Vektor DBD

download Vektor DBD

of 20

description

kesehatan lingkungan, vektor, DBD, demam berdarah dengue

Transcript of Vektor DBD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang senantiasa memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menelaah objek kajian ini dan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Kesehatan Lingkungan. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk mengetahui pembahasan tentang Pengendalian Vektor DBD. Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa mendatang.

Padang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI1KATA PENGANTAR

3BAB 1 : PENDAHULUAN

31. Latar Belakang

42. Rumusan Masalah

43. Tujuan

5BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

51. Demam Berdarah Dengue

92. Pengendalian Vektor DBD

153. Kebijakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Vektor

19BAB 3: PENUTUP

191. Kesimpulan

192. Saran

BAB 1 : PENDAHULUAN1. Latar Belakang

Pengendalian vektor (Vector control) merupakan usaha untuk menekan populasi vektor penyakit sampai berada di bawah batas kemampuan dalam menularkan penyakit sehingga angka kesakitan dapat diturunkan, sehingga penyakit itu tidak menjadi masalah kesehatan utama bagi masyarakat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam pengendalian penyakit menular adalah dengan pengendalian vektor (serangga penular penyakit) untuk memutuskan rantai penularan penyakit.Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan.Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu.Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk,pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan organisme predator dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan denganmenggunakan insektisida sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian genetik dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada.Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan mengunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan infertebrata, atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, atau pemangsa. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi, atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati nyamuk di tempat perindukan.

Penyakit yang ditularkan oleh vektor sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di beberapa negara beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu dari penyakit tersebut adalah Demam Berdarah Dengue (DBD) yang merupakan penyakit yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dikenal di Indonesia sebagai penyakit yang endemis terutama bagi anak-anak. Di Indonesia DBD timbul sebagai wabah untuk pertama kalinya di Surabaya pada tahun 1968. Sampai saat ini DBD dilaporkan dari 26 propinsi dan telah meyebar dari daerah perkotaan ke daerah pedesaaan dan selama tahun 1974 sampai 1982 dilaporkan sebanyak 3500-7800 kasus dengan "Case Fatality Rate" 3,9 %. Penyebab penyakit ini ialah virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti sebagai faktor utama, disamping nyamuk Aedes Albopictus.

Hingga saat ini upaya pengendalian vektor lebih dititik beratkan pada penggunaan bahan-bahan kimia yang dirasakan lebih efektif. Akan tetapi hal ini menimbulkan masalah baru antara lain menyebabkan kematian hewan non target, pencemaran lingkungan dan terjadinya resistensi vektor penyakit terhadap insektisida. Pengendalian tersebut hanya mematikan nyamuk dewasa dan pada waktu tertentu jentik nyamuk yang masih hidup akan berubah kembali menjadi nyamuk dewasa.2. Rumusan Masalah1. Bagaimana pengendalian vektor untuk penyakit demam berdarah dengue?

2. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian vektor DBD ? 3. Tujuan1. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian vector penyakit demam berdarah dengue.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian demam berdarah dengue.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

1. Demam Berdarah DengueA. Ruang Lingkup Demam BerdarahPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Masalah DBD telah menjadi masalah klasik yang kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal musim penghujan. Penyakit itu disebabkan oleh virus dari famili Flaviridae yang ditularkan oleh serangga (arthropod borne virus = arbovirus). Virus tersebut mempunyai 4 serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu serotypes virus tersebut biasanya kebal terhadap serotype yang sama dalam jangka waktu tertentu, namun tidak kebal terhadap serotypes lainnya, bahkan menjadi sensitif terhadap serangan DBD. Serangga yang diketahui menjadi vektor utama adalah nyamuk Ae aegypti (Diptera: Culicidae). Spesies nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah Indonesia kecuali pada ketinggian diatas 1000 di atas permukaan laut.Insidens dan prevalensi penyakit demam berdarah menimbulkan kerugian pada individu, keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk kematian, penderitaan, kesakitan dan hilangnya waktu produktif. Manfaat pemberantasan penyakit demam berdarah adalah pengurangan kesakitan, kematian dan penderitaan individu dan keluarganya. Secara makro pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue mengurangi kerugian sosial dan meningkatkan produktivitas masyarakat serta berbagai "multiplier effect" lainnya. Dalam arti yang luas, pemberantasan penyakit demam berdarah dengue akan meningkatkan mutukehidupan. Demam berdarah adalah suatu penyakit menular yang ditandai dengan demam mendadak, pendarahan baik di kulit maupun di bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan shock (rejatan) dan kematian. Penyebab penyakit demam berdarah ialah virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak termasuk bayi meskipun sekarang proporsi penderita dewasa meningkat. Hal ini terjadi karena bayi dan anak belum memiliki sistem kekebalan yang lengkap sehingga angka kematiannya tergolong tinggi. Penularan penyakit DBD pada dasarnya terjadi karena adanya penderita maupun pembawa virus ini, nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor dan masyarakat sebagai sasarannya.

