PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi …/Pengaruh...kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO...

37
i PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS Disusun oleh : HERNA SUSANTI M 0206004 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JULI, 2010

Transcript of PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi …/Pengaruh...kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO...

i

PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi

DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO

TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS

Disusun oleh :

HERNA SUSANTI

M 0206004

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

JULI, 2010

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

Drs. Suharyana, M.Sc.

NIP. 19611217 198903 1 003

Pembimbing II

Drs. Usman Santosa, MS

NIP. 19510407 197503 1 003

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari : Senin

Tanggal : 26 Juli 2010

Anggota Tim Penguji :

Dra. Riyatun, M.Si

(.............................................)

NIP. 19680226 199402 2 001

Mochtar Yunianto, S.Si, M.Si

NIP. 19800630 200501 1 001

(.............................................)

Disahkan oleh

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Fisika

Drs. Harjana, M.Si, Ph.D

NIP. 19590725 198601 1 001

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER

DAN SUHU KRITIS” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga

belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2010

HERNA SUSANTI

iv

PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER

DAN SUHU KRITIS

HERNA SUSANTI Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan menggunakan metode padatan dan mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji temperatur kritis (Tc). Superkonduktor Bi1,7Pb0,3Sr2C2Cu3O10+δ dengan doping Pb menggunakan metode padatan telah dibuat dan diuji superkonduktivitasnya.

Telah dibuat 2 sampel dengan rumus kimia sama, tetapi variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu untuk sampel 1 pemberian Pb saat awal pencampuran dan sampel 2 pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, di-pellet, di-sintering, dan dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc.

Dari hasil karekterisasi yang dilakukan kedua sampel tidak menunjukkan efek Meissner. Dan temperatur kritis untuk sampel 1 dan sampel 2 tidak ditemukan. Jadi, sampel yang dibuat bukan merupakan material superkonduktor. Kata kunci : doping Pb, efek Meissner, temperatur kritis Tc

v

INFLUENCE OF TREATMENT VARIATION DOPING Pb TO Bi

IN THE SYNTHESIS SUPERCONDUCTOR BSCCO

TOWARD MEISSNER EFFECT AND CRITICAL TEMPERATURE

HERNA SUSANTI Department of Physics. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT This research conducted to make superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O by

using solid method and to know influence treatment variation doping Pb on the synthesis superkonduktor BSCCO toward meissner effect and critical temperature (Tc). Superkonduktor Bi1,7Pb0,3Sr2C2Cu3O10-δ with doping Pb by using solid method have been made and tested the superkonduktivity.

Have been made two sample with the equal chemical formula but treatment variation doping Pb different is for sampel 1 Pb given at early mixing and sampel 2 Pb given after kalsinasi (attenuation of second). The making of Superkonduktor BSCCO conducted by bray substance until really smooth, kalsinasi, pelletisasi, sintering, and characterization with Meissner effect and critical temperature (Tc).

From the result of characterization whole sampel not show Meissner effect. And from grafic the critical temperature for sampel 1 and sampel 2 not found. Thus sampel not material superconductor.

Keyword : doping Pb, Meissner effect, critical temperature

.

vi

MOTTO

”Allah akan memberikan kesuksesan bagi manusia yang bersungguh-

sungguh”

”Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tetapi

berusahalah untuk menjadi manusia yang berguna”

”Dan Dia-lah ALLOH (yang disembah), baik di langit maupun di bumi;

Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan

dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”

(Q.S. Al-An’am:3)

vii

PERSEMBAHAN

1. Ayah dan Ibuku tercinta

Dengan segala peluh dan doa-doamu setiap malam

ibu,akhirnya aku dapat mempersembahkan sepenggal harapanmu.

2. My Engaged Anasrul

Terimaakasih buat bantuan dan antar jemputnya.

3. Kakak-kakakku (Ipuk &Yamto, Hendra)

4. Keponakan kecil ku (d’ Dana)

5. Almamaterku UNS

Khususnya jurusan Fisika FMIPA

viii

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Material mempunyai arti penting bagi perkembangan teknologi yang

akhirnya akan berpengaruh pada aspek kehidupan masyarakat. Dengan teknologi

yang semakin canggih, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan cepat

sehingga lebih menghemat tenaga dan waktu. Di bidang industri misalnya, dengan

bantuan mesin dapat menghasilkan produk yang lebih banyak dengan waktu yang

lebih singkat dibandingkan jika hanya dikerjakan secara manual oleh manusia.

Banyak penemuan-penemuan baru yang muncul dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dan mempermudah segala aktivitasnya.

Salah satu penemuan yang sedang marak diteliti adalah superkonduktor.

Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa

adanya hambatan (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa

kehilangan daya sedikitpun. Superkonduktor ini banyak menarik minat bagi

ilmuwan untuk mengembangkannya. Terutama superkonduktor keramik BSCCO

yang dikenal sebagai superkonduktor dengan suhu kritis tinggi. Fenomena ini

pertama kali ditemukan oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan

merkuri (Hg) menggunakan helium cair. H.K Onnes menemukan pada temperatur

4,2 K hambatan listrik Merkuri menurun dari 0,03 Ω menjadi 3 x 10-6

Ω.

