BAB I - POLHUKAM - Kementerian Koordinator Bidang … · dari ancaman konflik horizontal maupun...

80

Transcript of BAB I - POLHUKAM - Kementerian Koordinator Bidang … · dari ancaman konflik horizontal maupun...

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koordinasi di bidang politik, hukum dan keamanan memiliki peran yang strategis

dalam memperkokoh ketahanan bangsa dan negara serta keutuhan atau integritas nasional

dari ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa.

Bila pada tahun pertama RPJMN 2015-2019 fokus pemerintah pada peletakan fondasi

utama pembangunan, maka pada tahun kedua fokus pemerintah sebagai tahun percepatan

pembangunan nasional. Hal tersebut dilakukan tidak lain untuk mewujudkan Nawacita yang

merupakan konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan

berkepribadian yang memerlukan kerja nyata. Dimulai dengan pembangunan pondasi dan

dilanjutkan dengan upaya percepatan di berbagai bidang.

Pencapaian kinerja tidak pernah lepas dari permasalahan dan tantangan kedepan yang

mengindikasikan perlunya upaya perbaikan dan penyempurnaan kinerja organisasi.

Permasalahan bidang politik, hukum dan keamanan baik dalam tataran nasional maupun

dalam tataran regional dan global yang dalam pengelolaannya memerlukan koordinasi,

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 2

khususnya selama tahun 2016 tidaklah ringan sebagaimana kejadian dan fakta – fakta

permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah.

Iklim demokrasi dan reformasi memberi dampak kepada tumbuhnya ekspektasi

masyarakat yang semakin tinggi dan dinamis terhadap tata kelola pemerintahan yang

semakin baik. Pemenuhan hak warga negara yang berkaitan dengan prinsip demokrasi,

keadilan, rasa aman serta kesejahteraan membutuhkan kestabilan bidang politik, hukum

dan keamanan. Disamping itu dinamika globalisasi lingkungan strategis mempengaruhi

situasi keamanan secara nasional, sehingga perlu langkah-langkah antisipasi melalui

koordinasi semua unsur secara solid dan efektif.

Setelah berakhirnya tahun 2016 maka capaian kinerja perlu dilaporkan sehingga

menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi

pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang

mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan – kegiatan sesuai

dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Hasil pencapaian kinerja yang disusun

dalam bentuk laporan merupakan amanat dari Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 29

Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan

setiap instansi pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa

Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas

Kinerja.

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kemenko Polhukam menyelenggarakan

koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan

pemerintah di bidang politik, hukum dan keamanan. Tugas ini dilaksanakan melalui

penyelenggaraan Rapat Koordinasi, meliputi Rapat Koordinasi Paripurna Tingkat Menteri

(RPTM), Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) baik

Tingkat Menteri atau Tingkat Eselon I, Rapat Kelompok Kerja (Pokja), Desk, pemantapan,

monitoring dan evaluasi kebijakan, Forum Koordinasi, Fokus Group Discussion, Workshop,

Tim Kerja dan lain sebagainya yang menghasilkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan

oleh Menko kepada Presiden/Wakil Presiden, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 3

B. Kelembagaan Kemenko Polhukam

1. Tugas tan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2015 tentang Kementerian

Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan bahwa Kementerian Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Adapun tugas dari Kemenko Polhukam ialah menyelenggarakan koordinasi,

sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah

di bidang politik, hukum dan keamanan. Dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan

tersebut, Kemenko Polhukam melakukan fungsi sebagai berikut:

a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan

K/L yang terkait dengan isu di bidang politik, hukum dan keamanan;

b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang politik,

hukum dan keamanan;

c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kemenko Polhukam;

d. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kemenko Polhukam;

e. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenko Polhukam; dan

f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.

Untuk mendukung pelaksananaan tugas dan fungsi, kemenko Polhukam

mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga sebagai berikut:

a. Kementerian Dalam Negeri;

b. Kementerian Luar Negeri;

c. Kementerian Pertahanan;

d. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

e. Kementerian Komunikasi dan Informatika;

f. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;

g. Kejaksaan Agung;

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 4

h. Badan Intelijen Negara;

i. Tentara Nasional Indonesia;

j. Kepolisian Negara Republik Indonesia;

k. Instansi lain yang dianggap perlu.

2. Struktur Organisasi

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

(Kemenko Polhukam) diatur pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan

Keamanan RI No 4 Tahun 2015. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dibantu oleh 8

(delapan) Pejabat Eselon I-a yang terdiri dari Sekretaris Menko Polhukam dan 7 (tujuh) Deputi yang

dengan susunan:

a. Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri;

b. Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri;

c. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia;

d. Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara;

e. Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat;

f. Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa;

g. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur;

Selain dibantu pejabat Eselon I-a, Menko Polhukam juga dibantu oleh Staf

Ahli dan Staf Khusus setingkat Eselon I-b dengan susunan:

a. Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi;

b. Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional;

c. Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman ;

d. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi;

e. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan

f. Staf Khusus sebanyak 3 (tiga) orang;

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 5

Adapun skema struktur organisasi di Kemenko Polhukam sebagai berikut:

Selain para Pejabat Eselon I di atas, terdapat 39 (tiga puluh sembilan) Pejabat Eselon II,

terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Asisten Deputi dan 7 (tujuh) Sekretaris Deputi, dengan masing-

masing Deputi membawahi Sekretaris Deputi dan 4 (empat) Asisten Deputi, dan 3 (tiga) Kepala Biro

berada di bawah Sesmenko Polhukam. Dalam rangka pengawasan internal, Menko Polhukam

dibantu Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang dipimpin oleh Inspektur.

Hal ini sesuai dengan hasil pelaksanaan penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja (OTK)

Kemenko Polhukam sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 43 Tahun 2015

tentang Kemenko Polhukam. Pelaksanaan penyempurnaan OTK juga menghasilkan perubahan

nomenklatur beberapa Eselon I, II, III dan IV untuk menjawab tantangan ke depan sesuai isu yang

berkembang di bidang politik, hukum dan keamanan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 18

Tahun 2011, Kemenko Polhukam membawahi secara administratif 2 (dua) Sekretariat Komisi, yaitu

Sekretariat Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dan Sekretariat Komisi Kepolisian Nasional.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 6

BBAABB IIII

PPEERREENNCCAANNAAAANN DDAANN PPEERRJJAANNJJIIAANN KKIINNEERRJJAA

A. RPJMN 2015-2019

RPJMN 2015 – 2019 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh

di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetetif perekonomian

berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta

kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 periode ke III merupakan

penjabaran dari program-program yang tertuang dalam visi-Misi Presiden/Wakil Presiden

yang disebut Nawa Cita (Sembilan Agenda Prioritas). Sembilan Agenda tersebut ialah

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan

rasa aman pada seluruh warga negara, melalui pelaksanaan politik luar negeri

bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan

negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati

diri sebagai negara maritime;

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 7

yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas

pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi

dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian,

pemilu, dan lembaga perwakilan;

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa

dalam kerangka negara kesatuan;

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakkan

hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas

pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”, wajib belajar 12

tahun bebas pungutan;

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar international, sehingga

bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya;

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis

ekonomi domestic;

8. Melakukan revolusi karakter bangsa, melalui kebijakan penataan kembali kurikulum

pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan;

9. Memperteguh Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, melalui

kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang

dialog antarwarga;

Adapun strategi yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019 terdiri dari 4 bagian utama

yang merupakan turunan dari Nawa Cita yaitu:

1. Norma Pembangunan

2. Tiga Dimensi Pembangunan

3. Kondisi Perlu agar pembangunan dapat berlangsung

4. Program-Program Quick Wins

Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari strategi pembangunan memuat

sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019. Adapun Agenda

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 8

dari Dimensi Pembangunan ialah:

Agenda I : Pembangunan Nasional

Agenda II : Pembangunan Bidang

Agenda III : Pembangunan Wilayah

Selain dari pada 3 dimensi pembangunan dalam strategi Pembangunan RPJMN

2015-2019, terdapat kondisi perlu yang telah dijabarkan yaitu Kepastian dan Penegakan

Hukum; Keamanan dan Ketertiban; Politik dan Demokrasi, dan; Tata Kelola dan Reformasi

Birokrasi

Kemenko Polhukam bertanggung jawab dalam lingkup koordinasi peningkatan

kepastian dan penegakan hukum, politik dan demokrasi, keamanan dan ketertiban serta

Tata kelola dan Reformasi Birokrasi. Sasaran pembangunan nasional yang terkait dengan

tugas dan fungsi Kemenko Polhukam dalam penguatan demokrasi adalah tercapainya

indeks demokrasi pada angka 72,82; pada keamanan dan ketertiban ialah tercapainya nilai

MEF sebesar 50,45 % dan tercapainya Penyelesaian sengketa informasi publik 84,37 %

selama tahun 2016.

B. Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019

Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

tahun 2015-2019 ditetapkan melalui Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019

mencakup Visi, Misi, Kebijakan, Program dan Indikator Kinerja. Rencana Strategis ini

berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun

2015 sampai dengan tahun 2019, dengan memperhitungkan analisis situasi, kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman serta isu-isu strategis.

1. Visi tan Misi

Sejalan dengan visi dan misi Kabinet Kerja serta tugas dan fungsi Kemenko Polhukam

yang diselaraskan dengan tingkat capaian pembangunan bidang politik, hukum dan

keamanan, maka Kemenko Polhukam menetapkan visi

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 9

Guna mewujudkan visi tersebut, Kemenko Polhukam menetapkan Misi yang

diharapkan menjadi arah pelaksanaan kegiatan demi terwujudnya Visi yang telah

ditetapkan yaitu:

2. Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam koordinasi kebijakan bidang Politik, Hukum dan

Keamanan ialah

3. Sasaran Strategis

Dalam rangka mencapai tujuan Kemenko Polhukam, maka disusunlah sasaran

strategis beserta indikator untuk lima tahun kedepan yaitu:

Terciptanya koordinasi yang efektif untuk mewujudkan keamanan

nasional dan kedaulatan wilayah dalam masyarakat yang demokratis

berlandaskan hukum

Meningkatkan kualitas koordinasi perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan, dan pengendalian kebijakan di bidang politik, hukum

dan keamanan

a. Tercapainya efektifitas sinkronisasi dan koordinasi

perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan

bidang poltik, hukum dan keamanan;

b. Meningkatnya Kapasitas kelembagaan Kemenko Polhukam

dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang

polhukam;

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 10

4. Arah Kebijakan

Dalam kerangka pencapaian visi jangka panjang, yakni Indonesia yang mandiri, maju,

adil dan makmur, RPJPN 2005-2025 mengamanatkan bahwa RPJMN ke-3 periode 2015-

2019 diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan

menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber

daya alam yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Sebagaimana disebutkan dalam buku 1 RPJMN 2015-2019, bahwa terdapat

tantangan utama pembangunan yang dapat dapat dikelompokkan;

1. Dalam rangka meningkatkan wibawa negara, tantangan utama

pembangunan mencakup peningkatan stabilitas dan keamanan negara,

pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan

efisien, serta pemberantasan korupsi;

2. Dalam rangka memperkuat sendi perekonomian bangsa, tantangan utama

pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan,

percepatan pemerataan dan keadilan, serta keberlanjutan pembangunan;

3. Dalam rangka memperbaiki krisis kepribadian bangsa termasuk intoleransi,

tantangan utama pembangunan mencakup peningkatan kualitas sumberdaya

manusia, pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan

pembangunan kelautan.

a. Semakin mantapnya reformasi birokrasi dan tata kelola

b. Terwujudnya penegakan hukum

c. Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi

d. Terciptanya stabilitas keamanan

e. Terciptanya Koordinasi/Konsolidasi pengarusutamaan wawasan

kebangsaan dan karakter bangsa

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 11

Selanjutnya untuk menunjukkan prioritas pembangunan, pada jalan perubahan

menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan

berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan

agenda prioritas itu disebut NAWA CITA. Untuk mencapai Visi dan terlaksana serta

tercapainya agenda pembangunan nasional 2015-2019 maka sasaran utama Pembangunan

adalah:

1. Sasaran Makro;

2. Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat;

3. Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan;

4. Sasaran Dimensi Pemerataan;

5. Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah; dan

6. Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.

Kemenko Polhukam berperan strategis dalam rangka mendukung dimensi

pembangunan nasional yaitu, dimensi pembangunan manusia, dimensi sektor unggulan

serta dimensi pemerataan antar kelompok dan antar wilayah. Prakondisi yang harus

diwujudkan adalah :

1. Kepastian dalam penegakan hukum

2. Rasa aman dan terciptanya ketertiban dalam masyarakat

3. Kondisi politik yang sehat dan demokrasi yang substansial serta

4. Dukungan birokrasi yang profesional sebagai cerminan dari kesuksesan

implementasi reformasi birokrasi

5. Terlaksananya Konsolidasi Pengarusutamaan Wawasan Kebangsaan dan

Karakter Bangsa.

C. Perjanjian Kinerja 2016

Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen pimpinan yang

merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam

rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 12

dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk meningkatkan

akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur sebagai wujud nyata komitmen antara

penerima amanah sebagai dasar penilaian keberhasilan/ kegagalan pencapaian tujuan dan

sasaran organisasi, menciptakan tolak ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur,

dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan punishment atau sanksi

Tabel II.1 Perjanjian Kinerja Tahun 2016

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target

(1) (2) (3)

Meningkatnya

Kualitas Demokrasi

tan Diplomasi

Intonesia

1. Indeks Demokrasi Indonesia

2. Persentase Peningkatan daya tangkal Masyarakat dari pengaruh teroris

3. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

73,6

30%

60%

Meningkatnya

Supremasi Hukum tan

Pemajuan HAM

1. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)

2. Indeks Persepsi Korupsi 3. Indeks Pembangunan Hukum

3.65

40

0,68-0,70

Terwujutnya

Stabilitas Keamanan

1. Skala Minimum Essential Forces (MEF)

2. Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional

3. Jumlah Kejadian Terorisme

51,20%

38%

0

Meningkatnya

Pentayagunaan

Aparatur tan Tata

Kelola

Kepemerintahan.

1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi

2. Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik K/L Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik Provinsi

58% 35%

53,5%

51,5%

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 13

BBAABB IIIIII

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian RPJMN 2015-2019 Bitang Polhukam Tahun 2016

Kemenko Polhukam mempunyai peran strategis sebagai katalisator maupun

fasilitator bagi Kementerian/Lembaga teknis yang menjadi wilayah koordinasi, dalam

mewujudkan sasaran yang diamanahkan dalam RPJMN 2015-2019 serta pemecahan

masalah yang bersifat mendesak. Hal ini dilakukan melalui tugas dan fungsi koordinasi,

sinkronisasi dan rekomendasi perumusan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan

yang diemban oleh Kemenko Polhukam. Beberapa percepatan pembangunan nasional di

bidang politik, hukum dan keamanan menjadi agenda strategis pemerintah yang dicapai

dalam dua tahun ini sebagai bagian dari perwujudan Nawacita. Kementerian Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai pemegang otoritas

koordinasi, pengendalian dan sinkronisasi Kementerian dan Lembaga terkait di sektor

politik, hukum dan keamanan, telah melakukan beberapa percepatan di berbagai bidang

terkait ruang lingkup Politik, Hukum, dan Keamanan.

Secara umum capaian indikator kinerja tahun 2016 menunjukkan adanya

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 14

perkembangan yang cukup signifikan karena hampir semua hasil realisasi indikator kinerja

yang telah ditetapkan untuk tahun 2016 telah mencapai target hingga melampaui target.

Pencapaian ini akan terus ditingkatkan lagi oleh Kemenko Polhukam dalam upaya

mempersiapkan langkah-langkah strategis yang dapat diambil bagi pencapaian target

RPJMN berikutnya. Selain itu dibutuhkan komitmen dan kerja keras bersama jajaran

Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dalam mencapai target-

target RPJMN bidang politik, hukum dan keamanan pada tahun-tahun mendatang.

Di bidang politik beberapa capaian selama dua tahun terakhir ini: pertama,

konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan kekuatan politik di parlemen, sehingga

program-program pemerintah dapat berjalan dengan efektif karena didukung oleh DPR.

