Vol.8.II.2018 1 - catatanstudi.files.wordpress.com · Admin PT Melengkapi SKS Calon Lulusan di...

27
Vol.8.II.2018 1

Transcript of Vol.8.II.2018 1 - catatanstudi.files.wordpress.com · Admin PT Melengkapi SKS Calon Lulusan di...

Vol.8.II.2018 1

Vol.8.II.20182 Vol.8.II.2018 3

Salam Redaksi

Lengkapi DataCalon Lulusan

di PDDIKTI1

Admin PTMemeriksa DataCalon Lulusan

2

Admin PTMemesanNomor Ijazah

3

Nomor Ijazahdikirim ke PDDIKTI(otomatis oleh system)

PENOMORAN IJAZAH NASIONALSISTEM VERIFIKASI IJAZAH ELEKTRONIK

Nomor IjazahDiveri�kasiSIVIL

Pencetakan Ijazah

6

PIN-SIVIL

7

Admin PTMemasangkanNomor Ijazahdan Nama

5

Admin PTMelengkapi SKSCalon Lulusandi PDDIKTI

4

Pada tahun 2017 yang lalu The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Global Food Sustainability Index. Dalam laporannya, Indonesia tercatat menduduki posisi 21 dengan skor 50,77 dari 133 negara. Peringkat Indonesia naik sangat signifikan dibandingkan posisi tahun sebelumnya, yakni 71.Tentunya hal tersebut merupakan kebanggaan sendiri bagi bangsa Indonesia yang dikenal sejak dahulu sebagai Negara agraris, dimana ketahanan pangan menjadi salah satu andalan. Berbagai macam pangan khas dari Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau menggugah wisatawan lokal maupun mancanegara untuk merasakan rasa yang khas dari pangan Indonesia.

Namun, bila pangan tersebut tidak dikembangkan dan hanya berhenti pada keadaan stagnan, sementara konsumsi dan kebutuhan akan pangan meningkat, maka diperlukan inovasi tersendiri untuk memperkuat ketahanan pangan dalam negeri. Tentunya hal tersebut dapat dilakukan hanya dengan melakukan inovasi dan invensi terhadap dunia pangan, dan menumbuh kembangkan penelitian bidang pangan. Pada Majalah Ristekdikti kali ini, kami akan menampilkan beberapa informasi mengenai penelitian di bidang pangan, maupun inovasi yang sudah dihasilkan untuk semakin memantapkan ketahanan pangan di Indonesia.

Pada Majalah edisi kali ini juga kami akan tampilkan mengenai ketahanan energi di Indonesia, dimana hal itu juga akan menjadi pembahasan menarik pada rangkaian Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23, yang akan dilaksanakan di salah satu Kota yang juga memiliki energi potensial, yaitu Pekanbaru, Riau.

Mengutip salah satu kalimat dari penemu teori hokum kekekalan energy James Prescott Joule, “Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, namun dapat berubah dari satu bentuk kebentuk yang lain”, maka dengan bentuk terbitnya majalah edisi kali ini, Kami berharap akan memberikan energi lebih bagi pembaca yang budiman untuk selalu mendapatkan informasi, solusi, dan inovasi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Salam Kreativitas! Salam Inovasi!

06 KABAR

08 TOKOHIndustri HalalLebih dari Sekadar Sertifikasi

Inovasi Kemandirian Pangandan Energi

Politeknik Caltex

Riau

STP Pelalawan

Raja Ampat dari RiauRiau Tourism Map

Infografis

RDE untuk Nuklir Aman

Candi Muara Takus

Tani HoodDari Solar ke LPG Bersubsidi

Clarias Biskuit Bergizi

Tien R. MuchtadiKetahanan Pangan

Teknologi Pertanian Pangan Inovatif

Menanam Masa Depan di Lahan Sawit

IMI Kembangkan Bisnis Sosial Agar Anak Cinta SainsReaktivasi Si Primadona, “Tua Renta” yang makin Seksi

14

10

08

18

21

22

3432

42

24

36

4446

48

24

28

30

38

40

16 Memajukan Riset dan Inovasi dengan Jurusan “Open Saja”

Bumi Lancang Kuning Siap Selenggarakan Hakteknas ke -23

10 LAPORAN UTAMA

Vol.8.II.20184 Vol.8.II.2018 5

Volume 8 | II | 2018

PelindungMohamad Nasir

Pembina Ainun Na`im

Penanggung JawabNada Marsudi

Pimpinan RedaksiWawan Bayu Prasetya

Redaktur PelaksanaDoddy Zulkifli

Penyunting NaskahDinna Handini, Yoggi Herdani, Firman Hidayat

PenulisDwi Yunanto, Satya Herlina, Suryo Boediono

Ayu Pravita, M.S Fajri

DistribusiNugroho Adnan

FotograferFatimah LarasatiNugroho AdnanArdian Syaputra

KontributorSyarief

Citra LarasatiNeneng Zubaidah

Rini Suryati

SekretariatWinda, Ayu Widyaningsih

Alamat RedaksiBagian Publikasi dan Dokumentasi

Biro Kerjasama dan Komunikasi PubllikSetjen Kemenristekdikti

Gedung. D Lt.8, Jl. Jendral Sudirman,Pintu 1 Senayan, Jakarta

Layout dan GrafisAgeng Prasetyo

Boni Agusta, Widiasmi Pangestika

Nomor ISSN : 2502-7344SK ISSN : 0005.25027344/Jl.3.1/SK.ISSN/2018.03

18 AKTUAL

20 RAGAM

22 FEATURE

28 OPINI

30 ETALASE

42 INFOGRAFIS

44 INOVASI

32 RANA

38 SOSOK

Daftar Isi

Mohamad Nasir: Produk Metabolit Stem Cell Unair Bikin Awet Muda

Surabaya –Produk metabolit stem cell dari Universitas Airlangga (UNAIR) sendiri memiliki molekul kecil yang mampu melintasi membran sel dan mencapai lokasi intraselular dengan cepat, merupakan molekul dengan growth factors yang menstimulasi endogenous stem cell untuk berproliferasi dan berdiferensiasi. Memiliki formula anti aging yang efektif dan efisien menghambat proses penuaan sel dengan menghambat inflamasi, menimbulkan respon imun, dan anti-apoptosis.

“Saya percaya produk seperti metabolit stem cell akan banyak membantu meningkatkan dan diminati oleh masyarakat Indonesia. Jadi produk ini diriset memang karena sesuai dengan keadaan tubuh orang Indonesia. Banyak produk impor, tapi belum tentu sesuai dengan orang Indonesia. Dengan metabolit stem cell kita bisa tampak lebih awet muda lho,” tuturnya saat meninjau dan meresmikan fasilitas teaching industry stem cell dan produk metabolit stem cell di gedung lembaga penyakit tropis Universitas Airlangga (Unair), Rabu (11/7/18).

Kemenristekdikti Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Jakarta – Kemenristekdikti kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk laporan keuangan 2017. Terhadap keberhasilan ini, Kemenristekdikti mampu mempertahankan 2 kali berturut-turut penilaian tersebut sejak tahun 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemenristekdikti tersebut diserahkan secara langsung oleh anggota BPK III Achsanul Qosasi kepada Menristekdikti Mohamad Nasir, di Auditorium Menara BPK, Jakarta (5/6/18).

“Pencapaian ini tidak lepas dari kerja keras segenap jajaran di Kemenristekdikti atas pengelolaan anggaran dan keuangan kementerian. Semoga ke depan predikat ini dapat terus dipertahankan dan tata kelola dapat dijalankan dengan lebih baik lagi,” ujar Nasir.

Presiden Jokowi: DNA Kita Adalah Seni dan Budaya

Denpasar – Dalam kuliah umumnya di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sabtu (23/6/18), Presiden Republik Indonesia Joko Widodoyang juga didampingi Menristekdikti Mohamad Nasir menekankan bahwa peran seni dan budaya amatlah penting untuk bangsa. Apalagi Indonesia mempunyai keragaman seni dan budaya yang sangat banyak.

“Selama 3 tahun kita membangun infrastruktur. Tapi jangan dimaknai hanya membangun fisik semata. Artikan juga bahwa kita membangun infrastruktur budaya untuk peradaban di masa depan, membangun konektivitas budaya, membangun mental dan karakter budaya yang baik, karena kekayaan kita

Perpustakaan Riset BPK Turut Dorong Perkembangan Iptek

Jakarta –Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meresmikan Perpustakaan Riset Tata Kelola dan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang berlokasi di lantai 1 kantor pusat BPK di Jakarta.Peresmian dilakukan oleh Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar didampingi Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Na’im, di Auditorium Lantai 2 Gedung BPK Jakarta, Kamis (28/6/18).

Perpustakaan riset yang dibangun oleh BPK, mendukung riset tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara dengan menyediakan data, informasi, dan pengetahuan mengenai keuangan sektor publik yang terdiri atas 21.852 eksemplar buku, dengan 17.410 judul buku, serta e-book dan e-journal.“Perpustakaan riset ini diharapkan tak hanya untuk tempat koleksi buku, belajar, maupun membaca saja, lebih dari itu peneliti dapat menciptakan karya ilmiah, mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujar Ainun Na’im.

165.831 Siswa Lolos SBMPTN 2018 di 85 PTN

Panitia Pusat Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (SNPMB-PTN) 2018 mengumumkan sebanyak 165.831 siswa diterima di 85 PTN melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2018. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi dari 860.001 peserta pendaftar yang telah mengikuti ujian tertulis baik Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC), maupun Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dilaksanakan secara nasional pada 8 Mei 2018 dan ujian keterampilan pada 9-11 Mei 2018.

“Saya ucapkan selamat bagi anak Indonesia yang mendapatkan kesempatan yang baik kali ini. Bagi yang belum lulus, masih ada kesempatan lain melalui jalur Seleksi Mandiri. Selain itu juga ada kesempatan mendaftar di perguruan tinggi swasta yang saat ini kualitasnya semakin baik. Kita punya 4.579 perguruan tinggi

di Indonesia yang tercatat di laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti). Tolong dicek apa perguruan tinggi itu aktif atau tidak. Semoga yang aktif jadi pilihan anak Indonesia,” tutur Nasir.

Mohamad Nasir: Politeknik Negeri Madiun dan PT INKA Dapat Kembangkan Riset Kereta Api Cepat

MADIUN – Saat melakukan kunjungan kerja di Kota Madiun untuk menyaksikan penandatanganan MoU antara PT INKA (Persero), Politeknik Negeri Madiun dan Pemerintah Kota Madiun (8/6/18), Menristekdikti Mohamad Nasir berharap setiap laboratorium yang ada di PT INKA maupun Politeknik nantinya akan menjadi pusat riset yang menjadi rujukan perkeretapian dunia di masa depan. Apalagi menurutnya yang harus dikembangkan sekarang adalah menciptakan sendiri kereta api cepat untuk Indonesia.

“Orang-orang ahli yang ada di PT INKA bisa mengajar di Poltekneg Madiun, sehingga semakin banyak orang yang ahli di bidang perkeretapian. Jadi kolaboratif dan simbiosis positif. Industri mendapat asupan tenaga kerja yang kompeten dan baik, sementara Pergur

bukan hanya kekayaan alam, tapi modal seni budaya. DNA kita adalah seni dan budaya,” ujar Jokowi dihadapan pimpinan perguruan tinggi se-Bali, pimpinan perguruan tinggi seni se-Indonesia, dan SMK seni di Bali.

Vol.8.II.20186 Vol.8.II.2018 7

KABAR

Industri HalalLebih dari Sekadar Sertifikasi

Industri halal diyakini menjadi salah satu industri yang paling menanjak dewasa ini. Dengan jumlah penduduk muslim dunia yang mencapai angka 2 milyar lebih, pasar industri halal ini diperkirakan sebesar 3,1 trilyun dolar AS, dengan sektor pangan menyumbang sebesar seper limanya. Pada 2010, pasaran pangan halal global mencapai 640 milyar dolar AS dengan pertumbuhan sebesar 1,5%. Selain itu, pangan, industri kosmetik, dan obat-obatan halal juga tidak kurang besarnya.

Anehnya, dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia belum menjadi salah satu pemain utama sebagai produser halal dunia. Kampiun industri pangan halal dunia bukanlah negara-negara mayoritas muslim, lihatlah Australia, Brazil, bahkan Thailand. Boro-boro melirik pangsa besar yang luar biasa besar diatas, pembangunan industri halal di Indonesia justru lebih kearah berebut “kue” sertifikasi.

Bukan Misi Utama

Sertifikasi merupakan salah satu cara untuk memberi jaminan kalau sebuah produk yang beredar di pasaran halal untuk dikonsumsi. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan sertifikasi,

sekarang, manajemen sedemikian sudah tidak bisa diterima karena akan memunculkan berbagai dugaan.

Bercontoh kepada negara jiran Malaysia, yang sama seperti Indonesia, berambisi untuk menjadi pusat halal dunia (“World Halal Hub”), semua urusan sertifikasi—yang dikendalikan oleh JAKIM (Jabatan Kebajikan Islam Malaysia), berlangsung jelas, murah, transparan dan terakreditasi.

Aplikasi harus dilakukan secara online dimana hanya mereka yang memenuhi persyaratan saja akan dikunjungi untuk proses auditing. Untuk mempersiapkan sertifikasi, diperlukan bimbingan. Disinilah pentingnya keterlibatan lembaga-lembaga lain seperti lembaga penelitian halal di setiap Universitas. Besarnya biaya sertifikasi beragam, tapi tergolong murah di Malaysia.

Untuk industri kecil, mereka hanya dikenakan 100 ringgit (Rp. 300 ribu rupiah) untuk sertifikat per tahun, industri menengah 400 ringgit, dan industri multinasional “hanya”700 ringgit. Skala industri juga ditulis dengan jelas. Sebuah industri tergolong kecil apabila penjualan tahunannya kurang dari 500 ribu ringgit dan jumlah pekerja tidak melebihi 50 orang. Industri menengah, apabila penjualannya sehingga 2,5 juta ringgit dengan pekerja mencapai 150 orang, industri multinasional disebut manakala memiliki industri di beberapa Negara dengan jumlah pekerja melebihi 150 orang.

Tarif yang sama juga berlaku untuk rumah potong hewan. Rumah potong tergolong kecil apabila menyembelih kurang dari 2000 ekor ayam per hari, atau 500 ekor kambing atau 50 ekor sapi. Mereka hanya dikenakan 100 ringgit per tahun. Rumah potong tergolong menengah yang dikenakan biaya 400 ringgit, apabila menyembelih 300 ekor ayam, atau 700 kambing atau 100 sapi. Rumah potong yang menyembelih hewan diatas angka-angka tersebut, tergolong perusahaan besar.

Begitu juga untuk hotel dan restoran. Aturan yang jelas dan tidak njelimet tertera tersedia. Mereka bisa memilih sertifikasi untuk satu hotel atau restoran atau untuk satu dapur saja. Tarifnya sama, 100 ringgit per tahun.

Lantaran para auditor merupakan pegawai JAKIM yang notabene pegawai negeri, tiada lagi biaya tambahan dikenakan, karena mereka akan mendapat wang jalan (“travelling allowance”) dari kantor JAKIM sendiri. Kalaupun ada biaya tambahan, itu terjadi seandainya ada keperluan melakukan tes lanjutan di laboratorium milik Pemerintah. Biaya laboratorium dikenakan pada pemohon.

Karena aplikasi dilakukan secara online, proses sertifikasi biasanya dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat.

namun menjadikan sertifikasi sebagai prioritas pembangunan industri halal merupakan tindakan yang kurang tepat.Sertifikasi seharusnya berjalan seiring dengan “misi” utama,yakni membangun industri halal yang sesungguhnya—yang antara lain melakukan pembinaan kepada industri, mendidik masyarakat melalui kesadaran halal (halal awareness), dan tidak ketinggalan melakukan riset dan pengembangan (litbang).

Beberapa kali kami sempat diundang instansi terkait halal di Indonesia untuk berdiskusi, namun kesan yang muncul tak lebih kepada mengejar target sertifikasi dan melupakan aspek yang lain, terutama litbang. Tidak dipungkiri, sertifikasi amat penting untuk masyarakat, sehingga menjadi prioritas, namun halitu juga memungkinkan munculnya asumsi yang beragam di masyarakat, seperti adanya pemasukan tersendiriuntuk lembaga tertentu.

