Laporan vertical photograpy
-
Upload
syaefudin-volk -
Category
Environment
-
view
48 -
download
0
Transcript of Laporan vertical photograpy
Tentang Vertical Photograpy
Foto udara/ Vertical Photograpy pertama kali dipraktekkan oleh fotografer
Perancis dan balon Gaspard-Félix Tournachon, yang dikenal sebagai "Nadar", pada
tahun 1858 lebih dari Paris, Perancis. [1] Namun, foto-foto dia yang dihasilkan tidak lagi
ada dan karena itu awal hidup foto udara berjudul 'Boston, sebagai Eagle dan Wild
Goose Lihat Ini.' Diambil oleh James Wallace Hitam dan Samuel Archer Raja pada
tanggal 13 Oktober 1860, itu menggambarkan Boston dari ketinggian 630m.
foto udara Kite dipelopori oleh ahli meteorologi Inggris E.D. Archibald pada
tahun 1882. Dia menggunakan bahan peledak pada timer untuk mengambil foto dari
udara. [4] Prancis Arthur Batut mulai menggunakan layang-layang untuk fotografi pada
tahun 1888, dan menulis sebuah buku tentang metode nya pada tahun 1890. [5] [6]
Samuel Franklin Cody mengembangkan nya canggih 'Man-lifter Perang Kite' dan
berhasil semenarik Perang Office Inggris dengan kemampuannya.
Penggunaan pertama dari kamera film dipasang ke pesawat yang lebih berat dari udara
berlangsung pada April 24, 1909 atas Roma di 3:28 film bisu singkat, Wilbur Wright und
seine Flugmaschine.
foto udara digunakan dalam kartografi [18] (khususnya di survei fotogrametri,
yang sering dasar untuk peta topografi [19] [20]), perencanaan penggunaan lahan, [18]
arkeologi, [18] produksi film, studi lingkungan, [21] inspeksi saluran listrik, [22]
surveillance, iklan komersial, conveyancing, dan proyek artistik. Contoh bagaimana foto
udara digunakan dalam bidang arkeologi adalah proyek pemetaan dilakukan di lokasi
Angkor Borei di Kamboja 1995-1996. Menggunakan foto udara, arkeolog mampu
mengidentifikasi fitur arkeologi, termasuk fitur 112 air (waduk, kolam artifisial
dibangun dan kolam alami) dalam situs berdinding Angkor Borei. [23] Di Amerika
Serikat, foto udara digunakan di banyak Fase I Situs Lingkungan Penilaian untuk
analisis properti.
INDONESIA
Vertical photography lebih merupakan istilah untuk sebuah teknik yang
digunakan untuk memotret dari ketinggian. Dalam perkembangannya teknik vertical
photography memang lebih diminati oleh kelompok Pecinta Alam yang lebih sering
bergelut di ketinggian seperti tebing atau gua – gua vertikal, mengingat untuk
menggunakan teknik ini tidak hanya membutuhkan kamera tetapi membutuhkan juga
alat – alat khusus seperti tali kern mantel, SRT set, carabiner, skyhook, dan tentu saja
pengetahuan mengenai tali temali. Beberapa foto panjat tebing dan caving yang saya
hasilkan menggunakan teknik ini.
kalo buku tentang itu kayaknya sih sepengetahuan saya belum ada, karena itu kan
penggabungan antara teknik fotografi dan teknik vertical line. coba cari2 infonya di
google atau nanya sama Mas Oki Lutfi, beliau salah satu ahli vertical photography
1. setahu saya vertical photography di Indonesia istilah itu dipakai untuk kegiatan
pemotretan di bidang2 vertikal yang memerlukan prosedur pengamanan tertentu.
biasanya berhubungan dengan tali-temali (rope management system). Gak tau
kalau diluar memang mengarah pada aerial photography. Beberapa fotografer
yang menekuni bidang ini juga umumnya lebih memilih istilah outdoor adventure
fotografer (mungkin karena dekatnya bidang panjat tebing dengan petualangan)
2. Ada beberapa buku tentang adventure photography yang membahas secara luas
tentang pemotretan dunia petualangan termasuk memotret pemanjatan tebing
didalamnya (maap bukunya saya lupa judulnya, tapi ada di rumah, ntar dicari
dulu). Buku yang membahas tentang pemotretan panjat tebing secara khusus saya
belum menemukan (tapi mungkin ada).
3. Foto panjat tebing bisa masuk foto jurnalistik kalau memang liputan tentang
pemanjatannya yang mau kita angkat. Karena ada juga foto pemanjatan tebing
yang dibuat untuk materi lainnya seperti untuk advertising (iklan rokok
misalnya), art, dll
Peminat motret panjat tebing memang belum begitu populer di Indonesia (di
banding minat2 fotografi lainnya). jadi referensinya juga gak begitu banyak. tapi
saya yakin pelaku2nya cukup banyak yang eksis, terutama dari komunitas pecinta
alam. karena menekuni minat ini memerlukan keterampilan lain yang perlu
dikuasai selain keterampilan memotret.
Beberapa judul buku yang bisa jadi rujukan :
Extreme digital Photography ( Jonathan Chester ). Buku ini terbit pada awal-awal
kamera digital mulai hadir menggantikan keberadaan kamera analog pada
pemotretan aktivitas ekstrim semisal ekspedisi di high altitude. isinya lebih
mengungkap kemampuan kamera digital di lokasi2 ekstrim. dibahas pula tentang
teknik kemampuan memotret di alam bebasnya. kamera2 yg dibahas masih
kamera2 digital generasi awal ( seangkatan Nikon D100 dkk)
Gear, equipment for vertical world (Clyde soles). Bukunya lengkap sekali, namun
lebih banyak membahas tentang peralatan dan teknik mountaineering&rock
climbing. tentang pemotretan adventure (rock climbing diantaranya) dibahas
sedikit saja.
Untuk motret pemanjatan kalau harus ikut naik sebaiknya kamera dibawa di tas
selendang dengan bukaan atas (top loading). Kalau memakai tas bukaan depan
takutnya barang 2 didalamnya berjatuhan saat kita membuka tas dalam keaadaan
menggantung.
Selalu perhatikan tali strap kamera sebelum naik. pastikan terpasang dengan baik,
tidak ada gesper yang bergeser yang bisa membuat kamera terlepas. Jika perlu
ditambah tali lain sebagai back-up.
Urutan motret pemanjatan (jika harus turut naik) pada umumnya seperti ini : Naik
(baik dengan memanjat atau ascending) - mengamankan diri/memasang
pengaman - mengamati posisi untuk membidik - (jika posisi sudah dirasa tepat )
keluarkan kamera - memotret - memasukan kamera - melepas pengaman - naik
(atau turun) lagi - demikian berulang hingga pemanjatan selesai.
Bawalah barang yang benar2 diperlukan agar tidak menghambat pergerakan saat
naik.
Tas kamera yang dibawa naik akan lebih baik jika memiliki sabuk pengikat ke
pinggang (hip belt) agar tidak mengayun saat kita bergerak naik.
- Jika semua prosedur keamanan diri sudah terpenuhi, selebihnya menyangkut
soal kebiasaan yang membuat nyaman aja. Ini bisa berbeda-beda tergantung
kebiasaan tiap orang. Misalnya ada yang lebih nyaman memakai climbing harness,
working harness, atau tree climbing harness. Ada yg suka bawa tripod atau nggak,
Ada yang suka bawa cemilan sambil motret (sewaktu rest jadi bisa sambil ngemil
), dll. Pelajari aja kebiasaan yang membuat kita nyaman saat motret, maka kita
semakin paham apa yng dibutuhkan.
Saat memanjat naik untuk mengambil posisi di ketinggian pergerakan badan kita
membuat barang yang kita bawa terguncang cukup liar. Kalau kamera dibawa tanpa
menggunakan wadah dikhawatirkan kameranya membentur-bentur dinding tebing
secara langsung. Membawa tas kamera akan meminimalkan resiko benturan langsung
kamera dengan dinding tebing atau perlengkapan pemanjatan lainnya. Kalau jenis tas
nya - top loading atapun bukan menurut saya jenis tas kamera termasuk kedalam point
kebiasaan yang membuat kita nyaman aja, mas Gatot. Jadi kebutuhan tiap orang bisa
berbeda juga. Namun berdasar yang pernah saya alami, jenis tas kamera top loading
memiliki keuntungan seperti hal2 yang saya sebutkan diatas.