karyanti85.files.wordpress.com€¦  · Web view2019. 4. 27. · TUGAS PERENCANAAN JEMBATAN....

15
1 TUGAS PERENCANAAN JEMBATAN 1. Sistem Kebijakan Strategi Nasional ( SISTRANS ) 2. ( BMS ) Bridge Manajemen System 3. ( IRMS ) Infrastrukture Road Manajeman Sistem 1. Sistem Kebijakan Strategi Nasional ( SISTRANAS ) Sistranas adalah suatu konsep pengembangan trasportasi secara bersistem dalam tingkat nasional dalam rangka mendukung Program pembangunan nasional. Sistran akan memberikan arahan dalam pembangunan sector dalam transportasi baik dalam tingkat pusat maupun daerah. Sistran disusun dengan mempertimbangkan aspek tata ruang pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan serta pembangunan berkelanjutan. 2 Bridge Management System (BMS) adalah Sistem Manajemen Jembatan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga pada kurun tahun 1992 untuk pelaksanaan manajemen jembatan pada jalan nasional dan provinsi. BMS yang pada saat ini perlu dilakukan perbaikan mengingat BMS masih berplatform MS DOS. Dalam rangka merevitalisasi kembali software BMS sebagai alat bantu dalam proses penyusunan rencana dan pemrograman jembatan sehingga selaras dengan metoda yang digunakan dalam sistem Perencanaan Teknik

Transcript of karyanti85.files.wordpress.com€¦  · Web view2019. 4. 27. · TUGAS PERENCANAAN JEMBATAN....

TUGAS PERENCANAAN JEMBATAN

1. Sistem Kebijakan Strategi Nasional ( SISTRANS )

2. ( BMS ) Bridge Manajemen System

3. ( IRMS ) Infrastrukture Road Manajeman Sistem

1. Sistem Kebijakan Strategi Nasional ( SISTRANAS )

Sistranas adalah suatu konsep pengembangan trasportasi secara bersistem dalam tingkat nasional dalam rangka mendukung Program pembangunan nasional. Sistran akan memberikan arahan dalam pembangunan sector dalam transportasi baik dalam tingkat pusat maupun daerah. Sistran disusun dengan mempertimbangkan aspek tata ruang pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan serta pembangunan berkelanjutan.

2Bridge Management System (BMS) adalah Sistem Manajemen Jembatan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga pada kurun tahun 1992  untuk  pelaksanaan manajemen jembatan pada jalan nasional dan provinsi. BMS yang pada saat ini perlu dilakukan perbaikan mengingat BMS masih berplatform MS DOS.

Dalam rangka merevitalisasi kembali software BMS sebagai alat bantu dalam proses penyusunan rencana dan pemrograman jembatan sehingga selaras dengan metoda yang digunakan dalam sistem Perencanaan Teknik Preservasi Jembatan maka pada tahun 2011 Direktorat Bina Program akan melaksanakan pekerjaan Modifikasi dan Revitalisasi BMS dengan bantuan jasa konsultan.

Adapun peran sistem-sistem  manajemen jalan dalam proses manajemen jalan dapat dilihat pada bagan alur berikut ini :

Tujuan rencana dan program dalam BMS adalah sebagai berikut :

   Mengidentifikasikasi jembatan-jembatan yang tidak memenuhi standar baik standar kondisi dan lalu lintas.

   Menentukan strategi penanganan jangka panjang yang dapat menghasilkan nilai ekonomi yang terbaik.

     Menjamin semua penanganan dapat terpantau dan database jembatan selalu dalam keadaan mutakhir.

Komponen-komponen yang terdapat dalam Bridge Management System (BMS) :

       Inspeksi jembatan.

       Rencana dan pemograman.

       Perencanaan teknik.

       Pelaksanaan dan pengawasan.

       Manajemen bahan jembatan.

 

Adapun kegiatan rencana dalam BMS :

       Mengkaji ulang dan menetapkan kerangka kebijakan.

       Memeriksa dan memperbaharui data jembatan.

       Mengimport data jalan yang terakhir (update) dari IRMS.

       Menentukan tahun acuan.

       Menjalankan skrining teknis dan evaluasi ekonomi.

Menyiapkan program indikatif tahunan dan lima tahunan (termasuk menentukan anggaran).