Penyakit DBD ini melibatkan 3 organisme yaitu: virus dengue, nyamuk aedes. Dan pejamu manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu atau populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan biologik dan lingkungan fisika pola prilaku dan status ekologi dari ketiga kelompok organisme tadi dalam ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada suatu lokasi ke lokasi lain, dan dari tahun ke tahun. Untuk memahami kejadian penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pemberantasabn penyakit melalui pemberantasan vektornya perlu mempelajari penyakit sebagai bagian ekosistem alam yaitu: Antbropo Ecosystem.Virus Dengue ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes subgenus Stegonya. Di Indonesia ada tiga jenis nyamuk aedes yang bisa menularkan virus Dengue yaitu: Ac. aegypti, Ae. albopictus, Ae. Scutellaris. Dari ketiga jenis nyamuk tersebut Ae. aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit DBD.

Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Nyamuk ini semula berasal dari Afrika kemudian menyebar melalui sarana transportasi ke negara lain di asia dan Amerika. Di Asia Ae. aegypti merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD, karena tempat perindukkan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia. Daerah di mana penduduknya jarang, Ae. aegypti masih memiliki kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebut menghisap darah manusia bemlang-ulang pada siang hari. Oleh karena itu kebiasaan hidup Ae aegypti dan habitatnya merupakan faktor yang penting menjadi sasaran pencegahan dan pemberantasan DBD. Tempat perindukkan Ae. aegypti di negara asalnya berbeda dengan di Asia. Di Afrika nyamuk hidup di hutan dan tempat perindukkannya pada genangan air di pohon. Di Asia nyamuk hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukkannya pada\ genangan air bersih buatan manusia (man made breeding places) di daerah pemukiman. Tempat perindukkan Ae. egypti dapat dibedakan atas tempat perindukkan sementara, permanen dan alamiah.Tempat perindukkan sementara terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA) termasuk: kaleng bekas, ban mobil bekas pecahan botol pecahan gelas, talang air, vas bunga, dan tempat yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga seperti: bak penampungan air, reservoir air, bak mandi, gentong air dan bak cuci di kamar mandi. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang pohon. Nyamuk Ae. albopictus yang juga berperan dalam penularan penyakit DBD, merupakan nyamuk luar rumah dan jauh dari pemukiman penduduk, misalnya di kebun, hutan dan daerah pinggiran kota, walaupun demikian peranannya dalam penularan penyakit DBD perlu diwaspadai.B. Bioekologi Vektor Nyamuk DBD

a. Habitat dan Kebiasaan Hidup1. TelurSebagian besar nyamuk Aedes Aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari 1 tahun). telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. 2. Larva dan PupaLarva akan mengalami empat tahapan perkembangan. Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk 2 hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.3. Nyamuk DewasaNyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah dalam 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur.4. Perilaku makanSebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam tergantung lokasi dan musim. 5. Perilaku istirahatAe. Aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan diluar rumah, di tumbuhan, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan tempat istirahatnya ialah dibawah furnitur, benda yang tergantu seperti baju & gorden, serta di dinding. 6. Jarak terbang Penyebaran nyamuk aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, akan tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur. Tansportasi pasif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada dalam penampung.7. Lama hidupNyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya 8 hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus makin besar. b. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan VektorFaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik seperti curah hujan, temperatur, dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago. Demikian juga faktor biotik seperti predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap siklus hidup Ae. aegypti.

