Tokoh Fotografer Indonesia

31
Tokoh Terkenal "PELOPOR PHOTOGRAPHY DI INDONESIA Kassian Cephas (15 Februari 1844 - 1912) dapat dianggap sebagai pelopor fotografi Indonesia. Ia adalah seorang pribumi yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan karya fotografi tertuanya buatan tahun 1875. Cephas lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven. Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah sekitar tahun 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik. Publikasi luas foto-foto Cephas dimulai pada tahun 1888 ketika ia membantu membuat foto-foto untuk buku karya Isaäc Groneman, seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang budaya Jawa, yang berjudul: In den Kedaton te Jogjakarta. Pada buku karya Groneman yang lain: De Garebeg's te Ngajogjakarta, karya-karya foto Cephas juga ada disitu. Dengan kamera barunya yang bisa dipakai untuk membuat "photographe instanee", Cephas mulai menjual karya-karya fotonya. Sejak itu karya- karyanya mulai dikenal dan dipakai sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para masyarakat elit Belanda ketika mereka akan pergi ke luar kota atau ke Eropa. Misalnya ketika JM. Pijnaker Hordijk, pemilik sewa dan seorang Vrijmetselaar terkemuka akan meninggalkan Yogyakarta, ia diberi hadiah album indah berisi kompilasi karya-karya foto Cephas dengan cover indah yang dilukis oleh Cephas sendiri dan bertuliskan "Souvenir von Jogjakarta". Album-album semacam itu yang berisi foto-foto sultan dan keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti residen dan asisten residen. Keadaan seperti ini tentunya membuat Cephas dikenal luas masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka. Cephas mulai bekerja sebagai fotografer kraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengkubuwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak kraton maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di kraton semisal tari- tarian untuk kepentingan buku karya Groneman. Cephas juga membantu pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan yang dilakukan oleh Archaeologische Vereeniging di Yogyakarta. Proyek ini berlangsung tahun 1889-1890. Dalam bekerja, Kassian Cephas banyak dibantu Sem, anak laki-lakinya yang paling tertarik pada dunia fotografi seperti ayahnya. Kassian Cephas memotret sementara Sem menggambar profil bangunannya. Ia juga membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto yang dibuat Cephas untuk penggalian ini. Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9000 gulden untuk penelitian ini. Cephas dibayar 10 gulden per lembar fotonya. Cephas

description

grid

Transcript of Tokoh Fotografer Indonesia

Page 1: Tokoh Fotografer Indonesia

Tokoh Terkenal "PELOPOR PHOTOGRAPHY DI INDONESIA

Kassian Cephas (15 Februari 1844 - 1912) dapat dianggap sebagai pelopor fotografi Indonesia. Ia adalah seorang pribumi yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan karya fotografi tertuanya buatan tahun 1875.Cephas lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven. Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah sekitar tahun 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.Publikasi luas foto-foto Cephas dimulai pada tahun 1888 ketika ia membantu membuat foto-foto untuk buku karya Isaäc Groneman, seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang budaya Jawa, yang berjudul: In den Kedaton te Jogjakarta. Pada buku karya Groneman yang lain: De Garebeg's te Ngajogjakarta, karya-karya foto Cephas juga ada disitu.Dengan kamera barunya yang bisa dipakai untuk membuat "photographe instanee", Cephas mulai menjual karya-karya fotonya. Sejak itu karya-karyanya mulai dikenal dan dipakai sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para masyarakat elit Belanda ketika mereka akan pergi ke luar kota atau ke Eropa. Misalnya ketika JM. Pijnaker Hordijk, pemilik sewa dan seorang Vrijmetselaar terkemuka akan meninggalkan Yogyakarta, ia diberi hadiah album indah berisi kompilasi karya-karya foto Cephas dengan cover indah yang dilukis oleh Cephas sendiri dan bertuliskan "Souvenir von Jogjakarta". Album-album semacam itu yang berisi foto-foto sultan dan keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti residen dan asisten residen. Keadaan seperti ini tentunya membuat Cephas dikenal luas masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka.Cephas mulai bekerja sebagai fotografer kraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengkubuwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak kraton maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di kraton semisal tari-tarian untuk kepentingan buku karya Groneman.Cephas juga membantu pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan yang dilakukan oleh Archaeologische Vereeniging di Yogyakarta. Proyek ini berlangsung tahun 1889-1890. Dalam bekerja, Kassian Cephas banyak dibantu Sem, anak laki-lakinya yang paling tertarik pada dunia fotografi seperti ayahnya. Kassian Cephas memotret sementara Sem menggambar profil bangunannya.Ia juga membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto yang dibuat Cephas untuk penggalian ini. Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9000 gulden untuk penelitian ini. Cephas dibayar 10 gulden per lembar fotonya. Cephas mengantongi 3000 gulden (sepertiga dari seluruh uang penelitian). Jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu itu.Cephas adalah pribumi satu-satunya yang berhasil menguasai alat peradaban modern, itu juga yang membuatnya diakui di kalangan golongan masyarakat kelas tinggi. Buktinya ia bisa menjadi anggota istimewa Perkumpulan Batavia yang terkenal itu. Tahun 1896 ia dinominasikan menjadi anggota KITLV (Lembaga Linguistik dan Antropologi Kerajaan) atas dedikasinya memotret untuk penelitian Archaeologiche Vereeniging. Ia benar-benar diterima menjadi anggota KITLV pada tanggal 15 Juni 1896. Ketika Raja Chulalongkorn dari Thailand berkunjung ke Yogyakarta tahun 1896, ia mendapat hadiah berupa tiga buah kancing permata. Bahkan Ratu Wilhelmina dari Belanda memberi penghargaan berupa medali emas Oranje-Nassau kepada Cephas pada tahun 1901.Cephas sendiri sudah sejak tahun 1888 memulai prosedur untuk mendapatkan status "gelijkgesteld met Europeanen" atau "disetarakan dengan kaum Eropa" untuk dirinya

Page 2: Tokoh Fotografer Indonesia

sendiri dan anak-anak laki-lakinya: Sem dan Fares; suatu prosedur yang dimungkinkan oleh UU Kewarganegaraan Hindia Belanda pada masa ituPosted by Luthfida N.A at 6:22 PM Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

Kassian CephasDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Kassian Cephas

Kassian Cephas (lahir di Kesultanan Yogyakarta, 15 Februari 1844 – meninggal diYogyakarta, 16 November 1912 pada umur 68 tahun) dapat dianggap sebagai pelopor fotografi Indonesia. Ia adalah seorang pribumi yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan karya fotografi tertuanya buatan tahun 1875.

Cephas lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven. Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja diJawa Tengah sekitar tahun 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas pada tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernamaSimon Willem Camerik.

Publikasi luas foto-foto Cephas dimulai pada tahun 1888 ketika ia membantu membuat foto-foto untuk buku karya Isaäc Groneman, seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang budaya Jawa, yang berjudul: In den Kedaton te Jogjakarta. Pada buku karya Groneman yang lain: De Garebeg's te Ngajogjakarta, karya-karya foto Cephas juga ada di situ.