 

Kegiatan program dalam BMS adalah sebagai berikut :

Menyiapkan alternatif penanganan untuk setiap jembatan yang akan diprogramkan.

       Mengevaluasi strategi penanganan.

       Mengkonfirmasikan penangananan untuk setiap jembatan.

       Menetapkan jembatan untuk program akhir.

       Mengalokasikan sumber dana.

  Mengkaji ulang program sesuai dengan ketersediaan dana/keterbatasan anggaran.

 

Fasilitas-fasilitas yang ada dalam sistem BMS adalah :

       Pencatatan seluruh inventarisasi jembatan.

       Nilai kondisi dan nilai lalu lintas.

       Identifikasi penanganan jembatan.

       Urutan prioritas pekerjaan jembatan.

       Alokasi dana yang optimum.

       Prosedur-prosedur standar untuk pelaksanaan pekerjaan jembatan.

 

Tujuan spesifik dari pemeriksaan jembatan adalah :

       Memeriksa keamanan jembatan pada saat layan.

       Menjaga terhadap ditutupnya jembatan.

       Mencatat kondisi jembatan pada saat layan.

       Menyediakan data untuk personil :

–          Perencanaan teknis

–          Konstruksi

–          Pemeliharaan

      Pemeriksaan terhadap pengaruh dari beban kendaraan dan jumlah kendaraan.

       Memantau jembatan secara jangka panjang.

       Menyediakan informasi mengenai dasar pembebanan jembatan.

 

Data yang dikumpulkan pada saat pemeriksaan jembatan adalah :

       Data administrasi jembatan :

–          Nama jembatan

–          Cabang dinas

–          Nomor jembatan

–          Tahun pembangunan

       Dimensi jembatan :

–          Panjang total

–          Jumlah bentang

  Jenis konstruksi, kondisi komponen utama setiap bentang jembatan dan elemen jembatan secara individual.

       Data lainnya.

Dalam melakukan input data pada program BMS, input data pemeriksaan jembatan dibagi menjadi  beberapa jenis yaitu :

1.     Pemeriksaan Inventarisasi. Yang dimaksud dengan pemeriksaan ini adalah :

–         Pemeriksaan ini dilakukan pertama kali untuk setiap jembatan, antara lain : data administrasi, data geometri, data material, data kondisi secara umum, data kapasitas lalu lintas, data kapasitas muatan.

–         Pemeriksaan inventarisasi sekali seumur jembatan kecuali ada perubahan konstruksi.

2.     Pemeriksaan Detail :

–    Pemeriksaan detail dilakukan untuk mencatat seluruh elemen jembatan seperti : identifikasi elemen jembatan, tingkat kondisi elemen, pola kerusakan elemen.

–         Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi jembatan secara detail dan akan dilakukan minimum sekali dalam lima tahun.

3.     Pemeriksaan Rutin :

–    Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi pada jembatan.

–          Pemeriksaan rutin dilaksanakan secara efektif sekali setahun.

4.     Pemeriksaan Khusus apabila diperlukan

Hubungan antara BMS dengan IRMS antara lain  adalah sebagai berikut  :

       Mengetahui biaya operasi kendaraan setiap jenis kendaraan.

   Data hasil perhitungan lau lintas harian rata-rata (AADT) pada setiap ruas jalan.

       Kondisi setiap ruas jalan.

       Program penanganan jalan setiap ruas jalan :

–          Pemeliharaan rutin

–          Pemeliharaan berkala

–          Peningkatan

Keuntungan adanya Bridge Management System (BMS) :

       Jumlah jembatan yang ada pada jalan nasional dan jalan propinsi.

       Informasi mengenai jembatan yang runtuh pada jalan nasional dan provinsi.

       Ikhtisar kondisi jembatan untuk di suatu provinsi.

       Jumlah jembatan di suatu provinsi.

       Informasi mengenai umur jembatan, apakah ada jemabtan yang berusia lebih dari 50 tahun pada suatu ruas jalan.

       Jumlah jembatan yang lebih sempit dari lebar jalan.

       Informasi mengenai program penanganan jembatan pada tahun sebelumnya.

     Informasi mengenai desain semua jembatan yang diprogramkan pada tahun yang akan datang.

Dalam proses pelaksanaan input data BMS, Balai Besar Pelaksanaan Jalan mempunyai tugas dan peranan  antara lain sebagai berikut :

1.Restore hasil backup P2JN ke komputer BMS sesuai provinsi yang bersangkutan.