Pemerintah telah mampu untuk melakukan suatu komunikasi politik yang cukup sehat,

komunikasi politik yang cukup kondusif, komunikasi politik yang bersifat soft approach,

sehingga berhasil untuk melakukan konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan

kekuatan politik di parlemen; kedua, Terobosan politik berupa Pilkada Serentak di tahun

2015 berlangsung sukses dengan angka partisipasi pemilih sebesar 69,6 persen; ketiga,

Indeks Demokrasi Indonesia pada 2015 ialah 72,82 jika diukur dengan indikator dan variabel

yang sama dengan Tahun 2014 yang saat itu mencapai angka 73,04;

Di bidang hukum, capaian selama kurun waktu 2 tahun adalah, pertama, Deregulasi

Peraturan Daerah dengan mencabut 3.143 Perda-Perda bermasalah; kedua, Kinerja

Kepolisian semakin membaik dengan indikator menurunnya angka kejahatan dari 373.636

pada 2015 menjadi 165.147 pada 2016 (per Juni) dan angka kecelakaan lalu lintas menurun

secara signifikan baik jumlah kecelakaan maupun korban, pada 2016 turun menjadi 1.947

kasus dari sebelumnya di tahun 2015 sebanyak 2.228 kasus; ketiga, Kejaksaan Agung

berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp. 14,2 triliun selama Januari-

September 2016; keempat, Program Tax Amnesty sebagai terobosan bidang hukum

perpajakan hingga bulan Oktober telah berhasil meraih angka tebusan sebesar Rp 97,15

triliun atau sebesar 60% dari target Rp165 triliun; kelima, Penangkapan buronan koruptor

yaitu Samadikun Hartono (kasus BLBI 1998) di Cina pada 14 April 2016, Totok Ary Prabowo

(mantan Bupati Temanggung) di Kamboja pada 12 September 2015 dan Hartawan Aluwi

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 15

(Kasus Bank Century) di Singapura pada 22 April 2016. Keenam, Meluncurkan Paket

Kebijakan Reformasi Hukum Tahap I yaitu a. Pemberantasan pungutan liar; b.

Pemberantasan penyelundupan; c. Percepatan pelayanan SIM, STNK, dan BPKB; d. Relokasi

lapas yang telah over-capacity; e. Perbaikan layanan hak paten merk dan desain; ketujuh,

Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (SATGAS SABER PUNGLI) melalui

Perpres Nomor 87 Tahun 2016 sebagai bagian dari realisasi Paket Reformasi Hukum Tahap

Pertama.

Di bidang keamanan yang dicapai dalam 2 tahun ini antara lain: Pertama,

Pembangunan di wilayah perbatasan dengan mendirikan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara

(PLBN) dan sarana penunjangnya; kedua, Pencegahan radikalisme dan terorisme dengan

melumpuhkan teroris Poso dan berhasil menewaskan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur

(MIT) Santoso, serta menangkap tersangka teroris sebanyak 170 orang; ketiga, Pembebasan

WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf melalui jalur diplomatis. Dinamika permasalahan

nasional meliputi penegakan HAM, penataan hukum, pembentukan Badan Siber dan Crisis

Center serta pemberantasan terorisme dan narkoba. dalam mengatasi permasalahan di

bidang politik, hukum dan keamanan diperlukan upaya koordinasi dan sinkronisasi serta

pengendalian kebijakan Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2016

Pengukuran tingkat capaian kinerja Kemenko Polhukam dilakukan dengan

membandingkan target kinerja yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja dengan realisasi

dari indikator Sasaran Strategis. Secara garis besar, tingkat capaian kinerja Kemenko

Polhukam pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 16

Tabel III.1 Capaian Kinerja Tahun 2016 Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target

2016

Realisasi %

Capaian

2016

2014 2015 2016

(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8)

Meningkatnya

kualitas temokrasi

tan tiplomasi

Intonesia

a) Inteks Demokrasi

Intonesia

b) Persentase

peningkatan taya

tangkal Masy. Dari

pengaruh teroris

c) Penyelesaian

Sengketa Informasi

Publik

73,6

30%

60%

63,72

n.a

9,08%

73,04

n.a

132,39

72,82

36%

84,37%

98,94

120%

140,61%

Meningkatnya

Supremasi Hukum

tan Pemajuan

HAM

a) Inteks Perilaku Anti

Korupsi (IPAK)

b) Inteks Persepsi

Korupsi

c) Inteks Pembangunan

Hukum

3.65

40

0,68-0,70

3.4

34

n.a

3,6

36

n.a

n.a

37

n.a

n.a

123,33%

n.a

Terwujutnya

stabilitas

keamanan

a) Skala Minimum

Essential Forces

(MEF)

b) Potensi Kontribusi

Intustri Pertahanan

Nasional

c) Jumlah Kejatian

Terorisme

51,20%

38%

0

42,3

n.a

44

43,67

n.a

10

50,45%

n.a

8

98,53%

n.a

-

Meningkatnya

pentayagunaan

aparatur tan tata

kelola

kepemerintahan

a) Inteks Reformasi

Birokrasi K/L

Inteks Reformasi

Birokrasi Provinsi

b) Tk. Kepuasan

masyarakat terhatap

layanan Publik K/L

Tk. Kepuasan

masyarakat terhatap

layanan Publik

Provinsi

58%

35%

53,5%

51,5%

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

66,77%

53,33%

55,33%

39,9%

115,12%

152,37%

103,42%

77,47%

C. Evaluasi tan Analisis Capaian Kinerja tahun 2016

1. Sasaran I : Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia

Pencapaian sasaran I yaitu meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi

Indonesia diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 17

Koortinasi tan

Sinkronisasi kebijakan

bitang Poltagri

berkontribusi talam

pencapaian skor IDI

nasional 2016 sebesar

72,82

yaitu (1) Indeks Demokrasi Indonesia; (2) Persentase Peningkatan Daya Tangkal masyarakat

dari pengaruh teroris; (3) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Adapun capaian kinerja

yang telah dihasilkan sebagai berikut:

Tabel III.2 Capaian Sasaran I

Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya

kualitas temokrasi

tan tiplomasi

Intonesia

a) Indeks Demokrasi Indonesia

b) Persentase peningkatan daya tangkal masyarakat dari pengaruh teroris

c) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

73,6

30%

60%

72,82

36%

84,37%.

98,94

120%

140,61%

* Skor IDI Tahun 2015, dipublikasikan tahun 2016

a. Inteks Demokrasi Intonesia

Indonesia adalah sebuah negara besar dengan tingkat keragaman antar-daerah

yang besar pula, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, tingkat

ketimpangan pendapatan, penegakan hukum, maupum konflik komunal, dan lain-lain. Tak

pelak lagi keragaman ini juga membawa keragaman

dinamika demokrasi di tingkat lokal. Dalam konteks inilah

pengukuran demokrasi menjadi penting, khususnya

pengukuran kuantitatif yang dibangun berdasarkan data

empirik, untuk menilai kemajuan atau kemunduran

demokrasi di provinsi-provinsi di tanah air (tingkat lokal).

Adapun alat ukur obyektif yang dipakai dalam mengukur tingkat demokratis di Indonesia

dikenal dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah alat ukur obyektif dan empirik terhadap kondisi

demokrasi politik provinsi di Indonesia. IDI merupakan pengukuran yang country specific,

yang dibangun dengan latar belakang perkembangan sosial-politik Indonesia. Oleh karena

itu dalam merumuskan konsep demokrasi maupun metode pengukurannya IDI

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 18

mempertimbangkan kekhasan persoalan Indonesia. Pengumpulan data IDI

mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling

melengkapi. Tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar yang

telah disepakati yaitu surat kabar yang berada pada masing-masing provinsi dengan jumlah

oplah terbanyak, dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan/keputusan kepala

daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Tahap kedua temuan-temuan tersebut

kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui fokus group discussion (FGD). FGD bertujuan

untuk menggali kasus-kasus yang tidak tertangkap pada koding surat kabar maupun koding

dokumen. Selanjutnya pada tahap

ketiga data-data yang masih perlu

klarifikasi dilakukan wawancara

mendalam dengan narasumber

yang kompeten memberikan

informasi tentang indikator IDI yang

diklarifikasi.

Sejak tahun 2010, Kemenko

Polhukam bertanggungjawab dalam pencapaian targt RPJM yaitu peningkatan nilai IDI

yang dapt menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi. Dalam

pelaksanaannya, Kemenko Polhukam tidak hanya menyediakan anggaran operasional

pengukuran indeks demokrasi yang secara teknis dilaksanakan oleh BPS selaku

penyelenggara survei nasional. Kemenko Polhukam juga mengoordinasikan,

menyinkronkan dan mengendalikan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas

demokrasi hingga tingkat daerah melalui rekomendasi kebijakan yang disampaikan kepada

K/L terkait. Selain itu Kemenko Polhukam juga melakukan analisa dan supervisi secara

langsung proses peningkatan kualitas demokrasi bagi daerah-daerah yang masuk dalam

kategori perlu perbaikan.

IDI 2015 memperkenalkan dua indikator baru yaitu indikator 25 “Kebijakan pejabat

pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh Keputusan PTUN” menggantikan

indikator lama “Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 19

calon/parpol tertentu” serta indikator 26 “Upaya penyediaan informasi APBD oleh

pemerintah daerah” menggantikan indikator “Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam

kegiatan politik parpol dan pemilu legislative”. Hal ini ditujukan agar IDI dapat lebih sensitif

menangkap peristiwa yang dapat menunjukan kualitas Peran Birokrasi Pemerintah Daerah.

Kualitas demokrasi Indonesia dalam IDI digolongkan ke dalam tiga kategori: “buruk”

jika capainnya kurang dari 60, “sedang” jika capaiannya berkisar dari 60-80 dan “baik” jika

capaiannya 80 ke atas. Adapun tingkat skor IDI selama 7 tahun berturut-turut adalah

sebagai berikut

Grafik III.1 Inteks Demokrasi Intonesia 2009 – 2015

Perkembangan IDI dari 2009 hingga 2015 mengalami fluktuasi yaitu pada 2009

sebesar 67,3; 2010 sebesar 63,17; 2011 sebesar 65,48; 2012 sebesar 62,63; 2013 sebesar

63,72, 2014 sebesar 73,04 dan pada 2015 sebesar 72,82. Fluktuatifnya angka IDI

merupakan cermin situasi dinamika demokrasi di negara kita. Gambaran demokrasi yang

ditunjukkan hasil IDI selama tujuh tahun pengukuran juga memperlihatkan pola yang

konsisten. Sungguhpun struktur (structure) dan perangkat aturan (rule) sebagai prosedur

demokrasi telah disediakan relatif baik oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya

kurang ditopang oleh kultur (culture) berdemokrasi yang baik. Dalam kaitan inilah “urgensi

untuk melakukan penguatan kultur politik” menemukan konteksnya yang signifikan; selain

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 20

juga meningkatkan kapasitas lembaga demokrasi.

Angka IDI 2015, yang dipublikasikan pada tahun 2016 merupakan indeks komposit

yang disusun dari tiga nilai aspek yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan

aspek lembaga demokrasi. Pada grafik menunjukkan nilai aspek kebebasan sipil sebesar

82,62; aspek hak-hak politik sebesar 63,72; dan dan aspek lembaga demokrasi sebesar

75,81. Secara umum tren capaian IDI nasional tersebut mengindikasikan bahwa aspek

kebebasan sipil di Indonesia selama tujuh tahun terakhir ini tergolong baik, dengan indikasi

ancaman terhadap kebebasan sipil secara umum relatif kecil. Terbukanya ruang-ruang

publik dan aturan-aturan yang ditetapkan terlihat cukup efektif dalam memastikan bahwa

negara tidak menginjak hak-hak sipil warganegara. Hak-hak politik warganegara juga

secara umum terpenuhi walaupun masih belum memuaskan. Demikian pula lembaga-

lembaga demokrasi secara prosedural berjalan cukup baik meskipun belum sepenuhnya

menjadi representasi yang efektif dan memuaskan bagi warga negara. Dalam

mengekspresikan ketidakpuasan ini, tampak pula bahwa warganegara menggunakan

keterbukaan ruang publik dengan antusias sebagaimana tampak dari banyaknya partisipasi

dalam pengawasan penyelenggaraan negara, meskipun ekspresinya sering berakhir dengan

kekerasan yang justru tidak demokratik.

Adapun tren aspek kebebasan sipil dapat dilihat pada grafik berikut

Grafik III.2. Tren Aspek Kebebasan Sipil 2009 -2015

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 21

Berbeda dengan aspek Kebebasan Sipil, aspek Hak-hak Politik secara konsisten

memiliki capaian yang rendah selama lima tahun (2009-2013). Pada 2014 capaian variabel

Hak Memilih dan Dipilih melonjak sangat tinggi dan bertahan pada capaian yang sama di

tahun 2015, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik III.3.

Grafik III.3 Tren Aspek Hak-hak Politik 2009-2015

Sementara itu, capaian aspek Lembaga Demokrasi selama enam tahun terakhir

paling fluktuatif dibandingkan dua aspek lainnya. Selain berfluktuasi, juga terjadi tren

pengelompokkan yang jelas diantara variabel-variabel di aspek ini, sebagaimana

ditunjukkan oleh Grafik 1.5. berikut ini

Grafik III.4 Tren Aspek Lembaga Demokrasi 2009 -2015

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 22

Pada grafik 1.5. menunjukkan, dua variabel yakni: Peran DPRD dan Peran Partai

Politik memiliki persoalan kronik sehingga sampai pada pengukuran tahun 2015 empat

indikator yang terdapat di dalamnya masih tetap memiliki capaian kinerja dengan kategori

"buruk", yaitu: Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan (Indikator 20); Perda Inisiatif

DPRD (Indikator 21); Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif (Indikator 22); dan Kegiatan

Kaderisasi yang Dilakukan oleh Partai Politik Peserta Pemilu (Indikator 23).

Ada sejumlah hal yang dapat dibaca dari perkembangan demokrasi di Indonesia,

khususnya bila didasarkan pada gambaran yang ditampilkan oleh IDI selama tujuh tahun

berturut-turut, sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015

1. Mayarakat sipil Indonesia memiliki modalitas berdemokrasi yang cukup kuat. Hal ini

tercermin dari nilai-nilai yang selalu konsisten tinggi dan merata di antara variabel

dan indikator pada aspek kebebasan sipil sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015.

Meskipun ada dinamika pada masyarakat, seperti ancaman/penggunaan kekerasan

oleh masyarakat lainnya untuk berpendapat, tapi ancaman ini tidak bersifat sangat

besar dan berskala nasional, melainkan hanya bersifat lokal. Masyarakat indonesia

bisa dikatakan telah cukup matang menyikapi gangguan terhadap kebebasan

kelompok lain dalam menjalankan hak-hak sipil mereka. Pemerintah juga telah

memiliki kebijakan dan mekanisme terhadap ancaman/penggunaan kekerasan

2. Berdasarkan hasil IDI, pemerintah perlu mencari cara-cara terbaik untuk melakukan

intervensi kebijakan dan anggaran agar terjadi penguatan yang signifikan pada

lembaga-lembaga demokrasi, terutama pada peran partai politik dan peran DPRD.

Sejak IDI 2009, ada konsistensi pada rendahnya nilai IDI terkait peran parpol dan

peran DPRD. Peran parpol dan peran DPRD sangat berkaitan, karena DPRD

merupakan cermin dari kapasitas parpol di daerah. UUD 1945 memberikan peran

penting pada parpol sebagai instrumen utama bagi masyarakat untuk

mengartikulasikan aspirasi politiknya.

3. Hal lain yang secara konsisten menunjukan hasil yang kurang memuaskan adalah

peran Partai Politik (Parpol) dan DPRD. Kaderisasi Parpol hanya terlihat dilakukan

pada tahun 2012 yaitu dua tahun sebelum Pemilu Legislatif 2014. Seyogyanya

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 23

kaderisasi dapat terus dilakukan tanpa melihat apakah itu tahun Pemilu atau bukan

sehingga kader-kader yang dihasilkan cukup matang dan paham akan fungsi serta

tugas mereka kelak setelah terpilih. Secara tidak langsung hal ini berkontribusi pada

rendahnya capaian Peran DPRD yang ditunjukan pada rendahnya alokasi anggaran

kesehatan/pendidikan, jumlah perda inisiatif, dan rekomendasi kepada eksekutif

sebagai ukuran upaya memperjuangkan kebutuhan masyarakat yang menjadi

konstituen di wilayah masing-masing.

