VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah...

17
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA 1637 VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN DISTRIBUSI TEGANGAN COULOMB GEMPA SIGNIFIKAN DI WILAYAH ACEH Farizky Hisyam 1* Zuhrotul Firdaus 1 Qori’ul Dennis T. F. 1 Adi Susilo 2 1 Program Studi Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran, Malang, 65145 2 Dosen Program Studi Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Aktivitas kegempaan di Aceh sangat tinggi. Tercatat pada tahun 2012 2016 terjadi tujuh gempa signifikan dengan Mw ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (Mw 6,5). Gempa tersebut dilaporkan terjadi pada wilayah yang belum terpetakan adanya sesar sebelumnya. Oleh karena itu, studi variasi spasial dan temporal nilai b dilakukan untuk memahami perilaku seismik di wilayah Aceh. Nilai b adalah parameter seismisitas yang diperoleh dari distribusi frekuensi magnitudo dan mencerminkan tingkat tegangan di suatu wilayah. Data gempa bumi yang digunakan terdiri dari 5.346 kejadian gempa yang tercatat sejak tahun 1960 hingga awal 2017. Selanjutnya, korelasi antara distribusi tegangan akibat gempa utama dengan distribusi gempa susulan yang dipicunya ditentukan menggunakan analisis perubahan tegangan Coulomb. Sebagai studi kasus analisis tegangan Coulomb, digunakan kasus gempa signifikan sepanjang tahun 2012 hingga 2016. Analisis spasial menunjukkan nilai b di wilayah penelitian dan sekitarnya berkisar 1,5 hingga 3,3. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah penelitian mengalami tegangan yang tinggi. Sementara itu, analisis temporal menunjukkan adanya penurunan nilai b antara 0,1 hingga 0,7 sebelum terjadinya gempa signifikan. Analisis tegangan Coulomb menunjukkan adanya zona yang mengalami peningkatan tegangan di sekitar sumber gempa sekitar 0,10 0,40 bar setelah terjadinya gempa utama dan memicu sekuen gempa susulan di wilayah tersebut. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi seismisitas, penentuan lokasi yang kemungkinan akan terjadi gempa selanjutnya, dan penilaian bahaya gempa bumi di wilayah penelitian. Kata kunci: variasi spasio-temporal, parameter seismisitas, perubahan tegangan Coulomb, gempa signifikan Aceh 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Aktivitas kegempaan di Aceh terus mendapat perhatian ilmuwan di dunia semenjak peristiwa gempa bumi megathrust 26 Desember 2004 (McCaff, 2009). USGS mencatat telah terjadi 7 kali kejadian gempa signifikan di wilayah tersebut sejak tahun 2012 hingga 2016. Gempa siginifikan terakhir yang bersifat merusak adalah gempa Pidie Jaya yang terjadi pada 6 Desember 2016 (Mw 6,5). Gempa ini terjadi di wilayah yang belum terpetakan adanya sesar aktif sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi kegempaan di Aceh dan sekitarnya untuk memahami kondisi seismotektonik di wilayah tersebut dengan lebih baik. Dalam penelitian ini akan dilakukan studi tentang variasi spasio-temporal parameter seismisitas, yaitu nilai b, dan tegangan Coulomb gempa signifikan di Aceh. Keduanya merupakan prekursor. Istilah prekursor merujuk pada perubahan fenomena fisis yang diamati sesaat sebelum terjadinya suatu gempa besar (Nuannin, 2006). Dalam hal ini perubahan fenomena fisis yang dimaksud adalah tegangan yang terakumulasi dan kemudian dilepaskan selama terjadi gempa bumi. Nilai b merupakan parameter

Transcript of VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah...

Page 1: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1637

VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN DISTRIBUSI

TEGANGAN COULOMB GEMPA SIGNIFIKAN DI WILAYAH ACEH

Farizky Hisyam1*

Zuhrotul Firdaus1

Qori’ul Dennis T. F.1

Adi Susilo2

1Program Studi Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran, Malang, 65145

2Dosen Program Studi Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Aktivitas kegempaan di Aceh sangat tinggi. Tercatat pada tahun 2012 – 2016 terjadi tujuh gempa

signifikan dengan Mw ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (Mw 6,5). Gempa

tersebut dilaporkan terjadi pada wilayah yang belum terpetakan adanya sesar sebelumnya. Oleh karena

itu, studi variasi spasial dan temporal nilai b dilakukan untuk memahami perilaku seismik di wilayah

Aceh. Nilai b adalah parameter seismisitas yang diperoleh dari distribusi frekuensi magnitudo dan

mencerminkan tingkat tegangan di suatu wilayah. Data gempa bumi yang digunakan terdiri dari 5.346

kejadian gempa yang tercatat sejak tahun 1960 hingga awal 2017. Selanjutnya, korelasi antara

distribusi tegangan akibat gempa utama dengan distribusi gempa susulan yang dipicunya ditentukan

menggunakan analisis perubahan tegangan Coulomb. Sebagai studi kasus analisis tegangan Coulomb,

digunakan kasus gempa signifikan sepanjang tahun 2012 hingga 2016. Analisis spasial menunjukkan

nilai b di wilayah penelitian dan sekitarnya berkisar 1,5 hingga 3,3. Hal ini mengindikasikan bahwa

wilayah penelitian mengalami tegangan yang tinggi. Sementara itu, analisis temporal menunjukkan

adanya penurunan nilai b antara 0,1 hingga 0,7 sebelum terjadinya gempa signifikan. Analisis

tegangan Coulomb menunjukkan adanya zona yang mengalami peningkatan tegangan di sekitar

sumber gempa sekitar 0,10 – 0,40 bar setelah terjadinya gempa utama dan memicu sekuen gempa

susulan di wilayah tersebut. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi

seismisitas, penentuan lokasi yang kemungkinan akan terjadi gempa selanjutnya, dan penilaian bahaya

gempa bumi di wilayah penelitian.