Persoalan intinya, sebenarnya, hanya karena aturan yang digunakan kurang jelas. Tidak pernah juga dijelaskan secara tertulis berapa biaya pengurusan sertifikasi dan kebanyakan dinilai tidak transparan. Padahal di zaman modern seperti

Sains Halal

Seperti diutarakan di atas, sertifikasi hanya salah satu inisiatif dalam membangun industri halal. Kita seharusnya tidak hanya terfokus pada sertifikasi semata dengan melupakan aspek-aspek lain, seperti pembinaan dan litbang.

Untuk hal yang terakhir, tidak dipungkiri, kita selalu tertinggal dibanding negara-negara lain. Bagaimana kita bisa maju kalau litbang tidak banyak dilakukan karena ujung-ujungnya kita hanya akan tetap sebagai bangsa konsumen. Padahal, sekali lagi, industri halal itu sangat luas adanya. Dan banyak aspek penelitian yang harus dilakukan.

Mengembangkan bahan-bahan halal alternatif dari sumber lokal serta pengembangan metode cepat autentikasi dan pendeteksian komponen tidak halal tidak bisa tidak, mutlak dilakukan. Alat-alat pendeteksian (detection kit) halal yang berdasarkan molekuler, misalnya, malah banyak diproduksi oleh Jerman, Amerika Serikat, atau Jepang. Malaysia dan Thailand juga sudah mulai mengejar.

Isu-isu diseputar penyembelihan hewan ternak halal juga memerlukan riset dan pengembangan, seperti menentukan voltage optimum yang diizinkan. Begitu juga dengan sistem pensucian (sama’) untuk peralatan yang terkena najis berat. Di Malaysia, bahkan sistem untuk menyucikan gudang dan peti kemas yang terkena najis berat sudah tersedia.

Seorang teman malah dengan litbang sederhananya, mengembangkan sistem rating kehalalan (dia menyebut ”shariah compliant”) untuk semua hotel, airlines dan sebagainya, sehingga memudahkan orang memilih hotel dan penerbangan yang ramah syariat. Mirip rating hotel berbintang. Kini, usaha rekan tadi sudah sangat berjaya, mengingat industri wisata syar’i juga tengah booming.

Produk dan jasa halal berbasis IT juga sedang trend. Sebuah perusahaan raksasa IT dari Rusia bahkan sudah mengembangkan Search Engine “Halal”. Selain itu, di bidang ekonomi, Halal E-commerce juga mengandalkan sektor IT untuk mendukung pengembangannya.

Professor Irwandi Jaswir, Deputy Dean, International Institute for Halal Research and Training (INHART),International Islamic University Malaysia; Penerima King Faisal International Prize 2018

Biasanya ada tiga hal utama yang menjadi topik riset terkait Halal:

Pengembangan bahan alternatif halal, pengembangan metode pendeteksian

kontaminasi tidak halal, serta peningkatan efisiensi proses produksi.

Oleh: Irwandi Jaswir

Vol.8.II.20188 Vol.8.II.2018 9

TOKOH

Penerbangan perdana pesawat buatan anak bangsa N-250 Gatot Kaca pada 10 Agustus 1995 di Bandung menjadi tonggak sejarah kebangkitan teknologi nasional. Kemudian berdasarkan Keppres Nomor 71 Tahun 1995, tanggal 10 Agustus ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Di tahun ini, Hakteknas ke-23 penyelenggaraannya bakal digelar di Provinsi Riau.

Seperti sebelumnya Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ini dalam rangka meningkatkan awareness dan sosialisasi dan pertanggung jawaban juga dari pembangunan iptek dan inovasi nasional dari tahun ke tahun. Karena saat iniyang namanya inovasi gaungnya lagi tinggi, sehingga kita tetap mengambil tagline itu ‘Inovasi, Bangun Bangsa’.

Hal tersebut dikemukakan oleh Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe, yang juga sekaligus sebagai Ketua Umum Panitia Hakteknas ke 23 tahun 2018. Dikatakan, dengan penyelenggaraan Hakteknas diharapkan dapat menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat akan perlunya budaya iptek dalam kehidupan sehari-hari. Pun, mendorong kreatifitas dan inovasi masyarakat. Sehingga daya saing bangsa dapat lebih meningkat. Serta menyinergikan strategi untuk implementasi berbagai kebijakan pemerintah, berkaitan dengan hasil riset dan pengembangan untuk hilirisasi iptek. Tak kalah penting, event ini sebagai ajang mempromosikan produk-produk inovasi berbasis potensi dan kearifan lokal dari berbagai wilayah.

“Di negara manapun sudah mengandalkan inovasi sebagai penggerak pembangunan atau penggerak ekonomi. Oleh karena itu kalau ingin menjadi negara maju, saya kira inovasi itu perlu lebih digairahkan secara nasional dan juga diberbagai daerah,” ujar Jumain.

Karena itulah, kata Jumain, Hakteknas ini kita usahakan diselenggarakan di daerah-daerah, supaya daerah-daerah ini juga tumbuh berkembang inovasinya, dalam rangka membangun daya saing kemampuan daerah tersebut.

Untuk Hakteknas tahun ini, menurut Jumain temanya memang berubah sesuai dengan hot issue potensi dimana wilayah Hakteknas diselenggarakan. Kalau Hakteknas tahun lalu di Makassar temanya maritim, maka di tahun ini di Provinsi Riau diangkat tentang pangan dan energi, tetapi tentunya mengikuti perkembangan tentang revolusi industri 4.0.

“Jadi bagaimana bagaimana pengembangan inovasi di bidang pangan dan energi bisa menghadapi nanti revolusi inudstri 4.0, yang basisnya adalah era digital dan danotomasi. Sehingga tema kali ini adalah ‘Inovasi Untuk Kemandirian Pangan dan Energi’. Sub temanya adalah ‘Sektor Pangan dan Energi di Era Revolusi Industri 4.0’. Itu yang akan kita dorong,” ungkap Jumain.

Jadi, menurutnya, teknologi pangan kita itu nilai tambahnya masih sangat terbatas atau sangat kecil. Umumnya kita baru mengolah pangan menjadi makanan yang nilai tambahnya itu masih sangat rendah. Karena itu, ke depan kita perlu mendorong bahan-bahan pangan ini menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi.

Tentunya produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi tersebut tak hanya untuk konsumsi dalam negeri saja, namun juga untuk ekspor. Seperti bagaimana kita mendorong berkembangnya pangan fungsional, karena ke depan ini pangan yang sehat perlu dikembangkan.

“Mengapa? Karena manusia itu makin lama akan memilih makanan yang sehat. Kita tahu kalau kita makan beras terus bakal terkena diabetes. Makanya akankita kembangkan beras fungsional yang bisa mengobati penyakit tertentu. Ini yang kita sebut sebagai pangan fungsional atau healthy food,” terang Jumain.

Seiring dengan berkembangnya makanan sehat tersebut, maka iamemprediksi industri-industri akan berkembang juga. Dimana nilai tambahnya tinggi, dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang lebih maju.

Masalah pangan ini masih sangat penting bagi Indonesia ke depan, dimana pangan ini menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yang saat ini kita masih banyak kendala baik dari segi ketersediaan maupun dari segi harga. Harus diakui kita masih tergantung pada luar negeri, beras impor, kedelai impor, jagung impor, garam impor, gula impor.

Artinya, tegas Jumain, kita belum bisa mandiri pangan. Karenanya, yang kita inginkan adalah mandiri di bidang pangan. Sangat bahaya kalau kita tidak mandiri di bidang pangan, karena suatu saat misalnya kita di embargo atau terjadi perang maka sampai sejauh mana kita bisa bertahan hidup.

Padahal menurutnya potensi pangan di Indonesia ini sangat besar, baik yang sifatnya kebutuhan dasar maupun yang sifatnya tambahan. Banyak sekali, dari darat, seperti beras, kedelai, sagu, jagung dan masih banyak lagi. Dan setiap tipe memiliki keunggulan masing-masing dan bisa menjadi bahan makanan yang sehat.

“Di laut kita penuh dengan sumber daya laut, mulai dari ikan, rumput laut, teripang dan masih banyak mikroba yang belum kita gali secara optimal. Kita masih sekedar mancing untuk kebutuhan makan.Padahal potensi dan nilai tambahnya sangat besar, sementara nelayan luarnegeri berlomba-lomba masuk ke laut Indonesia,” tuturnya, penuh keprihatinan.

Menurutnya, baru seper tiga yang dimanfaatkan. Jumain katakan bagaimana misalnya produktivitas pangan dari laut, yang duapertiganya merupakan satu hal yang bisa dimanfaatkan secara optimal.

Hal kedua yang sangat penting adalah bagaimana mengembangkan infrastruktur energi. Karena energi ini merupakan nyawa dari suatu industri. Bagaimana kita mau berkembang, sementara tidak ada listrik. Ia mengingatkan, revolusi itu terjadikarena revolusi adanya energi. Dari awal kita hanya mengangkat batu dengan manual, karena ada air, ada mesin uap kemudian elektronik, dan seterusnya. Barulah revolusi terjadi.

“Ini penting, saya kira kita harus mandiri. Karenanya kita selalu menyebut ketahanan energi, selain itu menjadi masalah. Dan kita juga memiliki sumber daya energi dari berbagai macam yang cukup besar. Baik dari konvensional energi berupa fosil, kemudian non konvensional dan energi baru terbarukan, bahkan nuklir kita miliki resourcesnya. Dan yang baru, namanya Torium,” tuturnya.

InovasiKemandirianPangan danEnergiUntuk

Dr. Jumain AppeKetua Umum Hakteknas

Oleh : Doddy & RiniFoto : Ageng

Hakteknas 2018

Vol.8.II.201810 Vol.8.II.2018 11

LAPORAN UTAMA

Riau Contoh Baik Pengembangan STP dan SIDa

Ketua Panitia Pelaksana Hakteknas ke-23, Zulfan,menambahkan dipilihnya Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, sebagai lokasi penyelenggaraan serta diangkatnya pangan dan energi sebagai tema, karena Riau ini sebuah provinsi dimana dulu merupakan lumbung energi terutama fosil. Dan, sekarang sudah mulai berkurang, bahkan sudah hamper habis. “Dapat dikatakan bahwa, sebutan lumbung energy itu sekarang hamper tinggal sejarah. Kalau masalah energy tentu saja kita harus berusaha seminimal mungkin menggunakan energy konvensional, untuk pindah ke energi baru yang terbarukan. Itulah salah satunya, kenapa dipilih Riau serta dipilihnya energi dan pangan sebagai temanya. Seperti diketahui Provinsi Riau dikenal luas akan kebun kelapa sawitnya, yang berpotensi sebagai sumber energi dan juga sumber pangan,” tutur Zulfan.

Berkaitan dengan hal spesifik yang akan dihadirkan di Hakteknas kali ini, panitia berusaha untuk bias mewujudkan sesuai dengan tema energi dan pangan. “Kita ditantang dengan pangan dan energi di era revolusi industri ini. Kita akan hadirkan potensi-potensi dan inovasi-inovasi anak negeri, nanti disana, terutama di hari puncaknya, 10 Agustus 2018 di Pekanbaru, kita akan hadirkan produk-produk inovasi yang benar-benar baru. Sehingga, jangan sampai di saat Presiden atau Menteri datang, produk tersebut sudah pernah disaksikan sebelumnya di tempat lain. Harus yang spektakuler,” tegas Zulfan.

Zulfan menjelaskan tema yang diangkat pada Hakteknas tahun ini adalah “Inovasi untuk Kemandirian Pangan dan Energi” dengan sub tema: “Sektor Pangan dan Energi di Era Revolusi Industri 4.0.” Pemilihan tema ini adalah upaya mendorong terwujudnya Visi Pembangunan Indonesia yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dan merupakan cita-cita besar terhadap manifestasi kedaulatan pangan dan energi yang menjadi isu

Nah, lanjutnya, ini perlu kita gali kemampuan kita. Bagaimana kita mengembangkan teknologi-teknologi energi ini supaya kita bisa mandiri. Saat ini, sebagian besar dari teknologi energi itu kita impor. “Sekarang misalnya kita minta mengembangkan 35 gigawatt, itu sebagian besar yang melakukan perusahaan asing. Karena mereka yang memiliki teknologi, sehingga merekalah yang memiliki teknologi untuk melakukan pembangunan pembangkit listrik,” katanya.

Sedangkan kita, ungkapnya, banyak sumber daya manusianya dari perguruan tinggi (PT), tapi belum bisa. Sehingga kemampuan industri nasional di bidang energi perlu dikembangkan melalui proses litbang dan inovasi.

Dirinya terus ingatkan pula agar perguruan tinggi harus siap hadapi revolusi industry 4.0. Menurutnya pendidikan dan pembelajaran itu harus mendorong sistem pendidikan kita untuk menghadapi era industri 4.0. Kurikulum yang dikembangkan itu harus berbasis untuk menghadapi era tersebut. Misalnya, teknologi informasi komunikasi, teknologi robotik, bio teknologi, juga teknologi-teknologi inter 3 dimensi, dan lainnya. Maka, kurikulum PT harus mengarah kesana.

Yang kedua, sistem PT kita harus menciptakan SDM yang memiliki kompetensi spesifik. Artinya, tidak bisa lagi general. Kalau dulu, misalnya, sarjana elektro kerja dimana saja bisa, sekarang tidak bisa begitu. “Jadi, kita bicara tentang elektro maka harus spesifik elektro, misalnya khusus untuk jadi instalatur spesifikasi pekerjaannya instalasi. Artinya dia dapat ijazah, juga harus dapat sertifikasi tentang instalasi,” terangnya.Sementara dari segi kelembagaan pendidikannya harus

juga mengikuti era teknologi industri 4.0. Dimana sistem pendidikan pembelajarannya dengan digital, e-learning, jarak jauh dan sebagainya. Hal ini supaya memberikan gambaran kepada mahasiswa, bagaimana interaksi pemanfaatan internet dalam pembelajaran di PT itu harus diciptakan.

Sedang di bidang penelitian dan pengembangan, tentunya kita harus melakukan penelitian yang berbasis pada kebutuhan industri 4.0. “Jadi tak bisa lagi melakukan penelitian yang macam-macam, yang semuanya bisa kita lakukan. Penelitiannya harus fokus. Kalau ke depan misalnya kita fokus pangan dan energi, ya penelitiannya kesitu,” ungkapnya.

Sehingga, lanjutnya, penelitiannya berbasis demand oriented approach atau pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan atau konsumen. Jadi, bukan lagi supply push approach, dari technology push approachyaitu pendekatan dengan penekanan pada teknologi yang kita hasilkan dengan semaunya.

“Nah, yang terakhir dunia pendidikan itu harus bermanfaat. Mau dapat ilmu, mau dapat teknologi atau inovasi itu harus memiliki manfaat. Kalau tidak bermanfaat ya buat apa, khususnya buat pembangunan dan masyarakat. Sehingga pengabdian masyarakat yang akan dilakukan itu betul-betul menyentuh, serta sesuai kebutuhan masyarakat. Maka, semua diterapkan kepada masyarakat.Tetapi tidak menerapkan begitu saja, tentunya harus sustainable dan berkelanjutan,” tuturnya.Oleh karena itu lanjutnya, harus ada konsep bisnis disitu.

Karena tidak mungkin pemerintah membiayai seluruh penelitian. Ini artinya, harus ada konsep wirausaha atau bisnis. Kita sekarang punya struktur inovasi ada dua hal, yakni perusahaan pemula berbasis teknologi, kemudian inovasi industri. Dua hal inilah yang mendorong menjadikan apa yang dihasilkan lembaga litbang baik itu SDM maupun teknologi dan inovasi sebagai bisnis. Sehingga bermanfaat untuk masyarakat dan pembangunan secara terus menerus dan berkelanjutan.“Itu lah yang harus kita lakukan ke depan. Jadi dunia pendidikan itu harus begitu. Karena tanpa ada kemanfaatan tidak ada gunanya. Orang bilang perguruan tinggi itu hanya menara gading, pintar untuk dirinya sendiri. Perguruan tinggi harus menjadi agent of economic development, ia harus bisa berperan di pembangunan nasional. Ini yang harus dibangun di PT,” pungkas Jumain.

strategis dunia dan telah ditetapkan menjadi salah satu sasaran prioritas pembangunan dan pengembangan iptek dan inovasi Indonesia hingga tahun 2025.