Dengan kamera barunya yang bisa dipakai untuk membuat "photographe instanee", Cephas mulai menjual karya-karya fotonya. Sejak itu karya-karyanya mulai dikenal dan dipakai sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para masyarakat elit Belanda ketika mereka akan pergi ke luar kota

Page 3: Tokoh Fotografer Indonesia

atau ke Eropa. Misalnya ketika JM. Pijnaker Hordijk, pemilik sewa dan seorang Vrijmetselaar terkemuka akan meninggalkan Yogyakarta, ia diberi hadiah album indah berisi kompilasi karya-karya foto Cephas dengan cover indah yang dilukis oleh Cephas sendiri dan bertuliskan "Souvenir von Jogjakarta". Album-album semacam itu yang berisi foto-foto sultan dan keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti residen dan asisten residen. Keadaan seperti ini tentunya membuat Cephas dikenal luas masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka.

Cephas mulai bekerja sebagai fotografer keraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengkubuwono VI. Karena kedekatannya dengan pihak keraton maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di keraton semisal tari-tarian untuk kepentingan buku karya Groneman.

Cephas juga membantu pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan yang dilakukan oleh Archaeologische Vereeniging di Yogyakarta. Proyek ini berlangsung tahun 1889-1890. Dalam bekerja, Kassian Cephas banyak dibantu Sem, anak laki-lakinya yang paling tertarik pada dunia fotografi seperti ayahnya. Kassian Cephas memotret sementara Sem menggambar profil bangunannya.

Ia juga membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto yang dibuat Cephas untuk penggalian ini. Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9000 gulden untuk penelitian ini. Cephas dibayar 10 gulden per lembar fotonya. Cephas mengantongi 3000 gulden (sepertiga dari seluruh uang penelitian). Jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu itu.

Cephas adalah pribumi satu-satunya yang berhasil menguasai alat peradaban modern, itu juga yang membuatnya diakui di kalangan golongan masyarakat kelas tinggi. Buktinya ia bisa menjadi anggota istimewa Perkumpulan Batavia yang terkenal itu. Tahun 1896 ia dinominasikan menjadi anggota KITLV (Lembaga Linguistik dan Antropologi Kerajaan) atas dedikasinya memotret untuk penelitian Archaeologiche Vereeniging. Ia benar-benar diterima menjadi anggota KITLV pada tanggal 15 Juni 1896. Ketika Raja Chulalongkorn dari Thailand berkunjung ke Yogyakarta tahun 1896, ia mendapat hadiah berupa tiga buah kancing permata. Bahkan Ratu Wilhelmina dari Belanda memberi penghargaan berupa medali emas Oranje-Nassaukepada Cephas pada tahun 1901.

Cephas sendiri sudah sejak tahun 1888 memulai prosedur untuk mendapatkan status "gelijkgesteld met Europeanen" atau "disetarakan dengan kaum Eropa" untuk dirinya sendiri dan anak-anak laki-lakinya: Sem dan Fares; suatu prosedur yang dimungkinkan oleh UU Kewarganegaraan Hindia Belanda pada masa itu.

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Baris Waktu Kassian Cephas (Sumber: KNAAP, GERRIT (WITH A CONTRIBUTION BY YUDHI SOERJOATMODJO) Cephas, Yogyakarta. Photography in the service of the Sultan. . Leiden, KITLV Press, 1999)

15 januari 1845 Lahir di Yogyakarta, dari pasangan pribumi Kartrodono dan Minah

Menurut H.J. de Graaf, Cephas adalah keturunan biologis dari Frederik Bernard Franciscus Schalk, warga Belanda yang tinggal di Yogyakarta pada pertengahan abad ke-19. (De Graaf 1981:47)

27 Desember 1860 Usia 15 tahun, dibabtis di gereaja Bagelen- Purworejo dan melengkapi nama belakang keluarga menjadi Cephas; dari bahasa Aramic. Pada masa ini, ia mengabdi sebagai pembantu rumah tangga untuk Christina Petronella Steven (Mrs. Phillips-Steven) di Bagelen.

1860-an Kembali ke Yogyakarta

22 Januari 1886 Menikahi seorang wanita pemeleuk Kristen-Protestan pribumi, bernama Dina Rakijah di gereja Yogyakarta

Page 4: Tokoh Fotografer Indonesia

1861-1871 Belajar fotografi dari Simon Willem Camerik, pelukis dan fotografer untuk sultan HB VI, Yogyakarta (Locomotief 13:29-8-1864)

1860-an Belajar fotografi pada Isidore van Kinsbergen, yang bekerja untuk mendokumentasikan barang antik penginggalan Hindu-Jawa antara tahun 1863 hingga 1875. (De Graaf, 1981:49)

1869 Berkenalan dengan Isaac Groenaman, seorang dokter. Groenaman diangkat menjadi dokter pribadi sultan tahun 1885.

1885 Bergabung di Vereeneging voor Oudheid-, Land-, Taal- en Volkenkunde te Jogjakarta. (Persatuan untuk Arkeologi, Geografi, Bahasa dan Etnograpfi Yogyakarta) yang didirikan oleh Isaac Groenaman.

28 Juni 1866 Lahir anak perempuan pertama Naomi. Pada November 1882, menikah pada Christiaan Beem. Tahun 1868, Lahir anak laki-laki kedua, Jacob dan meninggal pada tahun yang sama.

15 Maret 1870 Lahir anak laki-laki ke-tiga, Sem. Pada tahun berikutnya, mengikuti jejak ayahnya menjadi pelukis dan fotografer istana.

30 Januari 1881 Farez, lahir. Tahun selanjutnya, 4 Juli 1881 Josef, lahir.

1877 Mendirikan studio foto di Lodtji Kecil Wetan (sekarang jalan Mayor Suryotomo) disamping kali Code. Teknik fotografi yang digunakan adalah cetak carbon (carbon print) yang disebut pula Chromo Photographs. Diantaranya menerima foto portrait, jalan dan monumen, bangunan tua.

1884 Melalui artikel yang ditulis Isaac Groeneman di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, atau perhimpunan seni dan ilmu pengetahuan Batavia, memuat karya Kassian Cephas foto bangunan Taman Sari, sebagai fotografer bangsa pribumi (Jawa)

1871 Diangkat menjadi pelukis dan fotografer untuk sultan VI, Yogyakarta

1884 Masuk ke dalam team pemotretan istana air taman sari, untuk royal Batavian society of art and science. (karya pemotretan yg pertama)

1885 Isaac Groeneman membuat draft untuk buku berjudul In den Kedaton dan De garebeg’s te Ngajogyakarta, masing-masing memuat photograpm karya Cephas ke KITLV (Institut Kerajaan untuk Linguistik dan antropologi, yang kini berada di Leiden) di Hague Belanda.

1886 Membeli kamera paling canggih saat itu, “Photographie Instantee”. Tipe kamera seperti ini bisa merekam hingga kecepan 1/400 detik.

1888 Karya pertama yg dapat dilihat oleh publik, buku “ In den Kedaton te Jogjakarta “ oleh issac groneman. Buku itu berisi 16 karya collotype print yang memperlihatkan karya tari klasik Hindu-Jawa yang ditarikan oleh bangsawan keraton di kesultanan Yogyakarta, pada saat pemerintahan Sultan HB VII. Tahun ini pula, Cephas mengajukan prosedur naturlisasi derajat sosialnya, disejajarkan dengan bangsa eropa, yang disebut gelijkteld met Europeanen, untuk Cephas sendiri, Sem dan Fares anaknya.

1890 Groeneman mempublikasikan tulisan dan gambar littograph yang berasal dari foto Cephas, tentang tarian Hindu-Jawa. Tarian ini dilaksanakan pada saat perayaan penobatan Patih, Kanjeng Raden Adipati Danureja V, bulan Agustus 1888.

