Wartawan Korban Kekerasan Mengadu ke Dewan Pers 22 9 · harus taat hukum dan jaga tata krama,”...

12
1 Etika | Oktober 2012 Foto dok. Dewan Pers Edisi Oktober 2012 Gagal Verifikasi, Melahirkan Problem Jurnalistik Beruntun Foto dok. Dewan Pers Pers dan Kaum Perempuan di Indonesia Bagian 2 dari 2 tulisan Undang-Undang Pers No 40/1999 lahir sebagai antitesa dari keadaan sebelumnya dimana pers sebagai pilar keempat demokrasi mengalami begitu banyak pengekangan dan pembredelan 11 11 11 11 11 HAL 6 HAL Kekerasan terhadap Wartawan Semacam Pembredelen Bentuk Baru 4 HAL Kelemahan Pengelolaan Sumbangan Publik oleh Media 9 HAL Wartawan Korban Kekerasan Mengadu ke Dewan Pers 2 HAL

Transcript of Wartawan Korban Kekerasan Mengadu ke Dewan Pers 22 9 · harus taat hukum dan jaga tata krama,”...

1Etika| Oktober 2012

Foto dok. Dewan Pers

Edisi Oktober 2012

Gagal Verifikasi,Melahirkan ProblemJurnalistik Beruntun

Foto dok. Dewan Pers

Pers dan Kaum Perempuandi Indonesia

Bagian 2 dari 2 tulisan

Undang-Undang Pers No40/1999 lahir sebagaiantitesa dari keadaansebelumnya dimana perssebagai pilar keempatdemokrasi mengalami begitubanyak pengekangan danpembredelan 1 11 11 11 11 1

HAL

66666HAL

Kekerasanterhadap WartawanSemacamPembredelenBentuk Baru

44444HALKelemahan Pengelolaan

Sumbangan Publik oleh Media

99999HAL

Wartawan Korban KekerasanMengadu ke Dewan Pers

22222HAL

2Etika | Oktober 2012

Berita Utama

Tiga wartawan korbankekerasan oleh anggota TNIAU mengadu ke Dewan

Pers. Selasa 23 Oktober 2012Mereka diterima anggota DewanPers Agus Sudibyo, Bekti Nugroho,dan mantan Wakil Ketua DewanPers, Leo Batubara.”Yang datang keJakarta, Didik, Robby dan Ryan,”kata Riau Pos Raja Isyam Azwarsebagai juru bicara.

Mereka mengadukan aksikekerasan oleh aparat yangmenghalau mereka ketika meliputperistiwa jatuhnya Skyhawk 200 diPekanbaru, Riau, pekan lalu. Turutmengadu, Pemred Riau TVBambang Suwarno, PerwakilanIJTI, PWI, AJI, LBH Pers. “Kamiberharap kepada Dewan Persmemberi wartawan yang lain spirit.Kami juga minta Dewan Pers turunke Riau,” kata Raja Isyam.

Angota Dewan Pers AgusSudibyo mengatakan akan kasus inibersama Komisi I DPR dan PanglimaTNI. “Kita minta komitmen wakilrakyat kita, melindungi. Ini ada unsurTNI, dibawa ke Komisi I tepat.Kapan mereka punya waktu. Kitajuga mau bertemu Panglima TNI,”katanya.

Menurut Agus, harus adaperbaikan mekanisme menghadapiwartawan dalam kondisi darurat.“Protap diperbaiki biar lebih sesuai,”katanya.

Ia menambahkan “Tinggalkemudian kita mendorong proses hu-kumnya. Kalau dimintai kesaksiansiap. Memberikan support, dukunganmoral, bekerja tanpa merasaterancam.”

Wartawan Korban KekerasanMengadu ke Dewan Pers

Menurutnya, banyak pihak belumpaham UU Pers. Sebab itu, harus terusmenerus dikampanyekan untukmensikapi wartawan secaraproporsional. “Dan wartawan jugaharus taat hukum dan jaga tatakrama,” katanya serayamenambahkan: “Ini kita perjuangkan,jangan sampai diusut hanya denganKUHP tapi juga UU Pers. Ini kanwartawan sedang kerja.”

Seperti diketahui, sejumlahwartawan dipukul oleh anggota TNIAngkatan Udara saat meliputpesawat tempur Hawk 200 yang jatuhdi Pekanbaru, Riau, Selasa 16Oktober 2012. Mereka dilarangmeliput bangkai pesawat nahas itu.

Seorang fotografer Riau Pos,Didik, dicekik oleh oknum tentara.Tak hanya Didik, wartawan lainnyajuga mengaku diperlakukan kasar

oleh anggota TNI. Wartawan tvOnedi Pekanbaru, Ari, juga mengakudianiaya oleh dari aparat. Bahkan,kameranya dirampas. Hingga saat ini,belum ada keterangan dari TNI AUdi Pekanbaru.

Sebelumnya, Panglima TentaraNasional Indonesia Laksamana AgusSuhartono menyatakan prihatin ataspenganiayaan terhadap jurnalis yangmelakukan tugasnya saat meliputpesawat jatuh di Pekanbaru.Panglima menyatakan, TNI memintamaaf dan berjanji prajurit yangmelanggar aturan diproses secarahukum. “Sekali lagi, selaku pimpinanTNI, saya mohon maaf dan tentunyasaya sudah mintakan provost untuktindak lanjuti proses hukumnyaprajurit yang melakukan pelanggarantersebut,” kata Agus di Jakarta, Rabu17 Oktober 2012.

