repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1409/1/ACHMAD WAHYUDI.pdf · i Lembar Pengesahan T E S I S...
Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1409/1/ACHMAD WAHYUDI.pdf · i Lembar Pengesahan T E S I S...
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KEKHUSUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Oleh :
ACHMAD WAHYUDI
NIM : 156030102111006
TESIS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MASTERPLAN
E-GOVERNMENT PADA KELURAHAN DI
KOTA PROBOLINGGO
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister
i
Lembar Pengesahan
T E S I S
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MASTERPLAN E-GOVERNMENT PADA KELURAHAN DI
KOTA PROBOLINGGO
Oleh ACHMAD WAHYUDI
NIM. 156030102111006
telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 13 Juli 2017
dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua Anggota Prof.Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS Dr. Siti Rochmah, M.Si NIP. 19540704 198103 1 003 NIP. 19570313 198601 2 001
Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik
Dr. Irwan Noor, MA NIP. 19611024 198601 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Prof.Dr. Bambang Supriyono, MS
NIP. 19610905 198601 1 002
ii
PERNYATAAN
ORISINALITAS TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang
pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya
ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam Naskah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar
akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
( UU NO. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70 )
Malang, 13 Juli 2017 Mahasiswa Nama : Achmad Wahyudi NIM : 156030102111006 PS : Magister Ilmu Administrasi Publik PPSUB
iii
JUDUL TESIS :
Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan di Kota
Probolinggo.
Nama Mahasiswa : ACHMAD WAHYUDI
NIM : 156030102111006
Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik
Minat : Kebijakan Publik
KOMISI PEMBIMBING :
Ketua : Prof.Dr. ABDUL JULI ANDI GANI, MS
Anggota : Dr. SITI ROCHMAH, M.Si
TIM DOSEN PENGUJI :
Dosen Penguji 1 : Dr. FADILLAH AMIN, M.AP, Ph.D
Dosen Penguji 2 : Dr. SISWIDIYANTO, MS
Tanggal Ujian :
SK. Penguji :
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya harta
dan anak, tetapi dengan banyaknya ilmu, besarnya
kesabaran, mengungguli orang lain dalam
ibadahnya, apabila berbuat kebaikan ia bersyukur
dan bila berbuat salah (dosa) ia beristighfar
kepada Allah.
( SayidinaAli bin Abi Thalib )
Karya ilmiah aku persembahkan kepada :
Almarhum Ayah dan Ibu, Almarhum Ayah Mertua dan
Ibu Mertua, Istriku tercinta dan yang ku sayangi, anak-
anakku ( Rina, Sinta dan Ridho) harapanku, Saudara-
saudaraku dan semua keluarga yang telah memberikan
semangat dan motivasi.
v
RIWAYAT HIDUP
ACHMAD WAHYUDI, lahir di Probolinggo tanggal 16 Oktober 1973,
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ayah bernama SATURAN
(Almarhum) dan ibu bernama ASIAH. Pendidikan SDN 5 Kebonsari Kulon
Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, SMPN 5 Kota Probolinggo, SMAN 3
Kota Probolinggo. Menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Panca Marga
Probolinggo Tahun 2007. Menempuh studi S-2 di Program Pasca Sarjana Ilmu
Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang Angkatan Tahun 2015/2016.
Malang, Juli 2017
Penulis,
ACHMAD WAHYUDI
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
selesainya karya ilmiah ini kepada:
1. Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof.Dr.Ir. Mohammad Bisri, MS.
2. Ibu Walikota Probolinggo yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh
pendidikan pada Program Magister Ilmu Administrasi Publik, Badan
Kesatuan Bangsa Kota Probolinggo yang telah memberikan ijin kepada
penulis dalam melakukan penelitian di lokasi yang telah ditentukan dalam
rangka untuk memenuhi tugas akhir pada Program Magister Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Malang, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika beserta Kepala Bidang,
Kepala Seksi dan Staf yang telah membantu dalam menyiapkan data-data
yang diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah ini, Kepala Badan
Kepegawaian Daerah dan Pengembangan SDM, Camat Kanigaran Kota
Probolinggo, Camat Wonoasih Kota Probolinggo, Lurah Curahgrinting dan
Lurah Kedungasem dan para pihak yang telah membantu dalam kelancaran
pelaksanaan penelitian.
3. Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang,
Prof.Dr.Bambang Supriyono, MS , yang telah memberikan kesempatan,
fasilitas belajar dan pelayanan administrasi selama proses menyelesaikan
studi penulis.
vii
4. Kepala Program Magister Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang, Dr. Irwan Noor, MA, yang
telah memberikan fasilitas selama menempuh pendidikan Magister sampai
dengan selesainya penulisan karya ilmiah ini.
5. Prof.Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS , Ketua Komisi Pembimbing dalam
penulisan karya ilmiah ini, dengan segala keikhlasan, ketulusan dan
kesabaran serta meluangkan tenaga, waktu dan pikiran beliau dalam
membimbing penulis mulai awal menyusun sampai dengan selesainya karya
ilmiah ini.
6. Dr. Siti Rochmah, M.Si , Anggota Komisi Pembimbing dalam penulisan
karya ilmiah ini, yang sudah dengan sabar, ikhlas, meluangkan waktu,
pikiran dan perhatian beliau sehingga penulis mempunyai motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
7. Dr. Fadillah Amin, M.AP, Ph.D dan Dr. Siswidiyanto, MS , selaku Dosen
Penguji 1 dan Dosen Penguji 2 , yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk memberikan masukan-masukan pada perbaikan karya ilmiah ini.
8. Para dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya melalui materi yang
telah diberikan selama masa perkuliahan dan karyawan/karyawati pada
Program Ilmu Administrasi Publik atas kerjasama dan persaudaraan yang
sudah terjalin dengan baik, mulai masa perkuliahan sampai dengan penulis
menyelesaikan karya ilmiah ini.
viii
9. Kedua orang tuaku, Bapak Saturan (Almarhum) dan Ibu Asiah yang telah
mendidik dan menyayangi dengan setulus hati. Untuk Bapak yang telah
mendahului, do’a anakmu mudah-mudahan Bapak diampuni segala dosanya
dan diterima segala amal ibadahnya oleh ALLAH SWT. Untuk Ibu yang
sangat aku hormati dan sayangi, engkau orang tua hebat yang telah
membesarkan anak-anakmu termasuk aku, dengan segala daya dan upaya
agar anak-anakmu menjadi orang yang berguna dan sukses, dengan do’a dan
ridhomu aku dapat mewujudkan harapanmu menjadi orang yang berbakti
dan sukses baik dalam keluarga maupun dalam pekerjaan.
10. Almarhum Bapak Mertua yang telah memberikan motivasi dan semangat
semasa beliau hidup untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, mudah-
mudahan diampuni dosanya dan diterima amal ibadahnya oleh
ALLAH SWT dan Ibu mertua yang telah memberikan do’a untuk
kelancaran penulis dalam menempuh Program Magister ini.
11. Istriku tercinta dan aku sayangi, Sri Minarni yang tidak henti-hentinya
memberikan semangat dan motivasi serta mendampingi penulis dalam
menyelesaikan pendidikan pada Program Magister, anak-anakku Rina, Sinta
dan Ridho yang menjadi penguat tekad selama penulis menempuh
pendidikan.
12. Kakak dan adikku, saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan
semangat dalam menyelesaikan Program Magister ini.
13. Teman-teman kerja di Pemerintah Kota Probolinggo, teman-teman semasa
sekolah, yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan
ini.
ix
14. Rekan-rekan seangkatan dalam menempuh Program Magister Ilmu
Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang Angkatan 2015/2016,
yang telah memberikan semangat, dukungan dan menjadi teman diskusi
yang baik serta berbagi dalam senang maupun susah, mudah-mudahan
kalian tetap semangat dan dapat menyelesaikan pendidikan serta kita tetap
dijadikan saudara sampai kapanpun.
Namun demikian dengan segala kerendahan hati dan keyakinan bahwa
karya ilmiah ini belum sempurna. Hal tersebut bukan menjadi tanggungjawab para
pihak yang telah disebutkan diatas, tetapi semata-mata karena kekurangan dari
penulis, dan dengan keikhlasan, penulis juga menyampaikan permohonan maaf
manakala ada perbuatan, tingkah laku dan tutur kata yang kurang berkenan.
Malang, Juli 2017
Penulis
ACHMAD WAHYUDI
x
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala
Rahmat, Hidayah dan Petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan TESIS
yang berjudul “Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada
Kelurahan Di Kota Probolinggo”. TESIS ini mendeskripsikan dan menganalisa
implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan, dengan
melihat kedudukan strategis kelurahan dalam pelayanan kepada masyarakat di
Kota Probolinggo. Harapannya dengan TESIS ini dapat membantu Pemerintah
Kota Probolinggo dalam membuat strategi dan agenda tindaklanjut pelaksanaan
Masterplan E-Government khususnya di kelurahan.
Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa TESIS ini masih
belum sempurna, baik dari teknik penulisan maupun kata-kata yang ada, oleh
karena itu masukan dari semua pihak sangat diharapkan sehingga dapat
bermanfaat dalam implementasi kebijakan di Daerah khususnya Implementasi
Kebijakan Masterplan E-Government.
Malang, Juli 2017
Penulis
xi
RINGKASAN
Tesis ini berjudul Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government
Pada Kelurahan Di Kota Probolinggo. Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota
Probolinggo sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor
35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government Tahun 2010-2029, dan faktor
pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Masterplan E-Government
pada kelurahan di Kota Probolinggo.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui implementasi
kebijakan Masterplan E-Government dengan menggunakan model implementasi
kebijakan Edward III yang dilihat dari: komunikasi yang dilakukan, sumber-
sumber yang digunakan, disposisi/sikap pelaksana kebijakan dan struktur
organisasi dan faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan
Masterplan E-Government pada kelurahan.
Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo termasuk di
kelurahan sudah dilaksanakan. Namun demikian masih ada kekurangan dalam
pelaksanaannya. Kekurangan itu antara lain hasil komunikasi belum dilaksanakan
dengan baik, sumber-sumber yang terdiri dari Renstra, tupoksi dan kewenangan
kerjasama kurang memberikan dukungan pada implementasi kebijakan,
disposisi/sikap dari pelaksana kebijakan yang berprestasi belum diikuti dengan
sistem penghargaan yang baik dan struktur organisasi yang ada belum
melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan target yang ditentukan.
Faktor pendukung implementasi Masterplan E-Government pada
kelurahan adalah adanya kelembagaan yang secara khusus menangani yaitu Dinas
Komunikasi dan Informatika, sedangkan faktor penghambat adalah sarana dan
prasarana yang belum mendukung pelaksanaan pelayanan di kelurahan berbasis
teknologi informasi, sumberdaya manusia yang ada belum mendukung kelancaran
pelayanan karena tidak didasarkan pada kompetensi dan kebutuhan pegawai serta
anggaran yang dikelola kelurahan belum mendukung pelaksanaan pelayanan
berbasis teknologi informasi karena masih bersifat anggaran operasional
perkantoran belum ada anggaran yang bersifat sinergi dengan anggaran organisasi
teknis,
Kata kunci : Implementasi kebijakan, Masterplan E-Government, Kelurahan
xii
SUMMARY
This thesis entitled The Implementation of E-Government Master-plan
Policy in Villages of Probolinggo Municipality. This thesis aims to describe and
to analyse the implementation of E-Government Master-plan policy in
Probolinggo as stipulated in Probolinggo Mayor's Regulation Number 35, year
2010 on E-Government Master-plan year 2010-2029, and the supporting and
inhibiting factors of the implementation of E-Government Master-plan policy in
urban villages in Probolinggo Municipality.
This research utilises descriptive research method with qualitative
approach. The research focus is to explore the implementation of E-Government
Master-plan policy by using Edward III policy implementation model covering:
communication done, resources used, policy disposition / attitude and
organizational structure, supporting and inhibiting factors on the E- Government
Master-plan policy implementation in the urban villages.
E-Government Master-plan policy in Probolinggo, including in the urban
villages, has been implemented, however, there are still shortcomings. The
shortcomings include the followings: the results of communication has not been
implemented properly, sources comprising of Renstra (5 year strategic plan),
tupoksi ( main tasks and functions), and the cooperation authorities do not provide
sufficient support to the policy implementation, dispositions / attitudes of the
achieving implementers is not strengthened by a system of good rewards and the
existing organizational structure has not implemented the programs and activities
relevant to the specified target.
The supporting factor of the E-Government Master-plan implementation
in urban villages is the availability of designated institution that specifically
handles the policy implementation, the Department of Communications and
Informatics, while the inhibiting factors are the insufficiency of supporting
facilities and infrastructure for the implementation of information technology
based services in urban villages, lack of competent human resources to run the
service smoothly as the result of recruitment that was not based on the
competence and needs of employees, and the budget managed by the urban
villages has not supported of the implementation information technology based
services because the posture only comprises of office operating budget, there is no
synergized budget with those of technical organizations.
Keywords: Policy Implementation, E-Government Master-plan, Urban Villages
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 12
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………... 13
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu........................................................... 14
A. Yordan Putra Angguna (2015)…………………….. 14
B. Achmad Boedi Soesetyo dan
Kasiyanto (2013)…………………………………... 16
C. Darmawan Napitupulu (2015)……………………... 20
D. Raharwindy Kharisma Sudrajat (2015)……………. 21
E. Nurul Wahida Safitri (2016)……………………….. 23
2.2 Kajian Teori…………………………................................ 28
2.2.1 Kebijakan Publik....................................................... 28
2.2.1.1 Urgensi Kebijakan Publik………………… 31
2.2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik…………… 33
2.2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Dibuatnya Kebijakan Publik……………… 35
2.2.1.4 Jenis Kebijakan Publik…………………… 37
2.2.1.5 Kerangka Kerja Kabijakan Publik………... 40
2.2.2 Implementasi Kebijakan Publik…………………… 41
2.2.2.1 Definisi Implementasi Kebijakan Publik… 41
2.2.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan….. 47
2.2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi
Efektivitas Implementasi Kebijakan…….. 57
2.2.3 Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)……. 59
2.2.3.1 Definisi Pemerintahan Yang Baik
(Good Governance)……………………… 59
2.2.3.2 Prinsip-prinsip Dari Governance………… 62
2.2.4 E-Government…………………………………….. 67
2.2.5 Komitmen…………………………………………. 71
2.2.5.1 Indikator Perilaku Komitmen……………. 73
BAB III ANALISIS SOCIAL SETTING
3.1 Gambaran Umum Kota Probolinggo……………………….. 79
3.1.1 Kondisi Geografis, Iklim dan Pemerintahan……… 79
3.1.2 Kependudukan dan Pembangunan Manusia……… 82
3.1.3 Potensi Pertanian dan Perikanan…………………. 83
5.1.4 Visi dan Misi Kota Probolinggo………………….. 85
3.2 Dinas Komunikasi dan Informatika………………………... 90
3.2.1 Sumber Daya Dinas Komunikasi dan Informatika 92
3.3 Kondisi Sosial Kelurahan Kedungasem….……………… 94
3.4 Kondisi Sosial Kelurahan Curahgrinting………………… 95
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian……………………………………………... 96
4.2 Fokus Penelitian……………………………………………. 98
4.3 Lokasi dan Situs Penelitian….……………………………... 101
4.4 Jenis Data…………………………………………………... 102
4.5 Sumber Data………………………………………………... 103
4.6 Teknik Pengumpulan Data………….……………………… 106
4.7 Uji Keabsahan Data……….……………………………….. 109
4.8 Analisis Data……………………………………………….. 114
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian…………………………………………….. 118
5.1.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo…………………………………….. 118
5.1.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi
kebijakan Masterplan E-Government……….. 118
5.1.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam
implementasi kebijakan Masterplan
E-Government………………………………… 123
5.1.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam
implementasi kebijakan Masterplan
E-Government………………………………… 149
5.1.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah
pelaksana kebijakan Masterplan E-Government 152
5.1.2 Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi Masterplan E-Government pada
kelurahan di Kota Probolinggo………………………. 156
5.1.2.1 Faktor pendukung dalam implementasi
Masterplan E-Government pada kelurahan
di Kota Probolinggo…………………………… 156
5.1.2.2 Faktor Penghambat dalam implementasi
Masterplan E-Government pada Kelurahan
di Kota Probolinggo…………………………… 160
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
5.2.1 Implementasi kebijakan Masterplan E-Government
di Kota Probolinggo…………………………………… 174
5.2.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi
kebijakan Masterplan E-Government…………. 174
5.2.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam
implementasi kebijakan Masterplan
E-Government………………………………….. 179
5.2.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam
implementasi kebijakan Masterplan
E-Government………………………………….. 190
5.2.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah
pelaksana kebijakan Masterplan E-Government 192
5.2.2 Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi Masterplan E-Government pada
kelurahan di Kota Probolinggo………………………. 196
5.2.2.1 Faktor pendukung dalam implementasi
Masterplan E-Government pada kelurahan
di Kota Probolinggo…………………………… 196
5.2.2.2 Faktor Penghambar dalam implementasi
Masterplan E-Government pada Kelurahan
di Kota Probolinggo…………………………… 199
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan………………………………………………. 210
6.2 Saran……………………………………………………… 215
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
2.1 Implementasi Kebijakan Model Grindle …………………………………. 50
2.2 Implementasi Kebijakan Model van Meter dan van Horn………………... 52
2.3 Kebijakan Model Edward III………………………… …………………… 56
3.1 Peta Kota Probolinggo…………………………………………………….. 80
3.2 Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika………………….. 92
4.1 Gambar Analisis Data Model Interaktif ( Interactive Models)……………. 115
5.1 Rapat koordinasi yang dipimpin langsung Ibu Walikota Probolinggo
bertempat di Ruang Transit Walikota Probolinggo……………………….. 120
5.2 Rapat koordinasi dengan dinas terkait…………………………………….. 120
5.3 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 121
5.4 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 121
5.5 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 122
5.6 Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Renstra
Dinas Komunikasi dan Informatika………………………………………. 126
5.7 Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika
Melalui rapat dengan kelurahan dalam rangka menyusun agenda kegiatan
Dalam pelaksanaan SIAKEL……………………………………………… 145
5.8 Diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok pada Dinas Komunikasi dan
Informatika………………………………………………………………… 151
5.9 Motivasi kerja dari pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika…………. 151
5.10 Perbaikan menara………………………………………………………….. 155
5.11 Perbaikan jaringan…………………………………………………………. 155
5.12 Perbaikan jaringan………………………………………………………… 156
5.13 Launching SIAKEL (Sistem Informasi Administrasi Kelurahan)
oleh Walikota Probolinggo, merupakan inovasi daerah yang
dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo………. 159
5.14 Rapat koordinasi penguatan pelaksanaan Masterplan
E-Government yang Dinas terkait bertempat di Ruang Pertemuan
Dinas Komunikasi dan Informatika……………………………………… 160
5.15 Kantor Kelurahan Kedungasem Kec. Wonoasih………………………… 161
5.16 Menu aplikasi SIAKEL………………………………………………….. 162
5.17 Menu aplikasi SIAKEL………………………………………………….. 162
5.18 Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem………………. 168
5.19 Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem………………. 168
5.20 Proses penatausahaan keuangan di Kel. Kedungasem…………………… 172
DAFTAR TABEL
2.1 Tabel Matrik Penelitian Terdahulu…………………………………….. 25
3.1 Tabel Pembagian Wilayah Administrasi Kota Probolinggo……………. 81
3.2 Tabel Antara Misi Dengan Isu-Isu Strategis Pembangunan Daerah Kota
Probolinggo…………………………………………………………….. 89
3.3 Tabel Pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Berdasarkan
Pendidikan……………………………………………………………… 93
3.4 Tabel Daftar Sarana dan Prasarana Kantor Dinas Komunikasi dan
Informatika……………………………………………………………… 94
4.1 Tabel Pemetaan Penelitian di Lapangan………………………………… 100
5.1 Tabel Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Komunikasi dan
Informatika Dalam RPJMD Tahun 2015-2019…………………………. 138
5.2 Tabel Penyediaan Jaringan Komunikasi Kerjasama Dengan
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk……………………………………… 146
5.3 Tabel Program dan Kegiatan Dinas Komunikasi dan Informatika
YangTerkait Dengan Implementasi Masterplan E-Government
di Kota Probolinggo………………………………………………………. 153
5.4 Tabel Daftar Peralatan Kerja Dalam Pengembangan Sistem Informasi Di
Kelurahan Kedungasem…………………………………………………... 166
5.5 Tabel Data Personil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih
Berdasarkan Pendidikan Dan Status Kepegawaian………………………. 169
5.6 Tabel Uraian Belanja Anggaran Kelurahan………………………………. 173
Program : Pemantapan Otonomi Kota
Kegiatan : Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah
Kelurahan Kedungasem
5.7 Tabel Pagu Anggaran Kelurahan Kedungasem Dan Realisasi Anggaran… 174
5.8 Tabel Hasil Penelitian…………………………………………………….. 207
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan
E-Government Tahun 2010-2029
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan demokrasi dan otonomi daerah membawa perubahan dan
tuntutan bagi pemerintah untuk selalu dapat menjawab tantangan terkait dengan
pelayanan kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dan
direalisasikan salah satunya dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Konsep kebijakan pemberian otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab pada
dasarnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan peran serta
masyarakat, daerah diharapkan mampu mengembangkan kreativitas, inovasi dan
dengan komitmennya berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Prinsip otonomi yang nyata adalah memberikan diskresi atau keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan urusan dan kewenangan bidang pemerintahan
tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan urusan yang secara nyata hidup dan berkembang di masyarakat. Sedangkan
prinsip otonomi yang bertanggungjawab berkaitan dengan tugas, fungsi dan
tanggungjawab dalam pelaksanaannya sehingga akan tercipta tata kelola
pemerintahan yang baik. Menurut dokumen United Nation Development Program
(UNDP, 2004) tata kelola pemerintahan yang baik adalah “ penggunaan wewenang
ekonomi politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan Negara pada
setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan Negara untuk mendorong
terciptanya kondisi kesejahteraan integritas dan kohesitas sosial dan masyarakat.
2
Restrukturisasi kelembagaan pemerintah dan struktur organisasi perangkat daerah
diharapkan mampu menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat, situasi dan kondisi
perubahan paradigma, visi dan misi yang berkembang saat ini. Mardiasmo (2005:
114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk
menciptakan Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah tata
pemerintahan yang baik.
Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pelaksanaan
pelayanan publik merupakan indikator utama dalam menilai kinerja pemerintahan
daerah. Tiap pemerintah daerah dengan otonomi yang diberikan berlomba-lomba
berinovasi dalam mengemas bagaimana pelayanan yang dilaksanakan dapat
memberikan kepuasaan dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa
membedakan tingkatan golongan sosial dalam masyarakat. Kekurangan pemerintah
daerah dalam memberikan pelayanan publik menunjukkan bahwa pemerintah
daerah kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang berakibat pada
banyaknya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat. Beberapa persyaratan
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan
publik, yaitu: personil yang berkompeten, sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan pelayanan dan anggaran yang memadai.
Dalam percepatan reformasi birokrasi yang diusung oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar berjalan dengan
baik, ada 9 (Sembilan) program yang akan diimplementasikan dalam kegiatan
reformasi birokrasi. Program tersebut akan menjadi pedoman dalam mewujudkan
reformasi birokrasi tidak terkecuali yang dilaksanakan didaerah. 9 (sembilan)
program reformasi birokrasi adalah sebagai berikut:
3
1. Manajemen perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk secara sistematis dan konsistensi dari
sistem dan mekanisme kerja organisasi, pola pikir serta budaya kerja individu
atau unit kerja didalamnya menjadi lebih baik. Target dari program ini adalah
terciptanya komitmen dari seluruh elemen pemerintahan untuk melaksanakan
reformasi birokrasi, terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja, serta
menurunkan resiko resistensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.
2. Penataan peraturan perundang-undangan
Salah satu program reformasi birokrasi ini diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas dalam pengelolaan peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Efektifitas
tersebut diantaranya dapat menurunkan tumpang tindih peraturan dari seluruh
tingkatan pemerintahan serta efektifitas dalam pengelolaan peraturan
perundang-undangan.
3. Penataan dan penguatan organisasi
Program penataan dan penguatan organisasi ditujukan untuk mengatasi
masalah yang paling sering muncul dari pemerintah terutama dari pemerintah
daerah. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan efesiensi
organisasi kementerian/lembaga/pemerintah daerah secara proporsional dan
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas masing-masing sehingga
organisasi menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran.
4. Penataan ketatalaksanaan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sistem,
proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efesien dan terukur pada
4
masing-masing instansi. Target program penataan ketatalaksanaan adalah
meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan manajemen pemerintah, adannya efisiensi proses
manajemen pemerintah dan meningkatnya kinerja pemerintahan.
5. Penataan sistem manajemen SDM aparatur
Ini menjadi salah satu program prioritas dalam reformasi birokrasi. Program
ini diharapkan dapat menciptakan SDM yang profesional dan berkompetensi
dengan dukungan rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi
dan transparan. Program ini dapat dilaksanakan kegiatan perbaikan sistem
rekrutmen, analisis jabatan, evaluasi jabatan, penyusunan standar
kompetensi, assesmen individu dan sistem penilaian kinerja.
6. Penguatan pengawasan
Dengan adanya program ini memungkinkan terciptanya penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN pada seluruh instansi
pemerintah. Target dari program ini adalah meningkatnya kepatuhan terhadap
pengelolaan keuangan negara dan menurunnya tingkat penyalahgunaan
wewenang dari masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Kegiatan yang menjadi prioritas antara lain adalah penguatan kembali peran
SPIP.
7. Penguatan akuntabilitas kinerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas
kinerja dari instansi pemerintah dengan target akhir yang ingin dicapai adalah
meningkatnya kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai target tersebut adalah kegiatan penguatan
5
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen
kinerja dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU).
8. Peningkatan kualitas pelayanan publik
pelayanan publik menjadi salah satu indikator dalam reformasi birokrasi
pemerintah. Program peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik dari masing-masing instansi
pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kegiatan yang
dapat mendukung program tersebut adalah dengan menetapkan Standar
Pelayanan, Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta peningkatan
partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik melalui
pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat.
9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Program ini ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan reformasi birokrasi
dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan target yang telah
ditetapkan dalam roadmap masing-masing kementerian, lembaga dan
pemerintah daerah.
Dalam peningkatan kualitas pelayanan publik didaerah perlu ditekankan
prinsip-prinsip kemudahan, efisien dan efektif sehingga masyarakat dapat dengan
mudah mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Salah satu elemen dalam
peningkatan kualitas pelayanan publik adalah penerapan E-Government dengan
berbasis pasda penggunaaan teknologi informasi dalam pelayanan kepada
masyarakat. Teknologi informasi sebagai alat dalam melakukan aktivitas pelayanan
publik saat ini merupakan sebuah kebutuhan dan tuntutan di tiap-tiap lembaga
6
pemerintah yang memberikan pelayanan publik. Dengan pengembangan teknologi
diharapkan juga akan lahir inovasi pelayanan khususnya didaerah yang mengarah
pada kualitas pelayanan itu sendiri. Kualitas pelayanan kepada masyarakat harus
selaras dengan reformasi pelayanan yang sudah dicanangkan oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pengembangan
E-Government pada hakikatnya merupakan proses pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi sebagai alat untuk membantu jalannya sistem
pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien (Sosiawan, 2008).
Dalam penyelenggaraannya, E-Government sistem mengacu pada dua hal, yaitu
penggunaan teknologi informasi yang memanfaatkan jaringan internet dan
terbangunnya sebuah sistem baru dalam tata kelola pemerintahan. Pelaksanaan
pelayanan berbasis E-Government mengandung tujuan adanya ketepatan waktu dan
biaya yang murah dalam implementasinya. Namun sayangnya, selama ini
penafsiran penggunaan teknologi elektronik hanya sebatas alat manual dengan
komputer sebagai sarana pelayanan di lembaga penyedia layanan publik. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin
komunikasi efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian
tujuan pembangunan. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan
melibatkan berbagai elemen masyarakat. E-Government merupakan sebuah difusi
teknologi, yang secara teoritis berarti proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam
sistem sosial melalui saluran komunikasi selama periode waktu tertentu (Rogers
dan Shoemaker, 1987). Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi juga
merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya perubahan struktur
dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Implementasi E-Government yang
7
mendominasi di Indonesia saat ini berupa integrasi data kependudukan secara
nasional dan pelayanan pendaftaran warga negara antara lain pendaftaran kelahiran,
pernikahan, kematian, penggantian alamat dan perpajakan. Disinilah peran
pemerintah sebagai koordinator utama untuk menciptakan lingkungan
penyelenggaraan pemerintahan. Agar pelayanan publik berjalan lebih efektif, perlu
ada dorongan pada pemerintah agar menyegerakan penerapan E-Government
(Shalahuddin dan Rusli, 2005).
Peningkatan pelayanan publik dengan berbasis pada teknologi informasi
akan membawa dampak pada peningkatan akuntabilitas, transparansi dan
kemudahan dalam mengakses informasi oleh masyarakat. Kemudahan informasi ini
penting dalam proses pembangunan, karena menempatkan masyarakat dalam
komponen pelaksana dalam tata pemerintahan yang baik. Perwujudan dari
pelaksanaan pemerintahan yang baik salah satunya adalah implementasi
E-Government dalam sistem pelayanan yang dilakukan pemerintah. Implementasi
pelayanan dengan berbasis pada E-Government akan membawa perubahan pada
sistem dan prosedur dalam pelayanan kearah yang lebih baik.
Pelaksanaan E-Government di Kota Probolinggo sebenarnya sudah
dimulai dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
E-Government. Setelah diterbitkannya Inpres tersebut sebenarnya Pemerintah Kota
Probolinggo sudah melaksanakan implementasinya. Sebagai contoh adalah
penggunaan jaringan internet dan adanya website meskipun masih bersifat
sederhana. Penggunaan internet di tiap Organisasi Perangkat Daerah hanya sebatas
pada keperluan untuk mendapatkan informasi, belum sampai pada tataran
8
bagaimana penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan pelayanan kepada
masyarakat dan membangun sistem data yang terintegrasi pada setiap Organisasi
Perangkat Daerah. Beberapa upaya sudah dilakukan dalam upaya untuk
melaksanakan E-Government yang ada di Kota Probolinggo seperti menambah
koneksitas jaringan. Namun demikian pengembangan teknologi informasi terkait
dengan penyediaan aplikasi dan jaringan untuk mendukung kinerja Organisasi
Perangkat Daerah dalam pelayanan belum maksimal.
Pada tahun 2010 Pemerintah Kota Probolinggo menerbitkan Peraturan
Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government
Tahun 2010-2029 sebagai upaya untuk percepatan pelaksanaan E-Government
dengan pengembangan teknologi informasi. Dengan diterbitkannya Peraturan
Walikota tersebut diharapkan dapat mendorong adanya percepatan pelaksanaan
E-Government dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan
Walikota tersebut akan menjadi pedoman dan semangat bagi Pemerintah Kota
Probolinggo dalam upayanya memperbaiki sistem pelayanan dan pengolahan data.
Dalam Peraturan Walikota tersebut disebutkan bahwa untuk mendukung
terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
masyarakat secara efektif dan efisien dengan didukung dengan suatu sistem
teknologi informasi yang terpadu dengan tujuan peningkatan kinerja dan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Komitmen untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik dengan berbasis pada teknologi informasi yang
dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo harus didasari dengan kesungguhan dan
semangat perbaikan dalam pelayanan kepada masyarakat.
9
Masterplan E-Government yang telah ditetapkan pada tahun 2010, segera
diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Probolinggo dengan perbaikan jaringan
yang digunakan. Penggunaan jaringan yang bersifat terintegrasi seperti LAN dan
WAN sudah dilakukan di dalam koridor internal Organisasi Perangkat Daerah.
Namun implementasi Masterplan E-Government tersebut belum sepenuhnya sesuai
dengan tujuan yang ada didalamnya. Hambatan tersebut antara lain terkait dengan,
rencana strategis yang disusun oleh Organisasi Perangkat Daerah yang menangani
implementasi kebijakan Masterplan E-Government, dukungan dalam tugas pokok
dan fungsi organsiasi, program dan kegiatan serta kerjasama yang dilakukan dalam
percepatan pelaksanaannya.
Demikian juga kondisi implementasi Masterplan E-Government yang
mendukung pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kelurahan. Kelurahan
sebagai unit organisasi yang secara kedudukan berada dibawah dan bagian dari
kecamatan, mempunyai kedudukan dan fungsi strategis dalam pelayanan kepada
masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Dengan kedudukan
dan fungsi yang ada, Pemerintah Kota Probolinggo sesuai dengan masterplan yang
sudah ada dituntut bagaimana dapat memperbaiki kualitas pelayanan yang ada di
kelurahan dan membangun kelurahan sebagai pusat data dalam perencanaan
pembangunan dan pengembangan potensi yang ada didalamnya. Dengan gambaran
tentang kelurahan tersebut, dapat dikatakan bahwa pelayanan kelurahan merupakan
gambaran bagaimana upaya Pemerintah Kota Probolinggo dalam membangun
sebuah sistem pelayanan yang baik. Keberadaan Kelurahan sebagai unit organisasi
paling bawah, yang berinteraksi langsung dengan masyarakat setiap hari dan
sebagai pusat data yang ada di Kota Probolinggo dituntut dapat memenuhi harapan-
10
harapan tersebut. Namun demikian belum adanya sebuah kebijakan yang
terintegrasi yang diberikan kepada kelurahan untuk memenuhi harapan tersebut,
termasuk didalamnya bagaimana mengimplementasikan Masterplan
E-Government dalam proses pelayanan di kelurahan yang terdiri dari pelayanan
administrasi, pelaksanaan perencanaan pembangunan dan pengembangan potensi
kelurahan.
Beberapa hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kelurahan dalam
implementasi Masterplan E-Government harus dapat menjadi perhatian dari
Pemerintah Kota Probolinggo. Hambatan tersebut antarala antara lain kualitas
sarana pendukung yang rendah, belum adanya data yang terintegrasi dalam sebuah
sistem terpadu dan infrastruktur yang kurang memenuhi standar baik software
maupun hardware di kelurahan. Selain itu belum adanya sebuah kebijakan
anggaran yang difokuskan untuk pemeliharaan sebuah sistem teknologi informasi
yang mendukung pelayanan di kelurahan serta sumber daya manusia pelaksananya
tidak sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
Kondisi kelurahan yang ada di Kota Probolinggo dalam implementasi
Masterplan E-Government juga dialami Kelurahan Kedungasem Kecamatan
Wonoasih. Dengan kondisi wilayah yang terletak di wilayah selatan Kota
Probolinggo dan tipologi wilayah yang dimiliki, saat ini banyak keluhan yang
diterima sehubungan dengan pelayanan khsususnya pelayanan administrasi.
Dengan sistem informasi yang digunakan dalam pelayanan di Kelurahan
Kedungasem Kecamatan Wonoasih, pelayanan sering mengalami hambatan yang
menyebabkan pelayanan sering lama. Tipologi wilayah sangat mempengaruhi
koneksitas terhadap jaringan yang dipakai dalam pelayanan berbasis sistem
11
informasi. Ditambah lagi sarana yang kurang mendukung dan sumberdaya manusia
yang menjalankan pelayanan tersebut.
Hambatan diatas harus segera dicarikan solusi sehingga implementasi
Masterplan E-Government pada kelurahan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Sebagaimana dengan tujuan penyusunan Masterplan
E-Government yang diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35
Tahun 2010 Pasal 2 ayat (2) huruf a yaitu menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi dan sinergi dalam penyelenggaran perencanaan pengembangan
E-Government untuk seluruh Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan
Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Selain implementasi E-Government dalam pelayanan di Kelurahan
Kedungasem Kecamatan Wonoasih, juga ada salah satu inovasi yang dilakukan
Pemerintah Kota Probolinggo dalam implementasi Masterplan E-Government
adalah keberadaan kampung cyber yang berlokasi di Jalan Citarum Kelurahan
Curahgrinting Kecamatan Kanigaran. Keberadaan kampung cyber ini
dikembangkan dengan tujuan adanya kemudahan pengembangan teknologi
informasi dalam mendukung perencanaan pembangunan, kemudahan akses
program-program Pemerintah Daerah dan memberikan masukan terkait dengan
pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kelurahan serta pengembangan
potensi yang ada di kelurahan. Pelaksanaan program kampung cyber ini merupakan
program percontohan dalam pengembangan teknologi informasi di masyarakat.
Keberadaan kampung cyber telah mendorong masyarakat untuk belajar
memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka mewujudkan peran serta
masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan. Keberadaan kampung ini telah
12
memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya warga
Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran yang berada di Jalan Citarum.
Fasilitas ini dimanfaatkan oleh masyarakat dalam rangka menambah pengetahuan,
peningkatan minat belajar, menumbuh kembangkan kreativitas dan peningkatan
ekonomi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam berbagai proses perencanaan,
pengawasan dan pengendalian berbagai kegiatan Pemerintah Kota Probolinggo
selaras dengan tujuan yang akan diwujudkan dalam kepemerintahan yang baik
(Good Governance) melalui implementasi Masterplan E-Government yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang tersebut diatas, maka peneliti
akan melakukan penelitian langsung kelapangan berkaitan dengan implementasi
Masterplan E-Government yang dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo di
Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting
Kecamatan Kanigaran. Sehingga peneliti mengambil judul dalam penelitian ini
adalah “ Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di
Kota Probolinggo”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka masalah dari penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota
Probolinggo ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat
implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota
Probolinggo?