1889 Perayaan upacara sunatan pangeran Gusti Raden Mas Akhadiyat atau Hamengkunegara I. Cephas mengambil beberapa gambar tarian Hindu-Jawa, namun karyanya tidak pernah dipublikasikan pada saat itu.

1889-1890 Masa-masa paling sibuk bagi Cephas. Dalam rangkaian pengambilan gambar untuk Perhimpunan Arkeologo Yogyakarya, dalam rangka sebagai bahan studi dan pelestarian. Diantaranya monumen, candi Loro Jonggrang, di kompleks Candi Prambanan. 1890, pemerintah Hindia-Belanda, menyediakan dana sebesar f. 3.000 untuk proyek dokumentasi ini. Kassian Cephas melakukan pemotretan dari tahun 1889 hingga 1890, sedangkan anaknya, Sem Cephas menggambar letak ruang kompleks candi. 1891, Isaac Groenaman, mengirimkan karya Cephas ke KITLV di Hague, untuk bahan publikasi, kemudian terbit tahun 1893, terdiri dari 62 Callotype.

Page 5: Tokoh Fotografer Indonesia

1890-1891 Cephas memotret bagian dasar candi Borobudur hingga mendapatkan 164 foto, terdiri dari 160 relief dan 4 foto yang memperlihatkan keseluruhan struktur bangunan. Untuk proyek ini, Cephas memperhitungkan, akan membutuhkan 300 foto untuk memotret keselurhan candi. Karena menggunakan teknik rekam dry plate gelatin, maka dibutuhkan waktu setengah jam untuk setiap kali pemotretan, hingga total keselurhan waktu yang dibutuhkan adalah 150 jam, atau 30 hari pengerjaan, untuk setiap lima jam setiap harinya.

1899 Proyek terakhir bersama Groeneman, mendokumentasikan pada penampilan panggung tari klasik, yang membutuhkan waktu empat hari di keraton. Sendra tari ini berdasarkan karya Gusti Pangeran Harya Surya Mataram, kakak dari HB VII. Lebih dari 150 orang terlibat dan persiapannya membutuhkan waktu setengah tahun, dan menghabiskan biaya f.30,000. Pada saat pementasan, dihadiri lebih dari 36.000 penonton. Peliputan lengkap ini, meliputi sembilan buku dengan teknik proses blok print karya fotografi Cephas, dipublikasikan di Semarang. Tahun 1902, buku ini dipesembahkan sebagai hadiah perkawinan ratu Welhelmina dan pangeran Frederik.

Pada tahun yang sama, mendapatkan anugerah “Orange-Nassau” bersama Isaac Groneman atas hasil karyanya melakukan pemotretan budaya dan antropologi Jawa.

1902 Membuat beberapa foto dokumentasi untuk upacara Wayang Beber, di kampung Gelaran Gunung Kidul.

1903 Cephas pensiun dan menjadi abdi dalem di keraton sebagai mediasi untuk pengiriman pesan surat. Aktivitas memotret dilanjutkan oleh Sem

16 Nopember 1911 Istri Kassian Cephas, Dina meninggal dunia dan karena sakit berkepanjangan, tanggal 16 November 1912 (usia 67) Kassian Cephas tutup usia. Tahun 1918, Sem Cephas meninggal dunia karena terjatuh dari kuda.

Andreas Darwis Triadi (lahir: Solo, Jawa Tengah, 15 Oktober 1954) atau lebih dikenal dengan Darwis Triadi adalah seorang ahli fotografer glamor dan fashion senior Indonesia yang menyukai warung soto Mas Simen.

Darwis Triadi mengembangkan minat fotografinya sejak tahun 1979. Ilmu desain pun turut dipelajari untuk memperkaya kemampuan artistiknya. Karena prestasinya yang terus meningkat, dia diberi kepercayaan untuk menampilkan karyanya pada majalah tahunan Hasselblad yang berskala internasional pada tahun 1990. Dalam kurun waktu bersamaan, ia sempat mempresentasikan slide andalannya dalam acara Photo Kina International Competition di Köln, Jerman. Kompetisi ini digelar dalam rangka "Hasselblad International Annual". Setahun kemudian, majalah internasional Vogue memajang karyanya pada artikel spesial tentang Indonesia. Bron Elektronik AG dari Swiss, produsen lampu Broncolor, memilihnya untuk mengisi kalender Broncolor tahun 1997. Darwis akhir-akhir ini sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan dan tetap menyukai warung soto Mas Simen.

Kristupa Saragih Photography

muka Professional photographer shoots mainly commercial, corporate and travel photography. Started shooting in 1992 when working as

Page 6: Tokoh Fotografer Indonesia

tentang saya

galeri

catatan

kontak

Yogyakarta-based correspondent for Hai Magazine, covering many kind of assignments including motorsports, stage performance and showbiz. Initiated shooting model and fashion since 1996 as semi-pro photographer.

Formal education background is geology, studied in Department of Geological Engineering, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia. After graduation, worked as field engineer inSchlumberger, a multinational oilfield services company, based in Vung Tau, Vietnam and Alexandria, Egypt in 2001, both onshore and offshore.

Started full-time professional photography in 2002, formally based in Yogyakarta since 2009, with extensive travelling to do assignments in Jakarta, Surabaya and Bali.

Also known as founder and administrator of web-based photography community Fotografer.net (www.fotografer.net), the biggest in South-East Asia region with over 270,000 members.

Kristupa Saragih Photography

muka

tentang saya

galeri

catatan

kontak

<<< << < 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - 8 - 9 - 10 > >> >>>

 

Bulguksa Temple 불국사 Salam Dayak Tenggalan 

Sawai at Dawn Menikmati Usia Senja 

Standby Sigale-gale Lereng Silalahi 

Sunrise in Tele, Toba Lake The Beauty of Cheongnamdae 

What You Seek is Seeking You There is No Fear in Love, Perfect Love Casts Out Fear

 

Nyoman Bayu Yudinala. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Fotografer

 

Siapakah tokoh fotografi Indonesia yang paling terkenal dan sukses berkiprah di negara Jepang ? Jawabannya cuma satu yaitu Nyoman Bayu Yudinala.

Sebagai seorang seniman penampilannya memang cukup unik yang seakan merupakan refleksi dari rasa seninya. Rambut ikal dan panjang diikat kebelakang atau dibiarkan

Page 7: Tokoh Fotografer Indonesia

bebas terurai. Pilihan mode pakaian yang feshionable dan tentu saja tidak ketinggalan kamera yang tidak pernah lepas dari tangan membuatnya kehadirannya selalu menjadi pusat perhatian.

Lahir di Singaraja, Bali pada 6 April 1968. Tamat dari universitas Gadjah Mada Fakultas Ekonomi pada tahun 1994 dan Teknik Pertambangan UPN Yogyakarta pada tahun 1996. Pernah berkarir sebagai marketing staff di Yogyakarta (1994-1995) lalu bekerja sebagai credit analyst di Sumitomo Mitsui Bank (1996-1999), membuka usaha IT di Bali (1999-2002) dan akhirnya kembali bekerja di Jepang sejak Agustus 2002.

Dari bidang ekonomi pindah ke jalur seni tentu merupakan perjalanan hidup yang cukup menarik bukan ? Saya sendiri bahkan awalnya menduga Beliau adalah seorang lulusan sekolah seni seperti ISI atau sejenisnya yang ternyata salah besar.