Kata kunci: variasi spasio-temporal, parameter seismisitas, perubahan tegangan Coulomb, gempa

signifikan Aceh

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Aktivitas kegempaan di Aceh terus mendapat perhatian ilmuwan di dunia semenjak

peristiwa gempa bumi megathrust 26 Desember 2004 (McCaff, 2009). USGS mencatat

telah terjadi 7 kali kejadian gempa signifikan di wilayah tersebut sejak tahun 2012 hingga

2016. Gempa siginifikan terakhir yang bersifat merusak adalah gempa Pidie Jaya yang

terjadi pada 6 Desember 2016 (Mw 6,5). Gempa ini terjadi di wilayah yang belum

terpetakan adanya sesar aktif sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi

kegempaan di Aceh dan sekitarnya untuk memahami kondisi seismotektonik di wilayah

tersebut dengan lebih baik.

Dalam penelitian ini akan dilakukan studi tentang variasi spasio-temporal parameter

seismisitas, yaitu nilai b, dan tegangan Coulomb gempa signifikan di Aceh. Keduanya

merupakan prekursor. Istilah prekursor merujuk pada perubahan fenomena fisis yang

diamati sesaat sebelum terjadinya suatu gempa besar (Nuannin, 2006). Dalam hal ini

perubahan fenomena fisis yang dimaksud adalah tegangan yang terakumulasi dan

kemudian dilepaskan selama terjadi gempa bumi. Nilai b merupakan parameter

Page 2: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1638

kegempaan yang mencerminkan frekuensi relatif dari jumlah kejadian gempa besar dan

gempa kecil di suatu wilayah. Selain itu, nilai b juga bergantung pada keadaan tegangan

di suatu wilayah. Studi nilai b di suatu wilayah seringkali menunjukkan adanya korelasi

nilai b dengan distribusi tegangan dan regangan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, nilai

b merupakan indikator tegangan di suatu wilayah (Ghassabian dkk, 2016).

Studi nilai b di wilayah Aceh dan sekitarnya telah dilakukan oleh sejumlah peneliti.

Nuannin (2006) melakukan pemodelan variasi nilai b secara spasial dan temporal di

wilayah Andaman dan Sumatera dengan menggunakan data gempa tahun 1963 – 2004.

Selanjutnya, Pailoplee dan Choowong (2014) juga telah memetakan nilai b dan dimensi

fraktal di wilayah Asia Tenggara. Namun, pemodelan ini belum dilakukan dengan

resolusi spasial yang detail karena memberi gambaran nilai b secara umum di wilayah

Asia Tenggara. Karenanya, diperlukan pemetaan nilai b dengan resolusi spasial yang

lebih detail dengan data katalog gempa yang lebih terbaru.

Sebelum tahun 1990-an, sebaran kejadian gempa bumi dianggap acak (Stein, 2003).

Namun, selanjutnya diketahui bahwa distribusi gempa secara spasial dapat dijelaskan

dengan baik. Perubahan tegangan Coulomb dari suatu gempa utama merupakan

parameter yang mampu menjelaskan sebaran gempa susulan yang dipicunya (King,

1994). Bahkan, peningkatan tegangan Coulomb mampu menjelaskan terjadinya gempa

moderat di sepanjang rekahan yang telah terjadi gempa selanjutnya. Perubahan tegangan

Coulomb ini diyakini mengontrol lokasi gempa selanjutnya di suatu wilayah. Perubahan

tegangan Coulomb tersebut mampu memicu atau bahkan menghambat kejadian suatu

gempa bumi.

Pemodelan tegangan beberapa gempa signifikan di wilayah Aceh juga telah

dilakukan oleh Gahalaut (2005), Ardiansyah (2013), dan Jianchao dkk. (2015). Namun,

pemodelan yang dilakukan belum menggabungkan semua gempa signifikan yang terjadi

dan hanya mampu menjelaskan korelasi gempa utama yang terjadi dengan sebaran gempa

susulan yang dipicunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemodelan perubahan tegangan

Coulomb kembali dengan menggabungkan beberapa sekuen gempa signifikan yang

terjadi di wilayah Aceh, khususnya untuk gempa yang terjadi pada rentang periode 2012

– 2016.

Dengan menggabungkan pemodelan variasi spasial dan temporal nilai b serta

perubahan tegangan Coulomb, diharapkan mampu menjelaskan sejumlah kejadian gempa

signifikan yang terjadi di wilayah Aceh akhir-akhir ini barangkali terdapat keterkaitan

antarkejadian gempa tersebut. Selain itu, hasil pemodelan yang didapatkan akan

menambah informasi keadaan seismotektonik di wilayah Aceh. Tentunya, hal ini

merupakan salah satu langkah dalam upaya penilaian bahaya kegempaan dan mitigasi

bencana di wilayah tersebut.

