Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

175
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 1/175  1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada  peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya  perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut  berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik ( Driver dkk, 2010). Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik

description

jvkvvhhhhhhhhhvvbbbllblb

Transcript of Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

Page 1: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 1/175

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di

seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit

sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan

mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga

memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai

metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan

hasil yang memuaskan.

Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada

 peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana

sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup

mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009)

memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun

2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya

 perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336

miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun

2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut

 berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik ( Driver dkk, 2010).

Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik

Page 2: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 2/175

2

Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Riskesdas, 2007).

Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM

terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan

Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7

 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030

akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk

daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health

Organisation, WHO)  memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia

dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data

dan Informasi PERSI, 2012).

Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki

diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi

(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko

amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang berobat dalam

fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner III-V mencapai 74,6 %

dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus

ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS Sanglah, dengan kecendrungan semakin

tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan

ini sangat berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan

yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi

kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau

kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh

karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla

Page 3: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 3/175

3

dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua

disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna

angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan

 pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya perubahan strategi penanganan,

maka peningkatan populasi penderita DM, dan peningkatan biaya pengobatan DM

dan komplikasinya, akan menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.

Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik menurut Tellechea dkk. (2010)

terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang berlangsung secara

terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifir, dan neuropati

 perifir, keempat keadaan di atas secara bersam-sama menyebabkan gangguan fungsi

sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan gangguan

neovaskularisasi. Debridemen merupakan pengobatan standar ulkus kaki diabetik

sampai saat ini, disamping off-loading  dan restorasi perfusi kulit. Meskipun saat ini

 juga berkembang pengobatan berbasis terapi gen seperti autologous growth factor,

recombinant growth factor , bioengineered cell-base therapies (Kirsner, dkk., 2010).

 Namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Memahami

dasar-dasar molekuler dari penyakit ini, merupakan hal penting untuk melangkah ke

depan menuju pengobatan yang rasional, karena karakteristik sistemik dari DM

menyebabkan gangguan di dalam beberapa fungsi dasar sel (Lobmann,dkk., 2005).

Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus

kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan

ulkus kaki diabetik, dengan memperhatikan gangguan vaskuler (Lepantalo dkk.,

2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, dan tekanan

Page 4: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 4/175

4

oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari normal sehingga terjadi

gangguan replikasi fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan

leukosit. Velazques (2007)

Telah diketahui bahwa  peripheral artery disease (PAD) merupakan salah

satu bentuk gangguan vaskuler pada ulkus kaki diabetik sebagai sumber penyebab

hipoksia jaringan, karena kebanyakan ulkus kaki diabetik berlokasi pada bagian kaki

yang mengalami iskemia akibat komplikasi vaskuler dari DM kronis (Lerman,

2003). Kejadian  PAD  pada ulkus kaki diabetik bervariasi antara 10-60%, dan

merupakan prediktor kuat untuk ulkus kaki kronis yang sulit sembuh, amputasi

ektremitas bawah, morbiditas dan mortalitas (Tellechea dkk., 2010). Untuk restorasi

 perfusi kulit karena hipoksia jaringan akibat adanya  PAD, sesuai dengan pedoman

 pengobatan  PAD  yang telah disepakati ( ACC/AHA guideline for PAD, 2006)

meliputi program latihan, farmakologi, dan revaskularisasi baik endovaskuler atau

operasi bypass (Hirsch dkk., 2006).

Bentuk gangguan vaskuler lain yang diduga sebagai penyebab hipoksia

 jaringan adalah adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki yang terjadi pada

ulkus kaki diabetik. Beberapa laporan kasus menyebutkan adanya sindroma

kompartemen pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan

nekrosis jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan

tekanan intrakompartemen, iskemia jaringan, serta nekrosis jaringan

(Munichoodappa, 1999 ; Pamoukian, 2000 ; Jose, 2004 ; Flamini dkk.,2008). Bukti

kuat mendukung terjadinya peningkatan tekanan kompartemen kaki berkaitan

dengan DM adalah laporan Lower dan Kenzora (1994) yang melakukan pengukuran

Page 5: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 5/175

5

empat kompartemen kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat, ditemukan

 bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi

daripada pasien kaki normal, walaupun perbedaannya tidak bermakna, sedangkan

 pada kompartemen interoseus dan kompartemen sentral perbedaannya bermakna.

Mekanisme peningkatan tekanan kompartemen kaki adalah melalui

 peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, terbukti dari ditemukannya peningkatan

 permeabilitas mikrovaskuler pada DM baik pada percobaan binatang maupun pada

 pasien selama fase awal dan lanjut dari penyakitnya, hal ini karena perubahan

struktur dan fungsi kapiler menyebabkan gangguan pertukaran molekul melalui

membran endotel ke interstitiil (Bouskela dkk.,  2003). Pengamatan di klinik

mendukung temuan di atas, sebab pada pasien ulkus kaki diabetik sering ditemukan

edema berkepanjangan dan berulang.

Fasiotomi pada umumnya dilakukan jika tekanan intrakompartemen

mencapai 30 mmHg, atau 30 mmHg dibawah  MAP (Mean Arterial Pressure)  atau

10-30 mmHg dibawah tekanan darah diastolik (Fulkerson,dkk., 2003). Sedangkan

 pada ulkus kaki diabetik, fasiotomi dikerjakan jika terdapat infeksi jaringan yang

dalam dan berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden, terdapat

sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas

metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Van Baal, 2004 ; Bernard, 2007 ;

Zgonis dkk., 2008). Tujuan fasiotomi adalah mengurangi perbedaan tekanan

transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang

mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson,

dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010). Belum ada laporan tentang pengukuran tekanan

Page 6: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 6/175

6

intrakompartemen kaki sebagai penilaian rutin dalam penanganan ulkus kaki

diabetik, dan juga belum ada laporan tentang fasiotomi pada ulkus kaki diabetik

yang mengalami infeksi superfisial.

Tekanan oksigen memegang peranan utama dalam regulasi ekspresi gen

VEGF   (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). VEGF  meningkat oleh hipoksia secara in

vitro, namun data secara in vivo pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih

menjadi pertentangan (Oltmanns dkk., 2006).  Diabetic fibroblast   tidak mampu

meningkatkan produksi VEGF   pada level normal didalam merespon keadaan

hipoksia sehingga kadar VEGF   menjadi rendah akibat akumulasi advanced

 glycosylation end-products (AGEs)  didalam  sel-sel yang terpapar dengan

hiperglikemia kronis dan  kerusakan oksidatif akibat dari produksi berlebihan dari

mitochondrial oxidative stressors, keduanya menimbulkan kerusakan sel permanen

meskipun lingkungan telah normoglikemia (Lerman, 2003). Gangguan molekuler

tersebut bisa terletak di dalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun

 pada reseptor ( signal transduction defect )  atau pada level reseptor itu sendiri

(Waltenberger, 2007). Sebaliknya hiperoksia merangsang pelepasan sel endotel

 progenitor atau sel stem dari sumsum tulang, namun sel-sel ini bisa efektif

meningkatkan vaskulogenesis jika cytokine milieu didalam dasar ulkus adalah

optimal (Velazquez, 2007). Fasiotomi yang bertujuan mengurangi perbedaan

tekanan transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang

mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson,

dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010), memungkinkan untuk mencapai keadaan normoksia

atau bahkan hiperoksia, sehingga terjadi aktivasi terhadap keratinosit, fibroblast, sel

Page 7: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 7/175

7

endotel, makrofag, dan platelet untuk melepaskan VEGF  sebagai growth factor  yang

sangat penting dan poten di dalam proses angiogenesis penyembuhan luka (Brem

dan Tomic-Canic , 2007)

Lobmann dkk. (2005) menerangkan hubungan gangguan fungsi sel,

ketidakseimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan growth factor . Dijelaskan bahwa

 pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan

 proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, terbukti dengan adanya

neutrofil granulosit dalam jumlah besar di dalam luka. Neutrofil granulosit

mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF-α dan interleukin-1 β (IL-1β  ). Kedua

sitokin ini merangsang sintesa matrix metaloprotease (MMP), menyebabkan

degradasi matrik protein dan  growth factor sehingga penyembuhan luka menjadi

terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk., 2005).  VEGF salah satu  growth

 factor yang memiliki peran penting dalam neovaskularisasi penyembuhan luka

(Brem dkk., 2009).  Beberapa literatur melaporkan adanya peningkatan kadar TNF-α 

di dalam jaringan ulkus diabetik pasien maupun hewan coba (Lobmann dkk., 2005 ;

Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siquiera dkk., 2010), peningkatan TNF-α 

lokal maupun sistemik pada pasien DM tipe-2 (Maltezos dkk., 2002), penurunan

kadar VEGF di dalam jaringan ulkus diabetik (Frank dkk.,1995, Brem dan Tomic-

Canic, 2007), dan pada neuropati diabetik (Quatrtrini dkk., 2008).

Lingkungan proinflamasi yang meningkat dan memanjang pada ulkus kaki

diabetik yang ditandai oleh peningkatan TNF-α, diikuti penurunan VEGF   karena

 proses degradasi oleh TNF-α, disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma

 berulang, dimana endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel detritus

Page 8: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 8/175

8

mempertahankan inflamasi ini (Lobmann dkk., 2005). Debridemen adalah tindakan

operasi untuk menghilangkan kontaminasi bakteri, endotoksin bakteri, fragmen

matriks ekstraseluler, sel-sel detritus, membuang kalus. sehingga dengan membuang

faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang memicu sekresi TNF-α , 

terjadi perubahan lingkungan lokal (perubahan cytokine milieu di dasar ulkus),

 berupa penurunan TNF-α diikuti dengan peningkatan VEGF , sehingga sel progenitor

atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis

sehingga terjadi perbaikan klinis dari ulkus kaki diabetik. Velazquez ( 2007)

Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi, perbaikan

inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis / vaskulogenesis, konstriksi

luka, dan reepitelisasi (Velazquez, 2007), maka debridemen merupakan langkah

 penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound

bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau  lokal dari

suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat

 proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ;

Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa

efektif meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu

di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka

 panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali ditentukan oleh

lingkungan-mikro setempat (host microenviroment),  lingkungan ini merupakan

elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta

remodeling jaringan (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997).  Tanpa adanya respon

Page 9: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 9/175

9

angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan deposisi matrik

menjadi lambat (Lerman, 2003).

Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan baru sehingga tindakan

debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF, 

karena pada hewan coba menunjukkan bahwa ekspresi VEGF meningkat dalam 24

 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF mencapai puncaknya pada hari ketiga dan

ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu. Periode ini merupakan periode

 pembentukan jaringan granulasi, sehingga penemuan ini menunjukkan bahwa VEGF  

memiliki peranan penting dan kuat dalam angiogenesis (Frank dkk., 1995). Oleh

karena VEGF  hanya meningkat pada fase awal penyembuhan luka dan berlangsung

sementara, meskipun selanjutnya kadar VEGF   tetap dipertahankan oleh leukosit

 polimorfonuklear dan makrofag, memunculkan hipotesis bahwa VEGF   hanya

dilepaskan selama perdarahan luka berlangsung (Frank dkk., 1995).

Hal yang penting di dalam perawatan ulkus adalah perkembangan ulkus.

Beberapa peneliti mengajukan metode untuk menilai perbaikan, meramalkan

kesembuhan, dan mengevaluasi pengobatan ulkus dengan menggunakan pengukuran

area ulkus (Shaw dkk., 2007; Lavery dkk., 2008; Rogers dkk., 2010), namun

identifikasi tepi luka dan pengukuran area ulkus merupakan hal yang sulit.

Woodbury dkk. (2004) mengemukakan alat bantu yang diberi nama  Leg Ulcer

 Measurement Tool (LUMT) dengan beberapa keuntungan yaitu LUMT dapat

digunakan oleh satu atau lebih penilai (asesor), penilaian penampakan ulkus dapat

diperbanyak, dan mencatat perubahan ulkus sepanjang waktu. Semakin kecil nilai

LUMT berarti perbaikan ulkus semakin besar.

Page 10: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 10/175

10

Dengan melihat bukti-bukti bahwa terjadi peningkatan tekanan kompartemen

sejak awal dan berlangsung secara bertahap dan kronis sesuai dengan durasi DM,

memicu hipoksia jaringan ditambah dengan lingkungan ulkus yang proinflamasi,

menyebabkan ulkus kaki diabetik menjadi sulit sembuh bahkan sampai amputasi,

maka tindakan fasiotomi dapat memiliki peran di dalam mengurangi tekanan

intrakompartemen kaki sehingga hipoksia jaringan dapat dihilangkan, disamping

untuk membuka kantong-kantong infeksi di dalam kompartemen sehingga

 pengendalian infeksi menjadi lebih baik. Secara biomolekuler tindakan fasiotomi

mengembalikan keadaan hipoksia menjadi normoksia bahkan mungkin hiperoksia,

 peningkatan aktivasi seluler yang melepaskan VEGF   sehingga terjadi peningkatan

VEGF . Sedangkan debridemen memiliki peran di dalam memberikan perubahan

suasana luka kronis menjadi akut, menghilangkan faktor-faktor yang merangsang

sekresi TNF-α, sehingga terjadi penurunan TNF-α  diikuti dengan penurunan

degradasi VEGF. Walaupun debridemen sendiri sangat rasional di dalam

menurunkan TNF-α yang diikuti dengan penurunana degradasi VEGF , tetapi tidak

dapat memperbaiki oksigenasi jaringan. Atas dasar itu kami melakukan penelitian

mengenai debridemen dengan fasiotomi yang dikerjakan secara simultan baik pada

ulkus dengan derajat ringan maupun berat, untuk melihat pengaruhnya terhadap

 penurunan TNF-α dan peningkatan VEGF, serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik

yang diamati dengan instrumen LUMT .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka permasalahan yang

dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

Page 11: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 11/175

11

1.  Apakah penurunan kadar TNF-α di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik

tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca

debridemen tanpa fasiotomi;

2.  Apakah peningkatan kadar VEGF di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik

tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca

debridemen tanpa fasiotomi;

3.  Apakah perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai  LUMT ) pasca

debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa

fasiotomi.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1  Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa

debridemen dengan fasiotomi secara simultan lebih baik dibandingkan dengan

debridemen tanpa fasiotomi dalam penanganan ulkus kaki diabetik.

1.3.2  Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah : 

1.  Untuk membuktikan terjadi penurunan kadar   TNF-α  di dalam plasma

 penderita ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca debridemen dengan

fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi;

2. 

Untuk membuktikan terjadi peningkatan kadar VEGF di dalam plasma

 penderita ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca debridemen dengan

fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi.

Page 12: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 12/175

12

3.  Untuk membuktikan terjadi perbaikan klinis ulkus kaki diabetik

(berdasarkan nilai LUMT ) pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar

daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1  Manfaat akademik

Manfaat akademik yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah : 

1.  Memberi sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran mengenai

 penerapan tehnik debridemen dan fasiotomi secara simultan pada

 penanganan ulkus kaki diabetik, untuk mencapai perbaikan klinis ulkus.

Perbaikan klinis yang dihasilkan dari penerapan tehnik ini dicapai melalui

 patogenesis baru berupa perubahan lingkungan sitokin ulkus yaitu

 penurunan TNF-α dan peningkatan VEGF  serta perubahan mikrosirkulasi

 jaringan yang dilakukan secara simultan. Dengan demikian tercapai

keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan growth factor  dalam proses

 penyembuhan ulkus.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah : 

1.  Sebagai sumber informasi mengenai manfaat debridemen dan fasiotomi

yang dilakukan secara simultan pada penanganan ulkus kaki diabetik.

2. 

Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki

diabetik, memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dibandingkan

dengan debridemen saja. Dengan demikian aplikasi debridemen dan

fasiotomi yang dilakukan secara simultan, dapat memperpendek masa

Page 13: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 13/175

13

rawat, serta menurunkan angka amputasi. Perbaikan klinis dari tindakan

debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan ini ditunjang

oleh adanya perbaikan biomarker angiogenic growth factor seperti VEGF

dan TNF-α  plasma , yang sangat penting didalam proses angiogenesis dan

 penyembuhan ulkus kaki diabetik.

3.  Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki

diabetik, dapat dipakai sebagai protokol rutin di dalam penanganan ulkus

kaki diabetik.

Page 14: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 14/175

 

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Kaki Diabetik

2.1.1  Pengertian dan epidemiologi

Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full

thickness) dari dermis. Pengertian ulkus kaki diabetik termasuk nekrosis atau

gangren. Gangren diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh

 penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis)  karena adanya

mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang

menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu

sendiri. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi

infeksi dan pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di

 bagian distal tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ;

Cavanagh dkk., 1999).

Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus

kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,

keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.

Jumlah penderita DM di Amerika Serikat akan meningkat 2 kali lipat dari

23,7 juta menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034 (Huang dkk., 2009), 15-

25% akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka. Proporsi ulkus

kaki diabetik derajat III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan derajat I-II

yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang

Page 15: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 15/175

15

dirawat di RS Sanglah, semakin tinggi derajat ulkus semakin besar resiko

amputasi (Muliawan dkk., 2005).

2.1.2 

Patofisiologi ulkus kaki diabetik

Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya

ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor

 besar (Gibbons dkk., 1995 ; Singh dkk., 2005) yaitu : 

2.1.2.1 Faktor kausatif

-   Neuropati perifir (sensorik, motorik, autonom)

Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik

 biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan

sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan

termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri

dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki

 juga menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di

kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal

kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.

Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan

kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler

sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit , hal ini mencetuskan

timbulnya fisura, kerak kulit , semuanya menjadikan kaki rentan terhadap

trauma yang minimal

Page 16: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 16/175

16

-  Tekanan plantar kaki yang tinggi

Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan dengan

dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi ( ankle, subtalar, and first

metatarsophalangeal joints )  dan deformitas kaki. Pada pasien dengan

neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun

kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan

 plantar tinggi.

-  Trauma

Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki,

11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat

komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki

2.1.2.2 Faktor kontributif

-  Aterosklerosis

Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifir terutama mengenai

 pembuluh darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah

lutut, merupakan faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali

lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding dengan pasien non-

diabetes.

-  Diabetes

Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik,

termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking , gangguan

fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama

gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki

Page 17: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 17/175

17

angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit

mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada DM, ditandai dengan

hiperglikemia berkelanjutan serta peningkatan mediator-mediator

inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi kronis,

namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena

hiperglikemia sendiri menimbulkan ganggguan mekanisme pertahanan

seluler. Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan

luka, tetapi harus sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat

oleh interaksi sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap

lemah dan angiogenesis terganggu sehingga terjadi gangguan

 penyembuhan luka seperti terlihat pada gambar 2.1 (Tellechea dkk,

2010)

Gambar 2.1 Gangguan penyembuhan luka pada diabetes (Dikutip dari

Tellechea dkk., 2010)

Diabetes

Sustained

hyperglycemia

Pro-inflamatory

environment

Peripheral

vascular disease

Peripheral

neuropathy

  Altered immune cell function

  Ineffective inflammatory response

  Endothelial cell dysfunction

  Impaired neovascularization

ABNORMAL WOUND HEALING

Page 18: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 18/175

18

2.1.3 Penilaian, klasifikasi, dan derajat ulkus kaki diabetik

2.1.3.1 Jenis-jenis ulkus kaki diabetik

Ulkus kaki diabetik dibedakan atas 2 kelompok yaitu : (Edmon, 2006)

1.  Ulkus neuropatik

Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,

keringat berkurang, kulit kering dan retak.

2.  Ulkus neuroiskemik

Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa

rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain 

mungkin tidak ada karena neuropati

2.1.3.2 Penilaian ulkus kaki diabetik

Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus

 berkepanjangan, maka perlu mengetahui akar penyebabnya. Untuk

mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan bermanfaat didalam

 perencanan pengobatan, perlu dilakukan penilaian-penilaian ulkus meliputi : 

(Van Baal, 2004 ; Khanolkar dkk., 2008) 

1.  Penilaian neuropati

Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan

dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi

vibrasi dengan garpu tala 128 Hz

Page 19: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 19/175

19

2.  Penilaian struktur

Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan

tulang di plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux

rigidus, charcot foot.

3.  Penilaian vaskuler

Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot,

 pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara

sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki

teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah

ankle  < 50 mmHg ( Ankle Brachial Index  < 0,5), TcPO2 < 30mmHg,

tekanan darah jari < 30mmHg

4.  Penilaian ulkus

Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan sistematis.

Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau

dalam, apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus

secara akurat.

2.1.3.3 Klasifikasi dan derajat ulkus kaki diabetik  

Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini

seperti, klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system

(UT), dan  PEDIS  ( P erfusion, E  xtent / size, D epth / tissue loss, I nfection,

S ensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan

derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan

ikhtiar pengobatan (Oyibo dkk., 2001 ; Widatalla dkk., 2009 ). Kriteria diagnosa

Page 20: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 20/175

20

infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut :

 bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya

 pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan

(superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat

(disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik) (Lipsky dkk., 2012).

Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis

asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau

instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk.,

2008).

Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001). 

Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi

Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,

 belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses

Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi

osteomielitis, abses atau selulitis.

Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.

Grade V Gangren seluruh kaki.

2.1.4 Pengukuran area ulkus

Salah satu ketentuan paling dasar dari perbaikan ulkus adalah

 berkurangnya ukuran ulkus dari waktu ke waktu. Dengan berkurangnya

ukuran ulkus, bisa dipakai untuk meramalkan penyembuhan ulkus, sehingga

 pengukuran luka merupakan komponen penting dari keberhasilan penanganan

Page 21: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 21/175

21

ulkus (Shaw dkk., 2007 ; Rogers dkk., 2010). Beberapa metode untuk bisa

menilai, meramalkan kesembuhan, dan mengevaluasi pengobatan ulkus

diabetik telah diajukan oleh beberapa peneliti.  Lavery dkk. (2008)

melaporkan tentang kemungkinan penyembuhan ulkus diabetik berdasarkan

 persentase pengurangan area ulkus. Ulkus yang mencapai pengurangan area

sebesar ≥15%   pada minggu pertama memiliki kemungkinan sembuh

sebanyak 68%, atau jika pengurangan area ulkus sebesar ≥ 60% pada minggu

kempat, memiliki kemungkinan sembuh sebesar 77%. Besarnya perubahan

area ulkus pada awal minggu pertama pengobatan dapat memperkirakan

kemungkinan sembuh pada minggu ke 16, serta dapat mengetahui secara

rasional untuk mengevaluasi kembali ulkus dan mengubah jenis terapi.

Sedangkan  Coerper dkk. (2009) meneliti apakah pengurangan area ulkus

>50% dalam 4 minggu pengobatan diikuti dengan kemungkinan peningkatan

kesembuhan ulkus yang lebih besar. Persentase pengurangan area ulkus dalam

4 minggu menurut Coerper adalah : [ ( area (4 minggu ) / area ( baseline ) )

x 100 ) / area ( baseline ) ]. Kemungkinan sembuh secara keseluruhan adalah

35% setelah 12 minggu, 41% setelah 16 minggu, dan 73% setelah 1 tahun.

Pengurangan area ulkus >50% dalam 4 minggu pengobatan diikuti dengan

kemungkinan peningkatan kesembuhan ulkus yang lebih besar. Penghitungan

 persentase pengurangan area ulkus setelah 4 minggu, dapat dipakai untuk

memperkirakan kemungkinan sembuh, dan mengevaluasi kembali pengobatan

yang sudah dan akan diberikan.

Page 22: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 22/175

22

Identifikasi secara tepat dari tepi luka serta pengukuran luas luka

merupakan hal yang sulit. Ada beberapa tehnik pengukuran area atau volume

ulkus seperti planimetri, tehnik digital fotografi, ,pengukuran luka

menggunakan penggaris yang sederhana (Shaw dkk., 2007 ; Rogers dkk.,

2010).

Tehnik yang paling sederhana dan standar untuk menghitung area

ulkus adalah ukuran ulkus yang terpanjang dikalikan dengan ukuran ulkus

terlebar. Keterbatasan dari tehnik ini adalah interpretasi subyektif dan variasi

diantara pengukur berbagai variasi bentuk disamakan secara linear kedalam

dimensi panjang kali lebar, padahal penghitungan panjang kali lebar secara

matematis hanya bisa diterapkan dan akurat pada ulkus berbentuk

 bujursangkar atau segiempat. Sehingga terdapat kelebihan perhitungan

sebesar 40% dari perhitungan yang sebenarnya dibandingkan dengan tehnik

 planimetri (Rogers dkk., 2010).

Metode planimetri, memakai film transparan yang ditempelkan diatas

ulkus, tepi ulkus dijiplak pada film, film discan secara digital, jumlah kotak

yang terisi dihitung secara manual, selanjutnya dikalkulasi melalui komputer.

Tehnik ini hasilnya lebih akurat dibanding dengan tehnik standar memakai

 penggaris sederhana (Rogers dkk., 2010)

Metode fotografi merupakan sebuah alternatif yang akurat untuk

mengukur area luka, tehnik ini menjadikan luka bersih dan tidak

terkontaminasi, karena kontak dengan dasar luka bisa dihindarkan. Metode

fotografi yaitu luka difoto dimana gambar dalam foto tersebut sudah ada

Page 23: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 23/175

23

 bingkai pengukur untuk memungkinkan kalibrasi gambar, gambar di-upload  

ke komputer lalu dibuka dengan image J , tepi luar luka ditetapkan secara

digital dan dengan perangkat lunak image J   area luka dikalkulasi. Metode

Visitrak memakai film Visitrak transparan berlapis dua yang diletakkan

diatas luka, batas luka digambar diatas filem tersebut, gambar tiruan diatas

lapisan filem paling atas tersebut dijiplak lagi dengan Visitrak digital dan

 perangkat lunak mengkalkulasi area luka (Chang, 2011).

Saat ini telah dikembangkan beberapa alat bantu untuk menilai

 perbaikan ataupun perburukan luka seperti Pressure Sore Status Tool (PSST),

 Pressure Ulcer Scale for Healing (PUSH Tool), Sussman Wound Healing

Tool (SWHT), Sessing Scale, The Wound Healing Scale (WHS), Photographic

Wound Assessment Tool (PWAT), dan Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT)

(Woodbury dkk.,2004).

2.1.5 Debridemen

Debridemen adalah suatu tindakan membuang material yang tidak

hidup, benda asing, dan jaringan tidak sehat yang sulit sembuh dari luka

(Steed, 2004). Target utama penanganan ulkus kaki diabetik adalah untuk

mencapai penutupan luka secepat mungkin, dan menurunkan angka amputasi.

Prinsip penanganannya meliputi : pengelolaan komorbid, evaluasi status

vaskuler dan penanganannya secara tepat, penilaian faktor-faktor psikososial /

gaya hidup, penilaian dan evaluasi ulkus, penanganan luka / debridemen /

wound bed preparation  dan menghilangkan faktor tekanan / offloading  

(Frykberg dkk., 2006).

Page 24: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 24/175

24

Kegagalan penyembuhan dari suatu ulkus, baik itu ulkus diabetik,

ulkus vena, maupun ulkus dekubitus, sehingga berkembang menjadi ulkus

kronis, karena eradikasi terhadap infeksi yang tidak adekuat dan kuman

 patogen opurtunistik. Analisa ulkus kronis dengan fluorosensi in situ

menemukan mikrokoloni, suatu struktur dasar dari biofilm bakteri. Adanya

 biofilm tersebut menumbuhkan peningkatan toleransi bakteri terhadap

 pengobatan antibiotika, serta mekanisme proteksi terhadap fagositosis

 polimorfonuklear (PMN), sehingga eradikasi dengan antibiotika dan aktivitas

antimikroba dari sistem imunitas tubuh menjadi tidak efektif (Bjarnsholt

dkk., 2008). Debridemen merupakan komponen yang tak terpisahkan

(integral) dan langkah sangat penting dalam protokol penanganan ulkus

kronis, semenjak bahwa kesembuhan tidak akan terjadi pada jaringan yang

mati, nekrotik, debris, atau kolonisasi bakteri di daerah luka. Oleh karena itu

fungsi dari debridemen adalah membuang jaringan nekrotik, mengurangi

tekanan, evaluasi adanya kantong-kantong infeksi yang tersembunyi (tracking

and tunneling ), drainase, dekolonisasi bakteri, dan hanya meninggalkan

 jaringan sehat untuk mendorong penyembuhan luka (Frykberg dkk., 2006 ;

Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010). Pada ulkus neuropatik, debridemen harus

dilakukan terus menerus sampai terdapat jaringan sehat, tetapi pada ulkus

iskemik, debridemen harus dilakukan secara hati-hati dan terbatas hanya

drainase saja, bahkan idealnya debridement dilakukan setelah atau bersama

sama dengan revaskularisasi. Debridemen sebaiknya mampu

memvisualisasikan semua luka, membuka semua daerah yang terkena infeksi

Page 25: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 25/175

25

untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan spesimen bakteri dari

 jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan anatomi kaki

mutlak diperlukan (Rauwerda, 2000).

Dasar pemikiran untuk debridement kelihatan sangat masuk akal,

tetapi bukti-bukti untuk mendukung hal itu sangat sedikit (Gordon dkk.,

2012), meskipun data-data menunjukkan semakin sering debridement,

semakin baik hasil penyembuhan luka (Wilcox et al., 2013). Steed dkk.

(1996) meneliti pengaruh debridemen dan pemberian faktor pertumbuhan

secara topikal secara acak, prospektif, double blind  dan multisenter. Ternyata

debridemen bedah secara agresif dan berulang pada ulkus kaki diabetik

memberi respon angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan ulkus

yang jarang dilakukan debridemen. Disamping itu ulkus yang diberikan

recombinant human platelet-derived growth factor (rhPDGF) secara topikal,

angka penyembuhannya lebih besar dibanding plasebo. Sehingga disimpulkan

 bahwa debridemen merupakan pengobatan vital di dalam penanganan ulkus

kaki diabetik.

Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi,

 perbaikan inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis /

vaskulogenesis, konstriksi luka, dan reepitelialisasi (Velazquez, 2007), maka

debridemen merupakan langkah penting dan menentukan pada penanganan

ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah

suasana lingkungan atau milieau  lokal dari suasana luka kronis menjadi

suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat proses penyembuhan

Page 26: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 26/175

26

luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009). Sel

endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif

meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu

di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka

 panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF, terutama sekali ditentukan

oleh lingkungan-mikro setempat (host microenviroment),  lingkungan ini

merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani

invasi seluler serta remodeling jaringan (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997).

VEGF  meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF  

mencapai puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara

 bermakna setelah itu, sehingga memunculkan hipotesis bahwa VEGF hanya

dilepaskan selama perdarahan luka berlangsung (Frank dkk, 1995). Pada

waktu debridemen, terjadi perdarahan luka baru, sehingga tindakan

debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF

sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Debridemen yang sering

dilakukan pada ulkus kaki diabetik, dapat meningkatkan angka penyembuhan

luka, walaupun tidak ada cukup bukti untuk menetapkan pendapat ini

(Cardinal dkk., 2009).

Ada 5 jenis debridemen yaitu : bedah, ensimatik, autolitik, mekanik,

dan biologik, hanya debridemen bedah terbukti efektif pada uji-uji klinik.

Debridemen bedah yaitu debridemen secara tajam untuk membuang semua

 jaringan dan tulang yang mati. Tujuannya adalah mengubah lingkungan

 penyembuhan luka kronis menjadi penyembuhan luka akut. Debridemen

Page 27: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 27/175

27

ensimatik, menggunakan ensim proteolitik eksogen yang dibuat secara

spesifik seperti kolagenase, papain/urea dari pepaya, fibrinolisin/DNAse,

tripsin, kombinasi streptokinase-streptodornase. Debridemen autolitik, terjadi

secara alami pada ulkus yang sehat, lembab, dan perfusi yang adekuat.

