Usulan Penelitian

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008). Kegiatan pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan melalui tiga program, yaitu: 1) program peningkatan ketahanan pangan; 2) program pengembangan agribisnis; dan 3) program peningkatan kesejahteraan 1

description

Analisis Usaha dan Nilai Tambah Agroindustri Tempe di Kelurahan Banjar

Transcript of Usulan Penelitian

Page 1: Usulan Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan

sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan

kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik,

budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan

(growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).

Kegiatan pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan melalui tiga

program, yaitu: 1) program peningkatan ketahanan pangan; 2) program

pengembangan agribisnis; dan 3) program peningkatan kesejahteraan petani.

operasionalisasi program peningkatan ketahanan pangan dilakukan melalui

peningkatan produksi pangan, menjaga ketersediaan pangan yang cukup aman dan

halal di setiap daerah setiap saat, dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan.

Operasionalisasi program pengembangan agribisnis dilakukan melalui pengembangan

sentra/kawasan agribisnis komoditas unggulan. Operasionalisasi program

peningkatan kesejahteraan petani dilakukan melalui pemberdayaan penyuluhan,

1

Page 2: Usulan Penelitian

2

pendampingan, penjaminan usaha, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi dan

promosi lainnya (Departemen Pertanian, 2005).

Pembangunan pertanian harus mengantisipasi tantangan demokratisasi dan

globalisasi. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan

pembangunan nasional. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pembangunan

pertanian di Indonesia adalah: 1) potensi sumberdayanya yang besar dan seragam; 2)

pangsa terhadap pendapatan nasional cukup banyak; 3) besarnya pangsa terhadap

ekspor nasional; 4) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor

pertanian; 5) perannya dalam penyediaan pangan masyarakat; 6) menjadi basis

pertumbuhan di perdesaan (Hanani dkk, 2003).

Dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang bernaung di bawah

sektor pertanian, dengan tingkat pendidikan rata-rata dan produktivitas yang relatif

rendah dan skala lahan yang terbatas serta tingkat kemiskinan yang relatif lebih tinggi

dibanding sektor lain, hal ini merupakan tantangan yang sangat besar. Selain itu,

pembangunan yang bertumpu pada sumber daya alam saja akan mempunyai tingkat

pengembangan yang sangat terbatas dan tidak dapat menciptakan increment sebesar

yang dapat diberikan oleh sektor manufaktur dan sektor jasa. Diversifikasi usaha

dapat menstabilkan pendapatan dari sektor pertanian yang fluktuatif dan relatif

dipengaruhi musim, namun tetap belum dapat menghasilkan lonjakan nilai tambah

yang dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara. Jika sektor pertanian masih

Page 3: Usulan Penelitian

3

bergerak di tingkat primer (on-farm) semata-mata, maka akan sulit untuk dapat

menjadikan pertanian sebagai prime mover pertumbuhan ekonomi nasional. Strategi

yang dapat diterapkan adalah pengolahan produk-produk pertanian melalui

agroindustri.

Walaupun industrialisasi di bidang pertanian terus meningkat, namun pasokan

input dari sektor pertanian dalam negeri masih sangat terbatas, baik kualitas dan

jumlah pasokan yang masih belum konsisten, maupun kontinuitas pasokan, serta

ketepatan waktu. Hal ini terlihat pada salah satu produk hasil pertanian yaitu kacang

kedelai. Kebutuhan dan produksi kacang kedelai di Indonesia dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi dan Jumlah Konsumsi Kacang Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2013

TahunProduksi

(Ton)Konsumsi(Juta Ton)

2009 974.512 2,2952010 907.031 2,6522011 851.286 2,4582012 843.153 2,9512013 807.568 2,924

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kacang kedelai nasional dari tahun

2009 sampai dengan tahun 2013 mengalami penurunan. Jumlah produksi kacang

kedelai nasional pada tahun 2013 yang sebesar 807.568 ton, belum dapat mencukupi

tingkat konsumsi kedelai nasional sebesar 2,924 juta ton pada tahun yang sama.

Page 4: Usulan Penelitian

4

Untuk memenuhi kekurangan ketersediaan kedelai tersebut, pemerintah Indonesia

mengimpor kacang kedelai dari sejumlah negara.

Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam rilisnya yang berjudul Pandangan

Petani Atas Kebijakan Pertanian Pemerintah Tahun 2008 menyatakan persoalan

utama dari anjloknya produksi kedelai di Indonesia diantaranya adalah gagal

panen, menciutnya lahan tanaman pangan, bencana alam, dan keengganan petani

menanam kedelai. Namun penyebab yang paling utama adalah masuknya kedelai

impor yang harganya lebih rendah dari kedelai lokal sehingga produksi dalam

negeri terpinggirkan yang akhirnya petani enggan menanam karena harganya

kalah bersaing (Serikat Petani Indonesia, 2009).

Salah satu subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk mendukung

pembangunan pertanian adalah industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri).

Pengembangan industri makanan diharapkan akan mampu menyerap hasil pertanian

yang diproduksi oleh petani, memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian,

membuka kesempatan kerja, dan sumber devisa sekaligus menyediakan produk

pangan yang semakin beragam.

Salah satu produk agroindustri yang sudah merakyat di masyarakat Indonesia

yang berbahan baku kacang kedelai adalah tempe. Tidak seperti makanan kedelai

tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari

Indonesia. Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak

Page 5: Usulan Penelitian

5

banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim

pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat

pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat

dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala

kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan

semua umur (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe).

Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi

(Disperindagkop) Kota Banjar (2013), usaha agorindustri tempe paling banyak

terdapat di Kecamatan Banjar. Lebih jelasnya jumlah unit usaha dan kapasitas

produksi usaha agroindustri tempe di Kota Banjar dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Kapasitas Produksi Tempe di Kota Banjar Tahun 2013

Kecamatan Jumlah Unit UsahaKapasitas Produksi

(Kg/Bulan)Banjar 118 90.915Pataruman 4 2.625Purwaharja 1 25Langensari 3 250Jumlah 126 93.815

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Banjar, 2013

Berdasarkan tabel 2, agroindustri tempe di Kota Banjar terpusat di wilayah

Kecamatan Banjar. Bahkan ada satu daerah/blok di wilayah Kecamtan Banjar ini

yang terkenal dengan nama “Blok Tempe” yang terletak di Lingkungan Parunglesang

Kelurahan Banjar. Nama “Blok Tempe” digunakan karena jumlah agroindustri tempe

Page 6: Usulan Penelitian

6

yang paling banyak terdapat di wilayah Kelurahan Banjar. Jumlah perajin

agroindustri tempe di Kecamatan Banjar bisa dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Jumlah Unit Usaha dan Kapasitas Produksi Tempe di Kelurahan Banjar Tahun 2013

Desa/Kelurahan Jumlah Unit UsahaKapasitas Produksi

(Kg/Bulan)Banjar 108 43.700Mekarsari 8 4.300Balokang 2 111Jumlah 118 48.111

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Banjar, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa sentra usaha agroindustri tempe Kota Banjar

Terdapat di wilayah Kelurahan Banjar dengan jumlah perajin agroindustri tempe

sebanyak 108 orang dan kapasitas produksinya sebanyak 43.700 Kg/bulan.

Sebagian besar pelaku agroindustri di Indonesia terutama agroindustri skala

kecil, jarang memperhitungkan secara terperinci biaya yang dikeluarkan dalam

usahanya. Hal ini menyebabkan besarnya pendapatan sebenarnya yang mereka

peroleh tidak bisa diketahui secara pasti. Bahkan banyak pelaku agroindustri

mencampur keuangan perusahaan dengan keuangan rumah tangganya.

Sehubungan dengan hal itu, maka penulis merasa tertarik untuk melaksanakan

penelitian mengenai Analisis Usaha dan Nilai Tambah Agroindustri Tempe yang

akan dilaksanakan pada usaha agroindustri tempe yang merupakan suatu kasus di

Kelurahan Banjar Kecamatan Banjar Kota Banjar.

Page 7: Usulan Penelitian

7

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C agroindustri tempe di

Kelurahan Banjar Kota Banjar ?

2. Berapa besarnya nilai tambah agroindustri tempe di Kelurahan Banjar Kota

Banjar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C agroindustri tempe di

Kelurahan Banjar Kota Banjar.

2. Besarnya nilai tambah agroindustri tempe di Kelurahan Banjar Kota Banjar.

Page 8: Usulan Penelitian

8

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi petani yang mengusahakan kacang kedelai, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi pertimbangan untuk mengolah hasil usahanya menjadi produk lain

sehingga dapat meningkatkan pendapatannya.

2. Bagi perajin tempe, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi mengenai nilai tambah yang diperoleh dari agroindustri tempe.