(Suprihatin, 2008)

Penemuan selanjutnya oleh De haas dan Voodg pada tahun 1930 yaitu

superkonduktor paduan Pb-Bi mempunyai Tc=8,8K. Pada tahun 1933 Meissner

dan Ochsenfeld menemukan gejala diamagnetik sempurna (penolakan fluks

magnetik) dalam bahan superkonduktor. Pada tahun 1973, Tc yang diperoleh baru

mencapai 23,2 K yaitu pada paduan logam Nb3Ge. Sejak saat itu peneliti selalu

gagal memperoleh superkonduktor yang mempunyai Tc diatas 23,2 K

ix

Pada tahun 1986 Bednorz dan Muller di Laboratorium IBM Zurich,

berhasil menemukan bahan keramik superkonduktor dengan rumus kimia

Ba1,8La0,15CuO4 dengan Tc = 30 K. Chu,dkk, pada tahun 1987 menemukan

superkonduktor YBa2Cu3O7-δ atau dinamakan sistem YBCO yang dikenal dengan

123 mempunyai Tc = 92 K. Kemudian pada tahun 1988 Maeda,dkk menemukan

superkonduktor Bi2Sr2Ca2Cu3O10 atau disebut juga dengan sistem BSCCO dengan

Tc = 110 K. Dalam sistem superkonduktor BSCCO terdapat 3 fasa yaitu fasa 2201

(senyawa Bi2Sr2CuOx) dengan Tc = 20 K, fasa 2212 (senyawa Bi2Sr2CaCu2Oy)

dengan Tc = 80 K, dan fasa 2223 (senyawa Bi2Sr2Ca2Cu3Oz) dengan Tc = 110 K

(Mukaida, 1988). Superkonduktor sistem BSCCO ini mempunyai Tc yang lebih

tinggi dari pada YBCO, juga mempunyai sifat yang tahan terhadap kelembaban

serta tidak mengandung unsur beracun seperti pada Tl2Ba2Ca2Cu3O10 atau disebut

juga sistem TBCCO yang mempunyai Tc = 125 K.

Masalah terbesar penggunaan superkonduktor adalah suhu operasinya.

Sifat superkonduktivitas baru muncul bila suhu bahan turun melewati titik

tertentu, yang disebut sebagai titik kritis yang biasanya sangat rendah. Karena itu

superkonduktor perlu perkakas pendingin. Sehingga niat penghematan pemakaian

daya listrik masih harus bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan.

Oleh sebab itulah para ahli sampai sekarang terus berlomba-lomba menemukan

bahan superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu tinggi. Agar dapat

digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) umumnya berupa

senyawa komponen jamak dan mempunyai fase struktur yang jamak pula.

Struktur yang berlapis telah memperumit pembuatan bahan ini. Karena itu sintesis

dan penumbuhan kristal tunggal dari senyawa SKST telah dilakukan di berbagai

laboratorium negara maju sejak tahun 1987.

Dengan adanya masalah tersebut maka akan dilakukan penelitian

mengukur Tc,. sehingga dapat mengetahui hubungan antara resistivitas dengan

suhu. Disamping hal itu, beberapa penelitian yang penah dilakukan mahasiswa

sebelumnya hanya uji XRD dan efek meissner saja, dan belum pernah ada yang

melakukan penelitian untuk mengetahui suhu kritis sampel bahan superkonduktor

x

yang dibuat dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Sehingga alat uji Tc-

nya pun belum pernah digunakan.

Metode yang digunakan dalam sintesis BSCCO dalam penelitian ini

adalah metode padatan (solid method). Metode ini digunakan karena mempunyai

keuntungan diantaranya mudah dibuat dan sederhana serta tidak mahal dalam

mensintesis bahan superkonduktor. Dalam mensintesis superkonduktor Bi-Sr-Ca-

Cu-O dengan menggunakan metode padatan ini diharapkan mendapatkan

homogenitas yang tinggi. Karena dalam produksi besar, kehomogenan campuran

lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang

dihadapi dalam mensintesis superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh

sampel dengan fasa 2223 yang murni.

Masalah diatas dapat diatasi dengan beberapa cara, salah satunya dengan

menambahkan (doping) Pb pada superkonduktor sistem BSCCO. Adapun

pendopingan ini bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian

fasa 2223 dan diharapkan mempunyai Tc yang tinggi. Disamping itu, penambahan

Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara oleh superkonduktor (Engkir

Sukirman). Pada sintesis superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai

dopan karena titik leleh Pb lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga

diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan.

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dibuat rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan metode

reaksi padatan?

2. Bagaimana pengaruh variasi perlakuan penambahan doping Pb pada Bi

dalam sintesis superkonduktor BSCCO melalui uji Meissner dan uji

Tc?

xi

I. 3. Tujuan Penelitian

Adapun untuk tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan

menggunakan metode padatan.

2. Mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis

superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji Tc.

I. 4. Batasan Penelitian

Pembuatan superkonduktor dalam penelitian ini dibatasi pada

superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O yang dibuat dengan metode reaksi padatan (solid

state reaction) dengan rumus kimia Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10+δ kemudian

dikarakterisasi melalui Uji Meissner dan Uji Temperatur Tc.

I. 5. Manfaat Penelitian

Dapat mengukur temperatur kritis sampel superkonduktor yang dibuat

dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Yang mana alat uji Tc tersebut

sebelumnya belum pernah digunakan.

I. 6. Sistematika Penulisan

Laporan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang tersusun secara ringkas

agar mudah dipahamai, sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan, berisikan tentang latar belakang masalah

yang mendasari penulisan skripsi ini, perumusan masalah dan

pembatasan masalah yang akan dianalisis pada penelitian ini.

Kemudian tujuan dan manfaat penelitian ini dan yang terakhir

sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, membahas secara umum tentang Superkonduktor.

