UU No.19/2002 T entang Putusan Pengadilan MA Kepastian H...
Transcript of UU No.19/2002 T entang Putusan Pengadilan MA Kepastian H...
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep diatas memberikan gambaran mengenai alur berfikir dalam
menemukan jawaban dari permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian
mengenai status kepemilikan hak cipta atas naskah film soekarno berdasarkan
Undang-undang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur
tentang karya sinematografi yang dijelaskan dan diatur di dalam penjelasan umum
pasal 12 huruf K UUHC 2002 yaitu :
Karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images) antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk di pertunjukan di bioskop, dilayar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya.
Naskah Film
Soekarno
UU No.19/2002 Tentang
Hak Cipta Junto UUHC
No. 28/2014
Pencipta
Hak Eksklusif
Putusan Pengadilan
Niaga/Pengadilan
MA
Kepastian Hukum
12
Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan.”
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut bahwa Naskah Film Soekarno
termasuk karya sinematografi sesuai yang diatur di dalam UUHC. Pengertian hak
cipta menurut pasal 1 ayat 1 UUHC 2002 yaitu :
“Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Oleh karena pencipta memiliki hak eksklusif terhadap karya sinematografi
yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 UUHC maka berhak atas status kepemilikan karya
naskah film soekarno dimana Bahwa Hj. Rachmawati Soekarnoputri menggugat PT.
Tripar Multivision plus dan Raam Jethmal Punjabi dan Hanung Bramantyo atas
dasar kepemilikan ciptaan naskah film Soekarno bahwa Rachmawati adalah pencipta
dari naskah Soekarno atau dikenal BUNG Karno, selain itu Rachmawati
Soekarnoputri mempunyai inisiatif agar naskah BUNG Karno dijadikan film yang
mempunyai nilai sejarah bagi Bangsa Negara Indonesia dengan pengenalan kepada
Presiden RI yang pertama lalu bekerja sama dengan sutradara dan produser film.
Namun pada saat berjalannya proses pembuatan film tidak diketahui Rachmawati
Soekarnoputri bahwa selain itu tidak sesuai dengan naskah yang di minta
Rachmawati Soekarnoputri.
Atas permasalahan tersebut pihak Hj. Rachmawati mengajukan gugatan
kepengadilan Niaga Jakarta Pusat, atas gugatan tersebut dikabulkan oleh pengadilan,
bagi pihak tergugat yang kalah disini adalah pihak PT. Tripar Multivision plus dan
Raam Jethmal Punjabi dan Hanung Bramantyo mengajukan upaya hukum Kasasi ke
Mahkamah Agung atas putusan Kasasi No.305K/PDT.Sus-HKI/2014 Putusan
Mahkamah Agung tersebut dikabulkan dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 93/pdt/sus HAK-
CIPTA/2013/PN.NIAGA JKT.PST, tanggal 10 Maret 2014. Upaya yang ditempuh
oleh para pihak adalah bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum atas Hak cipta
Karya Naskah Film Soekarno.
13
2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Cipta
2.1.1 Pengertian Hak Cipta
Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim
dipakai sekarang untuk copyright) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah
hak pengarang sesuai dengan terjemahan harafiah bahasa belanda Auteursrecht.
