Usulan Penelitian Prebiotik Agus Ary

37
1 A. JUDUL : STUDI KEMAMPUAN Lactobacillus casei UNTUK PRODUKSI ASAM LEMAK RANTAI PENDEK DARI FERMENTASI TEPUNG REBUNG BAMBU TABAH (Gigantochloa nigrociliata BUSE – KURZ) B. LATAR BELAKANG Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat Indonesia. Rebung bambu tabah merupakan salah satu komoditi yang mulai banyak diminati selain rebung jenis bambu betung (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari rebung bambu tabah adalah memiliki kandungan protein sebesar 2,29%, serat lebih tinggi dari pada rebung bambu betung (Dendrocalamus asper) yaitu sebesar 3,14 % dan kandungan HCN lebih rendah yaitu sebesar 0,073 mg (Kencana et al., 2012). Selain dimanfaatkan sebagai kuliner atau makanan tradisional, rebung bambu tabah dapat diolah menjadi produk simplisia berupa tepung rebung bambu tabah. Hasil penelitian Puspaningrum (2014) menyebutkan bahwa kandungan serat pangan tepung rebung bambu tabah seperti hemiselulosa sebesar 30,99% (bk), selulosa sebesar 37,55% (bk) dan lignin sebesar 4,05% (bk) selain itu pada tepung rebung bambu tabah mengandung komponen oligosakarida yaitu rafinosa sebesar 4,55%

Transcript of Usulan Penelitian Prebiotik Agus Ary

1

A. JUDUL : STUDI KEMAMPUAN Lactobacillus casei UNTUK

PRODUKSI ASAM LEMAK RANTAI PENDEK DARI

FERMENTASI TEPUNG REBUNG BAMBU TABAH

(Gigantochloa nigrociliata BUSE – KURZ)

B. LATAR BELAKANG

Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di

masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau

makanan tradisional masyarakat Indonesia. Rebung bambu tabah merupakan salah

satu komoditi yang mulai banyak diminati selain rebung jenis bambu betung

(Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

rebung bambu tabah adalah memiliki kandungan protein sebesar 2,29%, serat

lebih tinggi dari pada rebung bambu betung (Dendrocalamus asper) yaitu sebesar

3,14 % dan kandungan HCN lebih rendah yaitu sebesar 0,073 mg (Kencana et al.,

2012).

Selain dimanfaatkan sebagai kuliner atau makanan tradisional, rebung

bambu tabah dapat diolah menjadi produk simplisia berupa tepung rebung bambu

tabah. Hasil penelitian Puspaningrum (2014) menyebutkan bahwa kandungan

serat pangan tepung rebung bambu tabah seperti hemiselulosa sebesar 30,99%

(bk), selulosa sebesar 37,55% (bk) dan lignin sebesar 4,05% (bk) selain itu pada

tepung rebung bambu tabah mengandung komponen oligosakarida yaitu rafinosa

sebesar 4,55% (bk). Kandungan serat pangan dan oligosakarida pada tepung

rebung bambu tabah dapat dikembangkan sebagai prebiotik.

Prebiotik merupakan komponen pada makanan yang tidak dapat dicerna

namun mempunyai efek yang menguntungkan karena menstimulasi pertumbuhan

satu atau beberapa jumlah bakteri di usus yang dapat meningkatkan kesehatan

(Gibson dan Roberfoid, 1995). Prebiotik merupakan serat pangan (dietary fibre)

yang dapat menjadi substrat bagi mikroba menghasilkan asam lemak rantai

pendek atau Short Chain Fatty Acid (SCFA).

Menurut Silalahi dan Hutagalung (2002), oligosakarida disebut sebagai

prebiotik karena dapat berperan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan

bakteri yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan. Manning et al. (2004)

2

mengatakan bahwa apapun komponen nutrisi yang mencapai kolon tanpa tercerna

berpotensi sebagai prebiotik, namun perkembangan penelitian mengenai prebiotik

mengklaim senyawa oligosakarida tak tercerna sebagai prebiotik utama. Senyawa

oligosakarida tak tercerna antara lain fructooligosaccharides (FOS),

transgalactooligosaccharides (TOS), Isomaltooligosaccharides (IMO),

xylooligosaccharides (XOS), soyoligosaccharides (SOS), glucooligosaccharides

(GOS), dan lactosucrose.

Menurut Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan

difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus

dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat,

butirat, L-laktat, CO2 dan   hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat

dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh. Diperjelas lagi oleh Tensiska (2008)

bahwa fermentasi serat dalam kolon akan menghasilkan produk berupa gas seperti

gas H2, dan CO2, serta asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, asam

propionat dan asam butirat.

Proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei

dapat dilakukan dengan perlakuan lama fermentasi sebesar 0, 6, 12, 18, 24 jam,

suhu yang digunakan sebesar 37°C dan pH sebesar ± 6.0. Menurut Zainuddin et

al. (2008) jumlah sel Lactobacillus casei meningkat pada lama inkubasi 6 dan 12

jam, namun pada lama inkubasi 18 sampai 24 jam pertambahan jumlah sel hampir

sama bahkan tetap. Hal ini disebabkan pada lama inkubasi 6 dan 12 jam

Lactobacillus casei mengalami fase eksponensial dalam pertumbuhannya, pada

fase eksponensial ini pembelahan sel berlangsung cepat, massa menjadi dua kali

lipat. Sedangkan pada lama inkubasi 18 dan 24 jam, pertumbuhannya telah masuk

dalam fase stasioner. Pada fase ini pertumbuhan mulai diperlambat dan akhirnya

mengalami jumlah bakteri yang berbiak sama degan jumlah bakteri yang mati dan

pada kurva pertumbuhan fase ini menunjukkan garis yang hampir horizontal.