1.2. Seimisitas dan Tatanan Tektonik Aceh dan Sekitarnya

Kondisi kegempaan Aceh tidak bisa dilepas dari tatanan tektonik di Pulau Sumatera.

Terdapat dua sumber aktivitas kegempaan di wilayah Aceh, yaitu gempa sesar anjak di

zona subduksi serta gempa bumi yang berasosiasi dengan sesar mendatar di daratan

(McCaffrey, 2009). Distribusi episenter gempa bumi tersebut dapat dilihat pada peta

seismisitas (kegempaan) di wilayah Aceh dan sekitarnya pada Gambar 1.

Aceh dan sekitarnya merupakan bagian dari Busur Sunda yang membentang 5.600

km dari Kepulauan Andaman di Utara hingga Busur Banda di sebelah Timur. Busur

Sunda ini merupakan hasil dari konvergensi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia

(Newcomb dan McCan, 1987). Pada masing-masing segmen di sepanjang Busur Sunda

Page 3: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1639

terjadi perubahan karakteristik tektonik. Di wilayah Sumatera, umur lempeng samudera

yang tersubduksi bervariasi dari 50 juta hingga 90 juta tahun. Variasi umur secara lateral

ini mempengaruhi pola deformasi yang terjadi dan pola kegempaan yang dihasilkan. Di

wilayah Sumatera, khususnya Aceh, zona Benioff Wadati menunjam dengan sudut antara

30o hingga 45o. Kedalaman fokus terdalam hanya mencapai 300 km yang

mengindikasikan lempeng yang tersubduksi berumur relatif muda (Widiyantoro dan Van

der Hilst, 1996).

Karena posisinya yang berada di tepi benua aktif, wilayah Sumatera, tidak terkecuali

Aceh dan sekitarnya, mengalami deformasi. Jika pada segmen Busur Sunda di Pulau

Jawa lempeng Indo-Australia tersubduksi secara ortogonal, maka di sepanjang Pulau

Sumatera lempeng tersebut tersubduksi secara miring (oblique) (Newcomb dan McCan,

1987) dengan arah vektor konvergensi sebesar N 15o E (Barber dkk., 2005) dan kecepatan

40 – 50 mm per tahun (McCaffrey, 2009). Akibatnya, palung yang berada di perairan

Barat Sumatera berorientasi dari N 40o E hingga N 60o E (Barber, 2005). Lebih jauh,

maka terbentuk sesar memanjang yang sejajar Pulau Sumatera (N 320o E – N 330o E)

dengan mekanisme sesar mendatar dekstral (Tjia, 1978). Secara keseluruhan sesar ini

memiliki panjang 1.600 km dan membentang mulai dari Teluk Semangka di Lampung

hingga Aceh. Sesar ini lebih dikenal sebagai Sesar Besar Sumatera (Great Sumatran

Fault). Sejumlah episenter gempa dangkal di darat bersumber dari sesar ini (Tjia, 1978).

Bahkan, beberapa di antaranya bersifat merusak (McCaffrey, 2009).

2. Metode Penelitian

2.1. Relasi Gutenberg – Richter

Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai dari parameter kegempaan, yaitu

nilai b, adalah dengan menggunakan relasi Gutenberg – Richter atau yang juga dikenal

sebagai distribusi Frekuensi Magnitudo. Relasi ini dinyatakan dengan persamaan:

log N = a – bM (1)

Dengan N adalah jumlah kumulatif kejadian gempa bumi yang magnitudonya setara

atau lebih besar daripada M. Sementara itu, a dan b adalah bilangan bulat yang bervariasi

terhadap ruang dan waktu (Nuannin, 2006).

Nilai b pada persamaan (1) dapat diperoleh dengan metode lain, yaitu metode regresi

linier atau maximum-likelihood (Utsu, 1965) dengan persamaan:

𝑏 =1

�̅� − 𝑀𝑚𝑖𝑛

log 𝑒 (2)

Dengan �̅� adalah magnitudo rata-rata dan Mmin adalah magnitudo minimum dari

sampel data yang diberikan. Umumnya, nilai magnitudo minimum diperoleh dengan

mengeplot jumlah kumulatif kejadian gempa sebagai fungsi dari magnitudo. Kemudian

hasil plot ini dihubungkan dengan garis linier. Nilai Mmin merupakan nilai magnitudo

ketika data mulai berada di bawah garis lurus tersebut. Selanjutnya, nilai Mmin tersebut

dalam penelitian ini merupakan magnitudo kelengkapan (magnitudo of completeness, Mc).

Pemilihan nilai Mc sangat mempengaruhi hasil nilai b yang diperoleh karena perubahan

nilai Mc juga mengakibatkan perubahan pada jumlah gempa bumi yang disertakan dalam

perhitungan (Rohadi, 2015).

Page 4: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1640

Selanjutnya, simpangan baku dari nilai b dapat diperoleh dari persamaan berikut:

𝛿𝑏 = 2,30𝑏2√∑ (𝑀𝑖 − �̅�)2𝑛

𝑖=1

𝑛(𝑛 − 1) (3)

Dengan n adalah jumlah total dari kejadian yang terdapat dalam data.

2.2. Variasi Temporal Nilai b

Metode yang digunakan untuk menghitung variasi temporal nilai b atau b(t) dalam

penelitian ini adalah metode penggeseran waktu jendela (sliding time-window methods).