MENGADU KE DEWAN PERS. Pemimpin Redaksi Riau Pos Raja Isyam Azwar (kedua kanan)menyerahkan video kepada Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan PersAgus Sudibyo (kiri) didampingi Pewarta Foto Riau Pos Didik Herwanto (kedua kiri) dan Jurnalis Riau TVFahri Rubianto (kanan) ketika mengadu ke Dewan Pers di Jakarta, Selasa (23/10). FOTO ANTARA/MAgung Rajasa/ed/nz/12

3Etika| Oktober 2012

Berita Utama

PENGURUS DEWAN PERS PERIODE 2010-2013: Ketua: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L Wakil Ketua: Ir. Bambang Harymurti, M.P.A Anggota: Agus Sudibyo, S.I.P., Drs. Anak Bagus Gde Satria Naradha,

Drs. Bekti Nugroho, Drs. Margiono, Ir. H. Muhammad Ridlo ‘Eisy, M.B.A., Wina Armada Sukardi, S.H., M.B.A., M.M., Ir. Zulfiani Lubis

Sekretaris (Kepala Sekretariat): Lumongga Sihombing

REDAKSI ETIKA: Penanggung Jawab: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. Redaksi: Herutjahjo, Winahyo, Chelsia, Samsuri (Etika online), Lumongga

Sihombing, Ismanto, Wawan Agus Prasetyo, Reza Andreas (foto), Agape Siregar.

Surat dan Tanggapan Dikirim ke Alamat Redaksi: Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110. Tel. (021) 3521488, 3504877, 3504874 - 75, Fax. (021) 3452030 E-mail: [email protected] Website: www.dewanpers.or.id / www.presscouncil.or.id

(ETIKA dalam format pdf dapat diunduh dari website Dewan Pers: www.dewanpers.org)

“Harus diakui banyakpihak belum paham

benar UU Pers.Sebab itu,

harus terus menerusmengkampanyekan untuk

mensikapi wartawansecara proporsional.“Dan wartawan juga

harus taat hukum danjaga tata krama”.

Wartawan ANTV

Secara terpisah, PT. CakrawalaAndalas Televisi (ANTV) mengecampenganiayaan terhadap wartawannya,Asri Sattar, saat meliput aksi unjukrasa mahasiswa di depan PengadilanNegeri Samarinda, Kalimantan Timur.ANTV menyampaikan protes keraskepada pihak Kepolisian.

“Kami sampaikan surat proteskepada Kapolri agar kasus ini ditindaklanjuti, sehingga kekerasan terhadapwartawan saat melakukan tugasjurnalistik tidak terulang di masa yangakan datang,” kata DirekturPemberitaan, Azkarmin Zaini, dalamketerangan tertulis yang diterimaVIVAnews, Selasa 23 Oktober 2012.

Penganiayaan Asri, kataAzkarmin, sangat disesalkan. Apalagidi lokasi itu terdapat sejumlah polisiyang berjaga. “Padahal seharusnyapolisi memberikan perlindungankepada wartawan yang sedangmenjalankan tugas jurnalistik,”katanya.

Kepolisian, Azkarmin menam-bahkan, harus segera menangkappelaku kekerasan dan mengungkapidentitasnya. Dia menuntut agar parapelaku itu diproses sesuai hukum.

Tindakan kekerasan terhadapwartawan, tambah dia, melanggarUndang-Undang No 40 tahun 1999tentang Pers. “Menghalang-halangitugas jurnalistik adalah kejahatanyang diancam dengan hukumanpidana,” katanya.

Penganiayaan itu terjadi padaSenin 22 Oktober 2012. Saat itu Asrimeliput demo mahasiswa di Jalan MYamin, depan PN Samarinda. Aksiunjuk rasa itu berlangsung ricuh.Mahasiswa yang berunjuk rasamelempari polisi dengan batu. Polisikemudian melakukan pengejaran.

Aksi kejar-kejaran itu terjadi

hingga ke dalam Mal Robinson. Asrimeliput aksi itu. Setelah meliput, diabergegas mendatangi rekanwartawan lainnya yang berkumpul diseberang PN Samarinda. Kepadarekan-rekannya, Asri inginmenceritakan tindakan kekerasanyang dilihatnya di dalam Mal Robinsonitu.

Namun, sekelompok orangmendatanginya. Kelompok orang itumeminta Asri tidak menceritakankejadian yang dilihatnya itu kepadaorang lain. Karena tidak mendapattanggapan Asri, kelompok itumemukuli Asri. (VIVAnews)

4Etika | Oktober 2012

Kegiatan

Penelitian yang dilakukan PublicInterest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan

Perhimpunan Filantropi Indonesia(PFI) menemukan sejumlahkelemahan media massa dalammengelola dana sumbangan publik.Kelemahan itu menyangkut pelaporandana, kurangnya keterlibatan donatur,ketidaktepatan alokasi sumbangan,dan lemahnya kapasitas tenagapengelola.

