Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa

download Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa

of 46

description

Materi Sejarah Kelas XII

Transcript of Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari Ancaman Disintegrasi Bangsa

A. Perjuangan KonfrontasiSetelah Indonesia merdeka tidak berarti Indonesia bebas dari segala bentuk penguasaan asing tapi masih berhadapan dengan Belanda yang ingin mencoba kembali menananmkan kekuasaannya. Belanda menggunakan berbagai macam cara untuk bisa kembali berkuasa seperti, membonceng pada pasukan sekutu dan pembentukan Negara-negara boneka. Pembentukan Negara boneka bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintah Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan RI. Setiap ada perjanjian selalu diingkari oleh Belanda. Belanda hanya mengakui wilayah RI meliputi Jawa dan Sumatera yang di dalamnya berdiri Negara-negara boneka bikinan Belanda.Pada tanggal 1 Nopember 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat Politik dengan tujuan agar kedaulatan RI diakui dan agar di Indonesia terbentuk dan berkembang partai Politik.Namun kemauan itu diselewengkan dengan terjadinya pergeseran bentuk pemerintah dari bentuk Kabinet Presidensial ke Kabinet parlementer.Sutan Syahrir terpilih sebagai Perdana Menterinya. Pemerintah Sutan Syahrir berkeinginan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi bukan dengan kekuatan senjata. Hal inilah yang menimbulkan pro kontra terhadap strategi menghadapi Belanda. Konflik ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk melancarkan Agresi militernya.

3Pada tanggal 15 September 1945 sekutu masuk ke Indonesia dan membonceng NICA ( Belanda ) yang bertujuan untuk menjajah kembali Bangsa Indonesia sehingga terjadi:Pertempuran Lima Hari di Semarang.Pertempuran Medan Area.Pertempuran 10 November di Surabaya.Pertempuran Ambarawa.Bandung Lautan Api.Puputan Margarana di Bali.

Pertempuran Lima Hari di SemarangPertempuran di Semarang terjadi pada tanggal 15-20 Oktober 1945. Pertempuran ini berawal dari pemindahan 400 orang tentara Jepang dari Cepiring ke Semarang yang dikawal oleh polisi Indonesia. Dalam perjalanan tentara Jepang melucuti Polisi Indonesia kemudian mereka bergabung dengan pasukan Jepang lainnya Kidobutai yang dipimpin Mayor Kido. Pertempuran besar-besaran terjadi di Simpang Lima, Semarang. Dalam pertempuran yang dipimpin Letkol Moh. Sarbini, gugur Dr. Karyadi kepala Laboratorium Rumah Sakit Semarang sebagai kusuma bangsa.

Pertempuran Medan AreaPertempuran ini berawal dari penghinaan orang Belanda(didukung Sekutu terhadap sebuah lencana Merah Putih). Akibatnya rakyat Medan marah dan terjadilah pertempuran pada tanggal 13 Oktober 1945. Rakyat Medan dipimpin Gubernur Sumatra Mr. Teuku Muhammad Hasan dan di bantu Ahmad Tahrir pemimpin Barisan Pemuda Indonesia menggempur tentara Sekutu dan NICA yang dipimpin oleh Brigjen T.E.D. Kelly. Pertempurain ini mencapai puncaknya pada tanggal 10 Desember 1945.