13
1.3 Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah penelitian diatas, tujuan dari penelitian adalah
antara lain:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan
Masterplan E-Government di Kota Probolinggo. Penelitian ini dapat
memberikan gambaran implementasi kebijakan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota
Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government
Tahun 2010-2029.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat
implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota
Probolinggo.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi Pemerintah Kota Probolinggo, sebagai bahan masukan dalam rangka
perbaikan kearah yang lebih baik terkait dengan kebijakan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan khususnya dalam E-Government pada kelurahan;
2. Dari penelitian yang sudah dilakukan ini diharapkan akan menjadi acuan dan
motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan terkait dengan
pelaksanaan E-Government di daerah, sehingga dengan penelitian lanjutan
yang dilakukan peneliti lain akan didapat temuan-temuan ilmiah yang
berguna bagi pengembangan E-Government.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini diuraikan
dibawah ini, sebagai berikut:
A. YORDAN PUTRA ANGGUNA (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Yordan Putra Angguna ( 2015) berjudul
Upaya Pengembangan E-Government Dalam Pelayanan Publik Pada Dinas
Koperasi Dan UKM Kota Malang. Dalam penelitian ini disampaikan dalam
perwujudan pelayanan publik yang Good Governance, pemerintah dituntut untuk
beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Hage dan
Powers (Anwar, 2003: 111) menyebutkan salah satu ciri yang menonjol di era
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini adalah digunakannya teknologi
komputer. E-Government merupakan penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi oleh pemerintah agar tercipta komunikasi antara pemerintah, masyarakat,
dunia bisnis dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk memberikan
pelayanan secara cepat dan tepat. Pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan
INPRES No. 3 tahun 2003 sebagai upaya lanjutan untuk mendukung penerapan
E-Government dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
khususnya pelayanan informasi dan menciptakan Good Governance. Secara
ringkas tujuan E-Government adalah untuk membentuk jaringan komunikasi
diantara masyarakat, swasta, dan pemerintah lainnya yang dapat memperlancar
interaksi, transaksi, dan layanan. E-Government sebagai konsep pelayanan yang
15
menggunakan teknologi informasi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu
pertama, persiapan; kedua, pematangan; ketiga, pemantapan; dan keempat,
pemanfaatan (INPRES No 3 Tahun 2003). Agar pengembangan E-Government
dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan E-Government, terdapat tiga
elemen sukses yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Elemen tersebut
adalah pertama support, capacity, dan value (Indarjit, 2004: 15). Ditambah dengan
elemen willingness dan local culture (Moon, 2008: 168). Hasil dari penelitian
mengungkapkan bahwa Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang telah
melaksanakan E-Government sejak 1 Januari 2009, tetapi pengelolaannya belum
berjalan dengan baik. Permasalahannya adalah berasal dari sumber daya manusia
yang ada dalam Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang. Dari hasil penelitian,
Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang memiliki kekurangan sumber daya manusia
dari segi kualitas dan kuantitas. Dalam pelaksanaannya E-Government dipengaruhi
oleh:
a. Elemen Support
Belum adanya perencanaan dalam pengembangan sehingga tidak ada konsep
yang dapat dikembangkan.
b. Elemen Capacity
Dalam pengembangan E-Government Capacity berkaitan dengan tersedianya
sumber daya, yang terdiri dari finansial, sumber daya manusia, dan
infrastruktur.
c. Elemen Value
16
Website yang dimiliki oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang belum
dikelola secara maksimal. Dalam pengelolaannya terdapat standar yang harus
diperhatikan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kominfo. Hal ini
menyebabkan konten yang terdapat pada website belum lengkap dan
mengakibatkan tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
d. Elemen Willingness
Dalam pengembangan E-Government kemauan masyarakat dalam
menggunakan teknologi informasi menjadi faktor penting
e. Elemen Local Culture
Dalam pengembangan E-Government dari hasil lapangan menunjukkan
bahwa budaya Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, sebagian besar
pegawainya telah mampu menggunakan media internet untuk mempermudah
pekerjaannya.
Sedangkan dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa faktor-faktor yang
menjadi kendala adalah kualitas sumber daya manusia yang kurang mendukung,
infrastruktur dan sistem database koperasi yang masih lemah.
B. ACHMAD BOEDI SOESETYO dan KASIYANTO (Mantan Bupati
Tulungagung/Ahli Peneliti Utama BPP I Surabaya) (2013)
Penelitian yang dilakukan ini mengambil judul Kebijakan Sistem
Pemerintahan E-Government Di Kabupaten Tulungagung (2013). Dijelaskan
bahwa untuk mewujudkan amanah dalam Renstra Jatim tersebut diperlukan
kesamaan pandang dan persepsi pada Dinas/Badan/Instansi di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur serta seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa
Timur, sehingga diperlukan sosialisasi tentang arah kebijakan sistem informasi dan
17
telematika Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, untuk mempermudah masyarakat
dalam mengakses data dan informasi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan seluruh
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, membangun dan mengembangkan
situs web, dengan harapan situs tersebut akan mampu menyediakan data dan
informasi yang selalu up to date serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,
dunia usaha dan juga para pimpinan instansi. Berdasarkan pengamatan dan
pengakuan Kepala Informasi, Komunikasi dan Data Elektronik Kabupaten
Tulungagung belum banyak yang dapat dilakukan berkaitan dengan sistem
pemerintahan elektronik (E-Government). Sehubungan dengan itu, realitas yang
harus lebih dulu dipahami sebelum kebijakan publik tentang E-Government
diterapkan di Kabupaten Tulungagung adalah: (1) diketahui dulu tingkat
pengenalan dasar masyarakat Tulungagung terhadap teknologi informasi
khususnya komputer; dan (2) diketahui dulu tingkat kesiapan masyarakat
Tulungagung dalam menghadapi program E-Government. Permasalahan
kurangnya pemahaman yang komprehensif mengenai apa dan bagaimana electronic
government, serta adanya perlakuan pembangunan electronic government sama
seperti proyek-proyek pemerintah lainnya diperkirakan akan menimbulkan masalah
tersendiri di kemudian hari karena menyangkut beberapa hal seperti: kepercayaan
masyarakat terhadap Teknologi Informasi (TI), kelangsungan hidup investasi
pemerintah serta pengaruhnya terhadap kebijakan fiskal, implikasi investasi bidang
TI terhadap perekonomian nasional, dan masih relatif rendahnya kualitas layanan
publik. Secara empiris hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten
Tulungagung tengah berkembang anggapan bahwa pemanfaatan teknologi
informasi sebagai sistem pelayanan publik atau kebijakan penerapan
18
“e-government” semata-mata adalah pengembangan website. Alhasil, dengan
sekadar mengembangkan website Pemerintah Kabupaten Tulungagung telah
dianggap sudah mengaplikasikan E-Government. Faktor utama yang
mempengaruhi pengembangan E-Government di Kabupaten Tulungagung adalah
infrastruktur dan sosialisasi kepada masyarakat. Dari fakta yang terdapat dalam
website Pemerintah Kabupaten Tulungagung ini menggambarkan bahwa adanya
pengembangan program E-Government yang masih sebatas dalam bentuk-bentuk
pelayanan pembuatan KTP, pembayaran listrik, pajak, telepon, Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), election card, dan statistik. Sebuah fakta menunjukkan
bahwa pengembangan program E-Government di Kabupaten Tulungagung masih
belum menyentuh pada level pelayanan yang menyangkut employment,
penyampaian keluhan atas jumlah dan kualitas pelayanan, maupun informasi
penting yang menyangkut pelayanan hukum, kesehatan, saran-saran politik,
peluang investasi, informasi kredit/pinjam modal, dan sebagainya.
Transformasi pelayanan publik oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung
mencakup tiga dimensi: (1) Transformasi pelayanan publik dilakukan untuk
membentuk organisasi pemerintah yang bersih dan berwibawa, (2) Transformasi
layanan publik digunakan dalam rangka menciptakan model administrasi
pemerintah daerah lebih efektif, dan (3) Transformasi digunakan sebagai dasar
dalam meningkatkan pertumbuhan dan perubahan-perubahan di Pemerintah
Kabupaten Tulungagung. Ketiga hal tersebut di atas tidak dapat berjalan lancar jika
sebelumnya tidak diperhitungkan beberapa aspek nonteknis. Hal ini disebabkan
karena ketika membicarakan sistem informasi dan teknologi informasi, maka yang
sering terbayang adalah sekumpulan perangkat komputer multimedia, internet
19
ataupun server yang semuanya itu adalah hardware dan dipandang dari sisi teknis.
Apabila Pemerintah Kabupaten Tulungagung akan membangun sistem informasi
baik itu secara online maupun offline, maka dengan merujuk pemikiran Wijaya
(http://www.ruangkerja.com) terdapat beberapa aspek nonteknis yang perlu dikaji
dan dipersiapkan secara dini dan mendalam, yaitu:
1. Komitmen yang Kuat
Pemerintah Kabupaten Tulungagung dituntut untuk dapat memberikan hak
kepada masyarakat atas transparansi informasi yang terkait dengan masalah-
masalah publik.
2. Struktur Organisasi
Hubungan terpenting adalah definisi peran yaitu siapa yang berwenang dan
siapa yang harus menjalankan sistem informasi serta pihak-pihak terkait
mana yang akan mendukung sistem informasi tersebut, serta alur informasi
yang sistematis dirancang dengan baik.
3. Program Kerja
Program kerja ini perlu dirumuskan secara lintas bidang atau lintas
instansional/unit kerja. Hal ini disebabkan karena alur informasi bagi
Pemerintah Kabupaten Tulungagung sangat terbuka dan saling terkait satu
dengan lainnya.
4. Sumberdaya Manusia
Pengelolaan sistem informasi mensyaratkan adanya ketrampilan dan
kapabilitas sumberdaya manusia yang mampu menjamin adanya
kesinambungan informasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun
inovasi atau pengembangannya.
20
Kondisi Objektif yang diperoleh dari penelitian adalah penerapan E-Government di
Kabupaten Tulungagung. Permasalahan utama yang menyertai pengembangan
E-Government di Kabupaten Tulunggung adalah: (1) Masih belum tepatnya
persepsi terhadap E-Government pada semua level struktur birokrasi, (2) Masih
rendahnya komitmen pimpinan birokrasi, (3) Anggaran pendukung masih sangat
terbatas, (4) Program sosialisasi yang kurang agresif, (5) Kemampuan dan
kapabilitas sumberdaya manusia yang relatif rendah, dan (6) ketersediaan
infrastruktur yang masih sangat terbatas.
C. DARMAWAN NAPITUPULU (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan Napitupulu (2015) berjudul
Kajian Faktor Sukses Implementasi E-Government Studi Kasus: Pemerintah Kota
Bogor. Kota Bogor telah memulai inisiatif E-Government sejak 2008-2009 jauh
sebelum Inpres dikeluarkan serta telah berhasil memperoleh berbagai penghargaan
atas keberhasilannya dalam implementasi E-Government. Pada tahun 2009,
Majalah Warta Ekonomi memberikan E-Government award sebagai juara terbaik
selain kabupaten Jembrana dan Kota Surabaya pada kategori Pemerintah
Kabupaten/Kota Pengaplikasi E-Government. Di tahun yang sama, Kota Bogor
juga meraih penghargaan dari Universitas Gunadarma sebagai juara II pada
kategori Website Terbaik Tingkat II se Indonesia (Junaidi, 2011). Pada tahun 2011,
Bogor memperoleh penghargaan ICT Pura dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika tingkat nasional dimana Kota Bogor terpilih menjadi yang terbaik dari
5 kota di wilayah Propinsi Jawa Barat dan mendapat predikat madya tingkat
nasional serta dianggap sebagai kota yang telah siap menghadapi era ekonomi
21
digital. Selain itu pada tahun 2013, Kota Bogor juga memperoleh penghargaan
IDSA (Indonesia Digital Society Award) sebagai Silver Champion untuk kategori
Community dan tahun 2014 Bogor berhasil meraih juara runner-up satu dalam
penghargaan IDSA 2014 untuk kategori Pemerintah Kota. Oleh karena itu dalam
penelitian ini Kota Bogor dapat dijadikan rujukan bagi lembaga pemerintah lain
dalam proses implementasi E-Government. Dalam penelitian ini juga disebutkan
bahwa dalam pengembangan teknologi informasi, Pemerintah Kota Bogor
bekerjasama dengan BPPT untuk pengkajian, penerapan, dan pemasyarakatan
teknologi untuk mendukung pembangunan daerah Kota Bogor. Dengan adanya
kerjasama tersebut, diharapkan Pemerintah Kota Bogor bisa memiliki sebuah
jaringan informasi yang berbasis teknologi dan terpadu, mencakup bidang kerja
seperti kepegawaian, kesehatan, pendidikan sampai bidang arsip dan perpustakaan,
demikian juga dalam bidang pelayanan perijinan dan berbagai pelayanan langsung
kepada masyarakat. Melalui pengembangan E-Government, maka masyarakat akan
lebih mudah berhubungan dengan Pemerintah Kota Bogor, baik pada saat
membutuhkan informasi atau pada saat mereka membutuhkan pelayanan untuk
melancarkan kegiatan. Kota Bogor juga sudah membangun infrastruktur intranet
dan internet di seluruh SKPD dan Kelurahan se Kota Bogor dalam rangka
kemudahan pelayanan kepada masyarakat dan kemudahan dalam mengakses
informasi oleh masyarakat.
D. RAHARWINDY KHARISMA SUDRAJAT (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Raharwindy Kharisma Sudrajat (2015) ini
mengambil judul Efektivitas Penyelenggaraan E-Government Pada Badan
22
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang. Dalam penelitian ini menyebutkan
bahwa Pemerintah Kota Malang bersamaan dengan keluarnya Inpres No. 3 Tahun
2003 tersebut memulai mengembangkan E-Government didaerahnya dengan
pembuatan program jaringan Malang Online, program jaringan Malang Online
tersebut mempunyai maksud dan tujuan mengembangkan sistem informasi dan
komunikasi dengan memanfaatkan teknologi berupa komputer. Penggunaan
teknologi tersebut berdampak pada kemudahan memberikan informasi maupun
berkoordinasi antar lembaga pemerintahan maupun dengan masyarakat. Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang, sebagai instansi pemerintahan yang
berkaitan dengan perizinan di Kota Malang juga mengembangkan konsep
E-Government melalui fungsi teknologi informasi dan komunikasi yang berupa
website perizinan. Fungsi dari adanya website perizinan tersebut untuk memberikan
layanan yang lebih lengkap dengan segala fasilitas teknologi informasi melalui
layanan online yang dihadirkan sebagai bentuk pelayanan prima kepada masyarakat
yang melakukan permohonan izin di Kota Malang. Kegiatan yang dilakukan BP2T
dalam rangka pengembangan E-Government meliputi: a) publikasi, kegiatan
publikasi dilakukan berkenaan dengan berbagai data dan informasi berkaitan
dengan perizinan di Kota Malang melalui website perizinan, b) Interaksi, kegiatan
interaksi diwujudkan dengan menyediakan berbagai fasilitas yaitu meliputi SMS
Gateway, pengaduan elektronik dan chatting. Interaksi tersebut bertujuan untuk
memberikan kemudahan kepada masyarakat maupun untuk pihak internal
melakukan interaksi, dan 3) Transaksi, dilakukan melalui perpindahan uang
maupun data, jenis transaksi pada BP2T tersebut bisa melalui SIM PTSP Online
23
dan pengajuan online. Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pelayanan
perijinan dengan berbasis teknologi informasi adalah: a) Budaya, penyelenggaraan
E-Government pada BP2T yang masih konvensional dikarenakan, belum adanya
dasar hukum yang jelas berkaitan dengan E-Government sendiri di Kota Malang,
b) Kepemimpinan, pengembangan E-Government harus mempersiapkan
infrastruktur institusional yang mana instansi pemerintah harus secara sadar dan
eksis melakukan dan memfokuskan tujuannya dalam mengembangkan
E-Government dan mempersiapkan strategi pemikiran dan kepemimpinan, dan
c) Infrastruktur, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang dalam
menyelenggarakan E-Government belum mempunyai infrastruktur yang memadai
hal tersebut dikarenakan belum adanya digital signatur dan wifi hotspot yang hanya
bisa diakses oleh pihak BP2T Kota Malang.
E. NURUL WAHIDA SAFITRI (2016)
Penelitian ini berjudul Penerapan E-Government di Pusat Pelayanan
informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang. E-Government merupakan bentuk
implementasi pelayanan publik yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi,
sebagai media informasi dan sarana komunikasi interaktif antara Pemerintah
dengan pihak-pihak lain baik kelompok masyarakat, kalangan bisnis maupun antar
sesama lembaga pemerintahan. Implementasi E-Government dalam penerapannya
dimulai dari bentuk layanan yang sederhana yaitu penyediaan data dan informasi
berbasis komputer tentang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan sebagai bentuk wujud keterbukaan (transparancy) dalam
pelaksanaan pelayanan publik. Pemerintah Kabupaten Pinrang menghadirkan
24
PINDU ( Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan). Dalam meninjau
E-Government Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang,
peneliti membedah penerapan E-Government menggunakan aspek-aspek
penerapan yang dikemukakan oleh Rianto dan Tri Lestari yang terdiri dari
Hardware, Software, data, informasi, Human Resources (SDM), Sikap Pelaksana,
Komunikasi, dan Struktur Organisasi.
Dalam mempermudah proses peninjauan penerapan E-Government Pusat
Pelayanan Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang peneliti
mengklasifikasikan ulang aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rianto dan Trio
Lestari menjadi hanya tiga aspek, yakni Hadware dan Sofware, Data dan Informasi,
serta SDM dan Sikap Pelaksana. Sebagai wadah bagi masyarakat agar dapat dengan
mudah menjangkau dan memperoleh informasi yang dibutuhkan, serta
berpartisipasi untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik dengan
menerapkan sistem berbasis on-line dan didukung perangkat teknologi modern.
Kepentingan warga masyarakat Pinrang akan disediakan dan dilayani dengan baik
dengan cara yang sederhana, mudah dan efektif. Sedangkan faktor-faktor
penghambat dalam mewujudkan penerapan E-Government di Pusat Pelayanan
Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang yaitu jaringan internet dan sosialisasi.
Jaringan internet merupakan salah satu unsur terpenting dalam menjalankan
E- Government, namun sejauh ini jaringan internet yang ada masih kurang bagus
jadi website PINDU kadang non aktif sehingga pengaduan yang masuk melalui
website tidak dapat diproses. Serta faktor yang menghambat lainnya yaitu tahap
sosialisasi yang masih belum maksimal dalam penyampaian informasi tentang
hadirnya PINDU ini.
25
Tabel 2.1. Tabel Matrik Penelitian Terdahulu
No.
Judul Penelitian/Nama Peneliti/ Tahun
Penelitian
Variabel Hasil Peneltian
Kontribusi Penelitian
Perbedaan Dengan
Penelitian Yang Dilaksanakan
1. Upaya
Pengembangan
E-Government
Dalam Pelayanan
Publik Pada Dinas
Koperasi Dan
UKM Kota Malang,
Yordan Putra
Angguna (2015)
Sumber daya
manusia dan
infrastruktur
Sejak tahun 2009
Dinas Koperasi dan
UKM Kota Malang
telah melaksanakan
E-Government.
Tetapi dalam
pelaksanaannya
belum berjalan
dengan baik. Faktor
yang
mempengaruhi
adalah kurangnya
sumber daya
manusia baik
kualitas dan
kuantitas,
sedangkan
infrastruktur yang
ada belum
sepenuhnya
mendukung
pelaksanaan
E-Government
Penelitian ini
menjelaskan
faktor-faktor
yang menjadi
penunjang dan
penghambat
dalam
pengembangan
E-Government
di Dinas
Koperasi dan
UKM Kota
Malang.
pengembangan
E-Government
dipengaruhi
oleh support,
capacity, value
willingness
dan local
culture.
Sedangkan
faktor
penghambat
adalah sumber
daya manusia
yang kurangt
mendukung
Penelitian
tentang
Pengembangan
E-Government
Dalam
Pelayanan
Publik Pada
Dinas Koperasi
Dan UKM Kota
Malang
menjelaskan
elemen
pendukung dan
faktor
penghambat
dalam
pengembangan
teknologi
informasi.
Sedangkan
penelitian yang
sedang
dilakukan
mendeskripsikan
dan menganalisa
implementasi
kebijakan
Masterplan
E-Government
termasuk faktor
pendukung dan
penghambat
2. Kebijakan Sistem Pemerintahan
E-Government Di Kabupaten
Tulungagung, Achmad Boedi Soesetyo dan
Kasiyanto (2013)
Infrastruktur, komitmen,
struktur organisasi, program
kerja, sumber daya manusia dan sosialisasi
kepada masyarakat
Pengembangan program E-
Government di Kabupaten
Tulungagung masih belum menyentuh
pada level pelayanan yang
menyangkut employment, penyampaian
keluhan atas jumlah dan kualitas
pelayanan, maupun informasi penting yang menyangkut pelayanan hukum,
26
Tabel 2.1. Lanjutan
No.
Judul
Penelitian/Nama
Peneliti/ Tahun
Penelitian
Variabel Hasil Peneltian
Kontribusi
Penelitian
Perbedaan
Dengan
Penelitian Yang
Dilaksanakan
kesehatan, saran-
saran politik,
peluang investasi,
informasi
kredit/pinjam
modal, dan
sebagainya.
Pada penelitian
ini mengungkap
kondisi
Kabupaten
Tulungagung
dalam
pengembangan
E-Government.
Pemahaman di
Kabupaten
Tulungagung
bahwa E-Gov
hanya sebatas
website, perlu
adanya
sosialisasi
kepada
masyarakat.
Faktor
pendukung dari
pengembangan
E-Gov adalah
komitmen yang
kuat, struktur
organisasi yang
dirancang
dengan baik,
program kerja
lintas sektor dan
sumber daya
mausia yang
handal
Penelitian yang
berjudul
Kebijakan
Sistem
Pemerintahan
E-Government
Di Kabupaten
Tulungagung ini
mendeskripsikan
bagaimana
kondisi
Kabupaten
Tulungagung
dalam
pengembangan
E-Gov dan
permasalahan
yang dihadapi,
sedangkan
penelitian yang
sedang
dilakukan
mendeskripsikan
dan menganalisa
implementasi
kebijakan
Masterplan
E-Government
termasuk faktor
pendukung dan
penghambat
3. Kajian Faktor Sukses
Implementasi E-Government Studi Kasus:
Pemerintah Kota Bogor, Darmawan Napitupulu (2015)
Infrastruktur yang
memadai dan
kerjasama
Kota Bogor telah memulai inisiatif E-Government
sejak 2008-2009 jauh sebelum
Inpres dikeluarkan.
Dalam pengembangan E-Government
Kota Bogor bekerjasama
dengan BPPT untuk pengkajian,
penerapan,
Pada penelitian ini memberikan
gambaran bahwa dalam
rangka keberhasilan
pengembangan E-Gov seperti
yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Bogor adalah menjalin kerjasama dan pembangunan infrastruktur
yang memadai
Pada penelitian terdahulu yang menjadi kajian adalah faktor
pendukung dari sukses
pengembangan E-Gov di Kota
Bogor, sedangkan
penelitian yang sedang
dilakukan mendeskripsikan dan menganalisa
implementasi kebijakan
27
Tabel 2.1. Lanjutan
No.
Judul
Penelitian/Nama
Peneliti/ Tahun
Penelitian
Variabel Hasil Peneltian
Kontribusi
Penelitian
Perbedaan
Dengan
Penelitian Yang
Dilaksanakan
dan pemasyarakatan teknologi untuk
mendukung pembangunan
daerah.
Masterplan E-Government termasuk faktor pendukung dan
penghambat
4. Efektivitas Penyelenggaraan E-Government
Pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Malang, Raharwindy
Kharisma Sudrajat (2015)
Infrastruktur, budaya,
kepemimpinan
Pemerintah Kota Malang
bersamaan dengan keluarnya
Inpres No. 3 Tahun 2003
tersebut memulai mengembangkan E-Government
didaerahnya dengan
pembuatan program jaringan Malang Online.
Penggunaan teknologi tersebut berdampak pada
kemudahan memberikan
informasi. Salah kemudahan mengakses
informasi adalah dalam bidang
perijinan, dengan memanfaatkan
website.
Memberikan informasi hasil
evaluasi kegiatan yang
dilakukan dalam
pengembangan E-Gov dan
faktor penghambat
didalam pengembangan E-Gov di Badan
Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Malang
Dalam Penelitian terdahulu
dimensi yang diambil adalah
evaluasi kegiatan dalam pengembangan
E-Gov, sedangkan
dalam penelitian yang dilakukan dimensi yang
diambil adalah implementasi
kebijakan, sedangkan
penelitian yang sedang
dilakukan mendeskripsikan dan menganalisa
implementasi kebijakan
Masterplan E-Government termasuk faktor pendukung dan
penghambat
5. Penerapan E-Government di Pusat Pelayanan informasi dan
Pengaduan Kabupaten
Pinrang, NURUL WAHIDA
SAFITRI (2016)
Hadware dan Sofware, data dan informasi,
serta SDM sikap
pelaksana, jaringan
internet dan sosialisasi
Pengembangan E-Gov di
Kabupaten Pinrang
diwujudkan dengan
dibentuknya Pusat Pelayanan informasi dan
Pengaduan (PINDU) yang
berbasis teknologi informasi.
Dalam penelitian ini memberikan
gambaran pelaksanaan
E-Gov di Kabupaten Pinrang.
Pada penelitian terdahulu
dideskripsikan implementasi
kebijakan pengembangan
E-Gov serta faktor
pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaannya,
sedangkan penelitian yang
sedang
28
Tabel 2.1. Lanjutan
No.
Judul
Penelitian/Nama
Peneliti/ Tahun
Penelitian
Variabel Hasil Peneltian
Kontribusi
Penelitian
Perbedaan
Dengan
Penelitian Yang
Dilaksanakan
Kegiatan yang
dilakukan dimulai
dari bentuk
layanan yang
sederhana yaitu
penyediaan data
dan informasi
berbasis komputer
tentang
pelaksanaan
penyelenggaraan
pemerintahan dan
pembangunan.
Dalam
penelitian ini
juga disebutkan
Faktor
pendukung
dalam
penghambat
pelaksanaan
E-Gov di
Kabupaten
Pinrang
dilakukan
mendeskripsikan
dan menganalisa
implementasi
kebijakan
Masterplan
E-Government
termasuk faktor
pendukung dan
penghambat
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Kebijakan Publik
Dalam membahas teori tentang kebijakan publik, definisi dibagi dua yaitu
antara kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri sehingga memberikan gambaran
terkait definisi kebijakan dan kebijakan publik. Menurut Jenkins (1978: 15)
kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil
oleh seorang aktor politik atau kelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah
dipilih beserta cara-cara untuk mencapaimya dalam suatu situasi. Sementara itu
Dunn (1982), Dye, Edward dan Sharkanshy (Putra, 2001: 24) mengemukakan
pengertian kebijakan yang agak mirip dimana kebijakan sebagai tindakan, pilihan
dan keputusan baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pencapaian tujuan
kebijakan. Oleh karena itu kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan bukan
hanya sebuah pernyataan kepala daerah atau pejabat publik terhadap mengatasi
permasalahan yang terjadi. Dibutuhkan sebuah komitmen untuk memecahkan
29
masalah atau mengatasi masalah yang sedang dihadapi atau terjadi. Meskipun
sebuah kebijakan dibuat sebagai suatu keputusan dari beberapa alternatif tindakan
yang diambil pemerintah dalam mencapai tujuan yang diharapkan, pemerintah
harus dapat merumuskan tindakan yang tepat dan kemauan untuk mengatasi atau
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Menurut Anderson,
“Merumuskan kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang
ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah
atau suatu perubahan” (Winarno, 2007: 18). Jadi konsep kebijakan ini memusatkan
perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang dimaksudkan
dan konsep ini membedakan kebijakan dan keputusan yang merupakan pikiran
diantara berbagai alternatif.
Carl Fredrich mengatakan Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan
tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan”. (Wahab, 1991: 3).
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi
kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan
pada suatu masalah. Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih
terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk
memahami istilah kebijakan, Wahab (2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman
sebagai berikut :
30
a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari
administrasi;
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit
maupun implisit;
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu;
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan
yang bersifat intra organisasi;
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-
lembaga pemerintah;
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
Sedangkan Islamy (2010: 12) mengemukakan bahwa kebijakan harus dibedakan
dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda
artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan
memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan
mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. Anderson sebagaimana dikutip
Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course
of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter
of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan
suatu masalah tertentu). Dye (2009: 19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “
31
is whatever government choose to do or not to do” (apapaun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan
bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan
merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di
samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan
kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu). Chandler dan Plano sebagaimana dikutip
Tangkilisan (2003:1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara
terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung
dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas. Beberapa pendapat tersebut diatas dapat didefinisikan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna
memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan
untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau
peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat
yang mengikat dan memaksa.
2.2.1.1 Urgensi Kebijakan Publik
Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud
untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan secara cermat berbagai
32
sebab dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi kebijakan publik
menurut Dye (Suharno, 2008) sebagai berikut:
“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan publik,
penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan
terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan
kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian
mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat,
baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang
diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan”.
Lebih lanjut Wahab (2010: 16-19), dengan mengikuti pendapat dari Anderson
(1978) dan Dye (1978) menyebutkan beberapa alasan mengapa kebijakan publik
penting untuk dipelajari, yaitu:
a. Alasan Ilmiah
Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan
yang luas tentang asal-usulnya, proses perkembangannya dan konsekuensi-
konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan dapat dipandang
sebagai variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel
independen (independent variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel
terikat, maka perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan
yang membantu menentukan substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi
isi kebijakan publik. Kebijakan dipandang sebagai variabel independen jika
fokus perhatiannya tertuju pada dampak kebijakan, sistem politik dan
lingkungan yang berpengaruh terhadap kebijakan publik.
b. Alasan Profesional
Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan
pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah
33
sosial sehari-hari. Perbedaan antara tingkatan ilmiah yang berusaha
menetapkan pengetahuan dan tingkatan profesional yang berusaha
menerapkan pengetahuan kepada penyelesaian masalah-masalah sosial
praktis.
c. Alasan Politik
Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah
dapat menempuh kebijakan yang tepat, guna mencapai tujuan yang tepat pula.
Kebijakan publik dimaksudkan untuk menyempurnakan kualitas kebijakan
publik yang telah dibuat.
2.2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang komplek
sehingga melibatkan beberapa proses maupun variabel yang harus dikaji. Beberapa
ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses
penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Beberapa ahli membagi
tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut
Dunn sebagaimana dikutip Winarno (2007: 32-34) adalah sebagai berikut:
1. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
politik. Sebelum masalah ini berkompetisi dahulu untuk dapat masuk dalam
agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda
kebijakan para perumus kebijakan.
2. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah didefinisikan untuk kemudian dicari
34
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternative/policy options).
Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
3. Tahap adopsi kebijakan
Dari beberapa alternatif yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,
akhirnya dipilih satu dari beberapa alternatif kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara pimpinan
lembaga atau putusan peradilan.
4. Tahap implementasi kebijakan
Suatu kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut
tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi
maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber
daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan saling bersaing.
5. Tahap evaluasi kebijakan
Tahapan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat
sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan,
yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu
ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk
menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai
dampak atau tujuan yang diinginkan.
35
Sedangkan menurut Dye (1975), Proses kebijakan publik meliputi beberapa hal
antara lain:
1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)
Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang
menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.
2. Penyusunan Agenda (agenda setting)
Penyusunan agenda merupakan aktivitas dimana memfokuskan perhatian
pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang akan
diputuskan terhadap masalah publik tertentu.
3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)
Perumusan kebijakan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan
melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi
perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah,
presiden dan lembaga legislatif.
4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)
Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok
penekan, presiden dan kongres.
5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan
aktivitas agen aksekutif yang terorganisasi.
6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)
Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan
diluar pemerintah, pers dan masyarakat.
36
2.2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dibuatnya Kebijakan Publik
Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan
pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.
Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga
dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian,
sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks)
maupun yang tidak diharapkan (unintended risks). Pembuatan kebijakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan
selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi
kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:
a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar
Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau
membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.
b) Adanya pengaruh kebiasaan lama
Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan
dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat
ini belum profesional dan terkadang amat birokratik, cenderung akan diikuti
kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang
berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan
perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas
untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut
dipandang memuaskan.
37
c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat
pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan
keputusan/kebijakan.
d) Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan
besar.
e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu
Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman
sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan
kebijakan/keputusan. Misalnya orang mengkhawatirkan pelimpahan
wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir
disalahgunakan (Suharno, 2010: 52-53).
2.2.1.4 Jenis Kebijakan Publik
Wahab (Suharno, 2010: 25-27) mengisyaratkan bahwa pemahaman yang
lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada
tujuan, ketika kita dapat merinci kebijakan tersebut kedalam beberapa kategori,
yaitu:
a. Tuntutan kebijakan (policy demands)
Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah
yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan
pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu
atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu.
38
Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah
berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu
terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
b. Keputusan kebijakan (policy decisions)
Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang
dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan
statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat
penafsiran terhadap undang-undang.
c. Pernyataan kebijakan (policy statements)
Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu.
Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden,
keputusan peradilan, pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang
menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Keluaran kebijakan (policy outputs)
Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan
dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna
merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan
kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang ingin
dikerjakan oleh pemerintah.
e. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)
Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh
masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai
39
konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah
dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam
masyarakat.
Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima bagian, yaitu:
a. Masalah kebijakan (public policy)
Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat
diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan publik. Pengetahuan apa yang
hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang
mendahului adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang
pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.
b. Alternatif kebijakan (policy alternatives)
Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat member
sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan.
Informasi mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga
mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.
c. Tindakan kebijakan (policy actions)
Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif
kebijakan yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.
d. Hasil kebijakan (policy outcomes)
Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang
telah dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau
diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut
terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.
40
e. Hasil guna kebijakan
Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberikan sumbangan pada
pencapaian nilai. Pada kenyataannya jarang ada problem yang dapat
dipecahkan secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem
dapat menumbuhkan problem sehingga perlu pemecahan kembali atau
perumusan kembali.
2.2.1.5 Kerangka Kerja Kebijakan Publik
Menurut Subarsono (2005) kerangka kerja kebijakan publik akan
ditentukan oleh beberapa variabel sebagai berikut:
1. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan
dicapai, apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit
mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin
sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.
2. Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh
lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya
mengejar suatu nilai.
3. Sumber daya yang mengandung kebijakan.
Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumber daya finansial, material,
infrastruktur dan lainnya.
4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang
terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan oleh
41
tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan
integritas moralnya.
5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan
sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks
sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.
6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan suatua kebijakan akan
mempengaruhi kinerja suatu kebijakan. Strategi yang digunakan seperti
bersifat top/down approach atau bottom approach, otoriter atau demokratis.
1.2.2 Implementasi Kebijakan Publik
2.2.2.1 Definisi Implementasi Kebijakan Publik
Melihat kebijakan publik dari perspektif siklus kebijakan (policy cycle),
implementasi kebijakan merupakan suatu aktivitas yang paling penting. Realita
menunjukkan implementasi kebijakan sejak awal melibatkan sebuah proses
rasional dan emosional yang kompleks. Jadi bukan sekedar berkaitan dengan
mekanisme penjabaran politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-
saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu. Studi implementasi, akan memasuki
ranah permasalahan konflik, keputusan-keputusan yang pelik dan isu mengenai
siapa yang memperoleh apa, berapa banyak dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu,
tidak salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting
dari seluruh proses kebijakan. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Udoji (1981: 32) bahwa “ the execution of policies is as important if not more
important than policy making. Policies will remain dreams or print in file jakets
42
unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal penting
bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-
kebijakan akan berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip
kalau tidak diimplementasikan). Sudut pandang sebagai pangkal tolak, hendaknya
selalu diingat bahwa implementasi sebagian besar kebijakan publik atau program-
program pemerintah pasti akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan, yang
masing-masing berusaha untuk mempengaruhi perilaku birokrat garda
depan/pejabat lapangan (street level bureucrats) dalam rangka memberikan
pelayanan atau jasa tertentu kepada masyarakat, atau mengatur perilaku dari satu
atau lebih kelompok sasaran. Setidaknya ada dua hal mengapa implementasi
kebijakan pemerintah memiliki relevansi : (1) secara praktis akan memberikan
masukan bagi pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah
program telah berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan, (2) Memberikan alternatif model
pelaksanaan program yang lebih efektif . Berdasarkan pandangan yang diutarakan
diatas dapat disimpulkan, bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya
tidak hanya menyangkut perilaku lembaga administrasi yang bertanggungjawab
untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi
dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari
semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak,
baik yang negatif maupun yang positif (Wahab, 1991). Lebih lanjut disampaikan
oleh Wahab bahwa implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk
43
pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan
berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam
pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi, (publik atau privat),
prosedur dan teknik secara sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna
menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Alasan dibalik langkah
seperti ini tak lain dimaksudkan agar sikap, perilaku dan pikiran dari semua
pemangku kepentingan yang terlibat dapat lebih terkontrol. Menurut Agustino
(2008: 139), “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana
pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan itu sendiri”. Ripley dan Franklin (Winarno, 2014: 145) menyatakan
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan
yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu
jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup tindakan-
tindakan oleh sebagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk
membuat program berjalan. Implementasi mencakup beberapa macam kegiatan.
Pertama, badan-badan pelaksana yang ditugasi undang-undang dengan
tanggungjawab menjalankan program harus mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar. Kedua, badan-badan pelaksana
mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan-arahan konkret, regulasi,
rencana-rencana dan desain program. Ketiga, badan-badan pelaksana harus
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka dengan menciptakan unit-unit
birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban kerja. Grindle (Winarno, 2014: 146)
44
memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa
secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang
memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah. Oleh karena itu tugas implementasi mencakup terbentuknya “
a policy delivery system “ dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan
dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. van Meter dan van
Horn (Winarno, 2014: 146) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok)
pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi
tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil
yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Secara sederhana tujuan
implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik
dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah (Wibawa dkk, 1994).
Selanjutnya Wibawa mengutip pendapat lain bahwa keseluruhan proses penetapan
kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum
telah diperinci, program telah dirancang dan juga dana telah dialokasikan untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. van Meter dan van Horn (Winarno,
2005: 102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.
45
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-
keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu
maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran
ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan
demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang
ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.
Tachjan (2006: 25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik
merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan
ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan
evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down,
maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak
atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Tachjan (2006: 26)
menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus
ada yaitu:
1. Unsur pelaksana
2. Adanya program yang dilaksanakan serta
3. Target group atau kelompok sasaran.
Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock &
Dimock (Tachjan, 2006: 28) sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan
pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan
sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,
46
pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah birokrasi
seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin (Tachjan, 2006: 27):
”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and
have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy
and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a
large role, although they are not dominant”. Dengan begitu, unit-unit birokrasi
menempati posisi dominan dalam implementasi kebijakan yang berbeda dengan
tahap fomulasi dan penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai
peranan besar namun tidak dominan. Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti
penting tanpa tindakan-tindakan riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau
proyek. Hal ini dikemukakan oleh Grindle (Tachjan, 2006: 31) bahwa
”Implementation is that set of activities directed toward putting out a program into
effect”. Menurut Terry (Tachjan, 2006: 31) program merupakan; “A program can
be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources
in an integrated pattern and establish a sequence of required actions and time
schedules for each in order to achieve stated objective. The make up of a program
can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.
Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah
menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu
kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode,
standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagian, program harus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
47
1. Sasaran yang dikehendaki
2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya
4. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan
5. Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun
dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan
(Siagian, 2002)
Selanjutnya, Grindle (1980: 11) menjelaskan bahwa isi program harus
menggambarkan; “kepentingan yang dipengaruhi (interest affected), jenis manfaat
(type of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned),
status pembuat keputusan (site of decision making), pelaksana program (program
implementers) serta sumberdaya yang tersedia (resources commited)”. Program
dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan
tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu.
2. Melaksanakan (aplication) program dengan mendayagunakan struktur-
struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan
metode yang tepat.
3. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan
yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan
(Tachjan, 2006: 35).
Masih membahas mengenai unsur-unsur implementasi kebijakan publik. Unsur
yang terakhir dalah target group atau kelompok sasaran, Tachjan (2006: 35)
mendefinisikan bahwa: ”target group yaitu sekelompok orang atau organisasi
48
dalam masyarakat yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi
perilakunya oleh kebijakan”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan
dengan kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa
karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi
mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi.
