Vertical Housing in Metropolitan City (15411011)

2
PL 4042 PERENCANAAN DAN POLITIK HUSNA TIARA PUTRI 15411011 VERTICAL HOUSING IN METROPOLITAN CITY Saat mendengar rencana pembangunan tiga metropolitan di Provinsi Jawa Barat, yaitu Metropolitan Bandung Raya, Bodetabek Karpur, dan Metropolitan Cirebon Raya di tahun 2025 mendatang, hal yang terlintas di benak saya adalah “Wah, mau jadi apa Indonesia?”. Sampai saat ini, pusat kegiatan nasional Indonesia masih terdominasi pada daerah di Pulau Jawa. Kondisi yang cukup memprihatinkan karena kenyataan ini memberikan pandangan pada masyarakat bahwa Pulau Jawa, khususnya daerah metropolitan yang ada di dalamnya adalah sumber uang. Masyarakat berbondong – bondong melakukan migrasi dengan mimpi tingkat pencapaian kesejahteraan menjadi lebih baik, meski sesampainya di kota kebanyakan mereka hanya dapat memendam mimpinya dalam – dalam. Jumlah penduduk metropolitan yang cenderung jauh lebih besar dibandingkan dengan wilayah pedesaan sebenarnya dapat mengindikasikan bahwa wilayah metropolitan bukanlah pilihan yang tepat sebagai tempat tinggal. Kebutuhan lahan metropolitan yang terus meningkat sementara kesediaan lahan tetap terbatas akan menekan ruang gerak masing – masing individu yang ada di dalamnya. Kondisi metropolitan akan semakin identik dengan kata : “padat” dan “kumuh”. Kemacetan dan ketidakteraturan permukiman penduduk akan menjadi konsumsi pokok masyarakat sehari – hari. Apa yang harus dilakukan ? Perumahan vertikal atau vertical housing terdengar seperti solusi yang cukup baik. Saat segenap penduduk memiliki kebutuhan yang sama atas lahan untuk bertempat tinggal, mengapa tidak disatukan? Lahan seluas 36m 2 yang biasanya hanya dapat dimanfaatkan oleh satu KK sejumlah lima orang, kini dapat dimanfaatkan oleh lima atau bahkan mencapai sepuluh KK. Brilliant ! Beberapa tahun lagi, Kota Bandung akan menjadi seperti itu. Menurut rencana pembangunan Metropolitan Bandung Raya, kota ini akan dipenuhi dengan bangunan – bangunan tinggi menjulang, sekurang – kurangnya dengan ketinggian 10 meter dan sisanya adalah lahan hijau. Penduduk akan ditempatkan pada kompleks perumahan vertikal yang telah dilengkapi berbagai jenis fasilitas : pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, olah raga dan sebagainya dalam satu lokasi.

description

tugas kuliah

Transcript of Vertical Housing in Metropolitan City (15411011)