Menurut pendapat Patricia Loughlan, Pengertian Hak Cipta adalah bentuk
kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi
penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang
ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu kesusasteraan, drama, musik dan
pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis
yang diperbanyak melalui penerbitan.1 Pada kongres kebudayaan Indonesia ke-2,
Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena
dipandang menyempitkan pengertian hak cipta. Kongres memutuskan untuk
mengganti istilah hak pengarang dengan hak cipta. Istilah ini adalah istilah yang
diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh. Syah dalam suatu makalah pada waktu
kongres. Menurutnya, terjemahan Auteursrecht adalah hak pencipta, tetapi untuk
penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi hak cipta.2
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengenal dua
jenis hak yang terkandung dalam suatu ciptaan, yaitu hak cipta (copy rights) dan hak
terkait (neighboring rights). Kedua jenis hak ini merupakan hak eksklusif yang
bersifat ekonomis industrialis bagi pemilik suatu ciptaan.3
Pengertian dari hak cipta telah diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Hak Cipta 2002, yaitu:
“Hak Eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Definisi tersebut diatas dapat di simpulkan bahwa hak cipta adalah hak
kebendaan yang bersifat eksklusif bagi seorang pencipta atau penerima hak atas
suatu karya atau ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.4
1Ali, “Pembahasan Mengenai Pengertian Hak Cipta Menurut Pakar,” <http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-hak-cipta-menurut-pakar.html#_> Diakses 30 Oktober 2015. 2 Eddy Damian, Op.Cit, hlm.117 3 Elyta Ras Ginting, Op.cit, hlm. 61 4 Idem, hlm. 61
14
Dalam Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright Convention
menggunakan istilah “hak tunggal” sedangkan dalam Undang-undang Hak Cipta
menggunakan istilah “hak eksklusif atau hak khusus”. Yang dimaksudkan dalam
“hak eksklusif atau hak khusus” adalah pencipta merupakan satu-satunya pihak yang
dapat memanfaatkan hak tersebut. Dengan kata lain tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin pencipta.
Perkataan “tidak ada pihak lain” mempunyai pengertian yang sama dengan
hak tunggal yang menunjukkan hak pencipta saja yang dapat mendapatkan hak
semacam itu. Inilah yang kemudian disebut dengan hak eksklusif/hak khusus.
Eksklusif berarti khusus, spesifikasi,unik.5
Pengertian Hak Cipta dalam Undang-undang Terbaru yaitu Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yaitu berbunyi
“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sedangkan Pencipta ialah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan
pribadi. Pencipta juga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang melahirkan suatu
ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-
hak sebagai pencipta.
Menurut Lingen N. Van, pencipta adalah subjek hak cipta, sehingga seseorang yang
dijadikan objek dari hukum hak cipta adalah pencipta dari suatu ciptaan atau pihak
penerima hak tersebut secara sah dari pencipta pertama.6
2.1.2 Sejarah Hak Cipta di Indonesia
Sejarah perkembangan hukum tentang Hak Cipta di Indonesia boleh
dikatakan baru mulai zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa-masa
kerajaan sebelum Belanda masuk ke Indonesia, belum ada referensi yang
menunjukan bahwa Hak Cipata pernah diatur dalam hukum.7
Di Hindia Belanda (Indonesia) sebagai daerah jajahan Kerajaan Belanda juga
diberlakukan Auteurswet 1912 dengan Staatsblad 1912 No. 600. demikian pula
5 OK Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 59. 6 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni (Bandung , 2014) hlm. 130. 7 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia “Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, ( Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 83.
15
Konversi Bern, pada tanggal 1 Agustus 1931 dinyatakan berlaku untuk wilayah
Hindia Belanda dengan Staatsblad 1931 No. 325, dan Konvensi Bern yang
dinyatakan Berlaku itu adalah menurut teks yang telah direvisi di Roma pada tanggal
2 Juni 1928.8
Dalam perjalanannya yang panjang sejak “Auteuswet 1912” sampai dengan
tahun 1982 maka lebih dari 70 tahun Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-
Undang tentang Hak Cipta yang bersifat nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 6
tahun 1982 tentang Hak Cipta, Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara RI No. 3217.9 Sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1982 ini disahkan menjadi Undang-Undang, maka Auteurswet 1912 secara resmi
dicabut dan tidak berlaku lagi.10
Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
Fenomena berganti-gantinya Undang-Undang yang mengatur tentang hak
cipta ini disebabkan oleh berbagai faktor berikut, yaitu :11
a. Maraknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia karena lemahnya
system penegakan hukum pada umumnya dan karena Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1982 dinilai tidak lagi dapat mengakomodasikan tuntutan dari
perkembangan masyarakat, persaingan usaha yang sehat (fair competition),
serta faktor perkembangan teknologi dan ekonomi di bidang perlindungan
hak cipta.