Pengaruh lingkungan yaitu suhu udara dan kelembaban udara juga berpengaruh bagi viabilitas nyamuk Aedes maupun virus Dengue. Suhu yang relative rendah atau relatif tinggi, serta kelembaban udara yang rendah dapat mengurangi viabilitas virus Dengue yang hidup dalam tubuh nyamuk maupun juga mengurangi viabilitas nyamuk itu sendiri. Sehingga pada waktu musim kemarau penularan penyakit Demam Berdarah Dengue sangat rendah dibandingkan dengan pada waktu musim hujan.

Penduduk Asia biasanya menyimpan air di tempat penampungan air yang berbeda beda dan dibuat dari bermacam-macam bahan seperti semen, plastik, tanah, kaleng, seng, besi dan kramik. Di Indonesia diperkirakan setiap rumah memiliki TPA antara 5-6 buah. Prilaku menyimpan air ini sangat tergantung pada kultur setempat dan kebutuhan air. Misalnya, di daerah Kalimantan, air hujan ditampung untuk diminum sedangkan air sumur atau air kali yang tidak jernih untuk keperluan lain seperti mandi dan mencuci. Bahkan di daerah dimana ada sistem perpipaan, penduduk masih ada kecendrungan menyimpan air, karena air dari perpipaan sewaktu-waktu tidak mengalir. Kondisi penyimpanan air memberi peluang dan kesempatan terjadinya tempat perindukkan nyamuk Ae. Aegypti Pertambahan penduduk dan urbanisasi mengakibatkan kebutuhan air meningkat, sehingga mengakibatkan upaya menampung air meningkat pula. Begitu juga berkembangnya pembangunan dan perindustrian mengakibatkan barang industri seperti mobil dan barang-barang keperluan rumah tangga seperti plastik maupun gelas bertambah. Bertambah tingginya produksi barang-barang tersebut, mengakibatkan bertambahnya barang-barang buangan seperti ban bekas, kaleng, pecehan gelas dan plastik. Barang bekas tersebut semuanya memberi peluang bertambahnya perindukkan nyamuk Ae. Aegypti. Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD ialah banyaknya tanaman hias dan tanamann pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman peka rangan berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap, istirahat dan juga menambah umur nyamuk. 2. Pengendalian Vektor DBDFaktor yang penting dalam pengendalian vektor adalah mengetahui bionomik vektor, yaitu tempat perkembangbiakan, tempat istirahat, serta tempat kontak vektor dan manusia. Upaya pengendalian vektor dengan menggunakan bahan kimia ternyata tidak cukup aman, karena walaupun dapat menurunkan populasi vektor dengan segera, penggunaan bahan kimia yang berlebihan juga mempunyai dampak yang merugikan terhadap lingkungan, yaitu menurunnya kualitas lingkungan.Selain menggunakan bahan kimia, pengendalian vektor juga bisa dilakukan dengan pengubahan lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Pengubahan lingkungan fisik dilakukan agar vektor tidak dapat berkembangbiak, istirahat, ataupun menggigit. Misalnya dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) untuk pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terkenal dengan sebutan 3M yaitu Menguras Tempat Penampungan Air (TPA), Menutup TPA dan Menimbun barang-barang yang dapat menampung air hujan yang bisa menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Aedes aegypti. Contoh lain yaitu dengan membersihkan saluran air menggenang yang dapat menjadi tempat berkembangbiak nyamuk penular penyakit kaki gajah (filariasis). Pengubahan lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya yaitu dengan mengubah perilaku masyarakat agar tidak terjadi kontak antara manusia dan vektor, misalkan dengan memasang kawat kasa pada ventilasi rumah agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah, atau memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk. Selama ini sebenarnya sebagian masyarakat sudah mengetahui cara pengendalian vektor penyakit dengan pengubahan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Namun demikian perlu kiranya peningkatan upaya-upaya tersebut agar pengendalian vektor sebagai salah satu cara pengendalian penyakit menular dapat berhasil dengan baik. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama dari berbagai sektor terkait agar peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian vektor ini dapat berjalan dengan baik, sehingga mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit di masyarakat.Vektor adalah Arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentang (susceptible host). Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor dengan maksud mencegah atau pemberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan oleh vektor.a. Pengendalian VektorPengelolaan lingkungan untuk pengendalian vektor adalah meliputi usaha perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan monitoring dari kegiatan untuk mengadakan modifikasi dan atau manipulasi faktor-faktor lingkungan atau interaksinya dengan manusia dengan maksud untuk mencegah atau menurunkan perkembang biakan vektor dan mengurangi kontak antara manusia dengan vektor. Pengendalian lingkungan Modifikasi lingkungan adalah suatu bentuk pengelolaan lingkungan terdiri dari sesuatu transformasi fisik yang farmanen atau berjangka panjang terhadap tanah, air dan tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan untuk mencegah, menghilangkan atau menurunkan habitat larva tampa menyebabkan pengaruh merugikan yang tidak perlu terhadap kualitas lingkugan manusia. Misalnya drainage perpipaaan untuk mengurangi sebanyak mungkin stadium air dari perkembangan vektor. Manipulasi lingkungan adalah suatu bentuk pengolaan lingkungan yamng terdiri atas kegiatan berulang yang terencana yang bertujuan untuk menghasilkan kondisi sementara yang tidak cocok untuk berkembang biakan vektor pada habitatnya. Misalnya perubahan kadar garam dari air, penyentoran saluran air secara periodik, menghilangkan vegetasi dll. Pengendalian Non Kimiawi : Pada Larva / jentik nyamuk: Dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M:Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi;karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus disikat.Menutup rapat rapat bak bak penampungan air;yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya,Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larutini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi. Dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan air. Pada Nyamuk Dewasa : Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita.

Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.

Pengendalian Kimiawi : Pada Larva / jentik nyamuk:Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum. Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram ABATE

Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.

Pada Nyamuk Dewasa : Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.

Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 1 meter diatas permukaan lantai bangunan.

Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan mendekat. Pengendalian BiologiPengendalian Biologi ditunjukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh,pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan. Pengendalian genetikaDalam pendekatan ini,ada beberapa teknik yang dapat digunakan diantaranya steril technique,citoplasmic incompatibility,dan choromosomal translocation. Pengendalian TerpaduStrategi ini dilaksanakan atas dasar ekologi vektor,sehingga diketahui berbagai karakteristik vektor seperti habitat, usia hidup,probabilitas terjadi insfeksi pada vektor dan manusia,kepekaan vektor terhadap penyakit,dan lain-lainnya.Atas dasar ini ,dapat dibuat strategi pengendalian yang menyeluruh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat,kerjasama sektoral,dan lain-lainnya.b. Pemberantasan vektor DBD

Pemberantasan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus bertujuan untuk menurunkan

angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk aedes yang dilaksanakan

sekarang ada dua cara yaitu:a. Dengan cara kimiaCara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic. Untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasannya digunakan dengan menaburkan abate kedalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan.b. Pengelolaan lingkungan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukkan. Cara ini dikenal sebagai Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) yangpada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyanuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan :

Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali

Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barng-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah

Membersihkan air yang tergenang diatap rumah

Memelihara ikan pemakan jentikc. Pengawasan Kualitas LingkunganPengawasan kualitas lingkungan (PKL) adalah caram pemberantasan vektor DBD melalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuan untuk menghilangkan tempat perindukkan nyamuk Ae.aegypti dari daerah pemukiman penduduk.Kegiatan pokok yang dilaksanakan PKL adalah (1) pengawasan kebersihan lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali; (2) penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam kebersihan lingkungan dan masyarakat dalam kebersihan lingkungan melalui gotong royong secara berkala;(3) pemantauan kualitas menggunakan indikator kebersihan dan indeks vektor DBD.d. Masalah Sosial Dan Ekonomi Yang Berhubungan Dengan DHF1. Faktor Sosial