Permasalahan lain, banyak me-dia yang tidak menggunakan rekeningkhusus, tidak memiliki izin,mencampuradukkan sumbanganmasyarakat dengan program Corpo-rate Social Responsibility (CSR) me-dia bersangkutan. Bahkan, adabantuan masyarakat yang disalurkanuntuk kepentingan partai politik.

“Media perlu berbenah dalampengelolaan dana sumbanganmasyarakat,” kata Hamid Abidin dariPIRAC saat menjadi narasumberdiskusi “Peningkatan Akuntabilitas danProfesionalitas Media dalamMengelola Dana Sosial Masyarakat”yang digelar Dewan Pers bersamaPirac dan PFI di Gedung Dewan Pers,Jakarta, Rabu (17|10).

Selama penelitian dilakukanpada Juli – September 2012, Hamidmenjelaskan, tercatat ada 147perusahaan pers di 28 provinsi yangmengelola sumbangan masyarakat.Sebagian besar bersifat temporer,dilakukan saat ada bencana ataupermintaan masyarakat.

Ia merekomendasikan beberapaalternatif skema pengelolaan

sumbangan masyarakat oleh media.Pertama, media hanya menjadipenggalang sumbangan. Dana yangterkumpul kemudian disalurkan kelembaga yang punya kapasitas untukmengelola. Kedua, media mendirikanyayasan yang khusus mengelolasumbangan.

Alternatif ketiga, pengelolaandana banyak melibatkan publik.Berikutnya, media bermitra denganlembaga filantropi yang berpengala-man dengan mendirikan yayasan ber-sama. Pilihan kelima, media mengem-bangkan kemitraan atau kerjasamaprogram dengan lembaga filantropi.

Pada kesempatan yang sama,Ketua PFI Ismit Hadad, melihatbanyak hal positif yang disumbangkanmedia melalui program filantropi.“Dalam perkembangannya, kamipantau, media filantropi mengandungbeberapa masalah dan mediamelakukan hal yang tidak seharusnya

Kelemahan Pengelolaan Sumbangan Publikoleh Media

dilakukan,” ungkapnya.Sementara Ketua Dewan Pers,

Bagir Manan, yang membuka acara,mendorong agar filantropi konsistensebagai gerakan kemanusiaan.

Dalam diskusi ini, pengurusYayasan Dana Bantuan Anak SekarMlatti yang dikelola Femina Groupserta Yayasan Dana KemanusiaanKompas menyampaikan presentasitentang program dan kesuksesankedua yayasan dalam mengelola danasumbangan masyarakat.

Peserta diskusi yang dipanduAnggota Dewan Pers, Uni Lubis ini,menyepakati pembentukan tim kecilyang akan merumuskan semacampanduan untuk media dalam mengelolasumbangan masyarakat. Anggota Timantara lain berasal dari harianKompas, Media Group (Metro TV),Femina Group, SCTV, RRI, dandetik.com, yang dikoordinasi olehPIRAC dan PFI. ***

Dewan Pers menggelar diskusi bertema Upaya Peningkatan Akuntabilitas dan Profesionalitas Media dalamMengelola Dana Sosial Masyarakat. Acara tersebut menghadirkan para pembicara Bagir Manan (Ketua DewanPers), Zulfiani Lubis (Anggota Dewan Pers). Jakarta 17 Oktober 2012.

5Etika| Oktober 2012

Sekilas Foto

Sekilas Foto

Workshop Dewan Pers dengan tema “Jurnalistik Mahasiswa”, Bogor 5 Oktober 2012. Menghadirkan pembicara antara lain, Ketua Dewan Pers, Bagir Manan.Peserta dari workshop ini adalah mahasiswa.

Sosialisasi yang digelar oleh Dewan Pers menghadirkan para pembicara dari kiri-kanan Wina ArmadaSukardi (Anggota Dewan Pers), Beny. S sebagai moderator, Kombes. Pol. Drs. H Jhon Hendry, SH, MH,Bekti Nugroho (Wakil Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers). Sosialisasi tersebutbertema “Pedoman Pemberitaan Media Siber, Mou Dewan Pers dengan Polri dan Mou Dewan Pers denganKomisi Informasi”. Kupang 4 Oktober 2012.

Sosialisasi Dewan Pers bersama peserta DiklatPuspun TNI si-Indonesia 30 Oktober 2012.

Bagir Manan (Ketua Dewan Pers) sedang berbicara didepan para mahasiswa peserta Workshop “JurnalistikMahasiswa”. Surabaya 23 Oktober 2012.

6Etika | Oktober 2012

Opini

1. Demokrasi, hak asasi, dan pers

Demokrasi baik dalam maknapolitik maupun makna sosial tidakdapat dilepaskan dari hak asasi.Berbagai bentuk kemerdekaan(kebebasan) yang harus ada dalamdemokrasi adalah bagian yang tidakterpisahkan dari upaya menjamin danmelindungi hak asasi, baik hak asasipolitik, individu maupun sosial (politi-cal, individual and social rights).