PL 4042 PERENCANAAN DAN POLITIKHUSNA TIARA PUTRI 15411011

VERTICAL HOUSING IN METROPOLITAN CITY

Saat mendengar rencana pembangunan tiga metropolitan di Provinsi Jawa Barat, yaitu Metropolitan Bandung Raya, Bodetabek Karpur, dan Metropolitan Cirebon Raya di tahun 2025 mendatang, hal yang terlintas di benak saya adalah Wah, mau jadi apa Indonesia?. Sampai saat ini, pusat kegiatan nasional Indonesia masih terdominasi pada daerah di Pulau Jawa. Kondisi yang cukup memprihatinkan karena kenyataan ini memberikan pandangan pada masyarakat bahwa Pulau Jawa, khususnya daerah metropolitan yang ada di dalamnya adalah sumber uang. Masyarakat berbondong bondong melakukan migrasi dengan mimpi tingkat pencapaian kesejahteraan menjadi lebih baik, meski sesampainya di kota kebanyakan mereka hanya dapat memendam mimpinya dalam dalam. Jumlah penduduk metropolitan yang cenderung jauh lebih besar dibandingkan dengan wilayah pedesaan sebenarnya dapat mengindikasikan bahwa wilayah metropolitan bukanlah pilihan yang tepat sebagai tempat tinggal. Kebutuhan lahan metropolitan yang terus meningkat sementara kesediaan lahan tetap terbatas akan menekan ruang gerak masing masing individu yang ada di dalamnya. Kondisi metropolitan akan semakin identik dengan kata : padat dan kumuh. Kemacetan dan ketidakteraturan permukiman penduduk akan menjadi konsumsi pokok masyarakat sehari hari. Apa yang harus dilakukan ?Perumahan vertikal atau vertical housing terdengar seperti solusi yang cukup baik. Saat segenap penduduk memiliki kebutuhan yang sama atas lahan untuk bertempat tinggal, mengapa tidak disatukan? Lahan seluas 36m2 yang biasanya hanya dapat dimanfaatkan oleh satu KK sejumlah lima orang, kini dapat dimanfaatkan oleh lima atau bahkan mencapai sepuluh KK. Brilliant ! Beberapa tahun lagi, Kota Bandung akan menjadi seperti itu. Menurut rencana pembangunan Metropolitan Bandung Raya, kota ini akan dipenuhi dengan bangunan bangunan tinggi menjulang, sekurang kurangnya dengan ketinggian 10 meter dan sisanya adalah lahan hijau. Penduduk akan ditempatkan pada kompleks perumahan vertikal yang telah dilengkapi berbagai jenis fasilitas : pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, olah raga dan sebagainya dalam satu lokasi. Bahkan jika dimungkinkan, penduduk tidak perlu melakukan perpindahan dari lokasi tempat tinggalnya untuk beraktivitas karena berbagai fasilitas ini hanya akan tersekat oleh lantai dan ketinggian. Selain itu, kondisi ini juga akan diiringi dengan penggunaan teknologi yang mutakhir. Semua ini terdengar sempurna, sama seperti apa yang ada di dalam benak penduduk pada umumnya tentang kota besar. Tapi bagi saya, semua ini tidak seluarbiasa itu. Banyak hal yang masih ingin saya pertanyakan. Saya belum dapat mengenali karakter masyarakat seperti apa yang akan terbentuk. Akankah tetap menjadi masyarakat Kota Bandung yang ramah dan kreatif, ataukah menjadi mereka yang apatis dan individualis. Karena pada dasarnya cermin terbaik untuk mengenal siapa diri kita adalah lingkungan. Saya akan amat menyayangkan apabila pembangunan metropolitan ini akan memberikan perubahan pada budaya dan kebiasaan masyarakat.Saat mudahnya akses terhadap berbagai jenis kebutuhan, akankah penduduk masih memiliki celah yang lebar untuk saling berinteraksi? Akankah hal ini membawa perubahan pada kelompok kelompok masyarakat atau komunitas yang saat ini mampu mengambil porsi dalam dunia perpolitikan dalam pemerintahan? Teknik Perencanaan Wilayah dan KotaInstitut Teknologi Bandung 2013

Lalu bagaimana dengan alam? Akankah semudah itu untuk mengembalikan lahan kuning ataupun cokelat menjadi lahan hijau? Siapakah investor yang akan menanamkan modal dalam pengembangan ini? Apakah kelak tekanan yang diberikan oleh bangunan bangunan di Kota Bandung ini tidak akan memberikan dampak pada penurunan muka tanah? Bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan air bersih masyarakat? Bagaimana dengan daerah lain yang ada di sekitarnya? Masih adakah permukiman kumuh itu? Itu hanya sebagian kecil dari berbagai pertanyaan yang melintas di benak saya saat mendengar rencana ini. Bukan bersifat difensif, karena dasarnya saya termasuk salah satu orang yang menyukai perubahan. Namun bukan perubahan yang serta merta mengubah keseluruhan nilai dari suatu peradaban. Rencana ini bukanlah suatu rencana yang sederhana, karena aspek yang direncanakan adalah suatu hal yang krusial : tempat tinggal. Semoga rencana pembangunan ini dapat berjalan sesuai harapan, dan segala kemungkinan buruk dapat diatisipasi untuk diminimalisasi. Tidak hanya di Kota Bandung, jika rencana ini berhasil maka dapat juga diadaptasi untuk kota kota lainnya, khususnya pada kota metropolitan di seluruh Indonesia.Teknik Perencanaan Wilayah dan KotaInstitut Teknologi Bandung 2013