VERSI PKI

7
Dari beberapa polemik G30S/PKI, terdapat beberapa versi yang terungkap, namun masih harus diuji kebenarannya. Adapun beberapa versi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pertama, versi yang menyebutkan PKI adalah dalang dari peristiwa Gerakan 30 September. Penganut versi tersebut berpendapat bahwa PKI telah membangun kekuatan secara sistematis. Bukti pendukung versi ini adalah kehadiran Biro khusus yang dipimpin oleh Syam Kamaruzaman, sebuah organ rahasia clan nonstructural di bawah D.N. Aidit. Bukti lain adalah dukungan terbuka dari surat kabar “Harian Rakyat” pads 2 Oktober terhadap Gerakan 30 September. Selain itu, bukti versi ini diperkuat oleh adanya pengakuan dari para pemimpin PKI di depan Mahkamah Militer luar Biasa (Mahmilub). Njono, misalnya mengaku agar anggota ormas PKI dilatih sebagai tenaga cadangan. Versi ini terdapat dalam “buku putih” yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara, Republik Indonesia maupun buku-buku sejarah yang diajarkan disekolah-sekolah. Menurut hasil kesimpulan pembelaan Nyono dimuka Mahmilub pada tanggal 19 Februari 1966, PKI-lah yang berada dibalik G30S, dengan dalih membela Presiden Soekarno, secara pribadi maupun untuk mengamankan “REVOLUSI” yang sedang dijalankan Presiden Soekarno. Peristiwa G30S merupakan puncak dari aksi revolusi atau kudeta PKI di Indonesia, yang sebelumnya sudah didahului dengan berbagai aksi kekerasan (pembunuhan) terhadap warga masyarakat diberbagai wilayah indonesia, yang menentang keberadaan komunis (PKI).

Transcript of VERSI PKI

Page 1: VERSI PKI

Dari beberapa polemik G30S/PKI, terdapat beberapa versi yang terungkap, namun masih

harus diuji kebenarannya. Adapun beberapa versi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pertama, versi yang menyebutkan PKI adalah dalang dari peristiwa Gerakan 30

September.

Penganut versi tersebut berpendapat bahwa PKI telah membangun kekuatan secara

sistematis. Bukti pendukung versi ini adalah kehadiran Biro khusus yang dipimpin oleh

Syam Kamaruzaman, sebuah organ rahasia clan nonstructural di bawah D.N. Aidit. Bukti

lain adalah dukungan terbuka dari surat kabar “Harian Rakyat” pads 2 Oktober terhadap

Gerakan 30 September. Selain itu, bukti versi ini diperkuat oleh adanya pengakuan dari

para pemimpin PKI di depan Mahkamah Militer luar Biasa (Mahmilub). Njono, misalnya

mengaku agar anggota ormas PKI dilatih sebagai tenaga cadangan. Versi ini

terdapat dalam “buku putih” yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara, Republik

Indonesia maupun buku-buku sejarah yang diajarkan disekolah-sekolah.

Menurut hasil kesimpulan pembelaan Nyono dimuka Mahmilub pada tanggal 19

Februari 1966, PKI-lah yang berada dibalik G30S, dengan dalih membela

Presiden Soekarno, secara pribadi maupun untuk mengamankan “REVOLUSI” yang

sedang dijalankan Presiden Soekarno. Peristiwa G30S merupakan puncak dari aksi

revolusi atau kudeta PKI di Indonesia, yang sebelumnya sudah didahului dengan berbagai

aksi kekerasan (pembunuhan) terhadap warga masyarakat diberbagai wilayah indonesia,

yang menentang keberadaan komunis (PKI).

Bukti kesaksian Menlu Subandrio yang sekaligus kepala BPI (Badan Pusat Intelejen)

mengatakan bahwa D.N Aidit dan Untung Sotopo terlibat dalam aksi G30S, dimana

kedua orang tersebut adalah tokoh-tokoh utama PKI. Tetap dengan dalih yang sama,

seperti pengakuan Nyono, bahwa ada Dewan Jenderal yang berniat menggulingkan

kepemimpinan Presiden Soekarno. Namun kalau Nyono jelas-jelas mengatakan bahwa

PKI yang membasmi Dewan Jenderal demi alasannya.

Kegagalan G30S/PKI merupakan pukulan yang paling telak bagi sejarah perjuangan

kaum komunis di Indonesia. Kehancuran kekuatan militer G30S/PKI membuat D.N. Aidit

lari ke Jawa Tengah sedangkan Sjam, Pono dan Brigjen Suparjo mundur kebasis camp

didaerah perkebunan Pondok Gede. Pada tanggal 3 Oktober 1965, Sjam dan Pono

menghadap Sudisman untuk memberikan keterangan tentang gagalnya PKI di Kayu

Awet, Rawamangun, Jakarta. Setelah mendengar laporan tersebut, Sudisman

Page 2: VERSI PKI

memerintahkan Pono untuk pergi ke Jawa Tengah untuk melaporkan situasi terakhir di

Jakarta kepada D.N. Aidit.

2. Kedua, ada versi yang menyebutkan bahwa dalang dari peristiwa Gerakan 30 September

merupakan akibat dari konflik intern di dalam tubuh Angkatan Darat.

Versi ini dikemukakan oleh Ben Anderson clan Ruth Mc Vey dalam kertas kerjanya

yang kemudian dikenal sebagai Cornell Paper. Dalam versi ini kedua ahli tersebut

menyatakan bahwa PKI tak memiliki motif melakukan kudeta karena saat itu situasi

politik sangat menguntungkan PKI. Oleh karena itu, upaya terbaik PKI adalah

mempertahankan status quo clan sebaliknya bukan mengacaukannya dengan peristiwa

berdarah yang akan merugikan posisinya. Dalam pandangan versi ini, peristiwa Gerakan

30 September adalah puncak kekecewaan dari berbagai perwira menengah Jawa atas

kepemimpinan di AD. Para perwira “progresif” itu menilai bahwa para jendral AD “telah

disilaukan oleh kehidupan Jakarta yang gemerlap” sehingga perlu “diingatkan”.

3. Ketiga, ada yang menyebutkan bahwa Letjen Soeharto adalah orang yang sesungguhnya

berada dibalik peristiwa Gerakan 30 September.

Mereka lantas menyodorkan sejumlah fakta. Sebagai Panglima Kostrad ia adalah

jendral yang biasa mewakili Panglima AD bila yang bersangkutan pergi ke luar negeri

dan pemegang komando pasukan. Namun, dalam posisi itu, Soeharto tak masuk dalam

daftar korban penculikan. Logikanya, pihak lawan harus mengutamakan pembersihan

terhadap orang-orang yang memiliki pasukan dan memegang komando. Kecuali bila ia

dianggap sebagai “kawan” atau setidak-tidaknya diperkirakan akan bersimpati terhadap

gerakan tersebut.

Dikatakan bahwa Soeharto adalah orang yang haus akan kekuasaan, dapat dilihat

ketika ia berturut-turut menjadi Presiden sampai 32 tahun lamanya. Pada saat itu,

halangan Soeharto untuk mencapai tampuk kekuasaan adalah senior-senior AD-nya dan

PKI yang dekat dengan Soekarno. G30S adalah cara bagus untuk menyingkirkan dua

musuhnya sekaligus. Dengan terbunuhnya panglima-panglima AD, ia memiliki alasan

untuk membasmi PKI yang dituduh melakukannya. Kedekatannya pada Letkol Untung,

pelaksana lapangan operasi G30S, membuat tuduhan terhadap dirinya semakin nyata.

Setelah Orde Baru berakhir, banyak sekali buku yang terbit mengacu pada

G30S/Soeharto. Belum memiliki bukti, yang terdapat di sana hanyalah berupa prediksi-

prediksi yang logis.

4. Keempat, versi lain yang menyebutkan bahwa Gerakan 30 September terjadi karena

adanya campur Langan Bari Central Intelligence Agency (CIA).

Page 3: VERSI PKI

Amerika “gatal” melihat perkembangan PKI di Indonesia. Sebagai “Macan Asia”,

berkuasanya komunis di Indonesia bisa menimbulkan efek domino terhadap negara-

negara lain di Asia Tenggara. Jika hal ini terjadi maka berarti kiamat bagi Amerika. Hal

ini sebenarnya telah disinyalir oleh Bung karno yang dismpaikan dalam pidato

Nawaksara (1967) yang menyebut adanya “subversi Nekolim”. Versi ini pada intinya

menyatakan bahwa Amerika membujuk TNI AD untuk mengambil kekuasaan dari tangan

Soekarno yang pro-komunis dengan membentuk Dewan Jenderal. Isu mengenai Dewan

Jenderal-yang sebenarnya belum terbentuk karena TNI AD masih menunggu saat yang

tepat-ini membuat PKI khawatir sehingga timbulah tindakan untuk mencegah perebutan

kekuasaan oleh TNI AD dengan cara menculik 7 perwira tinggi AD. Tindakan penculikan

yang kemudian dihembuskan sebagai tindakan pemberontakan inilah yang kemudian

dijadikan dasar tentara-atau Soeharto-untuk membubarkan PKI dan memburu kader-

kadernya sampai habis.

5. Kelima, versi yang menyebutkan bahwa peristiwa Gerakan 30 September adalah sebuah

skenario Presiden Soekarno untuk melenyapkan oposiosi dari Para perwira tinggi yang

menentang sikap politiknya. Versi ini dikemukakan oleh Anthony Dake, sejarawan

Amerika Serikat. Kesimpulan tersebut didasarkan atas kesaksian Bambang Widjonarko,

ajudan Presiden, di Mahmilub. Pihak Amerika Serikat juga percaya dengan versi tersebut,

terutama karena kemunculan Soekarno di Pangkalan Halim Perdanakusuma,

perlindungannya kepada sejumlah pemimpin PKI, dan ketidakmampuannya untuk

memperlihatkan simpati atas terbunuhnya pars jendral.

6. Sjam Kamaruzaman sebagai Ketua Biro Chusus Central PKI

Versi yang keenam ini adalah versi yang paling mutakhir. Pertama kali disampaikan

oleh John Roosa dalam bukunya berjudul Dalih Pembunuhan Massal : Gerakan 30

September dan Kudeta Soeharto (2008). Dalam bukunya Roosa mengungkapkan bahwa

dalam tubuh PKI sebenarnya tidak ada sistem komando yang terpusat. Dalam tubuh PKI

ada 2 kubu yaitu kubu militer (Letkol Untung, Latief, dan Sujono) dan Biro Chusus

(Sjam, Pono, dengan Aidit sebagai latar belakang). Memang keberadaan Biro Chusus

seperti hantu, tidak terlalu terekspos dan tidak banyak yang tahu karena memang tujuan

pembentukannya adalah sebagai badan intelejen, organisasi bawah tanah PKI yang

bertugas menyusupi tentara. Badan ini dibentuk oleh Aidit-ketua umum PKI-dan berada

langsung di bawah komando Aidit. Sjam memegang peranan penting karena bertindak

sebagai penghubung antara pihak Untung dengan Aidit. Sayangnya Sjam tidak benar-

benar menjadi penghubung. Banyak laporan di lapangan yang kemudian tidak

Page 4: VERSI PKI

disampaikan kepada Aidit tetapi justru ditindaklanjuti sendiri. Saat upaya rencana

penggagalan Dewan Jenderal disampaikan kepada Presiden Soekarno, beliau menolak

tindakan tersebut. Dari sini kubu PKI terpecah menjadi 2. Kubu militer yang dipimpin

oleh Letkol Untung ingin mematuhi Bung Karno tetapi kubu Biro Chusus yang dipegang

Sjam ingin melanjutkan rencana. Perpecahan yang disebabkan arogansi Sjam ini

menyebabkan :

Lamanya selang waktu antara pengumuman pertama dengan pengumuman

selanjutnya. Juga menjelaskan mengapa antara pengumuman pertama dan kedua sangat

drastis. Pagi hari diumumkan bahwa Presiden Soekarno dinyatakan selamat dari rencana

Dewan Jenderal. Tetapi siangnya langsung diumumkan pembentukan Dewan Revolusi

dan pembubaran kabinet.

Gagalnya gerakan ini karena ada kerancuan yang nyata antara “menyelamtakan

presiden” dengan cara menculik Dewan Jenderal dengan “percobaan kudeta” dengan cara

membentuk Dewan Revolusi dan membubarkan kabinet.

Dalam versi keenam ini terungkap bahwa sebenarnya G30S lebih tepat dikatakan

sebagai aksi-untuk menculik tujuh jenderal dan dihadapkan pada Presiden, bukan

gerakan. Sebab, peristiwa ini merupakan aksi sekelompok orang di Jakarta dan Jawa

Tengah yang dapat ditumpas dalam waktu singkat. Namun aksi yang berakibat fatal-

dengan terbunuhnya enam jenderal-karena perencanaan yang buruk dan arogansi Sjam ini

dijadikan dasar oleh Soeharto untuk menumpas PKI sampai ke akar-akarnya. Semisal

Sjam Kamaruzaman melaporkan kondisi sebenarnya kepada Aidit bahwa kekuatan

mereka belum sempurna, kemudian hanya diputuskan untuk menculik ketujuh jenderal,

lalu dihadapkan kepada Presiden unutk dimintai pertanggungjawaban tentang Dewan

Jenderal, maka mungkin sejarah akan berkata lain. Mungkin massa akan turun ke jalan

menuntut dipecatnya ketujuh jenderal kemudian tokoh-tokoh PKI akan diberikan posisi

stratgeis di pemerintahan oleh Presiden Soekarno. Mungkin juga Soeharto tidak akan

berkuasa selama 35 tahun di negeri ini. Hanya kemungkinan-kemungkinan yang dapat

dimunculkan dari fakta sejarah karena sejarah tidak bisa dikembalikan.