Debridemen mekanik,dilakukan secara fisik dengan cara pembalutan basah-

kering, irigasi dengan tekanan, lavase, dan hidroterapi. Debridemen biologik,

menggunakan larva steril dari lalat  Lucilia sericata, larva tersebut

mengeluarkan ensim proteolitik yang dapat mencairkan jaringan nekrotik

(Steed, 2004 ; Frykberg dkk., 2006 ; Edward dan Stapley, 2010).

Sampai saat ini belum ada cara untuk menilai ketepatan dari luas dan

dalamnya debridemen ulkus, apakah debridemen telah dilakukan dengan

adekuat atau belum. Saap dan Falanga (2002), mengajukan suatu cara yang

disebut debridemen performance index (score 0-6),  kaitannya dengan

 penyembuhan ulkus kaki diabetikum. Debridemen meliputi debridemen

terhadap kalus, tepi ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai

adalah 0 adalah debridemen diperlukan tetapi tidak dikerjakan, skor 1 adalah

debridemen diperlukan dan dikerjakan, skor 2 adalah debridemen tidak

diperlukan. Semakin rendah debridemen performance index , semakin rendah

insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem skoring ini dipakai dapat untuk

meramalkan hasil pengobatan. Preparasi dasar luka (wound bed preparation) 

sangat penting untuk penyembuhan ulkus di kaki, meliputi pengendalian

eksudat dan edema, mengurangi kolonisasi bakteri, merangsang terbentuknya

 jaringan granulasi yang sehat, serta membuang jaringan nekrotik. Sampai saat

Page 28: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 28/175

28

ini tidak ada sistem klasifikasi untuk preparasi dasar luka (wound bed

 preparation). Falanga dkk. (2006) mengembangkan sistem klasifikasi baru

 berdasarkan parameter seperti : tepi luka, dalam luka / jaringan granulasi,

 jumlah eksudat, adanya eschar, edema, dermatitis disekitar luka, warna dasar

luka, adanya kalus atau fibrotik disekitar luka.

Ulkus kaki diabetik dengan Infeksi berat, memerlukan intervensi

 bedah untuk mengendalikan infeksi yang bisa mengancam jiwa maupun kaki

 pasien. Ahli bedah yang melakukan operasi pada ulkus kaki diabetik dengan

infeksi berat hendaknya memiliki pengetahuan tentang anatomi kaki,

 patofisiologi terjadinya ulkus kaki diabetic dan infeksi, untuk mencegah

kegagalan operasi maupun amputasi (Van Baal, 2004 ; Zgonis, 2008). Jalur –  

 jalur perluasan infeksi yang mengikuti jalur anatomi harus dimengerti. Di

daerah tumit, aponeurosis plantaris merupakan fasia yang paling superficial.

Di bagian sentral kaki, fasianya paling tebal dan melekat pada tuberositas

kalkanues, dari sini lalu meluas ke distal menyerupai kipas. Fasia plantaris

membentuk batas inferior dari 3 kompartemen plantaris yaitu : kompartemen

lateral, sentral dan medial.

Kompartemen lateral dibatasi oleh tulang metatarsal kelima dan

septum intermuskular lateral, mengandung semua otot-otot intrinsik jari

kelima. Kompartemen sentral dibatasi oleh septum intermuskular pada sisi

medial dan septum intermuskular kedua lateral yang berjalan dari kalkaneus

ke kaput metatarsal kelima, atapnya dibentuk oleh struktur tarsometatarsal,

mengandung semua otot-otot intrinsik jari kedua, ketiga, keempat.

Page 29: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 29/175

29

Kompartemen medial dibatasi oleh septum intermuskular lateral yang berjalan

longitudinal dari kalkaneus ke kaput metatarsal pertama, atapnya dibentuk

oleh permukaan inferior metatarsal pertama, mengandung semua otot-otot

intrinsik jari pertama. Kompartemen interoseus dibatasi oleh fasia interoseus

dari metatarsal dan mengandung otot-otot interoseus, kompartemen ini

memegang peranan penting dalam perluasan infeksi dan perkembangan

iskemia (Van Baal, 2004).

Untuk melakukan debridement bedah yang adekuat, prosedur

 pembedahan yang dianjurkan adalah (Zgonis dkk., 2008) : 

-  Tidak menggunakan tourniquet, supaya bisa menentukan viabilitas

 jaringan. Pakai sarung tangan dua lapis.

-  Eksplorasi luka, termasuk membuang semua jaringan nekrotik, pus,

membuka sinus tract untuk menentukan batas jaringan sehat dan tidak

sehat serta kompartemen yang terkena. ―  finger test   ― bisa dikerjakan

durante operasi untuk menentukan luasnya jaringan yang mengalami

infeksi. Tekan dengan ibu jari sepanjang bidang jaringan anatomi, jika

 positif berarti terdapat necrotizing fasciitis, dengan demikian dapat

ditentukan mana jaringan yang akan di amputasi atau di eksisi luas saja

untuk mengendalikan infeksi secara adekuat.

Insisi dan drainase terbatas hendaknya dihindarkan , karena akan

meninggalkan sumber infeksi

Page 30: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 30/175

30

-  Semua jaringan dan tulang yang tidak hidup dan terinfeksi harus dibuang

tanpa memandang ukuran dan kuantitasnya. Tendon yang tampak dieksisi

untuk mencegah perluasan infeksi ( tracking infection).

-  Ambil jaringan dalam yang terinfeksi untuk pemeriksaan kultur dan tes

sensitivitas

-  Irigasi dengan larutan normal saline sebanyak 3 liter atau lebih untuk

mengurangi kolonisasi bakteri. Penambahan antibiotika pada larutan irigasi

 belum diketahui manfaatnya.

Sarung tangan terluar dilepaskan untuk mengurangi kontaminasi setelah

luka diirigasi.

-  Luka ditutup dengan penutup luka yang lembab, lalu ditutup lagi dengan

 penutup kering.

-  Pembalut luka diganti setiap hari, dimulai sejak 24-48 setelah debridement

 pertama.

-  Redebridemen hendaknya dilakukan jika diperlukan.

2.2  TNF- α 

2.2.1 TNF- α pada ulkus kaki diabetik

TNF-α  merupakan sitokin proinflamasi yang diproduksi terutama oleh

monosit dan makrofag. Memiliki peran dalam berbagai proses didalam tubuh, dan

dalam patogenesis dari berbagai penyakit seperti shock sepsis, kanker, artritis

reumatoid, sklerosis multipel, dan gangguan autoimun atu inflamasi lainnya.

Penelitian terakhir, TNF-α  terlibat didalam resistensi insulin pada kegemukan dan

Page 31: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 31/175

31

DM tipe 2. Mekanisme molekuler TNF-α  menginduksi resistensi insulin masih

 belum diketahui, tetapi secara in vitro, penelitian menunjukkan bahwa TNF-α 

menghambat insulin-mediated autophosphorylation  dari insulin reseptor, dan

menurunkan fosforilasi dalam jaringan otot dan jaringan lemak, yang kebanyakan

terikat pada reseptor TNF p55. Kadar TNF-α  meningkat secara lokal maupun

sitemik pada resisten insulin baik pada binatang maupun manusia yang gemuk.

Disamping itu ekspresi TNF-α didalam otot dari orang DM tipe 2 lebih tinggi secara

 bermakna dibandingkan dengan orang yang non-DM. Kadar TNF-α  yang beredar

didalam sirkulasi dari orang dengan kegemukan dan intoleran glukosa meningkat,

dan berhubungan dengan massa lemak perut (Maltezoz dkk., 2002).

Pada ulkus kaki diabetik ditemukan peningkatan kadar TNF-α  (Lobmann

dkk., 2005 ; Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siqueira dkk, 2010 ; ),

 peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblast (Siqueira

dkk, 2010), diikuti dengan gangguan penyembuhan ulkus. TNF-α  merupakan

 petanda inflamasi didalam proses penyembuhan jaringan. Penelitian sebelumnya

telah menunjukkan hubungan TNF-α terhadap penyembuhan luka. Penurunan kadar

TNF-α ,  mengindikasikan pengendalian inflamasi serta kemajuan penyembuhan

yang adekuat (Leung dkk., 2008). TNF-α  merangsang sintesa  MMP . Dengan

tingginya protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth

 factor   yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga

 penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).

Disamping itu TNF-α  menekan tissue growth factor- β (TGF - β)  menginduksi

miofibroblas mengalami proliferasi untuk menbentuk protein-protein penting dalam

Page 32: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 32/175

32

reorganisasi matrik ekstraseluler seperti α-smooth muscle actin ( α-SMA),  kolagen

tipe 1A, and  fibronectin, sehingga berimplikasi pada gangguan penyembuhan luka

(Goldberg, 2007).

2.2.2  Pengukuran TNF- α 

Pengukuran kadar TNF-α. dapat dilakukan pada spesimen jaringan maupun

 plasma., Kadar TNF-α  diukur menggunakan metoda  Enzyme-Linked

 ImmunoSorbant Assay ( ELISA ) (R&D System, Minneapollis, USA).. Siqueira dkk.

(2010) melakukan pengukuran TNF-α  dari spesimen jaringan ulkus, jaringan

diambil dengan punch biopsi dan dibekukan dalam larutan nitrogen, selanjutnya

diletakkan kedalam cytoplasmic lysis buffer   yang mengandung  protease inhibitor

(Pierce, Rockford, IL, USA) dan dihancurkan dengan menggunakan Fast Prep (Q-

Biogene, Solon, OH, USA). Nukleus dipisahkan dari protein sitoplasma dengan

sentrifuge. Sedangkan Wallace dan Stacey (1998) melakukan pengukuran kadar

TNF-α  dengan metoda  ELISA  pada pasien dengan mengambil sampel cairan luka

kronis yang tidak sembuh dimana hasil pengukuran adalah median 2428,5 pg/ml,

sedangkan pada pasien yang sembuh kadar TNF-α  adalah 895,2 pg/ml.

2.3  VEGF

Growth factor   adalah substansi (biasanya merupakan suatu protein atau

hormon steroid) yang memiliki kemampuan untuk merangsang proliferasi dan

diferensiasi sel, serta sangat penting untuk pengaturan berbagai proses selular,

 bekerja sebagai molekul-molekul signaling diantara sel. Dalam dua dekade terakhir

 growth factor   telah digunakan semakin meningkat didalam pengobatan penyakit

Page 33: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 33/175

33

hematologi, onkologi dan kardiovaskular. Terdapat 8 famili utama dari growth

 factors diekspresikan dalam berbagai level oleh sel-sel yang terlibat dalam proses

 penyembuhan luka (Mitchell dkk., 2007). 

VEGF merupakan salah satu dari  growth factor   yang merangsang

angiogenesis paling vital dan poten, keberadaannya dalam benyak bentuk isoform,

 paling sering adalah VEGF 165, bekerja sebagai parakrin pada sel-sel endotel,

 berfungsi sebagai suatu mitogen sel endotel, agen kemotaksis, dan memicu

 permeabilitas vaskuler dan kulit. Salah satu aktivitas mediator dari VEGF , nitric

oxide, meningkatkan deposisi kolagen pada ulkus kaki diabetik serta

mengembalikan fungsi endotel untuk memperbaiki konduksi saraf maupun

oksigenasi jaringan. VEGF rekombinan telah digunakan dalam eksperimental luka

diabetes baik in vivo maupun in vitro (Brem dkk., 2009). 

2.3.1 

Aktivitas biologi dan struktur VEGF

VEGF   telah diketahui memiliki berbagai aktivitas biologi yang penting.

VEGF merupakan mitogen yang kuat (ED50 2-10 pm) untuk sel-sel endotel

mikrovaskuler dan makrovaskuler yang diperoleh dari arteri, vena, dan limfatik,

tetapi tidak memiliki aktivitas mitogen untuk jenis sel yang lain. VEGF

merangsang angiogenesis dalam tiga dimensi yaitu menyebabkan pertemuan sel-sel

endotel mikrovaskuler, penetrasi kedalam gel kolagen, dan membentuk struktur

seperti kapiler (capillary-like structures). VEGF   menyebabkan pertumbuhan

(sprouting)  pembuluh darah, respon angiogenik yang kuat, mendorong ekspresi

dari serine proteases uro-kinase-type dan tissue-type plasminogen activators (PA)

dan juga  PA inhibitor 1 (PAI-1) dalam sel-sel endotel mikrovaskuler , untuk

Page 34: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 34/175

34

mempertahankan keseimbangan proses proteolitik. VEGF meningkatkan ekspresi

metaloproteinase interstitial collagenase. Dengan pengaruh yang bersamaan

terhadap kolagenase dan aktivator plasminogen oleh VEGF , ini akan menetapkan

suatu lingkungan proderagdasi untuk migrasi dan pertumbuhan dari sel-sel endotel.

Lingkungan ini merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang

menjembatani invasi seluler serta remodeling jaringan, sebagai aktivitas

 proangiogenik yang tetap dari VEGF. VEGF   juga diketahui sebagai faktor

 permeabilitas vaskuler yang mendorong kebocoran vaskuler. Dengan peningkatan

 permeabilitas mikrovaskuler, ini merupakan tahapan yang sangat penting dari

angiogenesis terkait dengan tumor dan luka. Fungsi utama dari VEGF  dalam proses

angiogenesis adalah mendorong kebocoran protein plasma, akibatnya terjadi

 pembentukan fibrin gel ekstravaskuler, suatu substrat untuk penetrasi dan

 pertumbuhan sel endotel dan sel-sel tumor. Jumlah dan fisiologi jangka panjang

mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali ditentukan oleh

lingkungan-mikro setempat (host microenviroment)  daripada rangsangan yang

memulai angiogenesis itu sendiri (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). 

Famili VEGF  saat ini terdiri dari 7 anggota : VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C,

VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F, dan PIGF. Daerah inti dibentuk oleh motif ikatan

sistin, dengan 8 invariant cystine residu dalam inter dan intramolekuler disulfide

yang terikat pada ujung dari 4-stranded pusat pada setiap monomer dengan

orientasi antiparalel bersebelahan (side-by-side).  Gen VEGF-A  terdiri atas 8 exon

yang muncul pada 7 isoform asam amino 121, 145,148,165,183, 189, 206, dan

satu isoform asam amino 110 sebagai hasil dari pelepasan proteolitik. VEGF-B 

Page 35: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 35/175

35

terdiri atas 2 isoform asam amino 167 dan 186. VEGF-C  dan VEGF-D, dilepaskan

secara proteolitik dari masing-masing proprotein. Semua anggota VEGF  ini sangat

menjaga domain homologinya yang disandikan oleh exon 1-5.

2.3.2 Reseptor VEGF

Telah diidentifikasi 3 reseptor VEGF   yaitu VEGFR-1 (Flt-1 / fms-like-

tyrosine kinase-1), VEGFR-2 (KDR/ Flk-1 / fetal liver kinase-1/), dan VEGFR-3

(Flt-4),  setiap reseptor memiliki 7 imunoglobuline-like domain dalam ekstraseluler

domain (Hoeben dkk., 2004).  Flt-1 memiliki afinitas tertinggi terhadap rhVEGF 165 , 

sedangkan  Flk-1 / KDR  afinitasnya sedikit lebih rendah, VEGF-C/VRP  mengikat

dengan afinitas tinggi dengan Flt-4 (Gerber dkk., 1997). 

2.3.3 

Regulasi dari ekspresi gen VEGF

2.3.3.1 Hipoksia

Tekanan oksigen memegang peranan utama baik secara in vitro

maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen VEGF  (Ferrara dan Davis-Smyth,

Gambar 2.2 Reseptor VEGF  (Dikutip dari Hoeben dkk., 2004)

Page 36: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 36/175

36

1997). Namun Oltmanns dkk. (2006) mengatakan VEGF   meningkat oleh

hipoksia secara in vitro, namun data secara in vivo tentang regulasi VEGF  

 pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih menjadi pertentangan. Ekspresi

VEGF mRNA  dipicu secara cepat dan reversible oleh paparan tegangan

oksigen ( pO2) yang rendah, juga iskemia yang disebabkan oleh oklusi arteri.

Dengan meningkatnya kadar   VEGF mRNA  diduga bahwa VEGF   dapat

mendorong terjadinya revaskularisasi spontan setelah iskemia (Ferrara dan

Davis-Smyth, 1997).  Reseptor  Flt-1  meningkat oleh hipoksia dan mengikat

VEGF   dengan afinitas yang tinggi, sedangkan  Flk-1/KDR  tidak meningkat

oleh hipoksia dan afinitas ikatan dengan VEGF   lebih rendah (Gerber, dkk.

1997). Oltmanns dkk. (2006), melaporkan bahwa hipoksia akut sistemik pada

laki-laki muda sehat menurunkan kadar plasma VEGF dibanding pada

normoksia, sedangkan konsentrasi  Flt-1 tetap tidak berubah selama hipoksia.

Gangguan kadar VEGF   sistemik telah dilaporkan dalam berbagai

keadaan patologis seperti pertumbuhan tumor (Harmey dan Bouchier-Hayes, 

2002), penyakit arteri koroner (Freedman dan Isner, 2002), dan penyakit-

 penyakit hipoksia kronis. Pengamatan ini diduga kemungkinan berkaitan

dengan regulasi oksigen. Tetapi pada penyakit-penyakit respirasi dengan

manifestasi hipoksia kronik, regulasi VEGF   masih menjadi pertentangan.

Pada penyakit-penyakit respirasi seperti fibrosis paru idiopatik, sarkoidosis

(Meyer dkk.,  2000 ; Koyama dkk.,  2002), emfisema (Santos  dkk., 2003),

kadar VEGF   adalah menurun dibanding dengan kontrol orang sehat,

sedangkan pada perokok dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD) 

Page 37: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 37/175

37

sedang adalah meningkat (Santos dkk., 2003). Namun semua data tersebut

dapat dikelirukan oleh adanya komorbid yang diketahui mempengaruhi VEGF  

seperti hipertensi (Belgore, 2001), resistensi insulin (Chou 2002), obat-obatan

seperti statin (Maeda dkk., 2003). Penelitian di daerah ketinggian pada orang

sehat, hasilnya tidak dapat disimpulkan, karena ada yang melaporkan

 pengaruh keadaan hipoksia, kadar VEGF  didalam darah meningkat (Walter

dkk., 2001), tidak berubah (Maloney dkk., 2000) atau bahkan menurun

(Gunga dkk., 1999).

2.3.3.2 

Sitokin

Beberapa sitokin atau  growth factors  meningkatkan ekspresi VEGF

mRNA dan / atau memicu prengeluaran dari protein VEGF. Paparan terhadap

keratinosit atau keratinosit growth factor, epidermal growth factor (EGF),

TGF- β, TGF -α, IL-1β, IL-1α , IL-6, PGE 2 , IGF-I  memicu pelepasan secara

nyata dari VEGF mRNA  (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Sitokin

 proinflamasi merangsang ekspresi VEGF mRNA  dengan aktivitas yang

 berbeda. TNF-α merupakan aktivator paling kuat dalam merangsang ekspresi

VEGF mRNA, sedangkan  IL-1β, TGF - β1, Interleukin-6   memiliki aktivitas

yang lebih rendah (Frank dkk, 1995).

2.3.3.3 Diferensiasi dan transformasi

Diferensiasi sel memainkan peranan penting dalam regulasi ekspresi

gen VEGF. VEGF mRNA meningkat selama perubahan dari 3T3 preadiposit

menjadi adiposit atau selama diferensiasi miogenik dari sel-sel C2C12.

Sebaliknya ekspresi gen VEGF   akan menurun atau tertekan selama

Page 38: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 38/175

38

diferensiasi dari sel-sel  pheochromocytoma  menjadi nonmalignant neuron-

like cells (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997)

2.3.4 

Ekspresi VEGF  pada ulkus kaki diabetik

Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF, Fibroblast

Growth Factor (FGF)-2,  adalah rendah, karena diabetic fibroblast   tidak

mampu meningkatkan produksi VEGF dan  FGF-2 pada level normal di dalam

merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF   yang abnormal, serta

keadaan hipoksia menimbulkan gangguan proses penyembuhan ulkus, karena

kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa

adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan

deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003). Pada semua ulkus kronis

menunjukkan hipoksia jaringan, bila hipoksia ini terus meningkat, akan terjadi

kegagalan penyembuhan luka. Tekanan oksigen lokal pada ulkus kornis berkisar

setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi fibroblast, deposisi

kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit. Penyembuhan luka normal

melalui beberapa tahapan, memerlukan pengendalian infeksi dan kontaminasi,

 perbaikan inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis /

vaskulogenesis, konstriksi luka, dan reepitelialisasi. Ulkus kronis gagal

mengikuti tahapan itu (Velazques, 2007).

Berkaitan dengan perubahan vaskuler sebagai komplikasi DM kronis,

terjadi keadaan paradox yaitu peningkatan angiogenesis pada retinopati

 proliferative atau plak atherosclerosis dan penurunan angiogenesis pada penyakit

arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa

Page 39: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 39/175

39

kurangnya pertumbuhan kolateral pada jantung dan kegagalan dalam

 penyembuhan ulkus kaki diabetik. Karena itu memunculkan hipotesis untuk

menerangkan paradox angiogenesis ini bahwa respon terhadap faktor

 pertumbuhan (VEGF) terganggu pada DM. Gangguan molekuler ini terletak

didalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun pada reseptor ( signal

transduction defect ) atau pada level reseptor (Waltenberger, 2007).

Adanya perbedaan regulasi VEGF  pada jaringan diabetes seperti yang dilaporkan

oleh Chou dkk. (2002), maka Simons (2005) mengusulkan untuk menilai kembali

 paradigma angiogenesis, arteriogenesis pada DM seperti terlihat pada Gambar 2.4

 berikut :

Gambar 2.3 Skema gangguan signaling pada DM ( Dikutip dari Simons, 2005)

Page 40: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 40/175

40

2.3.5  Peranan VEGF  dalam angiogenesis dan vaskulogenesis

Rendahnya level oksigen dan nutrien, membatasi fungsi dan viabilitas

 jaringan. Respon alami terhadap keadaan iskemia jaringan adalah meningkatkan

angiogenic growth factor  bersama dengan pengadaan dan mobilisasi alemen-

elemen seluler dalam sirkulasi untuk memfasilitasi pertumbuhan pembuluh darah

 baru ( neovaskularisasi). Neovaskularisasi merupakan hasil dari beberapa proses

yaitu vaskulogenesis, angiogenesis, dan arteriogenesis. Angiogenesis adalah

sprouting kapiler baru dari kapiler yang sudah ada. Angiogenesis dirangsang

terutama oleh hipoksia jaringan melalui  Hypoxia-Inducable Factor (HIF)-1

expression. HIF-1 mengaktivasi transkripsi beberapa gen seperti VEGF, reseptor

VEGF flt-1, neuropilin-1, dan angiopoietin-2 (Ryu, 2008).

Gambar 2.4 Urutan kejadian gangguan angiogenesis pada DM

(Dikutip dari Simons, 2005) 

Page 41: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 41/175

41

Gambar 2.5 : Skema mekanisme neovaskularisasi. A.Vaskulogenesis, pertumbuhan

kapiler dari sel-sel endotel progenitor ( EPC ), B. Angiogenesis,

 pertumbuhan kapiler baru dari pembuluh darah yang sudah ada,C.Arteriogenesis, pertumbuhan kolateral dengan remodeling dari

kolateral yang sudah ada (Dikutip dari Ryu, 2008).

Istilah angiogenesis diciptakan oleh John er pada tahun 1787 untuk

menjelaskan pertumbuhan pembuluh darah baru. Pada tahun 1971, Judah Folkman

mengajukan suatu hipotesis bahwa pertumbuhan tumor sebagai suatu

ketergantungan angiogenesis (angiogenesis dependent), maka sejak itu penelitian

dan publikasi tentang angiogenesis mulai berkembang. Pertumbuhan suatu

 pembuluh darah dari sel-sel endotel yang sedang berdiferensiasi in situ disebut

vaskulogenesis, sedangkan pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh

darah yang sudah ada disebut angiogenesis atau neovaskularisasi. Sel endotel yang

ada dalam lapisan setiap pembuluh darah harus mengalami proliferasi, migrasi,

serta bertahan hidup untuk bisa membentuk pembuluh darah baru, atau dengan

kata lain lingkungan mikro setempat haruslah menyampaikan signal kepada sel

Page 42: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 42/175

42

endotel untuk bertambah banyak dan menghindari apoptosis. Angiogenesis

merupakan proses yang rumit, bertahap, dan sangat tergantung pada keseimbangan

antara faktor yang merangsang dan faktor yang menghambat. Meskipun banyak

faktor-faktor pertumbuhan yang merangsang angiogenesis seperti tampak pada

Tabel 2.1, VEGF   merupakan faktor pertumbuhan yang paling spesifik untuk

endotel pembuluh darah (Gupta dan Zhang, 2005). 

Tabel 2.1

Aktivator dan Inhibitor Angiogenesis (Dikutip dari Gupta dan Zhang, 2005).

Aktivator Inhibitor

AngiogeninAngiopoetin-1

AC133Kemokin

Del-1

Β estradiol EphrinFGFαβ FGF

FolistatinHGFId1/Id3

Integrin αVβ3, αVβ5, α5β1 

IL-8LeptinMCP-1MMPs

 NOSPLGFPDGF-BBPleiotrofin (PTN)

PD-ECGFP1GFProliferinTGF-αβ TNF-α 

VE cadherinVEGF

Angiostatin (plasminogen fragment)Anti-angiogenik antithrombin III

Constatin

Cartilage deliver inhibitor (CDI)

CD59 complement fragmentEndostatin (collagen XIII fragment)Fibronectin fragmentFragment of SPARC

HeparinaseHCGIFN-αβγ 

Interferon inducable protein (IPO)

IL4, IL12, IL182-metoksiekstradiolMaspinKringle-5 (plasminogen fragmen)

Osteopontin fragmenPlacental ribonuclease ionhibitorPEDFPF4

Prolaktin 16kDa fragmenRetinoidTissue inhibitor metaloprotenase (TIMP)TSP1Vaskulostatin

 Neovaskularisasi pada manusia telah diketahui terjadi pada plak

atherosclerosis, retinopati proliferative, dan neoplasia malignan. Pemeriksaan

histokimia pada plak atherosclerosis menunjukkan bahwa VEGF   diekspresikan

Page 43: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 43/175

43

oleh sel-sel otot halus dan makrofag didalam intima atherosclerosis. Jumlah sel

dengan VEGF  positif, berkorelasi dengan jumlah intima pembuluh darah. Tampak

ekspresi berlebihan dari VEGF   seiring dengan adanya proliferasi angiomatoid

 pada binatang percobaan setelah diberikan transfer gen VEGF   maupun yang

dibuat diabetes. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa VEGF   berperan sebagai

regulator lokal dan endogen dari fungsi sel endotel, serta bahwa VEGF

merangsang neovaskularisasi pada kondisi patofisiologis (Nakagawa dkk., 2000)

2.3.6  Mekanisme molekuler dan peran VEGF  dalam penyembuhan luka 

Galiano dkk. (2004) menduga bahwa berkurangnya produksi VEGF   dan

angiogenesis memberi sumbangan terhadap kegagalan penyembuhan ulkus pada

 pasien diabetes, sehingga mendorong dilakukannya penelitian apakah pemberian

recombinant human VEGF 165  protein  secara topikal mampu memperbaiki

gangguan penyembuhan luka pada tikus diabetes. Hasil penelitianya menunjukkan

 peningkatan angka penyembuhan yang bermakna dari luka yang mendapat terapi

VEGF , ditandai dengan early leaky, pembentukan vaskuler diikuti oleh deposisi

 jaringan granulasi, peningkatan epitelialisasi, peningkatan deposisi matriks, serta

 peningkatan proliferasi seluler. Analisis ekspresi gen dengan real-time reverse

transcriptase-polymerase chain reaction menunjukkan peningkatan bermakna dari

 platelet-derived growth factor-B and fibroblast growth factor-2  yang dikaitkan

dengan peningkatan jaringan granulasi di dalam luka. Pemberian topikal VEGF  

 juga memiliki efek sistemik, dengan ditemukannya peningkatan sejumlah sel-sel

VEGFR2+ /CD11b

− di dalam sirkulasi, sebagai cerminan suatu prekursor endotel.

Sehingga disimpulkan bahwa pemberian VEGF  secara topikal dapat memperbaiki

Page 44: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 44/175

44

 penyembuhan luka secara lokal maupun sistemik, dimana secara lokal akan

terjadi peningkatan faktor-faktor pertumbuhan penting dan secara sistemik

meningkatkan angiogenesis dengan mobilisasi sel-sel yang berasal dari sumsum

tulang (mobilizing and recruiting bone marrow-derived cells)  termasuk sel-sel

untuk pembentukan vaskuler dan sel-sel untuk perbaikan lingkungan luka dimana

akan terjadi percepatan penyembuhan luka.

Berbagai gangguan fisilogi menyebabkan terjadinya gangguan

 penyembuhan pada ulkus kaki diabetik seperti gangguan migrasi sel (Brem dkk.,

1997), gangguan inervasi (Gibran dkk., 2002), dan angiogenesis yang tidak

adekuat (Cho dkk., 2006).  Telah diidentifikasi perbedaan matrix

metalloproteinases (MMPs) dan hinbitornya dalam mengontrol proses antara

 pembentukan tabung kapiler (morfogenesis) dengan penghentian / regresi tabung

kapiler didalam matrik kolagen, terkait dengan pembentukan dan penghentian /

regresi jaringan granulasi selama penyembuhan luka. Membran metalloproteinase,

 MT1-MMP (MMP-14)  dibutuhkan untuk pembentukan tabung sel endotel untuk

sprouting dalam matrik kolagen, namun kejadian ini dihambat oleh  small

interfering RNA (siRNA) suppression dari MT1-MMP  atau oleh tissue inhibitor of

metalloproteinases (TIMPs)-2,-3,-4  tetapi tidak TIMP-1  (Davis  dan  Saunders. 

2006).

VEGF   merangsang penyembuhan luka melalui beberapa mekanisme

diantaranya deposisi kolagen, angiogenesis dan epitelialisasi. Dengan merangsang

sel endotel , fase-fase dari kaskade angiogenesis meningkat seperti tampak pada

Gambar 2.6. Dalam praktek klinik, pengaruh mitogenik, kemotaktik, dan

Page 45: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 45/175

45

 permeabilitas dari VEGF   dapat memiliki potensi untuk membantu merangsang

 penyembuhan pada luka kronis pada pasien penyakit arteri oklusif dan diabetes,

sehingga kadar VEGF   hendaknya diperiksa sesegera mungkin pada pasien ulkus

kaki diabetik dan ulkus dekubitus (Bao dkk., 2009).

Penyembuhan luka terjadi sebagai suatu respon seluler akan cedera, termasuk

aktivasi keratinosit, fibroblast, sel endotel, makrofag, dan platelet. Beberapa growth

factor dan sitokin dilepaskan oleh sel-sel tersebut untuk koordinasi dan menjaga

 penyembuhan luka. VEGF  merupakan faktor fisiologis penting di dalam penyembuhan

luka baik pada orang sehat maupun orang DM namun dengan kwalitas respon yang

 berbeda (Gambar 2.7).

Gambar 2.6 Diagram peranan VEGF  dalam penyembuhan luka.

Dengan merangsang sel endotel , fase-fase dari kaskadeangiogenesis meningkat (dikutip dari Bao dkk., 2009)

Page 46: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 46/175

46

2.3.7. Aplikasi Terapi VEGF

Beberapa uji klinik efektivitas terapi angiogenesis dengan protein VEGF  

 pada pasien penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifir yang diberikan,

secara intramiokard, intrakoroner, intraarterial, dan perkutan, memberi hasil yang

 bervariasi, ada positif dan negatif (Yla-Hertula dkk., 2007). Dalam menilai

efektivitas terapi, dipakai beberapa parameter seperti peningkatan kolateral,

 perbaikan fungsi global dan regional jantung, percepatan penyembuhan ulkus,

angka amputasi, dan toleransi terhadap latihan (Banai, 1994 ;Takeshita  dkk.,

1994a, 1994b ; Pearlman, 1995 ; Takeshita dkk., 1996 ; Harada, 1996 ; Isner dkk.,

1996 ; Yla-Herttuala dkk ; Brem dkk., 2009 ).