Keadaan ini disebabkan semakin berkurangnya persediaan nutrien, akumulasi

metabolik toksik misalnya bakteriosin, dan asam-asam organik, serta perubahan

pH yang menjadi asam.

Puspaningrum (2014) mengatakan bahwa BAL yang di uji secara in vitro

dapat tumbuh dengan baik pada media yang ditambah tepung rebung bambu

3

tabah. Rebung bagian atas dan tengah dapat menstimulasi pertumbuhan L. casei

subsp. rhamnosus lebih baik dibandingkan dengan Lactobacillus acidophilus, L.

brevis, Bifidobacterium bifidum. Pertumbuhan L. casei subsp. rhamnosus tumbuh

dengan baik pada MRSB-m pada masing-masing bagian tepung rebung sebanyak

3,1 x 1010 CFU/g - 5,8 x 1010 CFU/g. L. brevis mampu tumbuh pada MRSB-m

pada masing-masing bagian tepung rebung cukup baik sebanyak 2,6 x 1010 CFU/g

- 5,5 x 1010 CFU/g. Bifidobacterium tumbuh dengan baik pada MRSB-m pada

masing-masing bagian tepung rebung sebanyak 2,6 x 1010 CFU/g - 3,6 x 1010

CFU/g. L. acidophilus tumbuh cukup baik pada MRSB-m pada masing-masing

bagian tepung rebung sebanyak 2,5 x 1010 CFU/g - 2,8 x 1010 CFU/g. Berdasarkan

hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tepung rebung bambu

tabah karena berpotensi sebagai prebiotik untuk menghasilkan asam lemak rantai

pendek.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus

casei dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek ?

2. Apakah lama fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei

berpengaruh terhadap produksi asam lemak rantai pendek ?

3. Pada lama fermentasi berapakah Lactobacillus casei menghasilkan asam

lemak rantai pendek tertinggi ?

D. TINJAUAN PUSTAKA

D.1 Rebung Bambu Tabah

Rebung yang sering dikenal dengan nama “bung” (bahasa Jawa), oleh

masyarakat pedesaan sudah sejak jaman dahulu dimanfaatkan sebagai bahan

masakan. Rebung merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di

permukaan dasar rumpun. Tunas bambu muda tersebut enak dimakan, sehinggga

digolongkan ke dalam sayuran. Dalam bahasa Inggris, rebung dikenal dengan

sebutan bamboo shoot.

Rebung bambu tabah merupakan bambu yang tergolong genera

Gigantochloa ini berasal dari Asia Tropis, sebagian besar terbatas pada kawasan

4

Burma, Indocina sampai semenanjung Malaya dan Indonesia. Jenis bambu ini

pula umumnya sudah tumbuh liar dan banyak terdapat di daerah tepi sungai dan

lereng gunung di Pupuan, Bali. Klasifikasi botani bambu tabah (Giganthochloa

nigrociliata BUSE – KURZ ) adalah sebagai berikut (Kencana et al., 2012) :

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Graminales

Family : Gramineae

Sub family : Bambusoideae

Genus : Gigantochloa

Spesies : Giganthochloa nigrociliata BUSE – KURZ (Cronquist, 1988).

Bambu tabah mempunyai batang yang sifatnya simpodial atau berumpun.

Panjang buluh dapat mencapai sekitar 10 m dan ujungnya melengkung, dengan

garis tengahnya sekitar 3 – 6 cm. Tebal buluhnya mencapai 6 mm, dengan warna

buluh hijau sampai hijau tua, ruas batang mencapai 30 – 50 cm dengan pelepah

buluh panjangnya 11 – 18 cm tetap melekat pada buluhnya, pelepah buluh bagian

luar ditumbuhi oleh bulu – bulu halus yang melekat berwarna coklat hitam,

pelepah mudah luruh (Kencana et al., 2012). Rebung bambu tabah dapat dipanen

setelah rumpunnya berumur 3 tahun. Panen dilakukan 2 kali dalam seminggu pada

saat musim hujan. Rebung dipanen 3 hari setelah ujung rebung muncul diatas

permukaan tanah atau rebung mencapai tinggi 30 – 50 cm. Rebung yang dipanen

pada rumpun bambu yang telah berumur 2 – 3 tahun, yaitu rebung yang tumbuh

melebihi 10 rebung setiap musim. Rebung dipanen ketika mencapai 15 cm.

Rebung yang dipanen diatas permukaan tanah akan berbeda apabila dipanen pada

saat masih dalam tanah (Kencana et al., 2012). Rebung sangat digemari

disamping rasanya enak, mengandung nilai nutrisi tinggi untuk rebung bambu

tabah serta baik untuk kesehatan (Shi dan Yang, 1992). Gambar bambu tabah

dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Gambar 1. Bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE – KURZ) (Kencana et al., 2012)

D.2 Serat Pangan (Dietary Fiber)

Bahan pangan yang mengandung serat pangan mempunyai efek positif bagi

sistem metabolisme manusia. Sumber serat pangan sangat mudah ditemukan

dalam bahan makanan seperti pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Menurut