Antaranya mengenai penemuan superkonduktor, sifat superkonduktor,

tipe superkonduktor, superkonduktor sistem BSCCO, berbagai doping

pada superkonduktor sistem BSCCO.

xii

BAB III Metodologi Penelitian, membahas tentang metode yang digunakan

pada penelitian ini yaitu metode eksperimen. Tahap-tahap yang

dilakukan dalam eksperimen ini ada 2 yaitu tahap sintesis dan tahap

karakterisasi.Tahap sintesis menggunakan metode reaksi padatan berisi

langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan sampai

terbentuk sampel superkonduktor sistem BSCCO yang siap untuk

dikarakterisasi. Tahap karakterisasi dilakukan dengan menguji sampel

yaitu uji efek Meissner dan mengukur Tc. Dikemukakan juga lokasi

dan waktu penelitian serta alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini..

BAB IV Hasil dan Pembahasan, membahas pengaruh variasi perlakuan doping

Pb pada Bi dalam sintesis superkonduktor BSCCO terhadap efek

meissner, dan suhu kritis (Tc) menggunakan metode padatan.

BAB V Penutup, berisi Kesimpulan dan saran.

xiii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penemuan Superkonduktor

Sifat superkonduktor suatu bahan pertama kali ditemukan oleh seorang

fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes tahun 1911. Onnes berhasil

mencairkan helium dengan cara mendinginkan sampai 4 K atau -269 oC. Sejak

saat itu Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang

sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui hambatan suatu logam akan turun

(bahkan hilang sama sekali) ketika mendinginkan logam tersebut dibawah suhu

ruang (suhu yang sangat dingin) atau lebih rendah dari suhu kritis logam tersebut,

tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang

dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak. (Windartun, 2010)

Beberapa ahli ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin

memperkirakan bahwa ketika dicapai suhu nol mutlak (0 K) maka elektron akan

berhenti mengalir (arus statis). Ilmuwan yang lain termasuk Onnes

memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut.

Sehingga untuk mengetahui hal yang terjadi sebenarnya, Onnes mengalirkan arus

pada kawat merkuri murni kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan

suhunya. Pada suhu 4,2 K Onnes mendapatkan bahwa hambatannya tiba-tiba

menjadi hilang. Tanpa adanya hambatan arus mengalir melalui kawat merkuri

terus-menerus. Sehingga arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Kemudian

fenomena ini oleh Onnes diberi nama superkonduktivitas.( Ismunandar, 2004)

Superkonduktor kini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang.

Hambatan tidak disukai karena dengan adanya hambatan maka arus akan terbuang

menjadi panas. Apabila hambatan menjadi nol, maka tidak ada energi yang hilang

pada saat arus mengalir. Penggunaan superkonduktor dibidang transportasi

memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor.

Hal ini diterapkan pada kereta api supercepat di Jepang yang diberi nama The

Yamanashi MLX01 MagLev train. Kereta api ini melayang diatas magnet

xiv

superkonduktor. Dengan melayang, maka gesekan antara roda dengan rel dapat

dihilangkan dan akibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat sekitar 550

km/jam (Eddy Marlianto, 2008)

II.2. Pengertian Umum Superkonduktor

II.2.1. Sifat Hambatan Listrik Superkonduktor

Salah satu hal yang paling menarik dari bahan super konduktor adalah

pada temperatur tertentu resistivitasnya sama dengan nol (ρ = 0). Temperatur

tersebut biasa di sebut dengan temperatur kritis (Tc) yaitu terjadinya transisi dari

keadaan normal ke keadaan superkonduktif (Suprihatin, 2008). Material yang

didinginkan didalam nitrogen cair atau helium cair, resistivitas material ini akan

turun seiring dengan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, resistivitas material

akan turun secara drastis menjadi nol.

II.2.2. Sifat Magnetik Superkonduktor

Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu

superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila

suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan

mengalir dalam konduktor tersebut. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang

dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tersebut tidak

dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan

magnet tersebut ditolak. Fenomena ini dikenal dengan istilah diamagnetisme dan

kemudian dikenal dengan efek Meissner. Apabila efek Meissner ini sangat kuat

maka sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Tetapi

medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Karena apabila medan

magnetnya terlalu besar, maka efek meissner akan hilang dan material akan

kehilangan sifat superkonduktivitasnya. (Windartun, 2010)

xv

Gambar.2.1. Sebuah magnet melayang di atas sebuah superkonduktor

didinginkan oleh nitrogen cair. (www.wikipedia.com)

Gambar.2.2. Diagram efek meissner

(www.wikipedia.com)

Apabila super magnet diletakkan diatas bahan non superkonduktor,

maka fluks magnet akan menembus ke dalam bahan (B ≠ 0). Sebaliknya, apabila

super magnet diletakkan diatas bahan superkonduktor yang berada di bawah suhu

kritisnya, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet yang mengenainya

(B= 0). Sehingga super magnet akan terangkat / melayang diatas superkonduktor.

xvi

II.2.3. Suhu Kritis Superkonduktor

Suhu kritis untuk superkonduktor adalah suhu di mana hambatan listrik

dari logam turun drastis menjadi nol. Beberapa bahan menunjukkan tahap transisi

superkonduktor pada temperatur rendah. Temperatur kritis tertinggi sekitar 23 K

ditemukannya pada tahun 1986 dari beberapa superkonduktor suhu tinggi. Bahan

dengan suhu kritis dalam rentang 120 K telah menerima banyak perhatian karena

bahan-bahan tersebut dapat dipertahankan dalam keadaan superkonduktor dengan

nitrogen cair (77 K). Tabel dibawah ini adalah suhu kritis dari beberapa unsur :

Tabel 2.1 Suhu Kritis Bahan Superkonduktor (Sugata pikata, 1989)

No Jenis Bahan Tc (K) 1. Gallium 1,1 K

2. Aluminum 1,2 K

3. Indium Indium 3,4 K

4. Timah 3,7 K

5. Air raksa 4,2 K

6. Lead 7,2 K

7. Niobium Niobium 9,3 K

8. Niobium-Tin 17,9 K

9. La-Ba-Cu-Oxide 30 K

10. Y-Ba-Cu-Oxide 92 K

11. Bi-Sr-Ca-Cu-Oxide 110 K

12. Tl-Ba-Cu-Oxide 125 K

Perubahan sifat bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor

dapat dianalogikan dengan perubahan fase air dari keadaan cair ke keadaan padat.

