repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1409/1/ACHMAD WAHYUDI.pdf · i Lembar Pengesahan T E S I S...

240
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 Oleh : ACHMAD WAHYUDI NIM : 156030102111006 TESIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MASTERPLAN E-GOVERNMENT PADA KELURAHAN DI KOTA PROBOLINGGO Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1409/1/ACHMAD WAHYUDI.pdf · i Lembar Pengesahan T E S I S...

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

KEKHUSUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Oleh :

ACHMAD WAHYUDI

NIM : 156030102111006

TESIS

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MASTERPLAN

E-GOVERNMENT PADA KELURAHAN DI

KOTA PROBOLINGGO

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Magister

i

Lembar Pengesahan

T E S I S

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MASTERPLAN E-GOVERNMENT PADA KELURAHAN DI

KOTA PROBOLINGGO

Oleh ACHMAD WAHYUDI

NIM. 156030102111006

telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 13 Juli 2017

dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota Prof.Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS Dr. Siti Rochmah, M.Si NIP. 19540704 198103 1 003 NIP. 19570313 198601 2 001

Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik

Dr. Irwan Noor, MA NIP. 19611024 198601 1 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Prof.Dr. Bambang Supriyono, MS

NIP. 19610905 198601 1 002

ii

PERNYATAAN

ORISINALITAS TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya

ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber

kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam Naskah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat

unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar

akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

( UU NO. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70 )

Malang, 13 Juli 2017 Mahasiswa Nama : Achmad Wahyudi NIM : 156030102111006 PS : Magister Ilmu Administrasi Publik PPSUB

iii

JUDUL TESIS :

Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan di Kota

Probolinggo.

Nama Mahasiswa : ACHMAD WAHYUDI

NIM : 156030102111006

Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik

Minat : Kebijakan Publik

KOMISI PEMBIMBING :

Ketua : Prof.Dr. ABDUL JULI ANDI GANI, MS

Anggota : Dr. SITI ROCHMAH, M.Si

TIM DOSEN PENGUJI :

Dosen Penguji 1 : Dr. FADILLAH AMIN, M.AP, Ph.D

Dosen Penguji 2 : Dr. SISWIDIYANTO, MS

Tanggal Ujian :

SK. Penguji :

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya harta

dan anak, tetapi dengan banyaknya ilmu, besarnya

kesabaran, mengungguli orang lain dalam

ibadahnya, apabila berbuat kebaikan ia bersyukur

dan bila berbuat salah (dosa) ia beristighfar

kepada Allah.

( SayidinaAli bin Abi Thalib )

Karya ilmiah aku persembahkan kepada :

Almarhum Ayah dan Ibu, Almarhum Ayah Mertua dan

Ibu Mertua, Istriku tercinta dan yang ku sayangi, anak-

anakku ( Rina, Sinta dan Ridho) harapanku, Saudara-

saudaraku dan semua keluarga yang telah memberikan

semangat dan motivasi.

v

RIWAYAT HIDUP

ACHMAD WAHYUDI, lahir di Probolinggo tanggal 16 Oktober 1973,

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ayah bernama SATURAN

(Almarhum) dan ibu bernama ASIAH. Pendidikan SDN 5 Kebonsari Kulon

Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, SMPN 5 Kota Probolinggo, SMAN 3

Kota Probolinggo. Menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Panca Marga

Probolinggo Tahun 2007. Menempuh studi S-2 di Program Pasca Sarjana Ilmu

Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang Angkatan Tahun 2015/2016.

Malang, Juli 2017

Penulis,

ACHMAD WAHYUDI

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas

selesainya karya ilmiah ini kepada:

1. Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof.Dr.Ir. Mohammad Bisri, MS.

2. Ibu Walikota Probolinggo yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh

pendidikan pada Program Magister Ilmu Administrasi Publik, Badan

Kesatuan Bangsa Kota Probolinggo yang telah memberikan ijin kepada

penulis dalam melakukan penelitian di lokasi yang telah ditentukan dalam

rangka untuk memenuhi tugas akhir pada Program Magister Ilmu

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Malang, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika beserta Kepala Bidang,

Kepala Seksi dan Staf yang telah membantu dalam menyiapkan data-data

yang diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah ini, Kepala Badan

Kepegawaian Daerah dan Pengembangan SDM, Camat Kanigaran Kota

Probolinggo, Camat Wonoasih Kota Probolinggo, Lurah Curahgrinting dan

Lurah Kedungasem dan para pihak yang telah membantu dalam kelancaran

pelaksanaan penelitian.

3. Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang,

Prof.Dr.Bambang Supriyono, MS , yang telah memberikan kesempatan,

fasilitas belajar dan pelayanan administrasi selama proses menyelesaikan

studi penulis.

vii

4. Kepala Program Magister Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang, Dr. Irwan Noor, MA, yang

telah memberikan fasilitas selama menempuh pendidikan Magister sampai

dengan selesainya penulisan karya ilmiah ini.

5. Prof.Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS , Ketua Komisi Pembimbing dalam

penulisan karya ilmiah ini, dengan segala keikhlasan, ketulusan dan

kesabaran serta meluangkan tenaga, waktu dan pikiran beliau dalam

membimbing penulis mulai awal menyusun sampai dengan selesainya karya

ilmiah ini.

6. Dr. Siti Rochmah, M.Si , Anggota Komisi Pembimbing dalam penulisan

karya ilmiah ini, yang sudah dengan sabar, ikhlas, meluangkan waktu,

pikiran dan perhatian beliau sehingga penulis mempunyai motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Dr. Fadillah Amin, M.AP, Ph.D dan Dr. Siswidiyanto, MS , selaku Dosen

Penguji 1 dan Dosen Penguji 2 , yang telah meluangkan waktu dan pikiran

untuk memberikan masukan-masukan pada perbaikan karya ilmiah ini.

8. Para dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya melalui materi yang

telah diberikan selama masa perkuliahan dan karyawan/karyawati pada

Program Ilmu Administrasi Publik atas kerjasama dan persaudaraan yang

sudah terjalin dengan baik, mulai masa perkuliahan sampai dengan penulis

menyelesaikan karya ilmiah ini.

viii

9. Kedua orang tuaku, Bapak Saturan (Almarhum) dan Ibu Asiah yang telah

mendidik dan menyayangi dengan setulus hati. Untuk Bapak yang telah

mendahului, do’a anakmu mudah-mudahan Bapak diampuni segala dosanya

dan diterima segala amal ibadahnya oleh ALLAH SWT. Untuk Ibu yang

sangat aku hormati dan sayangi, engkau orang tua hebat yang telah

membesarkan anak-anakmu termasuk aku, dengan segala daya dan upaya

agar anak-anakmu menjadi orang yang berguna dan sukses, dengan do’a dan

ridhomu aku dapat mewujudkan harapanmu menjadi orang yang berbakti

dan sukses baik dalam keluarga maupun dalam pekerjaan.

10. Almarhum Bapak Mertua yang telah memberikan motivasi dan semangat

semasa beliau hidup untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, mudah-

mudahan diampuni dosanya dan diterima amal ibadahnya oleh

ALLAH SWT dan Ibu mertua yang telah memberikan do’a untuk

kelancaran penulis dalam menempuh Program Magister ini.

11. Istriku tercinta dan aku sayangi, Sri Minarni yang tidak henti-hentinya

memberikan semangat dan motivasi serta mendampingi penulis dalam

menyelesaikan pendidikan pada Program Magister, anak-anakku Rina, Sinta

dan Ridho yang menjadi penguat tekad selama penulis menempuh

pendidikan.

12. Kakak dan adikku, saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan

semangat dalam menyelesaikan Program Magister ini.

13. Teman-teman kerja di Pemerintah Kota Probolinggo, teman-teman semasa

sekolah, yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan

ini.

ix

14. Rekan-rekan seangkatan dalam menempuh Program Magister Ilmu

Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang Angkatan 2015/2016,

yang telah memberikan semangat, dukungan dan menjadi teman diskusi

yang baik serta berbagi dalam senang maupun susah, mudah-mudahan

kalian tetap semangat dan dapat menyelesaikan pendidikan serta kita tetap

dijadikan saudara sampai kapanpun.

Namun demikian dengan segala kerendahan hati dan keyakinan bahwa

karya ilmiah ini belum sempurna. Hal tersebut bukan menjadi tanggungjawab para

pihak yang telah disebutkan diatas, tetapi semata-mata karena kekurangan dari

penulis, dan dengan keikhlasan, penulis juga menyampaikan permohonan maaf

manakala ada perbuatan, tingkah laku dan tutur kata yang kurang berkenan.

Malang, Juli 2017

Penulis

ACHMAD WAHYUDI

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala

Rahmat, Hidayah dan Petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan TESIS

yang berjudul “Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada

Kelurahan Di Kota Probolinggo”. TESIS ini mendeskripsikan dan menganalisa

implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan, dengan

melihat kedudukan strategis kelurahan dalam pelayanan kepada masyarakat di

Kota Probolinggo. Harapannya dengan TESIS ini dapat membantu Pemerintah

Kota Probolinggo dalam membuat strategi dan agenda tindaklanjut pelaksanaan

Masterplan E-Government khususnya di kelurahan.

Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa TESIS ini masih

belum sempurna, baik dari teknik penulisan maupun kata-kata yang ada, oleh

karena itu masukan dari semua pihak sangat diharapkan sehingga dapat

bermanfaat dalam implementasi kebijakan di Daerah khususnya Implementasi

Kebijakan Masterplan E-Government.

Malang, Juli 2017

Penulis

xi

RINGKASAN

Tesis ini berjudul Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government

Pada Kelurahan Di Kota Probolinggo. Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan

dan menganalisis implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota

Probolinggo sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor

35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government Tahun 2010-2029, dan faktor

pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Masterplan E-Government

pada kelurahan di Kota Probolinggo.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui implementasi

kebijakan Masterplan E-Government dengan menggunakan model implementasi

kebijakan Edward III yang dilihat dari: komunikasi yang dilakukan, sumber-

sumber yang digunakan, disposisi/sikap pelaksana kebijakan dan struktur

organisasi dan faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan

Masterplan E-Government pada kelurahan.

Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo termasuk di

kelurahan sudah dilaksanakan. Namun demikian masih ada kekurangan dalam

pelaksanaannya. Kekurangan itu antara lain hasil komunikasi belum dilaksanakan

dengan baik, sumber-sumber yang terdiri dari Renstra, tupoksi dan kewenangan

kerjasama kurang memberikan dukungan pada implementasi kebijakan,

disposisi/sikap dari pelaksana kebijakan yang berprestasi belum diikuti dengan

sistem penghargaan yang baik dan struktur organisasi yang ada belum

melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan target yang ditentukan.

Faktor pendukung implementasi Masterplan E-Government pada

kelurahan adalah adanya kelembagaan yang secara khusus menangani yaitu Dinas

Komunikasi dan Informatika, sedangkan faktor penghambat adalah sarana dan

prasarana yang belum mendukung pelaksanaan pelayanan di kelurahan berbasis

teknologi informasi, sumberdaya manusia yang ada belum mendukung kelancaran

pelayanan karena tidak didasarkan pada kompetensi dan kebutuhan pegawai serta

anggaran yang dikelola kelurahan belum mendukung pelaksanaan pelayanan

berbasis teknologi informasi karena masih bersifat anggaran operasional

perkantoran belum ada anggaran yang bersifat sinergi dengan anggaran organisasi

teknis,

Kata kunci : Implementasi kebijakan, Masterplan E-Government, Kelurahan

xii

SUMMARY

This thesis entitled The Implementation of E-Government Master-plan

Policy in Villages of Probolinggo Municipality. This thesis aims to describe and

to analyse the implementation of E-Government Master-plan policy in

Probolinggo as stipulated in Probolinggo Mayor's Regulation Number 35, year

2010 on E-Government Master-plan year 2010-2029, and the supporting and

inhibiting factors of the implementation of E-Government Master-plan policy in

urban villages in Probolinggo Municipality.

This research utilises descriptive research method with qualitative

approach. The research focus is to explore the implementation of E-Government

Master-plan policy by using Edward III policy implementation model covering:

communication done, resources used, policy disposition / attitude and

organizational structure, supporting and inhibiting factors on the E- Government

Master-plan policy implementation in the urban villages.

E-Government Master-plan policy in Probolinggo, including in the urban

villages, has been implemented, however, there are still shortcomings. The

shortcomings include the followings: the results of communication has not been

implemented properly, sources comprising of Renstra (5 year strategic plan),

tupoksi ( main tasks and functions), and the cooperation authorities do not provide

sufficient support to the policy implementation, dispositions / attitudes of the

achieving implementers is not strengthened by a system of good rewards and the

existing organizational structure has not implemented the programs and activities

relevant to the specified target.

The supporting factor of the E-Government Master-plan implementation

in urban villages is the availability of designated institution that specifically

handles the policy implementation, the Department of Communications and

Informatics, while the inhibiting factors are the insufficiency of supporting

facilities and infrastructure for the implementation of information technology

based services in urban villages, lack of competent human resources to run the

service smoothly as the result of recruitment that was not based on the

competence and needs of employees, and the budget managed by the urban

villages has not supported of the implementation information technology based

services because the posture only comprises of office operating budget, there is no

synergized budget with those of technical organizations.

Keywords: Policy Implementation, E-Government Master-plan, Urban Villages

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 12

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………... 13

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu........................................................... 14

A. Yordan Putra Angguna (2015)…………………….. 14

B. Achmad Boedi Soesetyo dan

Kasiyanto (2013)…………………………………... 16

C. Darmawan Napitupulu (2015)……………………... 20

D. Raharwindy Kharisma Sudrajat (2015)……………. 21

E. Nurul Wahida Safitri (2016)……………………….. 23

2.2 Kajian Teori…………………………................................ 28

2.2.1 Kebijakan Publik....................................................... 28

2.2.1.1 Urgensi Kebijakan Publik………………… 31

2.2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik…………… 33

2.2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Dibuatnya Kebijakan Publik……………… 35

2.2.1.4 Jenis Kebijakan Publik…………………… 37

2.2.1.5 Kerangka Kerja Kabijakan Publik………... 40

2.2.2 Implementasi Kebijakan Publik…………………… 41

2.2.2.1 Definisi Implementasi Kebijakan Publik… 41

2.2.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan….. 47

2.2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Efektivitas Implementasi Kebijakan…….. 57

2.2.3 Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)……. 59

2.2.3.1 Definisi Pemerintahan Yang Baik

(Good Governance)……………………… 59

2.2.3.2 Prinsip-prinsip Dari Governance………… 62

2.2.4 E-Government…………………………………….. 67

2.2.5 Komitmen…………………………………………. 71

2.2.5.1 Indikator Perilaku Komitmen……………. 73

BAB III ANALISIS SOCIAL SETTING

3.1 Gambaran Umum Kota Probolinggo……………………….. 79

3.1.1 Kondisi Geografis, Iklim dan Pemerintahan……… 79

3.1.2 Kependudukan dan Pembangunan Manusia……… 82

3.1.3 Potensi Pertanian dan Perikanan…………………. 83

5.1.4 Visi dan Misi Kota Probolinggo………………….. 85

3.2 Dinas Komunikasi dan Informatika………………………... 90

3.2.1 Sumber Daya Dinas Komunikasi dan Informatika 92

3.3 Kondisi Sosial Kelurahan Kedungasem….……………… 94

3.4 Kondisi Sosial Kelurahan Curahgrinting………………… 95

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian……………………………………………... 96

4.2 Fokus Penelitian……………………………………………. 98

4.3 Lokasi dan Situs Penelitian….……………………………... 101

4.4 Jenis Data…………………………………………………... 102

4.5 Sumber Data………………………………………………... 103

4.6 Teknik Pengumpulan Data………….……………………… 106

4.7 Uji Keabsahan Data……….……………………………….. 109

4.8 Analisis Data……………………………………………….. 114

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian…………………………………………….. 118

5.1.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo…………………………………….. 118

5.1.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi

kebijakan Masterplan E-Government……….. 118

5.1.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam

implementasi kebijakan Masterplan

E-Government………………………………… 123

5.1.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam

implementasi kebijakan Masterplan

E-Government………………………………… 149

5.1.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah

pelaksana kebijakan Masterplan E-Government 152

5.1.2 Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

implementasi Masterplan E-Government pada

kelurahan di Kota Probolinggo………………………. 156

5.1.2.1 Faktor pendukung dalam implementasi

Masterplan E-Government pada kelurahan

di Kota Probolinggo…………………………… 156

5.1.2.2 Faktor Penghambat dalam implementasi

Masterplan E-Government pada Kelurahan

di Kota Probolinggo…………………………… 160

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Implementasi kebijakan Masterplan E-Government

di Kota Probolinggo…………………………………… 174

5.2.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi

kebijakan Masterplan E-Government…………. 174

5.2.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam

implementasi kebijakan Masterplan

E-Government………………………………….. 179

5.2.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam

implementasi kebijakan Masterplan

E-Government………………………………….. 190

5.2.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah

pelaksana kebijakan Masterplan E-Government 192

5.2.2 Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

implementasi Masterplan E-Government pada

kelurahan di Kota Probolinggo………………………. 196

5.2.2.1 Faktor pendukung dalam implementasi

Masterplan E-Government pada kelurahan

di Kota Probolinggo…………………………… 196

5.2.2.2 Faktor Penghambar dalam implementasi

Masterplan E-Government pada Kelurahan

di Kota Probolinggo…………………………… 199

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………………………………………………. 210

6.2 Saran……………………………………………………… 215

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

2.1 Implementasi Kebijakan Model Grindle …………………………………. 50

2.2 Implementasi Kebijakan Model van Meter dan van Horn………………... 52

2.3 Kebijakan Model Edward III………………………… …………………… 56

3.1 Peta Kota Probolinggo…………………………………………………….. 80

3.2 Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika………………….. 92

4.1 Gambar Analisis Data Model Interaktif ( Interactive Models)……………. 115

5.1 Rapat koordinasi yang dipimpin langsung Ibu Walikota Probolinggo

bertempat di Ruang Transit Walikota Probolinggo……………………….. 120

5.2 Rapat koordinasi dengan dinas terkait…………………………………….. 120

5.3 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 121

5.4 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 121

5.5 Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka pelaksanaan SIAKEL.. 122

5.6 Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Renstra

Dinas Komunikasi dan Informatika………………………………………. 126

5.7 Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika

Melalui rapat dengan kelurahan dalam rangka menyusun agenda kegiatan

Dalam pelaksanaan SIAKEL……………………………………………… 145

5.8 Diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok pada Dinas Komunikasi dan

Informatika………………………………………………………………… 151

5.9 Motivasi kerja dari pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika…………. 151

5.10 Perbaikan menara………………………………………………………….. 155

5.11 Perbaikan jaringan…………………………………………………………. 155

5.12 Perbaikan jaringan………………………………………………………… 156

5.13 Launching SIAKEL (Sistem Informasi Administrasi Kelurahan)

oleh Walikota Probolinggo, merupakan inovasi daerah yang

dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo………. 159

5.14 Rapat koordinasi penguatan pelaksanaan Masterplan

E-Government yang Dinas terkait bertempat di Ruang Pertemuan

Dinas Komunikasi dan Informatika……………………………………… 160

5.15 Kantor Kelurahan Kedungasem Kec. Wonoasih………………………… 161

5.16 Menu aplikasi SIAKEL………………………………………………….. 162

5.17 Menu aplikasi SIAKEL………………………………………………….. 162

5.18 Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem………………. 168

5.19 Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem………………. 168

5.20 Proses penatausahaan keuangan di Kel. Kedungasem…………………… 172

DAFTAR TABEL

2.1 Tabel Matrik Penelitian Terdahulu…………………………………….. 25

3.1 Tabel Pembagian Wilayah Administrasi Kota Probolinggo……………. 81

3.2 Tabel Antara Misi Dengan Isu-Isu Strategis Pembangunan Daerah Kota

Probolinggo…………………………………………………………….. 89

3.3 Tabel Pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Berdasarkan

Pendidikan……………………………………………………………… 93

3.4 Tabel Daftar Sarana dan Prasarana Kantor Dinas Komunikasi dan

Informatika……………………………………………………………… 94

4.1 Tabel Pemetaan Penelitian di Lapangan………………………………… 100

5.1 Tabel Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Komunikasi dan

Informatika Dalam RPJMD Tahun 2015-2019…………………………. 138

5.2 Tabel Penyediaan Jaringan Komunikasi Kerjasama Dengan

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk……………………………………… 146

5.3 Tabel Program dan Kegiatan Dinas Komunikasi dan Informatika

YangTerkait Dengan Implementasi Masterplan E-Government

di Kota Probolinggo………………………………………………………. 153

5.4 Tabel Daftar Peralatan Kerja Dalam Pengembangan Sistem Informasi Di

Kelurahan Kedungasem…………………………………………………... 166

5.5 Tabel Data Personil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih

Berdasarkan Pendidikan Dan Status Kepegawaian………………………. 169

5.6 Tabel Uraian Belanja Anggaran Kelurahan………………………………. 173

Program : Pemantapan Otonomi Kota

Kegiatan : Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah

Kelurahan Kedungasem

5.7 Tabel Pagu Anggaran Kelurahan Kedungasem Dan Realisasi Anggaran… 174

5.8 Tabel Hasil Penelitian…………………………………………………….. 207

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan

E-Government Tahun 2010-2029

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan demokrasi dan otonomi daerah membawa perubahan dan

tuntutan bagi pemerintah untuk selalu dapat menjawab tantangan terkait dengan

pelayanan kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dan

direalisasikan salah satunya dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Konsep kebijakan pemberian otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab pada

dasarnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan peran serta

masyarakat, daerah diharapkan mampu mengembangkan kreativitas, inovasi dan

dengan komitmennya berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Prinsip otonomi yang nyata adalah memberikan diskresi atau keleluasaan kepada

daerah untuk menyelenggarakan urusan dan kewenangan bidang pemerintahan

tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

dan urusan yang secara nyata hidup dan berkembang di masyarakat. Sedangkan

prinsip otonomi yang bertanggungjawab berkaitan dengan tugas, fungsi dan

tanggungjawab dalam pelaksanaannya sehingga akan tercipta tata kelola

pemerintahan yang baik. Menurut dokumen United Nation Development Program

(UNDP, 2004) tata kelola pemerintahan yang baik adalah “ penggunaan wewenang

ekonomi politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan Negara pada

setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan Negara untuk mendorong

terciptanya kondisi kesejahteraan integritas dan kohesitas sosial dan masyarakat.

2

Restrukturisasi kelembagaan pemerintah dan struktur organisasi perangkat daerah

diharapkan mampu menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat, situasi dan kondisi

perubahan paradigma, visi dan misi yang berkembang saat ini. Mardiasmo (2005:

114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk

menciptakan Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah tata

pemerintahan yang baik.

Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pelaksanaan

pelayanan publik merupakan indikator utama dalam menilai kinerja pemerintahan

daerah. Tiap pemerintah daerah dengan otonomi yang diberikan berlomba-lomba

berinovasi dalam mengemas bagaimana pelayanan yang dilaksanakan dapat

memberikan kepuasaan dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa

membedakan tingkatan golongan sosial dalam masyarakat. Kekurangan pemerintah

daerah dalam memberikan pelayanan publik menunjukkan bahwa pemerintah

daerah kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang berakibat pada

banyaknya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat. Beberapa persyaratan

dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan

publik, yaitu: personil yang berkompeten, sarana dan prasarana yang mendukung

pelaksanaan pelayanan dan anggaran yang memadai.

Dalam percepatan reformasi birokrasi yang diusung oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar berjalan dengan

baik, ada 9 (Sembilan) program yang akan diimplementasikan dalam kegiatan

reformasi birokrasi. Program tersebut akan menjadi pedoman dalam mewujudkan

reformasi birokrasi tidak terkecuali yang dilaksanakan didaerah. 9 (sembilan)

program reformasi birokrasi adalah sebagai berikut:

3

1. Manajemen perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk secara sistematis dan konsistensi dari

sistem dan mekanisme kerja organisasi, pola pikir serta budaya kerja individu

atau unit kerja didalamnya menjadi lebih baik. Target dari program ini adalah

terciptanya komitmen dari seluruh elemen pemerintahan untuk melaksanakan

reformasi birokrasi, terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja, serta

menurunkan resiko resistensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

2. Penataan peraturan perundang-undangan

Salah satu program reformasi birokrasi ini diharapkan dapat meningkatkan

efektifitas dalam pengelolaan peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Efektifitas

tersebut diantaranya dapat menurunkan tumpang tindih peraturan dari seluruh

tingkatan pemerintahan serta efektifitas dalam pengelolaan peraturan

perundang-undangan.

3. Penataan dan penguatan organisasi

Program penataan dan penguatan organisasi ditujukan untuk mengatasi

masalah yang paling sering muncul dari pemerintah terutama dari pemerintah

daerah. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan efesiensi

organisasi kementerian/lembaga/pemerintah daerah secara proporsional dan

sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas masing-masing sehingga

organisasi menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran.

4. Penataan ketatalaksanaan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sistem,

proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efesien dan terukur pada

4

masing-masing instansi. Target program penataan ketatalaksanaan adalah

meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan manajemen pemerintah, adannya efisiensi proses

manajemen pemerintah dan meningkatnya kinerja pemerintahan.

5. Penataan sistem manajemen SDM aparatur

Ini menjadi salah satu program prioritas dalam reformasi birokrasi. Program

ini diharapkan dapat menciptakan SDM yang profesional dan berkompetensi

dengan dukungan rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi

dan transparan. Program ini dapat dilaksanakan kegiatan perbaikan sistem

rekrutmen, analisis jabatan, evaluasi jabatan, penyusunan standar

kompetensi, assesmen individu dan sistem penilaian kinerja.

6. Penguatan pengawasan

Dengan adanya program ini memungkinkan terciptanya penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN pada seluruh instansi

pemerintah. Target dari program ini adalah meningkatnya kepatuhan terhadap

pengelolaan keuangan negara dan menurunnya tingkat penyalahgunaan

wewenang dari masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Kegiatan yang menjadi prioritas antara lain adalah penguatan kembali peran

SPIP.

7. Penguatan akuntabilitas kinerja

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas

kinerja dari instansi pemerintah dengan target akhir yang ingin dicapai adalah

meningkatnya kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai target tersebut adalah kegiatan penguatan

5

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen

kinerja dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU).

8. Peningkatan kualitas pelayanan publik

pelayanan publik menjadi salah satu indikator dalam reformasi birokrasi

pemerintah. Program peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik dari masing-masing instansi

pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kegiatan yang

dapat mendukung program tersebut adalah dengan menetapkan Standar

Pelayanan, Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta peningkatan

partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik melalui

pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat.

9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan

Program ini ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan reformasi birokrasi

dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan target yang telah

ditetapkan dalam roadmap masing-masing kementerian, lembaga dan

pemerintah daerah.

Dalam peningkatan kualitas pelayanan publik didaerah perlu ditekankan

prinsip-prinsip kemudahan, efisien dan efektif sehingga masyarakat dapat dengan

mudah mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Salah satu elemen dalam

peningkatan kualitas pelayanan publik adalah penerapan E-Government dengan

berbasis pasda penggunaaan teknologi informasi dalam pelayanan kepada

masyarakat. Teknologi informasi sebagai alat dalam melakukan aktivitas pelayanan

publik saat ini merupakan sebuah kebutuhan dan tuntutan di tiap-tiap lembaga

6

pemerintah yang memberikan pelayanan publik. Dengan pengembangan teknologi

diharapkan juga akan lahir inovasi pelayanan khususnya didaerah yang mengarah

pada kualitas pelayanan itu sendiri. Kualitas pelayanan kepada masyarakat harus

selaras dengan reformasi pelayanan yang sudah dicanangkan oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pengembangan

E-Government pada hakikatnya merupakan proses pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi sebagai alat untuk membantu jalannya sistem

pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien (Sosiawan, 2008).

Dalam penyelenggaraannya, E-Government sistem mengacu pada dua hal, yaitu

penggunaan teknologi informasi yang memanfaatkan jaringan internet dan

terbangunnya sebuah sistem baru dalam tata kelola pemerintahan. Pelaksanaan

pelayanan berbasis E-Government mengandung tujuan adanya ketepatan waktu dan

biaya yang murah dalam implementasinya. Namun sayangnya, selama ini

penafsiran penggunaan teknologi elektronik hanya sebatas alat manual dengan

komputer sebagai sarana pelayanan di lembaga penyedia layanan publik. Dalam

penyelenggaraan pemerintahan, diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin

komunikasi efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian

tujuan pembangunan. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan

melibatkan berbagai elemen masyarakat. E-Government merupakan sebuah difusi

teknologi, yang secara teoritis berarti proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam

sistem sosial melalui saluran komunikasi selama periode waktu tertentu (Rogers

dan Shoemaker, 1987). Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi juga

merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya perubahan struktur

dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Implementasi E-Government yang

7

mendominasi di Indonesia saat ini berupa integrasi data kependudukan secara

nasional dan pelayanan pendaftaran warga negara antara lain pendaftaran kelahiran,

pernikahan, kematian, penggantian alamat dan perpajakan. Disinilah peran

pemerintah sebagai koordinator utama untuk menciptakan lingkungan

penyelenggaraan pemerintahan. Agar pelayanan publik berjalan lebih efektif, perlu

ada dorongan pada pemerintah agar menyegerakan penerapan E-Government

(Shalahuddin dan Rusli, 2005).

Peningkatan pelayanan publik dengan berbasis pada teknologi informasi

akan membawa dampak pada peningkatan akuntabilitas, transparansi dan

kemudahan dalam mengakses informasi oleh masyarakat. Kemudahan informasi ini

penting dalam proses pembangunan, karena menempatkan masyarakat dalam

komponen pelaksana dalam tata pemerintahan yang baik. Perwujudan dari

pelaksanaan pemerintahan yang baik salah satunya adalah implementasi

E-Government dalam sistem pelayanan yang dilakukan pemerintah. Implementasi

pelayanan dengan berbasis pada E-Government akan membawa perubahan pada

sistem dan prosedur dalam pelayanan kearah yang lebih baik.

Pelaksanaan E-Government di Kota Probolinggo sebenarnya sudah

dimulai dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan

E-Government. Setelah diterbitkannya Inpres tersebut sebenarnya Pemerintah Kota

Probolinggo sudah melaksanakan implementasinya. Sebagai contoh adalah

penggunaan jaringan internet dan adanya website meskipun masih bersifat

sederhana. Penggunaan internet di tiap Organisasi Perangkat Daerah hanya sebatas

pada keperluan untuk mendapatkan informasi, belum sampai pada tataran

8

bagaimana penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan pelayanan kepada

masyarakat dan membangun sistem data yang terintegrasi pada setiap Organisasi

Perangkat Daerah. Beberapa upaya sudah dilakukan dalam upaya untuk

melaksanakan E-Government yang ada di Kota Probolinggo seperti menambah

koneksitas jaringan. Namun demikian pengembangan teknologi informasi terkait

dengan penyediaan aplikasi dan jaringan untuk mendukung kinerja Organisasi

Perangkat Daerah dalam pelayanan belum maksimal.

Pada tahun 2010 Pemerintah Kota Probolinggo menerbitkan Peraturan

Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government

Tahun 2010-2029 sebagai upaya untuk percepatan pelaksanaan E-Government

dengan pengembangan teknologi informasi. Dengan diterbitkannya Peraturan

Walikota tersebut diharapkan dapat mendorong adanya percepatan pelaksanaan

E-Government dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan

Walikota tersebut akan menjadi pedoman dan semangat bagi Pemerintah Kota

Probolinggo dalam upayanya memperbaiki sistem pelayanan dan pengolahan data.

Dalam Peraturan Walikota tersebut disebutkan bahwa untuk mendukung

terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan

masyarakat secara efektif dan efisien dengan didukung dengan suatu sistem

teknologi informasi yang terpadu dengan tujuan peningkatan kinerja dan

peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Komitmen untuk mewujudkan

kepemerintahan yang baik dengan berbasis pada teknologi informasi yang

dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo harus didasari dengan kesungguhan dan

semangat perbaikan dalam pelayanan kepada masyarakat.

9

Masterplan E-Government yang telah ditetapkan pada tahun 2010, segera

diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Probolinggo dengan perbaikan jaringan

yang digunakan. Penggunaan jaringan yang bersifat terintegrasi seperti LAN dan

WAN sudah dilakukan di dalam koridor internal Organisasi Perangkat Daerah.

Namun implementasi Masterplan E-Government tersebut belum sepenuhnya sesuai

dengan tujuan yang ada didalamnya. Hambatan tersebut antara lain terkait dengan,

rencana strategis yang disusun oleh Organisasi Perangkat Daerah yang menangani

implementasi kebijakan Masterplan E-Government, dukungan dalam tugas pokok

dan fungsi organsiasi, program dan kegiatan serta kerjasama yang dilakukan dalam

percepatan pelaksanaannya.

Demikian juga kondisi implementasi Masterplan E-Government yang

mendukung pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kelurahan. Kelurahan

sebagai unit organisasi yang secara kedudukan berada dibawah dan bagian dari

kecamatan, mempunyai kedudukan dan fungsi strategis dalam pelayanan kepada

masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Dengan kedudukan

dan fungsi yang ada, Pemerintah Kota Probolinggo sesuai dengan masterplan yang

sudah ada dituntut bagaimana dapat memperbaiki kualitas pelayanan yang ada di

kelurahan dan membangun kelurahan sebagai pusat data dalam perencanaan

pembangunan dan pengembangan potensi yang ada didalamnya. Dengan gambaran

tentang kelurahan tersebut, dapat dikatakan bahwa pelayanan kelurahan merupakan

gambaran bagaimana upaya Pemerintah Kota Probolinggo dalam membangun

sebuah sistem pelayanan yang baik. Keberadaan Kelurahan sebagai unit organisasi

paling bawah, yang berinteraksi langsung dengan masyarakat setiap hari dan

sebagai pusat data yang ada di Kota Probolinggo dituntut dapat memenuhi harapan-

10

harapan tersebut. Namun demikian belum adanya sebuah kebijakan yang

terintegrasi yang diberikan kepada kelurahan untuk memenuhi harapan tersebut,

termasuk didalamnya bagaimana mengimplementasikan Masterplan

E-Government dalam proses pelayanan di kelurahan yang terdiri dari pelayanan

administrasi, pelaksanaan perencanaan pembangunan dan pengembangan potensi

kelurahan.

Beberapa hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kelurahan dalam

implementasi Masterplan E-Government harus dapat menjadi perhatian dari

Pemerintah Kota Probolinggo. Hambatan tersebut antarala antara lain kualitas

sarana pendukung yang rendah, belum adanya data yang terintegrasi dalam sebuah

sistem terpadu dan infrastruktur yang kurang memenuhi standar baik software

maupun hardware di kelurahan. Selain itu belum adanya sebuah kebijakan

anggaran yang difokuskan untuk pemeliharaan sebuah sistem teknologi informasi

yang mendukung pelayanan di kelurahan serta sumber daya manusia pelaksananya

tidak sesuai kompetensi yang dibutuhkan.

Kondisi kelurahan yang ada di Kota Probolinggo dalam implementasi

Masterplan E-Government juga dialami Kelurahan Kedungasem Kecamatan

Wonoasih. Dengan kondisi wilayah yang terletak di wilayah selatan Kota

Probolinggo dan tipologi wilayah yang dimiliki, saat ini banyak keluhan yang

diterima sehubungan dengan pelayanan khsususnya pelayanan administrasi.

Dengan sistem informasi yang digunakan dalam pelayanan di Kelurahan

Kedungasem Kecamatan Wonoasih, pelayanan sering mengalami hambatan yang

menyebabkan pelayanan sering lama. Tipologi wilayah sangat mempengaruhi

koneksitas terhadap jaringan yang dipakai dalam pelayanan berbasis sistem

11

informasi. Ditambah lagi sarana yang kurang mendukung dan sumberdaya manusia

yang menjalankan pelayanan tersebut.

Hambatan diatas harus segera dicarikan solusi sehingga implementasi

Masterplan E-Government pada kelurahan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Sebagaimana dengan tujuan penyusunan Masterplan

E-Government yang diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35

Tahun 2010 Pasal 2 ayat (2) huruf a yaitu menjamin terciptanya integrasi,

sinkronisasi dan sinergi dalam penyelenggaran perencanaan pengembangan

E-Government untuk seluruh Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan

Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Selain implementasi E-Government dalam pelayanan di Kelurahan

Kedungasem Kecamatan Wonoasih, juga ada salah satu inovasi yang dilakukan

Pemerintah Kota Probolinggo dalam implementasi Masterplan E-Government

adalah keberadaan kampung cyber yang berlokasi di Jalan Citarum Kelurahan

Curahgrinting Kecamatan Kanigaran. Keberadaan kampung cyber ini

dikembangkan dengan tujuan adanya kemudahan pengembangan teknologi

informasi dalam mendukung perencanaan pembangunan, kemudahan akses

program-program Pemerintah Daerah dan memberikan masukan terkait dengan

pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kelurahan serta pengembangan

potensi yang ada di kelurahan. Pelaksanaan program kampung cyber ini merupakan

program percontohan dalam pengembangan teknologi informasi di masyarakat.

Keberadaan kampung cyber telah mendorong masyarakat untuk belajar

memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka mewujudkan peran serta

masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan. Keberadaan kampung ini telah

12

memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya warga

Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran yang berada di Jalan Citarum.

Fasilitas ini dimanfaatkan oleh masyarakat dalam rangka menambah pengetahuan,

peningkatan minat belajar, menumbuh kembangkan kreativitas dan peningkatan

ekonomi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam berbagai proses perencanaan,

pengawasan dan pengendalian berbagai kegiatan Pemerintah Kota Probolinggo

selaras dengan tujuan yang akan diwujudkan dalam kepemerintahan yang baik

(Good Governance) melalui implementasi Masterplan E-Government yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang tersebut diatas, maka peneliti

akan melakukan penelitian langsung kelapangan berkaitan dengan implementasi

Masterplan E-Government yang dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo di

Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting

Kecamatan Kanigaran. Sehingga peneliti mengambil judul dalam penelitian ini

adalah “ Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di

Kota Probolinggo”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka masalah dari penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota

Probolinggo ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat

implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota

Probolinggo?

13

1.3 Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah penelitian diatas, tujuan dari penelitian adalah

antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan

Masterplan E-Government di Kota Probolinggo. Penelitian ini dapat

memberikan gambaran implementasi kebijakan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota

Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government

Tahun 2010-2029.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat

implementasi kebijakan Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota

Probolinggo.

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi Pemerintah Kota Probolinggo, sebagai bahan masukan dalam rangka

perbaikan kearah yang lebih baik terkait dengan kebijakan yang telah

dirumuskan dan ditetapkan khususnya dalam E-Government pada kelurahan;

2. Dari penelitian yang sudah dilakukan ini diharapkan akan menjadi acuan dan

motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan terkait dengan

pelaksanaan E-Government di daerah, sehingga dengan penelitian lanjutan

yang dilakukan peneliti lain akan didapat temuan-temuan ilmiah yang

berguna bagi pengembangan E-Government.