4. Pada aspek hak hak politik tetap masih ada problematik yang cukup serius, yakni

pada partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, khususnya

pada indikator demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan. Peran perempuan dalam

politik di tingkat provinsi perlu ditingkatkan agar memiliki tingkat elektabilitas yang

makin tinggi untuk masuk ke dalam lembaga perwakilan di DPRD. Dua hal ini secara

merata masih rendah nilainya di dalam IDI 2015

Berangkat dari hasil IDI 2009-2015 secara umum beberapa langkah yang dapat

diambil adalah:

- Melakukan pendidikan politik, terutama yang berkaitan dengan etika politik, hak-

hak dan kewajiban warganegara serta partisipasi yang berkualitas

- Memastikan terjadinya proses kaderisasi yang baik dalam partai-partai politik

sehingga dapat menghasilkan politisi-politisi yang berintegritas dan kompeten

- Meningkatkan kompetensi politisi yang duduk di parlemen sehingga mampu

menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan serta aspirasi warganegara yang

mereka wakili

- Memperbaiki sistem proses dan prosedur dalam lembaga legislatif untuk

memastikan capaian kinerja yang berkualitas

Dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi. Masyarakat sipil memiliki peran

yang sangat penting. Nilai-nilai yang perlu ada dan dipelihara dalam kehidupan demokrasi

seperti toleransi, nondiskriminasi dalam segala hal, akan menjadi modal utama Indonesia

untuk bergerak menuju demokrasi yang lebih substansial. Pemerintah berperan untuk

memastikan bahwa hak-hak konstitusional warganegara terlindungi.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 24

Peran koortinasi bitang kesatuan

bangsa sangat penting sebagai

koortinator K/L terkait talam

memperkokoh persatuan tan

kesatuan bangsa, keutuhan, tan

integritas nasional tari ancaman

konflik horizontal maupun

vertikal yang mengarah pata

tisintegrasi bangsa, serta

ancaman terorisme.

b. Persentase Peningkatan Daya Tangkal Masyarakat tari Pengaruh Teroris

Kondisi obyektif bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, agama, dan

kultur yang merupakan aset dan kekayaan bangsa, secara alamiah memiliki kerawanan

yang dapat berkembang menjadi potensi konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.

Untuk itu, diperlukan upaya pemantapan

pemahaman masyarakat tentang pentingnya

toleransi, saling percaya, dan membangun

harmonisasi antar kelompok masyarakat melalui

komunikasi sosial yang intensif. Dalam hal ini

peran pemerintah menjadi sangat penting dan

strategis untuk mengembangkan kehidupan

masyarakat yang lebih harmonis. Dalam upaya

tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai

tantangan, diantaranya adalah radikalisme dan terorisme.

Guna menghadapi berkembangnya ideologi radikal dan pengaruh-pengaruh lain

yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan, diperlukan pemantapan aktualisasi nilai-

nilai Pancasila dalam kehidupan setiap warga negara dan komponen penyelenggara negara

agar dapat menjadi filter terhadap pengaruh-pengaruh negatif tersebut. Untuk itu, perlu

memposisikan Pancasila sebagai salah satu pusat kekuatan strategis bangsa,

penyelenggaraan program pendidikan, pencerahan dan pengayaan nilai-nilai Pancasila

sebagai way of life, serta mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan Nawacita Kebinet Kerja pada nomor 1 yaitu menghadirkan kembali

negara untuk melintungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga

negara. Untuk itu, berbagai program dan kegiatan diantaranya peningkatan daya tangkal

masyarakat diperkuat dari pengaruh terorisme.

Perang melawan terorisme tidak mungkin dimenangkan tanpa partisipasi

masyarakat. Aksi teror itu sendiri berawal dari rangkaian kegiatan yang dilakukan di

tengah-tengah aktivitas masyarakat sehari-hari. Bila gejala awal terorisme dapat dieliminir,

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 25

maka tindakan terorisme dapat dicegah. Oleh karena itu, pemerintah mendorong

partisipasi publik seoptimal mungkin agar masyarakat dengan cara sendiri-sendiri ataupun

bersama-sama memerangi terorisme dalam batas-batas kerangka hukum yang berlaku.

Perlu dibangun spirit dan komitmen bersama secara nasional dalam upaya memerangi

terorisme melalui pencerahan dan penyebarluasan nilai-nilai kedamaian dan toleransi

serta kerukunan umat beragama.

Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019, fenomena terorisme masih akan

menjadi persoalan serius bagi Indonesia, terutama apabila tidak ada strategi dan tindakan-

tindakan mendasar untuk mengatasinya. Ancaman terorisme bukan saja tertuju pada

keamanan masyarakat, melainkan langsung membahayakan ideologi bangsa yakni

Pancasila sebagai konsensus dasar bangsa Indonesia, juga kepada UUD 1945, NKRI dan

Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu salah satu elemen kunci untuk menanggulangi terorisme

adalah melalui upaya pencegahan dengan meningkatkan daya tangkal (ketahanan)

masyarakat dari pengaruh teroris.

Sejalan dengan itu, peran koordinasi bidang kesatuan bangsa sangat penting

sebagai koordinator K/L terkait dalam kegiatannya menjaga persatuan dan kesatuan

bangsa bersama komponen bangsa lainnya, pemersatu bangsa agar cinta tanah air dalam

wadah NKRI. Koordinasi bidang kesatuan bangsa antara lain memiliki peran strategis dalam

memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan dan integritas nasional dari

ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa, serta

ancaman terorisme.

Salah satu parameter untuk dapat mengukur daya tangkal masyarakat terhadap

pengaruh teroris adalah melalui instrumen ideologis dan dimungkinkan untuk mengetahui

daya tangkal masyarakat tersebut melalui kebijakan, program, kegiatan, serta berbagai

forum yang selama ini sudah dikembangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah,

khususnya melalui pendekatan sosial budaya, agama, wawasan kebangsaan dan bela

negara.

Berdasarkan hasil koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian yang dilakukan oleh

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terhadap K/L terkait atas

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 26

hasil pencapaian peningkatan daya tangkal masyarakat dari ideologi radikal, sesuai dengan

data dari BNPT pada tahun 2016 adalah sebesar 117 %. Apabila dibandingkan baseline

tahun 2014 sebesar 85,89 %, sehingga prosentase peningkatannya adalah sebesar 36 %

(melebihi target tahun 2016 yaitu 30 %).

Disamping capaian tersebut, berkenaan dengan penanganan terorisme, pemerintah

melalui lembaga terkait sudah berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk

menangkalnya melalui pembentukan dan pemberdayaan forum-forum diantaranya Forum

Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Koordinasi Pemberantasan Terorisme

(FKPT), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pusat Pendidikan Wawasan

Kebangsaan (PPWK). Adapun data terkait dengan keberadaan forum-forum tersebut

adalah sebagai berikut:

Tabel III. 3 Daftar Forum yang tibentuk pemerintah

NO. NAMA FORUM PROVINSI % PROVINSI KAB/KOTA % KAB/KOTA

1. FKPT 32 94 % tidak membentuk

2. FKDM 34 100 % 426 82 %

3. FKUB 34 100 % 500 97 %

4. PPWK 28 82 % 53 10 %

Rata-rata 94 % 63 %

Sumber: Kemendagri, Kemenag, dan BNPT (2016)

Forum-Forum tersebut dibentuk dan difasilitasi oleh pemerintah, namun secara

keanggotaan yang terlibat dan berperan adalah masyarakat dalam hal ini tokoh-tokoh

masyarakat. Selama ini forum-forum tersebut telah berupaya untuk mensosialisasikan dan

mengembangkan pemahaman tentang Empat Konsensus Dasar Bangsa serta menyebarkan

semangat kerukunan, toleransi, kewaspadaan dini, serta semangat pemberantasan

terorisme.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 27

Foto: Menko Polhukam menyampaikan

Sambutan pada Kegiatan Forum Koordinasi

dan Sinkronisasi Kewaspadaan Nasional,

Cirebon, 29 September 2016

Dalam kerangka pencapaian kinerja,

apabila peningkatan daya tangkal

masyarakat terhadap pengaruh terroris

juga diukur melalui forum yang telah

terbentuk dan terbina, maka rata-rata

capaian kinerjanya adalah sebesar 94 % untuk tingkat Provinsi dan 63 % untuk tingkat

Kabupaten/Kota.

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melalui koordinasi

bidang kesatuan bangsa selama ini secara aktif telah berupaya mengoordinasikan,

menyinkronisasikan dan mengendalikan berbagai forum-forum tersebut sehingga dapat

lebih berdaya sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

c. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F

disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi adanya pembentukan UU No

14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai salah satu jaminan

akses masyarakat dalam memperoleh informasi. Hal ini sangat diperlukan, mengingat hak

untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari

kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. United Nations Development

Programme (UNDP) menjelaskan bahwa transparansi menjadi salah karakteristik dari good

governance. Dengan adanya kebijakan keterbukaan informasi publik di Indonesia, maka

kini pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat

dalam menuju tata kelola pemerintahan yang baik.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 28

Pemerintahan yang terbuka (open government) merupakan salah satu fondasi

sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam pemerintahan yang terbuka, keterbukaan

informasi publik adalah salah satu keharusan karena dengan adanya keterbukaan informasi

publik, pemerintahan dapat berlangsung secara transparan dan partisipasi masyarakat

terjadi secara optimal dalam seluruh proses pengelolaan pemerintahan. Oleh sebab itu,

Kemenko Polhukam telah menjadikan sengketa informasi publik menjadi salah satu IKU

yang dianggap penting untuk mendongkrak good governance di Indonesia. Melalui Deputi

Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur, Kemenko Polhukam melakukan

koordinasi dalam rangka menindaklanjuti sengketa informasi yang ada di pusat dan daerah

melalui rapat koordinasi dengan Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Daerah.

Kemenko Polhukam ikut mendorong Kementerian/Lembaga terkait untuk menyelesaikan

kasus sengketa informasi secara tuntas.

Selama Januari s/d Desember 2016, Komisi Informasi Pusat telah menerima dan

meregister permohonan penyelesaian sengketa informasi sebanyak 64 register dengan

rincian sebagai berikut:

Tabel III.4 Register Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Tahun 2016

Dari 64 kasus tersebut, sebanyak 38 berasal dari perseorangan dan 26 dari Badan

Hukum, terdapat satu permohonan yang tidak layak register karena tidak melengkapi legal

Periote Jumlah

Januari 5 register

februari 2 register

Maret 11 register

April 8 register

Mei 7 register

Juni 2 register

Juli 2 register

Agustus 4 register

September 8 register

Oktober 4 register

November 3 register

Desember 8 register

Total 64 register

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 29

standing berupa Akta Notaris, pengesahan Kemenkum & HAM dan Surat Kuasa yang

diajukan oleh pemohon LBH Jakarta selaku kuasa dari Makmud Murod/ Sri Wahyungsih

dengan termohon BPN Jakarta Barat. Rekapitulasi register sengketa yang telah diselesaikan

dari Januari - Desember 2016 sebanyak 54 register sebagai berikut :

Tabel III.5 Rekapitulasi register sengketa yang telah tiselesaikan tahun 2016

Periote Sepakat

Metiasi

Putusan

Ajutikasi

Putusan

Sela

Penetapan

Pencabutan Total

Januari - - - - 0

Februari 1 - - - 1

Maret 1 - - - 1

April 1 - - - 1

Mei - 1 - - 1

Juni - - - 1 1

Juli - 15 4 - 19

Agustus 5 1 - 3 9

September - 1 - - 1

Oktober 1 5 - 2 8

November 4 2 4 - 10

Desember - 2 - - 2

Jumlah 13 27 8 6 54

Dengan bertambahnya 64 kasus permohonan pada Januari – Desember 2016 maka

jumlah permohonan sengketa mencapai 2.684 kasus dari 2.620 kasus pada tahun 2015 dan

jumlah penyelesaian sengketa dari 816 menjadi 870, seperti tabel dibawah ini :

Tabel III.6 Penyelesaian Sengketa yang tiselesaikan pata tahun 2016

Tahun Jumlah Permohonan Jumlah yang tiselesaikan

2010 76 51

2011 419 186

2012 323 237

2013 377 125

2014 1354 123

2015 71 94

2016 64 54

Jumlah 2.683 870

Sampai dengan Desember 2016, jumlah permohonan penyelesaian sengketa

informasi yang masuk sebanyak 2684 kasus. Dari jumlah tersebut yang dapat diselesaikan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 30

sebanyak 870 kasus atau 32,41%. Bila dikonversi dengan target kinerja sebesar 60% maka

capaian target kinerja sebesar 54,02%. Khusus untuk Tahun 2016, dari 64 permohonan

sengketa, yang dapat diselesaikan sebanyak 54 kasus permohonan atau 84,37%. Apabila

dibandingkan dengan pencapaian penyelesaian sengketa pada tahun sebelumnya, maka

pada tahun 2016 merupakan pencapaian penyelesaian sengketa yang paling tinggi. Hal ini

menunjukkan sikap kesungguhan pemerintah dalam menindaklanjuti penyelesaian

sengketa informasi publik yang teregister.

2. Sasaran Strategis II : Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM

Pencapaian sasaran II yaitu meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM

yang diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukurnya

yaitu (1) Indeks Perilaku Anti Korupsi; (2) Indeks Persepsi Korupsi; (3) Indeks Pembangunan

Hukum. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut

Tabel III.7 Capaian Sasaran II

Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya

Supremasi Hukum

tan Pemajuan

HAM

a) Indeks Perilaku Anti Korupsi

b) Indeks Persepsi Korupsi

c) Indeks Pembangunan Hukum

3,65

30%

60%

-

37 -

-

123,33%

-

a. Inteks Perilaku Anti Korupsi

Peran hukum sebagai sarana pembaharuan sosial sejalan dengan Instruksi Presiden

Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Inpers

tersebut lebih menitik beratkan pada strategi pencegahan (23 butir) dibanding dengan

strategi penegakan hukum/pemberatasan. Tindakan pencegahan tidaklah populer

dibanding dengan penegakan hukum secara represif, karena pendekatan pencegahan

bekerja dalam senyap sehingga tidak diketahui oleh banyak orang. Untuk itu, penting

untuk diketahui sejauh mana sikap permisif masyarakat terhadap perilaku korupsi.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 31

Survei Perilaku Anti Korupsi atau disingkat dengan SPAK ditujukan untuk mengukur

tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku korupsi dengan menggunakan Indeks

Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dan berbagai indikator tunggal perilaku anti korupsi. Data yang

dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman

berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan

(extortion), dan nepotisme (nepotism).

Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dilakukan untuk mendapatkan gambaran sikap

responden terhadap praktek korupsi sehari-hari atau yang disebut petty corruption yang

ada di masyarakat. Selain pemerintah, unsur masyarakat sipil seperti akademisi dan LSM

juga terlibat dalam penyusunan SPAK. Tujuan dari pelaksanaan survei IPAK ini adalah untuk

memperoleh gambaran secara lengkap mengenai sejauh mana budaya zero tolerance

terhadap perilaku korupsi yang ada dalam setiap individu dilihat dari pendapat,

pengetahuan, perilaku dan pengalaman. Nilai IPAK yang semakin mendekati lima

menunjukkan bahwa masyarakat berprilaku semakin anti korupsi, yang berarti bahwa

budaya zero tolerance terhadap korupsi melekat dan terwujud dalam perilaku masyarakat.

Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat

berprilaku permisif terhadap korupsi.

IPAK dihitung tiap tahun untuk menggambarkan dinamika perilaku anti korupsi

masyarakat. IPAK Indonesia 2016 belum dapat dirilis sehubungan dengan belum selesainya

proses pengukuran dan penghitungan variable. Diharapkan pencapaiannya dapat lebih

tinggi dari capaian tahun 2015 sebesar 3,59 dalam skala 0 sampai 5. Secara prestasi,

Indonesia berhasil menekan perilaku korupsi yang kerap terjadi, meski tidak terlalu

signifikan. Nilai IPAK selama ini termasuk dalam kategori “Anti Korupsi”. Kategorisasi nilai

indeks adalah: 0–1,25 termasuk dalam kategori “Sangat Permisif Terhadap Korupsi”, nilai

1,26–2,50 termasuk dalam kategori “Permisif”, nilai 2,51–3,75 termasuk dalam kategori

“Anti Korupsi”, dan nilai 3,76– 5,00 termasuk dalam kategori “Sangat Anti Korupsi”.

Pada dasarnya Pemerintah Indonesia telah merumuskan Strategi Nasional

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Perpres No. 55/2012

tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012- 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 32

2016. Adapun strategi yang terdapat dalam Stranas PPK di implementasikan melalui

berbagai Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK) oleh

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hingga Tahun 2011- 2016 telah

dilaksanakan Aksi PPK dimana Jumlah Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Adapun titik berat strategi pencegahan dan

pemberantasan korupsi berbeda-beda dalam Aksi PPK setiap tahunnya.

Survei Perilaku anti korupsi itu sendiri merupakan salah satu cara pemerintah

dalam mengimplementasikan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Menengah Tahun 2012-

2014 dan Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Latarbelakang pelaksanaan kegiatan tersebut

ialah meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi melalui pelaksanaan Survei

Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang dimulai sejak Tahun 2015.