2.2.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Untuk memahami dan menganalisis proses implementasi kebijakan para
ahli analisis kebijakan kerap menggunakan alat konseptual tertentu untuk
membantu pekerjaan mereka dalam memvisualisasikan realita implementasi
kebijakan yang kompleks. Diantara alat konseptual yang ada, yang paling sering
dipakai dan bermanfaat bagi keperluan analisis berupa model-model atau tipologi-
tipologi tertentu. Dengan bekal model-model itu, analisis kebijakan akan lebih
dipermudah tugasnya dalam memahami bagaimana proses implementasi kebijakan
itu berlangsung. Dengan kata lain, untuk memudahkan pekerjaan analisis, dalam
memahami realita implementasi kebijakan yang kompleks, dibutuhkan alat bantu
konseptual (conceptual tool) yang berfungsi sebagai pembimbing langkah. Sebuah
model yang baik menurut Lester dan Steward (2000: 51), pada derajat tertentu akan
dapat memainkan peran kunci semacam penyedia hamparan lahan atau pemberi
gambaran secara grafikal beberapa aspek penting dari proses kebijakan. Kemudian
dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan
beberapa model, antara lain :
1. Model Gogin
49
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Goggin ini dapat
mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan implementasi, yakni : (1) Bentuk dan isi kebijakan,
termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses
implementasi, (2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa
dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara
efektif, dan (3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa
karateristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat,
termasuk pola komunikasinya (Goggin, 1990).
2. Model Grindle
Sebagaimana dikutip oleh Wahab (1991) Grindle menciptakan model
implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya,
selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi
oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Isi kebijakan terdiri yang terdiri
dari :
a. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi
b. Tipe-tipe manfaat
c. Derajat perubahan yang diharapkan
d. Letak pengambilan keputusan
e. Pelaksanaan program
f. Sumber daya yang dilibatkan
Sedangkan konteks implementasi terdiri dari :
50
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
b. Karateristik lembaga dan penguasa
c. Kepatuhan dan daya tanggap
Gambar : 2.1 Implementasi Kebijakan Model Grindle
Sumber : Grindle, M. (Ed), 1980, Politics and Policy Implementation in the Third
World, New Jersey, Princeton University Press.
Tujuan-
tujuan
kebijakan
Tujuan
tercapai
Program-program
aksi dan proyek-
proyek tertentu
dirancang dan
dibiayai
Program-program
disampaikan
sesuai dengan
rancangan
PENGUKURAN KEBERHASILAN
Kegiatan-kegiatan implementasi
dipengaruhi oleh:
a. Isi kebijakan:
1. Kepentingan-kepentingan
yang dipengaruhi
2. Tipe-tipe manfaat
3. Derajat perubahan yang
diharapkan
4. Letak pengambilan
keputusan
5. Pelaksanaan program
6. Sumber daya yang
dilibatkan
b. Konteks Implementasi:
1. Kekuasaan, kepentingan
dan strategi aktor yang
terlibat
2. Karateristik lembaga dan
penguasa
3. Kepatuhan dan daya
tanggap
Hasil Akhir
1. Dampaknya
terhadap
perseorangan,kelo
mpok dan
kelompok
2. Tingkat perubahan
dan
penerimaannya
51
3. Model van Meter dan van Horn
Model implementasi kebijakan ini disebut juga dengan istilah a model of
policy implementation process. Model ini beranjak dari suatu argumen bahwa
perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat
kebijakan yang akan dilaksanakan. Model ini menawarkan pendekatan yang
mencoba menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan kinerja
(performance). Dalam model ini menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-
prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut,
maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah hambatan-
hambatan apakah yang akan terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam
organisasi, seberapa jauh tingkat efektivitas mekanisme-mekanisme kontrol
yang tersedia pada setiap jenjang struktur, seberapa penting keterikatan rasa
keterikatan masing-masing orang dalam organisasi (hal ini menyangkut
masalah kepatuhan). Atas pandangan tersebut van Meter dan van Horn
kemudian membuat tipologi kebijakan menurut:
1. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan;
2. Jangkauan atau lingkup komitmen terhadap tujuan diantara para aktor,
atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Alasan dikemukakannya hal ini bahwa proses implementasi itu akan
dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu. Dalam arti
implementasi pada program-program publik kebanyakan akan berhasil ketika
perubahan yang dikehendaki relatif sedikit. Sementara komitmen terhadap
52
tujuan, terutama dari pihak yang mengoperasikan program dilapangan, relatif
tinggi. Selanjutnya van Meter dan van Horn menyatakan bahwa jalan yang
menghubungkan antara kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah
variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan. Variabel yang
dimaksud adalah:
1. Standar/ ukuran dan tujuan kebijakan;
2. Sumber-sumber kebijakan;
3. Ciri-ciri atau karateristik badan/instansi pelaksana;
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksana;
5. Sikap para pelaksana;
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Gambar : 2.2 Implementasi Kebijakan Model van Meter dan van Horn
Sumber : Donal van Meter dan Carl van Horn “ The Policy Implementation
Process: A Copseptual Framework”. Administration and Society 6 (1975)
p. 463, 1975 : Sage Publication, Inc.
Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan
pelaksanaan
Standard
dan tujuan
kebijakan
Sumber-sumber
kebijakan
Ciri-ciri
badan
pelaksana
Sikap para
pelaksana
KINERJA
Lingkungan: ekonomi,
social dan politik
53
4. Model Edward III
Menurut teori Edward III dalam implementasi kebijakan ada 4 variabel yang
dapat dijadikan ukuran untuk menilai sukses atau tidaknya implementasi
kebijakan, yaitu : (1) Komunikasi yang efektif, (2) Sumber-sumber, (3)
Disposisi/sikap dan (4) Struktur birokrasi. Adapun penjelasan dari konsep
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Komunikasi
Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi
komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti
merupaka proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat
kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy
implementator). Informasi kebijakan perlu disampaikan kepada
pelaksana kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi
isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target groups) kebijakan agar
pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus
dipersiapkan dan dilakukan untuk melaksanakan kebijakan publik
tersebut sehingga dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Segala
keputusan harus dikomunikasikan kepada orang-orang yang tepat.
Kebijakan harus diterima para pelaksana secara jelas. Hal ini terjadi
agar implementasi kebijakan publik bisa berjalan secara efektif.
Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain
dimensi transformasi, kejelasan dan konsistensi. Dalam dimensi
transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat
ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak
pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan
54
mengendaki agar kebijakan yang ditransformasikan kepada para
pelaksana, kelompok sasaran dan pihak pihak lain yang terkait dengan
kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga diantara mereka
mengetahui Apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran serta substansi
dari kebijakan publik. Dimensi konsistensi menghendaki kebijakan
publik tersebut dapat dilaksanakan secara konsisten.
b. Sumber-sumber Daya
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,
jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-
sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan,
maka implementasinya cenderung tidak efektif. Dengan demikian
sumber-sumber dapat merupakan faktor-faktor yang penting dalam
melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting
meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas
yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul diatas kertas untuk
melaksanakan kebijakan publik. Edward III (1980: 11) menegaskan
bahwa “ bagaimana jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-
ketentuan atau atauran-aturan, jika para pelaksana kebijakan yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai
sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif”. Sumber daya yang
dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber
daya peralatan, sumber daya informasi dan kewenangan.
55
c. Disposisi
Edward III (1980) menegaskan bahwa keberhasilan implementasi
kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku
kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu
melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku
kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang
sedang diimplementasikan. Disposisi ini merupakan kemauan,
keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa
yang menjadi tujuan kebijakan dapat terwujud. Pemahaman tentang
maksud dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting karena
bagaimanapun juga, implementasi kebijakan yang berhasil bisa jadi
gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap
standar dan tujuan kebijakan. Sikap merupakan suatu yang penting
dalam implementasi kebijakan. Jika pelaksana kegiatan didasari oleh
sikap yang positif terhadap kebijakan maka besar kemungkinan mereka
akan dapat melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pembuat
kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Menurut Edward III (1980: 125) implementasi kebijakan bisa jadi
masih belum efektif karena adanya ketidak efisien struktur birokrasi.
Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,
pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit organisasi yang ada
dalam organisasi dan hubungan organisasi dengan organisasi luar
Didalam birokrasi selalu terdapat SOP (Standard Operating Procedurs)
56
dan fragmentasi. SOP merupakan rutinitas-rutinitas yang
memungkinkan para pejabat publik membuat sejumlah besar keputusan
umum sehari-hari dan ia merupakan jawaban terhadap keterbatasan
waktu dari sumber daya pelaksana organisasi yang kompleks dan
beragam. Sedangkan fragmentasi adalah pembagian tanggungjawab
suatu daerah kebijakan diantara beberapa unit organisasi. SOP dan
fragmentasi dapat mempengaruhi bahan-bahan dalam kebijakan,
memboroskan sumber daya, meningkatkan tindakan yang diinginkan,
menghambat koordinasi dan membingungkan pejabat di tingkat bawah
( Winarno, 2002: 126-154). Dunn (2001) mengatakan kebijakan publik
adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk
keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau
kantor-kantor pemerintah.
Gambar : 2.3 Implementasi Kebijakan Model Edward III
Sumber : Edward III, George C, 1980, Implementing Public Policy, Congressional
Quarterly Press, Washington DC
KOMUNIKASI
STRUKTUR
BIROKRASI
SUMBER-SUMBER
DAYA
DISPOSISI
IMPLEMETASI
57
2.2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Implementasi
Kebijakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja
implementasi yaitu :
1. Standard dan sasaran kebijakan
2. Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktifitas
3. Karateristik organisasi dan komunikasi antar organisasi
4. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
5. Sumber daya
6. Sikap Pelaksana (Wibawa dkk, 1994)
Selain itu Rippley dan Franklin menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan
program ditinjau dari tiga faktor yaitu:
1. Prespektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari
kepatuhan strate level burcancrats terhadap mereka;
2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan;
3. Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan
semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan
(Wibawa dkk, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan menurut Wahab (1991)
adalah :
1. Organisasi atau kelembagaan
2. Kemampuan politik dari penguasa
3. Pembagian tugas tanggungjawab dan wewenang
58
4. Kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental
5. Proses perumusan kebijakan pemerintah yang baik
6. Aparatur evaluasi yang bersih dan berwibawa serta profesional
7. Biaya untuk melakukan evaluasi
8. Tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh
penilai-penilai kebijakan.
Jan Marse (Wahab, 1991) mengatakan implementasi kebijakan yang gagal
disebabkan beberapa faktor:
1. Informasi
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang
kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana
dari isi kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil dari kebijakan itu.
2. Isi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan
kebijakan atau ketidak tepatan atau ketidak tegasan internal ataupun eksternal
atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat
berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
3. Dukungan
Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya
tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.
4. Pembagian Potensi
Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor
implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya
dengan diferensiasi tugas dan wewenang.
59
2.2.3 Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
2.2.3.1 Definisi Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia Governance dapat diartikan
sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan
pemerintahan, tata pamong. Governance mengandung makna bagaimana cara suatu
bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai
masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain dalam konsep Governance
terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan
kemitraan. Dengan demikian Governance sebagai sebuah pendekatan dalam
administrasi publik yang juga mulai memasuki ekologi sosial baru yang sarat
dengan sistem nilai misalnya budaya, politik, informasi, komunikasi. Nilai-nilai
formal yang direproduksi secara hirarkis dan rasional memang turut membangun
perubahan paradigma tentang tata pemerintahan (Governance dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti Good Governance sebagai
kepemerintahan yang mengemban dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Governance
sekarang ini menjadi kata yang sering digunakan dalam birokrasi dan dapat
dikatakan sebagai konsep dari sejumlah terminologi dalam kebijakan dan politik.
Kata ini sering digunakan untuk menjelaskan jaringan kebijakan (policy Networks,
Rhodes: 2007), manajemen publik (public management, Hood: 1997), koordinasi
antar sektor ekonomi (Campbell el al, 1997), kemitraan publik-privat (Pierre,
2000), corporate governance (Wiliamson, 2000) dan good governance yang
acapkali menjadi syarat utama yang dikemukakan oleh lembaga-lembaga donor
60
asing (Lefwich, 1993). Konteks reposisi administrasi publik menurut Frederickson
memberikan interpretasi governance dalam empat terminologi , yaitu :
1. Governance menggambarkan bersatunya sejumlah organisasi atau institusi
baik itu dari pemerintah atau swasta yang dipertautkan (linked together)
secara bersama untuk mengurusi kegiatan-kegiatan publik. Mereka dapat
bekerjasama dalam sebuah jejaring antar negara. Karenanya dalam
terminologi ini, Governance menunjuk networking dari sejumlah himpunan
entitas yang secara mandiri mempunyai kekuasaan otonom. Ungkapan
Frederickson dalam terminologi ini adalah perubahan citra sentralisasi
organisasi menuju citra organisasi yang delegatif dan terdesentralisir. Mereka
bertemu untuk bermusyawarah, merekonsiliasi kepentingan sehingga dapat
dicapai tujuan secara kolektif atau bersama-sama. Kata kunci terminologi
pertama ini adalah networking dan desentralisasi.
2. Governance sebagai tempat berkumpulnya berbagai pluralisme pelaku
bahkan disebut hiper pluralitas. Hal penting dalam konteks ini adalah mulai
hilangnya fungsi kontrol antar organisasi menjadi menyebarnya pusat
kekuasaan pada berbagai pluralitas pelaku, dan makin berdayanya pusat-
pusat pengambilan keputusan yang makin mandiri. Pada terminologi kedua
ini menekankan Governance dalam konteks pluralisme aktor dalam proses
perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan. Pertanyaan kunci dalam
terminologi ini adalah seberapa jauh kebijakan yang dilakukan pemerintah
merespon tuntutan masyarakat, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam
proses tersebut, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses
implementasi, seberapa besar inisiatif dan kreativitas masyarakat tersalurkan,
61
seberapa jauh masyarakat mengakses informasi yang dibutuhkan terkait
dengan kebijakan. Kata kunci dalam terminologi kedua ini adalah pluralitas
aktor, kekuasaan yang makin menyebar, perumusan dan implementasi
kebijakan bersama.
3. Governance berhubungan dengan kecenderungan kekinian dalam literatur-
literatur manajemen publik utamanya dalam kebijakan publik, dimana relasi
multi organisasional antar aktor-aktor kunci terlibat dalam implementasi
kebijakan. Kerjasama para pelaksana yang lebih berwatak politik,
kebersamaan untuk menghadapi resiko, lebih kreatif dan berdayaguna, tidak
mencerminkan watak yang kaku utamanya menyangkut organisasi, hirarki
dan tata aturan. Dalam makna lebih luas Governance merupakan jaringan
(network) kinerja diantara organisasi-organisasi lintas vertikal dan horisontal
untuk mencapai tujuan-tujuan publik. Kata kuncinya adalah jaringan aktor
lintas organisasi secara vertikal dan horisontal.
4. Governance dalam konteks administrasi publik, kental dengan sistem nilai-
nilai kepublikan. Governance menyiratkan suatu keabsahan, lebih
bermartabat, sesuatu yang positif untuk mencapai tujuan publik. Governance
lebih dipandang sebagai sesuatu yang akseptabel, absah, lebih kreatif, lebih
inovatif, lebih responsif dan lebih akuntabel.
Dari keempat terminologi tersebut dapat ditarik pokok pikiran bahwa Governance
dalam konteks administrasi publik adalah merupakan proses perumusan dan
implementasi untuk mencapai tujuan-tujuan publik yang dilakukan oleh aktor :
pluralitas organisasi dengan sifat hubungan yang lebih luwes dalam tataran vertikal
dan horisontal, dimotivasi oleh nilai-nilai kepublikan antara lain keabsahan,
62
responsif, kreatif, inovatif dan akuntabel, dilakukan dalam semangat kesetaraan
dan networking yang kuat untuk mencapai tujuan publik yang akuntabel.
1.2.3.2 Prinsip-Prinsip Dari Governance
Prinsip-prinsip dari tata kelola pemerintahan (Governance) adalah
bagaimana memberdayakan masyarakat dalam konsep kesetaraan dalam rangka
perencanaan dan implementasi kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik.
Interaksi Pemerintah dan masyarakat menjadi hal yang sangat urgen dalam rangka
menjalankan fungsi kepemerintahan (Governance). Pemberdayaan dan kesetaraan
masyarakat dalam proses perencanaan dan implementasi kebijakan publik menjadi
semangat dari konsep dari Good Governance. Good Governance merupakan
praktek tata kelola kepemerintahan yang baik dan menjadi idaman Pemerintah.
Konsep Good Governance memuat unsur-unsur yang harus dijalankan oleh
Pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi sebagai pelayan publik. United
Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang
berjudul Governance For Sustainable Human Development (1997),
mengemukakan prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dalam rangka
pelaksanaan dan praktek kepemerintahan yang baik, yaitu :
1. Partisipasi (Participation)
Bahwa setiap orang atau masyarakat mempunyai hak suara yang sama dalam
proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-
masing;
63
2. Aturan Hukum (Rule Of Law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan,
ditegakkan, dipatuhi secara utuh;
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi harus dibangun dalam rangka untuk kebebasan aliran informasi;
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders);
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai
kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang
terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak;
6. Berkeadilan (Equity)
Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan dengan tidak
terkecuali, baik laki-laki atau perempuan untuk meningkatkan dan
memelihara kualitas hidupnya;
7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan
sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan
yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia;
8. Akuntabilitas (Accountability)
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan
masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban kepada publik;
64
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Meskipun tidak secara tegas menyatakan sebagai prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik, menurut Mustopadidjaja (2000) merekomendasikan agar
“format bernegara masyarakat madani” sebagai sistem penyelenggaraan Negara,
baik di pusat dan di daerah perlu memperhatikan antara lain prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Demokrasi dan Pemberdayaan
Penyelenggaraan Negara yang demokratis adalah adanya pengakuan dan
penghormatan Negara atas hak dan kewajiban warga Negara, termasuk
kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara
rasional sebagai wujud rasa tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan
Negara dan pembangunan bangsa. Dalam hubungan itu penyelenggara
Negara dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak harus melakukan sendiri
(Rowing), tetapi lebih baik berfungsi mengarahkan (Steering) atau memilih
kombinasi yang optimal diantara keduanya. Dalam rangka upaya
pemberdayaan masyarakat, peranan pemerintah dapat ditingkatkan antara
lain melalui: a) pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas
dan partisipasi masyarakat; b) perluasan akses pelayanan untuk menjunjung
berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat; dan c) pengembangan program
untuk lebih meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada
masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan
65
sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah guna
meningkatkan kesejahteraan mayarakat;
2. Pelayanan
Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat
(a spirit of public service) dan menjadi mitra masyarakat (partner of society)
atau melakukan kerjasama dengan masyarakat (co-production). Agar hal ini
dapat terwujud diperlukan perubahan perilaku melalui melalui budaya kode
etik (code of conduct) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (enabling
strategy) yang diterjemahkan kedalam standar tingkah laku yang dapat
diterima dan dijadikan acuan perilkau aparatur pemerintah baik di pusat
maupun didaerah;
3. Transparansi dan Akuntabilitas
Aparatur dan sistem manajemen pemerintahan harus mengembangkan
keterbukaan dan sistem akuntabilitas, harus bersikap terbuka untuk
mendorong para pemimpin dan seluruh sumber daya manusia didalamnya
berperan dalam mengamalkan dan melambangkan kode etik. Upaya
pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha melalui peningkatan partisipasi
dan kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan:
a) mengembangkan keterbukaan birokrasi pemerintah; b) deregulasi dan
debirokratisasi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan
aktivitas masyarakat; c) membuka akses proses penyusunan peraturan,
kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, sehingga program-
program pembangunanakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
66
masyarakat, dilakukan secara riil dan adil sesuai dengan aspirasi dan
kepentingan masyarakat;
4. Partisipasi
Masyarakat harus mendapatkan kesempatan yang luas dalam berperan serta
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods dan service)
melalui proses kemitraan dan kebersamaan. Prinsip ini sejalan dengan salah
satu prinsip Reinventing Government (Osborn dan Gaebler, 1992) yaitu
“empowering rather than sarving”. Dengan pola desentralisasi fungsi-fungsi
pelayanan publik kepada masyarakat, diharapkan peningkatan efisiensi dan
efektivitas pembangunan akan tercapai, sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik semakin meningkat.
5. Kemitraan
Dalam masyarakat modern, peranan dunia usaha sangat strategis bagi
kemajuan pembangunan nasional untuk mewujudkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Oleh karena itu diperlukan
iklim yang kondusif untuk terwujudnya kemitraan dunia usaha dengan
pemerintah, serta keserasian dan keseimbangan kemitraan antara dunia usaha
baik skala besar, sedang dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan
jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan.
6. Desentralisasi
Pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah, oleh karena itu
berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah, perlu
diserahkan sebagaian kewenangan itu kepada daerah. Perbedaan
67
perkembangan antara daerah membawa implikasi yang berbeda pada macam
dan intensitas peranan pemerintah.
7. Konsistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum
Peningkatan pembangunan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian
kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus
mengabaikan kepastian hukum. Kepastian hukum mutlak diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
2.2.4 E-GOVERNMENT
Menurut Keputusan Presiden No. 20 Tahun 2006, definisi E-Government
adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan elektronik atau
E-Government (berasal dari kata Bahasa Inggris electronics government, juga
disebut E-Gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu
transformational government) adalah penggunaan teknologi informasi oleh
pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan
bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-Government
dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk
meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses
kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah
Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to
Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling
diharapkan dari electronic government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan,
68
serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik. Di sisi lan, UNDP (United
Nation Development Programme) mendefenisikan electronic government secara
lebih sederhana lagi, yaitu “electronic government is the application of information
and communication technology (ICT) by government agencies”. Janet Caldow,
direktur dari Institute For Electronic Governemnt (IBM Co.) dari hasil kajiannya
bersama Kennedy School Of Government, Harvard Univercity, memberikan
defenisi, yaitu “electronic government is nothing short of a fundamental
transformation of government and governance at a scale we have not witnessed
since the beginning of the industrial era.”
Secara umum pengertian electronic government adalah sistem manajemen
informasi dan layanan masyarakat berbasis Internet. Layanan ini diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakatnya. Dengan memanfaatkan internet, maka akan
muncul sangat banyak pengembangan modus layanan dari pemerintah kepada
masyarakat yang memungkinkan peran aktif masyarakat dimana diharapkan
masyarakat dapat secara mandiri melakukan registrasi perizinan, memantau proses
penyelesaian, melakukan pembayaran secara langsung untuk setiap perizinan dan
layanan publik lainnya. Semua hal tersebut dengan bantuan teknologi internet akan
dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Dengan adanya fasilitas seperti ini,
masyarakat diharapkan akan menjadi lebih produktif karena masyarakat tidak perlu
antri dalam waktu yang lama hanya untuk menyelesaikan satu buah perizinan.
Dengan adanya on-line system ini, masyarakat dapat memanfaatkan banyak
waktunya untuk melakukan pembangunan yang lain sehingga diharapkan
produktivitas nasional pun dapat meningkat. The World Bank Group
mendefinisikan electronic government refers to the use by government agencies of
69
information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile
computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses,
and other arms of government. (electronic government berhubungan dengan
penggunaan teknologi informasi (seperti wide area network, internet dan mobile
computing) oleh organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan membentuk
hubungan dengan warga negara, bisnis, dan organisasi lain dalam pemerintahan).
Sedangkan menurut Heeks (2001), E-Government lahir karena revolusi informasi
dan revolusi pemerintahan. Berbagai kendala implementasi E-Government di
Indonesia baik fisik maupun sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya. Indonesia
harus mampu mendayagunakan potensi teknologi untuk keperluan:
1. Memberikan kesempatan yang sama serta meningkatkan ketersediaan
informasi dan pelayanan publik yang diperlukan untuk memperbaiki
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, serta memperluas jangkauannya
agar dapat mencapai seluruh wilayah negara.
2. Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang
dengan teknologi yang mampu memanfaatkan pasar yang lebih luas.
3. Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor
produksi, serta memperlancar rantai distribusi, agar daya saing ekonomi
nasional dalam persaingan global dapat diperkuat.
4. Meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan publik,
serta memperlancar interaksi antarlembaga-lembaga pemerintah, baik pada
tingkat pusat maupun daerah, sebagai landasan untuk membentuk
pemerintahan yang efektif, bersih, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
70
Menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat tipe penerapan
E-Government:
1. Government to Citizens
Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-Government yang paling umum, yaitu
di mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio
teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan
interaksi dengan masyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan dari dibangun
aplikasi E-Government ; bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan
pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar
masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya
adalah sebagai berikut: Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi
mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu
sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan
perjalanan yang sesuai.
2. Government to Business
Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah
lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah negara
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Contoh dari aplikasi E-Government
berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: Para perusahaan wajib pajak dapat
dengan mudah menjalankan aplikasi berbasis web menghitung besarnya
pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran
melalui internet.
71
3. Government to Government
Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara
untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Berbagai
penerapan E-Government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal antara lain:
Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan
sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu
penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga
negara asing yang sedang berada di tanah air. Aplikasi yang menghubungkan
kantor-kantor pemerintahan setempat dengan bank-bank asing milik
pemerintah di negara lain di mana pemerintah setempat menabung dan
menanamkan uangnya. Pengembangan suatu sistem basis data intelijen yang
berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh masuk atau keluar dan
wilayah negara (cegah dan tangkal).
4. Government to Employees
Pada akhirnya aplikasi E-Government juga diperuntukkan untuk
meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan
pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayanan
masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun dengan
menggunakan format G-to-E ini salah satunya: Aplikasi terpadu untuk
mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan, yang merupakan hak dari
pegawai hak pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat terlindungi
hak-hak individualnya.
72
2.2.5 Komitmen
Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan
perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini
mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi
yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi
(Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen (Soekidjan, 2009), komitmen dapat
juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai
organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat
untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Menurut Van Dyne dan Graham
(Muchlas, 2008), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah:
personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu
yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit. Lebih
lanjut Dyen dan Graham (Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal
yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan
keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai
(value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan
organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat
pekerjaan. Menurut Quest (Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral
dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (Soekidjan, 2009)
tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :
1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya
motivasi dan meningkatnya kinerja.
2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.
73
3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.
4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan
aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat
terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan
meningkatkan kinerja.
2.2.5.1 Indikator perilaku komitmen
Menurut Quest ( Soekidjan, 2009) indikator-indikator perilaku komitmen
yang dapat dilihat pada karyawan adalah :
1. Melakukan upaya penyesuaian, dengan cara agar cocok di organisasinya dan
melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma
organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.
2. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan
menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian
dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.
3. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi
kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi
4. Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan
organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi,
serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun
keputusan tersebut tidak disenangi.
Meyer dan Allen (Soekidjan, 2009) membagi komitmen organisasi menjadi tiga
macam atas dasar sumbernya :
74
1. Affective commitment, Berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat
dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai
yang sama.
2. Continuance Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan biaya-
biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini
juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain.
3. Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai
anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini
terjadi juga internalisasi norma-norma.
Dari ketiga jenis komitmen diatas tentu saja yang tertinggi tingkatannya adalah
Affective Commitment. Anggota/karyawan dengan Affective Commitment tinggi
akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap
organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah Continuance Commitment.
Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi anggota/karyawan untuk menghindari
kerugian financial atau kerugian lain, akan kurang/tidak dapat diharapkan
berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk Normative Commitment, tergantung
seberapa jauh internalisasi norma agar anggota/karyawan bertindak sesuai dengan
tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normatif akan menimbulkan perasaan
kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-
keuntungan yang telah diberikan organisasi (Soekidjan, 2009). Menurut Allen &
Meyer (1997) mendeskripsikan indikator dari komitmen organisasi sebagai berikut:
Indikator affective commitment, Individu dengan affective commitment yang tinggi
memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa
individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara
75
berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment
yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki
hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau
absen dalam organisasi. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job
performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective
commitment akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih
baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne (Allen &
Meyer, 1997) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih
mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Affective
commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari
keseluruhan hasil pekerjaan individu (e.g., Bycio, Hackett, & Allen; Ingram, Lee,
& Skinner; Leong, Randall, & Cote; Randal, Fedor, & Longenecker; Sager &
Johnston dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan penelitian yang didapat dari
self-report tingkah laku (Allen & Meyer; Meyer et al.; Pearce dalam Allen &
Meyer, 1997) dan assesment tingkah laku (e.g., Gregersen; Moorman et al.;
Munene; Shore & Wayne dalam Allen & Meyer, 1997) karyawan dengan affective
commitment yang tinggi memiliki tingkah laku organizational citizenship yang
lebih tinggi daripada yang rendah. Berdasarkan penelitian Ghirschman (1970) dan
Farrell (1983), Meyer et al. (1993) meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice,
loyalty, dan neglect. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment yang
tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress yang dialami anggota organisasi
(Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen &
Meyer, 1997). Indikator Continuance comimitment, Dengan continuance
commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan
76
emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian
besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka
individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk
berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam
organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus
asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Meyer & Allen
(1991) menyatakan bahwa continuance commitment tidak berhubungan atau
memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator
hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas
sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan continuance commitment
yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah (Allen
& Meyer, 1997). Continuance commitment tidak mempengaruhi beberapa hasil
pengukuran kerja (Angle & Lawson; Bycio et al.; Morrman et al. Dalam Allen &
Meyer, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian continuance commitment tidak
memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak
hadir atau absen dalam organisasi. Continuance commitment tidak berhubungan
dengan tingkah laku organizational citizenship (Meyer et al., dalam Allen & Meyer,
1997), sedangkan dalam penelitian lain, kedua hal ini memiliki hubungan yang
negatif. Continuance commitment juga dianggap tidak berhubungan dengan tingkah
laku altruism ataupun compliance, di mana kedua tingkah laku tersebut termasuk
ke dalam organizational citizenship ataupun extrarole. Komitmen juga
berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya
dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Continuance
commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi
77
untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu
situasi apa adanya (Allen & Meyer, 1997). Hal menarik lainnya, semakin besar
continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau
membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. Indikator Normative
commitment, Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap
bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer
& Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi
individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi
organisasi. Namun adanya normative commitment diharapkan memiliki hubungan
yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job performance, work
attendance, dan organizational citizenship. Normative commitment akan
berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Hubungan antara
normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat
perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat
ketidakhadiran dalam suatu penelitian (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997).
Namun suatu penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua
variable tersebut (Hackett et al.; Somers dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan
hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran
hasil kerja (Randall et al., dalam Allen & Meyer, 1997) dan pengukuran laporan
kerja dari keseluruhan pekerjaan (Ashfort & Saks dalam Allen & Meyer, 1997).
Normative commitment memiliki hubungan dengan tingkah laku organizational
citizenship (Allen & Meyer, 1997). Walaupun demikian hubungan antara normative
commitment dengan tingkah laku extra-role lebih lemah jika dibandingkan affective
commitment.
78
Berdasarkan beberapa penelitian, sama seperti affective commitment,
normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress
anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak
dalam Allen & Meyer, 1997). Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan
yang negatif antara komitmen terhadap organisasi dengan intansi untuk
meninggalkan organisasi dan actual turnover (Allen & Meyer; Mathieu & Zajac;
Tett & Meyer dalam Allen & Meyer, 1997). Meskipun hubungan terbesar terdapat
pada affective commitment, terdapat pula hubungan yang signifikan antara
komitmen dan turnover variable diantara ketiga dimensi komitmen (Allen &
Meyer, 1997). Sebagian besar organisasi menginginkan anggota yang
berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi saja.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, konteks dalam penelitian ini unsur
sumber daya manusia, sarana dan prasarana penunjang pelayanan dan anggaran
sangat berpengaruh terhadap terhadap pengembangan E-Government dalam rangka
meningkatkan kinerja kelurahan dalam pelayanan publik.
79
BAB III
ANALISIS LATAR SOSIAL PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kota Probolinggo
3.1.1 Kondisi Geografi , Iklim dan Pemerintahan
Letak Kota Probolinggo berada pada 7º 43’ 41” sampai dengan 7º 49’ 04”
Lintang Selatan dan 113º 10’ sampai dengan 113º 15’ Bujur Timur dengan luas
wilayah 56.667 Km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit
yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,
Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota) :
Pasuruan, Malang, Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota Probolinggo
meliputi :
a. Sebelah Utara : Selat Madura
b. Sebelah Timur : Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, dan Sumberasih
Kabupaten Probolinggo
d. Sebelah Barat : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 20 Tahun 2006 Tentang
Penataan dan Pengembangan Kelembagaan Kecamatan, Kota Probolinggo
melakukan penataan dan pengembangan kecamatan dari 3 (tiga) kecamatan
menjadi 5 (lima) kecamatan yang membawahi 29 Kelurahan. Kelima kecamatan
tersebut yaitu Kecamatan Mayangan, Kecamatan Kanigaran, Kecamatan
Kademangan, Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan Kedopok. Luas wilayah Kota
80
Probolinggo sebesar 56,667 Km², yang terbagi atas lahan pertanian dan lahan
bukan pertanian. Pada tahun 2015, lahan pertanian yang ada di Kota Probolinggo
mencapai 48,72 persen (27,61 Km²) dengan rincian 18,32 Km² lahan sawah dan
9,29 Km² bukan lahan sawah. Sedangkan 51,28 persennya (29,06 Km²) lahan bukan
pertanian. Kota Probolinggn dialiri oleh 6 (enam) sungai, yaitu Sungai
Kedunggaleng, Umbul, Banger, Legundi, Kasbah dan Pancur. Dengan rata-rata
panjang aliran 3,80 Km, Sungai- sungai tersebut mengalir sepanjang tahun,
mengalir dari arah selatan ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah.
Gambar 3.1 : Peta Kota Probolinggo
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan
Pengembangan Kota Probolinggo
81
Sepanjang 2015, curah hujan tertinggi di Kota Probolinggo tercatat sebesar
1.804 mm terjadi pada bulan April, dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari.
Data tersebut merupakan hasil pencatatan di empat stasiun hujan yang ada di Kota
Probolinggo. Memasuki bulan Juni 2015, merupakan bulan dengan curah hujan
terendah yaitu 4 mm. Pada tahun 2015, hujan mulai turun di bulan November
sebanyak 2 hari dengan curah hujan 34 mm sebagai pertanda datangnya musim
hujan. Antara bulan Juli sampai Oktober, terjadi musim kemarau, dimana selama
hampir empat bulan hujan tidak turun di Kota Probolinggo. Dibandingkan tahun
2014, kondisi iklim di Kota Probolinggo pada tahun 2015 lebih basah. Daerah
dengan curah hujan tertinggi terutama terjadi di wilayah selatan Kota Probolinggo
yang meliputi kecamatan Wonoasih dan sebagian kecamatan Kedopok. Dimana
jumlah hari hujan pada wilayah selatan selama tahun 2015 sebanyak 63 hari hujan.
Rata-rata penyinaran matahari terlama selama 2015, terjadi pada bulan bulan Juli
sampai Oktober. Musim kering yang terjadi pada bulan Juli sampai dengan
Oktober di Kota Probolinggo berpengaruh terjadinya angin kering yang bertiup
cukup kencang dari arah tenggara ke barat laut, angin ini popular dengan
sebutan Angin Gending.
Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kota Probolinggo
Nama Kecamatan Jumlah kelurahan Jumlah RW Jumlah RT
Mayangan 5 42 257 Kanigaran 6 51 251
Kademangan 6 31 171 Kedopok 6 35 143 Wonoasih 6 39 182
Jumlah 29 198 1004
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan
Pengembangan Kota Probolinggo
82
3.1.2 Kependudukan dan Pembangunan Manusia
Proyeksi penduduk Kota Probolinggo tahun 2016 mencapai 231.112 jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,92 persen. Tahun 2016 penduduk
Kota Probolinggo bertambah 2.099 jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 56,667 Km²,
kepadatan penduduk Kota Probolinggo pada tahun 2016 mencapai 4.078 jiwa/Km².
Dibanding tahun 2015, terjadi peningkatan 37 jiwa untuk setiap kilometer persegi.
Dari lima kecamatan yang ada, Kecamatan Mayangan merupakan wilayah terpadat
dengan kepadatan penduduk mencapai sekitar 6.900 jiwa per kilometer persegi.
Proyeksi jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan selama
selang waktu 2010-2016. Sex ratio pada selang tersebut mencapai 96-97 persen,
artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat 96-97 penduduk laki-laki.
Komposisi penduduk Kota Probolinggo menurut kelompok umur tahun 2016
didominasi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 69,02 persen.
Sedangkan komposisi penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 25,66 persen dan
usia tua (65+ tahun) sebesar 5,32 persen. Total dependency ratio yang dihasilkan
sebesar 44,89 yang berarti bahwa dari 100 penduduk usia produktif di Kota
Probolinggo akan menanggung secara ekonomi sekitar 45 penduduk usia tidak
produktif. Piramida penduduk Kota Probolinggo memperlihatkan adanya
perubahan arah perkembangan penduduk, yaitu pada kelompok penduduk usia 0-4
tahun yang jumlahnya lebih rendah dari kelompok diatasnya (5-9 tahun). Hal ini
menggambarkan bahwa dalam periode lima tahun terakhir jumlah kelahiran lebih
rendah dibanding periode sebelumnya. Ditinjau dari jumlah pasangan usia subur
(PUS) di Kota Probolinggo, pada tahun 2015 terjadi penambahan dari 44.947 PUS
83
(2014) menjadi 46.774 PUS, sementara itu peserta KB aktif juga bertambah dari
34.323 PUS (2014) menjadi 35.326 PUS (2015) atau bertambah 1.003 PUS.
Pembangunan manusia dapat juga diartikan sebagai pembangunan
kemampuan manusia yang difokuskan melalui tiga pilar. Tiga pilar tersebut yaitu
perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan kemampuan daya beli. Keberhasilan
pembangunan tersebut dapat dilihat dari perkembangan angka pembangunan
manusia. Angka ini lebih dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Besaran angka indeks ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai
tingkat pencapaian pembangunan manusia sebagai hasil dari kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara/daerah. Angka IPM Kota
Probolinggo dalam periode 2010-2015 terjadi peningkatan dari 67,3 (2010) menjadi
71,01 (2015). IPM Kota Probolinggo tumbuh diatas 1,08 persen pertahun.
Pertumbuhan pembangunan manusia di Kota Probolinggo tertinggi terjadi pada
tahun 2013 sebesar 1,62 persen dari 68,93 (2012) menjadi 70,05 (2013). Menurut
status pembangunan manusia, IPM Kota Probolinggo meningkat dari kelompok
IPM sedang (60 -70) menjadi tinggi setelah tahun 2013. IPM Kota Probolinggo
se Jawa Timur tahun 2015 berada pada peringkat 12. Peringkat pertama dicapai
Kota Malang dengan IPM 80,05. Status pembangunan Kota Malang tahun 2015
masuk dalam kategori sangat tinggi. Pertumbuhan IPM 2015 tertinggi di
karisidenan Malang dicapai oleh Kabupaten Malang sebesar 1,59 persen.