Perubahan seperti ini sama-sama mempunyai suatu suhu transisis, pada transisi

superkonduktor suhu ini disebut sebagai suhu kritis Tc, pada transisi fase ada

yang disebut titik didih (dari fasa cair ke gas) dan titik beku (dari fasa cair ke

padat). Pada transisi feromagnetik suhu transisinya disebut suhu Curie.

xvii

Gambar.2.3 Grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak

(Sugata pikata, 1989)

Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia

memiliki hambatan listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti

menjadi konduktor biasa yang baik, pada umumnya malah menjadi penghantar

yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi isolator. Untuk suhu T < Tc bahan

berada dalam keadaan superkonduktor.

II. 3. Tipe-tipe Superkonduktor

Berdasarkan interaksi dengan medan magnetnya, superkonduktor dibagi

menjadi : Superkonduktor Tipe I dan Superkonduktor Tipe II.

II.3.1. Superkonduktor Tipe I

Menurut teori BCS (Bardeen, Cooper, dan Schrieffer) dijelaskan dengan

menggunakan pasangan elektron (biasa disebut pasangan Cooper). Karena adanya

pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik bergerak secara merata dan

akan terjadi superkonduktivitas. Superkonduktor yang bersifat seperti ini disebut

superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek meissner,

yaitu gejala penolakan medan magnet luar (gejala levitasi) oleh superkonduktor.

Sifat superkonduktivitas superkonduktor akan hilang apabila kuat medannya

melebihi batas kritis. Sehingga pada superkonduktor tipe I akan terus – menerus

xviii

menolak medan magnet yang diberikan sampai mencapai medan magnet kritis.

Kemudian dengan tiba-tiba bahan akan berubah kembali ke keadaan normal.

(Windartun, 2010).

II.3.2. Superkonduktor Tipe II

Superkonduktor tipe II tidak dapat dijelaskan menggunakan teori BCS,

karena tidak terjadi efek meissner. Abrisokov menjelaskan superkonduktor tipe II

yang didasarkan pada kerapatan pasangan elektron, dinyatakan dalam parameter

keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov menunjukkan bahwa parameter

keteraturan fungsi gelombang tersebut dapat mendeskripsikan pusaran dan

bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan dalam

pusaran-pusaran. Selain itu Abrisokov memprediksikan dengan meningkatnya

medan magnet maka jumlah pusaran juga bertambah.

Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam

pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II

akan menolak medan magnet yang diberikan, akan tetapi perubahan sifat

kemagnetan tidak tiba-tiba melainkan secara bertahap. Pada suhu kritis bahan

akan kembali ke keadaan semula. (Windartun, 2010)

Gambar.2.4. Grafik Perbandingan Superkonduktor Tipe I dan Tipe II

(Sugata pikata, 1989)

xix

II. 4. Teori BCS

Teori BCS dikemukakan oleh John Bardeen, Leon N. Cooper, dan John

Robert Schrieffer. Mereka mengemukakan bahwa logam dapat memiliki

hantaran super pada temperatur yang sangat dingin. Sehingga pada tahun 1972

mendapatkan Hadiah Nobel.

Teori ini mengatakan bahwa bahan superkonduktor akan memiliki

hambatan listrik nol apabila elektron-elektron bebas dalam material itu

berpasangan. Pada material non superkonduktor elektron bergerak sendiri-sendiri

dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh impurities atau

oleh phonon. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka

kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor

pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron. Sehingga

dengan tukar menukar phonon, dua elektron akan membentuk ikatan menjadi

pasangan Cooper. Karena keadaan kuantumnya sama, suatu elektron tidak dapat

terhambur tanpa mengganggu pasangannya. Akibatnya elektron tahan terhadap

hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor. (Sugata pikata, 1989)

II. 5. Superkonduktor Sistem BSCCO

Dalam sistem BSCCO dikenal 3 fasa superkonduktif yang berbeda

dengan struktur kristal seperti pada gambar 2.6 yaitu fasa 2201 dengan komposisi

Bi2Sr2CuO memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 10 K, fasa 2212 dengan komposisi

Bi2Sr2CaCu2O memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 80 K dan fasa 2223 dengan

komposisi Bi2Sr2Ca2Cu3O memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 110 K.

xx

Gambar 2.5. Struktur unit sel perkonduktor BSCCO dan TSCCO (R. Abd-Shukor, F.A.Sc, 2009)

Superkonduktor sistem Bismuth terdiri atas tiga fasa Tc-rendah 2201

(30K), fasa Tc-rendah 2212 (80K), dan fasa Tc-tinggi 2223 (110K). Sintesis fasa

tunggal atau kristal tunggal superkonduktor sistem bismuth, khususnya fasa suhu

tinggi (fasa 2223) yang mempunyai suhu kritis sekitar 110K dalam mendapatkan

kualitas semurni mungkin masih sangat susah. Hal ini disebabkan jangkauan suhu

pembentukan superkonduktor fasa 2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara

8350C sampai 8570C.

