Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
-
Upload
agnes-tanic -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 1/175
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit
sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan
mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga
memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai
metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan
hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup
mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009)
memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun
2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya
perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336
miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun
2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut
berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik ( Driver dkk, 2010).
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 2/175
2
Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Riskesdas, 2007).
Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM
terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7
juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030
akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk
daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organisation, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data
dan Informasi PERSI, 2012).
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi
(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko
amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang berobat dalam
fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner III-V mencapai 74,6 %
dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus
ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS Sanglah, dengan kecendrungan semakin
tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan
ini sangat berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan
yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi
kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau
kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh
karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 3/175
3
dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua
disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna
angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan
pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya perubahan strategi penanganan,
maka peningkatan populasi penderita DM, dan peningkatan biaya pengobatan DM
dan komplikasinya, akan menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik menurut Tellechea dkk. (2010)
terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang berlangsung secara
terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifir, dan neuropati
perifir, keempat keadaan di atas secara bersam-sama menyebabkan gangguan fungsi
sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan gangguan
neovaskularisasi. Debridemen merupakan pengobatan standar ulkus kaki diabetik
sampai saat ini, disamping off-loading dan restorasi perfusi kulit. Meskipun saat ini
juga berkembang pengobatan berbasis terapi gen seperti autologous growth factor,
recombinant growth factor , bioengineered cell-base therapies (Kirsner, dkk., 2010).
Namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Memahami
dasar-dasar molekuler dari penyakit ini, merupakan hal penting untuk melangkah ke
depan menuju pengobatan yang rasional, karena karakteristik sistemik dari DM
menyebabkan gangguan di dalam beberapa fungsi dasar sel (Lobmann,dkk., 2005).
Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus
kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan
ulkus kaki diabetik, dengan memperhatikan gangguan vaskuler (Lepantalo dkk.,
2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, dan tekanan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 4/175
4
oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari normal sehingga terjadi
gangguan replikasi fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan
leukosit. Velazques (2007)
Telah diketahui bahwa peripheral artery disease (PAD) merupakan salah
satu bentuk gangguan vaskuler pada ulkus kaki diabetik sebagai sumber penyebab
hipoksia jaringan, karena kebanyakan ulkus kaki diabetik berlokasi pada bagian kaki
yang mengalami iskemia akibat komplikasi vaskuler dari DM kronis (Lerman,
2003). Kejadian PAD pada ulkus kaki diabetik bervariasi antara 10-60%, dan
merupakan prediktor kuat untuk ulkus kaki kronis yang sulit sembuh, amputasi
ektremitas bawah, morbiditas dan mortalitas (Tellechea dkk., 2010). Untuk restorasi
perfusi kulit karena hipoksia jaringan akibat adanya PAD, sesuai dengan pedoman
pengobatan PAD yang telah disepakati ( ACC/AHA guideline for PAD, 2006)
meliputi program latihan, farmakologi, dan revaskularisasi baik endovaskuler atau
operasi bypass (Hirsch dkk., 2006).
Bentuk gangguan vaskuler lain yang diduga sebagai penyebab hipoksia
jaringan adalah adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki yang terjadi pada
ulkus kaki diabetik. Beberapa laporan kasus menyebutkan adanya sindroma
kompartemen pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan
nekrosis jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan
tekanan intrakompartemen, iskemia jaringan, serta nekrosis jaringan
(Munichoodappa, 1999 ; Pamoukian, 2000 ; Jose, 2004 ; Flamini dkk.,2008). Bukti
kuat mendukung terjadinya peningkatan tekanan kompartemen kaki berkaitan
dengan DM adalah laporan Lower dan Kenzora (1994) yang melakukan pengukuran
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 5/175
5
empat kompartemen kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat, ditemukan
bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi
daripada pasien kaki normal, walaupun perbedaannya tidak bermakna, sedangkan
pada kompartemen interoseus dan kompartemen sentral perbedaannya bermakna.
Mekanisme peningkatan tekanan kompartemen kaki adalah melalui
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, terbukti dari ditemukannya peningkatan
permeabilitas mikrovaskuler pada DM baik pada percobaan binatang maupun pada
pasien selama fase awal dan lanjut dari penyakitnya, hal ini karena perubahan
struktur dan fungsi kapiler menyebabkan gangguan pertukaran molekul melalui
membran endotel ke interstitiil (Bouskela dkk., 2003). Pengamatan di klinik
mendukung temuan di atas, sebab pada pasien ulkus kaki diabetik sering ditemukan
edema berkepanjangan dan berulang.
Fasiotomi pada umumnya dilakukan jika tekanan intrakompartemen
mencapai 30 mmHg, atau 30 mmHg dibawah MAP (Mean Arterial Pressure) atau
10-30 mmHg dibawah tekanan darah diastolik (Fulkerson,dkk., 2003). Sedangkan
pada ulkus kaki diabetik, fasiotomi dikerjakan jika terdapat infeksi jaringan yang
dalam dan berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden, terdapat
sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas
metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Van Baal, 2004 ; Bernard, 2007 ;
Zgonis dkk., 2008). Tujuan fasiotomi adalah mengurangi perbedaan tekanan
transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang
mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson,
dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010). Belum ada laporan tentang pengukuran tekanan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 6/175
6
intrakompartemen kaki sebagai penilaian rutin dalam penanganan ulkus kaki
diabetik, dan juga belum ada laporan tentang fasiotomi pada ulkus kaki diabetik
yang mengalami infeksi superfisial.
Tekanan oksigen memegang peranan utama dalam regulasi ekspresi gen
VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). VEGF meningkat oleh hipoksia secara in
vitro, namun data secara in vivo pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih
menjadi pertentangan (Oltmanns dkk., 2006). Diabetic fibroblast tidak mampu
meningkatkan produksi VEGF pada level normal didalam merespon keadaan
hipoksia sehingga kadar VEGF menjadi rendah akibat akumulasi advanced
glycosylation end-products (AGEs) didalam sel-sel yang terpapar dengan
hiperglikemia kronis dan kerusakan oksidatif akibat dari produksi berlebihan dari
mitochondrial oxidative stressors, keduanya menimbulkan kerusakan sel permanen
meskipun lingkungan telah normoglikemia (Lerman, 2003). Gangguan molekuler
tersebut bisa terletak di dalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun
pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor itu sendiri
(Waltenberger, 2007). Sebaliknya hiperoksia merangsang pelepasan sel endotel
progenitor atau sel stem dari sumsum tulang, namun sel-sel ini bisa efektif
meningkatkan vaskulogenesis jika cytokine milieu didalam dasar ulkus adalah
optimal (Velazquez, 2007). Fasiotomi yang bertujuan mengurangi perbedaan
tekanan transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang
mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson,
dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010), memungkinkan untuk mencapai keadaan normoksia
atau bahkan hiperoksia, sehingga terjadi aktivasi terhadap keratinosit, fibroblast, sel
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 7/175
7
endotel, makrofag, dan platelet untuk melepaskan VEGF sebagai growth factor yang
sangat penting dan poten di dalam proses angiogenesis penyembuhan luka (Brem
dan Tomic-Canic , 2007)
Lobmann dkk. (2005) menerangkan hubungan gangguan fungsi sel,
ketidakseimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan growth factor . Dijelaskan bahwa
pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan
proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, terbukti dengan adanya
neutrofil granulosit dalam jumlah besar di dalam luka. Neutrofil granulosit
mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF-α dan interleukin-1 β (IL-1β ). Kedua
sitokin ini merangsang sintesa matrix metaloprotease (MMP), menyebabkan
degradasi matrik protein dan growth factor sehingga penyembuhan luka menjadi
terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk., 2005). VEGF salah satu growth
factor yang memiliki peran penting dalam neovaskularisasi penyembuhan luka
(Brem dkk., 2009). Beberapa literatur melaporkan adanya peningkatan kadar TNF-α
di dalam jaringan ulkus diabetik pasien maupun hewan coba (Lobmann dkk., 2005 ;
Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siquiera dkk., 2010), peningkatan TNF-α
lokal maupun sistemik pada pasien DM tipe-2 (Maltezos dkk., 2002), penurunan
kadar VEGF di dalam jaringan ulkus diabetik (Frank dkk.,1995, Brem dan Tomic-
Canic, 2007), dan pada neuropati diabetik (Quatrtrini dkk., 2008).
Lingkungan proinflamasi yang meningkat dan memanjang pada ulkus kaki
diabetik yang ditandai oleh peningkatan TNF-α, diikuti penurunan VEGF karena
proses degradasi oleh TNF-α, disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma
berulang, dimana endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel detritus
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 8/175
8
mempertahankan inflamasi ini (Lobmann dkk., 2005). Debridemen adalah tindakan
operasi untuk menghilangkan kontaminasi bakteri, endotoksin bakteri, fragmen
matriks ekstraseluler, sel-sel detritus, membuang kalus. sehingga dengan membuang
faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang memicu sekresi TNF-α ,
terjadi perubahan lingkungan lokal (perubahan cytokine milieu di dasar ulkus),
berupa penurunan TNF-α diikuti dengan peningkatan VEGF , sehingga sel progenitor
atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis
sehingga terjadi perbaikan klinis dari ulkus kaki diabetik. Velazquez ( 2007)
Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi, perbaikan
inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis / vaskulogenesis, konstriksi
luka, dan reepitelisasi (Velazquez, 2007), maka debridemen merupakan langkah
penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound
bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari
suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat
proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ;
Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa
efektif meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu
di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka
panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali ditentukan oleh
lingkungan-mikro setempat (host microenviroment), lingkungan ini merupakan
elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta
remodeling jaringan (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Tanpa adanya respon
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 9/175
9
angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan deposisi matrik
menjadi lambat (Lerman, 2003).
Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan baru sehingga tindakan
debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF,
karena pada hewan coba menunjukkan bahwa ekspresi VEGF meningkat dalam 24
jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF mencapai puncaknya pada hari ketiga dan
ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu. Periode ini merupakan periode
pembentukan jaringan granulasi, sehingga penemuan ini menunjukkan bahwa VEGF
memiliki peranan penting dan kuat dalam angiogenesis (Frank dkk., 1995). Oleh
karena VEGF hanya meningkat pada fase awal penyembuhan luka dan berlangsung
sementara, meskipun selanjutnya kadar VEGF tetap dipertahankan oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag, memunculkan hipotesis bahwa VEGF hanya
dilepaskan selama perdarahan luka berlangsung (Frank dkk., 1995).
Hal yang penting di dalam perawatan ulkus adalah perkembangan ulkus.
Beberapa peneliti mengajukan metode untuk menilai perbaikan, meramalkan
kesembuhan, dan mengevaluasi pengobatan ulkus dengan menggunakan pengukuran
area ulkus (Shaw dkk., 2007; Lavery dkk., 2008; Rogers dkk., 2010), namun
identifikasi tepi luka dan pengukuran area ulkus merupakan hal yang sulit.
Woodbury dkk. (2004) mengemukakan alat bantu yang diberi nama Leg Ulcer
Measurement Tool (LUMT) dengan beberapa keuntungan yaitu LUMT dapat
digunakan oleh satu atau lebih penilai (asesor), penilaian penampakan ulkus dapat
diperbanyak, dan mencatat perubahan ulkus sepanjang waktu. Semakin kecil nilai
LUMT berarti perbaikan ulkus semakin besar.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 10/175
10
Dengan melihat bukti-bukti bahwa terjadi peningkatan tekanan kompartemen
sejak awal dan berlangsung secara bertahap dan kronis sesuai dengan durasi DM,
memicu hipoksia jaringan ditambah dengan lingkungan ulkus yang proinflamasi,
menyebabkan ulkus kaki diabetik menjadi sulit sembuh bahkan sampai amputasi,
maka tindakan fasiotomi dapat memiliki peran di dalam mengurangi tekanan
intrakompartemen kaki sehingga hipoksia jaringan dapat dihilangkan, disamping
untuk membuka kantong-kantong infeksi di dalam kompartemen sehingga
pengendalian infeksi menjadi lebih baik. Secara biomolekuler tindakan fasiotomi
mengembalikan keadaan hipoksia menjadi normoksia bahkan mungkin hiperoksia,
peningkatan aktivasi seluler yang melepaskan VEGF sehingga terjadi peningkatan
VEGF . Sedangkan debridemen memiliki peran di dalam memberikan perubahan
suasana luka kronis menjadi akut, menghilangkan faktor-faktor yang merangsang
sekresi TNF-α, sehingga terjadi penurunan TNF-α diikuti dengan penurunan
degradasi VEGF. Walaupun debridemen sendiri sangat rasional di dalam
menurunkan TNF-α yang diikuti dengan penurunana degradasi VEGF , tetapi tidak
dapat memperbaiki oksigenasi jaringan. Atas dasar itu kami melakukan penelitian
mengenai debridemen dengan fasiotomi yang dikerjakan secara simultan baik pada
ulkus dengan derajat ringan maupun berat, untuk melihat pengaruhnya terhadap
penurunan TNF-α dan peningkatan VEGF, serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik
yang diamati dengan instrumen LUMT .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka permasalahan yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 11/175
11
1. Apakah penurunan kadar TNF-α di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik
tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca
debridemen tanpa fasiotomi;
2. Apakah peningkatan kadar VEGF di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik
tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca
debridemen tanpa fasiotomi;
3. Apakah perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai LUMT ) pasca
debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa
fasiotomi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
debridemen dengan fasiotomi secara simultan lebih baik dibandingkan dengan
debridemen tanpa fasiotomi dalam penanganan ulkus kaki diabetik.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan terjadi penurunan kadar TNF-α di dalam plasma
penderita ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca debridemen dengan
fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi;
2.
Untuk membuktikan terjadi peningkatan kadar VEGF di dalam plasma
penderita ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca debridemen dengan
fasiotomi lebih besar daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 12/175
12
3. Untuk membuktikan terjadi perbaikan klinis ulkus kaki diabetik
(berdasarkan nilai LUMT ) pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar
daripada pasca debridemen tanpa fasiotomi
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik
Manfaat akademik yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah :
1. Memberi sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran mengenai
penerapan tehnik debridemen dan fasiotomi secara simultan pada
penanganan ulkus kaki diabetik, untuk mencapai perbaikan klinis ulkus.
Perbaikan klinis yang dihasilkan dari penerapan tehnik ini dicapai melalui
patogenesis baru berupa perubahan lingkungan sitokin ulkus yaitu
penurunan TNF-α dan peningkatan VEGF serta perubahan mikrosirkulasi
jaringan yang dilakukan secara simultan. Dengan demikian tercapai
keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan growth factor dalam proses
penyembuhan ulkus.
1.4.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber informasi mengenai manfaat debridemen dan fasiotomi
yang dilakukan secara simultan pada penanganan ulkus kaki diabetik.
2.
Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki
diabetik, memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dibandingkan
dengan debridemen saja. Dengan demikian aplikasi debridemen dan
fasiotomi yang dilakukan secara simultan, dapat memperpendek masa
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 13/175
13
rawat, serta menurunkan angka amputasi. Perbaikan klinis dari tindakan
debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan ini ditunjang
oleh adanya perbaikan biomarker angiogenic growth factor seperti VEGF
dan TNF-α plasma , yang sangat penting didalam proses angiogenesis dan
penyembuhan ulkus kaki diabetik.
3. Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki
diabetik, dapat dipakai sebagai protokol rutin di dalam penanganan ulkus
kaki diabetik.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 14/175
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Kaki Diabetik
2.1.1 Pengertian dan epidemiologi
Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full
thickness) dari dermis. Pengertian ulkus kaki diabetik termasuk nekrosis atau
gangren. Gangren diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh
penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis) karena adanya
mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang
menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu
sendiri. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi
infeksi dan pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di
bagian distal tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ;
Cavanagh dkk., 1999).
Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus
kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,
keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.
Jumlah penderita DM di Amerika Serikat akan meningkat 2 kali lipat dari
23,7 juta menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034 (Huang dkk., 2009), 15-
25% akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka. Proporsi ulkus
kaki diabetik derajat III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan derajat I-II
yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 15/175
15
dirawat di RS Sanglah, semakin tinggi derajat ulkus semakin besar resiko
amputasi (Muliawan dkk., 2005).
2.1.2
Patofisiologi ulkus kaki diabetik
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya
ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor
besar (Gibbons dkk., 1995 ; Singh dkk., 2005) yaitu :
2.1.2.1 Faktor kausatif
- Neuropati perifir (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik
biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan
sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan
termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri
dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki
juga menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di
kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal
kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan
kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit , hal ini mencetuskan
timbulnya fisura, kerak kulit , semuanya menjadikan kaki rentan terhadap
trauma yang minimal
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 16/175
16
- Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan dengan
dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi ( ankle, subtalar, and first
metatarsophalangeal joints ) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan
neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun
kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan
plantar tinggi.
- Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki,
11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki
2.1.2.2 Faktor kontributif
- Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifir terutama mengenai
pembuluh darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah
lutut, merupakan faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali
lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding dengan pasien non-
diabetes.
- Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik,
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking , gangguan
fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama
gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 17/175
17
angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit
mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada DM, ditandai dengan
hiperglikemia berkelanjutan serta peningkatan mediator-mediator
inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi kronis,
namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena
hiperglikemia sendiri menimbulkan ganggguan mekanisme pertahanan
seluler. Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan
luka, tetapi harus sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat
oleh interaksi sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap
lemah dan angiogenesis terganggu sehingga terjadi gangguan
penyembuhan luka seperti terlihat pada gambar 2.1 (Tellechea dkk,
2010)
Gambar 2.1 Gangguan penyembuhan luka pada diabetes (Dikutip dari
Tellechea dkk., 2010)
Diabetes
Sustained
hyperglycemia
Pro-inflamatory
environment
Peripheral
vascular disease
Peripheral
neuropathy
Altered immune cell function
Ineffective inflammatory response
Endothelial cell dysfunction
Impaired neovascularization
ABNORMAL WOUND HEALING
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 18/175
18
2.1.3 Penilaian, klasifikasi, dan derajat ulkus kaki diabetik
2.1.3.1 Jenis-jenis ulkus kaki diabetik
Ulkus kaki diabetik dibedakan atas 2 kelompok yaitu : (Edmon, 2006)
1. Ulkus neuropatik
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
keringat berkurang, kulit kering dan retak.
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
mungkin tidak ada karena neuropati
2.1.3.2 Penilaian ulkus kaki diabetik
Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus
berkepanjangan, maka perlu mengetahui akar penyebabnya. Untuk
mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan bermanfaat didalam
perencanan pengobatan, perlu dilakukan penilaian-penilaian ulkus meliputi :
(Van Baal, 2004 ; Khanolkar dkk., 2008)
1. Penilaian neuropati
Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan
dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi
vibrasi dengan garpu tala 128 Hz
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 19/175
19
2. Penilaian struktur
Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan
tulang di plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux
rigidus, charcot foot.
3. Penilaian vaskuler
Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot,
pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara
sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki
teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah
ankle < 50 mmHg ( Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg,
tekanan darah jari < 30mmHg
4. Penilaian ulkus
Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan sistematis.
Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau
dalam, apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus
secara akurat.
2.1.3.3 Klasifikasi dan derajat ulkus kaki diabetik
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini
seperti, klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system
(UT), dan PEDIS ( P erfusion, E xtent / size, D epth / tissue loss, I nfection,
S ensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan
derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan
ikhtiar pengobatan (Oyibo dkk., 2001 ; Widatalla dkk., 2009 ). Kriteria diagnosa
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 20/175
20
infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut :
bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya
pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan
(superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat
(disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik) (Lipsky dkk., 2012).
Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis
asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau
instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk.,
2008).
Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001).
Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi
Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,
belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
osteomielitis, abses atau selulitis.
Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.
Grade V Gangren seluruh kaki.
2.1.4 Pengukuran area ulkus
Salah satu ketentuan paling dasar dari perbaikan ulkus adalah
berkurangnya ukuran ulkus dari waktu ke waktu. Dengan berkurangnya
ukuran ulkus, bisa dipakai untuk meramalkan penyembuhan ulkus, sehingga
pengukuran luka merupakan komponen penting dari keberhasilan penanganan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 21/175
21
ulkus (Shaw dkk., 2007 ; Rogers dkk., 2010). Beberapa metode untuk bisa
menilai, meramalkan kesembuhan, dan mengevaluasi pengobatan ulkus
diabetik telah diajukan oleh beberapa peneliti. Lavery dkk. (2008)
melaporkan tentang kemungkinan penyembuhan ulkus diabetik berdasarkan
persentase pengurangan area ulkus. Ulkus yang mencapai pengurangan area
sebesar ≥15% pada minggu pertama memiliki kemungkinan sembuh
sebanyak 68%, atau jika pengurangan area ulkus sebesar ≥ 60% pada minggu
kempat, memiliki kemungkinan sembuh sebesar 77%. Besarnya perubahan
area ulkus pada awal minggu pertama pengobatan dapat memperkirakan
kemungkinan sembuh pada minggu ke 16, serta dapat mengetahui secara
rasional untuk mengevaluasi kembali ulkus dan mengubah jenis terapi.
Sedangkan Coerper dkk. (2009) meneliti apakah pengurangan area ulkus
>50% dalam 4 minggu pengobatan diikuti dengan kemungkinan peningkatan
kesembuhan ulkus yang lebih besar. Persentase pengurangan area ulkus dalam
4 minggu menurut Coerper adalah : [ ( area (4 minggu ) / area ( baseline ) )
x 100 ) / area ( baseline ) ]. Kemungkinan sembuh secara keseluruhan adalah
35% setelah 12 minggu, 41% setelah 16 minggu, dan 73% setelah 1 tahun.
Pengurangan area ulkus >50% dalam 4 minggu pengobatan diikuti dengan
kemungkinan peningkatan kesembuhan ulkus yang lebih besar. Penghitungan
persentase pengurangan area ulkus setelah 4 minggu, dapat dipakai untuk
memperkirakan kemungkinan sembuh, dan mengevaluasi kembali pengobatan
yang sudah dan akan diberikan.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 22/175
22
Identifikasi secara tepat dari tepi luka serta pengukuran luas luka
merupakan hal yang sulit. Ada beberapa tehnik pengukuran area atau volume
ulkus seperti planimetri, tehnik digital fotografi, ,pengukuran luka
menggunakan penggaris yang sederhana (Shaw dkk., 2007 ; Rogers dkk.,
2010).
Tehnik yang paling sederhana dan standar untuk menghitung area
ulkus adalah ukuran ulkus yang terpanjang dikalikan dengan ukuran ulkus
terlebar. Keterbatasan dari tehnik ini adalah interpretasi subyektif dan variasi
diantara pengukur berbagai variasi bentuk disamakan secara linear kedalam
dimensi panjang kali lebar, padahal penghitungan panjang kali lebar secara
matematis hanya bisa diterapkan dan akurat pada ulkus berbentuk
bujursangkar atau segiempat. Sehingga terdapat kelebihan perhitungan
sebesar 40% dari perhitungan yang sebenarnya dibandingkan dengan tehnik
planimetri (Rogers dkk., 2010).
Metode planimetri, memakai film transparan yang ditempelkan diatas
ulkus, tepi ulkus dijiplak pada film, film discan secara digital, jumlah kotak
yang terisi dihitung secara manual, selanjutnya dikalkulasi melalui komputer.
