Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

21
VARIASI PERLAKUAN UNTUK MENDAPATKAN SIFAT OPTIMAL PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI SERAT AMPAS TEBU (Saccharum officinarum) Budi Nugroho, Muhammad Diqi, dan Yon Afif Hidayat ABSTRAKS Hasil samping dari perkebunan tebu di Indonesia adalah ampas tebu, dimana selama ini ampas tebu (bagasse) hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler di pabrik gula, bahan industri kertas (pulp), media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi untuk meningkatkan nilai tambah dari ampas tebu. Serat ampas tebu (bagasse fibers) digunakan sebagai medium density fiberboard (MDF) manufaktur. Tujuannya dari studi ini adalah untuk menentukan efek maleic anhydride (MA) dan suhu tekan pada sifat mekanik (lentur statis, modulus elastisitas, dan ikatan internal) dan sifat fisik (pembengkakan ketebalan, penyerapan air dan uap) dari papan.Selain itu,juga untuk mempelajari pengaruh perlakuan perendaman terhadap propertis MDF dari serat ampas tebu.Studi ini menunjukkan bahwa semua panel MDF yang terbuat dari serat ampas tebu dengan perlakuan MA pada suhu tekan 190˚C memiliki nilai tertinggi di antara jenis-jenis panel untuk papan tujuan umum. Selain itu, pelakuan serat pada suhu 190˚C menunjukkan penyerapan uap minimum. Penyerapan uap meningkat dengan meningkatnya waktu 12-120 jam dalam semua perlakuan. Di atas 120 jam tidak ada penyerapan uap tambahan ditemukan di salah satu enam papan MDF. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa panel MDF terbuat dari ampas tebu melebihi standar EN untuk ikatan internal (internal bond), modulus elastisitas (modulus of elasticity), dan lentur statis (static bending). Namun nilai

Transcript of Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Page 1: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

VARIASI PERLAKUAN UNTUK MENDAPATKAN

SIFAT OPTIMAL PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI SERAT AMPAS TEBU

(Saccharum officinarum)

Budi Nugroho, Muhammad Diqi, dan Yon Afif Hidayat

ABSTRAKS

Hasil samping dari perkebunan tebu di Indonesia adalah ampas tebu, dimana selama ini ampas tebu (bagasse) hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler di pabrik gula, bahan industri kertas (pulp), media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi untuk meningkatkan nilai tambah dari ampas tebu.

Serat ampas tebu (bagasse fibers) digunakan sebagai medium density fiberboard (MDF) manufaktur. Tujuannya dari studi ini adalah untuk menentukan efek maleic anhydride (MA) dan suhu tekan pada sifat mekanik (lentur statis, modulus elastisitas, dan ikatan internal) dan sifat fisik (pembengkakan ketebalan, penyerapan air dan uap) dari papan.Selain itu,juga untuk mempelajari pengaruh perlakuan perendaman terhadap propertis MDF dari serat ampas tebu.Studi ini menunjukkan bahwa semua panel MDF yang terbuat dari serat ampas tebu dengan perlakuan MA pada suhu tekan 190˚C memiliki nilai tertinggi di antara jenis-jenis panel untuk papan tujuan umum. Selain itu, pelakuan serat pada suhu 190˚C menunjukkan penyerapan uap minimum. Penyerapan uap meningkat dengan meningkatnya waktu 12-120 jam dalam semua perlakuan. Di atas 120 jam tidak ada penyerapan uap tambahan ditemukan di salah satu enam papan MDF. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa panel MDF terbuat dari ampas tebu melebihi standar EN untuk ikatan internal (internal bond), modulus elastisitas (modulus of elasticity), dan lentur statis (static bending). Namun nilai pembengkakan ketebalan lebih tinggi dari kebutuhan. Untuk ini pekerjaan tambahan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan sifat fisik partikel yang dihasilkan dari ampas tebu.Salah satunya adalah dengan perlakuan perendaman.

PENDAHULUAN

Kondisi hutan di Indonesia menunjukkan produktivitas yang semakin menurun, padahal kebutuhan kayu yang semakin meningkat. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan berbagai usaha antara lain efisiensi pemanfaatan kayu, pemanfaatan kayu secara total, serta mencari alternatif melalui pengembangan teknologi pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya.

Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mengandung unsur lignoselulosa sehingga berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan papan serat. Walker (1993) mengemukakan bahwa ampas tebu merupakan sumber alternatif utama dalam pembuatan

Page 2: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

papan serat. Menurut Rowell (1998) berdasarkan inventarisasi beberapa sumber utama bio-based composite keberadaan ampas tebu (bagasse) mencapai 75 juta ton berdasarkan berat keringnya.

Selama ini pemanfaatan tebu masih terbatas pada industri pengolahan gula dengan hanya mengambil airnya, sedangkan ampasnya sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri atau mungkin dibuang sehingga menjadi limbah. Atchinson (1985) dan Walker (1993) mengemukakan bahwa terdapat perhitungan secara lengkap dari kegunaan ampas tebu untuk memproduksi papan serat dan papan partikel, adalah sebuah pemborosan sumber yang telah mempunyai harga ekonomi jika hanya sebagai bahan bakar untuk industri gula. Ampas tebu cocok sebagai produk pabrik terutama sekali pada medium padat. Melalui pembuatan papan serat dari ampas tebu ini diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah dari tanaman tebu.

Kandungan zat ekstraktif pada tebu terutama gula atau pati dapat menghambat proses perekatan dan akan menurunkan sifat papan partikel yang dihasilkan.Menurut Maloney (1993),zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat,laju pengerasan perekat dan daya tahan papan partikel yang dihasilkannya.Perendaman partikel merupakan perlakuan yang cukup efektif untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif.

Botani tebu (Saccharum officinarum)

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim,yang mempunyai sifat tersendiri,sebab di dalam batangnya terdapat zat gula.Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (famili Graminae).Akar tanaman tebu adalah akar serabut dan tanaman ini termasuk dalam kelas monocotyledonae (Supriyadi, 1992).

Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Slamet, 2004) :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Agiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Famili : Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum

Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus,tidak bercabang,dan tumbuh tegak.Tanaman yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih.Pada batngnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan.Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm.Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang bersilangan (Penebar Swadaya, 2000).

Page 3: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Tebu dapat hidup dengan baik pada ketinggian tempat 5-500 meter di atas permukaan laut (mdpl),pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban >70%,hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar antara 28 - 34˚C ( Slamet, 2004).

Ampas Tebu (Bagasse)

Ampas tebu (bagasse) adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya dan banyak mengandung parenkim serta tidak tahan disimpan karena mudah terserang jamur.Istilah bagase (bagasse) ini mula-mula dipakai di negara Prancis untuk ampas dari perasan minyak zaitun (olive), lalu oleh Persatuan Teknisi Gula Internasional dipakai untuk residu hasil perasan tebu (Muliah,1975 dalam Muharam,1995)

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstrasi cairan tebu.Dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik,bahan industri kertas,papan partikel,dan media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk (Slamet, 2004)

Papan Serat (Fiberboard)

Medium Density Fiberboard (MDF) adalah salah satu panel berbasis kayu yang paling banyak digunakan untuk memproduksi komponen bangunan dan perumahan seperti unit furniture untuk aplikasi interior. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi MDF telah meningkat secara signifikan dan memiliki pangsa pasar utama dalam industri komposit kayu [1,2]. MDF memiliki banyak keuntungan seperti permukaan halus, mampu-mesin lebih mudah, dan merupakan bahan panel ideal sebagai substrat untuk lapisan tipis yang digunakan dalam kondisi indoor.

Berdasarkan rekomendasi ASTM 1974, dalam standar designation 1554-67 mengklasifikasikan :

a. Papan serat berkerapatan rendah (Low Density fiberboard). Papan serat berkerapatan rendah yaitu papan serat yang mempunyai kerapatan kurang dari 37 lb/ft³ atau berat jenis kurang dari 0,59 g/cm³.

b. Papan serat berkerapatan sedang (Medium Density fiberboard). Papan serat berkerapatan rendah yaitu papan serat yang mempunyai kerapatan kurang dari 37 – 50 lb/ft³ atau berat jenis kurang dari 0,59 – 0,80 g/cm³.

c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density particleboard). Papan serat berkerapatan rendah yaitu papan serat yang mempunyai kerapatan lebih dari 50 lb/ft³ atau berat jenis lebih dari 0,80 g/cm³.