Puncak Peringatan Hakteknas ke-23 pada tanggal 10 Agustus 2018 di kota Pekanbaru sendiri, menurut Zulfan rencananya

akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. “Peringatan tahun ini akan semakin terasa istimewa dan

bernilai sejarah karena untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pulau Sumatera, setelah

sebelumnya 2 tahun yang lalu diadakan di Solo dan Makassar,” ujarnya.

Provinsi Riau sendiri, lanjut Zulfan, termasuk salah satu daerah yang mendapat alokasi pembangunan

Science Techno Park (STP) dari Kemenristekdikti. Sebuah kawasan

yang dibangun untuk meningkatkan perekonomian di daerah melalui

pengembangan kewirausahaan, pusat inkubasi bisnis yang mampu melahirkan industry baru

berbasis teknologi dan perusahaan pemula berbasis teknologi. Bidang focus pengembangan STP Riau adalah produk industri pangan berbasis perikanan, sagu, kelapa dan nanas. Juga terdapat STP Pelalawan yang dikembangkanPemda bersama BPPT yang focus kepada pengembangan dan hilirisasi produk kelapa sawit.

Alasan penting lainnya pemilihan Riau sebagai tuan rumah karena

Kemenristekdikti menilai Provinsi Riau sukses mengembangkan Sistem Inovasi

Daerah (SIDa) dengan menjadi salah satu penerima penghargaan Budhi pura dari

Kemenristekdikti tahun 2017 di Kota Makassar

Ini yang harus didorong terus-menerus. Tentunya dengan era revolusi industri

4.0 yang basisnya IT dan otomasi ini, kita harus bisa mengembangkankemampuan

SDM untuk dikuatkan kesitu. Karena mau tidak mau kita tentunya bakal

menghadapi juga

Vol.8.II.201812 Vol.8.II.2018 13

LAPORAN UTAMA

Pekanbaru, kota yang dikenal dengan Bumi Lancang Kuning siap menyelenggarakan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23. Seluruh instansi di salah satu kota di Indonesia yang kental dengan budaya melayunya ini tengah bersiap untuk menyambut para tamu agar mereka memiliki kesan mendalam selepas perayaan Hakteknas tersebut. Segenap tarian dan pantun khas melayu akan membahana menyambut para tamu. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman mengaku sangat berterima kasih kepada Kemenristekdikti atas dipercayanya Riau khususnya Pekanbaru untuk menyelenggarakan Hakteknas ke-23. Tentu hal ini menjadi kebanggan tersendiri, kata dia, sebab setelah Makassar terpilih mewakili Pulau Sulawesi sebagai tuan rumah Hakteknas ke-22 kini giliran Pekanbaru mewakili Pulau Sumatera yang mendapat tongkat estafet yang membanggakan tersebut.

Peringatan Hakteknas merupakan tonggak sejarah kebangkitan teknologi Indonesia. Kebangkitan ini ditandai peluncuran dan penerbangan perdana pesawat N-250 Gatotkaca pada 10 Agustus 1995 di Bandung.

Kini 23 tahun sesudahnya Hakteknas diperingati untuk yang pertama kalinya dalam sejarah di Pulau Sumatera. Tema yang diusung tahun ini telah menjadi isu strategis dunia yakni pangan dan energi. Kemenristekdikti mempersembahkan tema Hakteknas ke-23 Inovasi untuk Kemandirian Pangan dan Energi dengan sub tema Sektor Pangan dan Energi di Era Revolusi Industri 4.0. Isu pangan dan energi patut menjadi perbincangan sebab cita-cita kedaulatan pangan dan mestilah terwujud. Adanya Revolusi Industri 4.0 dengan iptek dan inovasi yang terus berkembang di Indonesia akan membantu mewujudkan cita-cita mulia itu. Andi menjelaskan, Hakteknas kali ini menjadi agenda istimewa karena 9 Agustus juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Provinsi Riau ke-61. Kedua agenda penting ini pun menjadi cambuk bagi jajarannya agar bersiap diri mensukseskan helatan akbar tersebut. ‘’Koordinasi sesama UPT terus kami gelar. Sosialisasi ke masyarakat juga sudah kita lakukan. Kami juga mengundang dunia usaha untuk ikut berpartisipasi,’’ kata pria kelahiran 8 Juli ini. Peraih gelar MBA dari Oklahoma City University, Amerika Serikat menjelaskan, Hakteknas ke-23 tidak hanya berskala nasional namun internasional sebab kemungkinan akan ada

menteri-menteri riset dan teknologi dari beberapa negara yang akan datang. Salah satu seminar bertaraf internasional yang akan digelar ialah seminar tentang sagu sebagai bahan pangan alternatif. ‘’Kami akan kenakan pakaian melayu bagi tamu-tamu terhormat tersebut,’’ katanya. Alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta ini mengatakan, meski Pekanbaru bukan kota di tepi pantai namun Pekanbaru adalah representasi kota besar di Indonesia yang dibelah oleh Sungai Siak yang memiliki sejarah panjang. Pekanbaru memiliki bandara berkelas internasional yang akan menyambut para tamu dengan hangat. Andi melanjutkan, jajaran hotel berbintang lima juga akan menerima para tamu dengan layanan terbaik. Jelajah kuliner di kota ini juga akan semakin sempurna karena banyak ragam makanan melayu yang menggugah selera. Hakteknas juga menjadi ajang promosi Riau kepada dunia. Mantan Wakil Ketua Kadin Indonesia ini menjelaskan, Riau sedang mengembangkan pariwisata berbasis budaya dengan tagline “Riau Tanah Tumpah Darah Melayu”. “Kami memiliki potensi budaya melayu baik tangible dan intangible yang sangat luhur. Hakteknas menjadi alat promosi yang baik bagi tamu-tamu mancanegara agar Riau semakin dikenal,’’ katanya.

Ini adalah penghargaan luar biasa bagi kami. Terpilihnya kami sebagai tuan rumah juga patut diapresisasi sebab acara sebesar ini bisa digelar di luar

pulau Jawa

Bumi Lancang Kuning Siap Selenggarakan

Hakteknas ke -23

Oleh : NenengFoto : Adnan

Arsyadjuliandi RachmanGubernur Riau

Vol.8.II.201814 Vol.8.II.2018 15

LAPORAN UTAMA

Kami akan lebih membuka semua infrastruktur di LIPI agar bisa dipakai

semua orang, tidak hanya alat, tapi juga orangnya, sehingga kolaborasi dapat

terbangun secara alamiPresiden Joko Widodo, dalam sejumlah kesempatan terus-menerus mendorong agar pembangunan ekonomi di Indonesia harus berbasis teknologi dan inovasi. Sebab menghasilkan suatu inovasi yang dimanfaatkan oleh industri adalah tujuan sebuah riset

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko mengatakan riset dapat memberikan rekomendasi teknologi yang diperlukan untuk memperkuat peran dan eksistensi teknologi dalam industri nasional, peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa.

Bagi Handoko, bicara tentang pemanfaatan hasil penelitian, riset, dan inovasi dengan dunia industri layaknya mendiskusikan mana yang lahir lebih dulu antara ayam dan telur. Tidak perlu diperdebatkan.

Pada praktiknya, para peneliti berharap pihak industri proaktif untuk menggunakan hasil riset dan inovasi ke dalam industrinya. Di sisi lain, pihak industri juga berharap peneliti mampu melahirkan hasil penelitian yang sesuai dengan kebutuhan industri, agar dapat digunakan.Melihat persoalan ini, kata Handoko, yang harus dilakukan justru bagaimana menjalin konektivitas di antara keduanya. “Jadi kalau dari saya, sisi lembaga litbang, Kemenristekdikti juga sebagai pengelola lembaga litbang itu harus open terlebih dahulu. Jangan minta industri gimana-gimana dulu,” terang Handoko.

Menurutnya, industri sudah cukup berkontribusi besar dalam menciptakan lapangan kerja. Sehingga tidak ada salahnya, jika para peneliti harus proaktif dan mendekat agar menjadi bagian dari pemecah persoalan yang ada di dunia industri. Handoko yang baru dilantik menjadi kepala LIPI beberapa waktu lalu ini mengatakan, konektivitas antara peneliti dan industri dapat dimulai dengan membuka diri. Tidak hanya infrastruktur yang ada di LIPI, namun juga SDM peneliti yang ada di dalamnya, juga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja.“Apa yang ada di kita diperbolehkan dipakai semua orang saja itu sudah bagus. Sesimpel itu. Jangan bikin yang aneh-aneh. Dengan membuka diri, maka otomatis komunikasi antara peneliti dan dunia industri dapat terjalin,” tegasnya.Ketika komunikasi terjalin, maka kolaborasi pun akan turut terjalin. Sebab peneliti jadi lebih memahami persoalan apa yang dihadapi industri. Begitupun juga industri, dapat lebih

mengenal apa saja infrastruktur dan kompetensi peneliti yang dimiliki oleh lembaga litbang.

Seperti diketahui, Dr. Laksana Tri Handoko baru saja dilantik menjadi Kepala LIPI yang baru, menggantikan Plt. Kepala LIPI, Prof. Dr. Bambang Subiyanto, M.Agr pada Kamis, 31 Mei 2018 lalu. Handoko memiliki sejumlah program prioritas yang ditargetkan selesai dalam waktu dekat. Selain reorganisasi, ia ingin meningkatkan peran LIPI sebagai penyedia infrastruktur yang dapat digunakan semua pihak, sehingga akan terbangun kolaborasi riset yang alami di Indonesia.

Seluruh infrastruktur dan sumberdaya LIPI tidak hanya boleh dipakai kalangan LIPI saja. Namun terbuka bagi perguruan tinggi, mahasiswa dan industri. Terlebih lagi di era industri digital, dan kreatif, kolaborasi antara peneliti dan industri membuat peluang untuk bersaing di dunia internasional semakin besar. “Karena indonesia kan kreatif dan punya keberagaman. Itu modal, banyak ide penelitian yang out of the box,” ujarnya.

Disinilah, kata Handoko, Negara harus hadir mewadahi kreatifitas para peneliti melalui lembaga litbang maupun calon peneliti, terutama calon peneliti yang ada di kampus-kampus. Perguruan tinggi, menurut Handoko, juga menjadi sentra di mana orang-orang kreatif bisa berkumpul menuangkan idenya tanpa harus menjadi peneliti. “Jadi kembali, kita open saja apa yang kita (lembaga litbang) punya, agar bisa dimanfaatkan semua orang saja itu sudah cukup. Di LIPI, sebagian besar infrastruktur digratiskan. Karena kita ingin ada mobilitas,” terangnya.Bukan tidak mungkin ke depannya ada peneliti yang dipinjam ke industri selama setahun, atau sebaliknya, ada pihak industri atau mahasiswa yang magang di lembaga litbang selama setahun. “Jadi di-open saja, semua ini kan fasilitas punya negara,” tegasnya.

Menurut Handoko, masalah terbesar yang kerap menghambat kemajuan riset dan inovasi di Indonesia adalah buruknya manajemen riset itu sendiri. Hampir terjadi di semua lembaga litbang. “Manajemen litbang kita belum terbentuk, manajemennya masih manajemen kelurahan, itu yang harus kita ubah perlahan-lahan,” ungkapnya.

Dalam hal ini, kata Handoko,LIPI harus menjadi contoh. “Kita harus jadi contoh konkrit, agar yang lain bisa mencontoh, lebih mudah daripada mikir sendiri,” jelas Handoko.Setelah iklim kolaborasi terbangun, maka Indonesia dapat dengan mudah mengatasi dua isu besar bangsa, yakni bagaimana membangun kemandirian dan ketahanan pangan di bidang pangan serta energi. Kedua bidang itu, kata Handoko, merupakan dua obyek besar, yang menjadi prioritas utama dari 10 bidang fokus riset di Indonesia. Pangan dan energi juga merupakan problem utama negara ini, juga dunia.

“Kita harus bekerja keras untuk menghandle problem itu dari semua sisi,” kata Handoko. Tantangan yang dihadapi dari dua bidang tersebut adalah bagaimana menjamin ketahanan pangan dan energi. Tidak hanya sekadar tercukupi namun juga membuatnya agar berkesinambungan namun juga tercukupi tidak hanya untuk saat ini, tapi juga generasi mendatang. “Kalau sudah tercukupi, juga harus dipikirkan bagaimana agar berkesinambungan, dan distribusinya,”jelasnya.

Sebagai Negara besar dengan wilayahnya yang terbesar adalah lautan, memberi tantangan tersendiri bagi keterwujudan kemandirian dan ketahanan pangan serta energi. “Artinya di situ ada keunikan, misalnya kita juga harus mengembangkan pangan dan energi berbasis kearifan lokal. sehingga orang tidak harus bergantung pasokan dari luar karena keterbatasan dan kendala aksesabilitas itu,” jelas Handoko.

Dalam konteks mendorong ketahanan pangan dan energi itu pula, keberadaan riset sangat penting. Bagaimana lembaga riset mampu mendorong percepatan proses adopsi hasil riset pangan dan energi ke masyarakat.

“Jadi kalau ada bibit unggul, atau sistem teknologi yang canggih dan tepat guna, bagaimana itu agar segera diimplementasikan ke masyarakat yang membutuhkan,” papar Handoko.LIPI secara umum bekerja di semua bidang, kecuali kedokteran. Terkait pangan dan energi, LIPI juga memiliki fokus yang sama baik dari hulu maupun prosesnya. “Jadi kalau kita bilang pangan kurang itu bukan hanya karena panennya kurang. Tapi bagaimana meningkatkan lahan yang sudah ada agar efisien. bagaimana hasil panennya yang sudah ada bertahan lebih lama. Sehingga tidak banyak terbuang,” jelasnya.

Handoko menambahkan, riset-riset di LIPI juga berusaha memecahkan persoalan, agar bagaimana tanpa melakukan penambahan lahan, masyarakat bisa tercukupi kebutuhannya. “Misalnya ada diversifikasi produk pangan dari pisang, bagaimana bisa dibuat tepung. Dari tepung bagaimana bisa dibuat mie, atau panganan yang lain misal sereal, sehingga bisa optimal dan tidak tergantung pada beras saja,” pungkasnya.

Memajukan Riset dan Inovasi dengan Jurus “Open Saja”

Oleh : CitraFoto : Ageng

Vol.8.II.201816 Vol.8.II.2018 17

LAPORAN UTAMA

Politeknik merupakan kawah candradimuka bagi penyediaan sumber daya manusia yang terampil dan memiliki kompetensi unggul. Politeknik Caltex Riau hadir dalam upaya mencetak tenaga terampil, unggul, dan memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri.

Untuk lebih memperdalam kiprah Politeknik Caltex Riau dalam turut serta mencetak tenaga terampil berkualitas, Redaksi Majalah Ristekdikti (MR) berkunjung dan melakukan wawancara dengan Direktur Politeknik Caltex Riau (PCR) Dr. Hendriko, S.T, M. Eng. Berikut petikan wawancara redaksi Majalah Ristekdikti dengan Direktur Politeknik Caltex Riau.

MR :Mungkin bisa diceritakan bagaimana awal mula pendirian Politeknik Caltex Riau?

PCR :Politeknik Caltex Riau ini dibangun PT Caltex Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2001.

Pembangunan Politeknik Caltex Riau ini bertujuan untuk mencetak tenaga kerja terampil di bidang teknik. Pada era tersebut pertumbuhan industri di Riau sangat pesat namun ketersediaan tenaga kerja terampil di bidang teknik masih terbatas, terutama tenaga kerja lokal yang berasal dari Riau.