Namun terlepas dari apapun latar pendidikannya, kehebatan beliau dalam urusan pencet memencet shutter kamera ini sudah tidak bisa diragukan lagi. Di lingkungan dunia fotografi Indonesia sepertinya nyaris tidak ada orang yang tidak mengenalnya. Kemudian di negara Jepang sendiri namanya sangat akrab di telinga sejumlah orang. Hal ini tidak lepas karena kiprah beliau yang sangat aktif di bidangnya serta pernah memenangkan sejumlah penghargaan salah satunya adalah penghargaan dalam foto kontes yang diadakan di Kanagawa.

Bagi pembaca yang tertarik dan berminat berguru dari tokoh ini bisa menghubungi beliau di di nomor telpon pribadi 0878 6048 4899, via email [email protected] ataupun mampir di page MataHati Photography di Facebook nya.

Page 8: Tokoh Fotografer Indonesia

Aitai, When Can I See You? – Nyoman Bayu Y

“I live and work in Japan since August 2002. Starting photography with film camera and totally change to digital format around year 2005. I have traveled around Japan to make photographs, from Hokkaido, Niigata, Gunma, Tochigi, Chiba, Kanagawa, Tokyo, Yamanashi, Nagoya, Kyoto and other places. I’ve climbed Mountain Fuji 5 times to see the beautiful sunrise (known as “Goraiko” in Japanese). AITAI is the first album, published and will be exhibited around major cities in Indonesia. I selected my unique, unparalled photographs and only printed in a very limited edition through out the world.”

“AITAI is a about a journey to seek the beautiful reason behind the existence of the universe, the soul of nature, to find answer of my troubled life.”

“Memotret alam memerlukan disiplin dan kesabaran tersendiri. Menjadi sebuah ironi bahwasannya fotografi alam peminatnya kurang bila dibandingkan dengan jenis fotografi yang lain. Fotografi komersial yang segera mendatangkan uang ramai-ramai diserbu

Page 9: Tokoh Fotografer Indonesia

peminatnya. Standarnya begitu beragam, dari pehobi dan usaha sampingan, amatir, semi pro dan profesional bersaing dalam lahan garapan fotografi yang sama. Luasnya ruang berkreasi dalam era digitalisasi membuat orang getol berada di depan komputer lebih lama daripada pemotretannya sendiri.”“Fotografi alam memiliki kaidah-kaidah yang lazim dan standar. Fotografi alam mencapai tingkat kedewasaan di negeri-negeri maju yang penghargaannya sama dengan jenis fotografi yang lain seperti fotografi lansekap, fashion, model, foto, produk, interior, arsitektur dan lain-lain. Fotografi alam tampil dalam kebersahajaannya melalui teknik-teknik fotograf dengan memanfaatkan keunikan serta momentum yang baik.”Nyoman Bayu Yudinala lahir di Singaraja, Bali pada 6 April 1968. Tamat dari universitas Gadjah Mada Fakultas Ekonomi pada tahun 1994 dan Teknik Pertambangan UPN Yogyakarta pada tahun 1996. Pernah berkarir sebagai marketing staff di Yogyakarta (1994-1995) lalu bekerja sebagai credit analyst di Sumitomo Mitsui Bank (1996-1999), membuka usaha IT di Bali (1999-2002) dan akhirnya kembali bekerja di Jepang sejak Agustus 2002.Keahlian fotografi diperoleh secara otodidak sejak 2005, ketika mengenal kamera tipe DSLR dan pernah memperoleh penghargaan dalam sebuah foto kontes di Kanagawa Prefecture, Jepang. Penasaran akan teknik-teknik fotografi dan seni mengelola cahaya melalui kamera mendorong upaya pencarian komposisi dan momentum alam secara natural melalui perjalanan-perjalanan. Gunung Fuji, matahari terbit, puncak gunung, musim semi saat mekarnya bunga-bunga ume (plum) dan sakura, musim gugur, musim salju, Hokkaido di Utara hingga Kyoto di selatan. Penghargaan terhadap alam memicu pengabadian alam dengan teknik foto grafi MATAHATI untuk menangkap emosi cahaya dalam fotograf, melihat obyek melalui sudut pandang kekaguman dan rendah hati sehingga obyek-obyek foto tampil natural, tetapi mengandung tingkat emosional yang tinggi. Karya-karya fotografi disajikan dengan sangat SEDIKIT polesan digital.

“Memotret di alam memerlukann cara melihat (the art of seeing) sesuatu melalui perspektif yang indah. Ada hal-hal yang tidak bisa ditiru oleh pengolah gambar semacam photoshop. Frame dan komposisi yang kuat di lapangan sangat mempengaruhi penampilan fotograf.”“Banyak terjadi perselisihan pendapat bagaimana pengolah gambar (misalnya Photoshop) mempengaruhi tampilan sebuah fotograf. Pengolah gambar itu tidaklah salah keberadaannya. Dia merupakan software (perangkat lunak) yang canggih yang meniru cara kerja sebuah laboratorium pengolah foto. Dahulu, fotograf-fotograf hasil karya para profesional mengalami “post-processing” dalam kamar gelap (dark room). Teknik-teknik kamar gelap haruslah diketahui oleh seorang pemotret alam, walaupun dikerjakan oleh operator-operator yang memang bertugas seperti itu. Mood-nya diciptakan melalui kontras, warna, dodge-burn selain teknik kamera yang memang sudah terintegrasi dalam foto awalnya.”“Sekarang perkembangan fotografi digital membawa orang lebih tertarik pada keleluasaan aplikasi kamar gelap melalui komputer. Teknik kamar gelap yang dahulu sulit, sekarang dengan mudah ditiru dengan memainkan mouse komputer dan klik pada tombol keyboard. Tetapi, hendaknya jangan dilupakan bahwa memotret adalah pekerjaan yang membutuhkan konsep, teknik, skill, knowledgedan jam terbang yang holistik-integratif. Khusus untuk pemotretan alam, kita berusaha untuk meniru dan mendapatkan tonal warna yang alamiah. Dalam pemotretan di lapangan, mungkin saja

Page 10: Tokoh Fotografer Indonesia

fotografi kita kurang “pop-up” (nendang). Untuk itu kita menggunakan cara-cara “kamar gelap” untuk memberikan aksentuasi kuat pada fotonya. Picture control (Nikon), penggunaan saturasi danwhite balance yang tepat bisa memberikan kedalaman “mood” foto-foto kita. Walaupun warna-warni semu/buatan tidak salah penggunaannya dalam seni fotografi, tetapi sebaiknya kita menggunakan tonal-tonal warna yang alamiah. Hijau daun, langit biru, lembayung senja semestinya berada dalam proporsi ruang tonal yang logis.”MataHati Photography digawangi oleh Nyoman Bayu Yudinala. Buat yang penasaran dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang karya-karya beliau maupun teknik fotografi MataHati :) bisa menghubungi Bli Nyoman di nomor telpon pribadi 0878 6048 4899, via email [email protected] ataupun mampir di page MataHati Photography di Facebook nya. AITAI, When Will I See You… Again…

TOKOH JURNALISTIK INDONESIAPosted by Danu poetra hartono on Rabu, 22 Mei 2013

OSCAR MATULOHPria kelahiran Surabaya 17 Agustus 1959 ini adalah seorang tokoh fotografer jurnalistik.