Pendidikan

Pembangunan di bidang pendidikan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap kesehatan. Konsep sehat dan sakit menjadi mantap yang mempengaruhi persepsi/pandangan cara hidup dan upaya seseorang untuk dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan demikian pemberantasan aedes dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang dirasakan seoogai suatu kebutuhan yang dilestarikan hasilnya sehingga upaya untuk menyehatkan diri dan lingkungannya akan mereka laksanakan secara spontan. Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan, sikap dan prilaku seseorang untuk hidup sehat.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor yang juga ikut menentukan timbulnya DBD, Sebagi contoh di daerah yang sulit akan air, dimana untuk kebutuhan hidup sehari-hari air harus dibeli, maka pekerjaan untuk menguras bak mandi, tempayan seminggu sekali sangat memberatkan kehidupan mereka.3. Kebijakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Vektor

Program pengendalian vektor mencakup upaya :

1. Peningkatan keterpaduan program

2. Penggalangan kemitraan

3. Pengembangan kajian IPTEK dan operasional pengendalian vektor

4. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan (PERMENKES)

5. Peningkatan sumber daya (tenaga, biaya, dan peralatan)

Kebijakan pengendalian vektor :

1. Pengendalian vektor terpadu

Keterpaduan berbagai cara teknis pengendalian dan manajerial sesuai kondisi lingkungan dan social masyarakat setempat.

Keterpaduan antar program dan lintas sector

Melibatkan peran aktif masyarakat

2. Pengendalian vektor didasarkan pada data epidemiologi, entomologi, dan perilaku penduduk setempat, dilaksanakan sesuai dengan PROTAP.

3. Penggunaan insektisida yang dilaksanakan daerah dengan kondisi :

Epidemi/KLB

Intensitas penularan tinggi (high transmissition)

Penularan banyak terjadi di dalam rumah (malaria)

Insektisida yang digunakan harus memenuhi syarat :

Rekomendasi WHO

Terdaftar di KOMPES

Mengacu pada pedoman/informasi teknis insektisida yang diterbitkan oleh DEPKES

Sesuai pedoman manajemen resistensi

4. Pengelolaan lingkungan

Dilaksanakan dengan melakukan penataan habitat nyamuk vektor (malaria) antara lain : pembersihan lumut, pembangunan konstruksi perpipaan/ DAM dan lain-lain, pengeringan berkala, pengaturan sistem irigasi, dan lain-lain perlu :

Didukung oleh PERDA.

Melibatkan lembaga social terkait, swasta atau dunia usaha, LSM/NGO.

Melibatkan komponen masyarakat.

5. Pengendalian biologi

Dilaksanakan dengan menggunakan musuh alami (predator, parasit, dan lain-lain). Salah satu cara untuk menunda atau menghambat terjadinya resistensi.

6. Kelambu berinsektisida (ITN/LLIN)

Berdasarkan data epidemiologi, entologi dan kondisi social budaya masyarakat setempat. Diutamakan melalui swadaya masyarakat.

Langkah-langkah pengambilan keputusan pengendalian vektor :

Peran serta masyarakat merupakan komponen utama dalam pengendalian DBD, meningat vektor DBD nyamuk Aedes aegypti jentiknya ada disekitar pemukiman dan tempat istirahat nyamuk dewasa sebagian besar ada di dalam rumah. Peran serta masyarakat dalam hal ini adalah peran serta dalam pelaksanaan PSN (Pemberantas Sarang Nyamuk) secara rutin seminggu sekali. PSN secara rutin dapat menurunkan kepadatan vektor, berdampak pada menurunnya kontak antara manusia dengan vektor, akhirnya terjadi penurunan kasus DBD.

Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang yang tampak masih dibebankan dan dijadikan tanggung jawab sector kesehatan, padahal DBD sebenarnya harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan kebersihan dan perilaku manusia. Penanggulangan penyakit DBD lebih banyak terkait dengan peran serta masyarakat, contohnya pada penggunaan tenaga jumantik dan meningkatkan ABJ (Angka Bebas Jentik). Jumantik bertugas melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menerus, sehingga meampu mengetahui tentang bahaya penyakit DBD, siklus dan perilaku vektor penular DBD terutama jentiknya, tempat penampungan air yang potensial menjadi tempat berkembang biaknya vektor DBD.