Ada berbagai hak asasi yangbertalian langsung dengankemerdekaan pers yaitu kemerdekaan(kebebasan) berekspresi (freedom ofexpression), kemerdekaan(kebebasan) berpendapat atauberbicara (freedom of opinion ataufreedom of speech), kemerdekaan(kebebasan) memperoleh danmenyebarkan informasi (freedom ofcommunication, freedom of corre-spondence). Tanpa jaminan danperlindungan atas kemerdekaantersebut tidak ada kemerdekaan(kebebasan) pers. Demikian pulasebaliknya, tanpa kemerdekaan pers,tanpa jaminan dan perlindungan hakasasi manusia, tidak akan adademokrasi. Secara singkat dapatdisebutkan, demokrasi, hak asasimanusia (yang disebutkan di atas), dankemerdekaan pers merupakan satuhubungan segi tiga yang berfungsimenjamin eksistensi satu sama lain.Dengan maksud yang berbeda, dalamsistem kekerabatan Batak, hubungansegi tiga kekerabatan itu disebut dalihanatolu. Apabila keajegan daliha natoluterganggu, maka rusak pula sistemkekerabatan masyarakat Batak.Begitu pula, kalau salah satu dari tigapilar (demokrasi, hak asasi,

kemerdekaan pers) terganggu, makaseluruh bangunan demokrasi, hakasasi dan kemerdekaan pers akanmengalami prahara.

Dalam kaitan dengan segi tiga diatas, kemerdekaan (kebebasan) pers,dapat dilihat dari berbagai dimensi.Pertama; kemerdekaan (kebebasan)pers sebagai satu pranata hak asasitersendiri di samping hak-hak asasiyang telah disebutkan di atas.Amandemen Ke-I UUD AmerikaSerikat (1791) dan berbagai UUD,atau berbagai dokumen internasionalyang secara expressis verbismenjamin kemerdekaan (kebebasan)pers, menunjukkan kemerdekaan(kebebasan) pers merupakan salahsatu jenis hak asasi manusia.Semangat Amandemen Ke-I UUDAmerika Serikat yang melarangKongres membuat undang-undangyang akan menghambat kemerdekaanpers, adalah dalam makna perssebagai satu jenis hak asasi di sampinghak asasi lain. Bahkan laranganmembuat undang-undang yang dimuatdalam Amandemen Ke-1 tersebutmengandung makna kemerdekaan(kebebasan) pers adalah hak alamiah(natural right), karena itu tidak boleh

diatur (natural law). Kedua;kemerdekaan (kebebasan) persmerupakan salah satu wujud dari hakatas kebebasan berekspresi (the rightof expression). Dengan perkataanlain, dalam hak atas kebebasanberekspresi termasuk kemerdekaan(kebebasan) pers. Ketiga;kemerdekaan (kebebasan) persmerupakan instrumen atau saranamewujudkan hak atas kebebasanberekspresi, hak atas kebebasankomunitas, hak atas kebebasaninformasi, hak atas kebebasanberpendapat, dan lain-lain. Terlepasdari kemungkinan-kemungkinandimensi di atas, kemerdekaan(kebebasan) pers merupakan satukemestian. Tanpa pers yang merdeka(bebas) tidak mungkin mewujudkanhak atas kebebasan berekspresi, danlain-lain (supra). Tentu saja adainstrumen-instrumen lain yang dapatjuga dipergunakan. Tetapi pers-lahyang memiliki akses publik yang sangatluas dibandingkan dengan instrumen-instrumen lain.

Demokrasi, hak asasi,kemerdekaan pers tidak hanyamemberi jaminan, tetapi juga peluangbahkan kewajiban bagi kaum

Pers dan Kaum Perempuan di IndonesiaBagian 2 dari 2 tulisan

Bagir MananKetua Dewan Pers

7Etika| Oktober 2012

Opini

perempuan sebagai partisipan dalamseluruh peri kehidupan bersama(politik, ekonomi dan sosial). Sebagaipartisipan, bukan sekedar turut sertaatau hanya turut menyertai. Juga tidaksekedar berdiri sama tegak karenaformalitas berdemokrasi, sebagai hakasasi atau jaminan hukum atau sekedarpartisipan formal karena persamaan didepan hukum (equality befor the lawatau equal protection before thelaw). Yang lebih esensial, partisipandalam makna substantif, berdiri samategak dalam makna substantif. Syaratutama untuk memenuhi maknapartisipan substantif atau persamaansubstantif yaitu kapasitas (intelektualdan moral). Meskipun undang-undangtelah menentukan sekurang-kurangnya 20% terdiri dari kaumperempuan, tetapi tetap tidak berartibanyak kalau makna-makna substantifitu tidak terpenuhi. Selain pendidikan,bergiat di kancah sosial atau politik,pers merupakan tempat yang sangatperlu diperhatikan sebagai tempatkaum perempuan mencapai tujuanpartisipan substantif atau persamaansubstantif. Pers merupakan pengukursehari-hari tempat kaum perempuandalam keseluruhan tatanan kehidupanmasyarakat dan bangsa. Melalui persdapat diukur sejauh mana kaumperempuan masih menduduki rangkingutama entertainment (infotainment)atau sebutan-sebutan lain denganmaksud yang sama. Demokrasimensyaratkan kualitas untuk menjadipartisipan substantif dan mencapaipersamaan substantif, bukan sekedarkebebasan turut serta, apalagi sekedarfreedom for the sake of freedomalias asal nampak dan asal bunyi.