b. Sejak Indonesia meratifikasi Berne Convention pada tahun 1997 dan menjadi
anggota WTO maka Indonesia berkewajiban untuk menyelaraskan hukum
hak ciptanya dengan ketentuan internasional yang ada, terutama dengan
Berne Convention, WIPO Copyright Treaty, dan TRIPs Agreement.
c. Karana adanya tekanan dari Negara-negara maju terutama dari Amerika
Serikat yang mengklaim dirinya sebagai Negara yang paling banyak
dirugikan secara ekonomis karena pembajakan hak cipta yang dilakukan oleh
Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tekanan ini terutama
8 Idem, hlm. 83. 9 Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta “Kedudukan & Peranannya dalam Pembangunan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1. 10 Ibid, hlm. 2. 11 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 51-52
16
dikaitkan dengan isu perdagangan internasional dan embargo perdagangan.
Dalam hal ini Indonesia akan dikenai sanksi perdagangan atau embargo jika
tidak melindungi hak cipta di negaranya, khususnya hak cipta milik Negara
lain di Indonesia.
Oleh sebab itu, perubahan-perubahan atau revisi yang berulang-ulang
terhadap undang-undang Hak Cipta dilakukan karena Indonesia mendapat tekanan
dari masyarakat Internasional agar Indonesia lebih memerhatikan perlindungan
hukum hak cipta terutama hak cipta Negara lain di Indonesia. Demikian pula dalam
rangka memenuhi kewajiban Indonesia selaku anggota WTO, Indonesia wajib
menyelaraskan Undang-Undang Hak Cipta dengan konvensi-konvensi internasional
lainya, terutama dengan ketentuan TRIPs Agreement guna menciptakan suatu iklim
perdagangan yang sehat (fair competition) di Indonesia.12
2.1.3 Landasan Hukum Hak Cipta di Indonesia
1. Auteurswet 1912
Sudah semenjak tahun 1886, dikalangan Negara-negara dikawasan
eropa barat diberlakukan konvensi bern 1886 untuk perlindungan ciptaan-
ciptaan di bidang sastra dan seni sebagai suatu pengaturan perlindungan
dengan hukum hak cipta yang telah dianggap modern untuk waktu itu.
Kecenderungan Negara-negara eropa barat untuk menjadi peserta pada
konvensi ini, mendorong Negara kerajaan belanda untuk memperbarui
undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku semenjak 1881 dengan
suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912
bernama Auteurswet 1912 selanjutnya singkatan AW 191213
Indonesia sebagai koloni kerajaan belanda kedudukannya dalam
hubngan internasional dan pengaturan hukum nasionalnya sebagai Negara
jajahan ditentukan dan sepenuhnya tergantung kepada kerajaan belanda karna
sebab itu hukum positif tentang hak cipta yang secara formal berlaku di
Indonesia pada zaman penjajahan kerajaan belanda adalah AW 1912 mukai
berlaku 23 september 1912 .
Pada masa penjajahan jepang selama 3,5 tahun, secara de facto
Indonesia tidak mengenal hubungan internasional. Selain itu, dapat dikatakan
12 Ibid, hlm. 52 13 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, cetakan ke-4 (Bandung, PT. Alumni, 2014) hlm. 141.
17
tidak ada tempat bagi pelaksanaan dan pembinaan hak cipta baik di tingkat
nasional. Hak cipta berada dalam kedudukan status-quo pada waktu itu.