Pada prinsipnya, metode ini akan membagi katalog gempa ke dalam sejumlah kelompok

data gempa. Awalnya, nilai b dihitung untuk N kejadian gempa pertama. Dalam penelitian

ini, untuk mendapatkan b(t) dalam periode 2012 – awal 2017 maka nilai N ditentukan

sebesar 10. Lalu, jendela digeser dengan waktu sebesar N/10 kejadian. Nilai b dihitung

untuk kelompok data yang baru. Proses ini dilakukan berulang dan seterusnya hingga

dicapai kejadian gempa yang terakhir. Setiap nilai b yang terhitung merupakan nilai tengah

dari jendela.

2.3. Variasi Spasial Nilai b

Untuk memperoleh variasi spasial nilai b maka wilayah penelitian dibagi ke dalam

sebuah sistem grid. Ukuran grid yang digunakan berpengaruh pada resolusi peta nilai b

yang dihasilkan. Spasi grid yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,1o × 0,1o.

Selanjutnya, nilai b dihitung di setiap titik grid yang merupakan pertemuan dari empat

buah grid. Nilai b dihitung dengan suatu radius yang mengandung jumlah kejadian gempa

konstan, yakni 1.000 kejadian gempa. Pemetaan nilai b hanya dilakukan di daerah yang

terdapat sebaran episenter gempa.

2.4. Perubahan Tegangan Coulomb

Menurut teori keruntuhan Coulomb, ketika dua blok batuan bergeser dengan arah yang

berlawanan, maka tegangan geser akan bekerja sejajar dengan bidang sesar. Selain itu, juga

bekerja tegangan yang tegak lurus terhadap bidang sesar. Ketika tegangan geser telah

melebihi gaya gesek atau ketika tegangan normal berkurang, maka blok batuan akan

bergeser secara tiba-tiba dan energi akan dilepas sebagai gempa. Kedua komponen

tegangan ini apabila dijumlahkan akan diperoleh tegangan Coulomb. Berdasarkan hukum

kekekalan energi, maka energi yang dilepas tidak akan menghilang, melainkan

didistribusikan ke segmen sesar lainnya (Stein, 2003). Pada prinsipnya, perubahan

tegangan Coulomb didefinisikan oleh persamaan berikut (King, 1994):

σf = τβ – µ(σβ – p)= τβ– µ’σβ (

4)

dengan σf adalah perubahan tegangan Coulomb, τβ tegangan geser, σβ tegangan

normal, µ koefisien gesek, µ’ koefisien gesek semu (rentang nilai 0,0 – 0,75), dan p

tekanan fluida pori.

Nilai koefisien gesek semu diasumsikan 0,4 yang merupakan nilai rata-rata. Nilai

modulus Young dan rasio Poisson masing-masing diasumsikan 8 × 105 bar dan 0,25.

Selain itu, untuk menghitung nilai perubahan tegangan Coulomb dengan persamaan (4)

maka diasumsikan bahwa tegangan bekerja pada suatu medium elastis setengah bola yang

homogen isotropi. Selanjutnya, untuk memperoleh dimensi (panjang dan lebar) rekahan

Page 5: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1641

sesar maka digunakan persamaan empiris hubungan magnitudo dan luas bidang sesar yang

dikembangkan oleh Wells dan Coppersmith (1994). Sementara itu, konsep kedudukan

sesar yang meliputi strike, dip, dan rake mengacu pada konvensi Aki – Richards (1980).

Berdasarkan hasil perhitungan dari persamaan (4), jika nilai perubahan tegangan Coulomb

positif maka potensi untuk terjadi pergeseran akan meningkat. Sebaliknya, apabila nilai

perubahan tegangan Coulomb negatif maka potensi akan terjadi tegangan berkurang.

Secara umum, alur penelitian yang dilakukan dapat diilustrasikan pada Gambar 2.

Dalam penelitian ini pemodelan variasi spasial dan temporal nilai b dilakukan dengan

bantuan kode program ZMAP versi 6 yang dikembangkan oleh Wiemer dan Wyss (2003).

Sementara itu, perubahan tegangan Coulomb dihitung dengan kode program Coulomb 3.3

yang dikembangkan oleh Toda dkk. (2011). Kedua kode program ini dijalankan dengan

perangkat lunak Matlab R2010a.

3. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupak katalog

gempa USGS dengan rentang periode yang digunakan dari tahun 1960 hingga awal tahun

2017. Katalog tersebut mencakup kejadian gempa di wilayah penelitian, yakni Aceh dan

sekitarnya, dengan batas koordinat 1,6o LU – 7,5o LU dan 92o BT – 99o BT. Katalog ini

merupakan gabungan dari beberapa katalog gempa lainnya, yakni DJA (Lembaga

Meteorologi dan Geofisika Jakarta), GCMT (Global Centroid Moment Tensor), HRV

(Harvard University), ISC (International Seismological Centre), dan NEIC (National

Earthquake InformationCentre). Sementara itu, data fokal mekanisme diperoleh dari katalog

ISC yang merupakan kompilasi dari data yang diperoleh dari NEIC dan GCMT.

Data kejadian gempa yang diperoleh dari katalog gempa USGS tersebut memiliki tipe

magnitudo yang berbeda-beda, di antaranya magnitudo gelombang badan (mb), magnitudo

gelombang permukaan (MS), magnitudo local/Richter (ML), magnitudo momen (Mw), dan

magnitudo durasi gempa (MD). Oleh karena itu, keseluruhan tipe magnitudo tersebut perlu

diseragamkan ke dalam tipe magnitudo yang sama. Dalam penelitian ini digunakan tipe

magnitudo momen yang mencerminkan besar momen yang dilepaskan ketika terjadi suatu

gempa. Secara tidak langsung, momen yang dilepaskan mencerminkan energi dan dimensi

rekahan yang terjadi. Untuk mengubah ke dalam bentuk magnitudo momen, maka dilakukan

konversi beberapa skala magnitudo untuk wilayah Indonesia yang dikembangkan oleh Irsyam,

dkk (2010) sesuai dengan persamaan berikut:

Mw = 0,143MS2–1,051MS + 7,285 (5)

Mw = 0,114mb2 –0,556mb + 5,560 (6)

mb = 0,125ML2 – 0,389ML+ 3,513 (7)

ML = 0,717MD+1,003 (8)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Relasi Gutenberg – Richter

Dari katalog gempa yang diolah tercatat telah terjadi 5.346 kejadian gempa di wilayah

penelitian sejak tahun 1960 – 2017 awal. Hasil plot kejadian gempa tersebut sebagai jumlah

frekuensi kumulatif sebagai fungsi dari magnitudo menunjukkan bahwa nilai magnitudo

Page 6: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1642

kelengkapan Mc dari data yang digunakan adalah 5,3 (Gambar 3). Nilai b rata-rata di wilayah

penelitian sebesar 1,97 dengan standar eror sebesar 0,03.

4.2. Frekuensi Kumulatif Gempa

Frekuensi kumulatif kejadian gempa sebagai fungsi waktu (Gambar 4) menunjukkan

bahwa frekuensi kejadian gempa relatif rendah mulai dari tahun 1960 hingga pertengahan

tahun 1970-an. Hal ini disebabkan ketersediaan data yang relatif sedikit pada rentang waktu

tersebut. Lalu, frekuensi kumulatif meningkat drastis sejak akhir tahun 2004 baik akibat

dampak dari gempa susulan maupun penambahan jaringan stasiun di wilayah penelitian. Dari

histogram frekuensi kejadian gempa tiap tahunnya (Gambar 5) juga menunjukkan bahwa

sejak tahun 2004 hingga 2016, frekuensi kejadian gempa per tahunnya selalu lebih tinggi

dibandingkan dengan frekuensi kejadian gempa sebelum tahun 2004.

4.3. Variasi Temporal Nilai b

Variasi temporal nilai b atau b(t) yang diperoleh ditampilkan pada Gambar 6. Grafik

tersebut menunjukkan variasi nilai b terhadap waktu dari tahun 2012 hingga awal 2017 di

wilayah penelitian. Rentang nilai b bervariasi dari terendah 0,8 hingga tertinggi 2,6. Nilai

simpangan baku berkisar 0,1 hingga 0,5. Selanjutnya, dilakukan korelasi b(t) terhadap

sejumlah kejadian gempa signifikan M ≥ 6 di wilayah penelitian. Terdapat hal yang menarik

bahwa kejadian gempa signifikan tersebut didahului dengan adanya penurunan nilai b.

Penurunan nilai b ini bervariasi dari 0,1 hingga 0,7. Penurunan nilai b signifikan diamati

dengan jelas ketika terjadi gempa pada 11 April 2012, 21 Januari 2013, 2 Juli 2013, dan 6

Desember 2016. Sementara itu, gempa 23 Juni 2012 dan 25 Juli 2012 terjadi dengan ditandai

penurunan nilai b yang relatif kecil. Gempa tanggal 8 November 2015 terjadi dengan ditandai

penurunan nilai b dalam jangka pendek sebelum nilai b kembali dalam pola kenaikan.

Pemodelan variasi temporal nilai b oleh Nuannin (2006) dalam periode 2000 – 2004

menunjukkan adanya penurunan nilai b di wilayah penelitian, yaitu pada pertengahan tahun

2002 dan menjelang akhir tahun 2004. Kedua penurunan nilai b tersebut berasosiasi dengan

kejadian gempa besar pada Oktober dan November 2002 serta 26 Desember 2004. Dengan

demikian, secara keseluruhan variasi temporal nilai b dapat dijadikan sebagai prekursor

terjadinya gempa signifikan di wilayah Aceh.

4.4. Variasi Spasial Nilai b

Hasil pemodelan variasi spasial nilai b di wilayah penelitian ditampilkan dalam peta pada

Gambar 7. Variasi spasial ini diperoleh dari data katalog gempa dalam periode tahun 1960 –

2017 dengan skala magnitudo momen. Nilai b di wilayah penelitian bervariasi dari 1,5 hingga

3,3. Nilai b rendah tersebar di sebelah utara Pulau Simeulue hingga Sabang dan dari perairan

Barat Aceh hingga daratan di Aceh Timur. Nilai b tinggi dijumpai acak di wilayah Samudera