Pemerintah secara aktif terus berupaya mengendalikan bahkan menghilangkan

budaya koruptif di dalam dirinya dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan

pemahaman dan penilaian masyarakat cenderung semakin idealis dalam membenci

perilaku korupsi, tetapi tidak sejalan dengan perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Hal tersebut menunjukan masyarakat masih melakukan perilaku korupsi ketika

berhadapan dengan pelayanan publik. Pendekatan pemberantasan korupsi melalui upaya

membangun integritas perlu terus didorong. Ke depan, masyarakat dengan kultur yang

permisif, perlu diubah pola pikirnya agar terbebas dari nilai-nilai koruptif. Survei ini

nantinya dapat menjadi salah satu variabel yang bermanfaat signifikan untuk menentukan

keberhasilan pencapaian sasaran yang ditargetkan

Adapun langkah yang dilakukan Kemenko Polhukam dalam membantu tercapainya

strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi Kemenko Polhukam adalah dengan terus

mendorong sosialisasi dan assessment Strategi Komunikasi Pendidikan Budaya Anti

Korupsi.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 33

b. Inteks Persepsi Korupsi

Dalam rangka mengukur tingkat korupsi di suatu negara, Transparency

International telah memiliki indikator yang dikenal dengan nama Indeks Persepsi Korupsi

(IPK), yaitu indeks yang mengukur persepsi pelaku usaha terhadap praktik suap di suatu

daerah. IPK merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar

terhadap korupsi disektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri,

penyelenggara negara dan politisi. Adapun tujuan dari IPK ialah untuk mengukur Indeks

Persepsi Korupsi yang akan menggambarkan tingkat korupsi pada level kota berdasarkan

persepsi pelaku usaha, Mengukur kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh institusi

publik kepada para pelaku usaha melalui Indeks Pelayanan/ Service Performance Index

(SPI) dan Mengukur intensitas korupsi di institusi publik dalam hubungannya dengan

pelaku usaha, dalam kegiatan pelayanan publik dan memperoleh kontrak bisnis dengan

lembaga pemerintah.

Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena terjadi di semua bidang

kehidupan dan dilakukan secara sistematis, sehingga sulit untuk memberantasnya. Oleh

sebab itu berbagai usaha telah dilakukan pemerintah baik reformasi hukum, pembangunan

system hukum yang mumpuni dan penegakan hukum yang tegas. Indonesia menunjukkan

kenaikan konsisten dalam pemberantasan korupsi, namun terhambat oleh masih tingginya

korupsi di sektor penegakan hukum dan politik. Tanpa kepastian hukum dan pengurangan

penyalahgunaan kewenangan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun

dan memicu memburuknya iklim usaha di Indonesia.

Pada Tahun 2016 ini Indonesia secara konsisten menunjukkan peningkatan dalam

upaya pemberantasan korupsi di sektor publik. Konsistensi pembenahan di sektor publik

tersebut tidak akan segera membuahkan hasil jika tidak dibarengi dengan langkah-langkah

nyata semua pihak untuk mendorong penguatan integritas bisnis di dunia usaha/swasta.

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa, kombinasi strategi ini akan

mempercepat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan iklim usaha yang kondusif.

Dengan demikian, diharapkan dua sampai empat tahun ke depan, Indonesia bisa segera

duduk di anak tangga yang sejajar dengan negara-negara lain yang memiliki skor CPI sama

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 34

Gelar Press Briefing Menko Polhukam dalam kerangka Reformasi Hukum

atau di atas rerata regional dan global. Masuknya Indonesia ke dalam kelompok negara

G20, juga harus dijadikan momentum pembenahan tersebut. Demikian temuan dan

rekomendasi utama Transparency International (TI) dalam Corruption Perception Index

(CPI) 2016 yang diluncurkan secara global.

"Skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2016 meningkat tipis satu

poin sebesar 37 dibandingkan

Tahun 2015 sebesar 36. Skor CPI

berada pada rentang 0-100. 0

berarti negara dipersepsikan

sangat korup, sementara skor 100

berarti dipersepsikan sangat

bersih. Kenaikan skor ini

menandakan masih berlanjutnya

tren positif pemberantasan korupsi di Indonesia.

Rumus kenaikan skor CPI 2016 adalah 3-2-3. Artinya, 3 sumber data penyusun CPI

yang mengalami kenaikan, 2 sumber mengalami stagnasi, dan 3 sumber mengalami

penurunan. Peningkatan skor CPI 2016, disumbangkan oleh paket debirokratisasi

(penyederhanaan layanan perizinan, perpajakan, bongkar muat, dll), pembentukan satgas

antikorupsi lintas lembaga (Stranas PPK, Saber Pungli, dan reformasi hukum, dll) yang

dinilai efektif menurunkan prevalensi korupsi.

Langkah yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam melalui Deputi Koordinasi

Bidang Hukum dan HAM untuk meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi adalah

menyiapkan rekomendasi tentang paket kebijakan hukum. Paket kebijakan ini diharapkan

dapat meningkatkan penegakan hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat

terhadap hukum. Paket kebijakan hukum kini tengah dibahas instrumen apa saja yang

menjadi fokus. Mulai dari penegakan hukum hingga perbaikan terhadap aparat hukum.

Untuk menyempurnakan paket kebijakan hukum, berbagai diskusi dan kajian masih terus

dilakukan.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 35

Hal lain yang dilakukan adalah mengadakan Pelatihan Penerapan Restorative

Justice Dalam Pemberantasan Korupsi Dihubungkan Dengan Asset Recovery. Konsep

utama dari perwujudan keadilan restoratif adalah untuk memulihkan keadaan akibat

terjadinya tindak pidana seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dan apabila dikaitkan

dengan tindak pidana korupsi maka pengembalian aset merupakan salah satu cara untuk

memulihkan kerugian keuangan negara sebagai akibat tindak pidana korupsi. Penyelesaian

perkara korupsi melalui out of court settlement, harus terhadap perkara-perkara yang

kerugian keuangan negaranya “kecil“ dengan parameter kerugian keuangan negara yang

besarnya sama dengan biaya operasional penanganan perkara tersebut sejak tahap

penyidikan sampai dengan tahap eksekusi, sehingga penanganan perkara korupsi

diarahkan kepada kasus yang “big fish” dan “still going on”.

c. Inteks Pembangunan Hukum

Hingga saat ini, kualitas peraturan perundang-undangan masih belum memuaskan

atau sejalan dengan kebutuhan global yang ditandai dengan banyaknya keluhan terhadap

kualitas peraturan perundang-undangan yang masih memuat aturan-aturan yang

disharmoni, tumpang tindih, tidak taat asas, dan sebagainya. Salah satu dampak dari hal

tersebut adalah banyaknya keluhan investor terhadap hukum di Indonesia yang dipandang

belum berkepastian hukum karena masih ada inkonsistensi antar peraturan satu dengan

lainnya. Oleh sebab itu, Saat ini pemerintah masih dihadapkan pada penaataan materi

hukum dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang tertib, responsif, serta

mampu menghadapi perkembangan global. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sejauh

mana kegiatan, program dan capaian kebijakan oleh pemerintah dapat diukur dan

dipantau melalui Indeks Pembangunan Hukum atau IPH.

Tujuan disusunnya IPH adalah mengukur intervensi program dan kegiatan/capaian

kebijakan pemerintah pada kementerian/lembaga bidang hukum, yang direncanakan dan

dianggarkan selama 5 tahun (2015 - 2019) yang berdasarkan sasaran strategis dan arah

kebijakan RPJMN 2015-2019, dimana sasaran strategis ditetapkan menjadi aspek dan arah

kebijakan ditetapkan menjadi variabel. Adapun IPH disusun dari data-data yang valid yang

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 36

didasarkan pada pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil

FGD, Trilateral Meeting (pertemuan tiga pihak), kunjungan ke kementerian

negara/lembaga atau hasil dari wawancara dengan ahli atau beberapa ahli, dan

mengumpulkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan laporan kinerja

K/L terkait laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP), laporan tahunan (LAPTAH), data-data yang

dicantumkan pada website instansi seperti data penanganan perkara pada website

Mahkamah Agung. IPH ini juga berusaha mengukur capaian kebijakan/intervensi dilihat

dari perspektif masyarakat yang diambil data sekunder. Untuk jangka menengah survei

belum dapat dilakukan karena keterbatasan dana dan SDM, sehingga untuk jangka

menengah IPH ini menggunakan beberapa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga lain.

Dalam rangka meningkatkan skor IPH, pemerintah telah melakukan berbagai upaya

seperti reformasi hukum. pemerintah melakukan reformasi hukum agar dapat mengcover

kebutuhan hukum bagi kepentingan ataupun kegiatan yang dilakukan khususnya terhadap

masyarakat. Dapat dikatakan bahwa Reformasi di bidang hukum baru dimulai, namun

bukan berarti sector hukum di Indonesia tanpa pencapaian. Capaian pertama pada sektor

hukum yakni deregulasi dimana dalam 2 tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla

membatalkan 3.143 peraturan daerah yang dianggap tumpang tindih dan tidak

mendukung iklim investasi. Pembatalan ini guna peningkatan daya saing industri, iklim

investasi, ekspor, wisata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Capaian kedua, yakni sektor penegakkan hukum. Selama dua tahun pemerintahan, Polri

berhasil menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui pengurangan

angka kejahatan. Pada 2014, angka kejahatan di Indonesia mencapai 373.636 kasus.

Sementara, pada September 2016, menurun menjadi 166.147 kasus. Kedepan kemenko

Polhukam berusaka agar angka ini semakin ditekan pada tahun-tahun selanjutnya.

Selain itu, di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, Polri dan Kejaksaan Agung telah

berhasil menangkap sejumlah buronan perkara korupsi. Tiga buron yang dimaksud yakni

Samadikun Hartono (kasus BLBI), Totok Ary Prabowo (kasus korupsi dana pendidikan DPRD

Kabupaten Temanggung) dan Hartawan Alui (kasus Century). Capaian ketiga, khusus Kejaksaan

Agung berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 14,2 triliun selama 2016. Melalui

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 37

koordinasi yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam, pemerintah terus mereformasi sektor

hukum di Indonesia. Ada tiga yang disasar, yakni memulihkan kepercayaan publik kepada

pemerintah, membangun kepastian hukum dan menciptakan keadilan di masyarakat.

Peran Kemenko Polhukam khususnya Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM

dalam membantu meningkatkan skor Indeks Pembangunan Hukum adalah dengan

membuat Nota kesepahaman tentang pengembangan sistem database penanganan

perkara pidana secara terpadu dengan basis teknologi informasi tak hanya mempermudah

dan mempercepat proses hukum, tetapi juga mendorong keterbukaan. Pengembangan

sistem database penanganan perkara tindak pidana secara terpadu berbasis TI. Dengan

berbasis TI penanganan perkara pidana akan jauh lebih terbuka, selain itu juga mudah dan

cepat diselesaikan. Dengan sistem ini, hukum dari sisi proses dan administrasi dapat

berjalan baik dan terbuka. Keterbukaan ini penting untuk mencegah hukum dipermainkan.

Pengalaman masa lalu dalam proses hukum tertutup, memunculkan praktik percaloan

hingga pemalsuan putusan. Dengan diberlakukannya sistem ini maka sedikitnya akan

meminimalisir praktik kecurangan pada hukum. Sistem ini sangat substansial, ujungnya

membawa kepastian hukum. Adapun penanganan perkara masih banyak dikeluhkan warga

karena selain lambat juga kurang transparan. Penegak hukum dinilai belum optimal

menangani perkara. Bahkan dikeluhkan penanganan perkara hanya tajam kebawah tetapi

tumpul keatas. Selain MOU tentang pengembangan system database penanganan perkara

tindak pidana secara terpadu dengan berbasis TI, juga ditandatangani MOU Pemberian

Akses Bantuan Hukum ke orang miskin/kelompok miskin juga pembentukan dan

pembinaan keluarga sadar hukum untuk mewujudkan desa sadar hukum.

Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi

Infomarsi, dilaksanakan untuk mempercepat proses penanganan perkara dan

kesinambungan data dalam proses penegakan hukum. Pembangunan dan pengembangan

Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi

berupaya mewujudkan kemudahan akses publik kepada proses penegakan hukum, secara

transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dengan tersajinya informasi dalam IPHN tersebut, mempermudah Pemerintah dan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 38

DPR untuk menata regulasi yang lebih baik sehingga Peraturan perundang-undangan yang

dihasilkan menciptakan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi Masyarakat.

Selain itu melalui kegiatan IPHN dapat pula mengatasi persoalan yang bersifat the

bottlenecking dan saling menyandera yang ada disetiap Kementerian/Lembaga. Adapun

langkah yang akan dilakukan terkait dengan pelaksanaan pembentukan IPHN, sebagai

berikut:

1. Persiapan pembentukan tim koordinasi penyusunan IPHN yang anggotanya berasal

dari Kementerian/Lembaga terkait, dilakukan antara lain melalui rapat koordinasi

(dilaksanakan tahun 2016)

2. Penentuan indikator IPHN dengan melibatkan ahli, antara lain dilakukan melalui

rapat koordinasi dan FGD (Tahun 2016)

3. Penunjukan tim survey IPHN (dilaksanakan Tahun 2017 dst)

4. Pembentukan Tim IPHN di daerah (dilaksanakan tahun 2017 dst)

5. Sosialisasi dan pemanfaatan IPHN (dilaksanakan tahun 2017 dst)

Keterlibatan BPS dalan Indeks Pembangunan Hukum hanya berperan sebagai

konsultan yang menjelaskan metode-metode yang digunakan dalam pengukuran indeks,

bukan sebagai pengumpul data dan penyusun indikator. Kemenko Polhukam berperan

untuk mensinergikan program penyusunan Indeks Pembangunan Hukum yang telah ada di

Bappenas dan Kemenko Polhukam dapat melakukan intervensi terhadap

Kementerian/Lembaga yang memiliki kewajiban menyediakan data demi tersusunnya IPH

setiap tahun yang valid, karena sebagian besar data yang dibutuhkan oleh Bappenas

adalah data yang bersumber pada Kementerian/Lembaga dibawah koordinasi Kemenko

Polhukam, sehingga nantinya Indeks Pembangunan Hukum dapat diukur melalui survey

skala nasional, baik pusat maupun daerah.

Melihat delik permasalahan terkait hukum di Indonesia dan untuk mendorong

peningkatan pembangunan hukum yang baik, Kemenko Polhukam melalui kedeputian

bidang koordinasi hukum dan keamanan memberikan rekomendasi yaitu:

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 39

1. Perlu mempertegas Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Negara

yang harus diterapkan sebagai dasar pengharmonisasian dan pengevaluasian

peraturan perundang-undangan;

2. Perlu penataan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan

untuk menata sistem hukum nasional secara menyeluruh dan terpadu

berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945;

3. Perlu dipikirkan kemungkinan sistem “carry over”, dalam perencanaan hukum

nasional sebagaimana dikenal dalam perencanaan pembangunan nasional;

4. Perlu pengaturan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dalam

skala yang lebih luas termasuk di dalamnya Permen dan Perda agar terwujud

sistem perundang-undangan yang terintegrasi;

5. Perlu sinkronisasi UU No 12 Tahun 2011 dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah daerah, agar terwujud sistem perundang-undangan yang

terintegrasi;

6. Perlu mendaklanjuti Putusan Nomor 92/PUU-X/2012 sebagai wujud komitmen

pemerintah menaati mekanisme konstitusi sebagai bagian yang tak terpisahkan

dan tak boleh diabaikan dalam pembangunan hukum nasional;

7. Perlu diatur ketentuan mengenai evaluasi Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia dalam oleh Pemerintah sebagai bagian dari manajemen Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia;

8. Perlu dilakukan penguatan kelembagaan dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yaitu Kemenkumham sebagai leading sector dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan dengan diberikan kewenangan

dan peran yang kuat., sehingga dapat mempengaruhi kualitas peraturan

perundang-undangan yang dibentuk.

3. Sasaran Stategis III: Terwujutnya Stabilitas Keamanan

Pencapaian sasaran III yaitu terwujudnya stabilitas keamanan diukur dengan

menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur yaitu (1) Skala Minimum

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 40

Essential Forces (MEF); (2) Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional; (3) Jumlah

Kejadian Terorisme. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut

Tabel III.8 Capaian Sasaran III

Terwujutnya Stabilitas Keamanan

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

Terwujutnya

stabilitas

keamanan

a) Skala Minimum

Essential Forces b) Potensi Kontribusi

Industri Pertahanan Nasional

c) Jumlah Kejadian Terorisme

51,20%

38%

0

50,45% -

8

98,53% - -

a. Skala Minimum Essential Forces (MEF)

Setiap negara di dunia dapat dipastikan akan membangun kekuatan militer

(angkatan bersenjatanya) untuk sesuatu tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud adalah

untuk mengamankan dan untuk mencapai kepentingan nasional negara masing-masing.