Karena sejak awal pendiriannya Politeknik Caltex Riau ini dipersiapkan untuk mencetak tenaga terampil di bidang teknik, maka fasilitas yang ada di kampus ini dirancang untuk mengakomodir pembelajaran dan praktek untuk bidang-bidang berbasis teknologi khususnya elektronika, telekomunikasi dan komputer. Kami memiliki 10 program studi terdiri dari 5 program studi Diploma III dan 5 program studi Diploma IV. Untuk program studi Diploma III antara lain, Teknik Komputer, Teknik Elektronika, Teknik Mekatronika, Teknik Telekomunikasi, dan Akuntasi. Sedangkan untuk program studi Diploma IV antara lain Teknik Informatika, Sistem Informasi, Teknik Elektronika Telekomunikasi, Teknik Mesin, dan Teknik Listrik. Program studi ini kami sesuaikan dengan kebutuhan industri.

MR : Politeknik saat ini dituntut untuk mampu menyediakan sumber daya terampil yang siap diserap oleh sektor industri. Bagaimana upaya Politeknik Caltex Riau dalam mewujudkan hal tersebut?

PCR :Politeknik Caltex Riau sejak awal berdiri tidak hanya menjadi tempat untuk mendidik dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan belaka. Namun lebih dari itu, kami bertekad untuk membekali mahasiswa dengan nilai-nilai karakter.

Internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri mahasiswa itu juga sangat penting. Ini pondasi utamanya. Untuk itu pembentukan kepribadian melalui penanaman nilai-nilai integritas, kredibilitas, kejujuran, kedisiplinan dan semangat untuk tidak pantang menyerah mendapat perhatian khusus dari kampus. Realisasinya kami tanamkan melalui mata kuliah khusus terkait development skills.

Selain itu, kami sangat fokus terkait kompetensi lulusan. Kami menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung pembelajaran. Kami siapkan laboratorium. Kami siapkan peralatan-peralatan untuk praktik. Bahkan kami memiliki center of technology untuk bidang otomasi. Kenapa bidang otomasi? Karena kami menyesuaikan dengan kebutuhan industri. Trendnya saat ini industri sudah mengarah ke otomasi.

MR :Bagaimana kiprah lulusan Politeknik Caltex Riau di sektor industri?

PCR :Lulusan kami terbukti mampu diserap oleh industri. Bahkan sejak adanya lulusan awal Politeknik Caltex Riau mampu bersaing masuk di industri migas yang banyak terdapat di Riau. Sebelum ada ini awal-awal terbukti mampu mengisi kekosongan-kekosongan di industri. Kalau dulu kebutuhan tenaga terampil untuk sektor industri di Riau banyak didatangkan dari Pulau Jawa, saat ini SDM terampil putera-putera daerah Riau sudah banyak terserap bahkan di industri multi nasional seperti Chevron, Halliburthon, Slamberger.

Untuk lulusan, khususnya di bidang teknologi informasi saat ini trendnya setelah lulus mereka berkarir di luar Riau. Banyak lulusan yang terserap industri di Jakarta, namun tidak sedikit pula yang berkarir di pasar regional, di Malaysia contohnya. Beberapa bulan lalu saya bertemu banyak lulusan PCR yang berkarir di Malaysia.

Artinya lulusan PCR sudah mampu bersaing di pasar luar negeri. Meskipun berasal dari Riau, kemampuan lulusan PCR sudah bersaing di level internasional maupun regional.

MR :Berapa lama masa tunggu lulusan Politeknik Caltex Riau?

PCR :Terkait masa tunggu lulusan, belum lama ini kami melaksanakan tracer study untuk melihat tingkat serapan lulusan ke dunia kerja. Hasil tracer study menurut kami cukup memuaskan. Masa tunggu lulusan PCR bisa dibilang relatif singkat. Data dari tracer study menunjukkan bahwa 75 % lulusan PCR terserap ke dunia kerja tidak lebih dalam 6 bulan masa tunggu.

MR:Mahasiswa Politeknik ketika lulus diharapkan juga memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan kompetensinya. Bagaimana PCR mendorong dan memfasilitasi mahasiswa untuk memperoleh sertifikat profesi?

PCR :Terkait sertifikasi profesi ini menjadi perhatian khusus kami. Sejak tahun 2015 kami sudah mendapatkan lisensi sebagai penyelenggara Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Selain itu kami juga bekerja sama dengan industri untuk penyelenggaraan sertifikasi kompetensi khusus misalnya kerja sama dengan Sisco untuk sertifikasi kompetensi yang berkaitan jaringan. Kemudian ada juga kerja sama dengan Schneider untuk sertifikasi kompetensi yang berkaitan dengan peralatan PLC (Programmable Logic Controller). Dengan adanya fasilitas-fasilitas ini kami menjamin lulusan PCR memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh industri.

MR:Terkait pengelolaan Politeknik, bagaimana tantangannya?

PCR :Tantangan yang pertama, Politeknik masih belum populer di masyarakat. Kami sering harus berjibaku menjelaskan tentang Politeknik di masyarakat. Untuk itu Pemerintah perlu turun tangan dengan melakukan sosialisasi yang masif terkait Politeknik dan prospek ke depannya. Hal ini untuk mendorong

masyarakat ke arah Politeknik karena kebutuhan riilnya memang di situ.

Tantangan yang kedua paradigma masyarakat terhadap Politeknik masih belum tepat. Masyarakat masih menganggap Politeknik merupakan pendidikan non gelar dan mencetak tenaga kerja rendahan. Paradigma ini perlu diluruskan. Dari sisi penyelenggara, penyelenggaraan Politeknik itu padat modal. Dibutuhkan modal yang besar untuk penyelenggaraan pendidikannya. Untuk itu support pemerintah memang sangat diperlukan dengan berbagai mekanisme pendanaan. Alhamdulillah untuk PCR kami merasakan sangat disupport oleh Pemerintah.

Politeknik Caltex Riau,Kawah Candradimuka Intelectual Workers

Oleh : M.S Fajri Foto : Fatimah

Vol.8.II.201818 Vol.8.II.2018 19

AKTUAL

RIAU

Oleh : M.S FajriFoto : Fatimah

Riau atau yang sering disebut dengan Bumi Lancang Kuning merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beragam potensi unggul baik di sektor energi, pertanian, budaya maupun pariwisata.

Secara geografis, Riau terletak di bagian tengah pantai timur Sumatera ini berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah utara, Provinsi Sumatera Barat di sebalah barat, Provinsi Jambi di sisi selatan, dan Selat Malaka di sisi timur.

Menurut sejarah ada banyak versi terkait asal usul Riau. Salah satu versinya menyebutkan bahwa secara etimologi, kata Riau berasal dari bahasa Portugis, “Rio”, yang berarti sungai. Wilayah ini memang banyak dialiri sungai-sungai besar yang berhulu di pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di Selat Malaka, beberapa diantaranya adalah Sungai Kampar, Sungai Siak, Sungai Rokan, dan Sungai Indragiri. Wilayah Riau merujuk kepada wilayah bawahan Yang Dipertuan Muda (Raja Bawahan Johor) dengan pusat kerajaan di Pulau Penyengat. Wilayah tersebut pada masa pendudukan Belanda berubah menjadi Residentie Riouw yang beribukota di Tanjung Pinang.

Riau merupakan penggabungan dari sejumlah kerajaan Melayu yang pernah berjaya di wilayah ini, yaitu Kerajaan Indragiri (1658-1838), Kerajaan Siak Sri Indrapura (1723-1858), Kerajaan Pelalawan (1530-1879), Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913) dan beberapa kerajaan kecil lainnya, seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar, dan Kandis.

Membahas Riau tak lengkap jika tidak membahas spot-spot menarik maupun kuliner khasnya. Provinsi dengan julukan

Bumi Lancang Kuning ini memiliki beberapa spot menarik dan keragaman cita rasa kuliner khasnya.

Ulu KasokJika Anda belum sempat berkunjung ke Raja Ampat, mungkin Anda bisa berkunjung ke spot satu ini. Warga Riau sering menjuluki Ulu Kasok sebagai “Raja Ampat KW”. Ini tidak salah, karena di Ulu Kasok Anda akan menemui pemandangan layaknya di Raja Ampat. Air tenang dengan gradasi warna zamrud dan tosca seluas pandangan mata dengan sembulan gugusan pulau di tengahnya akan meneduhkan mata Anda.Ulu Kasok terletak di Kabupaten Kampar. Anda dapat mencapainya dalam 2 jam perjalanan dari Pekanbaru dengan kendaraan bermotor.

Jika Raja Ampat merupakan gugusan pulau di lautan, hal ini sangat berbeda dengan Ulo Kasok. Sebenarnya, Ulo Kasok merupakan sebuah bendungan besar di aliran Sungai Kampar. Bendungan ini dibangun pada tahun 1991 untuk mensuplai air pada PLTA Koto Panjang yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Riau.

Candi Muara TakusCandi Muara Takus merupakan salah satu destinasi wisata sejarah yang ada di Provinsi Riau. Situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan Tiga belas Koto, Kabupaten Kampar. Lokasi ini berjarak sekitar 128 Km dari Kota Pekanbaru. Jarak ini dapat ditempuh selama 2,5 jam berkendara dari Kota Pekanbaru.

Situs Candi Muara Takus ini diperkirakan dibangun pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya yaitu pada kisaran abad VII – XII Masehi. Keunikan Candi Muara Takus ini terlihat dari bahan baku untuk membangun candi ini. Jika pada umumnya candi dibangun menggunakan batu, Candi Muara Takus dibangun dengan menggunakan campuran tanah liat dan pasir.

Terdapat 4 bangunan pada kompleks Candi Muara Takus. Bangunan utama disebut Candi Tuo. Bangunan ini merupakan bangunan terbesar di komplek Candi Muara Takus. Selain itu terdapat bangunan Candi Bungsu, Candi Mahligai, dan Candi Palangka.

Ombak BonoBiasanya ombak dapat kita jumpai di laut atau pesisir laut, namun ombak bono justru terjadi di sungai. Fenomena ombak bono dapat kita temui di muara Sungai Kampar, Kabupaten Pelalawan Riau. Fenomena alam yang unik ini terjadi karena adanya pertemuan arus pasang laut yang datang dari Selat Malaka dengan arus Sungai Kampar dari hulu.

Ombak Bono yang terjadi di muara Sungai Kampar oleh disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Bono Jantan karena ukuran ombak yang terjadi sangat besar dengan ketinggian sekitar 4–6 meter. Selain di muara Sungai Kampar, Ombak Bono juga dapat kita jumpai di muara Sungai Rokan. Namun ukuran Ombak Bono di muara Sungai Rokan ini lebih kecil sehingga oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Bono Betina.Fenomena Ombak Bono ini oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pelalawan telah dikembangkan sebagai destinasi wisata khusus. Bahkan telah banyak wisatawan mancanegara berlomba memecahkan rekor mengendarai papan selancar terlama di Ombak Bono. Bolu KemojoBolu kemojo cukup populer di Riau dan acapkali dijadikan sebagai buah tangan usai bertandang ke Bumi Lancang Kuning ini. Sajian ini hampir tak pernah absen saat perayaan acara adat di daerah. Teksturmya padat dan cenderung seperti kue basah, bukan seperti bolu yang lembut layaknya cake. Rasanya dominan manis dengan sedikit aroma dan rasa telur saat menyantapnya.

Warna hijau pada bolu kemojo berasal dari campuran air daun suji dan daun pandan jadi bukan hanya menghasilkan warna tetapi juga ada aroma khasnya. Bolu kemojo dimasak dengan cara dikukus sehingga membuatnya kuat akan kesan tradisional.

Masyarakat Riau sering membuat bolu kemojo secara bersama-sama karena saat perta adat atau upacara adat biasanya disajikan bolu kemojo dalam jumlah yang banyak. Dari ini bisa terlihat aktifitas gotong-royong yang merupakan warisan nenek moyang. Anda dapat menjumpai sajian Bolu Kemojo di toko oleh-oleh di seantero Kota Pekanbaru.

Vol.8.II.201820 Vol.8.II.2018 21

RAGAM

Pembangunan Sains Tekno Park (STP) merupakan salah satu amanah dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Melalui STP pemerintah berharap adanya pembangunan ekonomi melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Invensi maupun inovasi yang diahsilkan dari proses riset seyogyanya berperan dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi masysrakat melalui proses hilirisasi dan komersialisasi. Untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut pemerintah menargetkan 100 STP telah dibangun pada tahun 2019.

Salah satu STP yang masuk dalam program tersebut adalah STP Pelalawan.

Embrio STP Pelalawan telah ada sejak tahun 2012, bermula dengan adanya kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“Kebijakannya waktu itu adalah bagaimana teknologi dan inovasi mampu berkontribusi mendukung pembangunan daerah, khususnya dalam hal pertumbuhan ekonomi”, papar Syahrul, Kepala Bappeda Kabupaten Pelalawan. Syahrul lebih lanjut menjelaskan bahwa Pelalawan memiliki potensi sumber daya yang luar biasa untuk mendukung pembangunan daerah. Namun kemampuan pembiayaan masih terbatas. Oleh karena itu diperlukan suatu terobosan baru untuk mengeksplorasi potensi sumber daya yang ada untuk peningkatan ekonomi masyarakat. “Terobosannya adalah melalui pembangunan STP ini”, jelas Syahrul.Salah satu potensi Pelalawan adalah Sawit.

Ketergantungan ekonomi Pelalawan dengan komoditas Sawit sangat besar. Hampir seluruh areal perkebunan di Pelalawan ditanami Sawit. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2016 luas area perkebunan Sawit di Pelalawan mencapai

118.982,02 hektar atau 73,19% dari luas total area perkebunan di Pelalawan. Bahkan sektor industri di Pelalawan pun didominasi oleh industri pengolahan Sawit.

Namun demikian, pemanfaatan Sawit masih belum optimal. Sawit hanya diolah menjadi bahan setengah jadi baik berupa Crude Palm Oil (CPO). Nilai tambah sawit justru diambil oleh daerah luar.

Kita ingin meningkatkan nilai tambah Sawit. Tidak hanya terbatas pada CPO saja.

Sebagai contoh, Syahrul menjelaskan bahwa limbah cair sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) dapat dimanfaatkan untuk budididaya algae. Algae hasil budidaya ini diolah dalam bentuk konsetrat untuk pakan tambahan ternak.

Lebih lanjut Syahrul menjelaskan bahwa limbah cair Sawit atau yang biasa disebut Palm Oil Mill Effluent (POME) ini bisa dimanfaatkan untuk budidaya alga. Alga yang dihasilkan dari budidaya ini dikembangkan sebagai pakan tambahan ternak. Bahkan saat ini sedang dilakukan penelitian untuk pengembangan budidaya algae yang akan diolah sebagai bahan baku suplemen Omega 3 bagi manusia.

STP dengan luas 3.754 hektar ini memiliki beberapa zona antara lain zona pendidikan, zona riset, zona industri, zona konservasi, zona komersialisasi, dan perumahan.

Pada zona pendidikan telah dibangun Sekolah Tinggi Teknologi Pelalawan yang telah diresmikan operasionalnya oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaaan Puan Maharani pada pertengahan Maret 2018. Sekolah Tinggi Teknologi Pelalawan dirancang untuk menyediakan tenaga-tenaga intelektual dan terampil mendukung operasional STP.

“Kami bangun kampus ini sebagai pusat pendidikan dan pusat inovasi. Selain itu kampus diharapkan mampu mendukung keberlanjutan STP dengan menyediakan tenaga terampil. Kami merancang, minimal 50% lulusan kampus terserap pada tenant yang ada di STP ini. Selain itu kami berharap lulusan kampus ini mampu melahirkan perusahaan-perusahaan pemula yang terkait dengan sawit ataupun produk turunan sawit”, jelas Syahrul.

Pada zona riset, STP Pelalawan merangkul Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan untuk mengembangkan penelitian dan pembibitan Sawit. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan bibit-bibit Sawit yang berkualitas dan bersertifikat. Syahrul menjelaskan bahwa penyediaan bibit-bibit Sawit berkualitas merupakan upaya perlindungan bagi petani-petani Sawit yang umumnya adalah petani swadaya (smallholders). Penggunaan bibit Sawit bersertifikat akan mampu menjamin kualitas Sawit yang dihasilkan.