Pertempuran 10 November di SurabayaPertempuran Surabaya berawal dari tewasnya Panglima Tentara Sekutu Mayjen A.W.S. Mallaby dalam sebuah insiden dengan Arek-arek Surabaya di depan gedung bank Internatio. Dengan sangat menghina bangsa Indonesia, bunyinya: seluruh pemimpin Republik Indonesia di Surabaya harus menyerahkan senjatanya dan harus menyerahkan diri dengan tangan diangkat di depan markas Sekutu paling lambat tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 Waktu Indonesia Barat. Gubernur Jawa Timur R. M. Suryo sebagai kepala pemerintahan Jawa Timur menolak ancaman tersebut. Akhirnya pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya digempur pasukan Sekutu dari berbagai arah. Arek-arek Surabaya di bawah pimpinan Gubernur Jawa Timur Suryo, Bung Tomo dan Sungkono bangkit menghadapi gempuran Sekutu. Peristiwa 10 November 1945 tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pertempuran AmbarawaPertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November-15 Desember 1945. Awal kejadiannya ketika secara sepihak pasukan Sekutu dipimpin Brigjen Bethel membebaskan interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa. Tindakan Sekutu mendapat perlawanan Tentara Republik Indonesia (TKR) dan rakyat yang dipimpin Mayor Sumarto. Dalam pertempuran ini gugur Letkol Isdiman. Di bawah pimpinal Koloner Soedirman, Ambarawa berhasil direbut pada tanggal 15 Desember 1945. Untuk mengenang peristiwa tersebut dibangunlah Palagan Ambarawa. Selanjutnya tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari infantry.

Bandung Lautan ApiPeristiwa Bandung Lautan Api berawal dari tuntutan Sekutu yang dipimpin oleh Kolonel Mac Donald agar Kota Bandung dikosongkan demi keamanan. Rakyat tidak sudi menyerahkan darah tersebut kepada Sekutu. Akhirnya di bawah pimpinan Letkol Aruji Kartawinata, rakyat dan Tentara Republik Indonesia (TRI) sepakat untuk membakar kota Bandung daripada dikuasai musuh. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 Maret 1946, sementara itu di Dayeuhkolot (Bandung Selatan) Mohammad Toha dan Ramdan berhasil meledakkan gudang mesiu milik Belanda meskipun beliau berdua gugur bersamaan dengan meledaknya gudang mesiu tersebut.

Puputan Margarana di BaliPuputan margana terjadi ketika Belanda mendatangkan pasukannya di Bali dalam rangka menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Kedatangan pasukan Belanda tersebut disambut dengan perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Letkol I Gusti Ngurah rai. Karena perlawanan tidak seimbang I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk melakukan perlawanan secara habis-habisan atau puputan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 November 1946.

B. Perjuangan DiplomasiPERJANJIAN LINGGARJATIPERJANJIAN RENVILLEPERJANJIAN ROEM-ROYENKONFERENSI MEJA BUNDARPemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)Konferensi Inter Indonesia (KII)

Perjanjian LinggarjatiPerundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947. Perjanjian linggarjatiatauPerundingan Linggar Jatiadalah Diplomasi Sejarah Indonesia Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda, dimana Perjanjian linggar jati adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak Indonesia denganDr.H.J. Van Mookdari pihak pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung selama 4 (empat) hari disepakati di sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten Kuningan.

Hasil perundingan tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati adalah :Belanda mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau RIS.Dalam bentuk RIS indonesia harus tergabung dalamCommonwealth / Uni Indonesia Belandadengan mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.Ternyata Belanda menghianati isi perjanjian tersebut dan melakukan Agresi Militer I tanggal 21 Juni 1947 sehingga mendapat reaksi PBB. Penghentian tembakmenembak dilakukan tanggal 1 Agustus 1947 dan DK PBB membentuk KTN yang anggota-anggotanya :Australia ( Wakil Indonesia ) : Richard KirbyBelgia ( Wakil Belanda ) : Paul Van ZeelandUSA ( Penengah ) : Dr. Frank GrahamPerjanjian Renville Atas usulan KTN (Komisi 3 Negara) pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan Belanada di atas kapal renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda hampir semua berasala dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya.

Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-pokok isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut :Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RISSebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.Pasukan republik Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.

Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut :Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.

Perjanjian Roem-RoyenTepat pada pukul 17.00 tanggal 7 Mei 1949 telah tercapai suatu persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda yang disebut Persetujuan Roem-Royen. Persetujuan Roem-Royen merupakan salah satu peristiwa penting dari serangkaian perundingan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menuju pengakuan kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar pada tanggal 27 Desember 1949.