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini diuraikan

dibawah ini, sebagai berikut:

A. YORDAN PUTRA ANGGUNA (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Yordan Putra Angguna ( 2015) berjudul

Upaya Pengembangan E-Government Dalam Pelayanan Publik Pada Dinas

Koperasi Dan UKM Kota Malang. Dalam penelitian ini disampaikan dalam

perwujudan pelayanan publik yang Good Governance, pemerintah dituntut untuk

beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Hage dan

Powers (Anwar, 2003: 111) menyebutkan salah satu ciri yang menonjol di era

kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini adalah digunakannya teknologi

komputer. E-Government merupakan penggunaan dan pemanfaatan teknologi

informasi oleh pemerintah agar tercipta komunikasi antara pemerintah, masyarakat,

dunia bisnis dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk memberikan

pelayanan secara cepat dan tepat. Pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan

INPRES No. 3 tahun 2003 sebagai upaya lanjutan untuk mendukung penerapan

E-Government dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

khususnya pelayanan informasi dan menciptakan Good Governance. Secara

ringkas tujuan E-Government adalah untuk membentuk jaringan komunikasi

diantara masyarakat, swasta, dan pemerintah lainnya yang dapat memperlancar

interaksi, transaksi, dan layanan. E-Government sebagai konsep pelayanan yang

15

menggunakan teknologi informasi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu

pertama, persiapan; kedua, pematangan; ketiga, pemantapan; dan keempat,

pemanfaatan (INPRES No 3 Tahun 2003). Agar pengembangan E-Government

dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan E-Government, terdapat tiga

elemen sukses yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Elemen tersebut

adalah pertama support, capacity, dan value (Indarjit, 2004: 15). Ditambah dengan

elemen willingness dan local culture (Moon, 2008: 168). Hasil dari penelitian

mengungkapkan bahwa Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang telah

melaksanakan E-Government sejak 1 Januari 2009, tetapi pengelolaannya belum

berjalan dengan baik. Permasalahannya adalah berasal dari sumber daya manusia

yang ada dalam Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang. Dari hasil penelitian,

Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang memiliki kekurangan sumber daya manusia

dari segi kualitas dan kuantitas. Dalam pelaksanaannya E-Government dipengaruhi

oleh:

a. Elemen Support

Belum adanya perencanaan dalam pengembangan sehingga tidak ada konsep

yang dapat dikembangkan.

b. Elemen Capacity

Dalam pengembangan E-Government Capacity berkaitan dengan tersedianya

sumber daya, yang terdiri dari finansial, sumber daya manusia, dan

infrastruktur.

c. Elemen Value

16

Website yang dimiliki oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang belum

dikelola secara maksimal. Dalam pengelolaannya terdapat standar yang harus

diperhatikan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kominfo. Hal ini

menyebabkan konten yang terdapat pada website belum lengkap dan

mengakibatkan tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

d. Elemen Willingness

Dalam pengembangan E-Government kemauan masyarakat dalam

menggunakan teknologi informasi menjadi faktor penting

e. Elemen Local Culture

Dalam pengembangan E-Government dari hasil lapangan menunjukkan

bahwa budaya Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, sebagian besar

pegawainya telah mampu menggunakan media internet untuk mempermudah

pekerjaannya.

Sedangkan dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa faktor-faktor yang

menjadi kendala adalah kualitas sumber daya manusia yang kurang mendukung,

infrastruktur dan sistem database koperasi yang masih lemah.

B. ACHMAD BOEDI SOESETYO dan KASIYANTO (Mantan Bupati

Tulungagung/Ahli Peneliti Utama BPP I Surabaya) (2013)

Penelitian yang dilakukan ini mengambil judul Kebijakan Sistem

Pemerintahan E-Government Di Kabupaten Tulungagung (2013). Dijelaskan

bahwa untuk mewujudkan amanah dalam Renstra Jatim tersebut diperlukan

kesamaan pandang dan persepsi pada Dinas/Badan/Instansi di lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur serta seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa

Timur, sehingga diperlukan sosialisasi tentang arah kebijakan sistem informasi dan

17

telematika Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, untuk mempermudah masyarakat

dalam mengakses data dan informasi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan seluruh

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, membangun dan mengembangkan

situs web, dengan harapan situs tersebut akan mampu menyediakan data dan

informasi yang selalu up to date serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,

dunia usaha dan juga para pimpinan instansi. Berdasarkan pengamatan dan

pengakuan Kepala Informasi, Komunikasi dan Data Elektronik Kabupaten

Tulungagung belum banyak yang dapat dilakukan berkaitan dengan sistem

pemerintahan elektronik (E-Government). Sehubungan dengan itu, realitas yang

harus lebih dulu dipahami sebelum kebijakan publik tentang E-Government

diterapkan di Kabupaten Tulungagung adalah: (1) diketahui dulu tingkat

pengenalan dasar masyarakat Tulungagung terhadap teknologi informasi

khususnya komputer; dan (2) diketahui dulu tingkat kesiapan masyarakat

Tulungagung dalam menghadapi program E-Government. Permasalahan

kurangnya pemahaman yang komprehensif mengenai apa dan bagaimana electronic

government, serta adanya perlakuan pembangunan electronic government sama

seperti proyek-proyek pemerintah lainnya diperkirakan akan menimbulkan masalah

tersendiri di kemudian hari karena menyangkut beberapa hal seperti: kepercayaan

masyarakat terhadap Teknologi Informasi (TI), kelangsungan hidup investasi

pemerintah serta pengaruhnya terhadap kebijakan fiskal, implikasi investasi bidang

TI terhadap perekonomian nasional, dan masih relatif rendahnya kualitas layanan

publik. Secara empiris hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten

Tulungagung tengah berkembang anggapan bahwa pemanfaatan teknologi

informasi sebagai sistem pelayanan publik atau kebijakan penerapan

18

“e-government” semata-mata adalah pengembangan website. Alhasil, dengan

sekadar mengembangkan website Pemerintah Kabupaten Tulungagung telah

dianggap sudah mengaplikasikan E-Government. Faktor utama yang

mempengaruhi pengembangan E-Government di Kabupaten Tulungagung adalah

infrastruktur dan sosialisasi kepada masyarakat. Dari fakta yang terdapat dalam

website Pemerintah Kabupaten Tulungagung ini menggambarkan bahwa adanya

pengembangan program E-Government yang masih sebatas dalam bentuk-bentuk

pelayanan pembuatan KTP, pembayaran listrik, pajak, telepon, Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP), election card, dan statistik. Sebuah fakta menunjukkan

bahwa pengembangan program E-Government di Kabupaten Tulungagung masih

belum menyentuh pada level pelayanan yang menyangkut employment,

penyampaian keluhan atas jumlah dan kualitas pelayanan, maupun informasi

penting yang menyangkut pelayanan hukum, kesehatan, saran-saran politik,

peluang investasi, informasi kredit/pinjam modal, dan sebagainya.

Transformasi pelayanan publik oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung

mencakup tiga dimensi: (1) Transformasi pelayanan publik dilakukan untuk

membentuk organisasi pemerintah yang bersih dan berwibawa, (2) Transformasi

layanan publik digunakan dalam rangka menciptakan model administrasi

pemerintah daerah lebih efektif, dan (3) Transformasi digunakan sebagai dasar

dalam meningkatkan pertumbuhan dan perubahan-perubahan di Pemerintah

Kabupaten Tulungagung. Ketiga hal tersebut di atas tidak dapat berjalan lancar jika

sebelumnya tidak diperhitungkan beberapa aspek nonteknis. Hal ini disebabkan

karena ketika membicarakan sistem informasi dan teknologi informasi, maka yang

sering terbayang adalah sekumpulan perangkat komputer multimedia, internet

19

ataupun server yang semuanya itu adalah hardware dan dipandang dari sisi teknis.

Apabila Pemerintah Kabupaten Tulungagung akan membangun sistem informasi

baik itu secara online maupun offline, maka dengan merujuk pemikiran Wijaya

(http://www.ruangkerja.com) terdapat beberapa aspek nonteknis yang perlu dikaji

dan dipersiapkan secara dini dan mendalam, yaitu:

1. Komitmen yang Kuat

Pemerintah Kabupaten Tulungagung dituntut untuk dapat memberikan hak

kepada masyarakat atas transparansi informasi yang terkait dengan masalah-

masalah publik.

2. Struktur Organisasi

Hubungan terpenting adalah definisi peran yaitu siapa yang berwenang dan

siapa yang harus menjalankan sistem informasi serta pihak-pihak terkait

mana yang akan mendukung sistem informasi tersebut, serta alur informasi

yang sistematis dirancang dengan baik.

3. Program Kerja

Program kerja ini perlu dirumuskan secara lintas bidang atau lintas

instansional/unit kerja. Hal ini disebabkan karena alur informasi bagi

Pemerintah Kabupaten Tulungagung sangat terbuka dan saling terkait satu

dengan lainnya.

4. Sumberdaya Manusia

Pengelolaan sistem informasi mensyaratkan adanya ketrampilan dan

kapabilitas sumberdaya manusia yang mampu menjamin adanya

kesinambungan informasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun

inovasi atau pengembangannya.

20

Kondisi Objektif yang diperoleh dari penelitian adalah penerapan E-Government di

Kabupaten Tulungagung. Permasalahan utama yang menyertai pengembangan

E-Government di Kabupaten Tulunggung adalah: (1) Masih belum tepatnya

persepsi terhadap E-Government pada semua level struktur birokrasi, (2) Masih

rendahnya komitmen pimpinan birokrasi, (3) Anggaran pendukung masih sangat

terbatas, (4) Program sosialisasi yang kurang agresif, (5) Kemampuan dan

kapabilitas sumberdaya manusia yang relatif rendah, dan (6) ketersediaan

infrastruktur yang masih sangat terbatas.

C. DARMAWAN NAPITUPULU (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan Napitupulu (2015) berjudul

Kajian Faktor Sukses Implementasi E-Government Studi Kasus: Pemerintah Kota

Bogor. Kota Bogor telah memulai inisiatif E-Government sejak 2008-2009 jauh

sebelum Inpres dikeluarkan serta telah berhasil memperoleh berbagai penghargaan

atas keberhasilannya dalam implementasi E-Government. Pada tahun 2009,

Majalah Warta Ekonomi memberikan E-Government award sebagai juara terbaik

selain kabupaten Jembrana dan Kota Surabaya pada kategori Pemerintah

Kabupaten/Kota Pengaplikasi E-Government. Di tahun yang sama, Kota Bogor

juga meraih penghargaan dari Universitas Gunadarma sebagai juara II pada

kategori Website Terbaik Tingkat II se Indonesia (Junaidi, 2011). Pada tahun 2011,

Bogor memperoleh penghargaan ICT Pura dari Kementerian Komunikasi dan

Informatika tingkat nasional dimana Kota Bogor terpilih menjadi yang terbaik dari

5 kota di wilayah Propinsi Jawa Barat dan mendapat predikat madya tingkat

nasional serta dianggap sebagai kota yang telah siap menghadapi era ekonomi

21

digital. Selain itu pada tahun 2013, Kota Bogor juga memperoleh penghargaan

IDSA (Indonesia Digital Society Award) sebagai Silver Champion untuk kategori

Community dan tahun 2014 Bogor berhasil meraih juara runner-up satu dalam

penghargaan IDSA 2014 untuk kategori Pemerintah Kota. Oleh karena itu dalam

penelitian ini Kota Bogor dapat dijadikan rujukan bagi lembaga pemerintah lain

dalam proses implementasi E-Government. Dalam penelitian ini juga disebutkan

bahwa dalam pengembangan teknologi informasi, Pemerintah Kota Bogor

bekerjasama dengan BPPT untuk pengkajian, penerapan, dan pemasyarakatan

teknologi untuk mendukung pembangunan daerah Kota Bogor. Dengan adanya

kerjasama tersebut, diharapkan Pemerintah Kota Bogor bisa memiliki sebuah

jaringan informasi yang berbasis teknologi dan terpadu, mencakup bidang kerja

seperti kepegawaian, kesehatan, pendidikan sampai bidang arsip dan perpustakaan,

demikian juga dalam bidang pelayanan perijinan dan berbagai pelayanan langsung

kepada masyarakat. Melalui pengembangan E-Government, maka masyarakat akan

lebih mudah berhubungan dengan Pemerintah Kota Bogor, baik pada saat

membutuhkan informasi atau pada saat mereka membutuhkan pelayanan untuk

melancarkan kegiatan. Kota Bogor juga sudah membangun infrastruktur intranet

dan internet di seluruh SKPD dan Kelurahan se Kota Bogor dalam rangka

kemudahan pelayanan kepada masyarakat dan kemudahan dalam mengakses

informasi oleh masyarakat.

D. RAHARWINDY KHARISMA SUDRAJAT (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Raharwindy Kharisma Sudrajat (2015) ini

mengambil judul Efektivitas Penyelenggaraan E-Government Pada Badan

22

Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang. Dalam penelitian ini menyebutkan

bahwa Pemerintah Kota Malang bersamaan dengan keluarnya Inpres No. 3 Tahun

2003 tersebut memulai mengembangkan E-Government didaerahnya dengan

pembuatan program jaringan Malang Online, program jaringan Malang Online

tersebut mempunyai maksud dan tujuan mengembangkan sistem informasi dan

komunikasi dengan memanfaatkan teknologi berupa komputer. Penggunaan

teknologi tersebut berdampak pada kemudahan memberikan informasi maupun

berkoordinasi antar lembaga pemerintahan maupun dengan masyarakat. Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang, sebagai instansi pemerintahan yang

berkaitan dengan perizinan di Kota Malang juga mengembangkan konsep

E-Government melalui fungsi teknologi informasi dan komunikasi yang berupa

website perizinan. Fungsi dari adanya website perizinan tersebut untuk memberikan

layanan yang lebih lengkap dengan segala fasilitas teknologi informasi melalui

layanan online yang dihadirkan sebagai bentuk pelayanan prima kepada masyarakat

yang melakukan permohonan izin di Kota Malang. Kegiatan yang dilakukan BP2T

dalam rangka pengembangan E-Government meliputi: a) publikasi, kegiatan

publikasi dilakukan berkenaan dengan berbagai data dan informasi berkaitan

dengan perizinan di Kota Malang melalui website perizinan, b) Interaksi, kegiatan

interaksi diwujudkan dengan menyediakan berbagai fasilitas yaitu meliputi SMS

Gateway, pengaduan elektronik dan chatting. Interaksi tersebut bertujuan untuk

memberikan kemudahan kepada masyarakat maupun untuk pihak internal

melakukan interaksi, dan 3) Transaksi, dilakukan melalui perpindahan uang

maupun data, jenis transaksi pada BP2T tersebut bisa melalui SIM PTSP Online

23

dan pengajuan online. Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pelayanan

perijinan dengan berbasis teknologi informasi adalah: a) Budaya, penyelenggaraan

E-Government pada BP2T yang masih konvensional dikarenakan, belum adanya

dasar hukum yang jelas berkaitan dengan E-Government sendiri di Kota Malang,

b) Kepemimpinan, pengembangan E-Government harus mempersiapkan

infrastruktur institusional yang mana instansi pemerintah harus secara sadar dan

eksis melakukan dan memfokuskan tujuannya dalam mengembangkan

E-Government dan mempersiapkan strategi pemikiran dan kepemimpinan, dan

c) Infrastruktur, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang dalam

menyelenggarakan E-Government belum mempunyai infrastruktur yang memadai

hal tersebut dikarenakan belum adanya digital signatur dan wifi hotspot yang hanya

bisa diakses oleh pihak BP2T Kota Malang.

E. NURUL WAHIDA SAFITRI (2016)

Penelitian ini berjudul Penerapan E-Government di Pusat Pelayanan

informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang. E-Government merupakan bentuk

implementasi pelayanan publik yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi,

sebagai media informasi dan sarana komunikasi interaktif antara Pemerintah

dengan pihak-pihak lain baik kelompok masyarakat, kalangan bisnis maupun antar

sesama lembaga pemerintahan. Implementasi E-Government dalam penerapannya

dimulai dari bentuk layanan yang sederhana yaitu penyediaan data dan informasi

berbasis komputer tentang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan sebagai bentuk wujud keterbukaan (transparancy) dalam

pelaksanaan pelayanan publik. Pemerintah Kabupaten Pinrang menghadirkan

24

PINDU ( Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan). Dalam meninjau

E-Government Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang,

peneliti membedah penerapan E-Government menggunakan aspek-aspek

penerapan yang dikemukakan oleh Rianto dan Tri Lestari yang terdiri dari

Hardware, Software, data, informasi, Human Resources (SDM), Sikap Pelaksana,

Komunikasi, dan Struktur Organisasi.

Dalam mempermudah proses peninjauan penerapan E-Government Pusat

Pelayanan Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang peneliti

mengklasifikasikan ulang aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rianto dan Trio

Lestari menjadi hanya tiga aspek, yakni Hadware dan Sofware, Data dan Informasi,

serta SDM dan Sikap Pelaksana. Sebagai wadah bagi masyarakat agar dapat dengan

mudah menjangkau dan memperoleh informasi yang dibutuhkan, serta

berpartisipasi untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik dengan

menerapkan sistem berbasis on-line dan didukung perangkat teknologi modern.

Kepentingan warga masyarakat Pinrang akan disediakan dan dilayani dengan baik

dengan cara yang sederhana, mudah dan efektif. Sedangkan faktor-faktor

penghambat dalam mewujudkan penerapan E-Government di Pusat Pelayanan

Informasi dan Pengaduan Kabupaten Pinrang yaitu jaringan internet dan sosialisasi.

Jaringan internet merupakan salah satu unsur terpenting dalam menjalankan

E- Government, namun sejauh ini jaringan internet yang ada masih kurang bagus

jadi website PINDU kadang non aktif sehingga pengaduan yang masuk melalui

website tidak dapat diproses. Serta faktor yang menghambat lainnya yaitu tahap

sosialisasi yang masih belum maksimal dalam penyampaian informasi tentang

hadirnya PINDU ini.

25

Tabel 2.1. Tabel Matrik Penelitian Terdahulu

No.

Judul Penelitian/Nama Peneliti/ Tahun

Penelitian

Variabel Hasil Peneltian

Kontribusi Penelitian

Perbedaan Dengan

Penelitian Yang Dilaksanakan

1. Upaya

Pengembangan

E-Government

Dalam Pelayanan

Publik Pada Dinas

Koperasi Dan

UKM Kota Malang,

Yordan Putra

Angguna (2015)

Sumber daya

manusia dan

infrastruktur

Sejak tahun 2009

Dinas Koperasi dan

UKM Kota Malang

telah melaksanakan

E-Government.

Tetapi dalam

pelaksanaannya

belum berjalan

dengan baik. Faktor

yang

mempengaruhi

adalah kurangnya

sumber daya

manusia baik

kualitas dan

kuantitas,

sedangkan

infrastruktur yang

ada belum

sepenuhnya

mendukung

pelaksanaan

E-Government

Penelitian ini

menjelaskan

faktor-faktor

yang menjadi

penunjang dan

penghambat

dalam

pengembangan

E-Government

di Dinas

Koperasi dan

UKM Kota

Malang.

pengembangan

E-Government

dipengaruhi

oleh support,

capacity, value

willingness

dan local

culture.

Sedangkan

faktor

penghambat

adalah sumber

daya manusia

yang kurangt

mendukung

Penelitian

tentang

Pengembangan

E-Government

Dalam

Pelayanan

Publik Pada

Dinas Koperasi

Dan UKM Kota

Malang

menjelaskan

elemen

pendukung dan

faktor

penghambat

dalam

pengembangan

teknologi

informasi.

Sedangkan

penelitian yang

sedang

dilakukan

mendeskripsikan

dan menganalisa

implementasi

kebijakan

Masterplan

E-Government

termasuk faktor

pendukung dan

penghambat

2. Kebijakan Sistem Pemerintahan

E-Government Di Kabupaten

Tulungagung, Achmad Boedi Soesetyo dan

Kasiyanto (2013)

Infrastruktur, komitmen,

struktur organisasi, program

kerja, sumber daya manusia dan sosialisasi

kepada masyarakat

Pengembangan program E-

Government di Kabupaten

Tulungagung masih belum menyentuh

pada level pelayanan yang

menyangkut employment, penyampaian

keluhan atas jumlah dan kualitas

pelayanan, maupun informasi penting yang menyangkut pelayanan hukum,

26

Tabel 2.1. Lanjutan

No.

Judul

Penelitian/Nama

Peneliti/ Tahun

Penelitian

Variabel Hasil Peneltian

Kontribusi

Penelitian

Perbedaan

Dengan

Penelitian Yang

Dilaksanakan

kesehatan, saran-

saran politik,

peluang investasi,

informasi

kredit/pinjam

modal, dan

sebagainya.

Pada penelitian

ini mengungkap

kondisi

Kabupaten

Tulungagung

dalam

pengembangan

E-Government.

Pemahaman di

Kabupaten

Tulungagung

bahwa E-Gov

hanya sebatas

website, perlu

adanya

sosialisasi

kepada

masyarakat.

Faktor

pendukung dari

pengembangan

E-Gov adalah

komitmen yang

kuat, struktur

organisasi yang

dirancang

dengan baik,

program kerja

lintas sektor dan

sumber daya

mausia yang

handal

Penelitian yang

berjudul

Kebijakan

Sistem

Pemerintahan

E-Government

Di Kabupaten

Tulungagung ini

mendeskripsikan

bagaimana

kondisi

Kabupaten

Tulungagung

dalam

pengembangan

E-Gov dan

permasalahan

yang dihadapi,

sedangkan

penelitian yang

sedang

dilakukan

mendeskripsikan

dan menganalisa

implementasi

kebijakan

Masterplan

E-Government

termasuk faktor

pendukung dan

penghambat

3. Kajian Faktor Sukses

Implementasi E-Government Studi Kasus:

Pemerintah Kota Bogor, Darmawan Napitupulu (2015)

Infrastruktur yang

memadai dan

kerjasama

Kota Bogor telah memulai inisiatif E-Government

sejak 2008-2009 jauh sebelum

Inpres dikeluarkan.

Dalam pengembangan E-Government

Kota Bogor bekerjasama

dengan BPPT untuk pengkajian,

penerapan,

Pada penelitian ini memberikan

gambaran bahwa dalam

rangka keberhasilan

pengembangan E-Gov seperti

yang dilakukan oleh Pemerintah

Kota Bogor adalah menjalin kerjasama dan pembangunan infrastruktur

yang memadai

Pada penelitian terdahulu yang menjadi kajian adalah faktor

pendukung dari sukses

pengembangan E-Gov di Kota

Bogor, sedangkan

penelitian yang sedang

dilakukan mendeskripsikan dan menganalisa

implementasi kebijakan

27

Tabel 2.1. Lanjutan

No.

Judul

Penelitian/Nama

Peneliti/ Tahun

Penelitian

Variabel Hasil Peneltian

Kontribusi

Penelitian

Perbedaan

Dengan

Penelitian Yang

Dilaksanakan

dan pemasyarakatan teknologi untuk

mendukung pembangunan

daerah.

Masterplan E-Government termasuk faktor pendukung dan

penghambat

4. Efektivitas Penyelenggaraan E-Government

Pada Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kota Malang, Raharwindy

Kharisma Sudrajat (2015)

Infrastruktur, budaya,

kepemimpinan

Pemerintah Kota Malang

bersamaan dengan keluarnya

Inpres No. 3 Tahun 2003

tersebut memulai mengembangkan E-Government

didaerahnya dengan

pembuatan program jaringan Malang Online.

Penggunaan teknologi tersebut berdampak pada

kemudahan memberikan

informasi. Salah kemudahan mengakses

informasi adalah dalam bidang

perijinan, dengan memanfaatkan

website.

Memberikan informasi hasil

evaluasi kegiatan yang

dilakukan dalam

pengembangan E-Gov dan

faktor penghambat

didalam pengembangan E-Gov di Badan

Pelayanan Perizinan

Terpadu Kota Malang

Dalam Penelitian terdahulu

dimensi yang diambil adalah

evaluasi kegiatan dalam pengembangan

E-Gov, sedangkan

dalam penelitian yang dilakukan dimensi yang

diambil adalah implementasi

kebijakan, sedangkan

penelitian yang sedang

dilakukan mendeskripsikan dan menganalisa

implementasi kebijakan

Masterplan E-Government termasuk faktor pendukung dan

penghambat

5. Penerapan E-Government di Pusat Pelayanan informasi dan

Pengaduan Kabupaten

Pinrang, NURUL WAHIDA

SAFITRI (2016)

Hadware dan Sofware, data dan informasi,

serta SDM sikap

pelaksana, jaringan

internet dan sosialisasi

Pengembangan E-Gov di

Kabupaten Pinrang

diwujudkan dengan

dibentuknya Pusat Pelayanan informasi dan

Pengaduan (PINDU) yang

berbasis teknologi informasi.

Dalam penelitian ini memberikan

gambaran pelaksanaan

E-Gov di Kabupaten Pinrang.

Pada penelitian terdahulu

dideskripsikan implementasi

kebijakan pengembangan

E-Gov serta faktor

pendukung dan penghambat

dalam pelaksanaannya,

sedangkan penelitian yang

sedang

28

Tabel 2.1. Lanjutan

No.

Judul

Penelitian/Nama

Peneliti/ Tahun

Penelitian

Variabel Hasil Peneltian

Kontribusi

Penelitian

Perbedaan

Dengan

Penelitian Yang

Dilaksanakan

Kegiatan yang

dilakukan dimulai

dari bentuk

layanan yang

sederhana yaitu

penyediaan data

dan informasi

berbasis komputer

tentang

pelaksanaan

penyelenggaraan

pemerintahan dan

pembangunan.

Dalam

penelitian ini

juga disebutkan

Faktor

pendukung

dalam

penghambat

pelaksanaan

E-Gov di

Kabupaten

Pinrang

dilakukan

mendeskripsikan

dan menganalisa

implementasi

kebijakan

Masterplan

E-Government

termasuk faktor

pendukung dan

penghambat

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Kebijakan Publik

Dalam membahas teori tentang kebijakan publik, definisi dibagi dua yaitu

antara kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri sehingga memberikan gambaran

terkait definisi kebijakan dan kebijakan publik. Menurut Jenkins (1978: 15)

kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil

oleh seorang aktor politik atau kelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah

dipilih beserta cara-cara untuk mencapaimya dalam suatu situasi. Sementara itu

Dunn (1982), Dye, Edward dan Sharkanshy (Putra, 2001: 24) mengemukakan

pengertian kebijakan yang agak mirip dimana kebijakan sebagai tindakan, pilihan

dan keputusan baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pencapaian tujuan

kebijakan. Oleh karena itu kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan bukan

hanya sebuah pernyataan kepala daerah atau pejabat publik terhadap mengatasi

permasalahan yang terjadi. Dibutuhkan sebuah komitmen untuk memecahkan

29

masalah atau mengatasi masalah yang sedang dihadapi atau terjadi. Meskipun

sebuah kebijakan dibuat sebagai suatu keputusan dari beberapa alternatif tindakan

yang diambil pemerintah dalam mencapai tujuan yang diharapkan, pemerintah

harus dapat merumuskan tindakan yang tepat dan kemauan untuk mengatasi atau

menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Menurut Anderson,

“Merumuskan kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang

ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah

atau suatu perubahan” (Winarno, 2007: 18). Jadi konsep kebijakan ini memusatkan

perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang dimaksudkan

dan konsep ini membedakan kebijakan dan keputusan yang merupakan pikiran

diantara berbagai alternatif.

Carl Fredrich mengatakan Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada

tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan”. (Wahab, 1991: 3).

Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang

memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi

kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang

sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan

pada suatu masalah. Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih

terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk

memahami istilah kebijakan, Wahab (2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman

sebagai berikut :

30

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;

b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari

administrasi;

c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;

d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;

e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;

f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit

maupun implisit;

g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu;

h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan

yang bersifat intra organisasi;

i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-

lembaga pemerintah;

j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Sedangkan Islamy (2010: 12) mengemukakan bahwa kebijakan harus dibedakan

dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda

artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan

memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan

mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. Anderson sebagaimana dikutip

Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course

of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter

of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti

dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan

suatu masalah tertentu). Dye (2009: 19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “

31

is whatever government choose to do or not to do” (apapaun yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan

bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan

merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di

samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan

kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan

pemerintah untuk melakukan sesuatu). Chandler dan Plano sebagaimana dikutip

Tangkilisan (2003:1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan

bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara

terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung

dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam

pembangunan secara luas. Beberapa pendapat tersebut diatas dapat didefinisikan

bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna

memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan

untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau

peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat

yang mengikat dan memaksa.

2.2.1.1 Urgensi Kebijakan Publik

Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud

untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan secara cermat berbagai

32

sebab dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi kebijakan publik

menurut Dye (Suharno, 2008) sebagai berikut:

“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan publik,

penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan

terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan

kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian

mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat,

baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang

diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan”.

Lebih lanjut Wahab (2010: 16-19), dengan mengikuti pendapat dari Anderson

(1978) dan Dye (1978) menyebutkan beberapa alasan mengapa kebijakan publik

penting untuk dipelajari, yaitu:

a. Alasan Ilmiah

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan

yang luas tentang asal-usulnya, proses perkembangannya dan konsekuensi-

konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan dapat dipandang

sebagai variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel

independen (independent variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel

terikat, maka perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan

yang membantu menentukan substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi

isi kebijakan publik. Kebijakan dipandang sebagai variabel independen jika

fokus perhatiannya tertuju pada dampak kebijakan, sistem politik dan

lingkungan yang berpengaruh terhadap kebijakan publik.

b. Alasan Profesional

Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan

pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah

33

sosial sehari-hari. Perbedaan antara tingkatan ilmiah yang berusaha

menetapkan pengetahuan dan tingkatan profesional yang berusaha

menerapkan pengetahuan kepada penyelesaian masalah-masalah sosial

praktis.

c. Alasan Politik

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah

dapat menempuh kebijakan yang tepat, guna mencapai tujuan yang tepat pula.

Kebijakan publik dimaksudkan untuk menyempurnakan kualitas kebijakan

publik yang telah dibuat.

2.2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang komplek

sehingga melibatkan beberapa proses maupun variabel yang harus dikaji. Beberapa

ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses

penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Beberapa ahli membagi

tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut

Dunn sebagaimana dikutip Winarno (2007: 32-34) adalah sebagai berikut:

1. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

politik. Sebelum masalah ini berkompetisi dahulu untuk dapat masuk dalam

agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda

kebijakan para perumus kebijakan.

2. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah didefinisikan untuk kemudian dicari

34

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternative/policy options).

Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif dipilih sebagai

kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

3. Tahap adopsi kebijakan

Dari beberapa alternatif yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,

akhirnya dipilih satu dari beberapa alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara pimpinan

lembaga atau putusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan

Suatu kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut

tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi

maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah

diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber

daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai

kepentingan akan saling bersaing.

5. Tahap evaluasi kebijakan

Tahapan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat

sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan,

yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu

ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk

menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai

dampak atau tujuan yang diinginkan.

35

Sedangkan menurut Dye (1975), Proses kebijakan publik meliputi beberapa hal

antara lain:

1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)

Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang

menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.

2. Penyusunan Agenda (agenda setting)

Penyusunan agenda merupakan aktivitas dimana memfokuskan perhatian

pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang akan

diputuskan terhadap masalah publik tertentu.

3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)

Perumusan kebijakan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan

melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi

perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah,

presiden dan lembaga legislatif.

4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)

Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok

penekan, presiden dan kongres.

5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)

Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan

aktivitas agen aksekutif yang terorganisasi.

6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)

Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan

diluar pemerintah, pers dan masyarakat.

36

2.2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dibuatnya Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan

pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.

Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga

dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian,

sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks)

maupun yang tidak diharapkan (unintended risks). Pembuatan kebijakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan

selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi

kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau

membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b) Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan

dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat

ini belum profesional dan terkadang amat birokratik, cenderung akan diikuti

kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang

berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan

perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas

untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut

dipandang memuaskan.

37

c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat

keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat

pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan

keputusan/kebijakan.

d) Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan

besar.

e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman

sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan

kebijakan/keputusan. Misalnya orang mengkhawatirkan pelimpahan

wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir

disalahgunakan (Suharno, 2010: 52-53).

2.2.1.4 Jenis Kebijakan Publik

Wahab (Suharno, 2010: 25-27) mengisyaratkan bahwa pemahaman yang

lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada

tujuan, ketika kita dapat merinci kebijakan tersebut kedalam beberapa kategori,

yaitu:

a. Tuntutan kebijakan (policy demands)

Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah

yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan

pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu

atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu.

38

Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah

berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu

terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

b. Keputusan kebijakan (policy decisions)

Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang

dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan

statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat

penafsiran terhadap undang-undang.

c. Pernyataan kebijakan (policy statements)

Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu.

Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden,

keputusan peradilan, pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang

menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk

mencapai tujuan tersebut.

d. Keluaran kebijakan (policy outputs)

Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan

dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna

merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan

kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang ingin

dikerjakan oleh pemerintah.

e. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)

Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh

masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai

39

konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah

dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam

masyarakat.

Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima bagian, yaitu:

a. Masalah kebijakan (public policy)

Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat

diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan publik. Pengetahuan apa yang

hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang

mendahului adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang

pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.

b. Alternatif kebijakan (policy alternatives)

Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat member

sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan.

Informasi mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga

mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

c. Tindakan kebijakan (policy actions)

Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif

kebijakan yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

d. Hasil kebijakan (policy outcomes)

Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang

telah dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau

diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut

terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.

40

e. Hasil guna kebijakan

Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberikan sumbangan pada

pencapaian nilai. Pada kenyataannya jarang ada problem yang dapat

dipecahkan secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem

dapat menumbuhkan problem sehingga perlu pemecahan kembali atau

perumusan kembali.

2.2.1.5 Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Menurut Subarsono (2005) kerangka kerja kebijakan publik akan

ditentukan oleh beberapa variabel sebagai berikut:

1. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan

dicapai, apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit

mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin

sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.

2. Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan

kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh

lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya

mengejar suatu nilai.

3. Sumber daya yang mengandung kebijakan.

Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumber daya finansial, material,

infrastruktur dan lainnya.

4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.

Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang

terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan oleh

41

tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan

integritas moralnya.

5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan

sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks

sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.

6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan suatua kebijakan akan

mempengaruhi kinerja suatu kebijakan. Strategi yang digunakan seperti

bersifat top/down approach atau bottom approach, otoriter atau demokratis.

1.2.2 Implementasi Kebijakan Publik

2.2.2.1 Definisi Implementasi Kebijakan Publik

Melihat kebijakan publik dari perspektif siklus kebijakan (policy cycle),

implementasi kebijakan merupakan suatu aktivitas yang paling penting. Realita

menunjukkan implementasi kebijakan sejak awal melibatkan sebuah proses

rasional dan emosional yang kompleks. Jadi bukan sekedar berkaitan dengan

mekanisme penjabaran politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-

saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu. Studi implementasi, akan memasuki

ranah permasalahan konflik, keputusan-keputusan yang pelik dan isu mengenai

siapa yang memperoleh apa, berapa banyak dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu,

tidak salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting

dari seluruh proses kebijakan. Sebagaimana yang disampaikan oleh

Udoji (1981: 32) bahwa “ the execution of policies is as important if not more

important than policy making. Policies will remain dreams or print in file jakets

42

unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal penting

bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-

kebijakan akan berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip

kalau tidak diimplementasikan). Sudut pandang sebagai pangkal tolak, hendaknya

selalu diingat bahwa implementasi sebagian besar kebijakan publik atau program-

program pemerintah pasti akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan, yang

masing-masing berusaha untuk mempengaruhi perilaku birokrat garda

depan/pejabat lapangan (street level bureucrats) dalam rangka memberikan

pelayanan atau jasa tertentu kepada masyarakat, atau mengatur perilaku dari satu

atau lebih kelompok sasaran. Setidaknya ada dua hal mengapa implementasi

kebijakan pemerintah memiliki relevansi : (1) secara praktis akan memberikan

masukan bagi pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah

program telah berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi

kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan, (2) Memberikan alternatif model

pelaksanaan program yang lebih efektif . Berdasarkan pandangan yang diutarakan

diatas dapat disimpulkan, bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya

tidak hanya menyangkut perilaku lembaga administrasi yang bertanggungjawab

untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok

sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi

dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari

semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak,

baik yang negatif maupun yang positif (Wahab, 1991). Lebih lanjut disampaikan

oleh Wahab bahwa implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk

43

pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan

berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam

pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi, (publik atau privat),

prosedur dan teknik secara sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna

menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Alasan dibalik langkah

seperti ini tak lain dimaksudkan agar sikap, perilaku dan pikiran dari semua

pemangku kepentingan yang terlibat dapat lebih terkontrol. Menurut Agustino

(2008: 139), “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana

pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada

akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri”. Ripley dan Franklin (Winarno, 2014: 145) menyatakan

bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan

yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu

jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup tindakan-

tindakan oleh sebagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk

membuat program berjalan. Implementasi mencakup beberapa macam kegiatan.

Pertama, badan-badan pelaksana yang ditugasi undang-undang dengan

tanggungjawab menjalankan program harus mendapatkan sumber-sumber yang

dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar. Kedua, badan-badan pelaksana

mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan-arahan konkret, regulasi,

rencana-rencana dan desain program. Ketiga, badan-badan pelaksana harus

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka dengan menciptakan unit-unit

birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban kerja. Grindle (Winarno, 2014: 146)

44

memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa

secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang

memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu

kegiatan pemerintah. Oleh karena itu tugas implementasi mencakup terbentuknya “

a policy delivery system “ dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan

dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. van Meter dan van

Horn (Winarno, 2014: 146) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok)

pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-

tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi

tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka

melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil

yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Secara sederhana tujuan

implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik

dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah (Wibawa dkk, 1994).

Selanjutnya Wibawa mengutip pendapat lain bahwa keseluruhan proses penetapan

kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum

telah diperinci, program telah dirancang dan juga dana telah dialokasikan untuk

mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. van Meter dan van Horn (Winarno,

2005: 102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.

45

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-

keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu

maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran

ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan

demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang

ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

Tachjan (2006: 25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik

merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan

ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan

evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down,

maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak

atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Tachjan (2006: 26)

menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus

ada yaitu:

1. Unsur pelaksana

2. Adanya program yang dilaksanakan serta

3. Target group atau kelompok sasaran.

Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock &

Dimock (Tachjan, 2006: 28) sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan

pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan

sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,

46

pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,

penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.

Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah birokrasi

seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin (Tachjan, 2006: 27):

”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and

have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy

and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a

large role, although they are not dominant”. Dengan begitu, unit-unit birokrasi

menempati posisi dominan dalam implementasi kebijakan yang berbeda dengan

tahap fomulasi dan penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai

peranan besar namun tidak dominan. Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti

penting tanpa tindakan-tindakan riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau

proyek. Hal ini dikemukakan oleh Grindle (Tachjan, 2006: 31) bahwa

”Implementation is that set of activities directed toward putting out a program into

effect”. Menurut Terry (Tachjan, 2006: 31) program merupakan; “A program can

be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources

in an integrated pattern and establish a sequence of required actions and time

schedules for each in order to achieve stated objective. The make up of a program

can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.

Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah

menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu

kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode,

standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagian, program harus

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

47

1. Sasaran yang dikehendaki

2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu

3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya

4. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan

5. Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun

dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan

(Siagian, 2002)

Selanjutnya, Grindle (1980: 11) menjelaskan bahwa isi program harus

menggambarkan; “kepentingan yang dipengaruhi (interest affected), jenis manfaat

(type of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned),

status pembuat keputusan (site of decision making), pelaksana program (program

implementers) serta sumberdaya yang tersedia (resources commited)”. Program

dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan

tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu.

2. Melaksanakan (aplication) program dengan mendayagunakan struktur-

struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan

metode yang tepat.

3. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan

yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan

(Tachjan, 2006: 35).

Masih membahas mengenai unsur-unsur implementasi kebijakan publik. Unsur

yang terakhir dalah target group atau kelompok sasaran, Tachjan (2006: 35)

mendefinisikan bahwa: ”target group yaitu sekelompok orang atau organisasi

48

dalam masyarakat yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi

perilakunya oleh kebijakan”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan

dengan kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa

karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi

mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi.