Sedangkan pada zona industri, saat ini sedang dibangun industri pengolahan sawit yang terintegrasi mampu mengolah Sawit dan produk dan produk turunannya. Selain mampu memproduksi CPO, industri ini direncanakan mampu mengolah produk turunan Sawit, misalnya produk bioplastik yang dikembangkan dari Tandan Buah Kosong (TBK) sawit.

Produk suplemen pakan ternak yang dikembangkan dari algae yang dibudidayakan menggunakan limbah cair Sawit. Produk sabun yang dikembangkan dari limbah cair sawit, dan produk pelet bahan bakar padat yang dikembangkan dari Tandan Buah Kosong (TBK) Sawit.

Industri ini merupakan kolaborasi antara 6 pihak yaitu Pemkab Pelalawan, BPPT, PT. Pindad, PT. Rekayasa Engineering, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, dan Dewan Minyak Sawit Indonesia.

Adanya industri pengolahan sawit dan produk turunannya di STP Pelalawan ini diharapkan menjadi solusi peningkatan kesejahteraan petani Sawit swadaya (smallholder). Dalam rantai industri Sawit, posisi petani Sawit swadaya masih termarginalkan karena produksinya rendah, nilai jualnya juga rendah karena pada umumnya menggunakan bibit yang tidak tersertifikasi. STP Pelalawan membantu pemberdayaan petani Sawit swadaya ini melalui bentuk koperasi. Petani dihimpun dalam koperasi dengan manajemen korporasi. Kegiatan produksi dari hulu sampai hilir dikelola oleh koperasi ini, mulai dari pembibitannya, pemupukan, pemanenan, dan pengolahan pasca panen dilakukan dalam satu manajemen.

“Kami sudah bentuk koperasi ini, namanya Koperasi Berkah Sanggam Sejahtera. Saat ini memiliki anggota sekitar 300 petani dengan luas lahan 2700 hektar”, jelas Syahrul.

Enam tahun perjalanan, STP Pelalawan menunjukkan kinerja yang makin menggeliat meskipun perjalanan untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan masih cukup panjang. Namun atmosfer kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat sangat terjaga kuat di STP ini.

Pelan namun pasti produk-produk inovasi berbasis Sawit pun mulai dihilirkan dan dikomersialisasi. Pantaslah jika segala daya dan upaya STP Pelalawan dalam memperkuat rantai industri hilir produk Sawit dan produk turunannya serta pemberdayaan petani Sawit kita catat sebagai ikhtiar pemerintah meningkatkan perekonomian berbasis Sawi

Tiap bagian dari Sawit dengan pengolahan yang tepat mampu mempunyai nilai

tambah. Tandan kosong Sawit, cangkang, pelepah bahkan limbah cair Sawit (Palm Oil

Mill Effluent) pun memiliki nilai tambah

STP Pelalawan,Wujud Ikhtiar PemerintahBerdayakan Ekonomi Berbasis SawitOleh : M.S FajriFoto : Ageng

Ir. M. Syahrul SyarifKaban Beppeda Pelalawan

Vol.8.II.201822 Vol.8.II.2018 23

FEATURE

RDE Untuk Nuklir Aman

Pembangunan reaktor nuklir untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia sampai saat ini belum kunjung terwujud. Berbagai hal sebagai penghambat program tersebut, diantaranya adalah masih banyak masyarakat yang mengkhawatirkan tentang keamanannya dan belum yakin bahwa Bangsa Indonesia mampu membangun dan mengoperasikan reaktor dengan aman.

Kekhawatiran tersebut akhirnya mengakibatkan gejolak penolakan di berbagai daerah terutama yang daerahnya akan dibangun PLTN. Oleh karena itu, pemerintah melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sudah sejak tahun 2014 memprakarsai untuk membangun Reaktor Daya Eksperimental (RDE).

Dari data grafik konsumsi listrik per kapita negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang berada di urutan bawah, jauh dari negara Singapura dan Malaysia, bahkan lebih rendah dari Vietnam. Dari data tersebut, terindikasi bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati fasilitas listrik yang berkualitas sebagai salah satu kebutuhan mendasar untuk masyarakat.

Hal ini menunjukkan peta cadangan listrik di setiap wilayah Indonesia rata-rata tidak cukup aman, sehingga fenomena pemadaman listrik bergilir hampir merata di setiap daerah.

Nah untuk di Indonesia sendiri, tegasnya, sudah ada rencana pembangunan RDE yang diyakini para ilmuwan nuklir Indonesia sebagai gerbang awal negara Indonesia untuk membangun PLTN sebagai salah satu penopang sumber energi listrik.Alasannya menurut Topan antara lain, dengan PLTN, diyakini akan menghemat bahan bakar fosil, perlindungan terhadap lingkungan, mengurangi laju peningkatan harga-harga bahan bakar fosil, dan mengurangi hujan asam serta membatasi emisi gas rumah kaca.

Selanjutnya, kondisi bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan dan kaya dengan berbagai kekayaan sumber daya alam sehingga memerlukan sumber energi yang terdistribusi baik untuk memenuhi kebutuhan listrik maupun uap panas untuk mengolah sumber daya alam tersebut. Dengan mengadopsi teknologi Pebble Bed High Temperature Reactor, RDE dapat menghasilkan listrik sekaligus dapat pula menghasilkan uap panas kogenerasi yang bisa digunakan untuk pengolahan sumber daya alam, misalnya pencairan batu bara, sehingga teknologi RDE merupakan solusi yang cocok untuk menjamin ketahanan energi nasional.

“Sebagai negara kepulauan, maka keperluan energinya itu banyak tapi kecil-kecil dan terpisah-pisah. Maka solusi bagi Indonesia didirikan reaktor nuklir sebenarnya ada beberapa. Pertama, reaktor nuklir itu ukurannya tidak besar, ada ukurannya kecil. Kecil tapi bisa digabung-gabung. Kemudian, RDE ini kelebihannya kecil jadi cocok dengan demand di Indonesia. Seandainya reaktor nuklir yang besarkan tidak bisa, artinya infrastruktur di Indonesia tidak siap,” ujarnya.

Yang kedua, lanjut Topan, tentu safety (keselamatan), dimana dia mempunyai keselamatan yang pasif atau Passive Safety Feature. Pasif itu artinya tidak bergantung kepada operator. Jadi memang secara fisika dia di desain bisa mengamankan

dirinya sendiri. Menyelamatkan dirinya sendiri. “Sifat keselamatan yang pasif dalam artian sifat-sifat keselamatan itu tidak membutuhkan ‘pihak luar’ untuk mulai bekerja. Pihak luar ini bisa operator atau bahkan apapun yang memerlukan daya listrik. Jadi misalnya para operator ‘ketiduran’ ataupun operator sehat tapi bingung apa yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakaan, maka kalau reaktornya punya sistem pasif, tanpa kerja operator-pun sistem keselamatannya akan bekerja,”terangnya.

Selanjutnya yang terakhir atau yang ketiga, menurut Doktor jebolan S3 Teknik Nuklir Tokyo Institute of Technology Jepang ini adalah opsi kogenerasi panas, itulah yang biladikaitkan dengan Indonesia yang penduduknya banyak, kebutuhan akan listrik banyak, di sisi lain diperlukan energi untuk mengolah kekayaan sumber daya alam kita yang banyak dan ada dimana-mana. Contonya, menurut Topan adalah bahan tambang kita untuk mengolahnya diperlukan energi. Disitu terangnya, RDE bisa suplai dalam bentuk uap panas.

“Jadi tiga poin itu ketahanan energinya. Dan poin RDE adalah reaktor itu didesain oleh orang Indonesia, oleh kita sendiri. Ini membuktikan adanya kemandirian disini, artinya kita tidak bergantung dengan Negara luar. Ini kita desain sendiri reaktor nuklir ya dengan kelebihannya. Kalau energi lain tergantung kemunculannya saja, sementara RDE tidak. Seperti angin kadang ada angin kadang tidak ada. Ada daerah yang anginnya bagus, tapi ada juga yang tidak. Matahari pun juga begitu, sampah juga begitu. Sementara kalau nuklir dia bisa dimanapun. Itu poinnya, jadi dia bisa menyuplai energi tapi dayanya kecil-kecil,”pungkas Topan.

Ini juga memperjelas gambaran proses produksi listrik saat ini sebagian besar masih mengandalkan pembangkit bahan bakar fosil. Dari situ bisa terlihat perbandingan efektivitas penggunaan bahan bakar fosil dengan energi nuklir sebagai pembangkit listrik. Dan hasilnya sangat jauh perbedaan produktivitasnya. Namun sayangnya, energi nuklir yang bahan bakunya pun tersedia di Indonesia belum bisa dimanfaatkan.

Hal tersebut dikemukakan peneliti dari BATAN yang juga merupakan Ketua Tim Desain RDE, Dr. Eng. Topan Setiadipura, M.Si, M.Eng., di Kantor BATAN, kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu. Ia katakan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia sampai saat ini masih menjadi perdebatan hingga terkesan jalan di tempat. Padahal rencana tersebut sudah lama diwacanakan, lembaga penelitian terkait (BATAN) sudah cukup lama didirikan. Bahkan pemanfaatan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional sudah menjadi amanah Undang-undang negeri ini yang seharusnya dilaksanakan.

Karena itu, dia sangat berharap teknologi nuklir untuk listrik bisa diterapkan di Indonesia, sebagaimana Jepang dan Korea Selatan, karena jelas kebutuhannya. Sementara kalau berbicara masalah risiko, risiko kecelakaan pada pembangkit listrik tenaga nuklir terlalu dibesar-besarkan. Padahal di pembangkit yang lain, risiko seperti itu pun sama besarnya.

Oleh : Doddy & RiniFoto : Widi

Dr. Eng. Topan Setiadipura, M.Si, M.EngPeneliti & Ketua Tim Desain RDE Batan

Vol.8.II.201824 Vol.8.II.2018 25

FEATURE

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.S. atau akrab disapa Ibu Tien, lahir di Bogor pada tahun 1948. Ia adalah Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Setelah memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Teknologi Hasil Pertanian dari Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, IPB (1975), kemudian melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar Magister Sains (M.S.) dalam bidang Ilmu Pangan pada Program Pascasarjana, IPB (1980), dan Doktor (Dr.) dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan pada Program Doktoral, IPB (1992).

Disamping sebagai pemegang hak paten untuk invensi yang berjudul “Proses Pencegahan Penurunan Beta Karoten pada Minyak Sawit” (Patent 04 Sekelumit Kisah Sukses Pemilik HKI No. ID. 0002 269), ibu Tien merupakan salah satu penerima penghargaan HKI untuk kategori tokoh promosi HKI pada Pekan Apresiasi Nasional yang diselenggarakan Ditjen HKI dalam rangka memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia tanggal 26 April 2011. Istri dari Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. ini telah berjasa dalam membimbing dan memandu para peneliti dalam pembuatan pendaftaran paten.

Dahulu para peneliti dan dosen merasa susah dan berat jika diminta untuk membuat draft sebagai satu rangkaian proses pendaftarkan hasil penelitian mereka ke kantor HKI. Namun berkat jasa ibu Tien, saat ini telah banyak peneliti maupun dosen yang mendaftarkan invensinya ke kantor HKI.

Tidak hanya sampai di situ, wanita yang pernah menerima penghargaan sebagai Mitra Karya Bhakti Pertiwi dalam Supremasi Penghargaan Tertinggi Bagi Tokoh Nasional Berprestasi Nyata dalam Menunjang PJP II (1996) ini berharap adanya kelanjutan untuk mengantarkan para pemilik HKI ini ke puncak kesuksesan. Salah satu harapannya adalah adanya kerja sama yang seharusnya dilakukan Ditjen HKI dan Kementerian terkait atau pelaku bisnis lainnya untuk memasarkan hasil invensi para peneliti ini.

Ibu Tien yang sudah dianugerahi 2 orang anak dan 4 orang cucu ini menambahkan, hasil penelitian yang sudah dipatenkan harus dapat dipergunakan dengan baik di masyarakat. “Katakanlah saya sudah mendapatkan paten atau saya sudah memandu mereka mendapatkan paten, memang kalau di perguruan tinggi, hal itu mendapatkan kredit poin untuk naik pangkat, tetapi tidak sekedar itu saja. Kalau patennya tidak ada yang pakai atau tidak laku akan kena maintenance fee yang lumayan berat pertahun,” terangnya.

Mengenai ketahanan pangan dan promosi pangan lokal, Tien menerangkan bahwa sejak dahulu sudah diupayakan dibuat riset-riset dan pembuatan pusat nasional diservikasi pangan supaya kita tidak ada ketergantungan dari luar negeri. “Kita menggali lagi bahan-bahan pangan lokal, misalnya orang Madura makan jagung, orang Papua makan ubi, orang Jawa makan tiwul, orang Manado makan sagu, itu kita gali semua. Dan, sampai lumayan berhasil, kita bikin tiwul instan, bikin sweeterpotato plate, pokoknya dari bahan lokal itu, dan cukup berhasil, sampai kita upayakan supaya nama-nama itu tidak inferior. Barang kali kalau orang tahu kalau itu tiwul tidak mau, jadi namanya nggak tiwul lah, kita kasih brand. Alhamdulillah berhasil seperti sweeter potato plate juga, itu kita ujicobakan bersaing, akhirnya itu konsumen lebih memilih sweeter potato plate. Hanya saja memang kesulitannya sampai sekarang adalah proses pembuatan dalam jumlah besar atau pabrikasi yang besar,” terangnya.

Ibu Tien menceritakan menurutnya usaha dari Kementerian untuk bidang pangan sudah luar biasa. Dirinya mengaku dahulu Ia merupakan salah satu pelaksana program startup capital program, dimana disana hasil-hasil riset yang sudah diindustrikan, diadopsi oleh industri, diberikan insentif oleh Kementerian, untuk kemudian dipandu untuk mendapatkan pula pembiayaan lebih besar untuk menjadi industri yang lebih besar. Menurutnya hasil program tersebut, ada juga yang tidak, namun melihat industri pangan lokal yang berhasil, membuat dirinya punya kebanggaan tersendiri.Ia juga sangat mendukung program hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dimiliki oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Menurutnya itu merupakan salah satu solusi agar pangan lokal Indonesia juga dapat dinikmati masyarakat secara lebih masif.

Satu hal lagi menurutnya yang sangat penting, karena mengangkat pangan lokal, juga harus ditindaklanjuti dengan promosi. Perlu ada strategi khusus untuk mengangkat pangan lokal dapat diterima di masyarakat. Contohnya sekarang adalah melalui media massa. Ia menuturkan perlunya dibuat slot khusus misalnya

di televisi untuk membahas pangan lokal Indonesia, terutama yang sudah diproduksi. Hal tersebut bisa juga dilakukan melalui cara kerja sama dengan pabrikan pangan besar. “Perbanyak promosinya melalui media massa seperti talkshow di televisi, angkat brand masing-masing yang unik. Ajak kerja sama juga pabrikan besar yang sudah mumpuni di bidang pangan. Saya yakin brand lokal tidak kalah dari brand luar negeri,” tuturnya.

Perguruan tinggi pun ujar Tien sangat berperan penting untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia. Perguruan Tinggi menurutnya justru menjadi motor utama dalam melahirkan hasil penelitian maupun inovasi yang dapat mendongkrak penggunaan pangan lokal baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perguruan tinggi kini menurutnya sudah banyak di dorong untuk melakukan lebih banyak penelitian. Namun menurutnya penelitian tersebut masih banyak didorong untuk hasilkan publikasi saja.

“Penelitian di bidang pangan sudah cukup baik dan publikasinya juga sudah banyak, tapi rasanya itu belum cukup. Penelitian itu baiknya tidak hanya sampai publikasi saja, tetapi bila kita membawa ranah Technology Readiness Level (TRL), penelitian bidang pangan itu harus sudah sampai TRL 9. Sampai saat ini mungkin masih hanya pada TRL 6 atau 7 saja. Kita harapkan akan lebih banyak lagi yang sudah mencapai TRL 9. Dengan demikian pangan dapat dinikmati dan dihargai oleh bangsa kita sendiri,” ucapnya.