2.3.7 

Pengukuran kadar VEGF

Pengukuran kadar VEGF  dapat dilakukan pada spesimen jaringan, plasma,

ataupun serum dengan metoda  Enzyme-Linked ImmunoSorbant Assay  (  ELISA ) 

Gambar 2.7 Mekanisme penyembuhan luka pada orang sehat dan orang diabetes

(dikutip dari Brem H. dan Tomic-Canic M., 2007)

Page 47: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 47/175

47

(R&D System, Minneapollis, USA). Rivard dkk. (1999), melakukan pengukuran

kadar VEGF   didalam jaringan iskemik pada tikus diabetes yang mengalami

 pengurangan neovaskularisasi akibat rendahnya kadar VEGF   dengan analisa

 Northern blot, Western blot , dan immunohistokimia.

2.4  Penyembuhan Luka

2.4.1 Penyembuhan luka normal

Fisiologi respon seluler terhadap cedera jaringan kulit pada keadaan normal,

 berlangsung melalui rangkaian fase-fase waktu dan ruang, sehingga integritas

anatomi dan fungsional dari jaringan kembali secara normal. Adapun fase-fase

 penyembuhan luka pada kondisi normal meliputi fase akut (hemostasis, inflamasi),

fase proliferatif (garanulasi, epitelialisasi), dan fase remodeling (Lobmann dkk.,

2005 ; Gabriel dkk., 2009). 

Pada orang dewasa, penyembuhan luka yang optimal meliputi beberapa

 peristiwa sebagai berikut yaitu ( Guo dan DiPietro, 2010).

1.  Hemostasis yang cepat

2.  Inflamasi yang tepat

3.  Diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel-sel mesensimal ke tempat luka

4.  Angiogenesis

5.  Re-epitelialisasi ( pertumbuhan kembali jaringan epitel diatas permukaan luka )

6. 

Sintesis, cross-linking, dan  alignment dari pada kolagen untuk memberi

kekuatan terhadap jaringan yang sembuh

Page 48: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 48/175

48

Fase hemostasis

Fase pertama dari hemostasis dimulai segera setelah terjadi luka, dengan kontriksi

vaskuler dan pembentukan bekuan fibrin (fibrin clot). Bekuan dan jaringan di sekitar

luka melepaskan sitokin pro-inflamasi dan  growth factors  seperti transforming

 growth factor (TGF)- β, platelet -derived growth factor (PDGF), fibroblast growth

 factor (FGF), dan epidermal growth factor (EGF). Begitu perdarahan bisa

dikontrol, sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam luka (kemotaksis) dan memicu fase

inflamasi.

Fase inflamasi

Ditandai oleh infiltrasi secara berurutan dari neutrofil, makrofag, dan limfosit.

Fungsi neutrofil adalah membersihkan mikroba serta debris seluler di dalam luka,

meskipun sel ini memproduksi substansi seperti protease dan reactive oxygen

 species (ROS), yang dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Makrofag mempunyai

 peranan penting di dalam penyembuhan luka. Pada luka awal, makrofag melepaskan

sitokin yang memicu respon inflamasi dengan cara menarik dan mengaktifkan

leukosit. Makrofag juga bertanggung jawab untuk mendorong dan menghilangkan

sel-sel apoptosis (termasuk neutrofil), dengan demikian merupakan cara resolusi

terhadap inflamasi. Sel sel apoptosis melakukan transisi fenotif untuk memperbaiki

keadaan yang merangsang keratinosit, fibroblas, dan angiogenesis untuk mendorong

regenerasi jaringan. Dengan cara ini, makrofag mendorong transisi kearah fase

 proliferasi dari fase penyembuhan. Limfosit T migrasi ke dalam luka mengikuti sel-

sel inflamasi dan makrofag, dan mengalami puncaknya selama fase proliferatif

lanjut / remodeling awal. Peranan limfosit T tidak diketahui secara jelas. Beberapa

Page 49: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 49/175

49

 penelitian menduga bahwa terlambatnya infiltrasi sel T yang diikuti dengan

 penurunan konsentrasi sel T di dalam luka diikuti dengan gangguan penyembuhan

luka, sementara yang lain melaporkan bahwa sel sel CD4+ (sel sel T helper )

memiliki peranan positif di dalam penyembuhan luka, sedangkan sel sel CD 8+ ( sel

sel T supresor-sitotoksik) memiliki peranan menghambat penyembuhan luka. Yang

menarik pada penelitian terakhir ini, pada tikus percobaan dimana kedua sel sel T

dan sel B adalah rendah, menunjukkan bahwa pembentukan scar berkurang.

Ditambahkan pula, sel sel T gamma-delta mengatur banyak aspek penyembuhan

luka, termasuk mempertahankan integritas jaringan, melawan kuman patogen, dan

mengatur inflamasi. Sel sel ini disebut juga dendritic epidermal T-cells (DETC), 

karena meiliki morfologi dentritik yang unik.  DETC   diaktifkan oleh stres,

kerusakan, atau keratinosit, dan memproduksi  fibroblast growth factor 7 (FGF-7),

keratinocyte growth factors, dan insulin-like growth factor-1, untuk membantu

 proliferasi keratinosit dan kelangsungan hidup sel.  DETC  juga mendorong kemokin

dan sitokin yang berperan dalam memulai dan mengatur respon inflamasi selama

 penyembuhan luka. Keseimbangan antara  DETC dan keratinosit membantu mejaga

kulit normal dan penyembuhan luka. Kekurangan  DETC   menunjukkan

keterlambatan penyembuhan luka dan penurunan proliferasi keratinosit pada luka.

Fase proliferasi

Umumnya mengikuti dan tumpang tindih dengan fase inflamasi, ditandai oleh

 proliferasi epitel dan migrasi diatas matrik di dalam luka (re-epitelialisasi). Di dalam

dermis, fibroblas dan sel sel endotel tampak lebih menonjol dan menopang

 pertumbuhan kapiler, pembentukan kolagen, dan pembentukan jaringan granulasi.

Page 50: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 50/175

50

Di dalam dasar luka, fibroblas memproduksi kolagen dan juga glikoaminoglikan

serta proteoglikan, yang merupakan komponen utama dari matrik ekstraseluler.

Fase remodeling

Setelah proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler, penyembuhan luka memasuki

fase remodeling. Dalam fase ini terjadi regresi kapiler sehingga densitas vaskuler

dari luka kembali normal. Yang paling kritis dalam fase remodeling adalah

remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai arsitektur jaringan normal. Luka

 juga melakukan kontraksi yang di mediasi oleh contractile fibroblasts

(myofibroblasts) yang ada di dalam luka. Peranan stem sel di dalam penyembuhan

luka dan regenerasi jaringan, dengan fokus pada stem sel dewasa seperti epidermal

 stem cells dan  bone-marrow (BM)-derived cells (BMDCs). Epidermal stem cells

yang berada di folikel rambaut dan bagian basal lapisan epidermis, mengangkat

keratinosit untuk migrasi ke dalam luka. Dua stem sel utama yang berada di dalam

sumsum tulang adalah hematopoietic SC (HSC)  and mesenchymal SC (MSC). BM-

 MSCs  mampu untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel seperti adiposit,

osteoblas, kondrosit, fibroblat, dan keratinosit.  Endothelial progenitor cells (EPCs) 

 berasal dari  HSC  merupakan sel kunci dalam neovaskularisasi.  EPC dan BM-MSC ,

keduanya terlibat di dalam proses penyembuhan luka. Wound-induced hypoxia,

merupakan trigger untuk mobilisasi  EPC  ke dalam sirkulasi, yang berperan jelas di

dalam proses neovaskularisasi.

Page 51: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 51/175

51

Tabel. 2.2 Proses penyembuhan luka normal (Dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010).

Fase Kejadian seluler dan Bio-fisiologi

Hemostasis 1.  Konstriksi vaskuler

2.  Agregasi platelet, degranulasi, dan pembentukan fibrin (trombus)

Inflamasi

3.  Infiltrasi neutrofil

4.  Infiltrasi monosit dan diferensiasike makrofag lymphocyte

infiltration

5.  Infiltrasi limfosit

Proliferasi6.  re-epitelialisasi

7.  Angiogenesis8.  Sintesis kolagen

9.  Pembentukan ekstraseluler matrik  

Remodeling 10. Remodeling kolagen11. Maturasi dan regresi vaskuler

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka. Secara umum faktor-

faktor tersebut dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu lokal dan sistemik. Faktor

lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi karakteristik luka itu sendiri,

sedangkan faktor sistemik adalah keadaan penyakit atau kesehatan dari individu yang

mempengaruhi kemampuan untuk sembuh seperti terlihat pada Tabel 2.3. Beberapa dari

faktor-faktor ini adalah berkaitan, dan faktor-faktor sistemik bekerja melalui efek lokal.

Beberapa kondisi dan penyakit seperti sepsis, trauma, penyakit hati menahun,

sindroma nefrotik, luka bakar, luka terbuka menahun, dapat mengganggu penyembuhan

luka, karena terjadi penurunan kadar protein tubuh. Protein memiliki peran penting

Page 52: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 52/175

52

dalam penyembuhan luka melalui pembentukan kolagen. Penurunan kadar protein dapat

dihitung dengan mengukur berbagai marker penyimpanan protein seperti albumin,

 prealbumin, transferin, dan insulin  growth factor   I. Namun pemeriksaan marker ini

terbatas untuk mencerminkan status nutrisi pasien terkini, sebagai contoh albumin

memiliki waktu paruh 3 minggu, dan malnutrisi protein dapat terjadi sebelum terjadi

 penurunan serum albumin. Konsekuensi dari penurunan protein terhadap penyembuhan

luka adalah terjadi penurunan angiogenesis dan proliferasi fibroblas (Burns dkk., 2003).

Obesitas berpengaruh terhadap penyembuhan luka, terbukti pada percobaan

 binatang dimana obesitas disertai dengan gangguan struktur dan fungsi kolagen,

gangguan deposisi kolagen, serta gangguan penyembuhan luka, hal ini diduga akibat

dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak (Yosipovitch dkk., 2007) . Menurut

World Health Organization (WHO)  , definisi obesitas dan kelebihan berat badan

(overweight) adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan yang

dapat mengganggu kesehatan seseorang. Dikatakan obesitas apabila body mass index

(BMI) ≥ 30 kg/m2

, sedangkan kelebihan berat badan, bila  BMI  ≥ 25 kg/m2. Pada tikus

 percobaan yang obesitas, resistensi terhadap skar aponeurosis lebih rendah

dibandingkan kontrol, sedangkan intensitas reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak

 berbeda (Biondo-Simoes dkk., 2010).

Obat - obat kemoterapi menyebabkan terlambatnya proses penyembuhan luka,

karena fase inflamasi penyembuhan luka melemah, sehingga infiltrasi seluler dan

deposisi fibrin menurun ditambah lagi dengan gangguan sintesa protein, produksi

 DNA/RNA, osmosis sel terutama sel fibroblas. Sedangkan pemberian steroid

(glukokortikoid) sistemik menganggu penyembuhan luka, dengan secara langsung

Page 53: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 53/175

53

melemahkan respon seluler, sehingga terjadi gangguan proliferasi fibroblas, sintesa

kolagen, pembentukan jaringan granulasi, matriks ekstraseluler, dan epitelialisasi (Burns

dkk., 2003).

Tabel 2.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

(dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010)

Faktor lokal Faktor sitemik

OksigenasiInfeksi

Benda asingInsufisiensi vena

Usia dan jenis kelaminHormon seks

StressIskemiaPenyakit : DM, keloid, fibrosis, kelainan

 penyembuhan herediter, penyakit hati

 jaundice , uremia

ObesitasObat-obatan : steroid glukokortikoid, anti

inflamasi non steroid, kemoterapi

Alkohol dan merokokKeadaan-keadaan gangguan imunologi :

kanker, radioterapi, AIDS

 Nutrisi

2.4.2 Patobiologi penyembuhan luka diabetes 

Proses penyembuhan luka dikoordinasi oleh struktur yang kompleks dan

dinamis pada luka meliputi berbagai sel (trombosit atau platelet, neutrofil granulosit,

makrofag, fibroblas, keratinosit), sitokin dan  growth factor , serta protease ( matrix

metaloprotease / MMP , plasmin, dan elastase). Berbeda dengan luka normal, pada

luka diabetes, terdapat gangguan dari fungsi sel, dan ketidakseimbangan dari

 protease, sitokin, dan  growth factor. Reaksi inflamasi pada luka diabetes tampak

memanjang, merangsang peningkatan intensitas respon protease. Reaksi inflamasi ini

Page 54: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 54/175

54

disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma berulang akibat pasien sudah

kehilangan rasa sakit. Endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel

detritus mempertahankan inflamasi ini, terbukti dengan adanya granulosit neutrofil

dalam jumlah besar didalam luka. Granulosit neutrofil juga mensekresi sitokin

 proinflamasi terutama TNF-α  dan  IL-1β . Kedua sitokin ini mampu secara langsung

merangsang sintesa  MMP . Dengan tingginya protease didalam luka, menyebabkan

degradasi matrik protein dan  growth factor   yang merupakan faktor penting dalam

 proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak

terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005). Disamping itu TNF-α  menekan tissue growth

 factor- β (TGF - β) menginduksi miofibroblas mengalami proliferasi untuk menbentuk

 protein-protein penting dalam reorganisasi matrik ekstraseluler seperti α-smooth

muscle actin ( α-SMA), kolagen tipe 1A, and fibronektin, sehingga berimplikasi pada

gangguan penyembuhan luka (Goldberg, 2007).

Usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α  dengan pemberian anti

TNF-α  secara sistemik pada luka diabetes dari binatang percobaan yang terbukti

mempercepat penutupan luka. Penutupan luka tersebut, paralel dengan melemahnya

inflamasi didalam luka secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit

dalam sirkulasi, dan pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini

merupakan bukti kuat, bahwa anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas

makrofag dalam luka kronis yang mengalami gangguan penyembuhan. Dengan kata

lain bahwa kegagalan penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang

mengekspresikan TNF-α (Goren dkk, 2007).

Page 55: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 55/175

55

Gambar.2.8 Patofisiologi molekuler ulkus kaki diabetik (Dikutip dari Lobmann dkk,2005).

Page 56: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 56/175

56

2.5  Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen adalah keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan didalam kompartemen yang mengganggu aliran darah dari kompartemen

tersebut, menyebabkan ganngguan fungsi dari kaki, dan bahkan kematian sel (Lee

dkk., 1995 ; Pamoukian, 2000). Mengetahui dengan tepat suatu sindrom

kompartemen adalah sangat dibutuhkan untuk memperoleh hasil terapi yang

optimal (Moed dan Thorderson, 1993). 

Dalam literatur tidak banyak laporan mengenai kasus sindroma

kompartemen yang terjadi pada pasien diabetes. Pamoukian (2000), dalam review

literatur menemukan 3 kasus sindroma kompartemen idiopatik, dan 1 kasus dari

 pengalamnnya sendiri. Mikhnevych dkk. (2001), melaporkan 35 pasien ulkus kaki

diabetik mengalami sindroma kompartemen sebagai komplikasi dari infeksi dengan

 pus purulen dan jaringan nekrosis. Infeksi pada kaki diabetes biasanya terdapat pada

seluruh kompartemen dan dapat meluas ke kompartemen disekitarnya. Dengan

disertainya infeksi dan peningkatan tekanan kompartemen pada kaki diabetes

membuat penanganannya menjadi sangat menantang (Lee dkk., 1995).

Lower dan Kenzora (1994), melakukan pengukuran empat kompartemen

kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat dan kaki pasien normal, ditemukan

 bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi

daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna ( 7,8 mmHg ,

SD 2,55 pada kaki normal, dibanding 9,4 mmHg, SD 4,08 pada kaki diabetes).

Terdapat perbedaan bermakna pada kompartemen interoseus ( 6,4 mmHg, SD 2,72

 pada kaki normal vs 9,3 mmHg, SD 4,75 pada kaki diabetes) dan kompartemen

Page 57: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 57/175

57

sentral ( 5,7 mmHg, SD 2,89 pada kaki normal vs 8,9 mmHg, SD 5,0 pada kaki

diabetes). 

2.5.1 

Permeabelitas vaskuler pada diabetes

DM meningkatkan resiko komplikasi vaskuler, dimana pada fase awal

ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, dan pada fase lanjut bisa disertai

mikroalbuminuria. Meskipun patofiologi dari peningkatan permeabilitas vaskuler ini

sepenuhnya belum dimengerti, namun diduga hiperglikemia dipandang sebagai faktor

 penyebabnya (Brownlee, 2001). Penelitian terkini menunjukkan bahwa pada

hiperglikemia akut ditemukan gangguan berat dari glikokalik endotel yaitu suatu

lapisan yang mengandung proteoglikan dengan glikosaminoglikan (GAG), yang

melindungi lapisan endotel dari kontak langsung dengan elemen-elemen darah,

akibatnya terjadi disfungsi vaskuler dan aktivasi system koagulasi berupa

 peningkatan adesi leukosit dan trombosit. Sedangkan pada hiperglikemia kronik,

terdapat penurunan jumlah glikokalik sebanyak 50% (Nieuwdorp, 2000). Dengan

suplemen glikokalik (sulodexide), terbukti bisa memperbaiki kerusakan glikokalik

melalui peningkatan N-asetil glukosamin yang meningkatkan sintesa GAG dan

 pengurangan katabolisme GAG (Broekhuizen, 2010). Hal lain yang berpengaruh

terhadap permeabelitas vaskuler adalah hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari

disfungsi saraf sensorik-motorik pada pasien diabetik neuropati, dan tampaknya ini

dipandang sebagai penentu utama dari peningkatan permeabilitas kapiler (Lefrandt,

2003). Peranan VEGF , suatu angiogenik growth factor yang memiliki pengaruh

terhadap permeabilitas endotel , molekul ini telah diidentifikasi sebagai regulator

 potensial dari kebocoran maupun perbaikan vaskuler (Kosmidou, 2008).

Page 58: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 58/175

58

2.5.2 Anatomi kompartemen kaki

Tidak ada konsensus mengenai jumlah kompartemen pada kaki (Frink dkk.,

2010). Pada akhir tahun 1920 ada 3 kompartemen (medial, lateral, superficial) yang

dijelaskan, ini diperkuat oleh Kamel dan Sakla pada tahun 1961, namun kemudian

Myerson mengidentifikasi 4 kompartemen, yang lain 5 kompartemen (interossei dan

aduktor), serta 9 kompartemen ditemukan pada cadaver (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink

dkk., 2010). Penelitian terakhir pada cadaver menyebutkan bahwa tidak dapat

diidentifikasi perbedaan kompartemen pada kaki depan ,  dan disimpulkan bahwa

fasiotomi pada kompartemen kaki belakang melalui modifikasi insisi medial dapat

memberikan dekompresi kaki secara memadai (Frink dkk., 2010). 

Tabel 2.4 Kompartemen Kaki ( Dikutip dari Frink dkk., 2010)

Page 59: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 59/175

59

Anatomi kaki pada beberapa potongan melintang melalui kaki depan dan kaki belakang

seperti terlihat pada Gambar 2.9, Gambar 2.10, dan Gambar 2.11 (Frink dkk., 2010).

Gambar 2.9 Anatomi penampang melintang dari kaki depan. Pendekatan dorsal

menggunakan 1 atau 2 insisi longitudinal, memungkinkan akses kepada

kompartemen interoseus dan aduktor MT = metatarsal; M = medial

compartment; A = adductor compartment; S = superficial

compartment; L = lateral compartment.

Gambar 2.10 Anatomi penampang melintang kaki depan. Kompartemen

dicapai melalui pendekatan medialplantar. MT = metatarsal;

 M = medial compartment; A = adductor compartment;

S = superficial compartment; L = lateral compartment.

Page 60: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 60/175

60

2.5.3 Patofisiologi sindroma kompartemen

Sindroma kompartemen akut disebabkan baik oleh karena perdarahan dan

edema atau berkurangnya ruang kompartemen. Penyebab tersering adalah

 perdarahan setelah cedera vaskuler atau fraktur. Penyebab yang lain yaitu edema, ini

 berkembang setelah adanya suatu peningkatan permeabelitas kapiler yang juga dapat

disebabkan oleh suatu pengurangan oksigen akibat perdarahan. Edema meningkatkan

 barier perfusi mengakibatkan hipoksia dan asidosis, kemudian hipoksia dan asidosis

itu sendiri kembali mengakibatkan peningkatan permeabelitas kapiler dan

ekstravasasi cairan. Karena ruang miofasial tidak elastis dan terbatas untuk

menampung perluasan edema, akibatnya tekanan intrakompartemen menjadi

Gambar 2.11 Anatomi penampang melintang pada kaki belakang.

Pendekatan medial plantar memberi akses kepada kompartemen kalkanealmenggunakan 1 atau 2 insisi . M = medial compartment ;

C = calcaneal compartment ; S = superficial compartment ;

L = lateral compartment .

Page 61: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 61/175

61

meningkat, menyebabkan berkurangnya perbedaan tekanan transmural (transmural

 pressure gradient) antara mikrosirkulasi dan interstitial, hal ini mengakibatkan

iskemia jaringan bahkan kematian sel (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010).

2.5.4 Pengukuran tekanan kompartemen

Dikenal 3 tehnik pengukuran tekanan kompartemen yaitu tehnik jarum

sederhana, tehnik menggunakan kateter slit, dan tehnik menggunakan jarum side-

 ported. Tidak ada perbedaan bermakna antara tehnik kateter slit dengan jarum side-

 ported (Moed dan Thorderson, 1993 ; Wilson,1997) sedangkan tehnik jarum

sederhana, nilai pengukuran lebih tinggi secara konsisten dibanding dengan 2 tehnik

lainnya. Untuk mendapat nilai pengukuran yang akurat dapat digunakan kateter slit

atau jarum side-ported (Moed dan Thorderson, 1993). Untuk membaca besarnya

tekanan kompartemen, arteri line manometer adalah paling akurat, dibandingkan

dengan Stryker Intracompartmental Pressure Monitor System  maupun Whitesides

apparatus (Boody dan Wongworawat (2005).

Tehnik dengan jarum sederhana. 

Menggunakan jarum 18 G yang dihubungkan pada manometer merkuri

Tehnik dengan kateter slit

Tehnik ini menggunakan kateter slit (Stryker, Kalamazoo, Michigan) yaitu suatu

kateter polietilen dengan diameter luar 1,6 milimeter. Kateter yang berisi jarum

didalamnya dimasukkan kedalam intrakompartemen dengan kemiringan 45 derajat

dari permukaan kompartemen. Setelah itu jarum dilepas sedangkan ujung kateter

tetap berada didalam kompartemen. Kateter dihubungkan dengan manometer digital

untuk membaca nilai tekanan intrakompartemen.

Page 62: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 62/175

62

Tehnik dengan jarum side-ported

Tehnik ini menggunakan jarum side-ported (Stryker) 18 G dengan 1,5 milimeter

 port, jarum dimasukkan kedalam kompartemen dengan arah tegak lurus dari

 permukaan kompartemen. Ujung kateter dihubungkan dengan manometer digital

yang sudah dikalibrasi untuk membaca nilai tekanan intrakompartemen.

2.5.5 Diagnosis sindroma kompartemen

Ada 4 gejala utama yang manifes dari sindroma kompartemen yaitu

nyeri, parestesi, parese, dan nyeri saat peregangan pasif atau dorsofleksi kaki (4 P),

ditambah lemahnya pulsasi arteri dan pucat. Nyeri merupakan tanda klinis paling

awal, paling sensitive, tetapi tidak spesifik. Nyeri saat dorsofleksi pasif kaki,

memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediktif yang sebanding. Penurunan

sensoris dengan ketidakmampuan membedakan 2 titik rasa, lebih dapat dipercaya

daripada tes jarum ( pinprick ). Pengukuran invasif tekanan intrakompartemen

merupakan cara diagnostik yang cepat dan aman dalam diagnosa sindroma

kompartemen. Pada keadaan normal, tekanan kompartemen adalah < 8 mmHg

(Fulkerson dkk., 2003 ; Lower dan Kenzora, 1994).

Batas ambang tekanan kompartemen yang harus dilakukan fasiotomi

masih menjadi perdebatan. Beberapa penulis memakai nilai absolut 30 mmHg, yang

lain 30 mmHg dibawah MAP (mean Arterial Pressure) atau 10-30 mmHg dibawah

tekanan darah diastolik. Pencatatan perkembangan klinis adalah sangat penting,

karena dengan pemeriksaan serial akan dapat dibandingkan perkembangannya

untuk dijadikan pedoman melakukan fasiotomi (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk.,

2010). 

Page 63: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 63/175

63

2.5.6 Fasiotomi

Kompartemen sindrom pada ulkus kaki diabetik jarang dikenal, tetapi

kewaspadaan akan hal ini dianjurkan bagi para dokter yang menangani pasien kaki

diabetes. Fasiotomi dapat memperbaiki pengendalian infeksi serta penyembuhan

luka pada ulkus kaki diabetik (Lee, 1995). Fasiotomi harus segera dilakukan begitu

diagnosa sindroma kompartemen ditegakkan, semakin awal, semakin sedikit

sequelae akan berkembang. Tujuan dari fasiotomi adalah mengurangi perbedaan

tekanan transmural (transmural pressure gradient ) antara mikrosirkulasi dan

interstitial, sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan

iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink

dkk., 2010). Pada semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, sehingga

terjadi gangguan replikasi fibroblas, deposisi kolagen, angiogenesis, dan leukosit

(Velazques, 2007), disamping itu diabetic fibroblast tidak mampu meningkatkan

 produksi VEGF  dalam merespon hipoksia (Lerman, 2003). Fasiotomi pada ulkus

kaki diabetik dipandang mampu memperbaiki mikrosirkulasi, merangsang

 pelepasan sel endotel progenitor atau stem sel dari sumsum tulang, merangsang

replikasi fibroblas untuk meningkatkan VEGF , selanjutnya proses angiogenesis dan

 perbaikan area ulkus dapat ditingkatkan. 

Ada beberapa pendekatan insisi fasiotomi, sesuai dengan kompartemen yang

terkena (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010).

Pendekatan Plantar.

Pada kasus sindroma kompartemen kalkaneal. Pendekatan ini dimulai

dengan insisi mengikuti permukaan plantar dari metatarsal pertama, sehingga

Page 64: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 64/175

64

kompartemen medial terlihat, lalu dibelah secara longitudinal. Abductor hallucis

diretraksi untuk mencapai kompartemen lain.

Pendekatan Dorsal.

Untuk sindroma kompartemen interoseus. Pendekatan ini dapat

dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal kedua dan metatarsal

keempat, dengan cara ini memungkinkan untuk mencapai semua kompartemen. Jika

2 insisi dorsal ini dikerjakan, dianjurkan melakukan insisi medial disebelah medial

dari metatarsal kedua dan insisi lateral disebelah lateral dari metatarsal keempat.

Untuk mengurangi resiko  skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar

 perfusi tidak terganggu. Fasia dorsal dari setiap kompartemen interoseus dibuka

secara longitudinal. Pada kompartemen interoseus pertama, otot dibebaskan dari

fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor

menjadi kelihatan,

Pendekatan Medial Plantar.

Insisi medial dimulai dari origo abductor hallucis ( sekitar 3 cm diatas

 permukaan plantar dan 4 cm dari posterior tumit), diperluas paralel ke permukaan

 plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu dibelah sejajar

dengan insisi kulit. Setelah membelah kompartemen medial, otot abductor hallucis

dilepaskan dari fasianya dan diretraksi ke superior, terlihat fasia putih dari

kompartemen kalkaneal lalu fasia dibelah longitudinal. Setelah itu kompartemen

superficial diidentifikasi disebelah lateral dari kompartemen medial, insisi

longitudinal dikerjakan pada fasia kompartemen ini. Flexor digitorum brevis

diretraksi ke inferior, fasia medial dari kompartemen lateral dapat diidentifikasi.

Page 65: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 65/175

65

Dekompresi dari kompartemen ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti

minimi terlihat. Semua luka dibiarkan terbuka.

Pendekatan Lateral.

Insisi dimulai pada maleolus lateral dan diperluas ke  forefoot   antara

metatarsal keempat dan kelima.

Page 66: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 66/175

 

66

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan dan kajian pustaka yang telah

disajikan, selanjutnya dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut : 

Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik bersumber pada empat hal yaitu

gangguan fungsi sel-sel imun, respon inflamasi yang tidak efektif, gangguan fungsi

sel endotel, dan gangguan neovaskularisasi. Meskipun berbagai konsep penanganan

telah dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus kaki diabetik, sampai

saat ini pendekatan baru dengan memperhatikan gangguan vaskuler belum banyak

dilakukan.

Pada diabetes yang disertai ulkus kaki diabetik, ulkus bersifat kronis dengan

suasana lingkungan ulkus adalah proinflamasi sehingga kadar TNF-α  meningkat.

Bila terjadi infeksi maka perluasan infeksi melalui kompartemen kaki, kompartemen

interoseus memegang peranan penting dalam perluasan infeksi dan perkembangan

iskemia. Diabetes sendiri meningkatkan risiko komplikasi vaskuler berupa  PAD, 

neuropati perifir, serta peningkatan permeabelitas vaskuler yang berlangsung sejak

awal sampai fase lanjut penyakit, menimbulkan peningkatan kompartemen yang

memicu hipoksia jaringan. Peningkatan permeabelitas vaskuler juga berkaitan

dengan hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari disfungsi saraf sensorik-

motorik pada pasien diabetik neuropati.  Diabetic fibroblast   gagal memproduksi

VEGF  di dalam merespon hipoksia. Peningkatan TNF-α merangsang sintesis MMP,

Page 67: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 67/175

67

menyebabkan degradasi matrik protein dan VEGF , sedangkan diabetic fibroblast  

sendiri gagal memproduksi VEGF di dalam merespon hipoksia, akibatnya kadar

VEGF  di dalam plasma dan jaringan semakin menurun, dan proses neovaskularisasi

menjadi terganggu sehingga ulkus menjadi sulit sembuh.

Debridemen merupakan langkah vital dan esensial sebagai usaha mengubah

lingkungan cytokine  milieu  ulkus, akibatnya terjadi penurunan kadar TNF-α.

Debridement juga menciptakan luka dan perdarahan baru yang dapat merangsang

 pelepasan VEGF   . Sementara fasiotomi bertujuan disamping dapat memperbaiki

 pengendalian infeksi, fasiotomi juga bertujuan untuk mengurangi perbedaan tekanan

transmural (transmural pressure gradient ) antara mikrosirkulasi dan interstitial,

sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan iskemia

 jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah. Setelah fasiotomi, hipoksia jaringan

 berangsur angsur pulih kembali menjadi normoksia bahkan mungkin hiperoksia.

Hiperoksia merangsang pelepasan sel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang,

merangsang pelepasan VEGF , dan bersamaan dengan lingkungan sitokin yang sudah

membaik akibat debridemen, maka proses angiogenesis dan vaskulogenesis

menjadi lebih optimal, sehingga tercapai perbaikan klinis ulkus. Skema kerangka

 bepikir dijabarkan seperti Gambar 3.1.

