MAKALAH PKI

download MAKALAH PKI

of 29

Transcript of MAKALAH PKI

MAKALAH

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK MAHASISWA GEOGRAFI MELALUI INTENSITASMICRO TEACHING DALAM RANGKA MEMENUHI TUNTUTAN PROFESI GURUUNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Seminar Proposal Geografi yang dibimbing oleh Bpk. Hadi Soekamto

Oleh: Amalia Putri Wijayanti Erlita Hidaya Nikmah Faizatul Fitriyah Hafidah Ainur Rahmi Ina Umi Nadziroh Misbahul Bachtiar Arifin Mitra Widyasari Monika Dyah Retno Kurniawati Nining Dwi Astuti Septia Kusuma Ningrum Yanuar Surya (209821423493)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kompetensi dapat diartikan sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kompetensi guru merupakan kemampuan yang dimiliki guru dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya teoritis dan praktis. Pedagogik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu sosial, ilmu psikologi, psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat dan ilmu lainya. Menurut Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwasanya kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.; 2) Pemahaman terhadap peserta didik; 3) Pengembangan kurikulum/silabus; 4)Perancangan pembelajaran; 5) Pelaksanaan pembelajaran

yang mendidik dan dialogis; 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran; 7) Evaluasi hasil belajar; dan 8)Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, maka guru dituntut harus memiliki kompetensi terutama kompetensi pedagogik untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia saat ini. Dengan penetapan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maka secara formal resmi pulalah guru menjadi sebuah profesi, pekerjaan yang berlandaskan pada derajat pengetahuan dan keahlian. Konsekuensinya, kualitas proses pembelajaran di kelas dan kinerja mereka harus selalu meningkat. Berkaitan dengan hal itu pemerintah telah menyelenggarakan program sertifikasi guru. Kenyataan yang terdapat pada kegiatan perkuliahan, terutama pada mahasiswa pada jurusan pendidikan yang outputnya akan menjadi guru, masih belum memiliki kemampuan pedagogik tersebut. Hal ini akan berdampak pada kemampuan mahasiswa tersebut jika kelak akan menjadi guru. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menjadi guru yang profesional, salah satunya dalam penguasaan pembelajaran di kelas serta penyusunan perangkat pembelajaran. Hal ini terkait dengan kualitas dan kinerja guru. Padahal kualitas dan kinerja mereka akan bermuara pada perbaikan kualitas pendidikan secara nasional. Sebagaimana kita ketahui, menurut survei UNDP 2007 human developmet index (HDI) kita berada di urutan ke-112 dari 117 negara. Berarti kita hampir menduduki posisi kunci, dan kunci untuk menaikkan posisi itu antara lain terletak di tangan guru. Kenyataan di lapangan, banyak guru yang sudah tersertifikasi, tetapi belum memahami benar posisinya sebagai tenaga profesional yang menuntut mereka memiliki tanggung jawab untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Seharusnya guru harus lebih dulu memahami perbedaan antara guru dan pengajar. Selama ini bila sudah mengajar memenuhi jumlah jam tertentu, seseorang menyebut dirinya guru. Padahal guru sejati mempunyai jam mengajar 24 jam penuh. Artinya kapan pun, di mana pun, dia tetap harus menampilkan diri sebagai guru yang mengajar tidak hanya melalui kata-kata tetapi melebihi itu, seperti sikap, penampilan, dan tutur kata.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (sekarang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) Nomor 16 Tahun 2007 menyebutkan seorang guru profesional harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sebagai syarat untuk dapat disebut guru profesional. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan menguasai karakter peserta didik, dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, hingga intelektual. Dalam kompetensi ini guru disyaratkan menguasai teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik. Selain itu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang yang diampunya. Dia juga mampu menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik, serta memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi, dan media untuk kepentigan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. Adapun kompetensi pribadi dapat dilihat dari kemampuan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional. Selain itu mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Dalam konteks ini, ia dituntut bisa menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, bangga menjadi guru dan rasa percaya diri, sekaligus menjunjung tinggi kode etik profesi. Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh guru tersebut, maka harus dilakukan suatu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan melalui adanya micro teaching. Micro teaching adalah suatu tindakan atau kegiatan latihan belajar-mengajar dalam situasi laboratoris (Sardirman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar). Tujuan dengan adanya micro teaching adalah membekali calon guru sebelum sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan praktek kependidikan untuk praktek mengajar. Pengajaran mikro teaching akan membekali tenaga pendidik beberapa keterampilan dasar mengajar dan pembelajaran. Bagi calon tenaga pendidik metode ini akan memberi pengalaman mengajar yang nyata dan latihan sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah. sedangkan bagi calon tenaga pendidik dapat mengembangkan keterampilan dasar mengajarnya sebelum mereka melaksanakan tugas sebagai tenaga pendidik. Memberikan kemungkinan calon tenaga pendidik untuk mendapatkan bermacam keterampilan dasar mengajar serta