Hindia. Dengan menampal episenter kejadian gempa signifikan dalam periode 2012 – 2016 ke

dalam peta nilai b tersebut, terlihat bahwa hampir semua kejadian gempa tersebut terjadi di

wilayah dengan nilai b relatif rendah (1,5 – 2,2). Dari peta tersebut juga terlihat lokasi

episenter gempa 26 Desember 2004 yang juga terjadi di wilayah dengan nilai b yang rendah

(2,0). Pemodelan Nuannin menunjukkan nilai b bervariasi dari 0,7 hingga 2,0. Sementara itu,

pemodelan yang dilakukan oleh Pailoplee dan Choowong (2014) menunjukkan variasi spasial

nilai b berkisar dari 0,67 hingga 1,04. Adanya perbedaan nilai b yang diperoleh ini (selain

disebabkan jumlah data yang tersedia) disebabkan adanya penggunaan skala magnitudo yang

digunakan. Hal ini ditandai dengan nilai magnitudo kelengkapan yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah 5,3. Nilai magnitudo kelengkapan ini lebih besar dibandingkan nilai

magnitudo kelengkapan yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, yaitu berkisar 4,6 – 4,7.

Oleh sebab itu, diperlukan penambahan data dari katalog gempa lain untuk memperoleh data

Page 7: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1643

yang lebih lengkap dan nilai b dengan resolusi yang lebih baik. Namun, secara keseluruhan

pemodelan spasial yang diperoleh menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Baik

pemodelan yang dihasilkan Pailoplee dan Choowong (2014) serta Nuannin (2006)

menunjukkan nilai b rendah berada di wilayah daratan Sumatera hingga pantai barat Aceh.

Nilai b yang rendah merupakan daerah yang mengalami tegangan yang tinggi. Dengan

demikian, wilayah dengan nilai b yang rendah merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya

gempa besar.

4.5. Distribusi Perubahan Tegangan Coulomb

Pemodelan perubahan tegangan Coulomb dilakukan untuk gempa signifikan di wilayah

penelitian pada periode 2012 – 2016. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa gempa-

gempa tersebut terjadi ditandai dengan penurunan nilai b. Seluruh gempa tersebut beserta

fokal mekanismenya ditunjukkan pada Gambar 8. Sementara itu, parameter gempa yang

digunakan dalam pemodelan perubahan tegangan Coulomb disajikan pada Tabel 1. Secara

umum, gempa di wilayah penelitian didominasi oleh gempa akibat sesar naik dan sesar

mendatar. Untuk selanjutnya, hasil pemodelan distribusi perubahan tegangan Coulomb dari

masing-masing gempa tersebut dapat dilihat pada Gambar 9(a) – 9(g).

Gempa pada 11 April 2012 dengan Mw 8,6 (Gambar 9(a)) terjadi di Samudera Hindia,

tepatnya di pesisir barat Sumatera Utara. Gempa ini terjadi dengan mekanisme sesar mendatar

di lempeng Indo-Australia. Karena dimensi rekahan sangat besar, maka hanya sebagian dari

distribusi tegangan Coulomb yang ditampilkan dalam peta tersebut. Gempa tersebut

menyebabkan penurunan tegangan Coulomb di wilayah Timur Laut dan Timur dan

meningkatkan tegangan Coulomb di wilayah Barat Laut dan Barat hingga 2 bar. Gempa yang

terjadi pada tanggal 23 Juni 2012 (Gambar 9(b)), 21 Januari 2013 (Gambar 9(d)), 2 Juli 2013

(Gambar 9(e)), 8 November 2015 (Gambar 9(f)), dan 6 Desember 2016 (Gambar 9(g))

memiliki geometri distribusi perubahan tegangan Coulomb yang hampir sama, yaitu ditandai

dengan adanya 8 lobus perubahan tegangan Coulomb, yakni 4 lobus kenaikan tegangan

Coulomb dan 4 lobus penurunan tegangan Coulomb. Orientasi lobus kenaikan tegangan

Coulomb umumnya Timur Laut dan Barat Laut. Pola lobus ini dipengaruhi oleh geometri

struktur di wilayah penelitian. Selain itu, episenter gempa-gempa tersebut berada di jalur

daratan Pulau Sumatera hingga Kepulauan Andaman. Pola berbeda dijumpai pada gempa

pada tanggal 25 Juli 2012 (Gambar 9(c)) yang terjadi di Pulau Simeulue. Gempa tersebut

memiliki 4 pola lobus, yakni 2 lobus kenaikan tegangan Coulomb dan 2 lobus penurunan

tegangan Coulomb. Lobus kenaikan tegangan Coulomb berorientasi Barat Laut – Tenggara.

Gempa signifikan terakhir yang terjadi adalah gempa Pidie Jaya pada 6 Desember 2016

(Mw 6,5). Hasil pemodelan distribusi tegangan Coulomb gempa tersebut ditampilkan pada

Gambar 9(g). Dengan strike 325o, dip 87o, dan rake 170o, maka diperoleh adanya kenaikan

tegangan Coulomb dengan orientasi Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya

sebesar 0,25 – 0,40 bar. Selanjutnya, dengan menambahkan episenter gempa susulan yang

dihasilkannya, diketahui bahwa distribusi gempa susulan tersebut berada di lobus kenaikan

perubahan tegangan Coulomb. Meskipun perubahan tegangan Coulomb yang dihasilkan

bernilai kurang dari satu bar, perubahan tegangan yang terjadi ini telah mampu memicu

terjadinya gempa susulan di wilayah tersebut.

