40 tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat.

Penanda itu terletak antara lain pada pasal 15 dan 17 UU no 40 tahun 1999.

5. Teori Pers Pembangunan.

Titik tolak bagi teori pembangunan yang tersendiri tentang pers

ialah adanya fakta beberapa kondisi umum negara berkembang yang

membatasi aplikasi teori lain atau yang mengurangi kemungkinan

maslahatnya. Salah satu kenyataan adalah tiadanya beberapa kondisi yang

diperlukan bagi pengembangan sistem komunikasi massa: infrastruktur

komunikasi; ketrampilan profesional; sumber daya produksi dan budaya;

audiens yang tersedia. Faktor lain, yang berhubungan, adalah

ketergantungan pada dunia telah berkembang atas hal-hal yang menyangkut

produk teknologi, ketrampilan, dan budaya. Ketiga, masyarakat sedang

berkembang sangat gandrung menekankan pembangunan ekonomi, politik,

dan sosial sebagai tugas utama nasional, untuk mana semua lembaga lain

harus bermuara. Keempat, fakta semakin menunjukkan bahwa negara

sedang berkembang menyadari keserupaan jatidiri dan kepentingan mereka

dalam politik internasional.

Dari berbagai kondisi tersebut muncul seperangkat harapan dan

prinsip normatif tentang pers yang menyimpang dari hal-hal yang

tampaknya berlaku, baik di dunia kapitalis maupun di dunia komunis. Tentu

saja benar bahwa di kebanyakan negara yang dipandang sebagai negara

berkembang, pers diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang

berasal dari teori yang telah dikemukakan sebelumnya –teori otoriter,

liberal, tanggung jawab sosial, dan soviet komunis. Meskipun demikian,

perlu dikemukakan pernyataan sementara, khususnya dalam pandangan

tentang fakta bahwa kebutuhan negara sedang berkembang akan

komunikasi di masa lampau cenderung dinyatakan dalam hubungan dengan

pengaturan kelembagaan yang ada, dengan penekanan khusus pada peran

positif pers komersial untuk merangsang pembangunan atau pada kampanye

pers untuk mendorong timbulnya perubahan ekonomi ke arah model

masyarakat industri.

10

Page 11: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

Satu hal yang paling menyatukan teori pers pembangunan adalah

penerimaan pembangunan ekonomi itu sendiri (yang karenanya perubahan

sosial), dan sering kali pembangunan bangsa (notion-building) yang

bersangkutan sebagai tujuan utama. Untuk mencapai tujuan tersebut,

kebebasan tertentu dari pers dan para wartawan tunduk pada tanggung

jawab mereka untuk membantu pencapaiannya. Pada saat saat yang sama,

yang ditekankan adalah tujuan kolektif dan bukan kebebasan individu.

Prinsip utama dari teori ini adalah sebagai berikut:

a. Pers seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan

positif sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional.

b. Kebebasan pers seyogyanya dibatasi sesuai dengan (1) prioritas

ekonomi, dan (2) kebutuhan pembangunan masyarakat.

c. Pers perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional.

d. Pers hendaknya memprioritaskan berita dan informasinya negara sedang

berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis, kebudayaan,

atau politik.

e. Para wartawan dan karyawan pers lainnya memiliki tanggung jawab

serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan

penyebarluasannya.

f. Bagi kepentingan tujuan pembangunan, negara memiliki hak untuk

campur tangan dalam, atau membatasi, pengoperasian pers serta sarana

penyensoran, subsidi, dan pengendalian langsung dapat dibenarkan.

Rogers (1976) dalam Communication and Development: Critical

Perspective, menyatakan bahwa peranan pers dalam pembangunan dapat

efektif apabila:

a. Isi pers relevan dengan jenis-jenis pembangunan yang cocok dengan

masyarakatnya;

b. Isi pers relevan dengan perubahan struktur sosial yang diperlukan bagi

tercapainya tujuan pembangunan.