Tehnik ini hasilnya lebih akurat dibanding dengan tehnik standar memakai
penggaris sederhana (Rogers dkk., 2010)
Metode fotografi merupakan sebuah alternatif yang akurat untuk
mengukur area luka, tehnik ini menjadikan luka bersih dan tidak
terkontaminasi, karena kontak dengan dasar luka bisa dihindarkan. Metode
fotografi yaitu luka difoto dimana gambar dalam foto tersebut sudah ada
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 23/175
23
bingkai pengukur untuk memungkinkan kalibrasi gambar, gambar di-upload
ke komputer lalu dibuka dengan image J , tepi luar luka ditetapkan secara
digital dan dengan perangkat lunak image J area luka dikalkulasi. Metode
Visitrak memakai film Visitrak transparan berlapis dua yang diletakkan
diatas luka, batas luka digambar diatas filem tersebut, gambar tiruan diatas
lapisan filem paling atas tersebut dijiplak lagi dengan Visitrak digital dan
perangkat lunak mengkalkulasi area luka (Chang, 2011).
Saat ini telah dikembangkan beberapa alat bantu untuk menilai
perbaikan ataupun perburukan luka seperti Pressure Sore Status Tool (PSST),
Pressure Ulcer Scale for Healing (PUSH Tool), Sussman Wound Healing
Tool (SWHT), Sessing Scale, The Wound Healing Scale (WHS), Photographic
Wound Assessment Tool (PWAT), dan Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT)
(Woodbury dkk.,2004).
2.1.5 Debridemen
Debridemen adalah suatu tindakan membuang material yang tidak
hidup, benda asing, dan jaringan tidak sehat yang sulit sembuh dari luka
(Steed, 2004). Target utama penanganan ulkus kaki diabetik adalah untuk
mencapai penutupan luka secepat mungkin, dan menurunkan angka amputasi.
Prinsip penanganannya meliputi : pengelolaan komorbid, evaluasi status
vaskuler dan penanganannya secara tepat, penilaian faktor-faktor psikososial /
gaya hidup, penilaian dan evaluasi ulkus, penanganan luka / debridemen /
wound bed preparation dan menghilangkan faktor tekanan / offloading
(Frykberg dkk., 2006).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 24/175
24
Kegagalan penyembuhan dari suatu ulkus, baik itu ulkus diabetik,
ulkus vena, maupun ulkus dekubitus, sehingga berkembang menjadi ulkus
kronis, karena eradikasi terhadap infeksi yang tidak adekuat dan kuman
patogen opurtunistik. Analisa ulkus kronis dengan fluorosensi in situ
menemukan mikrokoloni, suatu struktur dasar dari biofilm bakteri. Adanya
biofilm tersebut menumbuhkan peningkatan toleransi bakteri terhadap
pengobatan antibiotika, serta mekanisme proteksi terhadap fagositosis
polimorfonuklear (PMN), sehingga eradikasi dengan antibiotika dan aktivitas
antimikroba dari sistem imunitas tubuh menjadi tidak efektif (Bjarnsholt
dkk., 2008). Debridemen merupakan komponen yang tak terpisahkan
(integral) dan langkah sangat penting dalam protokol penanganan ulkus
kronis, semenjak bahwa kesembuhan tidak akan terjadi pada jaringan yang
mati, nekrotik, debris, atau kolonisasi bakteri di daerah luka. Oleh karena itu
fungsi dari debridemen adalah membuang jaringan nekrotik, mengurangi
tekanan, evaluasi adanya kantong-kantong infeksi yang tersembunyi (tracking
and tunneling ), drainase, dekolonisasi bakteri, dan hanya meninggalkan
jaringan sehat untuk mendorong penyembuhan luka (Frykberg dkk., 2006 ;
Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010). Pada ulkus neuropatik, debridemen harus
dilakukan terus menerus sampai terdapat jaringan sehat, tetapi pada ulkus
iskemik, debridemen harus dilakukan secara hati-hati dan terbatas hanya
drainase saja, bahkan idealnya debridement dilakukan setelah atau bersama
sama dengan revaskularisasi. Debridemen sebaiknya mampu
memvisualisasikan semua luka, membuka semua daerah yang terkena infeksi
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 25/175
25
untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan spesimen bakteri dari
jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan anatomi kaki
mutlak diperlukan (Rauwerda, 2000).
Dasar pemikiran untuk debridement kelihatan sangat masuk akal,
tetapi bukti-bukti untuk mendukung hal itu sangat sedikit (Gordon dkk.,
2012), meskipun data-data menunjukkan semakin sering debridement,
semakin baik hasil penyembuhan luka (Wilcox et al., 2013). Steed dkk.
(1996) meneliti pengaruh debridemen dan pemberian faktor pertumbuhan
secara topikal secara acak, prospektif, double blind dan multisenter. Ternyata
debridemen bedah secara agresif dan berulang pada ulkus kaki diabetik
memberi respon angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan ulkus
yang jarang dilakukan debridemen. Disamping itu ulkus yang diberikan
recombinant human platelet-derived growth factor (rhPDGF) secara topikal,
angka penyembuhannya lebih besar dibanding plasebo. Sehingga disimpulkan
bahwa debridemen merupakan pengobatan vital di dalam penanganan ulkus
kaki diabetik.
Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi,
perbaikan inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis /
vaskulogenesis, konstriksi luka, dan reepitelialisasi (Velazquez, 2007), maka
debridemen merupakan langkah penting dan menentukan pada penanganan
ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah
suasana lingkungan atau milieau lokal dari suasana luka kronis menjadi
suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat proses penyembuhan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 26/175
26
luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009). Sel
endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif
meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu
di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka
panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF, terutama sekali ditentukan
oleh lingkungan-mikro setempat (host microenviroment), lingkungan ini
merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani
invasi seluler serta remodeling jaringan (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997).
VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF
mencapai puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara
bermakna setelah itu, sehingga memunculkan hipotesis bahwa VEGF hanya
dilepaskan selama perdarahan luka berlangsung (Frank dkk, 1995). Pada
waktu debridemen, terjadi perdarahan luka baru, sehingga tindakan
debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF
sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Debridemen yang sering
dilakukan pada ulkus kaki diabetik, dapat meningkatkan angka penyembuhan
luka, walaupun tidak ada cukup bukti untuk menetapkan pendapat ini
(Cardinal dkk., 2009).
Ada 5 jenis debridemen yaitu : bedah, ensimatik, autolitik, mekanik,
dan biologik, hanya debridemen bedah terbukti efektif pada uji-uji klinik.
Debridemen bedah yaitu debridemen secara tajam untuk membuang semua
jaringan dan tulang yang mati. Tujuannya adalah mengubah lingkungan
penyembuhan luka kronis menjadi penyembuhan luka akut. Debridemen
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 27/175
27
ensimatik, menggunakan ensim proteolitik eksogen yang dibuat secara
spesifik seperti kolagenase, papain/urea dari pepaya, fibrinolisin/DNAse,
tripsin, kombinasi streptokinase-streptodornase. Debridemen autolitik, terjadi
secara alami pada ulkus yang sehat, lembab, dan perfusi yang adekuat.
Debridemen mekanik,dilakukan secara fisik dengan cara pembalutan basah-
kering, irigasi dengan tekanan, lavase, dan hidroterapi. Debridemen biologik,
menggunakan larva steril dari lalat Lucilia sericata, larva tersebut
mengeluarkan ensim proteolitik yang dapat mencairkan jaringan nekrotik
(Steed, 2004 ; Frykberg dkk., 2006 ; Edward dan Stapley, 2010).
Sampai saat ini belum ada cara untuk menilai ketepatan dari luas dan
dalamnya debridemen ulkus, apakah debridemen telah dilakukan dengan
adekuat atau belum. Saap dan Falanga (2002), mengajukan suatu cara yang
disebut debridemen performance index (score 0-6), kaitannya dengan
penyembuhan ulkus kaki diabetikum. Debridemen meliputi debridemen
terhadap kalus, tepi ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai
adalah 0 adalah debridemen diperlukan tetapi tidak dikerjakan, skor 1 adalah
debridemen diperlukan dan dikerjakan, skor 2 adalah debridemen tidak
diperlukan. Semakin rendah debridemen performance index , semakin rendah
insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem skoring ini dipakai dapat untuk
meramalkan hasil pengobatan. Preparasi dasar luka (wound bed preparation)
sangat penting untuk penyembuhan ulkus di kaki, meliputi pengendalian
eksudat dan edema, mengurangi kolonisasi bakteri, merangsang terbentuknya
jaringan granulasi yang sehat, serta membuang jaringan nekrotik. Sampai saat
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 28/175
28
ini tidak ada sistem klasifikasi untuk preparasi dasar luka (wound bed
preparation). Falanga dkk. (2006) mengembangkan sistem klasifikasi baru
berdasarkan parameter seperti : tepi luka, dalam luka / jaringan granulasi,
jumlah eksudat, adanya eschar, edema, dermatitis disekitar luka, warna dasar
luka, adanya kalus atau fibrotik disekitar luka.
Ulkus kaki diabetik dengan Infeksi berat, memerlukan intervensi
bedah untuk mengendalikan infeksi yang bisa mengancam jiwa maupun kaki
pasien. Ahli bedah yang melakukan operasi pada ulkus kaki diabetik dengan
infeksi berat hendaknya memiliki pengetahuan tentang anatomi kaki,
patofisiologi terjadinya ulkus kaki diabetic dan infeksi, untuk mencegah
kegagalan operasi maupun amputasi (Van Baal, 2004 ; Zgonis, 2008). Jalur –
jalur perluasan infeksi yang mengikuti jalur anatomi harus dimengerti. Di
daerah tumit, aponeurosis plantaris merupakan fasia yang paling superficial.
Di bagian sentral kaki, fasianya paling tebal dan melekat pada tuberositas
kalkanues, dari sini lalu meluas ke distal menyerupai kipas. Fasia plantaris
membentuk batas inferior dari 3 kompartemen plantaris yaitu : kompartemen
lateral, sentral dan medial.
Kompartemen lateral dibatasi oleh tulang metatarsal kelima dan
septum intermuskular lateral, mengandung semua otot-otot intrinsik jari
kelima. Kompartemen sentral dibatasi oleh septum intermuskular pada sisi
medial dan septum intermuskular kedua lateral yang berjalan dari kalkaneus
ke kaput metatarsal kelima, atapnya dibentuk oleh struktur tarsometatarsal,
mengandung semua otot-otot intrinsik jari kedua, ketiga, keempat.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 29/175
29
Kompartemen medial dibatasi oleh septum intermuskular lateral yang berjalan
longitudinal dari kalkaneus ke kaput metatarsal pertama, atapnya dibentuk
oleh permukaan inferior metatarsal pertama, mengandung semua otot-otot
intrinsik jari pertama. Kompartemen interoseus dibatasi oleh fasia interoseus
dari metatarsal dan mengandung otot-otot interoseus, kompartemen ini
memegang peranan penting dalam perluasan infeksi dan perkembangan
iskemia (Van Baal, 2004).
Untuk melakukan debridement bedah yang adekuat, prosedur
pembedahan yang dianjurkan adalah (Zgonis dkk., 2008) :
- Tidak menggunakan tourniquet, supaya bisa menentukan viabilitas
jaringan. Pakai sarung tangan dua lapis.
- Eksplorasi luka, termasuk membuang semua jaringan nekrotik, pus,
membuka sinus tract untuk menentukan batas jaringan sehat dan tidak
sehat serta kompartemen yang terkena. ― finger test ― bisa dikerjakan
durante operasi untuk menentukan luasnya jaringan yang mengalami
infeksi. Tekan dengan ibu jari sepanjang bidang jaringan anatomi, jika
positif berarti terdapat necrotizing fasciitis, dengan demikian dapat
ditentukan mana jaringan yang akan di amputasi atau di eksisi luas saja
untuk mengendalikan infeksi secara adekuat.
-
Insisi dan drainase terbatas hendaknya dihindarkan , karena akan
meninggalkan sumber infeksi
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 30/175
30
- Semua jaringan dan tulang yang tidak hidup dan terinfeksi harus dibuang
tanpa memandang ukuran dan kuantitasnya. Tendon yang tampak dieksisi
untuk mencegah perluasan infeksi ( tracking infection).
- Ambil jaringan dalam yang terinfeksi untuk pemeriksaan kultur dan tes
sensitivitas
- Irigasi dengan larutan normal saline sebanyak 3 liter atau lebih untuk
mengurangi kolonisasi bakteri. Penambahan antibiotika pada larutan irigasi
belum diketahui manfaatnya.
-
Sarung tangan terluar dilepaskan untuk mengurangi kontaminasi setelah
luka diirigasi.
- Luka ditutup dengan penutup luka yang lembab, lalu ditutup lagi dengan
penutup kering.
- Pembalut luka diganti setiap hari, dimulai sejak 24-48 setelah debridement
pertama.
- Redebridemen hendaknya dilakukan jika diperlukan.
2.2 TNF- α
2.2.1 TNF- α pada ulkus kaki diabetik
TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang diproduksi terutama oleh
monosit dan makrofag. Memiliki peran dalam berbagai proses didalam tubuh, dan
dalam patogenesis dari berbagai penyakit seperti shock sepsis, kanker, artritis
reumatoid, sklerosis multipel, dan gangguan autoimun atu inflamasi lainnya.
Penelitian terakhir, TNF-α terlibat didalam resistensi insulin pada kegemukan dan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 31/175
31
DM tipe 2. Mekanisme molekuler TNF-α menginduksi resistensi insulin masih
belum diketahui, tetapi secara in vitro, penelitian menunjukkan bahwa TNF-α
menghambat insulin-mediated autophosphorylation dari insulin reseptor, dan
menurunkan fosforilasi dalam jaringan otot dan jaringan lemak, yang kebanyakan
terikat pada reseptor TNF p55. Kadar TNF-α meningkat secara lokal maupun
sitemik pada resisten insulin baik pada binatang maupun manusia yang gemuk.
Disamping itu ekspresi TNF-α didalam otot dari orang DM tipe 2 lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan orang yang non-DM. Kadar TNF-α yang beredar
didalam sirkulasi dari orang dengan kegemukan dan intoleran glukosa meningkat,
dan berhubungan dengan massa lemak perut (Maltezoz dkk., 2002).
Pada ulkus kaki diabetik ditemukan peningkatan kadar TNF-α (Lobmann
dkk., 2005 ; Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siqueira dkk, 2010 ; ),
peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblast (Siqueira
dkk, 2010), diikuti dengan gangguan penyembuhan ulkus. TNF-α merupakan
petanda inflamasi didalam proses penyembuhan jaringan. Penelitian sebelumnya
telah menunjukkan hubungan TNF-α terhadap penyembuhan luka. Penurunan kadar
TNF-α , mengindikasikan pengendalian inflamasi serta kemajuan penyembuhan
yang adekuat (Leung dkk., 2008). TNF-α merangsang sintesa MMP . Dengan
tingginya protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth
factor yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga
penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).
Disamping itu TNF-α menekan tissue growth factor- β (TGF - β) menginduksi
miofibroblas mengalami proliferasi untuk menbentuk protein-protein penting dalam
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 32/175
32
reorganisasi matrik ekstraseluler seperti α-smooth muscle actin ( α-SMA), kolagen
tipe 1A, and fibronectin, sehingga berimplikasi pada gangguan penyembuhan luka
(Goldberg, 2007).
2.2.2 Pengukuran TNF- α
Pengukuran kadar TNF-α. dapat dilakukan pada spesimen jaringan maupun
plasma., Kadar TNF-α diukur menggunakan metoda Enzyme-Linked
ImmunoSorbant Assay ( ELISA ) (R&D System, Minneapollis, USA).. Siqueira dkk.
(2010) melakukan pengukuran TNF-α dari spesimen jaringan ulkus, jaringan
diambil dengan punch biopsi dan dibekukan dalam larutan nitrogen, selanjutnya
diletakkan kedalam cytoplasmic lysis buffer yang mengandung protease inhibitor
(Pierce, Rockford, IL, USA) dan dihancurkan dengan menggunakan Fast Prep (Q-
Biogene, Solon, OH, USA). Nukleus dipisahkan dari protein sitoplasma dengan
sentrifuge. Sedangkan Wallace dan Stacey (1998) melakukan pengukuran kadar
TNF-α dengan metoda ELISA pada pasien dengan mengambil sampel cairan luka
kronis yang tidak sembuh dimana hasil pengukuran adalah median 2428,5 pg/ml,
sedangkan pada pasien yang sembuh kadar TNF-α adalah 895,2 pg/ml.
2.3 VEGF
Growth factor adalah substansi (biasanya merupakan suatu protein atau
hormon steroid) yang memiliki kemampuan untuk merangsang proliferasi dan
diferensiasi sel, serta sangat penting untuk pengaturan berbagai proses selular,
bekerja sebagai molekul-molekul signaling diantara sel. Dalam dua dekade terakhir
growth factor telah digunakan semakin meningkat didalam pengobatan penyakit
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 33/175
33
hematologi, onkologi dan kardiovaskular. Terdapat 8 famili utama dari growth
factors diekspresikan dalam berbagai level oleh sel-sel yang terlibat dalam proses
penyembuhan luka (Mitchell dkk., 2007).
VEGF merupakan salah satu dari growth factor yang merangsang
angiogenesis paling vital dan poten, keberadaannya dalam benyak bentuk isoform,
paling sering adalah VEGF 165, bekerja sebagai parakrin pada sel-sel endotel,
berfungsi sebagai suatu mitogen sel endotel, agen kemotaksis, dan memicu
permeabilitas vaskuler dan kulit. Salah satu aktivitas mediator dari VEGF , nitric
oxide, meningkatkan deposisi kolagen pada ulkus kaki diabetik serta
mengembalikan fungsi endotel untuk memperbaiki konduksi saraf maupun
oksigenasi jaringan. VEGF rekombinan telah digunakan dalam eksperimental luka
diabetes baik in vivo maupun in vitro (Brem dkk., 2009).
2.3.1
Aktivitas biologi dan struktur VEGF
VEGF telah diketahui memiliki berbagai aktivitas biologi yang penting.
VEGF merupakan mitogen yang kuat (ED50 2-10 pm) untuk sel-sel endotel
mikrovaskuler dan makrovaskuler yang diperoleh dari arteri, vena, dan limfatik,
tetapi tidak memiliki aktivitas mitogen untuk jenis sel yang lain. VEGF
merangsang angiogenesis dalam tiga dimensi yaitu menyebabkan pertemuan sel-sel
endotel mikrovaskuler, penetrasi kedalam gel kolagen, dan membentuk struktur
seperti kapiler (capillary-like structures). VEGF menyebabkan pertumbuhan
(sprouting) pembuluh darah, respon angiogenik yang kuat, mendorong ekspresi
dari serine proteases uro-kinase-type dan tissue-type plasminogen activators (PA)
dan juga PA inhibitor 1 (PAI-1) dalam sel-sel endotel mikrovaskuler , untuk
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 34/175
34
mempertahankan keseimbangan proses proteolitik. VEGF meningkatkan ekspresi
metaloproteinase interstitial collagenase. Dengan pengaruh yang bersamaan
terhadap kolagenase dan aktivator plasminogen oleh VEGF , ini akan menetapkan
suatu lingkungan proderagdasi untuk migrasi dan pertumbuhan dari sel-sel endotel.
Lingkungan ini merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang
menjembatani invasi seluler serta remodeling jaringan, sebagai aktivitas
proangiogenik yang tetap dari VEGF. VEGF juga diketahui sebagai faktor
permeabilitas vaskuler yang mendorong kebocoran vaskuler. Dengan peningkatan
permeabilitas mikrovaskuler, ini merupakan tahapan yang sangat penting dari
angiogenesis terkait dengan tumor dan luka. Fungsi utama dari VEGF dalam proses
angiogenesis adalah mendorong kebocoran protein plasma, akibatnya terjadi
pembentukan fibrin gel ekstravaskuler, suatu substrat untuk penetrasi dan
pertumbuhan sel endotel dan sel-sel tumor. Jumlah dan fisiologi jangka panjang
mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali ditentukan oleh
lingkungan-mikro setempat (host microenviroment) daripada rangsangan yang
memulai angiogenesis itu sendiri (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997).
Famili VEGF saat ini terdiri dari 7 anggota : VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C,
VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F, dan PIGF. Daerah inti dibentuk oleh motif ikatan
sistin, dengan 8 invariant cystine residu dalam inter dan intramolekuler disulfide
yang terikat pada ujung dari 4-stranded pusat pada setiap monomer dengan
orientasi antiparalel bersebelahan (side-by-side). Gen VEGF-A terdiri atas 8 exon
yang muncul pada 7 isoform asam amino 121, 145,148,165,183, 189, 206, dan
satu isoform asam amino 110 sebagai hasil dari pelepasan proteolitik. VEGF-B
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 35/175
35
terdiri atas 2 isoform asam amino 167 dan 186. VEGF-C dan VEGF-D, dilepaskan
secara proteolitik dari masing-masing proprotein. Semua anggota VEGF ini sangat
menjaga domain homologinya yang disandikan oleh exon 1-5.
2.3.2 Reseptor VEGF
Telah diidentifikasi 3 reseptor VEGF yaitu VEGFR-1 (Flt-1 / fms-like-
tyrosine kinase-1), VEGFR-2 (KDR/ Flk-1 / fetal liver kinase-1/), dan VEGFR-3
(Flt-4), setiap reseptor memiliki 7 imunoglobuline-like domain dalam ekstraseluler
domain (Hoeben dkk., 2004). Flt-1 memiliki afinitas tertinggi terhadap rhVEGF 165 ,
sedangkan Flk-1 / KDR afinitasnya sedikit lebih rendah, VEGF-C/VRP mengikat
dengan afinitas tinggi dengan Flt-4 (Gerber dkk., 1997).
2.3.3
Regulasi dari ekspresi gen VEGF
2.3.3.1 Hipoksia
Tekanan oksigen memegang peranan utama baik secara in vitro
maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth,
Gambar 2.2 Reseptor VEGF (Dikutip dari Hoeben dkk., 2004)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 36/175
36
1997). Namun Oltmanns dkk. (2006) mengatakan VEGF meningkat oleh
hipoksia secara in vitro, namun data secara in vivo tentang regulasi VEGF
pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih menjadi pertentangan. Ekspresi
VEGF mRNA dipicu secara cepat dan reversible oleh paparan tegangan
oksigen ( pO2) yang rendah, juga iskemia yang disebabkan oleh oklusi arteri.
Dengan meningkatnya kadar VEGF mRNA diduga bahwa VEGF dapat
mendorong terjadinya revaskularisasi spontan setelah iskemia (Ferrara dan
Davis-Smyth, 1997). Reseptor Flt-1 meningkat oleh hipoksia dan mengikat
VEGF dengan afinitas yang tinggi, sedangkan Flk-1/KDR tidak meningkat
oleh hipoksia dan afinitas ikatan dengan VEGF lebih rendah (Gerber, dkk.
1997). Oltmanns dkk. (2006), melaporkan bahwa hipoksia akut sistemik pada
laki-laki muda sehat menurunkan kadar plasma VEGF dibanding pada
normoksia, sedangkan konsentrasi Flt-1 tetap tidak berubah selama hipoksia.