Beliau bekerja di kantor Berita ANTARA sejak tahun 1990. Riwayat belajar fotografi beliau dimulai secara otodidak dan kemudian belajar fotografi jurnalistik di Hanoi, Vietnam

1991 dan Tokyo, Jepang 1993. Beliau juga seorang penulis buku fotografi, diantaranya: "EAST TIMOR, A Photograpic Record", "Marinir", "Pengawal Samudra", "Samudra Air

Mata" dan "EAST TIMOR, The Long And Winding Road"

Pembicara: Oscar Motuloh & Bambang Sugiharto

Page 11: Tokoh Fotografer Indonesia

Ketika banyak fotografer menampilkan suasana bencana atau pasca-bencana dengan konfigurasi mentah, klise, dan harfiah, Oscar Motuloh merekam obyek-obyek sepele namun sarat dengan jejak batin manusiawi yang menyentuh, benturan simbolik ganjil yang dapat membuat orang meneteskan airmata sambil tertawa, atau justru konfigurasi konyol yang menyiratkan parodi getir. Pada foto-fotonya perihal bencana tsunami Aceh atau lumpur Lapindo di Jawa Timur, misalnya, pembenturan tak lazim antara obyek-obyek di sana menyeret kita pada berbagai perenungan dan asosiasi tak terduga—pada pemahaman baru akan realitas. Karya Oscar Motuloh memang menyeret segala benda dan peristiwa kembali ke arah misteri j iwa, semacam ziarah untuk melacak konstelasi tersembunyi dinamika batin manusia.

Oscar Motuloh adalah pewarta foto, fotografer dan kurator fotografi.  Saat ini ia memimpin Kantor Berita Foto Antara,    juga Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara. Ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia. Ia mengajar pada Fakultas Film dan Televisi di Institut Kesenian Jakarta, dan dosen terbang di sejumlah perguruan tinggi di tanah air. Ia telah menyelenggarakan beberapa pameran dan lokakarya fotografi serta menerbitkan sejumlah buku fotografi. Oscar juga giat sebagai juri di sejumlah lomba fotografi dan kurator fotografi, di dalam dan di luar negeri .

Setelah sukses dengan pembukaan pameran dan peluncuran buku fotografi Lintasan Saujana Jiwa (Soulscape Road) pada hari Jumat 2 Oktober 2009 yang lalu, Oscar Motuloh akan mendiskusikan buku fotografinya, bersama guru besar fi lsafat dan pengamat seni-budaya Bambang Sugiharto, yang menjadi penulis esai di buku Soulscape Road.

Lintasan Saujana Jiwa: Keberpihakan pada penderitaanPosted on October 23, 2009 | 1 Comment

Page 12: Tokoh Fotografer Indonesia

KAKI LANGIT BUMI YANG MIRING_Lampase - Aceh (Oscar Motuloh)Sebuah judul yang unik dan puitis untuk sebuah pameran foto jurnalistik. Menurut sang fotografer, Oscar Motuloh, ”Panorama, saujana, dalam hal ini, sesungguhnya adalah petualangan mata dari segala sudut subyektivitasnya. Nan menelisik setiap perlambang alam sekaligus menjadi pertanda dan metafora bagi peradaban kita….Saujana nestapa, kemudian, menjadi visi yang lebih dari sekadar penglihatan. Dia menghubungkan noktah-noktah lintang dan bujur di peta bumi. ”

Page 13: Tokoh Fotografer Indonesia

Atlantis Van Java #2 (Oscar Motuloh)

Atlantis Van Java #4 (Oscar Motuloh)Pameran diadakan di Galeri Salihara – Pasar Minggu pada 2-9 Oktober yang lalu. Salihara adalah kompleks bangunan yang mempunyai desain khas, berseni dan menampilkan kejujuran material. Ruang pameran foto berbentuk bundar tanpa dekorasi, sunyi dan sepi dengan jejeran foto hitam putih di sekeliling dinding. Aura mistis dan reflektif masuk melalui foto – foto bencana di Indonesia hasil bidikan jeli Oscar Motuloh, didukung oleh setting ruang pameran.

Page 14: Tokoh Fotografer Indonesia

Ruang Galeri Salihara (Foto oleh Kurnia Setiawan)

Penyusunan foto yang apik (Foto oleh Kurnia Setiawan)Semua foto ditampilkan hitam-putih, tanpa warna, bahkan cenderung muram (banyak warna hitam dan abu – abu, hanya sedikit warna putih/ cerah). Penataan foto teratur di dinding sekeliling ruang dengan ukuran besar. Ada 2 buah foto yang diatur (seolah dibiarkan tergeletak) di lantai tengah pameran sebagai aksen, merupakan upaya yang jeli karena sesuai dengan isi foto di dalamnya (seolah ada barang yang rusak, tergeletak di dalam bingkai).

Page 15: Tokoh Fotografer Indonesia

Oscar Motuloh sekali lagi menyihir para pengunjung, berbicara melalui medium fotografi untuk menyampaikan suatu narasi tentang bencana alam yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pameran ini, tidak bisa tidak akan membuat pengunjungnya melakukan refleksi tentang kehidupan dan kematian manusia, beserta lingkungan hidupnya. Pameran ini juga menunjukkan keberpihakannya pada penderitaan para korban

Ada sederetan foto yang berjejer berdampingan, seolah menampilkan perwakilan 3 agama di Indonesia. Foto pertama menampilkan pengeras suara dari mesjid menghadap ke tanah kosong, foto kedua menampilkan patung – patung Budha yang sebagian rusak terbakar, dan foto ketiga menampilkan foto patung Yesus yang tergeletak/ jatuh. Manusia yang dipisahkan oleh sekat – sekat ideologi, kepercayaan, agama, etnis, suku/ daerah, menjadi satu kembali ke Sang Pencipta berhadapan dengan alam yang murka.Ada pula foto Atlantis Van Java, yang pernah dipamerkan di Galeri Nasional bersama karya – karya para seniman se-Indonesia tahun 2008. Foto tersebut menampilkan secara grafis bencana (bukan alam) lumpur Lapindo.Salut kepada Bang Oscar, mari kita tunggu bersama pameran berikutnya.Teks dan Foto oleh Kurnia Setiawan, GrafisosialRIWAYAT HIDUP OSCAR MOTULOHDilahirkan pada 17 Agustus 1959 di Surabaya, Indonesia. Memulai karir di bidang jurnalistik sebagai reporter di Kantor Berita Antara pada 1988. Dua tahun kemudian dia memperkuat divisi pemberitaan foto Kantor Berita Antara sebagai pewarta foto. Belajar fotografi secara otodidak. Selain masih aktif sebgai pewarta foto, yang bersangkutan dewasa ini juga memimpin Kantor Berita Foto Antara, mengepalai Museum Jurnalistik Antara serta Galeri Foto Jurnalistik Antara. Ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia, suatu organisasi profesi yang menghimpun seluruh pewarta foto di tanah air. Mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta, dan menjadi dosen terbang disejumlah perguruan tinggi di tanah air. Aktif menyelenggarakan pameran, seminar dan workshop fotografi, pameran fotografi, serta menerbitkan sejumlah buku fotografi. Menjadi juri dan kurator disejumlah event fotografi di dalam dan luar negeri.