2. Pers dan kaum perempuan

Sudah sejak lama, profesi persterbuka untuk kaum perempuandengan peran dan prestasi yang tidak

kalah, bahkan menonjol dari kaum laki-laki. Tentu saja ada pekerjaan persyang harus mendahulukan laki-lakidari perempuan yaitu baik ditinjaudari kemampuan fisik maupunbahaya yang dihadapi. Asas inisemata-mata sebagai tuntutanperlindungan (protection) yangbersifat kodrati bukan atas dasardiskriminasi. Misalnya, redaksi harusmempertimbangkan dengan sangatmatang menugaskan reporter wanitake daerah bencana, suatu kerusuhan,medan perang atau tempat-tempatyang sangat berbahaya, tanpamemperhatikan secara sungguh-sungguh keselamatan atau bahayayang mungkin dihadapi. Redaksi tidakboleh mengirim atau menugaskan re-porter wanita ke dalam satulingkungan yang kurang menghormatikaum perempuan, atau lingkunganyang biasa dengan kekerasan.Persamaan tidak boleh diartikanmenapikan hal-hal kodrati danberbagai kearifan sebagai wujudpersamaan yang bertanggung jawab.

3. Kaum perempuan sebagaisumber berita atau bahanberita

Tiada hari tanpa ada beritamengenai kaum perempuan dalampers. Bahkan ada berbagai mediayang khusus mengenai kaum

perempuan. Hal ini sejalan dengankemajuan tidak terhingga kaumperempuan di segala bidang. Kitapernah memiliki presiden perempuan,pimpinan partai perempuan. Undang-undang mewajibkan sekurang-kurang-nya 20% anggota DPR kaum perem-puan. Demikian pula di dalam kehidu-pan pers. Bukan saja jumlahnya yangmakin banyak, tetapi juga wartawan-wartawan perempuan yang memilikireputasi tinggi dan kenamaan. Tetapiberbagai kemajuan itu, diiringi pulaoleh kaum perempuan sebagai obyekatau sasaran berita.

Tanpa mengurangi kehadiranberbagai media yang khusus mengenaikemajuan, keberhasilan dan perankaum perempuan, ternyata masihcukup banyak pemberitaan kaumperempuan yang masa dahulu (abadke-19) menjadi kegemaran dan obyekutama the yellow papers. Persoalanrumah tangga (domestic), eksploitasiwajah dan bagian tubuh masih menjadimuatan penting pers (media) tertentu.Di tanah air kita, hal ini terjadi karena:Pertama; persepsi kebebasan danpersamaan kaum perempuan dengankaum laki-laki, terutama dipertalikandengan kebebasan penampilan. Pen-dapat yang mempersoalkan penampi-lan yang berlebihan akan diprotesbahkan dicemooh sebagai anti kemaju-an. Begitu pula publikasi urusan rumahtangga (domestik) seperti cerai-kawin,

“Demokrasi mensyaratkan kualitasuntuk menjadi partisipan substantif

dan mencapai persamaan substantif,bukan sekedar kebebasan turut serta,

apalagi sekedar freedom for the sake offreedom alias asal nampak

dan asal bunyi”.

8Etika | Oktober 2012

Opini

gosip rumah tangga—terutama dikalangan selebriti—ada kalanyadianggap sebagai bagian dari carapublikasi citra. Persoalan privacytidak lagi termasuk yang harus di-lindungi atau disembunyikan daripublik. Kedua; sebagai bagian dariindustri pers yang menghasilkan laba(keuntungan). Memberitakan persoal-an-persoalan domestik kaum perem-puan merupakan bagian dari ekonomipers. Di pihak lain, masyarakat sangatmenggemari penampilan seronok danberbagai kabar domestik kaum perem-puan. Ketiga; mengendornya ikatandan nilai tradisi termasuk longgarnyapranata moral sosial atau social mo-rality (saya ambil dari Durkheim).Kehidupan menjadi lebih individualis-tik. Setiap orang merasa satu-satunyatanggung jawab adalah bertanggungjawab pada diri sendiri. Satu-satunyamakna kepuasan adalah memuaskandiri sendiri (bukan hanya sekedardalam makna self satisfaction tetapiselfish). Sikap seperti ini perludiperingatkan, karena bertentangandengan kodrat manusia sebagai

mahkluk sosial (social being).Individu dan masyarakat merupakandua sisi yang merupakan fungsi antarayang satu dengan sisi yang lain (twosides of one coin). Salah satutanggung jawab sosial yang palingnatural adalah tanggung jawab terha-dap keluarga. Keempat; bagi kelom-pok kaum perempuan tertentu (mung-kin juga keluarga mereka), usaha agarsenantiasa berada dalam pusaransiaran atau berita yang eksploitatifmenjadi cara meningkatkan tarafhidup materialistik.

Kita dapat meninjau hal-hal diatas sebagai konsekuensi perubahan,baik dalam makna sebagai bagian darikemajuan atau sebagai ekses ke-majuan yang tidak mungkin disurutkankembali. Namun, jangan sampai kaumperempuan sebagai obyek berita atausiaran hanya merupakan muka laindari eksploitasi kaum perempuanseperti terjadi di masa-masa lalu.

Sebelum menutup catatan ini,saya ingin mengingatkan kode etikjurnalistik yang melarang pers mem-beritakan identitas perempuan yang

Anda dirugikan olehpemberitaan pers?