Gangguan kadar VEGF sistemik telah dilaporkan dalam berbagai
keadaan patologis seperti pertumbuhan tumor (Harmey dan Bouchier-Hayes,
2002), penyakit arteri koroner (Freedman dan Isner, 2002), dan penyakit-
penyakit hipoksia kronis. Pengamatan ini diduga kemungkinan berkaitan
dengan regulasi oksigen. Tetapi pada penyakit-penyakit respirasi dengan
manifestasi hipoksia kronik, regulasi VEGF masih menjadi pertentangan.
Pada penyakit-penyakit respirasi seperti fibrosis paru idiopatik, sarkoidosis
(Meyer dkk., 2000 ; Koyama dkk., 2002), emfisema (Santos dkk., 2003),
kadar VEGF adalah menurun dibanding dengan kontrol orang sehat,
sedangkan pada perokok dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 37/175
37
sedang adalah meningkat (Santos dkk., 2003). Namun semua data tersebut
dapat dikelirukan oleh adanya komorbid yang diketahui mempengaruhi VEGF
seperti hipertensi (Belgore, 2001), resistensi insulin (Chou 2002), obat-obatan
seperti statin (Maeda dkk., 2003). Penelitian di daerah ketinggian pada orang
sehat, hasilnya tidak dapat disimpulkan, karena ada yang melaporkan
pengaruh keadaan hipoksia, kadar VEGF didalam darah meningkat (Walter
dkk., 2001), tidak berubah (Maloney dkk., 2000) atau bahkan menurun
(Gunga dkk., 1999).
2.3.3.2
Sitokin
Beberapa sitokin atau growth factors meningkatkan ekspresi VEGF
mRNA dan / atau memicu prengeluaran dari protein VEGF. Paparan terhadap
keratinosit atau keratinosit growth factor, epidermal growth factor (EGF),
TGF- β, TGF -α, IL-1β, IL-1α , IL-6, PGE 2 , IGF-I memicu pelepasan secara
nyata dari VEGF mRNA (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Sitokin
proinflamasi merangsang ekspresi VEGF mRNA dengan aktivitas yang
berbeda. TNF-α merupakan aktivator paling kuat dalam merangsang ekspresi
VEGF mRNA, sedangkan IL-1β, TGF - β1, Interleukin-6 memiliki aktivitas
yang lebih rendah (Frank dkk, 1995).
2.3.3.3 Diferensiasi dan transformasi
Diferensiasi sel memainkan peranan penting dalam regulasi ekspresi
gen VEGF. VEGF mRNA meningkat selama perubahan dari 3T3 preadiposit
menjadi adiposit atau selama diferensiasi miogenik dari sel-sel C2C12.
Sebaliknya ekspresi gen VEGF akan menurun atau tertekan selama
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 38/175
38
diferensiasi dari sel-sel pheochromocytoma menjadi nonmalignant neuron-
like cells (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997)
2.3.4
Ekspresi VEGF pada ulkus kaki diabetik
Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF, Fibroblast
Growth Factor (FGF)-2, adalah rendah, karena diabetic fibroblast tidak
mampu meningkatkan produksi VEGF dan FGF-2 pada level normal di dalam
merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF yang abnormal, serta
keadaan hipoksia menimbulkan gangguan proses penyembuhan ulkus, karena
kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa
adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan
deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003). Pada semua ulkus kronis
menunjukkan hipoksia jaringan, bila hipoksia ini terus meningkat, akan terjadi
kegagalan penyembuhan luka. Tekanan oksigen lokal pada ulkus kornis berkisar
setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi fibroblast, deposisi
kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit. Penyembuhan luka normal
melalui beberapa tahapan, memerlukan pengendalian infeksi dan kontaminasi,
perbaikan inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis /
vaskulogenesis, konstriksi luka, dan reepitelialisasi. Ulkus kronis gagal
mengikuti tahapan itu (Velazques, 2007).
Berkaitan dengan perubahan vaskuler sebagai komplikasi DM kronis,
terjadi keadaan paradox yaitu peningkatan angiogenesis pada retinopati
proliferative atau plak atherosclerosis dan penurunan angiogenesis pada penyakit
arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 39/175
39
kurangnya pertumbuhan kolateral pada jantung dan kegagalan dalam
penyembuhan ulkus kaki diabetik. Karena itu memunculkan hipotesis untuk
menerangkan paradox angiogenesis ini bahwa respon terhadap faktor
pertumbuhan (VEGF) terganggu pada DM. Gangguan molekuler ini terletak
didalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun pada reseptor ( signal
transduction defect ) atau pada level reseptor (Waltenberger, 2007).
Adanya perbedaan regulasi VEGF pada jaringan diabetes seperti yang dilaporkan
oleh Chou dkk. (2002), maka Simons (2005) mengusulkan untuk menilai kembali
paradigma angiogenesis, arteriogenesis pada DM seperti terlihat pada Gambar 2.4
berikut :
Gambar 2.3 Skema gangguan signaling pada DM ( Dikutip dari Simons, 2005)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 40/175
40
2.3.5 Peranan VEGF dalam angiogenesis dan vaskulogenesis
Rendahnya level oksigen dan nutrien, membatasi fungsi dan viabilitas
jaringan. Respon alami terhadap keadaan iskemia jaringan adalah meningkatkan
angiogenic growth factor bersama dengan pengadaan dan mobilisasi alemen-
elemen seluler dalam sirkulasi untuk memfasilitasi pertumbuhan pembuluh darah
baru ( neovaskularisasi). Neovaskularisasi merupakan hasil dari beberapa proses
yaitu vaskulogenesis, angiogenesis, dan arteriogenesis. Angiogenesis adalah
sprouting kapiler baru dari kapiler yang sudah ada. Angiogenesis dirangsang
terutama oleh hipoksia jaringan melalui Hypoxia-Inducable Factor (HIF)-1
expression. HIF-1 mengaktivasi transkripsi beberapa gen seperti VEGF, reseptor
VEGF flt-1, neuropilin-1, dan angiopoietin-2 (Ryu, 2008).
Gambar 2.4 Urutan kejadian gangguan angiogenesis pada DM
(Dikutip dari Simons, 2005)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 41/175
41
Gambar 2.5 : Skema mekanisme neovaskularisasi. A.Vaskulogenesis, pertumbuhan
kapiler dari sel-sel endotel progenitor ( EPC ), B. Angiogenesis,
pertumbuhan kapiler baru dari pembuluh darah yang sudah ada,C.Arteriogenesis, pertumbuhan kolateral dengan remodeling dari
kolateral yang sudah ada (Dikutip dari Ryu, 2008).
Istilah angiogenesis diciptakan oleh John er pada tahun 1787 untuk
menjelaskan pertumbuhan pembuluh darah baru. Pada tahun 1971, Judah Folkman
mengajukan suatu hipotesis bahwa pertumbuhan tumor sebagai suatu
ketergantungan angiogenesis (angiogenesis dependent), maka sejak itu penelitian
dan publikasi tentang angiogenesis mulai berkembang. Pertumbuhan suatu
pembuluh darah dari sel-sel endotel yang sedang berdiferensiasi in situ disebut
vaskulogenesis, sedangkan pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh
darah yang sudah ada disebut angiogenesis atau neovaskularisasi. Sel endotel yang
ada dalam lapisan setiap pembuluh darah harus mengalami proliferasi, migrasi,
serta bertahan hidup untuk bisa membentuk pembuluh darah baru, atau dengan
kata lain lingkungan mikro setempat haruslah menyampaikan signal kepada sel
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 42/175
42
endotel untuk bertambah banyak dan menghindari apoptosis. Angiogenesis
merupakan proses yang rumit, bertahap, dan sangat tergantung pada keseimbangan
antara faktor yang merangsang dan faktor yang menghambat. Meskipun banyak
faktor-faktor pertumbuhan yang merangsang angiogenesis seperti tampak pada
Tabel 2.1, VEGF merupakan faktor pertumbuhan yang paling spesifik untuk
endotel pembuluh darah (Gupta dan Zhang, 2005).
Tabel 2.1
Aktivator dan Inhibitor Angiogenesis (Dikutip dari Gupta dan Zhang, 2005).
Aktivator Inhibitor
AngiogeninAngiopoetin-1
AC133Kemokin
Del-1
Β estradiol EphrinFGFαβ FGF
FolistatinHGFId1/Id3
Integrin αVβ3, αVβ5, α5β1
IL-8LeptinMCP-1MMPs
NOSPLGFPDGF-BBPleiotrofin (PTN)
PD-ECGFP1GFProliferinTGF-αβ TNF-α
VE cadherinVEGF
Angiostatin (plasminogen fragment)Anti-angiogenik antithrombin III
Constatin
Cartilage deliver inhibitor (CDI)
CD59 complement fragmentEndostatin (collagen XIII fragment)Fibronectin fragmentFragment of SPARC
HeparinaseHCGIFN-αβγ
Interferon inducable protein (IPO)
IL4, IL12, IL182-metoksiekstradiolMaspinKringle-5 (plasminogen fragmen)
Osteopontin fragmenPlacental ribonuclease ionhibitorPEDFPF4
Prolaktin 16kDa fragmenRetinoidTissue inhibitor metaloprotenase (TIMP)TSP1Vaskulostatin
Neovaskularisasi pada manusia telah diketahui terjadi pada plak
atherosclerosis, retinopati proliferative, dan neoplasia malignan. Pemeriksaan
histokimia pada plak atherosclerosis menunjukkan bahwa VEGF diekspresikan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 43/175
43
oleh sel-sel otot halus dan makrofag didalam intima atherosclerosis. Jumlah sel
dengan VEGF positif, berkorelasi dengan jumlah intima pembuluh darah. Tampak
ekspresi berlebihan dari VEGF seiring dengan adanya proliferasi angiomatoid
pada binatang percobaan setelah diberikan transfer gen VEGF maupun yang
dibuat diabetes. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa VEGF berperan sebagai
regulator lokal dan endogen dari fungsi sel endotel, serta bahwa VEGF
merangsang neovaskularisasi pada kondisi patofisiologis (Nakagawa dkk., 2000)
2.3.6 Mekanisme molekuler dan peran VEGF dalam penyembuhan luka
Galiano dkk. (2004) menduga bahwa berkurangnya produksi VEGF dan
angiogenesis memberi sumbangan terhadap kegagalan penyembuhan ulkus pada
pasien diabetes, sehingga mendorong dilakukannya penelitian apakah pemberian
recombinant human VEGF 165 protein secara topikal mampu memperbaiki
gangguan penyembuhan luka pada tikus diabetes. Hasil penelitianya menunjukkan
peningkatan angka penyembuhan yang bermakna dari luka yang mendapat terapi
VEGF , ditandai dengan early leaky, pembentukan vaskuler diikuti oleh deposisi
jaringan granulasi, peningkatan epitelialisasi, peningkatan deposisi matriks, serta
peningkatan proliferasi seluler. Analisis ekspresi gen dengan real-time reverse
transcriptase-polymerase chain reaction menunjukkan peningkatan bermakna dari
platelet-derived growth factor-B and fibroblast growth factor-2 yang dikaitkan
dengan peningkatan jaringan granulasi di dalam luka. Pemberian topikal VEGF
juga memiliki efek sistemik, dengan ditemukannya peningkatan sejumlah sel-sel
VEGFR2+ /CD11b
− di dalam sirkulasi, sebagai cerminan suatu prekursor endotel.
Sehingga disimpulkan bahwa pemberian VEGF secara topikal dapat memperbaiki
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 44/175
44
penyembuhan luka secara lokal maupun sistemik, dimana secara lokal akan
terjadi peningkatan faktor-faktor pertumbuhan penting dan secara sistemik
meningkatkan angiogenesis dengan mobilisasi sel-sel yang berasal dari sumsum
tulang (mobilizing and recruiting bone marrow-derived cells) termasuk sel-sel
untuk pembentukan vaskuler dan sel-sel untuk perbaikan lingkungan luka dimana
akan terjadi percepatan penyembuhan luka.
Berbagai gangguan fisilogi menyebabkan terjadinya gangguan
penyembuhan pada ulkus kaki diabetik seperti gangguan migrasi sel (Brem dkk.,
1997), gangguan inervasi (Gibran dkk., 2002), dan angiogenesis yang tidak
adekuat (Cho dkk., 2006). Telah diidentifikasi perbedaan matrix
metalloproteinases (MMPs) dan hinbitornya dalam mengontrol proses antara
pembentukan tabung kapiler (morfogenesis) dengan penghentian / regresi tabung
kapiler didalam matrik kolagen, terkait dengan pembentukan dan penghentian /
regresi jaringan granulasi selama penyembuhan luka. Membran metalloproteinase,
MT1-MMP (MMP-14) dibutuhkan untuk pembentukan tabung sel endotel untuk
sprouting dalam matrik kolagen, namun kejadian ini dihambat oleh small
interfering RNA (siRNA) suppression dari MT1-MMP atau oleh tissue inhibitor of
metalloproteinases (TIMPs)-2,-3,-4 tetapi tidak TIMP-1 (Davis dan Saunders.
2006).
VEGF merangsang penyembuhan luka melalui beberapa mekanisme
diantaranya deposisi kolagen, angiogenesis dan epitelialisasi. Dengan merangsang
sel endotel , fase-fase dari kaskade angiogenesis meningkat seperti tampak pada
Gambar 2.6. Dalam praktek klinik, pengaruh mitogenik, kemotaktik, dan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 45/175
45
permeabilitas dari VEGF dapat memiliki potensi untuk membantu merangsang
penyembuhan pada luka kronis pada pasien penyakit arteri oklusif dan diabetes,
sehingga kadar VEGF hendaknya diperiksa sesegera mungkin pada pasien ulkus
kaki diabetik dan ulkus dekubitus (Bao dkk., 2009).
Penyembuhan luka terjadi sebagai suatu respon seluler akan cedera, termasuk
aktivasi keratinosit, fibroblast, sel endotel, makrofag, dan platelet. Beberapa growth
factor dan sitokin dilepaskan oleh sel-sel tersebut untuk koordinasi dan menjaga
penyembuhan luka. VEGF merupakan faktor fisiologis penting di dalam penyembuhan
luka baik pada orang sehat maupun orang DM namun dengan kwalitas respon yang
berbeda (Gambar 2.7).
Gambar 2.6 Diagram peranan VEGF dalam penyembuhan luka.
Dengan merangsang sel endotel , fase-fase dari kaskadeangiogenesis meningkat (dikutip dari Bao dkk., 2009)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 46/175
46
2.3.7. Aplikasi Terapi VEGF
Beberapa uji klinik efektivitas terapi angiogenesis dengan protein VEGF
pada pasien penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifir yang diberikan,
secara intramiokard, intrakoroner, intraarterial, dan perkutan, memberi hasil yang
bervariasi, ada positif dan negatif (Yla-Hertula dkk., 2007). Dalam menilai
efektivitas terapi, dipakai beberapa parameter seperti peningkatan kolateral,
perbaikan fungsi global dan regional jantung, percepatan penyembuhan ulkus,
angka amputasi, dan toleransi terhadap latihan (Banai, 1994 ;Takeshita dkk.,
1994a, 1994b ; Pearlman, 1995 ; Takeshita dkk., 1996 ; Harada, 1996 ; Isner dkk.,
1996 ; Yla-Herttuala dkk ; Brem dkk., 2009 ).
2.3.7
Pengukuran kadar VEGF
Pengukuran kadar VEGF dapat dilakukan pada spesimen jaringan, plasma,
ataupun serum dengan metoda Enzyme-Linked ImmunoSorbant Assay ( ELISA )
Gambar 2.7 Mekanisme penyembuhan luka pada orang sehat dan orang diabetes
(dikutip dari Brem H. dan Tomic-Canic M., 2007)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 47/175
47
(R&D System, Minneapollis, USA). Rivard dkk. (1999), melakukan pengukuran
kadar VEGF didalam jaringan iskemik pada tikus diabetes yang mengalami
pengurangan neovaskularisasi akibat rendahnya kadar VEGF dengan analisa
Northern blot, Western blot , dan immunohistokimia.
2.4 Penyembuhan Luka
2.4.1 Penyembuhan luka normal
Fisiologi respon seluler terhadap cedera jaringan kulit pada keadaan normal,
berlangsung melalui rangkaian fase-fase waktu dan ruang, sehingga integritas
anatomi dan fungsional dari jaringan kembali secara normal. Adapun fase-fase
penyembuhan luka pada kondisi normal meliputi fase akut (hemostasis, inflamasi),
fase proliferatif (garanulasi, epitelialisasi), dan fase remodeling (Lobmann dkk.,
2005 ; Gabriel dkk., 2009).
Pada orang dewasa, penyembuhan luka yang optimal meliputi beberapa
peristiwa sebagai berikut yaitu ( Guo dan DiPietro, 2010).
1. Hemostasis yang cepat
2. Inflamasi yang tepat
3. Diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel-sel mesensimal ke tempat luka
4. Angiogenesis
5. Re-epitelialisasi ( pertumbuhan kembali jaringan epitel diatas permukaan luka )
6.
Sintesis, cross-linking, dan alignment dari pada kolagen untuk memberi
kekuatan terhadap jaringan yang sembuh
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 48/175
48
Fase hemostasis
Fase pertama dari hemostasis dimulai segera setelah terjadi luka, dengan kontriksi
vaskuler dan pembentukan bekuan fibrin (fibrin clot). Bekuan dan jaringan di sekitar
luka melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors seperti transforming
growth factor (TGF)- β, platelet -derived growth factor (PDGF), fibroblast growth
factor (FGF), dan epidermal growth factor (EGF). Begitu perdarahan bisa
dikontrol, sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam luka (kemotaksis) dan memicu fase
inflamasi.
Fase inflamasi
Ditandai oleh infiltrasi secara berurutan dari neutrofil, makrofag, dan limfosit.
Fungsi neutrofil adalah membersihkan mikroba serta debris seluler di dalam luka,
meskipun sel ini memproduksi substansi seperti protease dan reactive oxygen
species (ROS), yang dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Makrofag mempunyai
peranan penting di dalam penyembuhan luka. Pada luka awal, makrofag melepaskan
sitokin yang memicu respon inflamasi dengan cara menarik dan mengaktifkan
leukosit. Makrofag juga bertanggung jawab untuk mendorong dan menghilangkan
sel-sel apoptosis (termasuk neutrofil), dengan demikian merupakan cara resolusi
terhadap inflamasi. Sel sel apoptosis melakukan transisi fenotif untuk memperbaiki
keadaan yang merangsang keratinosit, fibroblas, dan angiogenesis untuk mendorong
regenerasi jaringan. Dengan cara ini, makrofag mendorong transisi kearah fase
proliferasi dari fase penyembuhan. Limfosit T migrasi ke dalam luka mengikuti sel-
sel inflamasi dan makrofag, dan mengalami puncaknya selama fase proliferatif
lanjut / remodeling awal. Peranan limfosit T tidak diketahui secara jelas. Beberapa
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 49/175
49
penelitian menduga bahwa terlambatnya infiltrasi sel T yang diikuti dengan
penurunan konsentrasi sel T di dalam luka diikuti dengan gangguan penyembuhan
luka, sementara yang lain melaporkan bahwa sel sel CD4+ (sel sel T helper )
memiliki peranan positif di dalam penyembuhan luka, sedangkan sel sel CD 8+ ( sel
sel T supresor-sitotoksik) memiliki peranan menghambat penyembuhan luka. Yang
menarik pada penelitian terakhir ini, pada tikus percobaan dimana kedua sel sel T
dan sel B adalah rendah, menunjukkan bahwa pembentukan scar berkurang.
Ditambahkan pula, sel sel T gamma-delta mengatur banyak aspek penyembuhan
luka, termasuk mempertahankan integritas jaringan, melawan kuman patogen, dan
mengatur inflamasi. Sel sel ini disebut juga dendritic epidermal T-cells (DETC),
karena meiliki morfologi dentritik yang unik. DETC diaktifkan oleh stres,
kerusakan, atau keratinosit, dan memproduksi fibroblast growth factor 7 (FGF-7),
keratinocyte growth factors, dan insulin-like growth factor-1, untuk membantu
proliferasi keratinosit dan kelangsungan hidup sel. DETC juga mendorong kemokin
dan sitokin yang berperan dalam memulai dan mengatur respon inflamasi selama
penyembuhan luka. Keseimbangan antara DETC dan keratinosit membantu mejaga
kulit normal dan penyembuhan luka. Kekurangan DETC menunjukkan
keterlambatan penyembuhan luka dan penurunan proliferasi keratinosit pada luka.
Fase proliferasi
Umumnya mengikuti dan tumpang tindih dengan fase inflamasi, ditandai oleh
proliferasi epitel dan migrasi diatas matrik di dalam luka (re-epitelialisasi). Di dalam
dermis, fibroblas dan sel sel endotel tampak lebih menonjol dan menopang
pertumbuhan kapiler, pembentukan kolagen, dan pembentukan jaringan granulasi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 50/175
50
Di dalam dasar luka, fibroblas memproduksi kolagen dan juga glikoaminoglikan
serta proteoglikan, yang merupakan komponen utama dari matrik ekstraseluler.
Fase remodeling
Setelah proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler, penyembuhan luka memasuki
fase remodeling. Dalam fase ini terjadi regresi kapiler sehingga densitas vaskuler
dari luka kembali normal. Yang paling kritis dalam fase remodeling adalah
remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai arsitektur jaringan normal. Luka
juga melakukan kontraksi yang di mediasi oleh contractile fibroblasts
(myofibroblasts) yang ada di dalam luka. Peranan stem sel di dalam penyembuhan
luka dan regenerasi jaringan, dengan fokus pada stem sel dewasa seperti epidermal
stem cells dan bone-marrow (BM)-derived cells (BMDCs). Epidermal stem cells
yang berada di folikel rambaut dan bagian basal lapisan epidermis, mengangkat
keratinosit untuk migrasi ke dalam luka. Dua stem sel utama yang berada di dalam
sumsum tulang adalah hematopoietic SC (HSC) and mesenchymal SC (MSC). BM-
MSCs mampu untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel seperti adiposit,
osteoblas, kondrosit, fibroblat, dan keratinosit. Endothelial progenitor cells (EPCs)
berasal dari HSC merupakan sel kunci dalam neovaskularisasi. EPC dan BM-MSC ,
keduanya terlibat di dalam proses penyembuhan luka. Wound-induced hypoxia,
merupakan trigger untuk mobilisasi EPC ke dalam sirkulasi, yang berperan jelas di
dalam proses neovaskularisasi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 51/175
51
Tabel. 2.2 Proses penyembuhan luka normal (Dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010).
Fase Kejadian seluler dan Bio-fisiologi
Hemostasis 1. Konstriksi vaskuler
2. Agregasi platelet, degranulasi, dan pembentukan fibrin (trombus)
Inflamasi
3. Infiltrasi neutrofil
4. Infiltrasi monosit dan diferensiasike makrofag lymphocyte
infiltration
5. Infiltrasi limfosit
Proliferasi6. re-epitelialisasi
7. Angiogenesis8. Sintesis kolagen
9. Pembentukan ekstraseluler matrik
Remodeling 10. Remodeling kolagen11. Maturasi dan regresi vaskuler
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka. Secara umum faktor-
faktor tersebut dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu lokal dan sistemik. Faktor
lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi karakteristik luka itu sendiri,
sedangkan faktor sistemik adalah keadaan penyakit atau kesehatan dari individu yang
mempengaruhi kemampuan untuk sembuh seperti terlihat pada Tabel 2.3. Beberapa dari
faktor-faktor ini adalah berkaitan, dan faktor-faktor sistemik bekerja melalui efek lokal.