Page 68: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 68/175

68

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir  

↓ VEGF  plasma

↓ ↓ TNF-α Plasma

↑ ↑ VEGF  plasma

Umur,

Jenis kelamin,

Derajat ulkusJenis ulkus

 HbA1cLama DMGlukosa plasma ↑ ↑ Perbaikan klinis

Perbaikan lingkungan ulkus(cytokine milleau),Perdarahan baru,

↓ Tekanan kompartemen  

Perbaikan mikrosirkulasi

DEBRIDEMEN DAN FASIOTOMI

Umur

Jenis kelamin

Derajat ulkusJenis ulkus

 HbA1cLama DMGlukosa plasma

↑ TNF-α plasma

Hipoksia jaringan

Lingkungan

proinflamasi

Diabetes dengan Ulkus kaki diabetik

Peningkatan tekanan kompartemen

Perluasan

infeksi ke

kompartemen

Peningkatan

 permeabelitas

vaskuler

 Neuropati

 perifir  PAD

DEBRIDEMEN

Perbaikan lingkungan ulkus(cytokine milleau),Perdarahan baru,

Tekanan kompartemen tetap ↑  

Tetap hipoksia

↓ TNF-α Plasma

↑ VEGF  plasma

↑ Perbaikan klinis

Page 69: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 69/175

69

3.2 Kerangka Konsep

Dari kerangka berfikir tersebut di atas, selanjutnya dibuat kerangka konsep

 penelitian untuk merumuskan hipotesis. Kerangka konsep tersebut adalah

sebagaimana tercantum pada Gambar 3.2

V. Bebas V. Kendali V. Tergantung

Gambar 3.2

Kerangka Konsep 

↓↓ TNF-α plasma↑↑ VEGF  plasma

↑↑ Perbaikan klinis

Lingkungan proinflamasi dan

hipoksia jaringan ulkus kaki diabetik

↓ TNF-α plasma↑ VEGF  plasma

↑ Perbaikan klinis ulkus

Umur,

Jenis kelamin, HbA1c,

Jenis ulkus

Derajat ulkus,Lama DM,

 PAD,

Tek. KompartemenGlukosa plasma

Umur,

Jenis kelamin, HbA1c,

Jenis ulkus

Derajat ulkus,Lama DM,

 PAD,

Tek. KompartemenGlukosa plasma

Debridemen tanpa FasiotomiDebridemen dengan Fasiotomi

Page 70: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 70/175

70

3.3 Hipotesis 

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas,

maka dapatlah dikemukakan rumusan hipotesis sebagai berikut :

1.  Penurunan kadar TNF-α   plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca

debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;

2.  Peningkatan kadar VEGF  plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca

debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;

3.  Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai LUMT ) pasca debridemen

dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.

Page 71: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 71/175

 

71

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (clinical trial) 

menggunakan rancangan randomized pretest-posttest control group design ( Pocock,

2008 ; Saepudin, 2011) yang bagannya disajikan pada Gambar 4.1. Pada penelitian

ini dicari perbedaan kadar TNF-α di dalam plasma, maupun perbedaan kadar VEGF  

di dalam plasma antara sebelum dan 1 minggu sesudah debridemen dengan atau

tanpa fasiotomi. Selanjutnya dilakukan monitoring terhadap perbaikan klinis ulkus

menggunakan instrumen  Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT) yang diadopsi dari

Woodbury, dkk. (2004) pada setiap minggu sampai dengan 4 minggu posttest .

Keterangan : P = Populasi, S = Sampel, RA = Random Alokasi, O1 =

 pengamatan sebelum perlakuan debridemen tanpa fasiotomi, K = Kontrol(debridemen tanpa fasiotomi), O2 = pengamatan setelah perlakuan debridemen

tanpa fasiotomi, O3 = pengamatan sebelum perlakuan debridemen dengan

fasiotomi, PL = Perlakuan (debridemen dengan fasiotomi), O4 = pengamatansetelah perlakuan debridemen dengan fasiotomi.

P RA 

PL

K

Gambar 4.1Bagan Rancangan Penelitian Pretest  dan Posttest Control Group Design 

(Pocock, 2008 ; Saepudin, 2011) 

O1 O2

O3 O4

Page 72: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 72/175

72

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 

Penelitian dilakukan di unit Bedah Toraks Kardiovaskuler Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar. Pemeriksaan kadar TNF-α  dan VEGF   plasma

dilakukan di UPT. Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Sejak protokol

 penelitian sampai selesai penelitian memerlukan waktu selama 4 minggu.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1  Populasi sampel

Populasi target adalah semua pasien DM tipe-2 yang menjalani operasi oleh

karena ulkus kaki diabetik. Populasi terjangkau adalah semua pasien DM tipe-2 yang

menjalani operasi oleh karena ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 

4.3.2  Sampel penelitian

Sampel (intended sample)  adalah subyek yang dipilih dengan tehnik

 berurutan (consecutive sampling)  dari populasi terjangkau, setelah memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subjects) 

adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta dalam penelitian dengan mengisi

informed consent (Pocock, 2008 ; Saepudin, 2011) 

4.3.3  Kriteria inklusi

Pasien DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik, , derajat ulkus Wagner II, III,

dan IV, bersedia menjalani operasi debridemen dengan fasiotomi atau debridemen

tanpa fasiotomi ditandai dengan kesediaan untuk mengisi informed consent,  kadar

glukosa plasma sebelum operasi terkontrol.  Batasan yang dipakai dalam kriteria

inklusi sampel adalah sebagai berikut :

Page 73: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 73/175

73

1.  Ulkus kaki diabetik : adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full

thickness)  dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti oleh

invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, pada bagian distal

tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk.,

1999).

2.  Kriteria diagnosis DM dan DM tipe 2 sesuai dengan  American Diabetes

 Association 2012 yaitu : DM tipe 2 adalah individu yang memiliki resistensi

terhadap insulin disertai dengan defisiensi insulin relatif atau gangguan sekresi

insulin disertai dengan resistensi insulin.

Kriteria diagnosis DM :

1.  Gejala-gejala diabetes seperti poliuri, polidipsi, dan kehilangan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan, ditambah dengan konsentrasi gula darah sewaktu

≥200 mg/dl (11.1 mmol/l), atau 

2. 

Konsentrasi gula darah puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Pengertian puasa

disini adalah tidak ada pasokan kalori paling sedikit 8 jam, atau

3.   HbA1C   ≥  6,5%. Pemeriksaan ini hendaknya dikerjakan pada laboratorium

yang menggunakan metoda yang sudah disertifikasi melalui program

standarisasi glikohemoglobin Nasional (Glycohemoglobin Standardization

 Program (NGSP) atau standar nilai (assay) dari  Diabetes Control and

Complications Trial (DCCT), Atau

4.  Konsentrasi gula darah 2 jam postprandial ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) 

Page 74: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 74/175

74

3.  Kadar glukosa plasma terkontrol adalah kadar glukosa plasma preprandial 70-

130 mg / dl, kadar glukosa 2 jam postprandial < 180 mg / dl ( Standard Medical

Care of Diabetes ADA, 2011 )

4.  Derajat ulkus kaki diabetik Wagner sesuai dengan klasifikasi Wagner (Oyibo

dkk., 2001) yaitu :

Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi

Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,

 belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses

Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi

osteomielitis, abses atau selulitis.

Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.

Grade V Gangren seluruh kaki.

4.3.4 Kriteria ekslusi

Pasien yang sejak awal direncanakan amputasi major (Below Knee / Above

 Knee). Pasien dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung kongestif,

 penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), sindroma nefrotik, penyakit hati menahun , 

anemia, kanker, sedang dalam terapi steroid, kemotrerapi.  Drop out   apabila

sebelum 4 minggu pasca operasi tidak bisa di  follow up  ( meninggal, tidak bisa

dihubungi ). Dikeluarkan dari penelitian apabila ditemukan kondisi seperti abses

yang dalam yang harus dilakukan fasiotomi pada kelompok non fasiotomi.

Page 75: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 75/175

75

4.3.5  Tehnik pengambilan sampel

Sampel yang telah memenuhi syarat penelitian (eligable sample),

selanjutnya dilakukan randomisasi untuk menetapkan jenis perlakuan yang akan

diberikan dengan cara  Permutted Block Randomization  menggunakan komputer

dengan program statistik pepi. Nomor urut sampel dan jenis perlakuan sesuai

 Permutted Block,  ditulis pada secarik kertas dan diletakkan didalam amplop

tertutup, dan baru dibuka sesaat sebelum operasi. Adapun kode perlakuan

ditetapkan sebagai berikut : A, untuk perlakuan fasiotomi, B untuk perlakuan tanpa

fasiotomi. Pasien yang memenuhi syarat dipilih secara berurutan (consecutive

random sampling) sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.3.6 Besar sampel

Menetapkan besar sampel tergantung pada besar densitas exposure faktor

risiko pada populasi, besar Odd ratio terkecil yang dianggap bermakna , besar alfa

dan power of test yang diinginkan. Penghitungan besar sampel dihitung

menggunakan formula Pocock (Pocock, 2008) seperti ditunjukkan dengan

 persamaan berikut :

n=2σ2 X f α,β

(μ2- μ

1)2

 

Besarnya (µ2 - µ1) merupakan efek faktor risiko antara kelompok perlakuan

dan kontrol dapat ditentukan dengan asumsi (clinical judgment ),  pilot study  atau

dari data penelitian serupa. Berdasarkan penelitian Leung (2008) ditemukan bahwa

kadar TNF-α  serum pada pasien ulkus kaki diabetik pada minggu kedua pasca

 perlakuan terapi herbal adalah 36 ± 76 pg/ml, sedangkan pada pasien yang

Page 76: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 76/175

76

diberikan plasebo kadar TNF-α  adalah 41 ± 68 pg/ml. Sehingga dengan mengacu

 pada penelitian serupa dapat ditetapkan bahwa (µ2 - µ1)  antara kedua kelompok

adalah sebesar 5. Kesalahan tipe 1 (α) ditetapkan sebesar 5%, kesalahan tipe 2 (β)

sebesar 20%, maka f (α, β) = 7,9  Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut pada

 persamaan diatas didapatkan nilai n = 26,5 dibulatkan menjadi 27 orang. Dengan

asumsi drop out sebanyak 20% maka sampel yang digunakan adalah sebanyak 32

orang. Jadi untuk 2 kelompok jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 64

orang.

4.4 

Variabel Penelitian

4.4.1  Klasifikasi dan identifikasi variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok variabel, yaitu : 

1.  Variabel bebas adalah tindakan operasi debridemen dengan fasiotomi dan

tindakan operasi debridemen tanpa fasiotomi.

2.  Variabel tergantung adalah kadar TNF-α  plasma dan kadar   VEGF   plasma,

serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (nilai LUMT )

3.  Variabel kendali : umur, jenis kelamin, lama DM, kadar  HbA1c, PAD,

derajat ulkus, jenis ulkus, dan tekanan kompartemen daerah kaki.

4.4.2  Hubungan antar variabel

Dari 3 kelompok variabel yang diteliti, maka dibuat skema hubungan antar

variabel seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut :

Page 77: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 77/175

77

Gambar 4.2

Hubungan antar variabelV= Variabel, LUMT = Leg Ulcer Measurement Tool  

4.4.3 Definisi operasional variabel penelitian

Untuk keseragaman dan agar tidak terjadi kerancuan maka variable-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi operasional dari

variable-variabel tersebut adalah sebagai berikut ; 

1.  Debridemen dengan fasiotomi adalah tindakan bedah debridemen dan

fasiotomi yang dikerjakan secara simultan.

2.  Debridemen adalah tindakan bedah membuang semua jaringan nekrotik,

eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus sampai ke jaringan sehat

(Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010).

V. BEBAS

Debridemen tanpa fasiotomiDebridemen dengan fasiotomi

V. KENDALI

Umur

Jenis kelaminDerajat ulkus

Jenis ulkus

V. KENDALI

HbA1c

PADLama DM

Tekanan kompartemen

V. TERGANTUNGKadar TNF-α  plasma

Kadar  VEGF plasma

Perbaikan klinis ulkus (nilai LUMT ) 

Page 78: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 78/175

78

3.  Fasiotomi adalah tindakan bedah dengan melakukan insisi longitudinal pada

fasia yang membungkus sekelompok otot dari satu kompartemen. Pemilihan

kompartemen pada fasiotomi disesuaikan lokasi ulkus. Ada beberapa

 pendekatan insisi fasiotomi yang telah dipakai untuk dekompresi, sesuai

dengan kompartemen mana yang terkena (Fulkerson dkk.,2003 ; Frink dkk.,

2010).

4.  Ulkus kaki diabetikum adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan

(full thickness) dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti

oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan pada kaki

(Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk., 1999). 

5.  Derajat ulkus kaki diabetik adalah Wagner II, III, dan IV menurut klasifikasi

Wagner (Oyibo, dkk., 2001).

6.  TNF-α  adalah sitokin proinflamasi yang diambil dari bahan jaringan ulkus

dan plasma. Kadar TNF-α  diukur menggunakan metoda  Enzyme-Linked

 ImmunoSorbant Assay (  ELISA) (R&D System, Minneapollis, USA) 

7.  VEGF   adalah vascular endothelial growth factor   yang diambil dari bahan

 plasma. Kadar VEGF diukur dengan metoda Enzyme-Linked ImmunoSorbant

 Assay (  ELISA) (R&D System, Minneapollis, USA)

8.  Perbaikan klinis ulkus adalah besarnya nilai  LUMT   yang diukur secara

 periodik setiap minggu berturut-turut selama 4 minggu posttest . Pengamatan

 perbaikan klinis dilakukan dengan alat ukur berupa formulir  LUMT  

Page 79: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 79/175

79

(Woodbury dkk.,2004). Semakin kecil nilai  LUMT posttest , semakin besar

 perbaikan klinis ulkus.

9. 

Umur adalah usia dalam tahun berdasarkan keterangan tanggal lahir

10. Jenis kelamin adalah laki-laki atau wanita

11. Lama DM adalah rentang waktu pasien menderita DM yang dihitung sejak

 pasien mengetahui pertama kali sampai dengan waktu dilakukan wawancara

 penelitian.

12.  HbA1c  adalah hemoglobin yang terglikosilasi diukur dengan  Bio-Rad D-10

 Hemoglobin testing system, spesimen diambil dari darah lengkap (American

Diabetes Association, 2012).

13.  PAD  adalah penyakit arteri perifir oklusi. Kriteria diagnosis  PAD  adalah

intermitent claudication, kaki pucat dan dingin, atrofi otot, berkurangnya

 pertumbuhan rambut dan kuku, pulsasi arteri kaki melemah atau tidak ada,

 Ankle Brachial Index (ABI) ≤ 0,90 (Norgren dkk, 2007). 

14. Tekanan kompartemen kaki adalah besarnya tekanan kompartemen daerah

kaki. Pengukuran dilakukan pada kompartemen lateral, sentral, medial, dan

interoseus kaki, yang diukur dengan tehnik jarum sederhana 18G yang

dihubungkan dengan transduser arteri line monitor (Moed dan Thorderson,

1993 ; Wilson, 1997).

Tehnik pengukuran.

Daerah kompartemen kaki yang akan diukur didesinfeksi dengan alkohol

90%, ditusukkan jarum 18 G dengan posisi miring 45o dari permukaan kulit

menembus fasia kompartemen, jarum difiksasi dengan jahitan silk 3/0 agar

Page 80: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 80/175

80

tidak terlepas selama pengukuran, ujung jarum dihubungkan dengan

transduser arterial line  yang sudah terhubung dengan monitor. Dilakukan

kalibrasi, lalu dilakukan pembacaan nilai tekanan kompartemen.

15. Jenis ulkus.

Ulkus diabetikum dibedakan atas 2 kelompok yaitu : (Edmon, 2006)

1.  Ulkus neuropatik.

Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,

keringat berkurang, kulit kering dan retak.

Penilaian neuropati :

Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan

dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi

vibrasi dengan garpu tala 128 Hz  (Khanolkar dkk., 2008 ; Van Baal,

2004)

2.  Ulkus neuroiskemik.

Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa

rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain 

mungkin tidak ada karena neuropati .

4.5  Bahan Penelitian 

4.5.1 Bahan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita ulkus kaki

diabetik derajat Wagner II, III, dan IV.

Page 81: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 81/175

81

4.5.2 Bahan sediaan untuk uji TNF- α dan VEGF  

Bahan sediaan untuk pemeriksaan TNF-α  dan VEGF   adalah plasma

 penderita ulkus kaki diabetik. Adapun pemeriksaan TNF-α  di dalam jaringan

sebelum perlakuan diperlukan untuk melihat korelasinya dengan kadar TNF-α 

 plasma, namun tidak  dikerjakan posttest  karena pertimbangan etik. 

4.6  Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 

1.  Alat pengukur tekanan kompartemen yang terdiri dari : jarum ukuran 18G,

transduser, artery line invasive monitor  

2.  Alat pengukur panjang / lebar berupa penggaris sederhana

3.  Semmes-Weinstein monofilament 10 g dan Garpu tala 128 Hz

4.  Stetoskop dan Spignomanometer

5.  Formulir pengumpulan data penelitian dan rekaman medik  

4.7  Prosedur Penelitian

4.7.1 Tahap persiapan

Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan penelitian

(ethical clearance)  dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Persetujuan penelitian dengan

menandatangani surat informed consent.  Sampel penderita ulkus kaki diabetikum

dipilih secara consecutive kemudian dipersiapkan untuk tindakan bedah. Preparasi

 bedah dipersiapkan sesuai dengan prosedur baku penanganan ulkus diabetikum.

Glukosa plasma sebelum operasi dalam keadaan terkontrol.

Page 82: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 82/175

82

4.7.2 Pelaksanaan penelitian

4.7.2.1 

Pengukuran tekanan kompartemen

Dilakukan pengukuran tekanan kompartemen pada masing-masing

kompartemen di daerah kaki yaitu : kompartemen lateral, sentral, medial, dan

interoseus diukur dengan memakai jarum 18G yang dihubungkan dengan

transduser dari system monitor invasive. Pengukuran dilakukan pada semua

subyek penelitian sebelum dilakukan operasi debridemen dengan atau tanpa

fasiotomi ( pretest ), kadar glukosa plasma sebelum pengukuran adalah dalam

keadaan terkontrol. Pengukuran tekanan kompartemen  posttest   tidak

dilakukan karena kompartemen sudah terbuka akibat fasiotomi, sehingga

 pengukuran tekanan kompartemen  posttest   diasumsikan menjadi tidak

relevan serta hasil pengukuran tidak bisa dipercaya.. n. 

4.7.2.2 Debridemen tanpa fasiotomi

Operasi dilakukan dengan memakai instrument bedah untuk

membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, didalam dan tepi

ulkus sampai ke jaringan sehat, tanpa disertai dengan fasiotomi.

4.7.2.3 Debridemen dengan fasiotomi

Operasi dilakukan dengan memakai instrument bedah untuk

membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah didalam dan tepi

ulkus sampai ke jaringan sehat, disertai dengan fasiotomi secara simultan.

Lokasi fasiotomi disesuaikan dengan lokasi ulkus. Tehnik fasiotomi adalah

sebagai berikut :

Page 83: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 83/175

83

Pendekatan Plantar.

Pendekatan ini dimulai dengan insisi mengikuti permukaan plantar dari

metatarsal pertama, sehingga kompartemen medial terlihat, lalu dibelah

secara longitudinal. Abductor hallucis diretraksi untuk mencapai

kompartemen lain.

Pendekatan Dorsal.

Pendekatan ini dapat dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal

kedua dan metatarsal keempat, dengan cara ini memungkinkan untuk

mencapai semua kompartemen. Jika 2 insisi dorsal ini dikerjakan, dianjurkan

melakukan insisi medial disebelah medial dari metatarsal kedua dan insisi

lateral disebelah lateral dari metatarsal keempat. Untuk mengurangi resiko

 skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar perfusi tidak

terganggu. Fasia dorsal dari setiap kompartemen interoseus dibuka secara

longitudinal. Pada kompartemen interoseus pertama, otot dibebaskan dari

fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor

menjadi kelihatan,

Pendekatan Medial Plantar.

Insisi medial dimulai dari origo abductor hallucis ( sekitar 3 cm diatas

 permukaan plantar dan 4 cm dari pascaterior tumit), diperluas paralel ke

 permukaan plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu

dibelah sejajar dengan insisi kulit. Setelah membelah kompartemen medial,

otot abductor hallucis dilepaskan dari fasianya dan diretraksi ke superior,

terlihat fasia putih dari kompartemen kalkaneal lalu fasia dibelah

Page 84: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 84/175

84

longitudinal. Setelah itu kompartemen superficial diidentifikasi disebelah

lateral dari kompartemen medial, insisi longitudinal dikerjakan pada fasia

kompartemen ini. Flexor digitorum brevis diretraksi ke inferior, fasia medial

dari kompartemen lateral dapat diidentifikasi. Dekompresi dari kompartemen

ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti minimi terlihat. Semua luka

dibiarkan terbuka.

Pendekatan Lateral.

Insisi dimulai pada maleolus lateral dan diperluas ke kaki depan antara

metatarsal keempat dan kelima.

Gambar 4.3 Pendekatan dorsal dan medial untuk fasiotomi pada empat kompartemen. Insisi dorsal melalui dua insisi persis sebelah medial dari metatarsal keduadan di sebelah lateral dari metatarsal keempat, memungkinkan mencapai

keempat kompartemen kaki. Insisi medial lebih mudah mencapai

kompartemen medial dan sentral (Dikutip dari ABST Lab manual, ACS)

Page 85: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 85/175

85

4.7.2.4 Prosedur tetap tehnik operasi, pengambilan spesimen jaringan dan

plasma, dan perawatan luka.

Prosedur tetap tindakan debridemen dengan atau tanpa fasiotomi dan

 pengambilan spesimen jaringan dan plasma ( pretest ) :

-  Penderita disiapkan dalam general atau regional anestesi

-  Tutup ulkus dengan kasa steril

-  Desinfeksi daerah disekitar ulkus dengan povidone iodine

-  Cuci ulkus dengan normal saline dengan cara irigasi untuk membuang pus,

eksudat, darah, dan benda asing lainnya

-  Pengambilan spesimen jaringan, plasma

-  Debridemen dengan atau tanpa fasiotomi

-  Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.

Prosedur tetap pengambilan spesimen :

a.  Jaringan : eksisi jaringan ulkus dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm,

dan kedalaman 1 cm dari dasar ulkus sampai batas dengan jaringan

sehat dasar ulkus. Spesimen kemudian dikirim ke Laboratorium Analitik

Universitas Udayana.

 b.  Plasma : diambil darah vena sebanyak 3 mililiter yang ditampung dan

disimpan dalam tempat yang sudah disediakan, kemudian dikirim ke

Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

Prosedur tetap debridemen :

a. Eksisi jaringan nekrotik di tepi dan dasar ulkus secara tajam sampai ke

 jaringan sehat dan pembersihan permukaan ulkus secara tumpul sampai

Page 86: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 86/175

86

timbul perdarahan baru, perdarahan selanjutnya dirawat.

 b. Cuci ulkus dengan larutan normal saline dengan cara irigasi untuk

membuang sisa-sisa pus, eksudat, darah, dan benda asing lainnya.

Prosedur tetap fasiotomi :

a.  Identifikasi lokasi ulkus dan proyeksikan area kompartemen dari

ulkus tersebut. Lokasi ulkus dibagi 2 area yaitu dorsum pedis dan

 plantar pedis,

 b.  Ulkus yang berlokasi di dorsum pedis, dikerjakan fasiotomi

kompartemen interosesus dengan pendekatan dorsal,

c.  Ulkus yang berlokasi di plantar lateral, dikerjakan fasiotomi

kompartemen lateral dengan pendekatan lateral,

d.  Ulkus yang berlokasi di plantar medial dan atau sentral dikerjakan

fasiotomi kompartemen medial dan kompartemen sentral dengan

 pendekatan medialplantar.

Prosedur tetap tindakan dan pengambilan spesimen plasma 1 minggu pasca

debridemen dengan atau tanpa fasiotomi ( posttest ) :

Diambil darah vena sebanyak 3 mililiter yang ditampung dan disimpan

dalam tempat yang sudah disediakan, kemudian dikirim ke Laboratorium

Analitik Universitas Udayana.

Prosedur tetap perawatan ulkus :

- Tutup ulkus dengan kasa steril

-  Desinfeksi daerah disekitar ulkus dengan povidone iodine

Page 87: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 87/175

87

-  Cuci ulkus dengan cairan normal saline dengan cara irigasi untuk

membuang pus, eksudat, darah, dan benda asing lainnya

Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.

4.7.3 Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran kadar TNF-α  plasma dan jaringan ulkus, serta kadar VEGF  

 plasma menggunakan metoda  ELISA  (Quantikine(R)

  ELISA,  Human TNF-α dan

VEGF Immunoassay. R&D System Inc., Minneapolis, USA). Spesimen diambil dari

 plasma dan jaringan ulkus untuk TNF-α  , dan dari plasma untuk VEGF , sesaat

sebelum operasi dan 1 minggu setelah operasi. Kadar glukosa plasma terkontrol

selama pengambilan spesimen. Prosedur pengambilan dan penyimpana sampel,

 persiapan reagen, prosedur assay, serta hasil penghitungan mengikuti aturan yang

sudah ditetapkan dari perusahan Quantikine(R)

  ELISA,  Human TNF-α  dan VEGF

 Immunoassay. R&D, Inc. Minneapolis, USA, sebagai berikut : 

Pengambilan dan Penyimpanan Spesimen :

a. Jaringan : biakan sel supernatan (cell culture supernates) hendaknya

mengandung paling sedikit  fetal calf serum  1% untuk stabilitas TNF-α  dan

VEGF . Partikel partikel dibuang dengan cara sentrifugasi, dan setelah itu segera

dikerjakan analisis atau disimpan terlebih dahulu pada suhu ≤ -200C. Hindarkan

 pencairan dari yang beku (freeze-thaw cycles) secara berulang.

 b. Plasma : tampung plasma menggunakan EDTA sebagai anticoagulant.

Dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada 1000 x g, endapkan selama 30

menit. Analisa segera dilakukan atau sampel disimpan pada suhu ≤ -200C.

Hindarkan pencairan dari yang beku ( freeze-thaw cycles ) secara berulang.

Page 88: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 88/175

88

Persiapan Reagen.

a.  Tempatkan semua reagen pada tempratur kamar sebelum digunakan

 b. 

Pencucian buffer. Jika reagen masih dalam bentuk konsentrat kristal,

hangatkan terlebih dahulu pada tempratur kamar, lalu dicampur secara hati

hati sampai seluruh kristal terlarut sepenuhnya. Larutkan konsentrat pencuci

 buffer ( Wash Buffer Concenctrate ) sebanyak 20 ml kedalam air yang sudah

di deionisasi atau distilasi menjadi 500 ml Wash Buffer. 

c.  Larutan dasar. Reagen A dan B dicampurkan dalam volume yang sama

dalam waktu 15 menit. Hindarkan dari cahaya. Dibutuhkan 200 µl hasil

larutan tercampur untuk setiap sumur atau perigi (well).

d.  Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : gunakan tabung

 polypropylene. Tuangkan dengan pipet 500 µL calibrator diluent RD5K  

kedalam setiap tabung untuk menghasilkan pengenceran serial. Campurkan

setiap tabung terlebih dahulu sebelum dicampurkan ke tabung berikutnya.

Pengenceran 1000 pg/ml digunakan sebagai standard tinggi. Calibrator

diluent RD5K digunakan sebagai standar zero ( 0 pg/ml ).

e.  Untuk sampel plasma / serum : gunakan tabung polypropylene. Tuangkan

dengan pipet 500 µL calibrator diluent RD6U  kedalam setiap tabung untuk

menghasilkan pengenceran serial. Campurkan setiap tabung terlebih dahulu

sebelum dicampurkan ke tabung berikutnya. Larutan tanpa pengenceran

standard digunakan sebagai stan.dard tinggi ( 2000 pg/ml ). Calibrator

diluent RD6U digunakan sebagai standar zero ( 0 pg/ml ).

Page 89: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 89/175

89

Prosedur Assay.

1.  Siapkan semua reagen, standard, dan sampel seperti yang sudah diterangkan

sebelumnya.

2.  Pindahkan strip mikroplate yang lebih dari kerangka plate ke dalam  foil

 poch yang berisi desicant pack , lalu disegel kembali.

3.  Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : tambahkan 50 µL assay

diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau perigi (well). Untuk plasma /

serum tambahkan 100 µL assay diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau

 perigi (well).

4.  Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : tambahkan 200 µL

standard, kontrol, atau sampel per sumur. Untuk plasma / serum tambahkan

100 µL standard, kontrol, atau sampel per sumur. Tutup dengan plester yang

sudah disediakan dan inkubasi selama 2 jam pada tempratur kamar. Sebuah

 plate layout  disiapkan untuk mencatat assay standard dan sampel.

5.  Aspirasi setiap sumur dan dicuci, ulangi proses ini 2 kali untuk 3 pencucian

total. Cuci dengan mengisi setiap sumur dengan wash buffer   ( 200 µL )

menggunakan botol semprot, manifold dispenser, atau pencuci otomatis.

Membersihkan secara keseluruhan cairan pada setiap langkah merupakan hal

yang sangat penting untuk penampilan yang baik. Setelah pencucian terakhir,

 bersihkan sisa sisa wash buffer dengan cara mengaspirasi atau

menuangkannya. Keringkan plate dengan handuk kertas.

Page 90: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 90/175

90

6.  Tambahkan 200 µL conjugat VEGF   atau TNF-α pada setiap sumur. Tutup

dengan plester baru. Inkubasi selama 2 jam pada tempratur kamar.

7. 

Ulangi aspirasi atau pencucian seperti dalam langkah 5.

8.  Tambahkan 200 µL larutan dasar pada setiap sumur. Lindungi dari cahaya.

Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : inkubasi selama 20 menit

 pada suhu kamar. Untuk plasma / serum inkubasi selama 25 menit pada suhu

kamar.

9.  Tambahkan 50 µL larutan penutup ( stop solution ) untuk setiap sumur. Jika

 perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati

agar tercampur dengan baik. Jika warna di dalam sumur adalah hijau atau

 perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati

agar tercampur dengan baik.

10. Tetapkan densitas optik dari setiap sumur dalam waktu 30 menit,

menggunakan pembaca mikroplate dan diset sampai 450 nm. Jika koreksi

 panjang gelombang tersedia, set sampai 540 nm atau 570 nm. Jika koreksi

 panjang gelombang tidak tersedia, kurangi pembacaan dari 540 nm atau 570

nm menjadi 450 nm. Pengurangan ini akan mengoreksi ketidaksempurnaan

optik pada plate. Pembacaan yang dibuat langsung pada 450 nm tanpa

koreksi dapat menjadi lebih tinggi dan kurang akurat.

Page 91: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 91/175

91

4.7.4 Pemeriksaan perbaikan klinis ulkus

Pemeriksaan perbaikan klinis ulkus dilakukan sampai 4 minggu pasca

operasi. Dilakukan pengamatan terhadap perbaikan klinis ulkus menggunakan

instrument LUMT   diadopsi dari Woodbury GM dkk. (2004) pada setiap akhir

minggu I, II, III, dan IV pasca operasi (formulir monitoring  LUMT   terlampir).

Perawatan ulkus dilakukan setiap 3 hari sekali selama 4 minggu, di ruang perawatan

atau di Poliklinik Bedah RSUP Sanglah. Kadar glukosa plasma terkontrol selama

 pengamatan berlangsung.