ARBAIN RAMBEY

Page 16: Tokoh Fotografer Indonesia

Arbain Rambey- Lahir pada tahun 1961, salah satu tokoh fotografer dalam bidang jurnalistik di indonesia. Beliau merupakan pemegang gelar Sarjana Sipil dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1988. Beliau juga seorang penulis, salah satu buku karyanya adalah "Indonesia, Miss of Time" yang diterbitkan pada tahun 2005. beliau adalah pemegang beberapa penghargaan fotografi dari berbagai lomba foto bertaraf nasional dan internasional seperti Juara Tunggal Festival Seni Internasional Art Summit 1999, serta memenangkan mendali perunggu 2tahun berturut-turut pada lomba Salon Foto untuk tahun 2006 & 2007. Selain bekerja sebagai fotografer di Harian Kompas, Arbain juga mengajar di berbagai Universitas seperti Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara, dan Darwis School of Photography. Pamerannya diantara lain:1. Ekspresi (Medan, 2002)2. Mandailing (Medan, 2002)3. Senyap (Bentara Budaya Jakarta, 2004)4. Colour of Indonesia (Galeri Cahaya, Jakarta 2004)Pria dengan rambut cepak dan kaca mata berbingkai hitam ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan menulis dan fotografi. Lahir di Semarang, 2 Juli 1961, Arbain Rambey mulai memotret pada tahun 1977 bersama teman-temannya di SMA Loyola 1, Semarang. Mengenyam pendidikan yang tidak berhubungan dengan dunia jurnalistik. Arbain lulus dan menjadi sarajana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung tahun 1988.

Setelah lulus, Arbain bekerja sebagai reporter dan fotografer. Keahliannya dalam bidang fotografi juga lah yang mengantarkan ia menjadi redaktur foto Kompas menggantikan Kartono Riyadi pada tahun 1996.

Arbain yang merupakan anak tunggal lahir dan tumbuh di Semarang dan tinggal bersama bibinya karena kedua orang tuanya harus bekerja. Ketertarikan Arbain dalam dunia fotografi rupanya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Sejak umur 5 tahun, Arbain mulai tertarik dengan album foto, membolak-balik album foto menjadi kegemaran Arbain kecil pada saat itu. Pada usia 13 tahun Arbain sudah menguasai teknik cuci dan cetak foto hitam putih. Kamera pertamanya bermerek Ricoh dengan tipe 500 GX ia dapatkan pada tahun 1977.

Page 17: Tokoh Fotografer Indonesia

Sebagai wartawan fotografer handal, Arbain tentunya memiliki segudang prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa prestasi yang telah diperoleh Arbain, antara lain Juara Tunggal Festival Seni Internasional Art Summit 1999, memenangkan medali perunggu 2 tahun berturut-turut pada Lomba Salon Foto tahun 2006 dan 2007, serta Juara 1 lomba foto MURI tahun 2008.

 Arbain juga pernah beberapa kali mengadakan pameran foto, seperti Ekspresi (Medan, 2002), Mandailing (Medan, 2002), Senyap (Bentara Budaya, Jakarta, 2004), Colour of Indonesia (Galeri Cahaya, Jakarta, 2004), Crossing Bridges (Singapura, 2004), Persatoen (Melbourne, 2005), Nusantara (bersama Makarios Soekojo) (Hotel Aston, Jakarta, 2006).

Kegiatan Arbain sekarang lebih banyak berupa mengajar. Ia mengajar di beberapa universitas swasta di Jakarta seperti Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara, dan Darwis School of Photography. 

Sumber :Portal.paseban.comDuniafotokita.blogspot.com

Jay Subiyakto (lahir di Ankara, Turki, 24 Oktober 1960; umur 52 tahun) adalah seorang sutradara Indonesia. Jay merupakan anak ketiga dari Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia 1948-1959 Laksamana Subiyakto. Jay menamatkan pendidikan sarjanaarsitekturnya dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia angkatan 1981.

Ia bersama 3 Diva dan Erwin Gutawa mengadakan konser dan album bersama, sampai akhirnya terjadi perselisihan antara Erwin-Jay dengan 3 Diva pada Desember 2007. Setelah tak lagi bersama Erwin-Jay, 3 Diva kemudian mengganti logonya menjadi DI3VA, dengan cara baca tetap sama, 3 Diva.

Page 18: Tokoh Fotografer Indonesia

Kiprahnya di bidang seni berawal pada tahun 1990 dengan menjadi seorang sutradara video klip. Video klip garapannya yang bertajuk Pergilah Kasih milik alm. Chrisye menjadi video musik Indonesia pertama yang ditayangkan di channel MTV Asia yang pada waktu itu bermarkas di Hongkong. Tahun 2008, Jay juga menyutradarai video musik Anggun yang berjudul Berganti Hati. Video itu juga merupakan video pertama di Indonesia yang menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex).[1]Kemudian, pada tahun 1994, ia bersama Erwin Gutawa membuat sebuah terobosan yang belum pernah dilakukan oleh orang Indonesia di masa itu. Sebuah konser tunggal yang menghadirkan penyanyi lokal. Kala itu, banyak promotor menghadirkan konser-konser penyanyi mancanegara.Sebagai Produser & Sutradara Pertunjukan karyanya antara lain:

2008-2009 Konser Persembahan Cinta Rossa, JCC Plenary Hall, Jakarta. 2008 Opera Kali, Teater Salihara, Jakarta. 2008 Bazaar Fashion Concerto 'Tanah Air', JCC Plenary Hall Jakarta. 2006 Konser untuk Negeri Anggun, JCC Plenary Hall Jakarta. 2006-2007 Konser 3 DIVA, JCC Plenary Hall Jakarta & Kuala Lumpur. 2005 Megalitikum Kuantum, JCC Plenary Hall Jakarta & GWK Bali. 2005 Salute to Koes Plus, JCC Plenary Hall Jakarta. 2005 Konser KD 1530, JCC Plenary Hall Jakarta. 2003 Konser Chrisye Dekade, JCC Plenary Hall Jakarta. 2001 Konser KD, JCC Plenary Hall Jakarta. 2000 Konser Chrisye Badai Pasti Berlalu, JCC Plenary Hall Jakarta. 1996/1996 Semesta Raya Indonesia, Yogyakarta. 1994 Konser Chrisye Sendiri , JCC Plenary Hall Jakarta. 1992 Konser David Foster bersama Twilite Orchestra, Jakarta.

Pameran Fotografi yang pernah diikuti : 2009 Heaven in Exile , Galeri Foto Antara Jakarta. 2008 Empat Dekade Arsitektur UI ,Galeri Nasional Jakarta. 2008 Sawahlunto Effect , Museum Nasional Jakarta. 2007 Trowulan Majapahit , Museum Nasional Jakarta. 2005 Tibet di Otak , Taksu Gallery Jakarta. 2005 Walk through the Archipelago , Grand Hyatt Seoul Korea Selatan. 2005 Finding Sunshine , Arts House Empress place Singapore.

Page 19: Tokoh Fotografer Indonesia

Risman Marah mulai memotret sejak 1972. Kegelisahan dan kebosanan pada teknik fotografi membuat dia

bereksperimen dengan fotografi buta yang melibatkan penyandang tunanetra guna memotret obyek-obyek yang biasa

diabadikan oleh orang-orang dengan penglihatan.

     "Saya sudah jenuh. Saya memotret sejak 1972," kata H Surisman Marah M Sn saat ditemui di sela-sela reuni akbar

alumni Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) atau Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) yang kini berganti nama

menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Kota Padang di Padang, Sumatera Barat, akhir September lalu.