Page 4: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Klasifikasi berdasarkan kerapatannya menurut FAO (1958) dan USDA (1955) dalam Kollmann et al (1975 : 552) adalah seperti ditujukan pada tabel berikut:Tabel 1. Klasifikasi papan serat menurut FAO (1958) dan USDA (1955) (Sumber : Kollmann et al (1975 :552))

Kualitas papan serat dinilai berdasarkan beberapa standar persyaratan sifat-sifat yang harus dimiliki papan serat. Menurut standar industri papan serat dari FAO (1996) adalah terlihat seperti pada tabel 2.Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis papan menurut FAO (1996) (Sumber : Pasaribu dan Purba (1986 : 16))

Persyaratan sifat papan serat interior kerapatan sedang (MDF) menurut National Particleboard Assocition/NPA (1994) dalam Youngquist (1999 : 21) adalah di tunjukkan pada tabel berikut :

Page 5: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Tabel 3. Persyaratan kekuatan (MDF) menurut NPA (1994) (Sumber : Youngquist (1999 :21))

MDF dapat diproduksi dari berbagai serat alami, terutama kayu, karena kelimpahan yang relatif dan sepanjang tahun ketersediaan, masih merupakan bahan baku yang paling penting. Namun, peningkatan permintaan sumber daya hutan untuk kegunaan yang berbeda telah menyebabkan kekurangan pasokan kayu. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mencari bahan baku alternatif atau penggunaan sumber daya kayu lengkap termasuk residu panen, tanaman tahunan, kayu dan residu furnitur tanaman, residu tanaman pulp, dan kertas daur ulang, dll (Penebar Swadaya, 1992).

Salah satu bahan yang paling menjanjikan residu tanaman tahunan untuk MDF manufaktur adalah ampas tebu, yang dapat memainkan peran utama dalam memberikan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ampas tebu, sebuah produk pertanian sampingan lignoselulosa berlimpah adalah residu berserat dari batang tebu yang tersisa setelah proses crushing dan ekstraksi cairan dari tebu. Sekitar 54 juta ton kering ampas tebu yang dihasilkan setiap tahun di dunia. Pemanfaatan biomassa ini untuk pengolahan komposit baru telah menarik minat karena karakteristik sifat ekologis dan terbarukan. Memang minat yang sangat besar dalam pengembangan material komposit baru yang penuh dengan serat alami telah ditunjukkan oleh industri penting seperti otomotif, konstruksi, atau industri kemasan karakteristik alam terbarukan.

Serat alami dibandingkan dengan serat anorganik, menyajikan beberapa kelemahan seperti kecenderungan untuk membentuk agregat selama pemrosesan dan resistensi rendah terhadap kelembaban. Serat alami terutama terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Unit dasar selulosa makromolekul adalah D-anhydroglucose, yang berisi tiga kelompok hidroksil (-OH). Kelompok-kelompok hidroksil bertanggung jawab untuk penyerapan air. Modifikasi serat dapat digunakan untuk memperbaiki sifat dalam komposit terbuat dari kedua sumber daya alam dan sintetis digunakan untuk geotekstil, filter, sorbents, kemasan, dan komposit nonstruktural. Banyak sistem reaksi kimia telah digunakan untuk modifikasi agro-fibers. Bahan kimia termasuk anhydride, seperti phthalic, succinic, maleic, propionic, butyric

Page 6: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

anhydride. Pemanfaatan maleic anhydride (MA) adalah kepentingan dalam produksi MDF ramah lingkungan dan partikel yang dihasilkan. Kelompok MA bereaksi secara kimia dengan gugus -OH dari serat kayu dan cukup meningkatkan adhesi antar muka. Namun, seperti modifikasi biasanya tidak menyelesaikan semua masalah di atas, seperti agregasi, penampilan, dan adsorpsi air.