Persetujuan Roem-Royen diawali dengan perundingan RI-Belanda pada tanggal 17 April 1949 atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran. Delegasi Indonesia diketuai oleh Mr. Moh. Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo sebagai wakil ketua. Anggota-anggotanya, yaitu dr. Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr. Latuharhary, dan disertai oleh lima orang penasihat. Adapun Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Royen dengan anggota-anggota: Mr. N.S. Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der Velde, dan empat orang penasihat.

Delegasi RI dalam pidatonya menuntut agar perundingan ini lebih dahulu menyetujui pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta setelah itu baru akan dibahas mengenai soal-soal lainnya. Pihak Belanda bersedia mendahulukan perundingan mengenai syarat-syarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta, namun tiap kewajiban yang mengikat yang mungkin timbul dalam perundingan harus ditunda hingga dicapainya kesepakatan tentang penghentian perang gerilya dan perjanjian pelaksanaan KMB. Kesepakatan akhirnya dicapai pada tanggal 7 Mei 1949. Ketua Delegasi Indonesia Mr. Moh. Roem atas nama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan kesanggupan untuk memudahkan : Pengeluaran perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya, Kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan, Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.

Ketua Delegasi Belanda Dr. van Royen selanjutnya membacakan pernyataan yang antara lain berisi :Delegasi Belanda menyetujui pembentukan satu panitia bersama di bawah pengawasan Komisi PBB dengan tujuan untuk : mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu sebelum kembalinya pemerintah RI.mempelajari dan memberikan nasihat tentang tindakan yang diambil dalam melaksanakan penghentian perang gerilya dan kerja sama mengembalikan perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi Keresidenan Yogyakarta. Pemerintah Belanda membebaskan tidak bersyarat pemimpin-pemimpin Indonesia dan tahanan politik yang tertangkap sejak tanggal 19 Desember 1948.Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS). Konferensi Meja Bundar di Den Haag akan dilaksanakan secepatnya setelah pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta. Pada konferensi tersebut diadakan pembicaraan tentang bagaimana cara-cara mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).Konferensi Meja Bundar (KMB)KMB dilaksanakan di DENHAAG ( Negeri Belanda ) pada tanggal 22 Agustus 1949 sd 29 Oktober 1949 dengan hasil keputusan :1. Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada RIS2. Antara RIS dan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai oleh ratu Belanda3. Tentara Belanda akan ditarik mundur dan tentara KNIL akan dibubarkan4. Masalah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah penyerahan kedaulatan.Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang wilayahnya bekas kekuasaan Belanda tanpa Irian Barat.

Penyerahan kedaulatan dilakukan di tiga tempat antara lain :Amsterdam dilakukan oleh Ratu Belanda kepada PM RISYogyakarta dilakukan oleh Pemerintah RI pada pemerintah RISJakarta dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada RISPembentukan Negara RIS ( 16 negara bagian ) berdasarkan isi KMB ternyata tidak disetujui oleh masyarakat Indonesia dan dengan tegas mereka menuntut dibubarkannya RIS dan kembali pada Negara Kesatuan RI mengingat Bahasa, bendera maupun hari Nasional sama dengan RI. Berdasarkan hasrat dan desakan Rakyat Indonesia maka pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI dan saat itu juga Konstitusi RIS diganti dengan UUD Sementara RI dan bangsa Indonesia segera memasuki era baru yaitu Demokrasi Liberal.

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948 - 13 Juli 1949, dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat. Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Sukarno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.