Beberapa kondisi dan penyakit seperti sepsis, trauma, penyakit hati menahun,
sindroma nefrotik, luka bakar, luka terbuka menahun, dapat mengganggu penyembuhan
luka, karena terjadi penurunan kadar protein tubuh. Protein memiliki peran penting
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 52/175
52
dalam penyembuhan luka melalui pembentukan kolagen. Penurunan kadar protein dapat
dihitung dengan mengukur berbagai marker penyimpanan protein seperti albumin,
prealbumin, transferin, dan insulin growth factor I. Namun pemeriksaan marker ini
terbatas untuk mencerminkan status nutrisi pasien terkini, sebagai contoh albumin
memiliki waktu paruh 3 minggu, dan malnutrisi protein dapat terjadi sebelum terjadi
penurunan serum albumin. Konsekuensi dari penurunan protein terhadap penyembuhan
luka adalah terjadi penurunan angiogenesis dan proliferasi fibroblas (Burns dkk., 2003).
Obesitas berpengaruh terhadap penyembuhan luka, terbukti pada percobaan
binatang dimana obesitas disertai dengan gangguan struktur dan fungsi kolagen,
gangguan deposisi kolagen, serta gangguan penyembuhan luka, hal ini diduga akibat
dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak (Yosipovitch dkk., 2007) . Menurut
World Health Organization (WHO) , definisi obesitas dan kelebihan berat badan
(overweight) adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan yang
dapat mengganggu kesehatan seseorang. Dikatakan obesitas apabila body mass index
(BMI) ≥ 30 kg/m2
, sedangkan kelebihan berat badan, bila BMI ≥ 25 kg/m2. Pada tikus
percobaan yang obesitas, resistensi terhadap skar aponeurosis lebih rendah
dibandingkan kontrol, sedangkan intensitas reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak
berbeda (Biondo-Simoes dkk., 2010).
Obat - obat kemoterapi menyebabkan terlambatnya proses penyembuhan luka,
karena fase inflamasi penyembuhan luka melemah, sehingga infiltrasi seluler dan
deposisi fibrin menurun ditambah lagi dengan gangguan sintesa protein, produksi
DNA/RNA, osmosis sel terutama sel fibroblas. Sedangkan pemberian steroid
(glukokortikoid) sistemik menganggu penyembuhan luka, dengan secara langsung
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 53/175
53
melemahkan respon seluler, sehingga terjadi gangguan proliferasi fibroblas, sintesa
kolagen, pembentukan jaringan granulasi, matriks ekstraseluler, dan epitelialisasi (Burns
dkk., 2003).
Tabel 2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
(dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010)
Faktor lokal Faktor sitemik
OksigenasiInfeksi
Benda asingInsufisiensi vena
Usia dan jenis kelaminHormon seks
StressIskemiaPenyakit : DM, keloid, fibrosis, kelainan
penyembuhan herediter, penyakit hati
jaundice , uremia
ObesitasObat-obatan : steroid glukokortikoid, anti
inflamasi non steroid, kemoterapi
Alkohol dan merokokKeadaan-keadaan gangguan imunologi :
kanker, radioterapi, AIDS
Nutrisi
2.4.2 Patobiologi penyembuhan luka diabetes
Proses penyembuhan luka dikoordinasi oleh struktur yang kompleks dan
dinamis pada luka meliputi berbagai sel (trombosit atau platelet, neutrofil granulosit,
makrofag, fibroblas, keratinosit), sitokin dan growth factor , serta protease ( matrix
metaloprotease / MMP , plasmin, dan elastase). Berbeda dengan luka normal, pada
luka diabetes, terdapat gangguan dari fungsi sel, dan ketidakseimbangan dari
protease, sitokin, dan growth factor. Reaksi inflamasi pada luka diabetes tampak
memanjang, merangsang peningkatan intensitas respon protease. Reaksi inflamasi ini
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 54/175
54
disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma berulang akibat pasien sudah
kehilangan rasa sakit. Endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel
detritus mempertahankan inflamasi ini, terbukti dengan adanya granulosit neutrofil
dalam jumlah besar didalam luka. Granulosit neutrofil juga mensekresi sitokin
proinflamasi terutama TNF-α dan IL-1β . Kedua sitokin ini mampu secara langsung
merangsang sintesa MMP . Dengan tingginya protease didalam luka, menyebabkan
degradasi matrik protein dan growth factor yang merupakan faktor penting dalam
proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak
terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005). Disamping itu TNF-α menekan tissue growth
factor- β (TGF - β) menginduksi miofibroblas mengalami proliferasi untuk menbentuk
protein-protein penting dalam reorganisasi matrik ekstraseluler seperti α-smooth
muscle actin ( α-SMA), kolagen tipe 1A, and fibronektin, sehingga berimplikasi pada
gangguan penyembuhan luka (Goldberg, 2007).
Usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α dengan pemberian anti
TNF-α secara sistemik pada luka diabetes dari binatang percobaan yang terbukti
mempercepat penutupan luka. Penutupan luka tersebut, paralel dengan melemahnya
inflamasi didalam luka secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit
dalam sirkulasi, dan pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini
merupakan bukti kuat, bahwa anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas
makrofag dalam luka kronis yang mengalami gangguan penyembuhan. Dengan kata
lain bahwa kegagalan penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang
mengekspresikan TNF-α (Goren dkk, 2007).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 55/175
55
Gambar.2.8 Patofisiologi molekuler ulkus kaki diabetik (Dikutip dari Lobmann dkk,2005).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 56/175
56
2.5 Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan didalam kompartemen yang mengganggu aliran darah dari kompartemen
tersebut, menyebabkan ganngguan fungsi dari kaki, dan bahkan kematian sel (Lee
dkk., 1995 ; Pamoukian, 2000). Mengetahui dengan tepat suatu sindrom
kompartemen adalah sangat dibutuhkan untuk memperoleh hasil terapi yang
optimal (Moed dan Thorderson, 1993).
Dalam literatur tidak banyak laporan mengenai kasus sindroma
kompartemen yang terjadi pada pasien diabetes. Pamoukian (2000), dalam review
literatur menemukan 3 kasus sindroma kompartemen idiopatik, dan 1 kasus dari
pengalamnnya sendiri. Mikhnevych dkk. (2001), melaporkan 35 pasien ulkus kaki
diabetik mengalami sindroma kompartemen sebagai komplikasi dari infeksi dengan
pus purulen dan jaringan nekrosis. Infeksi pada kaki diabetes biasanya terdapat pada
seluruh kompartemen dan dapat meluas ke kompartemen disekitarnya. Dengan
disertainya infeksi dan peningkatan tekanan kompartemen pada kaki diabetes
membuat penanganannya menjadi sangat menantang (Lee dkk., 1995).
Lower dan Kenzora (1994), melakukan pengukuran empat kompartemen
kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat dan kaki pasien normal, ditemukan
bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi
daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna ( 7,8 mmHg ,
SD 2,55 pada kaki normal, dibanding 9,4 mmHg, SD 4,08 pada kaki diabetes).
Terdapat perbedaan bermakna pada kompartemen interoseus ( 6,4 mmHg, SD 2,72
pada kaki normal vs 9,3 mmHg, SD 4,75 pada kaki diabetes) dan kompartemen
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 57/175
57
sentral ( 5,7 mmHg, SD 2,89 pada kaki normal vs 8,9 mmHg, SD 5,0 pada kaki
diabetes).
2.5.1
Permeabelitas vaskuler pada diabetes
DM meningkatkan resiko komplikasi vaskuler, dimana pada fase awal
ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, dan pada fase lanjut bisa disertai
mikroalbuminuria. Meskipun patofiologi dari peningkatan permeabilitas vaskuler ini
sepenuhnya belum dimengerti, namun diduga hiperglikemia dipandang sebagai faktor
penyebabnya (Brownlee, 2001). Penelitian terkini menunjukkan bahwa pada
hiperglikemia akut ditemukan gangguan berat dari glikokalik endotel yaitu suatu
lapisan yang mengandung proteoglikan dengan glikosaminoglikan (GAG), yang
melindungi lapisan endotel dari kontak langsung dengan elemen-elemen darah,
akibatnya terjadi disfungsi vaskuler dan aktivasi system koagulasi berupa
peningkatan adesi leukosit dan trombosit. Sedangkan pada hiperglikemia kronik,
terdapat penurunan jumlah glikokalik sebanyak 50% (Nieuwdorp, 2000). Dengan
suplemen glikokalik (sulodexide), terbukti bisa memperbaiki kerusakan glikokalik
melalui peningkatan N-asetil glukosamin yang meningkatkan sintesa GAG dan
pengurangan katabolisme GAG (Broekhuizen, 2010). Hal lain yang berpengaruh
terhadap permeabelitas vaskuler adalah hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari
disfungsi saraf sensorik-motorik pada pasien diabetik neuropati, dan tampaknya ini
dipandang sebagai penentu utama dari peningkatan permeabilitas kapiler (Lefrandt,
2003). Peranan VEGF , suatu angiogenik growth factor yang memiliki pengaruh
terhadap permeabilitas endotel , molekul ini telah diidentifikasi sebagai regulator
potensial dari kebocoran maupun perbaikan vaskuler (Kosmidou, 2008).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 58/175
58
2.5.2 Anatomi kompartemen kaki
Tidak ada konsensus mengenai jumlah kompartemen pada kaki (Frink dkk.,
2010). Pada akhir tahun 1920 ada 3 kompartemen (medial, lateral, superficial) yang
dijelaskan, ini diperkuat oleh Kamel dan Sakla pada tahun 1961, namun kemudian
Myerson mengidentifikasi 4 kompartemen, yang lain 5 kompartemen (interossei dan
aduktor), serta 9 kompartemen ditemukan pada cadaver (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink
dkk., 2010). Penelitian terakhir pada cadaver menyebutkan bahwa tidak dapat
diidentifikasi perbedaan kompartemen pada kaki depan , dan disimpulkan bahwa
fasiotomi pada kompartemen kaki belakang melalui modifikasi insisi medial dapat
memberikan dekompresi kaki secara memadai (Frink dkk., 2010).
Tabel 2.4 Kompartemen Kaki ( Dikutip dari Frink dkk., 2010)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 59/175
59
Anatomi kaki pada beberapa potongan melintang melalui kaki depan dan kaki belakang
seperti terlihat pada Gambar 2.9, Gambar 2.10, dan Gambar 2.11 (Frink dkk., 2010).
Gambar 2.9 Anatomi penampang melintang dari kaki depan. Pendekatan dorsal
menggunakan 1 atau 2 insisi longitudinal, memungkinkan akses kepada
kompartemen interoseus dan aduktor MT = metatarsal; M = medial
compartment; A = adductor compartment; S = superficial
compartment; L = lateral compartment.
Gambar 2.10 Anatomi penampang melintang kaki depan. Kompartemen
dicapai melalui pendekatan medialplantar. MT = metatarsal;
M = medial compartment; A = adductor compartment;
S = superficial compartment; L = lateral compartment.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 60/175
60
2.5.3 Patofisiologi sindroma kompartemen
Sindroma kompartemen akut disebabkan baik oleh karena perdarahan dan
edema atau berkurangnya ruang kompartemen. Penyebab tersering adalah
perdarahan setelah cedera vaskuler atau fraktur. Penyebab yang lain yaitu edema, ini
berkembang setelah adanya suatu peningkatan permeabelitas kapiler yang juga dapat
disebabkan oleh suatu pengurangan oksigen akibat perdarahan. Edema meningkatkan
barier perfusi mengakibatkan hipoksia dan asidosis, kemudian hipoksia dan asidosis
itu sendiri kembali mengakibatkan peningkatan permeabelitas kapiler dan
ekstravasasi cairan. Karena ruang miofasial tidak elastis dan terbatas untuk
menampung perluasan edema, akibatnya tekanan intrakompartemen menjadi
Gambar 2.11 Anatomi penampang melintang pada kaki belakang.
Pendekatan medial plantar memberi akses kepada kompartemen kalkanealmenggunakan 1 atau 2 insisi . M = medial compartment ;
C = calcaneal compartment ; S = superficial compartment ;
L = lateral compartment .
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 61/175
61
meningkat, menyebabkan berkurangnya perbedaan tekanan transmural (transmural
pressure gradient) antara mikrosirkulasi dan interstitial, hal ini mengakibatkan
iskemia jaringan bahkan kematian sel (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010).
2.5.4 Pengukuran tekanan kompartemen
Dikenal 3 tehnik pengukuran tekanan kompartemen yaitu tehnik jarum
sederhana, tehnik menggunakan kateter slit, dan tehnik menggunakan jarum side-
ported. Tidak ada perbedaan bermakna antara tehnik kateter slit dengan jarum side-
ported (Moed dan Thorderson, 1993 ; Wilson,1997) sedangkan tehnik jarum
sederhana, nilai pengukuran lebih tinggi secara konsisten dibanding dengan 2 tehnik
lainnya. Untuk mendapat nilai pengukuran yang akurat dapat digunakan kateter slit
atau jarum side-ported (Moed dan Thorderson, 1993). Untuk membaca besarnya
tekanan kompartemen, arteri line manometer adalah paling akurat, dibandingkan
dengan Stryker Intracompartmental Pressure Monitor System maupun Whitesides
apparatus (Boody dan Wongworawat (2005).
Tehnik dengan jarum sederhana.
Menggunakan jarum 18 G yang dihubungkan pada manometer merkuri
Tehnik dengan kateter slit
Tehnik ini menggunakan kateter slit (Stryker, Kalamazoo, Michigan) yaitu suatu
kateter polietilen dengan diameter luar 1,6 milimeter. Kateter yang berisi jarum
didalamnya dimasukkan kedalam intrakompartemen dengan kemiringan 45 derajat
dari permukaan kompartemen. Setelah itu jarum dilepas sedangkan ujung kateter
tetap berada didalam kompartemen. Kateter dihubungkan dengan manometer digital
untuk membaca nilai tekanan intrakompartemen.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 62/175
62
Tehnik dengan jarum side-ported
Tehnik ini menggunakan jarum side-ported (Stryker) 18 G dengan 1,5 milimeter
port, jarum dimasukkan kedalam kompartemen dengan arah tegak lurus dari
permukaan kompartemen. Ujung kateter dihubungkan dengan manometer digital
yang sudah dikalibrasi untuk membaca nilai tekanan intrakompartemen.
2.5.5 Diagnosis sindroma kompartemen
Ada 4 gejala utama yang manifes dari sindroma kompartemen yaitu
nyeri, parestesi, parese, dan nyeri saat peregangan pasif atau dorsofleksi kaki (4 P),
ditambah lemahnya pulsasi arteri dan pucat. Nyeri merupakan tanda klinis paling
awal, paling sensitive, tetapi tidak spesifik. Nyeri saat dorsofleksi pasif kaki,
memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediktif yang sebanding. Penurunan
sensoris dengan ketidakmampuan membedakan 2 titik rasa, lebih dapat dipercaya
daripada tes jarum ( pinprick ). Pengukuran invasif tekanan intrakompartemen
merupakan cara diagnostik yang cepat dan aman dalam diagnosa sindroma
kompartemen. Pada keadaan normal, tekanan kompartemen adalah < 8 mmHg
(Fulkerson dkk., 2003 ; Lower dan Kenzora, 1994).
Batas ambang tekanan kompartemen yang harus dilakukan fasiotomi
masih menjadi perdebatan. Beberapa penulis memakai nilai absolut 30 mmHg, yang
lain 30 mmHg dibawah MAP (mean Arterial Pressure) atau 10-30 mmHg dibawah
tekanan darah diastolik. Pencatatan perkembangan klinis adalah sangat penting,
karena dengan pemeriksaan serial akan dapat dibandingkan perkembangannya
untuk dijadikan pedoman melakukan fasiotomi (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk.,
2010).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 63/175
63
2.5.6 Fasiotomi
Kompartemen sindrom pada ulkus kaki diabetik jarang dikenal, tetapi
kewaspadaan akan hal ini dianjurkan bagi para dokter yang menangani pasien kaki
diabetes. Fasiotomi dapat memperbaiki pengendalian infeksi serta penyembuhan
luka pada ulkus kaki diabetik (Lee, 1995). Fasiotomi harus segera dilakukan begitu
diagnosa sindroma kompartemen ditegakkan, semakin awal, semakin sedikit
sequelae akan berkembang. Tujuan dari fasiotomi adalah mengurangi perbedaan
tekanan transmural (transmural pressure gradient ) antara mikrosirkulasi dan
interstitial, sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan
iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink
dkk., 2010). Pada semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, sehingga
terjadi gangguan replikasi fibroblas, deposisi kolagen, angiogenesis, dan leukosit
(Velazques, 2007), disamping itu diabetic fibroblast tidak mampu meningkatkan
produksi VEGF dalam merespon hipoksia (Lerman, 2003). Fasiotomi pada ulkus
kaki diabetik dipandang mampu memperbaiki mikrosirkulasi, merangsang
pelepasan sel endotel progenitor atau stem sel dari sumsum tulang, merangsang
replikasi fibroblas untuk meningkatkan VEGF , selanjutnya proses angiogenesis dan
perbaikan area ulkus dapat ditingkatkan.
Ada beberapa pendekatan insisi fasiotomi, sesuai dengan kompartemen yang
terkena (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010).
Pendekatan Plantar.
Pada kasus sindroma kompartemen kalkaneal. Pendekatan ini dimulai
dengan insisi mengikuti permukaan plantar dari metatarsal pertama, sehingga
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 64/175
64
kompartemen medial terlihat, lalu dibelah secara longitudinal. Abductor hallucis
diretraksi untuk mencapai kompartemen lain.
Pendekatan Dorsal.
Untuk sindroma kompartemen interoseus. Pendekatan ini dapat
dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal kedua dan metatarsal
keempat, dengan cara ini memungkinkan untuk mencapai semua kompartemen. Jika
2 insisi dorsal ini dikerjakan, dianjurkan melakukan insisi medial disebelah medial
dari metatarsal kedua dan insisi lateral disebelah lateral dari metatarsal keempat.
Untuk mengurangi resiko skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar
perfusi tidak terganggu. Fasia dorsal dari setiap kompartemen interoseus dibuka
secara longitudinal. Pada kompartemen interoseus pertama, otot dibebaskan dari
fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor
menjadi kelihatan,
Pendekatan Medial Plantar.
Insisi medial dimulai dari origo abductor hallucis ( sekitar 3 cm diatas
permukaan plantar dan 4 cm dari posterior tumit), diperluas paralel ke permukaan
plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu dibelah sejajar
dengan insisi kulit. Setelah membelah kompartemen medial, otot abductor hallucis
dilepaskan dari fasianya dan diretraksi ke superior, terlihat fasia putih dari
kompartemen kalkaneal lalu fasia dibelah longitudinal. Setelah itu kompartemen
superficial diidentifikasi disebelah lateral dari kompartemen medial, insisi
longitudinal dikerjakan pada fasia kompartemen ini. Flexor digitorum brevis
diretraksi ke inferior, fasia medial dari kompartemen lateral dapat diidentifikasi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 65/175
65
Dekompresi dari kompartemen ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti
minimi terlihat. Semua luka dibiarkan terbuka.
Pendekatan Lateral.
Insisi dimulai pada maleolus lateral dan diperluas ke forefoot antara
metatarsal keempat dan kelima.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 66/175
66
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan dan kajian pustaka yang telah
disajikan, selanjutnya dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut :
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik bersumber pada empat hal yaitu
gangguan fungsi sel-sel imun, respon inflamasi yang tidak efektif, gangguan fungsi
sel endotel, dan gangguan neovaskularisasi. Meskipun berbagai konsep penanganan
telah dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus kaki diabetik, sampai
saat ini pendekatan baru dengan memperhatikan gangguan vaskuler belum banyak
dilakukan.
Pada diabetes yang disertai ulkus kaki diabetik, ulkus bersifat kronis dengan
suasana lingkungan ulkus adalah proinflamasi sehingga kadar TNF-α meningkat.
Bila terjadi infeksi maka perluasan infeksi melalui kompartemen kaki, kompartemen
interoseus memegang peranan penting dalam perluasan infeksi dan perkembangan
iskemia. Diabetes sendiri meningkatkan risiko komplikasi vaskuler berupa PAD,
neuropati perifir, serta peningkatan permeabelitas vaskuler yang berlangsung sejak
awal sampai fase lanjut penyakit, menimbulkan peningkatan kompartemen yang
memicu hipoksia jaringan. Peningkatan permeabelitas vaskuler juga berkaitan
dengan hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari disfungsi saraf sensorik-
motorik pada pasien diabetik neuropati. Diabetic fibroblast gagal memproduksi
VEGF di dalam merespon hipoksia. Peningkatan TNF-α merangsang sintesis MMP,
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 67/175
67
menyebabkan degradasi matrik protein dan VEGF , sedangkan diabetic fibroblast
sendiri gagal memproduksi VEGF di dalam merespon hipoksia, akibatnya kadar
VEGF di dalam plasma dan jaringan semakin menurun, dan proses neovaskularisasi
menjadi terganggu sehingga ulkus menjadi sulit sembuh.
Debridemen merupakan langkah vital dan esensial sebagai usaha mengubah
lingkungan cytokine milieu ulkus, akibatnya terjadi penurunan kadar TNF-α.
Debridement juga menciptakan luka dan perdarahan baru yang dapat merangsang
pelepasan VEGF . Sementara fasiotomi bertujuan disamping dapat memperbaiki
pengendalian infeksi, fasiotomi juga bertujuan untuk mengurangi perbedaan tekanan
transmural (transmural pressure gradient ) antara mikrosirkulasi dan interstitial,
sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan iskemia
jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah. Setelah fasiotomi, hipoksia jaringan
berangsur angsur pulih kembali menjadi normoksia bahkan mungkin hiperoksia.