5. Kesimpulan

Berdasarkan pemodelan variasi spasio-temporal parameter seismisitas, yaitu nilai b, di

wilayah penelitian menunjukkan bahwa sebelum terjadinya gempa signifikan M ≥ 6,0

didahului dengan penurunan nilai b berkisar 0,1 – 0,7. Gempa signifikan tersebut terjadi di

Page 8: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1644

wilayah dengan nilai b relatif rendah (1,5 – 2,2). Wilayah dengan nilai b rendah ini

merupakan wilayah berpotensi terjadi gempa besar. Perubahan tegangan Coulomb gempa

signifikan dalam periode 2012 – 2016 menunjukkan adanya pola peningkatan tegangan

Coulomb kurang dari satu bar (0,10 – 0,40 bar) yang mampu memicu terjadinya gempa

susulan hingga gempa moderat di wilayah tersebut. Namun sejumlah gempa susulan juga

terjadi di wilayah yang mengalami penurunan tegangan Coulomb.

Acknowledgement

Penulis mengucapkan terima kasih kepada USGS yang telah menyediakan data berupa

katalog gempa. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Stefan Wiemer dan Max

Wyss yang telah mengembangkan kode program ZMAP versi 6 serta Shinji Toda, Ross S.

Stein, Volkan Sevilgen, dan Jian Lin yang mengembangkan kode program Coulomb 3.3.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, S. (2013). Interaksi Gempabumi Darat Bener Meriah-Aceh 2 Juli 2013 Ditinjau

dari Penjalaran Perubahan Tegangan Coulomb Statis (Coulomb Static Stress

Change),

http://www.academia.edu/8105738/STRESS_TRANSFER_GEMPABUMI_DARAT

_BENER_MERIAH-ACEH_2_Juli_2013. Tanggal akses: 20 Januari 2017.

Aki, K. dan P. G. Richards. (1980). Quantitative Seismology. New York: W.H. Freeman &

Co., 932 pp

Barber, A. J., Crow, M. J., dan Milsom, J. S. (2005). Sumatra: Geology, Resources and

Tectonic Evolution. London: The Geological Society.

Gahalaut, V. K., dan Kalpna. (2005, Agustus 10). 28 March 2005 Sumatra earthquake:

expected, triggered or aftershock? Current Science, v. 89(3), p. 452-454.

Ghassabian, N. N., Khatib, M. M., Nazari, H., dan Heyhat, M. R. (2016). Fractal dimension

and earthquake frequency-magnitude distribution in the North of Central-East Iran

Blocks (NCEIB). Geopersia, 243-264.

Jianchao, W., Dongning, L., Yongjian, C., dan Heng, L. (2015). Stress Triggering of the 2012

Sumatra Mw 8.2 Earthquake by the 2012 Sumatra Mw 8.6 Earthquake. EJGE, v. 20,

p. 213-219.

King, G. C., Stein, R. S., dan Lin, J. (1994). Static Stress Changes and the Triggering of

Earthquakes. Bulletin of Seismological Society of America, v. 84 (3), p. 935-953.

Lin, J. dan R. S. Stein. (2004). Stress triggering in thrust and subduction earthquakes, and

stress interaction between the southern San Andreas and nearby thrust and strike-slip

faults, Journal of Geophysical Research,v. 109, B02303,

doi:10.1029/2003JB002607.

McCaffrey, R. (2009). The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction Zone. Annual

Review of Earth and Planetary Sciences, p. 345-366.

Newcomb, K. R. dan McCann, W. R. (1987). Seismic History and Seismotectonics of the

Sunda Arc. Journal of Geophysical Research, 92(B1), p. 421-439.

Nuannin, P. (2006). The Potential of b-value Variations as Earthquake Precursors for Small

and Large Events: Dissertation. Uppsala: Uppsala University.

Page 9: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1645

Pailoplee, S., dan Choowong, M. (2014). Earthquake frequency-magnitude distribution and

fractal dimension in mainland Southeast Asia. Earth, Planets and Space, doi:

10.1186/1880-5981-66-8.

Rohadi, S. (2015). Distribusi Spasial dan Temporal Parameter Seismotektonik sebagai

Indikasi Tingkat Aktivitas Kegempaan di Wilayah Papua. Jurnal Meteorologi dan

Geofisika.v. 16 (3), p. 189-198.

Stein, R.S. (2003). Earthquake conversations: Scientific American, v. 288, no. 1, p. 72-79.

Tjia, H. D. (1978). Active Faults in Indonesia. Geology Society Malaysia, p. 73-92.

Toda, S., R. S. Stein, K. Richards-Dinger, dan S. Bozkurt (2005) Forecasting the evolution of

seismicity in southern California: Animations built on earthquake stress transfer,

Journal of Geophysical Research, v. 110, B05S16, doi:10.1029/2004JB003415.

Utsu, T. (1965). A method in determining the value of b in a formula logn=a-bM showing the

magnitude frequency for earthquakes. Geophys. Bull. Hokkaido Univ., v. 13, p. 99-

103.

Wells, D. L., dan K. J. Coppersmith. (1994). New empirical relationships among magnitude,

rupture length, rupture width, rupture area, and surface displacement: Bulletin of the

Seismological Society of America, v. 84, p. 974-1002.