Tien juga menggarisbawahi agar bangsa Indonesia yang kaya dengan pangan ini tak hanya berfokus pada produksi pangan seperti beras saja, tetapi juga harus mulai dipikirkan alternatif produk pangan lainnya yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas. Contohnya adalah jagung. Menurutnya bahan pokok kita untuk hidup alternatifnya cukup banyak. “Jangan hanya berfokus pada beras saja, orang luar negeri dengan konsumsi jagung saja pertumbuhan tubuhnya cukup baik,” pesan Tien.

Tien R. MuchtadiKetahanan Pangan

Juga Soal Promosi Yang Baik

Oleh : Doddy & RiniFoto : Widi Prof Tien R. Muchtadi

Guru Besar

Kalau program-program seperti itu dapat terus berlangsung, apalagi hilirisasinya

berjalan baik, saya yakin ketahanan pangan kita dapat tercapai. Saya kira

kemandirian pangan bisa dikejar

+150Judul karya ilmiahdalam bentuk bukutelah dipublikasi

12 LOKASI

+6000dan Menghasilkan

Draft Publikasi dalam10Tahun (2000-2011)

Membina

Tim Seleksi ProposalPenelitian P2 UBERHAKI dan PercepatanPerolehan PatenBagi Peneliti DosenSeluruh Perguruan Tnggi Indonesia

Vol.8.II.201826 Vol.8.II.2018 27

FEATURE

Kemandirian pangan nasional adalah langkah yang masih harus diperjuangkan. Kemandirian, kerap diartikan dengan kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan. Tetapi, sesungguhnya itu baru merupakan langkah parsial. Tindakan komprehensifnya adalah memproduksi pangan nasional yang berkualitas. Jadi, masalah pangan, fokusnya harus ada dua kata kunci, kuantitas dan kualitas. Apakah Indonesia mampu memproduksi pangan cukup dan berkualitas? Jawabnya adalah: “harus mampu”. Bahkan seharusnya, Indonesia tidak hanya dapat mencukupi kebutuhan pangan bangsanya tetapi juga mampu mengekspornya, memberi pangan dunia (feed the world). Kuncinya adalah memperbaiki sistem pengadaan pangan nasional dengan aplikasi Teknologi Pertanian Inovatif pada on-farm (mulai dari persiapan lahan sampai panen) maupun off-farm (mulai pascapanen sampai dikonsumsi).

Inovatif pada Off-Farm untuk Kuantitas Pangan

Indonesia memiliki sumber daya alam sangat kaya, terutama air, CO2, dan intensitas cahaya matahari. Melalui proses fotosintesa, air dan CO2, “dimasak” dengan energi cahaya matahari dalam jaringan daun berbagai tanaman menjadi karbohidrat. Karbohidrat ini merupakan bahan pokok beraneka ragam jenis

bahan pangan yang dapat digunakan oleh mahluk hidup termasuk manusia. Dari pengertian ini, Indonesia seharusnya tidak pernah mengalami kesulitan dalam pengadaan pangan bangsanya. Kenyataannya, kecukupan pangan bagi bangsa Indonesia masih harus

diperjuangkan.Dari fakta itu, ada yang perlu diperbaiki

untuk mencukupi kebutuhan pangan bangsa ini. Sumber daya alam dan

sumber daya manusia sudah cukup tersedia. Jika dua faktor itu tercukupi, berarti sistem pengadaan pangan (sistem pertanian) yang ada harus segera dikoreksi. Sistem pengadaan

pangan (sistem pertanian) yang selama ini ada, tidak cukup akurat untuk

menopang pengadaan pangan bangsa. Oleh sebab itu, harus ada reformasi sistem tersebut.

Reformasi sendiri harus dijalankan atas kebijakan yang benar dari pemerintah yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan langkahnya harus menggunakan Teknologi Pertanian Inovatif.

Teknologi Inovatif pada Pertanian Sistem Penyangga (Buffer System Agriculture)

Definisi pertanian sistem penyangga (buffer system agriculture) adalah pertanian yang diselenggarakan oleh rakyat (pertanian rakyat) dan oleh negara (pertanian negara). Pertanian rakyat, dikelola oleh petani dengan objek komoditas unggulan sebagai bahan pangan pokok, seperti padi. Padi yang diusahakan oleh rakyat adalah varietas yang menghasilkan beras berkualitas tinggi yang

merupakan varietas indigen (asli) Indonesia, seperti padi cisedane, raja lele, cianjur, arum wangi, dan lain-lain, hasil penelitian beberapa ahli di Indonesia.

Menanam padi yang bervarietas demikian, petani harus dibebaskan dalam hal pemasaran dengan harga yang layak. Pangsa pasarnya biasanya masyarakat berkemampuan ekonomi, sehingga petani dapat menikmati hasil panen dengan imbalan harga layak. Petani berinovasi tetapi tentu dengan bantuan hasil penelitian para ilmuwan. Mereka adalah bagian dari bangsa ini yang ikut menentukan kemajuan dan kecukupan pangan nasional.

Sejalan dengan itu, pemerintah harus berusaha mencukupi kebutuhan beras nasional, dengan “pertanian negara” di atas lahan pilihan (fertil) dengan pola “rice-estate” yang dikelola secara mekanis, menggunakan aplikasi teknologi pertanian inovatif. Pertanian milik negara adalah sebagai penyangga (buffer) bagi pengadaan pangan secara menyeluruh. Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan rice estate pada pertanian sistem buffer. Pertama, pemilihan lahan fertil (subur) yang memadai, tidak harus terletak dalam satu lokasi. Kedua, pemilihan varietas unggul tahan hama melalui bioteknologi. Ketiga, varietas terpilih harus memiliki produktivitas tinggi dan kualitas. Keempat, semua sistem termasuk pascapanen harus dikerjakan secara mekanis untuk menghindari angka kehilangan yang relative tinggi. Kelima, sistem distribusi harus dikaji kembali supaya semua lapisan masyarakat bisa menikmati.

Hasil-hasil penelitian dapat digunakan untuk mendukung program ini. Kurang berarti jika hasil-hasil penelitian tidak diaplikasikan ke tingkat implementasi di lapangan. Jangan sampai apa yang dikemukanan oleh Dr. Cantrell’s konsultan ahli di bidang pertanian saat menangani jagung dan gandum 1984 dengan IRRI terjadi: “I liked what I saw there, because I saw an international center that was not there just to do the research” (Fountain, 2005). Jadi, riset yang tidak diaplikasikan sebanyak-banyak untuk kepentingan petani adalah riset yang kurang bermakna. Itulah salah satu cara untuk mencapai kecukupan pangan Indonesia.

Teknologi Inovatif untuk Mencapai Kualitas Pangan

Sementara itu, kualitas pangan di Indonesia yang masih harus segera diperbaiki. Rendahnya kualitas disebabkan oleh praktek teknologi pengolahan yang tidak kondusif.

Sebagai contoh, pengolahan padi menjadi beras lebih cenderung dengan tingkat penggilingan yang tinggi, sehingga sebagian kulit ari menjadi hilang. Beras yang mengalami penggilingan seperti ini mengalami kerusakan pada struktur dan nutrisinya. Apalagi, setelah penggilingan, dilakukan proses penyosohan yang menghilangkan hampir semua lapisan kulit ari beras.Perlu disadari, selain karbohidrat, dalam beras terdapat zat gizi lengkap. Zat gizi selain karbohidrat terdapat pada lapisan kulit ari dan lembaga. Selama penggilingan, protein, lipida, mineral, serat, dan vitamin B, secara berurut-urut mengalami kehilangan sebesar 65,52-63,64; 65,21-80,00; 84,61-89,65; 97,22-94,68; dan 66,67-88,46 persen. Persentase kehilangan akan meningkat selama beras mengalami penyosohan.

Ironisnya, masyarakat lebih menyukai beras sosoh dari pada beras pecah kulit (brown-rice) karena lebih putih. Dengan demikian, produsen dan pedagang berlomba melakukan pemutihan dengan penyosohan bahkan ada yang melalukannya dengan penambahan zat warna yang tidak direkomendasikan untuk pangan. Pengetahuan tentang pengolahan bahan makanan terutama beras, menjadi masalah yang harus digaris bawahi. Masyarakat di tingkat rumah tangga, pada umumnya tidak menyadari bahwa melakukan pencucian beras dengan cara “dikosek” sampai airnya bening menyebabkan sebagian besar zat gizi yang tersisa dalam beras larut dan terbuang bersama air pencuci. Pencucian dengan cara ini, menurunkan zat gizi seperti vitamin B1 sebesar 90 persen. Dalam kondisi seperti ini, tidak mengherankan kalau banyak rakyat Indonesia yang mengalami kekurangan gizi atau menderita stunting seperti disinyalir dalam Widyakarya Nasional Pangan Gizi (WNPG) ke XI yang baru dilaksanakan beberapa waktu lalu di Jakarta.

Betapa pentingnya aplikasi teknologi inovatif (aplikasi mesin penggiling) yang berkemampuan menghasilkan beras pecah kulit atau brown rice, bukan beras giling apalagi beras sosoh). Brown rice selanjutnya diproses dengan teknologi inovatif melalui suatu proses blowing (peniupan) akan membersihkan beras dari debu, sekam, dan kotoran lainnya, sehingga dihasilkan beras bersih siap kemas tanpa perlu pencucian saat dimasak di tingkat rumah tangga. Dengan cara demikian, kandungan zat gizi selama proses penggilingan dan pengolahan dapat dipertahankan dan diperoleh beras berkualitas. Dengan demikian, Aplikasi teknologi pertanian (pangan) merupakan kunci tercapainya kemandirian pangan nasional secara komprehensif (kuantitas dan kualitas).

Oleh : Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P.(Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Presiden FIFSTA)

TEKNOLOGI PERTANIAN (PANGAN)

INOVATIF:

KUNCI KEBERHASILAN KEMANDIRIAN PANGAN NASIONAL

Vol.8.II.201828 Vol.8.II.2018 29

OPINI

Siapa tak tahu manfaat kelapa sawit. Komoditas satu ini memiliki beragam kegunaan antara lain minyak goreng, mentega, pelumas, bahan baku baja, dan bahan bakar biodiesel. Karena itu tak heran kelapa sawit kini menjadi sumber energi alternatif, di tengah ancaman kelangkaan bahan bakar fosil.

Sejak pertama kali dibawa masuk oleh Pemerintah kolonial Belanda pada 1848, sawit mulai menyebar dari Sumatera hingga Papua. Dan hingga hari ini, Indonesia sudah memiliki total 11,9 juta hektar lahan kelapa sawit, sekaligus menjadikan Nusantara sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia. (BPS: 2016)

Di antara provinsi penghasil sawit, Riau merupakan daerah dengan lahan sawit terbesar di Indonesia. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, provinsi yang berlokasi di tengah Pulau Sumatera itu memiliki luas lahan mencapai 2,43 juta hektar.

Potensi kekayaan alam ini, menurut Rektor Universitas Riau (Unri) Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi, DEA menjadi corak tersendiri bagi lembaga yang dipimpinnya. Berdiri di atas ‘Gudang Sawit’-nya Indonesia, Unri telah memberikan perhatian penuh pada sawit yang telah menjadi kekayaan lokal.

“Kami berkecimpung dengan sawit setiap hari. Ibaratnya, mustahil UI (Universitas Indonesia) lebih mengenal sawit dari pada UNRI. Kami pasti yang jadi rujukan. Kami setiap hari jalan yang dilihat sawit,” kata Aras saat ditemui di Rektorat Unri.

Aras bukan sedang jumawa. Menurut Rektor periode 2014-2018 itu, seluruh perguruan tinggi di berbagai daerahmemang

punya tanggung jawab untuk mengangkat potensi lokal melalui kajian riset dan inovasi, tak terkecuali dalam hal ini Unri.Karena bila hal demikian tidak dilakukan, lanjut Aras, maka kemungkinan besar potensi lokalpelan-pelan akan tenggelam dimakan zaman, sebab tak mampu bersaing di tengah derasnya perkembangan globalisasi dan digitalisasi.

Oleh : Ahmad MutiulFoto : Widi

Prof. Dr. Ir. H Aras Mulyadi, M.S.Rektor Universitas Negeri Riau

MenanamMasa Depan

di Lahan Sawit

“Sebagai produsen sawit terbesar di Indonesia saat ini, Riau masih minim inovasi. Hasilnya juga belum optimal,” ujar Aras.Padahal menurut Aras, Indonesia dewasa ini memiliki banyak riset di bidang perkebunan sawit. Bahkan,berbagai inovasi skala kecil di level perguruan tinggi sangat mudah ditemui.

Dia mencontohkan, Guru Besar Unri Prof. Adrianto Ahmad, MT dan timnya berhasil menciptakan biogas dengan

memanfaatkan limbah sawit. Alat yang diberi nama bioreactor hybrid anaerob itu mampu mengubah limbah sawit menjadi energi listrik.

Penemuan Prof. Adrianto dipatenkan. Inovasinya pun telah dipakai oleh sejumlah pabrik kelapa sawit di Riau, sebab terbukti berguna untuk mengatasi masalah kelistrikan yang kerap terjadi di perkebunan.

“Ini kan contoh inovasi yang sudah langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Tidak perlu lagi bicara efisiensinya bagaimana, profitnya berapa. Kalau tidak menguntungkan, mana mungkin perusahaan mau gunakan,” tutur Aras.

Aras optimis inovasi Prof. Adrianto menunjukkan bahwa Indonesia masih punya asa untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, menilik saat ini Indonesia terus bergantung pada impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sementara senada dengan pernyataan Aras, Wakil Rektor Unri Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Sistem Informasi Prof. Dr. Mashadi, M.Si menekankan, pelaksanaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) di Riau tahun ini merupakan momentum untuk ‘membumikan’ inovasi di sektor industri kelapa sawit.Berbagai inovasi hasil temuan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), menurutnya perlu diterapkan di sejumlah lahan kelapa sawit yang tersebar di Riau. Dan Unri dalam hal ini siap untuk memfasilitasi melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa.

“BPPT kan punya bibit sawit yang unggul dan bagus, yang sedang diterapkan dalam Bakti Teknologi di Desa Pulau Tinggi, Riau. Sekarang kan sisa bibitnya sangat banyak. Jadi daripada bingung mau diapakan, daripada mubazir, kami UNRI punya desa binaan,” terang Mashadi.

Terakhir, guna mendorong inovasi, Mashadi juga meminta para pelaku bisnis yang hadir dalam Hakteknas 2018, meluangkan waktu bertemu dengan ratusan UKM lokal yang memiliki inovasi namun masih dalam skala kecil. Di Riau sendiri, kata Mashadi, banyak UKM memanfaatkan sawit sebagai kerajinan.Dia optimis, bila para UKM ini diberikan modal untuk berkembang, maka sedikit banyak dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Riau.

“Kami perguruan tinggi cuma sampai kajian laboratorium. Sedangkan yang membesarkan ya perusahaan. Terapkan inovasi ini di UKM bisa jadi kerajinan, wallpaper, tempat tisu, tapi mereka tidak bisa kembangkan. Hanya skala lokal,” katanya.

Harapannya, bibit unggul yang ada di BPPT bisa dimanfaatkan oleh

masyarakat lokal. Jadi, nanti mahasiswa, dosen fakultas, dan pihak Balitbang

Provinsi Riau bisa turun ke lapangan untuk memberikan pembinaan

Vol.8.II.201830 Vol.8.II.2018 31

ETALASE

Vol.8.II.201832 Vol.8.II.2018 33

RANA

“Raja ampat” daririau

Kabupaten Kampar, Riau, kini memiliki destinasi wisata baru yang digandrungi para wisatawan, yaitu Ulu Kasok. Setiap hari, terutama pagi dan sore, tempat itu dikunjungi turis dari berbagai daerah. Apalagi jika hari libur, lokasi ini dipadati pengunjung.

Para wisatawan penasaran dengan keindahan dan keelokan Ulu Kasok. Sekilas, pemandangan mirip Raja Ampat di Papua, terutama dari atas puncak Ulu Kasok. Karena itu lokasi sering disebut sebagai Raja Ampat KW 3.