Hiperoksia merangsang pelepasan sel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang,
merangsang pelepasan VEGF , dan bersamaan dengan lingkungan sitokin yang sudah
membaik akibat debridemen, maka proses angiogenesis dan vaskulogenesis
menjadi lebih optimal, sehingga tercapai perbaikan klinis ulkus. Skema kerangka
bepikir dijabarkan seperti Gambar 3.1.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 68/175
68
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
↓ VEGF plasma
↓ ↓ TNF-α Plasma
↑ ↑ VEGF plasma
Umur,
Jenis kelamin,
Derajat ulkusJenis ulkus
HbA1cLama DMGlukosa plasma ↑ ↑ Perbaikan klinis
Perbaikan lingkungan ulkus(cytokine milleau),Perdarahan baru,
↓ Tekanan kompartemen
Perbaikan mikrosirkulasi
DEBRIDEMEN DAN FASIOTOMI
Umur
Jenis kelamin
Derajat ulkusJenis ulkus
HbA1cLama DMGlukosa plasma
↑ TNF-α plasma
Hipoksia jaringan
Lingkungan
proinflamasi
Diabetes dengan Ulkus kaki diabetik
Peningkatan tekanan kompartemen
Perluasan
infeksi ke
kompartemen
Peningkatan
permeabelitas
vaskuler
Neuropati
perifir PAD
DEBRIDEMEN
Perbaikan lingkungan ulkus(cytokine milleau),Perdarahan baru,
Tekanan kompartemen tetap ↑
Tetap hipoksia
↓ TNF-α Plasma
↑ VEGF plasma
↑ Perbaikan klinis
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 69/175
69
3.2 Kerangka Konsep
Dari kerangka berfikir tersebut di atas, selanjutnya dibuat kerangka konsep
penelitian untuk merumuskan hipotesis. Kerangka konsep tersebut adalah
sebagaimana tercantum pada Gambar 3.2
V. Bebas V. Kendali V. Tergantung
Gambar 3.2
Kerangka Konsep
↓↓ TNF-α plasma↑↑ VEGF plasma
↑↑ Perbaikan klinis
Lingkungan proinflamasi dan
hipoksia jaringan ulkus kaki diabetik
↓ TNF-α plasma↑ VEGF plasma
↑ Perbaikan klinis ulkus
Umur,
Jenis kelamin, HbA1c,
Jenis ulkus
Derajat ulkus,Lama DM,
PAD,
Tek. KompartemenGlukosa plasma
Umur,
Jenis kelamin, HbA1c,
Jenis ulkus
Derajat ulkus,Lama DM,
PAD,
Tek. KompartemenGlukosa plasma
Debridemen tanpa FasiotomiDebridemen dengan Fasiotomi
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 70/175
70
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas,
maka dapatlah dikemukakan rumusan hipotesis sebagai berikut :
1. Penurunan kadar TNF-α plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca
debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;
2. Peningkatan kadar VEGF plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca
debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;
3. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai LUMT ) pasca debridemen
dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 71/175
71
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (clinical trial)
menggunakan rancangan randomized pretest-posttest control group design ( Pocock,
2008 ; Saepudin, 2011) yang bagannya disajikan pada Gambar 4.1. Pada penelitian
ini dicari perbedaan kadar TNF-α di dalam plasma, maupun perbedaan kadar VEGF
di dalam plasma antara sebelum dan 1 minggu sesudah debridemen dengan atau
tanpa fasiotomi. Selanjutnya dilakukan monitoring terhadap perbaikan klinis ulkus
menggunakan instrumen Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT) yang diadopsi dari
Woodbury, dkk. (2004) pada setiap minggu sampai dengan 4 minggu posttest .
Keterangan : P = Populasi, S = Sampel, RA = Random Alokasi, O1 =
pengamatan sebelum perlakuan debridemen tanpa fasiotomi, K = Kontrol(debridemen tanpa fasiotomi), O2 = pengamatan setelah perlakuan debridemen
tanpa fasiotomi, O3 = pengamatan sebelum perlakuan debridemen dengan
fasiotomi, PL = Perlakuan (debridemen dengan fasiotomi), O4 = pengamatansetelah perlakuan debridemen dengan fasiotomi.
P RA
PL
K
S
Gambar 4.1Bagan Rancangan Penelitian Pretest dan Posttest Control Group Design
(Pocock, 2008 ; Saepudin, 2011)
O1 O2
O3 O4
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 72/175
72
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di unit Bedah Toraks Kardiovaskuler Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. Pemeriksaan kadar TNF-α dan VEGF plasma
dilakukan di UPT. Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Sejak protokol
penelitian sampai selesai penelitian memerlukan waktu selama 4 minggu.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi sampel
Populasi target adalah semua pasien DM tipe-2 yang menjalani operasi oleh
karena ulkus kaki diabetik. Populasi terjangkau adalah semua pasien DM tipe-2 yang
menjalani operasi oleh karena ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
4.3.2 Sampel penelitian
Sampel (intended sample) adalah subyek yang dipilih dengan tehnik
berurutan (consecutive sampling) dari populasi terjangkau, setelah memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subjects)
adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta dalam penelitian dengan mengisi
informed consent (Pocock, 2008 ; Saepudin, 2011)
4.3.3 Kriteria inklusi
Pasien DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik, , derajat ulkus Wagner II, III,
dan IV, bersedia menjalani operasi debridemen dengan fasiotomi atau debridemen
tanpa fasiotomi ditandai dengan kesediaan untuk mengisi informed consent, kadar
glukosa plasma sebelum operasi terkontrol. Batasan yang dipakai dalam kriteria
inklusi sampel adalah sebagai berikut :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 73/175
73
1. Ulkus kaki diabetik : adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full
thickness) dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti oleh
invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, pada bagian distal
tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk.,
1999).
2. Kriteria diagnosis DM dan DM tipe 2 sesuai dengan American Diabetes
Association 2012 yaitu : DM tipe 2 adalah individu yang memiliki resistensi
terhadap insulin disertai dengan defisiensi insulin relatif atau gangguan sekresi
insulin disertai dengan resistensi insulin.
Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala-gejala diabetes seperti poliuri, polidipsi, dan kehilangan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan, ditambah dengan konsentrasi gula darah sewaktu
≥200 mg/dl (11.1 mmol/l), atau
2.
Konsentrasi gula darah puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Pengertian puasa
disini adalah tidak ada pasokan kalori paling sedikit 8 jam, atau
3. HbA1C ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini hendaknya dikerjakan pada laboratorium
yang menggunakan metoda yang sudah disertifikasi melalui program
standarisasi glikohemoglobin Nasional (Glycohemoglobin Standardization
Program (NGSP) atau standar nilai (assay) dari Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT), Atau
4. Konsentrasi gula darah 2 jam postprandial ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 74/175
74
3. Kadar glukosa plasma terkontrol adalah kadar glukosa plasma preprandial 70-
130 mg / dl, kadar glukosa 2 jam postprandial < 180 mg / dl ( Standard Medical
Care of Diabetes ADA, 2011 )
4. Derajat ulkus kaki diabetik Wagner sesuai dengan klasifikasi Wagner (Oyibo
dkk., 2001) yaitu :
Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi
Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,
belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
osteomielitis, abses atau selulitis.
Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.
Grade V Gangren seluruh kaki.
4.3.4 Kriteria ekslusi
Pasien yang sejak awal direncanakan amputasi major (Below Knee / Above
Knee). Pasien dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung kongestif,
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), sindroma nefrotik, penyakit hati menahun ,
anemia, kanker, sedang dalam terapi steroid, kemotrerapi. Drop out apabila
sebelum 4 minggu pasca operasi tidak bisa di follow up ( meninggal, tidak bisa
dihubungi ). Dikeluarkan dari penelitian apabila ditemukan kondisi seperti abses
yang dalam yang harus dilakukan fasiotomi pada kelompok non fasiotomi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 75/175
75
4.3.5 Tehnik pengambilan sampel
Sampel yang telah memenuhi syarat penelitian (eligable sample),
selanjutnya dilakukan randomisasi untuk menetapkan jenis perlakuan yang akan
diberikan dengan cara Permutted Block Randomization menggunakan komputer
dengan program statistik pepi. Nomor urut sampel dan jenis perlakuan sesuai
Permutted Block, ditulis pada secarik kertas dan diletakkan didalam amplop
tertutup, dan baru dibuka sesaat sebelum operasi. Adapun kode perlakuan
ditetapkan sebagai berikut : A, untuk perlakuan fasiotomi, B untuk perlakuan tanpa
fasiotomi. Pasien yang memenuhi syarat dipilih secara berurutan (consecutive
random sampling) sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.3.6 Besar sampel
Menetapkan besar sampel tergantung pada besar densitas exposure faktor
risiko pada populasi, besar Odd ratio terkecil yang dianggap bermakna , besar alfa
dan power of test yang diinginkan. Penghitungan besar sampel dihitung
menggunakan formula Pocock (Pocock, 2008) seperti ditunjukkan dengan
persamaan berikut :
n=2σ2 X f α,β
(μ2- μ
1)2
Besarnya (µ2 - µ1) merupakan efek faktor risiko antara kelompok perlakuan
dan kontrol dapat ditentukan dengan asumsi (clinical judgment ), pilot study atau
dari data penelitian serupa. Berdasarkan penelitian Leung (2008) ditemukan bahwa
kadar TNF-α serum pada pasien ulkus kaki diabetik pada minggu kedua pasca
perlakuan terapi herbal adalah 36 ± 76 pg/ml, sedangkan pada pasien yang
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 76/175
76
diberikan plasebo kadar TNF-α adalah 41 ± 68 pg/ml. Sehingga dengan mengacu
pada penelitian serupa dapat ditetapkan bahwa (µ2 - µ1) antara kedua kelompok
adalah sebesar 5. Kesalahan tipe 1 (α) ditetapkan sebesar 5%, kesalahan tipe 2 (β)
sebesar 20%, maka f (α, β) = 7,9 Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut pada
persamaan diatas didapatkan nilai n = 26,5 dibulatkan menjadi 27 orang. Dengan
asumsi drop out sebanyak 20% maka sampel yang digunakan adalah sebanyak 32
orang. Jadi untuk 2 kelompok jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 64
orang.
4.4
Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok variabel, yaitu :
1. Variabel bebas adalah tindakan operasi debridemen dengan fasiotomi dan
tindakan operasi debridemen tanpa fasiotomi.
2. Variabel tergantung adalah kadar TNF-α plasma dan kadar VEGF plasma,
serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (nilai LUMT )
3. Variabel kendali : umur, jenis kelamin, lama DM, kadar HbA1c, PAD,
derajat ulkus, jenis ulkus, dan tekanan kompartemen daerah kaki.
4.4.2 Hubungan antar variabel
Dari 3 kelompok variabel yang diteliti, maka dibuat skema hubungan antar
variabel seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 77/175
77
Gambar 4.2
Hubungan antar variabelV= Variabel, LUMT = Leg Ulcer Measurement Tool
4.4.3 Definisi operasional variabel penelitian
Untuk keseragaman dan agar tidak terjadi kerancuan maka variable-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi operasional dari
variable-variabel tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Debridemen dengan fasiotomi adalah tindakan bedah debridemen dan
fasiotomi yang dikerjakan secara simultan.
2. Debridemen adalah tindakan bedah membuang semua jaringan nekrotik,
eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus sampai ke jaringan sehat
(Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010).
V. BEBAS
Debridemen tanpa fasiotomiDebridemen dengan fasiotomi
V. KENDALI
Umur
Jenis kelaminDerajat ulkus
Jenis ulkus
V. KENDALI
HbA1c
PADLama DM
Tekanan kompartemen
V. TERGANTUNGKadar TNF-α plasma
Kadar VEGF plasma
Perbaikan klinis ulkus (nilai LUMT )
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 78/175
78
3. Fasiotomi adalah tindakan bedah dengan melakukan insisi longitudinal pada
fasia yang membungkus sekelompok otot dari satu kompartemen. Pemilihan
kompartemen pada fasiotomi disesuaikan lokasi ulkus. Ada beberapa
pendekatan insisi fasiotomi yang telah dipakai untuk dekompresi, sesuai
dengan kompartemen mana yang terkena (Fulkerson dkk.,2003 ; Frink dkk.,
2010).
4. Ulkus kaki diabetikum adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan
(full thickness) dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti
oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan pada kaki
(Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk., 1999).
5. Derajat ulkus kaki diabetik adalah Wagner II, III, dan IV menurut klasifikasi
Wagner (Oyibo, dkk., 2001).
6. TNF-α adalah sitokin proinflamasi yang diambil dari bahan jaringan ulkus
dan plasma. Kadar TNF-α diukur menggunakan metoda Enzyme-Linked
ImmunoSorbant Assay ( ELISA) (R&D System, Minneapollis, USA)
7. VEGF adalah vascular endothelial growth factor yang diambil dari bahan
plasma. Kadar VEGF diukur dengan metoda Enzyme-Linked ImmunoSorbant
Assay ( ELISA) (R&D System, Minneapollis, USA)
8. Perbaikan klinis ulkus adalah besarnya nilai LUMT yang diukur secara
periodik setiap minggu berturut-turut selama 4 minggu posttest . Pengamatan
perbaikan klinis dilakukan dengan alat ukur berupa formulir LUMT
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 79/175
79
(Woodbury dkk.,2004). Semakin kecil nilai LUMT posttest , semakin besar
perbaikan klinis ulkus.
9.
Umur adalah usia dalam tahun berdasarkan keterangan tanggal lahir
10. Jenis kelamin adalah laki-laki atau wanita
11. Lama DM adalah rentang waktu pasien menderita DM yang dihitung sejak
pasien mengetahui pertama kali sampai dengan waktu dilakukan wawancara
penelitian.
12. HbA1c adalah hemoglobin yang terglikosilasi diukur dengan Bio-Rad D-10
Hemoglobin testing system, spesimen diambil dari darah lengkap (American
Diabetes Association, 2012).
13. PAD adalah penyakit arteri perifir oklusi. Kriteria diagnosis PAD adalah
intermitent claudication, kaki pucat dan dingin, atrofi otot, berkurangnya
pertumbuhan rambut dan kuku, pulsasi arteri kaki melemah atau tidak ada,
Ankle Brachial Index (ABI) ≤ 0,90 (Norgren dkk, 2007).
14. Tekanan kompartemen kaki adalah besarnya tekanan kompartemen daerah
kaki. Pengukuran dilakukan pada kompartemen lateral, sentral, medial, dan
interoseus kaki, yang diukur dengan tehnik jarum sederhana 18G yang
dihubungkan dengan transduser arteri line monitor (Moed dan Thorderson,
1993 ; Wilson, 1997).
Tehnik pengukuran.
Daerah kompartemen kaki yang akan diukur didesinfeksi dengan alkohol
90%, ditusukkan jarum 18 G dengan posisi miring 45o dari permukaan kulit
menembus fasia kompartemen, jarum difiksasi dengan jahitan silk 3/0 agar
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 80/175
80
tidak terlepas selama pengukuran, ujung jarum dihubungkan dengan
transduser arterial line yang sudah terhubung dengan monitor. Dilakukan
kalibrasi, lalu dilakukan pembacaan nilai tekanan kompartemen.
15. Jenis ulkus.
Ulkus diabetikum dibedakan atas 2 kelompok yaitu : (Edmon, 2006)
1. Ulkus neuropatik.
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
keringat berkurang, kulit kering dan retak.
Penilaian neuropati :
Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan
dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi
vibrasi dengan garpu tala 128 Hz (Khanolkar dkk., 2008 ; Van Baal,
2004)
2. Ulkus neuroiskemik.
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
mungkin tidak ada karena neuropati .
4.5 Bahan Penelitian
4.5.1 Bahan sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita ulkus kaki
diabetik derajat Wagner II, III, dan IV.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 81/175
81
4.5.2 Bahan sediaan untuk uji TNF- α dan VEGF
Bahan sediaan untuk pemeriksaan TNF-α dan VEGF adalah plasma
penderita ulkus kaki diabetik. Adapun pemeriksaan TNF-α di dalam jaringan
sebelum perlakuan diperlukan untuk melihat korelasinya dengan kadar TNF-α
plasma, namun tidak dikerjakan posttest karena pertimbangan etik.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Alat pengukur tekanan kompartemen yang terdiri dari : jarum ukuran 18G,
transduser, artery line invasive monitor
2. Alat pengukur panjang / lebar berupa penggaris sederhana
3. Semmes-Weinstein monofilament 10 g dan Garpu tala 128 Hz
4. Stetoskop dan Spignomanometer
5. Formulir pengumpulan data penelitian dan rekaman medik
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Tahap persiapan
Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan penelitian
(ethical clearance) dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Persetujuan penelitian dengan
menandatangani surat informed consent. Sampel penderita ulkus kaki diabetikum
dipilih secara consecutive kemudian dipersiapkan untuk tindakan bedah. Preparasi
bedah dipersiapkan sesuai dengan prosedur baku penanganan ulkus diabetikum.
Glukosa plasma sebelum operasi dalam keadaan terkontrol.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 82/175
82
4.7.2 Pelaksanaan penelitian
4.7.2.1
Pengukuran tekanan kompartemen
Dilakukan pengukuran tekanan kompartemen pada masing-masing
kompartemen di daerah kaki yaitu : kompartemen lateral, sentral, medial, dan
interoseus diukur dengan memakai jarum 18G yang dihubungkan dengan
transduser dari system monitor invasive. Pengukuran dilakukan pada semua
subyek penelitian sebelum dilakukan operasi debridemen dengan atau tanpa
fasiotomi ( pretest ), kadar glukosa plasma sebelum pengukuran adalah dalam
keadaan terkontrol. Pengukuran tekanan kompartemen posttest tidak
dilakukan karena kompartemen sudah terbuka akibat fasiotomi, sehingga
pengukuran tekanan kompartemen posttest diasumsikan menjadi tidak
relevan serta hasil pengukuran tidak bisa dipercaya.. n.
4.7.2.2 Debridemen tanpa fasiotomi
Operasi dilakukan dengan memakai instrument bedah untuk
membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, didalam dan tepi
ulkus sampai ke jaringan sehat, tanpa disertai dengan fasiotomi.
4.7.2.3 Debridemen dengan fasiotomi
Operasi dilakukan dengan memakai instrument bedah untuk
membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah didalam dan tepi
ulkus sampai ke jaringan sehat, disertai dengan fasiotomi secara simultan.
Lokasi fasiotomi disesuaikan dengan lokasi ulkus. Tehnik fasiotomi adalah
sebagai berikut :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 83/175
83
Pendekatan Plantar.
Pendekatan ini dimulai dengan insisi mengikuti permukaan plantar dari
metatarsal pertama, sehingga kompartemen medial terlihat, lalu dibelah
secara longitudinal. Abductor hallucis diretraksi untuk mencapai
kompartemen lain.
Pendekatan Dorsal.
Pendekatan ini dapat dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal
kedua dan metatarsal keempat, dengan cara ini memungkinkan untuk
mencapai semua kompartemen. Jika 2 insisi dorsal ini dikerjakan, dianjurkan
melakukan insisi medial disebelah medial dari metatarsal kedua dan insisi
lateral disebelah lateral dari metatarsal keempat. Untuk mengurangi resiko
skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar perfusi tidak
terganggu. Fasia dorsal dari setiap kompartemen interoseus dibuka secara
longitudinal. Pada kompartemen interoseus pertama, otot dibebaskan dari
fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor
menjadi kelihatan,
Pendekatan Medial Plantar.
Insisi medial dimulai dari origo abductor hallucis ( sekitar 3 cm diatas
permukaan plantar dan 4 cm dari pascaterior tumit), diperluas paralel ke
permukaan plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu
dibelah sejajar dengan insisi kulit. Setelah membelah kompartemen medial,
otot abductor hallucis dilepaskan dari fasianya dan diretraksi ke superior,
terlihat fasia putih dari kompartemen kalkaneal lalu fasia dibelah
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 84/175
84
longitudinal. Setelah itu kompartemen superficial diidentifikasi disebelah
lateral dari kompartemen medial, insisi longitudinal dikerjakan pada fasia
kompartemen ini. Flexor digitorum brevis diretraksi ke inferior, fasia medial
dari kompartemen lateral dapat diidentifikasi. Dekompresi dari kompartemen
ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti minimi terlihat. Semua luka
dibiarkan terbuka.
Pendekatan Lateral.
Insisi dimulai pada maleolus lateral dan diperluas ke kaki depan antara
metatarsal keempat dan kelima.
Gambar 4.3 Pendekatan dorsal dan medial untuk fasiotomi pada empat kompartemen. Insisi dorsal melalui dua insisi persis sebelah medial dari metatarsal keduadan di sebelah lateral dari metatarsal keempat, memungkinkan mencapai
keempat kompartemen kaki. Insisi medial lebih mudah mencapai
kompartemen medial dan sentral (Dikutip dari ABST Lab manual, ACS)
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 85/175
85
4.7.2.4 Prosedur tetap tehnik operasi, pengambilan spesimen jaringan dan
plasma, dan perawatan luka.
Prosedur tetap tindakan debridemen dengan atau tanpa fasiotomi dan
pengambilan spesimen jaringan dan plasma ( pretest ) :
- Penderita disiapkan dalam general atau regional anestesi
- Tutup ulkus dengan kasa steril
- Desinfeksi daerah disekitar ulkus dengan povidone iodine
- Cuci ulkus dengan normal saline dengan cara irigasi untuk membuang pus,
eksudat, darah, dan benda asing lainnya
- Pengambilan spesimen jaringan, plasma
- Debridemen dengan atau tanpa fasiotomi
- Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.
Prosedur tetap pengambilan spesimen :
a. Jaringan : eksisi jaringan ulkus dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm,
dan kedalaman 1 cm dari dasar ulkus sampai batas dengan jaringan
sehat dasar ulkus. Spesimen kemudian dikirim ke Laboratorium Analitik
Universitas Udayana.
b. Plasma : diambil darah vena sebanyak 3 mililiter yang ditampung dan
disimpan dalam tempat yang sudah disediakan, kemudian dikirim ke
Laboratorium Analitik Universitas Udayana.
Prosedur tetap debridemen :
a. Eksisi jaringan nekrotik di tepi dan dasar ulkus secara tajam sampai ke
jaringan sehat dan pembersihan permukaan ulkus secara tumpul sampai
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 86/175
86
timbul perdarahan baru, perdarahan selanjutnya dirawat.
b. Cuci ulkus dengan larutan normal saline dengan cara irigasi untuk
membuang sisa-sisa pus, eksudat, darah, dan benda asing lainnya.
Prosedur tetap fasiotomi :
a. Identifikasi lokasi ulkus dan proyeksikan area kompartemen dari
ulkus tersebut. Lokasi ulkus dibagi 2 area yaitu dorsum pedis dan
plantar pedis,
b. Ulkus yang berlokasi di dorsum pedis, dikerjakan fasiotomi
kompartemen interosesus dengan pendekatan dorsal,
c. Ulkus yang berlokasi di plantar lateral, dikerjakan fasiotomi
kompartemen lateral dengan pendekatan lateral,
d. Ulkus yang berlokasi di plantar medial dan atau sentral dikerjakan
fasiotomi kompartemen medial dan kompartemen sentral dengan
pendekatan medialplantar.
Prosedur tetap tindakan dan pengambilan spesimen plasma 1 minggu pasca
debridemen dengan atau tanpa fasiotomi ( posttest ) :
Diambil darah vena sebanyak 3 mililiter yang ditampung dan disimpan
dalam tempat yang sudah disediakan, kemudian dikirim ke Laboratorium
Analitik Universitas Udayana.
Prosedur tetap perawatan ulkus :
- Tutup ulkus dengan kasa steril
- Desinfeksi daerah disekitar ulkus dengan povidone iodine
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 87/175
87
- Cuci ulkus dengan cairan normal saline dengan cara irigasi untuk
membuang pus, eksudat, darah, dan benda asing lainnya
-
Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.