Pada 22 Desember 1948, Kabinet Darurat PDRI berhasil dibentuk.Di Koto Tinggi, stasiun radio dan telegram milik PDRI berhasil mengontak stasiun radio di Pulau Jawa. Kawat balasan pertama dari Jawa dikirim oleh Kepala Staf Umum Angkatan Perang Republik Indonesia, Kolonel Simatupang, pada 19 Januari 1949. Telegram berikutnya berasal dari Wakil Panglima, Kolonel Abdul Haris Nasution. Mereka semua mengaku keberadaan PDRI dan siap bekerja sama.Setelah berkoordinasi dengan para pemimpin di Jawa, maka pada tanggal 31 Maret 1949, Sjafruddin menyempurnakan susunan kabinetnya. Sementara di Jawa, pada 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat PDRI yang dikoordinir oleh Mr. Susanto Tirtoprojo.

Konferensi Inter Indonesia (KII)Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.

Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gede Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.

C. Ancaman Disintegrasi dalam NegeriA. PKI Madiun 1948Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.

B. Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKIDoktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut aksi sepihak. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut:Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.

Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI:Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.Menuduh komando puncak AD telah membentuk Dewan Jenderal yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya Dewan Jenderal.Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.

Berikut ini para korban keganasan PKI:Di Jakarta1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.Di Yogyakarta1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.Ahmad Yani MT Haryono S Parman Sutoyo S Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim.

Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa Gerakan 30 September adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden Soekarno dari kudeta.

Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat bahwa ternyata memang tidak mudah untuk bisa menentukan dengan pasti siapa dibalik G30S. Setiap kesimpulan yang dibuat akan dibantah oleh yang lain sehingga tidak akan ada kesimpulan yang diterima oleh semua pihak. Setiap orang mempunyai kesimpulan sesuai pengalaman dan keyakinan masing-masing yang sifatnya individual.

Dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik diIndonesia.Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.

C. Pembrotakan DI/TII ( Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)DI/TII Jawa BaratSekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.

DI/TII Jawa TengahGerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.

DI/TII AcehAdanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.

DI/TII Sulawesi SelatanPemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.

Pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi (5 April 1950)Pada tanggal 5 April 1950 Kapten Andi Aziz (mantan KNIL/ Koninklijk Nederlandas Indisch Leger) melakukan terror di Makasar. Mereka menguasai tempat-tempat vital dan menyerang markas Tentara Nasional Indonesia di Makasar serta menawan Pejabat Panglima Teritorial Indonesia Timur Letkol Ahmad Yunus Mokoginto. Pemberontakan Andi Aziz dilatarbelakangi:Penolakan terhadap kedatangan Tentara Nasional Indonesia (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat/ APRIS) ke Sulawesi. Menurutnya keamanan Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawab dirinyaMenolak atas pembubaran Negara Indonesia Timur. Untuk menanggulangi gerakan Andi Aziz, pemerintah pusat mengeluarkan ultimatum bahwa:Dalam waktu 4X24 jam terhitung sejak 8 April 1950, An Aziz harus menghadap ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannyaPara tawanan harus dibebaskan; ketiga, semua senjata yang dirampas harus dikembalikan.

Namun Andi Aziz kurang mengindahkan ultimatum tersebut, sehingga pada tanggal 15 April 1950, ia ditangkap. Seangkan sisa-sisa pasukan yang masih kuat di Makasar diselesaikan melalui operasi militer yang dipimpin Kolonel Alex Kawilarang. Merasa kedudukan terdesak, sisa-sisa pasukan Andi Aziz Koninklijk Leger (KL), yaitu pasukan Belanda yang personilnya berasal dari orang-orang Belanda dan Koninjlijk Nederland Indesh Leger (KNIL) yaitu pasukan Belanda yang personilnya berasal dari orang Indonesia yang dipimpin oleh Mayjen Sceffeleaar, pada tanggal 8 Agustus 1950, meminta perundingan tersebut disetujui untuk menghentikan tembak-menembak dan dalam waktu dua hari pasukan Koninjlijk Leger (KL) dan Koninjlijk Nederland Indesh Leger (KNIL) harus sudah meninggalkan Makasar.

D. APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan / negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.

E. RMS (Republik Maluku Selatan)

Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.

F. PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut:Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer tersebut. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.

Penumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.