3.1.3 Potensi Pertanian dan Perikanan
Pola tanam yang dilakukan petani di Kota Probolinggo menyesuaikan
dengan kondisi geografi dan iklim Kota Probolinggo yang cenderung kering,
dimana dalam satu tahun, dua kali tanam jagung dan satu kali tanam padi. Secara
84
keseluruhan, pada tahun 2015 luas panen komoditas unggulan di Kota Probolinggo
yang meliputi padi, jagung dan bawang merah mengalami penurunan dari total
6.814 hektar (2014) menjadi 6.570 hektar. Luas panen padi tahun 2015 meningkat
dibandingkan tahun lalu dari 2.411 hektar menjadi 2.545 hektar atau bertambah 134
hektar. Bertambahnya luas panen padi berdampak pada produksi padi di tahun 2015
yang mencapai 17.935 ton gabah kering panen. Selain karena luas panen,
meningkatnya produksi padi dipengaruhi pula oleh tingginya produktivitas padi
yang mencapai 7,05 ton per hektar lebih tinggi dibanding tahun lalu (5,85 ton per
hektar). Luas panen tanaman jagung tahun 2015 menurun diikuti pula dengan
produksinya. Luas panen tanaman jagung 3.722 hektar atau berkurang 371 hektar.
Rata-rata produktivitas jagung 6,75 ton per hektar, produksi jagung untuk tahun
2015 mencapai 25.146 ton atau turun minus 9,50 persen. Komoditi pertanian
andalan lainnya adalah bawang merah. Tahun 2015, luas panen tanaman bawang
merah berkurang dari 310 hektar (2014) menjadi 303 hektar dengan produksi
sebesar 2.623 ton.
Sedangkan potensi perikanan Kota Probolinggo merupakan penghasil
perikanan laut yang memberikan kontribusi cukup besar dalam produksi perikanan
laut di Jawa Timur. Bahkan tujuh tahun yang lalu (tahun 2008), kontribusi produksi
perikanan laut Kota Probolinggo di Jawa Timur mencapai 13 persen lebih dengan
jumlah produksi 42.778 ton. Akan tetapi dalam lima tahun terakhir kontribusinya
semakin menurun. Pada tahun 2015, ikan hasil tangkapan laut mencapai 15.023
ton yang didominasi oleh jenis ikan merah/bambangan yang mencapai 2.045 ton.
Dibanding 2014, produksi perikanan laut turun minus 6,04 persen. Produksi
perikanan di Kota Probolinggo tahun 2015 sebesar 15.476 ton yang berasal dari
85
perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang meliputi budidaya tambak dan
kolam. Produksi perikanan budidaya mengalami penurunan dibanding tahun lalu.
Kontribusi perikanan budidaya menurun dari 2,98 persen pada tahun 2014 menjadi
2,87 persen di tahun 2015. Pada tahun 2015, produksi perikanan budidaya tambak
sebesar 204 ton dan budidaya kolam sebesar 240 ton. Sedangkan perikanan tangkap
yang mencapai lebih dari 97 persen meliputi perikanan tangkap laut sebesar 15.023
ton dan perikanan tangkap sungai sebesar 8,11 ton.
3.1.4 Visi dan Misi Kota Probolinggo
Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan
dan peluang serta isu-isu strategis yang terjadi, maka Visi dan Misi Pembangunan
Kota Probolinggo Tahun 2014-2019 dijabarkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut:
1. Visi Kota Probolinggo adalah Probolinggo Kota Jasa Berwawasan
Lingkungan Yang Maju, Sejahtera dan Berkeadilan.
Adapun makna yang terkandung dalam visi diatas adalah sebagai berikut:
a. Maju : Adalah sikap dan kondisi masyarakat yang produktif, berdaya saing
dan mandiri, terampil dan inovatif dengan tetap dapat menjaga tatanan sosial
masyarakat yang toleran, rasional, bijak dan adaptif terhadap dinamika
perubahan namun tetap berpegang pada nilai budaya serta kearifan lokal,
ditopang oleh ketahanan ekonomi dan sosial. Dengan demikian kondisi
masyarakat yang maju akan bermakna kondisi masyarakat Kota
Probolinggo yang semakin berkualitas yang didukung dengan penerapan
nilai-nilai dan norma agama serta pengamalan nilai-nilai 4 (empat) pilar
kebangsaan. Kondisi masyarakat yang maju dengan rumusan demikian itu
86
sangat diperlukan untuk mampu mendukung upaya terwujudnya
kesejahteraan masyarakat Kota Probolinggo sebagaimana arah visi Walikota
dan Wakil Walikota terpilih.
b. Sejahtera : sikap dan kondisi masyarakat Kota Probolinggo yang secara
lahir dan batin mendapatkan rasa aman, tenteram dan makmur dalam
menjalani kehidupan. Masyarakat Kota Probolinggo yang terwujud
kesejahteraannya karena keberhasilan upaya pemantapan penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran. Sikap dan kondisi masyarakat demikian
tadi selaras dengan tuntutan Kota Probolinggo yang terus berusaha untuk
mewujudkan peningkatan derajat kesejahteraannya. Sejahtera
menggambarkan derajat kehidupan warga Kota Probolinggo yang meningkat
dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha, serta lingkungan fisik, sosial dan religius
sebagai bentuk perwujudan masyarakat yang sejahtera.
c. Berkeadilan : kondisi dimana hasil pembangunan dapat dirasakan oleh
seluruh lapisan, elemen dan komponen masyarakat Kota Probolinggo.
Pembangunan berkeadilan adalah pembangunan untuk semua, dengan
orientasi pada pemerataan distribusi hasil pembangunan, yang ditandai
dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkeadilan.
Berkeadilan berarti tercipta kondisi yang adil di segala bidang kehidupan
yang pasti didambakan oleh seluruh masyarakat warga Kota Probolinggo.
Berkeadilan berarti dapat diberikannya hak bagi siapapun yang telah
melaksanakan kewajibannya, berarti juga terwujudnya kesetaraan posisi
semua warga masyarakat dalam bidang hukum dan pemerintahan.
87
Pembangunan yang berkeadilan juga bermakna pembangunan yang tidak
hanya dinikmati hasilnya pada masa sekarang saja tetapi juga dapat terus
terjaga keberlanjutannya sehingga dapat bermanfaat pula bagi masyarakat di
masa mendatang. Pembangunan yang demikian mensyaratkan adanya
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sebagaimana
arah visi Kepala Daerah terpilih.
d. Kota Jasa Berwawasan Lingkungan : konsep untuk mewujudkan
Probolinggo sebagai kota yang akselerasi pertumbuhan arus perdagangan
barang dan jasa dalam skala regional maupun internasional serta memadukan
wilayah pengembangan kota dalam suatu sistem tata ruang yang terintegrasi
didukung infrastruktur, sistem tata ruang yang terintegrasi didukung
infrastruktur, sistem transportasi dan sistem teknologi informasi yang
memadai. Kota jasa (sebagaimana arah dari visi Walikota dan Wakil Walikota
terpilih) mengandung arti bahwa Kota Probolinggo mendasarkan bentuk
aktivitasnya pada pengembangan ekonomi sesuai dengan karakteristik kota,
yang didalamnya melekat penyelenggaraan fungsi jasa yang menjadi tulang
punggung pembangunan (dengan tidak meninggalkan potensi lainnya) dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi kota secara keseluruhan. Dalam konteks ini secara
khusus yang menjadi arah visi adalah kota jasa yang berwawasan
lingkungan, artinya aspek kelestarian lingkungan hidup menjadi perhatian
utama dan sekaligus pengendali dalam operasionalisasi kegiatan
perdagangan, jasa dan investasi.
88
1. Misi Kota Probolinggo
Misi berfungsi sebagai upaya untuk mewujudkan visi yang telah
ditetapkan, dirumuskan sebagai berikut:
a. Membangun masyarakat Kota Probolinggo yang semakin berkualitas dan
berdaya saing. Misi ini adalah untuk menciptakan sosok masyarakat
Kota Probolinggo Tahun 2019 yang berkualitas dan berdaya saing, yakni
masyarakat yang agamis, berakhlak mulia, sehat, cerdas, bermoral, memiliki
spirit membangun dan siap untuk berkompetisi dan memiliki kesiapan untuk
menghadapi era globalisasi bidang politik-keamanan, ekonomi dan sosial
budaya (Asean Community).
b. Membangun perekonomian Kota Probolinggo kompetitif, kokoh dan
berkeadilan. Misi ini adalah untuk menciptakan sosok perekonomian Kota
Probolinggo Tahun 2019 yang kokoh dan berkeadilan, yakni sosok
perekonomian kota yang kompetitif dengan memanfaatkan keunggulan
komparatifnya, kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai turbulansi
perekonomian namun tetap berorientasi pada perekonomian yang
berkeadilan.
c. Meningkatkan kinerja Pemerintahan Kota Probolinggo didukung
akuntabilitas, profesionalitas dan perluasan partisipasi publik. Misi ini
adalah untuk menciptakan sosok Pemerintahan Kota Probolinggo Tahun
2019, yakni sosok pemerintahan yang berkinerja tinggi, profesional, amanah
dan bertanggungjawab dalam bingkai tatakelola pemerintahan yang baik
guna melaksanakan fungsi pelayanan, pengaturan perlindungan dan
pemberdayaan masyarakat, amanah dan demokratis.
89
d. Mewujudkan Kota Probolinggo sebagai kota jasa yang ramah
lingkungan dengan pembangunan infrastruktur perkotaan yang
berkelanjutan. Misi ini untuk menciptakan sosok Kota Probolinggo Tahun
2019 yang telah terpenuhi infrastruktur kota yang mampu dan siap untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
e. Memperkokoh kehidupan sosial kemasyarakatan Kota Probolinggo
dalam bingkai kearifan lokal. Misi ini untuk menciptakan sosok kehidupan
sosial kemasyarakatan Kota Probolinggo Tahun 2019 yang harmonis melalui
peningkatan peran generasi muda, pembinaan olah raga, pengembangan
seni dan budaya serta pengembangan rasa kesetiakawanan sosial terutama
bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial
Tabel 3.2 Keterkaitan Antara Misi Dengan Isu-Isu Strategis
Pembangunan Daerah Kota Probolinggo
Misi Isu Strategis
Membangun masyarakat Kota
Probolinggo yang semakin
berkualitas dan berdaya saing
Kualitas layanan dan aksesibilitas
pendidikan dan kesehatan
Pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak
Membangun perekonomian Kota
Probolinggo yang kompetitif, kokoh
dan berkeadilan
Iklim investasi dan daya saing daerah.
Perkembangan industri, perdagangan
dan jasa serta usaha mikro, kecil,
Penanggulangan kemiskinan dan
pengangguran
Meningkatkan kinerja
pemerintahan Kota Probolinggo
didukung akuntabilitas,
profesionalitas dan perluasan
patisipasi publik
Reformasi birokrasi dalam rangka
mewujudkan tatakelola pemerintahan
yang baik.
Modernisasi penyelenggaraan
pemerintahan didukung aparatur
Peningkatan kualitas pelayanan
publik
Pemberdayaan masyarakat dalam
proses pembangunan
90
Tabel 3.2 Lanjutan
Misi Isu Strategis
Mewujudkan Kota Probolinggo
sebagai kota jasa yang ramah
lingkungan dengan pembangunan
infrastruktur perkotaan yang
berkelanjutan
Ketersediaan infrastruktur dan
utilitas perkotaan.
Kualitas lingkungan hidup perkotaan
Pengendalian pemanfaatan ruang
kota untuk pembangunan.
Memperkokoh kehidupan sosial
kemasyarakatan Kota Probolinggo
dalam bingkai kearifan lokal
Kesejahteraan dan kesetiakawanan
Pengembangan pariwisata, seni dan
budaya lokal.
Peran pemuda dan pengembangan
olah raga.
Sumber : Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
3.2 Dinas Komunikasi dan Informatika
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Dinas Komunikasi dan Informatika
melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang komunikasi dan informatika,
statistik dan persandian. Sedangkan fungsi yang dilaksanakan adalah:
1. Perumusan kebijakan daerah dibidang Komunikasi dan Informatika, Statistik
dan Persandian.
2. Pelaksanaan kebijakan daerah dibidang Komunikasi dan Informatika,
Statistik dan Persandian.
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan dibidang Komunikasi dan Informatika,
Statistik dan Persandian.
4. Pelaksanaan administrasi dinas daerah dibidang Komunikasi dan
Informatika, Statistik dan Persandian.
91
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas
dan fungsinya.
Menurut Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 96 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, susunan organisasi Dinas
Komunikasi dan Informatika terdiri dari:
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris, membawahi:
a. Subbagian Tata Usaha
b. Subbagian Program
c. Subbagian Keuangan
3. Bidang Pengelolaan Informasi Publik, membawahi:
a. Seksi Pelayanan Informasi
b. Seksi Pengelolaan Data dan Statistik Sektoral
c. Seksi Media Publik
4. Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik, membawahi:
a. Seksi Pengelolaan Opini Publik
b. Seksi Layanan Media
c. Seksi Kemitraan Komunikasi Publik
5. Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, membawahi:
a. Seksi Infrastruktur dan Teknologi
b. Seksi Pengelolaan Data dan Integrasi Sistem Informasi
c. Seksi Keamanan Informasi, Telekomunikasi dan Persandian
6. Bidang Layanan e-Government, membawahi:
92
a. Seksi Pengembangan Aplikasi
b. Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government
c. Seksi Tata Kelola e-Government
7. Unit Pelaksana Teknis, dan
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Gambar 3.2 : Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
KEPALA DINAS
BIDANG
PENGELOLAAN INFORMASI
PUBLIK
BIDANG
LAYANAN
e-GOVERNMENT
BIDANG TEKNOLOGI
INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
SEKRETARIS
SEKSI
INFRASTRUKTUR
DAN TEKNOLOGI
SUBBAGIAN
TATA USAHA
SEKSI
PENGEMBANGAN
APLIKASI
SEKSI
PENGELOLAAN
DATA DAN SISTEM
INFORMASI
SEKSI TATA
KELOLA
e-GOVERNMENT
SEKSI
PENGEMBANGAN
EKOSISTEM
e-GOVERNMENT
SEKSI KEAMANAN
INFORMASI,
TELEKOMUNIKASI
DAN PERSANDIAN
SUBBAGIAN
KEUANGAN
SUBBAGIAN
PROGRAM
SEKSI LAYANAN INFORMASI DAN
PENYIARAN
SEKSI
PENGELOLAAN
DATA DAN
STATISTIK
SEKTORAL
SEKSI MEDIA
PUBLIK
BIDANG PENGELOLAAN
KOMUNIKASI
PUBLIK
SEKSI PENGELOLAAN
OPINI PUBLIK
SEKSI LAYANAN
MEDIA
SEKSI
KEMITRAAN KOMUNIKASI
PUBLIK
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
93
3.2.1 Sumber Daya Dinas Komunikasi dan Informatika
Sumber daya Dinas Komunikasi dan Informatika terdiri dari sumber daya
manusia dan peralatan yang dimiliki untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi, terdiri dari:
1. Sumber daya manusia yang dimiliki Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Probolinggo berjumlah 57 orang, dengan rincian:
Tabel 3.3 Data Pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika
Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
1 S2 15
2 S1 18
3 D2/D3 7
4 SLTA/SMK 16
5 SLTP 1
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
( Data Pegawai Dinas Kominfo per Bulan Maret 2017 )
2. Sarana dan Prasarana Kantor
Sarana dan prasarana kantor mempunyai fungsi yang penting sebagai
penunjang operasional kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi
dan Informatika Kota Probolinggo. Sarana dan prasarana kantor yang dimiliki
digunakan dalam operasional pelayanan kepada masyarakat sesuai bidang
pelayanan yang diamanatkan kepada Dinas Komunikasi dan Informatika.
Daftar prasarana dan sarana kantor Dinas Komunikasi dan Informatika
sebagai berikut:
94
Tabel 3.4 Daftar Sarana dan Prasarana Kantor
Dinas Komunikasi dan Informatika
No. Nama Barang Jumlah 1. Gedung 1 2. Komputer 10 3. Laptop 23 4. Printer 24 5. Meja 42 6. Kursi 89 7. TV 5 8. AC 7 9. Mesin Ketik 1 10. Lemari 2 11. Filling Kabinet 4 12. LCD Proyektor 1 13. Mobil 2 14. Sepeda Motor 7
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
(Kondisi Inventaris Dinas Kominfo Desember 2016)
3.3 Kondisi Sosial Kelurahan Kedungasem
Kecamatan Wonoasih merupakan salah satu kecamatan dari 5 (lima)
kecamatan yang ada di Kota Probolinggo. Secara administrasi Kecamatan
Wonoasih terdiri dari 6 (enam) kelurahan. Salah satunya adalah Kelurahan
Kedungasem. Dengan luas 3,145 Km², karateristik wilayah yang ada di Kelurahan
Kedungasem adalah luas lahan permukiman yang mendominasi wilayah sebelah
barat jalan penghubung Probolinggo-Lumajang-Jember, sedangkan disebalah timur
jalan penghubung Probolinggo-Lumajang-Jember. Kelurahan Kedungasem terdiri
dari 11 RW dan 34 RT, dimana mayoritas penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani. Dalam sejarahnya Kelurahan Kedungsem merupakan salah satu
kelurahan yang dulunya adalah desa. Setelah berlakunya Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999, status desa berubah menjadi kelurahan. Perubahan status ini terjadi
pada tahun 2001, sehingga pada waktu itu ada perubahan paradigma
95
ketatapemerintahan. Kondisi sosial masyarakat yang didominasi oleh masyarakat
agraris sehingga juga berpengaruh pada pola pikir masyarakatnya. Dengan
pengembangan teknologi informasi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
membawa masyarakat di Kelurahan Kedungasem lebih mudah mendapatkan
pelayanan di kelurahan dan dapat meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi.
Namun sampai saat ini pengembangan teknologi informasi khususnya dalam
penyediaan infrastruktur berbasis teknologi informasi dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat belum optimal diwujudkan di Kelurahan Kedungasem.
3.4 Kondisi Sosial Kelurahan Curahgrinting
Kelurahan Curahgrinting secara administrasi adalah salah satu kelurahan
di Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, Dengan luas 0,6074 Km² wilayah yang
ada di Kelurahan Curahgrinting yang mendominasi adalah permukiman dan
sebagian adalah lahan pertanian. Kelurahan Curahgrinting terdiri dari 4 RW dan 14
RT, dimana mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah pegawai dan
karyawan dan sebagian wiraswasta dan petani. Penyebaran penduduk cenderung
merata di seluruh wilayah Kelurahan Curahgrinting. Kondisi Kelurahan
Curahgrinting saat ini setelah ditetapkannya sebagai salah satu kelurahan yang
mempunyai kampung cyber, kondisi masyarakatnya secara kondisi sosial lebih
maju. Kemudahan akses informasi melalui pengembangan kampung cyber
menambah wawasan masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kondisi ekonomi masyarakat. Namun demikian perkembangan kampung cyber
belum diikuti dengan kualitas pelayanan di kantor Kelurahan Curahgrinting ditinjau
dari perspektif penggunaan teknologi informasi.
96
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini bermakna menggambarkan dan
sekaligus menggali kenyataan-kenyataan yang belum terungkap selama ini yang
kemudian dijelaskan dan diterapkan sehingga diketahui gambaran yang sebenarnya.
Menurut Patton (1980: 303) data kasus (kualitatif) terdiri atas semua informasi yang
seseorang miliki tentang kasus itu. Data kasus mencakup seluruh data wawancara,
data observasi, data dokumen, kesan-kesan dan pernyataan orang-orang lain tentang
kasus itu, dan data pada waktunya, sebenarnya, semua informasi yang seseorang
kumpulkan tentang kasus-kasus khusus atau kasus-kasus dalam pernyataan.
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena ingin mendeskripsikan
temuan-temuan dilapangan dengan cara memahami, meggambarkan dan
menganalisa kejadian-kejadian dan fenomena yang terjadi dalam Implementasi
Masterplan E-Government sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota
Probolinggo Nomor 35 tahun 2010 tentang Master Plan E-Government Tahun
2010-2029.
Metode ini merupakan tipe penelitian yang bukan bermaksud untuk
menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya mengenai
suatu variabel, gejala, keadaan atau fenomena tertentu. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu variabel atau tema, gejala
atau keadaan yang ada yaitu keadaan gejala (fenomena) menurut apa adanya pada
97
saat penelitian dilakukan (Widodo dan Muchtar, 2000:15). Sebuah deskripsi adalah
representasi obyektif terhadap fenomena yang ditangkap. Didalam kenyataannya,
tanggapan ini tidak dapat sama sekali dilepaskan dari segi-segi subyek, sehingga
tidak dapat dituntut adanya studi yang sepenuhnya obyektif. Namun demikian,
peneliti dapat mengawasi diri untuk tidak terlalu subyektif, dalam arti tidak
mencampurkan pendapatnya dengan kenyataan fenomena dalam pola maupun
materi deskripsi. Sesungguhnya tipe penelitian deskripsi kualitatif merupakan salah
satu bentuk dari model penelitian naturalistik. Model penelitian ini mencoba
merancang skema atau cara yang menyederhanakan kerumitan kehidupan sehari-
hari. Penelitian naturalistic mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut
sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan
alamiah (natural setting) mereka. Oleh karena itu, situasi yang alamiah, bukan
situasi buatan seperti eksperimen atau wawancara formal, harus menjadi sumber
data. Realitas eksis di dunia empiris dalam arti dialami dan bukan pada metode yang
digunakan untuk menelaah dunia tersebut, tetapi metode sekedar instrumen yang
dirancang untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakter dunia empiris. Dengan
demikian, nilai suatu metode diukur dengan kriteria apakah sesuai untuk mengukur
karakter dunia empiris tersebut. Beberapa penulis mengidentikkan penelitian
naturalistik dengan penelitian fenomenologis. Peneliti naturalistik memasuki area
penelitian yang diminatinya untuk menafsirkan fenomena yang ditemuinya, tidak
memanipulasi atau mengontrol dan berusaha mencampurinya sesedikit mungkin.
Peneliti naturalistik menekankan logic in action yakni logika individu-individu
yang diteliti, alih-alih logika formal. Seperti dalam pandangan kaum interaksionis,
98
individu-individu diasumsikan aktif, berencana, bertujuan dan menafsirkan diri
sendiri dan perilaku orang lain.
Penelitian kualitatif ini berusaha menyajikan data dengan sebenarnya
dengan meminimalkan manipulasi data yang diperoleh di lapangan. Demikian juga
dengan implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo, data yang
didapat disajikan sesuai dengan hasil wawancara dan observasi lapangan
bagaimana kebijakan Masterplan E-Government diimplementasikan di Kota
Probolinggo dan faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
implementasi Masterplan E-Government di kelurahan.
4.2 Fokus Penelitian
fokus juga bisa di artikan sebagai domain tunggal atau beberapa domain
yang terkait dengan situasi sosial. Menurt Sugiyono (2007: 34) pembatasan masalah
dan topik dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kepentingan,
urgensi dan feasibility masalah yang akan dipecahkan, selain juga faktor
keterbatasan tenaga, dana dan waktu. Suatu masalah di katakan penting apabila
masalah tersebut tidak dipecahkan melalui penelitian akan semakin menimbulkan
masalah baru. Menurut Lincoln dan Guba (Moleong, 2007) mendefiniskan masalah
adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih
yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Dengan berpedoman pada fokus
penelitian, maka peneliti membatasi bidang-bidang temuan dengan ranah fokus
penelitian, sehingga dapat diketahui dengan pasti data mana yang perlu dimasukkan
kedalam sejumlah data yang dikumpulkan. Fokus penelitian ini sangat penting
untuk dijadikan sebagai sarana untuk memandu dan mengarahkan jalannya
penelitian. Ada dua maksud yang ingin dicapai peneliti di dalam menetapkan fokus,
99
yang pertama bahwa penetapan fokus dapat membatasi studi. Dalam hal ini fokus
akan membatasi inkuiri. Kedua bahwa penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi
kriteria inklusi-ekslusi atau informasi yang baru diperoleh di lapangan. Dari
rumusan masalah yang sudah ditentukan, fokus penelitian ini adalah:
A. Implementasi kebijakan dari Pemerintah Kota Probolinggo terkait dengan
Masterplan E-Government. Pada fokus ini peneliti berupaya untuk
mengetahui apakah kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Master Plan
E-Government Tahun 2010-2029. Untuk memahami dan menganalisis proses
implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
digunakan model implementasi kebijakan menurut Edward III, dimana dilihat
dari fokus yaitu:
1. Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government
2. Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government. Sumber-sumber ini meliputi Rencana
Strategis, Tugas Pokok dan Fungsi dan Kerja Sama dengan pihak
swasta
3. Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government
4. Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan
Masterplan E-Government
100
B. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo.
1. Faktor pendukung
Adanya kelembagaan yang menjadi implementator kebijakan
Masterplan E-Government
2. Faktor penghambat
a. Sarana dan prasarana kurang mendukung
b. Sumber daya manusia kurang memadai
c. Anggaran kurang memadai
Tabel 4.1 Pemetaan Penelitian di Lapangan
No. Rumusan Masalah Fokus Penelitian Data Metode
A.
Bagaimana
Implementasi
Kebijkan
Masterplan
E-Government di
Kota Probolinggo
1. Komunikasi - Konsultasi - Rakor
- Wawancara - Wawancara dan
Dokumentasi
2. Sumber-sumber
- Renstra Wawancara dan Dokumentasi
- Tupoksi Wawancara dan Dokumentasi
- Kerjasama dengan swasta
Wawancara
3. Disposisi/sikap Motivasi dan semangat
Wawancara dan Dokumentasi
4. Struktur
organisasi
Program dan kegiatan
Wawancara dan Dokumentasi
B.
Apakah faktor
pendukung dan
penghambat
implementasi
kebijakan
Masterplan
E-Government pada
kelurahan
1. Faktor
pendukung
Adanya kelembagaan yang mengani implementasi kebijakan Masterplan E-Government
Wawancara
2. Faktor
Penghambat
- Sarana dan prasarana kurang memenuhi syarat
- Sumberdaya manusia kurang kompeten
- Anggaran kurang mendukung
- Wawancara dan Dokumentasi
- Wawancara dan
Dokumentasi
- Wawancara dan Dokumentasi
101
4.3 Lokasi dan Situs Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah pada Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, Kelurahan
Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting
Kecamatan Kanigaran, dengan pertimbangan:
a. Dinas Komunikasi dan Informatika merupakan Organisasi
Perangkat Daerah yang mempunyai rencana strategis, tugas
pokok dan fungsi, program dan kegiatan dan secara teknis
diberikan kewenangan untuk melakukan kerjasama dengan pihak
swasta dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government.
b. Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan
Curahgrinting Kecamatan Kanigaran dengan pertimbangan
Kelurahan Kedungasem merupakan kelurahan yang berbatasan
dengan Kabupaten Probolinggo dan dalam beberapa kesempatan
rapat koordinasi dan evaluasi mendapat penilaian kurang baik
dari Walikota Probolinggo karena dari beberapa penilaian
indikator kinerja masih rendah
c. Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran, karena sebagai
lokasi dilaksanakannya program kampung cyber, sebuah inovasi
dari Pemerintah Kota Probolinggo dalam implementasi
Masterplan E-Government dengan berbasis pada peran serta
masyarakat dalam mendukung program-program pemerintah.
2. Situs Penelitian
Situs pada penelitian ini adalah ruangan Kepada Dinas Komunikasi dan
Informatika, di ruangan Kepala Bidang Layanan e-Government yang
102
terditi dari tiga kepala seksi yaitu: Kepala Seksi Pengembangan
Aplikasi, Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government dan
Kepala Seksi Tata Kelola e-Government, di ruang kerja Sekretaris
Kecamatan Wonoasih, ruang kerja Sekretaris Kecamatan, ruang kerja
Lurah Kedungasem dan ruang kerja Lurah Curahgrinting.
4.4 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Data primer adalah data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dari
tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk
tujuan spesifik studi. Sumber data primer adalah responden individu,
kelompok fokus, internet juga dapat menjadi sumber data primer jika
koesioner disebarkan melalui internet (Uma Sekaran, 2011). Sedangkan
menurut Umi Narimawati (2008: 98) data primer ialah data yang berasal dari
sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi
ataupun dalam bentuk file-file. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data
primer melalui penggalian informasi dari informan dan dari berbagai
peristiwa/kegiatan dan kondisi organisasi yang berkaitan dengan
implementasi Masterplan E-Government di kelurahan. Data primer dalam
penelitian ini adalah data yang diperoleh dari informan yang terlibat dan
mengetahui langsung terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan
E-Government sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo
Nomor 35 tahun 2010. Data primer yang didapat tidak hanya dari lingkup
birokrasi di Pemerintah Kota Probolinggo, namun dari masyarakat yang
terlibat dan mengetahui proses implementasi kebijakan Masterplan
103
E-Government. Terkait dengan informasi dari masyarakat terkait dengan
implementasi Masterplan E-Government yang ada di kelurahan baik di
Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih terkait dengan pelayanan
administrasi, proses perencanaan pembangunan dan kelurahan sebagai pusat
data dan Kelurahan Curahgrinting terkait dengan implementasi Masterplan
E-Government dalam program kampung cyber.
2. Data Sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan
dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder adalah catatan atau
dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, analisis industri oleh media,
situs Web, internet dan sebagainya (Uma Sekaran, 2011). Sedangkan menurut
Sugiono (2008: 402) data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder ini
merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti
buku-buku, literatur dan bacaan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah
data yang digunakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, Kelurahan
Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting Kecamatan
Kanigaran.
4.5 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan dan
dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang ada dalam proses implementasi
Masterplan E-Government. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Informan
Menurut Bungin (2007:53-54), bahwa dalam prosedur sampling pada
penelitian kualitatif, yang terpenting adalah menentukan informan kunci (key
104
informan) atau sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.
Untuk memilih informan kunci lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purposive
sampling). Para informan adalah individu-individu yang memiliki pengetahuan
khusus, status, keterampilan komunikasi, yang berkemauan untuk membagi
pengetahuan dan memiliki akses paada perspektif serta observasi yang meniadakan
peneliti (Goetz dan La Comte, 1984). Morse (Denzin dan Lincoln, 1998:73)
informan yang baik adalah informan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang peneliti perlukan, memiliki kemampuan untuk merefleksikan, pandai
mengeluarkan pikiran (pandai bicara), memiliki waktu untuk diwawancarai dan
mempunyai kemauan untuk berpartisipasi dalam studi. Kriteria memilih informan
sebagai narasumber (key informan) dalam penelitian merupakan
individu/kelompok yang memiliki posisi strategis dan mengetahui implementasi
kebijakan Masterplan E-Government, antara lain:
1. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z sebagai pimpinan
Organisasi Perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam
implementasi Masterplan E-Government.
2. Kepala Bidang Pelayanan e-Government pada Dinas Kominfo ibu RW,
Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi pada Bidang Pelayanan e-Government
Dinas Kominfo bapak MH, Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem
e-Government pada Bidang Pelayanan e-Government Dinas Kominfo bapak
AP, Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN, Sekretaris Kecamatan
Kanigaran bapak AI, Lurah Kedungasem CH, Sekretaris Kelurahan
Curahgrinting SR (karena pada waktu penelitian Lurah Curahgrinting masuk
purnatugas).
105
3. Dari masyarakat: Ketua LPM Kelurahan Kedungasem bapak MS, Ketua
RW / Ketua RT di Kelurahan Kedungasem bapak S dan ketua kelompok
pengelola kampung cyber bapak BL.
2. Situasi Sosial atau Peristiwa
Situasi sosial atau peristiwa adalah dimana proses implementasi
Masterplan E-Government itu dilaksanakan sejak ditetapkannya Peraturan
Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 sampai dengan penelitian ini
dilakukan. Peristiwa disini adalah upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan
tujuan yang ada dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010.
Pembangunan jaringan, penggunaan sarana dan prsarana yang mendukung
implementasi Masterplan E-Government, aplikasi yang digunakan dalam
kelancaran kerja dan pelayanan kepada masyarakat, perbaikan jaringan yang
dilaksanakan dan penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan.
3. Dokumen
Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah:
Data sekunder ini antara lain meliputi:
a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 20014 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government
c. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Masterplan E-Government 2010-2029;
d. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;
106
e. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 96 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata
Kerja Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo;
f. RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2014 - 2019;
g. Dokumen anggaran Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan Kanigaran;
h. Data barang milik daerah Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan
Kanigaran
i. Profil Kota Probolinggo Tahun 2015;
j. Profil Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo Tahun 2015;
k. Profil Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo Tahun 2015;
l. Profil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo
Tahun 2015;
m. Profil Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran Kota
Probolinggo Tahun 2015;
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (in depth interview)
Wawancara mendalam (in depth interview) yang dilakukan terhadap
narasumber yang berasal dari para pelaku yang terkait dengan masalah
pengembangan teknologi informasi dalam pelaksanaan pelayanan di
kelurahan sesuai dengan informan yang dipilih. Guba dan Lincoln (1998:
178) menyatakan bahwa teknik ini merupakan teknik pengumpulan data yang
khas bagi penelitian kualitatif. Sedangkan Maykut (1994: 79) mengemukakan
107
bahwa dalam kajian-kajian kualitatif, wawancara sering berperan sewaktu
seseorang berperan sebagai pengamat partisipan, meskipun orang-orang di
tempat latar mungkin tidak menyadari bahwa percakapan informal mereka
adalah wawancara. Dalam wawancara ini peneliti memilih informan yang
dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu informan dari Lingkungan
Pemerintah Kota Probolinggo dan informan yang mewakili masyarakat.
Informan kunci dipilih dengan sengaja, yang benar-benar mengetahui dan
mampu memberikan informasi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan fokus. Untuk melacak variasi informasi dilakukan
teknik snowball sampling untuk memilih informan lain yang masih ada
hubungan dengan informasi sebelumnya, sampai tidak ditemukan lagi variasi
informasi dan didapat kesimpulan informasi. Wawancara akan dimulai
dengan melakukan wawancara dengan para pejabat yang mengetahui tentang
implementasi kebijakan Masterplan E-Government, kemudian berkembang
dengan para pejabat dalam tataran teknis yang mengerti tentang operasional
pelaksanaan kebijakan tersebut, kemudian wawancara degan masyarakat
yang telah disebutkan diatas. maka peneliti akan melakukan konfirmasi dan
memperdalam pertanyaan yang telah disampaikan sebelumnya.
2. Observasi
Observasi adalah kerja lapangan atau observasi tidak terkontrol, observasi
partisipan dan non partisipan (Guba dan Lincoln, 1981: 189). Tujuan Data
observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi; kegiatan-
kegiatan yang terjadi dilatar itu; orang-orang yang berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan; makna latar kegiatan-kegiatan dan partisipasi mereka
108
dalam orang-orangnya (Patton, 1980: 124). Ada banyak alasan yang baik
untuk mempergunakan teknik-teknik observasi dalam penelitian. Observasi
dalam penelitian dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan implementasi
Masterplan E-Government dalam lingkup Pemerintah Kota Probolinggo dan
lingkup kelurahan yang dipilih menjadi lokasi penelitian.
3. Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat
utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang
kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.
Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi,
surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, kliping, dokumen
pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di
website, dan lain-lain. Meleong (Herdiansyah, 2010: 143) mengemukakan
dua bentuk dokumen yang dapat dijadikan bahan dalam studi dokumentasi,
yaitu:
a. Dokumen harian
Dokumentasi pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara
tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Tujuan dari
dokumentasi ini adalah untuk memperoleh sudut pandang orisinal dari
kejadian situasi nyata.
109
b. Dokumen Resmi
Dokumen resmi dipandang mampu memberikan gambar mengenai
aktivitas, keterlibatan individu pada suatu komunitas tertentu dalam
setting sosial. Menurut Meleong (Herdiansyah, 2010: 145-146)
dokumen resmi dapat dibagi kedalam dua bagian. Pertama dokumen
internal, yaitu dapat berupa catatan, seperti memo, pengumuman,
instruksi, aturan suatu lembaga, sistem yang diberlakukan, hasil
notulensi rapat keputusan pimpinan, dan lain sebagainya. Kedua,
dokumentasi eksternal yaitu dapat berupa bahan-bahan informasi yang
dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, bulletin,
surat pernyataan, dan lain sebagainya.
4.7 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dilakukan demi terjaminnya keakuratan data yang telah
didapatkan peneliti. Alwasilah (Bachri, 2010: 54) menjelaskan bahwa “tantangan
bagi segala jenis penelitian pada akhirnya adalah terwujudnya produksi ilmu
pengetahuan yang valid, sahih, benar dan beretika”. Kebenaran dan validitas harus
dirasakan merupakan tuntutan yang terdiri dari tiga hal menurut Alwasilah, yakni
(1) Deskriptif, (2) Interpretasi dan (3) teori dalam penelitian kualitatif. Untuk
menetapkan keabsahan data diperlukan tehnik pemeriksaan data didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Menurut Bachri (2010: 55) ada 4 (empat), yaitu:
1. Derajat kepercayaan (credibility)
Pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif.
Fungsinya untuk melaksanakan inkuiri sehingga tingkat kepercayaan
penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-
110
hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda
yang sedang diteliti. Menurut Sugiono (2012) menjelaskan uji kredibilitas
data atau derajat kepercayaan terhadap penelitian kualitatif antara lain
dilakukan dengan:
a. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan dalam penelitian berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data
yang pernah ditemui maupun yang baru. Perpanjangan pengamatan
berarti juga hubungan peneliti dengan sumber data akan semakin
terbentuk rapport, semakin akrab, semakin terbuka, saling
mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan
(Sugiyono, 2012). Perpanjangan pengamatan akan sangat tergantung
pada kedalaman informasi yang akan digali, keleluasaan dan kepastian
data. Perpanjangan pengamatan ini difokuskan pada pengujian terhadap
data yang telah diperoleh. Setelah data dicek di lapangan diperoleh
bahwa data itu benar, berarti data tersebut kredibel, maka waktu
perpanjangan dapat diakhiri.
b. Meningkatkan ketekunan
Dalam kegiatan ini berarti meningkatkan kecermatan yang
berkesinambungan. Dengan cara tersebut kepastian data dan urutan
peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan
meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan
kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Dengan
111
meningkatkan ketekunan, peneliti dapat memberikan deskripsi data
yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
c. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data. Menurut William Wiersma (Sugiono, 2007: 372)
menyatakan bahwa pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan waktu, sehingga triangulasi dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis, yaitu: (1) triangulasi sumber, (2) Triangulasi
pengumpulan data dan (3) triangulasi waktu. Dengan demikian analisis
data menggunakan metode Triangulation Observes. Pendekatan
triangulasi dilakukan menurut :
1. Sudut pandang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang
ditunjuk berdasarkan urusan, tugas pokok dan fungsi, Kepala
Dinas Komunikasi dan Informatika, Kepala Bidang dan Kepala
Seksi yang mempunyai tugas dan fungsi implementasi
Masterplan E-Government.