4.7.3 Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar TNF-α plasma dan jaringan ulkus, serta kadar VEGF
plasma menggunakan metoda ELISA (Quantikine(R)
ELISA, Human TNF-α dan
VEGF Immunoassay. R&D System Inc., Minneapolis, USA). Spesimen diambil dari
plasma dan jaringan ulkus untuk TNF-α , dan dari plasma untuk VEGF , sesaat
sebelum operasi dan 1 minggu setelah operasi. Kadar glukosa plasma terkontrol
selama pengambilan spesimen. Prosedur pengambilan dan penyimpana sampel,
persiapan reagen, prosedur assay, serta hasil penghitungan mengikuti aturan yang
sudah ditetapkan dari perusahan Quantikine(R)
ELISA, Human TNF-α dan VEGF
Immunoassay. R&D, Inc. Minneapolis, USA, sebagai berikut :
Pengambilan dan Penyimpanan Spesimen :
a. Jaringan : biakan sel supernatan (cell culture supernates) hendaknya
mengandung paling sedikit fetal calf serum 1% untuk stabilitas TNF-α dan
VEGF . Partikel partikel dibuang dengan cara sentrifugasi, dan setelah itu segera
dikerjakan analisis atau disimpan terlebih dahulu pada suhu ≤ -200C. Hindarkan
pencairan dari yang beku (freeze-thaw cycles) secara berulang.
b. Plasma : tampung plasma menggunakan EDTA sebagai anticoagulant.
Dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada 1000 x g, endapkan selama 30
menit. Analisa segera dilakukan atau sampel disimpan pada suhu ≤ -200C.
Hindarkan pencairan dari yang beku ( freeze-thaw cycles ) secara berulang.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 88/175
88
Persiapan Reagen.
a. Tempatkan semua reagen pada tempratur kamar sebelum digunakan
b.
Pencucian buffer. Jika reagen masih dalam bentuk konsentrat kristal,
hangatkan terlebih dahulu pada tempratur kamar, lalu dicampur secara hati
hati sampai seluruh kristal terlarut sepenuhnya. Larutkan konsentrat pencuci
buffer ( Wash Buffer Concenctrate ) sebanyak 20 ml kedalam air yang sudah
di deionisasi atau distilasi menjadi 500 ml Wash Buffer.
c. Larutan dasar. Reagen A dan B dicampurkan dalam volume yang sama
dalam waktu 15 menit. Hindarkan dari cahaya. Dibutuhkan 200 µl hasil
larutan tercampur untuk setiap sumur atau perigi (well).
d. Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : gunakan tabung
polypropylene. Tuangkan dengan pipet 500 µL calibrator diluent RD5K
kedalam setiap tabung untuk menghasilkan pengenceran serial. Campurkan
setiap tabung terlebih dahulu sebelum dicampurkan ke tabung berikutnya.
Pengenceran 1000 pg/ml digunakan sebagai standard tinggi. Calibrator
diluent RD5K digunakan sebagai standar zero ( 0 pg/ml ).
e. Untuk sampel plasma / serum : gunakan tabung polypropylene. Tuangkan
dengan pipet 500 µL calibrator diluent RD6U kedalam setiap tabung untuk
menghasilkan pengenceran serial. Campurkan setiap tabung terlebih dahulu
sebelum dicampurkan ke tabung berikutnya. Larutan tanpa pengenceran
standard digunakan sebagai stan.dard tinggi ( 2000 pg/ml ). Calibrator
diluent RD6U digunakan sebagai standar zero ( 0 pg/ml ).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 89/175
89
Prosedur Assay.
1. Siapkan semua reagen, standard, dan sampel seperti yang sudah diterangkan
sebelumnya.
2. Pindahkan strip mikroplate yang lebih dari kerangka plate ke dalam foil
poch yang berisi desicant pack , lalu disegel kembali.
3. Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : tambahkan 50 µL assay
diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau perigi (well). Untuk plasma /
serum tambahkan 100 µL assay diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau
perigi (well).
4. Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : tambahkan 200 µL
standard, kontrol, atau sampel per sumur. Untuk plasma / serum tambahkan
100 µL standard, kontrol, atau sampel per sumur. Tutup dengan plester yang
sudah disediakan dan inkubasi selama 2 jam pada tempratur kamar. Sebuah
plate layout disiapkan untuk mencatat assay standard dan sampel.
5. Aspirasi setiap sumur dan dicuci, ulangi proses ini 2 kali untuk 3 pencucian
total. Cuci dengan mengisi setiap sumur dengan wash buffer ( 200 µL )
menggunakan botol semprot, manifold dispenser, atau pencuci otomatis.
Membersihkan secara keseluruhan cairan pada setiap langkah merupakan hal
yang sangat penting untuk penampilan yang baik. Setelah pencucian terakhir,
bersihkan sisa sisa wash buffer dengan cara mengaspirasi atau
menuangkannya. Keringkan plate dengan handuk kertas.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 90/175
90
6. Tambahkan 200 µL conjugat VEGF atau TNF-α pada setiap sumur. Tutup
dengan plester baru. Inkubasi selama 2 jam pada tempratur kamar.
7.
Ulangi aspirasi atau pencucian seperti dalam langkah 5.
8. Tambahkan 200 µL larutan dasar pada setiap sumur. Lindungi dari cahaya.
Untuk sampel jaringan ( biakan sel supernatan ) : inkubasi selama 20 menit
pada suhu kamar. Untuk plasma / serum inkubasi selama 25 menit pada suhu
kamar.
9. Tambahkan 50 µL larutan penutup ( stop solution ) untuk setiap sumur. Jika
perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati
agar tercampur dengan baik. Jika warna di dalam sumur adalah hijau atau
perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati
agar tercampur dengan baik.
10. Tetapkan densitas optik dari setiap sumur dalam waktu 30 menit,
menggunakan pembaca mikroplate dan diset sampai 450 nm. Jika koreksi
panjang gelombang tersedia, set sampai 540 nm atau 570 nm. Jika koreksi
panjang gelombang tidak tersedia, kurangi pembacaan dari 540 nm atau 570
nm menjadi 450 nm. Pengurangan ini akan mengoreksi ketidaksempurnaan
optik pada plate. Pembacaan yang dibuat langsung pada 450 nm tanpa
koreksi dapat menjadi lebih tinggi dan kurang akurat.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 91/175
91
4.7.4 Pemeriksaan perbaikan klinis ulkus
Pemeriksaan perbaikan klinis ulkus dilakukan sampai 4 minggu pasca
operasi. Dilakukan pengamatan terhadap perbaikan klinis ulkus menggunakan
instrument LUMT diadopsi dari Woodbury GM dkk. (2004) pada setiap akhir
minggu I, II, III, dan IV pasca operasi (formulir monitoring LUMT terlampir).
Perawatan ulkus dilakukan setiap 3 hari sekali selama 4 minggu, di ruang perawatan
atau di Poliklinik Bedah RSUP Sanglah. Kadar glukosa plasma terkontrol selama
pengamatan berlangsung.
4.8
Alur Penelitian
Untuk lebih mempermudah pelaksanaan penelitian maka dibuat skema alur
penelitian yang ditunjukkan dengan bagan pada Gambar 4.4 berikut :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 92/175
92
Gambar 4.4
Alur Penelitian
DATA POSTTEST :TNF- α PLASMA, VEGF PLASMA, NILAI LUMT
ANALISIS STATISTIK DATA
PASIEN DM TIPE 2 DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK
KONTROL
(32 SUBYEK)
PERLAKUAN
(32 SUBYEK)
PENGUKURAN : TNF- α PLASMA, VEGF PLASMA, NILAI LUMT
TUJUH HARI PASCA OPERASI (POSTTEST)
*Glukosa plasma terkontrol
DATA PERBAIKAN KLINIS ULKUS
NILAI LUMT MINGGU I II III IV PASCA OPERASI
PENGUKURAN : TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI,
TNF- α PLASMA dan JARINGAN, VEGF PLASMA, NILAI LUMT (PRETEST )
*Glukosa plasma terkontrol
EVALUASI PERBAIKAN KLINIS ULKUS (NILAI LUMT )
MINGGU II, III, IV PASCA OPERASI
*Glukosa plasma terkontrol
DATA PRETEST :TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI , TNF- α PLASMA dan JARINGAN,
VEGF PLASMA, NILAI LUMT
KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSLUSI
ALOKASI RANDOM
OPERASI DEBRIDEMEN OPERASI DEBRIDEMEN + FASIOTOMI
SIMPULAN PENELITIAN
CONSECUTIVE
SAMPLING
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 93/175
93
4.9 Analisis Data
Untuk menganalisis perbedaan kadar TNF-α plasma dan kadar VEGF
plasma, serta perbaikan klinis ulkus yang diukur dari nilai LUMT akibat perlakuan
debridemen dengan atau tanpa fasiotomi, dilakukan tahapan-tahapan analisis
statistik data sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif; menggambarkan karakteristik perlakuan dan distribusi
frekuensi berbagai variabel yaitu : jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,
BMI, HbA1c, lama menderita DM, lama menderita ulkus, tekanan kompartemen
kaki, derajat ulkus, jenis ulkus, dan PAD;
2. Analisis normalitas; normalitas data TNF-α dan VEGF plasma kelompok
debridemen dengan fasiotomi dan kelompok debridemen tanpa fasiotomi antara
sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilk pada α
= 0,05. Hipotesis ; H0 : frekuensi observasi = frekuensi ekspektasi, Ha :
frekuensi observasi ≠ frekuensi ekspektasi. H0 diterima (data berdistribusi
normal) p > α, H0 ditolak (data tidak berdistribusi normal) p < α ;
3. Analisis homogenitas; analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
kesamaan varian (equality of variance) pada kedua kelompok perlakuan dengan
menggunakan Levene’s Test pada α = 0,05. Hipotesis; H0: σ12 = σ2
2 (varian
kelompok debridemen dengan fasiotomi sama dengan kelompok debridemen
tanpa fasiotomi), Ha:σ12 ≠ σ2
2 (varian kelompok debridemen dengan fasiotomi
berbeda dengan kelompok debridemen tanpa fasiotomi), H0 diterima (varian
pada kedua kelompok equal), p > α. H0 ditolak (varian pada kedua kelompok
tidak equal ), p < α;
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 94/175
94
4. Analisis komparabilitas; dilakukan terhadap nilai pre-tes kelompok debridemen
dengan fasiotomi dan kelompok debridemen tanpa fasiotomi menggunakan uji-t
group (α = 0,05. H0 : μ1 = μ2 (pre-tes kelompok debridemen dengan fasiotomi =
kelompok debridemen tanpa fasiotomi), Ha: μ1 ≠ μ2 (pre-tes kelompok
debridemen dengan fasiotomi ≠ kelompok de bridemen tanpa fasiotomi). H0
diterima, p > α ini berarti yang diuji adalah nilai posttest kelompok debridemen
dengan fasiotomi dan posttest kelompok debridemen tanpa fasiotomi , H0
ditolak (data tidak berdistribusi normal), p < α ini berarti yang diuji adalah
penurunan antara pre-tes dengan posttest ;
5. Analisis perbedaan rerata; dengan asumsi varian pada kedua kelompok ekual
maka perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran TNF-α dan VEGF plasma
pada kelompok debridemen dengan fasiotomi berbeda dengan kelompok
debridemen tanpa fasiotomi yang ditentukan berdasarkan nilai posttest antara
kedua kelompok tersebut dianalisis dengan uji-t independent sample atau uji-t
group (dua sampel bebas) pada tingkat kemaknaan α = 0,05. Hipotesis; H0: μ1 =
μ2 (rerata posttest kelompok debridemen dengan fasiotomi sama dengan rerata
posttest kelompok debridemen tanpa fasiotomi), Ha: μ1 ≠ μ2 (rata-rata posttest
kelompok debridemen dengan fasiotomi berbeda dengan rata-rata posttest
kelompok debridemen tanpa fasiotomi atau ada perbedaan antara kedua
kelompok). H0 diterima (tidak ada perbedaan antara kedua kelompok), p > α. H0
ditolak (ada perbedaan antara kedua kelompok), p < α; dan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 95/175
95
6. Perbedaan perbaikan klinis ulkus yang diukur menggunakan system LUMT
diukur pada minggu I, II, III, dan IV. Analisis menggunakan uji-t tidak
berpasangan pada tingkat signifikansi p < 0,05;
7. Pada penelitian ini dikonstruksi regresi linier peningkatan kadar VEGF dengan
kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua variabel
tersebut. Analisis regresi linier terhadap kedua variabel tersebut menggunakan
regresi linier sederhana
8. Analisis statistik tersebut di atas menggunakan nilai p < 0,05 sebagai batas
kemaknaan dan memakai perangkat lunak statistika, yaitu program SPSS for
windows.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 96/175
96
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 60 orang pasien penderita DM yang
terkena ulkus kaki diabetik memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien selanjutnya
dimasukkan ke dalam 2 kelompok yaitu: kelompok-1 terdiri dari 28 orang mendapatkan
perlakuan debridemen dan kelompok-2 sebanyak 32 orang mendapatkan perlakuan
debridemen dan fasiotomi. Pada kelompok-1 tercatat seorang pasien drop out karena
meninggal dunia. Data karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Data Karakteristik Subjek Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel Kelompok-1
(Debridemen)
Kelompok-2
(Debridemen + Fasiotomi)
p*
N 27 32
Jenis Kelamin
Laki (%) 18 (66,70) 22 (68,80)
Perempuan (%) 9 (33,30) 10 (31,20)
Umur (tahun) 54,59±8,23 54,72±11,67 0,963
Kisaran umur (tahun) 42 - 70 28 - 77Pendidikan
SD (%) 8 (29,70) 11 (34,30)
SLTP (%) 3 (11.10) 4 (12,50)
SLTA (%) 13 (48,10) 13 (40,60)
PT (%) 3 (11,10) 4 (12,50)
Pekerjaan
IRT (%) 3 (11,10) 2 (6,30)
Swasta (%) 17 (63,00) 20 (62,50)
PNS (%) 7 (25,90) 10 (31,30)
BMI 24,02±3,73 24,52±4,26 0,639
HbA1c (%) 10,19±2,14 10,75±2,80 0,404
Lama menderita DM (tahun) 8,52±8,57 9,81±7,65
Lama menderita Ulkus
(minggu)
7,15±12,61 8,38±17,13
Tekanan Kompartemen
(mmHg)
Medial 15,19±7,34 18,59±11,74
Lateral 13,63±7,70 15,06±8,19
Sentral 14,04±9,60 21,75±12,89
Interosesus 13,70±11,38 21,53±13,24
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 97/175
97
Lanjutan Tabel 5.1
Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 p*
Derajat ulkus
Derajat-II (%) 13 (48,1) 5 (15,6)
Derajat-III (%) 11 (40,8) 16 (50,0)Derajat-IV (%) 3 (11,1) 11 (34,4)
Jenis Ulkus
Neuroiskemik (%) 8 (29,6) 9 (28,1)
Neuropatik (%) 19 (70,4) 23 (71,9)
PAD
Ya (%) 7 (25,9) 13 (40,6)
Tidak (%) 20 (74,1) 19 (59,4)
*Tidak ada perbedaan (komparabel) p>0,05
5.2 TNF- α jaringan, TNF- α plasma, dan VEGF
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar TNF-α plasma, TNF-α
jaringan, dan VEGF pretest dan posttest untuk kelompok-1 (perlakuan debridemen)
dan kelompok-2 (perlakuan debridemen dan fasiotomi). Data yang diperoleh
selanjutnya diuji normalitas dan homoginitasnya. Semua data berdistribusi normal
dan variannya homogen (Lampiran 5). Secara keseluruhan data pretest kadar TNF-α
plasma, TNF-α jaringan, dan VEGF disajikan pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Data Pretest Kadar TNF-α plasma, TNF-α jaringan, dan VEGF plasma
VariabelKelompok-1 Kelompok-2
p** pretest pretest
TNF-α plasma (pg/ml) 422.30±17,05 424,47±12,02 0,093
Minimum 381,47 387,17
Maksimum 450,37 450,50
p* 0,264 0,113
TNF-α jaringan (pg/ml) 383,46±14,59 385,91±9,58 0,094
Minimum 348,39 363,09
Maksimum 407,47 410,79 p* 0,270 0,66
VEGF plasma (pg/ml) 282,50±11,58 286,74±10,19 0,510
Minimum 264,36 269,20
Maksimum 304,13 308,24
p* 0,218 0,590 p* berdistribusi normal pada nilai > 0,05; p** varian homogeny pada nilai > 0,05Kelompok-1 debridemen , Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 98/175
98
Penelitian ini menentukan terjadi penurunan kadar TNF-α dan peningkatan
kadar VEGF 7 hari posttest debridemen maupun perlakuan debridemen dan
fasiotomi pada kedua kelompok perlakuan . Untuk maksud ini, selanjutnya
dilakukan pengukuran kadar TNF-α dan VEGF posttest . Sedangkan, pengukuran
kadar TNF-α pada jaringan posttest tidak dilakukan karena alasan etik. Data kadar
TNF-α plasma, VEGF , serta perubahan kadar kedua marker tersebut setelah
perlakuan disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3Kadar TNF-α dan VEGF plasma 7 hari setelah perlakuan, serta perubahan kadar
kedua marker tersebut pada Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel
Kelompok-1 Kelompok-2
p** postest Perubahan (∆) postest Perubahan
(∆)
TNF-α plasma
(pg/ml)
390,91±12,85 31,40±17,98 290,26±16,42 134,21±14,50 0,179
Minimum 368,69 9,51 259,54 90,03
Maksimum 412,10 70,08 332,86 158,33
p* 0,407 0,952 0,168 0,091
VEGF plasma
(pg/ml)
289,19±21,91 15,03±11,02 338,69±20,11 51,96±13,54 0,330
Minimum 248,53 2,67 303,46 29,38Maksimum 327,48 35,89 395,80 92,44
p* 0,293 0,242 0,064 0,064
p* berdistribusi normal pada nilai > 0,05 Kelompok-1 debridemen
p** varian homogen pada nilai > 0,05 Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi
Untuk mengetahui adanya perubahan (∆) antara kadar TNF-α plasma dan VEGF
plasma kelompok-1 dan kelompok-2 akibat pengaruh perlakuan, maka dilakukan uji-t
independen. Secara menyeluruh hasil uji-t disajikan pada Lampiran 5. Resume hasilnya
disajikan pada Tabel 5.4.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 99/175
99
Tabel 5.4Resume Hasil Uji-t perubahan kadar TNF-α dan VEGF plasma 7 hari posttest
Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 BedaMean
t p*
Interval Kepercayaan(95%)
lower Upper
TNF-α (pg/ml) pre 422,20±17,05 424,47±12,02 2,17 0,571 0,570 -9,77 5,44
VEGF (pg/ml) pre 282,50±11,58 286,74±10,19 4,23 1,494 0,141 -9,91 5,70
TNF-α (pg/ml) pasca 390,91±12,85 290,26±16,42 100,64 25,85 0,001 92,84 108,44
VEGF (pg/ml) pasca 289,19±21,91 338,70±20,11 49,50 9,04 0,001 -60,47 -38,54
∆ TNF-α (pg/ml) 31,40±17,98 134,21±14,50 102,81 24,32 0,001 -111,27 -94,34
∆ VEGF (pg/ml) 15,23±10,73 51,96±13,54 36,73 11,39 0,001 -43,19 -30,27
*Signifikan pada nilai p < 0,05 Kelompok-1 debridemenKelompok-2 debridemen dengan fasiotomi
Untuk lebih memperjelas adanya perbedaan kadar TNF-α dan VEGF dapat
dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4. Data kadar TNF-α plasma pada kelompok-1
maupun kelompok-2 posttest disajikan pada Gambar 5.1, Pada Gambar 5.1 terlihat
bahwa kadar TNF-α pada kelompok-1 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan
kelompok-2 ditunjukkan dengan nilai p<0,05.
Gambar 5.1
Perbedaan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) denganKelompok-2 (debdanfasio) posttest .
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Debredemen Debredemen danfasiotomi
TNF-α
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 100/175
100
Data kadar VEGF pada kelompok-1 maupun kelompok-2 posttest disajikan pada
Gambar 5.2. Dari Gambar 5.2 tersebut terlihat bahwa kadar VEGF pada kelompok-1
berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pada kelompok-2, p < 0,05.
Gambar 5.2Perbedaan Kadar VEGF pada Kelompok-1(debridemen) dengan
Kelompok-2 (debdanfasio) posttest .
Data penurunan kadar TNF-α plasma pada kelompok-1 maupun kelompok-2
disajikan pada Gambar 5.3. Terlihat penurunan kadar TNF-α plasma pada kelompok-1
berbeda secara signifikan dari kelompok-2, p < 0,05.
260
270
280
290
300
310
320
330
340
Debredemen Debredemen dan
fasiotomi
VEGF
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 101/175
101
Gambar 5.3
Penurunan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) dan
Kelompok-2 (debdanfasio) posttest .
Data peningkatan kadar VEGF pada kelompok-1 maupun kelompok-2 disajikan
pada Gambar 5.4. Terlihat penurunan kadar VEGF pada kelompok-1 berbeda secara
signifikan dari kelompok-2, p < 0,05.
Gambar 5.4 Peningkatan Kadar VEGF pada Kelompok-1(debridemen) dan Kelompok-2(debdanfasio) posttest .
0
20
40
60
80
100
120
140
Debredemen Debredemen dan fasiotomi
0
10
20
30
40
50
60
Debredemen Debredemen dan
fasiotomi
Peningkatan VEGF
Penurunan
TNF-α
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 102/175
102
5.3 Perbaikan Klinis Ulkus
Perbaikan klinis ulkus pada kelompok debridemen dan kelompok
debridemen dengan fasiotomi diamati sejak selesai perlakuan sampai empat minggu
pasca-perlakuan. Perbaikan klinis ulkus diukur menggunakan sistem Leg Ulcer
Measurement Tool/LUMT (Woodbury, dkk. 2004). Data LUMT keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 5.5. Data tersebut diuji normalitas dan homogenitas variannya.
Tabel 5.5
Data Perbaikan Klinis Ulkus yang diukur sesuai Kriteria LUMT pada Kelompok
Debridemen (Kelompok-1) serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),Minggu I, II, III, dan IV Posttest
Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 p**
LUMT minggu I 34,56±7,90 30,22±9,94 0,279
Minimum 12,00 9,00
Maksimum 46,00 50,00
p* 0,061 0,334
LUMT minggu II 28,70±5,89 22,53±8,27 0,082
Minimum 9,00 8,00
Maksimum 38,00 37,00
p* 0,077 0,087
LUMT minggu III 27,44±6,07 21,00±8,04 0,070
Minimum 9,00 6,00
Maksimum 38,00 33,00 p* 0,061 0,096
LUMT minggu IV 26,22±6,21 18,75±8,83 0,094
Minimum 8,00 4,00
Maksimum 34,00 33,00
p* 0,066 0,061
LUMT = Leg Ulcer Measurement Tool
*Data berdistribusi normal bila nilai p > 0,05
**Data variansnya homogen bila p > 0,05
Selanjutnya dilakukan uji-t independent untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan perbaikan klinis ulkus antara kelompok debridemen dengan kelompok
debridemen dengan fasiotomi. Resume hasil uji-t nya disajikan pada Tabel 5.6.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 103/175
103
Tabel 5.6Resume Perbedaan Data Perbaikan Klinis Ulkus Kelompok Debridemen (Kelompok-1)
serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),
Minggu I, II, III, dan IV Posttest
PengamatanBeda
meant p*
Interval Kepercayaan 95%
Lower bound Upper bound
LUMT minggu I 4,34 1,83 0,073 - 0,409 9,083
LUMT minggu II 6,17 3,24 0,002 2,362 9,982
LUMT minggu III 6,44 3,42 0,001 2,672 10,217
LUMT minggu IV 7,47 3,69 0,001 3,418 11,526
LUMT = Leg Ulcer Measurement Tool
*Signifikan bila nilai p < 0,05
5.4 Konstruksi Regresi Linier Peningkatan kadar VEGF dengan Penurunan kadar
TNF- α
Pada penelitian ini dikonstruksi regresi linier peningkatan kadar VEGF
dengan kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua
variabel tersebut. Sebelumnya, kedua variabel tersebut diuji terlebih dahulu
korelasinya dengan korelasi Pearson ( Product Moment ). Hasil analisis korelasi
mendapatkan terjadi korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan ( p < 0,05) antara
peningkatan kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α). Hasil analisis korelasi
secara lengkap disajikan pada Lampiran-5. Selanjutnya dilakukan analisis regresi
linier terhadap kedua variabel tersebut menggunakan regresi linier sederhana. Hasil
analisis regresi linier secara menyeluruh disajikan pada lampiran-5, resumenya
disajikan pada Tabel 5.7.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 104/175
104
Tabel 5.7Resume Hasil Analisis Regresi Linier antara Peningkatan Kadar VEGF dengan
Penurunan Kadar TNF-α
Coefficients
a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t p.