2.2.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan

Untuk memahami dan menganalisis proses implementasi kebijakan para

ahli analisis kebijakan kerap menggunakan alat konseptual tertentu untuk

membantu pekerjaan mereka dalam memvisualisasikan realita implementasi

kebijakan yang kompleks. Diantara alat konseptual yang ada, yang paling sering

dipakai dan bermanfaat bagi keperluan analisis berupa model-model atau tipologi-

tipologi tertentu. Dengan bekal model-model itu, analisis kebijakan akan lebih

dipermudah tugasnya dalam memahami bagaimana proses implementasi kebijakan

itu berlangsung. Dengan kata lain, untuk memudahkan pekerjaan analisis, dalam

memahami realita implementasi kebijakan yang kompleks, dibutuhkan alat bantu

konseptual (conceptual tool) yang berfungsi sebagai pembimbing langkah. Sebuah

model yang baik menurut Lester dan Steward (2000: 51), pada derajat tertentu akan

dapat memainkan peran kunci semacam penyedia hamparan lahan atau pemberi

gambaran secara grafikal beberapa aspek penting dari proses kebijakan. Kemudian

dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan

beberapa model, antara lain :

1. Model Gogin

49

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Goggin ini dapat

mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan

formal pada keseluruhan implementasi, yakni : (1) Bentuk dan isi kebijakan,

termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses

implementasi, (2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa

dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara

efektif, dan (3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa

karateristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat,

termasuk pola komunikasinya (Goggin, 1990).

2. Model Grindle

Sebagaimana dikutip oleh Wahab (1991) Grindle menciptakan model

implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya,

selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi

oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Isi kebijakan terdiri yang terdiri

dari :

a. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi

b. Tipe-tipe manfaat

c. Derajat perubahan yang diharapkan

d. Letak pengambilan keputusan

e. Pelaksanaan program

f. Sumber daya yang dilibatkan

Sedangkan konteks implementasi terdiri dari :

50

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

b. Karateristik lembaga dan penguasa

c. Kepatuhan dan daya tanggap

Gambar : 2.1 Implementasi Kebijakan Model Grindle

Sumber : Grindle, M. (Ed), 1980, Politics and Policy Implementation in the Third

World, New Jersey, Princeton University Press.

Tujuan-

tujuan

kebijakan

Tujuan

tercapai

Program-program

aksi dan proyek-

proyek tertentu

dirancang dan

dibiayai

Program-program

disampaikan

sesuai dengan

rancangan

PENGUKURAN KEBERHASILAN

Kegiatan-kegiatan implementasi

dipengaruhi oleh:

a. Isi kebijakan:

1. Kepentingan-kepentingan

yang dipengaruhi

2. Tipe-tipe manfaat

3. Derajat perubahan yang

diharapkan

4. Letak pengambilan

keputusan

5. Pelaksanaan program

6. Sumber daya yang

dilibatkan

b. Konteks Implementasi:

1. Kekuasaan, kepentingan

dan strategi aktor yang

terlibat

2. Karateristik lembaga dan

penguasa

3. Kepatuhan dan daya

tanggap

Hasil Akhir

1. Dampaknya

terhadap

perseorangan,kelo

mpok dan

kelompok

2. Tingkat perubahan

dan

penerimaannya

51

3. Model van Meter dan van Horn

Model implementasi kebijakan ini disebut juga dengan istilah a model of

policy implementation process. Model ini beranjak dari suatu argumen bahwa

perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat

kebijakan yang akan dilaksanakan. Model ini menawarkan pendekatan yang

mencoba menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan

suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan kinerja

(performance). Dalam model ini menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan

kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-

prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut,

maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah hambatan-

hambatan apakah yang akan terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam

organisasi, seberapa jauh tingkat efektivitas mekanisme-mekanisme kontrol

yang tersedia pada setiap jenjang struktur, seberapa penting keterikatan rasa

keterikatan masing-masing orang dalam organisasi (hal ini menyangkut

masalah kepatuhan). Atas pandangan tersebut van Meter dan van Horn

kemudian membuat tipologi kebijakan menurut:

1. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan;

2. Jangkauan atau lingkup komitmen terhadap tujuan diantara para aktor,

atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.

Alasan dikemukakannya hal ini bahwa proses implementasi itu akan

dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu. Dalam arti

implementasi pada program-program publik kebanyakan akan berhasil ketika

perubahan yang dikehendaki relatif sedikit. Sementara komitmen terhadap

52

tujuan, terutama dari pihak yang mengoperasikan program dilapangan, relatif

tinggi. Selanjutnya van Meter dan van Horn menyatakan bahwa jalan yang

menghubungkan antara kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah

variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan. Variabel yang

dimaksud adalah:

1. Standar/ ukuran dan tujuan kebijakan;

2. Sumber-sumber kebijakan;

3. Ciri-ciri atau karateristik badan/instansi pelaksana;

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksana;

5. Sikap para pelaksana;

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Gambar : 2.2 Implementasi Kebijakan Model van Meter dan van Horn

Sumber : Donal van Meter dan Carl van Horn “ The Policy Implementation

Process: A Copseptual Framework”. Administration and Society 6 (1975)

p. 463, 1975 : Sage Publication, Inc.

Komunikasi antar

organisasi dan kegiatan

pelaksanaan

Standard

dan tujuan

kebijakan

Sumber-sumber

kebijakan

Ciri-ciri

badan

pelaksana

Sikap para

pelaksana

KINERJA

Lingkungan: ekonomi,

social dan politik

53

4. Model Edward III

Menurut teori Edward III dalam implementasi kebijakan ada 4 variabel yang

dapat dijadikan ukuran untuk menilai sukses atau tidaknya implementasi

kebijakan, yaitu : (1) Komunikasi yang efektif, (2) Sumber-sumber, (3)

Disposisi/sikap dan (4) Struktur birokrasi. Adapun penjelasan dari konsep

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi

Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi

komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti

merupaka proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat

kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy

implementator). Informasi kebijakan perlu disampaikan kepada

pelaksana kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi

isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target groups) kebijakan agar

pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus

dipersiapkan dan dilakukan untuk melaksanakan kebijakan publik

tersebut sehingga dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Segala

keputusan harus dikomunikasikan kepada orang-orang yang tepat.

Kebijakan harus diterima para pelaksana secara jelas. Hal ini terjadi

agar implementasi kebijakan publik bisa berjalan secara efektif.

Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain

dimensi transformasi, kejelasan dan konsistensi. Dalam dimensi

transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat

ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak

pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan

54

mengendaki agar kebijakan yang ditransformasikan kepada para

pelaksana, kelompok sasaran dan pihak pihak lain yang terkait dengan

kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga diantara mereka

mengetahui Apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran serta substansi

dari kebijakan publik. Dimensi konsistensi menghendaki kebijakan

publik tersebut dapat dilaksanakan secara konsisten.

b. Sumber-sumber Daya

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,

jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-

sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan,

maka implementasinya cenderung tidak efektif. Dengan demikian

sumber-sumber dapat merupakan faktor-faktor yang penting dalam

melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting

meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk

melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas

yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul diatas kertas untuk

melaksanakan kebijakan publik. Edward III (1980: 11) menegaskan

bahwa “ bagaimana jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-

ketentuan atau atauran-aturan, jika para pelaksana kebijakan yang

bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai

sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka

implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif”. Sumber daya yang

dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber

daya peralatan, sumber daya informasi dan kewenangan.

55

c. Disposisi

Edward III (1980) menegaskan bahwa keberhasilan implementasi

kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku

kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu

melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku

kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang

sedang diimplementasikan. Disposisi ini merupakan kemauan,

keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk

melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa

yang menjadi tujuan kebijakan dapat terwujud. Pemahaman tentang

maksud dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting karena

bagaimanapun juga, implementasi kebijakan yang berhasil bisa jadi

gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap

standar dan tujuan kebijakan. Sikap merupakan suatu yang penting

dalam implementasi kebijakan. Jika pelaksana kegiatan didasari oleh

sikap yang positif terhadap kebijakan maka besar kemungkinan mereka

akan dapat melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pembuat

kebijakan.

d. Struktur Birokrasi

Menurut Edward III (1980: 125) implementasi kebijakan bisa jadi

masih belum efektif karena adanya ketidak efisien struktur birokrasi.

Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,

pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit organisasi yang ada

dalam organisasi dan hubungan organisasi dengan organisasi luar

Didalam birokrasi selalu terdapat SOP (Standard Operating Procedurs)

56

dan fragmentasi. SOP merupakan rutinitas-rutinitas yang

memungkinkan para pejabat publik membuat sejumlah besar keputusan

umum sehari-hari dan ia merupakan jawaban terhadap keterbatasan

waktu dari sumber daya pelaksana organisasi yang kompleks dan

beragam. Sedangkan fragmentasi adalah pembagian tanggungjawab

suatu daerah kebijakan diantara beberapa unit organisasi. SOP dan

fragmentasi dapat mempengaruhi bahan-bahan dalam kebijakan,

memboroskan sumber daya, meningkatkan tindakan yang diinginkan,

menghambat koordinasi dan membingungkan pejabat di tingkat bawah

( Winarno, 2002: 126-154). Dunn (2001) mengatakan kebijakan publik

adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk

keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau

kantor-kantor pemerintah.

Gambar : 2.3 Implementasi Kebijakan Model Edward III

Sumber : Edward III, George C, 1980, Implementing Public Policy, Congressional

Quarterly Press, Washington DC

KOMUNIKASI

STRUKTUR

BIROKRASI

SUMBER-SUMBER

DAYA

DISPOSISI

IMPLEMETASI

57

2.2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Implementasi

Kebijakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja

implementasi yaitu :

1. Standard dan sasaran kebijakan

2. Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktifitas

3. Karateristik organisasi dan komunikasi antar organisasi

4. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

5. Sumber daya

6. Sikap Pelaksana (Wibawa dkk, 1994)

Selain itu Rippley dan Franklin menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan

program ditinjau dari tiga faktor yaitu:

1. Prespektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari

kepatuhan strate level burcancrats terhadap mereka;

2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya

persoalan;

3. Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan

semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan

(Wibawa dkk, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan menurut Wahab (1991)

adalah :

1. Organisasi atau kelembagaan

2. Kemampuan politik dari penguasa

3. Pembagian tugas tanggungjawab dan wewenang

58

4. Kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental

5. Proses perumusan kebijakan pemerintah yang baik

6. Aparatur evaluasi yang bersih dan berwibawa serta profesional

7. Biaya untuk melakukan evaluasi

8. Tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh

penilai-penilai kebijakan.

Jan Marse (Wahab, 1991) mengatakan implementasi kebijakan yang gagal

disebabkan beberapa faktor:

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang

kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana

dari isi kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil dari kebijakan itu.

2. Isi Kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan

kebijakan atau ketidak tepatan atau ketidak tegasan internal ataupun eksternal

atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat

berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya

tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor

implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya

dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

59

2.2.3 Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

2.2.3.1 Definisi Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia Governance dapat diartikan

sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan

pemerintahan, tata pamong. Governance mengandung makna bagaimana cara suatu

bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai

masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain dalam konsep Governance

terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan

kemitraan. Dengan demikian Governance sebagai sebuah pendekatan dalam

administrasi publik yang juga mulai memasuki ekologi sosial baru yang sarat

dengan sistem nilai misalnya budaya, politik, informasi, komunikasi. Nilai-nilai

formal yang direproduksi secara hirarkis dan rasional memang turut membangun

perubahan paradigma tentang tata pemerintahan (Governance dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti Good Governance sebagai

kepemerintahan yang mengemban dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,

akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas,

supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Governance

sekarang ini menjadi kata yang sering digunakan dalam birokrasi dan dapat

dikatakan sebagai konsep dari sejumlah terminologi dalam kebijakan dan politik.

Kata ini sering digunakan untuk menjelaskan jaringan kebijakan (policy Networks,

Rhodes: 2007), manajemen publik (public management, Hood: 1997), koordinasi

antar sektor ekonomi (Campbell el al, 1997), kemitraan publik-privat (Pierre,

2000), corporate governance (Wiliamson, 2000) dan good governance yang

acapkali menjadi syarat utama yang dikemukakan oleh lembaga-lembaga donor

60

asing (Lefwich, 1993). Konteks reposisi administrasi publik menurut Frederickson

memberikan interpretasi governance dalam empat terminologi , yaitu :

1. Governance menggambarkan bersatunya sejumlah organisasi atau institusi

baik itu dari pemerintah atau swasta yang dipertautkan (linked together)

secara bersama untuk mengurusi kegiatan-kegiatan publik. Mereka dapat

bekerjasama dalam sebuah jejaring antar negara. Karenanya dalam

terminologi ini, Governance menunjuk networking dari sejumlah himpunan

entitas yang secara mandiri mempunyai kekuasaan otonom. Ungkapan

Frederickson dalam terminologi ini adalah perubahan citra sentralisasi

organisasi menuju citra organisasi yang delegatif dan terdesentralisir. Mereka

bertemu untuk bermusyawarah, merekonsiliasi kepentingan sehingga dapat

dicapai tujuan secara kolektif atau bersama-sama. Kata kunci terminologi

pertama ini adalah networking dan desentralisasi.

2. Governance sebagai tempat berkumpulnya berbagai pluralisme pelaku

bahkan disebut hiper pluralitas. Hal penting dalam konteks ini adalah mulai

hilangnya fungsi kontrol antar organisasi menjadi menyebarnya pusat

kekuasaan pada berbagai pluralitas pelaku, dan makin berdayanya pusat-

pusat pengambilan keputusan yang makin mandiri. Pada terminologi kedua

ini menekankan Governance dalam konteks pluralisme aktor dalam proses

perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan. Pertanyaan kunci dalam

terminologi ini adalah seberapa jauh kebijakan yang dilakukan pemerintah

merespon tuntutan masyarakat, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam

proses tersebut, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses

implementasi, seberapa besar inisiatif dan kreativitas masyarakat tersalurkan,

61

seberapa jauh masyarakat mengakses informasi yang dibutuhkan terkait

dengan kebijakan. Kata kunci dalam terminologi kedua ini adalah pluralitas

aktor, kekuasaan yang makin menyebar, perumusan dan implementasi

kebijakan bersama.

3. Governance berhubungan dengan kecenderungan kekinian dalam literatur-

literatur manajemen publik utamanya dalam kebijakan publik, dimana relasi

multi organisasional antar aktor-aktor kunci terlibat dalam implementasi

kebijakan. Kerjasama para pelaksana yang lebih berwatak politik,

kebersamaan untuk menghadapi resiko, lebih kreatif dan berdayaguna, tidak

mencerminkan watak yang kaku utamanya menyangkut organisasi, hirarki

dan tata aturan. Dalam makna lebih luas Governance merupakan jaringan

(network) kinerja diantara organisasi-organisasi lintas vertikal dan horisontal

untuk mencapai tujuan-tujuan publik. Kata kuncinya adalah jaringan aktor

lintas organisasi secara vertikal dan horisontal.

4. Governance dalam konteks administrasi publik, kental dengan sistem nilai-

nilai kepublikan. Governance menyiratkan suatu keabsahan, lebih

bermartabat, sesuatu yang positif untuk mencapai tujuan publik. Governance

lebih dipandang sebagai sesuatu yang akseptabel, absah, lebih kreatif, lebih

inovatif, lebih responsif dan lebih akuntabel.

Dari keempat terminologi tersebut dapat ditarik pokok pikiran bahwa Governance

dalam konteks administrasi publik adalah merupakan proses perumusan dan

implementasi untuk mencapai tujuan-tujuan publik yang dilakukan oleh aktor :

pluralitas organisasi dengan sifat hubungan yang lebih luwes dalam tataran vertikal

dan horisontal, dimotivasi oleh nilai-nilai kepublikan antara lain keabsahan,

62

responsif, kreatif, inovatif dan akuntabel, dilakukan dalam semangat kesetaraan

dan networking yang kuat untuk mencapai tujuan publik yang akuntabel.

1.2.3.2 Prinsip-Prinsip Dari Governance

Prinsip-prinsip dari tata kelola pemerintahan (Governance) adalah

bagaimana memberdayakan masyarakat dalam konsep kesetaraan dalam rangka

perencanaan dan implementasi kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik.

Interaksi Pemerintah dan masyarakat menjadi hal yang sangat urgen dalam rangka

menjalankan fungsi kepemerintahan (Governance). Pemberdayaan dan kesetaraan

masyarakat dalam proses perencanaan dan implementasi kebijakan publik menjadi

semangat dari konsep dari Good Governance. Good Governance merupakan

praktek tata kelola kepemerintahan yang baik dan menjadi idaman Pemerintah.

Konsep Good Governance memuat unsur-unsur yang harus dijalankan oleh

Pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi sebagai pelayan publik. United

Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang

berjudul Governance For Sustainable Human Development (1997),

mengemukakan prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dalam rangka

pelaksanaan dan praktek kepemerintahan yang baik, yaitu :

1. Partisipasi (Participation)

Bahwa setiap orang atau masyarakat mempunyai hak suara yang sama dalam

proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui

lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-

masing;

63

2. Aturan Hukum (Rule Of Law)

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan,

ditegakkan, dipatuhi secara utuh;

3. Transparansi (Transparency)

Transparansi harus dibangun dalam rangka untuk kebebasan aliran informasi;

4. Daya Tanggap (Responsiveness)

Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani

berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders);

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai

kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang

terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak;

6. Berkeadilan (Equity)

Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan dengan tidak

terkecuali, baik laki-laki atau perempuan untuk meningkatkan dan

memelihara kualitas hidupnya;

7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan

sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan

yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia;

8. Akuntabilitas (Accountability)

Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan

masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban kepada publik;

64

9. Visi Strategis (Strategic Vision)

Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka

panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Meskipun tidak secara tegas menyatakan sebagai prinsip-prinsip

pemerintahan yang baik, menurut Mustopadidjaja (2000) merekomendasikan agar

“format bernegara masyarakat madani” sebagai sistem penyelenggaraan Negara,

baik di pusat dan di daerah perlu memperhatikan antara lain prinsip-prinsip sebagai

berikut:

1. Demokrasi dan Pemberdayaan

Penyelenggaraan Negara yang demokratis adalah adanya pengakuan dan

penghormatan Negara atas hak dan kewajiban warga Negara, termasuk

kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara

rasional sebagai wujud rasa tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan

Negara dan pembangunan bangsa. Dalam hubungan itu penyelenggara

Negara dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak harus melakukan sendiri

(Rowing), tetapi lebih baik berfungsi mengarahkan (Steering) atau memilih

kombinasi yang optimal diantara keduanya. Dalam rangka upaya

pemberdayaan masyarakat, peranan pemerintah dapat ditingkatkan antara

lain melalui: a) pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas

dan partisipasi masyarakat; b) perluasan akses pelayanan untuk menjunjung

berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat; dan c) pengembangan program

untuk lebih meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada

masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan

65

sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah guna

meningkatkan kesejahteraan mayarakat;

2. Pelayanan

Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat

(a spirit of public service) dan menjadi mitra masyarakat (partner of society)

atau melakukan kerjasama dengan masyarakat (co-production). Agar hal ini

dapat terwujud diperlukan perubahan perilaku melalui melalui budaya kode

etik (code of conduct) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (enabling

strategy) yang diterjemahkan kedalam standar tingkah laku yang dapat

diterima dan dijadikan acuan perilkau aparatur pemerintah baik di pusat

maupun didaerah;

3. Transparansi dan Akuntabilitas

Aparatur dan sistem manajemen pemerintahan harus mengembangkan

keterbukaan dan sistem akuntabilitas, harus bersikap terbuka untuk

mendorong para pemimpin dan seluruh sumber daya manusia didalamnya

berperan dalam mengamalkan dan melambangkan kode etik. Upaya

pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha melalui peningkatan partisipasi

dan kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan:

a) mengembangkan keterbukaan birokrasi pemerintah; b) deregulasi dan

debirokratisasi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan

aktivitas masyarakat; c) membuka akses proses penyusunan peraturan,

kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, sehingga program-

program pembangunanakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan

66

masyarakat, dilakukan secara riil dan adil sesuai dengan aspirasi dan

kepentingan masyarakat;

4. Partisipasi

Masyarakat harus mendapatkan kesempatan yang luas dalam berperan serta

menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods dan service)

melalui proses kemitraan dan kebersamaan. Prinsip ini sejalan dengan salah

satu prinsip Reinventing Government (Osborn dan Gaebler, 1992) yaitu

“empowering rather than sarving”. Dengan pola desentralisasi fungsi-fungsi

pelayanan publik kepada masyarakat, diharapkan peningkatan efisiensi dan

efektivitas pembangunan akan tercapai, sehingga tingkat kepercayaan

masyarakat terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan publik semakin meningkat.

5. Kemitraan

Dalam masyarakat modern, peranan dunia usaha sangat strategis bagi

kemajuan pembangunan nasional untuk mewujudkan peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Oleh karena itu diperlukan

iklim yang kondusif untuk terwujudnya kemitraan dunia usaha dengan

pemerintah, serta keserasian dan keseimbangan kemitraan antara dunia usaha

baik skala besar, sedang dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan

jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan.

6. Desentralisasi

Pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah, oleh karena itu

berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah, perlu

diserahkan sebagaian kewenangan itu kepada daerah. Perbedaan

67

perkembangan antara daerah membawa implikasi yang berbeda pada macam

dan intensitas peranan pemerintah.

7. Konsistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum

Peningkatan pembangunan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian

kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus

mengabaikan kepastian hukum. Kepastian hukum mutlak diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

2.2.4 E-GOVERNMENT

Menurut Keputusan Presiden No. 20 Tahun 2006, definisi E-Government

adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses

pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan

akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan elektronik atau

E-Government (berasal dari kata Bahasa Inggris electronics government, juga

disebut E-Gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu

transformational government) adalah penggunaan teknologi informasi oleh

pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan

bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-Government

dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk

meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses

kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah

Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to

Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling

diharapkan dari electronic government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan,

68

serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik. Di sisi lan, UNDP (United

Nation Development Programme) mendefenisikan electronic government secara

lebih sederhana lagi, yaitu “electronic government is the application of information

and communication technology (ICT) by government agencies”. Janet Caldow,

direktur dari Institute For Electronic Governemnt (IBM Co.) dari hasil kajiannya

bersama Kennedy School Of Government, Harvard Univercity, memberikan

defenisi, yaitu “electronic government is nothing short of a fundamental

transformation of government and governance at a scale we have not witnessed

since the beginning of the industrial era.”

Secara umum pengertian electronic government adalah sistem manajemen

informasi dan layanan masyarakat berbasis Internet. Layanan ini diberikan oleh

pemerintah kepada masyarakatnya. Dengan memanfaatkan internet, maka akan

muncul sangat banyak pengembangan modus layanan dari pemerintah kepada

masyarakat yang memungkinkan peran aktif masyarakat dimana diharapkan

masyarakat dapat secara mandiri melakukan registrasi perizinan, memantau proses

penyelesaian, melakukan pembayaran secara langsung untuk setiap perizinan dan

layanan publik lainnya. Semua hal tersebut dengan bantuan teknologi internet akan

dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Dengan adanya fasilitas seperti ini,

masyarakat diharapkan akan menjadi lebih produktif karena masyarakat tidak perlu

antri dalam waktu yang lama hanya untuk menyelesaikan satu buah perizinan.

Dengan adanya on-line system ini, masyarakat dapat memanfaatkan banyak

waktunya untuk melakukan pembangunan yang lain sehingga diharapkan

produktivitas nasional pun dapat meningkat. The World Bank Group

mendefinisikan electronic government refers to the use by government agencies of

69

information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile

computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses,

and other arms of government. (electronic government berhubungan dengan

penggunaan teknologi informasi (seperti wide area network, internet dan mobile

computing) oleh organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan membentuk

hubungan dengan warga negara, bisnis, dan organisasi lain dalam pemerintahan).

Sedangkan menurut Heeks (2001), E-Government lahir karena revolusi informasi

dan revolusi pemerintahan. Berbagai kendala implementasi E-Government di

Indonesia baik fisik maupun sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya. Indonesia

harus mampu mendayagunakan potensi teknologi untuk keperluan:

1. Memberikan kesempatan yang sama serta meningkatkan ketersediaan

informasi dan pelayanan publik yang diperlukan untuk memperbaiki

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, serta memperluas jangkauannya

agar dapat mencapai seluruh wilayah negara.

2. Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang

dengan teknologi yang mampu memanfaatkan pasar yang lebih luas.

3. Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor

produksi, serta memperlancar rantai distribusi, agar daya saing ekonomi

nasional dalam persaingan global dapat diperkuat.

4. Meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan publik,

serta memperlancar interaksi antarlembaga-lembaga pemerintah, baik pada

tingkat pusat maupun daerah, sebagai landasan untuk membentuk

pemerintahan yang efektif, bersih, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

70

Menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat tipe penerapan

E-Government:

1. Government to Citizens

Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-Government yang paling umum, yaitu

di mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio

teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan

interaksi dengan masyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan dari dibangun

aplikasi E-Government ; bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan

pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar

masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk

pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya

adalah sebagai berikut: Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi

mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu

sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan

perjalanan yang sesuai.

2. Government to Business

Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah

lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah negara

dapat berjalan sebagaimana mestinya. Contoh dari aplikasi E-Government

berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: Para perusahaan wajib pajak dapat

dengan mudah menjalankan aplikasi berbasis web menghitung besarnya

pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran

melalui internet.

71

3. Government to Government

Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara

untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Berbagai

penerapan E-Government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal antara lain:

Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan

sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu

penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga

negara asing yang sedang berada di tanah air. Aplikasi yang menghubungkan

kantor-kantor pemerintahan setempat dengan bank-bank asing milik

pemerintah di negara lain di mana pemerintah setempat menabung dan

menanamkan uangnya. Pengembangan suatu sistem basis data intelijen yang

berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh masuk atau keluar dan

wilayah negara (cegah dan tangkal).

4. Government to Employees

Pada akhirnya aplikasi E-Government juga diperuntukkan untuk

meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan

pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayanan

masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun dengan

menggunakan format G-to-E ini salah satunya: Aplikasi terpadu untuk

mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan, yang merupakan hak dari

pegawai hak pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat terlindungi

hak-hak individualnya.

72

2.2.5 Komitmen

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan

perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini

mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi

yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi

(Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen (Soekidjan, 2009), komitmen dapat

juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat

untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Menurut Van Dyne dan Graham

(Muchlas, 2008), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah:

personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu

yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit. Lebih

lanjut Dyen dan Graham (Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal

yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan

keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai

(value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan

organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat

pekerjaan. Menurut Quest (Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral

dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (Soekidjan, 2009)

tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :

1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya

motivasi dan meningkatnya kinerja.

2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.

73

3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan

aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat

terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan

meningkatkan kinerja.

2.2.5.1 Indikator perilaku komitmen

Menurut Quest ( Soekidjan, 2009) indikator-indikator perilaku komitmen

yang dapat dilihat pada karyawan adalah :

1. Melakukan upaya penyesuaian, dengan cara agar cocok di organisasinya dan

melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma

organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.

2. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan

menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian

dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.

3. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi

kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi

4. Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan

organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi,

serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun

keputusan tersebut tidak disenangi.

Meyer dan Allen (Soekidjan, 2009) membagi komitmen organisasi menjadi tiga

macam atas dasar sumbernya :

74

1. Affective commitment, Berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat

dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai

yang sama.

2. Continuance Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan biaya-

biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini

juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain.

3. Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai

anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini

terjadi juga internalisasi norma-norma.

Dari ketiga jenis komitmen diatas tentu saja yang tertinggi tingkatannya adalah

Affective Commitment. Anggota/karyawan dengan Affective Commitment tinggi

akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap

organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah Continuance Commitment.

Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi anggota/karyawan untuk menghindari

kerugian financial atau kerugian lain, akan kurang/tidak dapat diharapkan

berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk Normative Commitment, tergantung

seberapa jauh internalisasi norma agar anggota/karyawan bertindak sesuai dengan

tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normatif akan menimbulkan perasaan

kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-

keuntungan yang telah diberikan organisasi (Soekidjan, 2009). Menurut Allen &

Meyer (1997) mendeskripsikan indikator dari komitmen organisasi sebagai berikut:

Indikator affective commitment, Individu dengan affective commitment yang tinggi

memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa

individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara

75

berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment

yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki

hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau

absen dalam organisasi. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job

performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective

commitment akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih

baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne (Allen &

Meyer, 1997) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih

mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Affective

commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari

keseluruhan hasil pekerjaan individu (e.g., Bycio, Hackett, & Allen; Ingram, Lee,

& Skinner; Leong, Randall, & Cote; Randal, Fedor, & Longenecker; Sager &

Johnston dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan penelitian yang didapat dari

self-report tingkah laku (Allen & Meyer; Meyer et al.; Pearce dalam Allen &

Meyer, 1997) dan assesment tingkah laku (e.g., Gregersen; Moorman et al.;

Munene; Shore & Wayne dalam Allen & Meyer, 1997) karyawan dengan affective

commitment yang tinggi memiliki tingkah laku organizational citizenship yang

lebih tinggi daripada yang rendah. Berdasarkan penelitian Ghirschman (1970) dan

Farrell (1983), Meyer et al. (1993) meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice,

loyalty, dan neglect. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment yang

tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress yang dialami anggota organisasi

(Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen &

Meyer, 1997). Indikator Continuance comimitment, Dengan continuance

commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan

76

emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian

besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka

individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk

berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam

organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus

asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Meyer & Allen

(1991) menyatakan bahwa continuance commitment tidak berhubungan atau

memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator

hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas

sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan continuance commitment

yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah (Allen

& Meyer, 1997). Continuance commitment tidak mempengaruhi beberapa hasil

pengukuran kerja (Angle & Lawson; Bycio et al.; Morrman et al. Dalam Allen &

Meyer, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian continuance commitment tidak

memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak

hadir atau absen dalam organisasi. Continuance commitment tidak berhubungan

dengan tingkah laku organizational citizenship (Meyer et al., dalam Allen & Meyer,

1997), sedangkan dalam penelitian lain, kedua hal ini memiliki hubungan yang

negatif. Continuance commitment juga dianggap tidak berhubungan dengan tingkah

laku altruism ataupun compliance, di mana kedua tingkah laku tersebut termasuk

ke dalam organizational citizenship ataupun extrarole. Komitmen juga

berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya

dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Continuance

commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi

77

untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu

situasi apa adanya (Allen & Meyer, 1997). Hal menarik lainnya, semakin besar

continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau

membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. Indikator Normative

commitment, Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap

bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer

& Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi

individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi

organisasi. Namun adanya normative commitment diharapkan memiliki hubungan

yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job performance, work

attendance, dan organizational citizenship. Normative commitment akan

berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Hubungan antara

normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat

perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat

ketidakhadiran dalam suatu penelitian (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997).

Namun suatu penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua

variable tersebut (Hackett et al.; Somers dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan

hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran

hasil kerja (Randall et al., dalam Allen & Meyer, 1997) dan pengukuran laporan

kerja dari keseluruhan pekerjaan (Ashfort & Saks dalam Allen & Meyer, 1997).

Normative commitment memiliki hubungan dengan tingkah laku organizational

citizenship (Allen & Meyer, 1997). Walaupun demikian hubungan antara normative

commitment dengan tingkah laku extra-role lebih lemah jika dibandingkan affective

commitment.

78

Berdasarkan beberapa penelitian, sama seperti affective commitment,

normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress

anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak

dalam Allen & Meyer, 1997). Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan

yang negatif antara komitmen terhadap organisasi dengan intansi untuk

meninggalkan organisasi dan actual turnover (Allen & Meyer; Mathieu & Zajac;

Tett & Meyer dalam Allen & Meyer, 1997). Meskipun hubungan terbesar terdapat

pada affective commitment, terdapat pula hubungan yang signifikan antara

komitmen dan turnover variable diantara ketiga dimensi komitmen (Allen &

Meyer, 1997). Sebagian besar organisasi menginginkan anggota yang

berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi saja.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, konteks dalam penelitian ini unsur

sumber daya manusia, sarana dan prasarana penunjang pelayanan dan anggaran

sangat berpengaruh terhadap terhadap pengembangan E-Government dalam rangka

meningkatkan kinerja kelurahan dalam pelayanan publik.

79

BAB III

ANALISIS LATAR SOSIAL PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kota Probolinggo

3.1.1 Kondisi Geografi , Iklim dan Pemerintahan

Letak Kota Probolinggo berada pada 7º 43’ 41” sampai dengan 7º 49’ 04”

Lintang Selatan dan 113º 10’ sampai dengan 113º 15’ Bujur Timur dengan luas

wilayah 56.667 Km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit

yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,

Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota) :

Pasuruan, Malang, Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota Probolinggo

meliputi :

a. Sebelah Utara : Selat Madura

b. Sebelah Timur : Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo

c. Sebelah Selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, dan Sumberasih

Kabupaten Probolinggo

d. Sebelah Barat : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 20 Tahun 2006 Tentang

Penataan dan Pengembangan Kelembagaan Kecamatan, Kota Probolinggo

melakukan penataan dan pengembangan kecamatan dari 3 (tiga) kecamatan

menjadi 5 (lima) kecamatan yang membawahi 29 Kelurahan. Kelima kecamatan

tersebut yaitu Kecamatan Mayangan, Kecamatan Kanigaran, Kecamatan

Kademangan, Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan Kedopok. Luas wilayah Kota

80

Probolinggo sebesar 56,667 Km², yang terbagi atas lahan pertanian dan lahan

bukan pertanian. Pada tahun 2015, lahan pertanian yang ada di Kota Probolinggo

mencapai 48,72 persen (27,61 Km²) dengan rincian 18,32 Km² lahan sawah dan

9,29 Km² bukan lahan sawah. Sedangkan 51,28 persennya (29,06 Km²) lahan bukan

pertanian. Kota Probolinggn dialiri oleh 6 (enam) sungai, yaitu Sungai

Kedunggaleng, Umbul, Banger, Legundi, Kasbah dan Pancur. Dengan rata-rata

panjang aliran 3,80 Km, Sungai- sungai tersebut mengalir sepanjang tahun,

mengalir dari arah selatan ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah.

Gambar 3.1 : Peta Kota Probolinggo

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan

Pengembangan Kota Probolinggo

81

Sepanjang 2015, curah hujan tertinggi di Kota Probolinggo tercatat sebesar

1.804 mm terjadi pada bulan April, dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari.

Data tersebut merupakan hasil pencatatan di empat stasiun hujan yang ada di Kota

Probolinggo. Memasuki bulan Juni 2015, merupakan bulan dengan curah hujan

terendah yaitu 4 mm. Pada tahun 2015, hujan mulai turun di bulan November

sebanyak 2 hari dengan curah hujan 34 mm sebagai pertanda datangnya musim

hujan. Antara bulan Juli sampai Oktober, terjadi musim kemarau, dimana selama

hampir empat bulan hujan tidak turun di Kota Probolinggo. Dibandingkan tahun

2014, kondisi iklim di Kota Probolinggo pada tahun 2015 lebih basah. Daerah

dengan curah hujan tertinggi terutama terjadi di wilayah selatan Kota Probolinggo

yang meliputi kecamatan Wonoasih dan sebagian kecamatan Kedopok. Dimana

jumlah hari hujan pada wilayah selatan selama tahun 2015 sebanyak 63 hari hujan.

Rata-rata penyinaran matahari terlama selama 2015, terjadi pada bulan bulan Juli

sampai Oktober. Musim kering yang terjadi pada bulan Juli sampai dengan

Oktober di Kota Probolinggo berpengaruh terjadinya angin kering yang bertiup

cukup kencang dari arah tenggara ke barat laut, angin ini popular dengan

sebutan Angin Gending.

Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kota Probolinggo

Nama Kecamatan Jumlah kelurahan Jumlah RW Jumlah RT

Mayangan 5 42 257 Kanigaran 6 51 251

Kademangan 6 31 171 Kedopok 6 35 143 Wonoasih 6 39 182

Jumlah 29 198 1004

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan

Pengembangan Kota Probolinggo

82

3.1.2 Kependudukan dan Pembangunan Manusia

Proyeksi penduduk Kota Probolinggo tahun 2016 mencapai 231.112 jiwa

dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,92 persen. Tahun 2016 penduduk

Kota Probolinggo bertambah 2.099 jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 56,667 Km²,

kepadatan penduduk Kota Probolinggo pada tahun 2016 mencapai 4.078 jiwa/Km².

Dibanding tahun 2015, terjadi peningkatan 37 jiwa untuk setiap kilometer persegi.

Dari lima kecamatan yang ada, Kecamatan Mayangan merupakan wilayah terpadat

dengan kepadatan penduduk mencapai sekitar 6.900 jiwa per kilometer persegi.

Proyeksi jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan selama

selang waktu 2010-2016. Sex ratio pada selang tersebut mencapai 96-97 persen,

artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat 96-97 penduduk laki-laki.

Komposisi penduduk Kota Probolinggo menurut kelompok umur tahun 2016

didominasi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 69,02 persen.

Sedangkan komposisi penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 25,66 persen dan

usia tua (65+ tahun) sebesar 5,32 persen. Total dependency ratio yang dihasilkan

sebesar 44,89 yang berarti bahwa dari 100 penduduk usia produktif di Kota

Probolinggo akan menanggung secara ekonomi sekitar 45 penduduk usia tidak

produktif. Piramida penduduk Kota Probolinggo memperlihatkan adanya

perubahan arah perkembangan penduduk, yaitu pada kelompok penduduk usia 0-4

tahun yang jumlahnya lebih rendah dari kelompok diatasnya (5-9 tahun). Hal ini

menggambarkan bahwa dalam periode lima tahun terakhir jumlah kelahiran lebih

rendah dibanding periode sebelumnya. Ditinjau dari jumlah pasangan usia subur

(PUS) di Kota Probolinggo, pada tahun 2015 terjadi penambahan dari 44.947 PUS

83

(2014) menjadi 46.774 PUS, sementara itu peserta KB aktif juga bertambah dari

34.323 PUS (2014) menjadi 35.326 PUS (2015) atau bertambah 1.003 PUS.

Pembangunan manusia dapat juga diartikan sebagai pembangunan

kemampuan manusia yang difokuskan melalui tiga pilar. Tiga pilar tersebut yaitu

perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan kemampuan daya beli. Keberhasilan

pembangunan tersebut dapat dilihat dari perkembangan angka pembangunan

manusia. Angka ini lebih dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia

(IPM). Besaran angka indeks ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai

tingkat pencapaian pembangunan manusia sebagai hasil dari kegiatan

pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara/daerah. Angka IPM Kota

Probolinggo dalam periode 2010-2015 terjadi peningkatan dari 67,3 (2010) menjadi

71,01 (2015). IPM Kota Probolinggo tumbuh diatas 1,08 persen pertahun.

Pertumbuhan pembangunan manusia di Kota Probolinggo tertinggi terjadi pada

tahun 2013 sebesar 1,62 persen dari 68,93 (2012) menjadi 70,05 (2013). Menurut

status pembangunan manusia, IPM Kota Probolinggo meningkat dari kelompok

IPM sedang (60 -70) menjadi tinggi setelah tahun 2013. IPM Kota Probolinggo

se Jawa Timur tahun 2015 berada pada peringkat 12. Peringkat pertama dicapai

Kota Malang dengan IPM 80,05. Status pembangunan Kota Malang tahun 2015

masuk dalam kategori sangat tinggi. Pertumbuhan IPM 2015 tertinggi di

karisidenan Malang dicapai oleh Kabupaten Malang sebesar 1,59 persen.