2. Camat Wonoasih sebagai atasan langsung dari Lurah
Kedungasem
3. Camat Kanigaran sebagai atasan langsung dari Lurah
Curahgrinting
4. Lurah Kedungasem dan staf sebagai pelaksana pelayanan
5. Lurah Curahgrinting dan staf sebagai pelaksana pelayanan
112
6. Masyarakat sebagai pemanfaat pelayanan yang ada di Kelurahan
Kedungasem
7. Masyarakat sebagai pemanfaat pelayanan yang ada di Kelurahan
Curahgrinting
d. Menggunakan referensi
Menggunakan referensi artinya adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh
data hasil wawancara perlu didukung adanya rekaman wawancara
sehingga data yang didapat menjadi kredibel atau lebih dapat dipercaya.
2. Keteralihan (transferability)
Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada
kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian yang telah didapat, maka
peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci,
jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian orang lain menjadi
jelas atas hasil penelitian yang telah didapat sehingga dapat diputuskan dapat
tidaknya hasil penelitian diaplikasikan di tempat lain (Sugiyono, 2012).
3. Kebergantungan (dependability)
Merupakan substansi istilah realibilitas dalam penelitian non kualitatif, yaitu
bila ditiadakan dua atau beberapa kali pengulangan dalam kondisi yang sama
dan hasilnya secara esensial sama. Sedangkan dalam penelitian kualitatif
sangat sulit mencari kondisi yang benar-benar sama. Selain itu karena faktor
manusia sebagai instrumen, faktor kelelahan dan kejenuhan akan
berpengaruh. Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
113
keseluruhan proses penelitian oleh auditor yang independen atau pembimbing
untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
4. Kepastian (confirmability)
Pada penelitian kualitatif kriteria kepastian atau objektivitas hendaknya harus
menekankan pada datanya bukan pada orang atau banyak orang.
Pada uji keabsahan data ini peneliti berusaha mendapatkan data yang valid dan
dapat dipertanggungjawabkan. Penggalian data dilakukan pada informan yang telah
ditentukan sampai data yang diharapkan dapat diperoleh. Untuk memperoleh data
tersebut wawancara yang dilakukan secara intensif, yaitu dilakukan beberapa kali
manakala data yang diperoleh masih dianggap belum memenuhi jawaban dari
pertanyaan yang disampaikan dan data yang diperoleh belum mendukung terhadap
fokus yang telah ditetapkan. Selain menambah jadwal pertemuan dengan informan
untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan,
peneliti juga melakukan triangulasi terhadap data yang diperoleh sampai data
tersebut benar-benar mengerucut dan ada kesamaan pernyataan yang disampaikan
informan terhadap data yang diperoleh. Triangulasi ini penting dilakukan untuk
melengkapi terhadap data yang diperoleh dan dibutuhkan oleh peneliti. Selain itu
data yang diperoleh tidak hanya diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap
informan, tetapi juga dilengkapi dengan dokumentasi kegiatan yang dilaksanakan.
Dokumentasi yang ada untuk mendukung atas informasi yang didapat dari
informan. Peneliti berusaha agar informasi yang didapat dalam penelitian ini benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan dan lengkap dalam mendukung fokus dalam
penelitian ini.
114
4.8 Analisis Data
Miles and Huberman (Sugiyono, 2008: 237), mengemukakan aktivitas
dalam analisis data kualitatif harus dilakukan secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Menurut Neuman (2000: 426) analisis data
merupakan suatu pencarian pola-pola dalam data, yaitu perilaku yang muncul,
obyek-obyek, atau badan pengetahuan (a body of knowledge). Sedangkan Patton
(1980: 295) menyatakan bahwa analisis data kualitatif yang dihimpun dari
wawancara-wawancara mendalam dan catatan lapangan berasal dari pertanyaan-
pertanyaan yang dihasilkan dari proses yang paling awal dalam penelitian; selama
pembuatan konseptual; dan fase pertanyaan yang berfokus pada penelitian. Analisis
data dalam penelitian ini dilaksanakan pada saat pengumpulan data dalam periode
tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban
yang diwawancarai. Apabila jawaban yang disampaikan oleh orang yang
diwawancarai atau informan setelah dianalisis dirasa kurang memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu sehingga diperoleh
data atau informasi yang lebih kredibel. Menurut Miles, Huberman dan
Saldana (2014) di dalam analisis data interaktif terdapat tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu : Kondensasi Data
(Data Condensation), Penyajian Data (Data Display), dan Kesimpulan/ Verifikasi
(Conclusion Drawing/Verifications). Berikut ini merupakan skema dalam Analisis
data Miles, Hubberman dan Saldana (2014) :
115
Gambar 4.1 : Analisis Data Model Interaktif ( Interactive Models)
Sumber : Miles, Huberman and Saldana (2014)
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil wawancara,
hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai
dengan masalah penelitian yang kemudian dikembangkan penajaman data
melalui pencarian data selanjutnya
2. Kondensasi Data (Data Condensation)
Kondensasi data merujuk pada proses memilih, menyederhanakan,
mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati
keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip
wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya.
116
3. Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan data.
Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk : uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Miles dan
Huberman (1984) menyatakan : “the most frequent form of display data for
qualitative research data in the pas has been narative tex” artinya : yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
dengan teks yang bersifat naratif. Selain dalam bentuk naratif, display data
dapat juga berupa grafik, matriks, network (jejaring kerja). Fenomena sosial
bersifat kompleks, dan dinamis sehingga apa yang ditemukan saat memasuki
lapangan dan setelah berlangsung agak lama di lapangan akan mengalami
perkembangan data. Peneliti harus selalu menguji apa yang telah ditemukan
pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang
atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis yang
dirumuskan selalu didukung data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka
hipotesis tersebut terbukti dan akan berkembang menjadi teori yang
grounded. Teori grounded adalah teori yang ditemukan secara induktif,
berdasarkan data-data yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya diuji
melalui pengumpulan data yang terus menerus. Bila pola-pola yang
ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut
menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya
didisplaykan pada laporan akhir penelitian.
117
4. Penarikan Verifikasi / Kesimpulan
Langkah ketiga adalah penarikan verifikasi dan kesimpulan. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari
suatu kegiatan konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18).
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Kesimpulan ditarik semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola,
pernyataan-pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai
proposisi (Harsono, 2008: 169). Namun bila kesimpulan memang telah
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).
118
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
Berdasarkan fokus penelitian, penyajian data hasil penelitian sebagai
berikut:
5.1.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government
Dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota
Probolinggo, komunikasi merupakan hal penting yang harus dilakukan.
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi komunikator kepada
komunikan. Penyampaian ini menyangkut substansi dari kebijakan yang harus
diimplementasikan. Informasi kebijakan perlu disampaikan kepada pelaksana
kebijakan agar dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah,
kelompok sasaran (target groups) kebijakan agar pelaku kebijakan dapat
mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk
melaksanakan kebijakan publik tersebut sehingga dapat dicapai sesuai dengan yang
diharapkan. Komunikasi juga mengandung maksud agar kebijakan yang
dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan dapat mewujudkan
tujuan yang telah ditetapk an.Dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government di Kota Probolinggo, komunikasi dimulai sejak ditetapkannya
Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 tahun 2010 tentang Masterplan
E-Government Tahun 2010-2029. Hal ini agar apa yang menjadi maksud dari
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yang diharapkan.
119
Komunikasi yang dilakukan dapat berupa konsultasi atau rapat koordinasi yang
dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika bapak Z sebagai berikut:
“ Komunikasi terkait dengan kebijakan Masterplan E-Government harus
disampaikan karena penting untuk mengetahui kebijakan tersebut secara substansi
dan tujuan apa yang akan dicapai dalam pelaksanaannya. Komunikasi itu dapat
berupa petunjuk yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah kepada saya agar
pelaksanaan Masterplan E-Government dapat berjalan dengan baik”. (Wawancara,
tanggal 16 Maret 2017).
Pernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z selaras dengan apa
yang disampaikan Kepala Bidang Layanan e-Government ibu RW yang
menyampaikan bahwa:
“Terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan E-Government, peran atasan
sangat penting dalam menyampaikan petunjuk agar pelaksanaannya dapat berjalan
dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Koordinasi dan konsultasi perlu
dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang diberikan kewenangan dalam
pelaksanaan Masterplan E-Government dalam hal ini adalah Dinas Komunikasi dan
Informatika. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika harus mendapatkan
petunjuk melalui konsultasi kepada Walikota Probolinggo atau Sekretaris Daerah,
bagaimana kebijakan itu dapat dilaksanakan, kegiatan apa yang harus direncanakan,
perubahan apa yang harus dilakukan dalam penguatan implementasi Masterplan
E-Government”. (Wawancara, tanggal 17 Maret 2017).
Dalam sebuah wawancara dengan Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem
e-Government bapak AP, juga menyatakan pendapat yang selaras dengan Kepala
Bidang Layanan e-Government ibu RW, sehubungan komunikasi yang dilakukan
oleh Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z dalam implementasi Masterplan
E-Government sebagai berikut:
“Rapat koordinasi harus sering dilakukan dalam rangka mendapat masukan terkait
dengan implementasi Masterplan E-Government yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 tahun 2010. Dalam rapat tersebut akan
didapat masukan-masukan dalam rangka bagaimana menyusun agenda pelaksanaan
asterplan E-Government termasuk didalamnya implementasi pada kelurahan.
Untuk memberikan penekanan-penekanan dalam rapat koordinasi tersebut, rapat
120
koordinasi dipimpin langsung oleh Ibu Walikota Probolinggo dengan didampingi
oleh Sekretaris Daerah”. (Wawancara, tanggal 17 Maret 2017).
Gambar 5.1 Rapat koordinasi yang dipimpin langsung Ibu Walikota Probolinggo bertempat di Ruang Transit
Walikota Probolinggo Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Gambar 5.2 : Rapat koordinasi dengan dinas terkait Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
121
Gambar 5.3 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Gambar 5.4 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
122
Gambar 5.5 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Masterplan
E-Government dilaksanakan dengan mengundang Organisasi Perangkat Daerah
yang terkait dengan pelayanan dengan berbasis pada teknologi informasi. Namun
demikian seringkali rapat koordinasi hanya dihadiri oleh pejabat ditingkat
pelaksana bukan dalam tataran pengambil keputusan dalam hal kepala Organisasi
Perangkat Daerah, sehingga manakala harus ada keputusan yang diambil dalam
rapat koordinasi tersebut, tidak dapat langsung diputuskan tapi masih menunggu
pejabat yang bersangkutan. Ditambah lagi pejabat yang ditugaskan tidak paham
terkait dengan substansi rapat yang disampaikan. Dengan kondisi yang demikian
akan sulit didapat masukan-masukan yang terkait dengan implementasi Masterplan
E-Government.
123
Untuk implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, juga
dilaksanakan koordinasi dalam rangka monitoring dan evaluasi sistem informasi
yang digunakan dalam pelayanan di kelurahan. Evaluasi dilakukan dalam rangka
bagaimana sistem informasi yang digunakan dapat membantu dalam proses
pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan monitoring dilakukan
dalam rangka mendapatkan masukan terkait dengan koneksitas jaringan dan
aplikasi yang digunakan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi
Pengembangan Ekosistem E-Government bapak AP sebagai berikut:
“Komunikasi dalam rangka implementasi Masterplan E-Government di kelurahan
dimaksudkan agar penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan
dapat digunakan sesuai prosedur yang ditetapkan, sedangkan monitoring dilakukan
oleh teman-teman dari Dinas Komunikasi dan Informatika dalam rangka melihat
koneksitas jaringan dan peralatan yang digunakan dalam pelayanan”. (wawancara,
tanggal 18 Maret 2017).
5.1.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government
Sumber-sumber yang dimaksud dalam penelitian adalah kewenangan
yang dimiliki oleh Dinas Komunikasi dan Informatikan dalam melaksanakan
Masterplan E-Government dilihat dari sisi Rencana Startegis (Renstra) dan tugas
pokok dan fungsi yang melekat.
1. Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah Dalam
Implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah, setiap Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk
menyusun perencanaan pembangunan daerah, dan untuk perencanaan
124
pembangunan jangka menengah, disusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan
pembangunan daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. RPJMD merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan
program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan
program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi
dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dari RPJMD yang telah
ditetapkan maka ditindaklajuti dengan Rencana Strategis ( Renstra) masing-masing
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai penjabaran visi dan misi Kepala
Daerah yang harus dilaksanakan. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Probolinggo sebagai OPD di Lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo telah
menyusun Renstra Tahun 2015-2019 berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang
melekat dan berpedoman pada RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2014-2019.
Dokumen Renstra ini dihasilkan melalui suatu proses yang berorientasi pada hasil
yang ingin di capai sampai dengan tahun 2019 secara sistematis dan
berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang
ada atau yang mungkin timbul. Proses tersebut telah menghasilkan Renstra
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo yang memuat visi, misi,
tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategi serta program dan kegiatan pokok yang
akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2019. Tujuan dari Renstra yang disusun
oleh Dinas Komunikasi dan Informatika adalah sebagai berikut:
1. Menjabarkan arahan RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2015 - 2019 ke dalam
rencana instansional;
125
2. Menjabarkan visi dan misi Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Probolinggo Tahun 2015 – 2019 ke dalam tujuan, sasaran, program kerja
operasional serta kegiatan indikatif OPD;
3. Menyediakan dokumen rencana pembangunan jangka menengah sebagai
acuan penyusunan rencana kerja atau rencana kinerja tahunan;
4. Menentukan strategi untuk pengelolaan keberhasilan, penguatan komitmen
yang berorientasi pada masa depan, adaptif terhadap perubahan lingkungan
strategis, peningkatan komunikasi vertikal dan horisontal, peningkatan
produktivitas dan menjamin efektivitas penggunaan sumber daya organisasi.
Dokumen Renstra ini merupakan rencana pembangunan jangka menengah
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo yang dalam pelaksanaannya
akan dijabarkan dan menjadi acuan penyusunan Rencana Kerja Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, khususnya dalam pengembangan
E-Government di Kota Probolinggo. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala
Bidang Layanan e-Government ibu RW sebagai berikut:
“ Rencana Strategis tahun 2015-2019 yang disusun oleh Dinas Komunikasi dan
Informatika merupakan tindaklanjut dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) tahun 2014-2019, dimana dokumen Renstra ini merupakan
pedoman dan panduan dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) OPD dan Rencana
Kerja Tahunan (RKT) Dinas Komunikasi dan Informatika”. Renstra sebagai
dokumen strategis dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi
dan Informatika termasuk didalamnya rencana strategis pengembangan Masterplan
E-Government. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).
Pernyataan yang disampaikan Kepala Bidang Layanan e-Government juga
didukung oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH, sebagai berikut:
“ Dari RPJMD Tahun 2014-2019 yang telah ditetapkan, setiap OPD diwajibkan
untuk membuat Renstra sebagai pedoman dalam menyusun Rencana Kerja
Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja (Renja). Rencana strategis Dinas Komunikasi
dan Informatika yang disusun didalamnya mencakup implementasi Masterplan
126
E-Government yang telah ditetapkan dengan Perwali 35 Tahun 2010.”.
(Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).
Gambar 5.6 : Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika Renstra yang telah disusun oleh Dinas Komunikasi dan Informatika menjadi acuan
dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengembangan E-Government yang
menitikberatkan dalam penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaannya
termasuk didalamnya adalah implementasi Masterplan E-Government.
A. Visi
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nsional, Pasal 1 ayat 12, Visi adalah rumusan umum
mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Penetapan visi
sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan merupakan suatu langkah
penting dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
127
pembangunan dan pembinaan kemasyarak di daerah. Pada hakikatnya membentuk
visi organisasi adalah menggali gambaran bersama tentang masa depan ideal yang
hendak diwujudkan oleh organisasi yang bersangkutan. Visi adalah mental
model masa depan, dengan demikian visi harus digali bersama, disusun bersama
sekaligus diupayakan perwujudannya secara bersama, sehingga visi menjadi milik
bersama yang diyakini oleh seluruh elemen organisasi dan pihak-pihak yang terkait
dengan upaya mewujudkan visi tersebut. Visi yang tepat bagi masa depan suatu
organisasi diharapkan akan mampu menjadi akselerator bagi upaya peningkatan
kinerja organisasi. Dengan memperhatikan arti dan makna visi serta melalui
pendekatan membangun visi bersama , maka ditetapkan Visi Dinas Komunikasi
dan Informatika Kota Probolinggo Tahun 2015-2019 yakni :
” TERWUJUDNYA KOMUNIKASI DAN INFORMASI YANG HANDAL
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MENUJU PROBOLINGGO KOTA
JASA YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN”.
Untuk dapat menangkap arti dan makna dari visi tersebut maka perlu diberikan
penjelasan visi sebagai berikut : mewujudkan komunikasi dan informasi yang
handal melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kerja berbasis
teknologi informasi untuk meningkatkan investasi dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang berwawasan lingkungan.
Penjelasan dari visi diatas, menunjukkan komitmen Dinas Komunikasi dan
Informatika dalam pengembangan E-Government di Kota Probolinggo melalui
penjelasan yaitu mewujudkan komunikasi dan informasi yang handal melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kerja berbasis teknologi
informasi. Terkait penjelasan visi Dinas Komunikasi dan Informatika dengan
128
Masterplan E-Government yang telah disusun, disampaikan melalui wawancara
dengan Kepala Bidang Pelayanan e-Government ibu RW sebagai berikut:
Dengan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika tahun 2015-2019 yang telah
disusun, dari visi yang ditetapkan memberikan penguatan terhadap pengembangan
teknologi informasi dalam lingkup Masterplan E-Government. Peningkatan sarana
prasarana kerja yang berbasis pengembangan teknologi informasi merupakan
semangat yang akan diwujudkan sampai dengan tahun 2019. Saat ini penguatan visi
telah dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika dengan setiap tahun melakukan
pengadaan peralatan kerja berbasis teknologi dan sistem informasi dalam
meningkatkan kualitas pelayanan termasuk perhatian terhadap penggunaan
teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan”. (Wawancara, tanggal 20 Maret
2017).
Hal yang sama disampaikan Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government
bapak AP terkait visi Dinas Komunikasi dan Informatika dalam mendukung
pelaksanaan Masterplan E-Government sebagai berikut:
“ Visi yang ditetapkan merupakan kondisi yang akan diwujudkan sampai dengan
dengan tahun 2019. Kondisi tersebut adalah peningkatan kualitas sarana prasarana
pengembangan E-Government dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat Kota Probolinggo. Pengembangan E-Government yang
dilaksanakan sebagai usaha dalam mewujudkan tujuan Masterplan E-Government
yang telah ditetapkan. Penguatan yang dilakukan tidak hanya untuk lingkup
Organisasi Perangkat Daerah, termasuk juga penguatan jaringan dalam rangka
penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan”. (wawancara, tanggal
22 Maret 2017).
A. Misi
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo sebagai
Organisasi Perangkat Daerah (OPD), harus memastikan agar visi yang telah
ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk kepentingan itu
harus disusun suatu tahapan yang secara umum akan terbagi kedalam dua tahapan
yakni apa yang hendak dicapai dan bagaimana upaya untuk mencapainya. Salah
satu unsur dalam tahapan tersebut adalah penetapan misi organisasi yang dalam hal
ini adalah misi Organisasi Perangkat Daerah. Dalam rangka mewujudkan visi
129
maka ditetapkan misi yang diemban Dinas Komunikasi dan informatika Kota
Probolinggo Tahun 2015 – 2019 dalam rangka pengembangan E-Government
sebagai berikut :
1. Terwujudnya tertib administrasi kepegawaian dan kearsipan serta
peningkatan hubungan interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi;
2. Meningkatnya jumlah penyebaran informasi publik ke masyarakat Kota
Probolinggo;
Terkait dengan misi, saat inisemua Satuan Kerja Perangkat Daerah sudah
terkoneksi dengan jaringan internet (melalui Internet Service Provider tersendiri)
atau terkoneksi dengan pusat server di Dinas Komuinikasi dan Informatika melalui
LAN/WAN Kota. Sedangkan untuk tingkat kelurahan, yang sudah terkoneksi
dengan jaringan intranet. sedangkan saluran layanan informasi (server delivery
channel) yang ada di Kota Probolinggo terdiri dari :
1. 3 (tiga) jalur koneksi internet, yaitu: 2 (dua) milik IM2-Indosat dengan
kecepatan masing-masing 512 kbps dan 1 (satu) LAN Speedy-Telkom
sebesar 2 Mbps,
2. 1 (satu) PC server dengan 3 gateway. PC untuk masing-masing client yang
difasilitasi oleh BAPPEDA sebanyak 38 PC di 38 SKPD dan 5 PC di
5 kelurahan di wilayah kecamatan Mayangan.
3. HP dan modem sebagai piranti SMS Gateway
4. Website Pemerintah Kota Probolinggo : www.probolinggokota.go.id.
Website Radio Suara Kota Probolinggo : www.suarakotaprobolinggo.com
5. Radio Suara Kota Probolinggo 101, 7 FM
6. Jejaring Sosial. Fans Page Pemerintah Kota Probolinggo di facebook
130
Penggunaan teknologi informasi dalam konteks Masterplan
E-Government sudah dilakukan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas dan
fungsi Organisasi Perangkat Daerah di Kota Probolinggo. Salah satunya adalah
pembangunan jaringan dalam rangka pengelolaan keuangan daerah. Jaringan
tersebut diharapkan dapat mensinergikan masing-masing OPD dalam
penatausahaan keuangan. Pengembangan jaringan dan aplikasi di Kota
Probolinggo, sebagaimana pernyataan Kepala Bidang Layanan E-Government ibu
RW bahwa:
“Dalam rangka sinkronisasi aplikasi penatausahaan keuangan di Pemerintah Kota
Probolinggo, telah dibuat sistem informasi yang bernama SIMDA dalam rangka
membantu setiap Organisasi Perangkat Daerah dalam penatausahaan keuangannya.
Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan realisasi
anggaran”.(Wawancara, tanggal 23 Maret 2017).
Teknologi WaveLAN (W-LAN) dipilih sebagai solusi komunikasi dan infrastruktur
penunjang pengembangan E-Government. Penggunaan W-LAN akan
memungkinkan kita membangun Metropolitan Area Network (MAN) dalam sebuah
kota pada kecepatan 2Mbps secara mudah & murah. Wireless Spread Spectum
Radio ialah sistem komunikasi wireless yang menawarkan pelayanan koneksi ke
jaringan komputer. Sistem ini dapat digunakan untuk memperluas jangkauan
jaringan lokal (LAN) yang telah ada, dan dapat pula berfungsi secara independen.
Dalam rangka untuk mewujudkan misi meningkatnya jumlah penyebaran
informasi publik ke masyarakat Kota Probolinggo, telah dilakukan inovasi yaitu
dengan dibentuknya Citarum kampung cyber yang berlokasi di Kelurahan
Curahgrinting Kecamatan Kanigaran. Dibentuknya kampung cyber ini adalah
sebagai bentuk komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam pengembangan
E-Government. Dengan dibentuknya kampung cyber ini diharapkan dapat
131
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kemudahan penyebaran
informasi kepada masyarakat, pengembangan potensi masyarakat, kemudahan
akses informasi dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan menjadi
tujuan dibentuknya kampung berbasis teknologi informasi. Keberadaan kampung
cyber ini harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat menjadi sebuah
fasilitas publik yang dapat membantu dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan dibentuknya kampung cyber ini masyarakat diharapkan lebih berdaya guna
dan berhasil guna dalam implementasi kebijakan pengembangan E-Government di
Kota Probolinggo. Hal ini sesuai apa yang disampaikan oleh Kepala Seksi
Pengembangan Ekosistem e-Government bapak AP bahwa:
“Keberadaan Citarum kampung cyber akan lebih membawa masyarakat melek
teknologi informasi. Selain itu masyarakat akan mendapat kemudahan dalam
mengakses informasi. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraannya melalui teknologi yang ada, misalnya promosi
potensi yang ada dalam rangka peningkatan ekonomi warga”. Hal lain yang
diharapkan adalah pelibatan secara aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan khususnya di Kelurahan Curahgrinting”. (Wawancara,
tanggal 23 Maret 2017).
Demikian juga pernyataan yang disampaikan Sekretaris Kecamatan Kanigaran
bapak AI sebagai berikut:
“Dengan adanya Citarum kampung cyber, warga disekitarnya harus dapat
memanfaatkan fasilitas yang sudah dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo.
Fasilitas teknologi informasi itu akan menjadikan warga yang ada di Jalan Citarum
lebih aktif untuk belajar tentang teknologi informasi dan dapat mengembangkan
potensi-potensi yang ada didalamnya menjadi usaha-usaha dalam peningkatan
kesejahteraan bagi warga khususnya yang bertempat tinggal di Jalan Citarum”.
(Wawancara, tanggal 23 Maret 2017)
Sekretaris Kelurahan Curahgrinting bapak SR juga menyampaikan hal yang senada
terkait dengan keberadaan Citarum kampung cyber bahwa:
132
“Dengan berkembangnya penggunaan teknologi informasi dimasyarakat, akan
mendorong untuk menjadi masyarakat yang melek akan perkembangan teknologi.
Dengan teknologi informasi masyarakat akan menjadi lebih maju dan lebih kreatif.
Kampung cyber yang berlokasi di jalan Citarum Kelurahan Curahgrinting
merupakan inovasi dan upaya Pemerintah Kota Probolinggo dalam pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan di kelurahan”. (Wawancara, tanggal 23 Maret 2017).
Hal yang sama disampaikan oleh BL sebagai pengelola Citarum kampung cyber,
sebagai berikut:
“ Keberadaan kampung cyber ini sangat membantu masyarakat khususnya di
sepanjang Jalan Citarum Kelurahan Curahgrinting ini dalam mengakses informasi
dan membantu dalam mengembangkan potensi yang ada di masyarakat, termasuk
didalamnya pengembangan potensi produk UMKM”. (Wawancara, tanggal 24
Maret 2017).
C. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Komunikasi dan
Informatika
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi
organisasi yang mengandung makna :
1. Merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu sampai tahun terakhir renstra;
2. Menggambarkan arah strategis organisasi dan perbaikan-perbaikan yang
ingin diciptakan sesuai tugas pokok dan fungsi organisasi;
3. Meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan arah sasaran dan
strategi organisasi berupa kebijakan, program operasional dan kegiatan
pokok organisasi selama kurun waktu renstra.
Berdasarkan arahan arti dan makna penetapan tujuan organisasi tersebut
maka dalam kedudukannya sebagai Organisasi Perangkat Daerah, Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo dalam mewujudkan misinya
menetapkan tujuan dalam pengembangan E-Government sebagai berikut :
133
1. Mencetak aparatur pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi;
2. Meningkatkan pelayanan administrasi yang berbasis teknologi;
3. Meningkatkan peran media massa dalam penyebaran informasi;
4. Mewujudkan kelancaran informasi publik kepada masyarakat;
5. Menumbuhkembangkan kerja sama dan kemitraan strategis dengan
seluruh pemangku kepentingan di bidang Komunikasi, Pos dan
Telekomunikasi;
6. Mewujudkan infrastruktur sarana prasarana telematika secara merata dan
berkualitas.
Tujuan sebagaimana tersebut diatas sudah dilaksanakan oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika dalam rangka pelaksanaan Masterplan
E-Government. Komponen penting dalam pembangunan infrastruktur yang telah
dilaksanakan termasuk pembangunan infrastruktur di kelurahan adalah sebagai
berikut:
1. Jalur Fisik Informasi
Merupakan saluran komunikasi yang menghubungkan semua pengguna, baik
di satu lembaga maupun antar lembaga. Jalur fisik informasi selain
merupakan penghubung antar SKPD dapat juga dimanfaatkan untuk
menyalurkan data dan informasi yang terhubung dengan jaringan informasi
global (internet). Jalur fisik ini dapat berupa jaringan yang menggunakan
kabel ( kawat tembaga, kabel listrik dan serat optik), frekuensi radio (fixed
wireless, mobile wireless, broadband wireless) atau satelit (VSAT,
narrowband mobile). Pada umumnya, jalur fisik ini digunakan untuk
134
menghubungkan berbagai perangkat elektronik dan komputer, yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Jaringan lokal (Local Area Network - LAN)
Merupakan jaringan komputer yang saling terhubung dalam satu
gedung atau satu kompleks perkantoran yang berdekatan, yang
digunakan untuk komunikasi data dalam suatu area kerja tertentu.
Peralatan minimum yang dibutuhkan untuk membangun LAN adalah
server, workstation dan perangkat lunaknya serta hubungan dan jalur
komunikasi berupa kabel atau perangkat nirkabel. Jaringan lokal pada
umumnya digunakan untuk keperluan e-mail, mengakses basis data
serta pertukaran file, data dan informasi.
b. Jaringan metropolitan (Metropolitan Area Network-MAN)
Merupakan jaringan komputer dengan cakupan area lebih luas daripada
LAN. Pada umumnya MAN mencakup area satu kota yang dapat
berupa gabungan dari sejumlah LAN yang terpisah. MAN terhubung
dengan jalur transmisi yang dinamakan backbone.
c. Jaringan jarak jauh (Wide Area Network - WAN)
Merupakan jaringan yang terdiri dari sejumlah MAN yang mencakup
wilayah antar kota, antar propinsi, antar negara, dan bahkan antar benua
untuk melakukan komunikasi data jarak jauh. Persyaratan minimum
untuk membangun WAN adalah server, workstation, hub, router dan
jalur komunikasi berupa jaringan kabel atau perangkat nirkabel.
Jaringan jarak jauh ini bermanfaat untuk koordinasi, baik antar kantor
Pemerintah dengan kantor Badan/Dinas, maupun antar kantor
135
Badan/Dinas di bawah satu instansi. Aplikasi yang digunakan antara
lain e-mail, pertukaran file/data/informasi.
Pembangunan jaringan dan perangkat dalam rangka pelaksanaan tujuan
yang akan dicapai oleh Dinas Komunikasi dan Informatika terus mengalami
penguatan, hal ini merupakan kebutuhan setiap daerah dalam melaksanakan fungsi-
fungsi pelayanan yang mengedepankan prinsip akurat, kemudahan, terukur dan
akuntabel. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Kominfo bapak Z, sebagai
berikut:
“ Penguatan-penguatan dalam rangka pengembangan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo terus dilakukan. Hal ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah
Kota Probolinggo dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dengan
mengedepankan prinsip-prinsip akurat, kemudahan, terukur dan akuntabel.
Pengembangan teknologi informasi akan membawa perubahan kearah peningkatan
kualitas pelayanan publik yang dilakukan setiap SKPD yang mempunyai fungsi
pelayanan publik, termasuk di kelurahan yang menjadi ujung tombak pelayanan di
Kota Probolinggo”. Hal ini sebagai upaya yang dilakukan dalam implementasi
tujuan Dinas Komunikasi dan Informatika (Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).
Hal ini juga mendapat dukungan dari Kepala Bidang Pelayanan e-Government
ibu RW, yang menyatakan bahwa:
“ Sampai dengan Triwulan III Tahun 2016, Pemerintah Kota Probolinggo dalam
pengembangan E-Government melakukan beberapa penguatan, khususnya dalam
hal peningkatan kualitas jaringan dan perangkat TIK. Hal ini sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat”. Selain itu kondisi sekarang
ini merupakan sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan yang ada dalam Renstra
Dinas Komunikasi dan Informatika tahun 2015-2019”.( Wawancara, tanggal 27
Maret 2017).
Sasaran adalah merupakan penjabaran dari tujuan organisasi dan
menggambarkan hal-hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang
akan dilakukan secara operasional. Oleh karenanya rumusan sasaran yang
ditetapkan diharapkan dapat memberikan fokus pada penyusunan program
136
operasional dan kegiatan pokok organisasi yang bersifat spesifik, terinci, dapat
diukur dan dapat dicapai. Sasaran organisasi yang ditetapkan pada dasarnya
merupakan bagian dari proses perencanaan strategis dengan fokus utama berupa
tindakan pengalokasian sumber daya organisasi ke dalam strategi organisasi. Oleh
karenanya penetapan sasaran harus memenuhi kriteria specific, measurable,
agresive but attainable, result oriented dan time bond. Guna memenuhi kriteria
tersebut maka penetapan sasaran harus disertai dengan penetapan indikator sasaran,
yakni keterangan, gejala atau penanda yang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan upaya pencapaian sasaran atau dengan kata lain disebut
sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran. Berdasarkan makna
penetapan sasaran tersebut maka sampai dengan akhir tahun 2019, Dinas
komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo menetapkan sasaran dalam
Implementasi Masterplan E-Government dengan rincian sebagai berikut :
1. Untuk mewujudkan tujuan dari Misi 1 yaitu terwujudnya tertib
adminisrasi kepegawaian dan kearsipan serta peningkatan hubungan
interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi, maka ditetapkan
sasaran :
a. Tersedianya pengembangan kompetensi aparatur dalam pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi;
b. Tersedianya pelayanan yang cepat dan tepat bagi masyarakat;
c. Tersedianya sarana surat menyurat elektronik;
a. Tersedianya program-program yang selaras dengan pemanfaatan
teknologi informasi.
137
2. Untuk mewujudkan tujuan dari Misi 2 yaitu meningkatnya jumlah
penyebaran informasi publik ke masyarakat Kota Probolinggo, maka
ditetapkan sasaran :
a. Terwujudnya peran media massa dalam penyebaran informasi secara
objektif dan bertanggung jawab;
b. Terwujudnya peningkatan peran masyarakat dalam memperoleh dan
mengakses informasi;
c. Terlaksananya pelayanan informasi kepada masyarakat;
d. Terwujudnya sosialisasi kebijakan media luar ruang terhadap
informasi publik kepada masyarakat;
e. Tercapainya aspirasi masyarakat terhadap perumusan kebijakan
informasi publik;
f. Terlaksananya kerja sama dan kemitraan media;
g. Terlaksananya pelayanan informasi terpadu pada masyarakat.
Dari beberapa sasaran tersebut diatas, Dinas Komunikasi dan Informatika telah
melaksanakan perbaikan dalam pelayanan informasi kepada masyarakat, pelibatan
masyarakat terhadap perumusan kebijakan informasi publik dan terlaksananya
pelayanan informasi terpadu kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat
bertambahnya area hotspot di beberapa area publik seperti sepanjang Jalan Suroyo
Probolinggo, area Alun-alun Probolinggo, Didepan Makodim 0820 Probolinggo,
Banger Telecenter yang terletak di Kantor Kecamatan Wonoasih, hotspot di area
Kantor Walikota Probolinggo, Taman Manula dan hampir semua Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan (RTH-KP) sudah terpasang hotspot yang memungkinkan
warga untuk dapat mengaksesnya. Hal ini sejalan dengan tujuan dari Masterplan
E-Government yaitu tercapainya integrasi dan sinkronisasi pelaksanaan
138
E-Government. Selain itu dalam rangka pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan
Masterplan E-Government adalah dilaksanakannya rapat koordinasi antara Dinas
Komunikasi dan Informatika dengan dinas yang melaksanakan fungsi pelayanan
dengan berbasis pada teknologi informasi dan Forum Group Discussion (FGD)
dengan stakeholder yang peduli pada pelaksanaan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo.
Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Komunikasi dan Informatika Dalam RPJMD Tahun 2015-2019
Visi : Terwujudnya Komunikasi Dan Informasi Yang Handal Berbasis
Teknologi Informasi Menuju Probolinggo Kota Jasa Yang Berwawasan
Lingkungan
Misi Tujuan Sasaran
Misi I : Terwujudnya tertib administrasi kepegawaian dan
kearsipanserta peningkatan hubungan interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi
Misi II : Meningkatnya jumlah penyebaran informasi publik ke
masyarakat Kota Probolinggo
a. Mencetak aparatur Pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan teknologi dan informasi
b. Meningkatkan pelayanan administratif yang berbasis teknologi
c. Meningkatkan hubungan kedinasan melalui sarana surat menyurat elektronik
d. Mewujudkan program- program tepat guna dan
berkelanjutan a. Meningkatkan
peran media massa dalam penyebaran informasi
a. Tersedianya pengembangan kompetensi aparatur dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
b. Tersedianya pelayanan yang cepat dan tepat bagi masyarakat
c. Tersedianya sarana surat menyurat elektronik
d. Tersedianya program-program yang selaras dengan pemanfaatan teknologi informasi
a. Terwujudnya peran
media massa dalam penyebaran informasi secara objektif dan bertanggung jawab
b. Meningkatkan peran masyarakat dalam memperoleh informasi
c. Mewujudkan kelancaran informasi publik kepada masyarakat
b. Terwujudnya peninkatan dan
peran masyarakat dalam memperoleh dan
mengakses informasi c. Terlaksananya
pelayanan informasi kepada
masyarakat
139
Tabel 5.1 Lanjutan
Misi Tujuan Sasaran
d. Meningkatkan kerja
sama kemitraan dengan
media massa
d. Terwujudnya sosialisasi
kebijakan media luar
ruang terhadap
informasi publik kepada
masyarakat
e. Tercapainya aspirasi masyarakat terhadap
perumusan kebijakan
informasi publik
f. Terlaksananya
pelayanan informasi
terpadu pada
masyarakat
Sumber : Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
Tahun 2015-2019
2. Tugas pokok dan fungsi dalam mendukung implementasi Masterplan
E-Government
Dalam melaksanakan Masterplan E-Government, kewenangan yang harus
diberikan kepada pelaksana tidak cukup dalam konteks yang kecil dan sempit,
tetapi diperlukan kelembagaan yang khusus menangani masalah pengembangan
E-Government sehingga dalam pelaksanaannya lebih maksimal. Sebelum tahun
2012 urusan pengembangan E-Government di Kota Probolinggo masih melekat di
salah satu Bidang pada BAPPEDA. Namun demikian dengan berlakunya Peraturan
Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Kota Probolinggo, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota
Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah
Kota Probolinggo, urusan pengembangan E-Government dilaksanakan oleh
lembaga yang khusus menangani bidang komunikasi dan informatika yaitu Dinas
140
Komunikasi dan Informatika. Dengan adanya kelembagaan ini diharapkan program
dan kegiatan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang lebih besar, sehingga
inovasi dan perubahan yang diharapkan lebih cepat terealisasi. Menurut informasi
yang diberikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government
bapak AP , bahwa:
“ Kelembagaan Dinas Komunikasi dan Informatika mulai ada tahun 2012, hal ini
setelah diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012
dan Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012. Setelah adanya dinas
yang khusus menangani komunikasi dan informatika, maka pelaksanaan
Masterplan E-Government di Kota Probolinggo mulai tahun 2012 mengalami
peningkatan. Hal ini dapat direalisasikan karena pagu anggaran untuk
pelaksanaannya lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya”.
(Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).
Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH,
yang menyatakan bahwa:
“ Sebelumnya terkait pengembangan jaringan dan pengadaan perangkat keras serta
lunak dalam implementasi Masterplan E-Government dilaksanakan oleh
BAPPEDA, namun sejak tahun 2012 pelaksanaan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo dilaksanakan oleh dinas yang khusus menangani komunikasi dan
informatika yaitu Dinas Komunikasi dan Informatika. Dinas Komunikasi tidak
hanya melaksanakan Masterplan E-Government pada Oragnisasi Perangkat Daerah
tetapi termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government di kelurahan se
Kota Probolinggo ”. ( Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).