Konsep pembangunan pernah juga menjadi wacana (berlanjut

menjadi program) dalam kehidupan pers Indonesia. Misal, seperti yang

diputuskan dalam sidang Pleno XXV Dewan Pers di Surakarta pada 7-8

Desember 1984 yang tersurat sebagai berikut: ”Pers Indonesia adalah Pers

11

Page 12: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya

berdasarkan pada nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. pers

Pembangunan adalah Pers Pancasila dalam arti mengamalkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembangunan berbagai aspek

kehidupan dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk

pembangunan pers itu sendiri.”. Begitu juga kebijaksanaan pemerintah di

bidang penerangan dan pers pada Repelita IV yang tersurat sebagai berikut:

a. Kegiatan penerangan dan komunikasi sosial dengan pendekatan budaya:

disini sasaran pokok adalah pengemangan pribadi manusia Indonesia

berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

b. II. Kegiatan penerangan dan komunikasi sosial untuk mendukung

pembangunan ekonomi nasional: di sini sasaran pokok adalah kesadaran

masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan

lingkungan hidup, wawasan menabung, wawasan produksi untuk ekspor

dan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri.

c. Pengembangan informasi budaya politik Pancasila: sasaran pokoknya

adalah pembinaan kesadaran masyarakat akan modal dasar bangsa,

faktor-faktor dominan bangsa dan kesadaran politik yang menunjang

pemantapan Demokrasi Pancasila, dan kehidupan konstitusional,

demokrasi dan penegakan hukum.

d. Penerapan sistem penerangan terpadu: peningkatan koordinasi dan kerja

sama semua unsur penerangan bersama pers dan pers lainnya.

e. Pengembangan dan peningkatan kegiatan komunikasi timbal balik:

peningkatan peran serta masyarakat untuk ikut memikirkan dan

memecahkan masalah-masalah pembangunan.

f. Peningkatan arus penerangan ke daerah pedesaan dalam rangka

pemerataan informasi: peningkatan arus penerangan pembangunan ke

desa-desa, terutama daerah-daerah perbatasan, daerah terpencil dan

daerah transmigrasi.

6. Teori Pers Demokratik-Partisipan.

Seperti kebanyakan teori, teori ini muncul sebagai reaksi terhadap

teori lain dan pengalaman aktual dan sekaligus sebagai gerakan positif ke

arah bentuk baru lembaga pers. Lokasinya terutama dalam masyarakat

12

Page 13: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

liberal yang telah berkembang tetapi ia bergabung dengan beberapa unsur

yang ada dalam teori pers pembangunan, khususnya penekanan pada basis

masyarakat, pada nilai komunikasi horisontal, dan bukan pada komunikasi

vertikal. Stimulus teori ini adalah reaksi terhadap komersialisasi dan

pemonopolian pers yang dimiliki secara pribadi dan terhadap sentralisme

dan birokratisasi lembaga siaran publik, yang diadakan sesuai dengan

norma tanggungjawab sosial.

Istilah demokratik-partisipan juga mengungkapkan rasa kecewa

terhadap partai politik yang ada dan terhadap sistem demokratik

parlementer yang tampaknya telah tercabut dari akarnya yang asli, sehingga

menghalangi ketimbang memudahkan keterlibatan dalam kehidupan politik

dan sosial. Teori pers bebas dipandang gagal karena subversinya

berdasarkan pasar dan teori, dan teori tanggung jawab sosial tidak memadai

sebagai akibat dari keterlibatan dalam birokrasi pemerintahan dan dalam

perswalayanan organisasi dan profesi pers. Pengaturan diri sendiri oleh pers

dan tanggung gugat (accountability) organisasi penyiaran besar tidak

mencegah pertumbuhan lembaga pers yang mendominasi dari pusat

kekuasaan masyarakat atau yang tidak berhasil dalam tugas mereka

memenuhi kebutuhan yang timbul dari pengalaman warga negara sehari-

hari.