Keamanan dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk kekuatan pertahanan. Pertahanan

negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta

bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan. Sistem pertahanan negara dalam

menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen

utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.

Bila dibandingkan dengan luasnya wilayah Indonesia dan berkembangnya dinamika

ancaman pertahanan dan keamanan maka postur kekuatan TNI yang dimiliki saat ini

merupakan risiko yang sangat besar bagi terwujudnya kedaulatan dan pertahanan negara.

Disamping itu, berdasarkan perkembangan lingkungan strategis dimana secara geografis

Indonesia terletak di persilangan dunia antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua

samudra (Atlantik dan Hindia) yang rawan terhadap masuknya ancaman yang datang dari

dalam maupun luar negeri. Ancaman dapat dicegah dengan meningkatkan daya tangkal

pada sistem pertahanan negara. Dengan kondisi keuangan negara yang terbatas,

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 41

Pemerintah RI telah menetapkan kebijakan bahwa kekuatan pertahanan yang akan

dibangun adalah Minimum Essential Force (MEF).

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa postur

pertahanan tahun 2010-2029 diarahkan untuk membangun kekuatan yang bertaraf

“Minimun Essential Force” (MEF). Force atau kekuatan disini mempunyai makna pada

jumlah alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI termasuk personelnya serta

pendukungnya dari ketiga Angkatan Darat, Laut dan Udara. Adapun Minimum Essential

Force (MEF) didefinisikan sebagai suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang

mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya tugas pokok

dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.

Akselerasi pembangunan MEF tidak hanya mempertimbangkan aspek alutsista

semata, namun lebih didasarkan atas penyelarasan antara doktrin dengan alutsista yang

akan diakuisisi oleh kekuatan pertahanan. Secara berkelanjutan, pembangunan MEF akan

lebih difokuskan untuk meningkatkan daya gentar (deterrent effect) agar kekuatan

pertahanan dapat memberikan kontribusi yang siginifikan bagi peningkatan posisi tawar

Indonesia. Adapun Pencapaian Skala MEF pada tahun 2016 ialah sebagai berikut:

Tabel III.9 Proyeksi Capaian MEF

ORGANISASI

CAPAIAN MEF

TAHAP I TAHAP II

TAHUN 2010-2014 TAHUN 2015-2019

PLN PDN

Mabes TNI - 0.00% 21.50%

TNI AD 15,00% 0.10% 27.70%

TNI AL 48,60% 0.20% 16.60%

TNI AU 45,00% 0.10% 0.20%

0.10% 18.80%

RATA2 CAPAIAN 41.00% 9.45%

Pencapaian realisasi dari Skala Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun 2016

sebesar 50,45%, dibandingkan dengan target IKU di Kemenko Polhukam yaitu sebesar

51,20%, maka capaian yang dihasilkan sebesar 98,53%. Nilai MEF ini dapat dijadikan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 42

analisis pemerintah sejauh mana pemerintah siap menghadapi dinamika yang terjadi antar

negara terutama negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia yang rentan

terjadinya konflik. Dinamika hubungan antar negara dalam mengamankan kepentingan

nasionalnya tidak jarang berbenturan dengan kepentingan nasional negara lainnya.

Ketegangan tersebut terkadang dapat diselesaikan secara damai melalui jalur diplomatik

maupun dengan jalur militer. Situasi dan dinamika hubungan antar negara berbasis pada

kepentingan nasional masing-masing melahirkan situasi mengancam dan diancam. Untuk

memperkuat posisi tawar secara diplomatik maka kekuatan militer, dalam hal modernisasi

dan kemandirian alutsista TNI, adalah satu faktor penunjang sehingga dapat memberikan

detterence effect (efek penggentar) kepada negara-negara lain.

Hal yang mempengaruhi pencapaian MEF tersebut ialah dengan memperkuat aspek

MEF yang bertumpu pada 3 sasaran prioritas perwujudan MEF pada kekuatan,

kemampuan, dan kerja sama pertahanan yaitu :

1. Terpenuhinya alutsista TNI yang didukung industri pertahanan.

Penerimaan Alutsista pada tahun 2015-2016: TNI AD menerima

MLRS/ASTROS 25 unit, Tank Leopard 71 Unit, Meriam 155 mm: 33 unit, Mistral

MBDA (v-Shobad) A. MPC 1 Unit, b. Atlas Communication set 9 unit, Missile 3

unit. Sementara AL menerima 1 Kapal angkut tank, 3 Perahu Rawa, 4 Combat

Boat, dan 3 Swamp boat. Untuk AU, 1 unit CN-298, 6 unit GROB G-120 TP, 8

unit EMB-314 Super Tucano, 9 unit F-16, 1 radar ATC Lanud Iswahudi, 2

Penangkis Serangan Udara Oerlikon, dan 1 Pesawat NC 212.

Dalam rangka memenuhi tugas pemenuhan alutsista TNI, saat ini

industri pertahanan telah merangkak naik dalam membangun dirinya menuju

kemandirian industri. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya joint production

bersama industri pertahanan luar negeri, program transfer of technology (ToT)

telah dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme

prajurit (fasilitas perumahan prajurit)

Dalam rangka meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 43

profesionalisme prajurit yaitu dilakukan dengan membangun kesejahteraan

prajurit TNI melalui pemenuhan fasilitas perumahan yang menjadi sasaran

prioritas dalam upaya mewujudkan profesionalisme prajurit. Sejauh ini telah

dilakukan upaya-upaya pemenuhan yang melibatkan Bappenas, Kementerian

PUPR, Kemhan dan Mabes TNI serta Mabes Angkatan; serta

3. Menguatnya keamanan laut dan keamanan wilayah Perbatasan negara.

Sejauh ini ada 12 institusi keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di

laut, pemerintah berupaya agar 12 institusi ini dapat dikendalikan dalam satu

komando dan pengendalian di bawah Bakamla. Dalam rangka mengantisìpasi

perkembangan situasi baik yang bersifat internasional, regional maupun

nasional, maka TNI telah menyusun strategi pembangunan kekuatan Postur TNI

yang saat ini implementasinya diselenggarakan melalui kebijakan

pembangunan MEF TNl yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan

Nomor 39 Tahun 2015 tentang MEF (Minimum Essential Force) TNI 2015.

Dalam Peraturan Menteri Pertahanan No 39 Tahun 2015 tentang MEF telah secara

rinci menjelaskan rencana pembangunan kekuatan TNI melalui kebijakan pembangunan

MEF TNI sampai dengan tahun 2024, termasuk pembentukan dan peningkatan satuan.

Diantaranya pada tahun 2016 ini yang dilaksanakan adalah:

a. Pembentukan Kodam Xlll/Merdeka dìsebabkan adanya peningkatan resÌko

keamanan pada ALKI (Alur Laut Kepulauan lndonesia)-ll wilayah utara pulau

Sulawesi khususnya wilayah Sulawesi Utara merupakan daerah yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga Philipina, yang mempunyai

kerawanan sewaktu-waktu dapat mengancam stabilitas keamanan dan menjadi

pintu gerbang masuknya infiltrasi maupun invasi negara asing ke wilayah NKRI

melalui wiìayah tersebut. Adanya kerawanan tersebut tentu memerlukan

perhatian seríus dan strategi penangkalan guna meminimalisir segala dampak

negatif yang mungkin timbul. Meskipun sampai saat ini bentuk ancaman dari

luar yang mengarahkan digelarnya Operasì Militer untuk Perang (OMP) dapat

dikatakan belum ada, dan ancaman dari dalam negeri yang mengarahkan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 44

digelarnya Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dapat setiap saat terjadi,

sepertí pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di perbatasan, konflik antar

warga yang diawali isu SARA, bencana alam, dan terorisme, sehingga

diperlukan penataan gelar kekuatan dengan mengembangkan kekuatan TNI AD

yang dapat melakukan pencegahan dan penangkalan setiap ancaman yang

akan terjadi.

b. Pembentukan Kodam XVIII/Kasuari dì Papua Barat merupakan pemekaran dari

Kodam XVll/Cendrawasih dan bagian dari penilaian gelar satuan jajaran TNI AD.

Saat ini Kodam XVll/Cen dengan Makodam berkedudukan di Jayapura memiliki

wilayah tanggung jawab di Provinsi Papua dan Papua Barat. Guna

mengoptimalkan pemberdayaan wilayah Papua bagian Barat, maka sesuai

dokumen revisi MEF dan Renstra TNI AD, akan dibentuk Kodam XVlll/Kasuari di

Papua Barat pada tahun 2024. Namun seiring dengan kebijakan Pimpinan TNI

AD dalam mengantisipasi perkiraan dan perkembangan potensi ancaman di

wllayah Papua dan perbatasan darat dengan Negara PNG yang masih rawan

konflik dan separatis, maka pembentukan Kodam XVlll/Kasuari di Papua Barat

dipercepat pada tahun 2016 dan dituangkan dalam revisi MEF maupun Renstra

TNI AD. Pembentukan Kodam XVlll/Kasuari diharapkan akan meningkatkan

pengawasan dan penguasaan wilayah serta meningkatan kemampuan daya

tangkal dan tindakan preventif dalam mencegah kemungkinan terjadinya

berbagai ancaman dan pelanggaran seperti pelanggaran lintas batas, konflik

perbatasan, separatisme, penyelundupan narkoba, teroris, perdagangan

manusia dan ilegal logging serta klaìm batas wilayah darat / laut antar Negara

serta pulau terluar di wìlayah Papua Barat.

c. Peningkatan satuan dari Lanal menjadi Lantamal (Pontianak, Tarakan dan

Sorong) serta dari Lanud Tipe B menjadi Lanud Tipe A (Pekanbaru, Pontianak,

Kalijati dan Bìak) juga bertujuan untuk mengantisipasi munculnva berbagaì

macam AGHT di wilayah perbatasan dan trouble spot khususnya di seluruh ALKI

baik ALKI l, ll, dan ll.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 45

Foto: Menko Polhukam melaksanakan evaluasi Pembangunan Perbatasan melalui Rapat

Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia

Masih banyak tugas pemerintah dalam mengembangkan dan memperkuat kondisi

pertahanan di perbatasan indonesia mengingat indonesia merupakan daerah

kepulauan yang banyak berbatasan dengan negara lain. Beberapa langkah

koordinasi yang dilakukan

oleh Kemenko Polhukam

melalui Koordinasi Bidang

Pertahanan Negara yang

ditempuh dalam rangka

menyelesaikan permasalahan

wilayah perbatasan tahun

2016 adalah:

1. Koordinasi Penyusunan Rancangan Perpres tentang Perubahan atas Perpres

Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP saat ini sudah terealisasi sebesar 90%,

yaitu sudah pada tahap finalisasi draft Perpres untuk kemudian diajukan

kepada Presiden RI.

2. Koordinasi Penyusunan Rancangan Keppres tentang Pengelolaan Pulau-Pulau

Kecil Terluar (PPKT), Penyusunan rancangan dimaksud diproses dengan

pembahasan dan pengharmonisasian antar K/L. Penyusunan Rancangan

Keppres PPKT yang sesuai dengan amanat PP Nomor 62 Tahun 2010 tentang

Pemanfaatan PPKT tersebut saat ini sudah dalam capaian 90%. Leading sector:

Kementerian Kelautan dan Perikanan.

3. Prioritas program ditujukan kepada pemenuhan pencapaian Minimum Essential

Forces (MEF) yang mengacu pada ancaman aktual dan potensial bagi Indonesia

serta kebijakan pemerintah untuk membangun Indonesia dengan

mengutamakan wilayah terdepan yang dalam hal ini adalah daerah perbatasan.

4. Upaya penetapan batas negara baik batas darat maupun batas maritim yang

dilakukan di tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016 merupakan bagian

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 46

dari implementasi amanat konstitusi/UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dalam rangka menjaga seluruh tanah air Indonesia. Upaya penetapan

batas negara baik batas darat maupun batas laut dalam perkembangannya

sudah memiliki kemajuan/progress yang baik sehingga Tim Perunding/Tim

Teknis maupun Utusan Khusus harus terus didukung dalam upaya penyelesaian

batas negara.

5. Komitmen dan konsistensi Kementerian Teknis untuk terus melaksanakan

pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar selain untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dalam rangka mewujudkan

perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar sebagai Halaman depan negara sesuai

dengan Nawacita ke-3 Presiden.

6. Realisasi pembangunan alutsista mengalami link but not match dalam

pengertian kurang adanya hubungan logis proporsional antara kebutuhan

alutsista TNI dengan kemungkinan ancaman yang dihadapi. Hal ini antara lain

tercermin dari tidak terealisasinya hal-hal yang sudah dituangkan dalam

Perpres RI Nomor 97 Tahun 2016 yang menetapkan bahwa ancaman yang

menuntut sinergisme yang tinggi dan harus mendapat perhatian serius pada

Renstra II (2016-2019), berupa: Konflik di wilayah perbatasan dan keamanan

pulau-pulau kecil terluar; Ancaman separatisme; Terorisme; Bencana alam;

Konflik horizontal; Radikalisme; Kelangkaan energi; dan Ragam kegiatan illegal

baik di darat maupun di laut, yang secara akumulatif dapat mengganggu dan

membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan

bangsa.

7. Perlu peningkatan sinergitas Kemhan, TNI dengan K/L terkait dalam

merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan negara khususnya berkaitan

dengan analisa strategis intelijen sebagai pertimbangan dalam menentukan

prioritas pembangunan kekuatan kemampuan pertahanan negara.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 47

Sebagai tindak lanjut, Kemenko Polhukam melalui Kedeputian Bidang Koordinasi

Pertahanan Negara melakukan koordinasi dan sinkornisasi kebijakan dalam rangka

pencapaian MEF dan Pemberdayaan industri pertahanan dengan K/L teknis terkait. Adapun

beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan adalah

1. Dalam rangka penyelesaian batas negara, perlu merumuskan langkah-langkah

strategis dan terpadu, serta perlu dibentuknya Tim Perunding Batas Negara

yang Berkualitas dan perlunya penguatan data perbatasan bagi referensi Tim

Perunding dalam rangka penyelesaian batas negara khususnya batas darat di 9

OBP RI Malaysia, 2 Unresolved Segment di perbatasan RI-RDTL, dan batas laut

RI dengan negara tetangga pada segmen yang belum selesai baik segmen laut

teritorial, zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen.

2. Perlunya peningkatan koordinasi dan keterpaduan antar

Kementerian/Lembaga terkait dan Pemda dalam implementasi pengelolaan

perbatasan dan akselerasi pembangunan di kawasan perbatasan baik

pembangunan infrastruktur maupun komunikasi.

3. Dalam rancangan penyebaran kekuatan, Tentara Nasional Indonesia (TNI)

menyiapkan pangkalan militer di Pulau Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) sebagai

bagian dari pertahanan negara di garis terluar. Pangkalan ini dirancang begitu

terpadu sehingga kondisi diyakini mampu memperkuat pertahanan negara.

berdasarkan masterplan proyek pembangunan pangkalan TNI Terpadu di

Natuna akan dijadikan Mako Batalyon Komposit. Batalyon ini memiliki

kekuatan 1 Kompi yang merupakan ex Kompi C 138/TS. Lokasinya berada di

Desa Sepempang.

4. Pangkalan militer akan ditempatkan Sisdalops TNI Terpadu, Mess prajurit

integratif, dibangun hanggar pesawat dan heli integratif, rumah sakit

integratif.Tidak hanya itu, dalam masterplan, di Desa Sungai Ulu 1 Kompleks

Kompi D 136/TS dan Rai Arhanud Rudal. Di Tanjung Sekalung, dibangun

dermaga bungker kapal selam. Sementara di Tanjung Datuk dibangun Radar

Weibel, radar permukaan, long range camera dan 1 Rai Armed Mlrs. Di Desa

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 48

Tanjung Payung, ditempatkan radar permukaan, long range camera. Dan di

Selat Lampa, merupakan dermaga kapal atas air, dermaga beaching, disertai

fasilitas pangkalan. Kemudian kehadiran kompi lainnya di Pangkalan militer TNI

di Natuna, tepatnya di Desa Setengar dijadikan Kompi Komposit Marhanlan,

Gudang perbekalan dan amunisi integratif, 1 Kizi tempur.