Tahun 1944 yang mengakhiri masa penjajahan jepang bersamaan dengan
berakhirnya peperangan asia timur raya, disusul dengan proklamasi
kemerdekaan 17 agustus 1945 yang secara formal merupakan juga
pengakhiran berlakunya tertib hukum kolonial. Dilanjutkan, dengan awal
berlakunya tertib hukum nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945. 14
Sejalan dengan berlakunya undang-undang dasar tahun 1945, masa
berlaku Auteurswet 1912 tetap dipertahankan hingga terbitnya Undang-
Undang no. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian diubah menjadi
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1987, sepuluh tahun berselang, undang-
undang tersebut diperbarui menjadi Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1997,
lalu diperbarui menjadi Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta yang disahkan pada 29 Juli 2002.15
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia Mencabut
Auteurswet 1912 dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang No. 6 tahun
1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 No. 15.16
Adanya unsur-unsur baru dalam undang-undang Hak Cipta 1982 yang
tidak terdapat dalam Auteurswet 1982 merupakan pencatatan hasil-hasil
perjuangan para pencipta serta merupakan pemenuhan hasrat dan keinginan
mereka yang terbukti tidak dapat dipenuhi dan dijamin oleh Auteurswet
1912.17
Semakin baiknya perekonomian Indonesia tentu berdampak pada
peningkatan daya beli masyarakat, termasuk daya beli untuk kebutuhan-
kebutuhan sekunder dan tertier, seperti kebutuhan akan informasi,
pengetahuan, hiburan, dan lain-lain. Kemudian perkembangan yang semakin
canggih dari teknologi percetakan, mesin fotocopi, dan pengadaan rekaman
14 Ibid, hlm. 143. 15Tim Yustisia, Panduan Resmi Hak Cipta, cetakan ke-1 (Jakarta , Visimedia, 2015) hlm. xi. 16 Otto Hasibuan, Op. Cit, hlm. 93. 17 Ibid, hlm. 94.
18
telah mendorong meningkatnya perbanyakan Ciptaan, seperti buku-buku,
kaset, CD, dan lain-lain secara tidak sah.18
Akhirnya setelah lima tahun berlakunya UUHC 1982, muncul berbagai
pendapat bahwa UUHC 1982 itu ternyata masih mengandung banyak
kelemahan. UUHC 1982 memerlukan penyempurnaan sehingga mampu
menangkal pelanggaran hak cipta.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1982 tantang Hak Cipta
Semenjak diubahnya pada 19 September 1987, UUHC 1982 dengan
UUHC 1987, Undang-undang hak cipta yang secara yuridis berlaku di
indonesia pada waktu itu adalah:
Pasal-pasal dalam UUHC 1982 yang telah diganti atau ditambah
dengan pasal-pasal baru dalam UUHC 1987 yang mengganti atau menambah
UUHC 1982, diberlakukan mulai 19 september 1987. Dengan
mengemukakan empat dasar pertimbangan hukum yang termuat dalam
mukadimahnya:
1) Pemberian perlindungan hukum terhadap hak cipta pada dasarnya
dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik
bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu
pengetahuan,seni, dan sastra;
2) Di tengah kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin
meningkat, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,
ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran hak cipta,
terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan;
3) Pelanggaran hak cipta tersebut telah mencapai tingkat yang
membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat
pada umumnya dan minat untuk mencipta khususnya;
4) Untuk mengatasi dan menghentikan pelanggaran hak cipta dipandang
perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa Undang-
undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta;
18 Ibid, hlm. 95.
19
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997
Perubahan mendasar Undang-Undang Nomor 1997 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 di landasi tiga
pertimbangan hukum yang sekaligus merupakan tujuan pengundangannya
yang kutipannya sebagai berikut:19
1) Pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak
Kekayaan intelektual, Khususnya dibidang Hak Cipta perlu lebih
ditingkatkan dalam rangka mewujudkan keadilan yang lebih baik bagi
tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta dibidang ilmu
pengetahuan, seni, sastra, yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan terciptanya masyarakat
Indonesia yang adil, makmur, maju, dan mandiri berdasarkan
pancasila dan UUD 1945.
2) Melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-
undangan nasional dibidang Hak Kekayaan Intelektual termasuk Hak
Cipta terhadap TRIPs.
3) Mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 dan Undang-undang Nomor 12
tahun 1997.