memahami kapan dan bagaimana menerapkan dalam program pembelajaran. sehingga pada akhir masa kuliah mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar atau sikap yang direfleksikan dalam berfikir dan bertindak) sebagai calon guru sehingga memiliki pengalaman melakukan pembelajaran dan kesiapan untuk melakukan praktek pendidikan di sekolah/lembaga/klub. Keterampilan dasar yang dimaksudkan dalam hal ini adalah: a) Menemukan tingkah laku calon pengajar dan memperoleh umpan balik sebagai hasil supervisi.; b) Menemukan dan melengkapi pengajaran yang sifatnya dinamis dalam proses belajar mengajar; dan c) Menemukan model-model penampilan seorang guru dalam pembelajaran, menggunakan hasil supervisi sebagai dasar diagnostik dan remidi untuk mencapai tujuan latihan keterampilan. Tujuan adanya penambahan intensitas micro teaching bagi mahasiswa adalah mahasiswa calon guru memperoleh umpan balik atas penampilannya dalam pembelajaran. Umpan balik ini berupa informasi kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, sedangkan kekurangannya dapat diperbaiki sehingga keterampilan dasar pembelajaran dapat dikuasai oleh mahasiswa serta memberi kesempatan kepada mahasiswa calon guru untuk menemukan dirinya sebagai calon guru. Dengan adanya penambahan intensitas micro teaching, maka dapat memperbaiki kemampuan pedagogik mahasiswa sehingga nantinya mereka akan memiliki kemampuan guru yang profesional sesuai dengan tuntutan profesi guru saat ini. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengambil judul Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa geografi Melalui Intensitas Micro Teaching Dalam Rangka Memenuhi Tuntutan profesi Guru Geografi.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Apa konsep dari kompetensi? Apa macam-macam kompetensi? Apa konsep dari pedagogik? Apa konsep dari micro teaching? Apa konsep dari guru profesional?

6. 7.

Apa saja tuntutan menjadi guru profesional geografi? Bagaimana upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching?

8.

Apa hambatan dalam upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari makalah ini yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Untuk mengetahui konsep dari kompetensi. Untuk mengetahui macam-macam kompetensi. Untuk mengetahui konsep dari pedagogik. Untuk mengetahui konsep dari micro teaching. Untuk mengetahui konsep dari guru profesional. Untuk mengetahui saja tuntutan menjadi guru profesional geografi. Untuk mengidentifikasi upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching. 8. Untuk mencari solusi hambatan dalam upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep kompetensi Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada mayarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi. Pengertian Kompetensi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini oleh Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman. Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Sedangkan Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Mc Ahsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.

Sofo (1999:123) mengemukakan A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugastugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.

Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

B. Macam-macam kompetensi Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi social. Dalam Panduan Sertifikasi Guru bagi LPTK Tahun 2006 yang dikeluarkan Direktur Ketenagaan Dirjen Dikti Depdiknas disebutkan bahwa kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah sebagai berikut:

1.

Kompetensi Pedagogik Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir A

dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengkualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci, masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi dan indikator esensial sebagai berikut: a. Pemahaman terhadap peserta didik. Sub kompetensi ini memiliki indikator esensial yaitu: tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan perkembangan kognitif. b. Perancangan pembelajaran. Sub kompetensi ini memiliki indikator esensial yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. c. Pelaksanaan pembelajaran. Sub kompetensi ini memiliki indikator esensial yaitu: pre tes, proses, dan pos tes. d. Evaluasi hasil belajar, dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, serta penilaian program. e. Pengembangan peserta didik, untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain melalui kegiatan ekstra kurikuler (ekskul), pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling (BK). Kompetensi ini cenderung lebih menekankan kepada kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran yang menekankan pada peningkatan keaktifan siswa. Peserta didik dilibatkan penuh dalam proses pembelajarannya, sehingga mereka juga akan merasa memiliki peran dalam menciptakan pembelajarannya. Guru berperan sebagai manajer pembelajaran, yang membimbing dan mengarahkan peserta didiknya. Dengan adanya pengelolaan pembelajaran semacam ini, maka

siswa akan mendapatkan pemahaman yang menyeluruh. Sehingga tujuan pendidikan yang bermakna akan tercapai. Di sini ada empat subkompetensi yang harus diperhatikan guru yakni memahami peserta didik, merancang dan merancang pembalajaran, melaksanakana evaluasi dan mengembangkan peserta didik. Memahami peserta didik mencakup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor dan mengetahui bekal awal peserta didik. Sementara itu, merancang pembelajaran dimaksudkan bahwa guru harus mampu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan kemudian bisa mengaplikasikan rancangan itu di dalam proses pembelajaran sesuai alokasi waktu yang sudah ditetapkan. Di samping itu, guru mesti memiliki kemampuan melakukan evaluasi baik dalam bentuk on going evaluation maupun di akhir pembelajaran. Sementara itu, mengembangkan peserta didik bermakna bahwa guru mampu memfasilitiasi peserta didik di dalam mengembangkan potensi akademik dan non akademik yang dimilikinya. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: a. Merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, b. Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, c. Merencanakan pengelolaan kelas, d. Merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; e. Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran

2.

Kompetensi Kepribadian Komptensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,

dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Subkompetensi mantap dan stabil memiliki indicator esensial yakni bertindak sesuai dengan hokum, bertindak sesuai dengan norma social, bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan bertutur. Guru yang dewasa akan menampilkan kemandirian dalam bertindak dam memiliki etos kerja yang tinggi. Sementara itu, guru yang arif akan mampu melihat manfaat pembelajaran bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat, menunjukkan sikap terbuka dalam berfkir dan bertindak. Berwibawa mengandung makna bahwa guru memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan perilaku yang disegani. Yang paling utama dalam kepribadian guru adalah berakhlak mulia. Ia dapat menjadi teladan dan bertindak sesuai normaagama (iman, dan taqwa, jujur, ikhlas dan suka menolong serta memilki perilaku yang dapat dicontoh. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi: a. Pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, b. Pengetahuan tentang budaya dan tradisi, c. Pengetahuan tentang inti demokrasi, d. Pengetahuan tentang estetika, e. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, f. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, g. Setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi

3.

Kompetensi Professional Kompetensi professional merupakan kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Guru harus memahami dan menguasai materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang yang koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep atarmata pelajaran terkait dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga harus menguasai langkah-langkah penelitian, dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan meteri bidang studi. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal: a. Mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, b. Mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, c. Mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, d. Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, e. Mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran,

g. Mampu melaksanakan evaluasi belajar dan h. Mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup : a. Penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, c. Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi: a. Mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, b. Mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, c. Mengembangkan berbagai model pembelajaran, d. Menulis makalah, e. Menulis/menyusun diktat pelajaran, f. Menulis buku pelajaran, g. Menulis modul, h. Menulis karya ilmiah, i. Melakukan penelitian ilmiah (action research), j. Menemukan teknologi tepat guna, k. Membuat alat peraga/media, l. Menciptakan karya seni, m. Mengikuti pelatihan terakreditasi, n. Mengikuti pendidikan kualifikasi, dan

o. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. 4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial merupakan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Guru tidak bisa bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungannya. Ia harus sadar sebagai bagian tak terpisahkan bagi dari masyarakat akademik tempat dia mengajar maupun dengan masyarakat di luar. Seorang guru harus memiliki kepekaan lingkungan dan secara terus menerus berdiskusi dengan teman sejawat dalam memecahkan persoalan pendidikan. Guru yang jalan sendiri diyakini tidak akan berhasil, apalagi jikalau dia menjaga jarak dengan peserta didik. Dia harus sadar bahwa inteaksi guru dengan siswa mesti terus dihidupkan agar tercipta suasana belajar yang hangat dan harmonis. Keempat kompetensi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Masing-masingnya bukanlah hal yang berdiri sendiri-sendiri. Justru itu, antara kompetensi pedagogic, kepribadian, professional dan social akan saling menunjang dan bisa tampak secara utuh dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan pergaulan di luar kelas. Di dalam pelaksanaan proses sertifikasi kompetensi ini akan menjadi penilaian dan tolok ukur keberhasilan seorang guru. Artinya, hanya guru yang kompeten dan terampillah yang akan lolos dalam sertifikasi. Justru itu, kalau guru ingin mendapat sertifikat pendidik, ia harus bekerja keras baik di dalam menyiapkan materi ajar maupun dalam proses pembelajaran itu sendiri. Ia pun harus mampu menampilkan sosok pendidik yang disegani dan diteladani serta menjadi pemuka di dalam masyarakat. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi yaitu: a. Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, b. Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru,

c. Mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator a. Interaksi guru dengan siswa, b. Interaksi guru dengan kepala sekolah, c. Interaksi guru dengan rekan kerja, d. Interaksi guru dengan orang tua siswa, e. Interaksi guru dengan masyarakat.

C. Konsep pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Menurut Herbart Pedagogik adalah kemampuan mengombinasikan pendekatan ilmiah psikologi dan filosofis dalam studi tentang suatu pedagogi. Sasarannya teori dan praktek pedagogi yang diharapkan. Sedangkan menurut Dewey pedagogi adalah realisasi filsafat menjadi living facts. Pedagogik terbentuk melalui problem solving masalah-masalah (praktis). Ini semacam actionresearch atau developmental research. Menurut Gramsci, pedagogik adalah conformity, dilakukan dengan menghegemoni (bukan dominasi), directive, intelectual leadership demi partisipasi warga dalam pembangunan msyarakat. Pedagogik adalah filsafat praksis; ideologi yang kritis, bahkan terhadap dirinya sendiri; metode untuk mengadaptasikan teori dan praktek satu sama lain secara berkelanjutan.

Jadi konsep pedagogik adalah suatu kemampuan seseorang dalam menguasai kelas akan tetapi tidak mendominasi dari seluruh kelas, melainkan harus memberikan kesempatan terhadap orang lain yang ingin mengeluarkan pendapatnya.

D. Konsep micro teaching Micro Teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil, terbatas, sempit dan teaching berarti mengajar. Jadi, Micro Teaching berarti suatu kegiatan mengajar yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau segalanya dikecilkan. Maka, dengan memperkecil jumlah murid, waktu, bahan mengajar dan membatasi keterampilan mengajar tertentu, akan dapat diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon guru secara akurat. J.Cooper & D.W. Allen ( 1971, h. I ) mengatakan bahwa Pengajaran mikro adalah studi tentang suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah tertentu, yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan jumlah siswa sebanyak tiga sampai sepuluh orang.bentuk pengajaran di sederhanakan, guru hanya memfokuskan diri hanya pada beberapa aspek.pengajaran berlangsung dalam bentuk sesungguhnya, hanya saja di selenggarakan dalam bentuk mikro. membahas tentang pengertian pengajaran mikro, sejarahnya, rasional, penggunaan pengajaran mikro dan efektivitas pengajaran mikro, serta rangkuman penelitian. Micro teaching atau pengajaran Mikro merupakan kegiatan yang sangat vital bagi setiap mahasiswa atau calon guru. Untuk memenuhi tuntutan agar dapat menempatkan kediriannya utuh dan professional di bidang keguruan. Mereka beranggapan bahwa asal lulus pasti dapat mengajar, karena sudah belajar dan memiliki banyak teori yang berkaitan dengan cara-cara mengajar. Tetapi kenyataan banyak masalah yang yang timbul saling bertautan satu sama lain, baik segi tempat, waktu praktik maupun aspek-aspek yang berasal dari diri mahasiswa atau siswa praktikan. Latihan praktik mengajar yang dilakukan secara langsung dalam real class room, akan banyak ditemukan permasalahan baru yang tidak mungkin dapat dipecahkan secara cepat dan tepat pada saat di depan kelas juga. Calon guru yang melakukan real class room teaching akan berdampak cukup signifikan memenuhi maksud proses belajar mengajar. Dengan demikian, calon

guru harus langsung di depan kelas berhadapan dengan 30 siswa atau lebih, untuk menyampaikan pesan atau misi satuan pelajaran yang padat dan kompleks, maka akan dirasakan sebagai beban yang berat. Sebab pada hakikatnya ia sendiri baru belajar untuk mengajar. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang tidak dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya. Itulah ,sebabnya seperti telah ditekankan di muka bahwa dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar. Ada tidaknya interaksi adalah merupakan tanggung jawab guru, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Suatu cara untuk menumbuhkan interaksi ini adalah dengan mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa. Tetapi satu hal yang lebih penting ialah kemampuan guru dalam menyediakan kondisi yang memungkinkan terciptanya hal tersebut memiliki kemampuan untuk: a. Menghargai siswa sebagai insan pribadi dan insan sosial yang memiliki hakikat dan harga diri sebagai manusia. b. Menciptakan iklim hubungan yang intim dan erat antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. c. Menumbuhkan gairah dan kegembiraan belajar di kalangan siswa d. Kesediaan dalam membantu siswa. Karakteristik Mikro Teaching yang diketahui selama ini merupakan konsep pengajaran mikro dilandasi oleh pokok-pokok pikiran, yaitu Pengajaran yang nyata, artinya pengajaran di laksanakan tidak dalam bentuk sebenarnya, tetapi berbentuk mini dengan karakteristik sebagai berikut: a. Peserta berkisar antara 5-10 orang b. Waktu mengajar terbatas sekitar 10-15 menit c. Komponen mengajar dikembangkan terbatas d. Latihan terpusat pada keterampilan mengajar. e. Mempergunakan informasi dan pengetahuan tentang tingkat belajar f. Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang di selenggarakan dalam laboratorium mikro teaching

g. Pengadaan low-threat-situation untuk memudahkan calon guru mengajari keterampilan mengajar. h. Penyediaan low-risk-situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran. i. Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu. Jadi micro teaching merupakan sistem pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada satu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang diciptakannya dengan tujuan mempersipkan mahasiswa calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar spsenuhnya di muka kelas dengan memiliki pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan sikap sebagai guru yang profesional

E. Konsep guru profesional Kamus dewan (1989) guru diartikan sebagai pangajaran, misalnya perguruan pada guru pelatih, murid, dsb. Konsep profesional ialah pekerja yang yang bekerja sesuai dalam bidangnya. Hal ini bermakna guru sebagai guru yang profesional merupakan orang yang mengamalkan ilmu pengetahuan, kepakaran, dan kemahirannya dalam profesi guru. Profesionalisme guru dapat dilihat juga dari kesesuaian (fitness) atau relevansi keluaran pendidikan dengan profesi yang disandangnya. Dalam bahasa yang lain dapat dikatakan bahwa, profesionalisme guru sama halnya dengan skilled performer (pelaku yang terampil), seorang guru profesional dapat tampil dengan penuh perkasa, inovatif, original, dan invensif. Pada lain pihak, profesionalisme guru menurut Ibrahim Bafadal, menyimpulkan bahwa tugas profesional guru itu adalah tugas merencanakan pengajaran, tugas mengajar di kelas dan menilai pengajaran. Sementara menurut Moh Uzer Usman, berpendapat bahwa ukuran profesionalisme guru antara lain; pertama, sebagai petugas profesional meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Kedua, tugas dalam bidang kemanusiaan. Dalam hal ini dikatakan, bahwa guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai pengganti orangtua. Guru harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola

para siswanya. Ketiga, mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Indonesia yang bermoral Pancasila dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, profesionalisme guru mengedepankan kebutuhan sosial berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah yang diterima oleh masyarakat dan prinsipprinsip itu telah benar-benar well-estabilished. Sebagai sebuah profesi, seorang guru harus menguasai perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi), memenuhi self-performent dalam melaksanakan tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja. Menurut Jurnal Educational Leadership (Maret 1994) seperti yang dikutip oleh Saratri Wilonoyudho disebutkan, ada lima ukuran seorang guru dinyatakan masuk kategori profesionalisme. Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya. Ketiga, bertanggungjawab memantau kemajuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugasnya. Kelima, seyogyanya menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Malcom Allerd dan Saratri menyebutkan bahwa selain lima aspek tersebut di atas, sifat dan kepribadian seorang guru amat penting artinya bagi proses pembelajaran, yakni adaptabilitas, antusiasme, kepercayaan diri, ketelitian, empati, dan kerjasama (hubungan) yang baik sesama guru. Profesionalisme guru sesungguhnya sejalan dengan cita-cita reformasi pendidikan saat ini. Karena itu, profesionalisme guru pada hakikatnya adalah profil yang mampu beradaptasi dengan tuntutan dan perubahan zaman. Kreteria sebagai profil (profesionalisme guru) yang mampu menyesuaikan dengan perubahan itu di antaranya: a. Bagaimana ia mampu memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber belajar dari luar sekolah; b. Perombakan secara struktural hubungan antara guru-murid seperti layaknya perhubungan pertemanan; c. Penggunaan teknologi pendidikan modern dan penguasaan Iptek; d. Kerja sama dengan teman sejawat antar sekolah; e. Kerja sama dengan komunitas lingkungannya, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Omar Hamalik tugas seorang guru profesional antara lain: a. Bertindak sebagai model bagi para anggotanya b. Merangsang pemikiran dan tindakan c. Memimpin perencanaan dalam mata pelajaran d. Memberikan nasehat kepada executive teacher sesuai dengan kebutuhan tim e. Membinan dan memelihara literatur profesional dalam daerah pelajarannya f. Bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber dalam daerah pelajaran tertentu dengan referensi pada insevice, training dan pengembang kurikulum. g. Mengembankan file kurikulum dalam daerah pelajaran tertentu dan mengajar di kelas-kelas yang paling besar h. Memelihara hubungan dengan orangtua murid dan memberikan komentar atau laporan. i. Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.

Berdasarkan uraian di atas, guru merupakan jabatan/pekerjaan yang posisinya tidak ringan. Secara eksplisit, tugas guru adalah menjadi mitra bagi lembaga sekolah, bagi kawan seprofesi, yang dituntut memiliki ketrampilan dan kemampuan yang mampu menciptakan produktifitas atau lulusan yang baik. Selanjutnya, guru harus melakukan kegiatan bimbingan dalam proses pengembangan mental dan spiritual (ruhaniah, moral dan sosial), pengembangan kemampuan intelektual (kecerdasan, kognitif) dan pengembangan pada bidang ketrampilan (motorik). Sebagai pendidik, guru berkewajiban untuk melaksanakannya secara efesien dan efektif.

F. Tuntutan menjadi guru profesional geografi Fenomena dan isu-isu spasial-global, baik fisik-alamiah maupun sosialbudaya yang terjadi dipermukaan bumi sebagai ruang hidup serta kehidupan, merupakan sumber kajian yang menantang studi geografi. Fenomena dan isu-isu tersebut, wajib menjadi pengetahuan tiap orang, terutama peserta didik yang mempelajari geografi. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi guru geografi

untuk mengantisipasinya menjadi bahan pembelajaran yang bermakna, agar masyarakat, khususnya peserta didik tidak menjadi korban masalah spasial-global yang sedanag melanda kehidupan dewasa ini, dan hari-hari mendatang. Hanya disini, bagaimanakah kemampuan profesional guru-guru geografi dilapangan mampu menjadikan fenomena spasial-global itu menjadi materi pembelajaran yang mengembangkan pola pikir peserta didik menghadapi masalah-masalah spasial-global yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Fenomena apapun dalam ruang peermukaan bumi, baik itu fisikal-alamiah, maupun sosial-budaya, tidak dapat melepaskan diri dari perubahan. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya teknologi informasikomunikasi, perubahan itu sangat mengarus. Kita, terutama guru, lebih khusus lagi guru geografi, harus berupaya terhindar dari korban perubahan, namun berupaya mengendalikan perubahan itu (Masters of Change:Boast, W.M., Martin, B.:2001). Salah satu perubahan yang dialami oleh guru di lapangan, tidak terkecuali guru geografi, yaitu perubahan kurikulum di tingkat sekolah yang tidak jarang membingungkan. Perubahan kurikulum ini memang tuntutannya, mengantisipasi perubahan yang sedang mengarus dalam kehidupan, terutama perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek-aspek sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Namun demikian, dilancarkan perubahan kurikulum tersebut, tidak dilandasi oleh kesiapan/persiapan guru sebagai ujung tombak dilapangan. Idealnya, guru, khususnya guru geografi sebagai orang lapangan, dengan kemampuan dan kematangan profesional, mampu mengantisipasi perubahanperubahan tadi. Namun dalam kenyataan, lebih banyak kebingungan dari pada siap mengantisipasinya. Kadar profesional guru, khususnya guru geografi, masih harus ditingkatkan. Salah satu prinsip profesional guru menurut Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen (Bab III, Pasal 7): memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Guru, khususnya guru geografi dilapangan, masih belum mampu mengembangkan kadar profesional menjabarkan fenomena dan masalah-masalah spasial-global ke dalam materi pembelajaran geografi yang aktual, masih terikat oleh buku teks yang ada.

Keberhasilan guru, termasuk guru geografi di lapangan, melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran, tercermin pada kemampuannya menjabarkan, memperkaya, memperluas, dan menciptakan kesesuaian serta keserasian kurikulum dengan realita fenomena dan isu-isu spasial-global, perkembangan IPTEK, serta perubahan sosial pada umumnya. Melalui mekanisme yang demikian itu, proses pendidikan dan pembelajaran, dapat memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan, membina manusia indonesia yang terampil, berpengetahuan, berilmu, berakhlak mulia sebagai calon sumberdaya manusia Indonesia yang modern. Oleh karena itu, sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang RI, No. 14 Tahun 2005, Bab I, Pasal 1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah. Kadar profesional guru itu, termasuk guru geografi, tidak akan lahir begitu saja, melainkan melalui proses pembinaan yang bertahap dan berkesinambungan. Secara formal, tingkat profesional tersebut, diproses pada lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di perguruan tinggi. Secara non formal, melalui kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya, sarasehan, diskusi, dan lainnya. Secara individual guru masing-masing melakukan pengembangan pribadi (personal development). Dengan demikian, membina profesional itu, tidak hanya terbatas pada pendidikan formal dan non formal, melainkan terutama juga sangat bergantung pada dorongan diri pribadi untuk mencapainya. Pengembangan kadar profesional guru, khususnya guru geografi secara formal, dilakukan melalui pendidikan formal, baik pendidikan akademik maupun pendidikan profesional (pendidikan kedinasan) atau bahkan kedua-duanya. Dengan demikian, secara akademik dan formal, dalam diri kita selaku guru, khususnya guru geografi. Berkaitan dengan undang-undang, tingkat profesional ini secara formal harus ada sertifikatnya. Oleh karena itu, harus ada pengujian formal, sehingga mendapat pengakuan. Pengembangan dan pembinaan kadar profesional, seperti telah dibahas di atas, secara informal dilakukan sendiri oleh guru yang bersangkutan melalui

pengembangan diri (personal development) dengan membaca, belajar mandiri, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai serta bermakna terhadap tuntutan tugas guru geografi. Secara non formal, dilakukann melalui kegiatan-kegiatan ilmiah seperti sarasehan, diskusi, seminar, lokakarya, dan pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kemampuan profesional. Dengan kegiatan-kegiatan yang terarah, baik informal maupun nonformal, kemampuan profesional itu sebagai guru geografi, pada kadar nonformal, dapat terbina. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Guru geografi harus selalu tau "up date" mengenai informasi, fenomena, dan gejala-gejala yang terjadi di permukaan bumi. Guru geografi diharapkan mampu berfikir kritis dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis siswa. 2. Guru geografi harus "up date" dalam bidang teknologi, terutama teknologi komunikasi Perkembangan maupun zaman teknologi yang yang bereferensikan dengan kemajuan geo-spatial. teknologi,

dibarengi

mengharuskan seorang guru untuk dapat mengikuti arus kemajuan teknologi itu, terutama teknologi informasi/komunikasi. Begitu pula pada kemajuan teknologi yang bereferensi geo-spatial, semakin bertambahnya waktu yang dibarengi dengan bertambanhnya dinamika yang terjadi di permukaan bumi menuntut suatu perkembangan teknologi yang mampu menganalisa dinamika-dinamika tersebut, dalam hal ini teknologi yang bereferensi geospatial-lah yang mampu mengolahnya. Oleh karena itu guru geografi harus siap untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang akan timbul di masa mendatang dengan keahliannya di bidang teknologi. 3. Guru geografi harus siap dalam menghadapi perubahan kurikulum yang terjadi sewaktu-waktu. Maka pengetahuan guru geografi dalam bidangnya sangat diperlukan untuk menyesuain perubahan tersebut. Guru geografi harus memiliki kemampuan penguasaan materi dalam bidangnya dengan membaca, belajar mandiri, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai serta bermakna terhadap tuntutan tugas guru geografi, bila sewaktu-waktu terjadi perubahan pada kurikulum agar mereka mampu menyesuaikannya.

4. Mampu menjabarkan fenomena dan masalah-masalah spasial-global ke dalam materi pembelajaran geografi yang aktual, dan tidak terlalu berpedoman pada buku teks melainkan dengan endapan akademiknya. Tuntutan-tuntutan yang ada, dapat diatasi jika memenuhi ciri-ciri guru geografi ideal menurut Timutius Suwarna, diantaranya: 1. Mempunyai perhatian cukup banyak terhadap permasalahan manusia. Misalnya: Permasalahan manusia di sekitar lingkungan hidup Urbanisasi, kapadatan penduduk yang melampauai batas 2. Mampu menemukan sendiri factor-faktor geografi, pola-poa regional, dan relasi keruangan yang terkandung, tersembunyi di belakang gejala-gejala sosial 3. Suka dan mampu mengadakan observasi pribadi di lapangan 4. Secara sederhana dapat mesintesiskan data dari berbagai sumber 5. Mampu membedakan/memisahkan kasualitas (sebab-akibat) yang sungguh dari hal-hal yang bersifat kebetulan.

G. Upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching Menurut UU No. 14/2005, Guru dan Dosen akan memiliki dampak yang sangat besar untuk dunia pendidikan Indonesia. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dibangun dari berbagai aspek, Guru adalah adalah salah satu faktor yang menentukan untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas tersebut. Keinginan kuat pemerintah memperbaiki mutu pendidikan tidak hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan anggaran untuk kesejahteraan guru dan dosen, berbagai program dan pelatihan guru serta investasi jangka panjang dengan menyediakan, membangun dan memperbaiki sarana prasarana pendidikan. Guru pun yang semula adalah jabatan, melalui Undang-undang ini ditingkatkan menjadi Profesi, artinya seseorang belum bisa dinyatakan sebagai guru jika belum memenuhi beberapa persyaratan syarat-syarat tersebut adalah: a. Kualifikasi akademik

b. c. d. e.

Kompetensi Sertifikat pendidik Sehat jasmani & rohani Kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Sebagai kompensasi dari tuntutan tersebut maka pemerintah memberikan

anggaran lebih untuk kesejahteraan dan perlindungan profesionalisme Guru sebagaimana di atur pada Undang-undang tersebut diatas. Dari beberapa persyaratan diatas, dalam makalah ini akan dipaparkan tentang kompetensi pendidik. Kompetensi dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Kompetensi tersebut meliputi: a. b. c. d. Kompetensi pedagogik Kompetensi profesional; Kompetensi sosial; Kompetensi kepribadian; Pendagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengajarkan materi tertentu kepada siswanya, meliputi : a. Memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual; b. c. d. e. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik; Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik; Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik; Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran; f. g. h. Merancang pembelajaran yang mendidik; Melaksanakan pembelajaran yang mendidik; Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya; i. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Untuk meningkatkan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi diperlukan adanya penambahan intensitas dalam pembelajaran (microteaching). Penambahan intensitas mikroteaching dapat menumbuhkan rasa percayadiri mahasiswa geografi dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswanya. Semakin seringnya dilakukan pelatihan mikroteaching membantu mahasiswa geografi agar lebih siap saat terjun dilapangan, disamping itu seorang guru juga dituntut bertindak secara profesional, ini menjadikan modal awal bagi mahasiswa geografi untuk menjadi tenaga pendidik atau guru profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional apabila sudah mampu memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan diatas. Dalam institusi pendidikan juga mengutamakan untuk mencetak tenaga-tenaga pendidik yang profesional, karena dalam dunia kerja sekarang suatu institusi akan dikenal masyarakat apabila dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional. Apabila tenaga-tenaga pendidikan yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja, maka persaingan tenagatenaga pendidik akan semakin meningkat. Secara tidak langsung persaingan tersebut juga meningkatkan kualitas pendidikan. Micro teaching adalah suatu tindakan atau kegiatan latihan belajar-mengajar dalam situasi laboratoris (Sardirman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar). Ciriciri pokok Micro Teaching : a. b. c. d. Jumlah subyek belajar sedikit sekitar 5-10 orang. Waktu mengajar terbatas sekitar 10 menit Komponen mengajar yang dikembangkan terbatas Sekadar real teaching Maksud adanya micro teaching yaitu meningkatkan performance yang menyangkut keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar mengajar. Sedangkan tujuan dari micro teaching adalah membekali calon guru sebelum sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan praktek kependidikan untuk praktek mengajar (Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar ). Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan agar suatu kompetensi pedagogik bisa dilaksanakan dengan maksimal dibutuhkan intensitas micro teaching yang cukup sering.

H. Hambatan dalam upaya peningkatan kompetensi pedagogik mahasiswa geografi melalui intensitas micro teaching Hambatan dalam Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik melalui Intensitas Microteaching yaitu: 1. Kurangnya sarana dan prasarana untuk peningkatan kompetensi pedagogik, seperti alat pencatat/ perekam, media ajar, dan bahan ajar 2. 3. Mahasiswa belum menguasai secara penuh kompetensi pedagogik Kurang penguasaan mengenai EHB yang merupakan salah satu tugas seorang guru (tenaga pendidik) 4. Tidak bisa melihat karakteristik siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan potensi yang merupakan aktualisasi pengembangan diri siswa.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Saran

DAFTAR RUJUKAN Deporter, Bobbi, Mark Reardson, & Sarah Singer.2000.Quantum Teaching.Bandung:Kaifa Efendi, Muhammad.2006.Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta:Bumi Aksara Hasibuan,J.J, Ibrahim, & A.J.E Toenlioe.1991.Proses Belajar Mengajar Ketrampilan Mengajar Mikro.Bandung:Remaja Rosdakarya http://arisandi.com diakses pada tanggal 1Maret 2012 http://haripambudi.blogspot.com diakses pada tanggal 1Maret 2012 http://www.bloggermajalengka.com/2011/09/kompetensi-guru-menurut-uu-no142005.html diakses pada tanggal 1Maret 2012 http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/08/pengertian-micro-teaching.html diakses pada tanggal 1Maret 2012