2.     Restore laporan hasil survey lapangan pemeriksaan jalan dan jembatan.

3.     Melakukan inputing data hasil detail inspeksi tahun ini.

4.     Melakukan backup data.

5.     Menyerahkan hasil backup data ke Direktorat Bina Program (Subdit data dan Informasi).

3. Data IRMS (Integrated Road Management System) Ditjen Bina Marga (2006) dalam Mulyono (2007) tahun 2002 sampai 2005 menunjukkan peningkatan nilai investasi penanganan jalan nasional dan Provinsi sebesar 7,42% per tahun; peningkatan nilai lalu lintas harian sebesar 16,34% per tahun; pertumbuhan panjang jalan rusak sebesar 4,79% per tahun; peningkatan nilai kerusakan permukaan sebesar 13,29% per tahun. Fakta tersebut cukup mengindikasikan tidak adanya korelasi antara peningkatan investasi penanganan jalan nasional dan provinsi dengan peningkatan kemantapan perkerasan jalan (penurunan nilai IRI dan pengurangan panjang ruas jalan yang memiliki SDI > 50). Sjahdanulirwan (2006.a) dalam Mulyono (2007) mengungkapkan bahwa berdasarkan audit jalan nasional ditemukan fakta banyak ruas jalan yang rusak diakibatkan oleh inefisiensi dan tidak tercapainya standar mutu.

Bulan November Tahun 2014, pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok seksi E-2 mengalami permasalahan kulitas mutu struktur betonnya. Pekerjaan stressing beton yang mengakibatkan kerusakan pelat struktur Pier Head 49 (rusak

1 titik dari 12 plat angkur); Pier Head 70 (2 titik dari 12 pelat angkur) dan Pier Head 31 (10 titik dari 12 pelat angkur). Akibat kerusakan struktur tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga melaksanakan penyelidikan terhadap mutu beton. Hasil kajian tenaga ahli struktur dari Jepang dan Indonesia menyebutkan bahwa

(12)

kualitas mutu beton tidak memenuhi spesifikasi untuk Jalan Akses Tanjung Priok. Akibat permasalahan ini, kontraktor harus melaksanakan pembongkaran dan pembangunan kembali terhadap 69 tiang beton dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh kontraktor. Kontraktor mengalami kerugian Rp. 1,4 trilyun dan masa pelaksanaan yang seharusnya selesai akhir Desember 2015 harus mengalami kemunduran jadwal selama 26 bulan dan baru selesai pertengahan tahun 2017. Akibat kesalahan mutu tersebut selain kontraktor mengalami kerugian, masyarakat mengeluhkan kemacetan dan kebisingan akibat pelaksanaan proyek. Jalan Akses Tanjung Priok yang seharusya segera dapat mengatasi kemacetan menuju pelabuhan tidak segera dapat digunakan.

Data Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013 dan tahun 2014 kenaikan anggaran untuk jalan nasional di Provinsi Jawa Barat adalah 2,94%, tetapi terjadi penurunan kondisi jalan nasional sebesar 0,28%. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap paket-paket pekerjaan penanganan jalan dan jembatan di Provinsi Jawa Barat, hingga pada periode pengamatan akhir di awal bulan Desember tahun 2014 capaian progres keuangan secara umum baru tercapai sebesar 79,47%, sedangkan capain progres fisiknya baru mencapai 85,19%. Selain itu, keterlambatan progres fisik terutama di bulan-bulan krusial seperti antara bulan Februari sampai Mei, dan antara Agustus sampai Oktober Tahun 2014. Hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan pekerjaan sering mengalami keterlambatan dan dikerjakan menjelang berakhirnya masa pelaksanaan proyek.