3. Bagi pemerintah Kota Banjar, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan terhadap

pengembangan agroindustri tempe.

4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam

melaksanakan penelitian lebih lanjut.

1.5 Kerangka Pemikiran

Indonesia sampai saat ini masih ketergantungan impor kedelai dan belum

mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelai lokal.  Padahal kedelai di

Indonesia adalah hasil pangan penting mengingat Indonesia sebagian besar

masyarakatnya gemar mengkonsumsi tahu dan tempe. Ada beberapa faktor yang

menjadi penyebab rendahnya produksi kedelai lokal di Indonesia.  Di antaranya

sebagai berikut: 1) Minimnya lahan untuk menanam kedelai; 2) Rendahnya

Page 9: Usulan Penelitian

9

produktivitas kedelai lokal; 3) Harga kedelai rendah; 4) Tanaman dipanen muda

(http://finance.detik.com/kenapa-indonesia-ketergantungan-impor-kedelai).

Penekanan pada pembangunan agroindustri di perdesaan mengandung arti

strategis. Di Indonesia, selama ini industrialisasi pada umumnya berlangsung di

sekitar kota-kota besar dengan pertimbangan ketersediaan infrastruktur (prasarana)

yang memadai, padahal agroindustri sendiri merupakan industri yang memerlukan

pasokan hasil pertanian, karena sebagian besar bahan baku agroindustri umumnya

dihasilkan di daerah perdesaan. Tujuan pengembangan agroindustri adalah : 1) untuk

meningkatkan nilai tambah hasil panen, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk

bahan baku agroindustri lanjutan (sekunder); 2) meningkatkan jaminan mutu dan

harga sehingga tercapai efisiensi kegiatan agribisnis; 3) mengembangkan diversifikasi

produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan

permintaan pada periode tertentu serta 4) sebagai wahana pengenalan, penguasaan

dan pemanfaatan teknologi sekaligus wahana peran serta masyarakat dalam budaya

industri, mulai dari penciptaan dan wirausaha baru dan swadaya pertanian (Saliah,

2005).

Pembangunan pertanian dilakukan dengan pendekatan agribisnis secara

keseluruhan. Agribisnis yang di dalamnya terdapat berbagai subsistem usaha yang

saling terkait, saling tergantung dan saling berpengaruh mulai dari subsistem hulu,

usahatani dan hilir serta jasa penunjang. Semua subsistem tersebut harus

Page 10: Usulan Penelitian

10

dikembangkan secara simultan, serasi dan seimbang untuk menghasilkan berbagai

produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi, baik di

pasar domestik maupun pasar internasional. Agroindustri merupakan salah satu

subsistem agribisnis yang strategis, di mana dari pengembangannya diharapkan

terjadi peningkatan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan, pengembangan

dan penguasaan teknologi pengolahan. Agroindustri dapat dipandang sebagai langkah

awal menuju industrialisasi dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan

kapasitas produksi berbagai produk pertanian.

Suratiyah (2006) menyatakan, bahwa sikap petani memperhitungkan biaya

dan penerimaan merupakan dasar dari perkembangan usahatani komersil. Biaya total

produksi merupakan keseluruhan jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses

produksi. Biaya ini diperoleh dengan menjumlahkan biaya tetap total dan biaya

variabel total.

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi

oleh besar kecillnya produksi. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi dan sifatnya habis dalam satu kali

proses produksi (Soekartawi, 2002).

Penerimaan adalah nilai semua produk yang dihasilkan dari suatu usahatani

dalam satu periode tertentu, misalnya satu Musim Tanam (MT), atau dalam satuan

tahun kegiatan usaha. Sedangkan pendapatan usahatani digambarkan sebagai sisa

Page 11: Usulan Penelitian

11

pengurangan nilai-nilai penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan, yang

mana penerimaan adalah hasil perkalian dari jumlah total produksi dengan harga

produk, sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai penggunaan sarana

produk dan lain-lain yang diperlukan atau dibebankan kepada proses produksi yang

bersangkutan (Soekartawi, 2002).

Suratiyah (2006) menyatakan bahwa, untuk menganalisis suatu cabang

usahatani, pendapatan yang diterima oleh petani adalah selisih pendapatan dari hasil

pengurangan antara jumlah penerimaan dengan biaya produksi. Sejalan dengan

pendapat tersebut, Soekartawi (2002) menyatakan bahwa pendapatan petani adalah

selisih antara penerimaan dengan semua biaya.