Tugas pokok dan fungsi dinas merupakan panduan dan arahan dalam
melaksanakan urusan dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Tugas pokok dan fungsi dinas juga merupakan kewajiban yang
harus dilaksankana SKPD dalam menyelesaikan program dan kegiatan yang telah
dtetapkan berdasarkan visi dan misi. Tugas pokok dan fungsi salah satu bidang
dalam Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pelaksanaan Masterplan
141
E-Government menurut Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012,
dalam pelaksanaan Masterplan E-Government adalah sebagai berikut:
1. Bidang Telematika
Bidang Telematika mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas di
bidang Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi
Telematika.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Bidang Telematika
mempunyai fungsi :
a. perumusan rencana kerja di bidang Kajian, Pengembangan dan
Pengendalian Telematika serta Aplikasi Telematika;
b. perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan di bidang Kajian,
Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi
Telematika;
c. pelaksanaan koordinasi, fasilitasi dan pembinaan tugas di bidang
Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi
Telematika;
d. pelaksanaan pengawasan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan tugas
di bidang Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta
Aplikasi Telematika; dan
e. pelaksanaan tugas dinas lainnya yang diberikan oleh Kepala Dinas
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika
142
Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika mempunyai
tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Telematika di bidang Kajian,
Pengembangan dan Pengendalian Telematika.
Dalam melakukan tugas sebagaimana tersebut diatas, Seksi Kajian,
Pengembangan dan Pengendalian Telematika, mempunyai fungsi :
a. penghimpunan dan penelaahan peraturan perundang-undangan,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan pedoman/ketentuan lain
berkaitan dengan bidang kajian, pengembangan dan pengendalian
telematika;
b. penyusunan rencana program dan kegiatan serta pelaksanaan pada
Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika;
c. pembagian tugas, pemberian petunjuk serta pengevaluasian hasil kerja
bawahan dalam pelaksanaan tugas;
d. pelaksanaan pengembangan teknologi informasi dan e-Government;
e. pelaksanaan penelitian dan pengembangan sistem program sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peralatan
komputer;
f. penyusunan standardisasi dan pengendalian pengadaan perangkat lunak
dan perangkat keras;
g. pelaksanaan analisa teknis pemanfaatan sistem informasi telematika;
h. pelaksanaan kerja sama program e-goverment antar lembaga
pemerintah dan/atau lembaga swasta;
i. penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana telematika dalam
mendukung implementasi e-government;
143
j. pemberian bimbingan dan pengendalian sistem informasi dan
telematika kepada perangkat daerah;
k. penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan serta realisasi
anggaran Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika;
l. pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang
Telematika sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3. Seksi Aplikasi Telematika
Seksi Aplikasi Telematika mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Bidang Telematika di bidang Aplikasi Telematika.
Dalam melakukan tugas sebagaimana tersebut diatas, Seksi Aplikasi
Telematika mempunyai fungsi :
a. penghimpunan dan penelaahan peraturan perundang-undangan,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan pedoman/ketentuan lain
berkaitan dengan bidang aplikasi telematika;
b. penyusunan rencana program dan kegiatan serta pelaksanaan pada
Seksi Aplikasi Telematika;
c. pembagian tugas, pemberian petunjuk serta pengevaluasian hasil kerja
bawahan dalam pelaksanaan tugas;
d. pengoordinasian pengolahan data secara elektronik;
e. pelaksanaan pengelolaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
Pemerintah Kota;
f. pengembangan sistem informasi yang efektif dan representatif;
g. penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan serta realisasi
anggaran Seksi Aplikasi Telematika;
144
h. pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang
Telematika sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Tugas pokok dan fungsi Bidang Telematika dan dua Seksi didalamnya
dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, dimulai sejak disahkannya
Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 dan Peraturan Walikota
Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012. Hal ini sesuai dengan Rencana Kerja (Renja)
dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disusun dan ditindaklanjuti dengan
penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) mulai tahun 2013 sampai dengan
tahun 2016. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bidang Layanan
E-Government ibu RW, bahwa:
“ Dengan tupoksi yang ada, Dinas Komunikasi dan Informatika menyusun
dokumen perencanaan anggaran sebagai implementasi dari tugas pokok dan fungsi
yang telah ditetapkan. Dengan tugas pokok dan fungsi yang melekat pada Bidang
Telematika memberikan kewenangan untuk melaksanakan pengembangan
teknologi Informasi melalui Masterplan E-Government yang telah ada. Pada tahun
2013 Dinas Komunikasi dan Informatika sudah melaksanakan program dan
kegiatan sesuai dengan RKA-SKPD yang disusun, termasuk didalamnya
pengembangan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo”. (Wawancara,
30 Maret 2017).
Dari pernyataan Kepala Bidang Layanan E-Government diatas, juga didukung oleh
pernyataan Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH, bahwa:
“ Tupoksi yang melekat pada Dinas Komunikasi dan Informatika memberikan
konsekuensi yaitu kewajiban untuk dapat menyusun perencanaan program dan
kegiatan serta perencanaan keuangan yang berbasis kinerja termasuk
pengembangan E-Government di Kota Probolinggo termasuk pengembangan
masterplan di kelurahan. Pelaksanaan program dan kegiatan sebagai implementasi
kebijakan yang telah ditetapkan sesuai dengan target dan tujuan yang akan dicapai”.
(Wawancara, tanggal 31 Maret 2017).
145
Gambar 5.7 : Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi
dan Informatika melalui rapat dengan kelurahan dalam
rangka menyusun agenda kegiatan dalam pelaksanaan
SIAKEL
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika
3. Kerjasama dengan pihak swasta dalam mendukung implementasi
Masterplan E-Government.
Dalam pengembangan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
tidak bisa hanya bergantung pada APBD yang ada, butuh inovasi yang harus
dilakukan agar ada percepatan dalam pelaksanaannya. Salah satu upaya yang
dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika adalah melakukan kerjasama dengan
pihak swasta yang bergerak dalam bidang komunikasi. Sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009
tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah, kerjasama daerah adalah
146
seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan
dapat berupa penyediaan pelayanan publik. Dalam peraturan diatas dimungkinkan
untuk melaksanakan kerjasama dengan ketiga aatau swasta dalam rangka untuk
peyediaan sarana dan prasarana pelayanan publik, termasuk didalamnya adalah
kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan pengembangan teknologi
informatika. Kerjasama yang dilakukan harus berpedoman pada prinsip-prinsip
kerjasama yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri
dalam Negeri diatas yaitu: efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan,
kesepakatan bersama, beritikad baik, mengutamakan kepentingan nasioanal,
persamaan kedudukan, transparansi, berkeadilan dan kepastian hukum. Setelah
diterbitkannya Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2010, Pemerintah Kota
Probolinggo melalui Dinas Komunikasi dan Informatika dalam memenuhi
kebutuhan akan jaringan dan media internet, telah melakukan kerjasama
penyediaan dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kerjasama yang dijalin
masih sebatas antara konsumen dan penyedia layanan. Kerjasama ini hanya sebatas
penyediaan kapasitas jaringan yang dipakai dalam penggunaan teknologi informasi
oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemerintah Kota
Probolinggo. Terkait dengan jaringan komunikasi adalah sebagaimana tabel
spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 5.2 : Penyediaan Jaringan Komunikasi Kerjasama Dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
No. No. AO/No. ID
Indihome
Nama Layanan Bandwidth
1. 8001384770 AstiNet 1 Mbps 2. 03354494335/
152505304341 Indihome Up to 50 Mbps
3. 03354495463/ 152505304343
Indihome Up to 100 Mbps
147
Tabel 5.2 Lanjutan
No. No. AO/No. ID
Indihome
Nama Layanan Bandwidth
4. 0335495089/
152505304344
Indihome Up to 100 Mbps
5. 03354493796/
152505304345
Indihome Up to 100 Mbps
6. 03354495819/
152505304346
Indihome Up to 50 Mbps
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
Kerjasama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. sudah berlangsung
beberapa tahun, sampai dengan tahun 2016 Pemerintah Kota Probolinggo menjalin
kerjasama strategis dengan PT. INDOSAT Tbk terkait dengan pengembangan
E-Government di Kota Probolinggo. Kerjasama ini juga dimaksudkan untuk
menunjang percepatan pelaksanaan dan pengembangan teknologi informasi di Kota
Probolinggo termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government.
Kerjasama ini Kerjasama tersebut tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara
Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk Nomor:
134.4/36/KS/423.011/2016 dan Nomor: 558/HOC-HOCE/LGL/2016 tentang
Penyelenggaraan dan Pengembangan E-Government di Kota Probolinggo Jawa
Timur tanggal 29-9-2016. Tujuan dari kesepakatan bersama tersebut adalah kedua
belah pihak mempunyai kemampuan dan fungsi yang dapat ditingkatkan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan potensi serta meningkatkan kapasitas kinerja
aparatur pemerintah dan lembaga-lembaga daerah melalui pemanfaatan layanan
dan jaringan teknologi komunikasi dan informatika untuk mendukung pelaksanaan
pembangunan daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo. Sedangkan
tujuan yang ingin dicapai adalah menjalin kerjasama, komunikasi dan kemitraan
strategis dalam pelaksanaan penyelenggaraan dan pengembangan E-Government di
148
bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik di Kota Probolinggo,
mendayagunakan dan memberdayakan potensi serta peranan antara Pemerintah
Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk secara sinergi dan saling
mendukung.
Dengan kerjasama yang telah dibangun antara Pemerintah Kota
Probolinggo dan PT. INDOSAT Tbk diharapkan adanya penguatan dan percepatan
dalam implementasi kebijakan khususnya dalam pelaksanaan Masterplan
E-Government. Dengan kerjasama yang saling menguntungkan ini, diharapkan
dapat meningkatkan mutu pelayanan publikyang dilaksanakan semua tingkatan,
tidak hanya pada Organisasi Perangkat Daerah, tetapi juga yang dilaksanakan di
kelurahan. Menurut Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi MH terkait dengan
kerjasama ini, sebagai berikut:
“ Dengan ditandatangani kesepakatan bersama ini diharapkan akan menjadi awal yang baik bagi pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo. Sinergi antara kedua belah pihak akan membawa perbaikan dan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat, didalamnya juga adanya peningkatan kualitas pelayanan di kelurahan. Dengan berlakunya kesepakatan bersama akan membawa penguatan dalam penggunaan teknologi informasi guna menciptakan kualitas pelayanan yang lebih baik”. (Wawancara, tanggal 3 April 2017).
Demikian juga yang disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem
E-Government bapak AP terkait dengan kerjasama yang dijalin dengan pihak
swasta dalam pelaksanaan Masterplan E-Government bahwa:
“ Kerjasama yang dijalin antara Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk merupakan kerjasama strategis dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kerjasama tersebut diharapkan adanya percepatan pengembangan teknologi informasi dalam konteks Masterplan E-Government yang sudah ada, sehingga akan membawa peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan menuju Kota Probolinggo menjadi Kota Cerdas (smart city) dalam penggunaan teknologi informasi”. (Wawancara, tanggal 3 April 2017).
149
Adapun obyek dari kerjasama yang dibangun adalah penyelenggaraan,
pengembangan dan penglolaaan layanan jaringan teknologi komunikasi dan
Informatika dalam mendukung Program Probolinggo Kota Cerdas ( Smart City)
untuk mewujudkan masyarakat dan aparatur Pemerintah Kota Probolinggo yang
cerdas, praktis dan efisien di berbagai bidang secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Sedangkan ruang lingkup kerjasama ini adalah meliputi:
a. Penyediaan jaringan telekomunikasi dan mendukung implementasi Program
Probolinggo Smart City;
b. Implementasi Program Teknologi Informasi dan Komunikasi;
c. Pengembangan E-Government;
d. Peningkatan sumber daya manusia bidang teknologi informasi dan
komunikasi;
e. Asistensi dan/atau sosialisasi pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
5.1.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government
Dalam pelaksanaan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo harus
didukung oleh sikap dan kemauan dari para implementator. Kondisi dalam internal
Dinas Komunikasi dan Informatika harus dipersiapkan dan dikondisikan dalam
situasi kerja yang nyaman dan ritme pekerjaan dapat dinikmati oleh para personil.
Dari kondisi yang seperti ini akan timbul motivasi untuk bekerja lebih baik dan
dapat menciptakan inovasi-inovasi dalam pelaksanaan Masterplan E-Government.
Kondisi yang kondusif akan menjadi penguatan sikap para personil pada Dinas
Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan
dengan implementasi Masterplan E-Government. pelaksana kegiatan didasari oleh
150
sikap yang positif terhadap kebijakan maka besar kemungkinan mereka akan dapat
melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan. Kondisi yang
demikian dapat didapat melalui pertemuan rutin atau rapat staf membahas evaluasi
pelaksanaan tugas yang dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatika, diskusi-
diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Kemauan para
personil dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan implementasi
Masterplan E-Government harus dipertahankan agar tidak gampang berubah
menjadi sikap yang negatif. Sehubungan dengan sikap personil dalam
melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan implementasi Masterplan
E-Government, disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem
E-Government bapak AP bahwa:
“ Sikap para personil yang di Dinas Komunikasi dan Informatika sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dilaksanakan. Semangat, motivasi dan kemauan dalam melaksanakan tugas harus tetap dijaga agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan baik, benar dan terukur sesuai waktu yang ditetapkan. Kondisi yang demikian dapat diperoleh melalui pertemuan rutin dalam evaluasi kegiatan. Dalam memon tersebut para personil terutama staf diberikan kesempatan untuk menyampaikan keluhan-keluhan dan hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas. Momen ini menjadi semacam sebuah jalinan persaudaraan diantara teman-teman yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika. Dengan momen tersebut para personil yang ada merasa diperhatikan. Tidak hanya diberikan target tetapi juga diberikan solusi-solusi manakala menemui masalah atau hambatan dalam melaksanakan tugas”. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).
Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH juga menyampaikan pernyataan
yang sama terkait dengan motivasi dan semangat kerja personil pada Dinas
Komunikasi dan Informatika sebagai berikut:
“ Kami di Dinas Komunikasi dan Informatika terbiasa dengan ritme kerja yang ada. Setiap pemasalahan akan dibahas dalam rapat staf yang diadakan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika setiap sebulan sekali. Dalam kesempatan tersebut setiap Kepala Bidang diwajibkan membuat catatan terkait dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga rapat tersebut bisa efektif menghasilkan masukan-masukan untuk menyelesaikan pemasalahan yang dihadapi. Kegiatan rapat staf juga dimaksudkan untuk menguatkan jalinan persaudaraan diantara para personil yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika, sehingga akan muncul sikap komitmen,
151
semangat dalam bekerja dan terjalin rasa persaudaraan yang kuat diantara para personil. Diskusi-diskusi dalam kelompok merupakan kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan para personil manakala ada pemasalahan yang dihadapi. Sehingga manakala ada permasalahan dalam melaksanakan tugas dapat segera ditangani”. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017)
Gambar 5.8 : Diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok pada Dinas Komunikasi dan Informatika
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Gambar 5.9 : Motivasi kerja dari pegawai Dinas Komunikasi dan
Informatika Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
152
5.1.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan
Masterplan E-Government
Struktur organisasi akan menjadi faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Struktur organisasi yang fokus untuk menjalankan sebuah kebijakan
akan sangat menentukan dalam keberhasilan dalam pelaksanaannya. Sebuah
struktur organisasi yang dibuat dengan mempertimbangkan pelaksanaan sebuah
kebijakan akan mempermudah dalam pelaksanaannya karena sudah ada pembagian
yang jelas terkait dengan tugas dan fungsi yang dijalankan. Struktur organisasi juga
akan berpengaruh terhadap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Program
dan kegiatan merupakan pelaksanaan teknis sebuah kebijakan. Implementasi
Masterplan E-Government yang dilaksanakan tergantung pada program dan
kegiatan yang dilaksanakan. Program dan kegiatan merupakan penjabaran dari
Rencana Strategis, Visi dan Misi dengan didasari oleh tugas pokok dan fungsi
OPD. Program dan kegiatan yang disusun sebagai pelaksanaan dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra. Dalam rangka
pengembangan E-Government di Kota Probolinggo, Dinas Komunikasi dan
Informatika telah menyusun program dan kegiatan sesuai dengan Renstra yang
telah disusun. Dalam penyusunan program dan kegiatan yang dilaksanakan
termasuk didalamnya penyusunan anggaran dengan berbasis pada kinerja,
diharapkan dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dapat
mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan,
termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government. Dalam penelitian ini
peneliti mendapatkan data bahwa Dinas Komunikasi dan Informatika telah
melaksanakan Masterplan E-Government melalui pelaksanaan Program
153
Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa mulai tahun 2013 sampai
dengan tahun 2016, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5.3 Program dan Kegiatan Dinas Komunikasi dan Informatika YangTerkait Dengan Implementasi Masterplan
E-Government di Kota Probolinggo
No. Tahun
Anggaran Program Kegiatan
Pagu
Anggaran
(Rp.) 1. 2013 Pengembangan
Komunikasi, Informasi
dan Media Massa
Optimalisasi Pemanfaatan
Teknologi Informasi
Berbasis Masyarakat
99.700.000
Operasional Jaringan
WAN dan LAN
159.500.000
Operasional Website 72.095.000
2. 2014 Pengembangan
Komunikasi, Informasi
dan Media Massa
Optimalisasi Pemanfaatan
Teknologi Informasi
Berbasis Masyarakat
123.901.000
Operasional Jaringan
WAN dan LAN
154.900.000
Operasional Website 108.200.000
Monitoring dan Evaluasi
Infrastruktur Telematika
38.975.000
Pembinaan dan
pengembangan
E-Government
98.830.000
Peningkatan
E-Government Kelurahan
99.372.000
Pembinaan dan pengembangan E-Government
518.409.400
Peningkatan Infrastruktur Teknologi Informasi
Komunikasi
553.388.750
3. 2015 Pengembangan
Komunikasi, Informasi
dan Media Massa
Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Masyarakat
82.850.000
Operasional Jaringan WAN dan LAN
202.100.000
Operasional Website 34.250.000
Monitoring dan Evaluasi Infrastruktur Telematika
84.850.000
Penyediaan Sistem Keamanan Data dan
Informasi
39.300.000
Pembinaan dan pengembangan E-Government
122.651.500
4. 2016 Pengembangan
Komunikasi, Informasi
dan Media Massa
Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Masyarakat
109.522.500
Operasional Jaringan
WAN dan LAN
1.941.441.050
154
Tabel 5.3 Lanjutan
No. Tahun
Anggaran Program Kegiatan
Pagu
Anggaran
(Rp.) Operasional Website 29.995.000
Monitoring dan Evaluasi
Infrastruktur Telematika
123.750.000
Penyediaan Sistem
Keamanan Data dan
Informasi
421.950.000
Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo
Pelaksanaan program dan kegiatan diatas sebagai bentuk dukungan dan
komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam menindaklanjuti dari Masterplan
E-Government yang telah dibuat. Sebagaimana disampaikan Kepala Bidang
Layanan e-Government ibu RW sehubungan dengan program dan kegiatan dalam
implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut:
“Program dan kegiatan yang dilaksanakan khususnya program Pengembangan
Komunikasi, Informasi dan Media Massa dan kegiatan yang ada didalamnya
merupakan komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam menindaklanjuti
Masterplan E-Government yang telah dibuat. Program dan kegiatan yang dilakukan
dalam implementasi Masterplan E-Government dimulai setelah dibentuknya Dinas
Komunikasi dan Informatika yaitu tahun 2013. Pemerintah Kota Probolinggo
memberikan perhatian khusus kepada pengembangan E-Government yaitu melalui
alokasi anggaran yang meningkat setiap tahunnya”.(Wawancara, tanggal
3 April 2017).
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan
Ekosistem e-Government bapak AP terkait dengan program dan kegiatan dalam
implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut:
“ Sebagaimana tujuan dari Masterplan E-Government yang ada, bentuk komitmen
dan konsistensi Pemerintah Kota Probolinggo adalah program dan kegiatan yang
ada. Alokasi anggaran yang diberikan kepada masing-masing kegiatan dalam
kaitannya pelaksanaan Masterplan setiap tahunnya meningkat”. (Wawancara,
tanggal 3 April 2017).
155
Gambar 5.10 Perbaikan menara Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Gambar 5.11 Perbaikan jaringan
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan informatika
156
Gambar 5.12 Perbaikan jaringan
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan informatika
5.1.2 Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Implementasi
Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di Kota
Probolinggo
5.1.2.1 Faktor Pendukung Implementasi Masterplan E-Government pada
kelurahan di Kota Probolinggo
Dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, perlu organisasi yang
secara khusus dan spesifik melaksanakan fungsinya dalam bidang tersebut. Dengan
adanya organisasi yang secara khusus yang melaksanakan suatu urusan, akan
mempermudah pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka implementasi
kebijakan yang telah ditetapkan. Demikian juga dengan implementasi kebijakan
Masterplan E-Government di kelurahan. Dengan di bentuknya organisasi yang
khusus menangani pelaksanaan pengembangan teknologi informatika, tujuan yang
157
akan dicapai adalah adanya percepatan pelaksanaan kebijakan-kebijakan
Pemerintah Kota Probolinggo dalam bidang pengembangan teknologi informasi.
Kesungguhan dan komitmen Pemerintah Kota Probolinggo diwujudkan dalam
pembentukan organisasi perangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi dalam
pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo yaitu Dinas Komunikasi
dan Informatika, termasuk pengembangan sistem informasi dalam pelayanan di
kelurahan. Saat ini pengembangan sistem informasi di kelurahan tidak hanya
sebatas dalam pelayanan informasi, tetapi juga dalam proses perencanaan
pembangunan yang dimulai di kelurahan. Sistem tersebut mengintegrasikan mulai
sistem perencanaan, penganggaran dan Pengelolaan keuangan daerah yang disebut
dengan SIMRAL (Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran, dan Pengelolaan
Keuangan Daerah Terpadu).
Dalam pelaksanaan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi,
Kelurahan Kedungasem termasuk kelurahan yang juga memanfaatkan sistem
tersebut, baik dalam pelayanan administrasi maupun dalam proses perencanaan
pembangunan. Pelayanan yang dilakukan sudah terintegrasi dengan server yang
ada di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo. Sebagaimana
disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH sebagai berikut:
“ Dinas Komunikasi dan Informatika yang dibentuk mulai tahun 2012, mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dulu urusan pengembangan TIK hanya ditangani dan masuk dalam tupoksi salah satu seksi di BAPPEDA Kota Probolinggo, pada tahun 2012 dibentuk Dinas Komunikasi dan Informatika yang khusus melaksanakan fungsi sebagai leading sector dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Kota Probolinggo. Dalam perkembangannya tahun 2016 dilakukan perubahan organisasi perangkat daerah yang juga dilakukan perubahan tugas pokok dan fungsi pada Dinas Komunikasi dan Informatika, khusus untuk pengembangan E-Government agar lebih inovatif dan adanya percepatan dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government, dibentuk satu bidang yang khusus menangani yaitu Bidang Layanan E-Government. Dengan adanya Dinas Komunikasi dan
158
Informatika pengembangan teknologi informasi sudah dapat menjangkau kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Probolinggo”. (Wawancara, tanggal 5 April 2017).
Pernyataan ini juga didukung oleh Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN yang
menyampaikan sebagai berikut:
“ Dengan keberadaan Dinas Komunikasi dan Informatika pada tahun 2012,
pengembangan E-Government di Kota Probolinggo mengalami percepatan.
Beberapa inovasi yang sudah dilaksanakan adalah adanya sistem informasi dalam
pelayanan administrasi di kelurahan (SIAKEL) ataupun sistem dalam perencanaan
dan pengelolaan keuangan daerah (SIMRAL)”. (Wawancara, tanggal 6 April 2017).
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Lurah Kedungasem bapak CH terkait
dengan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam implementasi Masterplan
E-Government dalam pelayanan administrasi, proses perencanaan dan
pengembangan potensi yang ada di kelurahan sebagai berikut:
“ Beberapa perubahan telah dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika
dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, khususnya dalam pelayanan di
Kelurahan Kedungasem. Pelayanan di Kelurahan Kedungasem sebelum adanya
SIAKEL, semua pelayanan administrasi dilakukan secara manual, sejak
diberlakukannya SIAKEL pelayanan di Kelurahan Kedungasem menggunakan
sistem informasi, sehingga pelayanan yang dulunya memerlukan waktu 15 menit
untuk mengerjakan permohonan surat pengantar dan surat keterangan, dengan
SIAKEL hanya butuh 7 menit untuk mengerjakannya. Selain itu di Kelurahan
Kedungasem sudah mempunyai website sendiri dalam rangka dokumentasi
kegiatan dan promosi potensi yang ada di kelurahan Kedungasem, seperti promosi
pengembangan UMKM. Yang terbaru juga dikembangkan sistem perencanaan
pembangunan di kelurahan melalui SIMRAL”. (Wawancara, tanggal 6 April 2017).
159
Gambar 5.13 : Launching SIAKEL (Sistem Informasi Administrasi
Kelurahan) oleh Walikota Probolinggo, merupakan
inovasi daerah yang dilakukan Dinas Komunikasi
dan Informatika Kota Probolinggo
Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Pelaksanaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan diperlukan
komitmen dan kesungguhan agar inovasi yang telah dibuat dapat berlangsung terus
menerus sesuai kebutuhan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika agar sistem informasi dapat berlangsung sesuai tujuan
dan harapan serta terus menerus adalah adalah dilakukan perbaikan secara periodik
terhadap sarana dan prasarana yang digunakan dan monitoring terhadap
penggunaan sistem informasi yang ada di kelurahan khususnya Kelurahan
Kedungasem, sehingga sistem informasi yang ada dapat berjalan dengan efektif,
berdaya guna, berhasil guna dan dapat meningkatkan mutu pelayanan di Kelurahan
Kedungasem.
160
Gambar 5.14 : Rapat koordinasi penguatan pelaksanaan Masterplan E-Government yang Dinas terkait bertempat di Ruang Pertemuan Dinas Komunikasi dan Informatika Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika
5.1.2.2 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Masterplan
E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo
Faktor-faktor penghambat dalam implemetasi kebijakan Masterplan
E-Government di Kota Probolinggo adalah sebagai berikut:
1. Sarana Dan Prasarana Yang Kurang Memadai
Perkembangan teknologi informasi saat ini harus dapat mendukung
pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sebagai wujud dari prinsip-
prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (Good Governence). Dalam
pemerintahan yang baik (Good Governance) dituntut adanya sinergi antara
Pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan pemerintahan. Kemudahan
dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pelayanan harus menjadi semangat inovasi,
161
termasuk juga pengembangan teknologi informasi dalam mendukung pelayanan
kepada masyarakat. Pengembangan teknologi informasi dalam konteks inovasi
yang dilaksanakan di daerah harus dapat dilaksanakan dan dijangkau oleh semua
Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pengembangannya harus dapat menjangkau
sampai kepada unit organisasi yang langsung berinteraksi dengan masyarakat. Hal
ini penting karena pelayanan awal ini akan menjadi respon masyarakat masyarakat,
manakala dalam prosesnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kelurahan
merupakan unit organisasi yang terkecil dalam sistem pemerintahan di Kota
Probolinggo yang langsung berinteraksi dengan masyarakat. Kelurahan
mempunyai posisi yang strategis karena pelayanan pertama ada di kelurahan. Di
Kota Probolinggo kelurahan dalam sistem pemerintahan adalah perangkat
kecamatan, artinya bahwa kelurahan adalah bagian dari kecamatan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan posisi yang langsung berinteraksi
dengan masyarakat, kelurahan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang
cepat, terukur dan akuntabel. Pelayanan ini tidak hanya memberikan pelayanan
administrasi, tetapi harus dapat menjadi pusat data bagi Pemerintah Kota
Probolinggo dalam menyusun perencanaan pembangunan.
Gambar 5.15 : Kantor Kelurahan Kedungasem Kec. Wonoasih
Sumber : Dokumentasi Peneliti
162
Gambar 5.16 : Menu aplikasi SIAKEL
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.17 : Menu aplikasi SIAKEL
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Pelaksanaan Masterplan E-Government dalam bentuk inovasi pelayanan
di kelurahan yang dilaksanakan harus juga dapat memperbaiki pelayanan yang telah
dilaksanakan selama ini. Sejak diterbitkannya Peraturan Walikota Probolinggo
163
Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government Tahun 2010-2029,
pengembangan teknologi informatika dalam pelayanan di kelurahan terus
dilakukan. Pembangunan jaringan internet mulai dilaksanakan mulai tahun 2011
terhadap 29 kelurahan yang ada di Kota Probolinggo, termasuk juga Kelurahan
Kedungasem Kecamatan Wonoasih sebagai lokasi dalam penelitian ini.
Pembangunan jaringan ini penting karena karateristik jangkauan sinyal yang dapat
diakses tiap kelurahan tidak sama. Akses jaringan yang kurang terkoneksi dengan
baik akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pelayanan yang ada di kelurahan.
Selain pembangunan jaringan yang ada di kelurahan, yang perlu dilaksanakan
adalah pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan dalam
proses pelayanan.
Perkembangan pelaksanaan pelayanan di kelurahan dengan berbasis pada
pemanfaatan teknologi informatika terus berkembang, selain itu masyarakat juga
menuntut perbaikan kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh kelurahan. Sampai
dengan tahun 2011 perkembangan E-Government di Kota Probolinggo khususnya
di kelurahan masih sebatas pembangunan jaringan dan penguatan jaringan internet.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem
E-Governmnt AP, bahwa:
“ Perkembangan teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan sampai dengan tahun 2011 hanya sebatas pada pembangunan jaringan internet, belum sampai pada penggunaan aplikasi dalam proses pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sistem yang ada belum terintegrasi dalam format pelayanan yang ada. Integrasi format pelayanan diperlukan agar ada kesamaan format tiap kelurahan”. ( Wawancara, tanggal 3 April 2017).
Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH
terkait perkembangan teknologi informatika dalam pelayanan di kelurahan, sebagai
berikut:
164
“ Sampai dengan tahun 2011, di kelurahan sudah terkoneksi dengan jaringan
internet. Namun demikian untuk sistem pelayanan yang terintegrasi dalam sebuah
aplikasi dan terhubung dengan server (online) yang ada di Kominfo belum dapat
dilaksanakan. Faktor jaringan dan perangkat yang ada belum memungkinkan untuk
dapat dilaksanakan”. ( Wawancara, 3 April 2017).
Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan terus
mendapatkan prioritas dan perbaikan dari Pemerintah Kota Probolinggo melalui
Dinas Komunikasi dan Informatika. Hal ini juga dialami oleh Kelurahan
Keduangasem Kecamatan Wonoasih. Letak Kelurahan Kedungasem Kecamatan
Wonoasih yang terletak di wilayah selatan Kota Probolinggo, karateristik wilayah
dengan akses jaringan yang selama ini agak lemah. Pengembangan jaringan dan
perangkat yang mendukung pelaksanaan pelayanan dengan berbasis pada
penggunaan teknologi informasi. Penguatan jaringan terus dilakukan dalam rangka
akses yang lebih baik. Sampai dengan tahun 2013 tipologi jaringan di kelurahan
yang digunakan terus ditingkatkan, salah satunya adalah peningkatan kualitas
jaringan menjadi sebagai berikut:
1. Wireless/Radio pada spektrum 5 GHz unlicensed :
a. 500 Mbps Backhaul throughput
b. 50 Mbps CPE & Bridge throughput
2. Model Akses :
a. Backhaul : sebagai backbone untuk menjembatani koneksi antar Base
station.
b. Base Station : sebagai relay point yang menghubungkan antar
perangkat pelanggan/CPE (Customer Premises Equipment)
165
c. CPE : sebagai end point jaringan dimana perangkat ini digunakan
sebagai gerbang/gateway disisi pelanggan untuk mendapatkan koneksi
ke jaringan utama
3. Wired/Kabel dengan teknologi Cat 6 & Singlemode :
a. Fiber optic 1310nm Singlemode, 1000BaseF.
b. Rata-rata 1 Gbps backbone & bridge throughput
Namun demikian perkembangan E-Government dalam pelaksanaan
pelayanan di Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih masih belum sesuai
dengan harapan. Dengan jaringan yang sudah dibangun oleh Dinas Komunikasi dan
Informatika dalam pelaksanaan sistem informasi di kelurahan, masih adanya
kelemahan. Salah satu yang sudah dijelaskan, bahwa tipologi wilayah Kelurahan
Kedungasem yang berada di selatan Kota Probolinggo, kurang menguntungkan
dalam mendapat jangkauan jaringan internet. Pada tahun 2015 melalui Dinas
Komunikasi dan Informatika, dilaunching Sistem Informasi Administrasi
Kelurahan (SIAKEL). Karateristik sistem informasi ini dengan memanfatkan
jaringan internet yang ada di kelurahan dalam operasionalnya. Namun demikian
karena sistem informasi ini dalam operasionalnya menggunakan jaringan yang ada
di Kelurahan Kedungasem, dengan melihat lokasi Kelurahan Kedungasem,
koneksitanya masih kurang baik. Kondisi jaringan kadang-kadang tidak bisa
dijangkau sehingga dengan kondisi demikian pelayanan di Kelurahan Kedungasem
dengan berbasis pada SIAKEL tidak dapat dilaksanakan, sehingga pelayanan
kembali pada input data secara manual. Hal ini sesuai apa yang disampaikan oleh
Lurah Kedungasem bapak CH sebagai berikut:
“ Sudah 3 (dua) bulan , mulai bulan Oktober 2016 sampai dengan Desember 2016, kondisi jaringan internet yang ada di Kelurahan Kedungasem kurang stabil. Sering
166
jaringan internet yang ada tidak bisa terhubung dengan SIAKEL sehingga pelaksanaan pelayanan kembali pada sistem manual. Hal ini jelas menghambat pelaksanaan pelayanan dengan berbasis pada SIAKEL. Beberapa kali masalah jaringan ini disampaikan dalam rapat koordinasi monitoring pelaksanaan SIAKEL, namun demikian perbaikan yang sudah dilakukan belum maksimal, sehingga setelah beberapa minggu diperbaiki jaringan yang ada tidak bisa terkoneksi kembali dengan SIAKEL. Perlu dilakukan pemetaan terkait masalah jaringan yang ada”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).
Selain masalah jaringan diatas, hambatan yang sering dialami adalah peralatan yang
ada di Kelurahan Kedungasem beberapa kali mengalami kerusakan. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi peralatan yang ada, seperti komputer, laptop dan
printer yang ada kurang memadai, baik dari sisi spesifikasi alat atau umur
ekonomisnya yang sudah kadaluarsa.
Tabel 5.4 Daftar Peralatan Kerja Dalam Pengembangan Sistem Informasi Di Kelurahan Kedungasem
No. Nama Peralatan Tahun Pengadaan Ket.
1. Komputer 2010
2. Personal computer intel / Processor Core i3 –
2100
2011
3. Printer canon MP258+modif
2011
4. Web camera V-Gen 2011
5. Hardisk 2011
6. Komputer PR INTEL CORE 2 DUO 1.86 G, ME
6300 TRY
2014
7. Scanner HP Tipe Scan Jet 7400 C
2014
8. UPS/Stabilizer 2014
9. Laptop DELL Latitude E6320 Intel Core i5-
2520M Processor (2.5GHz, Cache 3MB)
Intel QM67, 4GB DDR3, DVD/RW, Anti glare LED
2014
Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo ( Data diambil dari Sistem Informasi Manajemen Barang Milik
Daerah/SIMDA-BMD Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo, Kartu Inventaris Barang/KIB-B, kondisi data Desember 2016)
167
Kondisi peralatan yang kurang memadai ini juga disampaikan oleh Lurah
Kedungasem bapak CH, sebagai berikut:
“ Peralatan yang digunakan dalam pelayanan administrasi di Kelurahan
Kedungasem kondisinya sebagian besar kurang memenuhi spesifikasi. Ditambah
pengadaan yang dilakukan tidak bisa setiap tahun dilaksanakan. Selain itu sebagian
peralatan yang ada hasil pengadaan beberapa tahun yang lalu, kondisinya sudah
beberapa kali mengalami kerusakan”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).
Kualitas peralatan di Kelurahan Kedungasem saat ini masih kurang memenuhi
kebutuhan yang layak bagi pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Peralatan
yang tidak didukung dengan kualitas akan berpengaruh terhadap kelancaran proses
pelayanan kepada masyarakat.
2. Sumber Daya Manusia Kurang Memadai
Faktor manusia sebagai pelaksana dalam suatu kegiatan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hal ini karena
manusia sebagai pengendali dalam melakukan kegiatan. Kualitas sumber daya
manusia yang tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan akan berdampak pada
hasil yang akan dicapai. Dalam implementasi sebuah kebijakan faktor sumber daya
manusia sangat penting untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Dalam
pelaksanaan pelayanan administrasi di Kelurahan Kedungasem beberapa kali
mengalami pengaduan kurang puas dari masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa
penyebab seperti : staf yang bertugas dalam pelaksanaan pelayanan kurang cakap
dalam menggunakan aplikasi yang ada sehingga pemohon lama menunggu
selesainya permohonan yang diajukan, kurang respon terhadap permohonan yang
diajukan masyarakat, kurang ramah, kurang motivasi kerja, sering meninggalkan
kantor dan tidak cakap dalam mengoperasikan komputer. Kualitas sumberdaya
168
manusia yang ada di Kelurahan Kedungasem ini juga diakui oleh Lurah
Kedungasem bapak CH melalui wawancara yang dilakukan, sebagai berikut:
“Aparatur yang ada di Kelurahan Kedungasem memang secara kualitas kurang memenuhi syarat. Dengan beban kerja di kelurahan dibanding jumlah personil yang ada tidak sebanding. Ditambah lagi tidak semua personil bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Persepsi bahwa kelurahan tempat bagi orang-orang yang bermasalah masih berjalan sampai saat ini. Hanya ada beberapa personil di Kelurahan Kedungasem yang bisa mengoperasikan komputer dan aplikasi SIAKEL”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).
Gambar 5.18 : Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.19 : Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem Sumber : Dokumentasi Peneliti
169
Dengan keterbatasan personil yang cakap dalam melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat, menjadi beban bagi kelurahan. Tuntutan dan harapan
bagaimana kelurahan dapat memberikan pelayanan yang baik perlu diimbangi
dengan penempatan personil yang secara individu mempunyai kecakapan dan
motivasi kerja tinggi. Masalah sumberdaya yang ada di Kelurahan Kedungasem ini
juga menjadi perhatian beberapa pengurus RW dan RT. Sebagaimana disampaikan
oleh Ketua RT 02 Kelurahan Kedungasem bapak S bahwa:
“ Beberapa warga di RW 02 Kelurahan Kedungasem pernah menyampaikan keluhan terkait dengan personil yang tugaskan untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kadang-kadang petugas pelayanan tidak paham format surat keterangan atau surat pengantar yang diajukan oleh masyarakat. Ditambah dengan petugas kurang cakap dalam mengoperasikan komputer dan aplikasi yang ada. Sebenarnya dengan SIAKEL yang sudah berjalan mulai tahun 2015, petugas yang ada di pelayanan akan lebih mudah dalam menginput data. Namun demikian petugas kadang-kadang masih bingung dalam menggunakan aplikasi”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).