Anonim (2001) serat pangan merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat

dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap

proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami

fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Perkembangan penelitian

membuktikan bahwa meski tidak mengandung zat gizi, serat mempunyai fungsi

yang tidak kalah penting dengan zat lainnya dalam memicu terjadinya kondisi

fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan perlindungan pada kesehatan

saluran pencernaan, khususnya usus halus dan kolon. Selain itu serat makanan

atau dietary fiber berperan dalam memicu pertumbuhan bakteri asam laktat

(Lactobacillus) yang mempunyai sifat metabolik seperti bifidobakteri dalam

menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid) dan perbaikan

sistem imun. Serat pangan secara kimia dapat diklasifikasikan sebagai

6

polisakarida dan non polisakarida. Serat pangan yang merupakan kelompok

polisakarida adalah selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan

glukomanan), sedangkan serat pangan yang tergolong non-polisakarida adalah

lignin (Muchtadi, 2000). Puspaningrum (2014) menyebutkan kandungan

komponen serat tepung rebung bambu tabah tertinggi meliputi hemiselulosa

30,99% (bk), selulosa 37,55% (bk) dan lignin 4,05% (bk).

D.3 Prebiotik

Prebiotik pada umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna,

namun memiliki pengaruh baik terhadap ekosistem mikroflora probiotik dalam

usus sehingga dapat memberikan efek kesehatan pada manusia dan binatang.

Menurut Kolida (2002) prebiotik adalah komponen dalam bahan pangan yang

tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun berperan sebagai sumber makanan

(substrat) bagi bakteri-bakteri tertentu dalam usus besar yang bermanfaat bagi

kesehatan manusia. Komponen prebiotik akan mengalami fermentasi di dalam

usus besar sehingga memiliki kemampuan untuk menjaga keberadaan bakteri

yang bermanfaat bagi kesehatan. Prebiotik dapat memupuk pertumbuhan bakteri

yang bermanfaat, namun tidak menyuburkan keberadaan bakteri. Bahan makanan

yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1)

tidak dihidrolisis atau diabsorbsi oleh sistem pencernaan bagian atas, 2)

difermentasi pada usus besar hanya oleh bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan,

3) mampu mengatur komposisi mikroflora pada usus besar menuju komposisi

yang ideal bagi kesehatan, dengan cara meningkatkan jumlah bakteri yang

bermanfaat dan mengurangi jumlah bakteri yang tidak bermanfaat (Kolida, 2002).

Di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri

probiotik terutama Bifidobacetria dan Lactobacillus dan menghasilkan asam

lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, juga

karbondioksida dan hidrogen. Selanjutnya asam lemak rantai pendek tersebut

digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi yang ideal bagi kesehatan dengan

cara meningkatkan jumlah bakteri yang bermanfaat dan mengurangi jumlah

bakteri yang tidak bermanfaat. Kandungan serat pangan dan oligosakarida seperti

7

sukrosa dan rafinosa pada tepung rebung bambu tabah dapat berpotensi sebagai

prebiotik.

D.4 Pertumbuhan Mikroba

Menurut Waluyo (2004), ada 4 fase pertumbuhan mikroba, diantaranya

adalah fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Kurva pertumbuhan

bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri, menunjukkan empat fase pertumbuhan : a=fase lag; b=fase log; c=fase stasioner dan d=fase kematian (sumber: Brock & Madigan,1991).

1. Fase lag (lag phase)Fase yang terjadi antara beberapa jam tergantung pada umur sel

inokulum, spesies, dan lingkungannya. Fase lag ini dibutuhkan untuk

kegiatan metabolisme dalam penyesuaian terhadap kondisi pertumbuhan

dalam lingkungan yang baru.

2. Fase log (log phase)

Setelah mampu beradaptasi dengan kondisi baru, sel–sel ini akan

tumbuh dan membelah diri sehingga masa dan volume sel meningkat dengan

kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik mikroba dan kondisi

lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumbuhan

berbagai mikroba.

3. Fase stasioner (stationary phase)

Populasi mikroba tidak dapat tetap tumbuh secara eksponensial

dengan kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Pertumbuhan

populasi mikroba biasanya dibatasi oleh habisnya nutrisi yang tersedia,

8

akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya

terhenti dan pada titik ini dikatakan sebagai fase tetap (stationary phase).

Komposisi sel–sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan sel–sel saat

fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas,

dingin maupun radiasi.

4. Fase kematian (death phase)

Sel–sel yang terdapat pada fase tetap, akhirnya akan mati bila tidak di

pindahkan ke media baru. Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak

daripada sel yang hidup. Kecepatan kematian berbeda–beda tergantung dari

lingkungan dan spesies mikroba.

D.5 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan kelompok spesies bakteri yang

mempunyai kemampuan untuk membentuk asam laktat dari metabolisme

karbohidrat dan tumbuh pada pH lingkungan rendah. Asam laktat yang dihasilkan

akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan

rasa asam. Kelompok bakteri ini termasuk golongan bakteri gram positif.

Sebagian besar berkatalase negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan

kokus, serta dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen. Secara ekologis, kelompok

bakteri ini sangat bervariasi dan anggota spesiesnya dapat mendominasi di

berbagai makanan, minuman atau habitat lain seperti jerami, rongga mulut

maupun perut hewan. Di bidang mikrobiologi BAL dapat memfermentasi

berbagai bahan pangan dan minuman. Beberapa sifat khusus bakteri ini yaitu

mampu tumbuh pada kadar gula dan alkohol tinggi, tumbuh pada kisaran suhu 5 -

50°C, tumbuh pada kisaran pH 3,8 – 8,0 dan mampu tumbuh bersama-sama

dengan yeast dan jamur.