Ulo Kasok sendiri menyajikan tiga wisata, yaitu air terjun, wisata pulau dan puncak Ulu Kasok. Namun dari tiga tempat

ini paling banyak dikunjungi yakni puncak Ulu Kasok. Dari puncak Ulu Kasok, wisatawan dapat melihat hamparan beberapa gugusan pulau yang terletak di tengah bendungan Pembangkit Listruk Tenaga Air (PLTA) Kota Panjang dengan air yang masih hijau dan hutan yang lebat.

Selain mirip dengan pemandangan Raja Ampat, juga sangat memanjakan mata. Sehingga tidak mengherangkan, ketinggian Ulu Kasok menjadi obyek buruan wisatawan yang ingin berswafoto atau selfie dengan latar belakang gugusan pulau tersebut.

Sumber Tulisan : Wikipedia

Foto : Fatimah

Vol.8.II.201834 Vol.8.II.2018 35

RANA

Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di Sumatera, merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini.

Candi ini dibuat dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Berbeda dengan candi yang ada di Jawa, yang dibuat dari batu andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa yang bernama Pongkai, terletak kurang lebih 6 km di sebelah hilir situs Candi Muara Takus. Nama Pongkai kemungkinan berasal dari Bahasa Tionghoa, Pong berati lubang dan Kai berarti tanah, sehingga dapat bermaksud lubang tanah, yang diakibatkan oleh penggalian dalam pembuatan Candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian itu sekarang sudah

tenggelam oleh genangan waduk PLTA Koto Panjang. Namun dalam Bahasa Siam, kata Pongkai ini mirip dengan Pangkali yang dapat berarti sungai, dan situs candi ini memang terletak pada tepian sungai.

Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar, berbentuk menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Di dalam situs Candi Muara Takus ini terdapat bangunan candi yang disebut dengan Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa Mahligai serta Palangka. Selain bangunan tersebut di dalam komplek candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Sementara di luar situs ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.

Candi

Muara Takus

Foto : Fatimah

Sumber Tulisan : Wikipedia

Vol.8.II.201836 Vol.8.II.2018 37

RANA

Ilmuwan Muda Indonesia Kembangkan Bisnis Sosial

Agar Anak Cinta Sains

Pada 2016, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan kebudayaan PBB (Unesco) menyebutkan bahwa rasio periset di Indonesia merupakan yang paling sedikit diantara negara-negara anggota G-20. Yakni, 89 peneliti untuk per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk.

Lalu mari telisik lagi produktivitas para peneliti di Indonesia dalam menghasilkan karya tulis. Menristekdikti Mohammad Nasir menyampaikan, hingga saat ini hanya ada kurang lebih 16.000 makalah yang terpublikasi di jurnal terindeks global. Padahal Indonesia berpotensi menghasilkan lebih dari 150.000 publikasi internasional.

Menurut Pendiri Ilmuwan Muda Indonesia (IMI) Firly Savitri, sains sudah seharusnya harus dikenalkan sejak dini. Dia yakin jika sains dikenalkan dengan cara yang fun ataupun magical maka anak pun akan menyenangi sains hingga dewasa. Masalahnya, katanya, sistem pendidikan di Indonesia belum mendukung kecintaan sains kepada anak sejak dini.

Firly bersama temannya Kartika Oktorina mendirikan IMI dengan basis socio enterpreneurship. Keduanya adalah mantan dosen dan bersama-sama menggagas IMI karena mereka ingin mencetak para ilmuwan muda sejak usia dini. Mungkin jangan bicara jumlah dulu sebab pemerintah pun menurut Firly sulit untuk menambah jumlah ilmuwan, namun Firly ingin sikap ilmiah yakni jujur, gigih, toleransi, etik, objektif dan kritis ada di anak sejak dini.” Itu yang kami ingin kembangkan. Kami percaya bahwa sikap ilmiah tidak muncul serta merta ketika sudah kuliah saja. Kita ingin seperti Jerman dan Jepang yang sikap ilmiah sudah menjadi budaya disana,” katanya.

IMI mulai dikenal karena mengkreasikan Mobile Planetarium sebagai portable planetarium yang bisa dibawa kemana-kemana pertama di Indonesia. Portable planetarium ini dihasilkan karena, ujarnya, astronomi-dan juga dinosaurus- adalah cinta pertama anak-anak terhadap sains, matematika, dan teknologi.

Firly juga iri dengan Jerman sebab Jerman memiliki 105 planetarium sementara di Indonesia masyarakatnya masih tertuju dengan planetarium yang ada di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Mobile planetarium punya IMI adalah teater berbentuk kubah canggih yang dilengkapi dengan lensa projektor 360. Untuk memberikan sensasi seperti layaknya diluar angkasa projektor itu menembakkan video-video astronomi yang juga dipakai oleh NASA. “Ketika dewasa belajar sains itu semakin berat. Kalau anak umur 0-8 tahun pernah terpukau dengan sains maka daya juang mereka akan lebih tinggi,” katanya.

Mobil planetarium ini tidak hanya pernah dibawa ke penjuru Indonesia namun juga ke negeri jiran Malaysia dan Laos. Cita-cita mereka adalah ingin di Indonesia setiap provinsi memiliki satu planetarium yang berkualitas layaknya TIM di Jakarta. Namun dia mengakui, untuk memperkenalkan mobile planetarium ini ke Pemerintah daerah susahnya minta ampun. Padahal sebuah negara besar adalah negara yang mengakui bahwa sains itu adalah penting.

Firly melanjutkan, produk yang mereka buat lalu berkembang ke laboratorium mini. Ada dua produk yakni Lab In A Box dan Mini Lab. Lab in A Box juga portable lab yang dikembangkan untuk anak SD. Firly mengatakan, masih banyak sekolah dasar yang tidak memiliki lab karena mahal. Maka mereka membuat sebuah kotak berisi alat peraga sains yang bisa diambil dari perlengkapan sehari-hari dirumah. Lupakan cawan atau tabung reaksi yang mahal sebab dengan botol bekas saja sudah cukup sebagai alat peraga. “Jika mau bahas soal listrik, kalau definisi saja mereka pasti bosan. Tapi jika mereka bisa nyalain listrik pakai kentang mereka bisa liat magical. Ini konsep berpikir yang berbeda dan itu yang mau kita kenalkan kepada anak-anak,” katanya. Sementara Mini Lab menyasar anak PAUD dengan alat peraga

yang juga tidak sophisticated namun berfungsi dengan baik. Untuk jenjang PAUD, katanya, mereka lebih banyak melatih para tutor PAUDmelalui buku praktik-praktik sains sederhana dengan indikator sikap ilmiah hingga tutor PAUD ini bisa menciptakan alat peraga edukatif sendiri. Mengapa melatih tutor PAUD ini penting, kata Firly, sebab banyak dari pengajar ini belum memiliki kemampuan cukup sebagai tenaga pengajar. Contoh simpel saja, masih ada guru yang menganggap anak berisik itu bandel dan menyebalkan padahal bisa saja anak itu memiliki rasa ingin tahu lebih tinggi terhadap pelajaran didepannya.

Pelatihan bagi tutor PAUD ini sudah menyentuh hampir seribu orang. Kebanyakan mereka yang dilatih adalah para tutor PAUD di kawasan miskin. “Dari hasil evaluasi kami, semangat dan tingkat kemampuan anak untuk belajar sains jauh lebih tinggi dan gurunya pun punya materi ajar yang bermutu. Bahkan tutor yang sudah kami latih bisa melatih materi yang sama ke tutor PAUD lainnya,” katanya.

Firly sangat berharap ketertinggalan Indonesia dibidang teknologi harus dikejar mulai dari sekarang melalui pembelajaran sains sejak dini. Sebab aspek kognitif yang menjadi tolok ukur penilaian perkembangan anak muncul sejak usia nol hingga delapan tahun.

Oleh : NenengFoto : Adnan & Ilmuan Muda Indonesia

Firly Safitri CEO & Founder Ilmuwan Muda Indonesia

Perpustakaan Keliling

Mobil Planetarium

Vol.8.II.201838 Vol.8.II.2018 39

SOSOK

Usianya tak lagi muda, kondisinya pun tak lagi prima. Tapi mereka masih menjadi primadona, dan banyak orang datang, berusaha mendapatkannya.

Ratusan tahun berlalu, sejak pertama kali ditemukan di dalam perut bumi Indonesia pada pertengahan 1850-an oleh Pemerintah kolonial Belanda. Ya, ada sekitar sekitar 13.824 titik sumur minyak tua yang sempat dibor Bangsa Belanda ratusan tahun lalu, sebelum akhirnya ditidurkan, coba dihapus jejaknya, ketika Jepang masuk ke Indonesia.

“Dulu Belanda yang ngebor sumur minyak kita, lalu masuk Jepang. Sebelum Belanda pergi, sumur-sumur ini sengaja dimasuki barang-barang, ditutupi jejaknya agar tidak diambil Jepang,” kata Sayoga Heru Prayitono, dosen Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta.

Belasan ribu sumur minyak renta itu tersebar di provinsi Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Maluku, hingga ke Papua. Dari jumlah tersebut, setidaknya 4.000 sumur di antaranya berpotensi untuk diaktifkan kembali, karena sisa kandungan minyaknya yang masih banyak.

menjadi Rig Tepat Guna yang mampu mengebor 1.200 meter dengan tenaga 350 Hp.

“Pengeboran di era 2003, boleh dibilang masih ilegal. Tapi sekarang sudah mendapat izin operasi dari pihak Migas ESDM,” ungkapnya.

Penelitian ini difasilitasi oleh LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY), dan didukung oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Pengembangan teknologi ini mengacu kepada standar HSE (Health Safety and Environment) dan tidak menimbulkan efek negatif pada sumur tua tersebut dan lingkungan.

Rig tepat guna, yang sepintas mirip menara Base Trandceiver Station (BTS) kecil ini dibangun dari besi-besi yang disusun setinggi 16 meter. Heru mengaku, inovasi dengan memodifikasi Rig dapat ia lakukan selama ini, karena mendapat dukungan dana dari Kemenristekdikti.

“Sekarang kita dapat dana dari Kemenristekdikti, jadi bisa menyempurnakannya lagi,” ungkap ayah dari Aryanto Yoga utama dan Irwansyah Yoga Hertanto ini.

Keberhasilan uji coba di Wonocolo tersebut membuat Heru dilirik Pertamina. Dari 5.000 sumur yang yang akan dievaluasi, sebanyak 3.000 sumur di antaranya diserahkan Pertamina kepada Heru dan Tim UPN Veteran Yogyakarta.Sementara sisanya, diberikan kepada tim Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu itu, Heru menghasilkan 160 barel per sumur dalam waktu 3 bulan.

“Tapi waktu kerja samanya habis, harusnya perguruan tinggi diberi kesempatan lagi,” jelas pencinta olahraga Golf ini.Suami dari Sri Utami ini mengaku, pernah melakukan survei tentang keberadaan sumur-sumur yang bisa direaktivasi di seluruh Indonesia. “Survei kebetulan di 2011 kita (UPN) mendapat wilayah Jawa dan Kaltim (Kalimantan Timur), mencari mana potensi sumur suspend. yaitu sumur-sumur yang tidak aktif tapi bisa direaktivasi,” papar Heru.

Mereaktivasi sumur minyak ini tak mudah. Bukan hanya karena perkara kerumitan memodifikasi Rig, namun juga keribetan sosial yang sering ditemui ketika melakukan “pedekate” dengan titik sumur.

Sebab, menurut Heru tidak sedikit titik sumur minyak yang ada di tanah pribadi masyarakat, bahkan ada yang persis berada di bawah dapur warga. “Kalau berada di tanah pribadi biasanya tidak bisa, karena mintanya mahal karena harus membebaskan tanah, nanti jadi tidak ekonomis lagi,” jelas Heru.

Meski terbilang banyak, namun Pertamina, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia ini harus berpikir seribu kali untuk menggarapnya. Maklum saja, untuk mengeksploitasi sumur-sumur minyak tua ini menggunakan teknologi canggih yang dimiliki Pertamina, biaya yang harus dirogoh tentu tidak sedikit. Terlebih lagi, risiko kegagalannya pun tinggi.

“Alasannya, itu tidak ekonomis kalau mengebor sumur tua menggunakan teknologi yang ada (milik Pertamina), karena produksinya tidak terlalu besar, tapi alatnya mahal. Jadi pertamina ambil yang besar-besar, kita ambil yang kecil-kecil,” papar pria kelahiran Sleman, 8 Juli 1963 ini.

Heru melihat celah ini, kemudian mencoba mencari solusi, membuat alat pengeboran pompa minyak sederhana di 2003. “Saya start di Wonocolo, Cepu, Jawa Tengah, yang sekarang ramai. Dulu orang masih manual, kami sudah pakai Rig. Alat itu masih sederhana, belum kita modifikasi,” jelas Heru.

Rig adalah sebuah instalasi peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Pompa dengan rig sederhana itu pun terus direkayasa, dan dimodifikasi oleh Heru bersama timnya. Dari yang dulunya hanya bisa mengebor di kedalaman dangkal, kini mampu

Heru menuturkan, keberadaan sumur-sumur minyak kecil dan renta ini semakin seksi karena potensi di sumur minyak yang besar sudah sulit didapatkan. Terlebih lagi sumur kecil ini juga tidak membutuhkan banyak biaya untuk melakukan penelitian sejak awal untuk memastikan keberadaan minyak.

Menurut Heru, dibutuhkan setidaknya 5 miliar rupiah untuk mereaktivasi sekitar 10 sumur potensial. “Dihitung-hitung sekitar 5 miliar, misalnya di lapangan Banyuasin, ada 24 sumur dan bisa dilakukan bertahap, sekitar 5 miliar untuk reaktivasi 10 sumur,” ungkapnya.

Heru katakan potensi ketahanan energi Indonesia justru besar, karena ternyata memang sejak lama potensi ini sudah dimanfaatkan oleh Negara lain. “Saatnya kita bisa manfaatkan kembali yang tadinya memang sudah milik kita untuk kesejahteraan bersama,” pungkasnya.

Reaktivasi Si Primadona, “Tua Renta” yang Makin Seksi

Oleh :CitraFoto : Ardian

Ibaratnya ini sumur sudah terbukti ada minyaknya, tinggal

makan, kalau eksplorasi sejak awal gambling-nya besar

Sayoga Heru PrayitonoDosen Fakultas Teknologi Mineral

Jurusan Teknik Perminyakan

Vol.8.II.201840 Vol.8.II.2018 41

SOSOK

Vol.8.II.201842 Vol.8.II.2018 43

INFOGRAFIS

Isu pangan sudah menjadi isu strategis dunia. Presiden Joko Widodo pun berharap manifestasi kedaulatan pangan menjadi sasaran prioritas pembangunan dan pengembangan iptek dan inovasi Indonesia hingga tahun 2025. Era Revolusi Industri sudah didepan mata maka sudah semestinya diperlukan inovasi di bidang pangan agar kualitas pangan bisa sejalan dengan arus perubahan di fase modernisasi. Lalu bagaimana mensinergikan antara teknologi itu kepada petani di Indonesia yang notabene masih belum melek teknologi, Pendiri Ilmuwan Muda Indonesia (IMI) Firly Savitri, salah satu dari masih sedikit ilmuwan Indonesia terutama wanita mencoba untuk mengaitkannya. IMI yang digawangi Firly bekerjasama dengan dua startup lain mendirikan Tani Hood. Visinya menarik, yakni memajukan petani Indonesia dengan memasarkan produk dalam negeri ke lintas dunia melalui skema bisnis B to B. Dua tahun berdiri, kelompok ini diikat dengan satu misi yaitu mengembangkan produk-produk organik yang bernilai tinggi.