Widiyantoro, S. dan Van der Hilst, R. (1996). Structure and Evolution of Lithospheric Slab

Beneath the Sunda Arc, Indonesia. Science, 15 Maret, p. 1566-1570.

Wyss M., Wiemer S., dan Zuniga R. (2011). ZMAP – A Tool for Analyses of Seismicity

Patterns, Version 6,0. ETH Zürich.

Tabel 1 Parameter gempa yang digunakan dalam melakukan pemodelan perubahan tegangan

Coulomb. Konsep kedudukan sesar mengacu pada konvensi Aki – Richards (1980). Nilai panjang dan

lebar sesar diperoleh dari persamaan empiris Wells dan Coppersmith (1994).

Tanggal

Episenter Kedalaman

(km) Mw

Strike

(o)

Dip

(o)

Rake

(o)

Panjang

Sesar

(km)

Lebar

Sesar

(km) Lat. N

(o)

Lon. E

(o)

11/04/2012 2,350 92,820 45,6 8,6 20 76 5 743,13 71,33

23/06/2012 2,980 97,770 104,5 6,1 75 45 168 12,04 7,71

25/07/2012 2,460 95,930 20,0 6,4 291 16 66 19,14 10,99

21/01/2013 4,927 95,907 12,0 6,1 313 72 168 12,04 7,71

02/07/2013 4,600 96,790 11,0 6,1 304 69 169 15,41 7,73

08/11/2015 6,740 94,770 15,1 6,6 54 88 -8 26,07 13,92

06/12/2016 5,283 96,168 13,0 6,5 325 87 170 28,60 11,03

Page 10: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1646

Gambar 1. Peta seismisitas wilayah penelitian yang menunjukkan sebaran episenter dengan simbol

berupa lingkaran. Radius lingkaran menunjukkan magnitudo sedangkan warna lingkaran menunjukkan

kedalaman hiposenter gempa. Data gempa diperoleh dari USGS.

Gambar 2. Diagram alir penelitian.

Page 11: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1647

Gambar 3. Grafik yang menunjukkan hasil plot jumlah kumulatif kejadian gempa sebagai fungsi dari

magnitudo gempa. Nilai Mc 5,3 yang merupakan magnitudo yang sudah tidak lagi mengikuti

kelinieran garis berwarna merah.

Gambar 4. Frekuensi kumulatif kejadian gempa di wilayah penelitian dari tahun 1960 – 2017. Tanda

bintang berwarna kuning menunjukkan kejadian gempa megathrust 26 Desember 2004 Mw 9,1.

Terlihat bahwa pascagempa tersebut terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah penelitian.

Page 12: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1648

Gambar 5. Histogram kejadian gempa bumi sebagai fungsi dari waktu. Dapat diperoleh informasi

bahwa sejak tahun 2004 terjadi aktivitas kegempaan di wilayah penelitian. Rendahnya aktivitas

kegempaan pada tahun 1960 – 1970 merupakan akibat rendahnya catatan kejadian gempa di wilayah

penelitian.

Gambar 6. Variasi temporal nilai b untuk rentang periode 2012 – awal 2017. Variasi ini diperoleh

melalui metode penggeseran jendela. Garis hitam putus-putus menunjukkan nilai simpangan baku.

Terlihat bahwa kejadian gempa signifikan (garis vertikal merah putus-putus) di wilayah penelitian

akan didahului dengan penurunan nilai b berkisar 0,1 hingga 0,7.

Page 13: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1649

Gambar 7. Variasi spasial nilai b di wilayah penelitian. Nilai b yang rendah (warna biru) merupakan

lokasi terjadinya gempa signifikan. Dengan demikian, nilai b merupakan indikasi keadaan tegangan di

wilayah penelitian. Daerah dengan nilai b yang rendah merupakan daerah yang mengalami tegangan

yang tinggi dan berpotensi menjadi lokasi terjadinya gempa besar. Tanda bintang hitam menunjukkan

episenter gempa signifikan dalam periode 2012 – 2016.

Gambar 8. Lokasi episenter gempa signifikan di wilayah penelitian dari tahun 2012 – 2016 beserta

fokal mekanismenya. Data fokal mekanisme diperoleh dari International Seismological Centre.

Page 14: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1650

(a)

(b)

Page 15: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1651

(c)

(d)

Page 16: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1652

(e)

(f)

Page 17: VARIASI SPASIO-TEMPORAL PARAMETER SEISMISITAS DAN ... · ≥ 6. Gempa signifikan terakhir adalah gempa Pidie Jaya 2016 (M w 6,5). Gempa ... juga mengakibatkan perubahan pada jumlah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1653

(g)

Gambar 9. Pola perubahan tegangan Coulomb (bar)pada gempabumi signifikan di wilayah penelitian

dalam periode 2012 – 2016: (a) 11 April 2012 Mw 8,6; (b) 23 Juni 2012 Mw 6,1; (c) 25 Juli 2012 Mw

6,4; (d) 21 Januari 2013 Mw 6,1; (e) 2 Juli 2013 Mw 6,1; (f) 8 November 2015 Mw 6,6; dan (g) 6

Desember 2016 Mw 6,5. Daerah dengan peningkatan tegangan Coulomb ditunjukkan dengan warna

merah sedangkan penurunan tegangan Coulomb ditunjukkan dengan warna biru. Simbol lingkaran

merah dalam peta (g) menunjukkan episenter gempa susulan.