Sifat yang terpenting dari BAL adalah memiliki kemampuan untuk

memfermentasi gula menjadi asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan

produk-produk fermentasi seperti fermentasi sayur-sayuran (sauerkraut, pikel, dan

sebagainya), fermentasi susu (keju, yoghurt, susu asam, dan sebagainya), dan

fermentasi ikan (pasta ikan, kecap ikan, terasi dan sebagainya). Karena produksi

asam oleh BAL berjalan secara cepat, maka pertumbuhan mikroba lain yang tidak

9

diinginkan dapat terhambat (Fardiaz, 1992). Berdasarkan tipe fermentasi, BAL

terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok

homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi

gula, sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan

senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehid, dan diasetil.

Pertumbuhan BAL selama fermentasi akan mengakibatkan beberapa

perubahan pada produk, yaitu membatasi pertumbuhan mikroorganisme tidak

diinginkan, menghambat pembusukan, dan memproduksi berbagai cita rasa yang

khas akibat akumulasi asam organik, sehingga diperoleh hasil akhir berupa

produk yang berbeda dari bahan asalnya (Frezier dan Westhoff, 1978).

Pertumbuhan BAL dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a) Lama fermentasi

Mikroorganisme diinokulasi pada media, pertumbuhan yang terlihat mula -

mula adalah suatu pembesaran ukuran, volume dan berat sel. Ketika ukurannya

telah mencapai kira-kira dua kali dari besar sel normal, sel tersebut membelah dan

menghasilkan dua sel. Sel-sel tersebut kemudian tumbuh dan membelah diri

menghasilkan empat sel. Selama kondisi memungkinkan, pertumbuhan dan

pembelahan sel berlangsung terus sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk.

Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari

spesies dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri waktu ini

berkisar antara 10–60 menit. Tipe pertumbuhan yang cepat ini disebut

pertumbuhan logaritmis atau eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan

terhadap waktu dalam grafik akan menunjukkan garis lurus.

b) pH (keasaman)

Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen

cukup jumlahnya dan bakteri dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus,

maka daya awet dari asam tersebut akan hilang. Pada keadaan ini mikroba

proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak.

c) Suhu

Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan maksimal, minimal

dan optimal yaitu suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan

diri tercepat. Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok

10

berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukannya yaitu golongan psikrofil,

tumbuh pada suhu dingin dengan suhu optimal 10–20 P C, golongan mesofil

tumbuh pada suhu sedang dengan suhu optimal 20 – 45 PC dan golongan termofil

tumbuh pada suhu tinggi dengan suhu optimal 50–60 PC. Bakteri bervariasi dalam

hal suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam. Kebanyakan

bakteri dalam kultur laktat mempunyai suhu optimum 30 PC, tetapi beberapa kultur

dapat membentuk asam dengan kecepatan yang sama pada suhu 37 PC maupun 30

PC.

d) Oksigen

Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu aerob obligat (tumbuh

jika persediaan oksigen banyak), aerob fakultatif (tumbuh jika oksigen cukup,

juga dapat tumbuh secara anaerob), anaerob obligat (tumbuh jika tidak ada

oksigen) dan anaerob fakultatif (tumbuh jika tidak ada oksigen juga dapat tumbuh

secara aerob) (Supardi,1999).

Bakteri yang termasuk ke dalam BAL adalah famili Lactobacillaceae, yaitu

Lactobacillus, dan famili Streptococcoceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus

dan Pediococcus. Streptococcus, Pediococcus dan beberapa spesies Lactobacillus

bersifat homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies Lactobacillus yang

lain bersifat heterofermentatif.

D.6 Lactobacillus casei

Lactobacillus casei adalah bakteri gram-positif, anaerob, tidak memiliki alat

gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu bakteri

yang berperan penting dalam pencernaan. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa

memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan, dan membantu

penyerapan elemen penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin

yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Evillya, 2010).

Bakteri ini berukuran 0,7 – 1,1 x 2,0 – 4,0 µm dan merupakan bakteri yang

penting dalam pembentukan asam laktat. Secara alamiah Lactobacillus casei

terdapat di membran mukosa dan sistem pencernaan khususnya menempel di

dinding usus (flora normal). Lactobacillus casei digolongkan ke dalam probiotik

11

karena dapat meningkatkan kesehatan. Bakteri ini dapat meningkatkan fungsi

pencernaan dengan cara memproduksi asam laktat dan menurunkan jumlah

bakteri yang merugikan dalam saluran pencernaan. Lactobacillus casei juga dapat

tumbuh dan dikembangbiakkan sebagai suplemen makanan dan minuman yang

apabila dikonsumsi dalam jumlah yang seimbang akan memberikan dampak

positif bagi kesehatan.

Puspaningrum (2014) mengatakan bahwa BAL yang di uji secara in vitro

dapat tumbuh dengan baik pada media yang ditambah tepung rebung bambu

tabah. Rebung bagian atas dan tengah dapat menstimulasi pertumbuhan L. casei

subsp. rhamnosus lebih baik dibandingkan dengan Lactobacillus acidophilus, L.

brevis, Bifidobacterium bifidum.

D.7 Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi merupakan proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba

untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu

lingkungan yang dikendalikan. Proses pertumbuhan mikroba merupakan tahap

awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam pengembangan

inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan dengan

pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan agitasi. Selain itu,

jumlah mikroba dalam fermentor juga harus dikendalikan sehingga tidak terjadi

kompetisi dalam penggunaan nutrisi. Fermentasi juga diartikan sebagai suatu

aktifivitas mikroorganisme terhadap senyawa molekul organik komplek seperti

protein, karbohidrat, dan lemak yang mengubah senyawa - senyawa tersebut

menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, mudah larut dan kecernaan

tinggi. Menurut Winarno (1984) terjadinya fermentasi dapat menyebabkan

perubahan sifat pangan sebagai akibat pemecahan kandunga-kandungan bahan

pangan tersebut. Air, suhu, pH, oksigen, dan nutrisi yang tersedia merupakan

faktor yang mempengaruhi proses fermentasi (Supardi dan Sukamto, 1999).