4.8 

Alur Penelitian

Untuk lebih mempermudah pelaksanaan penelitian maka dibuat skema alur

 penelitian yang ditunjukkan dengan bagan pada Gambar 4.4 berikut :

Page 92: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 92/175

92

Gambar 4.4

Alur Penelitian 

DATA POSTTEST  :TNF- α  PLASMA, VEGF  PLASMA, NILAI LUMT  

ANALISIS STATISTIK DATA

PASIEN DM TIPE 2 DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK

KONTROL

(32 SUBYEK)

PERLAKUAN

(32 SUBYEK)

PENGUKURAN : TNF- α PLASMA, VEGF  PLASMA, NILAI LUMT  

TUJUH HARI PASCA OPERASI (POSTTEST)

*Glukosa plasma terkontrol

DATA PERBAIKAN KLINIS ULKUS

NILAI LUMT  MINGGU I II III IV PASCA OPERASI

PENGUKURAN : TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI,

TNF- α PLASMA dan JARINGAN, VEGF  PLASMA, NILAI LUMT  (PRETEST  )

*Glukosa plasma terkontrol

EVALUASI PERBAIKAN KLINIS ULKUS (NILAI LUMT )

MINGGU II, III, IV PASCA OPERASI

*Glukosa plasma terkontrol

DATA PRETEST  :TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI , TNF- α  PLASMA dan JARINGAN,

VEGF  PLASMA, NILAI LUMT  

KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSLUSI

ALOKASI RANDOM

OPERASI DEBRIDEMEN OPERASI DEBRIDEMEN + FASIOTOMI

SIMPULAN PENELITIAN

CONSECUTIVE

SAMPLING  

Page 93: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 93/175

93

4.9  Analisis Data

Untuk menganalisis perbedaan kadar TNF-α  plasma dan kadar VEGF

 plasma, serta perbaikan klinis ulkus yang diukur dari nilai LUMT  akibat perlakuan

debridemen dengan atau tanpa fasiotomi, dilakukan tahapan-tahapan analisis

statistik data sebagai berikut : 

1.  Analisis deskriptif; menggambarkan karakteristik perlakuan dan distribusi

frekuensi berbagai variabel yaitu : jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,

 BMI, HbA1c, lama menderita DM, lama menderita ulkus, tekanan kompartemen

kaki, derajat ulkus, jenis ulkus, dan PAD;

2.  Analisis normalitas; normalitas data TNF-α  dan VEGF   plasma kelompok

debridemen dengan fasiotomi dan kelompok debridemen tanpa fasiotomi antara

sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilk pada α

= 0,05. Hipotesis ; H0 : frekuensi observasi = frekuensi ekspektasi, Ha :

frekuensi observasi ≠ frekuensi ekspektasi. H0 diterima (data berdistribusi

normal)  p > α, H0 ditolak (data tidak berdistribusi normal)  p < α ; 

3.  Analisis homogenitas; analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan

kesamaan varian (equality of variance) pada kedua kelompok perlakuan dengan

menggunakan Levene’s Test pada α = 0,05. Hipotesis; H0: σ12  = σ2

2  (varian

kelompok debridemen dengan fasiotomi sama dengan kelompok debridemen

tanpa fasiotomi), Ha:σ12  ≠ σ2

2  (varian kelompok debridemen dengan fasiotomi

 berbeda dengan kelompok debridemen tanpa fasiotomi), H0 diterima (varian

 pada kedua kelompok equal),  p > α. H0 ditolak (varian pada kedua kelompok

tidak equal ), p < α; 

Page 94: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 94/175

94

4.  Analisis komparabilitas; dilakukan terhadap nilai pre-tes kelompok debridemen

dengan fasiotomi dan kelompok debridemen tanpa fasiotomi menggunakan uji-t

group (α = 0,05. H0 : μ1 = μ2 (pre-tes kelompok debridemen dengan fasiotomi =

kelompok debridemen tanpa fasiotomi), Ha: μ1 ≠ μ2 (pre-tes kelompok

debridemen dengan fasiotomi ≠ kelompok de bridemen tanpa fasiotomi). H0

diterima, p > α ini berarti yang diuji adalah nilai  posttest  kelompok debridemen

dengan fasiotomi dan  posttest   kelompok debridemen tanpa fasiotomi , H0

ditolak (data tidak berdistribusi normal), p < α ini berarti yang diuji adalah

 penurunan antara pre-tes dengan posttest ;

5.  Analisis perbedaan rerata; dengan asumsi varian pada kedua kelompok ekual

maka perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran TNF-α  dan VEGF   plasma

 pada kelompok debridemen dengan fasiotomi berbeda dengan kelompok

debridemen tanpa fasiotomi yang ditentukan berdasarkan nilai  posttest   antara

kedua kelompok tersebut dianalisis dengan uji-t independent sample atau uji-t

group (dua sampel bebas) pada tingkat kemaknaan α = 0,05. Hipotesis; H0: μ1 =

μ2 (rerata  posttest   kelompok debridemen dengan fasiotomi sama dengan rerata

 posttest   kelompok debridemen tanpa fasiotomi), Ha: μ1 ≠ μ2 (rata-rata posttest  

kelompok debridemen dengan fasiotomi berbeda dengan rata-rata  posttest  

kelompok debridemen tanpa fasiotomi atau ada perbedaan antara kedua

kelompok). H0 diterima (tidak ada perbedaan antara kedua kelompok), p > α. H0

ditolak (ada perbedaan antara kedua kelompok), p < α; dan 

Page 95: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 95/175

95

6.  Perbedaan perbaikan klinis ulkus yang diukur menggunakan system  LUMT

diukur pada minggu I, II, III, dan IV. Analisis menggunakan uji-t tidak

 berpasangan pada tingkat signifikansi p < 0,05;

7.  Pada penelitian ini dikonstruksi regresi linier peningkatan kadar VEGF   dengan

kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua variabel

tersebut. Analisis regresi linier terhadap kedua variabel tersebut menggunakan

regresi linier sederhana

8.  Analisis statistik tersebut di atas menggunakan nilai p < 0,05 sebagai batas

kemaknaan dan memakai perangkat lunak statistika, yaitu program SPSS for

windows. 

Page 96: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 96/175

 

96

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 60 orang pasien penderita DM yang

terkena ulkus kaki diabetik memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien selanjutnya

dimasukkan ke dalam 2 kelompok yaitu: kelompok-1 terdiri dari 28 orang mendapatkan

 perlakuan debridemen dan kelompok-2 sebanyak 32 orang mendapatkan perlakuan

debridemen dan fasiotomi. Pada kelompok-1 tercatat seorang pasien drop out   karena

meninggal dunia. Data karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Data Karakteristik Subjek Kelompok-1 dan Kelompok-2

Variabel Kelompok-1

(Debridemen)

Kelompok-2

(Debridemen + Fasiotomi)

 p*

 N 27 32

Jenis Kelamin

Laki (%) 18 (66,70) 22 (68,80)

Perempuan (%) 9 (33,30) 10 (31,20)

Umur (tahun) 54,59±8,23 54,72±11,67 0,963

Kisaran umur (tahun) 42 - 70 28 - 77Pendidikan

SD (%) 8 (29,70) 11 (34,30)

SLTP (%) 3 (11.10) 4 (12,50)

SLTA (%) 13 (48,10) 13 (40,60)

PT (%) 3 (11,10) 4 (12,50)

Pekerjaan

IRT (%) 3 (11,10) 2 (6,30)

Swasta (%) 17 (63,00) 20 (62,50)

PNS (%) 7 (25,90) 10 (31,30)

BMI 24,02±3,73 24,52±4,26 0,639

HbA1c (%) 10,19±2,14 10,75±2,80 0,404

Lama menderita DM (tahun) 8,52±8,57 9,81±7,65

Lama menderita Ulkus

(minggu)

7,15±12,61 8,38±17,13

Tekanan Kompartemen

(mmHg)

Medial 15,19±7,34 18,59±11,74

Lateral 13,63±7,70 15,06±8,19

Sentral 14,04±9,60 21,75±12,89

Interosesus 13,70±11,38 21,53±13,24

Page 97: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 97/175

97

Lanjutan Tabel 5.1

Variabel Kelompok-1 Kelompok-2  p*

Derajat ulkus

Derajat-II (%) 13 (48,1) 5 (15,6)

Derajat-III (%) 11 (40,8) 16 (50,0)Derajat-IV (%) 3 (11,1) 11 (34,4)

Jenis Ulkus

 Neuroiskemik (%) 8 (29,6) 9 (28,1)

 Neuropatik (%) 19 (70,4) 23 (71,9)

PAD

Ya (%) 7 (25,9) 13 (40,6)

Tidak (%) 20 (74,1) 19 (59,4)

*Tidak ada perbedaan (komparabel) p>0,05

5.2 TNF- α jaringan, TNF- α plasma, dan VEGF  

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar TNF-α  plasma, TNF-α 

 jaringan, dan VEGF   pretest  dan posttest  untuk kelompok-1 (perlakuan debridemen)

dan kelompok-2 (perlakuan debridemen dan fasiotomi). Data yang diperoleh

selanjutnya diuji normalitas dan homoginitasnya. Semua data berdistribusi normal

dan variannya homogen (Lampiran 5). Secara keseluruhan data pretest  kadar TNF-α 

 plasma, TNF-α jaringan, dan VEGF  disajikan pada Tabel 5.2

Tabel 5.2

Data Pretest  Kadar TNF-α plasma, TNF-α jaringan, dan VEGF  plasma

VariabelKelompok-1 Kelompok-2

 p** pretest pretest

TNF-α plasma (pg/ml) 422.30±17,05 424,47±12,02 0,093

Minimum 381,47 387,17

Maksimum 450,37 450,50

 p* 0,264 0,113

TNF-α jaringan (pg/ml) 383,46±14,59 385,91±9,58 0,094

Minimum 348,39 363,09

Maksimum 407,47 410,79 p* 0,270 0,66

VEGF plasma (pg/ml) 282,50±11,58 286,74±10,19 0,510

Minimum 264,36 269,20

Maksimum 304,13 308,24

 p*  0,218 0,590 p* berdistribusi normal pada nilai > 0,05;  p** varian homogeny pada nilai > 0,05Kelompok-1 debridemen , Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi

Page 98: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 98/175

98

Penelitian ini menentukan terjadi penurunan kadar TNF-α dan peningkatan

kadar VEGF   7 hari  posttest   debridemen maupun perlakuan debridemen dan

fasiotomi pada kedua kelompok perlakuan . Untuk maksud ini, selanjutnya

dilakukan pengukuran kadar TNF-α  dan VEGF   posttest . Sedangkan, pengukuran

kadar TNF-α pada jaringan  posttest  tidak dilakukan karena alasan etik. Data kadar

TNF-α  plasma, VEGF , serta perubahan kadar kedua marker tersebut setelah

 perlakuan disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3Kadar TNF-α dan VEGF  plasma 7 hari setelah perlakuan, serta perubahan kadar

kedua marker tersebut pada Kelompok-1 dan Kelompok-2

Variabel

Kelompok-1 Kelompok-2

 p** postest Perubahan (∆)   postest Perubahan

(∆) 

TNF-α plasma

(pg/ml)

390,91±12,85 31,40±17,98 290,26±16,42 134,21±14,50 0,179

Minimum 368,69 9,51 259,54 90,03

Maksimum 412,10 70,08 332,86 158,33

 p* 0,407 0,952 0,168 0,091

VEGF plasma

(pg/ml)

289,19±21,91 15,03±11,02 338,69±20,11 51,96±13,54 0,330

Minimum 248,53 2,67 303,46 29,38Maksimum 327,48 35,89 395,80 92,44

 p*  0,293 0,242 0,064 0,064

 p* berdistribusi normal pada nilai > 0,05 Kelompok-1 debridemen

 p** varian homogen pada nilai > 0,05 Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi

Untuk mengetahui adanya perubahan (∆) antara kadar TNF-α plasma dan VEGF

 plasma kelompok-1 dan kelompok-2 akibat pengaruh perlakuan, maka dilakukan uji-t

independen. Secara menyeluruh hasil uji-t disajikan pada Lampiran 5. Resume hasilnya

disajikan pada Tabel 5.4.

Page 99: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 99/175

99

Tabel 5.4Resume Hasil Uji-t perubahan kadar TNF-α dan VEGF  plasma 7 hari posttest  

Kelompok-1 dan Kelompok-2

Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 BedaMean

t p*

Interval Kepercayaan(95%)

lower Upper

TNF-α (pg/ml) pre 422,20±17,05 424,47±12,02 2,17 0,571 0,570 -9,77 5,44

VEGF (pg/ml) pre 282,50±11,58 286,74±10,19 4,23 1,494 0,141 -9,91 5,70

TNF-α (pg/ml) pasca 390,91±12,85 290,26±16,42 100,64 25,85 0,001 92,84 108,44

VEGF (pg/ml) pasca 289,19±21,91 338,70±20,11 49,50 9,04 0,001 -60,47 -38,54

∆ TNF-α (pg/ml) 31,40±17,98 134,21±14,50 102,81 24,32 0,001 -111,27 -94,34

∆ VEGF (pg/ml) 15,23±10,73 51,96±13,54 36,73 11,39 0,001 -43,19 -30,27

*Signifikan pada nilai p < 0,05 Kelompok-1 debridemenKelompok-2 debridemen dengan fasiotomi

Untuk lebih memperjelas adanya perbedaan kadar TNF-α  dan VEGF   dapat

dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4. Data kadar TNF-α plasma pada kelompok-1

maupun kelompok-2  posttest   disajikan pada Gambar 5.1, Pada Gambar 5.1 terlihat

 bahwa kadar TNF-α  pada kelompok-1 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan

kelompok-2 ditunjukkan dengan nilai p<0,05.

Gambar 5.1

Perbedaan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) denganKelompok-2 (debdanfasio)  posttest .

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Debredemen Debredemen danfasiotomi

  TNF-α 

Page 100: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 100/175

100

Data kadar VEGF  pada kelompok-1 maupun kelompok-2 posttest  disajikan pada

Gambar 5.2. Dari Gambar 5.2 tersebut terlihat bahwa kadar VEGF   pada kelompok-1

 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pada kelompok-2, p < 0,05.

Gambar 5.2Perbedaan Kadar VEGF pada Kelompok-1(debridemen) dengan

Kelompok-2 (debdanfasio) posttest .

Data penurunan kadar TNF-α  plasma pada kelompok-1 maupun kelompok-2

disajikan pada Gambar 5.3. Terlihat penurunan kadar TNF-α plasma pada kelompok-1

 berbeda secara signifikan dari kelompok-2, p < 0,05.

260

270

280

290

300

310

320

330

340

Debredemen Debredemen dan

fasiotomi

VEGF

Page 101: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 101/175

101

Gambar 5.3

Penurunan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) dan

Kelompok-2 (debdanfasio) posttest .

Data peningkatan kadar VEGF  pada kelompok-1 maupun kelompok-2 disajikan

 pada Gambar 5.4. Terlihat penurunan kadar VEGF   pada kelompok-1 berbeda secara

signifikan dari kelompok-2, p < 0,05.

Gambar 5.4 Peningkatan Kadar VEGF  pada Kelompok-1(debridemen) dan Kelompok-2(debdanfasio)  posttest .

0

20

40

60

80

100

120

140

Debredemen Debredemen dan fasiotomi

0

10

20

30

40

50

60

Debredemen Debredemen dan

fasiotomi

Peningkatan VEGF

  Penurunan

TNF-α

Page 102: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 102/175

102

5.3 Perbaikan Klinis Ulkus

Perbaikan klinis ulkus pada kelompok debridemen  dan kelompok

debridemen dengan fasiotomi diamati sejak selesai perlakuan sampai empat minggu

 pasca-perlakuan. Perbaikan klinis ulkus diukur menggunakan sistem  Leg Ulcer

 Measurement Tool/LUMT (Woodbury, dkk. 2004). Data  LUMT   keseluruhan dapat

dilihat pada Tabel 5.5. Data tersebut diuji normalitas dan homogenitas variannya.  

Tabel 5.5

Data Perbaikan Klinis Ulkus yang diukur sesuai Kriteria LUMT  pada Kelompok

Debridemen (Kelompok-1) serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),Minggu I, II, III, dan IV Posttest  

Variabel Kelompok-1 Kelompok-2  p**

 LUMT  minggu I 34,56±7,90 30,22±9,94 0,279

Minimum 12,00 9,00

Maksimum 46,00 50,00

 p* 0,061 0,334

 LUMT  minggu II 28,70±5,89 22,53±8,27 0,082

Minimum 9,00 8,00

Maksimum 38,00 37,00

 p* 0,077 0,087

 LUMT  minggu III 27,44±6,07 21,00±8,04 0,070

Minimum 9,00 6,00

Maksimum 38,00 33,00 p*  0,061 0,096

 LUMT  minggu IV 26,22±6,21 18,75±8,83 0,094

Minimum 8,00 4,00

Maksimum 34,00 33,00

 p*  0,066 0,061

 LUMT  =  Leg Ulcer Measurement Tool  

*Data berdistribusi normal bila nilai p > 0,05

**Data variansnya homogen bila p > 0,05

Selanjutnya dilakukan uji-t independent untuk mengetahui apakah terdapat

 perbedaan perbaikan klinis ulkus antara kelompok debridemen dengan kelompok

debridemen dengan fasiotomi. Resume hasil uji-t nya disajikan pada Tabel 5.6.

Page 103: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 103/175

103

Tabel 5.6Resume Perbedaan Data Perbaikan Klinis Ulkus Kelompok Debridemen (Kelompok-1)

serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),

Minggu I, II, III, dan IV Posttest  

PengamatanBeda

meant  p*

Interval Kepercayaan 95%

 Lower bound Upper bound

 LUMT  minggu I 4,34 1,83 0,073 - 0,409 9,083

 LUMT  minggu II 6,17 3,24 0,002 2,362 9,982

 LUMT  minggu III 6,44 3,42 0,001 2,672 10,217

 LUMT  minggu IV 7,47 3,69 0,001 3,418 11,526

 LUMT  = Leg Ulcer Measurement Tool

*Signifikan bila nilai p < 0,05

5.4 Konstruksi Regresi Linier Peningkatan kadar VEGF  dengan Penurunan kadar

TNF- α 

Pada penelitian ini dikonstruksi regresi linier peningkatan kadar VEGF  

dengan kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua

variabel tersebut. Sebelumnya, kedua variabel tersebut diuji terlebih dahulu

korelasinya dengan korelasi Pearson ( Product Moment ). Hasil analisis korelasi

mendapatkan terjadi korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan ( p < 0,05) antara

 peningkatan kadar VEGF   dengan penurunan kadar TNF-α). Hasil analisis korelasi

secara lengkap disajikan pada Lampiran-5. Selanjutnya dilakukan analisis regresi

linier terhadap kedua variabel tersebut menggunakan regresi linier sederhana. Hasil

analisis regresi linier secara menyeluruh disajikan pada lampiran-5, resumenya

disajikan pada Tabel 5.7. 

Page 104: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 104/175

104

Tabel 5.7Resume Hasil Analisis Regresi Linier antara Peningkatan Kadar VEGF  dengan

Penurunan Kadar TNF-α 

Coefficients

a

 

 Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t p.

 B Std. Error Beta

1 Konstan 8,301 3,654 2,272 0,027

Penurunan

TNF-α 

0,308 0,036 0,753 8,627 0,000

a. Dependent Variable: Peningkatan VEGF

Dari data pada Tabel 5.7 dapat dibuat persamaan regresi antara peningkatan

kadar VEGF  dengan penurunan kadar TNF-α, yaitu: VEGF  = 8,301 + 0,308 TNF-α. Hal

ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α  terjadi peningkatan kadar

VEGF  sebesar 8,301 + 0,308 = 8,609 pg/mL.

Page 105: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 105/175

 

105

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1  Karakteristik Subjek Penelitian 

Penelitian ini menunjukkan karakteristik subjek pada kedua kelompok

kebanyakan adalah laki-laki (66,70% laki-laki vs 33,30% perempuan pada

kelompok debridement ; 68,80% laki-laki vs 31,20% perempuan pada kelompok

debridement dan fasiotomi) dengan umur rerata 54 tahun (kisaran umur 42-70 tahun

 pada kelompok debridement, 28-77 tahun pada kelompok debridement dan

fasiotomi). Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada penyembuhan luka sebagai

faktor sistemik. Semakin tua usia (usia tua menurut WHO, ≥ 60 tahun) semakin

 besar risiko gangguan penyembuhan luka, hal ini berkaitan dengan gangguan

respon inflamasi seperti lambatnya infiltrasi sel T ke daerah luka disertai dengan

gangguan produksi kemokin dan penurunan kapasitas fagositosis makrofag,

disamping juga karena lambatnya re-epitelialisasi dan angiogenesis (Guo dan

DiPietro, 2010). Dibandingkan dengan perempuan, maka penyembuhan luka pada

laki-laki lebih lambat. Hormon sek berperan dalam gangguan penyembuhan luka,

dimana estrogen memperbaiki penyembuhan luka melalui regulasi berbagai

ekspresi gen yang berhubungan dengan regenerasi, produksi matriks, penghambat

 protease, fungsi epidermal, dan gen-gen yang terutama berkaitan dengan inflamasi,

sementara androgen berpengaruh secara negative terhadap penyembuhan luka (Guo

dan DiPietro, 2010). Melihat karakteristik subyek pada kedua kelompok

Page 106: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 106/175

106

kebanyakan laki-laki dengan rerata usia hampir tua, berarti kedua faktor ini

memiliki pengaruh negative terhadap perbaikan klinis ulkus. Pada analisis

komparabilitas umur dan jenis kelamin kedua kelompok adalah komparabel

(p>0,05)l, ini berarti bahwa perbaikan klinis ulkus pada kelompok debridemen dan

fasiotomi adalah benar- benar karena faktor perlakuan. Dengan kisaran umur antara

28-77 tahun untuk kelompok perlakuan, penelitian ini membuktikankan bahwa

secara statistik debridemen dan fasiotomi memberi hasil yang sama baik pada

 pasien umur muda maupun tua.

Penelitian ini menunjukkan rerata  BMI   subjek pada kedua kelompok tidak

menunjukkan obesitas (BMI ≥ 30 kg/m2) walaupun ada 4 subjek yang menunjukkan

obesitas (2 dari kelompok debridemen, 2 dari kelompok debridemen dan fasiotomi).

Rerata  BMI   kelompok debridemen adalah 24,02±3,73 vs 24,52±4,26 kelompok

debridemen dengan fasiotomi. Obesitas berpengaruh terhadap penyembuhan luka,

disebabkan adanya gangguan struktur dan fungsi kolagen, gangguan deposisi

kolagen, hal ini diduga akibat dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak

(Yosipovitch dkk., 2007). Obesitas pada tikus percobaan menunjukkan resistensi

terhadap skar aponeurosis lebih rendah dibandingkan kontrol, sedangkan intensitas

reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak berbeda (Biondo-Simoes dkk, 2010).

Dengan melihat rerata semua subjek tidak menunjukkan obesitas pada kedua

kelompok, berarti peluang terjadi perbaikan ulkus adalah baik dan tidak berbeda

antara kedua kelompok. Terbukti pada analisis komparabilitas kedua kelompok

adalah komparabel (p > 0,05), sehingga pengaruh perlakuan betul-betul merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan klinis ulkus. Pada kelompok perlakuan

Page 107: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 107/175

107

terdapat 2 subjek yang menunjukkan obesitas, secara statistik penelitian ini

membuktikan bahwa debridemen dan fasiotomi memberikan hasil yang sama, baik

 pada pasien dengan obesitas maupun tidak.

Berdasarkan data klinik subjek penelitian pada Tabel 5.1, tampak bahwa

95% pasien memiliki nilai  HbA1c  > 7% (kelompok debridemen 10,19 ± 2,14 vs

10,75 ± 2,80 kelompok debridemen dengan fasiotomi) , hal ini membuktikan bahwa

kebanyakan pasien dalam keadaan DM tidak terkontrol, dan memiliki hubungan

dengan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (ADA, 2011), hal ini terlihat dari

angka kejadian  PAD  pada penelitian ini (kelompok debridemen 25,9% vs 40,6%

kelompok debridemen dengan fasiotomi). Kejadian  PAD  dua kali lebih sering

diantara pasien DM daripada non-DM, dan setiap peningkatan 1%  HbA1c 

meningkatkan risiko  PAD  sebanyak 26% (Norgren,2007), penelitian terakhir

menyebutkan  PAD  mencapai 50% pada pasien ulkus kaki diabetik (Hinchliffe,

dkk.,2012). Kebanyakan ulkus merupakan jenis neuropati (kelompok debridemen

70,4% vs 71,9% kelompok debridemen dengan fasiotomi), sisanya merupakan

 jenis neuroiskemik (kelompok debridement 29,6% vs 28,1% kelompok debridemen

dengan fasiotomi). Neuropati perifir merupakan faktor kausatif utama dan

terpenting timbulnya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes (Singh dkk., 2005 ;

Gibbons dkk., 1995). Derajat ulkus kebanyakan Wagner derajat III (kelompok

debridemen 40,8% vs 50% kelompok debridemen dengan fasiotomi).

Dengan melihat nilai  HbA1c  yang tinggi (>7%) dan lama ulkus ( ± 8

minggu), membuktikan bahwa ulkus kaki diabetik pada penelitian ini merupakan

ulkus kronis yang gagal mengikuti urutan penyembuhan luka normal (Liu, dkk.,

Page 108: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 108/175

108

2008). DM yang lama (kelompok debridemen 8,52±8,57 tahun vs 9,81±7,65 tahun

kelompok debridemen dengan fasiotomi) berakibat paparan terhadap hiperglikemia

kronis, sehingga peningkatan permeabilitas mikrovaskuler telah terjadi selama fase

awal dan lanjut dari penyakitnya, adanya perubahan struktur dan fungsi kapiler

menyebabkan gangguan pertukaran molekul melalui membran endotel ke interstitiil

(Bouskela dkk.,  2003). Terbukti pada penelitian ini terdapat rerata peningkatan

tekanan kompartemen (tekanan kompartemen > 8 mmHg) pada semua kompartemen

kaki dan pada semua subjek penelitian, baik pada kelompok kontrol maupun

kelompok perlakuan, meskipun secara perorangan, tidak semua subjek menunjukkan

 peningkatan tekanan kompartemen pada semua kompartemen. Peningkatan tekanan

kompartemen tertinggi terjadi pada kompartemen sentral (kelompok debridemen

14,04±9,60 mmHg vs 21,75±12,89 mmHg kelompok debridemen dengan fasiotomi)

dan kompartemen interoseus (kelompok debridemen 13,70±11,38  vs 21,53±13,24

mmHg kelompok debridemen dengan fasiotomi). Adanya peningkatan tekanan

kompartemen yang berlangsung kronis, memicu hipoksia jaringan yang juga

 berlangsung kronis, diikuti dengan penurunan kada VEGF  plasma pada semua

subjek. Dengan demikian sangat rasional melakukan tindakan fasiotomi bahkan

 pada stadium awal dari ulkus kaki diabetik. Bukti lain tentang kronisitas ulkus

didukung oleh kadar TNF-α  plasma maupun jaringan yang tinggi pada semua subjek

sebelum perlakuan (kadar TNF-α  plasma kelompok debridement 422.30±17,05 vs

424,47±12,02 kelompok debridement dengan fasiotomi, dan kadar TNF-α  jaringan

kelompok debridement 383,46±14,59 vs 385,91±9,58 kelompok debridement

dengan fasiotomi), sedangkan rerata kadar TNF-α plasma pada populasi umum pada

Page 109: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 109/175

109

kelompok umur 19 - ≥70 tahun adalah 10,30  –  16,48 pg/ml on age group 19 - ≥70

(Himmerich, H., 2006).

6.2 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Penurunan Kadar

TNF- α Plasma

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna

dari perubahan (∆) kadar TNF-α  plasma antara kelompok kontrol debridemen dan

kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05).

Debridement dan fasiotomi memberikan penurunan kadar TNF-α  plasma yang lebih

tinggi dengan besar perubahan  (∆) TNF-α  ( pg/ml)  134,21±14,50 dibandingkan

dengan debridement tanpa fasiotomi dengan besar perubahan (∆) TNF-α  ( pg/ml) 

31,40±17,98.

Telah diketahui bahwa endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler,

sel-sel detritus sebagai faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang

akan memicu sekresi TNF-α. Debridemen adalah tindakan bedah membuang semua

 jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus , mengurangi

tekanan, evaluasi adanya kantong-kantong infeksi yang tersembunyi (tracking and

tunneling ), drainase, dekolonisasi bakteri, dan hanya meninggalkan jaringan sehat

untuk mendorong penyembuhan luka (Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ;

Lebrun, 2010), sehingga faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang

akan memicu sekresi TNF-α, dapat diturunkan. Debridemen merupakan langkah

 penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound

Page 110: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 110/175

110

bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau  lokal dari

suasana luka kronis menjadi suasana luka akut,  untuk merangsang dan

mempercepat proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal,

2004 ; Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang

 bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine

milieu di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007).

Debridemen sebaiknya mampu memvisualisasikan semua luka, membuka

semua daerah yang terkena infeksi untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan

spesimen bakteri dari jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan

anatomi kaki mutlak diperlukan (Rauwerda, 2000).

Pada penelitian ini menunjukkan penurunan bermakna dari kadar TNF-α 

 plasma pada kelompok debridemen dan fasiotomi dibandingkan dengan debridemen

saja. Fasiotomi dapat memperbaiki pengendalian infeksi serta penyembuhan luka pada

ulkus kaki diabetik (Lee, 1995), mengurangi tekanan, evaluasi adanya kantong-

kantong infeksi yang tersembunyi (tracking and tunneling ), serta drainase yang

adekuat (Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010), sehingga debridemen

dan fasiotomi akan berdampak sinergis dalam pengendalian infeksi, sehingga lebih

memicu penurunan TNF-α. 

6.3 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Peningkatan Kadar

VEGF  

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari

 perubahan (∆) kadar VEGF  plasma antara kelompok kontrol debridement dan

kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05).

Page 111: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 111/175

111

Debridemen dan fasiotomi memberikan peningkatan perubahan kadar VEGF  plasma

yang lebih tinggi dengan besar perubahan  (∆) VEGF   ( pg/ml)  51,96±13,54

dibandingkan dengan debridement tanpa fasiotomi dengan besar perubahan (∆)

VEGF  ( pg/ml) 15,23±10,73.

Peningkatan kadar VEGF  plasma pada kelompok perlakuan debridement dan

fasiotomi dapat diterangkan melalui berbagai mekanisme. Telah diketahui bahwa

VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi, kadar VEGF mencapai

 puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu

(Frank dkk, 1995). Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan luka baru, sehingga

tindakan debridemen akan mampu meningkatkan kadar VEGF  melalui mekanisme

 perdarahan luka baru sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Disamping itu

debridemen sendiri terbukti menurunkan kadar TNF-α, menurunkan faktor yang

membuat degradasi VEGF , sehingga secara otomatis VEGF   bisa meningkat.

Fasiotomi yang dilakukan bersama debridemen berperan mengubah keadaan

hipoksia menjadi normoksia, karena ada bukti-bukti yang menunjukkan terjadi

hipoksia jaringan pada ulkus kaki diabetik, dimana pada semua ulkus kronis tekanan

oksigen lokal berkisar setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi

fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit (Velazques,

2007). Beberapa laporan kasus juga menyebutkan adanya sindroma kompartemen

 pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan nekrosis

 jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan tekanan

intrakompartemen, iskemia jaringan, serta nekrosis jaringan (Munichoodappa, 1999

Page 112: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 112/175

112

; Pamoukian, 2000 ; Jose, 2004 ; Flamini dkk.,2008).  Penelitian lain mendukung

adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki pada pasien neuropati diabetes,

ditemukan bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes

lebih tinggi daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna.

Terdapat perbedaan bermakna pada kompartemen interoseus dan kompartemen

sentral (Lower dan Kenzora, 1994).

Pada penelitian ini terdapat peningkatan tekanan kompartemen pada semua

subjek penelitian dari kedua kelompok perlakuan (Tabel 5.1). Tekanan

kompartemen kaki normal adalah 5  –  7 mmHg (Lower dan Kenzora, 1994) , pada

 penelitian ini terdapat peningkatan kompartemen pada semua subjek terutama

kompartemen sentral (21,75 ± 12,89) dan kompartemen interoseus (21,53 ± 13,24).