Dengan demikian, titik sentral teori demokratik-partisipan terletak

pada kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi ”penerima” dalam masyarakat

politik. Ini ada hubungannya dengan hak atas informasi yang relevan, hak

untuk menjawab kembali, hak menggunakan sarana komunikasi untuk

berinteraksi dalam kelompok maasyarakat yang berskala kecil, kelompok

kepentingan subbudaya. Teori ini menolak keharusan adanya pers yang

seragam, disentralisasi, mahal, sangat diprofesionalkan, dan dikendalikan

oleh pemerintah. Teori ini lebih condong pada keserbaragaman, skala kecil,

lokalitas, deinstitusionalisasi, pertukaran peran antara pengirim dengan

penerima, hubungan komunikasi horisontal pada semua tingkat masyarakat,

dan interaksi.

Ikhtisar rumusan prinsip teori ini dapat disajikan sebagai berikut:

13

Page 14: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

a. Warga negara secara individu dan kelompok minoritas memiliki hak

pemanfaatan pers (hak untuk berkomunikasi) dan hak untuk dilayani

oleh pers sesuai dengan kebutuhan yang mereka tentukan sendiri.

b. Organisasi dan isi pers seyogyakan tidak tunduk pada pengendalian

politik yang dipusatkan atau pengendalian birokrasi negara.

c. Pers seyogyanya ada terutama untuk audiensnya dan bukan untuk

organisasi pers, para ahli atau nasabah pers tersebut.

d. Kelompok, organisasi, dan masyarakat lokal seyogyanya memiliki pers

sendiri.

e. Bentuk pers yang berskala kecil, interaktif, dan partisipasif lebih baik

ketimbang pers berskala besar, satu arah, dan diprofesionalkan.

f. Kebutuhan sosial tertentu yang berhubungan dengan pers tidak cukup

hanya diungkapkan melalui tuntutan konsumen perorangan, tidak juga

melalui negara dan berbagai lembaga utamanya.

g. Komunikasi terlalu penting untuk diabaikan oleh para ahli.

Teori pers demokratik-partisipan juga telah mewarnai kehidupan

pers Indonesia. Dengan diundangkannya Undang-Undang no 32 tahun

2003, kehidupan pers kita telah mempraktekkan teori ini. Pertumbuhan dan

berkembangnya penyiaran-penyiaran komunitas yang menerapkan

jurnalisme partisipasi merupakan suatu contoh penerapan dari teori pers

demokratik-partisipan.

14

Page 15: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

BAB IIIPENETUP

A. Kesimpulan

Teori normatif tentang pers mengandung beberapa pandangan tentang

harapan masyarakat terhadap pers dan peran yang seharusnya dimainkan oleh

pers tersebut. Teori normatif muncul akibat perdebatan-perdebatan antara kubu

pendukung kebebasan pers dan kubu pendukung adanya kontrol dari penguasa.

Teori normatif menurut sejarah pers ada enam, yaitu teori pers otoriter, teori

pers liberal, teori pers komunis, teori pers tanggung jawab sosial, teori pers

pebangunan, dan teori pers demokratik-partisipan.

15

Page 16: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Baran, Stanley J. dan Dannis K. Davis. Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future. UIC Building Singapore: Chengage Learning Asia Pte Ltd. Diterjemahkan oleh Afrianto Daud dan Putri Iva Izzati. 2010. Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Edisi ke 5

http://kuliahonlinekomunikasi.blogspot.co.id/2011/12/teori-normatif-komunikasi-massa.htmldiakses pada tanggal 16 Oktober 2017

16

Page 17: armaini.staff.gunadarma.ac.idarmaini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/82749/M4... · Web viewInteraksi ini harus terkontrol dan terarah, sehingga kepentingan akhir tidak dirugikan.

TEORI NORMATIF KOMUNIKASI MASSA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahKomunikasi Massa

Dosen Pengampu: Dr. Ropingi el-Ishaq

Disusun oleh:Kelompok 5

Bittami Niamul Aziz (933504315) Fery Yustanto Prabowo (933508015) Abdul Hamid Bawayan (9335015) Rinda Indah Nirwana (933506715) Abidin (93350 )

JURUSAN USHULUDDINPROGRAM STUDI KOMUNIKASI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI2017

17