Fasa 2223 memiliki Tc paling tinggi daripada fasa 2201 dan 2212,

sehingga banyak penelitian dilakukan untuk mendapatkan fasa 2223 yang murni.

Untuk mensintesa BSCCO dapat dilakukan dengan metode reaksi padatan (solid

state reaction). Secara umum, BSCCO disintesa menggunakan metode padatan

yaitu mencampur semua bahan penyusun sampel dengan cara digerus dalam

mortal. Penggerusan ini dilakukan agar memperoleh campuran yang merata dan

xxi

homogen. Penggerusan ini dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan serbuk

yang halus. Setelah itu, serbuk di-kalsinasi dan di-sintering.

Metode ini digunakan karena mudah dibuat dan sederhana serta tidak

mahal dalam mensintesis bahan superkonduktor dan dengan menggunakan

metode padatan ini diharapkan mendapatkan homogenitas yang tinggi. Karena

dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan

mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang dihadapi dalam mensintesis

superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh sampel dengan fasa 2223

yang murni.

II. 6. Berbagai Doping Pada Superkonduktor Sistem BSCCO

Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus

bahan, di-kalsinasi, di-pellet kemudian di-sintering. Penggerusan merupakan

proses awal dalam pembuatan superkonduktor. Tujuan penggerusan agar partikel

lebih halus dan terjadi percampuran bahan – bahan, sehingga bahan – bahan

menjadi homogen dan reaksi padatan dapat berlangsung secara efektif. Setelah

bahan halus dan homogen, proses selanjutnya adalah kalsinasi. Kalsinasi adalah

pemanasan untuk menghilangkan Nitrat, CO2 dan uap air dalam bahan

superkonduktor dan terjadi reaksi difusi senyawa superkonduktor yang awal

dimana membentuk butir-butir superkonduktor yang relatif kecil disamping itu

juga membentuk bahan pengotor seperti Ca2PbO4, ruang hampa yang terdapat

antar butiran, semikonduktor. Sehingga dapat menyebabkan konduktivitasnya

berkurang. Sintering merupakan lanjutan kalsinasi, dengan pemanasan suhu yang

lebih tinggi dan waktu yang lebih lama sehingga butiran – butiran superkonduktor

menjadi lebih besar. Apabila pemanasan terlalu tinggi maka bahan akan meleleh

dan bahan menjadi rusak sehingga tidak dapat dilakukan sintesis ulang. Tujuan

sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel

semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat

meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses

kalsinasi.

xxii

Salah satu upaya untuk meningkatkan harga Tc dalam sintesis

superkonduktor BSCCO adalah dengan cara pemberian doping Pb, penggunaan

fluks (Bi2O3, KCl, dan NaCl), variasi rumus kimia dalam mensintesis

superkonduktor dan variasi suhu sintering (I Gede, 2010). Pendopingan ini

bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian fasa 2223,dengan

penambahan Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara. Pada sintesis

superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai dopan karena titik leleh Pb

lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga diharapkan substitusi parsial

dari Bi oleh Pb dapat dilakukan.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam mensintesis

superkonduktor BSCCO diantaranya :

1. Isao Shimono, dkk (1993) mensintesis superkonduktor BPSCCO

menggunakan metode sitrat. Dengan rumus kimia

Bi1,85Pb0,35Sr1,92Ca2,02Cu3,06. Bahan – bahan yang digunakan adalah

Bi(NO3)3.5H2O, Pb(NO3)2, Sr(NO3)2, Ca(NO3), Cu(NO3)2.3H2O. Bahan –

bahan dilarutkankan dalam aquades untuk menghasilkan larutan nitrat. Untuk

menghasilkan prekursor gel, larutan nitrat dicampur dengan Citric Acid

(H3(C6H5O7) . H2O) dan Ethylene Glycol ((CH2OH)2). Selanjutnya prekursor

gel dipirolisis pada suhu 673 K selama 1 jam. Kemudian dihaluskan dan

dipellet, sampel di-sintering pada suhu 1133K sampai 1143K selama 1 jam -

50 jam. Dalam mensintesis superkonduktor ini diperoleh fraksi volume

maximum 89 % dan suhu kritisnya 101 K.

2. A. Jeremie, dkk (1993), sintesis superkonduktor BSCCO fasa 2212 dengan

doping Pb pada Bi. Sintesis ini menggunakan 2 prekursor, prekursor A

dengan rumus kimia Bi2-xPbxSr2Ca1Cu2Oy dengan x= 0; x=0,2; x=0,4; x=0,6.

Dan prekursor B dengan rumus kimia Bi2PbzSr2Ca1Cu2Oy (tanpa doping

Pb). Sampel dipanaskan didalam argon yang mengalir pada suhu 725 °C, 740

°C, 780 °C dan udara yang mengalir pada suhu 840 °C dan 860 °C selama 6

hari. Sampel yang dipanaskan pada argon yang mengalir mempunyai nilai Tc

86K (x=0,2) dan sampel yang dipanaskan pada udara yang mengalir

mempunyai nilai Tc 80 K (x=0,4).

xxiii

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan. Tempat penelitian di

Laboratorium Pusat UNS.

III. 2. Alat dan Bahan

III. 2. 1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, tungku

pemanas (furnace), cawan (crussible), cetakan pellet dan alat pengepres,

penggerus (mortar dan pastel), super magnet, sampel holder, Leybold didactic

GMBH 666205, termos berisi nitrogen cair, Sensor-CASSY (524 010 / 524 010

USB)

III. 2. 2. Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah

Bi5O(OH)9(NO3)4 (Bismuth (III) Nitrate) (71,0%), PbO (Lead (II) Oxide) (99%),

Sr(NO3)2 (Strontium Nitrate) (99,0%), CaCO3 (Calcium Carbonate) (99,0%),

CuO (Copper (II) Oxide) (99%), Nitrogen cair.