3.1.3 Potensi Pertanian dan Perikanan

Pola tanam yang dilakukan petani di Kota Probolinggo menyesuaikan

dengan kondisi geografi dan iklim Kota Probolinggo yang cenderung kering,

dimana dalam satu tahun, dua kali tanam jagung dan satu kali tanam padi. Secara

84

keseluruhan, pada tahun 2015 luas panen komoditas unggulan di Kota Probolinggo

yang meliputi padi, jagung dan bawang merah mengalami penurunan dari total

6.814 hektar (2014) menjadi 6.570 hektar. Luas panen padi tahun 2015 meningkat

dibandingkan tahun lalu dari 2.411 hektar menjadi 2.545 hektar atau bertambah 134

hektar. Bertambahnya luas panen padi berdampak pada produksi padi di tahun 2015

yang mencapai 17.935 ton gabah kering panen. Selain karena luas panen,

meningkatnya produksi padi dipengaruhi pula oleh tingginya produktivitas padi

yang mencapai 7,05 ton per hektar lebih tinggi dibanding tahun lalu (5,85 ton per

hektar). Luas panen tanaman jagung tahun 2015 menurun diikuti pula dengan

produksinya. Luas panen tanaman jagung 3.722 hektar atau berkurang 371 hektar.

Rata-rata produktivitas jagung 6,75 ton per hektar, produksi jagung untuk tahun

2015 mencapai 25.146 ton atau turun minus 9,50 persen. Komoditi pertanian

andalan lainnya adalah bawang merah. Tahun 2015, luas panen tanaman bawang

merah berkurang dari 310 hektar (2014) menjadi 303 hektar dengan produksi

sebesar 2.623 ton.

Sedangkan potensi perikanan Kota Probolinggo merupakan penghasil

perikanan laut yang memberikan kontribusi cukup besar dalam produksi perikanan

laut di Jawa Timur. Bahkan tujuh tahun yang lalu (tahun 2008), kontribusi produksi

perikanan laut Kota Probolinggo di Jawa Timur mencapai 13 persen lebih dengan

jumlah produksi 42.778 ton. Akan tetapi dalam lima tahun terakhir kontribusinya

semakin menurun. Pada tahun 2015, ikan hasil tangkapan laut mencapai 15.023

ton yang didominasi oleh jenis ikan merah/bambangan yang mencapai 2.045 ton.

Dibanding 2014, produksi perikanan laut turun minus 6,04 persen. Produksi

perikanan di Kota Probolinggo tahun 2015 sebesar 15.476 ton yang berasal dari

85

perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang meliputi budidaya tambak dan

kolam. Produksi perikanan budidaya mengalami penurunan dibanding tahun lalu.

Kontribusi perikanan budidaya menurun dari 2,98 persen pada tahun 2014 menjadi

2,87 persen di tahun 2015. Pada tahun 2015, produksi perikanan budidaya tambak

sebesar 204 ton dan budidaya kolam sebesar 240 ton. Sedangkan perikanan tangkap

yang mencapai lebih dari 97 persen meliputi perikanan tangkap laut sebesar 15.023

ton dan perikanan tangkap sungai sebesar 8,11 ton.

3.1.4 Visi dan Misi Kota Probolinggo

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan

dan peluang serta isu-isu strategis yang terjadi, maka Visi dan Misi Pembangunan

Kota Probolinggo Tahun 2014-2019 dijabarkan dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut:

1. Visi Kota Probolinggo adalah Probolinggo Kota Jasa Berwawasan

Lingkungan Yang Maju, Sejahtera dan Berkeadilan.

Adapun makna yang terkandung dalam visi diatas adalah sebagai berikut:

a. Maju : Adalah sikap dan kondisi masyarakat yang produktif, berdaya saing

dan mandiri, terampil dan inovatif dengan tetap dapat menjaga tatanan sosial

masyarakat yang toleran, rasional, bijak dan adaptif terhadap dinamika

perubahan namun tetap berpegang pada nilai budaya serta kearifan lokal,

ditopang oleh ketahanan ekonomi dan sosial. Dengan demikian kondisi

masyarakat yang maju akan bermakna kondisi masyarakat Kota

Probolinggo yang semakin berkualitas yang didukung dengan penerapan

nilai-nilai dan norma agama serta pengamalan nilai-nilai 4 (empat) pilar

kebangsaan. Kondisi masyarakat yang maju dengan rumusan demikian itu

86

sangat diperlukan untuk mampu mendukung upaya terwujudnya

kesejahteraan masyarakat Kota Probolinggo sebagaimana arah visi Walikota

dan Wakil Walikota terpilih.

b. Sejahtera : sikap dan kondisi masyarakat Kota Probolinggo yang secara

lahir dan batin mendapatkan rasa aman, tenteram dan makmur dalam

menjalani kehidupan. Masyarakat Kota Probolinggo yang terwujud

kesejahteraannya karena keberhasilan upaya pemantapan penanggulangan

kemiskinan dan pengangguran. Sikap dan kondisi masyarakat demikian

tadi selaras dengan tuntutan Kota Probolinggo yang terus berusaha untuk

mewujudkan peningkatan derajat kesejahteraannya. Sejahtera

menggambarkan derajat kehidupan warga Kota Probolinggo yang meningkat

dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, terbukanya

kesempatan kerja dan berusaha, serta lingkungan fisik, sosial dan religius

sebagai bentuk perwujudan masyarakat yang sejahtera.

c. Berkeadilan : kondisi dimana hasil pembangunan dapat dirasakan oleh

seluruh lapisan, elemen dan komponen masyarakat Kota Probolinggo.

Pembangunan berkeadilan adalah pembangunan untuk semua, dengan

orientasi pada pemerataan distribusi hasil pembangunan, yang ditandai

dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkeadilan.

Berkeadilan berarti tercipta kondisi yang adil di segala bidang kehidupan

yang pasti didambakan oleh seluruh masyarakat warga Kota Probolinggo.

Berkeadilan berarti dapat diberikannya hak bagi siapapun yang telah

melaksanakan kewajibannya, berarti juga terwujudnya kesetaraan posisi

semua warga masyarakat dalam bidang hukum dan pemerintahan.

87

Pembangunan yang berkeadilan juga bermakna pembangunan yang tidak

hanya dinikmati hasilnya pada masa sekarang saja tetapi juga dapat terus

terjaga keberlanjutannya sehingga dapat bermanfaat pula bagi masyarakat di

masa mendatang. Pembangunan yang demikian mensyaratkan adanya

pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sebagaimana

arah visi Kepala Daerah terpilih.

d. Kota Jasa Berwawasan Lingkungan : konsep untuk mewujudkan

Probolinggo sebagai kota yang akselerasi pertumbuhan arus perdagangan

barang dan jasa dalam skala regional maupun internasional serta memadukan

wilayah pengembangan kota dalam suatu sistem tata ruang yang terintegrasi

didukung infrastruktur, sistem tata ruang yang terintegrasi didukung

infrastruktur, sistem transportasi dan sistem teknologi informasi yang

memadai. Kota jasa (sebagaimana arah dari visi Walikota dan Wakil Walikota

terpilih) mengandung arti bahwa Kota Probolinggo mendasarkan bentuk

aktivitasnya pada pengembangan ekonomi sesuai dengan karakteristik kota,

yang didalamnya melekat penyelenggaraan fungsi jasa yang menjadi tulang

punggung pembangunan (dengan tidak meninggalkan potensi lainnya) dalam

rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi kota secara keseluruhan. Dalam konteks ini secara

khusus yang menjadi arah visi adalah kota jasa yang berwawasan

lingkungan, artinya aspek kelestarian lingkungan hidup menjadi perhatian

utama dan sekaligus pengendali dalam operasionalisasi kegiatan

perdagangan, jasa dan investasi.

88

1. Misi Kota Probolinggo

Misi berfungsi sebagai upaya untuk mewujudkan visi yang telah

ditetapkan, dirumuskan sebagai berikut:

a. Membangun masyarakat Kota Probolinggo yang semakin berkualitas dan

berdaya saing. Misi ini adalah untuk menciptakan sosok masyarakat

Kota Probolinggo Tahun 2019 yang berkualitas dan berdaya saing, yakni

masyarakat yang agamis, berakhlak mulia, sehat, cerdas, bermoral, memiliki

spirit membangun dan siap untuk berkompetisi dan memiliki kesiapan untuk

menghadapi era globalisasi bidang politik-keamanan, ekonomi dan sosial

budaya (Asean Community).

b. Membangun perekonomian Kota Probolinggo kompetitif, kokoh dan

berkeadilan. Misi ini adalah untuk menciptakan sosok perekonomian Kota

Probolinggo Tahun 2019 yang kokoh dan berkeadilan, yakni sosok

perekonomian kota yang kompetitif dengan memanfaatkan keunggulan

komparatifnya, kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai turbulansi

perekonomian namun tetap berorientasi pada perekonomian yang

berkeadilan.

c. Meningkatkan kinerja Pemerintahan Kota Probolinggo didukung

akuntabilitas, profesionalitas dan perluasan partisipasi publik. Misi ini

adalah untuk menciptakan sosok Pemerintahan Kota Probolinggo Tahun

2019, yakni sosok pemerintahan yang berkinerja tinggi, profesional, amanah

dan bertanggungjawab dalam bingkai tatakelola pemerintahan yang baik

guna melaksanakan fungsi pelayanan, pengaturan perlindungan dan

pemberdayaan masyarakat, amanah dan demokratis.

89

d. Mewujudkan Kota Probolinggo sebagai kota jasa yang ramah

lingkungan dengan pembangunan infrastruktur perkotaan yang

berkelanjutan. Misi ini untuk menciptakan sosok Kota Probolinggo Tahun

2019 yang telah terpenuhi infrastruktur kota yang mampu dan siap untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

e. Memperkokoh kehidupan sosial kemasyarakatan Kota Probolinggo

dalam bingkai kearifan lokal. Misi ini untuk menciptakan sosok kehidupan

sosial kemasyarakatan Kota Probolinggo Tahun 2019 yang harmonis melalui

peningkatan peran generasi muda, pembinaan olah raga, pengembangan

seni dan budaya serta pengembangan rasa kesetiakawanan sosial terutama

bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial

Tabel 3.2 Keterkaitan Antara Misi Dengan Isu-Isu Strategis

Pembangunan Daerah Kota Probolinggo

Misi Isu Strategis

Membangun masyarakat Kota

Probolinggo yang semakin

berkualitas dan berdaya saing

Kualitas layanan dan aksesibilitas

pendidikan dan kesehatan

Pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak

Membangun perekonomian Kota

Probolinggo yang kompetitif, kokoh

dan berkeadilan

Iklim investasi dan daya saing daerah.

Perkembangan industri, perdagangan

dan jasa serta usaha mikro, kecil,

Penanggulangan kemiskinan dan

pengangguran

Meningkatkan kinerja

pemerintahan Kota Probolinggo

didukung akuntabilitas,

profesionalitas dan perluasan

patisipasi publik

Reformasi birokrasi dalam rangka

mewujudkan tatakelola pemerintahan

yang baik.

Modernisasi penyelenggaraan

pemerintahan didukung aparatur

Peningkatan kualitas pelayanan

publik

Pemberdayaan masyarakat dalam

proses pembangunan

90

Tabel 3.2 Lanjutan

Misi Isu Strategis

Mewujudkan Kota Probolinggo

sebagai kota jasa yang ramah

lingkungan dengan pembangunan

infrastruktur perkotaan yang

berkelanjutan

Ketersediaan infrastruktur dan

utilitas perkotaan.

Kualitas lingkungan hidup perkotaan

Pengendalian pemanfaatan ruang

kota untuk pembangunan.

Memperkokoh kehidupan sosial

kemasyarakatan Kota Probolinggo

dalam bingkai kearifan lokal

Kesejahteraan dan kesetiakawanan

Pengembangan pariwisata, seni dan

budaya lokal.

Peran pemuda dan pengembangan

olah raga.

Sumber : Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

3.2 Dinas Komunikasi dan Informatika

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Dinas Komunikasi dan Informatika

melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang komunikasi dan informatika,

statistik dan persandian. Sedangkan fungsi yang dilaksanakan adalah:

1. Perumusan kebijakan daerah dibidang Komunikasi dan Informatika, Statistik

dan Persandian.

2. Pelaksanaan kebijakan daerah dibidang Komunikasi dan Informatika,

Statistik dan Persandian.

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan dibidang Komunikasi dan Informatika,

Statistik dan Persandian.

4. Pelaksanaan administrasi dinas daerah dibidang Komunikasi dan

Informatika, Statistik dan Persandian.

91

5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas

dan fungsinya.

Menurut Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 96 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas

Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, susunan organisasi Dinas

Komunikasi dan Informatika terdiri dari:

1. Kepala Dinas

2. Sekretaris, membawahi:

a. Subbagian Tata Usaha

b. Subbagian Program

c. Subbagian Keuangan

3. Bidang Pengelolaan Informasi Publik, membawahi:

a. Seksi Pelayanan Informasi

b. Seksi Pengelolaan Data dan Statistik Sektoral

c. Seksi Media Publik

4. Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik, membawahi:

a. Seksi Pengelolaan Opini Publik

b. Seksi Layanan Media

c. Seksi Kemitraan Komunikasi Publik

5. Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, membawahi:

a. Seksi Infrastruktur dan Teknologi

b. Seksi Pengelolaan Data dan Integrasi Sistem Informasi

c. Seksi Keamanan Informasi, Telekomunikasi dan Persandian

6. Bidang Layanan e-Government, membawahi:

92

a. Seksi Pengembangan Aplikasi

b. Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government

c. Seksi Tata Kelola e-Government

7. Unit Pelaksana Teknis, dan

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 3.2 : Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

KEPALA DINAS

BIDANG

PENGELOLAAN INFORMASI

PUBLIK

BIDANG

LAYANAN

e-GOVERNMENT

BIDANG TEKNOLOGI

INFORMASI DAN

KOMUNIKASI

SEKRETARIS

SEKSI

INFRASTRUKTUR

DAN TEKNOLOGI

SUBBAGIAN

TATA USAHA

SEKSI

PENGEMBANGAN

APLIKASI

SEKSI

PENGELOLAAN

DATA DAN SISTEM

INFORMASI

SEKSI TATA

KELOLA

e-GOVERNMENT

SEKSI

PENGEMBANGAN

EKOSISTEM

e-GOVERNMENT

SEKSI KEAMANAN

INFORMASI,

TELEKOMUNIKASI

DAN PERSANDIAN

SUBBAGIAN

KEUANGAN

SUBBAGIAN

PROGRAM

SEKSI LAYANAN INFORMASI DAN

PENYIARAN

SEKSI

PENGELOLAAN

DATA DAN

STATISTIK

SEKTORAL

SEKSI MEDIA

PUBLIK

BIDANG PENGELOLAAN

KOMUNIKASI

PUBLIK

SEKSI PENGELOLAAN

OPINI PUBLIK

SEKSI LAYANAN

MEDIA

SEKSI

KEMITRAAN KOMUNIKASI

PUBLIK

KELOMPOK

JABATAN

FUNGSIONAL

93

3.2.1 Sumber Daya Dinas Komunikasi dan Informatika

Sumber daya Dinas Komunikasi dan Informatika terdiri dari sumber daya

manusia dan peralatan yang dimiliki untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi, terdiri dari:

1. Sumber daya manusia yang dimiliki Dinas Komunikasi dan Informatika Kota

Probolinggo berjumlah 57 orang, dengan rincian:

Tabel 3.3 Data Pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika

Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah

1 S2 15

2 S1 18

3 D2/D3 7

4 SLTA/SMK 16

5 SLTP 1

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

( Data Pegawai Dinas Kominfo per Bulan Maret 2017 )

2. Sarana dan Prasarana Kantor

Sarana dan prasarana kantor mempunyai fungsi yang penting sebagai

penunjang operasional kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi

dan Informatika Kota Probolinggo. Sarana dan prasarana kantor yang dimiliki

digunakan dalam operasional pelayanan kepada masyarakat sesuai bidang

pelayanan yang diamanatkan kepada Dinas Komunikasi dan Informatika.

Daftar prasarana dan sarana kantor Dinas Komunikasi dan Informatika

sebagai berikut:

94

Tabel 3.4 Daftar Sarana dan Prasarana Kantor

Dinas Komunikasi dan Informatika

No. Nama Barang Jumlah 1. Gedung 1 2. Komputer 10 3. Laptop 23 4. Printer 24 5. Meja 42 6. Kursi 89 7. TV 5 8. AC 7 9. Mesin Ketik 1 10. Lemari 2 11. Filling Kabinet 4 12. LCD Proyektor 1 13. Mobil 2 14. Sepeda Motor 7

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

(Kondisi Inventaris Dinas Kominfo Desember 2016)

3.3 Kondisi Sosial Kelurahan Kedungasem

Kecamatan Wonoasih merupakan salah satu kecamatan dari 5 (lima)

kecamatan yang ada di Kota Probolinggo. Secara administrasi Kecamatan

Wonoasih terdiri dari 6 (enam) kelurahan. Salah satunya adalah Kelurahan

Kedungasem. Dengan luas 3,145 Km², karateristik wilayah yang ada di Kelurahan

Kedungasem adalah luas lahan permukiman yang mendominasi wilayah sebelah

barat jalan penghubung Probolinggo-Lumajang-Jember, sedangkan disebalah timur

jalan penghubung Probolinggo-Lumajang-Jember. Kelurahan Kedungasem terdiri

dari 11 RW dan 34 RT, dimana mayoritas penduduknya bermata pencaharian

sebagai petani. Dalam sejarahnya Kelurahan Kedungsem merupakan salah satu

kelurahan yang dulunya adalah desa. Setelah berlakunya Undang-undang Nomor

22 Tahun 1999, status desa berubah menjadi kelurahan. Perubahan status ini terjadi

pada tahun 2001, sehingga pada waktu itu ada perubahan paradigma

95

ketatapemerintahan. Kondisi sosial masyarakat yang didominasi oleh masyarakat

agraris sehingga juga berpengaruh pada pola pikir masyarakatnya. Dengan

pengembangan teknologi informasi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

membawa masyarakat di Kelurahan Kedungasem lebih mudah mendapatkan

pelayanan di kelurahan dan dapat meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi.

Namun sampai saat ini pengembangan teknologi informasi khususnya dalam

penyediaan infrastruktur berbasis teknologi informasi dalam rangka pelayanan

kepada masyarakat belum optimal diwujudkan di Kelurahan Kedungasem.

3.4 Kondisi Sosial Kelurahan Curahgrinting

Kelurahan Curahgrinting secara administrasi adalah salah satu kelurahan

di Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, Dengan luas 0,6074 Km² wilayah yang

ada di Kelurahan Curahgrinting yang mendominasi adalah permukiman dan

sebagian adalah lahan pertanian. Kelurahan Curahgrinting terdiri dari 4 RW dan 14

RT, dimana mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah pegawai dan

karyawan dan sebagian wiraswasta dan petani. Penyebaran penduduk cenderung

merata di seluruh wilayah Kelurahan Curahgrinting. Kondisi Kelurahan

Curahgrinting saat ini setelah ditetapkannya sebagai salah satu kelurahan yang

mempunyai kampung cyber, kondisi masyarakatnya secara kondisi sosial lebih

maju. Kemudahan akses informasi melalui pengembangan kampung cyber

menambah wawasan masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

dan kondisi ekonomi masyarakat. Namun demikian perkembangan kampung cyber

belum diikuti dengan kualitas pelayanan di kantor Kelurahan Curahgrinting ditinjau

dari perspektif penggunaan teknologi informasi.

96

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini bermakna menggambarkan dan

sekaligus menggali kenyataan-kenyataan yang belum terungkap selama ini yang

kemudian dijelaskan dan diterapkan sehingga diketahui gambaran yang sebenarnya.

Menurut Patton (1980: 303) data kasus (kualitatif) terdiri atas semua informasi yang

seseorang miliki tentang kasus itu. Data kasus mencakup seluruh data wawancara,

data observasi, data dokumen, kesan-kesan dan pernyataan orang-orang lain tentang

kasus itu, dan data pada waktunya, sebenarnya, semua informasi yang seseorang

kumpulkan tentang kasus-kasus khusus atau kasus-kasus dalam pernyataan.

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena ingin mendeskripsikan

temuan-temuan dilapangan dengan cara memahami, meggambarkan dan

menganalisa kejadian-kejadian dan fenomena yang terjadi dalam Implementasi

Masterplan E-Government sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota

Probolinggo Nomor 35 tahun 2010 tentang Master Plan E-Government Tahun

2010-2029.

Metode ini merupakan tipe penelitian yang bukan bermaksud untuk

menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya mengenai

suatu variabel, gejala, keadaan atau fenomena tertentu. Penelitian ini dimaksudkan

untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu variabel atau tema, gejala

atau keadaan yang ada yaitu keadaan gejala (fenomena) menurut apa adanya pada

97

saat penelitian dilakukan (Widodo dan Muchtar, 2000:15). Sebuah deskripsi adalah

representasi obyektif terhadap fenomena yang ditangkap. Didalam kenyataannya,

tanggapan ini tidak dapat sama sekali dilepaskan dari segi-segi subyek, sehingga

tidak dapat dituntut adanya studi yang sepenuhnya obyektif. Namun demikian,

peneliti dapat mengawasi diri untuk tidak terlalu subyektif, dalam arti tidak

mencampurkan pendapatnya dengan kenyataan fenomena dalam pola maupun

materi deskripsi. Sesungguhnya tipe penelitian deskripsi kualitatif merupakan salah

satu bentuk dari model penelitian naturalistik. Model penelitian ini mencoba

merancang skema atau cara yang menyederhanakan kerumitan kehidupan sehari-

hari. Penelitian naturalistic mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut

sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan

alamiah (natural setting) mereka. Oleh karena itu, situasi yang alamiah, bukan

situasi buatan seperti eksperimen atau wawancara formal, harus menjadi sumber

data. Realitas eksis di dunia empiris dalam arti dialami dan bukan pada metode yang

digunakan untuk menelaah dunia tersebut, tetapi metode sekedar instrumen yang

dirancang untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakter dunia empiris. Dengan

demikian, nilai suatu metode diukur dengan kriteria apakah sesuai untuk mengukur

karakter dunia empiris tersebut. Beberapa penulis mengidentikkan penelitian

naturalistik dengan penelitian fenomenologis. Peneliti naturalistik memasuki area

penelitian yang diminatinya untuk menafsirkan fenomena yang ditemuinya, tidak

memanipulasi atau mengontrol dan berusaha mencampurinya sesedikit mungkin.

Peneliti naturalistik menekankan logic in action yakni logika individu-individu

yang diteliti, alih-alih logika formal. Seperti dalam pandangan kaum interaksionis,

98

individu-individu diasumsikan aktif, berencana, bertujuan dan menafsirkan diri

sendiri dan perilaku orang lain.

Penelitian kualitatif ini berusaha menyajikan data dengan sebenarnya

dengan meminimalkan manipulasi data yang diperoleh di lapangan. Demikian juga

dengan implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo, data yang

didapat disajikan sesuai dengan hasil wawancara dan observasi lapangan

bagaimana kebijakan Masterplan E-Government diimplementasikan di Kota

Probolinggo dan faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam

implementasi Masterplan E-Government di kelurahan.

4.2 Fokus Penelitian

fokus juga bisa di artikan sebagai domain tunggal atau beberapa domain

yang terkait dengan situasi sosial. Menurt Sugiyono (2007: 34) pembatasan masalah

dan topik dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kepentingan,

urgensi dan feasibility masalah yang akan dipecahkan, selain juga faktor

keterbatasan tenaga, dana dan waktu. Suatu masalah di katakan penting apabila

masalah tersebut tidak dipecahkan melalui penelitian akan semakin menimbulkan

masalah baru. Menurut Lincoln dan Guba (Moleong, 2007) mendefiniskan masalah

adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih

yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Dengan berpedoman pada fokus

penelitian, maka peneliti membatasi bidang-bidang temuan dengan ranah fokus

penelitian, sehingga dapat diketahui dengan pasti data mana yang perlu dimasukkan

kedalam sejumlah data yang dikumpulkan. Fokus penelitian ini sangat penting

untuk dijadikan sebagai sarana untuk memandu dan mengarahkan jalannya

penelitian. Ada dua maksud yang ingin dicapai peneliti di dalam menetapkan fokus,

99

yang pertama bahwa penetapan fokus dapat membatasi studi. Dalam hal ini fokus

akan membatasi inkuiri. Kedua bahwa penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi

kriteria inklusi-ekslusi atau informasi yang baru diperoleh di lapangan. Dari

rumusan masalah yang sudah ditentukan, fokus penelitian ini adalah:

A. Implementasi kebijakan dari Pemerintah Kota Probolinggo terkait dengan

Masterplan E-Government. Pada fokus ini peneliti berupaya untuk

mengetahui apakah kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan

Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Master Plan

E-Government Tahun 2010-2029. Untuk memahami dan menganalisis proses

implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

digunakan model implementasi kebijakan menurut Edward III, dimana dilihat

dari fokus yaitu:

1. Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government

2. Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government. Sumber-sumber ini meliputi Rencana

Strategis, Tugas Pokok dan Fungsi dan Kerja Sama dengan pihak

swasta

3. Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government

4. Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan

Masterplan E-Government

100

B. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo.

1. Faktor pendukung

Adanya kelembagaan yang menjadi implementator kebijakan

Masterplan E-Government

2. Faktor penghambat

a. Sarana dan prasarana kurang mendukung

b. Sumber daya manusia kurang memadai

c. Anggaran kurang memadai

Tabel 4.1 Pemetaan Penelitian di Lapangan

No. Rumusan Masalah Fokus Penelitian Data Metode

A.

Bagaimana

Implementasi

Kebijkan

Masterplan

E-Government di

Kota Probolinggo

1. Komunikasi - Konsultasi - Rakor

- Wawancara - Wawancara dan

Dokumentasi

2. Sumber-sumber

- Renstra Wawancara dan Dokumentasi

- Tupoksi Wawancara dan Dokumentasi

- Kerjasama dengan swasta

Wawancara

3. Disposisi/sikap Motivasi dan semangat

Wawancara dan Dokumentasi

4. Struktur

organisasi

Program dan kegiatan

Wawancara dan Dokumentasi

B.

Apakah faktor

pendukung dan

penghambat

implementasi

kebijakan

Masterplan

E-Government pada

kelurahan

1. Faktor

pendukung

Adanya kelembagaan yang mengani implementasi kebijakan Masterplan E-Government

Wawancara

2. Faktor

Penghambat

- Sarana dan prasarana kurang memenuhi syarat

- Sumberdaya manusia kurang kompeten

- Anggaran kurang mendukung

- Wawancara dan Dokumentasi

- Wawancara dan

Dokumentasi

- Wawancara dan Dokumentasi

101

4.3 Lokasi dan Situs Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah pada Dinas

Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, Kelurahan

Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting

Kecamatan Kanigaran, dengan pertimbangan:

a. Dinas Komunikasi dan Informatika merupakan Organisasi

Perangkat Daerah yang mempunyai rencana strategis, tugas

pokok dan fungsi, program dan kegiatan dan secara teknis

diberikan kewenangan untuk melakukan kerjasama dengan pihak

swasta dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government.

b. Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan

Curahgrinting Kecamatan Kanigaran dengan pertimbangan

Kelurahan Kedungasem merupakan kelurahan yang berbatasan

dengan Kabupaten Probolinggo dan dalam beberapa kesempatan

rapat koordinasi dan evaluasi mendapat penilaian kurang baik

dari Walikota Probolinggo karena dari beberapa penilaian

indikator kinerja masih rendah

c. Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran, karena sebagai

lokasi dilaksanakannya program kampung cyber, sebuah inovasi

dari Pemerintah Kota Probolinggo dalam implementasi

Masterplan E-Government dengan berbasis pada peran serta

masyarakat dalam mendukung program-program pemerintah.

2. Situs Penelitian

Situs pada penelitian ini adalah ruangan Kepada Dinas Komunikasi dan

Informatika, di ruangan Kepala Bidang Layanan e-Government yang

102

terditi dari tiga kepala seksi yaitu: Kepala Seksi Pengembangan

Aplikasi, Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government dan

Kepala Seksi Tata Kelola e-Government, di ruang kerja Sekretaris

Kecamatan Wonoasih, ruang kerja Sekretaris Kecamatan, ruang kerja

Lurah Kedungasem dan ruang kerja Lurah Curahgrinting.

4.4 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Data primer adalah data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dari

tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk

tujuan spesifik studi. Sumber data primer adalah responden individu,

kelompok fokus, internet juga dapat menjadi sumber data primer jika

koesioner disebarkan melalui internet (Uma Sekaran, 2011). Sedangkan

menurut Umi Narimawati (2008: 98) data primer ialah data yang berasal dari

sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi

ataupun dalam bentuk file-file. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data

primer melalui penggalian informasi dari informan dan dari berbagai

peristiwa/kegiatan dan kondisi organisasi yang berkaitan dengan

implementasi Masterplan E-Government di kelurahan. Data primer dalam

penelitian ini adalah data yang diperoleh dari informan yang terlibat dan

mengetahui langsung terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan

E-Government sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo

Nomor 35 tahun 2010. Data primer yang didapat tidak hanya dari lingkup

birokrasi di Pemerintah Kota Probolinggo, namun dari masyarakat yang

terlibat dan mengetahui proses implementasi kebijakan Masterplan

103

E-Government. Terkait dengan informasi dari masyarakat terkait dengan

implementasi Masterplan E-Government yang ada di kelurahan baik di

Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih terkait dengan pelayanan

administrasi, proses perencanaan pembangunan dan kelurahan sebagai pusat

data dan Kelurahan Curahgrinting terkait dengan implementasi Masterplan

E-Government dalam program kampung cyber.

2. Data Sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan

dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder adalah catatan atau

dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, analisis industri oleh media,

situs Web, internet dan sebagainya (Uma Sekaran, 2011). Sedangkan menurut

Sugiono (2008: 402) data sekunder adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder ini

merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti

buku-buku, literatur dan bacaan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah

data yang digunakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, Kelurahan

Kedungasem Kecamatan Wonoasih dan Kelurahan Curahgrinting Kecamatan

Kanigaran.

4.5 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan dan

dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang ada dalam proses implementasi

Masterplan E-Government. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Informan

Menurut Bungin (2007:53-54), bahwa dalam prosedur sampling pada

penelitian kualitatif, yang terpenting adalah menentukan informan kunci (key

104

informan) atau sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.

Untuk memilih informan kunci lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purposive

sampling). Para informan adalah individu-individu yang memiliki pengetahuan

khusus, status, keterampilan komunikasi, yang berkemauan untuk membagi

pengetahuan dan memiliki akses paada perspektif serta observasi yang meniadakan

peneliti (Goetz dan La Comte, 1984). Morse (Denzin dan Lincoln, 1998:73)

informan yang baik adalah informan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman

yang peneliti perlukan, memiliki kemampuan untuk merefleksikan, pandai

mengeluarkan pikiran (pandai bicara), memiliki waktu untuk diwawancarai dan

mempunyai kemauan untuk berpartisipasi dalam studi. Kriteria memilih informan

sebagai narasumber (key informan) dalam penelitian merupakan

individu/kelompok yang memiliki posisi strategis dan mengetahui implementasi

kebijakan Masterplan E-Government, antara lain:

1. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z sebagai pimpinan

Organisasi Perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam

implementasi Masterplan E-Government.

2. Kepala Bidang Pelayanan e-Government pada Dinas Kominfo ibu RW,

Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi pada Bidang Pelayanan e-Government

Dinas Kominfo bapak MH, Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem

e-Government pada Bidang Pelayanan e-Government Dinas Kominfo bapak

AP, Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN, Sekretaris Kecamatan

Kanigaran bapak AI, Lurah Kedungasem CH, Sekretaris Kelurahan

Curahgrinting SR (karena pada waktu penelitian Lurah Curahgrinting masuk

purnatugas).

105

3. Dari masyarakat: Ketua LPM Kelurahan Kedungasem bapak MS, Ketua

RW / Ketua RT di Kelurahan Kedungasem bapak S dan ketua kelompok

pengelola kampung cyber bapak BL.

2. Situasi Sosial atau Peristiwa

Situasi sosial atau peristiwa adalah dimana proses implementasi

Masterplan E-Government itu dilaksanakan sejak ditetapkannya Peraturan

Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 sampai dengan penelitian ini

dilakukan. Peristiwa disini adalah upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan

tujuan yang ada dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010.

Pembangunan jaringan, penggunaan sarana dan prsarana yang mendukung

implementasi Masterplan E-Government, aplikasi yang digunakan dalam

kelancaran kerja dan pelayanan kepada masyarakat, perbaikan jaringan yang

dilaksanakan dan penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan.

3. Dokumen

Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah:

Data sekunder ini antara lain meliputi:

a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 20014 tentang Pemerintahan Daerah;

b. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government

c. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang

Masterplan E-Government 2010-2029;

d. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;

106

e. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 96 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata

Kerja Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo;

f. RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2014 - 2019;

g. Dokumen anggaran Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan Kanigaran;

h. Data barang milik daerah Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan

Kanigaran

i. Profil Kota Probolinggo Tahun 2015;

j. Profil Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo Tahun 2015;

k. Profil Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo Tahun 2015;

l. Profil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo

Tahun 2015;

m. Profil Kelurahan Curahgrinting Kecamatan Kanigaran Kota

Probolinggo Tahun 2015;

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam (in depth interview)

Wawancara mendalam (in depth interview) yang dilakukan terhadap

narasumber yang berasal dari para pelaku yang terkait dengan masalah

pengembangan teknologi informasi dalam pelaksanaan pelayanan di

kelurahan sesuai dengan informan yang dipilih. Guba dan Lincoln (1998:

178) menyatakan bahwa teknik ini merupakan teknik pengumpulan data yang

khas bagi penelitian kualitatif. Sedangkan Maykut (1994: 79) mengemukakan

107

bahwa dalam kajian-kajian kualitatif, wawancara sering berperan sewaktu

seseorang berperan sebagai pengamat partisipan, meskipun orang-orang di

tempat latar mungkin tidak menyadari bahwa percakapan informal mereka

adalah wawancara. Dalam wawancara ini peneliti memilih informan yang

dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu informan dari Lingkungan

Pemerintah Kota Probolinggo dan informan yang mewakili masyarakat.

Informan kunci dipilih dengan sengaja, yang benar-benar mengetahui dan

mampu memberikan informasi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang

berhubungan dengan fokus. Untuk melacak variasi informasi dilakukan

teknik snowball sampling untuk memilih informan lain yang masih ada

hubungan dengan informasi sebelumnya, sampai tidak ditemukan lagi variasi

informasi dan didapat kesimpulan informasi. Wawancara akan dimulai

dengan melakukan wawancara dengan para pejabat yang mengetahui tentang

implementasi kebijakan Masterplan E-Government, kemudian berkembang

dengan para pejabat dalam tataran teknis yang mengerti tentang operasional

pelaksanaan kebijakan tersebut, kemudian wawancara degan masyarakat

yang telah disebutkan diatas. maka peneliti akan melakukan konfirmasi dan

memperdalam pertanyaan yang telah disampaikan sebelumnya.

2. Observasi

Observasi adalah kerja lapangan atau observasi tidak terkontrol, observasi

partisipan dan non partisipan (Guba dan Lincoln, 1981: 189). Tujuan Data

observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi; kegiatan-

kegiatan yang terjadi dilatar itu; orang-orang yang berpartisipasi dalam

kegiatan-kegiatan; makna latar kegiatan-kegiatan dan partisipasi mereka

108

dalam orang-orangnya (Patton, 1980: 124). Ada banyak alasan yang baik

untuk mempergunakan teknik-teknik observasi dalam penelitian. Observasi

dalam penelitian dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan implementasi

Masterplan E-Government dalam lingkup Pemerintah Kota Probolinggo dan

lingkup kelurahan yang dipilih menjadi lokasi penelitian.

3. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,

catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat

utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang

kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.

Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi,

surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, kliping, dokumen

pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di

website, dan lain-lain. Meleong (Herdiansyah, 2010: 143) mengemukakan

dua bentuk dokumen yang dapat dijadikan bahan dalam studi dokumentasi,

yaitu:

a. Dokumen harian

Dokumentasi pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara

tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Tujuan dari

dokumentasi ini adalah untuk memperoleh sudut pandang orisinal dari

kejadian situasi nyata.

109

b. Dokumen Resmi

Dokumen resmi dipandang mampu memberikan gambar mengenai

aktivitas, keterlibatan individu pada suatu komunitas tertentu dalam

setting sosial. Menurut Meleong (Herdiansyah, 2010: 145-146)

dokumen resmi dapat dibagi kedalam dua bagian. Pertama dokumen

internal, yaitu dapat berupa catatan, seperti memo, pengumuman,

instruksi, aturan suatu lembaga, sistem yang diberlakukan, hasil

notulensi rapat keputusan pimpinan, dan lain sebagainya. Kedua,

dokumentasi eksternal yaitu dapat berupa bahan-bahan informasi yang

dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, bulletin,

surat pernyataan, dan lain sebagainya.

4.7 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan demi terjaminnya keakuratan data yang telah

didapatkan peneliti. Alwasilah (Bachri, 2010: 54) menjelaskan bahwa “tantangan

bagi segala jenis penelitian pada akhirnya adalah terwujudnya produksi ilmu

pengetahuan yang valid, sahih, benar dan beretika”. Kebenaran dan validitas harus

dirasakan merupakan tuntutan yang terdiri dari tiga hal menurut Alwasilah, yakni

(1) Deskriptif, (2) Interpretasi dan (3) teori dalam penelitian kualitatif. Untuk

menetapkan keabsahan data diperlukan tehnik pemeriksaan data didasarkan atas

sejumlah kriteria tertentu. Menurut Bachri (2010: 55) ada 4 (empat), yaitu:

1. Derajat kepercayaan (credibility)

Pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif.

Fungsinya untuk melaksanakan inkuiri sehingga tingkat kepercayaan

penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-

110

hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda

yang sedang diteliti. Menurut Sugiono (2012) menjelaskan uji kredibilitas

data atau derajat kepercayaan terhadap penelitian kualitatif antara lain

dilakukan dengan:

a. Perpanjangan pengamatan

Perpanjangan pengamatan dalam penelitian berarti peneliti kembali ke

lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data

yang pernah ditemui maupun yang baru. Perpanjangan pengamatan

berarti juga hubungan peneliti dengan sumber data akan semakin

terbentuk rapport, semakin akrab, semakin terbuka, saling

mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan

(Sugiyono, 2012). Perpanjangan pengamatan akan sangat tergantung

pada kedalaman informasi yang akan digali, keleluasaan dan kepastian

data. Perpanjangan pengamatan ini difokuskan pada pengujian terhadap

data yang telah diperoleh. Setelah data dicek di lapangan diperoleh

bahwa data itu benar, berarti data tersebut kredibel, maka waktu

perpanjangan dapat diakhiri.

b. Meningkatkan ketekunan

Dalam kegiatan ini berarti meningkatkan kecermatan yang

berkesinambungan. Dengan cara tersebut kepastian data dan urutan

peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan

meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan

kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Dengan

111

meningkatkan ketekunan, peneliti dapat memberikan deskripsi data

yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

c. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu.

Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data. Menurut William Wiersma (Sugiono, 2007: 372)

menyatakan bahwa pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara dan waktu, sehingga triangulasi dapat dikelompokkan

dalam 3 jenis, yaitu: (1) triangulasi sumber, (2) Triangulasi

pengumpulan data dan (3) triangulasi waktu. Dengan demikian analisis

data menggunakan metode Triangulation Observes. Pendekatan

triangulasi dilakukan menurut :

1. Sudut pandang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang

ditunjuk berdasarkan urusan, tugas pokok dan fungsi, Kepala

Dinas Komunikasi dan Informatika, Kepala Bidang dan Kepala

Seksi yang mempunyai tugas dan fungsi implementasi

Masterplan E-Government.

2. Camat Wonoasih sebagai atasan langsung dari Lurah

Kedungasem

3. Camat Kanigaran sebagai atasan langsung dari Lurah

Curahgrinting

4. Lurah Kedungasem dan staf sebagai pelaksana pelayanan

5. Lurah Curahgrinting dan staf sebagai pelaksana pelayanan

112

6. Masyarakat sebagai pemanfaat pelayanan yang ada di Kelurahan

Kedungasem

7. Masyarakat sebagai pemanfaat pelayanan yang ada di Kelurahan

Curahgrinting

d. Menggunakan referensi

Menggunakan referensi artinya adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh

data hasil wawancara perlu didukung adanya rekaman wawancara

sehingga data yang didapat menjadi kredibel atau lebih dapat dipercaya.