Berdasarkan hasil akhir fermentasinya, fermentasi dibedakan menjadi

fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol. Berikut merupakan jalur

fermentasi asam laktat dapat dilihat pada Gambar 3.

12

Gambar 3. Jalur fermentasi bakteri asam laktat (Irawati, 2011).

Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif

(sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil

akhir berupa asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar,

keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu

piruvat akan diubah menjadi laktat (asam laktat) dan diikuti dengan proses

transfer elektron dari NADH menjadi NAD+. Pola fermentasi ini dapat dibedakan

dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang berperan di dalam jalur

metabolism glikolisis. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa

isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2.

Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa (golongan

karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa

monofosfat atau pentose fosfat. Sedangkan homofermentatif melibatkan aldolase

dan heksosa aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau

bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2. Jalur metabolisme dari yang

digunakan pada homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas

(Irawati, 2011).

13

D.8 Asam Lemak Rantai Pendek

Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis asam

lemak dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Asam-asam organik

juga sering digunakan sebagai acidulants (bahan pengasam) yang dapat

menurunkan pH, sehingga pertumbuhan mikroba patogen pada produk fermentasi

akan terhambat (Winarno, 1997).

Proses fermentasi karbohidrat, lemak, maupun protein akan menghasilkan

asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acids). Selain itu, Tensiska (2008)

mengatakan bahwa fermentasi serat dalam kolon akan menghasilkan produk

berupa gas seperti gas H2, dan CO2, serta asam lemak rantai pendek seperti asam

asetat, asam propionat dan asam butirat. Sebagian besar asam lemak rantai pendek

merupakan hasil fermentasi karbohidrat kompleks yang mengacu pada bentuk

molekuler besar (pati resisten dan serat pangan). Karbohidrat ini merupakan

karbohidrat yang tak dapat dicerna pada saluran pencernaan bagian atas dan

difermentasi pada usus besar oleh berbagai bakteri. Sumber serat pangan yang

merupakan substrat fermentasi akan mempengaruhi hasil akhir fermentasi.

Polisakarida non selulosa (serat larut) yang bersifat dapat difermentasi

menghasilkan lebih banyak asam lemak rantai pendek daripada polisakarida yang

sulit difermentasi (serat tak larut) (Anonim, 2009).

Hasil fermentasi karbohidrat kompleks oleh mikroba dalam usus

menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, propionat, butirat.

Fermentasi dalam usus besar berlangsung pada kondisi anaerob. Polimer susbstrat

akan dihidrolisa menjadi monomer unit glukosa, galaktosa, xylosa, arabinosa,

yang kemudian akan difermentasi melalui glikolisis menjadi asam piruvat. Setelah

dalam bentuk piruvat, akhirnya diubah menjadi asam lemak rantai pendek dan

sebagian gas. Asam lemak rantai pendek hasil fermentasi akan diserap pada lokasi

usus besar dan diangkut ke hati melalui sirkulasi enterohepatik. Menurut

Zainuddin et al. (2008) pada penelitian yang dilakukan secara in vitro,

penambahan xilooligosakarida pada media MRSB dapat meningkatkan aktivitas

metabolisme Lactobacillus casei sehingga mampu memproduksi asam lemak

rantai pendek (asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan asam butirat) lebih

banyak.

14

Hasil samping selain asam lemak rantai pendek akibat fermentasi bakteri

diantaranya methana (CH4), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (C02). Persamaan

fermentasi karbohidrat (heksosa) menjadi asam lemak rantai pendek dalam kolon

adalah sebagai berikut:

59 C6H12O6 + 38 H2O → 60 CH3COOH + 22 CH3CH2COOH + 18

CH3CH2CH2COOH + 96 CO2 + 268 H+ + panas + additional bakteri.

Asam lemak rantai pendek dengan cepat diabsorbsi dari lumen kolon masuk

ke mucosa di sekitarnya dimana sebagian besar butirat dioksidasi menghasilkan

energi. Sisa butirat dan sebagian sisa asam lemak rantai pendek yang lain masuk

ke dalam pembuluh darah porta dan diangkut ke liver. Setelah diabsorbsi masing-

masing asam lemak rantai pendek primer dimetabolisme oleh tubuh dengan cara

yang berbeda-beda (Anonim, 2009).

Asam lemak rantai pendek (SCFA) memiliki peran yang baik untuk

kesehatan tubuh terutama adalah asam butirat, propionat dan asetat. Menurut

Cumming (1995), manfaat SCFA terhadap kesehatan antara lain adalah SCFA

yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri baik, diabsorpsi oleh mukosa usus dan

berperan dalam pemenuhan kebutuhan energi inang. Asam laktat akan menjadikan

kondisi usus menjadi asam sehingga bakteri patogen yang tidak tahan asam akan

mati. Asetat akan dimetabolisir pada sel otot, ginjal, jantung dan otak, propionat

merupakan prekusor glukoneogenik yang menekan sintesis kolesterol dalam hati,

butirat sebagai agen penghambat karsinogenesis kolon.

E. HIPOTESIS

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei

menghasilkan asam lemak rantai pendek.