Semua bahan berbentuk serbuk (powder), kecuali untuk Strontium Nitrate

berbentuk kristal kecil

xxiv

III. 3 Prosedur Penelitian

Gambar.3.1 Diagram alir tahap penelitian

Mulai

Penimbangan Bahan

Penggerusan I

Penggerusan II

Kalsinasi

Pelletisasi

Sintering

Karakterisasi

Uji Tc Efek meissner

Persiapan alat dan bahan

Selesai

xxv

III. 3. 1 Komposisi Bahan Awal

Persiapan bahan awal untuk penimbangan dalam sintesis terdiri dari

Bi5O(OH)9(NO3)4, PbO, Sr(NO3)2, CaCO3, CuO. Untuk membuat sampel

senyawa superkonduktor dengan sistem Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3 (Prastasi Tjahyanti,

2000) yang diperlukan adalah data tentang berat atom (BA) dari bahan awal

tersebut.

III. 3. 2 Proses Sintesis

Komposisi yang disintesis Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3Ox dengan variasi

perlakuan Pb yaitu pemberian Pb pada awal pencampuran, dan pemberian Pb

setelah dikalsinasi (pada penggerusan kedua) dengan massa komposisi bahan 5 gr.

a. Penimbangan Bahan

Penimbangan bahan ini berdasarkan jumlah mol (jumlah atom) bahan

yang disesuaikan dengan reaksi berikut ini :

0,34 Bi5O(OH)9(NO3)4 + 0,3 PbO + 2 Sr(NO3)2 + 2CaCO3 + 3CuO

Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2 Cu3O10+ uap nitrat

b. Penggerusan I

Setelah ditimbang, bahan dicampur dan digerus menggunakan mortal

dan pastel secara manual selama ± 8 jam sampai bahan terasa halus. Penggerusan

bertujuan untuk membuat bahan superkonduktor menjadi semakin halus (Indras

Marhaendrajaya, 2001) dan diharapkan meningkatkan homogenitas bahan serta

memperluas permukaan kontak agar reaksi padatan dapat berlangsung secara

efektif (Suprihatin,2008)

c. Kalsinasi

Pada proses selanjutnya sampel dipanaskan dalam tungku selama 20 jam

dengan suhu 820°C seperti terlihat pada gambar 3.2 (Indras Marhaendrajaya,

2001). Tetapi saat proses kalsinasi masih berlangsung terjadi pemadaman listrik.

Proses kalsinasi pun berhenti pada waktu 16 jam 23 menit sehingga sampel

langsung proses pendinginan. Pendinginan dengan pintu furnace masih dalam

xxvi

keadaan tertutup. Kalsinasi dilakukan untuk memperoleh campuran dalam bentuk

bongkahan partikel baru. Pada proses ini sudah mulai terbentuk butir-butir

superkonduktor tetapi masih sangat kecil. Proses pemanasan dapat dilihat pada

gambar 3.2.

T(oC)

820

27

6 26 t (jam)

Gambar.3.2. Proses Kalsinasi

d. Penggerusan ke II

Sampel hasil kalsinasi yang berbentuk padat berwarna hitam digerus

sampai halus dengan pastel dan mortal. Penggerusan kedua ini dilakukan dengan

tujuan agar ukuran partikel menjadi homogen sehingga dapat mengurangi celah

antar partikel saat dilakukan pengepresan dan supaya sampel hasil pengepresan

benar-benar padat, sehingga tidak terjadi kerusakan setelah melalui proses

sintering. Penggerusan kedua ini dilakukan selama ± 5 jam.

e. Pelletisasi

Sampel dicetak dengan cetakan pellet, cetakan berbentuk silinder

dengan panjang 50 mm dan diameter 8 mm kemudian sampel di tekan / dipres

dengan alat pengepres maksimum. Pembuatan pellet ini bertujuan agar partikel

bahan campuran tersusun rapat dan padat sehingga apabila diberi perlakuan panas

yang tepat, akan terjadi proses difusi atom dan terbentuk ikatan yang kuat antar

partikel.

xxvii

f. Sintering

Sampel di-sintering pada suhu konstan 840 oC selama 96 jam. Tujuan

sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel

semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat

meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses

kalsinasi.

Setelah sampel selesai sintering sampel siap untuk dikarakteristik.

Karakteristik pertama yaitu efek meissner, tetapi dari kedua sampel yang dibuat

belum menunjukkan adanya penolakan medan magnet. Kemudian sampel di-

sintering lagi dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 845 oC selama 96 jam.

Saat sintering yang kedua masih berlangsung terjadi pemadaman listrik

lagi. Proses sintering pun berhenti sehingga sampel langsung pendinginan. Waktu

sintering pada suhu konstan 845 oC selama 42 jam. Proses pemanasan sintering

dapat dilihat pada gambar 3.3.