Tabel 5.5 Data Personil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih
Berdasarkan Pendidikan Dan Status Kepegawaian
No. Jabatan/jumlah
personil Pendidikan
Status Kepegawaian
1. Lurah SI PNS 2. Seklur SI PNS 3. Kasi Pemmas SI PNS 4. Kasi Pemerintahan SLTA PNS 5. Kasi Pelayanan SLTA PNS 6. 4 orang Staf SLTA PNS 7. 3 orang Staf SLTA Pegawai Tidak
Tetap (PTT
Sumber : Kantor Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota
Probolinggo
Bimbingan teknis yang dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika
secara periodik sudah dilakukan, namun kesalahan-kesalahan prosedur dalam
penggunaan aplikasi SIAKEL masing sering terjadi. Pembinaan dari kecamatan
170
juga sudah dilakukan, namun demikian peningkatan kemampuan personil yang
mempunyai tugas di pelayanan belum nampak. Sebagaimana disampaikan
Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN terkait para personil yang ada di
Kelurahan Kedungasem sebagai berikut:
“Dari beberapa staf Kelurahan Kedungasem, hanya 2 orang yang bisa dikatakan punya kemampuan dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi SIAKEL. Hal ini menjadi masalah apabila yang bersangkutan diberikan tugas lain atau masih mengerjakan tugas lain, pengganti yang ada di pelayanan masih bingung dalam menjalankan aplikasi SIAKEL. Sehingga masyarakat yang mengajukan permohonan surat keterangan dan surat pengantar harus menunggu personil yang mampu menggunakan SIAKEL. Kedepan perlu adanya penambahan personil yang mempunyai kemampuan dan paham untuk menjalankan aplikasi yang ada”. (Wawancara, tanggal 9 April 2017).
Penempatan personil di kelurahan yang memenuhi kualifikasi dan mempunyai
kemampuan dalam melaksanakan tugas akan membantu kelancaran pelaksanaan
tugas di kelurahan, khususnya dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat
dengan berbasis pada sistem informasi yang ada. Demikian juga personil yang ada
di Kelurahan Kedungasem, kedepan diharapkan ada penambahan personil atau
penempatan personil yang mampu dalam menjalankan fungsi pelayanan dan cakap
dalam mengoperasikan peralatan dan sistem informasi yang ada.
3. Anggaran Kurang Memadai
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4
Tahun 2012 yang diganti dengan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7
tahun 2016, Kedudukan kelurahan adalah dibawah kecamatan dan Lurah
bertanggungjawab kepada Camat dalam melaksanakan tugasnya. Posisi kelurahan
secara kedudukan organisasi dibawah kecamatan, namun demikian posisi kelurahan
sangat strategis karena sebagai unit organisasi yang melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat. Dalam implementasi Masterplan E-Government di kelurahan
171
harus ada kebijakan terkait anggaran yang ada di kelurahan sehingga alokasi yang
diberikan dapat melaksanakan kebijakan sebagaimana tersebut diatas. Interaksi
yang dilakukan kelurahan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari adalah interaksi
langsung dengan masyarakat baik pada saat proses pelayanan masyarakat dan
pembinaan masyarakat di wilayah kelurahan. Namun demikian dengan beban tugas
yang besar dan langsung berinteraksi dengan masyarakat, tidak diikuti dengan
alokasi anggaran yang memadai. Dengan kedudukan dibawah kecamatan, saat ini
kelurahan hanya mengelola anggaran operasional yang melekat kepada satu
kegiatan saja. Belum ada kebijakan keuangan yang mengatur anggaran untuk
pelaksanaan kebijakan didaerah seperti pelaksanan Masterplan E-Government di
kelurahan. Permasalahan anggaran yang ada ditambah lagi dengan mekanisme
penganggaran yang tidak memperhatikan beban kerja tiap kelurahan, luas wilayah
dan jumlah penduduk yang ada. Alokasi anggaran kelurahan yang tidak memadai
dibanding dengan aktivitas yang dilaksanakan oleh kelurahan. Kondisi ini juga
dialami oleh Kelurahan Kedungasem. Masalah anggaran ini juga disampaikan oleh
Lurah Kedungasem CH sebagai berikut:
“ Anggaran yang ada dan dikelola oleh kelurahan adalah anggaran operasional
perkantoran. Dalam anggaran tersebut tidak ada pagu anggaran yang digunakan
untuk membuat kegiatan yang bersifat inovasi pelayanan. Kondisi demikian
membatasi kelurahan manakala akan membuat inovasi dalam pelayanan. Minimnya
anggaran berakibat pada kelancaran pelaksanaan pelayanan di kelurahan. Manakala
ada kerusakan pada peralatan yang digunakan dalam pelayanan, karena anggaran
yang ada sangat minim, kerusakan tersebut tidak bisa langsung dilaksanakan, masih
menunggu pengajuan Uang Persediaan/Uang Panjar”. (Wawancara, 10 April 2017).
172
Gambar 5.20 : Proses penatausahaan keuangan di Kel. Kedungasem
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Proses penganggaran kegiatan yang ada di kelurahan harus
memperhatikan indikator-indikator yang sudah dijelaskan diatas seperti banyaknya
pelayanan yang dilakukan, jumlah penduduk dan luas wilayah. Dengan kondisi
kelurahan sebagai bagian dari kecamatan, harus ada komitmen dari Pemerintah
Kota Probolinggo terkait anggaran yang ada di kelurahan. Kelurahan sebagai
cermin atau gambaran kecil dari pelayanan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kota Probolinggo. Dengan kebijakan terkait dengan Masterplan E-Government di
Kota Probolinggo, harus ada perencanaan dan perhitungan yang matang untuk
mendukung pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan, khususnya anggaran
untuk kelurahan. Anggaran yang ada di kelurahan diharapkan dapat menjamin
terselenggaranya pelaksanaan pelayanan dengan baik. Dengan ditetapkannya
SIAKEL sebagai sebuah sistem pelayanan di kelurahan, diharapkan ada
peningkatan pagu anggaran yang digunakan untuk biaya pemeliharaan peralatan
yang digunakan untuk mendukung pelayanan di kelurahan.
173
Tabel 5.6 Uraian Belanja Anggaran Kelurahan
Program : Pemantapan Otonomi Kota
Kegiatan : Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah
Kelurahan Kedungasem
No. Uraian Belanja Ket. 1. Honorarium Pelaksana Kegiatan
2. Belanja Alat Tulis Kantor
3. Belanja Alat Listrik dan Elektronik
4. Belanja Perangko, Materai dan Benda Pos
5. Belanja Alat kebersihan dan Bahan Pembersih
6. Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas
7. Belanja Peralatan dan Perlengkapan Kantor Habis
Pakai
8. Belanja Telepon
9. Belanja Listrik
10. Belanja Surat Kabar/Majalah
11. Belanja Dekorasi
12. Belanja Pembuatan Spanduk/Banner/Umbul-
umbul
13. Belanja Penggantian Suku Cadang
14. Belanja Oli/Pelumas
15. Belanja Sewa Sarana Mobilitas Darat
16. Belanja Sewa Meja dan Kursi
17. Belanja Sewa Generator
18. Belanja Sewa Tenda/Panggung
19. Belanja Sewa Sound System
20. Belanja Sewa Lampu dan Alat-alat Listrik
21 Belanja Makanan dan Minuman Kegiatan
22 Belanja pakaian Dinas Harian
23 Belanja Pakaian Batik Tradisional
24 Belanja Transport Lokal/Uang Saku
25 Belanja Pemeliharaan Gedung Kantor
26 Belanja Pemeliharaan Alat-alat Kantor
27 Belanja Modal Peralatan dan Mesin-Pengadaan
Alat Kantor Lainnya
Dilaksanakan
oleh Kecamatan
Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo
(Data diambil dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Kelurahan Kedungasem tahun Anggaran 2016)
174
Tabel Tabel 5.7 Pagu Anggaran Kelurahan Kedungasem
Dan Realisasi Anggaran
No. Tahun
Anggaran
Pagu Anggaran
(Rp.)
Realisasi
Anggaran
(Rp.)
Ket.
1 2013 125.000.000 124.559.315
2 2014 131.400.000 130.254.848
3 2015 131.400.000 97.572.448
4 2016 152.856.000 142.873.750
Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo ( Data diambil
dari laporan realisasi anggaran Kelurahan Kedungasem mulai
Tahun Anggaran 2013 s.d 2016)
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
5.2.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
5.2.1.1Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government
Komunikasi yang telah dijalin oleh Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government sudah
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Konsultasi kepada Ibu walikota
Probolinggo dan Sekretaris Daerah terkait dengan pelaksanaan Masterplan
E-Government dilaksanakan rutin oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika.
Hal sesuai apa yang disampaikan oleh Wahab (1991) yang menyatakan bahwa
implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau
penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan
menjadi kesepakatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan
(stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur dan teknik secara
sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan kearah
175
tertentu yang dikehendaki. Rapat koordinasi juga dilakukan oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika dalam rangka menyusun agenda kegiatan dan
membuat solusi penyelesaian masalah yang terjadi dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government. Rapat koordinasi juga melibatkan Lurah dalam rangka
mendapat masukan-masukan terkait dengan pelaksanaan sistem informasi yang ada
di kelurahan, termasuk terkait dengan penggunaan SIAKEL dalam pelayanan di
kelurahan. Rapat koordinasi harus selalu dilaksanakan karena pelayanan yang ada
di kelurahan khususnya SIAKEL masih sering mengalami hambatan, misalnya
jaringan yang diguankan tiba-tiba tidak terkoneksi dengan baik ataupun aplikasi
yang ada tidak bisa digunakan karena ada kerusakan. Selain itu rapat koordinasi
juga dimaksudkan untuk membentuk kedekatan dengan kelurahan, sehingga
apabila ada kerusakan terkait dengan sistem informasi yang ada, kelurahan tidak
akan kesulitan untuk melakukan perbaikan. Grindle (Winarno, 2014: 146)
memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa
secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang
memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah. Oleh karena itu tugas implementasi mencakup terbentuknya “
a policy delivery system “ dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan
dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.
Namun demikian hasil konsultasi yang didapat, manakala
ditranformasikan dalam bentuk perintah tindaklanjut kepada bawahan, khususnya
yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika, seringkali bawahan tidak dapat
memahami perintah tersebut. Kegiatan yang seharusnya segera dilaksanakan,
karena kekurang pahaman bawahan sehingga kegiatan tersebut tidak segera
176
ditindaklanjuti. Sehingga manakala perintah tersebut akan dilaksanakan, masih
sering staf yang diberikan tugas masih belum bisa melakanakan sesuai tugas yang
diperintahkan. Hal ini akan menjadi kendala manakala perintah tersebut harus
segera dilaksanakan. Kepala Dinas masih harus mengulang perintah yang sudah
disampaikan, sehingga waktu yang ditentukan habis untuk menjelaskan perintah
kepada bawahan. Hal yang paling mendasar adalah tidak tersusunnya dengan baik
agenda kegiatan yang harus dilaksanakan. Hal ini juga dialami oleh kelurahan,
manakala ada kerusakan terutaman terkait koneksitas jaringan yang digunakan,
manakala tidak segera diperbaiki maka pelayanan di kelurahan akan berhenti.
Kendala yang menyangkut petugas yang menangani kerusakan yang ada di
kelurahan tidak segera memperbaiki kerusakan yang ada di kelurahan menunjukkan
bahwa belum terkoordinirnya dengan baik dalam rangka menindaklanjuti perintah
atasan. Lebih lanjut Wibawa dkk (1994) memberikan pendapat bahwa keseluruhan
proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang
semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan juga dana telah
dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.
Rapat koordinasi yang dilaksanakan dengan leading sector Dinas
Komunikasi dan Informatika untuk menyamakan persepsi dan menyelaraskan
usulan-usulan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun agenda kegiatan
dalam rangka mengimplementasikan kebijakan Masterplan E-Government yang
diterjemahkan kedalam kegiatan operasional yang lebih teknis sering dilakukan.
Rapat koordinasi terkait dengan pengembangan teknologi informasi yang
menghadirkan dinas teknis yang mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Rapat koordinasi ini untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai, salah satunya
177
adalah integrasi, sinkronisasi dan sinergi program dan kegiatan yang terkait dengan
implementasi Masterplan E-Government. Namun demikian dalam rapat koordinasi
masih sering yang hadir bukan kepala Organisasi Perangkat Daerah tetapi
diwakilkan kepada staf yang kurang menguasai terkait dengan pelaksanaan
Masterplan E-Government. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu jadwal rapat
koordinasi yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika jadwalnya
bersamaan dengan dinas lain yang melaksanakan kegiatan teknis. Selain itu
masalah komitmen masih menjadi kendala. Komitmen sangat penting dalam
pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Pimpinan yang baik harus
mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban yang harus
dijalankan. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Van Dyne dan Graham
(Muchlas, 2008) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai
ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis),
biasanya cendrung lebih komit. Kehadiran pimpinan Organisasi Perangkat Daerah
sangat dibutuhkan manakala dalam rapat koordinasi tersebut harus diambil
keputusan-keputusan yang bersifat segera dan strategi. Manakala yang hadir bukan
pimpinan langsung, staf yang ditugaskan untuk mewakili tidak akan berani
mengambil keputusan, sehingga agenda yang akan dilaksanakan tidak dapat
langsung dijalankan tetapi masih menunggu pimpinan yang hadir sendiri, sehingga
keputusan-keputusan yang bersifat segera dan strategis segera dapat diambil dan
agenda kegiatan dapat segara dilaksanakan.
Terkait dengan komitmen dalam pelaksanaan kegiatan, perlu dibangun
tidak hanya dalam level bawahan namun demikian harus dibangun pada level
178
pimpinan. Faktor pimpinan menjadi kunci dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.
Dalam rapat koordinasi harus ada kesadaran dari para pimpinan yang terkait dengan
implementasi Masterplan E-Government, bahwa rapat tersebut penting dalam
rangka pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Komunikasi penting dilakukan
dalam rangka kelancaran pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.
Sebagaimana teori dari Wahab (1991) yang digunakan dalam pembahasan ini
bahwa setelah kebijakan ada maka harus dilaksanakan (dioperasionalkan) dalam
rangka mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Konsultasi dan rapat koordinasi
merupakan bentuk operasional dalam implementasi kebijakan. Keputusan yang
diambil dalam rapat koordinasi merupakan kesepakatan bersama antara pihak-
pihak yang mempunyai kepentingan dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government di Kota Probolinggo. Teori Grindle (Winarno, 2014: 146) juga
mendukung teori yang disampaikan oleh Wahab (1991), dimana implementasi
kebijakan merupakan kaitan (linkage) salah satunya dalam pelaksanaan rapat
koordinasi, dimana keputusan-keputusan yang dihasilkan untuk mencapai tujuan
dari Masterplan E-Government. Selanjutnya pembahasan menggunakan teori dari
Wibawa dkk (1994) dimana rapat koordinasi merupakan kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menyusun keputusan-keputusan strategis dalam rangka mewujudkan
tujuan dari kebijakan tersebut. Kegiatan rapat koordinasi juga harus disertai dengan
komitmen yang kuat dari pimpinan organisasi yang terkait dengan implementasi
kebijakan Masterplan E-Government, sehingga dalam rapat koordinasi sebagai
bentuk dari komunikasi yang dibangun dapat disusun agenda kegiatan dalam
rangka implementasi kebijakan Masterplan E-Government. Dari beberapa
penjelasan diatas, dari teori-teori yang digunakan dalam pembahasan dapat
179
disimpulkan bahwa teori-teori tersebut mempunyai relevansi dan saling
menyempurnakan dan mendukung dari teori yang lain sebagaimana disebutkan
diatas.
5.2.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government
1. Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah Dalam
Implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo
Renstra merupakan proses yang berorientasi kepada hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dengan
memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin
timbul. Rencana Strategis mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, serta cara
pencapaian yang realistis untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Pada
penelitian ini Dinas Komunikasi dan Informatika sudah menyusun Rencana
Strategis (Renstra) sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014-2019. Renstra yang disusun ini
merupakan rencana strategis dalam mendukung implementasi Masterplan
E-Government yang telah diususun. Dalam dokumen Renstra ini juga ditetapkan
visi dan misi Dinas Komunikasi dan Informatika, termasuk sasaran dan strategi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Renstra tersebut juga
termasuk didalamnya kebijakan implementasi Masterplan E-Government yang
akan dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika. Dari visi dilanjutkan
dengan menetapkan misi yang akan dilaksanakan, kemudian Dinas Komunikasi dan
Informatika menetapkan tujuan organisasi sebagai penjabaran misi yang terkait
dengan Masterplan E-Government, antara lain:
180
1. Mencetak aparatur pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi;
2. Meningkatkan pelayanan administrasi yang berbasis teknologi;
3. Menumbuhkembangkan kerja sama dan kemitraan strategis dengan
seluruh pemangku kepentingan di bidang Komunikasi, Pos dan
Telekomunikasi;
4. Mewujudkan infrastruktur sarana prasarana telematika secara merata dan
berkualitas.
Tujuan yang ada dalam dokumen Renstra merupakan panduan Dinas
Komunikasi dan Informatika dalam mewujudkan kebijakan yang sudah ada terkait
pelaksanaan Masterplan E-Government. Sinergi antara kebijakan yang telah ada
dengan tujuan yang akan dicapai memberikan gambaran bahwa Dinas Komunikasi
dan Informatika berusaha untuk mewujudkan beberapa tujuan dalam Renstra terkait
dengan Masterplan E-Government. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh
Wahab (1991), yaitu: implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk
pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan
berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam
pemangku kepentingan (stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat),
prosedur dan teknik secara sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna
menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Terkait dengan tujuan
yang akan dicapai, tentunya tidak lepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi
oleh Dinas Komunikasi dan Informatika. Hambatan-hambatan ini harus
diminimalisir agar tujuan yang akan dicapai dapat terwujud sesuai waktu yang
181
ditentukan dalam Renstra. Hal sesuai dengan apa yang sampaikan oleh Carl
Fredrich dalam Wahab (1991:3) yaitu:
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.
Selama penelitian yang dilakukan, dalam proses implementasi Masterplan
E-Government termasuk implementasinya di kelurahan ini sudah ada sinergitas
dari bidang-bidang dalam struktur organisasi yang ada dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam Renstra yang ada. Namun demikian perlu adanya penguatan-
penguatan terhadap bidang yang menangani langsung masalah pelaksanaan
Masterplan E-Government, sehingga nantinya dalam perencanaan anggaran,
kegiatan dan program, dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dalam kerangka
pengembangan E-Government. Dibutuhkan strategi dan sasaran yang sudah
tersusun dengan baik. Strategi yang telah ada dalam Renstra Dinas Komunikasi dan
Informatika harus dapat diimplementasikan agar dapat mengatasi hambatan-
hambatan dalam implementasi Masterplan E-Government. Dengan demikian
diperlukan manajemen dalam melaksanakan Renstra yang telah disusun sehingga
dapat diwujudkan tujuan dan sasaran kebijakan khususnya dalam pelaksanaan
Masterplan E-Government. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Riant
Nugroho (2004:163) bahwa model implementasi kebijakan menggambarkan
pelaksanaan atau implementasi kebijakan di dalam konteks manajemen berada di
dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah
182
dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan
kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan pengendalian
pelaksanaan tersebut. Secara rinci kegiatan didalam manajemen implementasi
kebijakan dapat disusun melalui implementasi strategi, pengorganisasian,
penggerakkan dan kepemimpinan, pengendalian. Lebih lanjut Riant Nugroho
(2004:163) menyatakan bahwa:
“ Faktor – faktor implementasi kebijakan dilaksanakan dalam sekuensi manajemen
implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan di kelola dalam tugas-tugas :
1. Pertama adalah Implementasi strategi yaitu kebijakan dapat langsung
dilaksanakan atau memerlukan kebijakan turunan sebagai kebijakan
pelaksanan. Adapun konsep-konsepnya sebagai berikut :
a. Menyesuaikan struktur dengan strategi;
b. Melembagakan strategi;
c. Mengoperasionalkan strategi;
d. Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi.
2. Kedua pengorganisasian yaitu merumuskan prosedur implementasi, yang
diatur dalam model dasar mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan
dengan konsep-konsepnya:
a. Desain organisasi dan struktur organisasi;
b. Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan;
c. Integrasi dan koordinasi;
d. Perekrutan dan penempatan sumber daya manusia;
e. Hak, wewenang dan kewajiban;
f. Pendelegasian;
g. Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya
manusia;
h. Budaya organisasi.
Misi yang telah ditetapkan dalam renstra harus dapat membawa
konsekuensi sesuai dengan tujuan yang ada didalamnya. Pelaksanaan misi
diharapkan dapat bersinergi dengan tujuan yang ada dalam Masterplan
E-Government, sehingga dapat diwujudkan pengembangan bidang komunikasi dan
informatika dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk
melaksanakan misi-misi yang terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan
E-Government yang ada, diperlukan juga strategi-strategi dalam meghadapi
183
hambatan-hambatan dalam menjalankan misi tersebut. Demikian juga dalam
implementasi Masterplan E-Government di kelurahan. Diperlukan strategi yang
dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasinya.
Dengan melihat kedudukan kelurahan dalam tahapan pelayanan di Kota
Probolinggo. Sebagian besar pelayanan yang dilaksanakan berawal dari pelayanan
di kelurahan, tidak terkecuali dalam penyusunan data yang diperlukan dalam proses
pembangunan di Kota Probolinggo. Pembangunan dan pengembangan teknologi
informatika dalam pelayanan di kelurahan akan berdampak pada kualitas pelayanan
yang ada. Dalam pembahasan ini menggunakan teori dari wahab (1991) dimana
kebijakan merupakan penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan
undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama prosedur dan teknik secara
sinergitas untuk menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Rencana
strategis (Renstra) merupakan salah satu sumber yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan Masterplan E-Government. Renstra merupakan kebijakan
kepala daerah terpilih yang akan dilaksanakan. Muatan-muatan dalam renstra
termasuk didalamnya strategi dan hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan. Hal
ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Carl Fredrich dalam Wahab (1991:3)
digunakan dalam pembahasan yang terkait dengan renstra, hambatan-hambatan
tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan. Renstra yang sudah dibuat dilaksanakan dengan konteks
manajemen yang baik sehingga tujuan dari kebijakan khususnya dalam
implementasi Masterplan E-Government. Dari pernyataan yang disampaikan diatas
dapat dilihat adanya relevansi antara rencana strategis, operasional kebijakan dan
manajemen yang dijalankan.
184
2 Tugas Pokok Dan Fungsi Dalam Mendukung Implementasi Masterplan
E-Government
Penetapan tugas pokok dan fungsi atas suatu unit organisasi menjadi
landasan hukum unit organisasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai
rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di
lapangan. Fungsi suatu lembaga atau institusi formal adalah adanya kekuasaan
berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang dalam kedudukannya di dalam
organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing. Fungsi lembaga atau institusi disusun sebagai pedoman atau haluan bagi
organisasi tersebut dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan organisasi.
Fungsi berkaitan erat dengan wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan suatu
tindakan hukum publik, atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
melakukan hubungan-hubungan hukum. Sesuai hasil penelitian yang disampaikan
diatas bahwa Organisasi Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi dalam pengembangan E-Government di Kota Probolinggo adalah Dinas
Komunikasi dan Informatika. Sebelumnya pelaksanaan tugas dan fungsi terkait
implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo dilaksanakan oleh
pejabat setingkat kepala seksi (eselon IV/a) pada BAPPEDA Kota Probolinggo,
namun dengan adanya Masterplan yang telah ditetapkan dan perubahan urusan,
Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membentuk organisasi yang menangani
komunikasi dan informatika secara mandiri. Dengan dibentuknya organisasi
sebagai pelaksana implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo,
dimana salah satu unsur yang melekat adalah tugas pokok dan fungsi sebuah
185
organisasi, diharapkan dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi dari
organisasi harus diwujudkan dalam tindakan-tindakan dalam mencapai tujuam dan
target yang telah ditetapkan. Hal ini sebagaimana pendapat Van Meter dan Van
Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan
publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam
kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk
mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-
keputusan kebijakan. Dalam pelaksanaannya tugas pokok dan fungsi Dinas
Komunikasi dan Informatika belum semuanya dapat diimplementasikan khususnya
Masterplan E-Government yang telah disusun. Hal ini banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor dalam proses perencanaan kegiatan dan anggaran. Tidak semua
fungsi-fungsi yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika dapat dilaksanakan
oleh unsur jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah dibentuk. Salah
satu faktor yang dominan adalah masalah keterbatasan anggaran. Namun demikian
dengan adanya struktur organisasi yang didalamnya melekat tugas pokok dan
fungsi masing-masing jabatan, akan memudahkan sebuah organisasi dalam
mewujudkan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam operasionalnya fungsi yang
ada harus juga dilengkapi dengan Standar Operating Procedur (SOP), sehingga
memudahkan dalam melaksanakan fungsi yang ada. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Edward III dalam Budi Winarno (2008:203) bahwa SOP atau
186
prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan
internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta
keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas. Oleh karena itu pelaksanaan tugas pokok yang
didukung oleh fungsi yang ada dalam sebuah struktur organisasi harus dapat
diwujudkan kedalam kegiatan yang akan membantu organisasi mencapai visi, misi,
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Dari penelitian yang dilakukan ini bahwa
ada sebuah komitmen yang dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo terkait
dengan penguatan organisasi yang menangani pengembangan E-Government yang
dimulai pada Tahun 2012 yaitu dibentuknya Dinas Komunikasi dan Informatika
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012, dan pada
Tahun 2016 juga dilakukan perubahan atas kelembagaan berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah. Pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016, dalam rangka
percepatan dan penguatan implementasi E-Government di Kota Probolinggo,
dibentuk bidang yang fokus menangani pengembangan E-Government yaitu
Bidang Layanan E-Government yang terdiri dari: Seksi Pengembangan Aplikasi,
Seksi Pengembangan Ekosistem E-Government dan Seksi Tata Kelola
E-Government.
Komitmen yang kuat dari Pemerintah Kota Probolinggo dalam
mengimplementasikan kebijakan Masterplan E-Government, diwujudkan dalam
pembentukan organisasi yang didalamnya juga diatur tugas pokok fungsi
masing-masing bidang. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa setelah
ditetapkannya Peraturan Daerah tentang pembentukan organisasi dan perangkat
187
daerah, termasuk Dinas Komunikasi dan Informatika yang didalamnya dibentuk
Bidang Layanan e-Government yang terdiri dari Seksi Pengembangan Aplikasi,
Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government dan Seksi Tata Kelola
e-Government, membawa harapan akan terwujudnya percepatan pelaksanaan
Masterplan E-Government di Kota Probolinggo termasuk didalamnya pelaksanaan
kebijakan tersebut di kelurahan.
Dengan tupoksi pada bidang Layanan e-Government, implementasi
Masterplan E-Government di kelurahan dapat secara sinergi diwujudkan, tidak
hanya peralatan yang mendukung pelaksanaan pelayanan di kelurahan, termasuk
juga dapat dikembangkan aplikasi dan tata kelolanya. Kewenangan yang
diwujudkan dalam tugas pokok dan fungsi organisasi sangat penting dalam
tindaklanjut kebijakan yang ditetapkan. Tugas pokok dan fungsi organisasi
merupakan kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan untuk ditindaklanjuti dengan tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan. Untuk memudahkan kegiatan tersebut perlu disusun
Standar Operating Procedur (SOP). Dengan demikian teori yang disampaikan oleh
Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) dan Edward III dalam
Budi Winarno (2008:203) mempunyai relevansi, dengan kata lain kegiatan yang
dilaksanakan harus dilengkapi dengan SOP agar dapat berjalan dengan lancar.
3. Kerjasama Dengan Pihak Swasta Dalam Mendukung Implementasi
Masterplan E-Government.
Dalam kepemerintahan yang baik (Good Governance) diperlukan sinergi
antara Pemerintah, masyarakat dan swasta. Peranan dunia usaha sangat strategis
188
bagi kemajuan pembangunan nasional untuk mewujudkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dengan peranan yang strategis tersebut dunia usaha juga
diharapkan dapat memberikan perhatian dan kontribusinya bagi kemajuan
pembangunan yang dilaksanakan. Peranan swasta ini sejalan dengan pendapat
Goffrey R. Njeru (dalam Soeprapto, 2003), bahwa Good Governance pada
esensinya merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut
kesepakatan pengaturan negara, yang diciptakan bersama oleh pemerintah,
masyarakat dan sektor swasta. Dalam rangka mewujudkan kesepakatan negara
tersebut dibangun sebuah mekanisme kemitraan agar masing-masing pihak dapat
menentukan besarnya peran serta yang diambil dalam interaksi diantara ketiganya.
Interaksi yang terjadi diantara ketiga aktor dalam Good Governance seringkali
dibungkus dalam kerangka partnership (kemitraan) terutama dalam upaya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan publik, pelayanan publik dan barang-barang
publik. Sejalan dengan interaksi yang dibangun dalam tata pemerintahan yang baik,
ide dasar partnership muncul untuk menciptakan kerangka kerja praktis yang
efektif dan efisien antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam rangka
memperkuat dan memperkenalkan permasalahan dalam pembangunan.
Dalam penelitian ini, dalam rangka implementasi Masterplan
E-Government di Kota Probolinggo, sudah dilakukan kerjasama dengan pihak
swasta yaitu dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT. INDOSAT Tbk.
Untuk kerjasama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. hanya sebatas
kerjasama antara penyedia layanan dan pengguna layanan, sedangkan dengan
PT. INDOSAT Tbk. sudah ada kerjasama strategis yang saling menguntungkan
antar kedua belah pihak. Kerjasama tersebut sudah diikat dengan Kesepakatan
189
Bersama antara Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk. dan
Perjanjian Kerjasama yang lebih bersifat teknis antara Dinas Komunikasi dan
Informatika dengan PT. INDOSAT Tbk. Dengan kerjasama yang telah dijalin
khususnya dengan PT. INDOSAT Tbk. diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
penunjang dalam implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo.
Terkait dengan kerjasama ini sependapat dengan apa yang disampaikan oleh
Grindle dalam Winarno (2014:146) terkait implementasi kebijakan, bahwa secara
umum tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang
memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah. Selanjutnya juga disampaikan oleh van Meter dan van Horn
dalam Winarno (2014:146) yang membatasi implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-
kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.
Dari penelitian yang dilakukan, untuk kerjasama dengan
PT. INDOSAT Tbk. dimulai tahun pada tahun 2016, jadi belum dapat diketahui
bagaimana jalannya kerjasama yang sudah disepakati karena belum berjalan selama
satu tahun, namun demikian Pemerintah Kota Probolinggo sudah berusaha secara
inovatif untuk mengembangkan teknologi informasi melalui kemitraan dengan
pihak swasta. Dari kerjasama ini Pemerintah Kota Probolinggo harus dapat
memanfaatkan peluang yang ada sehingga nantinya dapat bermafaat khususnya
dalam implementasi Masterplan E-Government yang sudah disusun agar
pemerintahan dengan berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dapat
diwujudkan dan berkesinambungan dalam rangka untuk memberikan pelayanan
190
kepada masyarakat yang lebih baik. Kedepan harus ada evaluasi atas kerjasama
yang sudah dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan yang sudah
ditandatangani, sehingga kerjasama tersebut tetap dapat memberikan manfaat bagi
Pemerintah Kota Probolinggo. Dari beberapa teori diatas yang digunakan dalam
pembahasan terkait dengan kerjasama yang dijalin antara Pemerintah Kota
Probolinggo dengan pihak swasta dalam implementasi kebijakan Masterplan
E-Government adanya relevansi. Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik
(Good Governance) perlu adanya keterikatan dan kerjasama dengan masyarakat
dan pihak swasta. Mekanisme kemitraan yang sudah buat menjamin masing-masing
pihak dapat menentukan besarnya peran serta yang diambil dalam interaksi diantara
ketiganya. Peran serta swasta sangat dibutuhkan dalam membantu pemerintah
daerah dalam melaksanakan kebijakannya termasuk Masterplan E-Government.
Keterkaitan antara pemerintah dan swasta juga dikuatkan oleh teori yang
disampaikan oleh Grindle dalam Winarno (2014:146) bahwa implementasi
kebijakan adalah menciptakan terkaitan (linkage) dan teori van Meter dan van Horn
dalam Winarno (2014:146) yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
keputusan sebelumnya.
5.2.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government
Semangat kerja personil Dinas Komunikasi dan Informatika dalam
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan
E-Government sudah bagus dan dalam melaksanakan kerja sudah disertai dengan
191
agenda kerja yang sudah disusun setiap hari. Sikap posistif personil yang
melaksanakan kegiatan dalam rangka implementasi Masterplan E-Government
sangat membantu dalam pelaksanaan tugas. Hal ini dapat diwujudkan karena sudah
terjalin rasa kekeluargaan diantara para personil. Rapat staf yang dilaksanakan
secara rutin sangat membantu dalam membentuk rasa saling memiliki, saling
membantu dan ikut aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Dalam kesempatan
rapat staf tersebut semua personil diberikan untuk menyampaikan keluhan ataupun
usulan-usulan yang berkaitan dengan perbaikan dalam implementasi kebijakan
Masterplan E-Government. Semua personil harus digerakkan dalam rangka untuk
mewujudkan tujuan yang akan dicapai khususnya dalam implementasi kebijakan
tersebut. Hal ini sebagaiamna pendapat dari Dimock & Dimock (Tachjan, 2006: 28)
sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis
serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan,
perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia,
pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Sikap dari para pelaksana kegiatan-kegiatan implementasi Masterplan
E-Government sangat membantu kelancaran dalam pelaksanaan tugas. Ditambah
lagi motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan.
Namun demikian dengan sikap positif yang sudah berkembang dan terbina dalam
personil Dinas Komunikasi dan Informatika juga harus diimbangi dengan sistem
reward terhadap kinerja personil yang menghasilkan prestasi bagi Dinas
Komunikasi dan Informatika. Reward yang diberikan bisa berupa tambahan
penghasilan karena yang bersangkutan sudah melaksanakan pekerjaan sesuai
192
dengan target yang diberikan. Atapun memberikan personil yang berprestasi untuk
mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan melalui jalur beasiswa.
Komitmen personil dalam bekerja merupakan nilai sentral dan penting bagi
organisasi untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam rangka
mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Komitmen merupakan nilai sentral bagi
organisasi sesuai dengan pendapat dari Menurut Quest (Soekidjan, 2009) komitmen
merupakan nilai sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian
Quest (Soekidjan, 2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :
1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya
motivasi dan meningkatnya kinerja.
2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.
3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.
4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan
aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat
terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan
meningkatkan kinerja. Penggunaan teori diatas dalam pembahasan hubungannya
sangat erat sekali. Bahwa implementator kebijakan sangat dipengaruhi oleh
komitmen dalam pelaksanaannya. Komitmen juga menciptakan soliditas personil,
sehingga kebijakan yang dilaksanakan dapat diwujudkan sesuai yang diharapkan.
5.2.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan
Masterplan E-Government
Dalam hasil penelitian diatas, struktur organisasi terkait dengan program
dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan
193
E-Government. Program dan kegiatan merupakan prose keberlanjutan dari tahapan-
tahapan yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Dari visi, misi dan tujuan yang akan diwujudkan, proses selanjutnya
adalah mengimplementasikan dalam program dan kegiatan. Komitmen dan
konsistensi Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan kebijakan yang sudah
dibuat, salah satunya dapat dilihat melalui sejauh mana program dan kegiatan
direncanakan dan dilaksanakan. Dari penelitian yang telah dilakukan, sebagai
bentuk tindaklanjut dari Renstra yang telah dibuat, Dinas Komunikasi dan
Informatika telah membuat program dan kegiatan yang terkait dengan implementasi
Masterplan E-Government. Program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
implementasi Masterplan E-Government dalam penelitian ini dimulai pada tahun
anggaran 2013 sampai dengan Tahun Anggaran 2016. Program dan Kegiatan
sebagaimana data yang didapat dalam implementasi Masterplan E-Government
adalah:
1. Untuk Tahun Anggaran 2013 sebanyak 1 program dan 3 kegiatan
2. Untuk Tahun Anggaran 2014 sebanyak 1 program dan 6 kegiatan
3. Untuk Tahun Anggaran 2015 sebanyak 1 program dan 6 kegiatan
4. Untuk Tahun Anggaran 2016 sebanyak 1 program dan 7 kegiatan
Dari jumlah program dan kegiatan sebagaimana tersebut diatas, dapat
dilihat bahwasannya Pemerintah Kota Probolinggo melalui Dinas Komunikasi dan
Informatika berupaya untuk terus melakukan pengembangan E-Government
berdasarkan Masterplan E-Government yang sudah disusun. Dari Tahun Anggaran
2013 sampai dengan Tahun Anggaran 2016, jumlah kegiatan terus bertambah dan
alokasi anggaran terkait dengan penguatan teknologi informasi terus dilakukan.
194
Namun demikian tindaklanjut dari pelaksanaan sebuah kebijakan tidak hanya
dilihat dari jumlah program dan kegiatan, namun demikian harus dilihat sampai
dimana capaian kinerja yang ada dari target yang sudah ditentukan. Harus
dilakukan evaluasi berdasarkan indikator kinerja yang ada, sehingga setiap program
dan kegiatan dapat diketahui capaian kinerjanya setiap tahun anggaran. Diperlukan
monitoring secara periodik dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang
dilaksanakan. Selain itu juga harus dilihat keuntungan dan dampak program dan
kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Agustino
(2008:139) yang menyatakan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri. Pendapat ini juga sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Winarno (2014:145) untuk
implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut: bahwa implementasi
adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan
otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang
nyata (tangible output). di Kota Probolinggo sampai dengan Tahun 2016 dilihat
dari jumlah program dan kegiatan, memang dari sisi jumlah ada peningkatan, tetapi
dampak yang ditimbulkan belum sepenuhnya sesuai dengan target yang ditentukan.
Hal ini bisa dilihat bahwa saat ini penggunaan Sistem Manajemen Informasi Daerah
(SIMDA) yang ada, baik untuk pengelolaan keuangan daerah atau pengelolaan
barang daerah belum terhubung secara online antar Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) dengan server yang ada. Sampai dengan SIMDA itu berubah menjadi Sistem
Informasi Perencanaan, Penganggaran, Pengelolaan Keuangan Daerah Terpadu
195
(SIMRAL), sistem yang ada belum sepenuhnya dapat dilakukan secara online,
masing sering terjadi hambatan dalam koneksi ataupun aplikasi yang digunakan.
Belum lagi dinas atau kantor yang melaksanakan fungsi pelayanan pencatatan data
penduduk dan pencatatan sipil yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, data
yang ada belum terkoneksi dengan data kemiskinan yang ada di Dinas Sosial.