Studi ini dilakukan pada efek beberapa faktor manufaktur pada propertis panel MDF yang terbuat dari serat ampas tebu. Salah satu isu utama dalam mengurangi biaya produk akhir adalah untuk mengurangi waktu siklus tekan (press cycle time). Oleh karena itu, pengaruh suhu tekan pada sifat mekanik (ikatan internal, lentur static, modulus elastisitas) dan sifat fisik (pembengkakan ketebalan, penyerapan air dan uap) dari panel ditentukan. Tujuan lain dari studi ini adalah untuk mengetahui sifat mekanik dan fisik dari panel, yang diperlakukan dengan atau tanpa MA. Dan juga untuk meneliti pengaruh perendaman partikel terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan.

MATERIALS AND METHODS

Materials

Ampas tebu yang diperoleh dari pabrik tebu lokal, setelah ekstraksi cairan tebu. Serat morfologi dan komponen kimia dari serat ampas tebu diberikan dalam Tabel 1. Parameter-parameter ini penting karena dapat mempengaruhi sifat mekanik dan fisik yang dihasilkan dari MDF komposit. Ampas tebu kering dipotong dan disaring menjadi 0,4-0.8 mm ukuran partikel, dan dikeringkan lagi pada suhu 50˚ C. Serat ampas tebu yang dihasilkan pada proses penyulingan pulping mekanis.

Properties of MDF Based on Bagasse Fibers

Perlakuan (Treatment)

MA (Maleic Anhydride)

MA (C4H2O3) digunakan sebagai monomer grafting untuk memfungsionalisasikan serat karena reaktivitas lebih tinggi dari kelompok anhydride. 10% dari MA (berdasarkan berat kering serat) dilarutkan dalam jumlah sedikit mungkin aseton, biasanya, untuk 1 g MA, 4-5 mL aseton diperlukan. Solusinya MA dicampur secara menyeluruh dengan serat untuk

Page 7: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

mendapatkan pemerataan dari MA pada serat. Campuran yang tersisa dalam lemari asam memungkinkan penguapan aseton dan kemudian dipanaskan pada 110˚C selama 180 menit.

Resin Urea Formaldehida (UF) pada kadar padatan 62% dan pH 8 itu dipasok dari Sobran Co . Tidak ada lilin atau aditif lainnya yang digunakan selama produksi MDF.

MDF Panel Fabrication

Panel MDF yang diproduksi di Departemen Kayu dan Kertas Sains, RIFR, Iran, dengan menggunakan prosedur standar bahwa produksi industri simulasi. Serat ampas tebu untuk dikeringkan 2-3% (berdasarkan berat kering oven) dengan menggunakan oven tradisional sebelum campuran resin untuk menghindari kelembaban melebihi tatakan MDF. Serat ini,pertama hand-mixed dan kemudian ditempatkan di sebuah laboratorium gendang blender. Resin UF Komersial cair diaplikasikan pada serat sebesar 10% (basis kering) dan kemudian udara terbentuk menggunakan kotak pembentukan. Setelah pembentukan tatakan, bahan ini terpadatkan dalam pre-press tanpa perpindahan panas. Prosedur pre-pressing adalah berikut dengan menekan pada tenaga hidrolik dipanaskan secara elektrik ke tekanan maksimum 30 kg/m² selama 4 menit. Kemudian, panel ditekan oleh hot-press tunggal di bawah tekanan 30 kg/cm² selama 5 menit. Tiga tingkat suhu tekan yang diterapkan;180, 190 dan 200˚C. Setelah menekan, semua panel yang dipangkas ke ukuran final 400x400x10mm3 dengan kepadatan target 700±0,01 kg/m³. Tabel 2 menunjukkan desain eksperimental penelitian.

Mechanical and Dimensional Stability

Standar Eropa yang digunakan untuk mengukur modulus pecah (MOR), modulus elastisitas (MOE) (EN 310), kekuatan ikatan internal (IB) (EN 319), dan stabilitas dimensi (EN 317). Untuk penentuan sifat mekanik dan stabilitas dimensi, sembilan spesimen (tiga spesimen dari tiga panel individu) untuk setiap tingkat dan kombinasi dari perlakuan MA dan suhu tekan yang digunakan. Sebelum uji mekanis, panel dikondisikan pada kelembaban relatif 65% (RH) dan 20˚C. Sifat mekanik ditentukan menggunakan Instron Universal testing machine (model 1186).