Kelayakan suatu usaha dapat dilihat melalui R/C. R/C dapat diketahui dari

hasil perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu kali proses

produksi. Indikator keberhasilan usaha dapat dilihat dari R/C. R/C melihat seberapa

besar pengeluaran memberikan manfaat (penerimaan). Semakin tinggi nilai R/C,

menunjukkan semakin menguntungkan usaha tersebut dilakukan. Jika R/C > 1, maka

usaha layak dilakukan karena dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari

pengeluarannya. R/C < 1 maka usaha yang dilakukan tidak layak dijalankan karena

kegiatan usaha yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar

dari pengeluaran. R/C = 1, maka kegiatan usaha tidak memberikan keuntungan dan

tidak mengalami kerugian.

Page 12: Usulan Penelitian

12

Pada agroindustri, melalui proses produksinya diutamakan untuk memperoleh

nilai tambah dari produksi yang dihasilkan. Lebih lanjut Hayami dalam Suprapto

(2007) mengemukakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara output yang

mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai bahan baku serta korbanan lain

yang digunakan selama proses produksi berlangsung.

Berdasarkan hasil penelitian Andini Tribuana Tunggadewi (2009) biaya total

yang dikeluarkan untuk usaha agroindustri tempe di Cilendek Timur Kota Bogor

dalam satu kali produksi adalah sebesar Rp 2.829.132,-, penerimaan sebesar Rp

7.417.132,-, pendapatan sebesar Rp. 4.588.000,- dan besarnya R/C adalah 2,62.

Berdasarkan perhitungan tersebut, usaha agroindustri tempe di Cilendek Timur Kota

Bogor layak untuk dilaksanakan. Sedangkan nilai tambah yang diperoleh dari

pengolahan kacang kedelai menjadi produk tempe sebesar Rp 4.947,-/Kg.

Dananjoyo, A. (2005), melakukan penelitian di Kota Bogor Provinsi Jawa

Barat dengan judul “Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tempe”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa usaha agroindustri tempe biasa dan tempe Malang di Kota

Bogor layak untuk diusahakan, hal ini dapat dilihat dengan analisis kriteria kelayakan

berikut : NPV pengrajin tempe biasa bernilai positif yaitu sebesar Rp 8.805.006,00

dan NPV pengrajin tempe Malang Rp 7.157.760,00; IRR pengrajin tempe biasa dan

tempe Malang lebih tinggi dari tingkat diskonto 13 persen yaitu 35 persen pada tempe

Page 13: Usulan Penelitian

13

biasa dan 32 persen untuk tempe Malang; Net B/C Ratio pada tempe biasa dan tempe

Malang yaitu 1,59 untuk tempe biasa dan 1,47 untuk tempe Malang.

Sinaga (2008) melakukan penelitian tentang nilai tambah dan dampak

kebijakan pemerintah terhadap industri tempe di Kabupaten Bogor menggunakan

metode Hayami dan analisis Policy Analysis Matrix. Hasil penelitian menunjukkan

nilai faktor konversi industri tempe sebesar 1,6 dimana tiap satu kilogram kedelai

yang diolah menghasilkan 1,6 kilogram tempe, dengan nilai tambah yaitu Rp

2.198,91 per kilogram input kedelai dan rasio nilai tambah sebesar 21,14 persen.

Tenaga kerja memiliki nilai koefisien sebesar 0,02 yang menandakan bahwa untuk

memproduksi satu kilogram kedelai menjadi tempe membutuhkan 0,02 HOK (Hari

Orang Kerja).

Berdasarkan analisis R/C serta nilai tambah yang akan dilakukan pada usaha

tempe, akan diketahui sampai sejauh mana usaha agroindustri tempe di Kelurahan

Banjar telah mencapai tujuannya terutama dalam memperoleh keuntungan. Secara

ringkas alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1

sebagai berikut :

Page 14: Usulan Penelitian

14

Tujuan Usaha :Memperoleh Laba

Analisis Nilai Tambah

Produktivitas Nilai Output Nilai Tambah Balas Jasa Tenaga

Kerja

Metode Hayami

R/C

Biaya Volume Penjualan Harga Jual

Analisis Biaya

Agroindustri Tempe

Pendapatan

Konsumsi kedelai nasional lebih besar daripada produksi kedelai nasional

Sebagian besar persediaan kedelai nasional berasal dari impor

Keterangan :: Alur Pemikiran: Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada Perajin Tempe