2. Lama fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei

berpengaruh terhadap produksi asam lemak rantai pendek.

3. Lactobacillus casei dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek tertinggi

pada lama fermentasi tertentu.

15

F. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh

Lactobacillus casei dalam menghasilkan asam lemak rantai pendek.

2. Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi tepung rebung bambu tabah

oleh Lactobacillus casei terhadap produksi asam lemak rantai pendek.

3. Untuk mengetahui Lactobacillus casei dapat menghasilkan asam lemak rantai

pendek tertinggi pada lama fermentasi tertentu.

G. MANFAAT PENELITIAN

G.1 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta informasi mengenai proses fermentasi tepung

rebung bambu tabah untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek.

G.2 Bagi Masyarakat

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat luas khususnya masyarakat industri

adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang degradasi tepung rebung

bambu tabah oleh Lactobacillus casei menghasilkan asam lemak rantai pendek

selama proses fermentasi.

H. METODE PENELITIAN

H.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Rebung

Bambu Tabah di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali.

Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Udayana, Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Udayana dan UPT Laboratorium Analitik, Universitas Udayana dari

Pebruari 2015 hingga Juni 2015.

H.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah nampan, gelas ukur (Pyrek), timbangan analitik

500 gram (ACIS), timbangan duduk 50 kg (Hang Vietnam), blender, pisau

(stainless steel), nampan, talenan, ember, handgloves, oven cabinet (Drying

16

Cabinet ELT), saringan, ayakan 60 mesh, keranjang, loyang, tisu, cawan petri,

pipet volum, cawan porselin, eksikator, pH meter (SCHOTT Instruments),

mikroskop (olympus), laminar air flow (ESCO), refrigerator, cawan petri (iwaki-

pyrex), peralatan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), autoklave,

inkubator (Memmert), tabung reaksi (iwaki-pyrex), rak tabung reaksi, erlenmeyer

(iwaki-pyrex), gelas ukur (iwaki-pyrex), gelas beker (iwaki-pyrex), batang kaca

bengkok, jarum ose, magnetic stirrer, stirrer bar (iwaki BS-38), kaca objek, cover

glass, vortex (Barnstead), Chamber anaerobic (Oxoid)

Bahan yang digunakan adalah rebung bambu tabah yang didapatkan dari

proses pengolahan rebung bambu tabah di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan,

Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kultur bakteri asam laktat (BAL) yang

digunakan adalah L. casei subsp. rhamnosus yang didapatkan dari UPT

Laboratorium Biosains, Universitas Udayana. Bahan untuk penyegaran isolat,

perhitungan koloni bakteri dan pembuatan suspense bakteri meliputi; media MRS

Broth, MRS Agar, MRSB modifikasi (MRSB-m), glukosa (MerckTM), anaerobic

gas generating kit (Oxoid), gliserol (Pronadisa), NaCl (Merck), alkohol 70%

(Brataco chemika), aquades, buffer pH 4 dan buffer pH 7, Buffer Pepton Water,

air mineral.

H.3 Rancangan Percobaan

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial 2 faktor menggunakan

rancangan acak kelompok (RAK). Faktor I yaitu media fermentasi (A) terdiri dari

2 jenis yaitu :

A0 = tanpa tepung rebung

A1 = ditambah tepung rebung

Faktor II yaitu lama fermentasi terdiri dari 5 taraf yaitu :

L1 = 0 jam

L2 = 6 jam

L3 = 12 jam

L4 = 18 jam

L5 = 24 jam

17

Dengan demikian diperoleh 2 x 5 = 10 kombinasi perlakuan. Masing-

masing kombinasi perlakuan dibuat menjadi 2 kelompok sehingga diperoleh 20

unit percobaan. Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis

dengan sidik ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter

yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

H.4 Prosedur Percobaan

H.4.1 Pembuatan Tepung Rebung Bambu Tabah

Tahapan-tahapan dalam pembuatan tepung rebung bambu tabah antara lain :

pencucian, pemotongan, slicing, blanching, pengeringan (oven), penggilingan dan

pengayakan. Berikut disajikan diagram alir proses pembuatan tepung rebung

bambu tabah.

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung rebung bambu tabah (Patty yang dimodifikasi, 2014).

Rebung Bambu Tabah

di Oven (60°C, 10-11 jam)

Blanching (pengukusan 10 menit)

Slicing

Pemotongan bagian rebung (atas dan tengah)

Pencucian

Penggilingan

Pengayakan (60 mesh)

Tepung Rebung Bambu Tabah

18

Pemotongan dan Pencucian

Proses pembuatan tepung rebung bambu tabah menggunakan rebung bambu

tabah segar yang di blanching. Kriteria rebung segar yang digunakan dalam

percobaan merupakan rebung yang baru hasil dari dipanen yang tumbuh 20 cm

dari atas tanah, tidak berongga, belum mengalami browning atau pencoklatan

enzimatis, tidak lunak dan tidak ada bau menyengat. Selanjutnya rebung

ditimbang dan dibersihkan serta dipotong-potong menjadi 2 bagian yaitu bagian

atas dan bagian tengah berdasarkan buku-buku. Rebung bagian atas dan tengah

dapat menstimulasi pertumbuhan L. casei subsp. rhamnosus lebih baik

dibandingkan dengan Lactobacillus acidophilus, L. brevis, Bifidobacterium

bifidum (Puspaningrum, 2014). Bagian atas akan diambil 2 buku dari rebung dan

bagian tengah diambil 2 buku dari rebung. Setelah dilakukan penimbangan dan

pemotongan, rebung kemudian direndam dengan tujuan mengurangi kadar HCN

dalam rebung dan mencegah browning atau pencoklatan enzimatis.