T(oC)

840

27

6 102 t (jam)

Gambar.3.3. Proses Sintering

III. 3. 3 Karakterisasi

III. 3. 3. 1. Uji Tc

Untuk mengetahui hubungan antara harga resistivitas dan suhu, dengan

menggunakan metode empat probe ( four point probe method ). Pada penelitian

ini menggunakan susunan probe seperti pada ganbar 3.4. Jarak dari keempat titik

dibuat sama untuk memudahkan pengukuran secara matematisnya.

xxviii

Gambar.3.4. Susunan probe

Setelah diperoleh data berupa tegangan dan suhu resistivitas dihitung

dengan persamaan 3.1

IV

Spr 2= (3.1)

dimana :

ρ = resistivitas (Ωm)

V = tegangan (V)

I = Arus (A)

π = 3,14

S = jarak antar probe (m)

III.3.3.2. Efek Meissner

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya adanya sifat

superkonduktivitas suatu bahan ada atau tidak. Nitrogen cair dimasukkan dalam

sampel holder, kemudian sampel direndam dalam nitrogen cair tersebut sampai

suhu sampel sama dengan suhu nitrogen cair. Efek meissner dapat diamati dengan

ada atau tidaknya levitasi (penolakan medan magnet). Pada bahan superkonduktor

suhu tinggi, penolakan fluks magnetik terjadi jika bahan berada dalam keadaan

meissner. Jadi sampel superkonduktor suhu tinggi seharusnya bisa mengangkat

super magnet tersebut. (Indras Marhaendrajaya, 2001).

xxix

Jika terjadi pengangkatan magnet di atas sampel atau magnet ditolak,

maka bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor. Jika tidak terjadi

penolakan magnet oleh superkonduktor terdapat dua kemungkinan yaitu bahan

tersebut bukan superkonduktor atau bahan superkonduktor tetapi terdapat fase

pengotor.

xxx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Sintesis Superkonduktor BSCCO

Superkonduktor BSCCO dengan doping Pb menggunakan 2 sampel.

Rumus kimia sampel 1 dan sampel 2 sama Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10. Tetapi

dengan variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu pemberian Pb saat

awal pencampuran dan pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua).

Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan

sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, dicetak kemudian di-sintering, dan

dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc. Adapun variasi perlakuan

penambahan Pb, kalsinasi, sintering dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1. Variasi perlakuan penambahan Pb,kalsinasi, sintering

Sintering 1 Sintering 2 Sampel Stokiometri Penambahan

Pb Waktu

(jam)

Suhu

(°C)

Waktu

(jam)

Suhu

(°C)

1 Awal

percampuran

96 840 42 845

2

Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10

Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10 setelah

kalsinasi

96 840 42 845

Awalnya sintering pada sintesis superkonduktor ini dilakukan sekali

yaitu pada suhu 840 °C selama 96 jam. Akan tetapi, setelah dikarakterisasi dengan

uji meissner dari kedua sampel tidak menunjukkan adanya penolakan medan

magnet meskipun sudah dicoba berulang-ulang. Sehingga dilakukan sintering lagi

dengan suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu 845 °C selama 96 jam. Tetapi, saat

proses sintering masih berlangsung terjadi pemadaman listrik sehingga dengan

terpaksa waktu sintering dihentikan pada waktu 42 jam.

xxxi

IV.2. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi

IV.2.1. Uji Meissner

Uji meissner dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya sifat

diamagnetisme sampel yang diujikan. Dengan cara nitrogen cair disiramkan pada

sampel holder, kemudian baru sampel direndam dalam nitrogen cair sampai

sampel sudah tidak berbuih lagi. Dengan demikian suhu sampel sudah sama

dengan suhu Nitrogen cair. Kemudian super magnet diletakkan di atas sampel.

Jika efek meissner kuat maka magnet akan terangkat di atas sampel. Efek meissner

dikatakan lemah jika magnet tertolak oleh sampel tetapi magnet tidak sampai

terangkat. Sedangkan efek meissner dikatakan tidak ada jika tolakan magnet oleh

sampel sangat lemah.

Hasil uji Meissner dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil uji meissner

Kalsinasi Sampel Penambahan Pb

Waktu (jam) Suhu (°C)

Efek meissner

1 Awal percampuran 16 jam 23 menit 820 Tidak teramati

2 Setelah kalsinasi 16 jam 23 menit 820 Tidak teramati

Dari kedua sampel yang dibuat tidak teramati adanya efek meissner. Jadi

antara sampel yang doping Pb-nya ditambahkan di awal pencampuran dengan

sampel yang doping Pb-nya di tambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua)

belum menunjukkan adanya perbedaan. Karena dari kedua sampel efek meissner-

nya sama-sama tidak teramati.

xxxii

(a)

(b)

Gambar.4.1. (a) Hasil uji meissner sampel 1

(b) Hasil Uji meissner sampel 2

Hal ini terjadi karena beberapa faktor antara lain perbandingan

stokiometri Bi dan Pb yang digunakan kurang tepat yaitu sebesar 1,7 dan 0,3.

sehingga fasa 2223 yang terbentuk masih banyak pengotornya. Perbandingan

xxxiii

stokiometri Bi dan Pb yang optimal adalah 1,8 dan 0,4 (Prastasi Tjahyanti, 2000).

Selain itu, uji Meissner dilakukan dengan mengangkat sampel di luar nitrogen cair

sehingga suhu sampel tidak lagi sama dengan suhu nitrogen cair ketika didekatkan

dengan magnet. Hal ini menyebabkan sifat superkonduktifitas sampel menjadi

hilang dan tidak dapat menolak medan magnet didekatnya. Bahan-bahan yang

digunakan untuk membuat superkonduktor kemurniannya kurang, sehingga

sampel yang dibuat masih banyak mengandung pengotor. Dengan adanya

pengotor inilah menyebabkan sampel tidak mengalami efek Meissner yang kuat.

Disamping itu, kurang optimalnya waktu kalsinasi pada tiap sampel. Karena lama

pemanasan merupakan salah satu proses penting dalam pembuatan

superkonduktor 2223, sebab formasi fasa Bi 2223 terjadi melalui pembentukan

fasa 2212 terlebih dahulu dan memerlukan waktu pemanasan yang cukup lama

karena laju reaksinya sangat lambat. Sehingga lama pemanasan mempengaruhi

pembentukan komposisi superkonduktor Bi 2223.