Jalan Akses Gede Bage merupakan bagian dari Jalan Tol BIUTR (Bandung

Intra Urban Toll Road). Jalan ini menghubungkan Tol Padaleunyi ke Jalan

Nasional Soekarno Hatta Bandung. Jalan ini menjadi akses dari Kawasan Terpadu Technopolis Gede Bage. Panjang Jalan Akses Gede Bage adalah 8,5 Km dimana dibagi menjadi 4 seksi, seksi 1, 2 dan 3 menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR sedangkan seksi 4 tanggung jawab pengembang PT. Summarecon. Seksi 1 memiliki panjang 2,781 Km telah dimulai pada Bulan Agustus 2015 dan rencana selesai November 2016. Pelaksana proyek ini adalah PT. Wijaya Karya Tbk (Persero) dengan nilai proyek 305,87 Milyar. Jalan ini awalnya dibangun untuk mendukung akses ke Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Gede Bage yang digunakan sebagai pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Tahun 2016 di Jawa Barat. Bulan Agustus 2015, terjadi permasalahan dimana Stadion Bandung Gelora Lautan Api (GBLA) mengalami kerusakan struktur yang mengakibatkan banyak pihak mengalami permasalahan hukum, sehingga stadion ini harus dilakukan kajian teknis untuk menilai kelayakan stadion. Pembangunan Jalan Akses Gede Bage rencana awalnya dimulai pada bulan Agustus Tahun 2015 tetapi akibat permasalahan tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga melaksanakan kajian ulang terhadap desain jalan agar tidak terjadi permasalahan seperti Stadion GBLA. Hal ini menyebabkan pelaksanaan proyek terlambat dan baru dimulai pada Bulan Oktober Tahun 2015.

Gambar I.1 Rencana Jalan Tol Kota Bandung

Sumber: Ditjen Bina Marga (2015)

Jalan tol Cisumdawu merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Kota Bandung dengan Kabupaten Sumedang, Majelengka, Indramayu dan Cirebon. Jalan Tol ini menghubungan Jalan Tol Purbaleunyi dan Jalan Tol Cipali, dimana salah satu fungsi strategisnya adalah sebagai akses Bandara Internasional Kertajati yang akan menjadi bandara utama Provinsi Jawa Barat. Bandara Kertajati direncanakan selesai pada tahun 2017 yang diharapkan meningkatkan perekonomian Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian utara. Jalan tol ini mengatasi kemacetan di ruas jalan nasional antara Bandung–Cirebon. Panjang Jalan Tol Cisumdawu adalah 60,273 Km dimana pelaksanaan konstruksinya dibagi menjadi 6 seksi. Pembangunan Jalan tol membutuhkan biaya 7,5 Trilyun dimana sumber biayanya berasal dari Loan China, APBN dan investor. Pelaksanaan konstruksi telah dimulai pada tahun 2012 untuk Seksi 2 mulai dari Rancakalong– Sumedang dengan Panjang 17,30 Km. Pelaksanaan konstruksi Seksi 2 dibagi

menjadi 2 fase yaitu fase 1 sepanjang 6,25 Km dengan pelaksana Shanghai Construction Group Consortium Wijaya Karya–Waskita Karta JO dengan nilai kontrak 1,022 Trilyun. Masa Pelaksanaan konstruksi seharusnya selesai pada tanggal 26 November 2014, tetapi sampai saat ini belum selesai dilaksanakan dimana telah mengalami adendum kontrak sebanyak 8 kali. Target pelaksanaan yang seharusnya tahun 2014 mengalami keterlambatan selama 3 tahun menjadi

tahun 2017.

Tol Cisumdawu

Gambar I.2 Rencana Jalan Tol Cisumdawu

Sumber: Ditjen Bina Marga (2015)

Keterlambatan dan kesalahan pelaksanaan yang tidak sesuai standar mutu inilah yang menjadi dasar untuk dilakukan penelitian bagaimana implementasi pelaksanaan konstruksi apakah sudah sesuai dengan standar atau spesifikasi yang ditentukan. Kegagalan standar mutu perkerasan dan keterlambatan ini dapat diatasi dengan melihat faktor–faktor risiko yang menjadi sumber penghambat. Penerapan manajemen risiko yang tepat memberikan dampak bagi Direktorat Jenderal Bina

Marga untuk meningkatkan mutu yang secara langsung meningkatkan kualitas standar infrastruktur jalan. Sementara itu, bagi penyedia jasa atau kontraktor, penerapan manajemen risiko proyek memberikan dampak yang positif yaitu ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi biaya proyek, ketepatan mutu pelaksanaan, kepuasan pengguna jasa serta keuntungan perusahaan yang meningkatkan karena pelaksanaan proyek yang efektif dan efisien.

REFRENSI

Etd.respository.ugm.ac.id/special-konten/dokumen….insfratruktur

https://balai3.wordpress.com/2011/06/06/bridge-management-system-bms/