Setelah berlakunya UUHC 1997 yang tadinya dianggap sebagai
undang-undang yang cukup memadai perlindungan Hak Cipta di Indonesia
tetap masih jauh dari harapan. Selain di dalam negeri, pihak internasional
tidak henti-hentinya menyoroti lemahnya perlindungan hak cipta, paten dan
merek di Indonesia.20
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Adapun dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta, yaitu sebagai perubahan terakhir dari Undang-
undang Nomor 12 tahun 1997, adalah sebagai berikut :21
19 Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual “Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia”, Cetakan IV (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 65. 20 Otto Hasibuan, Op.Cit, hlm. 105. 21 Sophar Maru Hutagalung, Op. Cit, hlm. 251-252.
20
1) Karena Indonesia dianggap sebagai Negara yang memiliki
keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan di
bidang seni dan sastra dengan pengembang-pengembangannya yang
memerlukan perlindungan Hak cipta terhadap kekayaan intelektual
yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
2) Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian
internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan
Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih
lanjut dalam sistem hukum nasional;
3) Perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah
sedemikian pesatnya sehingga memerlukan peningkatan perlindungan
bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memerhatikn
kepentingan masyarakat luas.
Apabila didalami dari keseluruhan ketentuan yang ada dan tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dapat di
ringkas prinsip-prinsip Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, yaitu:22
1) Perlindungan hak cipta diberikan kepada ide yang telah terwujud dan
asli;
2) Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis dengan tetap
mendorong pemilik Hak cipta untuk melakukan pendaftaran;
3) Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak
cipta;
4) Hak cipta suatu Ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum
(legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari
peguasaan fisik suatu Ciptaan;
5) Hak cipta bukan hak Mutlak ;
6) Jangka waktu perlindungan hak moral dan hak ekonomi dibedakan.
2.1.4 Hak-Hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta
1. Hak Eksklusif
Hak eksklusif Pencipta atau pemegang Hak Cipta dimaksudkan
bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu, kecuali dengan
22 Muhammad Djumhana, Op.cit, hlm. 68-69.
21
izin pencipta. Menurut Civil Law System, perlindungan hak cipta
memberikan Hak eksklusif bagi pencipta yang memberikan kemampuan
pencipta untuk berbuat apa saja terhadap Ciptaannya, kecuali yang ditentukan
dalam aturan pembatasan (limitation).
Hak Cipta memberikan perlindungan bagi pencipta dalam hubungan
pribadi dan intelektual dari ciptaannya dan juga untuk memanfaatkan
Ciptaannya. Hal ini berarti perlindungan hak cipta berdimensi Hak Moral
(moral right) yang ditimbulkan dari hubungan pribadi intelektual Pencipta
dengan ciptaannnya, dan dimensi Hak ekonomi (economic right).23 Perspektif
perlindungan Hak eksklusif (exclusive right) berawal dari dan untuk
melindungi pencipta.
Secara teoritis, hak cipta adalah hak alamiah (natural rights) yang
bersifat absolut yang timbul secara otomatis sejak ciptaan atau diumumkan.
Ciptaan tersebut akan dilindungi selama pencipta masih hidup bahkan
sesudah pencipta meninggal dunia. Hak eksklusif pencipta disebut juga
sebagai hak ekonomi atau economic rights yang diatur dalam pasal 2
Undang-undang Hak Cipta 2002.24
Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya,
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan
Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan
Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Menurut penjelasan Pasal 2 UUHC, yang dimaksud dengan Hak
Eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukan bagi pemilik ciptaan
atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain yang boleh
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Sedangkan yang dimaksud
23 Rahmi Jened, Op.Cit, hlm. 123 24 Elyta Ras Ginting, Op. Cit, hlm. 62-63
22
dengan Pemegang Hak adalah subjek hukum yang oleh undang-undang
ditunjuk sebagai pihak yang berhak melaksanakan hak eksklusif hak cipta.