Gunakan Hak Jawab Anda.Bila pemuatan Hak Jawab

kurang memuaskan, adukan keDewan Pers.

Permintaan Data dan PengirimanPengaduan Melalui PUSAT SMSDEWAN PERS 3030Biaya Rp1.000/SMSatau Konten (bukan dalam bentuk

BERLANGGANAN)

3030*

Petunjuk CaraMengirim SMS Datadan Pengaduan

=> Ketik “DEWANPERS” kirim ke

*: Hingga 4 September 2012, baru bisamenggunakan nomor Telkomsel, Indosat, 3,

XL, Fren, dan Esia.Yang lain masih dalam proses.

menjadi korban kejahatan moral. Sayaberpendapat, seyogyanya laranganmemberitakan atau menyiarkan tidakhanya terbatas pada wanita korbankejahatan moral. Sebaiknya semuaperkara mengenai kaum perempuantermasuk soal-soal domestik (sepertiperceraian) tidak menjadi obyek beritaumum apalagi vulgar. Pada semuatingkat pemeriksaan pro justisia,dilakukan dengan pintu tertutup kecualipada saat hakim membacakanputusan. Sekedar ilustrasi, kasus Arielyang melibatkan beberapa perempuan,seyogyanya hal itu tidak menjadi obyekpers karena melibatkan persoalandomestik, privasi dan moral.

Jakarta, Agustus 2012

Dewan Pers berhasil menyelesaikan pengaduan Pasundan Ekspres terhadap Bupati Purwakarta.Selasa di Gedung Dewan Pers (30|10|2012). Dari kiri-kanan Supriyatna (Pemred. Pasundan Ekspres),Agus Sudibyo (Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers),Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta).

9Etika| Oktober 2012

Bedah Kasus

Seorang pemimpin redaksisebuah tabloid hiburan hadirpada acara mediasi di Dewan

Pers beberapa waktu lalu. Beritayang diturunkan tabloidnya digugatseorang pesohor (selebritas). Beritaitu tanpa konfirmasi dari sang artis.Pemimpin redaksi itu cepatmenyadari bahwa kelemahan pokokdari beritanya memang karenatanpa konfirmasi. Pihaknyamengaku telah berusaha meng-hubungi si artis, namun gagal.Sayang kegagalannya itu tidak jugadiungkapkan dalam berita.

Tabloid itu juga tidak mengaju-kan permintaan konfirmasi atauwawancara secara tertulis ataumelalui surat elektronik kepada narasumber utama itu, setidaknya seba-gai bukti bahwa telah melakukankonfirmasi secara prosedural.

Dalam diskusi dengan DewanPers, pemimpin redaksi itu

Gagal Verifikasi,Melahirkan Problem Jurnalistik Beruntun

menyadari bahwa salah satu “lubangmenganga’ berita yang dibuatwartawannya adalah kegagalanverifikasi atau uji informasi, sehinggabisa menimbulkan problem Kode EtikJurnalistik (KEJ) beruntunsebagaimana disebutkan didalamPasal 3 KEJ yang berbunyi:“Wartawan Indonesia selalu mengujiinformasi, memberitakan secaraberimbang, tidak mencampurkanfakta dan opini yang menghakimi,serta menerapkan asas praduga takbersalah”. Jika wartawan gagalmelakukan verifikasi atau uji informa-si, biasanya berita tersebut menjaditidak berimbang, menghakimi sertamelanggar asas praduga tidakbersalah.

Sang pemimpin redaksi akhirnyabisa menerima pernilaian Dewan Persdan karena itu bersedia melayani hakjawab dari sang artis disertaipermintaan maaf kepada pembaca

dan masyarakat. Meskipundemikian, pemimpin redaksimeminta ke depan, kesediaan sangartis untuk kooperatif yaknimelayani permintaan konfirmasidari wartawan. Sebab jika adakonfirmasi, pemberitaan itu bisa jadilain, setidaknya akan berimbang dantidak menghakimi.

Boleh jadi sang artis sungguhsibuk, tetapi dia setidaknya bisamenjelaskan kepada wartawanbahwa pada kesempatanberikutnya akan memberikanjawabannya. Dengan demikian,upaya wartawan yang sungguh-sungguh profesional untuk melaku-kan konfirmasi dapat digenapi olehsang artis sehingga tidak muncultuduhan sebagai menghalangipekerjaan wartawan dalam men-cari, memperoleh, memiliki, me-nyimpan, mengolah dan menyam-paikan informasi kepada publik.

Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Wina ArmadaSukardi sedang memberikan ceramahdidepan para peserta mahasiswa.Workshop yang bertema “JurnalistikMahasiswa” digelar oleh Dewan Persdi Surabaya, 23 Oktober 2012.

10Etika | Oktober 2012

Kegiatan

Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, diGedung Dewan Pers, Jakarta(8|10|2012), menggelar jumpa pers. Iadidampingi Anggota Dewan Pers,Agus Sudibyo dan Bekti Nugroho.

Jumpa pers digelar untuk me-nanggapi pernyataan pengacaraGunawan Jusuf, Hotman ParisHutapea, terkait Pernyataan Penilaiandan Rekomendasi (PPR) Dewan PersNomor 12/PPR-DP/IX/2012. PPR inimemuat penilaian Dewan Pers me-nanggapi pengaduan pengusahaGunawan Jusuf terhadap beritamajalah Tempo edisi 26 Maret – 1April 2012.