5. Pemberdayaan sumber daya nasional dalam rangka menyiapkan komponen

cadangan dan komponen pendukung seyogyanya diatur dalam undang-undang

dan dianggarkan oleh APBN serta disosialisasikan ke seluruh K/L dan warga

Negara sebagai individu maupun anggota kelompok masyarakat

b. Potensi Kontribusi Intustri Pertahanan Nasional

Pertahanan nasional adalah segala upaya untuk mempertahankan kedaulatan

negara yang meliputi keutuhan wilayah dan juga keselamatan masyarakat dari segala

gangguan yang mengancam keutuhan negara. Kebijakan pertahanan dalam rangka

pencapaian tujuan keamanan nasional sangat bergantung kepada kesiapan komponen

utama untuk pengelolaan sumber daya nasional. Oleh sebab itu sistem pertahanan dan

keamanan negara membutuhkan ketersediaan peralatan utama yang didukung oleh

kemampuan industri dalam negeri seperti industri pertahanan. Industri pertahanan adalah

proses pembuatan (production) dan pengembangan (development) berbagai

barang/peralatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan, khususnya militer, seperti

alutsista (Tank, Helly Copter, Pesawat Terbang, Kapal Perang, Kapal Selam, dll.) dan

peralatan pendukung lainnya disamping perlunya dilakukan evolusi terhadap doktrin

pertahanan Indonesia dengan memperhatikan faktor-faktor geopolitik.

Industri Pertahanan Nasional merupakan industri strategis yang berkelanjutan yang

tercantum dalam undang-ndang RI No 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan. UU No

16/2012 menegaskan, pengembangan industri strategis merupakan bagian terpadu dari

perencanaan strategis sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan

keamanan negara. Industri pertahanan adalah industri nasional, yang terdiri dari badan

usaha milik negara (BUMN) atau swasta, yang ditetapkan pemerintah untuk sebagian atau

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 49

seluruhnya menghasilkan alat pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk

kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan negara di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Syarat dibangunnya industri pertahanan adalah

kemampuan sumber daya manusia yang handal, sumber daya alam yang potensial, dan

sumber daya buatan yang kuat. Kemampuan dasar dalam penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi merupakan hal yang mutlak dalam menopang berhasilnya industri

pertahanan. Kekuatan anggaran yang besar untuk pembiayaan industri pertahanan

merupakan kebutuhan wajib yang harus disediakan jika ingin mengembangkan industri

pertahanan. Manfaat yang dapat dipetik dengan pembangunan industri pertahanan adalah

keleluasaan dalam memproduksi sendiri peralatan militer sesuai dengan kebutuhan,

kemampuan, kondisi wilayah, dan karakter ancaman yang diprediksi mengancam

kedaulatan negara tersebut. Di lain sisi Pembangunan industri pertahanan untuk

mencukupi kebutuhan pertahanan negara sehingga tidak tergantung pada pasokan/suply

dari negara lain, apabila negara yang bersangkutan terkena sanksi internasional, berupa

embargo militer.

Dalam membicarakan industri pertahanan tidak lepas dari latar belakang

bagaimana dapat menunjang tingkat MEF. Di bawah koordinasi kedeputian Pertahanan

negara, Kementerian Pertahanan beserta TNI tengah berusaha untuk mengembangkan

kemampuan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Industri pertahanan di

Indonesia yang menjadi produsen alutsista kini tengah berupaya keras untuk menunjukkan

komitmennya dalam memenuhi pesanan Alutsista dengan durasi waktu hingga 2024 nanti.

Adapun pengelolaan semua industri strategis (industri pertahanan) harus di dalam koridor

kontrol pemerintah. Pasalnya, tidak semua pelaku industri berminat dan ingin bergabung

dalam proyek yang ada. Industri diletakkan sebagai penggerak, tetapi konseptor dan

pendorong lahir dari pemerintah. Dengan dasar seperti itu, pemerintah tidak sekadar

mengawasi, tetapi juga insentif dan dukungan penuh untuk dihadirkan. industri strategis

tidak bisa sendiri, bukan masalah bagaimana mendirikan pabriknya, tetapi juga mengenai

kepastian pasar. Pemerintah harus mendukung penuh industri pertahanan mulai dari

menyiapkan sarana penelitian, pendanaan hingga penyerapan pasar. Pekerjaan rumah

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 50

pemerintah ialah untuk membawa industri pertahanan dalam satu lokomotif yang

sekarang ini masih terhambat. Dalam memajukan industri pertahanan pemerintah akan

me-review ulang peta jalan industri guna memastikan pengembangannya akan lebih cepat

dan tepat.

Dalam rangka meningkatkan perkembangan di bidang pertahanan, pemerintah

telah berkomitmen agar memberikan kontribusi lebih dengan meningkatkan anggaran

pertahanan secara signifikan. Indonesia akan memiliki anggaran pertahanan yang tumbuh

paling cepat di Asia Pasifik selama lima tahun ke depan. Fokus Anggaran Pertahanan

Indonesia tahun 2016 hingga 2017 akan difokuskan pada memperbaiki pesawat angkut

maupun tempur dan melengkapi roket serta peluru kendali atau rudal.

Grafik III. 5 Anggaran pertahanan Intonesia 2010-2019

Pada grafik terlihat bahwa dari tahun 2010 sampai 2019 pemerintah berkomitmen

secara berkelanjutan menaikkan anggaran dibidang pertahanan dalam rangka menciptakan

pertahanan Indonesia yang mumpuni. Selama lima tahun ke depan, Indonesia kemungkinan

akan meningkat pertumbuhannya secara konsisten. Mencapai tingkat pertumbuhan yang

tinggi berkelanjutan tampaknya sangat mungkin mengingat anggaran pertahanan mendapat

dukungan politik yang kuat. IHS Aerospace, Defence & Security memperkirakan pengeluaran

Pertahanan Indonesia akan melewati Rp 180 triliun ($ 14,3 miliar) per tahun pada tahun

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 51

2020. perencanaan jangka panjang memang sangat diperlukan guna bisa memajukan

industri pertahanan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dengan perusahaan plat merah

yang bergerak di bidang industri pertahanan harus terus ditingkatkan.

Dalam rangka membangun pertumbuhan perindustrian pertahanan negara,

pemerintah menargetkan kemandirian industri pertahanan yang artinya seluruh kebutuhan

alutsista dalam negeri dipenuhi oleh pelaku industri lokal dan bukan impor, dicanangkan

sudah dimulai sejak 2017. Hal tersebut sejalan dengan visi-misi kementerian pertahanan

yaitu menciptakan Alutsista TNI yang mandiri dengan target Indonesia memiliki industri

pertahanan yang mandiri pada tahun 2025 sebagai salah satu langkah menghemat

pengeluaran negara untuk belanja alutsista. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah

memfasilitasi kemudahan dalam perkembangannya seperti insentif berupa Bea Masuk

barang impor terkait jenis barang komoditi industri pertahanan. Banyak dari bahan baku

keperluan militer masih harus diimpor dari negara lain. Maka dari itu dibutuhkan suatu

fasilitas dari pemerintah untuk memberikan insentif berupa pembebasan Bea Masuk agar

dapat mengurangi biaya dan memperlancar produksi. Jika bangsa Indonesia mengabaikan

kemandirian industri pertahanannya maka akan berdampak timbulnya akumulasi dalam

bentuk ancaman serius yang bersifat multidimensional di masa yang akan datang.

Strategi pemerintah dalam rangka mengawasi industri pertahanan nasional ialah

dengan membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertujuan menilai

kondisi dan kemampuan manufakturing industri pertahanan strategis dalam negeri. Arah

pengembangan industri telah tercantum dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan

(KKIP). Komite ini yang mewakili Pemerintah untuk mengoordinasikan kebijakan nasional

dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi

Industri Pertahanan. KKIP menyusun tujuh program nasional untuk kemandirian alutsista

a.l. pengembangan program jet KFX/IFX, program pembangunan kapal selam, program

pembangunan industri propelan, pengembangan roket nasional, pengembangan peluru

kendali nasional, pengembangan radar nasional, dan pengembangan medium tank.

Beragam proyek yang dicantumkan sudah mulai dikerjakan, seperti propelan, roket

nasional, kapal selam dan lainnya.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 52

Outcome dari adanya indutri pertahanan yang mandiri akan mempengaruhi capaian

dari nilai MEF. Untuk memenuhi pencapaian Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun

2017 yang lebih maksimal maka perlu ditingkatkan dukungan terhadap kemampuan

industri Pertahanan Dalam Negeri, dengan tidak menyampingkan peningkatan teknologi

melalui transfer of technology (ToT) dengan negara maju, kerja sama dengan lembaga

pendidikan dan penelitian serta BUMN pertahanan strategis.

c. Jumlah Kejatian Terorisme

Terorisme menjadi isu yang sangat penting dan telah dibawa ke ranah

internasional. Indonesia merasa perlunya kerjasama dan kebersamaan antar negara-

negara di dunia untuk mengatasi terorisme. Pemberantasan terorisme dari berbagai sisi

termasuk soft approach atau pendekatan lunak. Aktifitas jaringan terorisme di Indonesia

masih sangat berpotensial melakukan serangan kepada sejumlah musuh-musuh mereka

terutama yang mereka anggap pemerintahan Republik Indonesia sebagai pemerintahan

thogut, sehingga mereka masih memprioritaskan melakukan aksi “amaliyah jihad” dengan

cara apaupun untuk membunuh anggota Polri. Selain kegiatan amaliyah di dalam negeri,

jaringan teroris Indonesia masih berusaha membangun hubungan baik dengan jaringan

terorisme global di bawah Al-Qaeda dan Islamic State di wilayah Iraq dan Syuriah. Salah

satu bentuk hubungan baik tersebut adalah mengirimkan sejumlah relawan untuk berjihad

di negara-negara yang sedang dilanda konflik agama atau lebih dikenal dengan foreign

terrorist fighters, seperti Syuriah, Iraq, Palestina dan Mesir.

Selama tahun 2016, perkembangan dari jaringan teror di Indonesia dapat dikatakan

cukup besar mulai dari awal tahun hingga akhir tahun. Adapun data terkait aksi trorisme

selama tahun 2013-2016 ialah sebagai berikut

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 53

Grafik III.6 Aksi terkait terorisme tahun 2013-2016

Berdasarkan data aksi terkait terorisme selama tahun 2013-2016, teror Bom

berjumlah 16 aksi, Penembakan dan Pembunuhan 18 aksi, Pencurian dengan pemberatan

dalam rangka pendanaan berjumlah 35 serta Perencanaan terror atau penemuan bom

berjumlah 13 aksi. Adapun aksi terorisme pada tahun 2016, teror bom 4, Penembakan dan

pembunuhan 1 aksi, Pencurian dengan pemberatan dalam rangka pendanaan berjumlah 0

aksi, serta perencanaan terror atau penemuan bom berjumlah 3 aksi sehingga total aksi

terorisme selama tahun 2016 adalah 8. Secara garis besar aksi terorisme dari tahun 2015

ke tahun 2016 mengalami penurunan 2 aksi dimana total aksi terorisme pada tahun 2015

sebanya 10 aksi. Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap aksi teroris di

Indonesia. Adapun penindakan yang dilakukan terhadap aksi terorisme ialah sebagai

berikut:

Grafik III.7 Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013-2016

85

520

57

9 8

57

9 7

132

6

32

0

50

100

150

Ditangkap Dipulangkan Meninggal Dunia

Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013 -

2016

2013 2014 2015 2016

5 68

13

6

27

84 5

0 14

1 03

05

1015202530

Aksi terkait terorisme tahun 2013 - 2016

2013 2014 2015 2016

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 54

Berdasarkan data penindakan terorisme selama tahun 2013-2016, tersangka teroris

yang ditangkap berjumlah 331 orang, dipulangkan berjumlah 29 orang serta yang

meninggal dunia berjumlah 67 orang.

Kemenko Polhukam, melalui Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban

Masyarakat terus melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kepada

Kementerian dan Lembaga terkait dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak

kejahatan terorisme untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat.

4. Sasaran IV : Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola

Pemerintahan.

Pencapaian sasaran IV yaitu Meningkatnya Pendayagunaan Aparatur dan Tata

Kelola Pemerintahan diukur dengan menggunakan 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai

alat ukur yaitu (1) Indeks Reformasi Birokrasi K/L dan Provinsi; (2) Tingkat Kepuasan

Masyarakat terhadap layanan publik K/L dan Provinsi. Adapun capaian kinerja yang telah

dihasilkan sebagai berikut.

Tabel III.10 Capaian Sasaran IV

Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola Pemerintahan

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya

pendayagunaan

aparatur dan tata

kelola

kepemerintahan.

a) Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi

b) Tingkat Kepuasan Masyarakat thd layanan publik K/L Tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik provinsi

58%

35% 53,5% 51,5%

66,77%

53,33% 55,33% 39,9%

115,12%

152,37%

103,42%

77,47%

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 55

a. Inteks Reformasi Birokrasi K/L tan Provinsi

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tata

kelola pemerintahan yang baik (good govenance) dengan melakukan pembaharuan dan

perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Sejumlah aspek

yang menjadi ruang lingkup perubahan dan pembaharuan tersebut meliputi aspek

kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Tujuan

reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional

dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu

melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan

kode etik aparatur negara.

Reformasi birokrasi merupakan proses yang berkelanjutan dan bukan pekerjaan

yang bisa dilihat hasilnya secara instan. Saat ini pelaksanaannya telah memasuki tahun

keenam sejak adanya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi 2010- 2025. Dalam kurun waktu enam tahun tersebut cukup banyak

perubahan-perubahan signfikan yang terkait dengan Tata Kelola Pemerintahan.

Perwujudan RB dilingkungan pemerintah sangat penting karena mempengaruhi outcome

instansi pemerintah yang berhasilguna dan berdayaguna. Semakin tinggi nilai reformasi

birokrasi maka semakin tinggi pula performa “agen” kepada “principal” Untuk itu, sangat

penting untuk mengetahui sejauh mana perwujudan Reformasi Birokrasi dalam suatu

instansi pemerintah sebagai “agen” yaitu bertugas memberikan layanan kepada “principal”

atau masyarakat.

Sampai dengan akhir tahun 2016, pelaksanaan reformasi birokrasi nasional di

tingkat pemerintah pusat telah menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut dapat

di lihat dari capaian indeks reformasi birokrasi K/L pada tabel, adapun berdasarkan matriks

tersebut terlihat bahwa dari target yang telah ditentukan ditahun 2016 yaitu 58 poin

mampu melebihi target yaitu dengan skor 66,77 poin. Hal ini menunjukkan kenaikan skor

RB pada K/L yang cukup signifikan karena mampu melampaui target 2 tahun kedepan.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 56

Tabel III. 11 Inteks reformasi Birokrasi ti K/L tan Provinsi

Indek Reformasi Birokrasi

Rata-Rata Nasional

Target 2019

Target 2016

Realisasi 2016

Target RKP 2017

a.Kementerian/Lembaga Skor 1-100

75 58 66,77 61

b. Provinsi Skor 1-100

60 35 53,33 40

c.Kabupaten/Kota Skor 1-100

45 n.a 56 25

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi No 30 Tahun 2012, pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah di

mulai pada tahun 2012. pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah

merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan daerah dengan

berpedoman pada prinsip tatakelola pemerintahan yang baik. Masing-masing pemerintah

daerah mempunyai kondisi obyektif yang beragam, dalam hal karakteristik, kesiapan

aparatur, dan lingkungan strategis. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi

pemerintah daerah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan

kemampuan pemerintah daerah tersebut.

Dalam konteks percepatan Reformasi Birokrasi berdasarkan Peraturan Menteri

PANRB Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map RB 2015-2019, Pemerintah Daerah

Provinsi, Kabupaten, dan Kota Dalam telah melakukan upaya pelaksanaan reformasi

birokrasi namun belum terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, Kemenko Polhukam

perlu mendorong Kemen PANRB dan Kemdagri serta instansi terkait untuk mencari solusi

pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan upaya percepatan terwujudnya tata

kelola pemerintahan yang baik sesuai grand design RB Nasional di tingkat daerah. Adapun

pencapaian Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi mencapai skor 53,33 Poin dengan target

RKP Tahun 2016 36 Poin. Hal tersebut menunjukkan perkembangan indeks reformasi

birokrasi yang baik dimana realisasi melebihi 100 persen yaitu sebesar 152,37 %.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 57

Pada umumnya implementasi Reformasi Birokrasi telah berlangsung dengan baik,

hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya semua K/L yang telah melaksanakan RB.