Blanching dan Pengeringan

Proses blanching rebung segar dilakukan dengan metode Steam Blanching

yaitu dengan cara mengukus rebung segar selama 10 menit. Tujuan dilakukannya

blanching yaitu menginaktifkan enzim yang berperan dalam proses kerusakan

bahan pangan, dapat memperbaiki tekstur bahan, memperbaiki warna, mengurangi

jumlah mikroorganisme, dan dapat mempermudah proses pengolahan selanjutnya.

Setelah dilakukan proses blanching, selanjutnya rebung bambu tabah akan

dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 10 jam – 11 jam. Suhu

ini diberlakukan karena dalam pra penelitian sebelumnya menghasilkan rebung

kering yang baik yaitu tidak gosong dan mudah dihancurkan.

Penepungan dan Pengayakan

Pada proses penepungan, rebung akan digiling atau diblender hingga halus

dan diayak dengan ayakan sebesar 60 mesh agar rebung yang lolos ayakan

diharapkan dapat larut dalam air.

19

H.4.2 Fermentasi Tepung Rebung Bambu Tabah

Persiapan Kultur

Kultur Lactobacillus casei dibuka dari ampul dan disegarkan dalam 5 ml

MRSB dalam tabung reaksi. Media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC

dalam inkubator. Setelah 24 jam, Lactobacillus casei kembali disegarkan dengan

mengambil 0.05 ml dari tabung MRSB lama ke tabung berisi MRSB baru,

kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif ditunjukkan

oleh timbulnya kekeruhan pada tabung.

Persiapan Media Fermentasi

Media MRSB modifikasi (MRSB-m) dibuat dengan formulasi (g/100ml):

pepton protease 1 g, Meat extract 0,8 g, Yeast extract 0,5 g, K2HPO4.3H2O 0,2 g,

Tween 80 0,1g, Sodium acetate 0,5 g, Ammonium citrate 0,2 g, MgSO4.7H2O

0,02 g, MnSO4.4H2O 0,005 g dan tepung rebung bambu tabah 2 g.

Proses Fermentasi

Tahap fermentasi dilakukan secara in vitro dengan menambahkan MRSB-m

(MRSB modifikasi) dimana komponen gulanya diganti dengan tepung rebung

bambu tabah sebagai media tumbuh. Kontrol yang digunakan adalah MRSB yang

tanpa komponen gula (tepung rebung bambu tabah). Selanjutnya ditambahkan

starter bakteri Lactobacillus casei ke dalam media fermentasi yang telah dibuat

kemudian dilakukan fermentasi anaerob. Lama fermentasi yaitu 0 jam, 6 jam, 12

jam, 18 jam, 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan asam lemak rantai

pendek (asam laktat, asam asetat, asam butirat dan asam propionat), total BAL,

dan derajat keasaman (pH).

20

Gambar 5. Diagram alir proses fermentasi tepung rebung bambu tabah.

H.5 Variabel yang Diamati

H.5.1 Asam Lemak Rantai Pendek

Analisis profil asam-asam organik dilakukan dengan menggunakan HPLC

(High Performance Liquid Chromatography) menurut metode ICI (1985). Standar

asam-asam organik yang digunakan adalah standar 100 mM (asam laktat, asam

asetat, asam propionat, dan asam butirat (ICI, 1985).

Tahapan-tahapan dalam HPLC

Tahapan-tahapan HPLC adalah sebagai berikut: sebanyak 5 g sampel

ditimbang kemudian ditambahkan 25 ml asam sulfat 0,01 N. Sampel diblender

sampai hancur (homogen), kemudian dimasukkan ke dalam beaker 100 ml, sisa

larutan dibilas dengan larutan H2SO4 0,01 N lebih kurang 15 ml, diaduk dengan

magnetic stirrer selama 1 jam. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 ml dan ditambahkan larutan H2SO4 0,01 N sampai mencapai tanda 50 ml,

selanjutnya disaring dengan Whatman dan disentrifugasi dengan kecepatan 3500

Tepung Rebung Bambu Tabah

Proses Fermentasi (0, 6, 12, 18, 24 jam), Suhu 37°C

dan pH sebesar ± 6.0

Analisis : ALRP (asam laktat, asam asetat, asam

butirat dan asam propionat) pH Total BAL

Persiapan kultur Lactobacillus casei

Persiapan media fermentasi

21

rpm selama 30 menit. Filltrap kemudian disaring kembali dengan saringan mem-

bran 0,45 mikron. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam HPLC sebanyak 10

µl. Tahapan-tahapan dalam HPLC divisualisasikan pada Gambar 5.

Kondisi HPLC

Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: eluen atau fase geraknya H2SO4 0,01

N (pH 2,3), laju air 0,4 ml per menit, panjang gelombang detector UV 210 nm dan

suhu kolom 300o C. Program yang digunakan yaitu: isocratic (1 macam fase gerak

selama analisis). Analisis asam-asam organik selesai dalam waktu 35 menit.

Gambar 5. Diagram alir analisis asam-asam organik dengan HPLC menurut ICI (1985).