Menurut Bagir Manan, DewanPers menemukan perbedaan antara isipernyataan Hotman Paris dan isi PPRDewan Pers Nomor 12/PPR-DP/IX/2012. “Ini semacam manipulasiterhadap yang kami (Dewan Pers)buat,” katanya.

Agus Sudibyo menjelaskanbeberapa perbedaan antarapernyataan Hotman Paris yangdisampaikan saat jumpa pers diGedung Dewan Pers, Kamis (4/10/2010), dan isi PPR Dewan Pers.

Pertama, dalam siaran pers yangdibagikan Hotman Paris kepadawartawan disebutkan “Dewan Pers

menjatuhkan hukuman berat” kepadamajalah Tempo. Padahal, menurutAgus, Dewan Pers tidak menghukummajalah Tempo. Dewan Pers mere-komendasikan tindakan yang harus di-lakukan majalah Tempo terkait adanyapelanggaran Kode Etik Jurnalistik.

“Dewan Pers merekomendasi-kan penyelesaian masalah jurnalistiksehingga tidak menjadi masalahhukum,” tegas Agus.

Berikut selengkapnya klarifikasidari Dewan Pers:

Pernyataan Hotman Paris:Majalah Tempo dihukum Dewan Pers.

Isi PPR Dewan Pers: DewanPers tidak menghukum majalahTempo, tetapi merekomendasikantindakan yang harus dilakukanmajalah Tempo karena adanyapelanggaran Kode Etik Jurnalistik.Dewan Pers di negara yang demo-kratis tidak dapat memberikansanksi atau hukuman kepada pers,namun memberikan rekomendasipenyelesaian masalah jurnalistiksehingga masalah tersebut tidakmenjadi masalah hukum.

Pernyataan Hotman Paris:Untuk pertama kali Dewan Persmenjatuhkan hukuman berat dengancara menerapkan Pasal 3 Kode Etik

Jurnalistik.Isi PPR Dewan Pers: Bukan

sekali ini saja Dewan Pers menya-takan media massa melakukan pe-langgaran Kode Etik Jurnalistik.Pada tahun 2011, 84 persen darisemua kasus Kode Etik Jurnalistikyang ditangani Dewan Pers secaralangsung (total 157 kasus), berak-hir dengan kesimpulan bahwa me-dia massa melanggar Kode EtikJurnalistik. Pelanggaran Kode EtikJurnalistik dilakukan oleh mediayang berbeda-beda, bukan hanyaoleh majalah Tempo.

Pernyataan Hotman Paris:Dewan Pers menyatakan majalahTempo menggunakan sumber yangtidak kredibel.

Isi PPR Dewan Pers: Sebalik-nya, Dewan Pers menyatakanmajalah Tempo telah menggunakansumber yang kredibel.

Pernyataan Hotman Paris:Dewan Pers menyatakan majalahTempo tidak berimbang.

Isi PPR Dewan Pers: DewanPers menyatakan majalah Tempotelah berusaha memenuhi keberim-bangan dengan memenuhi prosedurkonfirmasi. Namun sumber kunciyang diwawancara, tidak bersedia

Dewan Pers Jelaskan Penilaian Soal Gunawan Jusuf dan Tempo

11Etika| Oktober 2012

Sorotan

Undang-Undang Pers No. 40/1999 lahir sebagai antitesadari keadaan sebelumnya

dimana pers sebagai pilar keempatdemokrasi mengalami begitu banyakpengekangan dan pembredelan atasnama hukum atau selfcensorship,serta atas nama ketakutan bagikelangsungan media dan usahanya.

Oleh karena itulah UU Persmembentuk rezim pers yang bebasdari pembredelan sebagaimana diatur

Kekerasan terhadap Wartawan Semacam Pembredelen Bentuk Baru

didalam Pasal 4 ayat (1) yang ber-bunyi: “Kemerdekaan pers dijaminsebagai hak asasi warga negara”. Ke-mudian ayat (2) berbunyi: “Terhadappers nasional tidak dikenakan penyen-soran, pembredelan, dan pelaranganpenyiaran.”

Namun kondisi itu kemudianmengusik segolongan anggota masya-rakat, bahkan kadang-kadang tanpaalasan yang bisa dibenarkan olehhukum melakukan pengekangan atau

semacam pembredelan dengan tindakkekerasan. Kasus teranyar adalahpenganiayaan wartawan foto RiauPos, Didik Herwanto, oleh seorangoknum perwira menengah TNI-AU.Pewarta foto tersebut tengah meliputpesawat tempur jenis Hawk 200 yangjatuh di pemukiman warga di JalanPasir Putih, Desa Pandau Jaya,Kampar, Riau, Selasa (16|10|2012).

Dengan alasan untuk mengaman-kan TKP dan kemudian pesawatdinyatakan membawa peluru kendali,seorang oknum perwira menengahTNI-AU menendang dan mencekikpewarta foto yang tengah mengambilgambar di lokasi kejadian. Seorangprajurit lainnya mengambil kamera,alat kerja wartawan itu. Selain Didik,disebut-sebut korban kekerasan padaperistiwa itu adalah Rian FB Anggoro(wartawan Kantor Berita ANTARA),Fakhri Rubianto (reporter RiauTelevisi), Ari (TV One), Irwansyah(reporter RTV) dan Andika (fotograferVokal). Peristiwa yang dialami Didikini disiar-ulang berbagai stasiun televisidi Tanah Air.