B Std. Error Beta
1 Konstan 8,301 3,654 2,272 0,027
Penurunan
TNF-α
0,308 0,036 0,753 8,627 0,000
a. Dependent Variable: Peningkatan VEGF
Dari data pada Tabel 5.7 dapat dibuat persamaan regresi antara peningkatan
kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α, yaitu: VEGF = 8,301 + 0,308 TNF-α. Hal
ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α terjadi peningkatan kadar
VEGF sebesar 8,301 + 0,308 = 8,609 pg/mL.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 105/175
105
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini menunjukkan karakteristik subjek pada kedua kelompok
kebanyakan adalah laki-laki (66,70% laki-laki vs 33,30% perempuan pada
kelompok debridement ; 68,80% laki-laki vs 31,20% perempuan pada kelompok
debridement dan fasiotomi) dengan umur rerata 54 tahun (kisaran umur 42-70 tahun
pada kelompok debridement, 28-77 tahun pada kelompok debridement dan
fasiotomi). Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada penyembuhan luka sebagai
faktor sistemik. Semakin tua usia (usia tua menurut WHO, ≥ 60 tahun) semakin
besar risiko gangguan penyembuhan luka, hal ini berkaitan dengan gangguan
respon inflamasi seperti lambatnya infiltrasi sel T ke daerah luka disertai dengan
gangguan produksi kemokin dan penurunan kapasitas fagositosis makrofag,
disamping juga karena lambatnya re-epitelialisasi dan angiogenesis (Guo dan
DiPietro, 2010). Dibandingkan dengan perempuan, maka penyembuhan luka pada
laki-laki lebih lambat. Hormon sek berperan dalam gangguan penyembuhan luka,
dimana estrogen memperbaiki penyembuhan luka melalui regulasi berbagai
ekspresi gen yang berhubungan dengan regenerasi, produksi matriks, penghambat
protease, fungsi epidermal, dan gen-gen yang terutama berkaitan dengan inflamasi,
sementara androgen berpengaruh secara negative terhadap penyembuhan luka (Guo
dan DiPietro, 2010). Melihat karakteristik subyek pada kedua kelompok
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 106/175
106
kebanyakan laki-laki dengan rerata usia hampir tua, berarti kedua faktor ini
memiliki pengaruh negative terhadap perbaikan klinis ulkus. Pada analisis
komparabilitas umur dan jenis kelamin kedua kelompok adalah komparabel
(p>0,05)l, ini berarti bahwa perbaikan klinis ulkus pada kelompok debridemen dan
fasiotomi adalah benar- benar karena faktor perlakuan. Dengan kisaran umur antara
28-77 tahun untuk kelompok perlakuan, penelitian ini membuktikankan bahwa
secara statistik debridemen dan fasiotomi memberi hasil yang sama baik pada
pasien umur muda maupun tua.
Penelitian ini menunjukkan rerata BMI subjek pada kedua kelompok tidak
menunjukkan obesitas (BMI ≥ 30 kg/m2) walaupun ada 4 subjek yang menunjukkan
obesitas (2 dari kelompok debridemen, 2 dari kelompok debridemen dan fasiotomi).
Rerata BMI kelompok debridemen adalah 24,02±3,73 vs 24,52±4,26 kelompok
debridemen dengan fasiotomi. Obesitas berpengaruh terhadap penyembuhan luka,
disebabkan adanya gangguan struktur dan fungsi kolagen, gangguan deposisi
kolagen, hal ini diduga akibat dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak
(Yosipovitch dkk., 2007). Obesitas pada tikus percobaan menunjukkan resistensi
terhadap skar aponeurosis lebih rendah dibandingkan kontrol, sedangkan intensitas
reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak berbeda (Biondo-Simoes dkk, 2010).
Dengan melihat rerata semua subjek tidak menunjukkan obesitas pada kedua
kelompok, berarti peluang terjadi perbaikan ulkus adalah baik dan tidak berbeda
antara kedua kelompok. Terbukti pada analisis komparabilitas kedua kelompok
adalah komparabel (p > 0,05), sehingga pengaruh perlakuan betul-betul merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan klinis ulkus. Pada kelompok perlakuan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 107/175
107
terdapat 2 subjek yang menunjukkan obesitas, secara statistik penelitian ini
membuktikan bahwa debridemen dan fasiotomi memberikan hasil yang sama, baik
pada pasien dengan obesitas maupun tidak.
Berdasarkan data klinik subjek penelitian pada Tabel 5.1, tampak bahwa
95% pasien memiliki nilai HbA1c > 7% (kelompok debridemen 10,19 ± 2,14 vs
10,75 ± 2,80 kelompok debridemen dengan fasiotomi) , hal ini membuktikan bahwa
kebanyakan pasien dalam keadaan DM tidak terkontrol, dan memiliki hubungan
dengan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (ADA, 2011), hal ini terlihat dari
angka kejadian PAD pada penelitian ini (kelompok debridemen 25,9% vs 40,6%
kelompok debridemen dengan fasiotomi). Kejadian PAD dua kali lebih sering
diantara pasien DM daripada non-DM, dan setiap peningkatan 1% HbA1c
meningkatkan risiko PAD sebanyak 26% (Norgren,2007), penelitian terakhir
menyebutkan PAD mencapai 50% pada pasien ulkus kaki diabetik (Hinchliffe,
dkk.,2012). Kebanyakan ulkus merupakan jenis neuropati (kelompok debridemen
70,4% vs 71,9% kelompok debridemen dengan fasiotomi), sisanya merupakan
jenis neuroiskemik (kelompok debridement 29,6% vs 28,1% kelompok debridemen
dengan fasiotomi). Neuropati perifir merupakan faktor kausatif utama dan
terpenting timbulnya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes (Singh dkk., 2005 ;
Gibbons dkk., 1995). Derajat ulkus kebanyakan Wagner derajat III (kelompok
debridemen 40,8% vs 50% kelompok debridemen dengan fasiotomi).
Dengan melihat nilai HbA1c yang tinggi (>7%) dan lama ulkus ( ± 8
minggu), membuktikan bahwa ulkus kaki diabetik pada penelitian ini merupakan
ulkus kronis yang gagal mengikuti urutan penyembuhan luka normal (Liu, dkk.,
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 108/175
108
2008). DM yang lama (kelompok debridemen 8,52±8,57 tahun vs 9,81±7,65 tahun
kelompok debridemen dengan fasiotomi) berakibat paparan terhadap hiperglikemia
kronis, sehingga peningkatan permeabilitas mikrovaskuler telah terjadi selama fase
awal dan lanjut dari penyakitnya, adanya perubahan struktur dan fungsi kapiler
menyebabkan gangguan pertukaran molekul melalui membran endotel ke interstitiil
(Bouskela dkk., 2003). Terbukti pada penelitian ini terdapat rerata peningkatan
tekanan kompartemen (tekanan kompartemen > 8 mmHg) pada semua kompartemen
kaki dan pada semua subjek penelitian, baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan, meskipun secara perorangan, tidak semua subjek menunjukkan
peningkatan tekanan kompartemen pada semua kompartemen. Peningkatan tekanan
kompartemen tertinggi terjadi pada kompartemen sentral (kelompok debridemen
14,04±9,60 mmHg vs 21,75±12,89 mmHg kelompok debridemen dengan fasiotomi)
dan kompartemen interoseus (kelompok debridemen 13,70±11,38 vs 21,53±13,24
mmHg kelompok debridemen dengan fasiotomi). Adanya peningkatan tekanan
kompartemen yang berlangsung kronis, memicu hipoksia jaringan yang juga
berlangsung kronis, diikuti dengan penurunan kada VEGF plasma pada semua
subjek. Dengan demikian sangat rasional melakukan tindakan fasiotomi bahkan
pada stadium awal dari ulkus kaki diabetik. Bukti lain tentang kronisitas ulkus
didukung oleh kadar TNF-α plasma maupun jaringan yang tinggi pada semua subjek
sebelum perlakuan (kadar TNF-α plasma kelompok debridement 422.30±17,05 vs
424,47±12,02 kelompok debridement dengan fasiotomi, dan kadar TNF-α jaringan
kelompok debridement 383,46±14,59 vs 385,91±9,58 kelompok debridement
dengan fasiotomi), sedangkan rerata kadar TNF-α plasma pada populasi umum pada
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 109/175
109
kelompok umur 19 - ≥70 tahun adalah 10,30 – 16,48 pg/ml on age group 19 - ≥70
(Himmerich, H., 2006).
6.2 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Penurunan Kadar
TNF- α Plasma
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna
dari perubahan (∆) kadar TNF-α plasma antara kelompok kontrol debridemen dan
kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05).
Debridement dan fasiotomi memberikan penurunan kadar TNF-α plasma yang lebih
tinggi dengan besar perubahan (∆) TNF-α ( pg/ml) 134,21±14,50 dibandingkan
dengan debridement tanpa fasiotomi dengan besar perubahan (∆) TNF-α ( pg/ml)
31,40±17,98.
Telah diketahui bahwa endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler,
sel-sel detritus sebagai faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang
akan memicu sekresi TNF-α. Debridemen adalah tindakan bedah membuang semua
jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus , mengurangi
tekanan, evaluasi adanya kantong-kantong infeksi yang tersembunyi (tracking and
tunneling ), drainase, dekolonisasi bakteri, dan hanya meninggalkan jaringan sehat
untuk mendorong penyembuhan luka (Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ;
Lebrun, 2010), sehingga faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang
akan memicu sekresi TNF-α, dapat diturunkan. Debridemen merupakan langkah
penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 110/175
110
bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari
suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan
mempercepat proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal,
2004 ; Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang
bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine
milieu di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007).
Debridemen sebaiknya mampu memvisualisasikan semua luka, membuka
semua daerah yang terkena infeksi untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan
spesimen bakteri dari jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan
anatomi kaki mutlak diperlukan (Rauwerda, 2000).
Pada penelitian ini menunjukkan penurunan bermakna dari kadar TNF-α
plasma pada kelompok debridemen dan fasiotomi dibandingkan dengan debridemen
saja. Fasiotomi dapat memperbaiki pengendalian infeksi serta penyembuhan luka pada
ulkus kaki diabetik (Lee, 1995), mengurangi tekanan, evaluasi adanya kantong-
kantong infeksi yang tersembunyi (tracking and tunneling ), serta drainase yang
adekuat (Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010), sehingga debridemen
dan fasiotomi akan berdampak sinergis dalam pengendalian infeksi, sehingga lebih
memicu penurunan TNF-α.
6.3 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Peningkatan Kadar
VEGF
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari
perubahan (∆) kadar VEGF plasma antara kelompok kontrol debridement dan
kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 111/175
111
Debridemen dan fasiotomi memberikan peningkatan perubahan kadar VEGF plasma
yang lebih tinggi dengan besar perubahan (∆) VEGF ( pg/ml) 51,96±13,54
dibandingkan dengan debridement tanpa fasiotomi dengan besar perubahan (∆)
VEGF ( pg/ml) 15,23±10,73.
Peningkatan kadar VEGF plasma pada kelompok perlakuan debridement dan
fasiotomi dapat diterangkan melalui berbagai mekanisme. Telah diketahui bahwa
VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi, kadar VEGF mencapai
puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu
(Frank dkk, 1995). Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan luka baru, sehingga
tindakan debridemen akan mampu meningkatkan kadar VEGF melalui mekanisme
perdarahan luka baru sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Disamping itu
debridemen sendiri terbukti menurunkan kadar TNF-α, menurunkan faktor yang
membuat degradasi VEGF , sehingga secara otomatis VEGF bisa meningkat.
Fasiotomi yang dilakukan bersama debridemen berperan mengubah keadaan
hipoksia menjadi normoksia, karena ada bukti-bukti yang menunjukkan terjadi
hipoksia jaringan pada ulkus kaki diabetik, dimana pada semua ulkus kronis tekanan
oksigen lokal berkisar setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi
fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit (Velazques,
2007). Beberapa laporan kasus juga menyebutkan adanya sindroma kompartemen
pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan nekrosis
jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan tekanan
intrakompartemen, iskemia jaringan, serta nekrosis jaringan (Munichoodappa, 1999
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 112/175
112
; Pamoukian, 2000 ; Jose, 2004 ; Flamini dkk.,2008). Penelitian lain mendukung
adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki pada pasien neuropati diabetes,
ditemukan bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes
lebih tinggi daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna.
Terdapat perbedaan bermakna pada kompartemen interoseus dan kompartemen
sentral (Lower dan Kenzora, 1994).
Pada penelitian ini terdapat peningkatan tekanan kompartemen pada semua
subjek penelitian dari kedua kelompok perlakuan (Tabel 5.1). Tekanan
kompartemen kaki normal adalah 5 – 7 mmHg (Lower dan Kenzora, 1994) , pada
penelitian ini terdapat peningkatan kompartemen pada semua subjek terutama
kompartemen sentral (21,75 ± 12,89) dan kompartemen interoseus (21,53 ± 13,24).
Penelitian ini membuktikan bahwa sesungguhnya telah terjadi peningkatan tekanan
kompartemen yang berjalan secara kronis pada penderita ulkus kaki diabetik
walaupun tidak sampai pada tingkat kompartemen sindrom. Peningkatan tekanan
kompartemen menimbulkan hipoksia jaringan, memicu gangguan replikasi fibroblas,
maupun pelepasan VEGF oleh fibroblas. VEGF merupakan faktor penting di dalam
mekanisme penyembuhan luka, dimana VEGF akan menginduksi fosforilasi dan
aktivasi eNOS di dalam sumsum tulang, yang akan menghasilkan peningkatan kadar
NO (Nitric Oxide) yang akan mencetus mobilisasi EPC (Endothel Progenitor Cell)
dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi menuju daerah luka (EPC Homing),
meskipun untuk proses EPC Homing membutuhkan partisipasi kemokin Stromal
cell-derived factor-1α / SDF -1α (Brem dan Tomic-canic, 2007). Gallagher dkk.
(2007) menunjukkan bahwa pada hewan coba tikus DM, hiperoksia meningkatkan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 113/175
113
mobilisasi dari EPCs di dalam sirkulasi dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi
perifir. Tindakan fasiotomi pada penelitian ini terbukti meningkatkan kadar VEGF
plasma. Kami menduga bahwa fasiotomi disini mencegah hipoksia jaringan,
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan replikasi fibroblas maupun pelepasan
VEGF. Oleh karena itu kami berpendapat bahwa fasiotomi sebaiknya dilakukan
pada semua ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV, sebagai prosedur rutin
bersamaan dengan tindakan debridemen.
Fasiotomi harus segera dilakukan begitu diagnosa sindroma kompartemen
ditegakkan, semakin awal, semakin sedikit sequelae akan berkembang. Tujuan dari
fasiotomi adalah mengurangi perbedaan tekanan transmural (transmural pressure
gradient) antara mikrosirkulasi dan interstitial, sehingga barier perfusi yang
mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat
dicegah (Fulkerson, dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010). Tegangan oksigen memegang
peranan utama baik secara in vitro maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen
VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Walaupun VEGF meningkat oleh hipoksia
secara in vitro, namun data secara in vivo masih menjadi pertentangan ( Oltmanns
dkk. (2006). Fakta lain menyebutkan bahwa ekspresi VEGF mRNA dipicu secara
cepat dan reversible oleh paparan tegangan oksigen (pO2) yang rendah, juga iskemia
yang disebabkan oleh oklusi arteri. Berkaitan dengan perubahan vaskuler sebagai
komplikasi DM kronis, terjadi keadaan paradox yaitu peningkatan angiogenesis pada
retinopati proliferative atau plak atherosclerosis dan penurunan angiogenesis pada
penyakit arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa
kurangnya pertumbuhan kolateral pada jantung dan kegagalan dalam penyembuhan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 114/175
114
ulkus kaki diabetik. Karena itu memunculkan hipotesis untuk menerangkan paradox
angiogenesis ini bahwa respon terhadap faktor pertumbuhan (VEGF) terganggu pada
DM. Gangguan molekuler ini terletak didalam sistem transduksi signal baik yang
mengalir turun pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor
(Waltenberger, 2007). Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF ,
Fibroblast Growth Factor (FGF)-2, adalah rendah, karena diabetic fibroblast
tidak mampu meningkatkan produksi VEGF dan FGF-2 pada level normal didalam
merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF yang abnormal, serta
keadaan hipoksia menimbulkan gangguan proses penyembuhan ulkus, karena
kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa
adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan
deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003).
Dengan melihat peran penting debridemen dalam memperbaiki lingkungan
sitokin di dasar ulkus, menciptakan keseimbangan sitokin dan growth factor , yang
memicu penurunan kadar TNF-α dan mengurangi degradasi VEGF . Adanya
perdarahan baru sewaktu debridemen, respon inflamasi akut akan dimulai,
menginduksi pelepasan VEGF di dalam plasma pada hari ketujuh pasca operasi.
Peran fasiotomi dalam memperbaiki mikrosirkulasi jaringan, meningkatkan tekanan
oksigen jaringan, menginduksi pelepasan VEGF didalam plasma, dan memicu
proses neovaskularisasi di dalam ulkus. Fasiotomi dan debridemen, terbukti
bersinergi meningkatkan kadar VEGF plasma.
Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus
kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 115/175
115
ulkus kaki diabetik, yaitu pendekatan baru dengan memperhatikan gangguan
vaskuler baik untuk praktek klinik dan penelitian (Lepantalo, dkk.,2011). Pada
penelitian ini terbukti peningkatan tekanan kompartemen kaki merupakan salah satu
penyebab gangguan vaskuler, dimana sebagai jawaban yang tepat untuk itu adalah
dengan melakukan fasiotomi. Adapun fasiotomi plantar dapat dilakukan dengan
pendekatan endoskopik maupun pembedahan (Urovitz, dkk., 2008).
6.4 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Perbaikan Klinis Ulkus
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debridemen dan fasiotomi terbukti
meningkatkan perbaikan klinis ulkus kaki diabetik berdasarkan pengamatan nilai
LUMT (semakin kecil nilai LUMT, semakin besar perbaikan klinis ulkus). Terdapat
perbedaan yang bermakna dari nilai LUMT antara kelompok kontrol debridemen dan
kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05) pada
minggu II ( LUMT kelompok debridement 28,70±5,89 vs LUMT kelompok
debridemen dan fasiotomi 22,53±8,27), minggu III ( LUMT kelompok debridemen
27,44±6,07 vs LUMT kelompok debridemen dan fasiotomi 21,00±8,04) , dan
minggu IV ( LUMT kelompok debridemen 26,22±6,21 vs LUMT kelompok
debridemen dan fasiotomi 18,75±8,83). Tidak ada perbedaan bermakna nilai LUMT
pada minggu I pasca operasi pada kedua kelompok, ini sesuai dengan proses
penyembuhan luka dimana pada minggu I merupakan fase hemostasis dan inflamasi,
sedangkan fase proliferasi yang ditandai dengan reepitelilisasi baru terjadi pada
minggu II (Guo dan DiPietro, 2010) sehingga perbaikan klinis ulkus baru terlihat
pada dan setelah minggu II. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pada kelompok
perlakuan memiliki hubungan yang sangat erat dengan penurunan kadar TNF-α
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 116/175
116
plasma maupun peningkatan kadar VEGF plasma akibat perlakuan debridemen dan
fasiotomi.
Sudah diketahui bahwa TNF-α merangsang sintesis MMP , dengan tingginya
protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth factor
yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga
penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).
Usaha-usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α dengan pemberian anti TNF-
α secara sistemik pada luka diabetes dari hewan coba yang terbukti mempercepat
penutupan luka. Penutupan luka paralel dengan melemahnya inflamasi didalam luka
secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit dalam sirkulasi, dan
pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini merupakan bukti kuat, bahwa
anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas makrofag dalam luka kronis
yang mengalami gangguan penyembuhan. Dengan kata lain bahwa kegagalan
penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang mengekspresikan TNF-
α (Goren dkk, 2007). Pada penelitian ini debridemen dan fasiotomi terbukti jauh
lebih efektif didalam menurunkan kadar TNF-α, dibandingkan dengan debridemen
saja.
Penghambatan TNF-α melalui debridement dan fasiotomi yang
meningkatkan luaran klinis dapat dihubungkan dengan penurunan aktivasi caspase-3
dan deoxynucleotidyl transferase (Behl dkk, 2008), peningkatan level mRNA dari
kolagen I dan III, peningkatan densitas fibroblast dan pembentukan matriks (Al-
Mashat dkk, 2006 ; Siqueira dkk, 2010). Dengan kata lain bahwa penurunan
apoptosis fibroblast dan peningkatan proliferasi, jika TNF-α dihambat (Siqueira
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 117/175
117
dkk., 2010), dan penurunan kadar TNF-α mengindikasikan pengendalian terhadap
inflamasi (Leung dkk., 2008).
Debridemen dilakukan sebagai langkah wound bed preparation untuk
merangsang dan mempercepat proses penyembuhan luka dengan mengubah suasana
lingkungan atau milieau lokal dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut,
(Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009), sehingga
tercapai keadaan cytokine milieu di dasar ulkus menjadi optimal. Jumlah dan
fisiologi jangka panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF , terutama sekali
ditentukan oleh lingkungan-mikro setempat (host microenviroment) daripada
rangsangan yang memulai angiogenesis itu sendiri, dan lingkungan ini merupakan
elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta
remodeling jaringan, (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Penggunaan terapi biologis
berbasis faktor pertumbuhan di klinik seperti PDGF (Kirsner, dkk., 2010), pada
hewan coba dengan recombinant human VEGF 165 protein (Galiano, dkk., 2004),
terbukti memperbaiki penyembuhan ulkus. Penggunaan pentoksifilin yang
menurunkan kadar TNF-α dan statin yang meningkatkan kadar VEGF secara
bersama sama terbukti memperbaiki penyembuhan ulkus peptikum pada hewan coba
diabetes (Baraka, dkk., 2010). Wound bed preparation merupakan pendekatan
bermanfaat yang dapat membantu klinisi memungkinkan kemampuan penyembuhan
dari ulkus kaki diabetik dalam cara sistemik dan holistik. Konsep TIME yaitu T issue
management melalui debridement, I nfection and inflammation control melalui
pengurangan biofilm bakteri, M oisture balance dengan menjaga kelembaban luka,
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 118/175
118
E pithelial advancement dengan menghilangkan barier fisik dan mekanik untuk
migrasi epitel dari tepi luka (Saad, dkk., 2013).