Stabilitas dimensi benda uji persegi dengan panjang sisi nominal 50 mm (AC di RH 65% dan 20˚C) ditentukan dengan mengukur peningkatan ketebalan spesimen setelah direndam dalam air (20˚C, pH 7) pada 2 dan 24 h. Spesimen ditempatkan dalam air mandi dengan permukaannya dalam posisi vertikal. Untuk studi penyerapan uap, sampel digantung dalam bak air tertutup dilengkapi dengan sistem pemanas untuk mendidihkan air terus

Page 8: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

menerus selama 216 jam. Sampel permukaan dikeringkan menggunakan kertas blotting setelah penyerapan air dan uap.

Data Analysis

Data untuk setiap tes dianalisis secara statistik. Efek dari perlakuan MA dan suhu tekan pada sifat panel MDF dievaluasi dengan analisis varians (ANOVA) dan uji-t untuk menguji perbedaan yang signifikan antara faktor dan tingkatan. Ketika ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan antara faktor-faktor dan tingkat, perbandingan sarana tersebut selesai menggunakan jarak berganda Duncan test (DMRT) untuk mengidentifikasi kelompok mana yang berbeda nyata dari kelompok lain pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%.

HASIL dan PEMBAHASAN

Analisis statistik sifat fisik dan mekanik panel MDF terbuat dari serat ampas tebu dirangkum dalam Tabel 3 dan 4. Seperti dilihat dari gambar 1, sifat fisik dan mekanik panel dipengaruhi oleh penambahan MA dan suhu tekan.

Page 9: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Perlakuan Perendaman (Submerged treatment)

Partikel berupa ampas tebu diberikan perlakuan pendahuluan yaitu tanpa perendaman (kontrol), perendaman dalam air panas selama 2 jam serta perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Setelah direndam, partikel kemudian dikeringkan menggunakan oven hingga mencapai kadar air 10%.

Dissolved Sugar Content

Besarnya nilai kadar gula terlarut pada perlakuan perendaman dingin (24 jam) dan perendaman panas (2 jam) dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Kadar ekstraktif (gula dan pati) yang terkandung dalam ampas tebu berkurang dengan adanya perlakuan perendaman. Sutigno (2000) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengurangi zat ekstraktif adalah dengan cara perendaman. Kadar ekstraktif terlarut untuk perlakuan perendaman panas lebih besar dari pada perendaman dingin. Riyadi (2004) menjelaskan bahwa kelarutan dengan air panas dapat menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan ini akan menghasilkan asam organik bebas, sifat tersebut menyebabkan bagian yang terlarut dalam air panas selalu lebih besar dari pada kelarutan dalam air dingin.

Physical PropertiesHasil pengujian sifat fisis papan partikel pada kontrol dan perlakuan perendaman dingin

(24 jam) dan perendaman panas (2 jam) disajikan pada Tabel dibawah ini.

Page 10: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Density

Nilai kerapatan (density) hasil penelitian ini berkisar antara 0,70–0,72 g/cm3 dengan rata-rata 0,71 g/cm3. Perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai kerapatan, hal ini diduga karena dengan perendaman menyebabkan terjadinya kelarutan zat ekstraktif. Darmawan (1994) menjelaskan dalam kaitannya dengan kerapatan, maka zat ekstraktif sangat berpengaruh terhadap kematangan perekat. Nilai kerapatan panil hasil penelitian belum mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini diduga akibat kondisi spring back sehingga tebal panil yang dihasilkan tidak sesuai dengan target. Kerapatan akhir papan partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya (Kelley 1997 dalam Sidabutar 2000).

Moisture Content

Nilai KA hasil penelitian ini berkisar antara 9,58–15,71% dengan rata-rata 12,64%. Kadar air tanpa perlakuan perendaman lebih tinggi disebabkan pati dan gula dalam ampas tebu bersifat higroskopis. Berkurangnya pati dan gula melalui perendaman membuat perekat lebih mudah masuk sehingga ikatan partikel dengan perekat lebih kuat akibatnya kadar airnya menjadi rendah.