2. Keteralihan (transferability)

Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada

kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian yang telah didapat, maka

peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci,

jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian orang lain menjadi

jelas atas hasil penelitian yang telah didapat sehingga dapat diputuskan dapat

tidaknya hasil penelitian diaplikasikan di tempat lain (Sugiyono, 2012).

3. Kebergantungan (dependability)

Merupakan substansi istilah realibilitas dalam penelitian non kualitatif, yaitu

bila ditiadakan dua atau beberapa kali pengulangan dalam kondisi yang sama

dan hasilnya secara esensial sama. Sedangkan dalam penelitian kualitatif

sangat sulit mencari kondisi yang benar-benar sama. Selain itu karena faktor

manusia sebagai instrumen, faktor kelelahan dan kejenuhan akan

berpengaruh. Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap

113

keseluruhan proses penelitian oleh auditor yang independen atau pembimbing

untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Kepastian (confirmability)

Pada penelitian kualitatif kriteria kepastian atau objektivitas hendaknya harus

menekankan pada datanya bukan pada orang atau banyak orang.

Pada uji keabsahan data ini peneliti berusaha mendapatkan data yang valid dan

dapat dipertanggungjawabkan. Penggalian data dilakukan pada informan yang telah

ditentukan sampai data yang diharapkan dapat diperoleh. Untuk memperoleh data

tersebut wawancara yang dilakukan secara intensif, yaitu dilakukan beberapa kali

manakala data yang diperoleh masih dianggap belum memenuhi jawaban dari

pertanyaan yang disampaikan dan data yang diperoleh belum mendukung terhadap

fokus yang telah ditetapkan. Selain menambah jadwal pertemuan dengan informan

untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan,

peneliti juga melakukan triangulasi terhadap data yang diperoleh sampai data

tersebut benar-benar mengerucut dan ada kesamaan pernyataan yang disampaikan

informan terhadap data yang diperoleh. Triangulasi ini penting dilakukan untuk

melengkapi terhadap data yang diperoleh dan dibutuhkan oleh peneliti. Selain itu

data yang diperoleh tidak hanya diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap

informan, tetapi juga dilengkapi dengan dokumentasi kegiatan yang dilaksanakan.

Dokumentasi yang ada untuk mendukung atas informasi yang didapat dari

informan. Peneliti berusaha agar informasi yang didapat dalam penelitian ini benar-

benar dapat dipertanggungjawabkan dan lengkap dalam mendukung fokus dalam

penelitian ini.

114

4.8 Analisis Data

Miles and Huberman (Sugiyono, 2008: 237), mengemukakan aktivitas

dalam analisis data kualitatif harus dilakukan secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh. Menurut Neuman (2000: 426) analisis data

merupakan suatu pencarian pola-pola dalam data, yaitu perilaku yang muncul,

obyek-obyek, atau badan pengetahuan (a body of knowledge). Sedangkan Patton

(1980: 295) menyatakan bahwa analisis data kualitatif yang dihimpun dari

wawancara-wawancara mendalam dan catatan lapangan berasal dari pertanyaan-

pertanyaan yang dihasilkan dari proses yang paling awal dalam penelitian; selama

pembuatan konseptual; dan fase pertanyaan yang berfokus pada penelitian. Analisis

data dalam penelitian ini dilaksanakan pada saat pengumpulan data dalam periode

tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban

yang diwawancarai. Apabila jawaban yang disampaikan oleh orang yang

diwawancarai atau informan setelah dianalisis dirasa kurang memuaskan, maka

peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu sehingga diperoleh

data atau informasi yang lebih kredibel. Menurut Miles, Huberman dan

Saldana (2014) di dalam analisis data interaktif terdapat tiga alur kegiatan yang

terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu : Kondensasi Data

(Data Condensation), Penyajian Data (Data Display), dan Kesimpulan/ Verifikasi

(Conclusion Drawing/Verifications). Berikut ini merupakan skema dalam Analisis

data Miles, Hubberman dan Saldana (2014) :

115

Gambar 4.1 : Analisis Data Model Interaktif ( Interactive Models)

Sumber : Miles, Huberman and Saldana (2014)

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil wawancara,

hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai

dengan masalah penelitian yang kemudian dikembangkan penajaman data

melalui pencarian data selanjutnya

2. Kondensasi Data (Data Condensation)

Kondensasi data merujuk pada proses memilih, menyederhanakan,

mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati

keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip

wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya.

116

3. Model Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan data.

Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk : uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Miles dan

Huberman (1984) menyatakan : “the most frequent form of display data for

qualitative research data in the pas has been narative tex” artinya : yang

paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

dengan teks yang bersifat naratif. Selain dalam bentuk naratif, display data

dapat juga berupa grafik, matriks, network (jejaring kerja). Fenomena sosial

bersifat kompleks, dan dinamis sehingga apa yang ditemukan saat memasuki

lapangan dan setelah berlangsung agak lama di lapangan akan mengalami

perkembangan data. Peneliti harus selalu menguji apa yang telah ditemukan

pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang

atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis yang

dirumuskan selalu didukung data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka

hipotesis tersebut terbukti dan akan berkembang menjadi teori yang

grounded. Teori grounded adalah teori yang ditemukan secara induktif,

berdasarkan data-data yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya diuji

melalui pengumpulan data yang terus menerus. Bila pola-pola yang

ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut

menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya

didisplaykan pada laporan akhir penelitian.

117

4. Penarikan Verifikasi / Kesimpulan

Langkah ketiga adalah penarikan verifikasi dan kesimpulan. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila

tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari

suatu kegiatan konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18).

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Kesimpulan ditarik semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola,

pernyataan-pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai

proposisi (Harsono, 2008: 169). Namun bila kesimpulan memang telah

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).

118

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

Berdasarkan fokus penelitian, penyajian data hasil penelitian sebagai

berikut:

5.1.1.1 Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government

Dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota

Probolinggo, komunikasi merupakan hal penting yang harus dilakukan.

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi komunikator kepada

komunikan. Penyampaian ini menyangkut substansi dari kebijakan yang harus

diimplementasikan. Informasi kebijakan perlu disampaikan kepada pelaksana

kebijakan agar dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah,

kelompok sasaran (target groups) kebijakan agar pelaku kebijakan dapat

mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk

melaksanakan kebijakan publik tersebut sehingga dapat dicapai sesuai dengan yang

diharapkan. Komunikasi juga mengandung maksud agar kebijakan yang

dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan dapat mewujudkan

tujuan yang telah ditetapk an.Dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government di Kota Probolinggo, komunikasi dimulai sejak ditetapkannya

Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 tahun 2010 tentang Masterplan

E-Government Tahun 2010-2029. Hal ini agar apa yang menjadi maksud dari

kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yang diharapkan.

119

Komunikasi yang dilakukan dapat berupa konsultasi atau rapat koordinasi yang

dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas

Komunikasi dan Informatika bapak Z sebagai berikut:

“ Komunikasi terkait dengan kebijakan Masterplan E-Government harus

disampaikan karena penting untuk mengetahui kebijakan tersebut secara substansi

dan tujuan apa yang akan dicapai dalam pelaksanaannya. Komunikasi itu dapat

berupa petunjuk yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah kepada saya agar

pelaksanaan Masterplan E-Government dapat berjalan dengan baik”. (Wawancara,

tanggal 16 Maret 2017).

Pernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z selaras dengan apa

yang disampaikan Kepala Bidang Layanan e-Government ibu RW yang

menyampaikan bahwa:

“Terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan E-Government, peran atasan

sangat penting dalam menyampaikan petunjuk agar pelaksanaannya dapat berjalan

dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Koordinasi dan konsultasi perlu

dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang diberikan kewenangan dalam

pelaksanaan Masterplan E-Government dalam hal ini adalah Dinas Komunikasi dan

Informatika. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika harus mendapatkan

petunjuk melalui konsultasi kepada Walikota Probolinggo atau Sekretaris Daerah,

bagaimana kebijakan itu dapat dilaksanakan, kegiatan apa yang harus direncanakan,

perubahan apa yang harus dilakukan dalam penguatan implementasi Masterplan

E-Government”. (Wawancara, tanggal 17 Maret 2017).

Dalam sebuah wawancara dengan Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem

e-Government bapak AP, juga menyatakan pendapat yang selaras dengan Kepala

Bidang Layanan e-Government ibu RW, sehubungan komunikasi yang dilakukan

oleh Dinas Komunikasi dan Informatika bapak Z dalam implementasi Masterplan

E-Government sebagai berikut:

“Rapat koordinasi harus sering dilakukan dalam rangka mendapat masukan terkait

dengan implementasi Masterplan E-Government yang telah ditetapkan dengan

Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 tahun 2010. Dalam rapat tersebut akan

didapat masukan-masukan dalam rangka bagaimana menyusun agenda pelaksanaan

asterplan E-Government termasuk didalamnya implementasi pada kelurahan.

Untuk memberikan penekanan-penekanan dalam rapat koordinasi tersebut, rapat

120

koordinasi dipimpin langsung oleh Ibu Walikota Probolinggo dengan didampingi

oleh Sekretaris Daerah”. (Wawancara, tanggal 17 Maret 2017).

Gambar 5.1 Rapat koordinasi yang dipimpin langsung Ibu Walikota Probolinggo bertempat di Ruang Transit

Walikota Probolinggo Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Gambar 5.2 : Rapat koordinasi dengan dinas terkait Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

121

Gambar 5.3 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka

pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Gambar 5.4 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka

pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

122

Gambar 5.5 : Rapat koordinasi dengan kecamatan dalam rangka

pelaksanaan pelayanan berbasis SIAKEL

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Masterplan

E-Government dilaksanakan dengan mengundang Organisasi Perangkat Daerah

yang terkait dengan pelayanan dengan berbasis pada teknologi informasi. Namun

demikian seringkali rapat koordinasi hanya dihadiri oleh pejabat ditingkat

pelaksana bukan dalam tataran pengambil keputusan dalam hal kepala Organisasi

Perangkat Daerah, sehingga manakala harus ada keputusan yang diambil dalam

rapat koordinasi tersebut, tidak dapat langsung diputuskan tapi masih menunggu

pejabat yang bersangkutan. Ditambah lagi pejabat yang ditugaskan tidak paham

terkait dengan substansi rapat yang disampaikan. Dengan kondisi yang demikian

akan sulit didapat masukan-masukan yang terkait dengan implementasi Masterplan

E-Government.

123

Untuk implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, juga

dilaksanakan koordinasi dalam rangka monitoring dan evaluasi sistem informasi

yang digunakan dalam pelayanan di kelurahan. Evaluasi dilakukan dalam rangka

bagaimana sistem informasi yang digunakan dapat membantu dalam proses

pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan monitoring dilakukan

dalam rangka mendapatkan masukan terkait dengan koneksitas jaringan dan

aplikasi yang digunakan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi

Pengembangan Ekosistem E-Government bapak AP sebagai berikut:

“Komunikasi dalam rangka implementasi Masterplan E-Government di kelurahan

dimaksudkan agar penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan

dapat digunakan sesuai prosedur yang ditetapkan, sedangkan monitoring dilakukan

oleh teman-teman dari Dinas Komunikasi dan Informatika dalam rangka melihat

koneksitas jaringan dan peralatan yang digunakan dalam pelayanan”. (wawancara,

tanggal 18 Maret 2017).

5.1.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government

Sumber-sumber yang dimaksud dalam penelitian adalah kewenangan

yang dimiliki oleh Dinas Komunikasi dan Informatikan dalam melaksanakan

Masterplan E-Government dilihat dari sisi Rencana Startegis (Renstra) dan tugas

pokok dan fungsi yang melekat.

1. Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah Dalam

Implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah, setiap Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk

menyusun perencanaan pembangunan daerah, dan untuk perencanaan

124

pembangunan jangka menengah, disusun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan

pembangunan daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. RPJMD merupakan

penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat arah kebijakan

keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan

program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan

program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi

dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dari RPJMD yang telah

ditetapkan maka ditindaklajuti dengan Rencana Strategis ( Renstra) masing-masing

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai penjabaran visi dan misi Kepala

Daerah yang harus dilaksanakan. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota

Probolinggo sebagai OPD di Lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo telah

menyusun Renstra Tahun 2015-2019 berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang

melekat dan berpedoman pada RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2014-2019.

Dokumen Renstra ini dihasilkan melalui suatu proses yang berorientasi pada hasil

yang ingin di capai sampai dengan tahun 2019 secara sistematis dan

berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang

ada atau yang mungkin timbul. Proses tersebut telah menghasilkan Renstra

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo yang memuat visi, misi,

tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategi serta program dan kegiatan pokok yang

akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2019. Tujuan dari Renstra yang disusun

oleh Dinas Komunikasi dan Informatika adalah sebagai berikut:

1. Menjabarkan arahan RPJMD Kota Probolinggo Tahun 2015 - 2019 ke dalam

rencana instansional;

125

2. Menjabarkan visi dan misi Dinas Komunikasi dan Informatika Kota

Probolinggo Tahun 2015 – 2019 ke dalam tujuan, sasaran, program kerja

operasional serta kegiatan indikatif OPD;

3. Menyediakan dokumen rencana pembangunan jangka menengah sebagai

acuan penyusunan rencana kerja atau rencana kinerja tahunan;

4. Menentukan strategi untuk pengelolaan keberhasilan, penguatan komitmen

yang berorientasi pada masa depan, adaptif terhadap perubahan lingkungan

strategis, peningkatan komunikasi vertikal dan horisontal, peningkatan

produktivitas dan menjamin efektivitas penggunaan sumber daya organisasi.

Dokumen Renstra ini merupakan rencana pembangunan jangka menengah

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo yang dalam pelaksanaannya

akan dijabarkan dan menjadi acuan penyusunan Rencana Kerja Dinas

Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo, khususnya dalam pengembangan

E-Government di Kota Probolinggo. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala

Bidang Layanan e-Government ibu RW sebagai berikut:

“ Rencana Strategis tahun 2015-2019 yang disusun oleh Dinas Komunikasi dan

Informatika merupakan tindaklanjut dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) tahun 2014-2019, dimana dokumen Renstra ini merupakan

pedoman dan panduan dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) OPD dan Rencana

Kerja Tahunan (RKT) Dinas Komunikasi dan Informatika”. Renstra sebagai

dokumen strategis dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi

dan Informatika termasuk didalamnya rencana strategis pengembangan Masterplan

E-Government. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).

Pernyataan yang disampaikan Kepala Bidang Layanan e-Government juga

didukung oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH, sebagai berikut:

“ Dari RPJMD Tahun 2014-2019 yang telah ditetapkan, setiap OPD diwajibkan

untuk membuat Renstra sebagai pedoman dalam menyusun Rencana Kerja

Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja (Renja). Rencana strategis Dinas Komunikasi

dan Informatika yang disusun didalamnya mencakup implementasi Masterplan

126

E-Government yang telah ditetapkan dengan Perwali 35 Tahun 2010.”.

(Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).

Gambar 5.6 : Rapat koordinasi dalam rangka penguatan pelaksanaan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika Renstra yang telah disusun oleh Dinas Komunikasi dan Informatika menjadi acuan

dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengembangan E-Government yang

menitikberatkan dalam penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaannya

termasuk didalamnya adalah implementasi Masterplan E-Government.

A. Visi

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nsional, Pasal 1 ayat 12, Visi adalah rumusan umum

mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Penetapan visi

sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan merupakan suatu langkah

penting dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan

127

pembangunan dan pembinaan kemasyarak di daerah. Pada hakikatnya membentuk

visi organisasi adalah menggali gambaran bersama tentang masa depan ideal yang

hendak diwujudkan oleh organisasi yang bersangkutan. Visi adalah mental

model masa depan, dengan demikian visi harus digali bersama, disusun bersama

sekaligus diupayakan perwujudannya secara bersama, sehingga visi menjadi milik

bersama yang diyakini oleh seluruh elemen organisasi dan pihak-pihak yang terkait

dengan upaya mewujudkan visi tersebut. Visi yang tepat bagi masa depan suatu

organisasi diharapkan akan mampu menjadi akselerator bagi upaya peningkatan

kinerja organisasi. Dengan memperhatikan arti dan makna visi serta melalui

pendekatan membangun visi bersama , maka ditetapkan Visi Dinas Komunikasi

dan Informatika Kota Probolinggo Tahun 2015-2019 yakni :

” TERWUJUDNYA KOMUNIKASI DAN INFORMASI YANG HANDAL

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MENUJU PROBOLINGGO KOTA

JASA YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN”.

Untuk dapat menangkap arti dan makna dari visi tersebut maka perlu diberikan

penjelasan visi sebagai berikut : mewujudkan komunikasi dan informasi yang

handal melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kerja berbasis

teknologi informasi untuk meningkatkan investasi dan penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang berwawasan lingkungan.

Penjelasan dari visi diatas, menunjukkan komitmen Dinas Komunikasi dan

Informatika dalam pengembangan E-Government di Kota Probolinggo melalui

penjelasan yaitu mewujudkan komunikasi dan informasi yang handal melalui

peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kerja berbasis teknologi

informasi. Terkait penjelasan visi Dinas Komunikasi dan Informatika dengan

128

Masterplan E-Government yang telah disusun, disampaikan melalui wawancara

dengan Kepala Bidang Pelayanan e-Government ibu RW sebagai berikut:

Dengan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika tahun 2015-2019 yang telah

disusun, dari visi yang ditetapkan memberikan penguatan terhadap pengembangan

teknologi informasi dalam lingkup Masterplan E-Government. Peningkatan sarana

prasarana kerja yang berbasis pengembangan teknologi informasi merupakan

semangat yang akan diwujudkan sampai dengan tahun 2019. Saat ini penguatan visi

telah dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika dengan setiap tahun melakukan

pengadaan peralatan kerja berbasis teknologi dan sistem informasi dalam

meningkatkan kualitas pelayanan termasuk perhatian terhadap penggunaan

teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan”. (Wawancara, tanggal 20 Maret

2017).

Hal yang sama disampaikan Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government

bapak AP terkait visi Dinas Komunikasi dan Informatika dalam mendukung

pelaksanaan Masterplan E-Government sebagai berikut:

“ Visi yang ditetapkan merupakan kondisi yang akan diwujudkan sampai dengan

dengan tahun 2019. Kondisi tersebut adalah peningkatan kualitas sarana prasarana

pengembangan E-Government dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat Kota Probolinggo. Pengembangan E-Government yang

dilaksanakan sebagai usaha dalam mewujudkan tujuan Masterplan E-Government

yang telah ditetapkan. Penguatan yang dilakukan tidak hanya untuk lingkup

Organisasi Perangkat Daerah, termasuk juga penguatan jaringan dalam rangka

penggunaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan”. (wawancara, tanggal

22 Maret 2017).

A. Misi

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo sebagai

Organisasi Perangkat Daerah (OPD), harus memastikan agar visi yang telah

ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk kepentingan itu

harus disusun suatu tahapan yang secara umum akan terbagi kedalam dua tahapan

yakni apa yang hendak dicapai dan bagaimana upaya untuk mencapainya. Salah

satu unsur dalam tahapan tersebut adalah penetapan misi organisasi yang dalam hal

ini adalah misi Organisasi Perangkat Daerah. Dalam rangka mewujudkan visi

129

maka ditetapkan misi yang diemban Dinas Komunikasi dan informatika Kota

Probolinggo Tahun 2015 – 2019 dalam rangka pengembangan E-Government

sebagai berikut :

1. Terwujudnya tertib administrasi kepegawaian dan kearsipan serta

peningkatan hubungan interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi;

2. Meningkatnya jumlah penyebaran informasi publik ke masyarakat Kota

Probolinggo;

Terkait dengan misi, saat inisemua Satuan Kerja Perangkat Daerah sudah

terkoneksi dengan jaringan internet (melalui Internet Service Provider tersendiri)

atau terkoneksi dengan pusat server di Dinas Komuinikasi dan Informatika melalui

LAN/WAN Kota. Sedangkan untuk tingkat kelurahan, yang sudah terkoneksi

dengan jaringan intranet. sedangkan saluran layanan informasi (server delivery

channel) yang ada di Kota Probolinggo terdiri dari :

1. 3 (tiga) jalur koneksi internet, yaitu: 2 (dua) milik IM2-Indosat dengan

kecepatan masing-masing 512 kbps dan 1 (satu) LAN Speedy-Telkom

sebesar 2 Mbps,

2. 1 (satu) PC server dengan 3 gateway. PC untuk masing-masing client yang

difasilitasi oleh BAPPEDA sebanyak 38 PC di 38 SKPD dan 5 PC di

5 kelurahan di wilayah kecamatan Mayangan.

3. HP dan modem sebagai piranti SMS Gateway

4. Website Pemerintah Kota Probolinggo : www.probolinggokota.go.id.

Website Radio Suara Kota Probolinggo : www.suarakotaprobolinggo.com

5. Radio Suara Kota Probolinggo 101, 7 FM

6. Jejaring Sosial. Fans Page Pemerintah Kota Probolinggo di facebook

130

Penggunaan teknologi informasi dalam konteks Masterplan

E-Government sudah dilakukan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas dan

fungsi Organisasi Perangkat Daerah di Kota Probolinggo. Salah satunya adalah

pembangunan jaringan dalam rangka pengelolaan keuangan daerah. Jaringan

tersebut diharapkan dapat mensinergikan masing-masing OPD dalam

penatausahaan keuangan. Pengembangan jaringan dan aplikasi di Kota

Probolinggo, sebagaimana pernyataan Kepala Bidang Layanan E-Government ibu

RW bahwa:

“Dalam rangka sinkronisasi aplikasi penatausahaan keuangan di Pemerintah Kota

Probolinggo, telah dibuat sistem informasi yang bernama SIMDA dalam rangka

membantu setiap Organisasi Perangkat Daerah dalam penatausahaan keuangannya.

Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan realisasi

anggaran”.(Wawancara, tanggal 23 Maret 2017).

Teknologi WaveLAN (W-LAN) dipilih sebagai solusi komunikasi dan infrastruktur

penunjang pengembangan E-Government. Penggunaan W-LAN akan

memungkinkan kita membangun Metropolitan Area Network (MAN) dalam sebuah

kota pada kecepatan 2Mbps secara mudah & murah. Wireless Spread Spectum

Radio ialah sistem komunikasi wireless yang menawarkan pelayanan koneksi ke

jaringan komputer. Sistem ini dapat digunakan untuk memperluas jangkauan

jaringan lokal (LAN) yang telah ada, dan dapat pula berfungsi secara independen.

Dalam rangka untuk mewujudkan misi meningkatnya jumlah penyebaran

informasi publik ke masyarakat Kota Probolinggo, telah dilakukan inovasi yaitu

dengan dibentuknya Citarum kampung cyber yang berlokasi di Kelurahan

Curahgrinting Kecamatan Kanigaran. Dibentuknya kampung cyber ini adalah

sebagai bentuk komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam pengembangan

E-Government. Dengan dibentuknya kampung cyber ini diharapkan dapat

131

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kemudahan penyebaran

informasi kepada masyarakat, pengembangan potensi masyarakat, kemudahan

akses informasi dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan menjadi

tujuan dibentuknya kampung berbasis teknologi informasi. Keberadaan kampung

cyber ini harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat menjadi sebuah

fasilitas publik yang dapat membantu dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan dibentuknya kampung cyber ini masyarakat diharapkan lebih berdaya guna

dan berhasil guna dalam implementasi kebijakan pengembangan E-Government di

Kota Probolinggo. Hal ini sesuai apa yang disampaikan oleh Kepala Seksi

Pengembangan Ekosistem e-Government bapak AP bahwa:

“Keberadaan Citarum kampung cyber akan lebih membawa masyarakat melek

teknologi informasi. Selain itu masyarakat akan mendapat kemudahan dalam

mengakses informasi. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk dapat

meningkatkan kesejahteraannya melalui teknologi yang ada, misalnya promosi

potensi yang ada dalam rangka peningkatan ekonomi warga”. Hal lain yang

diharapkan adalah pelibatan secara aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan khususnya di Kelurahan Curahgrinting”. (Wawancara,

tanggal 23 Maret 2017).

Demikian juga pernyataan yang disampaikan Sekretaris Kecamatan Kanigaran

bapak AI sebagai berikut:

“Dengan adanya Citarum kampung cyber, warga disekitarnya harus dapat

memanfaatkan fasilitas yang sudah dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo.

Fasilitas teknologi informasi itu akan menjadikan warga yang ada di Jalan Citarum

lebih aktif untuk belajar tentang teknologi informasi dan dapat mengembangkan

potensi-potensi yang ada didalamnya menjadi usaha-usaha dalam peningkatan

kesejahteraan bagi warga khususnya yang bertempat tinggal di Jalan Citarum”.

(Wawancara, tanggal 23 Maret 2017)

Sekretaris Kelurahan Curahgrinting bapak SR juga menyampaikan hal yang senada

terkait dengan keberadaan Citarum kampung cyber bahwa:

132

“Dengan berkembangnya penggunaan teknologi informasi dimasyarakat, akan

mendorong untuk menjadi masyarakat yang melek akan perkembangan teknologi.

Dengan teknologi informasi masyarakat akan menjadi lebih maju dan lebih kreatif.

Kampung cyber yang berlokasi di jalan Citarum Kelurahan Curahgrinting

merupakan inovasi dan upaya Pemerintah Kota Probolinggo dalam pemberdayaan

masyarakat dalam pelayanan di kelurahan”. (Wawancara, tanggal 23 Maret 2017).

Hal yang sama disampaikan oleh BL sebagai pengelola Citarum kampung cyber,

sebagai berikut:

“ Keberadaan kampung cyber ini sangat membantu masyarakat khususnya di

sepanjang Jalan Citarum Kelurahan Curahgrinting ini dalam mengakses informasi

dan membantu dalam mengembangkan potensi yang ada di masyarakat, termasuk

didalamnya pengembangan potensi produk UMKM”. (Wawancara, tanggal 24

Maret 2017).

C. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Komunikasi dan

Informatika

Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi

organisasi yang mengandung makna :

1. Merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka

waktu sampai tahun terakhir renstra;

2. Menggambarkan arah strategis organisasi dan perbaikan-perbaikan yang

ingin diciptakan sesuai tugas pokok dan fungsi organisasi;

3. Meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan arah sasaran dan

strategi organisasi berupa kebijakan, program operasional dan kegiatan

pokok organisasi selama kurun waktu renstra.

Berdasarkan arahan arti dan makna penetapan tujuan organisasi tersebut

maka dalam kedudukannya sebagai Organisasi Perangkat Daerah, Dinas

Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo dalam mewujudkan misinya

menetapkan tujuan dalam pengembangan E-Government sebagai berikut :

133

1. Mencetak aparatur pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi;

2. Meningkatkan pelayanan administrasi yang berbasis teknologi;

3. Meningkatkan peran media massa dalam penyebaran informasi;

4. Mewujudkan kelancaran informasi publik kepada masyarakat;

5. Menumbuhkembangkan kerja sama dan kemitraan strategis dengan

seluruh pemangku kepentingan di bidang Komunikasi, Pos dan

Telekomunikasi;

6. Mewujudkan infrastruktur sarana prasarana telematika secara merata dan

berkualitas.

Tujuan sebagaimana tersebut diatas sudah dilaksanakan oleh Dinas

Komunikasi dan Informatika dalam rangka pelaksanaan Masterplan

E-Government. Komponen penting dalam pembangunan infrastruktur yang telah

dilaksanakan termasuk pembangunan infrastruktur di kelurahan adalah sebagai

berikut:

1. Jalur Fisik Informasi

Merupakan saluran komunikasi yang menghubungkan semua pengguna, baik

di satu lembaga maupun antar lembaga. Jalur fisik informasi selain

merupakan penghubung antar SKPD dapat juga dimanfaatkan untuk

menyalurkan data dan informasi yang terhubung dengan jaringan informasi

global (internet). Jalur fisik ini dapat berupa jaringan yang menggunakan

kabel ( kawat tembaga, kabel listrik dan serat optik), frekuensi radio (fixed

wireless, mobile wireless, broadband wireless) atau satelit (VSAT,

narrowband mobile). Pada umumnya, jalur fisik ini digunakan untuk

134

menghubungkan berbagai perangkat elektronik dan komputer, yang dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Jaringan lokal (Local Area Network - LAN)

Merupakan jaringan komputer yang saling terhubung dalam satu

gedung atau satu kompleks perkantoran yang berdekatan, yang

digunakan untuk komunikasi data dalam suatu area kerja tertentu.

Peralatan minimum yang dibutuhkan untuk membangun LAN adalah

server, workstation dan perangkat lunaknya serta hubungan dan jalur

komunikasi berupa kabel atau perangkat nirkabel. Jaringan lokal pada

umumnya digunakan untuk keperluan e-mail, mengakses basis data

serta pertukaran file, data dan informasi.

b. Jaringan metropolitan (Metropolitan Area Network-MAN)

Merupakan jaringan komputer dengan cakupan area lebih luas daripada

LAN. Pada umumnya MAN mencakup area satu kota yang dapat

berupa gabungan dari sejumlah LAN yang terpisah. MAN terhubung

dengan jalur transmisi yang dinamakan backbone.

c. Jaringan jarak jauh (Wide Area Network - WAN)

Merupakan jaringan yang terdiri dari sejumlah MAN yang mencakup

wilayah antar kota, antar propinsi, antar negara, dan bahkan antar benua

untuk melakukan komunikasi data jarak jauh. Persyaratan minimum

untuk membangun WAN adalah server, workstation, hub, router dan

jalur komunikasi berupa jaringan kabel atau perangkat nirkabel.

Jaringan jarak jauh ini bermanfaat untuk koordinasi, baik antar kantor

Pemerintah dengan kantor Badan/Dinas, maupun antar kantor

135

Badan/Dinas di bawah satu instansi. Aplikasi yang digunakan antara

lain e-mail, pertukaran file/data/informasi.

Pembangunan jaringan dan perangkat dalam rangka pelaksanaan tujuan

yang akan dicapai oleh Dinas Komunikasi dan Informatika terus mengalami

penguatan, hal ini merupakan kebutuhan setiap daerah dalam melaksanakan fungsi-

fungsi pelayanan yang mengedepankan prinsip akurat, kemudahan, terukur dan

akuntabel. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Kominfo bapak Z, sebagai

berikut:

“ Penguatan-penguatan dalam rangka pengembangan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo terus dilakukan. Hal ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah

Kota Probolinggo dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dengan

mengedepankan prinsip-prinsip akurat, kemudahan, terukur dan akuntabel.

Pengembangan teknologi informasi akan membawa perubahan kearah peningkatan

kualitas pelayanan publik yang dilakukan setiap SKPD yang mempunyai fungsi

pelayanan publik, termasuk di kelurahan yang menjadi ujung tombak pelayanan di

Kota Probolinggo”. Hal ini sebagai upaya yang dilakukan dalam implementasi

tujuan Dinas Komunikasi dan Informatika (Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).

Hal ini juga mendapat dukungan dari Kepala Bidang Pelayanan e-Government

ibu RW, yang menyatakan bahwa:

“ Sampai dengan Triwulan III Tahun 2016, Pemerintah Kota Probolinggo dalam

pengembangan E-Government melakukan beberapa penguatan, khususnya dalam

hal peningkatan kualitas jaringan dan perangkat TIK. Hal ini sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat”. Selain itu kondisi sekarang

ini merupakan sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan yang ada dalam Renstra

Dinas Komunikasi dan Informatika tahun 2015-2019”.( Wawancara, tanggal 27

Maret 2017).

Sasaran adalah merupakan penjabaran dari tujuan organisasi dan

menggambarkan hal-hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang

akan dilakukan secara operasional. Oleh karenanya rumusan sasaran yang

ditetapkan diharapkan dapat memberikan fokus pada penyusunan program

136

operasional dan kegiatan pokok organisasi yang bersifat spesifik, terinci, dapat

diukur dan dapat dicapai. Sasaran organisasi yang ditetapkan pada dasarnya

merupakan bagian dari proses perencanaan strategis dengan fokus utama berupa

tindakan pengalokasian sumber daya organisasi ke dalam strategi organisasi. Oleh

karenanya penetapan sasaran harus memenuhi kriteria specific, measurable,

agresive but attainable, result oriented dan time bond. Guna memenuhi kriteria

tersebut maka penetapan sasaran harus disertai dengan penetapan indikator sasaran,

yakni keterangan, gejala atau penanda yang dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan upaya pencapaian sasaran atau dengan kata lain disebut

sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran. Berdasarkan makna

penetapan sasaran tersebut maka sampai dengan akhir tahun 2019, Dinas

komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo menetapkan sasaran dalam

Implementasi Masterplan E-Government dengan rincian sebagai berikut :

1. Untuk mewujudkan tujuan dari Misi 1 yaitu terwujudnya tertib

adminisrasi kepegawaian dan kearsipan serta peningkatan hubungan

interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi, maka ditetapkan

sasaran :

a. Tersedianya pengembangan kompetensi aparatur dalam pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi;

b. Tersedianya pelayanan yang cepat dan tepat bagi masyarakat;

c. Tersedianya sarana surat menyurat elektronik;

a. Tersedianya program-program yang selaras dengan pemanfaatan

teknologi informasi.

137

2. Untuk mewujudkan tujuan dari Misi 2 yaitu meningkatnya jumlah

penyebaran informasi publik ke masyarakat Kota Probolinggo, maka

ditetapkan sasaran :

a. Terwujudnya peran media massa dalam penyebaran informasi secara

objektif dan bertanggung jawab;

b. Terwujudnya peningkatan peran masyarakat dalam memperoleh dan

mengakses informasi;

c. Terlaksananya pelayanan informasi kepada masyarakat;

d. Terwujudnya sosialisasi kebijakan media luar ruang terhadap

informasi publik kepada masyarakat;

e. Tercapainya aspirasi masyarakat terhadap perumusan kebijakan

informasi publik;

f. Terlaksananya kerja sama dan kemitraan media;

g. Terlaksananya pelayanan informasi terpadu pada masyarakat.

Dari beberapa sasaran tersebut diatas, Dinas Komunikasi dan Informatika telah

melaksanakan perbaikan dalam pelayanan informasi kepada masyarakat, pelibatan

masyarakat terhadap perumusan kebijakan informasi publik dan terlaksananya

pelayanan informasi terpadu kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat

bertambahnya area hotspot di beberapa area publik seperti sepanjang Jalan Suroyo

Probolinggo, area Alun-alun Probolinggo, Didepan Makodim 0820 Probolinggo,

Banger Telecenter yang terletak di Kantor Kecamatan Wonoasih, hotspot di area

Kantor Walikota Probolinggo, Taman Manula dan hampir semua Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan (RTH-KP) sudah terpasang hotspot yang memungkinkan

warga untuk dapat mengaksesnya. Hal ini sejalan dengan tujuan dari Masterplan

E-Government yaitu tercapainya integrasi dan sinkronisasi pelaksanaan

138

E-Government. Selain itu dalam rangka pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan

Masterplan E-Government adalah dilaksanakannya rapat koordinasi antara Dinas

Komunikasi dan Informatika dengan dinas yang melaksanakan fungsi pelayanan

dengan berbasis pada teknologi informasi dan Forum Group Discussion (FGD)

dengan stakeholder yang peduli pada pelaksanaan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo.

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Komunikasi dan Informatika Dalam RPJMD Tahun 2015-2019

Visi : Terwujudnya Komunikasi Dan Informasi Yang Handal Berbasis

Teknologi Informasi Menuju Probolinggo Kota Jasa Yang Berwawasan

Lingkungan

Misi Tujuan Sasaran

Misi I : Terwujudnya tertib administrasi kepegawaian dan

kearsipanserta peningkatan hubungan interaktif melalui pemanfaatan teknologi informasi

Misi II : Meningkatnya jumlah penyebaran informasi publik ke

masyarakat Kota Probolinggo

a. Mencetak aparatur Pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan teknologi dan informasi

b. Meningkatkan pelayanan administratif yang berbasis teknologi

c. Meningkatkan hubungan kedinasan melalui sarana surat menyurat elektronik

d. Mewujudkan program- program tepat guna dan

berkelanjutan a. Meningkatkan

peran media massa dalam penyebaran informasi

a. Tersedianya pengembangan kompetensi aparatur dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi

b. Tersedianya pelayanan yang cepat dan tepat bagi masyarakat

c. Tersedianya sarana surat menyurat elektronik

d. Tersedianya program-program yang selaras dengan pemanfaatan teknologi informasi

a. Terwujudnya peran

media massa dalam penyebaran informasi secara objektif dan bertanggung jawab

b. Meningkatkan peran masyarakat dalam memperoleh informasi

c. Mewujudkan kelancaran informasi publik kepada masyarakat

b. Terwujudnya peninkatan dan

peran masyarakat dalam memperoleh dan

mengakses informasi c. Terlaksananya

pelayanan informasi kepada

masyarakat

139

Tabel 5.1 Lanjutan

Misi Tujuan Sasaran

d. Meningkatkan kerja

sama kemitraan dengan

media massa

d. Terwujudnya sosialisasi

kebijakan media luar

ruang terhadap

informasi publik kepada

masyarakat

e. Tercapainya aspirasi masyarakat terhadap

perumusan kebijakan

informasi publik

f. Terlaksananya

pelayanan informasi

terpadu pada

masyarakat

Sumber : Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

Tahun 2015-2019

2. Tugas pokok dan fungsi dalam mendukung implementasi Masterplan

E-Government

Dalam melaksanakan Masterplan E-Government, kewenangan yang harus

diberikan kepada pelaksana tidak cukup dalam konteks yang kecil dan sempit,

tetapi diperlukan kelembagaan yang khusus menangani masalah pengembangan

E-Government sehingga dalam pelaksanaannya lebih maksimal. Sebelum tahun

2012 urusan pengembangan E-Government di Kota Probolinggo masih melekat di

salah satu Bidang pada BAPPEDA. Namun demikian dengan berlakunya Peraturan

Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat

Daerah Kota Probolinggo, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota

Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah

Kota Probolinggo, urusan pengembangan E-Government dilaksanakan oleh

lembaga yang khusus menangani bidang komunikasi dan informatika yaitu Dinas

140

Komunikasi dan Informatika. Dengan adanya kelembagaan ini diharapkan program

dan kegiatan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang lebih besar, sehingga

inovasi dan perubahan yang diharapkan lebih cepat terealisasi. Menurut informasi

yang diberikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government

bapak AP , bahwa:

“ Kelembagaan Dinas Komunikasi dan Informatika mulai ada tahun 2012, hal ini

setelah diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012

dan Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012. Setelah adanya dinas

yang khusus menangani komunikasi dan informatika, maka pelaksanaan

Masterplan E-Government di Kota Probolinggo mulai tahun 2012 mengalami

peningkatan. Hal ini dapat direalisasikan karena pagu anggaran untuk

pelaksanaannya lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya”.

(Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).

Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH,

yang menyatakan bahwa:

“ Sebelumnya terkait pengembangan jaringan dan pengadaan perangkat keras serta

lunak dalam implementasi Masterplan E-Government dilaksanakan oleh

BAPPEDA, namun sejak tahun 2012 pelaksanaan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo dilaksanakan oleh dinas yang khusus menangani komunikasi dan

informatika yaitu Dinas Komunikasi dan Informatika. Dinas Komunikasi tidak

hanya melaksanakan Masterplan E-Government pada Oragnisasi Perangkat Daerah

tetapi termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government di kelurahan se

Kota Probolinggo ”. ( Wawancara, tanggal 27 Maret 2017).

Tugas pokok dan fungsi dinas merupakan panduan dan arahan dalam

melaksanakan urusan dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja

Perangkat Daerah. Tugas pokok dan fungsi dinas juga merupakan kewajiban yang

harus dilaksankana SKPD dalam menyelesaikan program dan kegiatan yang telah

dtetapkan berdasarkan visi dan misi. Tugas pokok dan fungsi salah satu bidang

dalam Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pelaksanaan Masterplan

141

E-Government menurut Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012,

dalam pelaksanaan Masterplan E-Government adalah sebagai berikut:

1. Bidang Telematika

Bidang Telematika mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas di

bidang Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi

Telematika.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Bidang Telematika

mempunyai fungsi :

a. perumusan rencana kerja di bidang Kajian, Pengembangan dan

Pengendalian Telematika serta Aplikasi Telematika;

b. perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan di bidang Kajian,

Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi

Telematika;

c. pelaksanaan koordinasi, fasilitasi dan pembinaan tugas di bidang

Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta Aplikasi

Telematika;

d. pelaksanaan pengawasan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan tugas

di bidang Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika serta

Aplikasi Telematika; dan

e. pelaksanaan tugas dinas lainnya yang diberikan oleh Kepala Dinas

sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika

142

Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika mempunyai

tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Telematika di bidang Kajian,

Pengembangan dan Pengendalian Telematika.

Dalam melakukan tugas sebagaimana tersebut diatas, Seksi Kajian,

Pengembangan dan Pengendalian Telematika, mempunyai fungsi :

a. penghimpunan dan penelaahan peraturan perundang-undangan,

petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan pedoman/ketentuan lain

berkaitan dengan bidang kajian, pengembangan dan pengendalian

telematika;

b. penyusunan rencana program dan kegiatan serta pelaksanaan pada

Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika;

c. pembagian tugas, pemberian petunjuk serta pengevaluasian hasil kerja

bawahan dalam pelaksanaan tugas;

d. pelaksanaan pengembangan teknologi informasi dan e-Government;

e. pelaksanaan penelitian dan pengembangan sistem program sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peralatan

komputer;

f. penyusunan standardisasi dan pengendalian pengadaan perangkat lunak

dan perangkat keras;

g. pelaksanaan analisa teknis pemanfaatan sistem informasi telematika;

h. pelaksanaan kerja sama program e-goverment antar lembaga

pemerintah dan/atau lembaga swasta;

i. penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana telematika dalam

mendukung implementasi e-government;

143

j. pemberian bimbingan dan pengendalian sistem informasi dan

telematika kepada perangkat daerah;

k. penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan serta realisasi

anggaran Seksi Kajian, Pengembangan dan Pengendalian Telematika;

l. pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang

Telematika sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3. Seksi Aplikasi Telematika

Seksi Aplikasi Telematika mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

Bidang Telematika di bidang Aplikasi Telematika.

Dalam melakukan tugas sebagaimana tersebut diatas, Seksi Aplikasi

Telematika mempunyai fungsi :

a. penghimpunan dan penelaahan peraturan perundang-undangan,

petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan pedoman/ketentuan lain

berkaitan dengan bidang aplikasi telematika;

b. penyusunan rencana program dan kegiatan serta pelaksanaan pada

Seksi Aplikasi Telematika;

c. pembagian tugas, pemberian petunjuk serta pengevaluasian hasil kerja

bawahan dalam pelaksanaan tugas;

d. pengoordinasian pengolahan data secara elektronik;

e. pelaksanaan pengelolaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)

Pemerintah Kota;

f. pengembangan sistem informasi yang efektif dan representatif;

g. penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan serta realisasi

anggaran Seksi Aplikasi Telematika;

144

h. pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang

Telematika sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Tugas pokok dan fungsi Bidang Telematika dan dua Seksi didalamnya

dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, dimulai sejak disahkannya

Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 dan Peraturan Walikota

Probolinggo Nomor 28 Tahun 2012. Hal ini sesuai dengan Rencana Kerja (Renja)

dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disusun dan ditindaklanjuti dengan

penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) mulai tahun 2013 sampai dengan

tahun 2016. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bidang Layanan

E-Government ibu RW, bahwa:

“ Dengan tupoksi yang ada, Dinas Komunikasi dan Informatika menyusun

dokumen perencanaan anggaran sebagai implementasi dari tugas pokok dan fungsi

yang telah ditetapkan. Dengan tugas pokok dan fungsi yang melekat pada Bidang

Telematika memberikan kewenangan untuk melaksanakan pengembangan

teknologi Informasi melalui Masterplan E-Government yang telah ada. Pada tahun

2013 Dinas Komunikasi dan Informatika sudah melaksanakan program dan

kegiatan sesuai dengan RKA-SKPD yang disusun, termasuk didalamnya

pengembangan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo”. (Wawancara,

30 Maret 2017).

Dari pernyataan Kepala Bidang Layanan E-Government diatas, juga didukung oleh

pernyataan Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH, bahwa:

“ Tupoksi yang melekat pada Dinas Komunikasi dan Informatika memberikan

konsekuensi yaitu kewajiban untuk dapat menyusun perencanaan program dan

kegiatan serta perencanaan keuangan yang berbasis kinerja termasuk

pengembangan E-Government di Kota Probolinggo termasuk pengembangan

masterplan di kelurahan. Pelaksanaan program dan kegiatan sebagai implementasi

kebijakan yang telah ditetapkan sesuai dengan target dan tujuan yang akan dicapai”.

(Wawancara, tanggal 31 Maret 2017).

145

Gambar 5.7 : Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Komunikasi

dan Informatika melalui rapat dengan kelurahan dalam

rangka menyusun agenda kegiatan dalam pelaksanaan

SIAKEL

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika

3. Kerjasama dengan pihak swasta dalam mendukung implementasi

Masterplan E-Government.

Dalam pengembangan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

tidak bisa hanya bergantung pada APBD yang ada, butuh inovasi yang harus

dilakukan agar ada percepatan dalam pelaksanaannya. Salah satu upaya yang

dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika adalah melakukan kerjasama dengan

pihak swasta yang bergerak dalam bidang komunikasi. Sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Kerjasama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009

tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah, kerjasama daerah adalah

146

seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan

dapat berupa penyediaan pelayanan publik. Dalam peraturan diatas dimungkinkan

untuk melaksanakan kerjasama dengan ketiga aatau swasta dalam rangka untuk

peyediaan sarana dan prasarana pelayanan publik, termasuk didalamnya adalah

kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan pengembangan teknologi

informatika. Kerjasama yang dilakukan harus berpedoman pada prinsip-prinsip

kerjasama yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri

dalam Negeri diatas yaitu: efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan,

kesepakatan bersama, beritikad baik, mengutamakan kepentingan nasioanal,

persamaan kedudukan, transparansi, berkeadilan dan kepastian hukum. Setelah

diterbitkannya Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2010, Pemerintah Kota

Probolinggo melalui Dinas Komunikasi dan Informatika dalam memenuhi

kebutuhan akan jaringan dan media internet, telah melakukan kerjasama

penyediaan dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kerjasama yang dijalin

masih sebatas antara konsumen dan penyedia layanan. Kerjasama ini hanya sebatas

penyediaan kapasitas jaringan yang dipakai dalam penggunaan teknologi informasi

oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemerintah Kota

Probolinggo. Terkait dengan jaringan komunikasi adalah sebagaimana tabel

spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 5.2 : Penyediaan Jaringan Komunikasi Kerjasama Dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

No. No. AO/No. ID

Indihome

Nama Layanan Bandwidth

1. 8001384770 AstiNet 1 Mbps 2. 03354494335/

152505304341 Indihome Up to 50 Mbps

3. 03354495463/ 152505304343

Indihome Up to 100 Mbps

147

Tabel 5.2 Lanjutan

No. No. AO/No. ID

Indihome

Nama Layanan Bandwidth

4. 0335495089/

152505304344

Indihome Up to 100 Mbps

5. 03354493796/

152505304345

Indihome Up to 100 Mbps

6. 03354495819/

152505304346

Indihome Up to 50 Mbps

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

Kerjasama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. sudah berlangsung

beberapa tahun, sampai dengan tahun 2016 Pemerintah Kota Probolinggo menjalin

kerjasama strategis dengan PT. INDOSAT Tbk terkait dengan pengembangan

E-Government di Kota Probolinggo. Kerjasama ini juga dimaksudkan untuk

menunjang percepatan pelaksanaan dan pengembangan teknologi informasi di Kota

Probolinggo termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government.

Kerjasama ini Kerjasama tersebut tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara

Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk Nomor:

134.4/36/KS/423.011/2016 dan Nomor: 558/HOC-HOCE/LGL/2016 tentang

Penyelenggaraan dan Pengembangan E-Government di Kota Probolinggo Jawa

Timur tanggal 29-9-2016. Tujuan dari kesepakatan bersama tersebut adalah kedua

belah pihak mempunyai kemampuan dan fungsi yang dapat ditingkatkan untuk

mengembangkan dan memanfaatkan potensi serta meningkatkan kapasitas kinerja

aparatur pemerintah dan lembaga-lembaga daerah melalui pemanfaatan layanan

dan jaringan teknologi komunikasi dan informatika untuk mendukung pelaksanaan

pembangunan daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo. Sedangkan

tujuan yang ingin dicapai adalah menjalin kerjasama, komunikasi dan kemitraan

strategis dalam pelaksanaan penyelenggaraan dan pengembangan E-Government di

148

bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik di Kota Probolinggo,

mendayagunakan dan memberdayakan potensi serta peranan antara Pemerintah

Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk secara sinergi dan saling

mendukung.

Dengan kerjasama yang telah dibangun antara Pemerintah Kota

Probolinggo dan PT. INDOSAT Tbk diharapkan adanya penguatan dan percepatan

dalam implementasi kebijakan khususnya dalam pelaksanaan Masterplan

E-Government. Dengan kerjasama yang saling menguntungkan ini, diharapkan

dapat meningkatkan mutu pelayanan publikyang dilaksanakan semua tingkatan,

tidak hanya pada Organisasi Perangkat Daerah, tetapi juga yang dilaksanakan di

kelurahan. Menurut Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi MH terkait dengan

kerjasama ini, sebagai berikut:

“ Dengan ditandatangani kesepakatan bersama ini diharapkan akan menjadi awal yang baik bagi pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo. Sinergi antara kedua belah pihak akan membawa perbaikan dan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat, didalamnya juga adanya peningkatan kualitas pelayanan di kelurahan. Dengan berlakunya kesepakatan bersama akan membawa penguatan dalam penggunaan teknologi informasi guna menciptakan kualitas pelayanan yang lebih baik”. (Wawancara, tanggal 3 April 2017).

Demikian juga yang disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem

E-Government bapak AP terkait dengan kerjasama yang dijalin dengan pihak

swasta dalam pelaksanaan Masterplan E-Government bahwa:

“ Kerjasama yang dijalin antara Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk merupakan kerjasama strategis dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kerjasama tersebut diharapkan adanya percepatan pengembangan teknologi informasi dalam konteks Masterplan E-Government yang sudah ada, sehingga akan membawa peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan menuju Kota Probolinggo menjadi Kota Cerdas (smart city) dalam penggunaan teknologi informasi”. (Wawancara, tanggal 3 April 2017).

149

Adapun obyek dari kerjasama yang dibangun adalah penyelenggaraan,

pengembangan dan penglolaaan layanan jaringan teknologi komunikasi dan

Informatika dalam mendukung Program Probolinggo Kota Cerdas ( Smart City)

untuk mewujudkan masyarakat dan aparatur Pemerintah Kota Probolinggo yang

cerdas, praktis dan efisien di berbagai bidang secara terintegrasi dan berkelanjutan.

Sedangkan ruang lingkup kerjasama ini adalah meliputi:

a. Penyediaan jaringan telekomunikasi dan mendukung implementasi Program

Probolinggo Smart City;

b. Implementasi Program Teknologi Informasi dan Komunikasi;

c. Pengembangan E-Government;

d. Peningkatan sumber daya manusia bidang teknologi informasi dan

komunikasi;

e. Asistensi dan/atau sosialisasi pengembangan teknologi informasi dan

komunikasi.

5.1.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government

Dalam pelaksanaan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo harus

didukung oleh sikap dan kemauan dari para implementator. Kondisi dalam internal

Dinas Komunikasi dan Informatika harus dipersiapkan dan dikondisikan dalam

situasi kerja yang nyaman dan ritme pekerjaan dapat dinikmati oleh para personil.

Dari kondisi yang seperti ini akan timbul motivasi untuk bekerja lebih baik dan

dapat menciptakan inovasi-inovasi dalam pelaksanaan Masterplan E-Government.

Kondisi yang kondusif akan menjadi penguatan sikap para personil pada Dinas

Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan

dengan implementasi Masterplan E-Government. pelaksana kegiatan didasari oleh

150

sikap yang positif terhadap kebijakan maka besar kemungkinan mereka akan dapat

melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan. Kondisi yang

demikian dapat didapat melalui pertemuan rutin atau rapat staf membahas evaluasi

pelaksanaan tugas yang dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatika, diskusi-

diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Kemauan para

personil dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan implementasi

Masterplan E-Government harus dipertahankan agar tidak gampang berubah

menjadi sikap yang negatif. Sehubungan dengan sikap personil dalam

melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan implementasi Masterplan

E-Government, disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem

E-Government bapak AP bahwa:

“ Sikap para personil yang di Dinas Komunikasi dan Informatika sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dilaksanakan. Semangat, motivasi dan kemauan dalam melaksanakan tugas harus tetap dijaga agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan baik, benar dan terukur sesuai waktu yang ditetapkan. Kondisi yang demikian dapat diperoleh melalui pertemuan rutin dalam evaluasi kegiatan. Dalam memon tersebut para personil terutama staf diberikan kesempatan untuk menyampaikan keluhan-keluhan dan hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas. Momen ini menjadi semacam sebuah jalinan persaudaraan diantara teman-teman yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika. Dengan momen tersebut para personil yang ada merasa diperhatikan. Tidak hanya diberikan target tetapi juga diberikan solusi-solusi manakala menemui masalah atau hambatan dalam melaksanakan tugas”. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017).

Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH juga menyampaikan pernyataan

yang sama terkait dengan motivasi dan semangat kerja personil pada Dinas

Komunikasi dan Informatika sebagai berikut:

“ Kami di Dinas Komunikasi dan Informatika terbiasa dengan ritme kerja yang ada. Setiap pemasalahan akan dibahas dalam rapat staf yang diadakan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika setiap sebulan sekali. Dalam kesempatan tersebut setiap Kepala Bidang diwajibkan membuat catatan terkait dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga rapat tersebut bisa efektif menghasilkan masukan-masukan untuk menyelesaikan pemasalahan yang dihadapi. Kegiatan rapat staf juga dimaksudkan untuk menguatkan jalinan persaudaraan diantara para personil yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika, sehingga akan muncul sikap komitmen,

151

semangat dalam bekerja dan terjalin rasa persaudaraan yang kuat diantara para personil. Diskusi-diskusi dalam kelompok merupakan kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan para personil manakala ada pemasalahan yang dihadapi. Sehingga manakala ada permasalahan dalam melaksanakan tugas dapat segera ditangani”. (Wawancara, tanggal 20 Maret 2017)

Gambar 5.8 : Diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok pada Dinas Komunikasi dan Informatika

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Gambar 5.9 : Motivasi kerja dari pegawai Dinas Komunikasi dan

Informatika Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

152

5.1.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan

Masterplan E-Government

Struktur organisasi akan menjadi faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Struktur organisasi yang fokus untuk menjalankan sebuah kebijakan

akan sangat menentukan dalam keberhasilan dalam pelaksanaannya. Sebuah

struktur organisasi yang dibuat dengan mempertimbangkan pelaksanaan sebuah

kebijakan akan mempermudah dalam pelaksanaannya karena sudah ada pembagian

yang jelas terkait dengan tugas dan fungsi yang dijalankan. Struktur organisasi juga

akan berpengaruh terhadap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Program

dan kegiatan merupakan pelaksanaan teknis sebuah kebijakan. Implementasi

Masterplan E-Government yang dilaksanakan tergantung pada program dan

kegiatan yang dilaksanakan. Program dan kegiatan merupakan penjabaran dari

Rencana Strategis, Visi dan Misi dengan didasari oleh tugas pokok dan fungsi

OPD. Program dan kegiatan yang disusun sebagai pelaksanaan dalam rangka

mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra. Dalam rangka

pengembangan E-Government di Kota Probolinggo, Dinas Komunikasi dan

Informatika telah menyusun program dan kegiatan sesuai dengan Renstra yang

telah disusun. Dalam penyusunan program dan kegiatan yang dilaksanakan

termasuk didalamnya penyusunan anggaran dengan berbasis pada kinerja,

diharapkan dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dapat

mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan,

termasuk didalamnya pelaksanaan Masterplan E-Government. Dalam penelitian ini

peneliti mendapatkan data bahwa Dinas Komunikasi dan Informatika telah

melaksanakan Masterplan E-Government melalui pelaksanaan Program

153

Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa mulai tahun 2013 sampai

dengan tahun 2016, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 5.3 Program dan Kegiatan Dinas Komunikasi dan Informatika YangTerkait Dengan Implementasi Masterplan

E-Government di Kota Probolinggo

No. Tahun

Anggaran Program Kegiatan

Pagu

Anggaran

(Rp.) 1. 2013 Pengembangan

Komunikasi, Informasi

dan Media Massa

Optimalisasi Pemanfaatan

Teknologi Informasi

Berbasis Masyarakat

99.700.000

Operasional Jaringan

WAN dan LAN

159.500.000

Operasional Website 72.095.000

2. 2014 Pengembangan

Komunikasi, Informasi

dan Media Massa

Optimalisasi Pemanfaatan

Teknologi Informasi

Berbasis Masyarakat

123.901.000

Operasional Jaringan

WAN dan LAN

154.900.000

Operasional Website 108.200.000

Monitoring dan Evaluasi

Infrastruktur Telematika

38.975.000

Pembinaan dan

pengembangan

E-Government

98.830.000

Peningkatan

E-Government Kelurahan

99.372.000

Pembinaan dan pengembangan E-Government

518.409.400

Peningkatan Infrastruktur Teknologi Informasi

Komunikasi

553.388.750

3. 2015 Pengembangan

Komunikasi, Informasi

dan Media Massa

Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Masyarakat

82.850.000

Operasional Jaringan WAN dan LAN

202.100.000

Operasional Website 34.250.000

Monitoring dan Evaluasi Infrastruktur Telematika

84.850.000

Penyediaan Sistem Keamanan Data dan

Informasi

39.300.000

Pembinaan dan pengembangan E-Government

122.651.500

4. 2016 Pengembangan

Komunikasi, Informasi

dan Media Massa

Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Masyarakat

109.522.500

Operasional Jaringan

WAN dan LAN

1.941.441.050

154

Tabel 5.3 Lanjutan

No. Tahun

Anggaran Program Kegiatan

Pagu

Anggaran

(Rp.) Operasional Website 29.995.000

Monitoring dan Evaluasi

Infrastruktur Telematika

123.750.000

Penyediaan Sistem

Keamanan Data dan

Informasi

421.950.000

Sumber : Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo

Pelaksanaan program dan kegiatan diatas sebagai bentuk dukungan dan

komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam menindaklanjuti dari Masterplan

E-Government yang telah dibuat. Sebagaimana disampaikan Kepala Bidang

Layanan e-Government ibu RW sehubungan dengan program dan kegiatan dalam

implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut:

“Program dan kegiatan yang dilaksanakan khususnya program Pengembangan

Komunikasi, Informasi dan Media Massa dan kegiatan yang ada didalamnya

merupakan komitmen Pemerintah Kota Probolinggo dalam menindaklanjuti

Masterplan E-Government yang telah dibuat. Program dan kegiatan yang dilakukan

dalam implementasi Masterplan E-Government dimulai setelah dibentuknya Dinas

Komunikasi dan Informatika yaitu tahun 2013. Pemerintah Kota Probolinggo

memberikan perhatian khusus kepada pengembangan E-Government yaitu melalui

alokasi anggaran yang meningkat setiap tahunnya”.(Wawancara, tanggal

3 April 2017).

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan

Ekosistem e-Government bapak AP terkait dengan program dan kegiatan dalam

implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut:

“ Sebagaimana tujuan dari Masterplan E-Government yang ada, bentuk komitmen

dan konsistensi Pemerintah Kota Probolinggo adalah program dan kegiatan yang

ada. Alokasi anggaran yang diberikan kepada masing-masing kegiatan dalam

kaitannya pelaksanaan Masterplan setiap tahunnya meningkat”. (Wawancara,

tanggal 3 April 2017).

155

Gambar 5.10 Perbaikan menara Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Gambar 5.11 Perbaikan jaringan

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan informatika

156

Gambar 5.12 Perbaikan jaringan

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan informatika

5.1.2 Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Implementasi

Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di Kota

Probolinggo

5.1.2.1 Faktor Pendukung Implementasi Masterplan E-Government pada

kelurahan di Kota Probolinggo

Dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, perlu organisasi yang

secara khusus dan spesifik melaksanakan fungsinya dalam bidang tersebut. Dengan

adanya organisasi yang secara khusus yang melaksanakan suatu urusan, akan

mempermudah pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka implementasi

kebijakan yang telah ditetapkan. Demikian juga dengan implementasi kebijakan

Masterplan E-Government di kelurahan. Dengan di bentuknya organisasi yang

khusus menangani pelaksanaan pengembangan teknologi informatika, tujuan yang

157

akan dicapai adalah adanya percepatan pelaksanaan kebijakan-kebijakan

Pemerintah Kota Probolinggo dalam bidang pengembangan teknologi informasi.

Kesungguhan dan komitmen Pemerintah Kota Probolinggo diwujudkan dalam

pembentukan organisasi perangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi dalam

pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo yaitu Dinas Komunikasi

dan Informatika, termasuk pengembangan sistem informasi dalam pelayanan di

kelurahan. Saat ini pengembangan sistem informasi di kelurahan tidak hanya

sebatas dalam pelayanan informasi, tetapi juga dalam proses perencanaan

pembangunan yang dimulai di kelurahan. Sistem tersebut mengintegrasikan mulai

sistem perencanaan, penganggaran dan Pengelolaan keuangan daerah yang disebut

dengan SIMRAL (Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran, dan Pengelolaan

Keuangan Daerah Terpadu).

Dalam pelaksanaan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi,

Kelurahan Kedungasem termasuk kelurahan yang juga memanfaatkan sistem

tersebut, baik dalam pelayanan administrasi maupun dalam proses perencanaan

pembangunan. Pelayanan yang dilakukan sudah terintegrasi dengan server yang

ada di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo. Sebagaimana

disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH sebagai berikut:

“ Dinas Komunikasi dan Informatika yang dibentuk mulai tahun 2012, mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dulu urusan pengembangan TIK hanya ditangani dan masuk dalam tupoksi salah satu seksi di BAPPEDA Kota Probolinggo, pada tahun 2012 dibentuk Dinas Komunikasi dan Informatika yang khusus melaksanakan fungsi sebagai leading sector dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Kota Probolinggo. Dalam perkembangannya tahun 2016 dilakukan perubahan organisasi perangkat daerah yang juga dilakukan perubahan tugas pokok dan fungsi pada Dinas Komunikasi dan Informatika, khusus untuk pengembangan E-Government agar lebih inovatif dan adanya percepatan dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government, dibentuk satu bidang yang khusus menangani yaitu Bidang Layanan E-Government. Dengan adanya Dinas Komunikasi dan

158

Informatika pengembangan teknologi informasi sudah dapat menjangkau kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Probolinggo”. (Wawancara, tanggal 5 April 2017).

Pernyataan ini juga didukung oleh Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN yang

menyampaikan sebagai berikut:

“ Dengan keberadaan Dinas Komunikasi dan Informatika pada tahun 2012,

pengembangan E-Government di Kota Probolinggo mengalami percepatan.

Beberapa inovasi yang sudah dilaksanakan adalah adanya sistem informasi dalam

pelayanan administrasi di kelurahan (SIAKEL) ataupun sistem dalam perencanaan

dan pengelolaan keuangan daerah (SIMRAL)”. (Wawancara, tanggal 6 April 2017).

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Lurah Kedungasem bapak CH terkait

dengan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam implementasi Masterplan

E-Government dalam pelayanan administrasi, proses perencanaan dan

pengembangan potensi yang ada di kelurahan sebagai berikut:

“ Beberapa perubahan telah dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika

dalam pelaksanaan Masterplan E-Government, khususnya dalam pelayanan di

Kelurahan Kedungasem. Pelayanan di Kelurahan Kedungasem sebelum adanya

SIAKEL, semua pelayanan administrasi dilakukan secara manual, sejak

diberlakukannya SIAKEL pelayanan di Kelurahan Kedungasem menggunakan

sistem informasi, sehingga pelayanan yang dulunya memerlukan waktu 15 menit

untuk mengerjakan permohonan surat pengantar dan surat keterangan, dengan

SIAKEL hanya butuh 7 menit untuk mengerjakannya. Selain itu di Kelurahan

Kedungasem sudah mempunyai website sendiri dalam rangka dokumentasi

kegiatan dan promosi potensi yang ada di kelurahan Kedungasem, seperti promosi

pengembangan UMKM. Yang terbaru juga dikembangkan sistem perencanaan

pembangunan di kelurahan melalui SIMRAL”. (Wawancara, tanggal 6 April 2017).

159

Gambar 5.13 : Launching SIAKEL (Sistem Informasi Administrasi

Kelurahan) oleh Walikota Probolinggo, merupakan

inovasi daerah yang dilakukan Dinas Komunikasi

dan Informatika Kota Probolinggo

Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Pelaksanaan sistem informasi dalam pelayanan di kelurahan diperlukan

komitmen dan kesungguhan agar inovasi yang telah dibuat dapat berlangsung terus

menerus sesuai kebutuhan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas

Komunikasi dan Informatika agar sistem informasi dapat berlangsung sesuai tujuan

dan harapan serta terus menerus adalah adalah dilakukan perbaikan secara periodik

terhadap sarana dan prasarana yang digunakan dan monitoring terhadap

penggunaan sistem informasi yang ada di kelurahan khususnya Kelurahan

Kedungasem, sehingga sistem informasi yang ada dapat berjalan dengan efektif,

berdaya guna, berhasil guna dan dapat meningkatkan mutu pelayanan di Kelurahan

Kedungasem.

160

Gambar 5.14 : Rapat koordinasi penguatan pelaksanaan Masterplan E-Government yang Dinas terkait bertempat di Ruang Pertemuan Dinas Komunikasi dan Informatika Sumber : Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informatika

5.1.2.2 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Masterplan

E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo

Faktor-faktor penghambat dalam implemetasi kebijakan Masterplan

E-Government di Kota Probolinggo adalah sebagai berikut:

1. Sarana Dan Prasarana Yang Kurang Memadai

Perkembangan teknologi informasi saat ini harus dapat mendukung

pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sebagai wujud dari prinsip-

prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (Good Governence). Dalam

pemerintahan yang baik (Good Governance) dituntut adanya sinergi antara

Pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan pemerintahan. Kemudahan

dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pelayanan harus menjadi semangat inovasi,

161

termasuk juga pengembangan teknologi informasi dalam mendukung pelayanan

kepada masyarakat. Pengembangan teknologi informasi dalam konteks inovasi

yang dilaksanakan di daerah harus dapat dilaksanakan dan dijangkau oleh semua

Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pengembangannya harus dapat menjangkau

sampai kepada unit organisasi yang langsung berinteraksi dengan masyarakat. Hal

ini penting karena pelayanan awal ini akan menjadi respon masyarakat masyarakat,

manakala dalam prosesnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kelurahan

merupakan unit organisasi yang terkecil dalam sistem pemerintahan di Kota

Probolinggo yang langsung berinteraksi dengan masyarakat. Kelurahan

mempunyai posisi yang strategis karena pelayanan pertama ada di kelurahan. Di

Kota Probolinggo kelurahan dalam sistem pemerintahan adalah perangkat

kecamatan, artinya bahwa kelurahan adalah bagian dari kecamatan dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan posisi yang langsung berinteraksi

dengan masyarakat, kelurahan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang

cepat, terukur dan akuntabel. Pelayanan ini tidak hanya memberikan pelayanan

administrasi, tetapi harus dapat menjadi pusat data bagi Pemerintah Kota

Probolinggo dalam menyusun perencanaan pembangunan.

Gambar 5.15 : Kantor Kelurahan Kedungasem Kec. Wonoasih

Sumber : Dokumentasi Peneliti

162

Gambar 5.16 : Menu aplikasi SIAKEL

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Gambar 5.17 : Menu aplikasi SIAKEL

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pelaksanaan Masterplan E-Government dalam bentuk inovasi pelayanan

di kelurahan yang dilaksanakan harus juga dapat memperbaiki pelayanan yang telah

dilaksanakan selama ini. Sejak diterbitkannya Peraturan Walikota Probolinggo

163

Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan E-Government Tahun 2010-2029,

pengembangan teknologi informatika dalam pelayanan di kelurahan terus

dilakukan. Pembangunan jaringan internet mulai dilaksanakan mulai tahun 2011

terhadap 29 kelurahan yang ada di Kota Probolinggo, termasuk juga Kelurahan

Kedungasem Kecamatan Wonoasih sebagai lokasi dalam penelitian ini.

Pembangunan jaringan ini penting karena karateristik jangkauan sinyal yang dapat

diakses tiap kelurahan tidak sama. Akses jaringan yang kurang terkoneksi dengan

baik akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pelayanan yang ada di kelurahan.

Selain pembangunan jaringan yang ada di kelurahan, yang perlu dilaksanakan

adalah pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan dalam

proses pelayanan.

Perkembangan pelaksanaan pelayanan di kelurahan dengan berbasis pada

pemanfaatan teknologi informatika terus berkembang, selain itu masyarakat juga

menuntut perbaikan kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh kelurahan. Sampai

dengan tahun 2011 perkembangan E-Government di Kota Probolinggo khususnya

di kelurahan masih sebatas pembangunan jaringan dan penguatan jaringan internet.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Ekosistem

E-Governmnt AP, bahwa:

“ Perkembangan teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan sampai dengan tahun 2011 hanya sebatas pada pembangunan jaringan internet, belum sampai pada penggunaan aplikasi dalam proses pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sistem yang ada belum terintegrasi dalam format pelayanan yang ada. Integrasi format pelayanan diperlukan agar ada kesamaan format tiap kelurahan”. ( Wawancara, tanggal 3 April 2017).

Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi bapak MH

terkait perkembangan teknologi informatika dalam pelayanan di kelurahan, sebagai

berikut:

164

“ Sampai dengan tahun 2011, di kelurahan sudah terkoneksi dengan jaringan

internet. Namun demikian untuk sistem pelayanan yang terintegrasi dalam sebuah

aplikasi dan terhubung dengan server (online) yang ada di Kominfo belum dapat

dilaksanakan. Faktor jaringan dan perangkat yang ada belum memungkinkan untuk

dapat dilaksanakan”. ( Wawancara, 3 April 2017).

Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan di kelurahan terus

mendapatkan prioritas dan perbaikan dari Pemerintah Kota Probolinggo melalui

Dinas Komunikasi dan Informatika. Hal ini juga dialami oleh Kelurahan

Keduangasem Kecamatan Wonoasih. Letak Kelurahan Kedungasem Kecamatan

Wonoasih yang terletak di wilayah selatan Kota Probolinggo, karateristik wilayah

dengan akses jaringan yang selama ini agak lemah. Pengembangan jaringan dan

perangkat yang mendukung pelaksanaan pelayanan dengan berbasis pada

penggunaan teknologi informasi. Penguatan jaringan terus dilakukan dalam rangka

akses yang lebih baik. Sampai dengan tahun 2013 tipologi jaringan di kelurahan

yang digunakan terus ditingkatkan, salah satunya adalah peningkatan kualitas

jaringan menjadi sebagai berikut:

1. Wireless/Radio pada spektrum 5 GHz unlicensed :

a. 500 Mbps Backhaul throughput

b. 50 Mbps CPE & Bridge throughput

2. Model Akses :

a. Backhaul : sebagai backbone untuk menjembatani koneksi antar Base

station.

b. Base Station : sebagai relay point yang menghubungkan antar

perangkat pelanggan/CPE (Customer Premises Equipment)

165

c. CPE : sebagai end point jaringan dimana perangkat ini digunakan

sebagai gerbang/gateway disisi pelanggan untuk mendapatkan koneksi

ke jaringan utama

3. Wired/Kabel dengan teknologi Cat 6 & Singlemode :

a. Fiber optic 1310nm Singlemode, 1000BaseF.

b. Rata-rata 1 Gbps backbone & bridge throughput

Namun demikian perkembangan E-Government dalam pelaksanaan

pelayanan di Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih masih belum sesuai

dengan harapan. Dengan jaringan yang sudah dibangun oleh Dinas Komunikasi dan

Informatika dalam pelaksanaan sistem informasi di kelurahan, masih adanya

kelemahan. Salah satu yang sudah dijelaskan, bahwa tipologi wilayah Kelurahan

Kedungasem yang berada di selatan Kota Probolinggo, kurang menguntungkan

dalam mendapat jangkauan jaringan internet. Pada tahun 2015 melalui Dinas

Komunikasi dan Informatika, dilaunching Sistem Informasi Administrasi

Kelurahan (SIAKEL). Karateristik sistem informasi ini dengan memanfatkan

jaringan internet yang ada di kelurahan dalam operasionalnya. Namun demikian

karena sistem informasi ini dalam operasionalnya menggunakan jaringan yang ada

di Kelurahan Kedungasem, dengan melihat lokasi Kelurahan Kedungasem,

koneksitanya masih kurang baik. Kondisi jaringan kadang-kadang tidak bisa

dijangkau sehingga dengan kondisi demikian pelayanan di Kelurahan Kedungasem

dengan berbasis pada SIAKEL tidak dapat dilaksanakan, sehingga pelayanan

kembali pada input data secara manual. Hal ini sesuai apa yang disampaikan oleh

Lurah Kedungasem bapak CH sebagai berikut:

“ Sudah 3 (dua) bulan , mulai bulan Oktober 2016 sampai dengan Desember 2016, kondisi jaringan internet yang ada di Kelurahan Kedungasem kurang stabil. Sering

166

jaringan internet yang ada tidak bisa terhubung dengan SIAKEL sehingga pelaksanaan pelayanan kembali pada sistem manual. Hal ini jelas menghambat pelaksanaan pelayanan dengan berbasis pada SIAKEL. Beberapa kali masalah jaringan ini disampaikan dalam rapat koordinasi monitoring pelaksanaan SIAKEL, namun demikian perbaikan yang sudah dilakukan belum maksimal, sehingga setelah beberapa minggu diperbaiki jaringan yang ada tidak bisa terkoneksi kembali dengan SIAKEL. Perlu dilakukan pemetaan terkait masalah jaringan yang ada”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).

Selain masalah jaringan diatas, hambatan yang sering dialami adalah peralatan yang

ada di Kelurahan Kedungasem beberapa kali mengalami kerusakan. Hal ini

dimungkinkan karena kondisi peralatan yang ada, seperti komputer, laptop dan

printer yang ada kurang memadai, baik dari sisi spesifikasi alat atau umur

ekonomisnya yang sudah kadaluarsa.

Tabel 5.4 Daftar Peralatan Kerja Dalam Pengembangan Sistem Informasi Di Kelurahan Kedungasem

No. Nama Peralatan Tahun Pengadaan Ket.

1. Komputer 2010

2. Personal computer intel / Processor Core i3 –

2100

2011

3. Printer canon MP258+modif

2011

4. Web camera V-Gen 2011

5. Hardisk 2011

6. Komputer PR INTEL CORE 2 DUO 1.86 G, ME

6300 TRY

2014

7. Scanner HP Tipe Scan Jet 7400 C

2014

8. UPS/Stabilizer 2014

9. Laptop DELL Latitude E6320 Intel Core i5-

2520M Processor (2.5GHz, Cache 3MB)

Intel QM67, 4GB DDR3, DVD/RW, Anti glare LED

2014

Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo ( Data diambil dari Sistem Informasi Manajemen Barang Milik

Daerah/SIMDA-BMD Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo, Kartu Inventaris Barang/KIB-B, kondisi data Desember 2016)

167

Kondisi peralatan yang kurang memadai ini juga disampaikan oleh Lurah

Kedungasem bapak CH, sebagai berikut:

“ Peralatan yang digunakan dalam pelayanan administrasi di Kelurahan

Kedungasem kondisinya sebagian besar kurang memenuhi spesifikasi. Ditambah

pengadaan yang dilakukan tidak bisa setiap tahun dilaksanakan. Selain itu sebagian

peralatan yang ada hasil pengadaan beberapa tahun yang lalu, kondisinya sudah

beberapa kali mengalami kerusakan”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).

Kualitas peralatan di Kelurahan Kedungasem saat ini masih kurang memenuhi

kebutuhan yang layak bagi pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Peralatan

yang tidak didukung dengan kualitas akan berpengaruh terhadap kelancaran proses

pelayanan kepada masyarakat.

2. Sumber Daya Manusia Kurang Memadai

Faktor manusia sebagai pelaksana dalam suatu kegiatan sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hal ini karena

manusia sebagai pengendali dalam melakukan kegiatan. Kualitas sumber daya

manusia yang tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan akan berdampak pada

hasil yang akan dicapai. Dalam implementasi sebuah kebijakan faktor sumber daya

manusia sangat penting untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Dalam

pelaksanaan pelayanan administrasi di Kelurahan Kedungasem beberapa kali

mengalami pengaduan kurang puas dari masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa

penyebab seperti : staf yang bertugas dalam pelaksanaan pelayanan kurang cakap

dalam menggunakan aplikasi yang ada sehingga pemohon lama menunggu

selesainya permohonan yang diajukan, kurang respon terhadap permohonan yang

diajukan masyarakat, kurang ramah, kurang motivasi kerja, sering meninggalkan

kantor dan tidak cakap dalam mengoperasikan komputer. Kualitas sumberdaya

168

manusia yang ada di Kelurahan Kedungasem ini juga diakui oleh Lurah

Kedungasem bapak CH melalui wawancara yang dilakukan, sebagai berikut:

“Aparatur yang ada di Kelurahan Kedungasem memang secara kualitas kurang memenuhi syarat. Dengan beban kerja di kelurahan dibanding jumlah personil yang ada tidak sebanding. Ditambah lagi tidak semua personil bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Persepsi bahwa kelurahan tempat bagi orang-orang yang bermasalah masih berjalan sampai saat ini. Hanya ada beberapa personil di Kelurahan Kedungasem yang bisa mengoperasikan komputer dan aplikasi SIAKEL”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).

Gambar 5.18 : Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem Sumber : Dokumentasi Peneliti

Gambar 5.19 : Pelaksanaan Pelayanan oleh staf Kelurahan Kedungasem Sumber : Dokumentasi Peneliti

169

Dengan keterbatasan personil yang cakap dalam melaksanakan pelayanan

kepada masyarakat, menjadi beban bagi kelurahan. Tuntutan dan harapan

bagaimana kelurahan dapat memberikan pelayanan yang baik perlu diimbangi

dengan penempatan personil yang secara individu mempunyai kecakapan dan

motivasi kerja tinggi. Masalah sumberdaya yang ada di Kelurahan Kedungasem ini

juga menjadi perhatian beberapa pengurus RW dan RT. Sebagaimana disampaikan

oleh Ketua RT 02 Kelurahan Kedungasem bapak S bahwa:

“ Beberapa warga di RW 02 Kelurahan Kedungasem pernah menyampaikan keluhan terkait dengan personil yang tugaskan untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kadang-kadang petugas pelayanan tidak paham format surat keterangan atau surat pengantar yang diajukan oleh masyarakat. Ditambah dengan petugas kurang cakap dalam mengoperasikan komputer dan aplikasi yang ada. Sebenarnya dengan SIAKEL yang sudah berjalan mulai tahun 2015, petugas yang ada di pelayanan akan lebih mudah dalam menginput data. Namun demikian petugas kadang-kadang masih bingung dalam menggunakan aplikasi”. (Wawancara, tanggal 7 April 2017).

Tabel 5.5 Data Personil Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih

Berdasarkan Pendidikan Dan Status Kepegawaian

No. Jabatan/jumlah

personil Pendidikan

Status Kepegawaian

1. Lurah SI PNS 2. Seklur SI PNS 3. Kasi Pemmas SI PNS 4. Kasi Pemerintahan SLTA PNS 5. Kasi Pelayanan SLTA PNS 6. 4 orang Staf SLTA PNS 7. 3 orang Staf SLTA Pegawai Tidak

Tetap (PTT

Sumber : Kantor Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota

Probolinggo

Bimbingan teknis yang dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika

secara periodik sudah dilakukan, namun kesalahan-kesalahan prosedur dalam

penggunaan aplikasi SIAKEL masing sering terjadi. Pembinaan dari kecamatan

170

juga sudah dilakukan, namun demikian peningkatan kemampuan personil yang

mempunyai tugas di pelayanan belum nampak. Sebagaimana disampaikan

Sekretaris Kecamatan Wonoasih bapak SN terkait para personil yang ada di

Kelurahan Kedungasem sebagai berikut:

“Dari beberapa staf Kelurahan Kedungasem, hanya 2 orang yang bisa dikatakan punya kemampuan dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi SIAKEL. Hal ini menjadi masalah apabila yang bersangkutan diberikan tugas lain atau masih mengerjakan tugas lain, pengganti yang ada di pelayanan masih bingung dalam menjalankan aplikasi SIAKEL. Sehingga masyarakat yang mengajukan permohonan surat keterangan dan surat pengantar harus menunggu personil yang mampu menggunakan SIAKEL. Kedepan perlu adanya penambahan personil yang mempunyai kemampuan dan paham untuk menjalankan aplikasi yang ada”. (Wawancara, tanggal 9 April 2017).

Penempatan personil di kelurahan yang memenuhi kualifikasi dan mempunyai

kemampuan dalam melaksanakan tugas akan membantu kelancaran pelaksanaan

tugas di kelurahan, khususnya dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat

dengan berbasis pada sistem informasi yang ada. Demikian juga personil yang ada

di Kelurahan Kedungasem, kedepan diharapkan ada penambahan personil atau

penempatan personil yang mampu dalam menjalankan fungsi pelayanan dan cakap

dalam mengoperasikan peralatan dan sistem informasi yang ada.

3. Anggaran Kurang Memadai

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4

Tahun 2012 yang diganti dengan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 7

tahun 2016, Kedudukan kelurahan adalah dibawah kecamatan dan Lurah

bertanggungjawab kepada Camat dalam melaksanakan tugasnya. Posisi kelurahan

secara kedudukan organisasi dibawah kecamatan, namun demikian posisi kelurahan

sangat strategis karena sebagai unit organisasi yang melaksanakan pelayanan

kepada masyarakat. Dalam implementasi Masterplan E-Government di kelurahan

171

harus ada kebijakan terkait anggaran yang ada di kelurahan sehingga alokasi yang

diberikan dapat melaksanakan kebijakan sebagaimana tersebut diatas. Interaksi

yang dilakukan kelurahan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari adalah interaksi

langsung dengan masyarakat baik pada saat proses pelayanan masyarakat dan

pembinaan masyarakat di wilayah kelurahan. Namun demikian dengan beban tugas

yang besar dan langsung berinteraksi dengan masyarakat, tidak diikuti dengan

alokasi anggaran yang memadai. Dengan kedudukan dibawah kecamatan, saat ini

kelurahan hanya mengelola anggaran operasional yang melekat kepada satu

kegiatan saja. Belum ada kebijakan keuangan yang mengatur anggaran untuk

pelaksanaan kebijakan didaerah seperti pelaksanan Masterplan E-Government di

kelurahan. Permasalahan anggaran yang ada ditambah lagi dengan mekanisme

penganggaran yang tidak memperhatikan beban kerja tiap kelurahan, luas wilayah

dan jumlah penduduk yang ada. Alokasi anggaran kelurahan yang tidak memadai

dibanding dengan aktivitas yang dilaksanakan oleh kelurahan. Kondisi ini juga

dialami oleh Kelurahan Kedungasem. Masalah anggaran ini juga disampaikan oleh

Lurah Kedungasem CH sebagai berikut:

“ Anggaran yang ada dan dikelola oleh kelurahan adalah anggaran operasional

perkantoran. Dalam anggaran tersebut tidak ada pagu anggaran yang digunakan

untuk membuat kegiatan yang bersifat inovasi pelayanan. Kondisi demikian

membatasi kelurahan manakala akan membuat inovasi dalam pelayanan. Minimnya

anggaran berakibat pada kelancaran pelaksanaan pelayanan di kelurahan. Manakala

ada kerusakan pada peralatan yang digunakan dalam pelayanan, karena anggaran

yang ada sangat minim, kerusakan tersebut tidak bisa langsung dilaksanakan, masih

menunggu pengajuan Uang Persediaan/Uang Panjar”. (Wawancara, 10 April 2017).

172

Gambar 5.20 : Proses penatausahaan keuangan di Kel. Kedungasem

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Proses penganggaran kegiatan yang ada di kelurahan harus

memperhatikan indikator-indikator yang sudah dijelaskan diatas seperti banyaknya

pelayanan yang dilakukan, jumlah penduduk dan luas wilayah. Dengan kondisi

kelurahan sebagai bagian dari kecamatan, harus ada komitmen dari Pemerintah

Kota Probolinggo terkait anggaran yang ada di kelurahan. Kelurahan sebagai

cermin atau gambaran kecil dari pelayanan yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Kota Probolinggo. Dengan kebijakan terkait dengan Masterplan E-Government di

Kota Probolinggo, harus ada perencanaan dan perhitungan yang matang untuk

mendukung pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan, khususnya anggaran

untuk kelurahan. Anggaran yang ada di kelurahan diharapkan dapat menjamin

terselenggaranya pelaksanaan pelayanan dengan baik. Dengan ditetapkannya

SIAKEL sebagai sebuah sistem pelayanan di kelurahan, diharapkan ada

peningkatan pagu anggaran yang digunakan untuk biaya pemeliharaan peralatan

yang digunakan untuk mendukung pelayanan di kelurahan.

173

Tabel 5.6 Uraian Belanja Anggaran Kelurahan

Program : Pemantapan Otonomi Kota

Kegiatan : Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah

Kelurahan Kedungasem

No. Uraian Belanja Ket. 1. Honorarium Pelaksana Kegiatan

2. Belanja Alat Tulis Kantor

3. Belanja Alat Listrik dan Elektronik

4. Belanja Perangko, Materai dan Benda Pos

5. Belanja Alat kebersihan dan Bahan Pembersih

6. Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas

7. Belanja Peralatan dan Perlengkapan Kantor Habis

Pakai

8. Belanja Telepon

9. Belanja Listrik

10. Belanja Surat Kabar/Majalah

11. Belanja Dekorasi

12. Belanja Pembuatan Spanduk/Banner/Umbul-

umbul

13. Belanja Penggantian Suku Cadang

14. Belanja Oli/Pelumas

15. Belanja Sewa Sarana Mobilitas Darat

16. Belanja Sewa Meja dan Kursi

17. Belanja Sewa Generator

18. Belanja Sewa Tenda/Panggung

19. Belanja Sewa Sound System

20. Belanja Sewa Lampu dan Alat-alat Listrik

21 Belanja Makanan dan Minuman Kegiatan

22 Belanja pakaian Dinas Harian

23 Belanja Pakaian Batik Tradisional

24 Belanja Transport Lokal/Uang Saku

25 Belanja Pemeliharaan Gedung Kantor

26 Belanja Pemeliharaan Alat-alat Kantor

27 Belanja Modal Peralatan dan Mesin-Pengadaan

Alat Kantor Lainnya

Dilaksanakan

oleh Kecamatan

Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo

(Data diambil dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Kelurahan Kedungasem tahun Anggaran 2016)

174

Tabel Tabel 5.7 Pagu Anggaran Kelurahan Kedungasem

Dan Realisasi Anggaran

No. Tahun

Anggaran

Pagu Anggaran

(Rp.)

Realisasi

Anggaran

(Rp.)

Ket.

1 2013 125.000.000 124.559.315

2 2014 131.400.000 130.254.848

3 2015 131.400.000 97.572.448

4 2016 152.856.000 142.873.750

Sumber : Kantor Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo ( Data diambil

dari laporan realisasi anggaran Kelurahan Kedungasem mulai

Tahun Anggaran 2013 s.d 2016)

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Implementasi Kebijakan Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

5.2.1.1Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government

Komunikasi yang telah dijalin oleh Kepala Dinas Komunikasi dan

Informatika dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government sudah

dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Konsultasi kepada Ibu walikota

Probolinggo dan Sekretaris Daerah terkait dengan pelaksanaan Masterplan

E-Government dilaksanakan rutin oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika.

Hal sesuai apa yang disampaikan oleh Wahab (1991) yang menyatakan bahwa

implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau

penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan

menjadi kesepakatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan

(stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur dan teknik secara

sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan kearah

175

tertentu yang dikehendaki. Rapat koordinasi juga dilakukan oleh Dinas

Komunikasi dan Informatika dalam rangka menyusun agenda kegiatan dan

membuat solusi penyelesaian masalah yang terjadi dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government. Rapat koordinasi juga melibatkan Lurah dalam rangka

mendapat masukan-masukan terkait dengan pelaksanaan sistem informasi yang ada

di kelurahan, termasuk terkait dengan penggunaan SIAKEL dalam pelayanan di

kelurahan. Rapat koordinasi harus selalu dilaksanakan karena pelayanan yang ada

di kelurahan khususnya SIAKEL masih sering mengalami hambatan, misalnya

jaringan yang diguankan tiba-tiba tidak terkoneksi dengan baik ataupun aplikasi

yang ada tidak bisa digunakan karena ada kerusakan. Selain itu rapat koordinasi

juga dimaksudkan untuk membentuk kedekatan dengan kelurahan, sehingga

apabila ada kerusakan terkait dengan sistem informasi yang ada, kelurahan tidak

akan kesulitan untuk melakukan perbaikan. Grindle (Winarno, 2014: 146)

memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa

secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang

memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu

kegiatan pemerintah. Oleh karena itu tugas implementasi mencakup terbentuknya “

a policy delivery system “ dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan

dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.

Namun demikian hasil konsultasi yang didapat, manakala

ditranformasikan dalam bentuk perintah tindaklanjut kepada bawahan, khususnya

yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika, seringkali bawahan tidak dapat

memahami perintah tersebut. Kegiatan yang seharusnya segera dilaksanakan,

karena kekurang pahaman bawahan sehingga kegiatan tersebut tidak segera

176

ditindaklanjuti. Sehingga manakala perintah tersebut akan dilaksanakan, masih

sering staf yang diberikan tugas masih belum bisa melakanakan sesuai tugas yang

diperintahkan. Hal ini akan menjadi kendala manakala perintah tersebut harus

segera dilaksanakan. Kepala Dinas masih harus mengulang perintah yang sudah

disampaikan, sehingga waktu yang ditentukan habis untuk menjelaskan perintah

kepada bawahan. Hal yang paling mendasar adalah tidak tersusunnya dengan baik

agenda kegiatan yang harus dilaksanakan. Hal ini juga dialami oleh kelurahan,

manakala ada kerusakan terutaman terkait koneksitas jaringan yang digunakan,

manakala tidak segera diperbaiki maka pelayanan di kelurahan akan berhenti.

Kendala yang menyangkut petugas yang menangani kerusakan yang ada di

kelurahan tidak segera memperbaiki kerusakan yang ada di kelurahan menunjukkan

bahwa belum terkoordinirnya dengan baik dalam rangka menindaklanjuti perintah

atasan. Lebih lanjut Wibawa dkk (1994) memberikan pendapat bahwa keseluruhan

proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang

semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan juga dana telah

dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.

Rapat koordinasi yang dilaksanakan dengan leading sector Dinas

Komunikasi dan Informatika untuk menyamakan persepsi dan menyelaraskan

usulan-usulan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun agenda kegiatan

dalam rangka mengimplementasikan kebijakan Masterplan E-Government yang

diterjemahkan kedalam kegiatan operasional yang lebih teknis sering dilakukan.

Rapat koordinasi terkait dengan pengembangan teknologi informasi yang

menghadirkan dinas teknis yang mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat.

Rapat koordinasi ini untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai, salah satunya

177

adalah integrasi, sinkronisasi dan sinergi program dan kegiatan yang terkait dengan

implementasi Masterplan E-Government. Namun demikian dalam rapat koordinasi

masih sering yang hadir bukan kepala Organisasi Perangkat Daerah tetapi

diwakilkan kepada staf yang kurang menguasai terkait dengan pelaksanaan

Masterplan E-Government. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu jadwal rapat

koordinasi yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika jadwalnya

bersamaan dengan dinas lain yang melaksanakan kegiatan teknis. Selain itu

masalah komitmen masih menjadi kendala. Komitmen sangat penting dalam

pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Pimpinan yang baik harus

mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban yang harus

dijalankan. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Van Dyne dan Graham

(Muchlas, 2008) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai

ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis),

biasanya cendrung lebih komit. Kehadiran pimpinan Organisasi Perangkat Daerah

sangat dibutuhkan manakala dalam rapat koordinasi tersebut harus diambil

keputusan-keputusan yang bersifat segera dan strategi. Manakala yang hadir bukan

pimpinan langsung, staf yang ditugaskan untuk mewakili tidak akan berani

mengambil keputusan, sehingga agenda yang akan dilaksanakan tidak dapat

langsung dijalankan tetapi masih menunggu pimpinan yang hadir sendiri, sehingga

keputusan-keputusan yang bersifat segera dan strategis segera dapat diambil dan

agenda kegiatan dapat segara dilaksanakan.

Terkait dengan komitmen dalam pelaksanaan kegiatan, perlu dibangun

tidak hanya dalam level bawahan namun demikian harus dibangun pada level

178

pimpinan. Faktor pimpinan menjadi kunci dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.

Dalam rapat koordinasi harus ada kesadaran dari para pimpinan yang terkait dengan

implementasi Masterplan E-Government, bahwa rapat tersebut penting dalam

rangka pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Komunikasi penting dilakukan

dalam rangka kelancaran pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

Sebagaimana teori dari Wahab (1991) yang digunakan dalam pembahasan ini

bahwa setelah kebijakan ada maka harus dilaksanakan (dioperasionalkan) dalam

rangka mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Konsultasi dan rapat koordinasi

merupakan bentuk operasional dalam implementasi kebijakan. Keputusan yang

diambil dalam rapat koordinasi merupakan kesepakatan bersama antara pihak-

pihak yang mempunyai kepentingan dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government di Kota Probolinggo. Teori Grindle (Winarno, 2014: 146) juga

mendukung teori yang disampaikan oleh Wahab (1991), dimana implementasi

kebijakan merupakan kaitan (linkage) salah satunya dalam pelaksanaan rapat

koordinasi, dimana keputusan-keputusan yang dihasilkan untuk mencapai tujuan

dari Masterplan E-Government. Selanjutnya pembahasan menggunakan teori dari

Wibawa dkk (1994) dimana rapat koordinasi merupakan kegiatan yang dilakukan

dalam rangka menyusun keputusan-keputusan strategis dalam rangka mewujudkan

tujuan dari kebijakan tersebut. Kegiatan rapat koordinasi juga harus disertai dengan

komitmen yang kuat dari pimpinan organisasi yang terkait dengan implementasi

kebijakan Masterplan E-Government, sehingga dalam rapat koordinasi sebagai

bentuk dari komunikasi yang dibangun dapat disusun agenda kegiatan dalam

rangka implementasi kebijakan Masterplan E-Government. Dari beberapa

penjelasan diatas, dari teori-teori yang digunakan dalam pembahasan dapat

179

disimpulkan bahwa teori-teori tersebut mempunyai relevansi dan saling

menyempurnakan dan mendukung dari teori yang lain sebagaimana disebutkan

diatas.

5.2.1.2 Sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government

1. Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah Dalam

Implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo

Renstra merupakan proses yang berorientasi kepada hasil yang ingin

dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dengan

memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin

timbul. Rencana Strategis mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, serta cara

pencapaian yang realistis untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Pada

penelitian ini Dinas Komunikasi dan Informatika sudah menyusun Rencana

Strategis (Renstra) sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014-2019. Renstra yang disusun ini

merupakan rencana strategis dalam mendukung implementasi Masterplan

E-Government yang telah diususun. Dalam dokumen Renstra ini juga ditetapkan

visi dan misi Dinas Komunikasi dan Informatika, termasuk sasaran dan strategi

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Renstra tersebut juga

termasuk didalamnya kebijakan implementasi Masterplan E-Government yang

akan dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika. Dari visi dilanjutkan

dengan menetapkan misi yang akan dilaksanakan, kemudian Dinas Komunikasi dan

Informatika menetapkan tujuan organisasi sebagai penjabaran misi yang terkait

dengan Masterplan E-Government, antara lain:

180

1. Mencetak aparatur pemerintah sebagai SDM yang handal dalam pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi;

2. Meningkatkan pelayanan administrasi yang berbasis teknologi;

3. Menumbuhkembangkan kerja sama dan kemitraan strategis dengan

seluruh pemangku kepentingan di bidang Komunikasi, Pos dan

Telekomunikasi;

4. Mewujudkan infrastruktur sarana prasarana telematika secara merata dan

berkualitas.

Tujuan yang ada dalam dokumen Renstra merupakan panduan Dinas

Komunikasi dan Informatika dalam mewujudkan kebijakan yang sudah ada terkait

pelaksanaan Masterplan E-Government. Sinergi antara kebijakan yang telah ada

dengan tujuan yang akan dicapai memberikan gambaran bahwa Dinas Komunikasi

dan Informatika berusaha untuk mewujudkan beberapa tujuan dalam Renstra terkait

dengan Masterplan E-Government. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh

Wahab (1991), yaitu: implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk

pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan

berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam

pemangku kepentingan (stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat),

prosedur dan teknik secara sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna

menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Terkait dengan tujuan

yang akan dicapai, tentunya tidak lepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi

oleh Dinas Komunikasi dan Informatika. Hambatan-hambatan ini harus

diminimalisir agar tujuan yang akan dicapai dapat terwujud sesuai waktu yang

181

ditentukan dalam Renstra. Hal sesuai dengan apa yang sampaikan oleh Carl

Fredrich dalam Wahab (1991:3) yaitu:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan

dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk

mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Selama penelitian yang dilakukan, dalam proses implementasi Masterplan

E-Government termasuk implementasinya di kelurahan ini sudah ada sinergitas

dari bidang-bidang dalam struktur organisasi yang ada dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dalam Renstra yang ada. Namun demikian perlu adanya penguatan-

penguatan terhadap bidang yang menangani langsung masalah pelaksanaan

Masterplan E-Government, sehingga nantinya dalam perencanaan anggaran,

kegiatan dan program, dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dalam kerangka

pengembangan E-Government. Dibutuhkan strategi dan sasaran yang sudah

tersusun dengan baik. Strategi yang telah ada dalam Renstra Dinas Komunikasi dan

Informatika harus dapat diimplementasikan agar dapat mengatasi hambatan-

hambatan dalam implementasi Masterplan E-Government. Dengan demikian

diperlukan manajemen dalam melaksanakan Renstra yang telah disusun sehingga

dapat diwujudkan tujuan dan sasaran kebijakan khususnya dalam pelaksanaan

Masterplan E-Government. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Riant

Nugroho (2004:163) bahwa model implementasi kebijakan menggambarkan

pelaksanaan atau implementasi kebijakan di dalam konteks manajemen berada di

dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah

182

dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan

kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan pengendalian

pelaksanaan tersebut. Secara rinci kegiatan didalam manajemen implementasi

kebijakan dapat disusun melalui implementasi strategi, pengorganisasian,

penggerakkan dan kepemimpinan, pengendalian. Lebih lanjut Riant Nugroho

(2004:163) menyatakan bahwa:

“ Faktor – faktor implementasi kebijakan dilaksanakan dalam sekuensi manajemen

implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan di kelola dalam tugas-tugas :

1. Pertama adalah Implementasi strategi yaitu kebijakan dapat langsung

dilaksanakan atau memerlukan kebijakan turunan sebagai kebijakan

pelaksanan. Adapun konsep-konsepnya sebagai berikut :

a. Menyesuaikan struktur dengan strategi;

b. Melembagakan strategi;

c. Mengoperasionalkan strategi;

d. Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi.

2. Kedua pengorganisasian yaitu merumuskan prosedur implementasi, yang

diatur dalam model dasar mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan

dengan konsep-konsepnya:

a. Desain organisasi dan struktur organisasi;

b. Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan;

c. Integrasi dan koordinasi;

d. Perekrutan dan penempatan sumber daya manusia;

e. Hak, wewenang dan kewajiban;

f. Pendelegasian;

g. Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya

manusia;

h. Budaya organisasi.

Misi yang telah ditetapkan dalam renstra harus dapat membawa

konsekuensi sesuai dengan tujuan yang ada didalamnya. Pelaksanaan misi

diharapkan dapat bersinergi dengan tujuan yang ada dalam Masterplan

E-Government, sehingga dapat diwujudkan pengembangan bidang komunikasi dan

informatika dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk

melaksanakan misi-misi yang terkait dengan implementasi kebijakan Masterplan

E-Government yang ada, diperlukan juga strategi-strategi dalam meghadapi

183

hambatan-hambatan dalam menjalankan misi tersebut. Demikian juga dalam

implementasi Masterplan E-Government di kelurahan. Diperlukan strategi yang

dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasinya.

Dengan melihat kedudukan kelurahan dalam tahapan pelayanan di Kota

Probolinggo. Sebagian besar pelayanan yang dilaksanakan berawal dari pelayanan

di kelurahan, tidak terkecuali dalam penyusunan data yang diperlukan dalam proses

pembangunan di Kota Probolinggo. Pembangunan dan pengembangan teknologi

informatika dalam pelayanan di kelurahan akan berdampak pada kualitas pelayanan

yang ada. Dalam pembahasan ini menggunakan teori dari wahab (1991) dimana

kebijakan merupakan penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan

undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama prosedur dan teknik secara

sinergitas untuk menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki. Rencana

strategis (Renstra) merupakan salah satu sumber yang berpengaruh dalam

implementasi kebijakan Masterplan E-Government. Renstra merupakan kebijakan

kepala daerah terpilih yang akan dilaksanakan. Muatan-muatan dalam renstra

termasuk didalamnya strategi dan hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan. Hal

ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Carl Fredrich dalam Wahab (1991:3)

digunakan dalam pembahasan yang terkait dengan renstra, hambatan-hambatan

tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan

sasaran yang diinginkan. Renstra yang sudah dibuat dilaksanakan dengan konteks

manajemen yang baik sehingga tujuan dari kebijakan khususnya dalam

implementasi Masterplan E-Government. Dari pernyataan yang disampaikan diatas

dapat dilihat adanya relevansi antara rencana strategis, operasional kebijakan dan

manajemen yang dijalankan.

184

2 Tugas Pokok Dan Fungsi Dalam Mendukung Implementasi Masterplan

E-Government

Penetapan tugas pokok dan fungsi atas suatu unit organisasi menjadi

landasan hukum unit organisasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai

rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di

lapangan. Fungsi suatu lembaga atau institusi formal adalah adanya kekuasaan

berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang dalam kedudukannya di dalam

organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bidang tugasnya masing-

masing. Fungsi lembaga atau institusi disusun sebagai pedoman atau haluan bagi

organisasi tersebut dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan organisasi.

Fungsi berkaitan erat dengan wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan suatu

tindakan hukum publik, atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan

bertindak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

melakukan hubungan-hubungan hukum. Sesuai hasil penelitian yang disampaikan

diatas bahwa Organisasi Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan

fungsi dalam pengembangan E-Government di Kota Probolinggo adalah Dinas

Komunikasi dan Informatika. Sebelumnya pelaksanaan tugas dan fungsi terkait

implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo dilaksanakan oleh

pejabat setingkat kepala seksi (eselon IV/a) pada BAPPEDA Kota Probolinggo,

namun dengan adanya Masterplan yang telah ditetapkan dan perubahan urusan,

Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membentuk organisasi yang menangani

komunikasi dan informatika secara mandiri. Dengan dibentuknya organisasi

sebagai pelaksana implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo,

dimana salah satu unsur yang melekat adalah tugas pokok dan fungsi sebuah

185

organisasi, diharapkan dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi dari

organisasi harus diwujudkan dalam tindakan-tindakan dalam mencapai tujuam dan

target yang telah ditetapkan. Hal ini sebagaimana pendapat Van Meter dan Van

Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan

publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam

kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk

mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-

keputusan kebijakan. Dalam pelaksanaannya tugas pokok dan fungsi Dinas

Komunikasi dan Informatika belum semuanya dapat diimplementasikan khususnya

Masterplan E-Government yang telah disusun. Hal ini banyak dipengaruhi oleh

beberapa faktor dalam proses perencanaan kegiatan dan anggaran. Tidak semua

fungsi-fungsi yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika dapat dilaksanakan

oleh unsur jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah dibentuk. Salah

satu faktor yang dominan adalah masalah keterbatasan anggaran. Namun demikian

dengan adanya struktur organisasi yang didalamnya melekat tugas pokok dan

fungsi masing-masing jabatan, akan memudahkan sebuah organisasi dalam

mewujudkan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam operasionalnya fungsi yang

ada harus juga dilengkapi dengan Standar Operating Procedur (SOP), sehingga

memudahkan dalam melaksanakan fungsi yang ada. Hal ini sebagaimana

disampaikan oleh Edward III dalam Budi Winarno (2008:203) bahwa SOP atau

186

prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan

internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta

keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang

kompleks dan tersebar luas. Oleh karena itu pelaksanaan tugas pokok yang

didukung oleh fungsi yang ada dalam sebuah struktur organisasi harus dapat

diwujudkan kedalam kegiatan yang akan membantu organisasi mencapai visi, misi,

tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Dari penelitian yang dilakukan ini bahwa

ada sebuah komitmen yang dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo terkait

dengan penguatan organisasi yang menangani pengembangan E-Government yang

dimulai pada Tahun 2012 yaitu dibentuknya Dinas Komunikasi dan Informatika

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012, dan pada

Tahun 2016 juga dilakukan perubahan atas kelembagaan berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Probolinggo Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan

Perangkat Daerah. Pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016, dalam rangka

percepatan dan penguatan implementasi E-Government di Kota Probolinggo,

dibentuk bidang yang fokus menangani pengembangan E-Government yaitu

Bidang Layanan E-Government yang terdiri dari: Seksi Pengembangan Aplikasi,

Seksi Pengembangan Ekosistem E-Government dan Seksi Tata Kelola

E-Government.

Komitmen yang kuat dari Pemerintah Kota Probolinggo dalam

mengimplementasikan kebijakan Masterplan E-Government, diwujudkan dalam

pembentukan organisasi yang didalamnya juga diatur tugas pokok fungsi

masing-masing bidang. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa setelah

ditetapkannya Peraturan Daerah tentang pembentukan organisasi dan perangkat

187

daerah, termasuk Dinas Komunikasi dan Informatika yang didalamnya dibentuk

Bidang Layanan e-Government yang terdiri dari Seksi Pengembangan Aplikasi,

Seksi Pengembangan Ekosistem e-Government dan Seksi Tata Kelola

e-Government, membawa harapan akan terwujudnya percepatan pelaksanaan

Masterplan E-Government di Kota Probolinggo termasuk didalamnya pelaksanaan

kebijakan tersebut di kelurahan.

Dengan tupoksi pada bidang Layanan e-Government, implementasi

Masterplan E-Government di kelurahan dapat secara sinergi diwujudkan, tidak

hanya peralatan yang mendukung pelaksanaan pelayanan di kelurahan, termasuk

juga dapat dikembangkan aplikasi dan tata kelolanya. Kewenangan yang

diwujudkan dalam tugas pokok dan fungsi organisasi sangat penting dalam

tindaklanjut kebijakan yang ditetapkan. Tugas pokok dan fungsi organisasi

merupakan kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang ditetapkan untuk ditindaklanjuti dengan tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan. Untuk memudahkan kegiatan tersebut perlu disusun

Standar Operating Procedur (SOP). Dengan demikian teori yang disampaikan oleh

Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) dan Edward III dalam

Budi Winarno (2008:203) mempunyai relevansi, dengan kata lain kegiatan yang

dilaksanakan harus dilengkapi dengan SOP agar dapat berjalan dengan lancar.

3. Kerjasama Dengan Pihak Swasta Dalam Mendukung Implementasi

Masterplan E-Government.

Dalam kepemerintahan yang baik (Good Governance) diperlukan sinergi

antara Pemerintah, masyarakat dan swasta. Peranan dunia usaha sangat strategis

188

bagi kemajuan pembangunan nasional untuk mewujudkan peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Dengan peranan yang strategis tersebut dunia usaha juga

diharapkan dapat memberikan perhatian dan kontribusinya bagi kemajuan

pembangunan yang dilaksanakan. Peranan swasta ini sejalan dengan pendapat

Goffrey R. Njeru (dalam Soeprapto, 2003), bahwa Good Governance pada

esensinya merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut

kesepakatan pengaturan negara, yang diciptakan bersama oleh pemerintah,

masyarakat dan sektor swasta. Dalam rangka mewujudkan kesepakatan negara

tersebut dibangun sebuah mekanisme kemitraan agar masing-masing pihak dapat

menentukan besarnya peran serta yang diambil dalam interaksi diantara ketiganya.

Interaksi yang terjadi diantara ketiga aktor dalam Good Governance seringkali

dibungkus dalam kerangka partnership (kemitraan) terutama dalam upaya

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan publik, pelayanan publik dan barang-barang

publik. Sejalan dengan interaksi yang dibangun dalam tata pemerintahan yang baik,

ide dasar partnership muncul untuk menciptakan kerangka kerja praktis yang

efektif dan efisien antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam rangka

memperkuat dan memperkenalkan permasalahan dalam pembangunan.

Dalam penelitian ini, dalam rangka implementasi Masterplan

E-Government di Kota Probolinggo, sudah dilakukan kerjasama dengan pihak

swasta yaitu dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT. INDOSAT Tbk.

Untuk kerjasama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. hanya sebatas

kerjasama antara penyedia layanan dan pengguna layanan, sedangkan dengan

PT. INDOSAT Tbk. sudah ada kerjasama strategis yang saling menguntungkan

antar kedua belah pihak. Kerjasama tersebut sudah diikat dengan Kesepakatan

189

Bersama antara Pemerintah Kota Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk. dan

Perjanjian Kerjasama yang lebih bersifat teknis antara Dinas Komunikasi dan

Informatika dengan PT. INDOSAT Tbk. Dengan kerjasama yang telah dijalin

khususnya dengan PT. INDOSAT Tbk. diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

penunjang dalam implementasi Masterplan E-Government di Kota Probolinggo.

Terkait dengan kerjasama ini sependapat dengan apa yang disampaikan oleh

Grindle dalam Winarno (2014:146) terkait implementasi kebijakan, bahwa secara

umum tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang

memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu

kegiatan pemerintah. Selanjutnya juga disampaikan oleh van Meter dan van Horn

dalam Winarno (2014:146) yang membatasi implementasi kebijakan sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-

kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.

Dari penelitian yang dilakukan, untuk kerjasama dengan

PT. INDOSAT Tbk. dimulai tahun pada tahun 2016, jadi belum dapat diketahui

bagaimana jalannya kerjasama yang sudah disepakati karena belum berjalan selama

satu tahun, namun demikian Pemerintah Kota Probolinggo sudah berusaha secara

inovatif untuk mengembangkan teknologi informasi melalui kemitraan dengan

pihak swasta. Dari kerjasama ini Pemerintah Kota Probolinggo harus dapat

memanfaatkan peluang yang ada sehingga nantinya dapat bermafaat khususnya

dalam implementasi Masterplan E-Government yang sudah disusun agar

pemerintahan dengan berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dapat

diwujudkan dan berkesinambungan dalam rangka untuk memberikan pelayanan

190

kepada masyarakat yang lebih baik. Kedepan harus ada evaluasi atas kerjasama

yang sudah dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan yang sudah

ditandatangani, sehingga kerjasama tersebut tetap dapat memberikan manfaat bagi

Pemerintah Kota Probolinggo. Dari beberapa teori diatas yang digunakan dalam

pembahasan terkait dengan kerjasama yang dijalin antara Pemerintah Kota

Probolinggo dengan pihak swasta dalam implementasi kebijakan Masterplan

E-Government adanya relevansi. Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik

(Good Governance) perlu adanya keterikatan dan kerjasama dengan masyarakat

dan pihak swasta. Mekanisme kemitraan yang sudah buat menjamin masing-masing

pihak dapat menentukan besarnya peran serta yang diambil dalam interaksi diantara

ketiganya. Peran serta swasta sangat dibutuhkan dalam membantu pemerintah

daerah dalam melaksanakan kebijakannya termasuk Masterplan E-Government.

Keterkaitan antara pemerintah dan swasta juga dikuatkan oleh teori yang

disampaikan oleh Grindle dalam Winarno (2014:146) bahwa implementasi

kebijakan adalah menciptakan terkaitan (linkage) dan teori van Meter dan van Horn

dalam Winarno (2014:146) yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya.

5.2.1.3 Disposisi/sikap implementator dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government

Semangat kerja personil Dinas Komunikasi dan Informatika dalam

melaksanakan tugas-tugas dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan

E-Government sudah bagus dan dalam melaksanakan kerja sudah disertai dengan

191

agenda kerja yang sudah disusun setiap hari. Sikap posistif personil yang

melaksanakan kegiatan dalam rangka implementasi Masterplan E-Government

sangat membantu dalam pelaksanaan tugas. Hal ini dapat diwujudkan karena sudah

terjalin rasa kekeluargaan diantara para personil. Rapat staf yang dilaksanakan

secara rutin sangat membantu dalam membentuk rasa saling memiliki, saling

membantu dan ikut aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Dalam kesempatan

rapat staf tersebut semua personil diberikan untuk menyampaikan keluhan ataupun

usulan-usulan yang berkaitan dengan perbaikan dalam implementasi kebijakan

Masterplan E-Government. Semua personil harus digerakkan dalam rangka untuk

mewujudkan tujuan yang akan dicapai khususnya dalam implementasi kebijakan

tersebut. Hal ini sebagaiamna pendapat dari Dimock & Dimock (Tachjan, 2006: 28)

sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan

kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis

serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan,

perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia,

pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.

Sikap dari para pelaksana kegiatan-kegiatan implementasi Masterplan

E-Government sangat membantu kelancaran dalam pelaksanaan tugas. Ditambah

lagi motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan.

Namun demikian dengan sikap positif yang sudah berkembang dan terbina dalam

personil Dinas Komunikasi dan Informatika juga harus diimbangi dengan sistem

reward terhadap kinerja personil yang menghasilkan prestasi bagi Dinas

Komunikasi dan Informatika. Reward yang diberikan bisa berupa tambahan

penghasilan karena yang bersangkutan sudah melaksanakan pekerjaan sesuai

192

dengan target yang diberikan. Atapun memberikan personil yang berprestasi untuk

mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan melalui jalur beasiswa.

Komitmen personil dalam bekerja merupakan nilai sentral dan penting bagi

organisasi untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam rangka

mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Komitmen merupakan nilai sentral bagi

organisasi sesuai dengan pendapat dari Menurut Quest (Soekidjan, 2009) komitmen

merupakan nilai sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian

Quest (Soekidjan, 2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :

1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya

motivasi dan meningkatnya kinerja.

2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.

3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan

aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat

terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan

meningkatkan kinerja. Penggunaan teori diatas dalam pembahasan hubungannya

sangat erat sekali. Bahwa implementator kebijakan sangat dipengaruhi oleh

komitmen dalam pelaksanaannya. Komitmen juga menciptakan soliditas personil,

sehingga kebijakan yang dilaksanakan dapat diwujudkan sesuai yang diharapkan.

5.2.1.4 Struktur birokrasi Organisasi Perangkat Daerah pelaksana kebijakan

Masterplan E-Government

Dalam hasil penelitian diatas, struktur organisasi terkait dengan program

dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan

193

E-Government. Program dan kegiatan merupakan prose keberlanjutan dari tahapan-

tahapan yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD). Dari visi, misi dan tujuan yang akan diwujudkan, proses selanjutnya

adalah mengimplementasikan dalam program dan kegiatan. Komitmen dan

konsistensi Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan kebijakan yang sudah

dibuat, salah satunya dapat dilihat melalui sejauh mana program dan kegiatan

direncanakan dan dilaksanakan. Dari penelitian yang telah dilakukan, sebagai

bentuk tindaklanjut dari Renstra yang telah dibuat, Dinas Komunikasi dan

Informatika telah membuat program dan kegiatan yang terkait dengan implementasi

Masterplan E-Government. Program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka

implementasi Masterplan E-Government dalam penelitian ini dimulai pada tahun

anggaran 2013 sampai dengan Tahun Anggaran 2016. Program dan Kegiatan

sebagaimana data yang didapat dalam implementasi Masterplan E-Government

adalah:

1. Untuk Tahun Anggaran 2013 sebanyak 1 program dan 3 kegiatan

2. Untuk Tahun Anggaran 2014 sebanyak 1 program dan 6 kegiatan

3. Untuk Tahun Anggaran 2015 sebanyak 1 program dan 6 kegiatan

4. Untuk Tahun Anggaran 2016 sebanyak 1 program dan 7 kegiatan

Dari jumlah program dan kegiatan sebagaimana tersebut diatas, dapat

dilihat bahwasannya Pemerintah Kota Probolinggo melalui Dinas Komunikasi dan

Informatika berupaya untuk terus melakukan pengembangan E-Government

berdasarkan Masterplan E-Government yang sudah disusun. Dari Tahun Anggaran

2013 sampai dengan Tahun Anggaran 2016, jumlah kegiatan terus bertambah dan

alokasi anggaran terkait dengan penguatan teknologi informasi terus dilakukan.

194

Namun demikian tindaklanjut dari pelaksanaan sebuah kebijakan tidak hanya

dilihat dari jumlah program dan kegiatan, namun demikian harus dilihat sampai

dimana capaian kinerja yang ada dari target yang sudah ditentukan. Harus

dilakukan evaluasi berdasarkan indikator kinerja yang ada, sehingga setiap program

dan kegiatan dapat diketahui capaian kinerjanya setiap tahun anggaran. Diperlukan

monitoring secara periodik dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang

dilaksanakan. Selain itu juga harus dilihat keuntungan dan dampak program dan

kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Agustino

(2008:139) yang menyatakan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang

dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,

sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan

atau sasaran kebijakan itu sendiri. Pendapat ini juga sesuai dengan apa yang

disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Winarno (2014:145) untuk

implementasi Masterplan E-Government sebagai berikut: bahwa implementasi

adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan

otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang

nyata (tangible output). di Kota Probolinggo sampai dengan Tahun 2016 dilihat

dari jumlah program dan kegiatan, memang dari sisi jumlah ada peningkatan, tetapi

dampak yang ditimbulkan belum sepenuhnya sesuai dengan target yang ditentukan.

Hal ini bisa dilihat bahwa saat ini penggunaan Sistem Manajemen Informasi Daerah

(SIMDA) yang ada, baik untuk pengelolaan keuangan daerah atau pengelolaan

barang daerah belum terhubung secara online antar Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) dengan server yang ada. Sampai dengan SIMDA itu berubah menjadi Sistem

Informasi Perencanaan, Penganggaran, Pengelolaan Keuangan Daerah Terpadu

195

(SIMRAL), sistem yang ada belum sepenuhnya dapat dilakukan secara online,

masing sering terjadi hambatan dalam koneksi ataupun aplikasi yang digunakan.

Belum lagi dinas atau kantor yang melaksanakan fungsi pelayanan pencatatan data

penduduk dan pencatatan sipil yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, data

yang ada belum terkoneksi dengan data kemiskinan yang ada di Dinas Sosial.

Masih ditemukan data penduduk miskin yang ada di Dinas Sosial alamat yang

bersangkutan tidak sama dengan alamat yang ada di Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil. Artinya belum ada sinkronisasi sistem informasi yang ada di masing-

masing Organisasi Perangkat Daerah, sehingga data belum bisa diakses dalam satu

sistem informasi yang terintegrasi. Setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan

harus dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam implementasi

Masterplan E-Government melalui program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh

implementator harus dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini

sebagaimana disampaikan oleh Wibawa dkk (1994) bahwa secara sederhana tujuan

dari implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan

publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Dari

pembahasan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa

teori yang digunakan mempunyai hubungan yang erat. Antara satu teori dengan

teori yang lainnya saling mendukung. Bahwa dalam implementasi kebijakan

menurut Agustino (2008:139) merupakan proses yang dinamis, dimana pelaksana

melakukan aktivitas atau kegiatan. Hal ini didukung oleh pendapat Ripley dan

Franklin dalam Winarno (2014:145) yang menyatakan setelah undang-undang

ditetapkan memberikan kewenangan program dan kegiatan kepada pelaksana

kebijakan secara nyata dan pendapat Ripley dan Franklin dalam

196

Winarno (2014:145) tentang tujuan implementasi kebijakan dapat diwujudkan

melalui pelaksanaan kegiatan. Komparasi dari teori diatas menyatakan bahwa

implementasi kebijakan adalah sebuah proses yang dinamis, dimana setelah

undang-undang ditetapkan memberikan kewenangan kepada pelaksana kebijakan

untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan tujuan dari

kebijakan tersebut.

5.2.2 Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Implementasi

Kebijakan Masterplan E-Government Pada Kelurahan Di Kota

Probolinggo

5.2.2.1 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Masterplan

E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo

Dalam implementasi kebijakan dibutuhkan seorang aktor sebagai

implementator kebijakan yang telah dibuat. Dalam pengembangan E-Government

di kelurahan sebagai tindaklanjut dari Masterplan E-Government, sebagai

pelaksana atau leading sector pembangunan jaringan dan pengadaan perangkat

lunak adalah Dinas Komunikasi dan Informatika. Faktor kelembagaan ini penting

karena dengan adanya lembaga atau organisasi yang diberikan tugas dan fungsi

untuk pengembangan E-Government pada kelurahan di Kota Probolinggo

khususnya di Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih, maka implementasi

kebijakan yang dilaksanakan lebih fokus. Kelembagaan yang ditunjuk sebagai

implementator sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Dimock & Dimock dalam

Tachjan (2006: 28) bahwa pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang

menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran

organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,

197

pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,

penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian.

Faktor keberadaan kelembagaan yang berperan sebagai pelaksana dalam

implementasi sebuah kebijakan, memberikan arti sangat penting karena dengan

adanya kelembagaan yang khusus melaksanakan fungsi tertentu akan mempercepat

proses pencapaian tujuan dari kebijakan yang ditetapkan. Terkait dengan

pencapaian tujuan dalam implementasi sesuai dengan apa yang sampaikan oleh

Wibawa (1994) bahwa tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan

arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan

pemerintah. Dinas Komunikasi dan Informatika sebagai implementator dalam

pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo termasuk dalam

implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, sebagaimana penelitian

diatas sudah melakukan langkah-langkah dalam rangka pengembangan teknologi

informasi. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menetapkan Rencana

Strategis (RENSTRA) yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan.

Dari tahapan yang ada di RENSTRA, Dinas Komunikasi dan Informatika sudah

melaksanakan tahapan-tahapan tersebut sampai dalam aktivitas operasional yaitu

dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang sudah

dibuat didalamnya sudah dilengkapi dengan alokasi dana dalam melaksanakan

kegiatan dengan berbasis pada tingkat kinerja yang akan dicapai. Implementasi

kebijakan pengembangan teknologi informasi di Kota Probolinggo dalam kerangka

Masterplan yang ditetapkan, khususnya dalam pengembangan teknologi informasi

dalam pelayanan di kelurahan sudah dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan

Informatika. Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah pembangunan jaringan,

198

penguatan peralatan dan aplikasi sistem informasi yang digunakan. Hal ini sejalan

dengan pendapat dari van Meter dan van Horn dalam Winarno (105:102) yaitu

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan

sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu

tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan Dinas Komunikasi

dan Informatika terkait dengan pengembangan teknologi informasi dalam

pelayanan di kelurahan harus dilandasi oleh komitmen dan konsistensi dari

program dan kegiatan yang dilaksanakan. Komitmen dan konsistensi ini

menyangkut bagaimana Dinas Komunikasi dan Informatika mengawal program

dan kegiatan ini dapat mencapai tujuan, sasaran dan target yang ditentukan dan

mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi kebijakan

tersebut. Adanya pendapat yang saling mendukung antara teori Dimock & Dimock

dalam Tachjan (2006: 28), Wibawa (1994) dan van Meter dan van Horn dalam

Winarno (105:102) dimana pelaksana kegiatan merupakan pihak yang

melaksanakan kegiatan dan operasional organisasi, perencanaan dan strategi

organisasi agar tujuan yang telah ditetapkan dengan keputusan-keputusan

sebelumnya dapat diwujudkan.

199

5.2.2.2 Faktor-faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Masterplan

E-Government Pada Kelurahan di Kota Probolinggo

1. Sarana Dan Prasarana Yang Kurang Memadai

Sebagaimana hasil penelitian yang diperoleh di Kelurahan Kedungasem

terkait dengan sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan di

Kelurahan Kedungasem dengan berbasis teknologi informasi bahwa masih kurang

memadai. Jaringan yang ada masih belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan

dalam melaksanakan pelayanan dengan berbasis pada sistem informasi yang ada.

Hal ini akan menjadi penghambat dalam implementasi Masterplan E-Government

dalam konteks pelayanan yang dilaksanakan di kelurahan. Dengan tipologi wilayah

yang terletak di sebelah selatan Kota Probolinggo dengan koneksi jaringan yang

lemah, sehingga dalam melaksanakan pelayanan dengan berbasis pada sistem

informasi yang ada yaitu SIAKEL masih sering mengalami masalah koneksi

jaringan. Jaringan yang ada saat ini hanya bersifat umum, artinya jaringan yang

digunakan belum memperhatikan tipologi wilayah. Dibutuhkan pemetaan koneksi

jaringan sehingga didapat data kesesuaian jaringan dengan tipologi wilayah

Kelurahan Kedungasem dan kebutuhan koneksi yang bersifat spesifik, berdasarkan

pada tipologi wilayah. Butuh penguatan jaringan khususnya pada kelurahan yang

letaknya agak jauh dari server yang terletak di Dinas Komunkasi dan Informatika.

Sehingga masalah koneksi jaringan ini bisa diatasi. Belum lagi masalah aplikasi

yang digunakan (SIAKEL) kadang-kadang tidak bisa diakses yang disebabkan

spesifikasi komputer PC atau laptop yang digunakan dalam pelayanan masih rendah

dan tidak sesuaai dengan spesifikasi sistem informasi yang digunakan, ditambah

usia ekonomis peralatan yang sudah memasuki kadaluarsa, belum lagi aplikasi yang

200

digunakan kadang-kadang juga mengalami gangguan. Kerusakan-kerusakan yang

disebabkan karena usia peralatan akan menjadi hambatan serius, karena manakala

peralatan yang digunakan mengalami kerusakan maka pelayana tidak dapat

dilaksanakan . Dengan kualitas peralatan yang digunakan masih rendah, pelayanan

yang dilakukan tidak dapat berjalan dengan lancar. Keluhan masyarakat yang

disampaikan kepada petugas pelayanan salah satunya proses yang dilakukan terlalu

lama, penyebabnya adalah peralatan yang digunakan sering mengalami kerusakan.

Dengan kedudukan kelurahan dibawah kecamatan, perlu dilakukan pemetaan

terkait dengan rencana kebutuhan pengadaan barang dan rencana kebutuhan

pemeliharaan barang yang ada di kelurahan. Dari data yang ada dalam rencana

kebutuhan pengadaan barang dan rencana kebutuhan pemeliharaan barang akan

dapat dilakukan pengadaan barang sesuai dengan kebutuhan, termasuk kebutuhan

pemeliharaan barang. Dari penyusunan data tersebut juga didapat kondisi peralatan

yang digunakan dalam pelayanan di kelurahan. Beberapa jumlah peralatan yang

dibutuhkan sekaligus berapa anggaran yang dibutuhkan untuk pemeliharaannya.

Dari data yang diperoleh selama penelitian, pengadaan peralatan (belanja modal)

untuk kelurahan dilaksanakan oleh kecamatan. Artinya memang kewajiban untuk

pengadaan barang untuk kelurahan menjadi tanggungjawab kecamatan. Namun

demikian pengadaan yang dilakukan hanya membeli barang tanpa memperhatikan

spesifikasi yang dibutuhkan. Pengadaan barang atau peralatan yang digunakan

dalam pelayanan harus memperhatikan spesifikasi barang yang dibutuhkan

sehingga manakala peralatan tersbeut digunakan tidak mengalami banyak

hambatan. Dalam proses pengadaan peralatan khususnya komputer PC, laptop dan

printer kecamatan harus berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika,

201

karena data tentang karateristik sistem informasi (SIAKEL) yang digunakan dalam

pelayanan di kelurahan ada di Dinas Komunikasi dan Informatika. Komputer PC,

laptop dan printer yang akan digunakan, spesifikasinya harus selaras dengan

karateristik dari aplikasi SIAKEL.

2. Sumber Daya Manusia Yang Kurang Memadai

Dalam penelitian ini diperoleh data tentang personil pada Kelurahan

Kedungasem berdasarkan pendidikan dan status kepegawaian. Dari hasil

wawancara dengan Lurah Kedungasem juga didapat data bahwa kondisi personil

Kelurahan Kedungasem belum memadai, baik dari kualitas sumber daya manusia

yang ada maupun ditinjau dari jumlahnya. Kondisi sumber daya seperti ini akan

berakibat pada proses pelayanan yang dilakukan. Masih ditemui keluhan dari

masyarakat yang mengajukan permohonan surat pengantar maupun surat

keterangan. Personil yang ada di Kelurahan Kedungasem sebagian belum cakap

dalam mengakses sistem informasi khususnya aplikasi dalam SIAKEL sehingga

apabila yang bersangkutan bertugas di pelayanan, masyarakat masih ada yang

menyampaikan keluhan-keluhan terhadap pelayan yang diberikan. Masalah

sumberdaya yang ada di Kelurahan Kedungasem tidak terlepas dari sistem

penempatan dan mutasi pegawai. Sistem yang ada belum berpihak kepada

kelurahan, sehingga personil yang ada di kelurahan rata-rata mempunyai

kompetensi yang kurang mendukung dalam menjalankan fungsinya dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan kompetensi

sumberdaya manusia ini sesuai dengan pendapat dari Ndraha (1997) mengatakan

bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang

mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif –

202

generatif – inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelligence,

creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar

seperti bahan mentah, lahan, air, energi otot, dan sebagainya.

Masalah penempatan sumberdaya manusia di kelurahan ini menyangkut

komitmen yang harus dibangun oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Kebijakan yang

ada terkait dengan kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan di daerah dan sebagai

pusat data dalam proses perencanaan dan pengembangan daerah harus juga

diimbangi dengan kebijakan bagaimana menata personil yang ada di kelurahan.

Personil yang ada di kelurahan harus mampu untuk melaksanakan fungsi pelayanan

yang melekat pada kelurahan terutama dalam mengoperasionalkan sistem informasi

yang digunakan dalam pelayanan kepada masyarakat sebagai implementasi dari

Masterplan E-Government yang telah disusun. Perlu disiapkan personil yang

mumpuni, cakap dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi sehingga mengurangi

pengaduan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan di kelurahan. Terkait

komitmen yang harus dibangun dalam penempatan pegawai sesuai dengan

pendapat Quest dalam Soekidjan (2009) bahwa komitmen merupakan nilai sentral

dalam mewujudkan soliditas organisasi. Lebih lanjut hasil penelitian Quest dalam

Soekidjan (2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :

1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya

motivasi dan meningkatnya kinerja.

2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.

3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan

aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

203

Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat

terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan

meningkatkan kinerja. Dalam pengembangan E-Government pada kelurahan ini,

personil yang ada harus dipertimbangan jumlah dan kualitas sumberdaya yang ada

sehingga dalam menjalankan fungsi pelayanan, dapat berjalan dengan lancar dan

sesuai target yang ditentukan. Tidak kalah pentingnya adalah kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang ada

di kelurahan melalui pelatihan atau bimtek khususnya yang berhubungan dengan

penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan.

Dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di kelurahan, perlu

agenda kegiatan yang terintegrasi diantara dinas terkait yang berhubungan dengan

pelayanan di kelurahan. Integrasi kegiatan dibutuhkan agar pengembangan sumber

daya tidak hanya bisa dilaksanakan dari satu sisi misalnya dari administrasi

perkantoran saja, tetapi juga yang menyangkut penggunaan sistem informasi dalam

rangka pelaksanaan kebijakan yang ada. Kedepan diharapkan dengan keberadaan

sumber daya manusia yang cakap, berintegritas dan mempunyai motivasi kerja

yang tinggi akan mampu mendukung implementasi kebijakan terutama

implementasi Masterplan E-Government.

Penataan sumber daya manusia di kelurahan harus menjadi perhatian

utama dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan Masterplan

E-Government, dengan menempatkan personil yang mampu dan cakap dalam

bekerja. Sistem pemetaan pegawai harus dapat dijalankan, dengan tujuan agar dapat

melaksanakan tugas pelayanan dengan sebaik-baiknya. Dari penelitian yang

dilakukan, dari beberapa personil yang ada di Kelurahan Kedungasem Kecamatan

204

Wonoasih, sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan yang terkait

dengan teknologi informatika. Perlu dilakukan mutasi atau penambahan personil

yang mempunyai latar belakang teknologi informatika dalam mendukung

pelaksanaan pelayanan dengan berbasis sistem informasi yang ada. Ada relevansi

teori antara teori sumberdaya yang disampaikan oleh Ndraha (1997) dengan teori

komitmen yang disampaikan oleh Quest dalam Soekidjan (2009). Sumber daya

manusia yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh komitmen yang dibangun.

Dengan komitmen dalam peningkatan kapasitas personil akan menghasilkan

sumberdaya manusia inovatif dan kompetitif.

3. Anggaran Yang Kurang Memadai

Kedudukan kelurahan sebagaimana Peraturan daerah Nomor 4 Tahun

2012 sampai berlakunya Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 104 Tahun 2016

tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Serta Tata

Kerja Kecamatan Kota Probolinggo adalah dibawah kecamatan. Artinya bahwa

secara organsiasi kelurahan adalah perangkat kelurahan dan bertanggungjawab

kepada Camat melalui Sekretaris Kecamatan. Demikian juga anggaran yang ada di

kelurahan, masuk dalam dokumen anggaran yang ada di kecamatan. Dari penelitian

yang dilakukan didapat bahwa anggaran yang dikelola oleh Kelurahan Kedungasem

untuk membiayai kegiatan operasionalnya masuk dalam Kegiatan Peningkatan

Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintah Kelurahan Kedungasem, komposisi

anggaran yang ada hanya untuk membiayai operasional perkantoran. Pos biaya

pemeliharaan kantor dan peralatan sudah dianggarkan, namun pagu anggaran yang

ada sering tidak cukup dalam membiayai pemeliharaan peralatan. Dengan pagu

anggaran yang ada sekarang sulit bagi keluraha melakukan inovasi khususnya

205

dalam pelayanan yang dilaksanakan. Dibutuhkan sistem kebijakan perencanaan

anggaran di kelurahan dengan berbasis pada pengembangan E-Government, dengan

tetap mempertimbangkan kewenangan masing-masing Organisasi Perangkat

Daerah. Sistem penganggaran di kelurahan harus tetap mempertimbangkan

kedudukan kelurahan dan beban kerja dalam menjalankan fungsi pelayanan yang

dilaksanakan. Alokasi anggaran yang memadai akan membantu kelurahan dalam

menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat dengan berbasis pengembangan

teknologi informasi. Anggaran yang ada di kelurahan harus dapat bersinergi dengan

anggaran dari Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pengembangan teknologi

informasi dalam pelayanan. Fungsi anggaran yang ada harus dapat merealisiasi

tujuan dari kegiatan yang ada. Terkait dengan fungsi anggaran sektor publik ini

selaras dengan pendapat dari Mardiasmo (2005:63) bahwa salah satu fungsi dari

anggaran sektor publik adalah anggaran sebagai alat perencana (Planning Tool)

untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk

merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, beberapa biaya

yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :

a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi

yang diterapkan.

b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan

organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.

c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun.

d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

206

Dalam implementasi Masterplan E-Government di kelurahan, khususnya

dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dengan berbasis pada sistem

informasi yang ada, juga harus diatur kebijakan keuangan yang berpihak kepada

kelurahan. Anggaran yang ada di kelurahan tidak hanya bersifat operasional

perkantoran saja, tetapi ada anggaran yang bersifat sinergi dengan kegiatan yang

dilaksanakan oleh dinas teknis, sehingga adanya keterkaitan dan saling mendukung

dalam pelaksanaannya.

Dengan anggaran yang ada sekarang ini, kelurahan hanya diberikan

kewenangan mengelola anggaran untuk mendukung pelaksanaan fungsi

perkantoran saja. Belum ada anggaran yang dikelola oleh kelurahan yang bersifat

teknis. Ditambah lagi dengan sistem perencanaan keuangan yang ada belum

memperhatikan indikator-indikator yang ada. Misalnya penentuan pagu anggaran

untuk operasional kelurahan belum memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk

dan beban pelayanan. Anggaran yang diberikan kepada kelurahan cenderung sama

antara kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk dan beban kerja yang berbeda.

Dari penelitian yang dilakukan, dari data yang ada terkait dengan pagu anggaran

kelurahan khususnya yang ada di Kelurahan Kedungasem, dilihat dari luas wilayah,

jumlah penduduk dan beban kerja, anggaran yang dikelola sangat kecil dibanding

dengan fungsi yang dijalankan.

Dengan kondisi yang ada sekarang dilihat dari sisi pengelolaan anggaran,

fungsi dan kedudukan yang melekat pada kelurahan, harus ada kebijakan yang

mendukung kelurahan dalam menjalankan semua fungsi yang ada. Perlu sebuah

konsep pengembangan kelurahan menjadi sebuah unit organisasi yang

kedudukankanya dibawah kecamatan, menjadi ujung tombak pelayanan kepada

207

masyarakat dan sumber data bagi pengembangan dan pembangunan di Kota

Probolinggo. Menempatkan kelurahan dalam posisi strategis karena sebagai unit

organisasi yang dalam pelaksanaan fungsinya langsung berinteraksi dengan

masyarakat. Kedepan perlu adanya kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan

Daerah yang dibuat dalam rangka tata kelola kelurahan yang lebih baik dengan tetap

memperhatikan kedudukan kelurahan.

Tabel 5.8 Hasil Penelitian

No. Fokus Penelitian Sub Fokus

Penelitian

Hasil Penelitian Penyebab

A. Implementasi

Kebijakan

Masterplan

E-Government di

Kota Probolinggo

1. Komunikasi Komunikasi sudah

dilaksanakan yang

terdiri dari konsultasi

dan koordinasi namun

demikian hasil

konsultasi dan

koordinasi belum

maksimal

- Hasil konsultasi yang

diteruskan kepada staf

belum dapat

dilaksanakan sesuai

target waktu yang

ditentukan

- Rapat koordinasi tidak

dihadiri pimpinan

Organisasi Perangkat

daerah sehingga tidak

dapat dibuat

keputusan yang

bersifat strategis

2. Sumber-sumber

Terdiri dari:

a. Renstra

- Visi sudah ada,

tetapi blm secara

khusus menyebut

Masterplan

E-Government

- Misi sudah ada,

tetapi tidak semua

misi dilaksanakan

- Tujuan ada, tetapi

hanya beberapa

tujuan yang terkait

Masterplan

E-Government

Materi ttg Masterplan

E-Government dalam

muatan Renstra Dinas

Komunikasi belum

mendapat porsi yang

maksimal tetapi hanya

beberapa misi, tujuan

dan sasaran yang terkait

dengan tujuan yang ada

dalam Masterplan

E-Government

208

Tabel 5.8 Lanjutan

No. Fokus Penelitian Sub Fokus Penelitian

Hasil Penelitian Penyebab

b. Tugas pokok

dan fungsi

Sasaran ada, tetapi sasaran blm semuanya ttg Masterplan E-Government Tugas pokok dan fungsi yang terkait implementasi Masterplan E-Government sdh ada, tetapi hanya beberapa tupoksi yang terkait dengan implementasi E-Government

Blm semua fungsi

yang ada dilaksanakan

dalam implementasi

Masterplan

E-Government

c. Kerjasama

dengan pihak

swasta

Sudah dilaksanakan

tapi belum

memberikan dampak

pada pencapaian

tujuan dari disusunnya

Masterplan

E-Government

- Kerjasama dg

PT. Telkom hanya

kerjasama antara

pengguna dan

penyedia layanan

- Kerjasama dengan

PT. INDOSAT baru

dimulai tahun 2016

sehingga belum

dapat dievaluasi

dampaknya terhadap

implementasi

Masterplan

E-Government

3. Disposisi/sikap Staf pada Dinas Komunikasi dan Informatika yang diberikan tugas untuk melaksankan program dan kegiatan dalam rangka implementasi kebijakan Masterplan E-Government sudah melaksankaan tugas dengan baik, mempunyai semangat dan motivasi tinggi dalam bekerja, namun belum diikuti dnegan pemberian penghargaan atas kinerja

Belum ada kebijakan terkait dengan pemberian penghargaan bagi staf yang mempunyai prestasi dalam bekerja, misalnya memberikan kesempatan kepada staf untuk memperoleh beasiswa/ tugas belajar dan pemberian tambahan penghasilan berdasarkan kinerja yang telah dilaksanakan

209

Tabel 5.8 Lanjutan

No. Fokus Penelitian Sub Fokus

Penelitian

Hasil Penelitian Penyebab

4. Program dan

kegiatan Mulai Tahun

Anggaran 2013

sampai dengan Tahun

Anggaran 2016 sudah

dilaksanakan program

dan kegiatan dalam

rangka implementasi

Masterplan

E-Government, tapi

blm maksimal

- Perlu adanya

monitoring selama

pelaksanaan kegiatan

- Adanya evaluasi

berdasarkan capaian

kinerja buka

berdasarkan realisasi

anggaran

B.

Faktor pendukung

dan penghambat

Implementasi

Masterplan

Government pada

kelurahan di Kota

Probolinggo

Faktor

pendukung:

Adanya

Kelembagaan

adanya kelembagaan

yang ditunjuk sesuai

urusan, tupoksi dalam

implementasi

Masterplan

E-Government

Ditetapkannya Perda

dan Perwali tentang

kedudukan, tugas pokok

dan fungsi Dinas

Komunikasi dan

Informatika Faktor penghambat:

a. Sarana dan Prasarana kurang memadai

b. Sumber daya manusia kurang memadai

c. Anggaran kurang memadai

Sarana dan prasarana yang ada blm memenuhi spesifikasi Sumber daya yang ada di kelurahan kurang memadai dalam melaksanakan Masterplan E-Government Kelurahan sudah mengelola anggaran yang bersifat operasional perkantoran, tapi belum memadai

- Belum dilakukan pemetaan kebutuhan dan pemeliharaan barang

- Belum ada koordinasi dan sinkronisasi dengan dinas teknis terkait pengadaan barang

- Sistem penempatan dan mutasi kurang mempertimbangkan kebutuhan personil di kelurahan

- Jarang dilakukan pembinaan terkait pelaksanaan pelayanan berbasis teknologi informasi

- Belum ada kebijakan anggaran yang mengatur tentang operasioanl implementasi Masterplan E-Government di kelurahan

- Belum ada indikator yang jelas dalam menentukan anggaran untuk operasional kelurahan kelurahan

210

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang sudah dilakukan kemudian dilakukan pembahasan,

maka dalam penelitian dapat diambil kesimpualan sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan dari Pemerintah Kota Probolinggo terkait dengan

Masterplan E-Government sudah dilaksanakan. Hal ini bisa dilihat

bahwasannya setelah Masterplan ini ditetapkan, Pemerintah Kota

Probolinggo sudah melakukan pembangunan jaringan dan pengadaan

peralatan yang digunakan dalam pengembangan teknologi informasi sebagai

tindaklanjut dari Masterplan yang ada. Namun demikian progress dari

kegiatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya sesuai dengan target yang

ditetapkan, sehingga usaha-usaha tersebut belum berdampak secara

signifikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan terhadap pelayanan

kepada masyarakat. Beberapa aspek terkait dengan kurang maksimalnya

usaha yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi sudah dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika

melalui kegiatan konsultasi dan koordinasi dalam pelaksanaan

implementasi Masterplan E-Government termasuk implementasi

masterplan di kelurahan. Tetapi komunikasi yang dilaksanakan belum

sepenuhnya dapat berjalan. Penyebabnya adalah hasil konsultasi dalam

bentuk perintah belum dapat dilaksanakan sesuai target waktu dan

211

koordinasi yang dilakukan kadang-kadang tidak dihadiri oleh pimpinan

Organisasi Perangkat Daerah sehingga manakala diambil keputusan

bersifat segera dan strategis tidak dapat langsung dilaksanakan.

b. Sumber-sumber

Sumber-sumber disini adalah kewenangan yang melekat pada Dinas

Komunikasi dan Informatika dalam melaksanakan Masterplan

E-Government termasuk didalamnya implementasi di kelurahan.

Sumber-sumber ini terdiri dari:

1. Rencana Strategis (RENSTRA)

Dinas Komunikasi dan Informatika sudah menyusun RENSTRA

sebagai tindaklanjut dari kebijakan yang ditetapkan Kepala

Daerah terpilih melalui RPJMD. Namun RENSTRA yang ada

belum dapat mengatasi hambatan-hambatan yang timbul. Tujuan,

strategi dan sasaran yang ada belum dapat diwujudkan dalam

implementasi Masterplan E-Government.

2. Tugas pokok dan fungsi impelementator

Sesuai dengan kewenangan yang ada dan Organisasi Perangkat

Daerah yang ditunjuk untuk melaksanakan implementasi

Masterplan E-Government di Kota Probolinggo adalah Dinas

Komunikasi dan Informatika. Namun Dinas komunikasi dan

informatika belum melaksanakan semua fungsinya dalam

kerangka tugas pokok yang melekat. Hal ini dikarenakan

keterbatasan anggaran yang ada. Tidak semua fungsi yang ada

212

dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan, dimana operasionalnya

memerlukan anggaran.

3. Kemitraan dengan pihak swasta

Kemitraan yang dijalin dengan pihak swasta dalam pembangunan

jaringan dan kualitas jaringan dalam rangka peran swasta

sebagaimana diatur dalam tujuan Masterplan E-Government

sudah dilakukan. Pertama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia

Tbk., kemudian berlanjut kerjasama dengan INDOSAT Tbk.

Kerjasama strategis baru dilaksanakan dengan PT. INDOSAT

Tbk. pada tahun 2016. Kerjasama antara Pemerintah Kota

Probolinggo dengan PT. INDOSAT Tbk. Diharapkan adanya

kerjasama yang saling menguntungkan. Dilihat dari dimulainya

kerjasama yaitu pada tahun 2016, baru setelah 6 (enam) tahun

sejak ditetapkannya Masterplan E-Government, kerjasama yang

bersifat strategis dapat dijalin dengan swasta. Dari penelitian

yang dilaksanakan, kerjasama tersebut belum dapat diukur sejauh

mana keuntungan yang telah didapat Pemerintah Kota

Probolinggo. Tetapi sejak ditandatangani perjanjian kerjasama

tersebut, PT. INDOSAT Tbk. Telah berpartisipasi dalam upaya

menjadikan Kota Probolinggo sebagai Kota Cerdas (smart city).

c. Disposisi/sikap

Sikap dari personil Dinas Komunikasi dan Informatika dalam

melaksanakan tugas sehari-hari dalam rangka implementasi

Masterplan E-Government sudah positif. Sikap tersebut berkaitan

213

dengan motivasi, semangat dan rasa persaudaraan yang terjalin

baik diantara sesama personil. Namun kondisi ini harus

dipertahankan agar memudahkan Dinas Komunikasi dan

Informatika dalam mencapai tujuan organisasi. Salah satunya

memberikan reward kepada personil yang berprestasi.

d. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berkiatan dengan program dan kegiatan yang

dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika dalam

implementasi Masterplan E-Government. Program dan kegiatan yang

sudah dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika dalam

rangka implementasi Masterplan E-Government dimulai sejak sebelum

dibentuknya Dinas komunikasi dan Informatika, namun setelah

dibentuknya Dinas Komunikasi dan Informatika pada Tahun 2012,

implementasi Masterplan E-Government lebih baik dari sebelumnya.

Dari sisi kuantitas kegiatan dan anggaran yang dialokasikan untuk

pelaksanaannya dari tahun ke tahun sudah mengalami peningkatan.

Namun hasil kegiatan, keuntungan dan dampak yang ditimbulkan

belum maksimal terhadap tujuan dari Masterplan E-Government yang

telah disusun.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Implementasi Masterplan Di

Kelurahan

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung dalam implementasi Masterplan E-Government di

kelurahan ini adalah sudah adanya organisasi yang menjadi

214

implementator dalam melaksanakan kebijakan yang ada khususnya

dalam pengembangan teknologi informasi melalui Masterplan

E-Government. Kelembagaan yang sudah dibentuk oleh Pemerintah

Kota Probolinggo adalah Dinas Komunikasi dan Informatika. Melalui

Dinas Komunikasi dan Informatika disusun dan diwujudkan program

dan kegiatan dalam rangka implementasi Masterplan E-Government di

kelurahan, salah satu inovasi yang sudah diwujudkan dalam

implementasi Masterplan E-Government adalah pelayanan di kelurahan

berbasis teknologi informasi yaitu SIAKEL.

b. Faktor penghambat

Dari penelitian dilanjutkan dengan pembahasan, beberapa faktor

penghambat dari implementasi Masterplan E-Government di kelurahan

adalah:

1) sarana dan prasarana kurang memadai

Sarana dan prasarana dalam mendukung implementasi

Masterplan E-Government dalam pelayanan di kelurahan sudah

ada, namun kualitas jaringan belum memperhatikan tipologi

wilayah dan peralatan yang digunakan kurang memenuhi

spesifikasi sehingga masih sering terjadi jaringan tidak terkoneksi

dan peralatan yang rusak.

2) sumberdaya manusia kurang memadai

sumberdaya manusia yang ada di Kelurahan rata-rata dilihat dari

jumlah dan tingkat pendidikan memang kurang memadai. Dari

data yang didapat khususnya di Kelurahan Kedungasem, belum

215

memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dalam melaksanakan

pelayanan berbasis teknologi informasi.

3) anggaran kurang memadai

anggaran yang ada di kelurahan saat ini hanya bersifat

operasional perkantoran, sehingga sulit bagi kelurahan untuk

melakukan inovasi terkait dengan pelayanan dalam implementasi

Masterplan E-Government. Harus ada anggaran yang bersifat

sinergi antara anggaran pada dinas teknis dalam hal ini adalah

Dinas Komunikasi dan Informatika dengan anggaran yang ada di

kelurahan.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan diatas, beberapa

saran yang disampaikan peneliti sebagai berikut:

1. Dalam implementasi kebijakan Masterplan E-Government di Kota

Probolinggo, Dinas Komunikasi dan Informatika sebagai Organisasi

Perangkat Daerah pelaksana dalam implementasi Masterplan E-Government

di Kota Probolinggo harus mempunyai dokumen pemetaan jaringan dan

menyusun dokumen terkait monitoring dan perbaikan jaringan yang ada.

2. Sinkronisasi dan sinergi dari program dan kegiatan dari Organisasi Perangkat

Daerah yang berhubungan dengan implementasi Masterplan E-Government,

sehingga sistem yang ada dapat diintegrasikan.

3. Evaluasi dan monitoring secara periodik terkait dengan program dan kegiatan

yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika khususnya

program dan kegiatan dalam implementasi Masterplan E-Government.

216

4. Perlu dilakukan kajian mendalam terkait dengan tipologi jaringan di

kelurahan sehingga nantinya jaringan yang sudah ada dapat menjangkau

seluruh kelurahan di wilayah Kota Probolinggo.

5. Kerjasama yang sudah terjalin dengan pihak swasta dalam rangka

pelaksanaan implementasi Masterplan E-Government harus dapat

dimanfaatkan dan menjadi keuntungan bagi Pemerintah Kota Probolinggo.

Agar pelaksanaan kerjasama tersebut dapat berjalan dengan efektif harus ada

monitoring pelaksanaan dan evaluasi terhadap kerjasama yang sudah

dilakukan. Hal-hal yang bersifat teknis harus diatur dalam dokumen

Perjanjian Kerjasama antara Dinas Komunikasi dan Informatika dengan

pihak swasta.

6. Perlu dilakukan penataan terkait dengan sumberdaya manusia yang ada di

kelurahan, khususnya dari sisi jumlah dan kualitas sumberdaya yang ada,

penempatan pegawai di kelurahan yang memiliki spesifikasi pendidikan di

bidang komunikasi dan informatika serta pelaksanaan bimbingan teknis

secara periodik bagi aparatur yang ada di kelurahan dalam rangka

peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang ada.

7. Kebijakan penganggaran yang lebih berpihak kepada kelurahan, meskipun

secara kedudukan kelurahan adalah perangkat kecamatan yang

bertanggungjawab kepada Camat, namun melihat posisi strategis kelurahan

adalah unit organisasi yang langsung berinteraksi dengan masyarakat baik

dalam pelayanan administrasi maupun pembinaan kemasyarakatan.

217

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Pancur Sawah. Abdul Wahab, Solichin. 2016. Analisis Kebijakan: dari Formulasi Ke Penyusunan

Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik Bandung: Alfabeta. Bachri, Bachtiar S. 2010. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada

Penelitian Kualitatif. Surabaya: Universitas Negri Surabaya. Bayu, Jarot Bayu. Sistem pemerintahan berbasis teknologi informasi belum

terintegrasi dengan baik. diunggah dari Compas.com tanggal 15 Desember 2016.

Campbell, A and Kathleen, S. L. 1997. Core Competency Based Strategy.

International Thompson Business Press. Culla, Suryadi A. 2005. Good Governance. Otoda dan Pilkada. Fajar On Line. Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dunn, William N, 2000 . Analisis Kebijakan Publik, terjemahan Samodra Wibawa

dkk. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dye, Thomas R. 1975. Understanding Public Policy. Englewood Cliff. N.J :

Printice-Hall 2en sd. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy Congressional Quarterly

Press. Washington DC. Frederickson, H. George & Jocelyn M. Johnston (Eds.). 1999. Public Management

Reform and Innovation: Research, Theory, and Application. London: Alabama.

Grindle, M. (Ed). 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World.

New Jersey: Princeton University Press. Heeks, R, 2001. Understanding E-Government for Development. University of

Manchester. England. Indrajit, Richardus Eko.

. Yogyakarta: Andi.

218

Indrajit, Richardus Eko. 2002. Electronic Government: Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi. Kritiadi, J. B, 2001. Pengembangan Perancangan Nasional (National Framework) di Bidang Informasi Nasional dalam Kerangka PeKerjasama Pengkajian untuk Pembangunan Sistem Informasi Nasional. Jakarta 2 November 2001.

Islamy, Irfan M. 1998. Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara. Malang:

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Jatim Times. Tanggal 8-6-2016. Pengembangan Teknologi Informasi Dalam

Pelayanan di Kelurahan. Jenkins, W.I. 1978. Policy Analysis. Oxford: Martin Robertson. LAN-BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: LANRI. Leftwich, A. 1993. Governance, Democracy and Development in the Third World,

Third World Quarterly. vol. 14. no. 3. Democratisation in the Third World. pp. 605-624.

Lester, James P. dan Joseph Steward, JR. 2000. Public Policy: Evolution Approach.

Wadsworth Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Miles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative

Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edisi Ketiga. Sage Publications: Inc. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya. Muchlas, 2008. Perilaku Organisas. Yogyakarta: Gajah Mada Universitiy Press. Mustopadidjaja, AR. 1997. Transformasi Manajemen Menghadapi Globalisasi

Ekonomi, dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan. Vol. 1. No. 1. 1997. ISSN 1410-5101. Jakarta: PP PERSADI.

Mustopadidjaja, AR dan Desi Fernanda. (2000). Manajemen Pembangunan

Nasional : Kebijakan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan, makalah disampaikan pada Suskomsos TNI TA 1999/2000. SESKO TNI. LAN RI. Bandung. 28 Pebruari 2000.

Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

219

Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.

Ndraha, Taliziduhu, 1997, Pengantar Teori Pengembangan SumberDaya Manusia,

Jakarta: Rineka Cipta. Oetojo, Asianti. 2002. Arah Kebijakan Sistem Informasi dan Telematika Propinsi

Jawa Timur, Makalah Rapat Koordinasi Teknis Pengembangan Teknologi Informasi di Jawa Timur.

Osborne, David, and Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: How

Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. Reading. Masschusetts: Addison Wesley Publishing Co. Inc.

Patton, Michael Quinn. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Baverly Hills

London: Sage Publications. Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 35 Tahun 2010 tentang Masterplan

E-Government Tahun 2010-2029. Pierre, J. And Peters, B.G. 2000. Governance, Politics and State, London:

Macmillan Press Ltd. Putra, Fadilah.2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik:Perubahan

dan Inovasi Kebijakan Publik Dalam Ruang Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rhodes, R.A.W.1997. Understanding Governance:Policy Networks, Governance,

Reflexivity and Accountability.Buckingham. UK: Open University Press. Radar Bromo (Jawa Pos Group). Sabtu, 8 Oktober 2016. Hal. 40, SDM Kelurahan

Minim. Rewansyah, Asmawi. 2010. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good

Governance. Jakarta: Yusaintanas Prima. Rhodes, R.A.W.2007. Understanding Governance: Ten Years On.In rganization

Studies.28: 1243. Sedarmayanti. 2012. Good Governance : Kepemerintahan , Yang Baik, Bandung:

Mandar Maju. Sekaran, Uma. 2011. Metode Pemelitian untuk Bisnis, Jakarta: Salemba Empat. Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: Asdi

Mahasatya.

220

Soegiarto, Soekidjan, Sp. KJ. 2009. Komitmen Organisasi Sudahkah Menjadi Bagian Dari Kita?. Jakarta: Rineka Cipta. Sosiawan, Edwi Arief. 2008. Implementasi E-government Pada Pemerintah

Daerah di Indonesia. Penelitian Semi Que V. Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharno. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik: Kajian Proses dan Analisis

Kebijakan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis.Bandung : Alfabeta. Surabaya Pagi.Com. 8-11-2016. Muncul Masalah Siakel, Komisi A Sidak

Kelurahan. Tangkilisan, Hessel Nogi. S. 2003. Implementasi Kebijakan Publi., Jakarta:

Lukman Offset. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI. Udoji, Chief J.O. 1981. The African Public Servan as a Public Policy Maker, Public

Policy in Africa, African Association For Public Administration and management. Addis Abeba.

UNDP. 1997. Governance For Sustainable Development - A Policy Document.

New York: UNDP. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Van Meter, Donalds and Carl E. Van Horn. 1975. The Policy Implementation

Process: A Conseptual Framework, Administration and Society, Vol. 6 No. 4, Pebruari.

Wibawa, Samudra. 1994. Kebijakan Publik : Proses dan Analisis. Yogyakarta:

Intermedia. Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas dan

Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendikia.

Williamson, Oliver E. 2000. ng Stock,

. Journal of Economics Literature 38(3):595-613. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Media

Pressindo