Penelitian ini membuktikan bahwa sesungguhnya telah terjadi peningkatan tekanan

kompartemen yang berjalan secara kronis pada penderita ulkus kaki diabetik

walaupun tidak sampai pada tingkat kompartemen sindrom. Peningkatan tekanan

kompartemen menimbulkan hipoksia jaringan, memicu gangguan replikasi fibroblas,

maupun pelepasan VEGF  oleh fibroblas. VEGF  merupakan faktor penting di dalam

mekanisme penyembuhan luka, dimana VEGF   akan menginduksi fosforilasi dan

aktivasi eNOS  di dalam sumsum tulang, yang akan menghasilkan peningkatan kadar

 NO (Nitric Oxide) yang akan mencetus mobilisasi  EPC (Endothel Progenitor Cell) 

dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi menuju daerah luka (EPC Homing),

meskipun untuk proses  EPC Homing   membutuhkan partisipasi kemokin Stromal

cell-derived factor-1α / SDF -1α  (Brem dan Tomic-canic, 2007). Gallagher dkk.

(2007) menunjukkan bahwa pada hewan coba tikus DM, hiperoksia meningkatkan

Page 113: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 113/175

113

mobilisasi dari  EPCs di dalam sirkulasi dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi

 perifir. Tindakan fasiotomi pada penelitian ini terbukti meningkatkan kadar VEGF  

 plasma. Kami menduga bahwa fasiotomi disini mencegah hipoksia jaringan,

memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan replikasi fibroblas maupun pelepasan

VEGF.  Oleh karena itu kami berpendapat bahwa fasiotomi sebaiknya dilakukan

 pada semua ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV, sebagai prosedur rutin

 bersamaan dengan tindakan debridemen.

Fasiotomi harus segera dilakukan begitu diagnosa sindroma kompartemen

ditegakkan, semakin awal, semakin sedikit sequelae akan berkembang. Tujuan dari

fasiotomi adalah mengurangi perbedaan tekanan transmural (transmural pressure

gradient) antara mikrosirkulasi dan interstitial, sehingga barier perfusi yang

mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat

dicegah (Fulkerson, dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010). Tegangan oksigen memegang

 peranan utama baik secara in vitro maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen

VEGF  (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Walaupun VEGF meningkat oleh hipoksia

secara in vitro, namun data secara in vivo masih menjadi pertentangan ( Oltmanns

dkk. (2006). Fakta lain menyebutkan bahwa ekspresi VEGF mRNA  dipicu secara

cepat dan reversible oleh paparan tegangan oksigen (pO2) yang rendah, juga iskemia

yang disebabkan oleh oklusi arteri. Berkaitan dengan perubahan vaskuler sebagai

komplikasi DM kronis, terjadi keadaan paradox yaitu peningkatan angiogenesis pada

retinopati proliferative atau plak atherosclerosis dan penurunan angiogenesis pada

 penyakit arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa

kurangnya pertumbuhan kolateral pada jantung dan kegagalan dalam penyembuhan

Page 114: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 114/175

114

ulkus kaki diabetik. Karena itu memunculkan hipotesis untuk menerangkan paradox

angiogenesis ini bahwa respon terhadap faktor pertumbuhan (VEGF) terganggu pada

DM. Gangguan molekuler ini terletak didalam sistem transduksi signal baik yang

mengalir turun pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor

(Waltenberger, 2007). Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF ,

 Fibroblast Growth Factor (FGF)-2,  adalah rendah, karena diabetic fibroblast  

tidak mampu meningkatkan produksi VEGF dan FGF-2 pada level normal didalam

merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF   yang abnormal, serta

keadaan hipoksia menimbulkan gangguan proses penyembuhan ulkus, karena

kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa

adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan

deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003).

Dengan melihat peran penting debridemen dalam memperbaiki lingkungan

sitokin di dasar ulkus, menciptakan keseimbangan sitokin dan  growth factor , yang

memicu penurunan kadar TNF-α  dan mengurangi degradasi VEGF . Adanya

 perdarahan baru sewaktu debridemen, respon inflamasi akut akan dimulai,

menginduksi pelepasan VEGF di dalam plasma pada hari ketujuh pasca operasi.

Peran fasiotomi dalam memperbaiki mikrosirkulasi jaringan, meningkatkan tekanan

oksigen jaringan, menginduksi pelepasan VEGF didalam plasma, dan memicu

 proses neovaskularisasi di dalam ulkus. Fasiotomi dan debridemen, terbukti

 bersinergi meningkatkan kadar VEGF plasma.

Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus

kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan

Page 115: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 115/175

115

ulkus kaki diabetik, yaitu pendekatan baru dengan memperhatikan gangguan

vaskuler baik untuk praktek klinik dan penelitian (Lepantalo, dkk.,2011). Pada

 penelitian ini terbukti peningkatan tekanan kompartemen kaki merupakan salah satu

 penyebab gangguan vaskuler, dimana sebagai jawaban yang tepat untuk itu adalah

dengan melakukan fasiotomi. Adapun fasiotomi plantar dapat dilakukan dengan

 pendekatan endoskopik maupun pembedahan (Urovitz, dkk., 2008).

6.4 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Perbaikan Klinis Ulkus

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debridemen dan fasiotomi terbukti

meningkatkan perbaikan klinis ulkus kaki diabetik berdasarkan pengamatan nilai

 LUMT  (semakin kecil nilai  LUMT, semakin besar perbaikan klinis ulkus). Terdapat

 perbedaan yang bermakna dari nilai LUMT  antara kelompok kontrol debridemen dan

kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05) pada

minggu II ( LUMT   kelompok debridement 28,70±5,89 vs  LUMT   kelompok

debridemen dan fasiotomi 22,53±8,27), minggu III ( LUMT   kelompok debridemen

27,44±6,07 vs  LUMT   kelompok debridemen dan fasiotomi 21,00±8,04) , dan

minggu IV ( LUMT   kelompok debridemen 26,22±6,21 vs  LUMT kelompok

debridemen dan fasiotomi 18,75±8,83). Tidak ada perbedaan bermakna nilai  LUMT

 pada minggu I pasca operasi pada kedua kelompok, ini sesuai dengan proses

 penyembuhan luka dimana pada minggu I merupakan fase hemostasis dan inflamasi,

sedangkan fase proliferasi yang ditandai dengan reepitelilisasi baru terjadi pada

minggu II (Guo dan DiPietro, 2010) sehingga perbaikan klinis ulkus baru terlihat

 pada dan setelah minggu II. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pada kelompok

 perlakuan memiliki hubungan yang sangat erat dengan penurunan kadar TNF-α 

Page 116: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 116/175

116

 plasma maupun peningkatan kadar VEGF  plasma akibat perlakuan debridemen dan

fasiotomi. 

Sudah diketahui bahwa TNF-α merangsang sintesis  MMP , dengan tingginya

 protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan  growth factor  

yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga

 penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).

Usaha-usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α dengan pemberian anti TNF-

α secara sistemik pada luka diabetes dari hewan coba yang terbukti mempercepat

 penutupan luka. Penutupan luka paralel dengan melemahnya inflamasi didalam luka

secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit dalam sirkulasi, dan

 pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini merupakan bukti kuat, bahwa

anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas makrofag dalam luka kronis

yang mengalami gangguan penyembuhan. Dengan kata lain bahwa kegagalan

 penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang mengekspresikan TNF-

α  (Goren dkk, 2007). Pada penelitian ini debridemen dan fasiotomi terbukti jauh

lebih efektif didalam menurunkan kadar TNF-α, dibandingkan dengan debridemen

saja. 

Penghambatan TNF-α  melalui debridement dan fasiotomi yang

meningkatkan luaran klinis dapat dihubungkan dengan penurunan aktivasi caspase-3

dan deoxynucleotidyl transferase (Behl dkk, 2008), peningkatan level mRNA dari

kolagen I dan III, peningkatan densitas fibroblast dan pembentukan matriks (Al-

Mashat dkk, 2006 ; Siqueira dkk, 2010). Dengan kata lain bahwa penurunan

apoptosis fibroblast dan peningkatan proliferasi, jika TNF-α  dihambat (Siqueira

Page 117: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 117/175

117

dkk., 2010), dan penurunan kadar TNF-α  mengindikasikan pengendalian terhadap

inflamasi (Leung dkk., 2008).

Debridemen dilakukan sebagai langkah wound bed preparation untuk

merangsang dan mempercepat proses penyembuhan luka dengan mengubah suasana

lingkungan atau milieau  lokal dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut,  

(Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009), sehingga

tercapai keadaan cytokine milieu di dasar ulkus menjadi optimal. Jumlah dan

fisiologi jangka panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali

ditentukan oleh lingkungan-mikro setempat (host microenviroment)  daripada

rangsangan yang memulai angiogenesis itu sendiri, dan lingkungan ini merupakan

elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta

remodeling jaringan, (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Penggunaan terapi biologis

 berbasis faktor pertumbuhan di klinik seperti  PDGF   (Kirsner, dkk., 2010), pada

hewan coba dengan recombinant human VEGF 165  protein  (Galiano, dkk., 2004),

terbukti memperbaiki penyembuhan ulkus. Penggunaan pentoksifilin yang

menurunkan kadar TNF-α  dan statin yang meningkatkan kadar VEGF   secara

 bersama sama terbukti memperbaiki penyembuhan ulkus peptikum pada hewan coba

diabetes (Baraka, dkk., 2010). Wound bed preparation  merupakan pendekatan

 bermanfaat yang dapat membantu klinisi memungkinkan kemampuan penyembuhan

dari ulkus kaki diabetik dalam cara sistemik dan holistik. Konsep TIME  yaitu T issue

management   melalui debridement, I nfection and inflammation control   melalui

 pengurangan biofilm bakteri, M oisture balance  dengan menjaga kelembaban luka,

Page 118: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 118/175

118

E  pithelial advancement   dengan menghilangkan barier fisik dan mekanik untuk

migrasi epitel dari tepi luka (Saad, dkk., 2013).

6.5 Konstruksi Regresi Linier Peningkatan kadar VEGF   dengan Penurunan

kadar TNF- α.

Sitokin dan  growth factor  merupakan polipeptida kecil yang disekresi oleh

tipe-tipe sel yang berbeda dan bekerja sebagai molekul signal yang mengontrol

 proliferasi, diferensiasi, migrasi dan metabolisme sel, mengatur dan mengganti

 berbagai komponen dari matriks ekstraseluler pada penyembuhan luka. Beberapa

sitokin proinflamasi yaitu TNF-α , IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, Interferon γ, sitokin anti

inflamasi yaitu IL-4, IL-10 dan growth factor  yaitu TGF, PDGF, VEGF, FGF, EGF  

 berperan dalam proses penyembuhan luka ((Lobmann, dkk., 2005).

Gangguan penyembuhan luka pada ulkus kaki diabetik karena adanya

disfungsi sel yang berperan di dalam penyembuhan luka, dan ketidakseimbangan

antara sitokin,  growth factor   dan protease, dimana terjadi peningkatan sitokin

 proinflamasi terutama TNF-α  dan interleukin (IL-1β) yang selanjutnya secara

langsung mampu merangsang sintesis MMP. Tingginya kadar MMP, menyebabkan

 proses penyembuhan ulkus menjadi terputus dan tidak terkoordinasi karena

degradasi matriks protein dan  growth factor   yang sangat penting dalam

 penyembuhan luka (Lobmann, dkk., 2005).

Pada penelitian ini berdasarkan hasil analisis korelasi mendapatkan terjadi

korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan ( p < 0,05) antara peningkatan kadar

VEGF  dengan penurunan kadar TNF-α) pasca operasi debridemen dengan fasiotomi.

Page 119: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 119/175

119

Kekuatan korelasi antara peningkatan kadar VEGF  dengan penurunan kadar TNF-α,

seperti terlihat dalam persamaan regresi berikut ini yaitu:

VEGF  = 8,301 + 0,308 TNF-α.

Hal ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α  terjadi peningkatan

kadar VEGF  sebesar 8,301 + 0,308 = 8,609 pg/mL.

Penurunan kadar TNF-α plasma terjadi melalui tindakan debridemen, dengan

adanya penurunan kadar TNF-α  maka proses degradasi VEGF akan dicegah,

sehingga kadar VEGF menjadi meningkat. Disamping debridemen sendiri mampu

meningkatkan kadar VEGF plasma, peningkatan kadar VEGF plasma juga terjadi

melalui perbaikan oksigenasi jaringan karena tindakan fasiotomi.

.

6.6 Kebaharuan Penelitian (Novelty)  

Penanganan baku ulkus kaki diabetik sampai saat ini adalah debridemen

yang hasilnya secara klinis kurang memuaskan. Pada debridemen yang terjadi

adalah perbaikan lingkungan inflamasi dan membuat perdarahan baru, namun

ternyata masih tetap terjadi hipoksia jaringan yang disebabkan oleh karena

 peningkatan tekanan kompartemen.

Pada penelitian ini dimana kami melakukan debridemen dengan fasiotomi

secara simultan pada ulkus kaki diabetik, yang terjadi adalah selain memperbaiki

lingkungan inflamasi dan membuat suatu perdarahan baru, terjadi juga perbaikan

hipoksia jaringan melalui fasiotomi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil

Page 120: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 120/175

120

 penelitian ini bahwa debridemen dengan fasiotomi pada kaki diabetik lebih besar

 bermakna menurunkan kadar TNF-α  plasma dan meningkatkan kadar VEGF plasma

yang disertai dengan perbaikan klinis ulkus darpada debridemen saja. Dengan

demikian ini merupakan temuan baru yang dapat disumbangkan dari penelitian ini.

Dikemukakan usulan model mekanisme regulasi TNF-α  dan VEGF   sebagai

 pathogenesis baru perbaikan klinis ulkus akibat perlakuan debridemen dengan

fasiotomi dan akibat perlakuan debridemen tanpa fasiotomi seperti tercantum pada

Gambar 6.1.

Page 121: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 121/175

121

Gambar 6.1 Model mekanisme regulasi TNF-α dan VEGF  plasma sebagai pathogenesis

 baru perbaikan klinis ulkus kaki diabetik akibat perlakuan debridemen

dengan fasiotomi dan debridemen tanpa fasiotomi.

Ulkus kaki diabetik  

Tekanan kompartemen kaki ↑ Respon inflamasi ↑ 

Gangguan mikrosirkulasi

Hipoksia jaringan

VEGF ↓ TNF-α ↑ 

Ulkus kronis

Debridemen ↓ Inflamasi 

+Fasiotomi  ↓↓ Infeksi 

 ↓ Tekanan

kompartemen

memperbaiki

mikrosirkulasi

*Glukosa plasma terkontrol

Debridemen ↓ Inflamasi 

 ↓ Infeksi

↓↓ TNF-α 

Perbaikan oksigenasi jaringan

↓ TNF-α 

↑↑ VEGF  ↑ VEGF 

↑↑ Perbaikan Klinis Ulkus ↑ Perbaikan Klinis Ulkus 

Page 122: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 122/175

122

6.7 Kelemahan Penelitian

6.7.1  Bias

Tidak bisa menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen, apakah

telah dilakukan dengan adekuat atau belum. Sampai saat ini belum ada suatu cara

yang dianggap baku untuk menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen

ulkus maupun fasiotomi.

Saap dan Falanga (2002) mengajukan suatu cara yang dinamakan

debridemen performance index (score 0-6), meliputi debridemen terhadap kalus, tepi

ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai adalah 0 adalah debridemen

diperlukan tetapi tidak dikerjakan, skor 1 adalah debridemen diperlukan dan

dikerjakan, skor 2 adalah debridemen tidak diperlukan. Semakin rendah debridemen

 performance index  , semakin rendah insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem

skoring ini dapat dipakai untuk meramalkan hasil pengobatan. Kami tidak memakai

sistem tersebut diatas karena belum dianggap baku.

Kadar TNF-α di dalam jaringan  posttest  pada penelitian ini tidak dikerjakan

karena pertimbangan etika, sehingga tidak bisa diketahui perubahannya secara lokal

di dalam jaringan, walaupun secara sistemik menunjukkan penurunan yang

 bermakna, namun apakah perubahan sistemik tersebut memiliki korelasi dengan

 perubahan di dalam jaringan ulkus. Goren dkk. (2007) melaporkan adanya

 peningkatan secara nyata ekspresi reseptor insulin di dalam jaringan dan penurunan

secara nyata jumlah monosit/makrofag di dalam jaringan pada hewan coba diabetes

setelah pemberian anti TNF-α  antibodi secara sistemik. Mengacu pada penelitian

Goren dkk. (2007) tersebut kami berpendapat bahwa perubahan kadar TNF-α plasma

Page 123: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 123/175

123

 pasca debridemen dengan fasiotomi memiliki korelasi positif dengan perubahan di

dalam jaringan ulkus.

Peningkatan kadar VEGF   plasma pada penelitian ini dipicu oleh dua hal

yaitu penurunan kadar TNF-α  melalui tindakan debridemen dan perbaikan

oksigenasi jaringan melalui fasiotomi, yang memicu perubahan dari hipoksia

 jaringan menjadi normoksia atau bahkan mungkin hiperoksia. Apakah fasiotomi

yang dilakukan telah mencapai keadaan normoksia atau bahkan hiperoksia, tidak

 bisa dibuktikan karena tidak dilakukan pengukuran ulang tekanan kompartemen

 pasca fasiotomi maupun pengukuran tekanan oksigen jaringan ulkus. Argumentasi

yang bisa dikemukakan disini adalah bahwa pengukuran tekanan kompartemen

 pasca fasiotomi tidak relevan lagi dan hasilnya tidak bisa dipercaya, karena fasia

atau kompartemen sudah terbuka. Yang paling akurat untuk menilai telah terjadi

 perbaikan oksigenasi jaringan tentunya adalah dengan mengukur tekanan oksigen

 jaringan. Namun kami menggunakan parameter tidak langsung melalui peningkatan

kadar VEGF   plasma sebagai parameter perbaikan oksigenasi jaringan pasca

 perlakuan debridemen dengan fasiotomi, ini terbukti dari peningkatan VEGF lebih

 besar bermakna pada kelompok perlakuan daripada kontrol.

Page 124: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 124/175

 

124

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :

a.  Peningkatan kadar TNF-α  dan penurunan kadar VEGF   plasma, tampak

 berkontribusi pada gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik.

 b.  Terdapat rerata peningkatan tekanan kompartemen pada semua kompartemen

kaki ulkus kaki diabetik. Peningkatan tekanan kompartemen kaki ini diduga

ikut berperan pada penurunan kadar VEGF plasma sebagai parameter

hipoksia jaringan.

c. 

Penurunan kadar TNF-α plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen

dengan fasiotomi, lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.

d. 

Peningkatan kadar VEGF  plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen

dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;

e.  Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara peningkatan kadar VEGF  

dengan penurunan TNF-α. plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen

dengan fasiotomi

f.  Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pasca debridemen dengan fasiotomi lebih

 besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kelemahan penelitian ini maka

ada beberapa saran yang dapat dilakukan baik untuk pengembangan ilmu

maupun kepentingan di klinik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat :

Page 125: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 125/175

125

Untuk pengembangan ilmu :

a.  Melakukan penelitian eksperimental lebih lanjut dengan mengukur tekanan

oksigen jaringan pasca fasiotomi untuk mengetahui perbaikan oksigenasi

 jaringan. 

Untuk kepentingan di klinik dalam pelayanan kepada masyarakat :

a. 

Melakukan tindakan debridemen dan fasiotomi secara simultan sebagai

tindakan alternative pilihan untuk mencapai perbaikan klinis ulkus kaki

diabetik derajat wagner II, III, dan IV.

 b.  Melakukan pengukuran tekanan kompartemen kaki pada setiap ulkus kaki

diabetik sebagai pemeriksaan rutin untuk menilai status vaskuler, sehingga

dapat memberi tuntunan perlu tidaknya tindakan fasiotomi.

c.  Diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan ulkus kaki

diabetik, dengan memperhatikan peningkatan tekanan kompartemen kaki

sebagai salah satu penyebab gangguan vaskuler terutama pada ulkus kaki

diabetik yang tidak ada perbaikan.

Page 126: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 126/175

126

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mashat, H.A., Kandru, S., Liu, R., Behl, Y, Desta, T., Graves, D.T. 2006.Diabetes Enhances mRNA Levels of Proapoptotic Genes and Caspase

Activity, Which Contribute to Impaired Healing. Diabetes ; 55 : 487-95.

American College Of Surgeon (ACS). Anatomically Based Surgery for Trauma

Course (ABST),  Lab Manual   : Extremity Chapter 4 : Injuries to the

Extremities : Compartment Syndrome and Fasciotomy.

American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, 35 (supplement 1) : S64-S71.

American Diabetes Association. 2011. Standard of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 34 ( Supplement 1) : S11-S61.

Banai, S., Jaklitsch, M.T., Shou, M., Lazarous, D.F., Scheinowitz, M., Biro, S.,

Epstein, S., Unger, E.  1994.  Angiogenic-induced enhancement of

collateral blood flow to ischemic myocardium by vascular endothelial

growth factor in dogs. Circulation 89:2183 – 9. 

Bao, P., Kodra, A., Tomic-Canic, M., Golinko, M.S., Ehrlich, H.P., Brem, H. 2009.

The Role of Vascular Growth Factor in Wound Healing.  J Surg Res,

15:347-58.

Baraka, A.M., Guemei, A., Gawad, H.A. 2010. Role of modulation of vascular

endothelial growth factor and tumor necrosis factor-alpha in gastric ulcer

healing in diabetic rats. Biochemical Pharmacology; 79 : 1634 – 9

Behl, Y.,  Krothapalli, P.,  Desta, T.,  Graves, D. 2008. Diabetes-Enhanced Tumor

 Necrosis Factor-α Production Promotes Apoptosis and the Loss of Retinal

Microvascular Cells in Type 1 and Type 2 Models of Diabetic

Retinopathy. Am J Pathol  ; 172(5) : 1411 –  8.

Belgore, F.M., Blann, A.D., Li-Saw-Hee, F.L., Beevers, D.G., Lip, G.Y. 2001.Plasma levels of vascular endothelial growth factor and its soluble

receptor (SFlt-1) in essential hypertension. Am J Cardiol, 87: 805 – 7.

Bernard, L. (Chairman Working Group). 2007. Clinical practice guidelines:

Management of diabetic foot infections. Medicine et maladies infectieuses,

37:14-25.

Biondo-Simoes, M.,L.,P., Zammar, G.,R., Fernandes, R.,S., Biondo-Simos, R.,

Mello, F., S., R., Noronha, L. 2010. Obesity and abdominal wound

healing in rats. Acta Cir. Bras. 25(1).

Page 127: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 127/175

127

Bjarnsholt, T., Kirketerp-Moller, K., Jensen P.O., Madsen, K.G., Phipps, R.,

Krogfelt, K., Hoiby, N., Givskov, M. 2008. Why chronic wounds will not

heal: a novel hypothesis. Wound Repair Regen. 16(1):2-10.

Bouskela, E., Botttino, D.A., Tavares, J.C. 2003. Microvascular permeability indiabetes. In: Schmid-Schonbein, G.W., Neil Granger, D., editors. Molecular

Basis for Microcirculatory Disorders. Paris : Springer-Verlag France. p 545-55.

Boody, A.R., Wongworat, M.D. 2005. Accuracy in the measurement of compartment

 pressures: a comparison of three commonly used devices.  J Bone Joint

Surg Am, 87:2415-22.

Brem, H., Erlich, P., Tsakayannis, D., Folkma, J. 1997. Delay of wound healing by

the angiogenesis inhibitor TNP-470. Surgical forum, 48 :714-6.

Brem, H., Kodra, A., Golinko, M.S., Entero, H., Stojadinovic, O., Wang, V.M.,Sheahan, C.M., Weinberg, A.D., Woo, S.L.C., Ehrlich H.P., Tomic-

Canic, M. 2009. Mechanism of Sustained Release of Vascular Growth

Factor in Accelerating Experimental Diabetic Healing.  Journal of

 Investigative Dermatology, 129:2275-87.

Brem, H., Tomic-Canic, M. 2007. Cellular and molecular basis of wound healing in

diabetes. J. Clin. Invest. 117:1219 – 22. 

Broekhuizen, L.N., Lemkes, B.A., Mooij, H.L., Meuwese, M.C., Verberne, H.,

Holleman, F., Schlingemann, R.O., Nieuwdorp, M., Stroes, E.S.G., Vink,

H. 2010. Effect of sulodexide on endothelial glycocalyx and vascular permeability in patients with type 2 diabetes mellitus.  Diabetologia, 

53:2646 – 55.

Brownlee, M. 2001 Biochemistry and molecular cell biology of diabetic

complications. Nature , 414:813-20.

Burns, J., L., Mancoll, J., S., Phillips, L., G. 2003. Impairments to wound healing.

Clin Plastic Surg ., 30 : 47-56.

Cardinal, M., Eisenbud, D.E., Armstrong, D.G., Zelen, C., Driver, V., Attinger, C.,

Phillips, T., Harding, K. 2009.  Serial surgical debridement: a retrospective

study on clinical outcomes in chronic lower extremity wounds. Wound

 Repair Regen. ;17(3):306-11.

Cavanagh, P.R., Buse, J.B., Frykberg, R.B., Gibbons, G.W., Lipsky, B.A., Pogach,

P., Reiber, G.E., Sheehan, P. 1999. Consensus Development Conference

on Diabetic Foot Wound Care. DIABETES CARE , 22(8)

Chang, A.C., Dearman, B., Greenwood, J.E. 2011. A Comparison of Wound Area

Measurement Techniques: Visitrak Versus Photography. Eplasty, 11 : e18.

Page 128: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 128/175

128

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). History of foot ulcer among

 persons with diabetes — United States, 2000-2002.  MMWR Morb Mortal

WklyRep. 2003;52(45):1098-02.

Cho, C.H., Sung, H.K., Kim, K.T., Cheon, H.G., Hong, H.J. 2006. COMP-angiopoetin-1 promotes wound healing through enhanced angiogenesis,

lymphangiogenesis, and blood flow in diabetic mouse model.  Proc Natl

 Acad Sci USA, 103:4946-51.

Chou, E., Suzuma, I., Way, K.J., Opland, D., Clermont, A.C., Naruse, K., Suzuma,

K., Bowling, N.L., Vlahos, C.J., Aiello, L.P., King, G.L. 2002. Decreased

cardiac expression of vascular endothelial growth factor and its receptors

in insulin-resistant and diabetic States: a possible explanation for impaired

collateral formation in cardiac tissue. Circulation, 105:373 – 9.

Coerper, S., Beckert, S., Kuper, M.A., Jekov, M., Konigsrainer, A.  2009 Fifty percent area reduction after 4 weeks of treatment is a reliable indicator for

healing--analysis of a single-center cohort of 704 diabetic patients.  J

 Diabetes Complications, 23(1):49-53.

Darby, I.A., Bisucci, T., Hewitson, T.D., MacLellan, D.G. 1997. Apoptosis is

increased in a model of diabetes-impaired wound healing in genetically

diabetic mice. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology ;

29(1) : 191 -200

Davis, G.E., Saunders, W.B.  2006. Molecular balance of capillary tube formation

versus regression in wound repair: role of matrix metalloproteinases andtheir inhibitors.  J Investig Dermatol Symp Proc, 11:44-56.

Driver, V.,R., Fabbi, M., Lavery, L., A., Gibbons, G.  2010. The costs of diabetic

foot: the economic case for the limb salvage team.  J Am Podiatr Med

 Assoc.;100(5):335-41.

Edmonds, M.E. 2006. ABC of wound healing. BMJ , 18: 407-10

Edwards, J., Stapley, S.  2010. Debridement of diabetic foot ulcers. Cochrane

 Database Syst Rev, 20: CD003556.

Falanga, V., Saap, L.J., Ozonoff, A. 2006. Wound bed score and its correlation with

healing of chronic wounds.  Dermatol Ther  ; 19(6):383-90.

Ferrara, N., Davis-Smyth, T. 1997. The Biology of Vascular Endothelial Growth

Factor. Endocrine Review, 18:4-25.

Flamini, S., Zoccali, C., Persi, E., Calvisi, V. 2008. Spontaneous compartement

syndrome in patient with diabetes and statin administration : a case report.

 J Orthopaed Traumatol , 9:101-3.

Page 129: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 129/175

129

Frank, S., Hubner, G., Breier, G.,  Longaker, M.T.,  Greenhalgh, D.G., Werner, S.

1995. Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Expression in

Cultured Keratinocytes: Implication for Normal and Impaired Wound

Healing, The Journal of Biological Chemistry, 270:12607-13.

Freedman, S.B., Isner, J.M. 2002. Therapeutic angiogenesis for coronary artery

disease. Ann Intern Med, 136:54 – 71.

Frink, M., Hildebrand, F., Krettek, C., Brand, J., Hankemeier, S. 2010. Compartment

syndrome of the lowert leg and foot. Clin Orthop Relat Res, 468:940-50.

Frykberg, R.G., Armstrong,. D.G., Giurini, J., Edwards, A., Kravette, M., Kravitz,

S., Ross, C., Stavosky, J., Stuck, R., Vanore, J. 2000. Diabetic Foot

Disorders : A Clinical Practice Guideline.  Journal of Foot & Ankle

Surgery, 39:S1-S60.

Fulkerson, E., Razi, A., Tejwani, N. 2003. Review : acute compartment syndrome of

foot.  Foot & Ankle Int., 24 : 180-187.

Gabriel, A., Mussman, J., Rosenberg, L.Z., de la Torre, J.I., 2009. Wound Healing

and Growth Factors. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1298196 .  Diakses pada Desember

2010 

Gallagher, K.A., Liu Z-J., Xiao, M., Chen, H., Goldstein, L.J., Buerk, D.G., Nedeau,

A., Thom, S. R., Velasques, O.C. 2007. Diabetic impairments in NO-

mediated endothelial progenitor cell mobilization and homing are reversed by hyperoxia and SDF-1α. J Clin Invest. ;117(5):1249 – 1259. 

Galiano, R.D., Tepper, O.M., Pelo, C.R., Bhatt, K.A., Callaghan, M., Bastidas,N.,

Bunting, S., Steinmetz, H.G., Gurtner, G.C. 2004. Topical Vascular

Endothelial Growth Factor Accelerates Diabetic Wound Healing through

Increased Angiogenesis and by Mobilizing and Recruiting Bone Marrow-

Derived Cells. Am J Pathol . 164(6): 1935 – 1947.

Gerber, H.P., Condorelli, F., Park, J., Ferrara N. 1997. Differential transcriptional

regulation of the two vascular endothelial growth factor receptor genes.

Flt-1, but not Flk-1/KDR, is up-regulated by hypoxia.  J Biol Chem, 272:

23659 – 67.

Gibbons , G.W., Marcaccio, E.J., Habershaw , G.M. 1995. Management of diabetic

foot. In : Callow, A.D., Ernst, C.B., editors.Vascular surgery : theory and

 practice. Connecticut : Appleton and Lange. p.167-79.

Gibran, N.S., Jang, Y.C., Isik, F.F., Greenhalgh, D.G, Muffley, L.A., Underwood,

R.A. 2002. Diminished neuropeptide levels contribute to the impaired

cutaneous healing response associated with diabetes mellitus.  J Surg Res,

108:122-8.

Page 130: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 130/175

130

Goldberg, M.T., Han, Y-P., Yan, C., Shaw, M.C., Garner, M.L. 2007. TNF-α 

Suppresses α-Smooth Muscle Actin Expression in Human Dermal

Fibroblasts: An Implication for Abnormal Wound Healing.  J Invest

 Dermatol , 127(11): 2645 – 55.

Gordon, K.,A., Lebrun, E.,A, Tomic-Canic, M., Kirsner, R.,S. 2012. The role of

surgical debridement in healing of diabetic foot ulcers. Skinmed ,10(1):24-

6. Review.

Goren, I., Muller, E., Schiefelbein, D., Christen, U., Pfeilschifter, J., Muhl, H.,

Frank, S. 2007.  Systemic Anti-TNF Treatment Restores Diabetes-

impaired Skin Repair in ob/ob Mice by Inactivation of Macrophages.

 Journal of Investigative Dermatology, 127:2259 – 67

Gunga HC, Kirsch K, Rocker L, Behn C, Koralewski E, Davila EH, Estrada MI,Johannes B, Wittels P, and Jelkmann W. 1999. Vascular endothelial

growth factor in exercising humans under different environmental

conditions. Eur J Appl Physiol Occup Physiol  79:484 – 90.

Guo, S., DiPietro, L.A. 2010. Factors Affecting Wound Healing. J Dent Res., 89(3) :

219-29

Gupta, K., Zhang, J. 2005. Angiogenesis : a curse or cure.  Postgrad Med J , 81:236-

42.

Harada, K., Friedman, M., Lopez, J., Wang, S., Li, J., Prasad, P.V., Pearlman, J.D.,

Edelmam, E., Sellke, F.W., Simons, M. 1996. Vascular endothelial growth

factor in chronic myocardial ischemia. Am J Physiol, 270:H1791 – 180. 

Harmey, J.H., Bouchier-Hayes, D.  2002. Vascular endothelial growth factor

(VEGF), a survival factor for tumour cells: implications for anti-

angiogenic therapy. Bioessays, 24:280 – 3.

Himmerich, H., Fulda, S., Linseisen, J., Seiler, H., Wolfram, G., Himmerich, S.,

Gedrich, K., Pollmacher, T. 2006. TNF-α, soluble TNF receptor and

Interleuikin-6 plasma levels in the general population. Eur.Cytokine Netw., 17: 196-201.

Hinchliffe RJ, Andros G, Apelqvist J, Bakker K, Friederichs S, Lammer J, Lepantalo

M, Mills JL, Reekers J, Shearman CP, Valk G, Zierler RE, Schaper NC. 

2012. A systematic review of the effectiveness of revascularization of the

ulcerated foot in patients with diabetes and peripheral arterial disease.

 Diabetes Metab Res Rev., Suppl 1:179-217.

Page 131: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 131/175

131

Hirsch, A.T., Haskal, Z.J., Hertzer, N.R., Bakal, C.W., Creager, M.A., Halperin, J.L.,

Hiratzka, L.F., Murphy, W.R.C., Olin, J.W., Puschett, J.B., Rosenfield,

K.A., Sacks, D., Stanley, J.C., Taylor, JR, L.M., White, C.J., White, J.,

White, R.A. 2006. ACC/AHA Guidelines for the Management of PatientsWith Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric,

and Abdominal Aortic): Executive Summary A Collaborative Report

From the American Association for Vascular Surgery/Society for Vascular

Surgery, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions,

Society for Vascular Medicine and Biology, Society of Interventional

Radiology, and the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines

(Writing Committee to Develop Guidelines for the Management of

Patients With Peripheral Arterial Disease). JACC , XX (X) : 1 – 75.

Hoeben, A., Landuyt, B., Highley M.S., Wildier, H., Van Oosterom, A.T., De

Bruijn, E.A. 2004. Vascular Endothelial Growth Factor and Angiogenesis. Pharmacol Rev, 56:549-80.

Huang, E.S., Basu, A., O’Grady, M., Capreta, J.C. 2009. Projecting the Future

Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S.  Diabetes Care,

32: 2225-9.

Isner, J.M., Walsh, K., Symes, J.F., Pieczek, A., Takeshita, S., Lowry, J., Rosenfield,

K., Weir, L., Brogi, E., Jurayj, D.  1996.  Arterial gene transfer for

therapeutic angiogenesis in patients with peripheral artery disease.  Hum

Gene Ther 7:859 – 88.

Jose, R.M., Viswanathan, N., Aldlyani, E., Wilson, Y., Moiemen, N., Thomas, R.

2004. Case report : Aspontaneous compartment syndrome in a patient with

diabetes. The Journal of Bone and Joint Surgery, 86-B:1068-70.

Khanolkar, M.P., Bain, S.C., Stephens, J.W. 2008. The diabetic foot. QJM, 101:

685-95

Kirsner, R.S., Warriner,R., Michela, M., Stasik, L., Freeman, K. 2010. Advanced

Biological Therapies for Diabetic Foot Ulcers.  Arch

 Dermatol .;146(8):857-62.

Kosmidou, I., Karmpaliotis, D., Kirtane, A.J., Barron, H.V., Gibson, C.M.  2008.

Vascular endothelial growth factors in pulmonary edema: an update.  J

Thromb Thrombolysis, 25:259-64.

Koyama, S., Sato, E., Haniuda, M., Numanami, H., Nagai, S., Izumi, T. 2002.

Decreased level of vascular endothelial growth factor in bronchoalveolar

lavage fluid of normal smokers and patients with pulmonary fibrosis. Am J

 Respir Crit Care Med, 166:382 – 5.

Page 132: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 132/175

132

Lavery, L.A.,  Barnes, S.A., Keith, M.S., Seaman, J.W., Armstrong,  D.G. 2008.

Prediction of Healing for Postoperative Diabetic Foot Wounds Based on

Early Wound Area Progression. Diabetes Care, 31 (1): 26-9

Lebrun, E., Tomic-Canic, M., Kirsner, R.S. 2010. The role of surgical debridementin healing of diabetic foot ulcers. Wound Repair Regen, 18:433-8.

Lee, B.Y.,Guerra, J., Civelek, B. 1995. Compartment syndrome in diabetic foot. Adv

Wound Care, 8:36,38,41-2.

Lefrandt, J.D., Bosma, E., Oomen, P.H., Hoeven, J.H., Roon, A.M., Smit, A.J.,

Hoogenberg, K.  2003. Sympathetic mediated vasomotion and skin

capillary permeability in diabetic patients with peripheral neuropathy.

 Diabetologia, 46:40-7.

Lepantalo, M., Apelqvist, J., Setacci, C., Ricco, J.B., de Donato, G., Becker, F.,Robert-Ebadi, H., Cao, P., Eckstein, H.H., De Rango, P., Diehm, N.,

Schmidli, J., Teraa, M., Moll, F.L., Dick, F., Davies, A.H.  2011.

Diabetic foot.  Eur J Vasc Endovasc Surg .;42 Suppl 2:S60-74.

Lerman, O.Z., Galiano, R.D., Armour, M., Jamie, P., Levine, J.P., Gurtner, G.C.

2003. Cellular Dysfunction in the Diabetic Fibroblast Impairment in

Migration, Vascular Endothelial Growth Factor Production, and Response

to Hypoxia. Am J Pathol , 162: 303-12.

Leung, P.C., Wong M.W.N., Wong, W.C. 2008. Limb salvage in extensive diabeticfoot ulceration : an extended study using a herbal supplement.  Hong

 Kong Med J , 14:29-33.

Liu, Z-J.,Velazquez, O.C. 2008. Hyperoxia, Endothelial Progenitor Cell

Mobilization, and Diabetic Wound Healing. Antioxid. Redox Signal., 10:

1869 – 82.

Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong,

D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur,

M.S., Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious

Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosisand Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious Diseases ;

54(12):132-73.

Lobmann, R., Schultz, G., Lehnert, H. 2005. Proteases and Diabetic Foot

Syndrome: Mechanisms and Therapeutic Implications.  Diabetes care,

28(2):462-71.

Lower, R.F., Kenzora, J.E. 1994. The diabetic neuropathic foot: a triple crush

syndrome--measurement of compartmental pressures of normal and

diabetic feet. Orthopedic, 17: 241-8.

Page 133: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 133/175

133

Maeda, T., Kawane, T., Horiuchi, N.  2003. Statins augment vascular endothelial

growth factor expression in osteoblastic cells via inhibition of protein

 prenylation. Endocrinology, 144: 681 – 92.

Maloney J, Wang D, Duncan T, Voelkel N, and Ruoss S. 2000. Plasma vascularendothelial growth factor in acute mountain sickness. Chest  118: 47 – 52.

Maltezoz, E., Papazoglou, D., Exiara, T., Papazoglou, L., Karathanasis, E.,

Christakidis, D., Ktenidou-Kartali, S. 2002. Tumour Necrosis Factor-α

Levels in Non-diabetic Offspring of Patients with Type 2 Diabetes

Mellitus. The Journal of International Medical Research, 30 : 576-83.

Meyer, K.C., Cardoni, A., Xiang, Z.Z. 2000. Vascular endothelial growth factor in

 bronchoalveolar lavage from normal subjects and patients with diffuse

 parenchymal lung disease. J Lab Clin Med, 135: 332 – 8.

Mikhnevych, O.E., Horielov, S.V., Bezliuda, N.P., Sapa, S.A . 2001. Compartment

syndrome in patients with diabetic foot syndrome complicated by purulent

necrotic lesions. Klin Khir , 8: 33-5.

Mitchell, R.S., Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2007. Robbins Basic Pathology.

Philadelphia: Saunders. 8th edition.

Moed, B.R., Thorderson, P.K. 1993. Measurement of Intracompartmental Pressure :

A Comparison of the Slit Catheter, Side-ported Needle, and Simple

 Needle. The Journal of Bone and Joint Surgery, 75-A: 231-5.

Mueller, M.,P., Wright, J., Klein, .,R. 1994. Diabetes and Peripheral Vascular

Disease. In : Veith, F.,J., Hobson II, R.,W., Williams, R.,A., Wilson, S.,E.,

editors.Vascular Surgery Principle and Practice. McGraw-Hill. p. 514-22.

Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. 2007. ―Pola Kuman dan Korelasi Klinis

Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar― (tesis). Denpasar:

Universitas Udayana.

Munichoodappa, C., Sheriff, S.A. 1999. Case report : Spontaneous muscle infarction

in diabetes mellitus. Int.J. Diab. Dev. Countries, 19:115-6.

 Nakagawa, K., Chen, Y.X., Yonemitsu, Y., Murata, T., Hata, Y., Nakashima, Y.

Sueishi, K. 2000. Angiogenesis and its regulation : roles of vascular

endothelial cell growth factor. Semin Thromb Hemost , 26:61-6.

 Nieuwdorp, M., van Haeften TW., Gouvemeur MC et al. 2000. Loss of endothelial

glycocalyx during acute hyperglycemia coincides with endothelial

dysfunction and coagulation activation in vivo. Diabetes, 55:480-6.

Page 134: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 134/175

134

 Norgren, L., Hiat, W.R., Dormandy, J.A., Nehler, M.R., Harris, K.A., Fowkes,

F.G.R. 2007. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral

Arterial Disease (TASC II).  Journal of Vascular Surgery, 45(1)

Supplement : S5A-67A

Oltmanns, K.M., Gehring, H., Rudolf, S., Schultes, B., Hackenberg, C., Schweiger,

U., Born, J., Fehm, H.L., Peters , A. 2006. Acute hypoxia decreases

 plasma VEGF concentration in healthy humans.  Am J Physiol Endocrinol

 Metab, 290(3): E434-E439.

Oyibo, S.O., Jude, E.B., Tarawneh, I., Nguyen, H.C., Harkless, L.B., Boulton,

A.J.M. 2001. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification

Systems The Wagner and the University of Texas wound classification

systems . Diabetes, 24(1): 84-8

Pamoukian, V.N., Rubino, F., Iraci, J.C. 2000. Review and case report of idiopathic

lower extremity compartment syndrome and its treatment in diabetic

 patient. Diabetes & Metabolism, 26:489-92.

Pearlman, J.D., Hibberd, M.G., Chuang, M.L., Harada, K., Lopez, J.J., Gladstone,

S.R., Friedman, M., Sellke, F.W., Simons, M. 1995. Magnetic resonance

mapping demonstrates benefits of VEGF-induced myocardial

angiogenesis. Nature Med, 1:1085 – 9. 

Pocock S., J. 2008.  CLINICAL TRIALS A Practical Approach. Chichester, New

York, Brisbane, Toronto, Singapore. John Wiley & Sons Ltd : 1-7, 123-38.

Pusat Data dan Informasi Persi.  Available from  :http://www.pdpersi.co.id/conten/m_news. Diakses pada Juni 2012.

Quantikine ELISA. Available from : (http://www.rndsystems.com/pdf/dve00.pdf ) 

Quattrini,  C., Jeziorska,  M., Boulton,  A.J.M., Malik,  R.A. 2008. Reduced

Vascular Endothelial Growth Factor Expression and Intra-Epidermal

 Nerve Fiber Loss in Human Diabetic Neuropathy.  Diabetes Care, 31

:140-5.

Rauwerda J.A. 2000. Foot debridement: anatomic knowledge is mandatory.

 Proceedings of the Third International Symposium on the Diabetic Foot  ,

16(issue suppl 1) : S23-S26.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.  Laporan Badan Penelitian dan

 Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 

Page 135: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 135/175

135

Rivard, A., Silver, M., Chen, D., Kearney, M., Magner, M., Annex, B., Peters, K.,

Isner, J.M. 1999. Rescue of Diabetes-Related Impairment of Angiogenesis

 by Intramuscular Gene Therapy with Adeno-VEGF.  Am J Pathol , 154:

355 – 63.

Rogers, L.C., Bevilacqua, N.J., Armstrong, D.G., Andros, G. 2010. Digital

Planimetry Results in More Accurate Wound Measurements : A

Comparison to Standard Ruler Measurements. Journal of Diabetes Science

and Technology, 4:799-802.

Rutherford, R.B. 1995. Recommended standards for reports on vascular disease and

its management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery :

theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange : 1145 - 59.

Ryu, J.K. 2008. Therapeutic Angiogenesis: The Pros and Cons and the Future.

 Korean Circ J  , 38:73-9.

Saad, A.Z.M., Khoo,T.L., Halim, A.S. 2013. Wound Bed Preparation for Chronic

Diabetic Foot Ulcers (review article). ISRN Endocrinology Volume 2013,

Article ID 608313, 9 pages.

Saap, L.J., Falanga, V.  2002. Debridement performance index and its correlation

with complete closure of diabetic foot ulcers. Wound Repair

 Regen,10(6):354

Saepudin, M. 2011. Metodologi penelitian Kesehatan masyarakat. Jakarta : TransInfo Media (TIM) : 45-59.

Santos, S., Peinado, V.I., Ramirez, J., Morales-Blanhir, J., Bastos, R., Roca, J.,

Rodriguez-Roisin, R., Barbera, J.A. 2003. Enhanced expression of

vascular endothelial growth factor in pulmonary arteries of smokers and

 patients with moderate chronic obstructive pulmonary disease.  Am J

 Respir Crit Care Med, 167:1250 – 6.

Shaw, J., Hughes, C.M., Lagan, K.M., Bell, P.M.,Stevenson, M.R. 2007. An

Evaluation of Three Wound Measurement Techniques in Diabetic Foot

Wounds.  Diabetes Care, 30:2641-2.

Simons, M. 2005. Angiogenesis, Arteriogenesis, and Diabetes: Paradigm

Reassessed?. Journal of the American College of Cardiology, 46.

Singh, N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing foot ulcers in patients

with diabetes. Jama , 293:217-28.

Page 136: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 136/175

136

Siqueira, M. F., Li, J., Chehab, L., Desta, T., Chino, T., Krothpali, N., Behl, Y.,

Alikhani, M., Yang, J., Braasch, C., Graves, D. T. 2010. Impaired wound

healing in mouse models of diabetes is mediated by TNF-α dysregulation

and associated with enhanced activation of forkhead box O1 (FOXO1).

 Diabetologia, 53(2): 378 – 88.

Steed, D.L., Donohoe, D., Webster, M.W., Lindsley, L.  1996. Effect of extensive

debridement and treatment on the healing of diabetic foot ulcers. Diabetic

Ulcer Study Group.  J Am Coll Surg  ;183(1):61-4.

Steed, D.L. 2004. Debridement.  J Am Coll Surg   ; 187 (Suppl) : 71S – 74S

Takeshita, S., Zhung, L., Brogi, E., Kearney, M., Pu L-Q, Bunting, S., Ferrara, N.,

Symes, J.F., Isner, J.M.  1994.  Therapeutic angiogenesis: a single intra-

arterial bolus of vascular endothelial growth factor augments collateral

vessel formation in a rabbit ischemic hindlimb model. J Clin Invest,93:662 – 70.

Takeshita, S., Pu L-Q, Stein, L.A., Sniderman, A.D., Bunting, S., Ferrara, N., Isner,

J.M., Symes, J.F.  1994.  Intramuscular administration of vascular

endothelial growth factor induces dose-dependent collateral artery

augmentation in a rabbit model of chronic limb ischemia. Circulation,

90:[Suppl II]228-34.

Takeshita S, Tsurumi Y, Couffinhal T, Asahara T, Bauters C, Symes JF, Ferrara N,

Isner JM. 1996. Gene transfer of naked DNA encoding for three isoforms

of vascular endothelial growth factor stimulates collateral development in

vivo. Lab Invest 75:487 – 502. 

Tellechea, A., Leal, E., Veves, A., Carvalho, E. 2010. Inflammatory and Angiogenic

abnormalities in Diabetic Wound Healing: Role of Neuropeptides and

Therapeutic Perspectives. The Open Circulation and Vascular Journal , 3:

43-55.

Urovitz, E.P., Birk-Urovitz, A., Birk-Urovitz, E. 2008. Endoscopic plantar

fasciotomy in the treatment of chronic heel pain. Can J Surg .; 51(4): 281 – 

3.

Van Baal, J.G. 2004. Surgical treatment of the Infected Diabetic Foot. Clinical

 Infectious Diseases, 39: S 123-8.

Velazquez O.,C. 2007. Angiogenesis and vasculogenesis: Inducing the growth of

new blood vessels and wound healing by stimulation of bone marrow – 

derived progenitor cell mobilization and homing.  J Vasc Surg, 45:39A-

47A.

Vourisalo, S., Venermo, M., Lepäntalo, M . 2009. Treatment of diabetic foot ulcers.

 J Cardiovasc Surg (Torino), 50:275-91.

Page 137: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 137/175

137

Wallace, H.,J., Stacey, M.,C. 1998. Level of tumour Necrosis Factor-α (TNF-α) and

Soluble TNF Receptors in Chronic Venous Leg Ulcer  –   Correlations to

Healing Status. J Invest Dermatol  ; 110 (3) : 292-6.

Waltenberger, J. 2007. New Horizons in Diabetes Therapy: The Angiogenesis

Paradox in Diabetes: Description of Problem and Presentation of Unifying

Hypothesis. Immun.,Endoc. & Metab. Agents in Med. Chem., 7:87-93.

Walter, R., Maggiorini, M., Scherrer, U., Contesse, J., Reinhart, W.H. 2001. Effects

of high-altitude exposure on vascular endothelial growth factor levels in

man. Eur J Appl Physiol, 85:113 – 7.

Weck, M., Slesaczeck, T., Paetzold, H., Muench, D., Nanning, T., von Gagern, G.,

Brechow, A., Dietrich, U., Holfert, M., Bornstein, S., Barthel, A., Thomas,

A., Koehler, C., Hanefeld, M. 2013. Structured health care for subjectswith diabetic foot ulcers results in a reduction of major amputation rates.

Cardiovascular Diabetology 2013, 12:45. 

Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed, M.E. 2009.

Implementation of diabetic foot ulcer classification system for research

 purposes to predict lower extremity amputation. Int J Diabetes Dev Ctries,

29:1 – 5.

Wilson, S.C., Vrahas, M.S., Berson, L., Paul, E.M. 1997. A Simple method to

measure compartment pressure using an intravenous catheter.Orthopedics, 20:403-6.

Wilcox, J.,R., Carter, M.,J., Covington, S. 2013. Frequency of Debridements and

Time to Heal. A Retrospective Cohort Study of 312 744 Wounds.  JAMA

dermatol,149(9):1050-8.

Woodbury, M.,G., Houghton, P.,E., Campbell, K., E., Keast, D.,H. 2004.

Development,Validity, Reliability, and Responsiveness of a New Leg

Ulcer Measurement Tool. SKIN WOUND CARE  ,17:187-96.

Yla-Herttuala, S., Rissanen, T.T., Vajanto, I., Hartikainen, J. 2007. VascularEndothelial Growth Factors:  Biology and Current Status of Clinical

Applications in Cardiovascular Medicine.  J Am Coll Cardiol , 49:1015-26.

Yosipovitch, G., DeVore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the skin : Skin

 physiology and skin manifestations of obesity.  Journal Am Acad

 Dermatol . 56 (6) : 901-16

Zgonis, T., Stapleton, J.J.,Girard-Powel, V.A., Hanigo, R.T. 2008. Surgical

Management of Diabetic Foot Infections and Amputations.  AORN J , 87:

935-46.

Page 138: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 138/175

138

INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN YANG

DISAMPAIKAN KEPADA PASIEN ATAU KELUARGA PASIEN

SEBELUM MENANDA TANGANI FORMULIR PERSETUJUAN

IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(informed concent)

Kami mengharapkan keikut-sertaan anda dalam penelitian yang akan

dilaksanakan oleh Dr. Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV(K).

Penelitian ini akan mengikut sertakan 62 orang pasien yang menderita

diabetes mellitus (DM) yang mengalami luka di kaki termasuk anda. Bacalah

informasi ini baik-baik sebelum anda memutuskan apakah anda setuju untuk ikut

serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti dan belum jelas mengenai

informasi ini, janganlah anda ragu-ragu untuk bertanya.

Seperti anda maklumi, selama ini anda telah menderita DM yang disertai

dengan komplikasinya terutama dalam hal ini luka di kaki yang sulit atau lama

sembuh. Luka di kaki merupakan komplikasi menahun dari penyakit DM, namun

tidak semua penderita DM mengalami luka di kaki. Diantara pasien DM, disamping

ada perbedaan tentang kejadian luka di kaki ( ada yang mengalami luka ada pula

yang tidak ) , berat-ringannya luka juga berbeda (ada yang ringan dan ada pula yang

 berat), waktu kesembuhannya juga berbeda-beda. Aspek-aspek diatas mendorong

kami melakukan penelitian, agar masalah- masalah tersebut bisa diketahui dan

ditangani secara tepat. Bagi anda yang tidak ada komplikasi tentu akan berharap agar

komplikasi itu bisa dicegah, sedangkan yang telah mengalami komplikasi berupa

luka di kaki tentu juga berharap agar lukanya cepat sembuh.

Penanganan yang umum dilakukan adalah mengontrol kadar gula darah agar

senantiasa berada pada level normal, pemberian antibiotika apabila terdapat luka

Lampiran 1

Page 139: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 139/175

139

dengan tanda-tanda infeksi, pembersihan luka disertai dengan membuang bagian-

 bagian luka dan disekitar luka yang telah mangalami kerusakan atau kematian

sampai ke daerah yang sehat, ini disebut debridemen . Debridemen memiliki tujuan

mengubah lingkungan luka dari suasana luka kronis menjadi luka akut, membuat

luka menjadi baru dengan perdarahan baru, untuk memicu penurunan kadar sitokin

Tumour Necrosis Factor-α ( TNF-α ), dan peningkatan vascular endothelial growth

 factor   ( VEGF  )  suatu faktor pertumbuhan luka yang sangat penting. Dengan

 penurunan kadar sitokin TNF-α  dan peningkatan VEGF diharapkan kesembuhan

luka kaki diabetikum bisa lebih baik. Tindakan pembedahan ini rutin dan standar

dikerjakan pada setiap luka kaki diabetes. Tindakan fasiotomi   (membuka fasia yaitu

 pembungkus sekelompok otot dan jaringan ikat lainnya dalam satu kompartemen,

disesuaikan dengan kompartemen dari lokasi luka), tanpa melihat beratnya infeksi,

merupakan tindakan bedah yang tidak rutin dikerjakan. Alasan dilakukannya

fasiotomi adalah untuk menurunkan atau mencegah peningkatan tekanan

intrakompartemen, memperbaiki sirkulasi didalam kompartemen, memicu pelepasan

VEGF, sehingga diharapkan proses penyembuhan luka bisa lebih cepat, serta resiko

luka berulang bisa dicegah.

Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, maka penelitian yang akan kami

lakukan ini bertujuan untuk melihat pengaruh debridemen dan fasiotomi yang

dikerjakan secara simultan pada luka kaki diabetes terhadap kadar TNF-α  dan

VEGF. Bila diketahui nantinya ada hubungan yang bermakna, mungkin akan

dianjurkan tindakan fasiotomi sebagai prosedur tambahan pada setiap tindakan

debridemen ulkus kaki diabetikum .

Lanjutan lampiran 1

Page 140: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 140/175

140

Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini terdiri dari :

1.  Semua pasien yang diiuktsertakan dalam penelitian akan diperiksa tekanan

intrakompartemen ( tekanan didalam ruang tertentu di daerah kaki ) dengan

memakai alat khusus yang telah disediakan. Pemeriksaan tersebut tidak

dikenai biaya

2. 

Semua pasien yang diiuktsertakan dalam penelitian ini akan dilakukan

 pengambilan contoh bahan pemeriksaan dengan tata cara sebagai berikut :

a.  Pengambilan darah vena sebanyak 3 ml. Bahan ini dipakai untuk

 pemeriksaan TNF-α dan VEGF.

 b.  Pengambilan jaringan ulkus dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm,

dengan ketentuan 1 cm mengenai daerah ulkus, 1 cm mengenai jaringan

sehat dari tepi ulkus, serta kedalaman sampai dengan batas jaringan sehat.

Bahan ini dipakai untuk pemeriksaan TNF-α. 

c. 

Waktu pengambilan bahan adalah sesaat sebelum tindakan operasi, dan

akan diulang kembali 1 minggu setelah operasi.

d.  Bahan pemeriksaan tersebut kemudian dikirim ke laboratorium dengan

metode yang sudah ditetapkan. Pemeriksaan tersebut tidak dikenai biaya.

3.  Semua pasien akan dilakukan pemeriksaan dan penilaian klinis tentang luka

menurut klasifikasi Wagner.

4.  Pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini akan dibagi secara acak

kedalam 2 kelompok. Kelompok pertama mereka yang mendapat tindakan

debridemen dengan fasiotomi secara simultan, kelompok kedua pasien yang

mendapat tindakan debridemen tanpa disertai fasiotomi. Pemeriksaan

tersebut tidak dikenai biaya

Lanjutan lampiran 1

Page 141: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 141/175

141

Peneliti dan petugas laboratorium akan melaksanakan segala prosedur

 pemeriksaan maupun tindakan dengan menjaga kerahasiaan data. Jika terjadi hal-hal

yang tidak terduga ( komplikasi ), akan menjadi tanggung jawab peneliti sesuai

 protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah

mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pertanyaan kesediaan

(terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian

ini.

Data dari hasil pemeriksaan ini akan dikumpulkan ke dalam komputer

dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti

yang mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini.

 Namun bila anda ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data

ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut

diperoleh.

Apabila selama keikut-sertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang

dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau

membatalkan keikut-sertaan anda ini tanpa prasarat apapun. Apabila ada kejadian

yang tidak diinginkan akibat tindakan debridemen dan atau fasiotomi selama

 periode penelitian, akan dicatat dan dilaporkan kepada Data safety monitoring Board  

Rumah Sakit Sanglah.

Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi

lebih lanjut anda dapat menghubungi Dr. Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV, , pada

nomor telpon : 08123843260 atau 0361-7918861. 

Lanjutan lampiran 1

Page 142: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 142/175

142

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS

Saya , yang bertanda tangan dibawah ini

 Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Telah membaca dengan seksama keterangan (terlampir) yang berkenaan

dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan, saya mengerti dan bersedia 

untuk ikut serta dalam penelitian ini.

Yang Menyetujui

Pasien / keluarga pasien

Tanda tangan

( )

Dokter / Petugas

Yang memberikan penjelasan

Tanda tangan

( )

Lanjutan lampiran 1

Page 143: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 143/175

143

FORMULIR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

IDENTITAS PASIEN

1.   Nama2.  Umur3.  Jenis kelamin4.

 

Body Mass Index (Kg / m2)

5. 

Pekerjaan

6.  Pendidikan7.  Alamat8.   No. MR

9.  Tanggal MRS10.  Tanggal KRS

STATUS DM

11.  Lama menderita DM12.  Kadar HbA1c

STATUS Ulkus Kaki Diabetik

13.  Lama menderita Ulkus

14. 

Lokasi Ulkus15.  Derajat Wagner16.  Jenis Ulkus17.  Jenis kuman

18. 

Luas ulkus (PxL, dalam cm2) pra perlakuan

19.  Ankle Brachial Index (Tek. sistolik A/B)20.  Peripheral artery diseases (PAD)

TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI (PRE-TEST)21.  Tekanan kompartemen medial22.

 

Tekanan kompartemen lateral

23.  Tekanan kompartemen sentral

24.  Tekanan kompartemen interosesus

TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI (PRE-TEST)25.  Tekanan kompartemen medial

26.  Tekanan kompartemen lateral

27.  Tekanan kompartemen sentral28.  Tekanan kompartemen interosesus

KADAR TNF-α dan VEGF ( PRE-TEST )29.  TNF-α jaringan30.

 

TNF-α plasma

31.  VEGF plasma

KADAR TNF-α dan VEGF  ( POST-TEST)32.  TNF-α  jaringan33.  TNF-α  plasma

34.  VEGF plasma

LUARAN KLINIS35.  Luas area UKD minggu I pos perlakuan

36.  Luas area UKD minggu II pos perlakuan37.  Luas area UKD minggu III pos perlakuan38.  Luas area UKD minggu IV pos perlakuan39.

 

Amputasi major

40.  Amputasi minor41.  Waktu pelaksanaan amputasi42.  Indikasi amputasi43.

 

Masa rawat

44.  Meninggal

..........................................................................

..................tahunL / P..........................................................................

..........................................................................

..........................................................................

..........................................................................

..........................................................................

...........................................................................

...........................................................................

...............(dihitung sejak di dx/ s/d wawancara)

...........................................................

.............minggu

................................................................................1. Wg II 2. Wg III 3. Wg IV1. Neuroiskemik 2. Neuropatik (test Semmes +)...................................................................................

....................cm2 

1. ≤ 0,90 2. > 0,901.Ya ( satu dari gejala/tanda : klaudikasio, pulsasilemah-negatif, kaki pucat-dingin, ABI   ≤ 0,90. 2.

Tidak...............mmHg...............mmHg

...............mmHg

...............mmHg

...............mmHg

...............mmHg

...............mmHg

...............mmHg

..............

..............

..............

..............

.............

.............