Water Absorption

Nilai DSA hasil penelitian ini berkisar antara 52,27–75,96% dengan rata-rata 63,68%. Perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai DSA, hal ini diduga karena perekat yang masuk ke dalam rongga pada ampas tebu semakin banyak sehingga ikatan rekat antar partikel semakin kuat yang menyebabkan tidak adanya lagi ruang kosong yang dapat dimasuki oleh air. Muharam (1995) mengemukakan bahwa kontak antar partikel semakin rapat, uap air akan sulit masuk ke dalam papan partikel.

Thickness Swelling

Nilai PT hasil penelitian ini berkisar antara 10,05–28,78% dengan rata-rata 18,05%. Riyadi (2004) mengemukakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungannya dengan absorpsi air, karena semakin banyak air yang diserap dan memasuki struktur serat maka semakin besar perubahan dimensi yang dihasilkan.

Page 11: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

Mechanical Properties

Analisis statistik menunjukkan pengaruh signifikan perlakuan MA dantekan suhu pada, MOR MOE, dan IB pada tingkat probabilitas sebesar 0,01 dan 0,05, masing-masing (Tabel 3). Bahkan, peningkatan, MOR MOE, dan IB diamati setelah serat diperlakukan dengan MA dan suhu tekan 190˚C.

Berdasarkan EN standar (312-3) 13 dan 1600 Nmmˉ² adalah persyaratan minimum untuk MOR dan MOE panel untuk tujuan umum dan perlengkapan interior, masing-masing. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4, semua panel harus jauh lebih tinggi MOE dan MOR dari persyaratan tujuan umum. Hasil t-test dan DMRT untuk kekuatan lentur dari papan partikel diproduksi diberikan dalam Tabel 3 dan 4. Nilai-nilai MOR untuk sampel dalam kelompok AF memenuhi nilai standar EN 312-6 (20 Nmmˉ²). Secara umum, perlakuan modifikasi memiliki efek positif pada MOR dan MOE dari panel. Peningkatan sifat mekanik dari MDF karena modifikasi kimia merupakan indikasi meningkatkan interaksi dan tegangan transfer antar komponen.

Nilai kekuatan maksimum MOR dan MOE diperoleh dengan menekan perlakuan MA serat pada 190˚C; meningkatkan suhu tekan untuk 200˚C menyebabkan penurunan sifat kekuatan. Mengenai nilai kekuatan yang lebih rendah dari panel MDF pada suhu lebih tinggi dari 190˚C perlu dicatat bahwa, degradasi termal dari serat adalah mungkin. Pada suhu 200˚C, komponen serat ampas tebu seperti hemiselulosa mulai memusnahkan [13]. Degradasi termal dari serat juga menghasilkan produksi senyawa yang mudah menguap pada suhu pemrosesan di atas 200˚C. Fenomena ini akan menghasilkan produk berpori dengan kepadatan rendah dan sifat mekanik yang lebih rendah [14]. Di sisi lain, degradasi ini bisa dideteksi melalui sifat makroskopik organoleptik miskin (seperti warna, bau, dll). Untuk perbaikan stabilitas termal, upaya telah dilakukan untuk melapisi dan / atau mencabangkan serat dengan monomer [15,16].

Data IB berkisar antara 0,17 untuk 0.32 Nmmˉ². Persyaratan minimal kekuatan IB untuk tujuan umum (EN 312-2) adalah 0.24 Nmmˉ². Menurut hasil tes, semua MDF diproduksi tidak memenuhi persyaratan IB EN, kecuali tipe panel A yang memiliki nilai tertinggi di antara jenis-jenis spesimen untuk papan tujuan umum. Pengaruh negatif yang signifikan dari suhu pers pada kekuatan ikatan internal dapat dijelaskan dengan degradasi termal dari serat. Sebaliknya, pengobatan MA dapat meningkatkan sifat IB di panel MDF.