Kejenuhan itu mencapai titik kulminasi karena ia merasa tak ada lagi yang ingin dicapainya dalam dunia fotografi.

Berbagai penghargaan yang sudah digenggamnya semakin mempertegas kegelisahan itu.

Apalagi ia sesungguhnya adalah seorang pelukis. Kenyataan yang semakin membuat dia ingin mendobrak pakem ilmu

fotografi dan menuangkannya menjadi karya yang bebas, ekspresif, bahkan abstrak.

Maka, sejumlah penyandang tunanetra pun diajaknya memotret berbagai obyek. Khusus untuk itu, Risman memilih

penyandang tunanetra sejak lahir. "Sebab, mereka yang pernah melihat sudah tahu garis horizon sehingga saat diminta

memotret, akan langsung mencari sumber suara dan memperkirakan komposisinya," kata Risman sembari

memeragakan orang memegang kamera.

Mulai merencanakan konsep itu sejak 2006, Risman mewujudkan gagasannya pada 2008 dengan mengajak tiga

penyandang tunanetra yang masing-masing dibekalinya kamera Nikon DSLR. Dengan bukaan diafragma tinggi dan

kecepatan rana otomatis, foto-foto yang dihasilkan dari obyek di kawasan pantai, candi, dan pepohonan di kawasan

pegunungan memiliki nuansa yang tak biasa.

Dari sekitar 1.700 karya yang dihasilkan, 20 karya foto di antaranya dipamerkan di 

Yogyakarta pada 15 Agustus 2008. "Saya kan basisnya pelukis, jadi mengapa tak mencari hal-hal yang keluar dari

pakem fotografi," katanya.

Risman adalah pendobrak kreativitas dunia fotografi Indonesia dengan teknik fotografi buta yang diciptakannya.

Namun, di dunia internasional, berdasarkan catatan Kompas, Anja Ligtenberg, fotografer profesional yang sempat

bermukim di New York, Amerika Serikat, juga melakukan hal serupa dengan proyek bernama Seeing The Unseen yang

lalu dijalankan pula oleh Skyway Foundation pada 2004-2006.

Risman Marah: Pelopor Fotografi Buta di Indonesia

Page 20: Tokoh Fotografer Indonesia

18 Thursday NOV 2010

POSTED BY JULIUSSUMANT  IN AMAZING WORLD ≈ LEAVE A COMMENT

Kompas | Inki Rinaldi | Kamis, 18 November 2010

KOMPAS/INGKI RINALDI

Risman Marah

Risman Marah mulai memotret sejak 1972. Kegelisahan dan kebosanan pada teknik fotografi membuat dia bereksperimen dengan fotografi buta yang melibatkan penyandang tunanetra guna memotret obyek-obyek yang biasa diabadikan oleh orang-orang dengan penglihatan.

”Saya sudah jenuh. Saya memotret sejak 1972,” kata H Surisman Marah M Sn saat ditemui di sela-sela reuni akbar alumni Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) atau Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) yang kini berganti nama menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Kota Padang di Padang, Sumatera Barat, akhir September lalu.

Kejenuhan itu mencapai titik kulminasi karena ia merasa tak ada lagi yang ingin dicapainya dalam dunia fotografi. Berbagai penghargaan yang sudah digenggamnya semakin mempertegas kegelisahan itu.

Apalagi ia sesungguhnya adalah seorang pelukis. Kenyataan yang semakin membuat dia ingin mendobrak pakem ilmu fotografi dan menuangkannya menjadi karya yang bebas, ekspresif, bahkan abstrak.

Maka, sejumlah penyandang tunanetra pun diajaknya memotret berbagai obyek. Khusus untuk itu, Risman memilih penyandang tunanetra sejak lahir. ”Sebab, mereka yang

Page 21: Tokoh Fotografer Indonesia

pernah melihat sudah tahu garis horizon sehingga saat diminta memotret, akan langsung mencari sumber suara dan memperkirakan komposisinya,” kata Risman sembari memeragakan orang memegang kamera.

Mulai merencanakan konsep itu sejak 2006, Risman mewujudkan gagasannya pada 2008 dengan mengajak tiga penyandang tunanetra yang masing-masing dibekalinya kamera Nikon DSLR. Dengan bukaan diafragma tinggi dan kecepatan rana otomatis, foto-foto yang dihasilkan dari obyek di kawasan pantai, candi, dan pepohonan di kawasan pegunungan memiliki nuansa yang tak biasa.

Dari sekitar 1.700 karya yang dihasilkan, 20 karya foto di antaranya dipamerkan di Yogyakarta pada 15 Agustus 2008. ”Saya kan basisnya pelukis, jadi mengapa tak mencari hal-hal yang keluar dari pakem fotografi,” katanya.

Risman adalah pendobrak kreativitas dunia fotografi Indonesia dengan teknik fotografi buta yang diciptakannya. Namun, di dunia internasional, berdasarkan catatan Kompas, Anja Ligtenberg, fotografer profesional yang sempat bermukim di New York, Amerika Serikat, juga melakukan hal serupa dengan proyek bernama Seeing The Unseen yang lalu dijalankan pula oleh Skyway Foundation pada 2004-2006.

Belajar ke YogyakartaSelulus dari SSRI/SMSR pada 1970, Risman merantau ke Yogyakarta. Saat itu bisa dikatakan belum ada mahasiswa asal Sumatera Barat yang belajar ke Institut Seni Indonesia (ISI Yogyakarta) sehingga sebutan sebagai ”pembabat alas” tak bisa dilepaskan darinya.

Setelah itu, setiap calon mahasiswa asal Sumbar yang hendak belajar ke ISI Yogyakarta hampir bisa dipastikan menemui Risman terlebih dahulu. ”Kadang, kalau saya sedang pulang ke Bukittinggi, beberapa di antara calon mahasiswa itu menemui saya,” katanya.

Kini banyak alumnus ISI Yogyakarta asal Sumbar yang sebelumnya juga bersekolah di SSRI/SMSR, seperti pelukis pembaru kaligrafi Syaiful Adnan, pematung Yusman, dan pelukis kontemporer Stefan Buana.

Menurut Risman, melanjutkan kuliah ke Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ”ASRI” Yogyakarta (kini ISI Yogyakarta), bagi murid SSRI/SMSR Padang pada masa itu, merupakan impian yang seakan terpatri sejak dini. Pada masa itu, di dinding kelas dipajang karya-karya yang menginspirasi siswa untuk melanjutkan belajar ke Yogyakarta.

Page 22: Tokoh Fotografer Indonesia

Gegar budayaMasa awal tinggal di Yogyakarta, gegar budaya menjadi masalah serius yang mesti dia geluti. Penderitaan itu termasuk perbedaan masakan dan kendala dalam berbahasa. Namun, yang paling terasa bagi Risman adalah penilaian atas hasil karya-karyanya yang—dalam ingatannya—dilakukan dengan ”kejam”. ”Padahal, (karya) saya di Sumbar sebelumnya dielu-elukan orang,” kata Risman berseloroh.

Namun, begitu memasuki atmosfer berkesenian di Yogya, karya Risman rupanya belum ”dianggap”. Pada masa itu, ceritanya, karya lukisan yang dinilai buruk akan ditelungkupkan kertasnya atau dibalik sehingga mustahil bagi orang lain untuk melihat.