.............cm2

.............cm2

.............cm2

.............cm2

1.Ya 2.Tidak

1.Ya 2.Tidak......................bulan1.Infeksi 2. Iskemia 3. Kombinasi......................hari

1.Ya 2.Tidak  

Lampiran 2

Page 144: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 144/175

144

PERMUTED BLOCK RANDOMIZATION 

Lampiran 3

Page 145: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 145/175

145Lanjutan lampiran 3

Page 146: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 146/175

146

Lanjutan lampiran 3

Page 147: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 147/175

147

Nama Pasien :

No. RM :

Alamat/HP :

Jenis Operasi : Fasiotomi / Non Fasiotomi

Tgl Operasi :

Lampiran 4

Page 148: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 148/175

148Lanjutan lampiran 4

Page 149: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 149/175

149Lanjutan lampiran 4

Page 150: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 150/175

150Lanjutan lampiran 4

Page 151: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 151/175

151

FGJDIKJGFK

Lampiran 5

Page 152: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 152/175

152

LAMPIRAN

DATA KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN

 No IdentitasUmur

(tahun)

JK Pekerjaan Pendidikan BMIHbAic

(%)

Lama

DM

(tahun)

Lama

Ulkus

(minggu)

Derajat

ulkus

Jenis

Ulkus

PAD

1 INR 70 P Pedagang SD 23 6.32 0.33 4 1 2 2

2 AAAA 56 P IRT SLTA 22 14.5 20 4 2 2 1

3 IWS 46 L Swasta SLTA 22 12.83 0.02 2 1 1 1

4 IWD 55 L POLRI SLTA 20.76 9.54 12 3 1 1 2

5 MM 67 L Pensiunan SLTA 20 7.56 19 3 2 1 1

6 IKS 58 L PNS SLTA 29.3 10.4 38 2 1 2 2

7 PP 49 P Pegawai Swasta SLTA 26 9.93 5 1 3 2 2

8 KM 43 P IRT SD 30 11.43 1 3 2 2 2

9 MG 55 L PNS Sarjana 32.6 9.9 11 1 1 1 2

10 IMA 43 L Wiraswasta SMP 24.22 8.61 2 4 2 2 2

11 AAGR 59 L Wiraswasta SLTA 23.4 13.48 6 2 2 1 112 NS 52 P Buruh SD 18.7 6.95 12 2 1 2 2

13 MW 64 L Pegawai Swasta SLTA 27.5 13.57 2 2 3 1 1

14 JW 44 P Swasta SLTA 21.5 13 10 2 3 2 2

15 BK 56 L Pensiunan PNS SLTA 21.2 7.45 9 12 2 2 2

16 INC 48 L Swasta SMP 24.2 9.89 0.5 24 2 2 2

17 IMR 63 L swasta SD 29 8.49 5 48 2 2 2

18 IWW 60 L Petani SD 23.4 8.9 0.08 4 1 1 1

19 IWSY 47 L petani SMP 18.5 10.3 13 4 2 2 2

20 IKK 45 L swasta SMA 24.8 11.1 10 1 1 2 2

21 GMKS 55 L Pensiunan PNS S1 19 9.3 19 3 1 2 2

22 TTL 58 L Swasta SMA 21.1 9.4 10 2 1 2 2

23 SSR 42 P PNS S1 24.9 13 2.5 2 1 2 2

24 IGMT 65 L Petani SD 22.4 10.67 0.08 4 2 1 1

25 NKS 49 P IRT SD 28.6 10.9 12 2 1 2 2

26 NLS 59 P Swasta SD 22.9 8.7 0.5 4 1 2 2

27 AS 66 L Swasta SMA 27.6 9.08 10 48 2 2 2

28 IGNT 60 L Pensiunan SLTA 25 8.09 17 3 2 1 1

29 DKT 60 L Swasta SLTA 22.6 7.62 1 2 2 2 1

30 IWS 60 L Pensiunan SMP 22.49 9.57 24 4 2 2 1

31 NKR 56 P Guru Sarjana 25.4 9.2 17 2 2 2 2

32 IGAGP 54 L PNS SLTA 20.75 13.6 17 24 2 2 2

33 IKS 49 L Swasta SLTP 26 10.14 0.04 2 2 1 1

34 KT 47 L Pegawai Swasta SLTA 25.4 8.53 18 1 2 1 1

35 IKW 54 L pedagang SD 25.4 9.3 20 6 3 1 1

36 IWP 71 P Pedagang SD 23 11.96 1 2 2 2 2

37 NMS 62 P Petani SD 27.3 6.65 0.08 3 2 2 2

38 NNP 61 P Petani SD 21.3 9.9 11 2 1 2 2

39 IKP 40 L Pegawai Swasta SD 25.34 8.9 0.25 12 3 2 1

40 AAPA 57 L PNS SLTA 28.37 7.31 20 1 3 2 2

41 NKK 52 L Pegawai Swasta SD 28.5 6.71 12 24 1 2 2

42 AAIOA 71 P Pensiunan SLTA 25.39 18.24 8 9 2 1 1

43 INNA 60 L Wiraswasta SD 17.4 11.73 14.5 96 2 2 1

44 NKD 77 P Petani SD 21.5 9.65 6 1 3 1 1

45 KN 37 L Tidak Bekerja SMP 15 13.62 9 4 3 2 2

Lampiran 6

Page 153: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 153/175

153

46 NMM 70 P PNS Pensiunan SLTA 23 10.4 26 2 1 2 2

47 HAS 64 L PNS SLTA 29 10.62 7 3 3 1 1

48 NPS 49 P IRT SD 26 15.63 4 12 1 2 2

49 INS 45 L Swasta SLTA 28.2 11.33 17 3 2 2 2

50 PA 35 L swasta SLTA 23.5 9.3 4 2 2 2 251 INT 48 L swasta SD 23.54 15.82 5 4 3 2 2

52 MS 54 L PNS Universitas 32.6 9.25 11 16 1 2 2

53 INT 42 L swasta SMA 38 9.16 2 12 2 2 2

54 SMA 61 L Swasta Diploma 22 10.01 13 2 2 2 2

55 IWM 52 L Pensiunan PNS SMP 23.2 15.86 7 3 3 2 2

56 NKTA 28 P IRT SMA 22 10.7 15 1 3 2 2

57 BS 54 P PNS S1 22.2 13.17 2 4 3 1 1

58 IMW 76 L petani SD 19.5 10.9 5 2 3 1 1

59 SPY 45 L swasta SMU 25.7 11 0.08 4 2 2 2

Lanjutan lampiran 6

Page 154: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 154/175

154

LAMPIRAN

HASIL ANALISIS TNF- 

(PLASMA DAN JARINGAN) DAN VEGF

TNF- plasma dan jaringan serta VEGF pre tes kelompok debridemen (kelompok-1) dan

kelompok debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)

Data absorbansi

kelompok-1

(Standar)

0.233 450

0.143 250

0.08 150

0.051 100

No.

pasien

TNF- Plasma (pg/ml)kelompok-1

absorban TNF- 

1 0.219 414.008

2 0.217 410.18

3 0.222 419.75

4 0.221 417.836

5 0.223 421.664

6 0.213 402.524

7 0.231 436.976

8 0.231 436.976

9 0.232 438.89

10 0.232 438.89

11 0.212 400.61

12 0.233 440.804

13 0.234 442.718

14 0.238 450.374

15 0.202 381.47

16 0.216 408.266

17 0.234 442.718

18 0.217 410.18

19 0.217 410.18

20 0.216 408.266

21 0.224 423.578

22 0.211 398.696

23 0.221 417.836

24 0.223 421.664

25 0.233 440.804

26 0.229 433.148

27 0.229 433.148

Kurva Kalibrasi

y = 1914,x - 5,158

R² = 0,993

0

100

200

300

400

500

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Lampiran 7

Page 155: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 155/175

155

Data absorbansi

kelompok 2 (Standar)

0.231 450

0.141 250

0.079 150

0.049 100

No.

Pasien

TNF Plasma pg/ml) 

Kelompok-2

absorban TNF- 

1 0.218 415.954

2 0.216 412.116

3 0.221 421.711

4 0.213 406.359

5 0.223 425.549

6 0.224 427.468

7 0.223 425.549

8 0.225 429.387

9 0.226 431.306

10 0.227 433.225

11 0.228 435.144

12 0.228 435.144

13 0.232 442.82

14 0.236 450.49615 0.235 448.577

16 0.203 387.169

17 0.226 431.306

18 0.225 429.387

19 0.225 429.387

20 0.223 425.549

21 0.223 425.549

22 0.222 423.63

23 0.222 423.63

24 0.221 421.71125 0.221 421.711

26 0.222 423.63

27 0.221 421.711

28 0.219 417.873

29 0.218 415.954

30 0.219 417.873

31 0.217 414.035

32 0.216 412.116

Kurva Kalibrasi

450

250

150100

y = 1919,x - 2,388

R² = 0,993

0

100

200

300

400

500

0 0,1 0,2 0,3

Lanjutan lampiran 7

Page 156: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 156/175

156

No.

Pasien

TNF- Jaringan (pg/mg) 

Kelompok-1 Kelompok- 2

Absorban TNF-  Absorban TNF- 

1 0.22 377.93 0.221 382.825

2 0.217 373.007 0.219 379.535

3 0.222 381.212 0.22 381.18

4 0.221 379.571 0.223 386.115

5 0.223 382.853 0.223 386.115

6 0.213 366.443 0.209 363.085

7 0.231 395.981 0.221 382.825

8 0.231 395.981 0.215 372.955

9 0.232 397.622 0.224 387.76

10 0.232 397.622 0.225 389.405

11 0.212 364.802 0.228 394.3412 0.233 399.263 0.23 397.63

13 0.234 400.904 0.232 400.92

14 0.238 407.468 0.237 409.145

15 0.202 348.392 0.238 410.79

16 0.216 371.366 0.226 391.05

17 0.234 400.904 0.224 387.76

18 0.217 373.007 0.225 389.405

19 0.217 373.007 0.225 389.405

20 0.216 371.366 0.223 386.115

21 0.224 384.494 0.225 389.405

22 0.211 363.161 0.223 386.115

23 0.221 379.571 0.222 384.47

24 0.223 382.853 0.221 382.825

25 0.233 399.263 0.221 382.825

26 0.229 392.699 0.222 384.47

27 0.229 392.699 0.221 382.825

28 0.219 379.535

29 0.218 377.89

30 0.219 379.535

31 0.217 376.245

32 0.216 374.6

Lanjutan lampiran 7

Page 157: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 157/175

157

No.

Pasien

VEGF Plasma (pg/ml)

Kelompok-1 Kelompok-2

Absorban VEGFP Absorban VEGFP

1 0.142 273.396 0.119 276.52

2 0.142 273.396 0.119 276.52

3 0.143 275.204 0.118 274.08

4 0.145 278.82 0.12 278.96

5 0.148 284.244 0.12 278.96

6 0.15 287.86 0.121 281.4

7 0.153 293.284 0.122 283.84

8 0.155 296.9 0.122 283.84

9 0.156 298.708 0.124 288.72

10 0.159 304.132 0.125 291.16

11 0.156 298.708 0.125 291.1612 0.155 296.9 0.126 293.6

13 0.149 286.052 0.127 296.04

14 0.158 302.324 0.132 308.24

15 0.148 284.244 0.13 303.36

16 0.144 277.012 0.131 305.8

17 0.145 278.82 0.129 300.92

18 0.139 267.972 0.128 298.48

19 0.138 266.164 0.127 296.04

20 0.14 269.78 0.126 293.6

21 0.148 284.244 0.125 291.16

22 0.144 277.012 0.124 288.72

23 0.139 267.972 0.124 288.72

24 0.137 264.356 0.123 286.28

25 0.144 277.012 0.122 283.84

26 0.146 280.628 0.122 283.84

27 0.147 282.436 0.121 281.4

28 0.12 278.96

29 0.119 276.52

30 0.118 274.08

31 0.117 271.64

32 0.116 269.2

Lanjutan lampiran 7

Page 158: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 158/175

158

TNF- plasma dan VEGF plasma postes kelompok debridemen (kelompok-1) dan kelompok

debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)

No.

Pasien

TNF- (pg/ml)

kelompok-1

TNF- (pg/ml)

Kelompok- 2absorban TNF-  absorban TNF- 

1 0.209 392.367 0.149 276.458

2 0.21 394.34 0.15 278.338

3 0.211 396.313 0.162 300.898

4 0.212 398.286 0.163 302.778

5 0.213 400.259 0.164 304.658

6 0.213 400.259 0.165 306.538

7 0.215 404.205 0.166 308.418

8 0.216 406.178 0.166 308.418

9 0.217 408.151 0.162 300.898

10 0.215 404.205 0.162 300.898

11 0.218 410.124 0.162 300.898

12 0.219 412.097 0.162 300.898

13 0.208 390.394 0.163 302.778

14 0.207 388.421 0.163 302.778

15 0.202 378.556 0.179 332.858

16 0.2 374.61 0.16 297.138

17 0.199 372.637 0.16 297.138

18 0.198 370.664 0.158 293.37819 0.197 368.691 0.156 289.618

20 0.2 374.61 0.156 289.618

21 0.202 378.556 0.153 283.978

22 0.204 382.502 0.153 283.978

23 0.209 392.367 0.153 283.978

24 0.204 382.502 0.152 282.098

25 0.206 386.448 0.15 278.338

26 0.211 396.313 0.149 276.458

27 0.207 388.421 0.146 270.818

28 0.148 274.57829 0.149 276.458

30 0.140 259.538

31 0.141 261.418

32 0.141 261.418

Lanjutan lampiran 7

Page 159: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 159/175

159

No.

Pasien

VEGF Plasma

(pg/ml)

kelompok-1

VEGF Plasma

(pg/ml)

kelompok-2

absorban VEGFPos absorban VEGFPos

1 0.136 248.53 0.14 315.612 0.137 250.366 0.142 320.47

3 0.141 257.71 0.146 330.19

4 0.145 265.054 0.151 342.34

5 0.151 276.07 0.152 344.77

6 0.164 299.938 0.149 337.48

7 0.165 301.774 0.15 339.91

8 0.165 301.774 0.151 342.34

9 0.166 303.61 0.153 347.2

10 0.166 303.61 0.154 349.63

11 0.167 305.446 0.156 354.49

12 0.173 316.462 0.157 356.92

13 0.175 320.134 0.158 359.35

14 0.179 327.478 0.162 369.07

15 0.175 320.134 0.173 395.8

16 0.168 307.282 0.163 371.5

17 0.167 305.446 0.161 366.64

18 0.165 301.774 0.159 361.78

19 0.155 283.414 0.147 332.62

20 0.154 281.578 0.146 330.1921 0.154 281.578 0.145 327.76

22 0.152 277.906 0.144 325.33

23 0.153 279.742 0.145 327.76

24 0.15 274.234 0.143 322.9

25 0.151 276.07 0.143 322.9

26 0.148 270.562 0.142 320.47

27 0.147 268.726 0.145 327.76

28 0.145 327.76

29 0.143 322.9

30 0.135 303.46

31 0.143 322.9

32 0.141 318.04

Lanjutan lampiran 7

Page 160: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 160/175

160

LAMPIRAN

HASIL ANALISIS STATISTIKA DATA

Explore Data Pretest  

Variabel Perlakuan Statistic Std. Error

TNF-α 

Plasma

( Pretest )

debridemen Mean 422.3020 3.28192

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 415.5559

Upper Bound 429.0481

5% Trimmed Mean 422.8730

Median 421.6640

Variance 290.817

Std. Deviation 17.05337

Minimum 381.47

Maximum 450.37

Range 68.90

Interquartile Range 28.71

Skewness -.343 .448

Kurtosis -.465 .872

Debridemen

 plus

fasiotomi

Mean 424.4696 2.12453

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 420.1365

Upper Bound 428.8026

5% Trimmed Mean 424.7361

Median 424.5895

Variance 144.437

Std. Deviation 12.01818

Minimum 387.17

Maximum 450.50

Range 63.33

Interquartile Range 12.95

Skewness -.450 .414

Kurtosis 2.438 .809

TNF-α 

Jaringan

(Pretest)

debridemen Mean 383.4608 2.80855

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 377.6877

Upper Bound 389.2338

5% Trimmed Mean 383.9571

Median 382.8530

Lampiran 8

Page 161: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 161/175

161

Variance 212.975

Std. Deviation 14.59368

Minimum 348.39

Maximum 407.47

Range 59.08

Interquartile Range 24.62

Skewness -.356 .448

Kurtosis -.438 .872

Debridemen

dan fasiotomi

Mean 385.9094 1.69362

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 382.4552

Upper Bound 389.3635

5% Trimmed Mean 385.6238Median 385.2925

Variance 91.787

Std. Deviation 9.58053

Minimum 363.09

Maximum 410.79

Range 47.71

Interquartile Range 9.46

Skewness .622 .414

Kurtosis 1.731 .809

VEGF

Plasma

( Pretest )

debridemen Mean 282.5030 2.22897

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 277.9212

Upper Bound 287.0847

5% Trimmed Mean 282.3095

Median 280.6280

Variance 134.144

Std. Deviation 11.58208

Minimum 264.36

Maximum 304.13

Range 39.78

Interquartile Range 19.89

Skewness .343 .448

Kurtosis -.885 .872

Debridemen

dan fasiotomi

Mean 286.7375 1.80170

95% Confidence Intervalfor Mean

Lower Bound 283.0629

Upper Bound 290.4121

Lanjutan lampiran 8

Page 162: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 162/175

162

5% Trimmed Mean 286.5172

Median 285.0600

Variance 103.876

Std. Deviation 10.19195

Minimum 269.20

Maximum 308.24

Range 39.04

Interquartile Range 14.64

Skewness .343 .414

Kurtosis -.608 .809

Tes Normalitas

Variabel PerlakuanShapiro-Wilk

Statistic df  p

TNF-α 

Plasma

( Pretest z)

debridemen .954 27 .264

Debridemen

dan fasiotomi

.946 32 .113

TNF-α 

Jaringan

( Pretest )

debridemen .954 27 .270

Debridemen

dan fasiotomi

.938 32 .066

VEGF

Jaringan

( Pretest )

debridemen .950 27 .218

Debridemen

dan fasiotomi

.973 32 .590

Tes homogenitas varian

Variabel LeveneStatistic

df1 df2  p

TNF-α Plasma

( Pretest )

6.407 1 57 .093

6.158 1 57 .066

6.158 1 56.612 .061

6.605 1 57 .081

TNF-α Jaringan

( Pretest )

8.171 1 57 .094

7.797 1 57 .071

7.797 1 55.638 .0728.413 1 57 .083

VEGF Plasma

( Pretest )

.439 1 57 .510

.359 1 57 .552

.359 1 55.667 .552

.437 1 57 .511

Lanjutan lampiran 8

Page 163: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 163/175

163

T-test

Independent Samples Test 

Levene's Test for Equality of

Variances

F Sig.

TNF-α Plasma( Pretest )

Equal variances assumed 6.407 .014

VEGF Plasma

( Pretest )

Equal variances assumed .439 .510

Independent Samples Test 

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

TNF-α Plasma

( Pretest )

Equal variances assumed -.571 57 .570 -2.16756

Equal variances not

assumed

-.554 45.635 .582 -2.16756

VEGF Plasma( Pretest )

Equal variances assumed -1.494 57 .141 -4.23454

Equal variances not

assumed

-1.477 52.336 .146 -4.23454

Independent Samples Test 

t-test for Equality of Means

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

TNF-α Plasma

( Pretest )

Equal variances assumed 3.79772 -9.77237 5.43724

Equal variances not

assumed

3.90956 -10.03879 5.70367

VEGF Plasma( Pretest ) Equal variances assumed 2.83482 -9.91116 1.44209Equal variances not

assumed

2.86608 -9.98488 1.51580

Lanjutan lampiran 8

Page 164: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 164/175

164

Explore data postes

Variabel perlakuan Statistic Std. Error

TNF-α Plasma(Postes)

debridemen Mean 390.9055 2.47333

95% ConfidenceInterval for Mean

Lower Bound 385.8215

Upper Bound 395.9895

5% Trimmed Mean 390.9624

Median 392.3670

Variance 165.169

Std. Deviation 12.85182

Minimum 368.69

Maximum 412.10

Range 43.41

Interquartile Range 23.68

Skewness -.118 .448

Kurtosis -1.083 .872

Debridemen dan

fasiotomi

Mean 290.2643 2.90294

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 284.3437

Upper Bound 296.1848

5% Trimmed Mean 290.0749

Median 291.4980

Variance 269.665

Std. Deviation 16.42149

Minimum 259.54

Maximum 332.86

Range 73.32

Interquartile Range 25.38

Skewness .064 .414

Kurtosis .133 .809VEGF Plasma

(Postes)

debridemen Mean 289.1940 4.21701

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 280.5258

Upper Bound 297.8622

5% Trimmed Mean 289.4056

Median 283.4140

Variance 480.146

Std. Deviation 21.91224

Minimum 248.53

Lanjutan lampiran 8

Page 165: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 165/175

165

Maximum 327.48

Range 78.95

Interquartile Range 31.21

Skewness -.128 .448

Kurtosis -.908 .872

Debridemen dan

fasiotomi

Mean 338.6950 3.55572

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 331.4431

Upper Bound 345.9469

5% Trimmed Mean 337.7331

Median 331.4050

Variance 404.581

Std. Deviation 20.11420Minimum 303.46

Maximum 395.80

Range 92.34

Interquartile Range 30.38

Skewness .858 .414

Kurtosis .631 .809

Peningkatan TNF-α  debridemen Mean 31.3965 3.46052

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 24.2833

Upper Bound 38.5097

5% Trimmed Mean 31.4960

Median 32.7710

Variance 323.331

Std. Deviation 17.98141

Minimum -9.51

Maximum 70.08

Range 79.60

Interquartile Range 20.08

Skewness -.132 .448

Kurtosis .429 .872

Debridemen dan

fasiotomi

Mean 134.2053 2.56132

95% ConfidenceInterval for Mean

Lower Bound 128.9815

Upper Bound 139.4292

5% Trimmed Mean 135.1557

Median 137.7525

Variance 209.931

Lanjutan lampiran 8

Page 166: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 166/175

166

Std. Deviation 14.48900

Minimum 90.03

Maximum 158.33

Range 68.30

Interquartile Range 19.54

Skewness -1.115 .414

Kurtosis 1.755 .809

Peningkatan

VEGF

debridemen Mean 15.0296 2.12012

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 10.6716

Upper Bound 19.3875

5% Trimmed Mean 14.8339

Median 12.0780Variance 121.363

Std. Deviation 11.01647

Minimum -2.67

Maximum 35.89

Range 38.56

Interquartile Range 16.69

Skewness .398 .448

Kurtosis -.774 .872

Debridemen dan

fasiotomi

Mean 51.9575 2.39340

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 47.0761

Upper Bound 56.8389

5% Trimmed Mean 51.3676

Median 53.6650

Variance 183.307

Std. Deviation 13.53910

Minimum 29.38

Maximum 92.44

Range 63.06

Interquartile Range 24.26

Skewness .592 .414

Kurtosis .849 .809

Lanjutan lampiran 8

Page 167: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 167/175

167

Tes Normalitas

 perlakuan Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

TNF-α Plasma(Postes) debridemen .962 27 .407Debridemen

dan fasiotomi

.952 32 .168

VEGF Plasma

(Postes)

debridemen .956 27 .293

Debridemen

dan fasiotomi

.938 32 .064

Peningkatan TNF-α  debridemen .985 27 .951

Debridemen

dan fasiotomi

.920 32 .091

Peningkatan

VEGF

debridemen .952 27 .242

Debridemen

dan fasiotomi

.916 32 .064

Tes Homogenitas Varian

Variabel Levene

Statistic

df1 df2  p

TNF-α Plasma

(Postes)

1.852 1 57 .179

VEGF Plasma

(Postes)

.965 1 57 .330

Peningkatan en

TNF-α 

.993 1 57 .323

Peningkatan

VEGF

1.471 1 57 .230

T-Test

Levene's Test for Equality of

Variances

F Sig.

TNF-α Plasma

(Postes)

Equal variances assumed 1.852 .179

Equal variances not

assumed

VEGF Plasma

(Postes)

Equal variances assumed .965 .330

Equal variances not

assumedPeningkatan TNF-αPlasma

Equal variances assumed .993 .323

Equal variances not

assumed

Peningkatan

VEGF Plasma

Equal variances assumed 1.758 .190

Equal variances not

assumed

Lanjutan lampiran 8

Page 168: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 168/175

168

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

TNF-α Plasma

(Postes)

Equal variances assumed 25.848 57 .000 100.64127

Equal variances not

assumed

26.389 56.711 .000 100.64127

VEGF Plasma

(Postes)

Equal variances assumed -9.040 57 .000 -49.50100

Equal variances notassumed

-8.974 53.452 .000 -49.50100

Peningkatan TNF-α

PlasmaEqual variances assumed -24.322 57 .000 -102.80883

Equal variances not

assumed

-23.880 49.764 .000 -102.80883

Peningkatan

VEGF Plasma

Equal variances assumed -11.393 57 .000 -36.73046

Equal variances not

assumed

-11.619 56.803 .000 -36.73046

t-test for Equality of Means

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

TNF-α Plasma

(Postes)

Equal variances assumed 3.89355 92.84456 108.43797

Equal variances notassumed

3.81372 93.00359 108.27894

VEGF Plasma

(Postes)

Equal variances assumed 5.47553 -60.46555 -38.53645

Equal variances not

assumed

5.51601 -60.56253 -38.43947

Peningkatan

TNF-αPlasma

Equal variances assumed 4.22703 -111.27332 -94.34434

Equal variances not

assumed

4.30530 -111.45729 -94.16037

Peningkatan

VEGF Plasma

Equal variances assumed 3.22409 -43.18659 -30.27434

Equal variances notassumed 3.16124 -43.06122 -30.39971

Lanjutan lampiran 8

Page 169: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 169/175

169

LAMPIRAN

ANALISIS STATISTIKA PERBAIKAN KLINIS ULKUS

 ExplorePerlakuanDescriptives 

 perlakuan Statistic Std. Error

LUMT minggu I debridemen Mean 34.5556 1.52130

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 31.4285

Upper Bound 37.6826

5% Trimmed Mean 35.0864

Median 36.0000

Variance 62.487

Std. Deviation 7.90488

Minimum 12.00

Maximum 46.00

Range 34.00

Interquartile Range 8.00

Skewness -1.092 .448

Kurtosis 1.508 .872

Debridemendan fasiotomi

Mean 30.2188 1.75789

95% Confidence Interval forMean

Lower Bound 26.6335

Upper Bound 33.8040

5% Trimmed Mean 30.1736

Median 30.5000

Variance 98.886

Std. Deviation 9.94415

Minimum 9.00

Maximum 50.00

Range 41.00

Interquartile Range 12.00Skewness -.120 .414

Kurtosis -.189 .809

LUMT

minggu II

debridemen Mean 28.7037 1.13330

95% Confidence Interval forMean

Lower Bound 26.3742

Upper Bound 31.0332

5% Trimmed Mean 29.1235

Median 30.0000

Variance 34.678

Std. Deviation 5.88881

Minimum 9.00

Maximum 38.00

Range 29.00

Interquartile Range 5.00

Skewness -1.377 .448Kurtosis 3.941 .872

Debridemendan fasiotomi

Mean 22.5313 1.46187

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 19.5497

Upper Bound 25.5128

5% Trimmed Mean 22.5972

Median 23.0000

Variance 68.386

Std. Deviation 8.26959

Minimum 8.00

Maximum 37.00

Range 29.00

Interquartile Range 14.25

Skewness -.358 .414

Kurtosis -1.046 .809

Lampiran 9

Page 170: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 170/175

170

LUMTminggu III

debridemen Mean 27.4444 1.16738

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 25.0449

Upper Bound 29.8440

5% Trimmed Mean 27.7963

Median 30.0000

Variance 36.795Std. Deviation 6.06588

Minimum 9.00

Maximum 38.00

Range 29.00

Interquartile Range 9.00

Skewness -1.131 .448

Kurtosis 1.939 .872

Debridemen

dan fasiotomi

Mean 21.0000 1.42203

95% Confidence Interval forMean

Lower Bound 18.0997

Upper Bound 23.9003

5% Trimmed Mean 21.1667

Median 20.5000

Variance 64.710

Std. Deviation 8.04423Minimum 6.00

Maximum 33.00

Range 27.00

Interquartile Range 14.25

Skewness -.302 .414

Kurtosis -1.072 .809

LUMTMinggu IV

debridemen Mean 26.2222 1.19512

95% Confidence Interval forMean

Lower Bound 23.7656

Upper Bound 28.6788

5% Trimmed Mean 26.6872

Median 29.0000

Variance 38.564

Std. Deviation 6.21000

Minimum 8.00

Maximum 34.00

Range 26.00

Interquartile Range 8.00

Skewness -1.185 .448

Kurtosis 1.328 .872

Debridemendan fasiotomi

Mean 18.7500 1.56125

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 15.5658

Upper Bound 21.9342

5% Trimmed Mean 18.7778

Median 19.0000

Variance 78.000

Std. Deviation 8.83176

Minimum 4.00Maximum 33.00

Range 29.00

Interquartile Range 19.00

Skewness .082 .414

Kurtosis -1.359 .809

Lanjutan lampiran 9

Page 171: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 171/175

171

Tes Normalitas

Variabel perlakuanShapiro-Wilk

Statistic df  p

LUMT

Minggu I

debridemen .928 27 .061

debdanfasio .963 32 .334LUMT

Minggu II

debridemen .877 27 .077

debdanfasio .925 32 .087

LUMT

Minggu III

debridemen .902 27 .061

debdanfasio .919 32 .096

LUMTMinggu IV

debridemen .886 27 .066

debdanfasio .921 32 .061

Tes Homogenitas Varian

VariabelLevene

Statisticdf1 df2  p

LUMTminggu I 1.197 1 57 .279

LUMT

minggu II

7.517 1 57 .082

LUMTmingguIII

2.931 1 57 .092

LUMT

minggu IV

6.292 1 57 .094

T-Test

Levene's Test for Equality ofVariances

F  p

LUMT

Minggu I

Equal variances assumed 1.197 .279

Equal variances notassumed

LUMT

Minggu II

Equal variances assumed 7.517 .008

Equal variances notassumed

LUMTMinggu III

Equal variances assumed 2.931 .092

Equal variances notassumed

LUMT

Minggu IV

Equal variances assumed 6.292 .015

Equal variances not

assumed

t-test for Equality of Means

t df  p (2-tailed) Mean Difference

LUMT

Minggu I

1.830 57 .073 4.33681

LUMT

Minggu II

3.244 57 .002 6.17245

LUMTMinggu III

3.421 57 .001 6.44444

LUMTMinggu IV

3.691 57 .001 7.47222

Lanjutan lampiran 9

Page 172: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 172/175

172

t-test for Equality of Means

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

LUMTMinggu I

2.37042 -.40987 9.08348

LUMTMinggu II

1.90261 2.36254 9.98237

LUMTMinggu III

1.88397 2.67187 10.21702

LUMTMinggu IV

2.02436 3.41852 11.52593

Lanjutan lampiran 9

Page 173: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 173/175

173

LAMPIRAN

HASIL ANALISIS STATISTIKA REGRESI LINIER  

Correlations

Peningkatan VEGF Penurunan TNFa

Peningkatan VEGF Pearson Correlation 1 0.753

Sig. (2-tailed) 0.000

 N 59 59

Penurunan TNF-  Pearson Correlation 0.753 1

Sig. (2-tailed) 0.000

 N 59 59

Regression

Variables Entered/Removedb 

Model

VariablesEntered

VariablesRemoved

Method

1 penTNFaa  . Enter

a. All requested variables entered.b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF

Model Summary b 

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .753a  .566 .559 14.70833

a. Predictors: (Constant), penTNFa

 b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF

ANOVAModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 16102.237 1 16102.237 74.432 .000a 

Residual 12331.092 57 216.335

Total 28433.329 58

a. Predictors: (Constant), penTNFa

 b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF

Lampiran 10

Page 174: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 174/175

174

Coefficientsa 

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.301 3.654 2.272 .027

 penTNFa .308 .036 .753 8.627 .000

a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF

Residuals Statisticsa 

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 5.3701 57.0742 35.1486 16.66208 59

Std. Predicted Value -1.787 1.316 .000 1.000 59

Standard Error of Predicted

Value

1.918 3.947 2.681 .388 59

Adjusted Predicted Value 5.1215 58.4340 35.1773 16.73233 59

Residual -27.69418 48.49321 .00000 14.58098 59Std. Residual -1.883 3.297 .000 .991 59

Stud. Residual -1.929 3.333 -.001 1.007 59

Deleted Residual -29.05403 49.57171 -.02869 15.04211 59

Stud. Deleted Residual -1.977 3.682 .006 1.034 59

Mahal. Distance .003 3.194 .983 .589 59

Cook's Distance .000 .124 .016 .023 59

Centered Leverage Value .000 .055 .017 .010 59a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF

Charts

Lanjutan lampiran 10

Page 175: Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi

http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 175/175

175Lanjutan lampiran 10