Dimensional Stability

Gambar 1 menunjukkan Thickness Swelling (TS) dan Water Absorption (WA) dari panel MDF yang dihasilkan dari dengan dan tanpa perlakuan MA di tiga suhu tekan yang berbeda.Berdasarkan pada EN standar, panel MDF harus memiliki nilai TS maksimal 8% dan 15% untuk perendaman 2 dan 24 jam, masing-masing. TS rata-rata sampel berkisar 17,90-23,55% untuk 24-jam selam. Namun, nilai Ts 17,90% untuk panel A mendekati ke tingkat yang dibutuhkan TS panel untuk penggunaan umum.

Page 12: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

WA rata-rata sampel berkisar antara 73,7-92,7% untuk 24-jam perendaman (Gambar 1). Namun, penyerapan air dari panel B jauh lebih rendah dari panel MDF yang lain. MA lainnya dikenal untuk membentuk ester dan ikatan hidrogen dengan gugus -OH komponen kayu. Dengan mengurangi kelompok bebas -OH di kayu, kerentanan dari bahan kayu terhadap air dan dengan demikian pembengkakan berkurang.

Steam Swelling Behavior

Gambar 2 menggambarkan efek penyerapan uap pada panel dengan dan tanpa perlakuan MA pada tiga tingkatan suhu tekan untuk 216 jam. Ini menunjukkan bahwa penyerapan uap meningkat dengan meningkatnya waktu 12-120 jam dalam semua enam perlakuan. Di luar 120 jam tidak ada penyerapan tambahan besar uap ditemukan dalam salah satu dari enam panel MDF. Di antara sampel setelah 24 jam paparan uap, serat ampas tebu tanpa perlakuan pada 200˚C yang menunjukkan penyerapan uap maksimum dan panel diperlakukan pada 190˚C menunjukkan penyerapan uap minimum. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa serat MDF dengan perlakuan MA menunjukkan penyerapan uap air lebih rendah dari serat-serat ampas tebu tanpa perlakuan. Meningkatnya volume penyerapan uap pada panel tanpa perlakuan adalah karena ketersediaan gugus -OH bebas. Namun, esterifikasi gugus -OH dengan maleat anhydride meminimalkan kemampuan dari serat selulosa untuk menyerap uap.

KESIMPULAN

Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan potensi serat ampas tebu dalam produksi MDF untuk meringankan kekurangan bahan baku. Berdasarkan hasil tes stabilitas mekanik dan dimensi dari MDF, diperoleh hasil berikut: Semua panel yang diperlakukan dengan MA memiliki nilai lebih tinggi daripada tanpa

perlakuan dan melampaui standar EN untuk MOR dan MOE untuk perlengkapan interior termasuk mebel aplikasi manufaktur.

Perlakuan MA memiliki efek positif pada MOR dan MOE dari panel. Namun, suhu tekan meningkat memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada kekuatan IB menyebabkan degradasi termal dari serat. Secara umum, perlakuan MA dan suhu tekan memiliki efek yang signifikan pada stabilitas mekanik dan dimensi panel MDF.

WA dari panel relatif tinggi, mulai 73,7-92,7% untuk 24-jam perendaman.Ketika ada substansi hidrofobik digunakan selama manufaktur panel, stabilitas dimensi panel rendah dapat dihubungkan dengan fakta ini.

Serat dengan perlakuan MA menunjukkan penyerapan uap dan air yang lebih rendah daripada serat tanpa perlakuan MA. Kecenderungan penyerapan uap menjadi konstan setelah 120 jam dalam sampel dengan atau tanpa perlakuan.

Berdasarkan temuan studi ini, dapat dinyatakan bahwa serat ampas tebu memiliki potensi sebagai bahan berserat suplemen untuk pembuatan MDF.

Dan untuk perendaman dihasilkan kesimpulan bahwa papan serat terbaik dari hasil penelitian ini adalah papan yang dihasilkan dari perlakuan perendaman partikel dalam air

Page 13: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

panas selama 2 jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ye, X.P., Julson, J., Kuo, M., Womac, A. and Myers, D. (2007). Properties of Medium DensityFiberboards Made from Renewable biomass, Bioresource Technology, 98(5): 1077_1084.

2. Akgu¨ l, M. and C¸ amlibel, O. (2008). Manufacture of Medium Density Fiberboard (MDF) Panels from Rhododendron (R. ponticum L.) Biomass, Building and Environment, 43: 438_443.

3. Nourbakhsh, A. and Ashori, A. (2008). Highly Fiber-loaded Composites: Physical andMechanical Properties, Polymers and Polymer Composites, 16(5): 283_287.

4. Akgu¨ l, M. and Tozluog˘ lu, A. (2008). Utilizing Peanut Husk (Arachis hypogaea L.) in the Manufacture of Medium-density Fiberboards, Bioresource Technology, 99(13): 5590_5594.

5. Simonsen, J., Jacobsen, R. and Rowell, R. (1998). Wood-fiber Reinforcement of Styrene-maleic Anhydride Copolymers, Applied Polymer Science, 68(10): 1567_1157.

6. Mishra, S. and Naik, J.B. (1998). Absorption of Steam and Water at Ambient Temperature in Wood Polymer Composites Prepared from Agro-waste and Novolac, Applied Polymer Science, 68(9): 141_142.

7. Patil, Y.P., Gajre, B., Dusane, D., Chavan, S. and Mishra, S. (2000). Effect of Maleic Anhydride Treatment on Steam and Water Absorption of Wood Polymer Composites Prepared from Wheat Straw, Cane Bagasse, and Teak Wood Sawdust Using Novolac as Matrix,Applied Polymer Science, 77(13): 2963_2967.

8. Ashori, A. and Nourbakhsh, A. (2009). Mechanical Behavior of Agro-residue Reinforced Polyethylene Composites, Applied Polymer Science, 111(5): 2616_2620.

9. Nourbakhsh, A., Kokta, B.V., Ashori, A. and Jahan-Latibari, A. (2008). Effect of a Novel Coupling Agent, Polybutadiene Isocyanate, on Mechanical Properties of Wood-fiber Polypropylene Composites, Reinforced Plastics and Composites, 27(16_17): 1679_1687.

10. Naik, J.B. and Mishra, S. (2006). The Compatibilizing Effect of Maleic Anhydride on Swelling Properties of Plant-fiber-reinforced Polystyrene Composites, Polymer-plastics Technology and Engineering, 45(8): 923_927.

11. Ashori, A. and Nourbakhsh, A. (2009). Characteristics of Wood Plastic Composites Made of Recycled Materials, Waste Management, 29(4): 1291_1295.

12. Dominkovics, Z., Da´nya´ di, L. and Puka´ nszky, B. (2007). Surface Modification of Wood Flour and Its Effect on the Properties of PP/Wood Composites, Composites Part A, 38(8): 1893_1901.

13. Hassan, M.L., Rowell, M.R., Fadl, N.A., Yacoub, S.F. and Christiansen, A.W. (2000). Thermoplasticization of Bagasse. II. Dimensional Stability and Mechanical Properties of Esterified Bagasse Composite, Applied Polymer Science, 76(4): 515_586.

14. White, R.H. and Dietenberger, M.A. (2001). Wood products: Thermal Degradation and Fire, In: Buschow, K.H.J., Cahn, R.W., Flemings, M.C., Ilschner, B., Kramer,

Page 14: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan

E.J. and Mahajan, S.(eds)., Encyclopedia of Materials: Science and Technology, pp. 9712_9716, Elsevier Science Ltd,New York.

15. Nourbakhsh, A. and Ashori, A. (2008). Fundamental Studies on Wood-plastic Composites: Effects of Fiber Concentration and Mixing Temperature on the Mechanical Properties of Poplar/PP Composite, Polymer Composites, 29(5): 569_573.

16. Mora´ n, J., Alvarez, V., Petrucci, R., Kenny, J. and Vazquez, A. (2007). Mechanical Properties of Polypropylene Composites Based on Natural Fibers

17. Darmawan, W. 1994. Papan Partikel. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, 1(1)18. Muharam, A. 1995. Pengaruh Ukuran Partikel dan Kerapatan Lembaran terhadap

Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Ampas Tebu. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak Dipublikasikan).

19. Riyadi, C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang (Musa sp) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak Dipublikasikan).

20. Sutigno, P. 2000. Mutu Produk Papan Partikel. http://mofrinet.cbn.net.id (19 Oktober 2004)

Page 15: Variasi Perlakuan Untuk Mendapatkan