Konsentrasi Asam-asam Organik

Konsentrasi asam-asam organik dihitung melalui persamaan berikut:

Konsentrasi= Luas Area SampelLuas Area Standar

x Konsentrasi Standar x Pengenceran

22

H.5.2 Total Bakteri Asam Laktat

Total bakteri asam laktat ditentukan dengan metode permukan (Fardiaz,

1992). Sebanyak 10 g sampel padatan dihaluskan, kemudian dimasukkan ke

dalam botol pengencer berisi 90 ml NaCl 0,85%. Botol tersebut dihomogenkan

sehingga didapat pengenceran 10-1. Larutan tersebut dipipet sebanyak 1 ml

kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml NaCl 0,85%, selanjutnya

larutan dihomogenkan sehingga diperoleh pengenceran 10-3. Begitu seterusnya

sampai mencapai pengenceran 10-6. Setiap pengenceran dipipet sebanyak 0,1 ml

kemudian dimasukkan kedalam cawan petri berisi 15 – 20 ml MRS Agar padat

yang telah disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit dengan didinginkan

sampai pada suhu 45 - 50°C. Sampel kemudian disebar dengan menggunakan

batang gelas bengkok sampai tersebar merata diatas permukaan agar, kemudian

diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 48 jam dalam suasana aerob.

Selanjutnya dihitung jumlah koloni bakteri asam laktat dengan Quebec Colony

Counter.

Total bakteri asam laktat = jumlah koloni x faktor pengenceran.

H.5.3 Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter (Action model

209 pH/n/V meter) (Sudarmadji et al., 1997). Alat pH meter yang telah

dinyalakan dan distabilkan kemudian distandarisasi dengan larutan buffer pada pH

4 dan pH 7. Suhu sampel diukur dan pengatur suhu diset pada suhu tersebut.

Elektroda dibilas dan dikeringkan dengan kertas tissu kemudian dicelupkan

kedalam sampel. Sampel sebanyak 5 gram dihancurkan, dimasukkan kedalam

gelas beaker kemudian ditambahkan 5 ml aquades selanjutnya diukur

menggunakan pH meter. Nilai pH meter dibiarkan hingga menunjukkan suatu

angka yang stabil, angka ini dicatat sebagai nilai pH terukur.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal Foods World 46:pp. 89 148. http://www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/dietfiber.pdf (diakses 9 januari 2015)

Anonim. 2009. Asam Lemak Rantai Pendek. http://chemisstar.blogspot.com/2009/04/asam-lemak-rantai-pendek.html (diakses 9 januari 2015)

Brock, T. D. and Madigan M. T. 1991. Biology of Microorganisms, 6th edition, Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New Jersey.

Cummings JH, 1995. Short chain fatty acids. In: Human Colonic Bacteria: Role in Nutrition, Physiology and Pathology. GR Gibson and GT Macfarlane (Eds). CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 101–130.

Cronquist A. 1988. The Evolution and Classification of Flowering Plant. 2ndEd. New York: Botanical Garden Press.

Evillya. 2010. Lactobacillus casei. http://heartfoods.Wordpress.com/2011/06/23/. lactobacillus_casei (Diakses 15 Pebruari 2015)

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Franck, Anne M. E. 2000. Inulin and Oligofruktosa. Di dalam : Glen Gibson dan Fiona Angus. Prebiotics and Probiotics. LRFA limited, United Kingdom

Frazier, W.C and D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Van Nostrand Reinbold Company, New York.

Gibson J., Roberfoid. 1995. Prebiotics. http://www.wikipedia.com/search/prbiotic.htm (diakses tanggal 9 januari 2015)

ICI. 1985. ICI Organic Acid Column Instruction Manual. ICI Australia Pty Ltd., Scientific Instrument Division.

Irawati, E. 2011. Bakteri Homofermentatif, http://www.blogspot./bakteri-homofermentatif-kamriantiramli.html, (diakses 9 januari 2015)

Kencana P.K.D, W. Widia, N.S. Antara. 2012. Praktek Baik Budi Daya Bambu Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE – KURZ) Team UNUD – UNSAID – TPC Project.

Kolida, S., K. Tuohy, dan G.R. Gibson. 2002. Prebiotic effects of inulin and oligofructose, British Journal of Nutrition, S193–S197.

24

Manning, T. S, R. Rastall, dan G. Gibson. Prebiotics and Lactic Acid Bacteria. Di dalam : S. Salminen, A.V Wright dan A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria : Microbiological and Functional Aspects. Marcel Dekker, Inc. New York-Basel.

Muchtadi, D. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Pattty, R.H. 2014. Pengaruh Bagian Rebung dan Perlakuan Pendahuluan Terhadap Karakteristik Tepung Dari Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE KURZ). Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.

Puspaningrum, D. 2014. Potensi Tepung Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa Nigrociliata BUSE-KURZ) Sebagai Sumber Serat Pangan dan Prebiotik. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Program Magister Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitas Udayana.

Shi, Q.T, and Yang, K,S. 1992. Study on Relationship Between Nutrients In Bamboo Shoots and Human Health. Proceedings of the International Symposium on Industrial Use of Bamboo. International Tropical Timber Organization and Chinese Academy, Beijing, China: Bamboo and its Use; p338-46.

Silalahi, J dan N. Hutagalung. 2002. Komponen-komponen Bioaktif dalam Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/pus-3.htm (diakses 15 januari 2015)

Sudarmadji, S., Haryono, B. Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Penelitian. Liberty, Yogyakarta.

Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung.

Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta.

Tensiska, 2008. Serat Makanan. Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhamadiyah Press, Malang.

Winarno, F.G dan S. Koswara. 2002. Food Science Glosarry Biotechnology. Mbrio Press, Bogor.

25

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zainuddin, A., E.B. Wasito, N.N.T. Puspaningsih. 2008. Pengujian In Vitro Xilooligosakarida Sebagai Kandidat Prebiotik. Berk. Penel. Hayati: 14 (101-111).