VI.2.2. Uji Tc

Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode 4 probe. Alat yang

digunakan adalah alat uji Tc dari Leybold Didactic GMBH 666205 dan Cassy

524010. Set up alat seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam pengukuran ini adalah menghubungkan Output 4

”Messwiderstand” pada adaptor dengan input A pada cassy (dihubungkan yang U

bukan yang I). Menghubungkan output 5 “supraleiter” pada adaptor dengan input

B pada cassy. Kemudian sampel yang sudah dipasang pada alat uji Tc dimasukkan

kedalam sampel holder yang berisi nitrogen cair. Kemudian set program CASSY

Lab. Dari sini juga akan diperoleh data dalam bentuk notepad yang jumlahnya

sangat banyak sampai beribu-ribu data. Data tersebut berisi Waktu, Tegangan, dan

Suhu (°C). Dengan menggunakan persamaan 3.1 maka dapat dicari nilai

resistivitasnya. Dengan meng-plot resistivitas dan suhu (K) maka akan diperoleh

grafik hubungan resistivitas vs suhu. Dari grafik ini dapat diketahui besarnya

temperatur kritis Tc sampel.

xxxiv

BAB V

PENUTUP

V.1. KESIMPULAN

1. Dari kedua sampel yang telah dibuat dengan variasi perlakuan penambahan

doping Pb pada Bi yang berbeda yaitu Pb ditambahkan pada pencampuran

awal dan Pb ditambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua) tidak

menunjukkan adanya pengaruh. Karena setelah di uji meissner, kedua sampel

tidak menunjukkan adanya efek Meissner.

No Sampel Perlakuan Penambahan Pb Efek meissner

1. 1 Awal pencampuran Tidak teramati

2. 2 Setelah kalsinasi Tidak teramati

2. Sampel yang dibuat tidak menunjukkan adanya efek meissner, hal ini nungkin

disebabkan karena kurang tepatnya perbandingan stokiometri Bi dan Pb yang

digunakan, bahan yang digunakan dalam pembuatan superkonduktor

kemurniannya kurang, serta kurang optimalnya waktu kalsinasi. Yang mana

saat proses kalsinasi fasa 2223 sudah mulai terbentuk.

3. Dari grafik yang diperoleh, suhu kritis untuk masing-masing sample tidak ada.

Karena grafik yang diperoleh tidak seperti grafik pada literatur yang ada.

Sehingga dapat disimpulkan sampel yang dibuat bukan superkonduktor,

karena sampel tidak menunjukkan adanya efek meissner dan tidak mempunyai

nilai temperatur kritis.

xxxv

V.2. SARAN

1. Dalam pembuatan superkonduktor ini sebaiknya digunakan bahan-bahan

dengan kemurnian tinggi agar superkonduktor yang dihasilkan tidak banyak

mengandung fase pengotor.

2. Untuk mengantisipasi pemadaman listrik, sebaiknya disediakan genset

sehingga saat terjadi pemadaman listrik proses pemanasan tidak terganggu.

3. Untuk penimbangan bahan, sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang

kemudian dirata-rata. Dan sebaiknya sampel yang sudah digerus disaring

dengan menggunakan kertas saring sehingga dihasilkan sampel yang benar-

benar halus.

xxxvi

DAFTAR PUSTAKA

A. Jeremie, dkk, 1993, Bi,Pb (2212) and Bi (2223) formation in the Bi-PbSr-Ca-

Cu-O system, Matiĕre Condenśee, Switzerland

Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 22 Februari 2010 http://fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi

Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 24 Februari 2010 www.wikipedia.com

Isao Shimono, dkk, 1993, Preparation of Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O Superconductor by the Citrate Method, Journal of the Ceramic Society of Japan, Int Edition.

Ismunandar, Cun Sen, 2002, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari 2010. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1100396563

Ismunandar, 2004, Nobel Fisika 2003: Teori Superkonduktivitas dan Superfluiditas, Diakses 17 Februari 2010

http:// fisikanet.lipi.go.id

Marhaendrajaya, Indras, 2005, Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO Dengan Metode Lelehan, Jurnal Berkala Fisika ISSN: 1410-9662 Vol.8 No.2, April 2005, hal 53-60

Marlianto, Eddy, 2008, Studi Ultrasonik Pada Bahan Superkonduktor Suhu Timggi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pikata, Sugata, 1989, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari 2010 http://geocities.com/dmipa/articles/sp/konduktor.pdf

Prantasi Tjahjanti H, 2000, Pengaruh Variasi Bi terhadap Dopan Pb pada Pembentukan Superkonduktor(Bi-Pb-)2223 melalui Prekursor (Bi-Pb)-2212, Jurnal ILMU DASAR, Vol.1 No.1, 2000: 15-23

Shukor, Abd F.A.Sc, 2009, High Temperature Superconductors:materials, mechanisms, and applications, Academy of Sciences Malaysia, Malaysia

xxxvii

Suprihatin, 2008, Pengaruh Variasi Suhu Sintering Dalam Sintesis Superkonduktor Bi-2221 Dengan Doping Pb (BPSCCO-2212) Pada Suhu Kalsinasi 790 oC, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, Diakses 19 Februari 2010

Usman Santosa dan Suliyah, 1999, Sintesis komposit Superkonduktor BPSCCO/Ag, Pertemuan Ilmiah XIX HFI Jateng dan DIY, Yogyakarta

Windartun, 2010, Superkonduktor, didownload 9 juli 2010 http://file.upi.edu/Direktori