Namun terdapat beberapa permasalahan terkait dengan penyelenggaraan kebijakan

program reformasi birokrasi oleh K/L di bawah koordinasi Kemenko Polhukam sebagai

berikut yaitu:

a. Permasalahan dengan adanya otonomi daerah bertujuan meningkatkan

kesejahteraan rakyat, akan tetapi dengan paradigma baru kekuasaan yang mulai

tersebar ke pemerintah daerah menjadikan kepala-kepala daerah merasa berkuasa

lebih, enggan diperintah, dan menguasai birokrasi sedang aturan main kurang

diperhatikan menjadikan malbirokrasi;

b. Dalam pengelolaan Reformasi Birokrasi menjadi kurang maksimal karena

penempatan pejabat tidak didasarkan karier birokrasi, akan tetapi didasarkan pada

kedekatan partner politik;

c. Adanya keterbatasan kemampuan aparaur daerah sehingga menyulitkan

implementasi reformasi birokrasi mikro, mencakup 8 (delapan) Area Perubahan

belum dapat diwujudkan secara maksimal; dan

d. Masih terbatasnya penggunaan Teknologi Informasi berkaitan kemampuan

sumberdaya manusia dan anggaran berkaitan pelaksanaan on line reformasi

birokrasi menjadikan proses yang kurang transparan dan lambat.

Realisasi Perwujudan Reformasi birokrasi yang baik dipengaruhi dari kualitas

sumber daya manusianya atau yang sering disebut dengan ASN. Untuk itu, perlunya

pengaturan ASN yaitu manajemen sumber dayanya agar dapat menunjang Reformasi

Birokrasi pemerintahan. Untuk itu, perlunya disahkannya segera beberapa Rancangan

Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang

Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur telah mendorong Kementerian Sekretariat

Negara untuk menindaklanjuti proses otentifikasi RPP Manajemen PNS.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 58

b. Tingkat Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik K/L tan Layanan

Publik Provinsi

Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini dihadapkan pada

kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan

bermasyarakat. Dalam hal ini diperlukan inovasi dalam peningkatan pelayanan publik yang

terselenggara melalui kegiatan yang berkesinambungan untuk membangun kepercayaan

masyarakat. Tiga kunci sukses dalam inovasi pelayanan publik yaitu, komitmen pimpinan,

kemauan pimpinan satuan kerja dan juga sumber daya manusia yang handal yang dapat

mengimplementasikan semua program yang diberikan pimpinan. “Inovasi sebagai

percepatan peningkatan pelayanan publik memerlukan kerja keras dan waktu yang tidak

singkat. Berbagai inovasi dan kampanye program revolusi mental yang dikembangkan

pemerintah akan memperbaiki kinerja pelayanan publik di seluruh daerah. Sistem AJIB

(Antar Jemput Izin Bermotor) sebagai salah satu inovasi terbaru yang telah dijalankan

selama 8 bulan di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov DKI. Keberhasilan sistem

AJIB yang telah mengeluarkan lebih dari 4 juta perizinan/non perizinan dan meningkatkan

kemudahan perizinan usaha disertai turunnya tingkat komplain di BPTSP DKI.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat

merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat sehingga

kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (publik services) sangat strategis

karena akan menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang

sebaik-baiknya bagi masyarakat dan sejauhmana negara telah menjalankan perannya

dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya

kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan

kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kesadaran akan hak-hak sipil

yang terjadi di masyarakat tidak lepas dari pendidikan politik yang terjadi selama ini. Untuk

itu Organisasi publik dalam memberikan pelayanan yang baik dituntut untuk dapat

bertindak cepat dan akurat yang juga merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 59

Bagi organisasi publik, pelayanan yang baik tercermin dari setiap efektivitas dan

efisiensi kegiatan yang dilakukan dengan lancar. Semakin cepat dan akurat pelayanan yang

diberikan maka kualitas pelayanan akan semakin baik. Pemerintah sebagai penyedia

layanan publik bertanggungjawab dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan yang

terbaik kepada masyarakat. Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh

aparatur pemerintah menjadi citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Tidak jarang

sebagian masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan

kecewa terhadap layanan publik. Perhatian terhadap layanan publikpun semakin hari

semakin disoroti mengingat dasar pemerintah dibentuk.

Tingkat kepuasan seseorang pelanggan dapat dilihat dari nilai produk atau jasa yang

diberikan oleh instansi. Nilai tersebut ditentukan oleh berbagai faktor-faktor kualitas

pelayanan. Kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang

berpotensi mengarah pada apatisme publik. KEPMENPAN No 63 tahun 2003 tentang

pedoman umum penyelenggara pelayanan publik menyebutkan bahwa, ukuran

keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan publik. Untuk

itu, adalah suatu keharusan untuk mengetahui sejauh mana publik terpuaskan akan kinerja

pelayanan pemerintah yang diberikan. Tabel dibawah merupakan tingkat kepuasan

masyarakat terhadap layanan publik:

Tabel III. 12 Tingkat Kepuasan masyarakat tht Pelayanan Publik

Birokrasi Yang Memiliki Pelayanan Publik Yang berkualitas

Target 2019

Target 2016

Realisasi 2016

Target RKP 2017

a. Kementerian/Lembaga

% 100%

K:80% K: 44% K: 58%

L:35% L:66,67% L: 55%

b. Pemerintah Provinsi % 100% 70% 39,39% 54,50%

c. Pemerintah Kabupaten/Kota % 80% 20% 18,00% 30,50%

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 60

Tingkat Kepuasaan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Kementerian

pada tahun 2016 tidak sesuai target 80% karena hanya mencapai target 44%, sedangkan di

tingkat Lembaga melampaui target dari 35% mencapai 66,67%. Pada Tingkat Kepuasaan

Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Provinsi pada tahun 2016 hanya

mencapai 39,9% yang sebelumnya ditargetkan mencapai 70%.

Beberapa permasalahan yang telah diinventarisasi selama melaksanakan koordinasi

dan pemantauan adalah rendahnya kepatuhan/implementasi Standar Pelayanan

mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh perilaku

aparatur atau secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik, misalnya:

ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungli, korupsi,

ketidakpastian layanan perijinan investasi, kesewenang-wenangan secara makro

mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik. Adapun tabel dibawah ini

menunjukkan tingkat laporan pengaduan masyarakat terkait implementasi pelayanan

publik

Grafik III. 14 Dinamika Jumlah Laporan Pertahun

Menurut grafik diatas bahwa tingkat laporan pengaduan terus bertambah naik dari

tahun 2011 hingga 2016 dimana pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tinggi

yaitu sebesar 31,65% atau sebesar 2171 pengaduan. Melihat dinamika tersebut,

pemerintah wajib mengambil langkah tegas mengingat tugas pokok pemerintah sebagai

penyelenggara pelayanan publik yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat dari mulai

lahir hingga meninggal.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 61

Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan

Aparatur berhasil mengkoordinasikan permasalahan tersebut dengan melibatkan

Ombudsman RI untuk mengevaluasi laporan-laporan pengaduan masyarakat terkait

dugaan maladministrasi kegiatan pelayanan publik yang mengakibatkan rendahnya

pelayanan publik. Menanggapi hal tersebut, Evaluasi Pemantapan Koordinasi dalam

Peningkatan Pelayanan Publik ialah dengan melakukan Pemantapan koordinasi

Peningkatan Pelayanan Publik dilaksanakan dalam rangka untuk memperoleh data-data

pelaksanaan program peningkatan Pelayanan Publik sebagai bahan untuk menyusun

rekomendasi evaluasi program Peningkatan Pelayanan Publik dalam mengatasi masalah

pelayanan di bidang barang, jasa dan administrasi serta pengawasannya dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan pemantapan

koordinasi program Peningkatan Pelayanan Publik, diperoleh data/informasi sebagai

berikut :

1. Dalam konteks kelembagaan guna mendukung penyelenggaraan pelayanan publik

yang berkualitas :

Dalam peningkatan kapasitas kelembagaan dan penataan organisasi berjalan

cukup baik, hanya dalam penempatan SDM Aparatur masih belum tepat fungsi

sesuai kompetensi masing-masing pegawai yang ada, hal ini menjadikan kesan

seolah-olah kurang tenaga SDM Aparatur;

2. Dalam konteks Ketatalaksanaan :

Masih terdapat adanya tumpang tindih regulasi dan kejelasan kewenangan serta

masih belum ditetapkannya 1 Rancangan Perpres Tentang Mekanisme dan

Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi Pelayanan Publik dari UU Nomor 29 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik;

3. Dalam kontek Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Penyelenggara Pelayanan

Publik :

Dalam hal pengawasan, SPIP telah dilibatkan sejak mulai perencanaan sampai

dengan evaluasi program, namun tindak lanjut dari rekomendasi hasil temuan

pengawasan masih terdapat beberapa hal yang belum dapat ditindaklanjuti sebab

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 62

menyangkut kebijakan Pimpinan. Disamping itu, berlangsungnya otonomi daerah

ada beberapa hal seperti tidak adanya transparansi yang kurang sesuai dengan

konsep administrasi pemeritahan, dan pembinaan kepegawaian kurang berjalan

baik, karena para pimpinan daerah pada umumnya pejabat daerah sekaligus

pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat yang kurang memahami

manajemen birokrasi;

4. Dalam kontek sumber daya manusia penyelenggara pelayanan publik: Sebagian

besar aparatur daerah khususnya pelaksana pelayanan publik belum merubah

paradigma dari dilayani menjadi melayani dan masih adanya primordial sempit

dengan mengutamakan kekerabatan dan pertemanan;

5. Kesadaran untuk melaksanakan layanan terpadu satu pintu belum maksimal, ada

beberapa dinas-dinas di daerah yang belum menyerahkan kewenangannya ke

kepala PTSP, namun sudah dilakukan langkah-langkah penyatuan beberapa layanan

dalam satu atap/terpadu satu pintu;

6. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam melaksanakan tugas mulai

berlangsung dan semakin meningkat. Karena pada zaman sekarang ini penggunaan

IT merupakan kebutuhan sekunder suatu organisasi yang memiliki perubahan yang

dinamis

Capaian lain yang telah Kemenko Polhukam melalui kedeputian Bidang Koordinasi

Komunikasi, Informasi dan Aparatur ialah sebagai berikut:

1. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan

Aparatur dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melakukan upaya maksimal

untuk melakukan pemantauan konten siaran lembaga-lembaga penyiaran yang ada

di wilayah Provinsi. Dari hasil koordinasi di beberapa provinsi dapat diperoleh data

sebagai berikut

a. Adanya keterbatasan tenaga pemantauan belum semua mata acara dari

lembaga penyiaran dapat dicover oleh tim pemantau. Sementara peran

masyarakat yang diharapkan dapat membantu peningkatan mutu konten

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 63

siaran melalui sikap kritis dan pengaduannya kepada komisi penyiaran juga

mulai mengalami penurunan. Ini mungkin disebabkan karena masyarakat

mulai apatis melihat kenyataan bahwa Komisi Penyiaran belum begitu kuat

untuk mengubah prilaku pengelola penyiaran untuk mentaati Pedoman

Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

b. Menjelang Pilkada semakin banyak lembaga penyiaran partisan yang tidak

netral dan terjadi penyimpangan konten siaran, sehingga banyak aduan

terhadap ketidaknetralan media tersebut ke KPI.

c. Berbagai peringatan yang telah diberikan oleh Komisi Penyiaran terhadap

berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran

mendapatkan respon yang cukup baik, keberadaan Komisi Penyiaran diakui

dan diterima oleh berbagai lembaga penyiaran. Namun demikian itu tidak

menjadi jaminan bahwa lembaga penyiaran menjadi taat dan patuh pada

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

d. Lembaga Penyiaran Publik baik TVRI maupun RRI terbukti sangat taat dan

patuh pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran

(SPS).

2. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur memberikan

rekomendasi bahwa KPI dan KPID harus berperan aktif dalam menyosialisasikan

tentang aturan-aturan P3SPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Sosialisasi secara intens tentang P3 SPS

oleh KPI di daerah.

3. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan

Aparatur telah berkoordinasi dengan berbagai pihak khususnya memberikan

rekomendasi kepada Komisi I DPR RI untuk segera mensahkan Revisi UU No 32

tentang Penyiaran, dan rekomendasi telah diterima oleh Komisi I DPR RI

4. Masih tertundanya pengesahan RPP Manajeman ASN yang sudah lebih dari 2 tahun

dan saat ini Kemenko Polhukam telah mendorong Kementerian Sekretariat Negara

untuk segera menindaklanjuti proses otentikasi.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 64

5. Alur serangan melalui dunia maya dilakukan tanpa kekuatan ofensif secara fisik. Hal

ini telah menjadi tren baru dalam ilmu dan konsep perang modern di abad ke-21.

Untuk menghadapi ancaman siber, melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik,

Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) bersama seluruh pemangku

kepentingan, telah sepakat untuk membangun sebuah kemitraan strategis yang

komprehensif (comprehensive strategic partnership). Kemitraan tersebut dihimpun

dalam bentuk sebuah desk koordinasi di Kemenko Polhukam yang dinamakan

Desk Cyberspace Nasional.

6. Pembentukan Badan Siber Nasional (BASINAS) sudah dalam tahap

penandatanganan R-Perpres oleh Presiden. Disamping itu pencapaian dari

pelaksanaan Desk Cyber Nasional (DCN) pada tahun 2016 adalah

Diselenggarakannya Cybersecurity Policy Exercise bersama Belanda dan Australia di

Jakarta; Salah satu Anggota DCN ditunjuk sebagai Wakil Cyberspace Indonesia di

PBB; DCN ditunjuk sebagai Pendiri dan Ketua Cybersecurity Alliance for Mutual

Progress (CAMP) bersama 43 Negara; DCN sebagai koordinator penyelesaian

masalah Slot Satelit Pertahanan; DCN sebagai koordinator dalam investigasi dan

perbaikan terkait pembobolan sistem LPSE yang terjadi secara masif (nasional).

D. CAPAIAN KINERJA LAIN

Selain capaian indikator kinerja utama yang telah dijelaskan pada sub-bab

sebelumnya. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Kemenko Polhukam juga telah

menghasilkan beberapa capaian lainnya sebagai berikut:

I. Pelaksanaan Koortinasi Peningkatan Diplomasi Intonesia

Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri telah

melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dalam rangka peningkatan

diplomasi dan kerjasama luar negeri Indonesia. Beberapa capaian yang dapat disampaikan

diantaranya adalah dicapainya kesepakatan kerjasama regional dan multilateral, yaitu:

a. Pengiriman pasukan perdamaian dalam kerangka PBB;

b. Keluarnya Indonesia dari ancaman Blacklist FATF;

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 65

c. MoU RI-Rusia di bidang politik, hukum dan keamanan;

d. Cetak Biru Pilar Polkam ASEAN periode 2015-2016;

e. ASEAN Convention Trafficking in Person

f. Pembebasan Visa untuk pemegang Paspor Diplomatik dan paspor Dinas Indonesia

untuk kunjungan ke Negara Italia, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden

Nomor 68 Tahun 2016;

g. Pelaksanaan Cyber Tabletop Policy Exercise pada 20-21 Juli 2016 (RI – Belanda) di

Kemenko Polhukam, sebagai upaya memperkuat ketahanan dan keamanan cyber

security sebagai bagian dari ketahanan dan keamanan Negara untuk mengamankan

pertumbuhan ekonomi nasional.

II. Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kejaksaan Republik Intonesia

Gagasan tentang pembentukan Komisi ini dilatarbelakangi oleh adanya

kekurangpuasan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan, khususnya dalam proses

penegakan hukum. Dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, masih ada oknum-

oknum Jaksa yang diduga menyalahgunakan wewenang, melakukan perbuatan tercela,

atau bertindak tidak professional. Keberadaan KKRI diharapkan dapat melengkapi dan

memperkuat mekanisme pengawasan internal dalam rangka menjaga martabat dan

kehormatan aparatur Kejaksaan serta meningkatkan profesionalisme Jaksa dan Pegawai TU

Kejaksaan

Perpres Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI mengamantkan bahwa

dibentuknya Komisi Kejasaan RI adalah untuk mendorong terwujudnya Kejaksaan yang

lebih baik. Adapun Pada tahun 2016 telah dilaksanakan berbagai kegiatan dengan hasil

sebagai berikut.

1. Selama tahun 2015, KKRI menerima pengaduan sebanyak 1048 lapdu.

Sebanyak 59% lapdu/lapmas berkaitan dengan pengaduan terhadap kinerja

jaksa/Kejaksaan, sedangkan sisanya 41 % lapdu/lapmas berkaitan dengan

perilaku jaksa/pegawai Kejaksaan. Artinya, Laporan pengaduan dari masyarakat

yang masuk ke KKRI umumnya masih didominasi oleh pengaduan yang

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 66

berkenaan dengan kinerja jaksa/kejaksaan dalam proses penanganan perkara

yang menjadi kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan.