Esoknya muncul di halaman

memberikan keterangan.Pernyataan Hotman Paris:

…majalah Tempo untuk melaksanakanPutusan Dewan Pers tersebut secarasungguh-sungguh dengan caramemuat pernyataan maaf (denganbahasa yang benar-benar ihklasmeminta maaf) sebanyak lima hala-man di majalah Tempo (dalam tiga kalipenerbitan) dan juga iklan ukuran besardi koran Kompas yang seimbangdengan tulisan sebanyak lima halamantentang Gunawan Jusuf di majalahTempo yang terbukti melanggar Kode

Etik Jurnalistik (KEJ).Isi PPR Dewan Pers: Reko-

mendasi Dewan Pers mengacu kepa-da Peraturan Dewan Pers No.9 tahun2008 tentang Pedoman Hak Jawab,Butir 13 huruf e dan f. Pemuatan hakjawab dilakukan satu kali untuk setiappemberitaan yang melanggar KodeEtik Jurnalistik dan wajib memintamaaf jika pemberitaan tersebutmenghakimi.

Pernyataan Hotman Paris: …karena majalah Tempo menulis limahalaman yang isinya tidak sesuai fakta

hukum terutama kalimat majalahTempo yang berbunyi “Jurus berkelitmenghindari utang dengan mengguna-kan data keimigrasian ternyata bukansekali digunakan Gunawan Jusuf”.

Isi PPR Dewan Pers: Dalamlima halaman berita dimaksud,Dewan Pers hanya menemukankesalahan pada penggalan kalimat“Jurus berkelit menghindari utangdengan menggunakan data ke-imigrasian ternyata bukan sekalidigunakan Gunawan Jusuf”.

12Etika | Oktober 2012

Sorotan

utama pers cetak nasional.

Perlindungan hukumSekadar mengingatkan, warta-

wan yang tengah melaksanakan pro-fesinya memperoleh perlindunganhukum (pasal 8 UU 40/1999) yakniberupa jaminan perlindungan pemerin-tah dan atau masyarakat kepadawartawan yang tengah menjalankanfungsi, hak, kewajiban dan peranan-nya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai perwira menengah, pe-laku seharusnya memahami konsekuensihukum dari setiap perbuatannya. Sangperwira rupanya tidak bisa lagi menahanemosi. Penganiayaan itu dilakukan dimuka umum, bahkan anak-anaksekolah. Alasan perbuatan sang perwirasepertinya benar secara hukum, namunjika penegakan hukum dilakukan denganmelanggar hukum yakni menganiaya,maka perbuatan itu tetap melanggarhukum. Perbuatan itu melanggar UUPers karena korbannya adalahwartawan yang tengah menjalankantugas jurnalistik. Bahkan penganiayaanitu juga masuk ranah hukum pidana.

Terkait soal itu, PeraturanDewan Pers No. 05/2008 tentangStandar Perlindungan Profesi Warta-wan menegaskan, dalam melaksana-kan tugas jurnalistik, wartawan mem-peroleh perlindungan hukum darinegara, masyarakat dan perusahaan

pers (butir 2). Kemudian juga ditegas-kan: “Dalam menjalankan tugas jur-nalistik, wartawan dilindungi dari tindakkekerasan, pengambilan, penyitaan danatau perampasan alat-alat kerja, sertatidak boleh dihambat atau diintimidasioleh pihak mana pun (butir 3).

Semula kasus pembunuhan ter-hadap wartawan disebut sebagai ulti-mate tindak pembredelan terhadappers. Kini beragam kekerasan, mulaidari intimidasi, pengancaman, peman-faatan tenaga-tenaga preman sampaiperampasan alat kerja wartawan,sudah dapat dikategorikan sebagaibentuk pembredelan dalam perspektifyang diperluas. Karena dengan tindak

kekerasan, wartawan atau institusipers akan dibayangi ketakutan dalammenulis berita atau laporan.

Pembredelan secara legal norma-tif memang sudah dihapus dari bumi In-donesia tetapi secara kasat mata munculfenomena pembredelan dalam bentuklainnya yang dilakukan oleh sebagiananggota atau kelompok masyarakat.

Mereka yang tidak puas atasperilaku atau karya wartawan tidakberusaha melawannya dengan keten-tuan yang sudah disediakan UU Pers,tetapi lebih memilih cara lain yangmereka anggap lebih mudah yaknimembredel pers dengan melakukankekerasan. Dan kekerasan itu bisameliputi: penghambatan dan penginti-midasian dalam peliputan berita,ancaman oleh regulasi/perundang-undangan, ancaman oleh pejabatnegara, ancaman oleh masyarakat,ancaman oleh pemilik media, anca-man oleh wartawan, ancaman olehwartawan yang tidak kompeten. Se-mua ini adalah aneka rupa pembrede-lan (=pengekangan). Pengekanganyang pada gilirannya membuat warta-wan tidak bebas melaksanakan pro-fesinya sesuai kode etik jurnalistikyang mereka miliki.***