Masih ditemukan data penduduk miskin yang ada di Dinas Sosial alamat yang
bersangkutan tidak sama dengan alamat yang ada di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil. Artinya belum ada sinkronisasi sistem informasi yang ada di masing-
masing Organisasi Perangkat Daerah, sehingga data belum bisa diakses dalam satu
sistem informasi yang terintegrasi. Setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan
harus dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam implementasi
Masterplan E-Government melalui program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
implementator harus dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh Wibawa dkk (1994) bahwa secara sederhana tujuan
dari implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan
publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Dari
pembahasan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa
teori yang digunakan mempunyai hubungan yang erat. Antara satu teori dengan
teori yang lainnya saling mendukung. Bahwa dalam implementasi kebijakan
menurut Agustino (2008:139) merupakan proses yang dinamis, dimana pelaksana
melakukan aktivitas atau kegiatan. Hal ini didukung oleh pendapat Ripley dan
Franklin dalam Winarno (2014:145) yang menyatakan setelah undang-undang
ditetapkan memberikan kewenangan program dan kegiatan kepada pelaksana
kebijakan secara nyata dan pendapat Ripley dan Franklin dalam
196
Winarno (2014:145) tentang tujuan implementasi kebijakan dapat diwujudkan
melalui pelaksanaan kegiatan. Komparasi dari teori diatas menyatakan bahwa
implementasi kebijakan adalah sebuah proses yang dinamis, dimana setelah
undang-undang ditetapkan memberikan kewenangan kepada pelaksana kebijakan
untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan tujuan dari
kebijakan tersebut.
5.2.2 Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Implementasi
Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di Kota
Probolinggo
5.2.2.1 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Masterplan
E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo
Dalam implementasi kebijakan dibutuhkan seorang aktor sebagai
implementator kebijakan yang telah dibuat. Dalam pengembangan E-Government
di kelurahan sebagai tindaklanjut dari Masterplan E-Government, sebagai
pelaksana atau leading sector pembangunan jaringan dan pengadaan perangkat
lunak adalah Dinas Komunikasi dan Informatika. Faktor kelembagaan ini penting
karena dengan adanya lembaga atau organisasi yang diberikan tugas dan fungsi
untuk pengembangan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo
khususnya di Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih, maka implementasi
kebijakan yang dilaksanakan lebih fokus. Kelembagaan yang ditunjuk sebagai
implementator sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Dimock & Dimock dalam
Tachjan (2006: 28) bahwa pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang
menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran
organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,
197
pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian.
Faktor keberadaan kelembagaan yang berperan sebagai pelaksana dalam
implementasi sebuah kebijakan, memberikan arti sangat penting karena dengan
adanya kelembagaan yang khusus melaksanakan fungsi tertentu akan mempercepat
proses pencapaian tujuan dari kebijakan yang ditetapkan. Terkait dengan
pencapaian tujuan dalam implementasi sesuai dengan apa yang sampaikan oleh
Wibawa (1994) bahwa tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan
arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan
pemerintah. Dinas Komunikasi dan Informatika sebagai implementator dalam
pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo termasuk dalam
implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, sebagaimana penelitian
diatas sudah melakukan langkah-langkah dalam rangka pengembangan teknologi
informasi. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menetapkan Rencana
Strategis (RENSTRA) yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan.
Dari tahapan yang ada di RENSTRA, Dinas Komunikasi dan Informatika sudah
melaksanakan tahapan-tahapan tersebut sampai dalam aktivitas operasional yaitu
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang sudah
dibuat didalamnya sudah dilengkapi dengan alokasi dana dalam melaksanakan
kegiatan dengan berbasis pada tingkat kinerja yang akan dicapai. Implementasi
kebijakan pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo dalam kerangka
Masterplan yang ditetapkan, khususnya dalam pengembangan teknologi informasi
dalam pelayanan di kelurahan sudah dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan
Informatika. Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah pembangunan jaringan,
198
penguatan peralatan dan aplikasi sistem informasi yang digunakan. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari van Meter dan van Horn dalam Winarno (105:102) yaitu
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.
Pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan Dinas Komunikasi
dan Informatika terkait dengan pengembangan teknologi informasi dalam
pelayanan di kelurahan harus dilandasi oleh komitmen dan konsistensi dari
program dan kegiatan yang dilaksanakan. Komitmen dan konsistensi ini
menyangkut bagaimana Dinas Komunikasi dan Informatika mengawal program
dan kegiatan ini dapat mencapai tujuan, sasaran dan target yang ditentukan dan
mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi kebijakan
tersebut. Adanya pendapat yang saling mendukung antara teori Dimock & Dimock
dalam Tachjan (2006: 28), Wibawa (1994) dan van Meter dan van Horn dalam
Winarno (105:102) dimana pelaksana kegiatan merupakan pihak yang
melaksanakan kegiatan dan operasional organisasi, perencanaan dan strategi
organisasi agar tujuan yang telah ditetapkan dengan keputusan-keputusan
sebelumnya dapat diwujudkan.
199
5.2.2.2 Faktor-faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Masterplan
E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo
1. Sarana Dan Prasarana Yang Kurang Memadai
Sebagaimana hasil penelitian yang diperoleh di Kelurahan Kedungasem
terkait dengan sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan di
Kelurahan Kedungasem dengan berbasis teknologi informasi bahwa masih kurang
memadai. Jaringan yang ada masih belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan
dalam melaksanakan pelayanan dengan berbasis pada sistem informasi yang ada.
Hal ini akan menjadi penghambat dalam implementasi Masterplan E-Government
dalam konteks pelayanan yang dilaksanakan di kelurahan. Dengan tipologi wilayah
yang terletak di sebelah selatan Kota Probolinggo dengan koneksi jaringan yang
lemah, sehingga dalam melaksanakan pelayanan dengan berbasis pada sistem
informasi yang ada yaitu SIAKEL masih sering mengalami masalah koneksi
jaringan. Jaringan yang ada saat ini hanya bersifat umum, artinya jaringan yang
digunakan belum memperhatikan tipologi wilayah. Dibutuhkan pemetaan koneksi
jaringan sehingga didapat data kesesuaian jaringan dengan tipologi wilayah
Kelurahan Kedungasem dan kebutuhan koneksi yang bersifat spesifik, berdasarkan
pada tipologi wilayah. Butuh penguatan jaringan khususnya pada kelurahan yang
letaknya agak jauh dari server yang terletak di Dinas Komunkasi dan Informatika.
Sehingga masalah koneksi jaringan ini bisa diatasi. Belum lagi masalah aplikasi
yang digunakan (SIAKEL) kadang-kadang tidak bisa diakses yang disebabkan
spesifikasi komputer PC atau laptop yang digunakan dalam pelayanan masih rendah
dan tidak sesuaai dengan spesifikasi sistem informasi yang digunakan, ditambah
usia ekonomis peralatan yang sudah memasuki kadaluarsa, belum lagi aplikasi yang
200
digunakan kadang-kadang juga mengalami gangguan. Kerusakan-kerusakan yang
disebabkan karena usia peralatan akan menjadi hambatan serius, karena manakala
peralatan yang digunakan mengalami kerusakan maka pelayana tidak dapat
dilaksanakan . Dengan kualitas peralatan yang digunakan masih rendah, pelayanan
yang dilakukan tidak dapat berjalan dengan lancar. Keluhan masyarakat yang
disampaikan kepada petugas pelayanan salah satunya proses yang dilakukan terlalu
lama, penyebabnya adalah peralatan yang digunakan sering mengalami kerusakan.
Dengan kedudukan kelurahan dibawah kecamatan, perlu dilakukan pemetaan
terkait dengan rencana kebutuhan pengadaan barang dan rencana kebutuhan
pemeliharaan barang yang ada di kelurahan. Dari data yang ada dalam rencana
kebutuhan pengadaan barang dan rencana kebutuhan pemeliharaan barang akan
dapat dilakukan pengadaan barang sesuai dengan kebutuhan, termasuk kebutuhan
pemeliharaan barang. Dari penyusunan data tersebut juga didapat kondisi peralatan
yang digunakan dalam pelayanan di kelurahan. Beberapa jumlah peralatan yang
dibutuhkan sekaligus berapa anggaran yang dibutuhkan untuk pemeliharaannya.
Dari data yang diperoleh selama penelitian, pengadaan peralatan (belanja modal)
untuk kelurahan dilaksanakan oleh kecamatan. Artinya memang kewajiban untuk
pengadaan barang untuk kelurahan menjadi tanggungjawab kecamatan. Namun
demikian pengadaan yang dilakukan hanya membeli barang tanpa memperhatikan
spesifikasi yang dibutuhkan. Pengadaan barang atau peralatan yang digunakan
dalam pelayanan harus memperhatikan spesifikasi barang yang dibutuhkan
sehingga manakala peralatan tersbeut digunakan tidak mengalami banyak
hambatan. Dalam proses pengadaan peralatan khususnya komputer PC, laptop dan
printer kecamatan harus berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika,
201
karena data tentang karateristik sistem informasi (SIAKEL) yang digunakan dalam
pelayanan di kelurahan ada di Dinas Komunikasi dan Informatika. Komputer PC,
laptop dan printer yang akan digunakan, spesifikasinya harus selaras dengan
karateristik dari aplikasi SIAKEL.
2. Sumber Daya Manusia Yang Kurang Memadai
Dalam penelitian ini diperoleh data tentang personil pada Kelurahan
Kedungasem berdasarkan pendidikan dan status kepegawaian. Dari hasil
wawancara dengan Lurah Kedungasem juga didapat data bahwa kondisi personil
Kelurahan Kedungasem belum memadai, baik dari kualitas sumber daya manusia
yang ada maupun ditinjau dari jumlahnya. Kondisi sumber daya seperti ini akan
berakibat pada proses pelayanan yang dilakukan. Masih ditemui keluhan dari
masyarakat yang mengajukan permohonan surat pengantar maupun surat
keterangan. Personil yang ada di Kelurahan Kedungasem sebagian belum cakap
dalam mengakses sistem informasi khususnya aplikasi dalam SIAKEL sehingga
apabila yang bersangkutan bertugas di pelayanan, masyarakat masih ada yang
menyampaikan keluhan-keluhan terhadap pelayan yang diberikan. Masalah
sumberdaya yang ada di Kelurahan Kedungasem tidak terlepas dari sistem
penempatan dan mutasi pegawai. Sistem yang ada belum berpihak kepada
kelurahan, sehingga personil yang ada di kelurahan rata-rata mempunyai
kompetensi yang kurang mendukung dalam menjalankan fungsinya dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan kompetensi
sumberdaya manusia ini sesuai dengan pendapat dari Ndraha (1997) mengatakan
bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang
mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif –
202
generatif – inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelligence,
creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar
seperti bahan mentah, lahan, air, energi otot, dan sebagainya.
Masalah penempatan sumberdaya manusia di kelurahan ini menyangkut
komitmen yang harus dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Kebijakan yang
ada terkait dengan kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan di daerah dan sebagai
pusat data dalam proses perencanaan dan pengembangan daerah harus juga
diimbangi dengan kebijakan bagaimana menata personil yang ada di kelurahan.
Personil yang ada di kelurahan harus mampu untuk melaksanakan fungsi pelayanan
yang melekat pada kelurahan terutama dalam mengoperasionalkan sistem informasi
yang digunakan dalam pelayanan kepada masyarakat sebagai implementasi dari
Masterplan E-Government yang telah disusun. Perlu disiapkan personil yang
mumpuni, cakap dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi sehingga mengurangi
pengaduan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan di kelurahan. Terkait
komitmen yang harus dibangun dalam penempatan pegawai sesuai dengan
pendapat Quest dalam Soekidjan (2009) bahwa komitmen merupakan nilai sentral
dalam mewujudkan soliditas organisasi. Lebih lanjut hasil penelitian Quest dalam
Soekidjan (2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :
1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya
motivasi dan meningkatnya kinerja.
2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.
3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.
4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan
aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
203
Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat
terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan
meningkatkan kinerja. Dalam pengembangan E-Government pada kelurahan ini,
personil yang ada harus dipertimbangan jumlah dan kualitas sumberdaya yang ada
sehingga dalam menjalankan fungsi pelayanan, dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai target yang ditentukan. Tidak kalah pentingnya adalah kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang ada
di kelurahan melalui pelatihan atau bimtek khususnya yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan.
Dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di kelurahan, perlu
agenda kegiatan yang terintegrasi diantara dinas terkait yang berhubungan dengan
pelayanan di kelurahan. Integrasi kegiatan dibutuhkan agar pengembangan sumber
daya tidak hanya bisa dilaksanakan dari satu sisi misalnya dari administrasi
perkantoran saja, tetapi juga yang menyangkut penggunaan sistem informasi dalam
rangka pelaksanaan kebijakan yang ada. Kedepan diharapkan dengan keberadaan
sumber daya manusia yang cakap, berintegritas dan mempunyai motivasi kerja
yang tinggi akan mampu mendukung implementasi kebijakan terutama
implementasi Masterplan E-Government.
Penataan sumber daya manusia di kelurahan harus menjadi perhatian
utama dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan Masterplan
E-Government, dengan menempatkan personil yang mampu dan cakap dalam
bekerja. Sistem pemetaan pegawai harus dapat dijalankan, dengan tujuan agar dapat
melaksanakan tugas pelayanan dengan sebaik-baiknya. Dari penelitian yang
dilakukan, dari beberapa personil yang ada di Kelurahan Kedungasem Kecamatan
204
Wonoasih, sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan yang terkait
dengan teknologi informatika. Perlu dilakukan mutasi atau penambahan personil
yang mempunyai latar belakang teknologi informatika dalam mendukung
pelaksanaan pelayanan dengan berbasis sistem informasi yang ada. Ada relevansi
teori antara teori sumberdaya yang disampaikan oleh Ndraha (1997) dengan teori
komitmen yang disampaikan oleh Quest dalam Soekidjan (2009). Sumber daya
manusia yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh komitmen yang dibangun.
Dengan komitmen dalam peningkatan kapasitas personil akan menghasilkan
sumberdaya manusia inovatif dan kompetitif.
3. Anggaran Yang Kurang Memadai
Kedudukan kelurahan sebagaimana Peraturan daerah Nomor 4 Tahun
2012 sampai berlakunya Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 104 Tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Serta Tata
Kerja Kecamatan Kota Probolinggo adalah dibawah kecamatan. Artinya bahwa
secara organsiasi kelurahan adalah perangkat kelurahan dan bertanggungjawab
kepada Camat melalui Sekretaris Kecamatan. Demikian juga anggaran yang ada di
kelurahan, masuk dalam dokumen anggaran yang ada di kecamatan. Dari penelitian
yang dilakukan didapat bahwa anggaran yang dikelola oleh Kelurahan Kedungasem
untuk membiayai kegiatan operasionalnya masuk dalam Kegiatan Peningkatan
Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah Kelurahan Kedungasem, komposisi
anggaran yang ada hanya untuk membiayai operasional perkantoran. Pos biaya
pemeliharaan kantor dan peralatan sudah dianggarkan, namun pagu anggaran yang
ada sering tidak cukup dalam membiayai pemeliharaan peralatan. Dengan pagu
anggaran yang ada sekarang sulit bagi keluraha melakukan inovasi khususnya
205
dalam pelayanan yang dilaksanakan. Dibutuhkan sistem kebijakan perencanaan
anggaran di kelurahan dengan berbasis pada pengembangan E-Government, dengan
tetap mempertimbangkan kewenangan masing-masing Organisasi Perangkat
Daerah. Sistem penganggaran di kelurahan harus tetap mempertimbangkan
kedudukan kelurahan dan beban kerja dalam menjalankan fungsi pelayanan yang
dilaksanakan. Alokasi anggaran yang memadai akan membantu kelurahan dalam
menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat dengan berbasis pengembangan
teknologi informasi. Anggaran yang ada di kelurahan harus dapat bersinergi dengan
anggaran dari Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pengembangan teknologi
informasi dalam pelayanan. Fungsi anggaran yang ada harus dapat merealisiasi
tujuan dari kegiatan yang ada. Terkait dengan fungsi anggaran sektor publik ini
selaras dengan pendapat dari Mardiasmo (2005:63) bahwa salah satu fungsi dari
anggaran sektor publik adalah anggaran sebagai alat perencana (Planning Tool)
untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk
merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, beberapa biaya
yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.
Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang diterapkan.
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.
c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah
disusun.
d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
206
Dalam implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, khususnya
dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dengan berbasis pada sistem
informasi yang ada, juga harus diatur kebijakan keuangan yang berpihak kepada
kelurahan. Anggaran yang ada di kelurahan tidak hanya bersifat operasional
perkantoran saja, tetapi ada anggaran yang bersifat sinergi dengan kegiatan yang
dilaksanakan oleh dinas teknis, sehingga adanya keterkaitan dan saling mendukung
dalam pelaksanaannya.
Dengan anggaran yang ada sekarang ini, kelurahan hanya diberikan
kewenangan mengelola anggaran untuk mendukung pelaksanaan fungsi
perkantoran saja. Belum ada anggaran yang dikelola oleh kelurahan yang bersifat
teknis. Ditambah lagi dengan sistem perencanaan keuangan yang ada belum
memperhatikan indikator-indikator yang ada. Misalnya penentuan pagu anggaran
untuk operasional kelurahan belum memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk
dan beban pelayanan. Anggaran yang diberikan kepada kelurahan cenderung sama
antara kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk dan beban kerja yang berbeda.
Dari penelitian yang dilakukan, dari data yang ada terkait dengan pagu anggaran
kelurahan khususnya yang ada di Kelurahan Kedungasem, dilihat dari luas wilayah,
jumlah penduduk dan beban kerja, anggaran yang dikelola sangat kecil dibanding
dengan fungsi yang dijalankan.
Dengan kondisi yang ada sekarang dilihat dari sisi pengelolaan anggaran,
fungsi dan kedudukan yang melekat pada kelurahan, harus ada kebijakan yang
mendukung kelurahan dalam menjalankan semua fungsi yang ada. Perlu sebuah
konsep pengembangan kelurahan menjadi sebuah unit organisasi yang
kedudukankanya dibawah kecamatan, menjadi ujung tombak pelayanan kepada
207
masyarakat dan sumber data bagi pengembangan dan pembangunan di Kota
Probolinggo. Menempatkan kelurahan dalam posisi strategis karena sebagai unit
organisasi yang dalam pelaksanaan fungsinya langsung berinteraksi dengan
masyarakat. Kedepan perlu adanya kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan
Daerah yang dibuat dalam rangka tata kelola kelurahan yang lebih baik dengan tetap
memperhatikan kedudukan kelurahan.
Tabel 5.8 Hasil Penelitian
No. Fokus Penelitian Sub Fokus
Penelitian
Hasil Penelitian Penyebab
A. Implementasi
Kebijakan
Masterplan
E-Government di
Kota Probolinggo
1. Komunikasi Komunikasi sudah
dilaksanakan yang
terdiri dari konsultasi
dan koordinasi namun
demikian hasil
konsultasi dan
koordinasi belum
maksimal
- Hasil konsultasi yang
diteruskan kepada staf
belum dapat
dilaksanakan sesuai
target waktu yang
ditentukan
- Rapat koordinasi tidak
dihadiri pimpinan
Organisasi Perangkat
daerah sehingga tidak
dapat dibuat
keputusan yang
bersifat strategis
2. Sumber-sumber
Terdiri dari:
a. Renstra
- Visi sudah ada,
tetapi blm secara
khusus menyebut
Masterplan
E-Government
- Misi sudah ada,
tetapi tidak semua
misi dilaksanakan
- Tujuan ada, tetapi
hanya beberapa
tujuan yang terkait
Masterplan
E-Government
Materi ttg Masterplan
E-Government dalam
muatan Renstra Dinas
Komunikasi belum
mendapat porsi yang
maksimal tetapi hanya
beberapa misi, tujuan
dan sasaran yang terkait
dengan tujuan yang ada
dalam Masterplan
E-Government
208
Tabel 5.8 Lanjutan
No. Fokus Penelitian Sub Fokus Penelitian
Hasil Penelitian Penyebab
b. Tugas pokok
dan fungsi
Sasaran ada, tetapi sasaran blm semuanya ttg Masterplan E-Government Tugas pokok dan fungsi yang terkait implementasi Masterplan E-Government sdh ada, tetapi hanya beberapa tupoksi yang terkait dengan implementasi E-Government
Blm semua fungsi
yang ada dilaksanakan
dalam implementasi
Masterplan
E-Government
c. Kerjasama
dengan pihak
swasta
Sudah dilaksanakan
tapi belum
memberikan dampak
pada pencapaian
tujuan dari disusunnya
Masterplan
E-Government
- Kerjasama dg
PT. Telkom hanya
kerjasama antara
pengguna dan
penyedia layanan
- Kerjasama dengan
PT. INDOSAT baru
dimulai tahun 2016
sehingga belum
dapat dievaluasi
dampaknya terhadap
implementasi
Masterplan
E-Government
3. Disposisi/sikap Staf pada Dinas Komunikasi dan Informatika yang diberikan tugas untuk melaksankan program dan kegiatan dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan E-Government sudah melaksankaan tugas dengan baik, mempunyai semangat dan motivasi tinggi dalam bekerja, namun belum diikuti dnegan pemberian penghargaan atas kinerja
Belum ada kebijakan terkait dengan pemberian penghargaan bagi staf yang mempunyai prestasi dalam bekerja, misalnya memberikan kesempatan kepada staf untuk memperoleh beasiswa/ tugas belajar dan pemberian tambahan penghasilan berdasarkan kinerja yang telah dilaksanakan
209
Tabel 5.8 Lanjutan
No. Fokus Penelitian Sub Fokus
Penelitian
Hasil Penelitian Penyebab
4. Program dan
kegiatan Mulai Tahun
Anggaran 2013
sampai dengan Tahun
Anggaran 2016 sudah
dilaksanakan program
dan kegiatan dalam
rangka implementasi
Masterplan
E-Government, tapi
blm maksimal
- Perlu adanya
monitoring selama
pelaksanaan kegiatan
- Adanya evaluasi
berdasarkan capaian
kinerja buka
berdasarkan realisasi
anggaran
B.
Faktor pendukung
dan penghambat
Implementasi
Masterplan
Government pada
kelurahan di Kota
Probolinggo
Faktor
pendukung:
Adanya
Kelembagaan
adanya kelembagaan
yang ditunjuk sesuai
urusan, tupoksi dalam
implementasi
Masterplan
E-Government
Ditetapkannya Perda
dan Perwali tentang
kedudukan, tugas pokok
dan fungsi Dinas
Komunikasi dan
Informatika Faktor penghambat:
a. Sarana dan Prasarana kurang memadai
b. Sumber daya manusia kurang memadai
c. Anggaran kurang memadai
Sarana dan prasarana yang ada blm memenuhi spesifikasi Sumber daya yang ada di kelurahan kurang memadai dalam melaksanakan Masterplan E-Government Kelurahan sudah mengelola anggaran yang bersifat operasional perkantoran, tapi belum memadai
- Belum dilakukan pemetaan kebutuhan dan pemeliharaan barang
- Belum ada koordinasi dan sinkronisasi dengan dinas teknis terkait pengadaan barang
- Sistem penempatan dan mutasi kurang mempertimbangkan kebutuhan personil di kelurahan
- Jarang dilakukan pembinaan terkait pelaksanaan pelayanan berbasis teknologi informasi
- Belum ada kebijakan anggaran yang mengatur tentang operasioanl implementasi Masterplan E-Government di kelurahan
- Belum ada indikator yang jelas dalam menentukan anggaran untuk operasional kelurahan kelurahan
210
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah dilakukan kemudian dilakukan pembahasan,
maka dalam penelitian dapat diambil kesimpualan sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan dari Pemerintah Kota Probolinggo terkait dengan
Masterplan E-Government sudah dilaksanakan. Hal ini bisa dilihat
bahwasannya setelah Masterplan ini ditetapkan, Pemerintah Kota
Probolinggo sudah melakukan pembangunan jaringan dan pengadaan
peralatan yang digunakan dalam pengembangan teknologi informasi sebagai
tindaklanjut dari Masterplan yang ada. Namun demikian progress dari
kegiatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya sesuai dengan target yang
ditetapkan, sehingga usaha-usaha tersebut belum berdampak secara
signifikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan terhadap pelayanan
kepada masyarakat. Beberapa aspek terkait dengan kurang maksimalnya
usaha yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi
Komunikasi sudah dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika
melalui kegiatan konsultasi dan koordinasi dalam pelaksanaan
implementasi Masterplan E-Government termasuk implementasi
masterplan di kelurahan. Tetapi komunikasi yang dilaksanakan belum
sepenuhnya dapat berjalan. Penyebabnya adalah hasil konsultasi dalam
bentuk perintah belum dapat dilaksanakan sesuai target waktu dan
211
koordinasi yang dilakukan kadang-kadang tidak dihadiri oleh pimpinan
Organisasi Perangkat Daerah sehingga manakala diambil keputusan
bersifat segera dan strategis tidak dapat langsung dilaksanakan.
b. Sumber-sumber
Sumber-sumber disini adalah kewenangan yang melekat pada Dinas
Komunikasi dan Informatika dalam melaksanakan Masterplan
E-Government termasuk didalamnya implementasi di kelurahan.
Sumber-sumber ini terdiri dari:
1. Rencana Strategis (RENSTRA)
Dinas Komunikasi dan Informatika sudah menyusun RENSTRA
sebagai tindaklanjut dari kebijakan yang ditetapkan Kepala
Daerah terpilih melalui RPJMD. Namun RENSTRA yang ada
belum dapat mengatasi hambatan-hambatan yang timbul. Tujuan,
strategi dan sasaran yang ada belum dapat diwujudkan dalam
implementasi Masterplan E-Government.
2. Tugas pokok dan fungsi impelementator
Sesuai dengan kewenangan yang ada dan Organisasi Perangkat
Daerah yang ditunjuk untuk melaksanakan implementasi
Masterplan E-Government di Kota Probolinggo adalah Dinas
Komunikasi dan Informatika. Namun Dinas komunikasi dan
informatika belum melaksanakan semua fungsinya dalam
kerangka tugas pokok yang melekat. Hal ini dikarenakan
keterbatasan anggaran yang ada. Tidak semua fungsi yang ada
212
dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan, dimana operasionalnya
memerlukan anggaran.
3. Kemitraan dengan pihak swasta
Kemitraan yang dijalin dengan pihak swasta dalam pembangunan
jaringan dan kualitas jaringan dalam rangka peran swasta
sebagaimana diatur dalam tujuan Masterplan E-Government
sudah dilakukan. Pertama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia
Tbk., kemudian berlanjut kerjasama dengan INDOSAT Tbk.
Kerjasama strategis baru dilaksanakan dengan PT. INDOSAT
Tbk. pada tahun 2016. Kerjasama antara Pemerintah Kota
Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk. Diharapkan adanya
kerjasama yang saling menguntungkan. Dilihat dari dimulainya
kerjasama yaitu pada tahun 2016, baru setelah 6 (enam) tahun
sejak ditetapkannya Masterplan E-Government, kerjasama yang
bersifat strategis dapat dijalin dengan swasta. Dari penelitian
yang dilaksanakan, kerjasama tersebut belum dapat diukur sejauh
mana keuntungan yang telah didapat Pemerintah Kota
Probolinggo. Tetapi sejak ditandatangani perjanjian kerjasama
tersebut, PT. INDOSAT Tbk. Telah berpartisipasi dalam upaya
menjadikan Kota Probolinggo sebagai Kota Cerdas (smart city).
c. Disposisi/sikap
Sikap dari personil Dinas Komunikasi dan Informatika dalam
melaksanakan tugas sehari-hari dalam rangka implementasi
Masterplan E-Government sudah positif. Sikap tersebut berkaitan
213
dengan motivasi, semangat dan rasa persaudaraan yang terjalin
baik diantara sesama personil. Namun kondisi ini harus
dipertahankan agar memudahkan Dinas Komunikasi dan
Informatika dalam mencapai tujuan organisasi. Salah satunya
memberikan reward kepada personil yang berprestasi.
d. Struktur Organisasi
Struktur organisasi berkiatan dengan program dan kegiatan yang
dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika dalam
implementasi Masterplan E-Government. Program dan kegiatan yang
sudah dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika dalam
rangka implementasi Masterplan E-Government dimulai sejak sebelum
dibentuknya Dinas komunikasi dan Informatika, namun setelah
dibentuknya Dinas Komunikasi dan Informatika pada Tahun 2012,
implementasi Masterplan E-Government lebih baik dari sebelumnya.
Dari sisi kuantitas kegiatan dan anggaran yang dialokasikan untuk
pelaksanaannya dari tahun ke tahun sudah mengalami peningkatan.
Namun hasil kegiatan, keuntungan dan dampak yang ditimbulkan
belum maksimal terhadap tujuan dari Masterplan E-Government yang
telah disusun.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Implementasi Masterplan Di
Kelurahan
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam implementasi Masterplan E-Government di
kelurahan ini adalah sudah adanya organisasi yang menjadi
214
implementator dalam melaksanakan kebijakan yang ada khususnya
dalam pengembangan teknologi informasi melalui Masterplan
E-Government. Kelembagaan yang sudah dibentuk oleh Pemerintah
Kota Probolinggo adalah Dinas Komunikasi dan Informatika. Melalui
Dinas Komunikasi dan Informatika disusun dan diwujudkan program
dan kegiatan dalam rangka implementasi Masterplan E-Government di
kelurahan, salah satu inovasi yang sudah diwujudkan dalam
implementasi Masterplan E-Government adalah pelayanan di kelurahan
berbasis teknologi informasi yaitu SIAKEL.
b. Faktor penghambat
Dari penelitian dilanjutkan dengan pembahasan, beberapa faktor
penghambat dari implementasi Masterplan E-Government di kelurahan
adalah:
1) sarana dan prasarana kurang memadai
Sarana dan prasarana dalam mendukung implementasi
Masterplan E-Government dalam pelayanan di kelurahan sudah
ada, namun kualitas jaringan belum memperhatikan tipologi
wilayah dan peralatan yang digunakan kurang memenuhi
spesifikasi sehingga masih sering terjadi jaringan tidak terkoneksi
dan peralatan yang rusak.
2) sumberdaya manusia kurang memadai
sumberdaya manusia yang ada di Kelurahan rata-rata dilihat dari
jumlah dan tingkat pendidikan memang kurang memadai. Dari
data yang didapat khususnya di Kelurahan Kedungasem, belum
215
memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dalam melaksanakan
pelayanan berbasis teknologi informasi.
3) anggaran kurang memadai
anggaran yang ada di kelurahan saat ini hanya bersifat
operasional perkantoran, sehingga sulit bagi kelurahan untuk
melakukan inovasi terkait dengan pelayanan dalam implementasi
Masterplan E-Government. Harus ada anggaran yang bersifat
sinergi antara anggaran pada dinas teknis dalam hal ini adalah
Dinas Komunikasi dan Informatika dengan anggaran yang ada di
kelurahan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan diatas, beberapa
saran yang disampaikan peneliti sebagai berikut:
1. Dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota
Probolinggo, Dinas Komunikasi dan Informatika sebagai Organisasi
Perangkat Daerah pelaksana dalam implementasi Masterplan E-Government
di Kota Probolinggo harus mempunyai dokumen pemetaan jaringan dan
menyusun dokumen terkait monitoring dan perbaikan jaringan yang ada.
2. Sinkronisasi dan sinergi dari program dan kegiatan dari Organisasi Perangkat
Daerah yang berhubungan dengan implementasi Masterplan E-Government,
sehingga sistem yang ada dapat diintegrasikan.
3. Evaluasi dan monitoring secara periodik terkait dengan program dan kegiatan
yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika khususnya
program dan kegiatan dalam implementasi Masterplan E-Government.
216
4. Perlu dilakukan kajian mendalam terkait dengan tipologi jaringan di
kelurahan sehingga nantinya jaringan yang sudah ada dapat menjangkau
seluruh kelurahan di wilayah Kota Probolinggo.
5. Kerjasama yang sudah terjalin dengan pihak swasta dalam rangka
pelaksanaan implementasi Masterplan E-Government harus dapat
dimanfaatkan dan menjadi keuntungan bagi Pemerintah Kota Probolinggo.
Agar pelaksanaan kerjasama tersebut dapat berjalan dengan efektif harus ada
monitoring pelaksanaan dan evaluasi terhadap kerjasama yang sudah
dilakukan. Hal-hal yang bersifat teknis harus diatur dalam dokumen
Perjanjian Kerjasama antara Dinas Komunikasi dan Informatika dengan
pihak swasta.
6. Perlu dilakukan penataan terkait dengan sumberdaya manusia yang ada di
kelurahan, khususnya dari sisi jumlah dan kualitas sumberdaya yang ada,
penempatan pegawai di kelurahan yang memiliki spesifikasi pendidikan di
bidang komunikasi dan informatika serta pelaksanaan bimbingan teknis
secara periodik bagi aparatur yang ada di kelurahan dalam rangka
peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang ada.
7. Kebijakan penganggaran yang lebih berpihak kepada kelurahan, meskipun
secara kedudukan kelurahan adalah perangkat kecamatan yang
bertanggungjawab kepada Camat, namun melihat posisi strategis kelurahan
adalah unit organisasi yang langsung berinteraksi dengan masyarakat baik
dalam pelayanan administrasi maupun pembinaan kemasyarakatan.
217
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Pancur Sawah. Abdul Wahab, Solichin. 2016. Analisis Kebijakan: dari Formulasi Ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik Bandung: Alfabeta. Bachri, Bachtiar S. 2010. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada
Penelitian Kualitatif. Surabaya: Universitas Negri Surabaya. Bayu, Jarot Bayu. Sistem pemerintahan berbasis teknologi informasi belum
terintegrasi dengan baik. diunggah dari Compas.com tanggal 15 Desember 2016.
Campbell, A and Kathleen, S. L. 1997. Core Competency Based Strategy.
International Thompson Business Press. Culla, Suryadi A. 2005. Good Governance. Otoda dan Pilkada. Fajar On Line. Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dunn, William N, 2000 . Analisis Kebijakan Publik, terjemahan Samodra Wibawa
dkk. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dye, Thomas R. 1975. Understanding Public Policy. Englewood Cliff. N.J :
Printice-Hall 2en sd. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy Congressional Quarterly
Press. Washington DC. Frederickson, H. George & Jocelyn M. Johnston (Eds.). 1999. Public Management
Reform and Innovation: Research, Theory, and Application. London: Alabama.
Grindle, M. (Ed). 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World.
New Jersey: Princeton University Press. Heeks, R, 2001. Understanding E-Government for Development. University of
Manchester. England. Indrajit, Richardus Eko.
. Yogyakarta: Andi.
218
Indrajit, Richardus Eko. 2002. Electronic Government: Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi. Kritiadi, J. B, 2001. Pengembangan Perancangan Nasional (National Framework) di Bidang Informasi Nasional dalam Kerangka PeKerjasama Pengkajian untuk Pembangunan Sistem Informasi Nasional. Jakarta 2 November 2001.
Islamy, Irfan M. 1998. Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara. Malang:
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Jatim Times. Tanggal 8-6-2016. Pengembangan Teknologi Informasi Dalam
Pelayanan di Kelurahan. Jenkins, W.I. 1978. Policy Analysis. Oxford: Martin Robertson. LAN-BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: LANRI. Leftwich, A. 1993. Governance, Democracy and Development in the Third World,
Third World Quarterly. vol. 14. no. 3. Democratisation in the Third World. pp. 605-624.
Lester, James P. dan Joseph Steward, JR. 2000. Public Policy: Evolution Approach.
Wadsworth Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Miles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative
Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edisi Ketiga. Sage Publications: Inc. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Muchlas, 2008. Perilaku Organisas. Yogyakarta: Gajah Mada Universitiy Press. Mustopadidjaja, AR. 1997. Transformasi Manajemen Menghadapi Globalisasi
Ekonomi, dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan. Vol. 1. No. 1. 1997. ISSN 1410-5101. Jakarta: PP PERSADI.
Mustopadidjaja, AR dan Desi Fernanda. (2000). Manajemen Pembangunan
Nasional : Kebijakan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan, makalah disampaikan pada Suskomsos TNI TA 1999/2000. SESKO TNI. LAN RI. Bandung. 28 Pebruari 2000.
Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
219
Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Pengantar Teori Pengembangan SumberDaya Manusia,
Jakarta: Rineka Cipta. Oetojo, Asianti. 2002. Arah Kebijakan Sistem Informasi dan Telematika Propinsi
Jawa Timur, Makalah Rapat Koordinasi Teknis Pengembangan Teknologi Informasi di Jawa Timur.
Osborne, David, and Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: How
Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. Reading. Masschusetts: Addison Wesley Publishing Co. Inc.
Patton, Michael Quinn. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Baverly Hills
London: Sage Publications. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan
E-Government Tahun 2010-2029. Pierre, J. And Peters, B.G. 2000. Governance, Politics and State, London:
Macmillan Press Ltd. Putra, Fadilah.2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik:Perubahan
dan Inovasi Kebijakan Publik Dalam Ruang Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rhodes, R.A.W.1997. Understanding Governance:Policy Networks, Governance,
Reflexivity and Accountability.Buckingham. UK: Open University Press. Radar Bromo (Jawa Pos Group). Sabtu, 8 Oktober 2016. Hal. 40, SDM Kelurahan
Minim. Rewansyah, Asmawi. 2010. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good
Governance. Jakarta: Yusaintanas Prima. Rhodes, R.A.W.2007. Understanding Governance: Ten Years On.In rganization
Studies.28: 1243. Sedarmayanti. 2012. Good Governance : Kepemerintahan , Yang Baik, Bandung:
Mandar Maju. Sekaran, Uma. 2011. Metode Pemelitian untuk Bisnis, Jakarta: Salemba Empat. Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: Asdi
Mahasatya.
220
Soegiarto, Soekidjan, Sp. KJ. 2009. Komitmen Organisasi Sudahkah Menjadi Bagian Dari Kita?. Jakarta: Rineka Cipta. Sosiawan, Edwi Arief. 2008. Implementasi E-government Pada Pemerintah
Daerah di Indonesia. Penelitian Semi Que V. Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharno. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik: Kajian Proses dan Analisis
Kebijakan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis.Bandung : Alfabeta. Surabaya Pagi.Com. 8-11-2016. Muncul Masalah Siakel, Komisi A Sidak
Kelurahan. Tangkilisan, Hessel Nogi. S. 2003. Implementasi Kebijakan Publi., Jakarta:
Lukman Offset. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI. Udoji, Chief J.O. 1981. The African Public Servan as a Public Policy Maker, Public
Policy in Africa, African Association For Public Administration and management. Addis Abeba.
UNDP. 1997. Governance For Sustainable Development - A Policy Document.
New York: UNDP. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Van Meter, Donalds and Carl E. Van Horn. 1975. The Policy Implementation
Process: A Conseptual Framework, Administration and Society, Vol. 6 No. 4, Pebruari.
Wibawa, Samudra. 1994. Kebijakan Publik : Proses dan Analisis. Yogyakarta:
Intermedia. Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas dan
Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendikia.
Williamson, Oliver E. 2000. ng Stock,
. Journal of Economics Literature 38(3):595-613. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo