Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan...

103
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 Volume 9 Nomor 1 Halaman 1421 - 1516 Jurnal IPK ISSN 1979-0503 ISSN 1979-0503 Semarang, Januari 2015

Transcript of Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan...

Page 1: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Volume 9, Nomor 1, Januari 2015

Volume 9 Nomor 1Halaman

1421 - 1516 Jurnal IPK

JU

RN

AL IN

OV

AS

I PE

ND

IDIK

AN

KIM

IAV

olu

me 9

, Nom

or 1

, Januari 2

015

ISSN 1979-0503

ISSN 1979-0503

Semarang,Januari 2015

Page 2: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA

Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara 10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3) sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad. Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id

Ucapan terima kasih

Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka.

Pengiriman naskah

Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy

kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang

50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat: [email protected]. Penulis yang

naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang

bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.

JURNAL IPKJURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA

ISSN 1979-0503Volume 9, Nomor 1, Januari 2015

Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli

Ketua PenyuntingTri Widodo

Wakil Ketua PenyuntingWisnu Sunarto

Penyunting PelaksanaSigit PriatmokoNanik Wijayati

HarjonoHarjito

Sri KadarwatiCepi KurniawanElla Kusumastuti

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi

(Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam (Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja

(Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang)

Pelaksana Tata UsahaWoro Sumarni

Pembantu Pelaksana Tata UsahaWijayanti Setyodewi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email: [email protected]

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian

belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.

Page 3: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 9 Nomor

1 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan pembaca sebagai wadah

bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu pendidikan

khususnya pendidikan kimia.

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya

yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,

akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi

menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk

tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi

yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan

pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di

lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk

memajukan pendidikan di tanah air.

Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali

hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag bergerak di bidang

pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini dimasa yang

akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan senang hati

menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan mutu jurnal.

Ketua Penyunting

Page 4: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
Page 5: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

DAFTAR ISI

PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR KIMIA

Suriyanto dan Syaiful Rijal Alinata (1421-1430)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI

REDOKS

Fitriya Karima dan Kasmadi Imam Supardi (1431-1439)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING

BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR

Siti Nursiami dan Soeprodjo (1440-1449)

PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI

PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI LIFE SKILL

Wibi Tegar Lelono dan Saptorini (1450-1458)

PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR

TINGKAT TINGGI SISWA

Meiriza Ardiana dan Sudarmin (1459-1467)

PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Widia Maya Sari dan Endang Susiloningsih (1468-1477)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN

PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

Siti Munawaroh dan Subiyanto Hadi Saputro (1478-1486)

PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN CHEMO-

EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

Yan Sandi Nurfitrasari dan Woro Sumarni (1487-1495)

PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK

MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA

Bunga Amelia dan Antonius Tri Widodo (1496 -1505)

PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY

BERVISI SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY

Risqiatun Nikmah dan Achmad Binadja (1506 -1516)

Page 6: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
Page 7: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1421

PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata

Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur Jl. Dr. Cipto No. 35, Telp. (0328) 662325 – 662322 Kode Pos 69417

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan pendekatan yang dianjurkan dalam proses belajar mengajar sains ditingkat pendidikan menengah untuk mengatasi hasil belajar yang kurang memuaskan. Pendekatan Salingtemas memberi pembelajaran sains secara kontekstual sehingga siswa dibawa ke situasi memanfaatkan konsep sains ke dalam bentuk teknologi untuk kepentingan masyakarat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dalam pembelajaran kimia pada materi pokok larutan Asam dan Basa. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui ulangan harian. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Siswa merasa senang belajar, ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap penerapan pendekatan Salingtemas yang menyatakan mereka sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), dan kurang berminat (14,3%); (2) Penerapan pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi belajar materi pelajaran kimia khususnya materi pokok Larutan Asam dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42 siswa (100%) dan daya serap 81,23%.

Kata Kunci: pendekatan salingtemas, prestasi belajar kimia

ABSTRACT

Approach of Science, Environment, Technology, and Society (Salingtemas) is a recommended approach in teaching and learning of science secondary education level to overcome learning outcomes unsatisfactory. Salingtemas approach gives contextually science learning so that students brought to the situation utilizing scientific concepts in the form of technology for the benefit of society. The purpose of this study was to determine whether the approach can improve the performance of scientific Salingtemas class XI-IPA 3 SMAN 2 Sumenep in learning the subject matter of the solution chemistry of acids and bases. Determination of the success of the process is based on diskriptor qualification of the activity of student learning, while determination of the success of learning outcomes discovered through daily tests. The results from this study are: (1) The students were delighted to learn, it can be seen from the observation of active students in the classroom on the second cycle increased and the results of the response/ interest in the application of Salingtemas approach stating they are very interested (28.6%), interested (57.1%), and lack of interest (14.3%); (2) Application of Salingtemas approach can improve scientific performance and learning achievement in particular subject matter solution chemistry of acids and bases in class XI IPA 3 SMAN 2 Sumenep with classical completeness 42 students (100%) and the absorption of the course 81.23%. Keywords: salingtemas approach, chemistry learning achievement

Page 8: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1422 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430

PENDAHULUAN

Ilmu Kimia merupakan salah satu

mata pelajaran yang diajarkan di sekolah

menengah. Kimia dapat membentuk

kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif,

rasional serta dinamis sehingga mampu

membentuk ide-ide baru yang berguna bagi

kepentingan teknologi yang mempunyai

peranan penting bagi perbaikan hidup

manusia. Namun, masih banyak siswa yang

menganggap kimia merupakan mata

pelajaran yang sulit untuk dipelajari,

sehingga hasil belajar yang diperoleh masih

belum memuaskan (Hanum & Mahlian,

2013).

Dari dokumen-dokumen resmi KBK

dari Pusat Kurikulum Depdiknas, visi dan

pendekatan Science, Environment,

Technology, and Society (SETS) atau Sains,

Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat

(Salingtemas) merupakan salah satu

pendekatan yang dianjurkan dalam proses

belajar mengajar sains ditingkat pendidikan

menengah (Binadja, et al., 2008).

Dalam pembelajaran Salingtemas,

atau bervisi Salingtemas, pendekatan yang

paling dianjurkan adalah pendekatan

Salingtemas itu sendiri. Sejumlah ciri atau

karakteristik pendekatan Salingtemas

adalah bertujuan memberi pembelajaran

sains secara kontekstual. Siswa dibawa ke

situasi untuk memanfaatkan konsep sains

ke bentuk teknologi untuk kepentingan

masyakarat. Siswa diminta untuk berfikir

tentang berbagai kemungkinan akibat yang

terjadi dalam proses transfer sains tersebut

ke bentuk teknologi. Siswa dapat

menjelaskan keterhubungkaitan antara

unsur sains yang dibincangkan dengan

unsur-unsur lain dalam Salingtemas yang

mempengaruhi berbagai keterkaitan antar

unsur tersebut. Siswa dapat

mempertimbangkan manfaat atau kerugian

dari pada menggunakan konsep sains

tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi

yang berkenaan. Ditinjau dari sisi

konstruktifisme, siswa dapat diajak

membahas tentang Salingtemas dari

berbagai macam arah dan dari berbagai

macam titik awal tergantung pengetahuan

dasar yang dimiliki oleh siswa bersangkutan

(Nuryanto & Binadja, 2010).

Keunggulan pembelajaran dengan

pendekatan Salingtemas dibandingkan

pendekatan lainnya yaitu mengenai

bagaimana cara membuat peserta didik

dapat melakukan penyelidikan untuk

mendapatkan pengetahuan, sains,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang

saling berkaitan, sehingga diharapkan dapat

menyelesaikan masalah yang diperkirakan

timbul di sekitar kehidupannya (Paramayanti

& Fitrihidayati, 2014).

Dalam ilmu kimia konsep sains,

lingkungan, teknologi dan masyarakat

(Salingtemas) yang paling menonjol adalah

expose realita kerusakan kualitas

lingkungan sebagai akibat eksploitasi ilmu

dan teknologi kimia yang kurang

memperhatikan dampak negatif yang

ditimbulkannya. Juga cara-cara untuk

mengatasi dampak negarif tersebut (Cajas,

1999). Sayangnya topik-topik yang terkait

tidak selalu dibingkai di dalam suatu konsep

induk yang dapat berfungsi sebagai

advance organizer. Oleh karena itu tidak

dapat diharapkan setelah mempelajari topik-

Page 9: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1423

topik ini siswa atau mahasiswa memperoleh

gambaran yang komprehensif dan dapat

dijadikan acuan dasar bagi pembelajaran

lebih lanjut.

Suhaidi (2006) dalam makalahnya

yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia

Berorientasi Salingtemas menyatakan

bahwa kekhawatiran akan lemahnya

dampak pembelajaran Salingtemas

terhadap sikap dan perilaku siswa sudah

dikemukakan oleh banyak penulis. Salah

satu diantaranya adalah Membiela, (1999)

yang menemukan bahwa pembelajaran

Sains dan Teknologi Masyarakat (STM) atau

Science Technology And Society (STS) di

Spanyol saat ini menjadi lemah dan amat

kecil pengaruhnya karena tidak didukung

oleh sistem pendidikan yang ada dan

perumusan konsep yang memiliki relevansi

personal dan sosial bagi siswa.

Jika persoalan di atas kita usung ke

Indonesia, dapat dirasakan perlunya

dirumuskan kurikulum atau ranah kajian

yang elegant untuk grand concept

Salingtemas Nasional, sehingga makna,

keefektifan dan manfaat dari gerakan ini

benar-benar dapat dirasakan. Isu-isu

provokatif terkait dengan hal ini cukup

banyak termasuk yang paling baru misalnya

penggunaan formalin, boraks dan zat warna

terlarang didalam makanan, dampak

Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi

(SUTET) terhadap kesehatan orang yang

hidup di bawahnya, pencemaran lingkungan

karena industri kimia yang kurang

memperhatikan kaidah Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), dan (jika

masing-masing dianggap relevan)

penggundulan hutan (illegal logging) yang

menyebabkan banjir dan tanah longsor.

Fakta-fakta ini perlu dikemas menjadi

konsep yang utuh, bermakna sosial jelas,

relevan dan dirancang untuk digarap secara

lintas bidang agar dapat dikembangkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang

diperlukan untuk menerapkannya didalam

kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian Frank dan Barzilai

(2006) menunjukkan bahwa 95% siswa

berpendapat jika konsep Salingtemas

dimasukkan ke dalam proses pembelajaran,

maka memberi kesempatan kepada mereka

untuk memperoleh pengetahuan dan

mempertinggi pemahaman mereka antar

cabang ilmu pengetahuan sehingga

diharapkan melalui kegiatan pembelajaran

yang berwawasan Salingtemas akan

diperoleh pemikiran tentang hasil teknologi

dari transformasi sains, tanpa harus

merusak atau merugikan lingkungan dan

masyarakat (Arlitasari, et al., 2013).

Tahapan dan kegiatan pembelajaran

dengan pendekatan Salingtemas dapat

dibagi menjadi lima. Pertama, tahap invitasi

yang bertujuan untuk merumuskan masalah

dan mengetahui hubungan dengan

pengetahuan sebelumnya. Tahap eksplorasi

berisi tentang eksperimen/ aktivitas fisik,

melakukan observasi yang melibatkan

kelima pancaindra, interaksi sosial sampai

pengambilan keputusan. Tahap pengenalan

konsep berisi diskusi yang dipandu oleh

guru dengan memberikan suasana sehingga

siswa aktif bertanya dengan tujuan

meluruskan pengetahuan yang diperoleh

secara ilmiah. Tahap aplikasi, yaitu berupa

aktivitas tambahan untuk mengaplikasi

konsep yang diperoleh dalam konteks yang

Page 10: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1424 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430

berbeda. Kelima adalah tahap evaluasi,

yaitu penilaian terhadap hasil yang telah

dilakukan selama pendekatan pembelajaran

diterapkan.

Berdasarkan hal tersebut

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

(1) apakah pendekatan Salingtemas dapat

meningkatkan kinerja ilmiah siswa dan

pemahamannya terhadap pelajaran kimia

materi pokok Larutan Asam dan Basa

khususnya pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA

Negeri 2 Sumenep, (2) apakah pendekatan

Salingtemas dapat meningkatkan prestasi

belajar kimia materi pokok Larutan Asam

dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA

Negeri 2 Sumenep. Oleh karena itu, tujuan

penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui

apakah pendekatan Salingtemas dalam

pembelajaran kimia pada meteri pokok

larutan Asam dan Basa dapat meningkatkan

kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA

Negeri 2 Sumenep, (2) menerapkan

Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi

dan Masyarakat untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Kimia Materi Pokok Larutan

Asam dan Basa pada Siswa Kelas XI-IPA 3

SMA Negeri Sumenep.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sumenep

Kelas XI IPA 3 Semester II tahun pelajaran

2013/2014. Subyek penelitian adalah

seluruh siswa kelas XI IPA 3 sebanyak 42

siswa. Sumber data dalam penelitian ini

adalah: (1) Siswa, tentang aktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran kimia Materi

Pokok Larutan Asam dan Basa melalui

pendekatan Salingtemas pada siswa kelas

XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2

Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (2)

Guru, tentang aktivitas guru dalam

pengelolaan pembelajaran kimia materi

pokok Larutan Asam dan Basa melalui

pendekatan Salingtemas pada Siswa kelas

XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2

Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (3)

Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.

Kegiatan pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan instrumen

penelitian antara lain pengamatan

(observasi), catatan lapangan, angket dan

dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada

pelaksanaan pembelajaran kimia Materi

pokok Larutan Asam dan Basa rmelalui

pendekatan Salingtemas. Catatan lapangan

dilakukan dengan mencatat peristiwa nyata

yang terjadi dalam kegiatan belajar-

mengajar, baik secara deskriptif maupun

refleksi. Angket dilakukan untuk mengetahui

minat/ respon siswa terhadap proses

pembelajaran. Dokumentasi berupa

kegiatan mendokumen data verbal tertulis

dan foto.

Analisis data dilakukan dengan

menggunakan teknik analisis data kualitatif

yang bersifat linear (mengalir) yang di

dalamnya melibatkan kegiatan penelaahan

seluruh data yang telah dikumpulkan,

reduksi data (di dalamnya terdapat kegiatan

pengkatagorian dan pengklasifikasian) dan

verifikasi serta penyimpulan data.

Penentuan keberhasilan proses didasarkan

pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas

belajar siswa, sedangkan penentuan

keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui

ulangan harian.

Page 11: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1425

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Siklus Pertama peneliti

merencanakan tindakan berdasarkan

kompetensi dasar “mendeskripsikan teori-

teori Asam Basa dengan menentukan sifat

larutan dan menghitung pH larutan” pada

materi pokok Larutan Asam dan Basa.

Tindakan diarahkan untuk pencapaian

indikator yang dirumuskan antara lain

menjelaskan teori Asam dan Basa,

menjelaskan derajat keasaman (pH)

Larutan, menjelaskan kekuatan Asam dan

Basa melakukan praktikum Larutan Asam

dan Basa. Menghitung pH Larutan Asam

dan Basa, mengamati perubahan warna

indikator Asam Basa, menyiapkan alat

pengambil data tentang minat belajar,

aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar

siswa serta mengarahkan siswa

berkelompok.

Tahapan pendekatan Salingtemas,

yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengenalan

konsep, aplikasi, dan evaluasi. Invitasi:

guru memulai pelajaran menyampaikan

indikator hasil belajar, memotivasi rasa ingin

tahu siswa tentang konsep yang akan di

pelajari, guru mengkaitkan pelajaran dengan

pengetahuan awal siswa. Eksplorasi: guru

menjelaskan garis-garis besar materi yang

akan dipelajari kemudian membagikan

Lembar Kegiatan Eksperimen (LKE)

Larutan Asam-Basa sebagai bahan yang

harus dipelajari kepada kelompok siswa.

Pada tahap ini, siswa melakukan observasi,

eksperimen dan berinteraksi dengan teman

sekelompok. Hasil eksperimen di diskusikan

untuk mendapatkan solusi berdasarkan

kesepakatan. Penemuan konsep: siswa

secara berkelompok melakukan problem

solving untuk mendapatkan konsep-konsep

yang dipelajari. Aplikasi: konsep yang telah

diperoleh diaplikasikan dalam konteks yang

berbeda melalui pertanyaan-pertanyaan

dalam LKE. Evaluasi: siswa mem-

presentasikan hasil kerjanya dan

didiskusikan bersama-sama dengan

kelompok lain. Pada Siklus kedua

merupakan implementasi tindakan

pembelajaran hasil perbaikan siklus pertama

pada materi pokok Larutan Asam dan Basa

sehingga diperoleh hasil yang optimal.

Tindakan direncanakan berdasarkan

hasil refleksi siklus sebelumnya yaitu materi

pokok Larutan Asam dan Basa pada

penentuan rumus pH Larutan Asam dan

Basa serta menghitung pH melalui

pendekatan Salingtemas pada tahapan

Invitasi, Eksplorasi, Penemuan konsep,

Aplikasi, dan Evaluasi. Data hasil

pengamatan aktivitas siswa dapat dilihat

pada Tabel 1 tentang hasil observasi

keaktifan siswa di kelas.

Page 12: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1426 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430

Tabel 1. Persentase keaktifan siswa dalam kelas per siklus

Aspek yang diamati

Skor

Sangat kurang

Kurang Cukup Baik Sangat Baik

I II I II I II I II I II

Minat siswa mengikuti materi Pokok Larutan Asam dan Basa

7,1 9,5 16,7 59,5 59,5 23,8 23,8

Perhatian siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa

7,1 9,5 16,7 57,1 57,1 26,2 26,2

Aktivitas siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa

7,1 7,1 14,3 61,9 61,9 23,8 23,8

Aktivitas siswa dalam mengerjakan tugas MateriPokok Larutan Asam dan Basa

7,1 7,1 14,3 66,7 66,7 19,0 19,0

Intensitas bertanya siswa dengan guru

85,7 71,4 14,3 28,6

Intensitas bertanya siswa dengan siswa

85,7 71,4 14,3 28,6

Keaktifan merespon pertanyaan guru

76,2 71,4 11,9 16,7 11,9 11,9

Keaktifan siswa dalam kerjasama kelompok

66,7 47,6 19,0 38,1 14,3 14,3

Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada

siklus I aktivitas siswa belum menunjukkan

hasil positif. Siswa baru kelihatan menonjol

aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan

tugas (66,7 % Baik), sementara pada

aktivitas bertanya (85,7% Kurang) dan

merespon pertanyaan guru (76,2% Kurang)

masih belum menonjol. Sedangkan pada

siklus II. aktivitas siswa sudah terjadi

peningkatan dibandingkan dengan hasil

pada siklus I. Siswa tetap kelihatan

menonjol aktivitasnya pada kegiatan

mengerjakan tugas (66,7 % Baik),

sementara pada aktivitas bertanya mulai

kelihatan peningkatannya sehingga ada

perubahan yang semula 85,7% ada pada

kategori kurang menjadi 71,4 %.

Sementara pada aspek merespon

pertanyaan guru yang semula 76,2%

Kurang menjadi 71,4 %. Hal ini

menandakan bahwa siswa sudah mulai

mengaktifkan memorinya sejak awal hingga

akhir pembelajaran. Siswa secara aktif

mengkonstruk informasi atau pengetahuan

dalam benaknya sendiri sesuai prinsip teori

pembelajaran kontruktivistik (Slavin, 1995),

sebagai salah satu karakteristik dari

pembelajaran dengan pendekatan

Salingtemas.

Hasil belajar kognitif siswa

diperoleh melalui tes evaluasi di akhir siklus

pembelajaran. Adapun data hasil belajar

yang telah dianalisis tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil evaluasi belajar siswa per siklus

Keterangan Siklus I Siklus II

Nilai Terendah 18 71 Nilai Tertinggi 68 100 Nilai rata-rata 43,09 81,14 Modus 35 71 Median 44 79 Simpangan Baku

12,56 8,55

Page 13: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1427

Dari data pada Tabel 2 dapat

diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai

rata-rata siswa dari 43,09 pada siklus I

menjadi 81,14 pada siklus II. Hal ini berarti

pendekatan Salingtemas benar-benar

efektif diterapkan dalam pembelajaran

Kimia khususnya materi Larutan Asam dan

Basa. Sebagaimana ditulis oleh Mulyasa

(2002) dan Djamarah (2002) yang dikutip

oleh Nuryanto dan Binadja (2010) dalam

artikel mereka bahwa tingkat efektivitas

pembelajaran dengan pendekatan

Salingtemas ditinjau dari hasil belajar dapat

dikategorikan sebagai berikut: (1) sangat

efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar

seluruh siswa dalam satu kelas adalah 100;

(2) efektif, apabila nilai rata-rata hasil

belajar seluruh siswa dalam satu kelas

adalah 75-99; (3) kurang efektif, apabila

nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa

dalam satu kelas adalah 60-74; dan (4)

tidak efektif, apabila nilai rata-rata hasil

belajar seluruh siswa dalam satu kelas

kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).

Untuk mengetahui ketuntasan

belajar siswa baik secara individu maupun

klasikal guru dan sekolah menentukan

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan

untuk mata pelajaran Kimia ini ditetapkan

KKM nya adalah nilai 70. Dari analisis nilai

tes di akhir siklus akhirnya diketahui jumlah

dan persentase siswa yang tuntas secara

individual dan klasikal serta dapat diketahui

pula tingkat daya serap siswa secara

klasikal. Data prestasi belajar siswa ini

tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Data prestasi belajar dalam 2 siklus

Gambar 1 membuktikan bahwa

siswa yang tuntas belajar di kelas

meningkat dari 0 % (tidak tuntas secara

klasikal) pada siklus I menjadi 100 %

(tuntas secara klasikal) pada siklus II. Ini

berarti mengalami peningkatan sebesar

100 %. Daya serap juga mengalami

peningkatan dari 43,14% pada siklus I

menjadi 81,23% pada siklus II. Berarti

terjadi peningkatan 38,09%. Dengan

demikian pembelajaran Salingtemas dalam

pembelajaran ini dapat menjadikan siswa

Page 14: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1428 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430

lebih aktif mengenal lingkungan sekitarnya

serta peka terhadap permasalahan yang

ada di lingkungan tempat tinggalnya

sebagai langkah awal melakukan

penyelidikan ilmiah. Hal ini sesuai dengan

karakteristik pengajaran Salingtemas yaitu:

1) mengambil konsep dengan cara

mengidentifikasi masalah-masalah lokal, 2)

menggunakan kegiatan laboratorium yang

berasal dari sumber lokal (manusia dan

material) untuk memecahkan masalah, 3)

menekankan keterampilan proses yang

biasa digunakan ilmuwan untuk

mempelajari ilmunya (Handayani, et al.,

2009).

Minat siswa juga menjadi pokok

perhatian peneliti guna mengukur

ketertarikan siswa pada proses

pembelajaran dengan pendekatan

Salingtemas. Melalui angket siswa

diperoleh data tentang minat siswa

terhadap proses pembelajaran. Gambar 2

memaparkan persentase ketertarikan siswa

terhadap proses pembelajaran

menggunakan pendekatan Salingtemas.

Gambar 2. Minat dan respon siswa

Gambar 2 menunjukkan bahwa

57% siswa berminat dan 29% sangat

berminat. Hanya 14% yang kurang

berminat terhadap pembelajaran kimia

dengan pendekatan Salingtemas. Bahkan

tidak ada siswa yang menyatakan (0%)

tidak berminat. Dengan demikian

pembelajaran ini dapat diketagorikan

efektif, ditinjau dari minat belajar siswa

sesuai kategorisasi sebagai berikut: (1)

sangat efektif, apabila nilai rata-rata angket

minat belajar seluruh siswa dalam satu

kelas adalah 100; (2) efektif, apabila nilai

rata-rata angket minat belajar seluruh siswa

dalam satu kelas adalah 75-99; (3) kurang

efektif, apabila nilai rata-rata angket minat

belajar seluruh siswa dalam satu kelas

adalah 60-74; dan (4) tidak efektif, apabila

nilai rata-rata angket minat belajar seluruh

Page 15: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1429

siswa dalam satu kelas adalah kurang dari

60 (Nuryanto & Binadja, 2010).

Berdasarkan data-data di atas,

maka dapat digambarkan partisipasi siswa

dalam merancang kegiatan belajarnya

sudah meningkat, minat dan perhatian

siswa mengikuti kegiatan belajar-mengajar

menggunakan pendekatan Salingtemas

sudah meningkat, aktifitas siswa dalam

mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru sudah meningkat, siswa sudah mulai

aktif bertanya dan menjawab pertanyaan

guru, tingkat pemahaman siswa terhadap

penjelasan-penjelasan yang telah diberikan

oleh guru sudah mencapai tolak ukur yang

telah ditetapkan, tingkat penguasaan materi

secara utuh sudah meningkat dimana

tingkat penguasaan siswa dalam

menghubungkan topik pelajaran

sebelumnya sudah meningkat, kesulitan

siswa mengikuti pola yang diterapkan guru,

terutama dalam menghubungkan materi

yang telah diperoleh sebelumnya dengan

materi yang sedang dipelajari sudah mulai

berkurang, serta evaluasi hasil belajar

siswa secara klasikal sudah tuntas.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adaah:

(1) Para siswa merasa senang belajar,

dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan

siswa dalam kelas pada siklus kedua

meningkat dan dari hasil respon/ minat

terhadap penerapan pendekatan

Salingtemas yang menyatakan mereka

sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%),

akan tetapi masih ada yang kurang

berminat (14,3%); (2) Penerapan

pendekatan Salingtemas dapat

meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi

belajar materi pelajaran kimia khususnya

materi pokok Larutan Asam dan Basa pada

siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2

Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42

siswa (100%) dan daya serap 81,23%.

DAFTAR PUSTAKA

Arlitasari, O., Pujayanto, dan Budiharti, R.,

2013, Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Biomasa Energi Alternatif Terbarukan, Jurnal Pendidikan Fisika, Hal. 81-89.

Binadja, A., Wardani, S., dan Nugroho, S., 2008. Keberkesanan Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi SETS pada Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Hal. 256-262.

Cajas, F., 1999, Public Understanding of Science: Using Technology to Echance School Science In Everyday Life. International Journal of Science Education Hal. 765-773.

Depdiknas, 2003, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, Jakarta: Depdiknas.

Handayani, S.N., Indriwati, S.E., dan Suwono, H., 2009, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dengan Pendekatan Salingtemas Dalam Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang. Jurnal Biologi dan Pengajarannya CHIMERA, Hal. 42-50.

Hanum, L., dan Mahlian, M., 2013, Penerapan Metode Team Teaching Pada Materi Ikatan Kimia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Tunas Bangsa Banda Aceh, Jurnal Chimica Didactica Act, Hal. 1-6.

Page 16: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1430 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430

Membiela, P., 1999, Toward the Reform of Science Teaching in Spain: the Social and Personal Relevance of junior Secondary School Science Projects for a socially Responsible Understanding of Science, International Journal of Science Education.

Nuryanto, dan Binadja, A., 2010, Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Salingtemas Ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Hal. 552-556.

Paramayanti, I., dan Fitrihidayati, H., 2014, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Tema Pencemaran Air dengan Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat

(Salingtemas) Kelas VII SMP, Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Hal. 123-129.

Slavin, R.E., 1995, Cooperative Learning: Theory, Reseach, and Practice, Boston: Ally and Bacon.

Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, 2003, Jakarta: Depdiknas.

Suhaidi, I., 2006, Strategi Pembelajaran Kimia Berorientasi Salingtemas, dalam Buku Panduan Seminar Nasional Kimia. Surabaya: Himpunan Kimia Indonesia jawa Timur.

Wellington, J., 2000, Teaching and Learning Secondary Science Contemporary issues and Practical Approaches. London: Routledge.

Page 17: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1431

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI REDOKS

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya perbedaan hasil belajar siswa yang

diberi pembelajaran MEA dan REACT pada materi reaksi oksidasi reduksi, dan hasil belajar mana yang lebih baik di antara keduanya. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA Negeri di Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 dengan populasi seluruh siswa kelas X MIPA. Sampel diambil menggunakan teknik cluster random sampling, karena populasi berdistribusi normal dan homogen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest group design. Pengambilan data dilakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai post-test antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 setelah keduanya diberikan perlakuan yang berbeda pada materi yang sama. Hasil belajar kognitif diperoleh dari pretest dan posttest masing-masing kelas eksperimen. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dari skor pretest dan posttest pada kedua kelas eksperimen tersebut dengan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 (MEA) 34 meningkat menjadi 74 pada posttest dan kelas eksperimen 2 (REACT) 39 meningkat menjadi 84,97. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran MEA dan REACT dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar kimia aspek kognitif yang diberi pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.

Kata Kunci: materi reaksi redoks, MEA, model pembelajaran, REACT

ABSTRACT

This study aims to reveal the difference in learning outcomes of students who were given learning material MEA and REACT on oxidation-reduction reactions, and which one is better between the two models. The experiment was conducted in a Senior High School in Pekalongan academic year 2013/2014 with the entire population of students of science class grade X. Samples were taken using cluster random sampling technique, because of the normal distribution and homogenous population. Design research is pretest-posttest group design. Data collection was performed by the method of testing, observation, and documentation. The result showed that the average difference between the value of post-test experimental class 1 and class 2 after the second experiment are given different treatment on the same material. Cognitive learning results were obtained from the pretest and posttest each class experiment. Results showed an increase of pretest and posttest scores in both the experimental class with an average value pretest experiment class 1 (MEA) 34 increased to 74 in the posttest and experimental class 2 (REACT) 39 increased to 84.97. Based on the results of this study, it can be concluded that the implementation of MEA and REACT learning models can improve learning outcomes of students. Student learning outcomes in the cognitive aspects of chemistry REACT was better than by MEA.

Keywords: learning model, material redox reactions, MEA, REACT

PENDAHULUAN

Mata pelajaran kimia sebagai salah

satu rumpun Ilmu Pengetahuan Alam

menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran. Farid (2013) menyatakan

bahwa pembelajaran kimia menekankan

pada cara siswa menguasai konsep-konsep

dan bukan menghafal fakta satu sama lain.

Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat

Page 18: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1432 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

generalisasi dan abstraksi tinggi yang

menyebabkan siswa dapat mengalami

kesukaran dalam penguasaan. Mereka

cenderung lebih memilih untuk menghafal

daripada memahami konsep-konsep kimia

tersebut. Hal tersebut tentunya menjadi tidak

efektif karena kimia bukanlah untuk

dihafalkan melainkan untuk dipahami.

Perlunya pemahaman yang lebih membuat

kimia tidak begitu disukai oleh siswa.

Faktor guru dan cara mengajarnya

merupakan faktor yang penting. Bagaimana

sikap dan kepribadian guru, tinggi dan

rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru,

serta bagaimana cara guru itu mengajarkan

pengetahuan itu kepada siswanya, turut

menentukan bagaimana hasil belajar yang

dapat dicapai siswa.

Ilmu kimia mempunyai peranan

penting dalam menyelesaikan beberapa

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

antara lain masalah lingkungan hidup,

keterbatasan energi, kesehatan, dan

sebagainya. Oleh karena itu, pembelajaran

di kelas hendaknya tidak hanya

menitikberatkan pada penguasaan materi

untuk menyelesaikan secara matematis,

tetapi juga mengaitkan bagaimana siswa

mengenali permasalahan kimia dalam

kehidupannya dan bagaimana memecahkan

permasalahan tersebut dengan

pengetahuan yang diperoleh di sekolah.

Model pembelajaran konstektual

dan kooperatif dinilai sesuai untuk

diterapkan dalam pembelajaran kimia.

Contoh model pembelajaran kooperatif

adalah Model Eliciting Activities (MEA), yaitu

model pembelajaran untuk memahami,

menjelaskan, dan mengkomunikasikan

konsep-konsep yang terkandung dalam

suatu sajian permasalahan melalui

pemodelan (Rusyida, 2013).

Salah satu contoh model

pembelajaran konsteksual adalah REACT.

Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford

(2001), bahwasannya ada lima strategi yang

harus tampak yaitu: Relating, Experiencing,

Applying, Cooperating, Transferring.

Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran

dengan mengaitkan materi yang sedang

dipelajari dengan konteks pengalaman

kehidupan nyata atau pengetahuan yang

sebelumnya. Experiencing (mengalami)

merupakan pembelajaran yang membuat

siswa belajar dengan melakukan kegiatan

(learning by doing) melalui eksplorasi,

penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan

masalah, dan laboratorium. Applying

(menerapkan) adalah belajar dengan

menerapkan konsep-konsep yang telah

dipelajari untuk digunakan, dengan

memberikan latihan-latihan yang realistik

dan relevan. Cooperating (bekerjasama)

adalah pembelajaran dengan

mengkondisikan siswa agar bekerja sama,

sharing, merespon dan berkomunikasi

dengan para pembelajar yang lainnya.

Kemudian Transferring (mentransfer)

adalah pembelajaran yang mendorong

siswa belajar menggunakan pengetahuan

yang telah dipelajarinya ke dalam konteks

atau situasi baru yang belum dipelajari di

kelas berdasarkan pemahaman. Selain itu

Ultay dan Calik (2011) menyatakan bahwa

strategi REACT merupakan strategi yang

sudah populer di Turki. Strategi ini banyak

diterapkan oleh guru-guru dalam pelajaran

Fisika maupun Kimia. Strategi REACT terdiri

Page 19: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1433

dari lima aspek Relating, Experiencing,

Appliying, Colaborating, dan Transferring.

Hanya saja sedikit berbeda dalam

Colaborating tetapi artinya sama dengan

Cooperating yaitu bekerjasama.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah ada peningkatan rata-rata

hasil belajar siswa dengan model

pembelajaran MEA dan REACT dan hasil

mana yang lebih baik diantara keduanya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui adanya peningkatan hasil

belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA

dengan REACT pada materi pokok reaksi

oksidasi reduksi, dan untuk mengetahui

hasil mana yang lebih baik diantara

keduanya model tersebut.

METODE

Penelitian dilakukan di suatu SMA

Negeri di Pekalongan pada materi reaksi

oksidasi reduksi. Desain penelitian adalah

pretest-posttest group design yaitu desain

penelitian dengan melihat perbedaan pretest

dan posttest antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol (Sugiyono, 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah siswa kelas X

IPA SMA tersebut tahun ajaran 2013/2014.

Kelas X MIPA 3 merupakan kelas

eksperimen 1 dan kelas X MIPA 4

merupakan kelas eksperimen 2 yang diambil

dengan teknik cluster random sampling.

Variabel bebas penelitian ini adalah model

pembelajaran dan variabel terikatnya adalah

hasil belajar siswa. Kelas eksperimen 1

menggunakan model pembelajaran MEA

sedangkan kelas eksperimen 2

menggunakan model pembelajaran REACT.

Metode pengumpulan data di-

lakukan dengan metode tes, observasi, dan

dokumentasi. Bentuk instrumen yang

digunakan berupa soal tes, lembar

observasi, serta perangkat pembelajaran

yang meliputi silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, dan bahan ajar.

Analisis data yang digunakan

terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal

dan tahap akhir. Analisis tahap awal meliputi

uji normalitas dan homogenitas yang

digunakan untuk melihat kondisi awal

penelitian sebagai pertimbangan dalam

pengambilan sampel dan analisis uji coba

soal untuk menentukan soal yang layak

digunakan dalam pre-test dan post-test.

Analisis tahap akhir yaitu analisis

peningkatan hasil belajar Peningkatan hasil

belajar diukur dengan uji t-test (Sugiyono,

2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini merupakan data

hasil belajar terhadap proses pembelajaran

dengan model MEA dan REACT materi

reaksi redoks. Hasil belajar yang didapatkan

dalam penelitian ini meliputi hasil belajar

pada ranah psikomotorik dan kognitif.

Data hasil belajar ranah psiko-

motorik didapatkan pada pada kegiatan

praktikum yang meliputi delapan aspek. Tiap

aspek dianalisis secara deskriptif untuk

mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa

dan yang perlu dikembangkan. Hasil belajar

ranah psikomotorik kegiatan praktikum

meliputi delapan aspek yang disajikan

dalam Tabel 1.

Page 20: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1434 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

Tabel 1. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan praktikum

Tabel 1 menunjukkan bahwa 6 dari 8

aspek yang ada pada kelas eksperimen 2

lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 1,

yang mana kelas eksperimen 1 meng-

gunakan pembelajaran REACT sedangkan

kelas eksperimen 2 menggunakan moddel

pembelajaran MEA. Enam aspek tersebut

adalah kepemimpinan, diskusi, bekerja-

sama, keterampilan praktikum, ketepatan

hasil praktikum, dan pembuatan laporan

sementara. Pada kelas eksperimen 1

sebanyak 17 dari 32 siswa memperoleh skor

dengan kriteria sangat baik, sedangkan

pada kelas eksperimen 2 sebanyak 19 dari

30 siswa memperoleh skor dengan kriteria

sangat baik. Artinya kegiatan praktikum

membantu siswa dalam pembelajaran. Farid

(2013) menyatakan bahwa kegiatan

praktikum dapat lebih efektif membantu

siswa membangun pengetahuan, mengem-

bangkan kemampuan logika dan

kemampuan memecahkan masalah dengan

baik. Adanya praktikum membantu siswa

lebih dapat memahami materi yang mereka

pelajari karena mereka mendapatkan

pengalaman secara langsung (Kurnianto et

al, 2010). Pengalaman langsung dalam

pembelajaran kimia dapat diperoleh melalui

kegiatan laboratorium dan pengalaman

dalam kehidupan sehari-hari, situasi

pembelajaran seperti ini akan menantang

siswa untuk memecahkan permasalahan

(Dwijayanti dan Yulianti, 2010). Kegiatan

praktikum dengan strategi REACT pada

dasarnya berorientasi pada investigasi dan

penemuan, sehingga output yang dihasilkan

merupakan suatu pemecahan masalah dari

masalah yang ditemukan oleh siswa (Baser

dan Durmus, 2010).

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa

skor aspek diskusi pada kelas eksperimen 1

adalah 3,34 sedangkan pada kelas

eksperimen 2 adalah 3,76, artinya kelas

eksperimen 2 lebih unggul pada aspek

diskusi. Aspek diskusi pada pembelajaran

REACT menekankan pada faktor

transferring. Transferring artinya mem-

pelajari sesuatu dalam konteks

pengetahuan yang telah ada, menggunakan

dan memperluas apa yang telah diketahui.

Transferring juga bermakna

menghubungkan apa yang sudah dipelajari

siswa atau apa yang sudah diketahui siswa

secara konteks. Crawford (2001)

mendefinisikan transferring sebagai

penggunaan pengetahuan dalam konteks

yang baru. Dalam proses pembelajaran,

transfer atau pemindahan pengetahuan

jarang terjadi karena siswa tidak berminat

mengaitkan dan mengaplikasikan konsep

Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2

Kepemimpinan 3,45 3,56 Diskusi 3,34 3,76 Bekerjasama 3,68 3,84 Keterampilan praktikum 3,7 3,8 Ketepatan hasil praktikum 3,46 3,81 Pembuatan laporan sementara 3,68 3,7 Kebersihan tempat dan alat Keseriusan

3,8 3,53

3,54 3,51

Page 21: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1435

yang mereka miliki dalam konteks

pembelajaran yang lain. Untuk mencapai

pemahaman yang mendalam diperlukan

kemampuan berpikir dan kemampuan

memindahkan pengetahuan. Pemindahan

merupakan alat pemusatan daya pikir. Jadi,

siswa membutuhkan kemahiran berpikir

supaya mereka mampu memindahan

sesuatu. Peran guru perlu diperluas dengan

membuat bermacam-macam pengalaman

belajar dengan fokus pada pemahaman

bukan pada hafalan. Jika siswa telah

mampu memindahkan dan mengaplikasikan

pengetahuannya dalam kehidupan sehari-

hari maka dapat dikatakan siswa tersebut

telah memiliki pemahaman yang mendalam.

Aspek bekerjasama (Tabel 1) pada

kelas eksperimen 2 lebih unggul dibanding

kelas eksperimen 1 yaitu dengan skor 3,84

dari 3,68. Aspek bekerjasama pada

pembelajaran REACT menekankan pada

faktor cooperating. Kelas eksperimen 2

sudah terbiasa untuk belajar secara

kooperatif. Siswa yang bekerja secara

individu dalam memecahkan suatu

permasalahan sering tidak menunjukkan

perkembangan yang signifikan. Terkadang

siswa merasa bingung kecuali jika guru

memberikan petunjuk penyelesaian langkah

demi langkah. Sebaliknya, siswa yang

bekerja secara kelompok sering dapat

mengatasi masalah yang kompleks dengan

sedikit bantuan. Melalui cooperating siswa

lebih terdorong untuk memecahkan

berbagai permasalahan dalam

pembelajaran karena siswa dapat

bekerjasama dengan siswa lainnya dalam

memecahkan masalah pada materi

pelajaran yang ditemukan (Nopiyanita,

2013). Pembelajaran dengan metode

kooperatif dapat meningkatkan aktivitas,

interaksi, motivasi dan prestasi belajar

dalam pembelajaran kimia (Fajri,

2012).Pengalaman kerjasama tidak hanya

membantu siswa mempelajari bahan ajar,

tetapi konsisten dengan dunia nyata.

Bekerja dengan teman sebaya dalam

kelompok kecil akan meningkatkan kesiapan

siswa dalam menjelaskan pemahaman

konsep dan menyarankan pendekatan

pemecahan masalah bagi kelompoknya.

Dengan mendengarkan pendapat orang lain

dalam satu kelompok, siswa akan

mengevaluasi kembali dan

memformulasikan pemahaman konsep.

Siswa akan belajar menilai pendapat orang

lain karena terkadang perbedaan strategi

yang digunakan akan menghasilkan

pemecahan masalah yang lebih baik. Ketika

sebuah kelompok berhasil mencapai tujuan,

maka anggota kelompoknya akan

memperoleh kepercayaan dan motivasi diri

yang tinggi.

Tabel 1 memperlihatkan skor aspek

keterampilan praktikum kelas eksperimen 2

lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 3,8

dari 3,7. Aspek keterampilan praktikum pada

pembelajaran REACT menekankan pada

faktor applying. Applying artinya suatu tahap

pembelajaran bagaimana menempatkan

suatu konsep untuk digunakan. Guru tidak

perlu mentransfer semua pengetahuan

kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk

berpikir dan mencari jawaban sendiri atas

permasalahan yang diberikan oleh guru

maupun siswa itu sendiri. Cara demikian

akan melatih kemahiran aplikasi dan cara

penyelesaian masalah. Dalam pembelajar-

Page 22: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1436 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

an kimia, latihan soal tidak hanya diperoleh

melalui buku teks atau LKS saja melainkan

juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi

guru harus mampu memotivasi siswa dalam

memahami konsep melalui pemberian

latihan soal yang sifatnya realistik dan

relevan dengan keseharian. Gambaran

proses pembelajaran dengan strategi

REACT dapat memberikan pengalaman

yang kaya kepada siswa. Pengalaman yang

disediakan oleh guru dapat meningkatkan

pemahaman siswa tentang sesuatu yang

mereka pelajari, sehingga mereka

diharapkan dapat menerapkan pada kondisi

nyata dalam kehidupan sehari-hari

(Ismawati, 2010).

Aspek ketepatan hasil praktikum

(Tabel 1) skor kelas eksperimen 2 lebih

tinggi dari kelas eksperimen 1 yaitu 3,81 dari

3,46 . Aspek ketepatan hasil praktikum pada

kelas eksperimen 2 menekankan pada

faktor relating dan experiencing. Relating

yaitu menghubungkan pengetahuan yang

sudah ada atau menghubungkan dengan

kehidupan sehari-hari. Crawford (2001)

menyatakan bahwa dalam proses

pembelajaran harus dimulai dengan

pertanyaan dan fenomena-fenomena yang

menarik dan akrab bagi siswa, bukan

dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di

luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan

pengetahuan siswa. Suatu pembelajaran

akan lebih bermakna jika siswa mengalami

secara langsung dibandingkan hanya

membayangkan saja dari penjelasan guru.

Siswa lebih tertarik untuk mengikuti

pembelajaran saat diberikan suatu

permasalahan yang disesuaikan dengan

kehidupan sehari-hari dan lebih teratarik

karena adanya praktikum (Arum, 2012).

Sedangkan experiencing (mengalami)

mempunyai arti learning by doing atau

belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan

penciptaan (Crawford, 2001) . Aktivitas

experiencing di dalam kelas dapat berupa

kegiatan memanipulasi peralatan,

pemecahan masalah, dan kegiatan di

laboratorium. Aktivitas lain juga diberikan

seperti eksperimen, diskusi dalam

kelompok, latihan, dan tugas rumah. Belajar

akan lebih bermakna jika siswa mengalami

apa yang dipelajarinya tidak hanya

mengetahuinya saja (Hasnawati, 2006).

Siswa akan lebih siap belajar apabila

mereka disajikan sesuatu yang sifatnya

nyata dan mampu ditangkap secara visual,

auditori, dan kinestetik. Salah satu strategi

yang dapat digunakan untuk mewujudkan

hal ini adalah melalui aktivitas experience.

Aktivitas experience akan mengembangkan

kesiapan siswa untuk memahami konsep-

konsep yang sifatnya abstrak.

Pada uji ketuntasan belajar siswa

didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen 1

dan kelas eksperimen 2 telah mencapai

ketuntasan belajar dengan didasarkan pada

KKM yang ditetapkan di SMA tersebut. KKM

yang ditetapkan pada mata pelajaran kimia

adalah 75. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran MEA

dan REACT dapat membuat rata-rata nilai

siswa mencapai KKM. Hal ini sesuai dengan

penelitian Rusyida (2013) tentang

penerapan model pembelajaran MEA yang

juga telah mencapai KKM yaitu 80 pada

mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1

Ungaran. Pada kelas eksperimen 1,

sebanyak 24 dari 32 siswa tuntas KKM.

Page 23: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1437

Sedangkan pada kelas eksperimen 2,

sebanyak 27 dari 30 siswa juga tuntas KKM.

Hal ini menunjukkan proporsi ketuntasan

klasikal kelas eksperimen 1 lebih tinggi

dibanding kelas eksperimen 2.

Hasil rata-rata pretest dan posttest

pada dua kelas eksperimen ditunjukkan

pada Gambar 1. Nilai rata-rata pretest kelas

eksperimen 1 dengan penerapan model

pembelajaran MEA dan kelas eksperimen 2

dengan model pembelajaran REACT

menunjukkan hasil yang hampir sama (tidak

berbeda secara signifikan), sedangkan nilai

rata-rata posttest kelas eksperimen 2 lebih

tinggi daripada kelas eksperimen 1

Gambar 1. Hasil pretest dan posttest pada dua kelas eksperimen

Gambar 1 menunjukkan adanya

perbedaan rata-rata nilai antara kelas

eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2,

dengan perbedaan nilai rata-rata posttest

sebesar 7,25. Hal ini berarti terdapat

perbedaan peningkatan hasil belajar setelah

diberikan pembelajaran menggunakan

model yang berbeda. Perbedaan

peningkatan antara kelas eksperimen 1 dan

kelas eksperimen 2 disebabkan

pembelajaran pada kelas eksperimen 1

menggunakan model pembelajaran MEA

dan kelas eksperimen 2 menggunakan

model pembelajaran REACT.

Berdasarkan hasil belajar

psikomotor (Tabel 1) dan hasil belajar

kognitif (Gambar 1) dapat disimpulkan

bahwa penerapan model pembelajaran

REACT pada kelas eksperimen 2 lebih

efektif untuk meningkatkan hasil belajar

siswa dibanding dengan penerapan model

pembelajaran MEA pada kelas eksperimen

1. Yuniawatika (2011) menyatakan

pembelajaran dengan strategi REACT

menunjukkan peran yang berarti dalam

meningkatkan kemampuan koneksi dan

repesentasi matematik.

Dalam pembelajaran

startegi REACT, fokus

kegiatan belajar se-

penuhnya berada pada

siswa yaitu berpikir

menemukan solusi dari

suatu masalah termasuk

proses untuk me-

mahami suatu konsep

dan prosedur. Keber-

hasilan pembelajaran dengan strategi

REACT terjadi karena pada pembelajaran

siswa terstimulus secara aktif, sehingga

kemampuan siswa berkembang dan terus

meningkat. Temuan ini sesuai dengan

pernyataan Crawford (2001) yang

menyatakan bahwa strategi REACT memiliki

kelebihan antara lain dapat memperdalam

pemahaman siswa serta membuat belajar

menyeluruh dan menyenangkan. Pada

penggunaan model pembelajaran REACT

peran aktif guru lebih banyak daripada di

kelas eksperimen 1 (MEA) hanya saja tetap

Page 24: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1438 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

mengutamakan sifat student centered. Guru

tidak menjelaskan secara panjang lebar

seperti pada model konvensial ceramah

akan tetapi guru lebih suka memancing

penjelasan materi dengan cara mengaitkan

pada kehidupan sehari-hari atau pada

pengetahuan yang sudah diperoleh

sebelumnya (Relating), mengaitkan pada

kejadian yang dialami oleh siswa atau

nantinya siswa akan mengalami dalam

praktium misalnya (Experiencing), kemudian

dari pengetahuan yang siswa peroleh,

diharapkan siswa dapat mengaplikasikan

dalam kehidupan (Applying), siswa

melaksanakan kegiatan dengan cara

bekerjasama (Cooperating) dan siswa saling

berbagi informasi atau pengetahuan dengan

sesamanya (Transferring).

Berdasarkan hasil belajar

psikomotor, hasil belajar kognitif dan

ketuntasan klasikal, maka pembelajaran

REACT lebih berhasil daripada

pembelajaran MEA. Pemilihan model

pembelajaran merupakan suatu hal yang

penting untuk menentukan kualitas

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan

karakteristik Contextual Teaching Learning

yang menghubungkan pembelajaran

dengan kehidupan sehari-hari sehingga

siswa dapat memaknai tentang yang

dipelajari, bukan hanya mengetahui. Strategi

pembelajaran REACT dapat membantu

siswa menemukan konsepnya sendiri,

bekerjasama, dan menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari sehingga dalam

pelaksanaannya selalu menghadirkan

fenomena-fenomena alam atau lingkungan

yang dapat dengan mudah ditemui oleh

siswa (Yuliati, 2008). Pembelajaran dengan

strategi REACT terbukti dapat meningkatkan

motivasi siswa dalam pembelajaran

sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar (Mulyasa, 2006).

Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian

yang sudah dikembangkan sebelumnya,

antara lain Marthen (2010) menyatakan

kemampuan matematis siswa sekolah

peringkat tinggi, sedang dan rendah dengan

model pembelajaran REACT lebih tinggi

daripada siswa yang belajarnya

konvensional. Ismawati (2010) juga

menyatakan rata-rata hasil belajar kelas

eksperimen setelah diberi perlakuan yaitu

pembelajaran inkuiri berstrategi REACT

lebih baik dari kelas kontrol (tanpa

pmbelajaran inkuiri berstrategi REACT).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Pertama ada perbedaan rata-rata hasil

belajar kimia yang signifikan antara kelas

yang diberi pembelajaran MEA dan

pembelajaran REACT. Kedua Hasil belajar

kimia yang diberi pembelajaran REACT

terbukti lebih baik dibandingkan yang diberi

pembelajaran MEA.

DAFTAR PUSTAKA

Arum, W.F., 2012, Penerapan Model Pembelajaran CLIS dengan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Fisika di Kelas VIII SMP, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol 1, No 2, Hal: 138-144.

Page 25: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1439

Baser, M. dan Durmus, S., 2010, The Effectiveness of Computer Supported Versus Real Laboratory Inquiry Learning Environments on Understanding of Direct Current Electricity Among Pre-Service Elementary School Teachers, Eurasia Journal of Mathematics, Sciense dan Technology Education, Vol

6, No 1, Hal: 47-61.

Crawford, L.M., 2001, Teaching Contextually: Research, Rationale, And Tachniques for Improving Student Motivation and Achievment in Mathematics and Sciences, Texas: CCI Publishing, INC.

Dwijayanti, P. dan Yulianti, P., 2010, Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 108-114.

Farid, A., 2013, Pengaruh Penerapan Strategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI, Chemistry in Education, Vol 3,

No 1, Hal: 36-42.

Fajri, L., 2012, Upaya Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Kimia Materi Koloid melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dilengkapi dengan TTS bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan

Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 89-96.

Hasnawati, 2006, Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan Evaluasi Pembelajaran, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan,

Vol 3, No 1, Hal: 53-62.

Ismawati, R., 2010, Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Berstrategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Semarang, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Kurnianto, Dwijayanti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep

Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 6-9.

Marthen, T., 2010, Pembelajaran melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa SMP, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 11, No

2, Hal: 129-141.

Mulyasa, 2006 , Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nopiyanita, T., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia dan Kreativitas Siswa pada Materi Reaksi Redoks Kelas X Semester Genap SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 4, Hal:

135-141.

Rusyida, W.Y., 2013, Komparasi Model Pembelajaran CTL dan MEA terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran, UNNES Journal of Mathematic Education, Vol 2, No 1, Hal: 1-7.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Ultay, N. dan Calik, M., 2011, Distinguishing 5E Model from REACT Strategy an Example of Acids and Bases Topic, Necatibey Faculty of Education Electronic Journal of Science and Mathematics Education, Vol 5, No 2, Hal: 199-

220.

Yuliati, L., 2008, Model-Model Pembelajaran Fisika “Teori Dan Praktek”, Malang: LP3 Universitas Negeri Malang.

Yuniawatika, 2011, Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 1, No

1, Hal: 107-120.

Page 26: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1440 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat

pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan flash interaktif efektif bila diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas XI IPA di suatu SMA N di kota Magelang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik sampling menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Uji yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan klasikal, dan uji estimasi rata-rata hasil belajar kognitif. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan adanya perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ketuntasan belajar kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar (individual dan klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hasil uji estimasi rata-rata menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dari 86,25 sampai 87,35 dan kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55 sehingga bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving terbukti efektif diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Kata kunci: creative problem solving, flash interaktif, hasil belajar

ABSTRACT

Creative Problem Solving (CPS) is a learning model that is centered on problem solving skills, followed by strengthening creativity. The purpose of this study was to determine whether the Creative Problem Solving learning model-assisted interactive flash effectively can be applied to the material solubility and solubility product. This research is experimental research with the entire population of students of class XI IPA at a high school in Magelang in 2013/2014 school year. Sampling techniques used cluster random sampling. Collecting data in this study used the methods of documentation, testing, observation, and questionnaires. The test is used to analyze the data are two average value test, mastery learning classical test, and the estimated average test results of cognitive learning. The result of the two average value indicated the differences between experimental group and control group. The result of the test was obtained that experiment group achieved the learning completeness (individual and classical) while control group had not achieved classical completeness yet. The result of the estimation of average treatments showed experimental group of the average of the test result was 86,25 until 87,35 and control group was 81,45 until 82,55 so it can be concluded that the learning model Creative Problem Solving has been effectively applied to the material solubility and solubility product.

Keywords: creative problem solving, interactive flash, learning outcomes

PENDAHULUAN

Kimia merupakan pelajaran yang

erat hubungannya dengan lingkungan yang

dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan

sehari-hari. Siswa yang belajar kimia

diharapkan akan memberikan output yang

baik bagi masyarakat, dalam hal ini dapat

Page 27: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1441

dikatakan dengan berhasilnya siswa

menyelesaikan kewajibannya adalah belajar

dengan menghasilkan hasil secara

maksimal. Guru, kurikulum, siswa, sarana

dan prasarana serta strategi atau model

balajar mengajar adalah faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno,

2010). Salah satu faktor yang utama yang

menentukan apakah siswa akan berminat

dan termotivasi untuk belajar adalah faktor

yang berasal dari guru sendiri (Aritonang,

2008) dan salah satu faktor penyebab siswa

sulit menerima materi yang diajarkan adalah

kurang variatifnya model pembelajaran yang

dilakukan oleh guru (Nurhadi, 2004).

Dari semua materi yang ada dalam

mata pelajaran kimia terdapat materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan yang

tergolong materi yang cukup sulit. Sebuah

SMA di Magelang memiliki output yang

belum maksimal pada materi ini. Beberapa

faktor yang menyebabkan belum

maksimalnya hasil belajar siswa antara lain

kurangnya pemahaman tentang penulisan

rumus kimia, reaksi ionisasi dan

stoikiometriya.

Dalam hal ini perlu adanya

peningkatan pembelajaran kimia di SMA

dalam pemahaman siswa terhadap materi

serta aplikasinya di masyarakat. Sejalan

dengan perkembangan teknologi di bidang

pendidikan banyak dikembangkan model-

model pembelajaran, salah satunya adalah

model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS). Model CPS adalah suatu

model pembelajaran yang berpusat pada

keterampilan pemecahan masalah yang

diikuti dengan penguatan kreativitas

(Rosalin, 2008). Ketika dihadapkan dengan

suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan

keterampilan memecahkan masalah untuk

memilih dan mengembangkan tanggapan-

nya. Tidak hanya dengan cara menghafal

tanpa dipikir, keterampilan memecahkan

masalah memperluas proses berpikir.

Siswa dalam menerima materi

pembelajaran memerlukan suatu alat bantu

yang dapat digunakan pada kegiatan belajar

mengajar. Alat bantu yang dimaksud ialah

media pembelajaran. Media pembelajaran

semakin mendapat sorotan dalam dunia

pendidikan di Indonesia karena perannya

yang sangat penting dalam keberhasilan

siswa. Keberhasilan menggunakan media

dalam proses pembelajaran akan menentu-

kan hasil belajar, antara lain tergantung

pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan

pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan

(Sutjiono, 2005).

Komunikasi yang tidak berjalan

dengan baik, menyebabkan pesan yang

disampaikan oleh guru sulit dipahami oleh

siswa. Sebaliknya, apabila komunikasi

berjalan efektif dan efisien, maka semakin

banyak tujuan pembelajaran tercapai.

Dalam komunikasi dibutuhkan media yang

dapat menyampaikan pesan. Model pem-

belajaran flash interaktif dapat digunakan

sebagai salah satu alternatif untuk me-

nyampaikan pesan (guru) kepada penerima

pesan (siswa) (Fatkurrohman, 2012).

Flash Interaktif merupakan aplikasi

multimedia interaktif. Multimedia merupakan

gabungan antara berbagai media seperti

teks grafik, bunyi, animasi dan video yang

dikirim dan dikendalikan dengan program

komputer (dalam satu software digital) serta

mempunyai kemampuan interaktif untuk

Page 28: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1442 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

menjadi salah satu alternatif yang baik

sebagai alat bantu dalam pembelajaran.

Menurut pengertian ini, multimedia interaktif

digambarkan sebagai multimedia non linear

yang memberikan kendali kepada pemakai

daripada komputer. Sehingga terjadi

interaksi atau hubungan timbal balik antara

pengguna dengan seluruh program isi

materi yang ada di dalamnya (Arsyad,

2009).

Putri (2010) dalam penelitiannya

tentang pengaruh artikel kimia terhadap

model pembelajaran CPS memperoleh

kontribusi sebesar 32,87% terhadap hasil

belajar kimia siswa. Sama halnya dengan

keberhasilan penelitian yang dilakukan

Sudiran (2012) tentang penerapan model

pembelajaran CPS memperoleh

peningkatan hasil belajar pada siklus

pertama sebesar 36,84% dan siklus kedua

sebesar 81,58%. Kusumawati, et al., (2012)

melakukan penelitian tentang implementasi

peer tutoring berbantuan compact disc

dalam bentuk flash interaktif pembelajaran

memberikan pengaruh sebesar 81,72%

terhadap hasil belajar siswa. Kontribusi

sebesar 75,4% dalam penelitian yang

dilakukan Solikhakh, et al., (2012) tentang

pengembangan perangkat pembelajaran

dalam kemasan compact disc (flash

interaktif) pembelajaran berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Keberhasilan

penelitian di atas memberikan kontribusi

gagasan untuk menerapkan model

pembelajaran dengan bantuan media

tersebut sebagai bahan penelitian yang

dilaksanakan.

Permasalahan yang dihadapi dalam

penelitian ini adalah apakah model

pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa

pada pembelajaran materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan. Sedangkan tujuan yang

ingin dicapai peneliti adalah untuk

mengetahui keefektifan model pembelajaran

CPS berbantuan flash interaktif terhadap

hasil belajar siswa pada materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen dengan desain yang digunakan

adalah pretest-posttest group design yang

merupakan penelitian yang diamati dengan

melihat perbedaan pretest dan posttest

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kelas XI IPA 3 merupakan kelas eksperimen

dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol

yang diambil berdasarkan teknik cluster

random sampling yaitu pengambilan dua

kelas secara acak dari populasi bersyarat,

yaitu populasi harus bersifat normal dan

memiliki homogenitas yang sama. Kelas

eksperimen diberi pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Creative

Problem Solving (CPS) berbantuan flash

interaktif sementara kelas kontrol diberikan

pembelajaran menggunakan metode

ceramah dan diskusi. Desain penelitian

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Desain penelitian pretest-posttest group design

Kelompok Pre test

Perlakuan Post test

Eksperimen

Kontrol

T1

T1

X

Y

T2

T2

Page 29: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1443

Metode pengumpulan data

dilakukan dengan metode tes, metode

dokumentasi, lembar observasi dan lembar

angket. Bentuk instrumen yang digunakan

adalah soal pretest dan posttest, lembar

observasi afektif, lembar observasi

prikomotorik dan angket tanggapan siswa.

Metode tes digunakan untuk mengetahui

hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk

soal tes yang digunakan adalah pilihan

ganda sebanyak 25 butir soal yang telah

disusun sesuai dengan indikator

pembelajaran. Soal yang digunakan antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

sama. Hasil kognitif siswa dianalisis

menggunakan metode statistik parametrik

antara lain normalitas, kesamaan dua

varians, perbedaan dua rata-rata, uji

ketuntasan belajar dan uji estimasi rata-rata.

Sedangkan hasil belajar afektif dan

psikomotorik serta angket tanggapan siswa

dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh

sebagai syarat pengambilan sampel

penelitian menggunakan data nilai ulangan

harian kelas XI IPA materi larutan

penyangga menunjukkan bahwa populasi

terbukti berdistribusi normal dan memiliki

tingkat homogenitas yang sama, dibuktikan

dengan hasil analisis χ2

hitung (11,02) kurang

dari χ2kritis (11,07). Analisis kondisi awal

bertujuan untuk membuktikan bahwa antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

berangkat dari kondisi yang sama. Data

yang digunakan adalah nilai pretest. Hasil

analisis menunjukkan kedua kelompok

berdistribusi normal, memiliki varians yang

sama dan tidak ada perbedaan yang

signifikan pada kedua kelas.

Pembelajaran menggunakan model

pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif dilaksanakan dalam lima kali

pertemuan. Adapun hasil penelitian tersebut

dipaparkan dalam tiga ranah yaitu hasil

belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah

afektif dan hasil belajar ranah psikomotorik.

Hasil uji ketuntasan belajar menunjukkan

bahwa siswa kelas eksperimen telah

mencapai ketuntasan belajar baik secara

individual maupun klasikal karena terdapat

27 siswa yang lulus dari total 30 siswa

berdasarkan KKM (77). Hasil ini juga

diperkuat dengan analisis uji estimasi rata-

rata hasil belajar kognitif dari 86,25 sampai

87,35 yang artinya bahwa pembelajaran

kelas eksperimen yang menggunakan

model pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif terbukti efektif saat diterapkan

pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Hasil ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Mulyasa (2002) bahwa

keberhasilan kelas dilihat dari jumlah

peserta didik yang mampu menyelesaikan

atau mencapai minimal 65%, sekurang-

kurangnya 85% dari jumlah peserta didik

yang ada di kelas tersebut. Hasil analisis

ketuntasan belajar kelas kontrol lebih

rendah dibanding kelas eksperimen yaitu 19

siswa yang lulus dari total 30 siswa. Hasil

analisis uji estimasi rata-rata hasil belajar

kognitif kelas kontrol dari 81,45 sampai

82,55. Kedua kelas memiliki jarak proporsi

ketuntasan yang lumayan jauh, namun rata-

rata hasil belajar yang dihasilkan tidak jauh

perbedaannya. Hasil rata-rata kelas

Page 30: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1444 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat

dalam Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil belajar pretest-posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol

Gambar 1 memperlihatkan perban-

dingan rata-rata hasil belajar pretest dan

posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa

ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen

lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan

perbedaan yang sangat jauh, namun kedua

kelas mempunyai rata-rata hasil belajar

yang tidak terpaut jauh yaitu kelas

eksperimen sebesar 86,80 dan kelas kontrol

sebesar 82,00. Hal ini dikarenakan

banyaknya siswa kelas kontrol yang belum

mencapai ketuntasan individual dengan nilai

yang hampir memenuhi KKM (77) yaitu 76.

Lebih tingginya hasil belajar yang diperoleh

kelas eksperimen daripada kelas kontrol

menunjukan bahwa penggunaan model

pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif pada proses pembelajaran kelas

eksperimen memberikan output yang lebih

baik dan terbukti lebih efektif bila digunakan

dalam proses belajar mengajar daripada

penerapan metode ceramah dan diskusi

pada proses pembelajaran kelas kontrol.

Pembelajaran matematika menggunakan

model CPS dapat membuat siswa lebih aktif

dan kreatif dalam menciptakan

solusi suatu masalah yang

diberikan. Hal ini senada dengan

pembelajaran pada materi kela-

rutan dan hasil kali kelarutan

yang membutuhkan hitungan

untuk menyelesaikan setiap

masalah. Keaktifan dan kreati-

vitas membantu siswa dalam

memecahkan setiap masalah

dalam materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan dalam pembelajaran mengguna-

kan model CPS. Ekayanti, et al., (2013)

menjelaskan bahwa keaktifan siswa

dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan

untuk berpartisipasi atau terlibat dalam

proses pembelajaran. Partisipasi aktif siswa

sangat berpengaruh pada proses

perkembangan berpikir, emosi dan sosial.

Hasil belajar afektif diperoleh

melalui pengamatan terhadap sikap siswa

selama proses pembelajaran berlangsung

dengan pengukuran menggunakan lembar

observasi. Rata-rata hasil belajar afektif

pada kelas eksperimen sebesar 89,83 dan

kelas kontrol sebesar 80,85. Hasil penelitian

rata-rata untuk tiap aspek afektif dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa

hasil observasi hasil belajar afektif kelas

eksperimen lebih baik daripada kelas

kontrol, namun dalam aspek etika dan

sopan santun dalam berkomunikasi

keduanya sama-sama memiliki poin yang

sangat tinggi. Rata-rata nilai seluruh aspek

kelas eksperimen sebesar 4,5 dengan

kriteria sangat tinggi, sedangkan kelas

Page 31: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1445

kontrol sebesar 4,03 dengan kriteria tinggi.

Kedua kelas mempunyai perbedaan

kuantitatif yaitu besarnya rata-rata aspek

afektif kelas eksperimen lebih tinggi

daripada kelas kontrol. Hal ini meunjukkan

hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih

baik. Hasil analisis rata-rata nilai tiap aspek

disajikan dalam Gambar 2.

Tabel 1. Rata-rata tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Aspek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Rata-rata Kriteria Rata-rata Kriteria

Kehadiran Partisipasi aktif dalam pembelajaran Kemampuan bertanya atau mengemukakan pendapat Kelengkapan dan kerapian catatan Perhatian siswa terhadap materi pembelajaran Bekerjasama dengan teman/kelompok saat pembelajaran Etika/sopan santun dalam berkomunikasi Interaksi dengan guru

4,26 4,16 3,87

4,76

4,7

4,43

4,87

4,87

Tinggi Tinggi Tinggi

Sangat tinggi

Sangat tinggi Tinggi

Sangat tinggi

Sangat tinggi

4,23 3,3 3,76

3,97

4

4,03

4,8

4,13

Tinggi Tinggi Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sangat tinggi Tinggi

Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Gambar 2 memperlihatkan bahwa

rata-rata tiap aspek afektif pada kelas

eksperimen lebih besar daripada kelas

kontrol, namun demikian pada beberapa

aspek yaitu kehadiran siswa, bertanya/

mengemukakan pendapat serta aspek etika/

sopan santun saat pembelajaran, kedua

kelas mempunyai nilai kriteria yang hampir

Page 32: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1446 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

sama. Hal ini membuktikan bahwa kedua

kelas tingkat kedisiplinan dan keaktifan yang

hampir sama pula, dimana akan

berpengaruh pada hasil belajar kognitif pula.

Pada aspek lain kelas eksperimen lebih

unggul dengan kriteria sangat tinggi

daripada kriteria tinggi yang dihasilkan kelas

kontrol. Aspek kelengkapan catatan,

perhatian siswa terhadap materi

pembelajaran serta interkasi dengan guru

merupakan tiga aspek yang lebih unggul

pada kelas eksperimen. Sesuai dengan

ketuntasan klasikal hasil belajar yang

diperoleh, tiga aspek tersebut memiliki

peran yang lebih menonjol dibandingkan

aspek lain pada kelas eksperimen secara

umum. Sejalan dengan pendapat Totiana

(2012) siswa yang diajar menggunakan

model CPS memiliki aktivitas belajar lebih

tinggi daripada siswa yang diajar dengan

menggunakan metode konvensional.

Hasil belajar psikomotorik dilihat

saat pelaksanaan praktikum. Praktikum

yang dilaksanakan bertujuan untuk

memprediksi terbentuknya endapan

berdasarkan harga Ksp, dimana praktikum

dilakukan oleh kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Penilaian yang dilakukan saat

melakukan observasi pada kedua kelas

meliputi beberapa aspek diantaranya aspek

persiapan pelaksanaan praktikum,

kepemimpinan, dinamika kelompok,

keterampilan dalam melaksanakan

praktikum, kebersihan dan laporan

praktikum. Setiap aspek dinilai dengan

rentang skor dalam lembar observasi 1

sampai 4. Pengamatan dilakukan oleh

peneliti sendiri dan guru mitra yang

mengajar. Hasil analisis rata-rata nilai tiap

aspek penilaian psikomotorik disajikan

dalam Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol

Page 33: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1447

Gambar 3 memperlihatkan bahwa

rata-rata nilai per aspek psikomotorik kelas

eksperimen lebih unggul daripada kelas

kontrol. Namun pada aspek pertama yaitu

pada persiapan pelaksanaan praktikum

kedua kelas hampir memiliki nilai yang sama

hanya terpaut sedikit saja. Hal ini

menunjukkan kedua kelas telah siap untuk

mengikuti praktikum tentang memperkirakan

terbentuknya endapan berdasarkan harga

Ksp. Proses pembelajaran praktikum yang

dilaksanakan pada pertemuan keempat

sebelum diadakannya ulangan harian pada

pertemuan selanjutnya dan lebih

fleksibelnya waktu yang diberikan saat

melakukan praktikum serta rasa penasaran

siswa tentang proses praktikum yang akan

dijalani menjadi alasan utama siswa

antusias mengikuti pembelajaran praktikum.

Kelas eksperimen yang telah diberikan

pembelajaran menggunakan model

pembelajaran CPS dimana model ini

menuntut siswa untuk berpikir kritis dan

kreatif untuk menyelesaikan masalah yang

diberikan. Dalam mengatasi kesulitan

pelajaran, diharapkan siswa menggunakan

langkah-langkah kreatif dalam memecahkan

masalah. Model pembelajaran yang

digunakan pada kelas eksperimen

berdampak pada hasil belajar psikomotorik

yang lebih maksimal daripada kelas kontrol

yang menggunakan metode pembelajaran

ceramah dan diskusi.

Untuk mengetahui hasil

pembelajaran secara deskriptif maka

dilakukan observasi dengan memberikan

lembar angket pendapat siswa pada kelas

eksperimen dimana terdapat kegiatan

pembelajaran menggunakan model

pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Respon atau tanggapan siswa

terhadap masing-masing pernyataan

dinyatakan dalam 4 kategori, yaitu SS

(sangat setuju) dengan skor 4, S (setuju)

dengan skor 3, TS (tidak setuju) dengan

skor 2 dan STS (sangat tidak setuju) dengan

skor 1. Aspek tanggapan siswa yang

diberikan sebanyak sepuluh yang

menyangkut bagaimana minat dan

tanggapan siswa terhadap model

pembelajaran dan media yang telah

dilaksanakan selama proses pembelajaran.

Hasil analisis deskriptif angket tanggapan

disajikan dalam Gambar 4.

Hasil analisis tanggapan siswa

menunjukkan banyak aspek yang unggul

pada skor kriteria 3 (setuju) pada 6

pernyataan angket. Sedangkan 4

pernyataan yang lain unggul pada skor

kriteria 4 (sangat setuju). Hal ini dapat

disimpulkan bahwa siswa menyukai

kegiatan pembelajaran dengan model

pembelajaran CPS berbantuan flash

interaktif. Secara keseluruhan dari angket

yang disebar, hasil analisis skor angket

yang didapat sebesar 84,75 yang tergolong

kategori sangat baik. Dari seluruh siswa

yang memberikan tanggapan melalui

angket, sebanyak 13 siswa menyatakan

sangat setuju, 16 siswa menyatakan setuju

dan 1 siswa menyatakan tidak setuju. Hal ini

menunjukkan sekitar 29 siswa dari 30 siswa

menyukai pembelajaran menggunakan

model pembelajaran berbantuan flash

interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan.

Page 34: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1448 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa

SIMPULAN

Secara umum pembahasan

menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan model pembelajaran CPS

berbantuan flash interaktif efektif terhadap

hasil belajar siswa kelas XI IPA 3 sebagai

kelas eksperimen pada materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan. Hal ini dapat

diketahui dari hasil analisis keefektivan

model pembelajaran terhadap hasil belajar

siswa melalui uji estimasi rata-rata yang

memperoleh nilai rata-rata sebayak 86,25

sampai 87,35.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi

dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 10, No 7, Hal: 11-21.

Arsyad, A., 2009, Media pembelajaran (Cetakan ke-3), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ekayanti, H.B.S. dan Usman R., 2013, Pemanfaatan CD Interaktif sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa pada Pembelajaran Matematika, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 2, No 11, Hal: 1-14.

Fatkurrohman, F., 2012, Pengembangan Media CD pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Geografi Topik Atmosfer, Jurnal Pendidikan Geografi, Vol 1, No 1, Hal: 6.

Kusumawati, R., Wuryanto, dan Arif A., 2012. Implementasi Peer Tutoring dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Hasil Belajar. Unnes Journal of Mathematics Education, Vol 1, No 2, Hal: 1-8.

Mulyasa, E., 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurhadi, 2004, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang.

Page 35: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1449

Putri, I.R dan Kasmadi I.S., 2010, Pengaruh Penggunaan Artikel Kimia dari Internet pada Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 574-581.

Rosalin, E., 2008, Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual, Bandung: PT Karsa Mandiri Persada.

Solikhakh, R.A., Rismono, dan Waluya, S.B., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Beracuan Kontruktivisme dalam Kemasan CD Interaktif Kelas VIII Materi Geometrid dan Pengukuran, Unnes Journal of Research Mathematics Education, Vol 1, No 1, Hal: 13-19.

Sudiran, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah Fisika, Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, Vol 4, No 1, Hal: 7-12.

Sutikno, S., 2010, Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Media Puzzle terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 1, No 6, Hal: 123-127.

Sutjiono, T.W.A., 2005, Pendayagunaan Media Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 4, No 4, Hal: 76-84.

Totiana, F., Elfi S.V.H., dan Redjeki. T., 2012, Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang Dilengkapi Media Pembelajaran Laboratorium Virtual terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 74-79.

Page 36: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1450 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI

LIFE SKILL

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan Chemo-

entrepreneurship siswa setelah mendapatkan penerapan konsep koloid yang berorientasi Life Skill. Penelitian ini menggunakan Pretest and Posttest Design dengan pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yakni kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir atau produk. Untuk kelas eksperimen, produk yang dibuat diserahkan sepenuhnya kepada siswa, sedangkan kelas kontrol telah ditentukan oleh guru. Untuk nilai akhir siswa adalah rerata dari nilai posttest, afektif, psikomotor, dan produk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata pretest kelas eksperimen adalah 37,24 dan kelas kontrol 35,03 sedangkan nilai akhir kelas ekperimen adalah 83,25 dan kelas kontrol 80,75. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel kontrol sebesar 0,517 dikategorikan sedang. Peningkatan kemampuan chemo-entrepreneurship kelas eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas kontrol sebesar 54%. Uji t nilai akhir mendapatkan hasil kemampuan chemo-entrepreneurship kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan konsep koloid yang berorientasi Life skill dapat meningkatkan kemampuan Cheom-entrepreneurship siswa, dan kemampuan Chemo-entrepreneurship kelas eksperimen meningkat sebesar 57% sedangkan kelas kontrol sebesar 54%.

Kata kunci: chemo-entrepreneurship, koloid, life skill

ABSTRACT

This study aims to determine the increase in the ability of Chemo-entrepreneurship

students after getting the application of the concept of colloid, which is oriented Life Skill. This study used pretest and posttest design with a sampling technique using cluster random sampling, the grade XI science as an experimental class 5 and class 6 as a class XI science of control. This study is divided into three stages: preparation, execution, and the final stage or products. For the experimental class, products made entirely handed over to the students, while the control class has been determined by the teacher. The final value is the average of the grades students posttest, affective, psychomotor, and products. Based on the results, the average value of the experimental class pretest was 37.24 and 35.03 in the control group while the final value of the experimental class are 83.25 and 80.75 in the control class. The influence of independent variables on the control variables were categorized by 0.517. Improving the ability of chemo-entrepreneurship in the experimental class by 57% while the control class is 54%. T test at the end of the value that has been done to get the ability chemo-class entrepreneurship experiment proved to be better than the control class. Conclusions from this research is the application of the concept of colloid, which is oriented Life skills can improve students' ability Cheom-entrepreneurship, and the ability Chemo-entrepreneurship in the experimental class increased by 57% while the control group only 54%.

Keywords: chemo-entrepreneurship, colloids, life skills

Page 37: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1451

PENDAHULUAN

Ilmu kimia sebagai salah satu mata

pelajaran di SMA yang mempelajari tentang

fenomena alam yang sangat dekat dengan

kehidupan sehari-hari. Namun pada kenya-

taannya justru pelajaran kimia dianggap

sebagai sesuatu hal yang menakutkan oleh

sebagian besar siswa, hal ini ditandai

dengan adanya sikap pasif dalam menerima

materi dan adanya kecenderungan

menghafal bukan untuk memahami maupun

mengaitkan materi yang diperoleh dengan

kehidupan sehari-hari. Oleh karena hal-hal

tersebut, secara langsung maupun tidak

langsung akan menyebabkan rendahnya

kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki oleh

siswa (Kusuma, et al., 2009). Padahal untuk

dapat berhasil dalam kehidupan setelah

lulus pendidikan menengah maupun

perguruan tinggi tidak hanya berbekal

selembar kertas ijazah, tetapi harus memiliki

kemampuan memasarkan pengetahuan,

memiliki jiwa entrepreneurship, jujur, dan

kreatif (Sumarti, 2008)

Alasan rasional lainnya tentang

penerapan pembelajaran yang berorientasi

life skill adalah karena pendidikan harus

dikelola secara demand-driven. Artinya,

materi atau konten yang diajarkan kepada

peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai

kehidupan nyata yang dihadapinya

(Desmawati, et al., 2009). Sejalan dengan

Soebroto, et al., (2008) yang menyatakan

bahwa metode life skill dalam pembelajaran

merupakan sebuah pembelajaran yang

menghadirkan tema-tema dan masalah ke-

manusiaan, menumbuhkembangkan potensi

manusia secara nyata agar siap hidup

dengan proses yang betul-betul hidup. Hal

ini dikarenakan kecakapan hidup tidak

semata-mata hanya memiliki kemampuan

tertentu saja, namun ia harus memiliki

kemampuan dasar pendukungnya secara

fungsional seperti membaca, menulis,

menghitung, merumuskan dan memecahkan

masalah, mengelola sumber-sumber daya,

bekerja dalam tim atau kelompok, terus

belajar di tempat bekerja, mempergunakan

teknologi dan lain sebagainya (Susiwi,

2007).

Berdasarkan data Badan Pusat

Statistika (2014) mencatat data pengang-

guran per Februari 2014 didominasi lulusan

SMA. Lulusan SMA yang menganggur

mencapai 9,10% dari total penganggur.

Pengangguran tertinggi kedua di Indonesia

adalah lulusan SMP dengan 7,44%.

Sedangkan lulusan universitas menempati

urutan ketiga dengan 4,31% kemudian

paling sedikit jumlah penganggurannya

adalah lulusan SD dengan 3,69 % dari 7,15

juta orang Indonesia yang menganggur. Hal

ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi

pendidikan tidak menunjukan relevansi

semakin mudah mendapatkan pekerjaan di

negeri ini. Kondisi lain yang perlu

diperhatikan adalah sebagian besar lulusan

sekolah menengah, lebih dari 81% tidak

melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi

(Supartono, 2012). Sedangkan berdasarkan

observasi di SMA Negeri 9 Semarang

sekitar 10% alumnusnya tidak melanjutkan

di perguruan tinggi. Sebagian dari mereka

harus masuk ke dunia kerja bagi yang

memenuhi persyaratan dari pemilik

pekerjaan, dan sebagian yang lain harus

belajar ketrampilan tertentu agar kelak dapat

Page 38: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1452 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

memperoleh peluang bekerja. Dari data ini

memberi gambaran bahwa sebenarnya

kondisi pendidikan kita membutuhkan suatu

pembelajaran yang berorientasi life skill

untuk meningkatkan kemampuan berwira-

usaha sebagai bekal setelah lulus.

Menurut Kusuma & Siadi (2010)

Salah satu pengembangan konsep CEP

dalam pendidikan kimia antara lain dalam

bentuk life skill pada setiap mata kuliah yang

berpeluang. Dari gagasan tersebut

penerapan konsep kimia SMA juga dirasa

perlu untuk dikaitkan dengan life skill, salah

satu konsep kimia adalah koloid, dari

konsep ini banyak yang dapat dikaji siswa

karena keterkaitannya dalam kehidupan

sehari-hari. Agar dapat meningkatkan ke-

mampuan chemo-entrepreneurship siswa,

pembelajaran harus didesain dan dilaksana-

kan berangkat dari obyek atau fenomena

yang ada disekitar kehidupan peserta didik

yang kemudian dikembangkan ke dalam

konsep koloid. Pembelajaran kimia yang

seperti ini akan lebih menyenangkan dan

memberi kesempatan pada peserta didik

untuk mengoptimalkan potensinya agar

menghasilkan produk. Bila peserta didik

sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang

demikian, tidak menutup kemungkinan akan

memotivasi mereka untuk berwirausaha

(Supartono, 2006). Pada penelitian ini ada

batasan untuk kemampuan chemo-

entrepreneurship yaitu hanya sampai pada

tahap produksi.

Rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah ada peningkatan kemam-

puan chemo-entrepreneurship siswa setelah

mendapat penerapan konsep yang

berorientasi life skill dan berapakah besar

peningkatannya. Tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah mengetahui ada

tidaknya peningkatan kemampuan chemo-

entrepreneurship siswa SMA setelah

mendapatkan penerapan materi pokok

koloid yang berorientasi life skill dan

mengetahui besarnya peningkatan yang

terjadi.

METODE PENELITIAN

Popoluasi dari penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas XI IPA suatu SMA N di

Semarang tahun pelajaran 2013/2014,

sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA

5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI

IPA 6 sebagai kelas kontrol. Pengambilan

sampel tersebut ditentukan dengan teknik

cluster random sampling dengan mengambil

dua kelas dari enam kelas populasi secara

acak. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah pembelajaran pada materi koloid

yang berorientasi life skill. Pembelajaran ini

dilakukan dalam tiga tahap, yakni tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap

akhir atau produk. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah peningkatan kemam-

puan chemo-entrepreneurship siswa. Desain

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pretest and posttest design. Penelitian ini

terbagi menjadi 3 tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan, dan tahap akhir

(Kadarwati, et al., 2010). Untuk kelas

eksperimen produk yang akan dibuat

diserahkan sepenuhnya kepada siswa

sedangkan kelas kontrol telah ditentukan

oleh guru.

Pengumpulan data dilakukan de-

ngan metode dokumentasi, tes, observasi.

Page 39: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1453

Instrumen penelitian yang digunakan berupa

soal pretest-posttest, lembar observasi

psikomotorik, afektif, dan produk. Analisis

data yang digunakan terbagi dalam dua

tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir.

Analisis tahap awal digunakan untuk melihat

kondisi awal penelitian sebagai pertimbang-

an dalam pengambilan sampel. Analisis

tahap akhir meliputi uji normalitas untuk

menentukan statistika yang akan digunakan,

uji persamaan dua varians, dan uji hipotesis

untuk mengetahui mana yang lebih baik

kelas eksperimen atau kelas kontrol

(Sudjana, 2002), dan analisis pengaruh

antarvariabel untuk mengetahui besarnya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat (Soeprodjo, 2002), dan yang terakhir

adalah menghitung peningkatan kemam-

puan chemo-entrepreneurship masing-

masing kelas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini meliputi data

hasil belajar dari setiap proses yaitu

perencanaan, pembuatan, dan produk. Hasil

belajar yang didapatkan dari setiap

prosesnya adalah kognitif dan afektif pada

tahap persiapan, psikomotorik pada tahap

pelaksanaan, dan terakhir adalah nilai

produk pada tahap akhir. Pada setiap

tahapnya penilaian dilakukan dengan

menggunakan lembar observasi kecuali

untuk menilai kemampuan kognitif yang

menggunakan soal, penyusunan lembar

observasi dan soal sudah disesuaikan

dengan indikator kemampuan chemo-

entreprenurship yaitu kemampuan ber-

inovasi, kemampuan berkreasi, kemampuan

mempunyai ide orisinil, kemampuan

mempunyai daya imajinasi tinggi,

kemampuan memandang sesuatu dari

berbagai sudut pandang, dan kemampuan

menganalisis data (Lestari, 2009). Untuk

jenis soal yang dipakai adalah uraian

dengan kemungkinan banyak jawaban. Soal

uraian sengaja dipilih karena melihat

indikator kemampuan chemo-

entrepreneurship yang berhubungan dengan

kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

kebebasan dalam menentukan jawaban

yang inovatif serta kreatif.

Hasil belajar yang pertama adalah

ranah afektif yang mengukur tahap

perisapan digunakan indikator yaitu

bertanggung jawab dengan tugasnya,

bekerjasama dalam kelompok, kemampuan

berinovasi, kemampuan berkreasi, kemam-

puan mempunyai ide orisinil, kemampuan

mempunyai daya imajinasi tinggi. Dari setiap

indikator harus disusun kategori untuk

penilaian yang memperhatikan aspek

kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa

(Kusuma, et al., 2009). Seperti pada

indikator kemampuan berinovasi, siswa

akan mendapat skor maksimal jika semua

kategorinya yaitu siswa dapat menggali

informasi melalui berbagai sumber,

mengolah informasi, dan menghubungkan

informasi dengan suatu masalah sehingga

tercipta penyelesaiannya melalui produk

yang dibuat dapat dilaksnakan oleh siswa.

Hasil rerata skor afektif dari 6 indikator

tersebut disajikan dalam Tabel 1.

Page 40: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1454 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

Tabel 1. Skor rerata aspek afektif

Aspek Kelas

eksperimen Kelas kontrol

Bertanggung jawab dengan tugasnya

3,84 3,00

Bekerjasama dalam kelompok

3,77 3,00

Kemampuan berinovasi

3,13 3,33

Kemampuan berkreasi

3,30 3,00

Kemampuan mempunyai ide orisinil

3,47 3,33

Kemampuan mempunyai daya imajinasi tinggi

3,25 4,00

Berdasarkan data dari Tabel 1

dapat disimpulkan bahwa tidak semua

indikator afektif dari kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol seperti kemam-

puan berinovasi yang mana kelas

eksperimen mempunyai rata-rata 3,13

sedangkan kelas kontrol 3,33, selain itu

pada aspek rata-rata kemampuan mem-

punyai daya imajinasi tinggi kelas

eksperimen 3,25 sedangkan untuk kelas

kontrol adalah 4,00.

Indikator afektif kemampuan ber-

inovasi dan memiliki daya imajinasi tinggi

kelas eksperimen lebih rendah daripada

kelas kontrol. Hal ini terlihat ketika pada

tahap persiapan berlangsung, di kelas

kontrol ketika produk sudah di-

tentukan, banyak siswa yang

mengusulkan untuk mencoba

mencari alternatif bahan lain sebagai

pengganti bahan utama pembuatan

produknya. Perilaku kelas kontrol ini

mengindikasikan bahwa kemampuan

chemo-entrepreneurship juga berhu-

bungan dengan science process skill

yang mana kemampuan berpikir

seorang yang digunakan membangun

konsep pengetahuan untuk menyelesaikan

suatu masalah (Özgelen, 2012). Aspek

afektif juga dipengaruhi oleh karakter siswa,

yakni berkaitan dengan ilmu pengetahuan

yang dipengaruhi oleh berbagai macam

kompetensi yang salah satunya adalah

psikologi yang di dalamnya menyangkut

karakter (Duit, 2007). Selain itu Siswa

dengan kecakapan berpikir tingkat tinggi

mampu belajar, meningkatkan kinerja

mereka, dan mengurangi kelemahan

mereka (Heong, et al., 2011).

Penilaian psikomotorik dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi

psikomotorik. Lembar observasi ini memuat

6 indikator yaitu mempersiapan alat dan

bahan percobaan, melakukan prosedur

percobaan dengan benar, menjaga keber-

sihan alat dan ruang kerja, membuat

laporan, kemampuan memandang sesuatu

dari berbagai sudut pandang, dan kemam-

puan menganalisis data. Seperti aspek

afektif, setiap indikator pada aspek psiko-

motorik juga diberikan kategori untuk

penilaiannya. Dengan skor 4 adalah yang

tertinggi dan 1 adalah yang terendah. Skor

rerata psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 2.

Aspek Kelas

eksperimen Kelas kontrol

Mempersiapan alat dan bahan percobaan

3,70 3,00

Melakukan prosedur percobaan dengan benar

3,70 3,70

Menjaga kebersihan alat dan ruang kerja

3,66 3,00

Membuat laporan 3,33 3,33

Kemampuan memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang

3,66 3,00

Kemampuan menganalisis data 3,66 3,66

Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik

Page 41: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1455

Berdasarkan Tabel 2 diketahui

bahwa masih ada beberapa indikator kelas

eksperimen yang mempunyai rerata sama

dengan kelas kontrol. Indikator yang

memiliki rerata sama adalah melakukan pro-

sedur percobaan dengan benar, membuat

laporan, dan kemampuan menganalisis

data. Untuk indikator melakukan prosedur

percobaan dengan benar dan membuat

laporan memperoleh rerata yang sama,

karena pada indikator tersebut siswa kelas

eksperimen dan kontrol sudah mempunyai

dasar materi yang hampir sama. Hal yang

membedakan adalah prosedur percobaan

kelas eksperimen dibuat sendiri oleh siswa,

sedangkan prosedur kelas kontrol sudah

dibuat oleh peneliti. Sorotan utama aspek

psikomotorik ini adalah kemampuan meng-

analisis data kelas eksperimen dan kontrol

yang mempunyai rerata sama. Kemampuan

menganalisis data selain berhubungan

dengan aspek psikomotorik siswa, juga

berhubungan dengan aspek kognitifnya.

bahwa kelas eksperimen dan kontrol dipilih

karena berangkat keadaan yang sama

(berdistribusi normal dan homogen) maka

dapat disimpulkan bahwa apabila ada

kesamaan itu merupakan hal yang wajar.

Produk yang telah dibuat oleh siswa

dinilai dalam lembar penilaian produk.

Penilaian produk terdiri dari 5 indikator.

Indikator ini dipilih karena sabagai syarat

minimal produk dinyatakan baik. Indikator

yang dipakai adalah bentuk fisik, inovasi,

pemakaian bahan baku, keamanan produk,

dan khasiat produk. Pada indikator

keamanan produk dibutuhkan kriteria untuk

masing-masing produk yang dibuat siswa.

Untuk kelas eksperimen karena produk yang

dibuat dibebaskan maka lembar penilaian ini

harus dilengkapi dengan berbagai macam

jenis produk yang memanfaaatkan konsep

koloid serta syarat keamanan produknya.

Hasil rerata nilai setiap indikator yang

dicapai untuk kelas eksperimen dan kontrol

menunjukkan produk yang baik. Untuk

rerata nilai tiap indikator produk tersaji

dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rerata nilai produk

Aspek Kelas

Eksperimen Kelas

Kontrol

Bentuk Fisik 4,00 3,33

Inovasi 3,33 3,00

Pemakaian Bahan Baku

4,00 3,00

Keamanan Produk 3,33 3,00

Khasiat Produk 3,66 3,00

Berdasarkan Tabel 3 dapat di-

simpulkan bahwa produk yang dihasilkan

oleh kelas eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa

dengan diserahkan sepenuhnya pemilihan

produk kepada siswa dapat memberikan

pengalaman lebih luas, mendidik siswa gar

lebih mandiri dan dapat mendidik siswa

memahami suatu masalah secara men-

dalam yang nantinya berujung pada hasil

yang baik (Siadi, et al., 2009). Selain itu

dengan dibebaskan siswa untuk memilih

produknya pembelajaran kimia akan lebih

bermakna karena siswa akan mengetahui

dari mulai persiapan hingga tahap akhir.

Dengan tiap tahapnya dilakukan dengan

baik maka akan mendapatkan hasil yang

baik pula.

Hasil belajar selanjutnya adalah

aspek kognitif, pada aspek ini pengukuran

dilakukan dengan soal. Nilai yang di-

Page 42: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1456 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

dapatkan akan dijumlah dengan nilai afektif,

psikomotorik, dan produk yang kemudian

rata-rata untuk menjadi nilai akhir. Perlakuan

ini dilakukan karena penelitian ini tidak

melihat hasil belajar kognitif sebagai nilai

utama, tetapi setiap tahap dalam prosesnya.

Pada setiap prosesnya meliputi aspek

afektif, psikomotorik, dan produk seperti

yang dilakukan oleh Supartono et al.,

(2009). Chemo-entrepreneurship sejatinya

adalah suatu konsep kimia yang dikaitkan

dengan dengan obyek nyata. Dengan

demikian siswa juga memiliki kesempatan

untuk mempelajari proses pengolahan suatu

bahan menjadi suatu produk yang ber-

manfaat, bernilai ekonomi dan menumbuh-

kan semangat berwirausaha (Supartono, et

al., 2009). Dari dasar itulah nilai yang

digunakan adalah total keseluruhan tahapan

yang dilakukan oleh siswa.

Rata-rata nilai akhir kelas

eksperimen adalah 83,25 sedangkan kelas

kontrol adalah 80,75. Dari rata-rata nilai

akhir itu bisa dikatakan kemampuan chemo-

entrepreneurship kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol. Untuk

membuktikan itu nilai akhir ini akan di uji

secara statistika, uji yang yang akan

dilakukan adalah uji kesamaan dua varians,

uji t, menentukan pengaruh variabel (rb),

koefisien determinasi (KD), dan uji

peningkatan chemo-entrepreneurship. Untuk

hasil semua uji disajikan pada Tabel 4.

Langkah awal yang dilakukan

sebelum uji t adalah dengan uji kesamaan

dua varians. Dengan ketentuan jika Fhitung

lebih kecil daripa Fkritis maka menggunakan

uji t, tetapi jika Fhitung lebih besar dripada

Fkritis maka menggunakan uji t’. Hasil

perhitungan didapatkan Fhitung sebesar 3,294

sedangkan Fkritis adalah 0,799. Karena Fhitung

lebih besar daripada Fkritis dapat ditarik

kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki

varians yang berbeda maka selanjutnya

digunakan uji t’. Pada uji t’ sebagai

pembanding bukan ttabel melainkan t’’. Jika t’

lebih besar daripada t’’ maka dapat disimpul-

kan kemampuan chemo-entreprenurship

kelas eksperimen lebih baik daripada kelas

kontrol. Jika t’ lebih kecil daripada t’’ maka

dapat disimpulkan kemampuan chemo-

entrepreneurship kelas eksperimen tidak

lebih baik dari pada kelas kontrol (Sudjana,

2002).

Tabel 4. Hasil uji statistika nilai akhir

Jenis Statistika

Hasil Keterangan

Uji F 3,294 Varians kedua kelompok berbeda

Uji t' 3,93

Kemampuan CEP kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol

RB 0,517 Sedang

KD 26,17% -

Peningkatan 57% kelas Eksperimen

54% Kelas Kontrol

Dari uji t’ didapatkan bahwa t’

sebesar 3,93 sedangkan t’’ memiliki nilai

sebesar 1,687. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa kemampuan chemo-

entrepreneurship kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol.

Menentukan pengaruh variabel

bertujuan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap variabel kontrol.

Dari Tabel 4 didapat rb sebesar 0,517 atau

bisa dikatakan pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat adalah sedang.

Page 43: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1457

Setelah mengetahui pengaruh variabel

selanjutnya adalah menentukan koefisien

determinasi. Dari Tabel 4 didapatkan

koefisien determinasi (KD) sebesar 26,77%.

Hal ini berarti penerapan konsep koloid yang

berorientasi life skill memberikan kontribusi

sebesar 26,77% dalam peningkatan

kemampuan chemo-entrepreneuship siswa.

Uji peningkatan kemampuan

chemo-entrepreneurship kelas eksperimen

dan kelas kontrol bertujuan untuk

mengetahui besarnya peningkatan kemam-

puan chemo-entrepreneurship siswa setelah

menerima perlakuan. Peningkatan kemam-

puan chemo-entrepreneurship kelas

eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas

kontrol adalah 54%. Hal ini sejalan dengan

Sumarni (2009) yang menyatakan bahwa

jiwa kewirausahaan mahasiswa dapat

ditumbuhkan atau dilatihkan dengan metode

dan media yang tepat. Metode dan media

yang digunakan akan lebih baik bila

berorientasi pada life skill siswa.

Dilihat dari peningkatan kelas

eksperimen dan kontrol menunjukkan

bahwa penerapan konsep yang berorientasi

life skill ini dapat mengubah pandangan

pembelajaran yang hanya berorientasi

kepada banyaknya materi pembelajaran

kimia (subject matter oriented). Pem-

belajaran yang berorientasi life skill juga

memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi

meningkatkan kualitas dirinya. Kualitas diri

disini adalah kemampuan chemo-

entrepreneurship yang diharapkan dengan

meningkatnya hal tersebut dapat membantu

siswa dalam mempersiapkan kehidupannya

di masa mendatang. Dengan memberikan

bekal kemampuan chemo-entrepreneurship

kepada siswa sejak dini diharapkan akan

semakin banyak terciptanya peluang usaha

baru yang memanfaatkan konsep-konsep

kimia, dampaknya selain mengurangi

pengangguran dan ketergantungan menjadi

pegawai juga memperlihatkan keber-

maknaan suatu pelajaran yang didapatkan

siswa.

SIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan

sebagai berikut. Pertama, terdapat

peningkatan kemampuan chemo-

entrepreneurship siswa setelah penerapan

konsep koloid yang berorientasi life skill.

Kedua, peningkatan kemampuan chemo-

entrepreneurship siswa kelas ekperimen

sebesar 57% sedangkan kelas kontrol

sebesar 54%.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika, 2014, Tingkat

Pengangguran Terbuka, Diunduh di http://www.bps.go.id/int/index.php/site/search?cari=Jumlah+pengangguran&Submit=Cari, diunduh pada tanggal 14 Juli 2014.

Desmawati, L., Suminar, T., Budiarti, & Emmy, 2009, Penerapan Model Pendidikan Kecakapan Hidup pada Program Pendidikan Kesetaraan di Kota Semarang, Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu

Pendidikan: UNNES.

Duit, R., 2007, Science Education Research Internationally: Conceptions, Research Method, Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 3, No 1, Hal: 3-15.

Page 44: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1458 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

Heong, Y.M., Widad, Jailani, T. & Mohaffyza, M., 2011, The Level of Marzano Higher Order Thingking Skills Among Technical Education Students, International Journal of Social Science and Humanity, Vol 1,

No 2, Hal: 121-125.

Kadarwati, S., Saputro, S.H. & Priatmoko, S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Fisika 5 dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship melalui Kegiatan Lesson Study, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 532-543.

Kusuma, E. & Siadi, K., 2010, Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berorientasi Chemoentrepreneurship untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Life Skill Mahasiswa, Jurnal Inovasi Pendidika Kimia, Vol 4, No

1, Hal: 544-551.

Kusuma, E., Sukirno, & Kurniati, I., 2009, Penggunaan Pendekatan Chemoentrepreneurship Berorientasi Green Chemistry untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal:

366-372.

Lestari, I., 2007, Pengaruh Pemanfaatan Software Macromedia Flash mx Sebagai Media Chemo-Edutainment (CET) pada Pembelajaran dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) yerhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pokok Materi Sistem Koloid, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia

FMIPA UNNES.

Özgelen, S., 2012, Student’s Science Process Skills Within A Cognitive Domain Framework, Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 8, No 4, Hal: 283-

292.

Siadi, K., Mursiti. S. & Laelly. I.N., 2009, Komparasi Hasil Belajar Kimia Antara Siswa Yang Diberi Metode Drill Dengan Resitasi, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal:360-365.

Soebroto, T., Susatyo, E.B. & Zulaechah, W.U., 2008, Komparasi Hasil Belajar Sains Kimia dengan Metode Life Skill dan Mind Mapping Pada Siswa MTs, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2,

No 2, Hal: 312-316.

Soeprodjo, 2002, Pengantar Statistik untuk Penelitian, Semarang: Jurusan

Kimia FMIPA Unnes.

Sudjana, N., 2002, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito.

Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas Perkuliahan Kimia Dasar Melalui Pembelajaran Berorientasi Chemo-Entrepreneurship (CEP) Menggunakan Media Chemo-Edutainment (CET), Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol 40, No 1, Hal: 53-58.

Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Calon Guru Kimia Dengan Pembelajaran Praktikum Kimia Dasar Berorientasi Chemo-entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No

2, Hal: 305-311.

Supartono, Saptorini, & Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan Kolaborasi Konstruktif Dan Inkuiri Berorientasi Chemo-entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No

2, Hal: 476-483.

Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas Peserta didik melalui pembelajaran kimia dengan pendekatan chemo-entrepreneurship (CEP), Semarang:

Jurusan Kimia FMIPA UNNES.

Supartono, 2012, Implementasi Soft Skill dalam Pembelajaran Chemoentrepreneurship (CEP) sebagai Upaya Pengembangan Konservasi Sumber Daya Insani, Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UNNES, Semarang 16 Oktober 2012.

Susiwi, 2007, Perencanaan Pembelajaran Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia UPI.

Page 45: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1459

PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pembaharuan paradigma pembelajaran dalam kurikulum 2013 menuntut adanya

keterampilan berpikir siswa. Meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa merupakan salah satu upaya mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dalam kurikulum tersebut. Penerapan self assessment pada siswa bertujuan untuk memberikan umpan balik agar siswa dapat memperbaiki cara belajarnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui deskripsi dari setiap indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, serta untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan self assessment dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian dominant-less dominant design. Metode analisis data yang digunakan yaitu mix methods, gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat capaian siswa yang bervariasi pada setiap indikator dengan total skor maksimum 160. Tiga dari sepuluh indikator yang terdapat dalam penelitian ini mendapatkan tingkat capaian baik, yaitu indikator mengambil keputusan dengan total skor 88, analisis dengan total skor 96, dan membuat larutan dengan total skor 99. Tujuh indikator lainnya mendapatkan tingkat capaian kurang, yaitu dengan total skor 75 untuk indikator identifikasi masalah, 78 untuk kesimpulan, 76 untuk evaluasi, 74 untuk prediksi, 65 untuk berpikir deduktif, 59 untuk berpikir induktif, dan 68 untuk berpikir kreatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa masih tergolong kurang. Kata Kunci: analisis keterampilan, berpikir tingkat tinggi siswa, self assessment

ABSTRACT

Renewal of the learning paradigm in the curriculum of 2013 requires the students'

thinking skills. Improve students' higher-order thinking skills is one of the efforts to support the achievement of learning objectives in the curriculum. The application of self-assessment on students aiming to provide feedback for students to improve the way of learning. The aim of this study is to determine the description of each indicator higher order thinking skills of students, as well as to determine the students' response to the application of self-assessment and higher level thinking skills. This research is descriptive research with study design dominant-less dominant design. Methods of data analysis methods were used that mix, a combination of quantitative and qualitative. The results showed that the level of achievement of students who vary in each indicator with a total maximum score of 160. Three of the ten indicators contained in this study to get a good level of achievement, ie indicators take decisions with a total score of 88, the analysis with a total score of 96, and make the solution with a total score of 99. Seven other indicators of the level of achievement getting less, with a total score of 75 for the indicators of problem identification, 78 to conclusions, 76 for evaluation, 74 to predictions, 65 for deductive thinking, inductive thinking 59, and 68 to think creatively. This shows that the higher order thinking skills of students is still relatively lacking. Keywords: analytical skills, students' higher-order thinking, self-assessment

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi saat ini mengalami perubahan

yang pesat, sehingga menuntut kesiapan

semua pihak untuk menyesuaikan dengan

kondisi yang ada. Untuk menghadapi

perubahan teknologi yang cepat maka

Page 46: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1460 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

kemampuan berpikir merupakan aspek yang

perlu mendapat penekanan dalam

pengajaran. Pendidikan juga mengalami

pembaharuan dari waktu ke waktu dan tidak

pernah berhenti. Pendidikan sebagai suatu

proses yang disadari untuk mengem-

bangkan potensi individu sehingga memiliki

kecerdasan pikir, emosional, berwatak, dan

berketerampilan untuk siap hidup di tengah-

tengah masyarakat (Mulyati, 2000).

Berdasarkan hasil observasi awal seorang

guru kimia mengakui belum adanya

penekanan terhadap keterampilan berpikir

siswa dalam pembelajaran.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi

(Higher Order Thinking Skill/ HOTS) adalah

berpikir pada tingkat lebih tinggi, tidak

sekedar menghafalkan fakta atau

mengatakan sesuatu kepada seseorang

persis seperti sesuatu yang disampaikan

kepada kita. Kemampuan berpikir tingkat

tinggi adalah proses berpikir yang

melibatkan aktivitas mental dalam usaha

mengeksplorasi pengalaman yang

kompleks, reflektif, dan kreatif yang

dilakukan secara sadar untuk mencapai

tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang

meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan

evaluatif (Wardana, 2010). Menurut Cohen

(1971), kemampuan berpikir tingkat tinggi

dibagi menjadi empat aspek kelompok,

yaitu: mengambil keputusan, pemecahan

masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

Dari empat aspek kelompok tersebut

dijabarkan lagi ke dalam sepuluh indikator,

yaitu 1) mengambil keputusan, 2) identifikasi

masalah, 3) analisis, 4) mengusulkan solusi,

5) kesimpulan, 6) evaluasi, 7) prediksi, 8)

berpikir deduktif, 9) berpikir induktif, dan 10)

berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi

juga berpengaruh terhadap nilai akademis

siswa. Hal tersebut tertuang dalam

penelitian yang dilakukan oleh Zohar dan

Dori (2003) yang hasilnya menunjukkan

bahwa murid yang memiliki nilai akademis

tinggi juga memiliki skor tinggi dalam hal

berpikir tingkat tinggi. Pentingnya

mengetahui kemampuan diri termasuk

kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat

digunakan sebagai tolak ukur untuk

mengembangkan kemampuan tersebut.

Begitu juga dengan self assessment,

penilaian terhadap diri sendiri ini pun dapat

digunakan untuk mengembangkan ke-

mampuan serta cara belajar siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu bagaimana gambaran tentang

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa,

terutama pada setiap indikator keterampilan

berpikir tingkat tinggi, serta bagaimana

respon siswa terhadap penerapan self

assessment dan keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Diharapkan melalui penelitian

ini didapatkan gambaran tentang ke-

terampilan berpikir tingkat tinggi siswa serta

respon siswa terhadap penerapan self

assessment dan keterampilan berpikir

tingkat tinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif yang bertujuan untuk dapat

menggambarkan dan menerangkan suatu

gejala atau data yang diperoleh di lapangan

(Sukardi, 2008). Metode yang digunakan

Page 47: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1461

dalam penelitian ini yaitu metode gabungan

(mix methods) antara penelitian kualitatif

dan kuantitatif dengan desain penelitian

dominant-less dominant design (Creswell,

1994). Penelitian dengan menggunakan

metode gabungan ini bertujuan untuk saling

melengkapi gambaran hasil observasi

mengenai fenomena yang diteliti dan untuk

memperkuat analisis penelitian. Subyek

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas X kelas IPA 2 di suatu SMA N di

Ungaran yang terdistribusi ke dalam satu

kelas dengan jumlah siswa sebanyak 40

orang yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan

26 siswa perempuan. Teknik pengambilan

subyek penelitian ini menggunakan

purposisve sampling yaitu mengambil

sampel pada populasi berdasarkan suatu

kriteria tertentu. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan cara observasi,

wawancara, dokumentasi, dan triangulasi/

gabungan (Sugiyono, 2012). Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain

instrumen soal beserta rubrik penilaian,

lembar observasi, angket, dan pedoman

wawancara. Siswa yang telah mempelajari

materi kimia redoks untuk kelas X,

mengerjakan

instrumen soal yang

telah melalui validasi

dan disesuaikan

dengan indikator

keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Hasil

kerja siswa dianalisis

oleh 3 observer. Data

yang didapat dianalisis secara kuantitatif

untuk selanjutnya dideskripsikan secara

kualitatif. Analisis secara kuantitatif untuk

lembar observasi oleh 3 observer meng-

gunakan reliabilitas (Mardapi, 2012). Hasil

observasi dari setiap indikator dikategorikan

berdasarkan kriteria tingkat capaian yang

telah ditentukan kemudian dilakukan analisis

secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang didapatkan dari hasil

observasi berupa jumlah skor dari masing-

masing indikator keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Hasil observasi menunjukkan

rentang tingkat capaian kurang baik hingga

baik. Tidak terdapat indikator yang

mendapatkan tingkat capaian sangat baik

maupun sangat kurang baik. Hasil observasi

dari 3 observer didapatkan nilai reliabilitas

0,93. Hasil tersebut menunjukkan hasil

observasi dapat dipakai karena

reliabilitasnya termasuk kategori sangat

baik. Setelah dilakukan analisis data

didapatkan data total skor dan kategori dari

setiap indikator keterampilan berpikir tingkat

tinggi yang ditunjukkan Tabel 1.

Tabel 1. Hasil observasi jumlah skor setiap indikator HOTS

Hasil yang didapatkan bervariasi

pada setiap indikator. Tiga dari sepuluh

indikator yang terdapat dalam penelitian ini

Aspek HOTS Indikator HOTS Total Skor

Tingkat Capaian

Mengambil Keputusan Mengambil Keputusan 88 Baik Pemecahan Masalah Identifikasi masalah 75 Kurang Baik

Analisis 96 Baik Mengusulkan solusi 99 Baik Kesimpulan 78 Kurang Baik

Berpikir Kritis Mengevaluasi 76 Kurang Baik Memprediksi 74 Kurang Baik Berpikir deduktif 65 Kurang Baik Berpikir induktif 59 Kurang Baik Berpikir Kreatif Berpikir kreatif 68 Kurang Baik

Page 48: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1462 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

mendapatkan tingkat capaian baik,

sedangkan tujuh indikator lainnya

mendapatkan tingkat capaian kurang baik.

Hasil tersebut menunjukkan tingkat capaian

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa

masih kurang. Hasil pengamatan tersebut

dijabarkan lagi dari setiap indikatornya. Hasil

observasi yang didapatkan untuk indikator

mengambil keputusan dijabarkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Hasil observasi indikator mengambil keputusan

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 16 Kurang Baik 16 Sangat Kurang Baik 8

Jumlah 40

Lebih dari separuh jumlah siswa

tergolong masih kurang dalam keterampilan

berpikir mengambil keputusan. Belum ada

siswa yang mendapatkan tingkat capaian

sangat baik dalam mengambil keputusan.

Keterampilan berpikir mengambil keputusan

pada siswa masih kurang. Keterampilan

mengambil keputusan sangat diperlukan

terutama dalam bidang sains. Terdapat

keterkaitan yang sangat erat antara berpikir

ilmiah dengan pengambilan keputusan,

khususnya saat menggunakan aturan logika

dan bukti untuk mendefinisikan per-

masalahan.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator identifikasi masalah

dijabarkan pada Tabel 3. Hasil yang

didapatkan sangat bervariasi mulai dari

sangat baik hingga sangat kurang baik.

Tabel 3. Hasil observasi indikator identifikasi masalah

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 3 Baik 4 Kurang Baik 18 Sangat Kurang Baik 15

Jumlah 40

Mayoritas siswa masih kurang

dalam keterampilan identifikasi masalah.

Hanya sedikit siswa yang masuk dalam

kategori sangat baik dan baik dibandingkan

dengan jumlah siswa yang masuk dalam

kategori kurang baik dan sangat kurang

baik. Keterampilan berpikir dalam identifikasi

masalah sangat diperlukan mengingat

identifikasi masalah merupakan langkah

awal dalam pemecahan masalah. Siswa

perlu mengetahui apa yang menjadi

masalah serta mampu mendefinisikan

masalah tersebut sebelum dilakukan tahap

selanjutnya dalam memecahkan masalah.

Hasil observasi pada indikator

analisis dijabarkan pada Tabel 4. Hasil yang

didapat pada indikator analisis sangat

bervariasi mulai dari sangat baik hingga

sangat kurang baik.

Tabel 4. Hasil observasi indikator analisis

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 3 Baik 18 Kurang Baik 11 Sangat Kurang Baik 8

Jumlah 40

Separuh dari jumlah siswa termasuk

baik dalam keterampilan menganalisis

masalah. Namun jumlah siswa yang masuk

kategori kurang baik dan sangat kurang baik

juga tidak sedikit, sehingga masih perlu

adanya pengembangan keterampilan

Page 49: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1463

analisis masalah. Analisis masalah

diperlukan sebelum menemukan solusi

untuk memecahkan suatu masalah.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator mengusulkan solusi

dijabarkan pada Tabel 5. Hasil yang didapat

untuk indikator mengusulkan solusi sangat

bervariasi mulai dari sangat baik hingga

kurang baik.

Tabel 5. Hasil observasi indikator

mengusulkan solusi

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 6 Baik 8 Kurang Baik 25 Sangat Kurang Baik 1

Jumlah 40

Siswa yang masuk dalam kategori

sangat baik dan baik belum mencapai

separuh dari jumlah siswa. Lebih dari

separuh jumlah siswa masih kurang dalam

keterampilan mengusulkan solusi. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa keterampilan

mengusulkan solusi pada siswa masih perlu

dikembangkan lagi.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator kesimpulan dijabarkan pada

Tabel 6. Pada indikator ini didapatkan hasil

observasi siswa masih kurang dalam

keterampilan membuat kesimpulan. Tabel 6

menunjukkan bahwa tidak terdapat siswa

yang masuk dalam kategori sangat baik

dalam indikator kesimpulan. Hanya sedikit

siswa yang masuk dalam kategori baik.

Sedangkan hasil paling banyak terdapat

dalam kategori kurang baik. Hasil observasi

tersebut menjelaskan bahwa keterampilan

berpikir siswa dalam indikator kesimpulan

masih kurang. Sehingga masih perlu adanya

pengembangan keterampilan berpikir

menyimpulkan.

Tabel 6. Hasil observasi indikator kesimpulan

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 6 Kurang Baik 26 Sangat Kurang Baik 8

Jumlah 40

Dua diantara empat indikator pada

aspek pemecahan masalah masih tergolong

kurang baik. Upaya peningkatan

keterampilan berpikir siswa pada aspek

pemecahan masalah perlu ditingkatkan.

Karena dengan memiliki keterampilan

berpikir dalam memecahkan masalah maka

hasil belajar siswa akan menjadi lebih baik.

Pemecahan masalah efektif untuk

meningkatkan hasil belajar (Selvianti, et al.,

2013)

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator evaluasi dijabarkan pada

Tabel 7. Hasil yang didapat untuk indikator

evaluasi sangat bervariasi mulai dari sangat

baik hingga kurang baik. Pada indikator ini

didapatkan hasil observasi pada tingkat

capaian kurang baik.

Tabel 7. Hasil observasi indikator evaluasi

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 4 Baik 1 Kurang Baik 22 Sangat Kurang Baik 13

Jumlah 40

Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa

yang masuk dalam kategori sangat baik dan

baik hanya sedikit. Terdapat lebih dari

separuh jumlah siswa masuk dalam kategori

Page 50: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1464 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

kurang baik, dan yang termasuk dalam

kategori sangat kurang baik juga tidak

sedikit. Hasil observasi pada siswa yang

masih belum baik dalam dalam keterampilan

berpikir mengevaluasi memerlukan adanya

perhatian lebih terhadap pengembangan

keterampilan berpikir tersebut.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator prediksi dijabarkan pada

Tabel 8. Pada indikator ini didapatkan hasil

observasi masih kurang dalam keterampilan

memprediksi.

Tabel 8. Hasil observasi indikator prediksi

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 5 Kurang Baik 24 Sangat Kurang Baik 11

Jumlah 40

Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak

terdapat siswa yang masuk dalam kategori

sangat baik pada indikator prediksi. Jumlah

siswa yang masuk dalam kategori baik

hanya sedikit, sedangkan yang masuk

dalam kategori kurang baik jumlahnya

mencapai lebih dari separuh jumlah siswa

subyek penelitian, serta siswa yang masuk

dalam kategori sangat kurang baik juga

tidak sedikit. Hasil tersebut menunjukkan

siswa masih kurang dalam keterampilan

berpikir memprediksi.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator berpikir deduktif dijabarkan

pada Tabel 9. Pada indikator ini didapatkan

hasil observasi masih kurang dalam

keterampilan berpikir deduktif.

Tabel 9. Hasil observasi indikator berpikir

deduktif

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 4 Kurang Baik 17 Sangat Kurang Baik 19

Jumlah 40

Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak

terdapat siswa yang masuk dalam kategori

sangat baik. Hanya sedikit siswa yang

masuk dalam kategori baik. Cukup banyak

siswa yang masuk dalam kategori kurang

baik, sedangkan siswa yang masuk dalam

kategori sangat kurang baik mencapai lebih

dari separuh jumlah siswa. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa keterampilan berpikir

siswa dalam berpikir deduktif masih jauh

dari kategori baik. Sehingga perlu adanya

perhatian lebih terhadap pengembangan

keterampilan berpikir deduktif pada siswa.

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator berpikir induktif dijabarkan

pada Tabel 10. Pada indikator ini didapatkan

hasil observasi masih kurang dalam

keterampilan berpikir induktif.

Tabel 10. Hasil observasi indikator berpikir induktif

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 0 Kurang Baik 19 Sangat Kurang Baik 21

Jumlah 40

Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak

ada siswa yang masuk dalam kategori baik

maupun sangat baik. Siswa yang masuk

dalam kategori kurang baik dan sangat

kurang hampir sama. Hasil tersebut

menunjukkan keterampilan berpikir induktif

Page 51: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1465

siswa masih sangat kurang. Hasil pada

indikator berpikir induktif ini merupakan hasil

terendah dibandingkan 9 indikator lainnya.

Sehingga sangat diperlukan adanya

pengembangan terhadap keterampilan

berpikir induktif ini, mengingat seluruh siswa

dalam subyek penelitian ini belum ada yang

memiliki keterampilan baik dalam berpikir

induktif.

Empat indikator pada aspek berpikir

kritis mendapatkan hasil tingkat capaian

kurang baik. Keterampilan berpikir kritis

pada siswa dinilai sangat penting karena

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai

oleh semua orang karena dapat digunakan

untuk melindungi diri sendiri dan orang lain

untuk pengambilan keputusan yang

bijaksana dalam kehidupan sehari-hari.

(Liliasari, 2009)

Hasil observasi yang didapatkan

untuk indikator berpikir kreatif dijabarkan

pada Tabel 11. Pada indikator ini didapatkan

hasil observasi masih kurang dalam

keterampilan berpikir kreatif.

Tabel 11. Hasil observasi indikator berpikir kreatif

Kategori Total Siswa

Sangat Baik 0 Baik 4 Kurang Baik 20 Sangat Kurang Baik 16

Jumlah 40

Tabel 11 menunjukkan bahwa

hanya sedikit siswa yang masuk dalam

kategori baik, sedangkan untuk kategori

sangat baik tidak ada siswa yang mewakili.

Separuh dari jumlah siswa masuk dalam

kategori kurang baik, serta tidak sedikit

siswa yang masuk dalam kategori sangat

kurang baik. Hasil tersebut menjelaskan

bahwa keterampilan berpikir kreatif pada

siswa masih jauh dari baik. Sehingga

diperlukan adanya pengembangan terhadap

keterampilan berpikir kreatif pada siswa.

Salah satu cara untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu

melalui pengajuan masalah (Siswono,

2005).

Analis data selain dikategorikan

pada setiap indikator juga dikategorikan

berdasarkan aspek keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Hasil analisis data yang

dikategorikan berdasarkan aspek kelompok

ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah skor setiap aspek

Indikator Total Skor

Tingkat Capaian

Mengambil

Keputusan

88 Baik

Pemecahan

Masalah

87 Baik

Berpikir Kritis 68,5 Kurang Baik

Berpikir Kreatif 68 Kurang Baik

Tabel 12 menunjukkan bahwa

tingkat capaian dari empat aspek

keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut

belum menunjukkan hasil yang memuaskan,

terdapat dua aspek yang tingkat capaiannya

kurang baik. Untuk aspek mengambil

keputusan dan pemecahan masalah muncul

hasil yang lebih baik daripada aspek berpikir

kritis dan berpikir kreatif. Indikator yang

terdapat pada aspek berpikir kritis, yaitu

evaluasi, prediksi, berpikir deduktif, dan

berpikir induktif, serta aspek berpikir kreatif

perlu mendapat perhatian lebih untuk

dikembangkan. Meskipun aspek pemecahan

Page 52: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1466 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

masalah mendapatkan tingkat capaian baik,

namun untuk indikator identifikasi masalah

dan mengambil keputusan masih perlu

dikembangkan lagi.

Hasil penelitian keterampilan

berpikir tingkat tinggi pada siswa masih

perlu mendapat perhatian untuk

dikembangkan. Siswa yang baru tahun

pertama memasuki bangku SMA dan baru

mendapatkan pelajaran kimia di jenjang

SMA ini memerlukan dorongan atau

bantuan dari tim pendidik atau guru untuk

mengembangkan keterampilan berpikir

tersebut. Siswa yang memiliki nilai

akademis tinggi juga memiliki skor tinggi

dalam berpikir tingkat tinggi (Zohar dan Dori,

2003). Diharapkan dengan dimilikinya

keterampilan tersebut oleh siswa juga akan

berpengaruh terhadap hasil belajar.

Pengembangan keterampilan berpikir

tingkat tinggi dapat dilakukan dengan

pemilihan strategi pembelajaran yang tepat,

seperti Quantum Learning (Prayoga, et al.,

2013), Project Based Learning

(Susanawati, et al., 2013), pembelajaran

kooperatif (Redhana, 2003), pembelajaran

inkuiri (Liliasari, 2009), dan pembelajaran

berbasis proyek (Luthvitasari, et al., 2013).

Siswa memiliki respon positif

terhadap penerapan self assessment.

Mereka beranggapan bahwa dengan

adanya self assessment, mereka dapat

memperkirakan kemampuan mereka

sehingga dapat memperbaiki cara belajar.

Siswa merasa belum memiliki keterampilan

berpikir tingkat tinggi, sehingga siswa

mengharapkan adanya pengembangan

keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh guru

melalui pembelajaran tertentu agar

pembelajaran di kelas tidak monoton

konvesional saja.

SIMPULAN

Hasil observasi menunjukkan siswa

termasuk dalam kategori kurang dalam

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuh

indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi

siswa mendapatkan tingkat capaian kurang

baik, yaitu untuk indikator identifikasi

masalah, kesimpulan, evaluasi, prediksi,

berpikir deduktif, berpikir induktif, dan

berpikir kreatif. Tiga indikator lainnya yaitu

mengambil keputusan, analisis, dan

mengusulkan solusi, mendapatkan tingkat

capaian baik. Respon siswa terhadap self

assessment sangat positif, mereka senang

dengan adanya self assessment. Kemudian

respon siswa terhadap keterampilan berpikir

tingkat tinggi, mereka merasa belum

memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi

dan mengharapkan adanya pengembangan

terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi

mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, J., 1971, Thinking, Chicago: Rand

McNally dan Company.

Creswell, J.W., 1994, Research Design Qualitative dan Quantitative Approaches, United State: Sage Publications.

Liliasari, 2009, Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru, Bandung:

Pascasarjana UPI.

Page 53: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1467

Luthvitasari, N., Putra, N.M.D.,dan Linuwih, S., 2013, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Keterampilan Berpikir dan Kemahiran Generik Sains, Innovative Journal of Curriculum and Educational Technology, Vol 2,

No 1, Hal: 159-164.

Mardapi, J., 2012, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Merdika.

Mulyati, A., 2000, Strategi Belajar Mengajar Kimia, Prinsip, dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran yang Efektif, Bandung: JICA IMSTEP UPI Bandung.

Prayoga, A., Sikumbang, D., dan Marpaung, R.R.T., 2013, Pengaruh Metode Quantum Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, Jurnal Ilmu Pendidikan Unila, Vol 1,

No 4, Hal: 522-534.

Redhana, I.W., 2003, Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,

Vol 36, No 3, Hal: 301-313.

Selvianti, Ramdani, dan Jusniar, 2013, Efektivitas Metode Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 8 Makasar (Studi Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam), Jurnal Chemica, Vol 14, No

1, Hal: 55-65.

Siswono, T.Y.E., 2005, Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 10, No 1,

Hal: 1-9.

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Sukardi, 2008, Metodologi Penelitian

Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Susanawati, E., Diantoro, M., dan Yulianti, L., 2013, Pengaruh Strategi Project

Based Learning dengan Thinkquest Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa SMA Negeri 1 Kraksaan, Jurnal Pendidikan UPI,

Vol 18, No 2, Hal: 218-231.

Wardana, N., 2010, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi dan Pemahaman Konsep Fisika, Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 6, No 2,

Hal:1625-1635.

Zohar, A. dan Dori, Y.J., 2003, Higher Order Thinking Skills and Low-Achieving Students: Are They Mutually Exclusive, The Journal of The Learning Science, Vol 12, No 2,

Hal:145-181.

Page 54: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1468 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving dan metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu dan apabila ada perbedaan, hasil belajar manakah yang lebih baik diantara keduanya. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas eksperimen XI IPA 1 sebanyak 30 siswa dan kelas kontrol XI IPA 2 sebanyak 30 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode dokumentasi, observasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kelas eksperimen 83,26 dan kelas kontrol 75,1. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan ada perbedaan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sedangkan uji perbedaan dua rata-rata menunjukkan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pada hasil belajar kimia di antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving dengan metode yang biasa digunakan oleh guru. Hasil belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving terbukti lebih baik daripada hasil belajar kimia siswa yang diberi metode yang biasa digunakan oleh guru. Kata kunci: ASSURE, keterampilan berpikir kritis, problem solving.

ABSTRACT

This study aims to determine whether there are differences in learning outcomes in chemistry among students by learning model ASSURE Problem Solving method and the method usually used by teachers and if there are differences, Which better learning outcomes between the two. Samples were taken at random cluster sampling technique, obtained grade XI Science 1 amounted to 30 students as an experimental class 2 and class XI science class numbered 30 students as control. Data collection method used is the documentation, observation and tests. The results showed the average value of the experimental class and control class 83.26 75.1. Test results on the average difference between the two classes, shows that there are differences between the experimental class with the control class. While the difference in the two trials showed that the average of the experimental class is better than the control class. The results showed that there are differences in the chemistry learning outcomes among students who were given learning model ASSURE Problem Solving method with the method used by the teacher. Results subjects studied chemistry and critical thinking skills in students who were given learning model ASSURE Problem Solving method proved to be better than the results of studying chemistry students who were given the method used by the teacher. Keywords: ASSURE, critical thinking skills, problem solving

PENDAHULUAN

Keberhasilan proses pembelajaran

ditentukan oleh banyak faktor antara lain

siswa, guru, sarana prasarana, kurikulum,

model dan metode pembelajaran yang

digunakan. Kualitas pembelajaran yang

optimal memerlukan srategi dan metode

pembelajaran yang tepat dan efektif karena

metode yang kurang tepat akan berdampak

pada siswa, diantaranya akan menimbulkan

Page 55: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1469

rasa bosan, pelajaran yang monoton, dan

susah memahami materi yang disampaikan

guru. Ketidaknyamanan siswa mengikuti

pelajaran mengakibatkan siswa cenderung

pasif sehingga keterampilan berpikir kritis

siswa menjadi rendah dan hasil belajarnya

pun kurang maksimal.

Kendala dalam pembelajaran kimia

adalah metode pembelajaran yang

dilaksanakan guru yang menyebabkan

rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa

dalam pembelajaran kimia. Metode

pembelajaran yang diterapkan oleh guru

sebenarnya sudah baik, tetapi dalam

pelaksanaannya metode tersebut kurang

dikemas secara baik dan kurang bervariasi,

sehingga siswa merasa bosan dan kurang

tertarik mengikuti pembelajaran.

Pribadi (2011) dalam bukunya

menjelaskan bahwa model pembelajaran

ASSURE memiliki kepanjangan Analyze

lerner characteristics, State performance

objectives, Select methods, media, and

materials, Utilize materials, Require learner

participation, Evaluate and revise. Dali

(2011) mengemukakan bahwa Model

ASSURE mempunyai asas yang sangat

kukuh untuk membangunkan courseware

pembelajaran. Berdasarkan kajian-kajian

lepas, model ini bukan sekedar memberi

panduan kepada guru dalam pengajaran

dan pembelajaran setiap ciri yang

terkandung dalam ASSURE boleh

mengubah persepsi pelajar terhadap proses

pengajaran dan pembelajaran yang

dianggap membosankan.

Khasanah (2012) menyatakan

model ASSURE merupakan model

pembelajaran yang menciptakan sebuah

aktivitas belajar yang efektif. Hal tersebut

sependapat dengan Michael, et al., yang

dikutip oleh Pribadi (2011) bahwa desain

pembelajaran ASSURE dirancang dan

dikembangkan untuk menciptakan aktivitas

pembelajaran yang efektif dan efisien.

Angela (2011) menerangkan bahwa model

pembelajaran ASSURE ini merupakan suatu

model pembelajaran yang logis dan

sederhana. Hal ini disebabkan karena model

ASSURE adalah sebuah model pelajaran

yang dirancang dengan baik dimulai dengan

menangkap perhatian siswa, menyatakan

tujuan yang harus dipenuhi, menyajikan

materi, melibatkan siswa dalam

pembelajaran, menilai pemahaman siswa,

menyediakan umpan balik dan akhirnya

melakukan evaluasi.

Menurut Fitriyanto, et al., (2012)

metode pembelajaran problem solving

adalah penggunaan metode dalam kegiatan

pembelajaran dengan jalan melatih siswa

menghadapi berbagai masalah baik itu

masalah pribadi atau perorangan maupun

masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri

atau secara bersama-sama. Tugas guru

dalam metode Problem Solving adalah

memberikan kasus atau masalah kepada

peserta didik untuk dipecahkan. Kegiatan

peserta didik dalam Problem Solving

dilakukan melalui prosedur: (1)

mengidentifikasi penyebab masalah; (2)

mengkaji teori untuk mengatasi masalah

atau menemukan solusi; (3) memilih dan

menetapkan solusi yang paling tepat; (4)

menyusun prosedur mengatasi masalah

berdasarkan teori yang telah dikaji.

Penggunaan indikator keterampilan

berpikir kritis pada penelitian ini adalah

Page 56: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1470 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

indikator berpikir kritis dari Ennis (2006).

Dyastuti (2013) menyatakan bahwa

kemampuan berpikir siswa dapat

dikembangkan menggunakan model

Creative Problem Solving. Indikator

kemampuan berpikir kritis yang digunakan

adalah bertanya dan menjawab pertanyaan

yang membutuhkan penjelasan, melakukan

deduksi, membuat nilai keputusan,

memutuskan suatu tindakan (Ennis, 1996).

Indikator berpikir kritis yang dipakai pada

penelitian ini adalah (1) mencari jawaban

yang jelas dari setiap pertanyaan, (2)

mencari alasan, (3) mencari alternatif

pemecahan masalah, (4) mencari

penjelasan sebanyak mungkin. Afrizo (2012)

menyatakan bahwa metode Problem

Solving dapat menumbuhkan keterampilan

berpikir kritis siswa.

Permasalahan dalam penelitian ini

adalah apakah terdapat perbedaan hasil

belajar kimia antara siswa yang diberi model

pembelajaran ASSURE dengan metode

Problem Solving dan metode yang biasa

digunakan oleh guru pengampu? Apabila

terdapat perbedaan, manakah yang lebih

baik antara siswa yang diberi model

pembelajaran ASSURE dengan metode

Problem Solving dan metode yang biasa

digunakan oleh guru pengampu tersebut?

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar kimia antara siswa

yang diberi model pembelajaran ASSURE

dengan metode Problem Solving dan

metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu dan untuk mengetahui manakah

yang lebih baik model pembelajaran

ASSURE dengan metode Problem Solving

dan metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di suatu

SMA di Semarang pada materi buffer.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa

kelas XI IPA tahun pelajaran 2013/2014.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan

menggunakan teknik cluster random

sampling yang merupakan teknik

pengambilan sampel dimana populasi

dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok

atau cluster, kemudian kelompok yang

diperlukan diambil secara acak. Dalam

penelitian ini diambil dua kelas anggota

populasi sebagai sampel, yaitu kelas XI IPA

1 sebagai kelas eksperimen menggunakan

model pembelajaran ASSURE dengan

metode Problem Solving dan kelas XI IPA 2

metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu sebagai kelas kontrol.

Variabel bebas dalam penelitian ini

ialah pembelajaran dengan variasi

perlakuan model pembelajaran ASSURE

dengan metode Problem Solving dan

metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu. Variabel terikat dalam penelitian

ini ialah hasil belajar siswa. Data hasil

belajar diperoleh melalui tes tertulis di akhir

proses pembelajaran. Variabel kontrol

dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru

yang sama, materi, dan jumlah jam

pelajaran yang sama.

Metode pengumpulan data

dilakukan dengan metode dokumentasi,

metode observasi, dan metode tes. Analisis

data penelitian ini menggunakan analisis

Page 57: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1471

data tahap awal dan tahap akhir. Analisis

data tahap awal terdiri atas uji normalitas

dan uji homogenitas. Analisis data tahap

akhir terdiri atas uji kesamaan dua varians,

uji hipotesis, dan analisis deskriptif untuk

data hasil belajar afekif dan psikomotorik. Uji

hipotesis ini terdiri atas uji perbedaan dua

rata-rata dua pihak dan uji perbedaan dua

rata-rata satu pihak kanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan awal populasi penelitian

diketahui dengan menggunakan analisis

data tahap awal. Berdasarkan analisis tahap

awal, semua anggota populasi penelitian

telah berdisribusi normal sehingga

memenuhi syarat dalam menentukan uji

statistika yang digunakan yaitu

menggunakan uji statistik parametrik. Uji

homogenitas populasi diperoleh hasil bahwa

populasi memiliki homogenitas yang sama.

Karena telah memiliki normalitas dan

homogenitas yang sama, pengambilan

sampel dilakukan dengan teknik cluster

random sampling (Sugiyono, 2006). Oleh

karena itu kondisi awal populasi diketahui

dalam keadaan yang sama.

Penelitian dilaksanakan dengan

mengambil dua kelas populasi sebagai

kelas sampel, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai

kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30

dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol

dengan jumlah siswa 30. Kedua kelas

kemudian diberi materi yang sama yaitu

materi buffer tetapi dengan menggunakan

metode pembelajaran yang berbeda.

Pembelajaran kelas eksperimen

menggunakan model pembelajaran

ASSURE dengan metode Problem Solving

dan metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu. Siswa dibagi-bagi menjadi

beberapa kelompok kecil dalam kelas

eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol,

siswa tidak dibagi dalam kelompok.

Pelaksanaan model pembelajaran

ASSURE dengan metode Problem Solving

ini juga mengalami beberapa hambatan,

yaitu pada awal-awal diterapkan

pembelajaran, siswa kelas ekperimen

kurang aktif untuk bertanya atau

berpendapat. Cara yang dilakukan untuk

mengatasi hambatan-hambatan tersebut

adalah guru memotivasi siswa agar siswa

aktif berpartisipasi dalam pembelajaran

(terutama pada saat presentasi hasil diskusi

kelas) karena dengan aktif menyampaikan

gagasan, pendapat, pertanyaan, atau

sanggahan maka dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kritis mereka.

Kedua kelas diberi pembelajaran

yang berbeda, pada pertemuan terakhir

masing-masing kelas eksperimen diberikan

posttest untuk mendapatkan data nilai hasil

belajar kognitif. Data nilai posttest tersebut

kemudian dilakukan uji kesamaan dua

varians, uji perbedaan dua rata-rata dua

pihak dan uji hipotesis.

Hasil Uji Kesamaan Dua Varians

Data Post Test diperoleh Fhitung 1,17

sedangkan Ftabel 2,10 sehingga dapat

diketahui perhitungan uji kesamaan dua

varians baik kelas eksperimen maupun

kelas kontrol memiliki varians yang sama.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelas

eksperimen dan kelas kontrol mempunyai

tingkat varians yang sama dengan kata lain

kedua kelas homogen.

Page 58: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1472 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

Uji hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan uji perbedaan dua rata-rata

dua pihak dan uji perbedaan dua rata-rata

satu pihak kanan. Data yang digunakan

yaitu nilai hasil belajar kognitif (posttest)

antara kelas eksperimen dengan kelas

kontrol. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Dua Pihak Data Post Test diperoleh thitung

3,88 sedangkan ttabel 2,002. Jadi dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil

belajar antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol.

Uji satu pihak digunakan untuk

membuktikan hipotesis yang menyatakan

bahwa hasil belajar kimia kelas eksperimen

lebih baik dibandingkan dengan kelas

kontrol. Hasil uji satu pihak kanan diperoleh

thitung sebesar 3,88 sedangkan ttabel sebesar

2,0 sehingga dapat dibuktikan bahwa hasil

belajar kelas eksperimen lebih baik

dibandingkan dengan kontrol. Jadi dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran

ASSURE dengan Problem Solving

memberikan pengaruh positif dalam

meningkatkan hasil belajar siswa dan

keterampilan berpikir kritis.

Pada penelitian ini, pencapaian rata-

rata nilai posttest kimia pada kelas

eksperimen yang diberi model pembelajaran

ASSURE dengan metode Problem Solving

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

nilai post test kelas kontrol yang diberi

metode yang biasa digunakan oleh guru

pengampu. Bowen dan Bodner (2004)

menyatakan bahwa pembelajaran

menggunaan metode Problem Solving

menunjukkan peningkatan prestasi

mahasiswa dalam mata pelajaran sintesis

organik. Hal ini disebabkan karena siswa

yang diberikan pembelajaran menggunakan

metode Problem Solving rasa ingin tahunya

meningkat. Hal ini sependapat dengan

Hamdani (2011) yang menyatakan bahwa

metode Problem Solving adalah suatu cara

menyajikan pelajaran dengan medorong

siswa untuk mencari dan memecahkan

suatu masalah atau persoalan untuk

pencapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran yang disertai dengan

game atau permainan menjadi daya tarik

tersendiri dalam proses pembelajaran

sehingga siswa tidak merasa bosan dan

jenuh. Hal ini sesuai dengan keunggulan

pembelajaran metode Problem Solving.

Pembelajaran yang menyenangkan ini yang

akhirnya membuat siswa dapat lebih

memahami materi dan dapat menyelesaikan

berbagai jenis tipe soal. Hal ini karena

metode Problem Solving dapat

menumbuhkan keterampilan berpikir kritis

siswa (Afrizon, 2012).

Rata-rata nilai posttest kelas

eksperimen dan kelas kontrol telah

melampaui KKM seperti pada Tabel 1. Hal

ini berarti kedua metode sama-sama dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.

Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen

(metode Problem Solving) lebih tinggi

dibandingkan nilai rata-rata posttest kelas

kontrol (metode yang biasa digunakan oleh

guru pengampu) dengan selisih nilai 8,16.

Perbedaan rata-rata nilai posttest tidak

terlalu jauh karena penerapan kedua

metode ini sama-sama baik untuk

mengaktifkan siswa mencapai kompetensi

yang ingin dicapai namun metode Problem

Solving membuat siswa lebih aktif

dibandingkan dengan metode yang biasa

Page 59: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1473

digunakan oleh guru pengampu. Hal ini

disebabkan karena pada saat pembelajaran

dengan metode Problem Solving siswa lebih

aktif untuk berdiskusi dari pertanyaan yang

diberikan guru dan bertanya mengenai

materi yang belum mereka pahami dari

pernyataan yang diberikan guru (Ristiasari,

2012). Selain itu metode Problem Solving

juga membuat siswa lebih termotivasi untuk

menyelesaikan soal karena siswa merasa

penasaran dan bersemangat untuk

menemukan jawaban (Rahmawati, 2009).

Tabel 1. Proporsi nilai hasil posttest kelas

eksperimen dan kelas kontrol

Table 1 menunjukkan bahwa pada

uji ketuntasan hasil belajar kognitif

menunjukkan bahwa kelas eksperimen

sudah mencapai batas ketuntasan individu

dengan KKM 72 dan 27 dari 30 siswa telah

mencapainya nialai KKM. Kelas kontrol

sudah mencapai batas ketuntasan individu

dengan KKM 72 dan 25 dari 30 siswa telah

mencapainya, namun jumlah siswa yang

telah mencapai nilai KKM lebih banyak kela

eksperimen daripada kelas kontrol. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa metode

Problem Solving lebih baik dari metode yang

biasa digunakan oleh guru pengampu

meskipun kedua-duanya juga merupakan

metode yang sama-sama baik untuk

diterapkan pada pembelajaran.

Hasil perhitungan uji kesamaan dua

varians diperoleh data kedua kelas memiliki

varians yang sama. Sedangkan pada uji

perbedaan dua rata-rata dua pihak diperoleh

kesimpulan bahwa antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol, keduanya memiliki

perbedaan dan pada uji perbedaan rata-rata

satu pihak kanan dapat ditarik simpulan

bahwa hasil belajar kognitif kelas

eksperimen lebih baik dari pada kelas

kontrol, dengan kata lain pembelajaran

dengan menggunakan metode Problem

Solving memberikan hasil

belajar kognitif yang lebih

baik dari pada

pembelajaran yang

diberikan dengan

menggunakan model yang

biasa digunakan guru

pengampu khususnya pada

pokok materi buffer.

Rata-rata hasil belajar kelas

eksperimen maupun kelas kontrol sudah

mencapai batas ketuntasan minimum. Akan

tetapi, kelas eksperimen jumlah siswa yang

tuntas, belajar lebih banyak dibanding kelas

kontrol. Siswa yang tuntas pada kelas

eksperimen sebanyak 27. Sedangkan pada

kelas kontrol, siswa yang tuntas sebanyak

25. Selain berdasarkan analisis data

posttest diperoleh hasil yaitu adanya

perbedaan hasil belajar kognitif pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata

hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih

besar dari kelas kontrol yaitu masing-masing

sebesar 83,27 dan 75,10 dapat dilihat pada

Gambar 1 .

Kriteria Kelas Kontrol Kelas

Eksperimen

KKM 72 72 Jumlah yang tuntas 25 dari 30 siswa 27 dari 30 siswa

jumlah yang tudak tuntas 5 dari 30 siswa 3 dari 30 siswa nilai maximal 86 100 nilai minimal 52 66

S 7,84 8,46 S

2 61,40 71,58

Rata-rata 75,1 83,26

Page 60: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1474 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

Gambar 1. Hasil belajar ranah kognitif

Nilai keterampilan berpikir kritis

siswa diperoleh dari hasil nilai Posttest

dengan menggunakan soal uraian yang tiap

soalnya telah disesuaikan dengan indikator

keterampilan berpikir kritis dari Ennis (1996).

Pada penelitian ini, indikator keterampilan

berpikir kritis dari Ennis yang

digunakan ada 4 adalah (1)

mencari jawaban yang jelas dari

setiap pertanyaan, (2) mencari

alasan, (3) mencari alternatif

pemecahan masalah, (4)

mencari penjelasan sebanyak

mungkin apabila

memungkinkan. Soal uraian

yang dipakai pada Posttest sebanyak 10

soal.

Perbandingan ketercapaian siswa

dalam setiap aspek penilain keterampilan

berpikir kritis antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis

Gambar 2 menyatakan bahwa

pencapaian keterampilan berpikir kritis

siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada

kelas kontrol pada semua indikator. Hal ini

dikarenakan pada kelas eksperimen siswa

terbiasa mengerjakan kasus pada setiap

pertemuan. Pemberian kasus pada setiap

pertemuan pembelajaran dapat

menumbuhkan rasa ingin tahu siswa

terhadap materi pembelajaran (Fachrurazi,

2011). Penyelesaian kasus yang kompleks

pada kelas eksperimen menuntut siswa

untuk dapat berpikir kritis dengan cara

membangun ide-ide baru yang dapat

mereka lakukan melalui studi pustaka,

praktikum dan diskusi. Studi pustaka

dilakukan oleh siswa untuk menambah

informasi-informasi dari berbagai sumber

belajar yang berkaitan dengan kasus dari

Page 61: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1475

setiap pertemuan (Sarwi dan Liliasari,

2009).

Penilaian aspek psikomotorik

diperoleh dari hasil observasi terhadap

siswa pada saat praktikum. Ada tujuh aspek

yang diobservasi pada penilaian

psikomotorik pada saat praktikum

berlangsung, dengan kategori tiap aspek

meliputi sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah,

dan sangat rendah. Skor berturut-turut dari 5

sampai 1.

Reliabilitas yang diperoleh dari

perhitungan menggunakan rumus intereter

reliability pada kelas eksperimen adalah

0,864, sedangkan pada kelas kontrol

diperoleh reliabilitas sebesar 0,724. Hal ini

berarti analisis nilai psikomotor terhadap

kedua kelas baik kelas eksperimen maupun

kelas kontrol memiliki reliabilitas yang baik

karena mendekati nilai 1. Namun reliabiltas

kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,864.

Hal tersebut menunjukkan bahwa

kemampuan siswa kelas eksperimen dalam

aspek psikomotor dalam praktikum lebih

baik daripada kemampuan siswa pada

kelas kontrol.

Perbandingan ketercapaian siswa

dalam aspek penilaian psikomotor dalam

praktikum antara siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 5.

Ada 12 aspek yang akan diteliti yaitu aspek

persiapan alat, persiapan bahan,

keterampilan mengukur volume larutan

akan dianalisis menggunakan gelas ukur,

keterampilan melakukan pegamatan

menggunakan skala ukur, keterampilan

menuangkan zat ke dalam gelas kimia atau

erlenmeyer, keterampilan mereaksikan zat

yang digunakan, keterampilan

menggunakan pH indikator universal,

membuat laporan sementara. Hasil analisis

data pengamatan, menuliskan kesimpulan,

menuang sisa larutan kerja ke tempat yang

telah disediakan, membersihkan semua

alat-alat yang telah digunakan,

mengembalikan alat ketempat semula, yang

masing-masing ditandai dengan kode P1,

P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11,

P12 sedangkan kriteria penilaian terbagi

menjadi 4 bagian yaitu sangat baik, baik,

cukup dan kurang yang diwakili oleh kode A,

B, C, D. Data selengkapnya terlihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Ketrcapaian Tiap

Aspek dalam Penilaian Praktikum Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Penilaian aspek afektif diperoleh

dari hasil observasi terhadap siswa pada

saat proses pembelajaran. Ada enam aspek

yang diobservasi pada penilaian afektif pada

saat pembelajaran berlangsung, dengan

kategori tiap aspek meliputi sangat tinggi,

tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah.

Skor berturut-turut dari 5 sampai 1.

Aspek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

A B C D A B C D

A1 16 14 0 0 5 25 0 0

A2 6 22 2 0 0 25 5 0

A3 9 20 1 0 5 20 5 0

A4 2 28 0 0 0 24 2 4

A5 0 30 0 0 0 30 0 0

A6 1 29 0 0 0 25 5 0

A7 0 27 3 0 0 30 0 0

A8 0 13 12 5 0 10 11 9

A9 0 20 10 0 0 20 10 0

A10 0 30 0 0 0 30 0 0

A11 0 30 0 0 0 30 0 0

A12 4 26 0 0 0 30 0 0

Page 62: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1476 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

Reliabilitas yang diperoleh dari

perhitungan menggunakan rumus intereter

reliability pada kelas eksperimen adalah

0,776, sedangkan pada kelas kontrol

diperoleh reliabilitas sebesar 0,701. Hal ini

berarti analisis nilai afektif terhadap kedua

kelas baik kelas eksperimen maupun kelas

kontrol memiliki reliabilitas yang baik karena

mendekati nilai 1. Namun reliabiltas kelas

eksperimen lebih besar yaitu 0,864. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kemampuan

siswa kelas eksperimen dalam aspek afektif

dalam praktikum lebih baik daripada

kemampuan siswa pada kelas kontrol.

Perbandingan ketercapaian siswa

dalam aspek penilaian afektif dalam diskusi

antara siswa kelas ekspperimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada tabel 6. Ada 12

aspek yang akan diteliti yaitu kehadiran,

partisipasi aktif dalam pembelajaran,

kemampuan kerjasama dalam kelompok,

kedisiplinan, kepemilikan alat atau sumber

belajar, minat terhadap pembelajaran, yang

masing-masing ditandai dengan kode P1,

P2, P3, P4, P5, P6 sedangkan kriteria

penilaian terbagi menjadi 5 bagian yaitu

sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat

kurang yang diwakili oleh kode A, B, C, D,

E. Data selengkapnya terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Ketercapaian Tiap

Aspek dalam Penilaian Diskusi Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

disimpulkan antara lain (1) terdapat

perbedaan hasil belajar kimia dan

keterampilan berpikir kritis antara siswa

yang diberi model pembelajaran ASSURE

dengan metode Problem Solving, (2) hasil

belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis

siswa yang diberi model pembelajaran

ASSURE dengan metode Problem Solving

lebih baik daripada siswa yang diberi

metode yang sering dipakai oleh guru

pengampu.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizon, R., Ratnawulan, dan Fauzi, A.,

2012, Peningkatan Perilaku

Berkarakter dan Keterampilan

Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN

Model Padang pada Mata Pelajaran

IPA-Fisika Menggunakan Model

Problem Based Instruction, Jurnal

Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol

3, No 1, Hal: 1-17.

Bowen C.W. dan Bodner G.M., 2004,

Problem Solving Processesused By

graduate Students While Solving

Tasks Inorganic Synthesis,

Department of Chemistry, Purdue

University, International Journal of

Science Education, Vol 13, Hal: 143-

158.

Aspek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

A B C D E A B C D E

A1 16 14 0 0 0 5 25 0 0 0 A2 6 22 2 0 0 0 15 5 6 4 A3 9 20 1 0 0 5 20 5 0 0 A4 2 28 0 0 0 0 24 2 4 0 A5 0 30 0 0 0 0 30 0 0 0 A6 7 21 2 0 0 0 18 5 3 4

Page 63: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1477

Dyastuti, 2013, Pembelajaran Creative

Problem Solving untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa pada Pembelajaran

Fisika Kelas XI IPA 6 MAN 3

Malang, Jurnal Penelitian

Pendidikan Fisika, Vol 2, No 1, Hal:

1-12.

Ennis, H., 1996, The Critical Thinking

Skills, Boston: Allyn dan Bacon.

Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran

Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis dan Komunikasi Matematis

Siswa Sekolah Dasar, Jurnal

Penelitian Pendidikan, Vol 1, No 2,

Hal: 76-89.

Fitriyanto. F., Nurhayati. S., dan Saptorini,

2012, Penerapan Model

Pembelajaran Problem Solving

Pada Materi Larutan Penyangga

Dan Hidrolisis, Chemistry In

Education, Vol 1, No 1, Hal: 1-5

Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar,

Bandung: Pustaka Setia.

Khasanah, D.I.N., 2012, Penerapan Desain

Sistem Pembelajaran ASSURE

untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Memukul Bola dalam Permainan

Kasti pada Siswa Kelas IV SD

Negeri Purworejo Kecamatan

Banjarsari Surakarta Tahun

Pelajaran 2011/2012, Jurnal

Mahasiswa Pendidikan Jasmani

Kesehatan Dan Rekreasi, Vol 1,

No 1, Hal: 1-17.

Megaw, A.E., 2001, Deconstructing the

Heinich, Molenda, Russella, and

Smaldino Instructional Design

Model, Georgia, University of

Gergia.

Mulyatiningsih, E., 2011, Metode Penelitian

Terapan Bidang Pendidikan,

Bandung: Alfabeta.

Pribadi, B., 2011, Model ASSURE Untuk

Mendesain Pembelajaran Sukses,

Jakarta: Dian Rakyat.

Rahmawati, D., 2009, Kompetensi berpikir

Kritis Dan Kreatif Dalam Pemecahan

Masalah Matematika di SMP Negeri

2 Malang, Jurnal Pendidikan

Matematika, Vol 1, No 2, Hal: 1-8

Ristiasari, T., Priyono, B., dan Sukaesih, S.,

20012, Model Pembelajaran

Problem Solving Dengan Mind

Mapping Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa, Unnes

Journal of Biology Education, Vol

1, No 3, Hal: 1-8.

Sarwi dan Liliasari, 2009, Penerapan

Strategi Kooperatif dan

Pemecahan Masalah pada Konsep

Gelombang pntuk

Mengembangkan Keterampilan

Berfikir Kritis, Jurnal Pendidikan

Fisika Indonesia, Vol 5, No 2, Hal:

90-95

Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian,

Bandung: Alfabeta.

Dali, N., 2011, Rasional Ciri-Ciri Reka

Bentuk Instruksional Model

ASSURE dalam Penggunan

Courseware Pengajaran dan

Pembelajaran, Jurnal Penelitian

Sultan Idris Education University,

Vol 2, No 1, Hal: 1-8.

Page 64: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1478 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan evaluasi pada produk berbasis Chemo-Entrepreneurship pada materi sistem koloid dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan apakah model tersebut efektif diterapkan. Populasi penelitian ini adalah kelas XI IPA suatu sekolah menengah atas di Magelang tahun ajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol, teknik sampling dilakukan dengan subjek sampel. Rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen 79,28 dan kelas kontrol sebesar 71,10. Uji ketuntasan belajar menunjukan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar (baik individual maupun klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hasil dari uji perbedaan rata-rata pada dua kelas menunjukan adanya perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai t-hitung hasil posttest menunjukan 3,948 sementara pada t-kritis 1,998. Uji pada perbedaan rata-rata dua kelas menunjukan terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan rata-rata satu pihak (pihak kanan) menunjukan bahwa nilai t-hitung adalah 3,95, sementara t-kritis adalah 1,998 sehingga bisa disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Kata kunci: chemo-enterpreneurship, pembelajaran kooperatif tipe CIRC, penilaian produk

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine whether the type of cooperative learning

model CIRC with the evaluation based products Chemo-Entrepreneurship on the material colloidal systems can improve student learning outcomes and whether the model is effectively applied. The study population was a class XI IPA a high school in Magelang academic year 2013/2014. Samples in this research is class XI IPA 1 as an experimental class and class XI IPA 2 as the control class, sampling techniques performed with the subject sample. The average learning outcomes in experimental class and control class 79.28 for 71.10. Test completeness study showed that the experimental class have achieved mastery learning (either individually or classical) while the control group had not reached the classical completeness. Results of the test the average difference in the two classes shows the difference between the experimental class and control class. Value t-test results showed 3.948 posttest while on t-critical 1,998. Test on the difference in average there are two classes showed an average difference between the experimental class and control class. Test average difference one side (right side) shows that the value of t-test was 3.95, while the t-critical was 1,998 so it can be concluded that the results of the experimental class students learn better than the control class. Keywords: chemo-entrepreneurship, cooperative learning CIRC, product assessment

PENDAHULUAN

Sistem koloid merupakan salah satu

materi yang harus dikuasai siswa kelas XI

IPA pada semester genap. Oleh karena itu

materi sistem koloid ini harus benar-benar

dikuasai siswa, karena materinya dalam

bentuk bacaan dan hafalan sering kali guru

menganggap bahwa materi sistem koloid ini

Page 65: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1479

bisa dipelajari dengan mandiri oleh siswa,

sementara dari sudut pandang siswa, kimia

merupakan mata pelajaran yang rumit.

Guru, kurikulum, siswa, sarana dan

prasarana serta strategi atau model

pengajaran adalah faktor yang mem-

pengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, et al.,

2010). Faktor yang paling utama

menentukan apakah siswa akan berminat

dan termotivasi untuk belajar adalah faktor

dari guru sendiri (Aritonang, 2008). Guru

sebagai fasilitator guru harus mampu

merancang, metode, model dan pendekatan

pembelajaran sehingga siswa bisa

termotivasi untuk belajar.

Dari sudut pandang guru, siswa

mampu mempelajari materi koloid ini secara

mandiri sehingga pada praktek pembe-

lajaran materi sistem koloid ini menerapkan

belajar mandiri dan hanya mengulas sekilas

materi sistem koloid ini, akibatnya hasil

belajar siswa pada materi sistem koloid tidak

memuaskan (Fajri et al., 2012). Hal serupa

terjadi di suatu sekolah menengah atas di

Magelang, bahwa hasil belajar siswa pada

materi sistem koloid belum ada yang

mencapai nilai KKM yaitu 75. Nilai maksimal

yang diperoleh siswa 73 sementara nilai

minimal 33.

Pembelajaran kooperatif berbasis

kontekstual learning bisa dijadikan alternatif

yang dilakukan oleh guru untuk mendong-

krak hasil belajar siswa (Nurhayati, et al.,

2013). Salah satu alternatif yang bisa dicoba

adalah model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai

anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya heterogen (Rasyid, 2012).

Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak

tipe salah satunya yaitu CIRC (Cooperative

Integrated Reading and Composition) .

Model pembelajaran CIRC efektif

dapat meningkatkan keterampilan membaca

dan menulis (Durukan, 2011). Diharapkan

dengan implementasi model ini juga dapat

meningkatkan hasil belajar pada materi

sistem koloid. Menurut Sasongko (2013)

CIRC terdiri dari tiga unsur penting yaitu

kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung,

pemahaman bacaan, seni berbahasa serta

menulis terpadu. Model CIRC menuntut para

siswa bekerja dalam tim-tim yang heterogen.

Salah satu aspek penting dalam kegiatan

pembelajaran adalah penilaian, jenis tehnik

penilaian yang bisa diterapkan salah

satunya adalah penilaian produk. Suwandi

(2011) membagi pembuatan produk dalam

tiga tahap dan pada setiap tahap tersebut

dilakukan penilaian, meliputi tahap per-

siapan, tahap pembuatan produk (proses)

dan tahap penilaian produk (appraisal).

Konsep pendekatan chemo-

entrepreneurship (CEP) adalah suatu

pendekatan pembelajaran kimia yang

dikaitkan dengan obyek nyata sehingga

memungkinkan siswa dapat mempelajari

proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi

dan menumbuhkan semangat berwirausaha

(Supartono, et al., 2006).

Permasalahan yang dihadapi dalam

penelitian ini adalah apakah model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

penilaian produk berbasis CEP efektif

digunakan dalam pembelajaran sistem

koloid serta dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Sedangkan tujuan dari

Page 66: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1480 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah model pembelajaran kooperatif tipe

CIRC dengan penilaian produk berbasis

CEP efektif digunakan dalam pembelajaran

materi sistem koloid dan untuk mengetahui

apakah model ini dapat meningkatkan hasil

belajar peserta didik pada materi sistem

koloid.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam jenis

penelitian eksperimen. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

pretest-posttest group design, yakni

penelitian dengan melihat perbedaan pretest

dan posttest antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Desain penelitian disajikan

pada Tabel 1:

Tabel 1. Desain Penelitian Pretest-Posttest

Group Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

I T1 A T2 II T1 B T2

(Sugiyono, 2010 ). Nilai ujian akhir semester gasal

kedua kelas tersebut diuji normalitas,

homogenitas dan perbedaan dua rata-rata

untuk mengetahui kondisi awal serta

menentukan teknik analisis data apakah

menggunakan statistik parametrik atau non

parametrik, kemudian dilanjutkan menyusun

kisi-kisi tes, menyusun instrument tes uji

coba berdasarkan kisi-kisi, uji coba soal

instrument tes setelah itu hasil uji coba

dianalisis data hasil ujicoba yang meliputi

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan

daya beda soal, kemudian menentukan

soal-soal yang sesuai kriteria, menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran

kooperatif tipe CIRC dengan penilaian

produk berbasis CEP pada kelas

eksperimen, melaksanakan tes hasil belajar

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol,

menganalisis data hasil belajar dan yang

terakhir menyusun hasil penelitian.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode tes, metode dokumentasi,

lembar observasi dan lembar angket.

Metode tes digunakan untuk mengetahui

hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk

soal tes yang digunakan adalah pilihan

ganda sebanyak 30 butir soal yang telah

disusun sesuai dengan indikator, soal tes

yang digunakan antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol adalah sama. Lembar

observasi digunakan untuk mengetahui hasil

belajar ranah afektif dan psikomotor,

sedangkan lembar angket digunakan untuk

mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

penilaian produk berbasis CEP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pembelajaran

kooperatif tipe CIRC dengan penilaian

produk berbasis CEP pada materi sistem

koloid meliputi tiga ranah yakni hasil belajar

ranah kognitif, hasil belajar ranah afektif

serta hasil belajar ranah psikomotorik.

Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

penlaian produk berbasis CEP dikatakan

efektif bila hasil belajar kognitif siswa telah

mencapai ketuntasan individual dan

ketuntasan klasikal tercapai.

Hasil uji ketuntasan belajar me-

nunjukan siswa kelas eksperimen telah

mencapai ketuntasan belajar baik secara

Page 67: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1481

individual maupun klasikal berdasarkan

KKM (75). Keefektifan pembelajaran

diperoleh jika ketuntasan klasikal telah

mencapai 85%. Hasil analisis ketuntasan

belajar diketahui hasil belajar siswa kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol. Hasil tersebut menunjukan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

penilaian produk berbasis CEP efektif

digunakan pada materi sistem koloid.

Perbedaan rata-rata hasil belajar dan

peningkatan hasil belajar ditunjukan pada

Gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan hasil belajar pretest-posttest, dan n-gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Gambar 1 memperlihatkan perban-

dingan hasil belajar kelas eksperimen dan

kontrol baik hasil belajar pretest, posttes,

maupun N-Gain. Perbedaan sangat jelas

bila membandingkan antara hasil pretest

dan posttes kelas eksperimen, hasil pretest

menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar

kelas eksperimen dan kelas kontrol uji

perbedaan rata-rata tidak ada perbedaan

antara keduanya, kemudian setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif

tipe CIRC dengan penilaian produk berbasis

CEP hasil posttest menunjukan adanya

perbedaan rata-rata antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol, perbedaan

peningkatan hasil belajar ini didukung

dengan adanya data N-Gain, untuk kelas

eksperimen penerapan model pembelajaran

CIRC dengan Jelas terlihat bahwa

peningkatan hasil belajar dengan model

CIRC dengan Penilaian Produk berbasis

CEP lebih besar dibandingkan Model

Konvensional. Selanjutnya untuk melihat

besarnya pengaruh dan kontribusi kegiatan

pembelajaran maka dilakukan uji koeefisien

korelasi dan uji koefisien determinasi. Hasil

uji koefisien korelasi diperoleh rb sebesar

0,48 sehingga besarnya KD

adalah 23,04%, besarnya

pengaruh model pembela-

jaran CIRC dengan penilaian

produk berbasis CEP adalah

sedang. Hasil serupa ditun-

jukan oleh penelitian yang

dilakukan oleh (Fadilah, et

al., 2012) pembelajaran

kooperatif tipe CIRC dengan penggunaan

Chemdiary book memberikan kontribusi

sebesar 27,085% pada pembelajaran kimia

materi sistem koloid. Model pembelajaran

CIRC efektif digunakan dalam pengajaran

materi dalam bentuk bacaan (Setyaningrum,

et al., 2012) model ini cocok diterapkah

untuk materi yang berupa bacaan dan

hafalan seperti materi sistem koloid.

Hasil belajar afektif diperoleh dari

lembar observasi melalui pengamatan

terhadap sikap siswa selama berlangsung-

nya proses pembelajaran. Lembar observasi

disertai dengan rubrik penskoran dengan

rentang 1 sampai dengan 4, pengamatan

dilakukan oleh dua observer. Data hasil

belajar afektif dianalisis secara deskriptif

Page 68: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1482 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

hasil rata-rata nilai setiap afektif pada kelas

eksperimen dan kontrol disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan rata-rata hasil belajar afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Gambar 2 memperlihatkan rata-rata

nilai tiap aspek pada kelas eksperimen

relatif sama dengan kelas kontrol, tetapi

pada beberapa aspek rata-rata kelas

eksperimen lebih tinggi diandingkan kelas

kontrol secara deskriptif tidak ada

perbedaan yang terlihat antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol kecuali pada

dua aspek yang pertama yaitu kehadiran

dan kerjasama. Pada aspek kehadiran kelas

eksperimen lebih unggul, karena siswa lebih

tertarik belajar materi sistem koloid dengan

model kooperatif tipe CIRC dengan

penilaian produk berbasis CEP sedangkan

pada aspek kerjasama kelas eksperimen

lebih unggul karena pada kegiatan pem-

belajaran materi koloid selalu diterapkan

model kooperatif sehingga siswa kelas

eksperimen lebih terbiasa untuk bekerja-

sama secara kelompok, sesuai dengan

pendapat Muijs dan David (2008) model

pembelajaran kooperatif tidak hanya

memperluas pengetahuan siswa melainkan

juga meningkatkan keterampilan sosial dan

rasa empati terhadap sesama siswa. Selain

kedua aspek tersebut se-cara deskriptif

aspek lainnya tidak

menunjukkan perbeda-an

namun bila dilihat secara

kuantitatif kelas eksperimen

masih lebih unggul

dibandingkan dengan kelas

kontrol. Kegiatan pembela-

jaran kooperatif juga dapat

meningkatkan aktivitas sis-

wa karena dalam

pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif

dan bekerjasama dengan anggota kelompok

supaya tujuan pembelajaran bisa tercapai.

Selain hasil belajar kognitif dan

afektif dalam penelitian ini juga melihat data

hasil belajar psikomotorik, ranah psiko-

motorik dilihat saat pelaksanaan praktikum,

praktikum yang dilakukan adalah untuk

mengetahu sifat-sifat koloid dan cara

pembuatan koloid, kegiatan praktikum ini

dilakukan kelas eksperimen dan kelas

kontrol dengan panduan praktikum yang

sama hal ini dilakukan untuk menghindari

kesenjangan antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Penilaian ranah psikomotorik

dilakukan dengan lembar observasi dengan

rubrik penskoran, rentang skor dalam

lembar psikomotorik 1 sampai dengan 4.

Pengamatan dilakukan oleh dua orang

observer. Aspek penilaian meliputi delapan

aspek yaitu: kemampuan siswa dalam

memimpin kelompok, dinamika kelompok,

persipan alat, keterampilan menggunakan

alat, kebersihan tempat, ketertiban dan

ketepatan waktu, hasil praktikum dan

Page 69: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1483

pelaporan. Hasil analisis rerata nilai setiap

aspek disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai setiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol

Penilaian kegiatan praktikum meliputi

keterampilan menggunakan alat, keteram-

pilan mengamati, dan ketepatan waktu

dalam menyelesaikan praktikum. Rata-rata

nilai aspek keterampilan menggunakan alat

untuk kelas eksperimen lebih baik di-

bandingkan dan kelas kontrol hal ini

dikarenakan sebelum praktikum dimulai

untuk kelas eksperimen diberikan kesem-

0patan untuk mendiskusikan LKS praktikum

terlebih dahulu, analisis secara deskriptif

kedua kelas berada di tingkatan yang sama

pada seluruh aspek hal ini dikarenakan

kedua kelas menggunakan panduan

praktikum yang sama, namun bila dilihat

secara kuantitatif hasil belajar ranah

psikomotor kelas eksperimen lebih baik dari

kelas kontrol. Sesuai dengan hasil penelitian

Sukiastini, et al., (2013) pembelajaran model

kooperatif tipe CIRC tidak hanya memen-

tingkan aktivitas secara

individu tetapi juga

berkontribusi terhadap anggota

kelompok sehingga dapat

mengoptimalkan kerja

kelompok. Selain praktikum

pengamatan sifat-sifat koloid

kelas eksperimen juga

melakukan praktikum

pembuatan produk adapun

produk yang dibuat selanjutnya dinilai

dengan rubrik penilaian produk, jenis produk

yang dibuat disamakan yaitu berupa

makanan, tujuan dari pembatasan produk

adalah untuk mempermudah penilaian

sehingga rubrik yang digunakan juga sama.

Selain itu, produk yang dibuat juga harus

bernilai jual, sesuai dengan konsep

pendekatan chemo-entrepreneurship. Pem-

belajaran kimia yang unggul adalah suatu

pembelajaran yang tidak membosankan,

meningkatkan motivasi dan dan jiwa

entrepreneur (Sumarni, 2009).

Hasil analisis angket ini digunakan

sebagai evaluasi terhadap penelitian yang

telah dilakukan. Angket memiliki tingkatan

respon mulai dari sangat setuju, setuju, tidak

setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil angket

tanggapan siswa terhadap pembelajaran

disajikan pada Gambar 4.

Page 70: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1484 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa

Hasil analisis data angket tang-

gapan siswa menunjukkan bahwa

penerapan model CIRC dengan penilaian

produk berbasis CEP baik untuk

meningkatkan hasil belajar kognitif serta

siswa memberi respon positif terhadap

pelaksanaan pembelajaran. Hal ini didukung

oleh respon siswa sebanyak 18 siswa

menyatakan sangat setuju dan 12 lainnya

menyatakan setuju jadi 30 siswa menyukai

model pembelajaran yang diterapkan. Hasil

penyebaran angket, siswa memilih sangat

setuju dan setuju terhadap pernyataan

bahwa siswa merasa terbantu dalam

memahami materi koloid dengan adanya

penerapan model kooperatif tipe CIRC

dengan penilaian produk berbasis CEP.

Penilaian produk berbasis CEP juga

membuat siswa lebih termotivasi dalam

belajar karena siswa dituntut menghasilkan

produk yang bernilai jual pada pembelajaran

materi sitem koloid. Selain itu, aktivitas

siswa juga meningkat, siswa lebih aktif

bertanya dan berpendapat dalam kegiatan

diskusi kelompok serta meningkatkan

kerjasama antar siswa. Sebanyak 30 siswa

dari total 32 siswa tertarik dengan kegiatan

pembuatan produk berbasis CEP, karena

selain meningkatkan pemahaman materi

juga dapat meningkatkan keterampilan

siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data

dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

Page 71: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1485

penilaian produk berbasis CEP efektif

digunakan pada pembelajaran sitem koloid

dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

sebesar 68%.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 10, No 7, Hal: 11-21.

Durukan, E., 2011, Effects of Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Technique on Reading-Writingskills, Educational Research and Reviews, Vol 6, No 1, Hal: 102-109.

Fadilah, A., Nurwachid, B.S., dan Kusoro, S., 2010, Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition Didukung Penggunaan Chemdiary Book, Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 68-73.

Fajri, L., Kus, S.M dan Agung, N.C.S., 2012, Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Proses Belajar Koloid melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Dilengkapi dengan Teka-Teki Silang Bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA N 2 Boyolali pada Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia (JPK),Vol 1, No 1, Hal: 89-96.

Muijs,D. dan David, R., 2008, Effective Teaching Teori dan Aplikasi (Terjemahan Soetjipto, H.P dan Soetjipto. S.M.), Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Nurhayati, D., Subiyanti H.S dan S. Mantini, R.S., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Contextual Teaching And Learning, Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 2-6.

Rasyid, A., 2012, Pembelajaran Kooperatif Dengan Tipe TGT dengan Menggunakan Media Kartu Kerja terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Ikatan Kimia di Kelas X SMA N 2 Binjai Tahun Pelajaran 2011/2012, Skripsi, Medan: FMIPA Universitas Negeri Medan.

Sasongko, A., 2013, Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and composition) dengan Alat Peraga Materi Peluang pada Kelas XI SMK Wongsorejo Gembong Tahun 2011/2012, Ekuivalen-Pendidikan Matematika, Vol 1, No 1, Hal: 08-14.

Setyaningrum, R.R., Moch, C., dan Mashuri, 2012, Keefektifan Model Pembelajaran CIRC dan NHT dengan Pemodelan Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita Kelas VIII, Unnes Journal Mathematic Education, Vol 1, No 2, Hal: 37-42.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sukiastini, I.G.A.N.K, Sadia I.W., dan Suastra I.W., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif, Jurnal Penelitian Pasca Undiksha, Vol 3, No 1, Hal: 1-11.

Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas Perkuliahan Kimia Dasar Melalui Pembelajaran Perorientasi Entrepreneurship (CEP) Menggunakan Media Chemoedutaintment (CET), Lembaran Ilmu Pendidikan, Vol 38, No 1, Hal: 53-58.

Supartono, Nanik, W., dan Anita, H.S., 2009, Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA dengan Pendekatan Student Team Achievment Divisions melalui Pendekatan Chemo-Entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 337-344.

Page 72: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1486 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

Sutikno, Susilo, dan Purwantoko, R.A., 2010, Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Media Puzzle Terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor Pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 1, No 6, Hal:123-127.

Suwandi, S., 2011, Model-model Assessmen dalam Pembelajaran, Surakarta: Yuma Pustaka.

Page 73: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1487

PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN CHEMO-EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN

HASIL KALI KELARUTAN

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Media smile-flash merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur simulasi, materi,

dan lagu. Dengan menyisipkan lagu dalam pembelajaran, proses pembelajaran akan lebih menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penggunaan media tersebut pada peningkatan pemahaman konsep, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap menggunakan media tersebut dalam pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan subjek penelitan adalah siswa kelas XI IPA di sebuah sekolah di Magelang. Objek penelitian adalah media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tahap pengembangan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment dilakukan dengan: (1) pendefinisian, (2) perancangan, dan (3) pengembangan. Instrumen penelitian berupa angket validasi, angket respon siswa dan soal-soal peningkatan pemahaman konsep. Media dinyatakan layak ditinjau dari aspek materi, media, dan bahasa dengan persentase rata-rata sebesar 82,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan media berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep siswa, terbukti thitung (12,24) lebih besar dari tkritis (2,05) dan (2) pembelajaran menggunakan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment mendapatkan respon positif dari siswa. Kata kunci: chemo-edutainment, kelarutan dan hasil kali kelarutan, smile-flash

ABSTRACT

Smile-flash media is a medium in which there is an element of simulation, material, and songs. By inserting song learning, the learning process will be more fun that is expected to increase students' understanding. This study aims to (1) know the influence of the media on an improved understanding of the concept, and (2) determine the response of students to use the media in learning. This study is a research & development (R & D) with a research subject is class XI IPA at a school in Magelang. The object of research is a medium-flash smile with chemo-edutainment approach to the material solubility and solubility product. Media development stage smile-flash with chemo-edutainment approach is done by: (1) definition, (2) the design, and (3) development. The research instrument is a validation questionnaire, student questionnaire responses and the questions increase understanding of the concept. Media declared eligible in terms of material aspects, media, and languages with an average percentage of 82.5%. The results showed that (1) the use of media a positive effect on students' understanding of concepts, proven tcount (12.24) is greater than the tcritic (2,05) and (2) learning to use media-flash smile with chemo-edutainment approach to get a positive response from students. Keywords: chemo-edutainment, solubility and solubility product, smile-flash

PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya arus

globalisasi, upaya untuk meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia semakin bertambah

sehingga menuntut adanya perbaikan

sistem pendidikan. Rendahnya kualitas pen-

didikan di Indonesia mendorong pemerintah

untuk melakukan perbaikan di segala aspek.

Page 74: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1488 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Semua pihak yang bersangkutan seperti

objek, subjek, dan fasilitator memiliki

peranan penting dalam perbaikan kualitas

pendidikan. Seorang guru tidak hanya

dituntut untuk menguasai materi dalam

kurikulum saja, tetapi juga harus memiliki

kemampuan dalam mengelola pembelajaran

yang menarik, kreatif, inovatif, dan

menyenangkan bagi siswa.

Sebagai fasilitator, guru berperan

dalam memberikan pelayanan untuk memu-

dahkan siswa dalam proses pembelajaran

(Senjaya, 2008). Salah satu komponen

penting dalam proses pembelajaran adalah

media. Kurangnya media menjadi salah satu

dampak dari proses pembelajaran yang

berpusat pada guru, sehingga siswa tidak

memiliki budaya untuk belajar mandiri.

Seorang pendidik dituntut kreativitasnya

untuk membuat media pembelajaran yang

inovatif dan menarik sesuai dengan

kebutuhan siswa. Selain itu media

pembelajaran harus dipilih secara tepat

sesuai dengan tujuan pembelajaran agar

proses belajar mengajar dapat berjalan lebih

efektif sehingga dapat membantu siswa

dalam memahami materi pada pembelajaran

(Miarso, 2007).

Pemahaman materi diartikan bukan

hanya mengetahui yang sifatnya, mengingat

saja, tetapi juga mampu mengungkapkan

kembali dalam bentuk lain atau kata-katanya

sendiri. Seseorang dikatakan menguasai

konsep apabila dapat memahami makna

secara ilmiah baik teori maupun

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

(Dahar, 2003). Dengan memahami konsep,

siswa diharapkan dapat menyampaikan

kembali materi-materi yang telah didapatkan

pada proses pembelajaran.

Konsep dalam materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan merupakan konsep yang

sulit karena mensyaratkan beberapa konsep

seperti kesetimbangan kimia dan fisika,

hukum Le Chatelier, kimia larutan, dan

persamaan kimia (Onder, 2006).Banyak

siswa yang merasa bingung dan sulit

mendalami materi yang diberikan guru,

meskipun siswa dapat menyelesaikan

berbagai macam solal hitungan pada

kelarutan dan hasil kali kelarutan, tidak

menjamin siswa tersebut dapat memahami

konsep-konsep yang ada (Raviolo, 2001).

Akibatnya siswa cenderung malas untuk

mencari informasi dari berbagai sumber

referensi. Untuk itu dibutuhkan sebuah

media yang dapat membantu siswa dalam

memahami konsep kelarutan dan hasil kali

kelarutan.

Media smile-flash merupakan

media yang di dalamnya terdapat unsur

simulasi, materi, dan lagu. Dengan menyi-

sipkan lagu dalam pembelajaran, proses

pembelajaran akan lebih menyenangkan.

Seorang pendengar akan mengingat musik

dan lagu yang disukainya. (Stalinski dan

Schellenberg, 2013). Dengan kata lain,

musik akan membantu seseorang untuk

mengingat. Siswa akan lebih memahami

materi yang diberikan dengan menyisipkan

simulasi visual dan musik. Animasi dan

simulasi akan lebih membantu siswa dalam

memahami bentuk molekul dalam kimia.

Media smile-flash dibuat menggunakan

aplikasi macromedia flash pro 8. Media

smile-flash digunakan sebagai perantara

atau pengantar pesan dari guru kepada

Page 75: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1489

siswa untuk membantu siswa memahami

konsep yang berkaitan dengan materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Media

smile-flash disajikan dengan pendekatan

chemo-edutainment.

Chemo-edutainment adalah sebuah

konsep pembelajaran kimia yang menarik

yang salah satunya dapat diwujudkan

melalui media pembelajaran (Harjono dan

Harjito, 2010). Media pembelajaran ber-

pendekatan Chemo-edutainment (CET)

adalah media yang menggabungkan unsur

education (pendidikan) dan entertainment

(hiburan). Edutainment bertujuan untuk

merangsang pikiran, perasaan, perhatian,

dan kemauan belajar siswa dengan

melibatkan emosi melalui media visual

ataupun audio visual seperti video,

computer, dan warna yang hidup.

Penggunaan media Chemo-edutainment di

kalangan siswa dapat membantu untuk

belajar secara mandiri

maupun didalam kelas.

Rumusan masalah

pada penelitian ini adalah

mengetahui kelayakan media

smile-flash berpendekatan

CET, mengetahui pengaruh

media terhadap peningkatan

pemahaman konsep siswa,

dan mengetahui respon siswa

terhadap penggunaan media

smile-flash berpendekatan

CET. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk; (1) mengetahui

kelayakan media smile-flash berpendekatan

CET, (2) mengetahui pengaruhnya terhadap

pening-katan pemahaman konsep siswa,

dan (3) mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran menggunakan media media

smile-flash berpendekatan CET.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

pengembangan (RdanD) dengan mengikuti

desain Thiagarajan yang meliputi four D

models (4-D) yaitu pendefinisian, peren-

canaan, pengembangan, dan penyebaran.

Dalam penelitian ini hanya dilakukan dalam

tiga tahap yaitu sampai tahap pengem-

bangan saja dengan pertimbangan bahwa

pada tahap pengembangan sudah

dihasilkan media yang baik.

Objek penelitian ini adalah media

smile-flash berpendekatan chemo-

edutainment untuk materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan. Alur kerja penelitian

dapat dilihat pada skema Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Alur Kerja Penelitian

Page 76: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1490 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Uji kelayakan media dilakukan oleh

ahli materi, ahli media, dan ahli bahasa.

Instrumen validasi menggunakan isian

angket yang diwujudkan dalam hitungan

persentase kelayakan. Uji coba skala kecil

dilakukan untuk mengetahui tanggapan

siswa terhadap media smile-flash

berpendekatan CET. Subjek pada uji coba

skala kecil adalah siswa kelas XII IPA yang

pernah mendapatkan materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan sebanyak 10 siswa. Uji

coba skala besar dilakukan untuk

mengetahui efektivitas penggunaan media

terhadap peningkatan pemahaman konsep

siswa dan mendapatkan respon siswa

terhadap penggunaan media smile-flash

berpendekatan CET dalam proses

pembelajaran. Analisis peningkatan

pemahaman konsep siswa dilakukan

menggunakan uji t. Subjek uji coba skala

besar adalah siswa

kelas XI IPA

sebanyak satu kelas.

Instrumen

pengumpulan data

pada penelitian ini

berupa lembar

validasi, soal

pemahaman konsep,

dan angket respon

siswa. Data hasil

validasi dan respon

dianalisis

menggunakan teknik

analisis deskriptif

persentase

(Arikunto, 2010). Media smile-flash

berpendekatan CET dinyatakan layak

apabila hasil validasi oleh para ahli, dan

respon siswa terhadap media mencapai

kategori minimal baik atau layak dengan

persentase minimal sebesar 76%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk yang dihasilkan yaitu berupa

media smile-flash berpendekatan chemo-

edutainment untuk materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan. Media smile-flash

berpendekatan chemo-edutainment berisi

simulasi, materi, dan lagu yang dikemas

dalam sebuah media yang disajkan dengan

pendekatan chemo-edutainment. Konsep

Chemo-edutainment dalam media

pembelajaran untuk siswa perlu diwujudkan

dalam bentuk media pembelajaran yang

inovatif dan menarik. Tampilan awal media

smile-flash berpendekatan chemo-

edutainment disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Tampilan awal media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment

Page 77: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1491

Produk berupa media smile-flash

yang dihasilkan, diuji kelayakannya melalui

validasi oleh para ahli. Validator terdiri dari

ahli materi, media, dan bahasa. Validasi

dilakukan dengan memberikan penilaian

terhadap media pada angket validasi yang

telah disediakan. Komentar dan saran dari

validator dijadikan bahan perbaikan

sebelum digunakan pada uji coba skala kecil

dalam Tabel 1.

Tabel 1. Daftar masukan dari validator dan tindak lanjut

Validator Saran Tindak lanjut

Ahli Materi

Rumus kimia masih banyak yang salah Rumus-rumus kimia sudah dibetulkan Warna-warna zat dalam simulasi belum sesuai dengan aslinya

Warna-warna zat pada simulasi sudah disesuaikan dengan aslinya

Simulasi disesuaikan dengan aslinya Simulasi sudah disesuaikan dengan aslinya

Materi hasil kali kelarutan perlu diperbaiki

Materi hasil kali kelarutan sudah diperbaiki

Ahli Media Font kurang besar Font sudah dibesarkan Sewaktu dibuat full screen, font tidak ikut membesar

Tampilan sudah dibetulkan sehingga ketika dibuat fullscreen, font ikut membesar

Ahli Bahasa

Kalimat percakapan monoton dan kurang variatif.

Kalimat percakapan dibenahi supaya tidak monoton dan lebih variatif

Ada beberapa penggunaan kalimat yang belum efektif.

Kalimat dalam media dibenahi supaya lebih efektif.

Presentase kelayakan media oleh validasi ahli ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Persentase kelayakan media ditinjau dari validasi ahli

Data persentase media

menunjukkan media smile-flash

berpendekatan chemo-edutainment valid

dan layak digunakan sebagai media

pembelajaran di sekolah. Setelah media

dinyatakan layak, tahap selanjutnya adalah

uji coba skala kecil.

UJi coba skala kecil dilakukan untuk

mengetahui respon siswa terhadap media

smile-flash. Hasil uji coba skala kecil

ditunjukkan pada Tabel 2.

Page 78: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1492 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Tabel 2.. Respon siswa terhadap media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji coba skala kecil

Aspek yang diuji Skor NP (%) Kriteria

Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada media smile-flash

31 77.5 Baik

Penggunaan bahasa pada media smile-flash 27 67.5 Cukup Kemudahan pengoperasian media smile-flash 30 75 Cukup Tampilan media smile-flash 32 80 Baik Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 32 80 Baik Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 35 87.5 Sangat baik Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 37 92.5 Sangat baik Kemenarikan penyajian media smile-flash 38 95 Sangat baik

Jumlah 81.75

Hasil uji coba skala kecil dari 8

aspek, 6 aspek menunjukkan kriteria baik

dan sangat baik. Adanya kekurangan pada

aspek penggunaan bahasa dan kemudahan

pengoperasian yang ditunjukkan dari

persentase rata-rata respon siswa pada

kedua aspek sehingga dilakukan revisi

sebelum digunakan untuk uji coba skala

besar. Adapun komentar dari siswa

terhadap media smile-flashditujukkan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Daftar masukan dari siswa dan tindak lanjut

Komentar Tindak lanjut

Ada beberapa kalimat pada media yang susah dipahami

Kalimat pada media sudah diperbaiki

Beberapa tombol ada yang tidak berfungsi Tombol pada media sudah diperbaiki sehingga berfungsi dengan baik

Media smile-flash yang telah

diperbaiki sesuai dengan masukan dari

siswa pada uji coba skala kecil, digunakan

untuk uji coba skala besar. Uji coba skala

besar dilakukan dengan memberikan

pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan menggunakan media smile-flash

kepada siswa. Efektivitas penggunaan

media terhadap peningkatan pemahaman

konsep siswa diukur menggunakan data

pretest dan data posttest dan dianaslisis

menggunakan uji t. Hasil analisis

peningkatan pemahaman konsep

menggunakan uji t menunjukkan hasil thitung

(12,24) lebih kecil dari tkritis (2,05) yang

berarti terdapat peningkatan pemahaman

konsep yang signifikan setelah

pembelajaran menggunakan media smile-

flash berpendakatan CET pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Hasil ini menunjukkan bahwa media

smile-flash dengan pendekatan chemo-

edutainment dapat meningkatkan

pemahaman konsep kimia siswa.

Peningkatan pemahaman konsep siswa

dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar

kognitif yang terjadi (Sundari et al, 2008).

Respon siswa terhadap pembelajaran

menggunakan media smile-flash dengan

pendekatan chemo-edutainment diwujudkan

dalam bentuk isian angket yang dihitung

dalam persen ditunjukkan pada Tabel 4.

Page 79: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1493

Tabel 4. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji coba skala besar

Aspek yang diuji Skor Kriteria

Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada media smile-flash

103 Sangat baik

Penggunaan bahasa pada media smile-flash 94 Baik Kemudahan pengoperasian media smile-flash 90 Baik Tampilan media smile-flash 91 Baik Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 89 Baik Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 101 Sangat baik Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 85 Baik Kemenarikan penyajian media smile-flash 91 Cukup Pembelajaran menggunakan media smile-flash di dalam kelas membangkitkan motivasi siswa

92 Baik

Efisiensi penggunaan waktu 88 Baik Efisiensi penggunaan media smile-flash sebagai alat belajar mandiri 95 Baik

Rata-rata 92.6 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4 Rata-rata

respon siswa terhadap pembelajaran

menggunakan media smile-flash pada

semua aspek berada pada kategori tinggi

dengan nilai rata-rata skor sebesar 92.6 dari

skor maksimal 112, sehingga dapat

dikatakan bahwa secara garis besar siswa

memberikan respon yang baik terhadap

setiap aspek pada butir pernyataan nomor 1

sampai 11. Motivasi siswa meningkat

setelah pembelajaran menggunakan media

smile-flash. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan siswa pada butir 9 yang

memberikan respon baik sebesar 92

Kekurangan terdapat pada respon siswa

terhadap simulasi pada media

smile-flash yang terdapat pada

butir pertanyaan nomor 7. Data

menunjukkan siswa memberikan

respon cukup yaitu sebesar 85. Hal

itu dikarenakan ada beberapa

simulasi pada media yang

pengoperasiannya yang kurang

jelas. Berdasarkan analisis

deskrptif pernyataan pada butir 7 tersebut,

kekurangan pada media smile-flash telah

diperbaiki sehingga simulasi pada media

menjadi jelas pengoperasiannya dan mudah

dipaham oleh siswa. Secara keseluruhan

siswa memberikan respon yang baik

terhadap pembelajaran menggunakan

media smile-flash . Penggunaan media

berbasis teknologi akan memudahkan siswa

mencapai kompetensi dasar dari materi

serta membuat pembelajaran menjadi lebih

menyenangkan (Viajayani, 2013).

Hasil analisis respon siswa terhadap

media smile-flash secara keseluruhan dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Respon siswa terhadap media smile-flash

Page 80: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1494 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Gambar 3 memperlihatkan bahwa

dari 28 siswa pada uji coba skala besar,

diperoleh 8 siswa memberikan tanggapan

sangat baik, 15 siswa memberikan

tanggapan baik, dan sisanya memberikan

tanggapan cukup. Sebagian besar siswa

memberikan tanggapan yang sangat baik

terhadap pembelajaran menggunakan

media smile-flash di dalam kelas, dan

sisanya memberikan tanggapan baik dan

cukup terhadap penggunaan media. Secara

keseluruhan siswa memberikan tanggapan

positif terhadap pembelajaran media smile-

flash di dalam kelas.

Pembelajaran kelarutan dan hasil

kali kelarutan menggunakan media smile-

flash berpendekatan chemo-edutainment di

dalam kelas membangkitkan motivasi siswa

dalam belajar dan memberikan banyak

pengetahuan yang belum diketahui

sebelumnya. Penerapan media animasi

dapat meningkatkan motivasi dan prestasi

belajar siswa (Haryati, 2013). Adanya

tampilan-tampilan berupa animasi menarik

pada media dan unsur musik yang

dimasukkan dalam media memberikan

kesan yang tidak membosankan dan

membuat siswa tidak tegang dalam

menerima materi pembelajaran (Prasetyo,

2008). Dikarenakan subjek penelitian adalah

siswa SMA yang pada umumnya menyukai

musik, pemberian unsur musik pada media

dapat diterima dengan baik oleh siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, dapat disimpulkasn sebagai

berikut: (1) media smile-flash berpendekat-

an chemo-edutainment yang telah dikem-

bangkan dinyatakan layak oleh , (2) Media

smile-flash berpendekatan chemo-

edutainment efektif dalam meningkatkan

pemahaman konsep siswa pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan, (3)

Respon siswa terhadap pembelajaran

menggunakan media smile-flash ber-

pendekatan chemo-edutainment baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta

Dahar.R.W. 2003. Aneka wacana pendidikan ilmu pengetahuan alam. Bandung.

Falvo, D. 2008. Animation and simulation for teaching and learning molecular chemistry. Indternational Journal Technology of Teaching and Learning. 4(1):68-77.

Harjono dan Harjito. 2010. Pengembangan media pembelajaran chemo-edutainment untuk matapelajaran sains-kimia di SMP. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 4(1):506-511.

Haryati, S., Miharty, dan Pratiwi, R. 2013. Pemanfaatan media animasi dalam pembelajaran kimia untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa di SMAN 12 Pekanbaru. Prosiding Semirata DMIPA Universitas Lampung.

Miarso, Y.H. 2007. Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Miswadi, S.S., Priatmoko, S., dan Inayah, A. 2008. Peningkatan hasil belajar kimia melalui pembelajaran berbantuan komputer dengan media chemo-edutainment. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2.(1).182-189

Okan, Z. 2003. Edutainment is Learning at Risk. British Journal of Educational Technology. 34(3):255.

Page 81: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1495

Onder, I., dan Geban, O. 2006. The effect of conceptual change text oriented instruction on students undersatanding of the solubility equilibrium concept. Journal of Education. 30: 166-173

Prasetya, A.T., Priatmoko, S., dan Miftakhudin. 2008. Pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis computer dengan pendekatan chemo-edutainment terhadap hasil belajar kimia SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2.(2).287-293

Raviolo, A. 2001. Assesing students conceptual understanding of solubility equilibrium. Journal of Chemical Education. 78(5):629-631.

Senjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Silberberg, M. S. 2009. Chemistry: The molecular nature of matter and change fifth edition. New York: McGraw-Hill Companies

Stalinski, S. M., dan Schellenberg, E. G. 2013. Listeners remember music they like. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition.3(39).700-716.

Viajayani, E.R., Radiyono, Y., dan Rahardjo, D.T. 2013. Pengembangan media pembelajaran fisika menggunakan macromedia flash pro 8 pada pokok bahasan suhu dan kalor. Jurnal Pendidikan Fisika. 1(1):144-155.

Page 82: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1496 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kompetensi kimia

dengan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Populasi penelitian ini adalah siswa Kelas XI IPA suatu SMA Negeri di Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling, yakni kelas XI IPA 1 sebagai eksperimen I dengan perlakuan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri, kelas XI IPA 2 sebagai eksperimen II dengan LKS berbasis inkuiri, dan kelas XI IPA 3 sebagai kontrol dengan metode ceramah dan diskusi pada pokok materi buffer dan hidrolisis. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kognitif yang signifikan antara kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3. Kelas eksperimen I memiliki peningkatan kompetensi kimia yang paling signifikan dengan rerata hasil belajar sebesar 87,5, sedangkan kelas eksperimen II memiliki rerata hasil belajar 83,43, dan kelas kontrol dengan rerata hasil belajar 77,35. Hasil respon siswa terhadap pembelajaran menunjukan frekuensi terbanyak pada kolom setuju dan sangat setuju sehingga siswa menyukai model pembelajaran yang digunakan. Simpulan penelitian ini 1) terdapat perbedaan signifikan kompetensi kimia antara kelas eksperimen I, II dan kontrol, 2) peningkatan kompetensi kimia yang signifikan pada kelas eksperimen I, 3) respon siswa terhadap pembelajaran baik.

Kata kunci: kompetensi, LKS berbasis inkuiri, model PLTL

ABSTRACT

This research aims for knowing chemistry competence’s improving by application of

PLTL model with Worksheet based on inquiry. The populations are XI grades natural sciences students of an high school in Semarang. Samples were taken by cluster random sampling and got XI IPA 1 as an experimental class I by application of PLTL model with Worksheet based on Inquiry while XI IPA 2 as an experimental class II by using Worksheet based on Inquiry, and XI IPA 3 as a control group using lecture and discussion on the subject buffer and hydrolysis. Data collecting used some methods as documentations, tests, observation, and questionnaire. Research result shown significant difference on cognitive aspect of XI IPA 1, XI IPA 2, and XI IPA 3. The most significant improvement by 1

st experimental class resulted average score 87.5,

experimental class II has average score 83,43, and control class has average score 77.35. Students response by application of model show most answer in agree and very agree columns mean students like learning model used. Conclusions are 1) there are significant difference on chemistry competence between experiment I, II and control classes, 2) the most chemistry competence improvement in experimental class I, 3) students responses are good.

Keywords: competence ; PLTL model; Worksheet based on Inquiry

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran di kelas

menjadi bagian paling penting karena akan

menentukan hasil pembelajaran berupa

perubahan sikap dan tingkah laku siswa

serta kualitas guru dalam mengajar. Definisi

pembelajaran adalah suatu proses interaksi

antara guru dan siswa untuk menumbuhkan

pemahaman, kreativitas, keaktifan, daya

Page 83: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1497

pikir, potensi dan minat siswa (Retnowati,

2012). Pembelajaran di kelas berlangsung

kurang optimal apabila hanya terjadi

komunikasi satu arah, yakni dari guru

kepada siswa (Tecaher Centered

Learning). Komunikasi satu arah meng-

akibatkan siswa kurang terlibat dalam

proses pembelajaran sehingga segala

potensi yang dimiliki oleh siswa tidak dapat

dikembangkan secara maksimal.

Mata pelajaran kimia termasuk

mata pelajaran yang dekat dengan

lingkungan sekitar serta sangat erat

hubunganya dengan kehidupan sehari-hari.

Ilmu kimia telah banyak memberikan

manfaat dalam kehidupan, mulai dari

makanan, tekstil, kosmetik, hingga berbagai

alat transportasi. Salah satu pokok materi

kimia yang aplikasinya erat sekali dalam

kehidupan sehari-hari adalah materi buffer

dan hidrolisis. Guru hanya mengajarkan

konsep-konsep dan hafalan rumus melalui

ceramah sehingga terasa membosankan

bagi siswa.

Penggunaan model pembelajaran

peer-led team learning (PLTL) berbantuan

lembar kerja siswa (LKS) berbasis inkuiri

diharapkan dapat memberikan variasi

model pembelajaran yang dapat me-

ningkatkan partisipasi aktif siswa dan

pemahaman terhadap materi ajar kimia.

Strategi pembelajaran dapat diartikan

sebagai cara khusus dan urut sehingga

pembelajaran menjadi runtut dan dapat

mencapai tujuan yang ditetapkan (Widodo

2011). PLTL berusaha merangkum banyak

aspek dalam proses penemuan ilmiah

(scientific discovery) melalui praktikum dan

diskusi, sehingga mengatasi berbagai

ketergantungan atas kesendirian melalui

berbagai mode berpikir dan saling tukar

pendapat. Proses diskusi menjadikan siswa

sebagai analisator yang baik (Miri, et.al,

2007). Model PLTL memberikan penga-

laman belajar kepada siswa dan guru

dalam kelas dan menghasilkan peningkatan

nilai hasil belajar (Keiler & Mills, 2012).

Penelitian Wahyuni & Kristia-

ningrum (2008) menyatakan sebagian

besar siswa menganggap bahwa kimia

merupakan pelajaran yang sulit dan siswa

kurang terlibat aktif dalam proses

pembelajaran kimia. Hasil observasi yang

dilakukan di salah satu sekolah menengah

atas di kota Semarang yang masuk dalam

kategori baik dengan akreditasi A,

ditemukan bahwa sekitar 50% siswa masih

harus mengikuti tes remedial. Keadaan ini

mengidentifikasikan perlunya model pem-

belajaran yang tepat untuk menghasilkan

partisipasi dan tingkat pemahaman yang

lebih pada siswa. LKS berbasis inkuiri

menekankan pada pendekatan siswa

dalam mencari pemahaman kimia yang

menitikberatkan pada aktivitas pemberian

pengalaman belajar, ekplorasi pengeta-

huan, serta mencari tahu jawaban atas

pertanyaan ilmiah yang diajukan siswa.

Inovasi model pembelajaran ini selaras

dengan visi Indonesia dalam menyongsong

globalisasi. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Barthlow (2011) menunjukan bahwa

inkuiri terbimbing dapat membantu siswa

untuk mempresentasikan fenomena kimia

yang bersifat makroskopis ke dalam

simbolis, misalnya sifat larutan buffer yang

tidak dapat diamati secara kasat mata

dapat diketahui dengan menghitung pH

Page 84: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1498 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

larutan dengan rumus buffer sehingga

siswa mudah untuk memahaminya.

Recktenwald & Edwards (2010)

menyatakan bahwa dalam proses

pembelajaran inkuiri siswa diberikan tugas-

tugas yang otentik sehingga diharapkan

untuk memilih metode pemacahan masalah

dengan mandiri, tidak hanya menjalankan

langkah satndar.

Seorang siswa harus meng-

gunakan segenap kemampuannya dan

bertindak sebagai ilmuwan (scientist) yang

melakukan eksperimen dan mampu

melakukan proses mental berinkuiri yang

digambarkan dengan terapan-terapan yang

dilaluinya (Zuriyani, 2012). LKS inkuiri

membimbing siswa untuk dapat peka

terhadap aspek kimia dalam kehidupan

sehari-hari dan tidak hanya menerima fakta

di sekitar mereka tetapi juga memicu

mereka melakukan pengamatan, bertanya,

melakukan eksperimen, mengasosiasi, dan

mengomunikasikannya, selaras dengan

Kurikulum 2013. Pembelajaran dengan pola

penemuan yang dilakukan dengan diskusi

dan berpikir kreatif yang intensif mampu

memotivasi siswa untuk meningkatkan

komunikasi dalam menyelesaikan masalah

(Marks & Eilks, 2009).

Tujuan penelitian ini adalah (1) me-

ngetahui perbedaan signifikan kompetensi

kimia antara siswa dengan model

pembelajaran PLTL berbantuan LKS

berbasis inkuiri dengan siswa yang

menggunakan LKS berbasis inkuiri dan

siswa tanpa model PLTL maupun LKS

berbasis inkuiri pada materi buffer dan

hidrolisis siswa kelas XI; (2) mengetahui

peningkatan hasil belajar dalam buffer dan

hidrolisis dengan model pembelajaran

PLTL dengan LKS berbasis inkuiri; dan (3)

mengetahui respons siswa pada pem-

belajaran buffer dan hidrolisis dengan

model pembelajaran PLTL dengan LKS

berbasis inkuiri.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan observasi di SMA 5

Semarang masih banyak siswa yang

mengikuti tes remidi mata pelajaran kimia,

kurangnya keterlibatan siswa dalam proses

pembelajaran, dan kurangnya variasi model

pembelajaran. Adanya kesesuaian perma-

salahan tersebut menjadi latar belakang

penelitian penerapan model PLTL

berbantuan LKS berbsis inkuiri ini

dilaksanakan di SMA 5 Semarang.

Popoluasi dari penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas XI IPA tahun pelajaran

2013/2014, sedangkan sampelnya adalah

kelas XI IPA 1, 2 dan 3. Kelas XI IPA 1

sebagai kelas eksperimen 1, kelas XI IPA 2

sebagai kelas eksperimen 2, dan kelas XI

IPA 3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan

sampel tersebut ditentukan dengan teknik

cluster random sampling dengan meng-

ambil tiga kelas dari lima kelas populasi

secara acak. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran.

Model pembelajaran tersebut disajikan

dalam tiga variasi, yakni pembelajaran

dengan model PLTL berbantuan LKS

berbasis inkuiri, pembelajaran dengan LKS

berbasis inkuiri, dan pembelajaran dengan

pendekatan ceramah dan diskusi. Variabel

terikat berupa hasil belajar dan kompetensi

kimia siswa pada materi buffer dan

Page 85: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1499

hidrolisis. Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pretest and post-test

comparation group. Adapun desain pe-

nelitiannya dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Desain Penelitian pre-test and post-test comparation (Suharsimi, 2010)

Gambar 1 menunjukkan sampel

yang terdiri dari kelas eksperimen 1, eks-

perimen 2, dan kontrol diukur kompetensi

awalnya dengan diberi pre-test ( O1) dan

setelah diberikan perlakuan (X) kemudian

diukur komptensi akhirnya dengan

menggunakan post-test (O2). Kelas eks-

perimen 1 diberi perlakuan dengan model

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri

(XT1), kelas eksperimen 2 diberi perlakuan

dengan penggunaan LKS berbasis Inkuiri

(XT2), dan kelas kontol diberi perlakuan

dengan pendekatan ceramah dan diskusi

(Xc). Pengumpulan data dilakukan

dengan metode dokumentasi, tes,

observasi, dan angket. Instrumen penelitian

yang digunakan berupa soal pretest-post

test, angket respons siswa, serta lembar

observasi psikomotorik dan afektif. Analisis

data yang digunakan terbagi dalam dua

tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir.

Analisis tahap awal digunakan untuk

melihat kondisi awal penelitian sebagai

pertimbangan dalam pengambilan sampel.

Analisis tahap akhir meliputi analisis

peningkatan hasil belajar dan respon siswa.

Peningkatan hasil belajar diukur dengan uji

t-test (Sugiyono, 2010). Data respon siswa

dianalisis secara deskriptif dengan tujuan

mengetahui tanggapan siswa terhadap

model pembelajaran PLTL berbantuan

LKS berbasis inkuiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini meliputi data

hasil belajar dan angket tanggapan siswa

terhadap proses pembelajaran dengan

model PLTL berbantuan LKS berbasis

inkuiri. Hasil belajar yang didapatkan dalam

penelitian ini meliputi hasil belajar pada

ranah afektif, psikomotorik dan kognitif.

Hasil belajar pada ranah afektif

diukur kedalam 4 kategori yaitu, (1) parti-

sipasi siswa, (2) tanggung jawab, (3) rasa

ingin tahu, dan (4) kedisiplinan. Kategori

partisipasi siswa meliputi aspek kemam-

puan membuat rangkuman materi,

berpendapat, bertanya, menjawab

pertanyaan dan mendengarkan dengan

aktif. Kategori tanggung jawab meliputi

tanggung jawab menyelesaikan tugas dan

jujur. Kategori rasa ingin tahu meliputi

keingintahuan dan keceramatan siswa

dalam menyelesaikan permasalahan.

Kategori kedisiplinan meliputi kedisiplinan

siswa dalam mengikuti pembelajaran dan

mengumpulkan tugas. Hasil penilaian

afektif dari 4 kategori tersebut disajikan

dalam Tabel 1.

Page 86: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1500 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

Tabel 1. Skor rerata aspek afektif

Berdasarkan Tabel 1 dapat di-

ketahui bahwa rerata aspek afektif yang

memperoleh skor tertinggi pada kelas

eksperimen I adalah kategori partisipasi

aktif, sedangkan aspek tanggung jawab

memperoleh skor tertinggi pada kelas

ekperimen II dan kontrol. Partisipasi aktif

mencapai skor tertinggi pada kelas

eksperimen I dikarenakan penerapan

model PLTL berbantuan LKS berbasis

inkuiri yang mengkondisikan siswa

berdiskusi dalam kelompok-

kelompok kecil yang dipandu

oleh peer-leaders sehingga

siswa merasa lebih leluasa

dalam bertanya, mengemukakan pendapat,

dan berdiskusi dalam kelompok. Hal ini

sesuai dari pendapat Fortier (2012) yang

menyatakan bahwa peer-leaders mampu

membuat pembelajaran menjadi me-

nyenangkan dan siswa aktif untuk

berdiskusi tanpa merasa enggan dalam

bertanya.

Penilaian psikomotorik juga

dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi. Penilaian psikomotorik terbagi

menjadi dua, yaitu psikomotorik pada

kegiatan pembelajaran dan psikomotorik

pada saat praktikum. Ranah psikomotorik

kegiatan pembelajaran diukur dalam 3 kate-

gori, yaitu (1) partisipasi siswa, (2) kreati-

vitas siswa, (3) kemampuan berkomunikasi.

Kategori partisipasi siswa meliputi aspek

merumuskan pertanyaan, meng-

interpretasi pertanyaan, dan

mengerjakan soal-soal di depan

kelas. Kategori kreativitas siswa

meliputi aspek memprediksi

masalah berdasarkan observasi

teoritis, menganalisis permasalahan, dan

menemukan alternatif lain solusi yang

memungkinkan. Kategori kemampuan ber-

komunikasi meliputi aspek memberikan

argurmen, menyimpulkan materi, dan

terampil dalam memberikan presentasi.

Hasil peniliaian ranah psikomotorik

kegiatan pembelajaran dari 3 kategori

tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik kegaiatan pembelajaran

Berdasarkan Tabel 2 dapat

diketahui bahwa skor rerata tertinggi pada

kelas eksperimen I yaitu pada aspek

kreativitas, sedangkan aspek kemampuan

berkomunikasi mencapai skor tertinggi

pada kelas eksperimen II dan kontrol.

Aspek kreativitas mencapai skor tertinggi

pada kelas eksperimen I karena dengan

model PLTL berbantuan LKS berbasis

inkuri melatih siswa untuk memprediksi

permasalahan berdasarkan hasil obervasi

teoritis dan menemukan jawaban atas

pertanyaan yang mereka ajukan

berdasarkan hasil penyelidikan. Hal ini juga

selaras dengan pendapapat Praptiwi et al

(2012) yang menyatakan pembelajaran

bahwa inkuiri terbimbing efektif untuk

Aspek Eksperimen 1 Eksperimen II Kontrol

Partisipasi aktif 4,39 4,09 3,84

Tanggung jawab

4,27 4,14 4,12

Rasa ingin tahu 4,18 3,93 3,72

kedisiplinan 3,96 3,96 3,96

Aspek Eksperimen I Eksperimen II Kontrol

Partisipasi siswa 4,19 3,94 3,79 Kreativitas 4,5 3,84 3,45 Kemampuan berkomunikasi

4,35 4,04 3,88

Page 87: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1501

meningkatkan penguasaan konsep dan

unjuk kerja siswa. Kemampuan ber-

komunikasi pada kelas eksperimen I

tergolong tinggi jika dibandingkan dengan

kelas lainya karena dengan model PLTL

siswa dilatih untuk menjelaskan hasil

diskusi bersama teman kelompoknya,

saling bertukar pendapat, serta melakukan

presentasi.

Penilaian kompetensi psikomo-

torik pada aspek kegiatan praktikum

meliputi tujuh aspek. Tiap aspek dianalisis

secara deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa

dan yang perlu dikembangkan.Hasil belajar

ranah kegiatan psikomotorik kegiatan

praktikum meliputi 7 aspek yang disajikan

dalam Tabel 3.

Tabel 3. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan parktikum

Berdasarkan Tabel 3 diketahui

bahwa skor rerata tertinggi pada kelas

eksperimen I dan kontrol yaitu pada aspek

ketepatan prosedur praktikum, sedangkan

pada kelas eksperimen II pada aspek

ketepatan dalam pengamatan. Kelas

eksperimen I memiliki rerata skor tertinggi

pada aspek ketepatan prosedur praktikum

karena penggunaan model PLTL ber-

bantuan LKS berbasis inkuri menuntun

siswa untuk dapat mempelajari prosedur

praktikum dengan benar sebelum melaku-

kan praktikum. Siswa dapat melaksanakan

praktikum dengan lancar dan lebih mudah

bekerjasama dengan kelompoknya karena

terdapat pembagian tugas yang jelas dan

pemecahan masalah dalam LKS tersebut.

Pengalaman langsung dalam pembelajaran

kimia dapat diperoleh melalui kegiatan

laboratorium dan pengalaman dalam

sehari-hari, situasi pembelajaran seperti ini

akan menantang siswa untuk memecahkan

permasalahan (Dwijayanti & Yulianti, 2010)

Penggunaan model

PLTL berbantuan LKS berbasis

inkuiri dapat meningkatkan

partisipasi siswa karena siswa

secara aktif membangun konsep

pengetahunya melalui diskusi,

sehingga pengetahuan dalam

ingatan siswa dapat bertahan

lebih lama. Perbandingan rerata

skor afektif dan psikomotorik

pada ketiga kelas tersebut

disajikan pada Gambar 2.

Aspek Eksperimen I

Eksperimen II

Kontrol

Persiapan alat dan bahan praktikum

4,09 3,90 3,74

Ketepatan prosedur praktikum

4,63 4,28 4,25

Ketepatan dalam pengamatan

4,60 4,37 3,54

Kerjasama dalam kelompok

4,51 3,90 3,51

Ketepatan hasil praktikum

3,87 3,68 3,83

Kebersihan alat dan ruangan

4,15 3,68 4,12

Pembuatan laporan sementara

4,57 3,31 3,35

Page 88: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1502 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

Gambar 2. Rerata aspek afektif dan dan psikomotorik pada kelompok kelas

Berdasarkan Gambar 2 kelas

eksperimen 1 memiliki rerata tertinggi pada

rerata skor afektif sebesar 4,24 (sangat

baik) dibandingkan kelas eksperimen 2

sebesar 4,07 (baik) dan kelas kontrol

sebesar 3,91 (baik). Penggunaan model

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri ini

juga membuktikan meningkatnya

pasrtisipasi siswa dalam pembelajaran. Hal

ini juga diperkuat oleh penelitian yang

dilakukan oleh Bretz (2005) yang menyata-

kan model PLTL memungkinkan siswa

belajar dengan berbagai cara, baik secara

visual, kinestetik, maupun lainya. Gambar 2

juga menunjukan rataan penilaian ranah

psikomotorik kegiatan pembelajaran dan

praktikum kelas eksperimen I lebih tinggi

dibandingkan kelas eksprimen 2 dan kelas

kontrol. Hal ini dikarenakan model

pembelajaran PLTL berbantuan LKS

berbasis inkuiri yang diterapkan di kelas

eksperimen I yang memicu siswa dalam

mengembangkan rasa percaya diri,

kemampuan komunikasi dan ketepatan

dalam kegiatan praktikum. Selain itu, model

PLTL membantu mengembangkan keteku-

nan dan pemahaman siswa (Nelson &

Gosser, 2009). Penilaian dari ranah afektif

dan psikomotorik menunjukan bahwa kelas

eksperimen I lebih unggul daripada kelas

eksperimen II maupun kontrol.

Hasil belajar pada ranah kognitif

diukur melalui data pre-test dan post-test.

Analisis data pre-test dan post-test

dilakukan dengan uji t. Analisis data post-

test pada kelas eksperimen I menunjukan

bahwa thitung (35,34) lebih dari ttabel (2,704),

di kelas eksperimen II thitung (37,69) lebih

dari ttabel (2,68), dan di kelas kontrol thitung

(34,86) lebih dari ttabel (2,66). Hal ini ini

berarti di ketiga kelas terjadi peningkatan

hasil belajar setelah dilakukan pelakuan di

masing-masing kelas.

Page 89: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1503

Model PLTL berbantuan LKS ber-

basis inkuiri dapat meningkatkan partisipasi

dan hasil belajar siswa. Penggunaan LKS

berbasisis inkuiri memungkinkan siswa

untuk belajar dengan penemuan secara

mandiri maupun diskusi kelompok sehingga

hasil belajar kognitif mereka meningkat.

Pembelajaran kimia dengan inkuiri ber-

pengaruh pada peningkatan hasil belajar

siswa Yuniyanti et.al., (2012).

Berdasarkan hasil belajar siswa

dapat diketahui bahwa kelas eksperimen I

memiliki rerata 87,5, sedangkan kelas

eksperimen II memiliki rerata hasil belajar

83,43, dan kelas kontrol dengan rerata

hasil belajar 77,35. Ketiga kelas sampel

dapat dikatakan memiliki kompetensi

kognitif yang berbeda. Perbedaan signifikan

tersebut menunjukkan bahwa peningkatan

kompetensi kognitif yang paling baik dari

ketiga kelas yang diuji adalah kelas

eksperimen I (model PLTL dan LKS

berbasis Inkuiri).

Adanya peningkatan tersebut

sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mark (2012) yang menyatakan bahwa

terjadi peningkatan hasil belajar yang

signifikan dengan menggunakan model

PLTL di dalam pembelajaran.

Penelitian ini tidak hanya meng-

gunakan uji t dalam melihat peningkatan

kompetensi kimia tetapi juga N-gain.

Peningkatan hasil belajar ditinjau dari harga

N-gain yang tinggi (Rusnayati & Prima,

2011). Persentase N-gain digunakan untuk

mengetahui peningkatan rata-rata hasil

belajar yang signifikan pada kelompok

eksperimen I, II, dan kelas kontrol. Hasil

persentase N gain untuk setiap kelas

dtunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji N-gain

Kelas Skor rerata n gain kriteria

Eksperimen I 0,79 Tinggi

Eksperimen II 0,73 Tinggi

Kontrol 0,63 Sedang

Tabel 3 menunjukan bahwa perhi-

tungan skor N-gain hasil belajar kelompok

eksperimen I ebesar 0,79 (tinggi), kelas

eksperimen II sebesar 0,73 (tinggi), dan

kelas kontrol sebesar 0,63 (sedang). Skor

N-gain eksperimen I lebih besar daripada

eksperimen II dan kontrol, dapat diartikan

bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar

kelas eksperimen I lebih besar daripada

kelas eksperimen II dan kelas kontrol.

Berdasarkan hasil perhitungan

angket data pendapat siswa di kelas

eksperimen I mengenai penggunaan model

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuri

setelah berlangsung dalam proses

pembelajaran menunjukkan 9 dari 30 siswa

memberi tanggapan dengan kriteria sangat

setuju, 19 siswa memberikan tanggapan

dengan kriteria setuju dan 2 orang siswa

menjawab tidak setuju. Selain itu, skor

setiap itemnya juga menunjukkan sebagian

besar siswa beranggapan setuju bahwa

model PLTL berbantuan LKS berbasis

ikuiri; (1) meningkatkan partisipasi aktif

siswa, (2) membuat pelajaran lebih mudah

dipahami, (3) meningkatkan kreasi dan

daya inovasi, (4) peran peer-leders dalam

pembelajaran membuat pembelajaran lebih

rileks, (5) membangun kelompok belajar,

(6) meningkatkan percaya diri, (7)

meningkatkan motivasi belajar, dan (8)

Page 90: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1504 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

meningkatkan kemampuan komunikasi.

Secara umum didapatkan bahwa siswa

menganggap pembelajaran lebih mudah

dipahami dengan menggunakan model

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Hal

ini ditandai oleh frekuensi terbanyak pada

kolom setuju dan sangat setuju, sehingga

siswa menyukai pembelajaran dengan

model PLTL berbantuan LKS berbasis

inkuiri. Respon siswa setelah mendapatkan

pembelajaran dengan model PLTL tinggi

(Narode, 2012). Hal ini berarti model PLTL

berbantuan LKS berbasis inkuri baik

diterapkan dalam proses pembelajaran

materi buffer dan hidrolisis.

SIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan

sebagai berikut. Pertama, terdapat

perbedaan signifikan kompetensi kimia

antara siswa dengan model pembelajaran

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri

dengan siswa yang menggunakan LKS

berbasisis inkuiri dan siswa tanpa model

PLTL maupun LKS berbasis inkuiri. Kedua,

terdapat peningkatan kompetensi kimia

yang signifikan pada kelas yang diberi

perlakuaan model PLTL berbantuan LKS

berbasis inkuiri dan penggunaan LKS

berbasis inkuiri pada pokok materi buffer

dan hidrolisis. Ketiga, respons siswa pada

pembelajaran buffer dan hidrolisis dengan

model PLTL dengan LKS berbasis inkuiri

sudah baik.

DAFTAR PUSTAKA

Barthlow, M.J. 2011. The effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Dissertation. Lynchburg: Liberty University

Bretz, S.L. All Students are not Created equal: Learning styles in chemistry classroom. In: Pienta, N., Greenbowe, T. Cooper, M (Eds). 2005. Chemists’ Guide to Effevtive Teaching.Volume II. New Jersey: Prentice Hall

Dwijayanti, P. & Yulianti, P. 2010. Pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa melalui pembelajaran problem based instruction pada mata kuliah fisika lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia . 6 (2): 108-114

Fortier, A.S. 2012. Peer Led Team Learning and teaching high school - a letter. Peer-Led Team Leraning implementation in high schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 10 (2): 42-45

Keiler, L.S., & Mills, P. 2012. Peer-Mediated Instruction in High School. Peer-Led Team Learning: Implementation in High Schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 12 (1): 71-72

Mark, L. J. (2012). Leading Workshops at Brooklyn International High School. Peer-Led Team Learning: Implementation in High Schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 3 (3): 30-31

Marks, R. & Eilks, I. 2009. Promoting scientific literacy using a sociocritical and problem oriented approach to chemistry teaching: concept, examples, experiences. International Journal of Environmental & Science Education. 4 (3): 231-245

Page 91: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1505

Miri, B., David, B & Uri, Z. 2007. Purposely teaching for the promotion of higher-order thingking skills: a case of critical thinking. Journal Research Science Education. 37 (4) 353-36.9

Narode, (2012). PLTL and the Future of Science Teacher Education. Peer-Led Team Learning: Implementation in High Schools. Diunduh di http://www.pltlis.org. Tanggal 23 desember 2013

Nelson, V.P, and Gosser, D. 2009. Peer Led Team learning : Student Faculty Partnership for Transformingthe Learning Environment. New Jersey: Parctice Hall.

Praptiwi, L., Sarwi, & Handayani, L. 2012. Efektivitas model pembelajaran eksperimen inkuiri terbimbing berbantuan my own dictionary untuk meningkatkan penguasaan konsep dan unjuk kerja siswa smp RSBI. Unnes Science Education Journal.1 (2) : 86-95.

Recktenwald, G. & Edwards, R. 2010. Guided Inquiry laboratory exercise designed to develop qualitative reasoning skills in undergraduate engineering students. 40

th

ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference. Diunduh di: http://fie-conference.org

Retnowati, D. 2012. Pengaruh metode pembelajaran kuantum dengan pendekatan kimia hijau terhadap hasil belajar kimia materi redoks. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang

Rusnayati & Prima. 2011. Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan pendekatan inkuiri untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep elastisitas pada siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D. Bandung : Alfabeta

Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Wahyuni, S., & Kristianingrum, A. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dan Peran Aktif Siswa melalui model PBI dengan media CD interaktif. Jurnal Pendidikan Kimia. 2 (1) : 199-208

Widodo, A.T. 2011.Pembelajaran Inofatif Bidang Sains. Semarang : Program Pasca Sarjana Unnes.

Yuniyanti, E.D., Widha, S., & Haryono. 2012. Pembelajaran kimia menggunakan inkuiri terbimbing dengan media modul e-learning ditinjau dari kemampuan pemahaman membaca dan kemampuan berpikir abstrak. Jurnal Pasca UNS. 1 (2) : 112-120.

Zuriyani, E. 2012. Strategi Pembelajaran Inquiry Pada Mata Pelajaran IPA.Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang.

Page 92: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1506 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY BERVISI SCIENCE,

ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas diktat praktikum berbasis Guided

Discovery–Inquiry bervisi Science, Environment, Technology and Society (SETS), mengetahui pengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap diktat pada materi penyangga dan hidrolisis. Penelitian ini menggunakan tipe research and development yang diadopsi dari Sugiyono. One-Group Pretest and Posttest Design digunakan pada saat uji coba skala luas dan pengambilan sampelnya menggunakan teknik Purposive Sampling. Berdasarkan hasil penelitian, validitas diktat praktikum mencapai skor 202 (sangat layak). Penggunaan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adanya peningkatan tersebut dibuktikan dengan hasil thitung (10,34) lebih dari ttabel (2,04). Hasil tanggapan siswa menunjukkan 7 dari 30 siswa memberi tanggapan dengan kriteria sangat layak dan sisanya memberikan tanggapan dengan kriteria layak. Selain itu, rata-rata hasil belajar pada ranah psikomotorik maupun afektif mencapai kategori baik dan 21 dari 30 siswa mampu mencapai KKM berdasarkan hasil belajar pada ranah kognitif. Jadi hasil penelitian ini menunjukkan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS sangat valid, dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan mendapat tanggapan positif dari siswa.

Kata kunci: diktat praktikum; guided discovery-inquiry; keterampilan proses sains

ABSTRACT

Study aims to determine the validity of practicum dictates based Guided Discovery-

Inquiry with Science, Environment, Technology and Society (SETS) vision, investigate the effect on the improvement of scientific process skills and knowing student responses toward the dictates used in buffer and hydrolisis. This study used research and development type which is adopted from Sugiyono. One-group pretest and posttest design is used when this product was tried in large scale and the sample was taken by using purposive sampling technique. Based on the results of research, the validity of the practicum dictates reached score 202 (very feasible). Using practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision could increase students' scientific process skills. It was proven by the result of tcalculation (10.34) is greater than ttable (2.04). The results of student responses showed 7 of 30 students gave very feasible criteria and the remainder gave feasible criteria. In addition, the average of learning result in the psychomotor and affective achieved good category and 21 of 30 students achieved KKM on the learning result of cognitive. So the results showed practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision is very feasible, could increase scientific process skills and got a positive responses from students.

Keywords: practicum dictates; guided discovery-inquiry; scientific prosess skills

PENDAHULUAN

Ilmu kimia adalah ilmu yang

diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

eksperimen yang mencari jawaban atas

pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana

gejala-gejala alam yang melibatkan ke-

terampilan dan penalaran. Selain itu, ilmu

Page 93: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1507

kimia merupakan produk ilmu pengetahuan

dan proses kerja ilmiah. Penjelasan

mengenai kimia sebagai produk dan proses

kerja ilmiah diantaranya berkaitan dengan

adanya kegiatan praktikum di laboratorium.

Kegiatan praktikum sangat diperlukan dalam

pembelajaran kimia yang hakekatnya

termasuk pembelajaran sains. Selama lebih

dari satu abad, “Laboratory Experiences”

telah diakui untuk mempromosikan tujuan

utama pendidikan sains, termasuk

peningkatan pemahaman siswa tentang

konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan

dan penerapannya; keterampilan ilmiah

praktis dan kemampuan memecahkan

masalah; kebiasaan berpikir ilmiah;

pemahaman tentang bagaimana ilmu

pengetahuan dan pekerjaan ilmuan, minat

dan motivasi (Hofstein & Naaman, 2007).

Salah satu komponen yang penting untuk

diperhatikan dalam pemebelajaran di

laboratorium yakni diktat praktikum. Diktat

praktikum adalah buku penunjang kegiatan

praktikum yang berisi materi dan

serangkaian prosedur yang akan dilakukan

dalam praktikum. Keberadaan diktat

praktikum dapat memengaruhi keberhasilan

pembelajaran di laboratorium karena

sebagai acuan atau pedoman siswa dalam

melakukan praktikum. Walaupun peran

diktat praktikum sangat penting dan

berpengaruh terhadap keberhasilan

pembelajaran namun tidak semua sekolah

memerhatikan keberadaan diktat praktikum

tersebut.

Berdasarkan observasi di SMA 1

Kajen pada 24 April 2013, siswa tidak

mempunyai buku khusus yang berisi

panduan praktikum kimia atau diktat.

Panduan praktikumnya tertera pada LKS

yang hanya berisi penjelasan materi dan

prosedur-prosedur praktikum secara sing-

kat. Sering kali siswa hanya mengfokuskan

pada prosedurnya saja selama praktikum,

bukan pada ide atau konsep dasarnya.

Selama ini kegiatan praktikum juga kurang

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berpikir independen atau membangun

pengetahuannya sendiri dan kurang mema-

hami penerapannya dalam teknologi,

pengaruhnya terhadap lingkungan dan

masyarakat. Kegiatan praktikum seharusnya

memberikan kesempatan siswa untuk

menyelidiki dan menemukan sendiri konsep

yang dipelajarinya.

Oloyede (2010) merekomendasikan

metode Guided Discovery untuk diterapkan

saat pembelajaran pada kurikulum kimia

dengan alasan mata pelajaran kimia sangat

penting dan guru harus menggunakan

metode yang membuat siswa memahami

konsep. Selain itu, Saptorini (2008)

mengatakan bahwa guru kimia perlu

memiliki kemampuan merancang kegiatan

laboratorium inkuiri dan menerapkannya

pada proses pembelajaran. Oleh karena itu,

diktat praktikum yang dikembangkan dalam

penelitian ini berbasis metode pembelajaran

Guided Discovery-Inquiry. Menurut Makmun

dalam Nufus (2009) pada pembelajaran

Guided Discovery-Inquiry, guru menyajikan

bahan pelajaran tidak dalam bentuk final,

siswalah yang diberi kesempatan untuk

mencari serta menemukan konsep sendiri

dengan bimbingan seluas-luasnya dari guru.

Selain itu, diktat praktikum yang

dikembangkan bervisi SETS agar siswa

dapat menghubungkan konsep materi yang

Page 94: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1508 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

telah dipelajari dengan unsur sains,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Fokus pengajaran SETS haruslah mengenai

tentang cara membuat siswa agar dapat

melakukan penyelidikan untuk mendapatkan

pengetahuan yang berkaitan dengan sains,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang

saling berkaitan satu sama lainnya (Binadja,

1999).

Diktat praktikum yang dikembang-

kan berdasarkan metode Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS diharapkan dapat

memberikan dampak terhadap peningkatan

keterampilan proses sains siswa. Hal ini

dikarenakan tujuan pendidikan sains adalah

membiasakan individu menggunakan

keterampilan

proses sains

(Aktamis & Ergin,

2008). Keteram-

pilan proses sains

harus ditumbuh-

kan dalam diri

siswa SMA se-

suai dengan taraf

pemikirannya (Wardani et al, 2009).

Pendapat tersebut didukung oleh Aka et al

(2010) yang mengharuskan panduan belajar

sains untuk siswa mencakup pengalaman

yang meningkatkan keterampilan proses

seperti mengamati, mengukur, mengklasi-

fikasikan, dan memprediksi. Keterampilan

proses sains adalah proses yang dapat

diterapkan pada hampir setiap sisi

kehidupan yang harus dimiliki dan

digunakan oleh setiap individu dalam

masyarakat melek sains (Scientific Literate

Societies) untuk meningkatkan kualitas dan

standar hidup (Sheeba, 2013).

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui validitas diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquirybervisi

SETS yang dikembangkan, mengetahui pe-

ngaruh penggunaanya terhadap pening-

katan keterampilan proses sains siswa dan

mengetahui tanggapan siswa terhadap

diktat praktikum tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

Research and Development yang diadopsi

dari Sugiyono (2010). Langkah-langkah

penelitian dan pengembangannya ditun-

jukkan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan (Sugiyono,2010)

Berdasarkan adanya potensi dan

masalah yang telah ditemukan dalam studi

pustaka dan lapangan di SMA N 1 Kajen

maka dirancanglah desain produk model

diktat praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS. Materi dalam model

diktat praktikum yang dikembangkan adalah

bab penyangga dan hidrolisis. Validasi

desain dilakukan dengan cara Expert

Judgement. Model diktat praktikum

dikatakan valid jika mampu mencapai skor

validitas lebih dari 143 dengan kriteria

Page 95: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1509

sangat layak atau layak. Tahapan revisi

akan dilakukan jika ada saran atau masukan

untuk perbaikan.

Uji coba produk (skala kecil) dan uji

coba penggunaan (skala luas) dilaksanakan

di SMA N 1 Kajen. Uji skala kecil dilakukan

terhadap enam siswa (2 siswa XI IPA 2, 2

siswa XI IPA 4 dan 2 siswa XI IPA 5). Uji

skala luas dilakukan terhadap 30 siswa

kelas XI IPA 1. Teknik pengambilan sampel

pada uji skala luas adalah Purposive

Sampling. Desain penelitiannya meng-

gunakan One-Grup Pretest and Posttest

Design dengan cara membandingkan

keadaan sebelum dan sesudah

menggunakan diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS

(before-after).

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah metode dokumentasi,

tes, portofolio dan angket. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar validasi model diktat praktikum, soal

pretest-posttest, lembar penilaian afektif dan

psikomotorik, lembar penilaian portofolio

dan angket respon siswa terhadap

pembelajaran dengan model diktat

praktikum. Uji signifikansi t-test dilakukan

untuk mengetahui ada atau tidaknya

peningkatan keterampilan proses sains

siswa sebelum dan sesudah menggunakan

diktat praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS. Jika nilai thitung lebih

dari ttabel maka dapat disimpulkan terdapat

peningkatan keterampilan proses sains

siswa secara signifikan. Analisis data angket

dilakukan secara deskriptif. Jika rata-rata

skor tanggapan siswa lebih dari 37 maka

siswa menganggap diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS sudah layak sebagai sumber belajar.

Hal itu berarti siswa memberi tanggapan

positif terhadap diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dan pengembangan diktat

praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS dilaksanakan

menggunakan metode Research and

Development (R & D). Hasil penelitian dan

pengembangan diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisis SETS

meliputi hasil validitas oleh ahli, hasil

belajar, data pengaruh penggunaan model

diktat praktikum terhadap peningkatan KPS

dan hasil tanggapan siswa.

Penilaian kelayakan model diktat

praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS dilakukan dengan

menggunakan instrumen penilaian bahan

ajar tahap I dan tahap II dari BSNP.

Penilaian dilakukan oleh 2 dosen FMIPA

UNNES dan 2 guru SMA N 1 Kajen. Tahap I

dari penilaian model diktat praktikum fokus

pada penilaian kelengkapan komponen-

komponen yang meliputi Kompetensi Inti

(KI), Kompetensi Dasar (KD), daftar isi,

tujuan setiap bab, peta konsep, kata kunci,

soal latihan dan daftar pustaka. Hasil

penilaian pakar terhadap model diktat

praktikum menunjukkan bahwa penilaian

tahap 1 dari pakar secara keseluruhan

memberikan skor maksimal. Hal ini berarti

komponen-komponen tersebut dinyatakan

telah lengkap dalam diktat praktikum yang

dikembangkan oleh peneliti. Penilaian tahap

Page 96: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1510 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

II meliputi 3 komponen yaitu komponen

kelayakan isi, komponen kebahasaan, dan

komponen penyajian. Hasil penilaian

validator terhadap komponen-komponen

tersebut disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Rerata Penilaian Tiap Komponen

Komponen

Penilaian

Kriteria Validator I

Validator II

Validator III Validator IV Rerata

Kelayakan isi 3,7 3,9 2,8 3,3 3,4 Sangat baik Kebahasaan 3,9 4 2,5 3,8 3,6 Sangat baik Penyajian 3,7 4 3,4 3,6 3,7 Sangat baik

Rata-rata penilaian tiap komponen

mencapai kriteria sangat baik. Hal ini berarti

validator menganggap bahwa komponen

kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian

dari diktat praktikum berbasis Guided

Discovery-Inquiry bervisi SETS sudah

sangat baik sesuai dengan instrumen

penilaian bahan ajar tahap II dari BSNP.

Adapun perolehan skor total pada penilaian

tahap II model diktat praktikum disajikan

pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perolehan Skor Total Penilaian Tahap II

Rata-rata skor dari keempat

validator sebesar 202 dengan kriteria sangat

layak artinya model diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS sangat layak digunakan sebagai

sumber belajar. Walaupun secara

keseluruhan sudah dikatakan valid dan

sangat layak, tahap revisi masih dilakukan

oleh peneliti guna memperbaiki model diktat

praktikum agar lebih baik lagi karena masih

ada sedikit kekurangan pada aspek tertentu.

Setelah dilakukan validasi model diktat

praktikum dengan revisi kemudian

dilanjutkan uji coba produk atau uji skala

kecil.

Tahapan uji coba skala kecil

bertujuan untuk mengukur keterbacaan,

keterlaksanaan, dan keterpahaman siswa

terhadap instruksi-instruksi dalam diktat

praktikum. Pada uji coba skala kecil

didapatkan rata-rata tanggapan secara

klasikal sebesar 47 dengan kriteria layak.

Semua responden setuju bahwa

tata bahasa yang digunakan dalam

diktat praktikum berbasis Guided

Discovery-Inquiry bervisi SETS

mudah dipahami dan jelas serta

memberikan pengalaman cara

belajar baru bagi mereka. Hal itu berarti

siswa memberikan tanggapan positif bahwa

model diktat praktikum layak diterapkan

dalam pembelajaran. Hasil uji coba skala

kecil telah memenuhi ketentuan

sebagaimana yang dinyatakan oleh Surianto

(2012) bahwa petunjuk-petunjuk yang

diberikan dalam pembelajaran di

laboratorium harus jelas sehingga siswa

Validator Perolehan skor

Skor maksimal

Kriteria

Validator I 214 228 Sangat layak Validator II 225 228 Sangat layak Validator III 167 228 Layak Validator IV 201 228 Sangat layak Rata-rata skor 202 228 Sangat layak

Page 97: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1511

melakukan percobaan dengan cara yang

tepat dan sebagai hasilnya mereka bisa

memperoleh pengetahuan, pemahaman,

keahlian dan sikap kebenaran ilmiah.

Karena respon dari responden pada uji coba

skala kecil adalah positif, maka tahapan

revisi terhadap diktat praktikum pada uji

coba skala kecil tidak dilakukan.

Tahapan selanjutnya adalah uji coba

skala luas. Data yang didapatkan dalam uji

coba skala luas adalah (1) data hasil belajar

pada ranah psikomotorik, afektif, dan

kognitif, (2) data pengaruh model diktat

terhadap peningkatan keterampilan proses

sains, dan (3) data tanggapan siswa

terhadap diktat praktikum berbasis Guided

Discovery-Inquiry bervisi SETS.

Berdasarkan hasil belajar pada

ranah psikomotorik dapat diketahui bahwa

20 dari 30 siswa mendapat nilai

psikomotorik dengan kategori sangat baik

dan 10 siswa mendapat nilai dengan

kategori baik. Pada kegiatan praktikum

hidrolisis diketahui 24 dari 30 siswa

mendapat nilai psikomotorik dengan

kategori sangat baik dan 6 siswa mendapat

nilai dengan kategori baik. Terdapat

peningkatan nilai psikomotorik siswa dari

praktikum penyangga ke praktikum hidrolisis

dengan menggunakan diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS. Pencapaian rata-rata skor tiap aspek

psikomotoriknya disajikan pada tabel 3

dengan keterangan A (praktikum

penyangga) dan B (praktikum hidrolisis).

Tabel 3. Rata-rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik

Aspek Skor

A Kriteria B Kriteria

Persiapan siswa dalam melakukan praktikum 3,6 Sangat tinggi 3,6 Sangat tinggi Persiapan alat dan bahan 3 Tinggi 3 Tinggi Kelengkapan alat dan bahan praktikum 3,9 Sangat tinggi 3,9 Sangat tinggi Kemampuan siswa dalam bekerja 2,9 Tinggi 3 Tinggi Penguasaan cara kerja praktikum 3,3 Sangat tinggi 3,4 Sangat tinggi Keterampilan menggunakan alat 3,5 Sangat tinggi 3,6 Sangat tinggi Keterampilan melakukan pengukuran 3,4 Sangat tinggi 3,3 Sangat tinggi Keterampilan mengamati objek 3,6 Sangat tinggi 3,2 Sangat tinggi Kebersihan alat dan tempat praktikum 3,2 Sangat tinggi 3,3 Sangat tinggi Kecakapan bekerjasama dalam kelompok 3,4 Sangat tinggi 3,5 Sangat tinggi Pelaporan hasil praktikum sementara 3 tinggi 2,9 Tinggi

Aspek psikomotorik dalam praktikum

yang memperoleh skor tertinggi adalah

aspek kelengkapan alat dan bahan

praktikum. Aspek ini sangat tinggi

dikarenakan dalam proses pembelajaran

menggunakan diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS

memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk merancang dan

mempersiapkan alat dan bahan sesuai

kebutuhan mereka sendiri. Selain kegiatan

praktikum, kegiatan pembelajaran lainnya

adalah diskusi. Diskusi digunakan dalam

proses pembelajaran guna menggali

pengetahuan siswa terhadap materi yang

telah dipelajari.

Berdasarkan hasil penilaian diskusi

dapat diketahui bahwa 8 dari 30 siswa

Page 98: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1512 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

mendapat nilai dengan kategori sangat baik

dan 22 siswa mendapat nilai dengan

kategori baik. Rata-rata skor psikomotorik

diskusi siswa secara klasikal adalah 25

dengan kategori baik. Pembelajaran

menggunakan diktat praktikum kimia SMA

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS ini memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menyelidiki dan menemukan

sendiri konsep yang dipelajarinya. Diskusi

yang dilakukan

oleh siswa

mencakup topik

tentang

penyangga dan

hidrolisis yang

dikaitkan

dengan unsur-unsur SETS. Melalui diskusi

keterampilan berpendapat, bertanya dan

kepercayaan diri dalam berkomunikasi

dapat dikembangkan. Adapun rekapitulasi

skor tiap aspeknya disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik (Diskusi)

Aspek Skor Kriteria

Kecakapan bertanya 3,1 Sangat tinggi Kecakapan berpendapat 3 Tinggi Toleransi 3,3 Sangat tinggi Kepercayaan diri dalam berkomunikasi 3,4 Sangat tinggi Kemampuan merumuskan masalah 3 Tinggi Kemampuan menentukan variabel 3 Tinggi Kemampuan menentukan hipotesis 3 Tinggi Kemampuan memecahkan masalah 3 Tinggi

Aspek psikomotorik dalam berdis-

kusi yang memperoleh skor tertinggi adalah

aspek kepercayaan diri dalam berko-

munikasi. Siswa dilatih untuk menjelaskan

hasil diskusi dengan teman sekelompoknya

dan saling bertukar pendapat selama proses

diskusi berlangsung.

Berdasarkan hasil belajar pada

ranah afektif dapat diketahui bahwa 8 dari

30 siswa mendapat nilai afektif dengan

kategori sangat baik dan 22 siswa mendapat

nilai dengan kategori baik. Rata-rata skor

afektif siswa selama proses pembelajaran

secara klasikal adalah 23 dengan kategori

baik. Adapun skor tiap aspek afektif siswa

disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif

Aspek afektif yang memperoleh skor

tertinggi adalah disiplin dalam kehadiran di

kelas, sedangkan aspek yang memperoleh

skor paling rendah adalah aspek keberanian

siswa dalam mengerjakan soal di depan

kelas. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa

merasa kurang percaya diri dengan jawaban

mereka dan takut salah dengan jawaban

yang mereka kerjakan.

Berdasarkan hasil belajar pada

ranah kognitif dapat diketahui bahwa 9 dari

30 siswa belum memenuhi kriteria KKM.

Batas minimum atau KKM pelajaran kimia

yang ditetapkan

oleh sekolah adalah 75.

Hasil belajar kognitif diambil dari nilai

Aspek Skor Kriteria

Disiplin dalam kehadiran di kelas 3,7 Sangat tinggi Kerjasama dalam kelompok 3,3 Sangat tinggi Kejujuran 3 Tinggi Bertanggung jawab 3,4 Sangat tinggi Rasa ingin tahu 3,1 Sangat tinggi Kecakapan berkomunikasi 3,3 Sangat tinggi Keberanian dalam mengerjakan soal di depan kelas 3 Tinggi

Page 99: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1513

capai indikator dengan kategori baik.

Ketidaktuntasan siswa disebabkan be-

berapa faktor. Faktor-faktor yang

memengaruhi hasil belajar digolongkan

menjadi faktor internal dan faktor eksternal

(Saptorini, 2011). Faktor internal yang

memengaruhi hasil belajar disebabkan

ketidaksiapan siswa dalam mengerjakan

posttest dan kesulitan memahami materi.

Selain itu, motivasi siswa juga dapat

memengaruhi prestasi belajarnya. Marsita et

al (2010) menyatakan penyebab kesulitan

siswa dalam memahami materi penyangga

antara lain kurangnya minat dan perhatian

siswa pada saat proses pembelajaran

berlangsung, kurangnya kesiapan siswa

dalam menerima konsep baru dan

penanaman konsep yang kurang dalam.

Faktor eksternal yang memengaruhi hasil

belajar dalam uji skala luas ini adalah

adanya kendala-kendala yang ditemukan

saat proses pembelajaran. Penyusunan

RPP dan silabus dalam pembelajaran

menggunakan diktat praktikum kimia SMA

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS berdasarkan kurikulum 2013.

Terdapat ketidaksiapan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran berdasarkan

kurikulum 2013 sehingga guru terkadang

kesulitan untuk mengarahkan siswa untuk

mengikuti langkah-langkah pembelajaran-

nya.

Selain melihat hasil belajar siswa,

dilakukan juga uji signifikansi untuk

mengetahui ada atau tidaknya peningkatan

keterampilan proses sains siswa. Data yang

digunakan untuk uji signifikansi adalah data

hasil pretest dan posttest. Setiap butir

pertanyaannya mampu mengukur keteram-

pilan proses sains siswa yang telah diuji

validitas dan reliabilitasnya. Penyusunan

butir pertanyaan pretest dan posttest telah

mengadopsi instrumen tes seperti yang

dikembangkan oleh Tek et al (2011). Cara

untuk menguji signifikansi peningkatan

proses sainsnya dengan uji t-test

(Suharsimi, 2010). Berdasarkan hasil

perhitungan data dapat diketahui bahwa

nilai thitung(10,34) lebih dari ttabel (2,04),

artinya dapat disimpulkan terdapat

peningkatan keterampilan proses sains

secara signifikan setelah menggunakan

diktat praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS. Hasil penelitian ini

menambah bukti bahwa keterampilan

proses sains dapat dikembangkan melalui

kegiatan praktikum. Penelitian yang

sebelumnya sudah membuktikan tentang

peningkatan keterampilan proses sains

melalui kegiatan praktikum adalah penelitian

yang pernah dilakukan oleh Siskaet

al(2013). Hasil penelitiannya menyatakan

bahwa terdapat peningkatan keterampilan

proses sains siswa secara signifikan dalam

pembelajaran kimia materi laju reaksi

melalui pembelajaran praktikum berbasis

inquiry. Selanjutnya untuk melihat

peningkatan setiap aspek KPS dapat dilihat

pada gambar 2.

posttest dan nilai portofolio. Nilai portofolio

dari kesembilan siswa tersebut sudah di

atas KKM tetapi nilai postesnya masih jauh

di bawah KKM sehingga nilai akhirnya

menjadi rendah. Namun, jika dilihat dari

penilaian ranah psikomotorik dan afektif

kesembilan siswa tersebut mampu men-

Page 100: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1514 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

Gambar 2. Hasil peningkatan tiap aspek KPS

Pada gambar 2 skor tiap aspek

diperoleh dari hasil analisis jawaban siswa

pada pretest dan posttest. Hasil jawaban

siswa pada pretest dan posttest dianalisis

berdasarkan spesifikasi masing-masing

aspek KPS kemudian dihitung nilai rata-rata

tiap aspek KPS secara klasikal. Rata-rata

KPS siswa XI IPA 1 sebelum perlakuan

mencapai skor 10 dari 30 dan mencapai

skor 21 dari 30 setelah mendapat perlakuan

dengan menggunakan diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS. Pengukuran dilakukan dengan 30

butir pertanyaan yang mencakup sembilan

aspek keterampilan proses sains

sebagaimana yang disebutkan oleh

Saptorini (2011). Kesembilan aspek

keterampilan proses sains (KPS) tersebut

yaitu: (1) mengobservasi, (2) membuat

hipotesis, (3) merencanakan penelitian, (4)

mengendalikan variabel, (5) menginter-

pretasikan atau menafsirkan data, (6)

menyusun simpulan sementara (inferensi),

(7) memprediksi, (8) menerapkan konsep,

dan (9) mengkomunikasikan hasil

penyelidikan dan penemuan. Berdasarkan

gambar 2 dapat diketahui bahwa kete-

rampilan proses sains siswa mengalami

peningkatan pada tiap aspeknya setelah

melakukan pembelajaran dengan

menggunakan diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS. Hal

ini berarti sesuai dengan pendapat Sawitri

dalam Trisnawati (2011) yang menyatakan

bahwa tujuan penyusunan diktat praktikum

salah satunya adalah untuk mengaktifkan

siswa dan membantu siswa dalam

mengembangkan keterampilan proses

sains. Aspek KPS yang mencapai skor

tertinggi adalah aspek interpretasi dan

mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan

penemuan. Aspek interpretasi dan

berkomunikasi dapat mengukur kemampuan

siswa dalam menafsirkan data dan

menjelaskan hasil penyelidikan dan

penemuannya.

Berdasarkan hasil pengisian angket

tanggapan siswa mengenai diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS yang telah berlangsung dalam proses

Page 101: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1515

pembelajaran menunjukkan 7 dari 30 siswa

memberi tanggapan dengan kriteria sangat

layak dan 23 siswa memberikan tanggapan

dengan kriteria layak. Rata-rata skor

tanggapan secara klasikal yang diberikan

oleh siswa adalah 46 dengan kategori layak.

Selain itu, skor setiap itemnya juga

menunjukkan sebagian besar siswa

beranggapan setuju bahwa diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi

SETS; (1) sangat membantu dalam kegiatan

praktikum, (2) instruksinya mudah dilaksa-

nakan, (3) penyusunan kontennya menarik,

(4) tata bahasanya mudah dipahami, (5)

menarik minat untuk membacanya, (6)

membangkitkan rasa ingin tahu, (7) dapat

dijadikan referensi, (8) terbaca dengan jelas,

(9) memberikan pengalaman cara belajar

baru, (10) mengarahkan belajar mandiri,

(11) memudahkan belajar karena

tersedianya gambar-gambar yang men-

dukung, (12) dapat mengembangkan

kemampuan siswa dalam memahami

keterkaitan SETS, dan (13) pemakainnya

praktis. Berdasarkan hasil tanggapan siswa

tersebut dapat dikatakan bahwa siswa

memberikan tanggapan positif terhadap

diktat praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry. Hal ini berarti diktat praktikum

berbasis Guided Discovery-Inquiry layak

diterapkan dalam proses pembelajaran

materi penyangga dan hidrolisis. Setelah

dilakukan uji coba skala luas adapun

pembenahan atau revisi yang perlu

dilakukan berdasarkan kekurangan-

kekurangan yang didapatkan dalam uji skala

luas. Pembenahan diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS yang

dilakukan pada tahap akhir adalah

penambahan instruksi yang lebih jelas pada

bagian praktikum membuat larutan

penyangga asam dan basa. Hal ini

dikarenakan pada praktikum tersebut siswa

merasa kebingungan dan solusinya pada

saat itu guru harus menjelaskan kembali

maksud dari praktikum tersebut kepada

setiap kelompok.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh kesimpulan, yaitu: (1) validitas

diktat praktikum berbasis Guided Discovery-

Inquiry bervisi SETS mencapai skor 202

dengan kategori sangat layak berdasarkan

penilaian menggunakan instrumen tahap II

BSNP, (2) diktat praktikum berbasis Guided

Discovery-Inquiry bervisi SETS dapat

meningkatkan keterampilan proses sains

siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kajen secara

signifikan, dan (3) diktat praktikum berbasis

Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS

mendapatkan tanggapan positif dari siswa

dengan rata-rata skor tanggapan siswa

secara klasikal sebesar 46 dengan kategori

layak.

DAFTAR PUSTAKA

Aka, E.I., Guven, E.,& Aydogdu, M. 2010.

Effect of Problem Solving Method on Science Process Skills and Academic Achievement.Journal of TURKISH SCIENCE EDUCATION . 7(4):13-25

Aktamis, H & Ergin, O. 2008. The Effect of Scientific Process Skills Education on Student’s Scientific Creativity, Science Attitudes and Academic Achievements.Asia –Pasific Forum on Science Learning and Teaching. 9(4): 1-21

Page 102: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

1516 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

Binadja,A. 1999. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS. Seminar Lokakarya Nasional Pendidikan SETS. Semarang 14-15 Desember 1999

Hofstein & Naaman, M.R. 2007. The Laboratory in Science education: The State of the Art. Journal Chemistry Education Research and Practice 105- 107.8(2): 105-107

Marsita, A.R., Priatmoko, S., & Kusuma, E. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diacnostic Instrument. Jurnal Inovasi Kimia. 4(1): 512-520

Nufus, H.2011. Komparasi hasil belajar kimia materi larutan penyangga dan hidrolisis menggunakan pembeajaran guided discovery-inquiry (GDI) dan cooperative integrated reading dan composition (CIRC) di SMAN 4 Semarang. Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES

Oloyede, O.I. 2010. Comparative Effect of the Guided Discovery and Concept Mapping Teaching Stategies on Sss Students’Chemistry Achivement. Humanity and Social Journal.5(1): 1-6

Saptorini. 2008. Peningkatan Keterampilan Generik sains bagi Mahasiswa Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia.2(1): 190-198

Saptorini. 2011. Stategi Pembelajaran Kimia. Semarang: UNNES

Sheeba, M.N. 2013. An Anatomy of Science Process Skills In The Light Of The Challenges to Realize Science

Instruction Leading To Global Excellence in Education. Educationia Confab. 2(4): 108-123

Siska, M., Kurnia, & Sunarya, Y. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Melalui Pembelajaran Praktikum Berbasis Inquiry pada Materi Laju Reaksi. Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia. 1(1): 69-75

Sugiyono. 2010. Metode Penellitian Kuantitatif Kalitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT rineka cipta

Surianto. 2012. Pengembangan Buku Petunjuk Praktikum Kimia SMA kelas XI Semester Ganjil berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Thesis. Medan: UNIMED

Tek, O.E., Tuang, W.Y., Yasin, S.Md., Baharom, S., & Yahaya, A. 2011. The Development and Validation of an All Encompassing Malaysian-Based Science Process Skills Test for Secondary Schools. Journal of science and Mathematics Education in Southeast Asia 2011. 34(2): 203-263

Trisnawati, E. 2011. Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Materi Struktur Sel dan Jaringan Berbasis Empat Pilar Pendidikan. Skripsi. Semarang: UNNES

Wardani, S., Widodo, A.T., & Priyani, N.E. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berorientasi Problem-Based Instruction. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 3(1): 391-399

Page 103: Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 · PDF fileSuriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling. 1421 PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA

Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara 10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3) sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad. Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id

Ucapan terima kasih

Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka.

Pengiriman naskah

Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy

kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang

50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat: [email protected]. Penulis yang

naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang

bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.

JURNAL IPKJURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA

ISSN 1979-0503Volume 9, Nomor 1, Januari 2015

Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli

Ketua PenyuntingTri Widodo

Wakil Ketua PenyuntingWisnu Sunarto

Penyunting PelaksanaSigit PriatmokoNanik Wijayati

HarjonoHarjito

Sri KadarwatiCepi KurniawanElla Kusumastuti

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi

(Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam (Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja

(Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang)

Pelaksana Tata UsahaWoro Sumarni

Pembantu Pelaksana Tata UsahaWijayanti Setyodewi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email: [email protected]

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian

belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.