Produk yang mereka jual ialah kopi, gula kelapa, dan gula aren yang diproses secara organik. Apa yang dilakukan Tani Hood bukanlah membantu petani dalam dalam proses bercocok tanam. Mereka membimbing petani berbisnis secara secara digital. Melalui platform market place mereka mencoba menghubungkan para petani dengan penjual dari mancanegara. Tani Hood membuat aplikasi yang bisa membantu pembeli dari mancanegara memonitor sudah sampai mana proses tanam, panen hingga pengemasan dengan sistem real time tracking. ‘’Sistem ini akan membantu pembeli tanpa harus bolak-balik komunikasi dengan petani yang tidak bisa berbahasa Inggris,’’ jelasnya. Wanita berambut panjang ini menjelaskan, aplikasi yang dibuat tidak hanya menguntungkan pembeli. Namun mereka juga berpikiran bagaimana aplikasi itu meningkatkan kesejahteraan petani. Petani bisa berkembang jika ada modal, kata dia, namun di Indonesia petani sulit tersentuh akses perbankan.

Bagi Firly lintah darat harus ditumpas dari dunia petani karena hanya membuat petani Indonesia semakin miskin. Bagaimana tidak, katanya, agar bisa menanam mereka harus mencari modal dengan bunga tinggi oleh para lintah darat hingga petani pun sulit keluar dari jeratan hutang. Roda kemiskinan pun terus melingkari petani karena panen yang dibeli oleh tengkulak dengan harga rendah. Maka Firly pun membuat aplikasi sederhana yang bisa dipakai para petani binaannya untuk memuat track record petani mulai dari transaksi penjualan hingga pendapatan. Adanya data yang real time hingga transparansi rekam penjualan ini pun menjadi catatan penting untuk mereka bisa pinjam ke perbankan. ‘’Dulu kita sangsi kan apa iya tukang ojek bisa pake aplikasi. Tapi lihat sekarang gojek. Sama saja dengan petani. Petani tidak bodoh. Mereka belum biasa saja. Kami pun bikin aplikasinya dengan sangat sederhana sehingga mereka tidak kesulitan,’’ katanya.

Daerah binaan Firly dan Tani Hood ialah di Purbalingga dengan produk gula kelapa organiknya. Awalnya hanya ada 15 petani yang bergabung. Seperti biasa, mereka dianggap sebelah mata oleh petani sekitar karena belum ada bukti perubahan. Fakta membuktikan, 15 petani binaannya ini semakin makmur karena produk organik yang dijual ke Eropa dihargai dengan tinggi akhirnya jumlah petani binaannya kini ada 800 orang.

Kini petani binaan Firly di Purbalingga yang dulunya masih bergelut dengan kemiskinan hingga pakan ayam pun disantap sebagai pengganjal perut, kini naik pendapatannya hingga 80%. Bibit-bibit masa depan keluarga pun bermunculan karena sudah banyak anak-anak petani yang kuliah. Kedepan, Firly ingin merambah binaannya hingga ke 9 kabupaten di provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten. Dari pengalamannya ini, Firly ingin memberi masukan agar Pemerintah bisa sukses dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pertama harus ada inovasi dibidang pangan. Petani, kata dia, bukan zamannya lagi diberi bantuan benih atau pupuk. Yang dibutuhkan petani adalah bantuan alat-alat produksi yang sesuai dengan standar food safety negara-negara maju.

Dia mengungkapkan, Belanda meski negara kecil namun tingkat produktivitas pertaniannya sangat tinggi. Produktivitas Belanda bisa disamakan dengan makmurnya petani di Amerika dan juga Australia. Hal ini bisa terjadi, ungkap Firly, sebab negara-negara maju ini memakai teknologi. Misalnya jika ada sensor maka potensi kegagalan panen bisa diprediksi melalui deteksi iklim dan cuaca. Bisa juga memakai drone untuk memantau lahan mana yang produktif dan tidak.

Para petani Indonesia pun harus dibantu pelatihan hingga mendapat sertifikasi pangan organik. Dia menekankan, produk organik itu bukanlah gaya hidup para hipster. Namun seluruh dunia sudah menilai produk organik ini sebagai standar kualitas makanan sehat. Adanya produk organik inilah yang dia ingin Pemerintah melihatnya sebagai persepsi baru dalam ketahanan pangan. Yakni ketahanan pangan jangan hanya diukur dari segi kuantitas namun harus diiringi dengan kualitas pangan yang dihasilkan.

Oleh :NenengFoto : Adnan

Firly Savitri (CEO Ilmuwan Muda Indonesia)

Zaman sudah berubah. Regulator harus diupdate wawasannya karena mungkin

mereka hanya memberi bantunan pupuk karena cuma itu yang mereka ketahui

Tingkatkan Kualitas Pangan Lewat“Tani Hood”

Vol.8.II.201844 Vol.8.II.2018 45

INOVASI

Membuat nelayan jatuh hati pada alat penghemat bahan bakar solar buatannya ini memang tidak mudah. Usaha membuat alat ini menjadi super murah pun tak cukup, masih harus terbentur persoalan kelangkaan stok LPG bersubsidi di daerah pesisir.

Ditemui di ruang kerjanya di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, George Endri Kusuma, 42 tahun, memperkenalkan Modifikasi Diesel Engine dengan Bi-Fuel System Solar-LPG untuk Aplikasi Mesin Penggerak Kapal Nelayan. Alat penghemat bahan bakar solar pada mesin kapal nelayan ini telah melalui perjalanan panjang untuk menuju modifikasi teranyarnya.

Modifikasi terus dilakukan, agar alat ini dapat terjangkau kantong nelayan, namun tetap memiliki performa tinggi. “Awalnya kita buat harga 1,5 juta dengan material kuningan yang bagus. Ternyata harga segitu belum masuk juga. Katanya hampir 50 persen dari harga unit mesin. Kita reduksi lagi, ganti material murah, akhirnya bisa dijual 750 ribu rupiah,” papar George.

Modifikasi terus dilakukan, terutama pada katalis sebagai nyawa pada konverter ini. Katalis, untuk memecah ikatan karbon

bahan bakar, dan mempercepat reaksi tapi tidak ikut bereaksi. “Resepnya memang ada di katalis di dalamnya, karena kalau desain luarnya semua bisa,” terangnya.

George bukan satu-satunya “pemain” konverter kit di lapangan. Sebelumnya, alat serupa buatan Tiongkok telah lebih dulu ada. Namun dengan desain yang lebih kompleks, barang dari Cina ini dijual cukup mahal, antara 5-10 juta rupiah.

“Selain itu juga ada banyak konverter kit untuk bensin, tapi yang untuk solar masih jarang,” ucap pria kelahiran Tulung agung ini.Alat temuan George ini dapat menggantikan penggunaan solar dengan LPG hingga 70 persen. Meski tak sampai 100 persen, namun keberadaan konverter kit hasil inovasi George telah diakui para nelayan dapat menghemat biaya yang biasa digunakan nelayan untuk membeli solar antara 18 hingga 30 persen.

Meski mampu menghemat sedemikian banyak, tak lantas membuat konverter kit ini laris-manis. Pemasaran alat ini mengalami kendala, salah satunya kelangkaan LPG bersubsidi

Mengkonversi Nyawa Kapal,

dari Solar ke LPG BersubsidiOleh : CitraFoto :Ardian

George Endri KusumaDosen Politeknik Negeri Perkapalan

yang sulit dikendalikan “Padahal performance alat ini sudah disukai nelayan, tapi seringkali LPG bersubsidi sulit didapat, terutama di daerah pesisir,” ungkapnya.

Sebenarnya, selain menghemat biaya, alat ini juga memiliki emisi gas buang yang sangat rendah. Bisa menurunkan kepekatan gas buang hingga 60 persen.

Meski begitu, Geoge tidak patah arang. Upaya memasarkan alat ini pun terus dilakukan. Terbaru ia menggunakan program pengabdian masyarakat, dan memberdayakan salah satu rekanannya untuk melakukan direct selling.

Tak berhenti sampai di situ, Pria kelahiran 17 Mei 1976 ini juga mencoba memasarkan melalui jalur jejaring alumni. Bahkan juga menggandeng tenant, dengan sistem reseller. “Terbaru,saya mendapatkan pesanan dari Kemenristekdiktis ebanyak 50 unit,” jelasnya.

Saat ini, dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya ini tengah mengikuti pelatihan pengajuan paten. Menurutnya, banyak hasil penelitian di Indonesia yang belum dipatenkan, karena sebagian besar tidak tahu cara mematenkan. “Karena tidak tahu caranya, itu kenapa saya ikut pelatihan pengajuan paten,” ungkapnya.

George berharap inovasi seperti ini di Indonesia dapat dipromosikan dengan baik, bukan hanya untuk meraup keuntungan semata, tetapi lebih kepada manfaat lebih besar yang bisa didapat masyarakat saat menggunakan benda hasil inovasi.

Tapi soal emisi gas buang ini bukan isu menarik bagi nelayan kecil,

kurang peduli. Bagi mereka sangat simpel, cukup harga murah, dan dapat menghemat biaya. Enggak bisa jualan

go green

Vol.8.II.201846 Vol.8.II.2018 47

INOVASI

Pada tahun 2016 lalu, lahir 10 inovator Indonesia terbaik yang menjadi pemenang Kompetisi Inovasi Nasional atau National Innovation Competition (NIC) 2016. NIC merupakan kompetisi nasional yang digelar oleh Tangerang Selatan Global Innovation Forum (TGIF) 2016 untuk menyeleksi dan memilih 10 karya inovasi Indonesia terbaik yang dinilai mendukung Program Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Di antara 10 inovator terpilih pada hajatan NIC adalah Clara M. Kusharto dosen dan peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dinilai berhasil mencetak inovasi melalui karya berjudul “Biskuit Clarias: Pangan Alternatif Tinggi Protein dan Emergency Food untuk Mengurangi Prevalensi Balita Gizi Kurang”.

rekan peneliti IPB bernama PT Carmelitha. Para petani di wilayah itu beternak lele dumbo yang di kerjasamakan bersama PT Carmelitha dalam memproduksi tepung lele bahan tepung biskuit Clarias.

Selain itu pihaknya juga bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Muara Enim sejak tahun 2013 guna membantu penanganan masalah gizi. Biskuit Clarias di distribusikan ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) daerah Muara Enim untuk dibagikan kepada anak anak balita wilayah itu. Alhasil terjadi peningkatan berat badan para balita dan tidak mudah sakit. “Mereka juga tidak terkena stunting, kami bersyukur kerja sama selama 3 tahun dengan Pemda Muara Enim berjalan baik dan meningkatkan kesehatan anak dan masyarakat setempat,” ungkap dosen, peneliti, dan Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB itu.

Lebih lanjut Clara menjelaskan tepung ikan Clarias terbuat dari 100 persen ikan lele segar dari jenis ikan lele dumbo tanpa bahan campuran, mengandung protein tinggi, dan mudah diaplikasikan sebagai bahan campuran makanan seperti biskuit, mie, bihun, nugget, kerupuk, aneka snack serta makanan olahan lainnya. Dalam hal ini kalangan ibu-ibu rumah tangga dapat memanfaatkan tepung Clarias menjadi salah satu bahan campuran makanan di dapur rumah tangganya.

Tepung Clarias yang diproduksi menjadi biskuit Clarias dapat diolah menjadi campuran makanan seperti dikemukakan diatas, terdiri dari dua macam jenis yang diproduksi yakni Tepung Badan Clarias dan Tepung Kepala Clarias. Keduanya mengandung mineral tinggi, kalsium pospor dan mineral lainnya.

“Kedua produk tepung ini merupakan produk unggulan tepung yang dibuat untuk olahan Biskuit Clarias,” ungkapnya seraya menunjukkan bungkusan tepung yang telah diproduksi di meja kerjanya.

Produk biskuit Clarias dan tepung Clarias telah tersebar di sejumlah outlet, di antaranya pada outlet Serambi IPB, dan juga

Saat ditemui di ruang kerjanya di gedung BLST, Bogor, Jawa Barat, Clara didampingi dua asistennya yang juga dosen IPB ini menjelaskan inovasi baru yang diberi nama Biskuit Clarias kini juga telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan World Health Organization (WHO).

Biskuit Clarias berbasis tepung ikan lele merupakan biskuit berprotein tinggi yang dapat menjadi sumber protein dan nutrisi makanan bagi bayi dan anak serta menjadi kudapan bagi setiap orang saat di perjalanan. Clara pun mengaku telah mendapat hak paten mengelola lele menjadi tepung.Ia mengutarakan, kandungan gizi yang tinggi pada biskuit berbahan lele diyakini mampu meningkatkan mutu kesehatan balita, termasuk bayi penderita gizi buruk. Itu sebabnya Biskuit Clarias ditetapkan WHO sebagai makanan tambahan berkualitas.

Sebelum terpilih sebagai inovator NIC 2016, Biskuit Clarias ini menjadi satu dari 103 inovasi baru paling prospektif di Indonesia yang diberikan Kementerian Negara Riset dan Teknologi melalui Business Innovation Center pada tahun 2011. Clara saat itu meyakinkan bahwa penggunaan tepung lele bertujuan untuk memberdayakan masyarakat petani menghadapi Milenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.

Clara katakan bahwa produksi pangan lokal dari berbagai daerah sangat berpeluang untuk dimanfaatkan dalam penanganan masalah kekurangan gizi, mulai dari tingkat balita maupun lanjut usia. Untuk itu, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan sejumlah Pemerintah Daerah antara lain Kabupaten Sukabumi melalui usaha produksi bersama rekan-

dapat diperoleh melalui pesanan toko online. Guna memenuhi permintaan konsumen yang kini semakin berminat dan meningkat pada biskuit Clarias, saat ini kata Clara telah tersedia 4 varian rasa yang diproduksi, dan dapat diperoleh di outlet tersebut.

Jangan Berhenti

Clara juga terpilih menjadi inovator melalui hasil karya inovasinya Clarias Catfish Oil atau minyak ikan lele sebagai bagian dari 108 inovasi Indonesia paling prospektif pada tahun yang sama. Penghargaan ini diberikan kepada Clara oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui Business Innovation Center (BIC) tahun 2016.

Clarias Catfish Oil merupakan suplemen makanan berasal dari ikan lele yang mengandung omega 3 dan omega 9 yang memberi manfaat dalam pemelihaarn kesehatan tubuh. Clara menjelaskan temuan minyak ikan ini berasal dari olahan tepung lele yang diolah lalu keluar minyak dari olahan tersebut. Awalnya ia bersama tim peneliti mengira itu merupakan limbah dari tepung yang diolah. Namun setelah dicermati, ternyata bukan limbah ikan namun bagian komponen terbaru yang berpotensi besar untuk dapat dimaanfaatkan kembali serta dapat diproduksi menjadi minyak ikan yang berkualitas tinggi. Minyak ikan lele atau Clarias Catfish Oil ini mengandung asam lemak esensial yang bermanfaat untuk kesehatan.

“Sejumlah penelitian yang kami lakukan mulai dari uji laboratorium hingga ke uji klinis melalui hewan percobaan, lalu diaplikasikan pada manusia yang kita sebut human trial, ternyata hasil uji klinisnya menggembirakan, terbukti dapat memperlambat kepikunan atau dimensia serta mencegah terjadinya kekakuan pada pembuluh darah,” terang Clara.Menyinggung produktivitas karya dan penelitiannya yang mampu menjadikan dirinya sebagai inovator dengan banyak penghargaan itu, Clara yang sejak tahun 1984 berkiprah untuk meneliti ini menyatakan ia selalu menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Selain itu, nenek dua cucu dari tiga anak kelahiran Jakarta 19 Juli 1951 ini mempunyai semangat dan inspirasi dengan motto : Jangan Berhenti.

Oleh :SyariefFoto : Ardian

Clara M. KushartoDosen dan Peneliti IPB

Tepung Berbahan Ikan Lele

“Clarias”Jadikan Biskuit

Tambah Bergizi

Illus

trasi

Foto

Motto saya Jangan Berhenti, artinya kita harus terus menerus semangat dengan penuh konsistensi mencapai yang terbaik. Jadi kita

harus terus berkarya dan berinovasi semampu kita, dan sebagai peneliti ya jangan berhenti untuk terus meneliti. Bagi kalangan generasi

muda dengan profesi apapun saya imbau jangan berhenti, teruslah berbuat karya dan berinovasi

Vol.8.II.201848 Vol.8.II.2018 49

INOVASI

Vol.8.II.201850 Vol.8.II.2018 51

Vol.8.II.201852