Belajar dari pengalaman, dia lalu mengurangi waktu tidur dan mulai berkelana bersama teman-temannya untuk membuat sketsa di kawasan Malioboro. ”’Apelnya’ pukul 19.00-20.00 di sekitar Tugu, setelah itu kami terus berjalan ke arah Malioboro untuk membikin sketsa,” kata kakek tiga cucu ini.

Keuletan serta keluwesan Risman dalam bergaul membuatnya cepat diterima. ”Syarat bisa cepat membaur, cepat dapat ilmu, serta berkembang adalah jangan tinggal satu asrama dengan teman-teman sedaerah asal,” katanya.

Keteguhan Risman membuahkan hasil. Pada bulan ketiga di Yogya, ia berhasil masuk 10 besar. Satu bulan berikutnya, karya-karya dia sudah dinilai sebagai lima besar terbaik. Jadilah semester perdana itu dia berhasil memperoleh indeks prestasi tertinggi.

Lulus sarjana muda dari STSR ASRI, dia sesungguhnya diharapkan kembali ke Padang untuk mengajar di SSRI. Namun, pihak STSR ASRI menawarinya mengajar dan meneruskan kuliah hingga mencapai gelar sarjana.

Risman merasa mantap tinggal di Yogya, apalagi setelah menikahi putri pelukis Widayat, Diyah Widiyanti Widayat, pada 1976. Kariernya sebagai dosen yang diimbangi beragam pencapaian di bidang fotografi perlahan merangkak.

Ia juga dipercaya menjadi salah satu pendiri Fakultas Seni Media Rekam (Multimedia) ISI Yogya dengan jurusan fotografi dan televisi pada 1994. Namun, semua pencapaian itu tetap membuat Risman gusar dengan dunia pendidikan seni menengah di Indonesia.

Page 23: Tokoh Fotografer Indonesia

RISMAN MARAH

Biografi Jerry Aurum – Fotografer Profesional yang Sukses Merubah Keterbatasan Menjadi Kekuatan

Jerry Aurum

Jerry Aurum adalah salah satu fotografi terbaik yang dimiliki Indonesia yang telah diakui dunia Internasional. Jika disebutkan namanya tentu orang akan langsung melontarkan pujian padanya.

Femalography adalah salah satu pamerannya yang membuktikan dedikasinya terhadap dunia potret memotret. Pameran yang menontonkan foto 100 wanita cantik dan ternama ini telah sukses membius para pecinta seni foto. Jerry berhasil menampakkan sisi lain dari para wanita ayu tersebut seperti indahnya ikan yang berenang di air kemudian dibekukn dengan serta merta. Tak tanggung-tanggung

Page 24: Tokoh Fotografer Indonesia

wanita sekelas Dian Sastrowardoyo, Aline, Rachel Maryam, Dinna Olivia, Indah Kalalo, VJ Chaty dan lain sebagainya didaulat menjadi modelnya.

Tak pelak lagi bukan hanya keahliannya dalam memotret dan desain yang dipertaruhkan namun juga ia harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendanai pameran tunggalnya tersebut.

 Membidik Segmen Terbaik

Jerry Aurum dan Karyanya

Jerry Aurum tak hanya piawai membidikkan kamera namun ia juga sangat lihai mengelola perusahaannya. Ia memulai dari nol dengan bermodal 500 eksemplar kalender yang ia hiasi foto-fotonya. Sebelum membuka usaha sendiri, ia sempat dua kali pindah kerja di dua perusahaan desain berbeda sebagai perancang grafis. “Saat tiba di Jakarta, saya betul-betul buta kota ini. Bahkan jalur bis pun saya tak tahu. Padahal gaji saya waktu itu hanya 1,5 juta. Bayangkan saja bagaimana pergulatan hidup di kota ini,” katanya. Akhirnya pria kelahiran Medan, 26 Mei 1976 inipun memutuskan memulai perjalanan dan peruntungannya empat bulan setelah ia menetap di Jakarta.

Barangkali, kemewahan yang ia miliki ketika memulai usahanya kala itu adalah selembar ijazah cumlaude dari jurusan desain komunikasi visual ITB dan berpeti-peti keyakinan yang menumpuk di benaknya. Dari segi modal ia tak banyak berbekal. Usia 24 tahun Jerry mulai mengoperasikan Jerry Aurum Design and Photography dari sebuah rumah kecil berukuran 2.5 x 2.5 di pinggiran Jakarta. Berbeda dengan kecenderungan yang dipilih mereka yang bermodal terbatas yang merasa nyaman bermain di segmen menengah, Jerry Justru memilih pasar premium sebagai sasarannya. Pilihan yang tak main-main mengingat ia sejatinya dihadapkan pada tantangan dan resiko yang sangat besar.

Kalender eksklusif yang ia buat sebagai modal itu sebagian ia pasarkan lewat teman-teman se almamaternya di toko oleh-oelh Ganesha ITB. “Separonya disebar secara gratis ke kenalan dan 300 perusahaan,” kenangnya. “Masak dari segitu

Page 25: Tokoh Fotografer Indonesia

banyak, satu persen saja gak ada yang pesan?” Katanya tentang perasaan yakin yang menetap di benaknya.

Kekuatan keyakinan memang selalu berhasil menebar aura positif. Upayanya menjaring peluang akhirnya menuai hasil. Lima tawaran kerja datang dari lima klien berbeda. Proyek pertamanya datang dari perusahaan perminyakan, Connoco Philips, yang memintanya terlibat dalam pemotretan kilang minyak di pedalaman Palembang selama tiga hari dengan nilai kontrak yang lumayan.

Keuntungan yang diperoleh dari pekerjaan yang nominal fee nya mencapai 45 juta itu lantas menjadi pijakan bagi Jerry untuk memantapkan posisi memasuki dunia usaha yang sesungguhnya. “Sejak saat itu saya tidak pernah lagi memberi harga murah untuk pekerjaan yang saya lakukan,” katanya. Menurut Jerry, pasar yang ia sasar adalah pasar premium yang juga tak pernah melihat harga. Mereka mengutamakan kualitas, profesionalisme, dan tidak mentoleransi kesalahan sekecil apapun. Maka ia pun merasa pantas menerapkan harga tinggi demi tanggung jawab terhadap kualitas yang selalu berusaha ia junjung tinggi.

Jalan Jerry masih terus berlanjut, kini setelah sewindu lebih membangun usaha, ia mulai go internasional. Ia melanglang ke sejumlah negara untuk menjajal kemampuannya. Akhirnya banyak perusahaan internasional yang mempercayai dirinya seperti Microsoft Asia, Perusahaan tembakau di Pakistan, Desainer terkemuka di Amerika, dan sebuah WO di Texas. Sedang di dalam negeri tentu saja kemampuannya tak perlu diragukan lagi. Terbukti dari jajaran perusahaan otomotif terkemuka yang memakai jasanya. Pekerjaannya pun tak hanya memotret tapi juga menjadi juri kontes potret hingga menjadi pembicara seminar.

Untuk menjaga keoptimalannya dalam bekerja, Jerry hanya membatasi mengerjakan lima proyek dalam sebulan agar hasil yang didapat benar-benar sesuai harapan.

Page 26: Tokoh Fotografer Indonesia

Jerry Aurum dan Istrinya, Denada

BiodataNama : Jerry AurumTTL : Medan, 26 Mei 1976Pendidikan : S1 Komunikasi Desain Visual, ITB

Nama Usaha : Jerry Aurum Design & Photography