Meningkatkan ABJ adalah dengan mengikutsertakan ketua Rukun Tetangga (RT). Ketua RT diharapkan untuk dapat memotivasi warganya untuk mengamati keberadaan jentik di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form jentik dan menyerahkan form tersebut kepada ketua RT. Peran serta aktif dari pemilik rumah, diharapkan mampu meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing.

BAB 3: PENUTUP1. Kesimpulan

Dalam rangka meningkatkan upaya pemberantasan vektor DBD telah dilakukan upaya pemberantasan terpadu yang meliputi fogging,abatisasi, PSN dan pengawasan kualitas lingkungan. Dari keempat cara tersebut yang dirasa efektif untuk mendapat dukungan lintas sektoral adalah dengan cara PSN. Pelaksanaan PSN memang membutuhkan waktu yang agak lama, karena memerlukan peran aktif masyarakat akan tetapi keberhasilan dari upaya ini cukup besar dalam rangka penurunan angka penyakit DBD.2. Saran

a. Bagi Tenaga Kesehatan Agar tenaga kesehatan dapat memberikan informasi secra efektif mengenai pengendalian vector DBD kepada masyarakat. Agar tenaga kesehatan melakukan peninjauan rutin ke lapangan dalam pengendalian vector DBD.

Perlunya digalakkan gerakan 3M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatanj masyarakat.

Adanya kerja sama pihak terkait untuk mencegah DBD.b. Bagi Masyarakat Setiap individu hendak mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut.

Agar masyarakat lebih ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan pengendalian vector DBD.

Agar masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan demi kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKAArtikel Peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD) di Dua Kelurahan di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Sitti Chadijah, Rosmini, Halimuddin. Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 4 Tahun 2011.Pengendalian Vektor. 2011. Diunduh di http://mrbacokuttu.blogspot.co.id/2011/03/pengendalian-vektor.html 15 september 2015 pukul 22.35 wib.

Chahaya, Indra. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. Medan : USU Digital libraryDewi, Alfita. 2014. Analisis Spasia dan Temporal, Hubungan Iklim dan Kejadian Demam Berdarah di Pesisir Selatan Tahun 2004 2013. Padang : FKM UnandDepkes RI. 2004. Tata Laksana DBD di Indonesia. Jakarta : Depkes RIDwiningsih, Nia. 2010.Vektor Dalam Penularan Penyakit. Diunduh di http://niiazone.blogspot.co.id/2010/04/makalah-vektor.html 15 September 2015 pukul 22.42 wib.Ismanto, Hari. Balaba (p-ISSN: 1858-0882, e-EISSN: 2354-8827) is published by National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health of Republic of IndonesiaEdisi 002 No.01/Tahun II Juni 2006Kebijakan nasional pengendalian vektor. Drs. Winarno, MSc. Kasubdit Pengendalian Vektor DIT.PPBB, Ditjen PP & PL Depkes. 2009.https://uyutjangkung21.files.wordpress.com/2009/03/pengendalian-vektor-drs-winarno-msc.pdfWakhyulianto.Oktober 2005. UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti. Skripsi. F. Olahraga, IKM. UNNES.Tujuan penurunan populasi vektor dan transmisi P2B2 dicapai

Evaluasi pencapaian indikator

Monitoring program

Perencanaan program

Alternatif pilihan metode vector control :

Manajemen lingkungan

Mencegah kontak dengan vektor (individu dan keluarga)

Biological control

Chemical control

Tingkat kerentanan vektor

Tingkat kepadatan vektor

Identifikasi

Breeding, feeding, resting places

Indikator prevalensi P2B2

Identifikasi Vektor dan Lingkungan

Mengenali situasi penyakit :

Endemis penyakit P2b2

Riwayat penyakit P2b2/Receptivitas

20