2. KKRI setiap hari mennerima pengaduan masyarakat. Setiap pengaduan yang

masuk, dikelola melalui sistem database laporan pengaduan masyarakat.

Sistem yang dibuat oleh KKRI tersebut berguna untuk mengadministrasikan

laporan yang masuk secara mudah, memantau perkembangan penanganan

pengaduan, dan menjadi data pendukung untuk melakukan analisa terhadap

kinerja institusi kejaksaan. Dengan adanya sistem data base, Sekretariat KKRI

akan mudah mendapatkan informasi terkait dengan jumlah laporan

pengaduan, penanggungjawab Laporan pengaduan. Selain itu masyarakat juga

dapat mengetahui perkembangannya dengan menghubungi staf sekretariat

KKRI, namun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat terkait dengan

penanganan lapdu tersebut, Sekretariat KKRI juga melakukan pemutakhiran

data dengan cara turun kelapangan.

3. Dalam menangani sebuah kasus, KKRI tidak hanya menunggu laporan dari

masyarakat tetapi juga aktif memantau melalui berbagai media untuk melihat

kasus-kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari KKRI sehingga

perlu diadakan pemantauan yang intensif dan telah yang lebih mendalam.

Selama periode januari-desember 2016, ada 12 kasus yang dilakukan

monitoring dan telaah lanjutan karena menarik perhatian publik.

4. Komisi kejaksaan telah melakukan 13 kegiatan sosialisasi yang dilakukan tidak

hanya di lingkungan Kejaksaan Tinggi/Negeri saja akan tetapi juga dilakukan di

instnasi lain baik pemerintah maupun swasta

5. Dalam rangka penguatan kelembagaan, Komisi Kejaksaan telah melakukan 8

kegiatan hubungan antar lembaga. Kerjasama dengan berbagai pihak tersebut

dimaksudkan agar Komisi Kejaksaan dapat terbantu melaksanakan tugas, fungsi

dan kewenangannya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja dan

perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan sehingga kelembagaan Komisi

Kejaksaan akan menjadi lebih kuat.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 67

6. Pada tahun 2016 KKRI telah melaksanakan dan mengikuti berbagai kegiatan

berupa workshop, FGD, Rapat koordinasi maupun rapat kerja baik yang

diadakan sendiri oleh KKRI maupun yang dilaksanakan oleh instansi lain sebagai

peserta maupun nara sumber

7. KKRI pada tahun anggaran 2016, melakukan perbaikan tampilan website, dan

menambah fitur-fitur yang relevan untuk lebih memberikan informasi kepada

masyarakat, dan memberikan kemudahan akses untuk menyampaikan

pengaduan.

8. Komisi kejaksaan telah mengadakan 120 buku sesuai dengan target yang telah

ditetapkan yaitu buku/referensi yang berkaitan dengan tugas pokok Komisi

Kejaksaan dan juga telah melakukan pengadministrasian terhadap buku-buku

tersebut

9. Dari kegiatan kunjungan lapangan, penyebaran quisioner, dan workshop yang

melibatkan jaksa dan pegawai kejaksaan, KKRI memperoleh informasi tentang

permasalahan yang dihadapi oleh kejaksaan. Permasalahan tersebut cukup

banyak, bervariasi dan kompleks meliputi permasalahan sumber daya manusia,

pemberian reward dan punishment, kesejahteraan, kelengkapan sarana dan

prasarana, logistik dan pengamanan.

10. Sepanjang tahun 2016, Komisi Kejaksaan telah mengeluarkan rekomendasi

kepada jaksa Agung sebanyak 371 rekomendasi terkait dengan laporan

pengaduan masyarakat dan 10 laporan pengaduan terkait dengan hasil

pemantauan dan penilaian terhadap organisasi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan

juga memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait dengan rencana

dikeluarkannya paket kebijakan pemerintah dalam bidang hukum

11. KKRI secara berkoordinasi dengan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada

tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK yang diduga melibatkan oknum

di Kejaksaan. Koordinasi ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi

yang akurat, dan menjadi bahan bagi KKRI untuk mengawal proses penegakan

etik melalui mekanisme internal di kejaksaan

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 68

III. Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kepolisian Nasional

Berdasarkan Perpres No 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional,

Keberadaan Kompolnas adalah untuk memenuhi tuntutan manajemen birokrasi

pemerintah dimana diperlukan satu wadah pendukung yang terpisah denga organisasi

polri. Organisasi ini dibentuk untuk menangani rumusan dan perencanaan masalah

kebijakan di bidang SDM, sarana prasarana serta anggaran Polri, disamping sebagai

lembaga pengawas eksternal. Pada tahun 2015 telah dilaksanakan berbagai kegiatan

dengan hasil sebagai berikut :

1. Kunjungan Kerja Kompolnas dalam kegiatan Monitoring dan evaluasi hasil

klarifikasi Saran dan Keluhan Masyarakat

2. Pemberkasan SKM pelaksanaan penerimaan laporan pengaduan SKM, dengan

target 1.300 kasus dan realisasi sejumlah 2.504 kasus dalam 12 bulan di tahun

2016

3. Pemberkasan penanganan SKM dan tindak lanjut laporan pengaduan SKM

dengan keluhan yang tercatat sebanyak 2.485 kasus dapat ditangani

seluruhnya dalam 12 bulan di tahun 2016

4. Kunjungan Kerja dalam rangka klarifikasi dan monitoring SKM di 28 Polda.

5. Klarifikasi dan monitoring SKM di Polda 9 daerah.

6. Pelaksanaan Sosialisasi, pengumpulan data, dan peninjauan Sarana dan

Prasarana, serta sosialisasi Kompolnas di 9 Polda .

7. Kegiatan Konsultasi Publik di 5 Polda.

E. Realisasi Anggaran

Pada tahun 2016, Kemenko Polhukam mendapat alokasi anggaran dari

APBN dengan total pagu belanja dalam pagu anggaran DIPA sebesar Rp

280.915.962.000,-. Realisasi Akhir tahun anggaran 2016 sebesar Rp

244.277.563.372,- atau sebesar 96,39% . Pagu Belanja dalam DIPA dialokasikan

kedalam 3 program, yaitu :

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 69

1. Peningkatan Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Rp

106.142.434.000 Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 80,61% (Rp

85.561.893.979,-)

2. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko

Polhukam Rp 154.276.924.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar

90,20 % (Rp 139.157.896.073,-)

3. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenko Polhukam

Rp_20.496.604.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 94,73%

(Rp_19.415.752.138,-)

Total Pagu Belanja Anggaran Kemenko Polhukam dalam Pagu Anggaran

DIPA 2015 sebesar Rp 800.510.918.000, yang dibagi kepada 2 (dua) Satuan

Kerja, yaitu Kemenko Polhukam sebesar Rp 186.484.442.000 dan Satuan Kerja

Badan Koordinasi Keamanan Laut sebesar Rp 614.026.476.000. Tahun 2016

Satker Bakorkamla menjadi Badan Keamanan Laut dan memiliki Pagu

Anggaran DIPA tersendiri. Pagu Kemenko Polhukam Tahun 2016 sebesar Rp

280.915.962.000,- merupakan Pagu untuk Satker Kemenko Polhukam.

Anggaran tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan

dengan tahun 2015. Realisasi anggaran tahun 2016 sebesar

Rp_244.135.542.190,- atau 86,91%. Terdapat penurunan persentase realisasi

dibandingan persentase realisasi tahun 2015, yaitu sebesar 94.87%.

Penurunan realisasi disebabkan adanya pemblokiran sejumlah anggaran sesuai

dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan

Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran

Pendapan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Penghematan

anggaran Kemenko Polhukam berupa blokir anggaran sebesar

Rp_27.495.045.000.- yang secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 70

Pagu 2016 Inpres No.8

Tahun 2016 Pagu tiluar blokir Realisasi 2016

280.915.962.000 27.495.045.000 253.420.917.000 244.135.542.190

Jika realisasi anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko

Polhukam, maka realisasi Kemenko Polhukam sebesar 86,91%. Jika realisasi

anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko Polhukam setelah

dikurangi Inpres No. 8 Tahun 2016, maka relaisasi Kemenko Polhukam menjadi

sebesar 96,34%.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 71

Realisasi anggaran Kemenko Polhukam dalam pencapaian sasaran strategisnya secara umum dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Tabel III.15

Realisasi Anggaran

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target

Kinerja

Realisasi

Kinerja Penanggungjawab

Alokasi Pagu

(Rp)

Realisasi

Anggaran (Rp) Persentase

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Meningkatnya

kualitas

temokrasi tan

tiplomasi

Intonesia

a) Indeks Demokrasi Indonesia

b) Persentase Peningkatan daya tangkal Masyarakat dari pengaruh teroris

c) Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik

73,6

30%

60%

72,82

36%

84,37%

Kedeputian Politik Dalam Negeri Kedeputian Kesatuan Bangsa

35.699.424.000

10.389.058.000

27.549415903

8.595.496.415

77,17

82,74

Meningkatnya

Supremasi

Hukum tan

Pemajuan HAM

a) Indek Perilaku Anti Korupsi (IPAK)

b) Indeks Persepsi Korupsi c) Indeks Pembangunan

Hukum

3.65

40 0.68-0.70

n.a

37 n.a

Kedeputian Hukum dan HAM

6.639.899.000 5.011.921.678 75,48

Terwujutnya

stabilitas

keamanan

a) Skala Minimum Essential

Forces (MEF) b) Potensi Kontribusi Industri

Pertahanan Nasional c) Jumlah Kejadian Terorisme

51.20%

38%

0

50,45%

n.a

8

Kedeputian Pertahanan Negara Kedeputian Keamanan Nasional

14.790.452.000

24.886.707.000

11.573.331.062

21.235.055.460

78,25

85,33

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 72

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target

Kinerja

Realisasi

Kinerja Penanggungjawab

Alokasi Pagu

(Rp)

Realisasi

Anggaran (Rp) Persentase

Meningkatnya

pentayagunaan

aparatur tan

tata kelola

kepemerintahan.

a) Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi

b) Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik K/L Tingkat Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik Provinsi

58% 35%

53.5%

51,5%

66,77% 53,33%

55,33%

39,9%

Kedeputian Komunikasi, Informasi dan Aparatur

7.468.949.000

6.422.737.006

85,99

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 73

BAB IV

PENUTUP

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kemenko Polhukam Tahun

2016 disusun untuk mewujudkan akuntabilitas kepada pihak-pihak yang memberi amanah

dan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi serta media untuk

menginformasikan capaian kinerja tahun anggaran 2016. LAKIP Kemenko Polhukam 2016

diharapkan dapat berperan sebagai alat kendali kualitas kinerja serta alat pendorong

terwujudnya tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Pelaporan Kinerja ini

menjadi media evaluasi, sekaligus menjadi instrumen untuk melakukan perbaikan yang

berkesinambungan.

Secara umum, peran yang dilakukan oleh kemenko Polhukam dalam perumusan,

pelaksanaan dan evaluasi kebijakan serta pengendalian di bidang politik, hukum dan

keamanan telah berjalan dengan optimal, walaupun dalam tataran implementasi masih

ditemukan berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan cenderung mengedepankan

ego sektoral.

Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari

dukungan, kerjasama dan partisipasi semua pihak. Kami menyadari bahwa pelaksanaan

kinerja Kemenko Polhukam masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan yang

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 74

mensyaratkan perlunya peningkatan kualitas kinerja terkait koordinasi dan sinkronisasi yang

lebih intensif dalam menjawab permasalahan.

Beberapa langkah ke depan yang akan dilakukan oleh Kemenko Polhukam antara lain

adalah:

1. Meningkatkan kualitas perumusan tujuan dan sasaran dokumen perencanaan

tingkat unit organisasi serta rumusan indikator kinerja sehingga lebih berorientasi

hasil;

2. Menyempurnakan sistem pengumpulan data kinerja secara memadai melalui

pembangunan Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis elektronik;

3. Meningkatkan kualitas evaluasi akuntabilitas kinerja internal sekalligus penguatan

fungsi aparat pengawasan internal sehingga hasil evaluasi tersebut dapat menjadi

bahan bagi perbaikan perencanaan, penerapan manajemen kinerja dan

pengukuran keberhasilan unit-unit kerja

4. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja

di seluruh jajaran Kemenko Polhukam.

Keberhasilan pelaksanaan koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan serta

pencapaian sasaran strategisnya, sangat ditentukan oleh komitmen, keterlibatan dan

dukungan aktif baik dari internal organisasi maupun segenap stakeholder di bawah

koordinasi Kemenko Polhukam. Hal ini dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan sistem

pemerintahannya, Kemenko Polhukam dapat lebih berorientasi pada hasil, berbasis kinerja

dan melayani masyarakat.

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 75

LAMPIRAN

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 1

MATRIK PENGUKURAN KINERJA PROGRAM/KEGIATAN-ANGGARAN

KEMENKO POLHUKAM TAHUN ANGGARAN 2016

Sasaran

Strategis Intikator Kinerja Target Realisasi % Program

Anggaran

Pagu Realisasi %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia

1. Indeks Demokrasi Indonesia 73,6 72,82 98,94

Peningkatan Koordinasi

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

35.699.424.000 27.549.415.903 77.17

2. Persentase Peningkatan daya tangkal Masyarakat Dari pengaruh terotis

30%

36%

120

10.389.058.000 8.595.496.415 82.74

3. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

60%

84,37%

140,61

6.639.899.000

5.011.921.678

75.48

Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM

1. Indeks Perilaku Anti Korupsi 3.65

n.a

n.a

2. Indeks Persepsi Korupsi 40 37 123,33

3. Indeks Pembangunan Hukum 0.68-0.70 n.a n.a

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 2

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Terwujudnya stabilitas keamanan

1. Skala Minimum Essential Forces (MEF)

51,20%

50,45%

98,53

14.790.452.000

11.573.331.062

78.25

2. Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional

38% n.a n.a

3. Jumlah Kejadian Terorisme 0 8 - 24.886.707.000 21.235.055.460 85.33

Meningkatnya pendayagunaan aparatur dan tata kelola kepemerintah-an

1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi

58% 35%

6,77% 53,33%

115,12 152,37

7.468.949.000 6.422.737.006 85.99 2. Tk. Kepuasan masyarakat

terhadap layanan publik K/l Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik provinsi

53,5%

51,5%

55,33%

39,9%

103,42

77,47

Jumlah Anggaran Tahun 2016 : Rp 280.915.962.000,00

Realisasi Anggaran Tahun 2016 : Rp 244.135.542.190,00 (86,91%)

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 3

MATRIK CAPAIAN KINERJA KEMENKO POLHUKAM TAHUN 2014-2016

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target

2014

Target

2015

Target

2016

Realisasi % Capaian

2016 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Meningkatnya

kualitas temokrasi

tan tiplomasi

Intonesia

a) Inteks Demokrasi

Intonesia

b) Persentase

peningkatan taya

tangkal Masy. Dari

pengaruh teroris

c) Penyelesaian

Sengketa Informasi

Publik

68-70

n.a

n.a

66-70

n.a

n.a

73,6

30%

60%

63,72

n.a

9,08%

73,04

n.a

132,39

72,82

36%

84,37%

98,94

120%

140,61%

Meningkatnya

Supremasi Hukum

tan Pemajuan HAM

a) Inteks Perilaku Anti

Korupsi (IPAK)

b) Inteks Persepsi

Korupsi

c) Inteks Pembangunan

Hukum

n.a

50

n.a

3,7

n.a

n.a

3,65

40

0,68-0,70

3.4

34

n.a

3,6

36

n.a

n.a

37

n.a

n.a

123,33%

n.a

L A P O R A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N K O P O L H U K A M 2 0 1 6 4

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Terwujutnya

stabilitas keamanan

a) Skala Minimum

Essential Forces

(MEF)

b) Potensi Kontribusi

Intustri Pertahanan

Nasional

c) Jumlah Kejatian

Terorisme

43,67

n.a

n.a

43,67

n.a

n.a

51,20%

38%

0

42,3

n.a

44

43,67

n.a

10

50,45%

36%

8

98,53%

94,74%

-

Meningkatnya

pentayagunaan

aparatur tan tata

kelola

kepemerintahan

a) Inteks Reformasi

Birokrasi K/L

Inteks Reformasi

Birokrasi Provinsi

b) Tk.Kepuasan

masyarakat terhatap

layanan Publik K/L

Tk.Kepuasan

masyarakat terhatap

layanan Publik

Provinsi

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

58%

35%

53,5%

51,5%

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

66,77%

53,33%

55,33%

39,9%

115,12%

152,37%

103,42%

77,47%