Adapun Hak Ekslusif pemegang hak cipta adalah untuk
mengumumkan (to Communicate) dan memperbanyak (to reproduct) suatu
ciptaan.25 Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta
secara terperinci disebutkan kegiatan apa saja yang termasuk dalam
perbuatan mengumumkan dan memperbanyak, yaitu :
1) Menerjemahkan;
2) Mengadaptasi;
3) Mengarasemen
4) Mengalihwujudkan;
5) Menjual;
6) Menyewakan;
7) Meminjam;
8) Mengimpor;
9) Memamerkan;
10) Mempertunjukan kepada publik;
11) Menyiarkan;
12) Merekam; dan
13) Mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.
2. Hak Moral dan Hak Ekonomi
1) Hak Moral
Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi si
pencipta. Konsep Hak Moral dalam Hak cipta disebut sebagai hak
yang bersifat asasi, sebagai natural right yang dimiliki manusia.
Pengakuan serta perlindungan terhadap Hak Moral selanjutnya
menumbuhkan rasa aman bagi Pencipta karena ia tetap merupakan
bagian hasil karya atau ciptaannya. Pada gilirannya pun pengakuan
dan perlindungan Hak moral ini akan mampu menjamin stimulan
untuk memunculkan karya-karya cipta baru.26
25 Ibid, hlm. 64 26
Sophar Maru Hutagalung, Op.Cit, hlm. 333-334.
23
Mengenai konsep Hak Moral, pengaturannnya dalam Pasal 24
angka 1-4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menyebutkan bahwa :
a) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak
Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam
Ciptaannya.
b) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya
telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan
persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya
dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.
c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga
terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan,
pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran
Pencipta.
d) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada
Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.
Konsep dasar lahirnya hak cipta akan memberikan
perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk
khas yang menunjukan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar
kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Sifat pribadi
yang terkandung di dalam Hak cipta melahirkan konsepsi hak Moral
bagi si pencipta atau ahli warisnya. Hak moral tersebut dianggap
sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk
mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptaannya dan untuk
mendaptkan penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut.
Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus
berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun
si pencipta meninggal dunia atau telah memindahkan hak ciptaannya
kepada orang lain, sehingga apabila pemegang hak cipta
menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli warisnya
berhak menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta
tetap dicantumkan dalam ciptaanya. Disamping itu juga pemegang
Hak Cipta tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan
24
kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya dan apabila
pencipta telah menyerahkan Hak ciptaannya kepada orang lain, maka
selama penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk
mengadakan perubahan, tetapi apabila penciptanya telah meninggal
dunia diperlukan izin dari ahli warisnya.
Dua Hak Moral utama yang terdapat dalam undang-undang Hak
Cipta ;
a. Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu : hak pencipta untuk
memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya
guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai
hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain
memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada
pihak lain tanpa seijin pencipta;
b. Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas
perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa
sepengetahuan si pencipta.
2) Hak ekonomi
Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki seseorang untuk
mendapatkan keuntungan atas ciptaanya. Hak ekonomi pada setiap
undang-undang hak cipta selalu berbeda, baik teknologinya, jenis hak
yang diliputinya dan ruang lingkup dari setiap jenis hak ekonomi
tersebut.27
Hak yang berkaitan dengan pemanfaatan secara komersial
suatu ciptaan. Undang-Undang Hak Cipta Indonesia tidak secara
khusus menentukan hak-hak ekonomi bagi pencipta dalam satu pasal,
tetapi tersebar didalam beberapa pasal-pasalnya, yaitu pada Pasal 1,
Pasal 2, Pasal 16 ayat (1), Pasal 23, Pasal 41 UUHC. Dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Hak untuk mengumumkan ciptaan (Pasal 2 UUHC)
b. Hak untuk memperbanyak ciptaan (Pasal 2 UUHC)
27 Sophar Maru Hutagalung, hlm. 336.
25
c. Hak untuk memberi izin untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaan (Pasal 2 UUHC)
d. Hak untuk mengeksekusi jika terjadi pelanggaran atas karya
cipta (Pasal 41 UUHC)
e. Hak untuk memberi izin menggunakan hak tersebut sebagian