6.5 Konstruksi Regresi Linier Peningkatan kadar VEGF dengan Penurunan
kadar TNF- α.
Sitokin dan growth factor merupakan polipeptida kecil yang disekresi oleh
tipe-tipe sel yang berbeda dan bekerja sebagai molekul signal yang mengontrol
proliferasi, diferensiasi, migrasi dan metabolisme sel, mengatur dan mengganti
berbagai komponen dari matriks ekstraseluler pada penyembuhan luka. Beberapa
sitokin proinflamasi yaitu TNF-α , IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, Interferon γ, sitokin anti
inflamasi yaitu IL-4, IL-10 dan growth factor yaitu TGF, PDGF, VEGF, FGF, EGF
berperan dalam proses penyembuhan luka ((Lobmann, dkk., 2005).
Gangguan penyembuhan luka pada ulkus kaki diabetik karena adanya
disfungsi sel yang berperan di dalam penyembuhan luka, dan ketidakseimbangan
antara sitokin, growth factor dan protease, dimana terjadi peningkatan sitokin
proinflamasi terutama TNF-α dan interleukin (IL-1β) yang selanjutnya secara
langsung mampu merangsang sintesis MMP. Tingginya kadar MMP, menyebabkan
proses penyembuhan ulkus menjadi terputus dan tidak terkoordinasi karena
degradasi matriks protein dan growth factor yang sangat penting dalam
penyembuhan luka (Lobmann, dkk., 2005).
Pada penelitian ini berdasarkan hasil analisis korelasi mendapatkan terjadi
korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan ( p < 0,05) antara peningkatan kadar
VEGF dengan penurunan kadar TNF-α) pasca operasi debridemen dengan fasiotomi.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 119/175
119
Kekuatan korelasi antara peningkatan kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α,
seperti terlihat dalam persamaan regresi berikut ini yaitu:
VEGF = 8,301 + 0,308 TNF-α.
Hal ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α terjadi peningkatan
kadar VEGF sebesar 8,301 + 0,308 = 8,609 pg/mL.
Penurunan kadar TNF-α plasma terjadi melalui tindakan debridemen, dengan
adanya penurunan kadar TNF-α maka proses degradasi VEGF akan dicegah,
sehingga kadar VEGF menjadi meningkat. Disamping debridemen sendiri mampu
meningkatkan kadar VEGF plasma, peningkatan kadar VEGF plasma juga terjadi
melalui perbaikan oksigenasi jaringan karena tindakan fasiotomi.
.
6.6 Kebaharuan Penelitian (Novelty)
Penanganan baku ulkus kaki diabetik sampai saat ini adalah debridemen
yang hasilnya secara klinis kurang memuaskan. Pada debridemen yang terjadi
adalah perbaikan lingkungan inflamasi dan membuat perdarahan baru, namun
ternyata masih tetap terjadi hipoksia jaringan yang disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan kompartemen.
Pada penelitian ini dimana kami melakukan debridemen dengan fasiotomi
secara simultan pada ulkus kaki diabetik, yang terjadi adalah selain memperbaiki
lingkungan inflamasi dan membuat suatu perdarahan baru, terjadi juga perbaikan
hipoksia jaringan melalui fasiotomi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 120/175
120
penelitian ini bahwa debridemen dengan fasiotomi pada kaki diabetik lebih besar
bermakna menurunkan kadar TNF-α plasma dan meningkatkan kadar VEGF plasma
yang disertai dengan perbaikan klinis ulkus darpada debridemen saja. Dengan
demikian ini merupakan temuan baru yang dapat disumbangkan dari penelitian ini.
Dikemukakan usulan model mekanisme regulasi TNF-α dan VEGF sebagai
pathogenesis baru perbaikan klinis ulkus akibat perlakuan debridemen dengan
fasiotomi dan akibat perlakuan debridemen tanpa fasiotomi seperti tercantum pada
Gambar 6.1.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 121/175
121
Gambar 6.1 Model mekanisme regulasi TNF-α dan VEGF plasma sebagai pathogenesis
baru perbaikan klinis ulkus kaki diabetik akibat perlakuan debridemen
dengan fasiotomi dan debridemen tanpa fasiotomi.
Ulkus kaki diabetik
Tekanan kompartemen kaki ↑ Respon inflamasi ↑
Gangguan mikrosirkulasi
Hipoksia jaringan
VEGF ↓ TNF-α ↑
Ulkus kronis
Debridemen ↓ Inflamasi
+Fasiotomi ↓↓ Infeksi
↓ Tekanan
kompartemen
memperbaiki
mikrosirkulasi
*Glukosa plasma terkontrol
Debridemen ↓ Inflamasi
↓ Infeksi
↓↓ TNF-α
Perbaikan oksigenasi jaringan
↓ TNF-α
↑↑ VEGF ↑ VEGF
↑↑ Perbaikan Klinis Ulkus ↑ Perbaikan Klinis Ulkus
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 122/175
122
6.7 Kelemahan Penelitian
6.7.1 Bias
Tidak bisa menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen, apakah
telah dilakukan dengan adekuat atau belum. Sampai saat ini belum ada suatu cara
yang dianggap baku untuk menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen
ulkus maupun fasiotomi.
Saap dan Falanga (2002) mengajukan suatu cara yang dinamakan
debridemen performance index (score 0-6), meliputi debridemen terhadap kalus, tepi
ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai adalah 0 adalah debridemen
diperlukan tetapi tidak dikerjakan, skor 1 adalah debridemen diperlukan dan
dikerjakan, skor 2 adalah debridemen tidak diperlukan. Semakin rendah debridemen
performance index , semakin rendah insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem
skoring ini dapat dipakai untuk meramalkan hasil pengobatan. Kami tidak memakai
sistem tersebut diatas karena belum dianggap baku.
Kadar TNF-α di dalam jaringan posttest pada penelitian ini tidak dikerjakan
karena pertimbangan etika, sehingga tidak bisa diketahui perubahannya secara lokal
di dalam jaringan, walaupun secara sistemik menunjukkan penurunan yang
bermakna, namun apakah perubahan sistemik tersebut memiliki korelasi dengan
perubahan di dalam jaringan ulkus. Goren dkk. (2007) melaporkan adanya
peningkatan secara nyata ekspresi reseptor insulin di dalam jaringan dan penurunan
secara nyata jumlah monosit/makrofag di dalam jaringan pada hewan coba diabetes
setelah pemberian anti TNF-α antibodi secara sistemik. Mengacu pada penelitian
Goren dkk. (2007) tersebut kami berpendapat bahwa perubahan kadar TNF-α plasma
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 123/175
123
pasca debridemen dengan fasiotomi memiliki korelasi positif dengan perubahan di
dalam jaringan ulkus.
Peningkatan kadar VEGF plasma pada penelitian ini dipicu oleh dua hal
yaitu penurunan kadar TNF-α melalui tindakan debridemen dan perbaikan
oksigenasi jaringan melalui fasiotomi, yang memicu perubahan dari hipoksia
jaringan menjadi normoksia atau bahkan mungkin hiperoksia. Apakah fasiotomi
yang dilakukan telah mencapai keadaan normoksia atau bahkan hiperoksia, tidak
bisa dibuktikan karena tidak dilakukan pengukuran ulang tekanan kompartemen
pasca fasiotomi maupun pengukuran tekanan oksigen jaringan ulkus. Argumentasi
yang bisa dikemukakan disini adalah bahwa pengukuran tekanan kompartemen
pasca fasiotomi tidak relevan lagi dan hasilnya tidak bisa dipercaya, karena fasia
atau kompartemen sudah terbuka. Yang paling akurat untuk menilai telah terjadi
perbaikan oksigenasi jaringan tentunya adalah dengan mengukur tekanan oksigen
jaringan. Namun kami menggunakan parameter tidak langsung melalui peningkatan
kadar VEGF plasma sebagai parameter perbaikan oksigenasi jaringan pasca
perlakuan debridemen dengan fasiotomi, ini terbukti dari peningkatan VEGF lebih
besar bermakna pada kelompok perlakuan daripada kontrol.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 124/175
124
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Peningkatan kadar TNF-α dan penurunan kadar VEGF plasma, tampak
berkontribusi pada gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik.
b. Terdapat rerata peningkatan tekanan kompartemen pada semua kompartemen
kaki ulkus kaki diabetik. Peningkatan tekanan kompartemen kaki ini diduga
ikut berperan pada penurunan kadar VEGF plasma sebagai parameter
hipoksia jaringan.
c.
Penurunan kadar TNF-α plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
dengan fasiotomi, lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.
d.
Peningkatan kadar VEGF plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
dengan fasiotomi lebih besar daripada debridemen tanpa fasiotomi;
e. Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara peningkatan kadar VEGF
dengan penurunan TNF-α. plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
dengan fasiotomi
f. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pasca debridemen dengan fasiotomi lebih
besar daripada debridemen tanpa fasiotomi.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kelemahan penelitian ini maka
ada beberapa saran yang dapat dilakukan baik untuk pengembangan ilmu
maupun kepentingan di klinik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat :
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 125/175
125
Untuk pengembangan ilmu :
a. Melakukan penelitian eksperimental lebih lanjut dengan mengukur tekanan
oksigen jaringan pasca fasiotomi untuk mengetahui perbaikan oksigenasi
jaringan.
Untuk kepentingan di klinik dalam pelayanan kepada masyarakat :
a.
Melakukan tindakan debridemen dan fasiotomi secara simultan sebagai
tindakan alternative pilihan untuk mencapai perbaikan klinis ulkus kaki
diabetik derajat wagner II, III, dan IV.
b. Melakukan pengukuran tekanan kompartemen kaki pada setiap ulkus kaki
diabetik sebagai pemeriksaan rutin untuk menilai status vaskuler, sehingga
dapat memberi tuntunan perlu tidaknya tindakan fasiotomi.
c. Diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan ulkus kaki
diabetik, dengan memperhatikan peningkatan tekanan kompartemen kaki
sebagai salah satu penyebab gangguan vaskuler terutama pada ulkus kaki
diabetik yang tidak ada perbaikan.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 126/175
126
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mashat, H.A., Kandru, S., Liu, R., Behl, Y, Desta, T., Graves, D.T. 2006.Diabetes Enhances mRNA Levels of Proapoptotic Genes and Caspase
Activity, Which Contribute to Impaired Healing. Diabetes ; 55 : 487-95.
American College Of Surgeon (ACS). Anatomically Based Surgery for Trauma
Course (ABST), Lab Manual : Extremity Chapter 4 : Injuries to the
Extremities : Compartment Syndrome and Fasciotomy.
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 35 (supplement 1) : S64-S71.
American Diabetes Association. 2011. Standard of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 34 ( Supplement 1) : S11-S61.
Banai, S., Jaklitsch, M.T., Shou, M., Lazarous, D.F., Scheinowitz, M., Biro, S.,
Epstein, S., Unger, E. 1994. Angiogenic-induced enhancement of
collateral blood flow to ischemic myocardium by vascular endothelial
growth factor in dogs. Circulation 89:2183 – 9.
Bao, P., Kodra, A., Tomic-Canic, M., Golinko, M.S., Ehrlich, H.P., Brem, H. 2009.
The Role of Vascular Growth Factor in Wound Healing. J Surg Res,
15:347-58.
Baraka, A.M., Guemei, A., Gawad, H.A. 2010. Role of modulation of vascular
endothelial growth factor and tumor necrosis factor-alpha in gastric ulcer
healing in diabetic rats. Biochemical Pharmacology; 79 : 1634 – 9
Behl, Y., Krothapalli, P., Desta, T., Graves, D. 2008. Diabetes-Enhanced Tumor
Necrosis Factor-α Production Promotes Apoptosis and the Loss of Retinal
Microvascular Cells in Type 1 and Type 2 Models of Diabetic
Retinopathy. Am J Pathol ; 172(5) : 1411 – 8.
Belgore, F.M., Blann, A.D., Li-Saw-Hee, F.L., Beevers, D.G., Lip, G.Y. 2001.Plasma levels of vascular endothelial growth factor and its soluble
receptor (SFlt-1) in essential hypertension. Am J Cardiol, 87: 805 – 7.
Bernard, L. (Chairman Working Group). 2007. Clinical practice guidelines:
Management of diabetic foot infections. Medicine et maladies infectieuses,
37:14-25.
Biondo-Simoes, M.,L.,P., Zammar, G.,R., Fernandes, R.,S., Biondo-Simos, R.,
Mello, F., S., R., Noronha, L. 2010. Obesity and abdominal wound
healing in rats. Acta Cir. Bras. 25(1).
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 127/175
127
Bjarnsholt, T., Kirketerp-Moller, K., Jensen P.O., Madsen, K.G., Phipps, R.,
Krogfelt, K., Hoiby, N., Givskov, M. 2008. Why chronic wounds will not
heal: a novel hypothesis. Wound Repair Regen. 16(1):2-10.
Bouskela, E., Botttino, D.A., Tavares, J.C. 2003. Microvascular permeability indiabetes. In: Schmid-Schonbein, G.W., Neil Granger, D., editors. Molecular
Basis for Microcirculatory Disorders. Paris : Springer-Verlag France. p 545-55.
Boody, A.R., Wongworat, M.D. 2005. Accuracy in the measurement of compartment
pressures: a comparison of three commonly used devices. J Bone Joint
Surg Am, 87:2415-22.
Brem, H., Erlich, P., Tsakayannis, D., Folkma, J. 1997. Delay of wound healing by
the angiogenesis inhibitor TNP-470. Surgical forum, 48 :714-6.
Brem, H., Kodra, A., Golinko, M.S., Entero, H., Stojadinovic, O., Wang, V.M.,Sheahan, C.M., Weinberg, A.D., Woo, S.L.C., Ehrlich H.P., Tomic-
Canic, M. 2009. Mechanism of Sustained Release of Vascular Growth
Factor in Accelerating Experimental Diabetic Healing. Journal of
Investigative Dermatology, 129:2275-87.
Brem, H., Tomic-Canic, M. 2007. Cellular and molecular basis of wound healing in
diabetes. J. Clin. Invest. 117:1219 – 22.
Broekhuizen, L.N., Lemkes, B.A., Mooij, H.L., Meuwese, M.C., Verberne, H.,
Holleman, F., Schlingemann, R.O., Nieuwdorp, M., Stroes, E.S.G., Vink,
H. 2010. Effect of sulodexide on endothelial glycocalyx and vascular permeability in patients with type 2 diabetes mellitus. Diabetologia,
53:2646 – 55.
Brownlee, M. 2001 Biochemistry and molecular cell biology of diabetic
complications. Nature , 414:813-20.
Burns, J., L., Mancoll, J., S., Phillips, L., G. 2003. Impairments to wound healing.
Clin Plastic Surg ., 30 : 47-56.
Cardinal, M., Eisenbud, D.E., Armstrong, D.G., Zelen, C., Driver, V., Attinger, C.,
Phillips, T., Harding, K. 2009. Serial surgical debridement: a retrospective
study on clinical outcomes in chronic lower extremity wounds. Wound
Repair Regen. ;17(3):306-11.
Cavanagh, P.R., Buse, J.B., Frykberg, R.B., Gibbons, G.W., Lipsky, B.A., Pogach,
P., Reiber, G.E., Sheehan, P. 1999. Consensus Development Conference
on Diabetic Foot Wound Care. DIABETES CARE , 22(8)
Chang, A.C., Dearman, B., Greenwood, J.E. 2011. A Comparison of Wound Area
Measurement Techniques: Visitrak Versus Photography. Eplasty, 11 : e18.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 128/175
128
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). History of foot ulcer among
persons with diabetes — United States, 2000-2002. MMWR Morb Mortal
WklyRep. 2003;52(45):1098-02.
Cho, C.H., Sung, H.K., Kim, K.T., Cheon, H.G., Hong, H.J. 2006. COMP-angiopoetin-1 promotes wound healing through enhanced angiogenesis,
lymphangiogenesis, and blood flow in diabetic mouse model. Proc Natl
Acad Sci USA, 103:4946-51.
Chou, E., Suzuma, I., Way, K.J., Opland, D., Clermont, A.C., Naruse, K., Suzuma,
K., Bowling, N.L., Vlahos, C.J., Aiello, L.P., King, G.L. 2002. Decreased
cardiac expression of vascular endothelial growth factor and its receptors
in insulin-resistant and diabetic States: a possible explanation for impaired
collateral formation in cardiac tissue. Circulation, 105:373 – 9.
Coerper, S., Beckert, S., Kuper, M.A., Jekov, M., Konigsrainer, A. 2009 Fifty percent area reduction after 4 weeks of treatment is a reliable indicator for
healing--analysis of a single-center cohort of 704 diabetic patients. J
Diabetes Complications, 23(1):49-53.
Darby, I.A., Bisucci, T., Hewitson, T.D., MacLellan, D.G. 1997. Apoptosis is
increased in a model of diabetes-impaired wound healing in genetically
diabetic mice. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology ;
29(1) : 191 -200
Davis, G.E., Saunders, W.B. 2006. Molecular balance of capillary tube formation
versus regression in wound repair: role of matrix metalloproteinases andtheir inhibitors. J Investig Dermatol Symp Proc, 11:44-56.
Driver, V.,R., Fabbi, M., Lavery, L., A., Gibbons, G. 2010. The costs of diabetic
foot: the economic case for the limb salvage team. J Am Podiatr Med
Assoc.;100(5):335-41.
Edmonds, M.E. 2006. ABC of wound healing. BMJ , 18: 407-10
Edwards, J., Stapley, S. 2010. Debridement of diabetic foot ulcers. Cochrane
Database Syst Rev, 20: CD003556.
Falanga, V., Saap, L.J., Ozonoff, A. 2006. Wound bed score and its correlation with
healing of chronic wounds. Dermatol Ther ; 19(6):383-90.
Ferrara, N., Davis-Smyth, T. 1997. The Biology of Vascular Endothelial Growth
Factor. Endocrine Review, 18:4-25.
Flamini, S., Zoccali, C., Persi, E., Calvisi, V. 2008. Spontaneous compartement
syndrome in patient with diabetes and statin administration : a case report.
J Orthopaed Traumatol , 9:101-3.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 129/175
129
Frank, S., Hubner, G., Breier, G., Longaker, M.T., Greenhalgh, D.G., Werner, S.
1995. Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Expression in
Cultured Keratinocytes: Implication for Normal and Impaired Wound
Healing, The Journal of Biological Chemistry, 270:12607-13.
Freedman, S.B., Isner, J.M. 2002. Therapeutic angiogenesis for coronary artery
disease. Ann Intern Med, 136:54 – 71.
Frink, M., Hildebrand, F., Krettek, C., Brand, J., Hankemeier, S. 2010. Compartment
syndrome of the lowert leg and foot. Clin Orthop Relat Res, 468:940-50.
Frykberg, R.G., Armstrong,. D.G., Giurini, J., Edwards, A., Kravette, M., Kravitz,
S., Ross, C., Stavosky, J., Stuck, R., Vanore, J. 2000. Diabetic Foot
Disorders : A Clinical Practice Guideline. Journal of Foot & Ankle
Surgery, 39:S1-S60.
Fulkerson, E., Razi, A., Tejwani, N. 2003. Review : acute compartment syndrome of
foot. Foot & Ankle Int., 24 : 180-187.
Gabriel, A., Mussman, J., Rosenberg, L.Z., de la Torre, J.I., 2009. Wound Healing
and Growth Factors. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1298196 . Diakses pada Desember
2010
Gallagher, K.A., Liu Z-J., Xiao, M., Chen, H., Goldstein, L.J., Buerk, D.G., Nedeau,
A., Thom, S. R., Velasques, O.C. 2007. Diabetic impairments in NO-
mediated endothelial progenitor cell mobilization and homing are reversed by hyperoxia and SDF-1α. J Clin Invest. ;117(5):1249 – 1259.
Galiano, R.D., Tepper, O.M., Pelo, C.R., Bhatt, K.A., Callaghan, M., Bastidas,N.,
Bunting, S., Steinmetz, H.G., Gurtner, G.C. 2004. Topical Vascular
Endothelial Growth Factor Accelerates Diabetic Wound Healing through
Increased Angiogenesis and by Mobilizing and Recruiting Bone Marrow-
Derived Cells. Am J Pathol . 164(6): 1935 – 1947.
Gerber, H.P., Condorelli, F., Park, J., Ferrara N. 1997. Differential transcriptional
regulation of the two vascular endothelial growth factor receptor genes.
Flt-1, but not Flk-1/KDR, is up-regulated by hypoxia. J Biol Chem, 272:
23659 – 67.
Gibbons , G.W., Marcaccio, E.J., Habershaw , G.M. 1995. Management of diabetic
foot. In : Callow, A.D., Ernst, C.B., editors.Vascular surgery : theory and
practice. Connecticut : Appleton and Lange. p.167-79.
Gibran, N.S., Jang, Y.C., Isik, F.F., Greenhalgh, D.G, Muffley, L.A., Underwood,
R.A. 2002. Diminished neuropeptide levels contribute to the impaired
cutaneous healing response associated with diabetes mellitus. J Surg Res,
108:122-8.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 130/175
130
Goldberg, M.T., Han, Y-P., Yan, C., Shaw, M.C., Garner, M.L. 2007. TNF-α
Suppresses α-Smooth Muscle Actin Expression in Human Dermal
Fibroblasts: An Implication for Abnormal Wound Healing. J Invest
Dermatol , 127(11): 2645 – 55.
Gordon, K.,A., Lebrun, E.,A, Tomic-Canic, M., Kirsner, R.,S. 2012. The role of
surgical debridement in healing of diabetic foot ulcers. Skinmed ,10(1):24-
6. Review.
Goren, I., Muller, E., Schiefelbein, D., Christen, U., Pfeilschifter, J., Muhl, H.,
Frank, S. 2007. Systemic Anti-TNF Treatment Restores Diabetes-
impaired Skin Repair in ob/ob Mice by Inactivation of Macrophages.
Journal of Investigative Dermatology, 127:2259 – 67
Gunga HC, Kirsch K, Rocker L, Behn C, Koralewski E, Davila EH, Estrada MI,Johannes B, Wittels P, and Jelkmann W. 1999. Vascular endothelial
growth factor in exercising humans under different environmental
conditions. Eur J Appl Physiol Occup Physiol 79:484 – 90.
Guo, S., DiPietro, L.A. 2010. Factors Affecting Wound Healing. J Dent Res., 89(3) :
219-29
Gupta, K., Zhang, J. 2005. Angiogenesis : a curse or cure. Postgrad Med J , 81:236-
42.
Harada, K., Friedman, M., Lopez, J., Wang, S., Li, J., Prasad, P.V., Pearlman, J.D.,
Edelmam, E., Sellke, F.W., Simons, M. 1996. Vascular endothelial growth
factor in chronic myocardial ischemia. Am J Physiol, 270:H1791 – 180.
Harmey, J.H., Bouchier-Hayes, D. 2002. Vascular endothelial growth factor
(VEGF), a survival factor for tumour cells: implications for anti-
angiogenic therapy. Bioessays, 24:280 – 3.
Himmerich, H., Fulda, S., Linseisen, J., Seiler, H., Wolfram, G., Himmerich, S.,
Gedrich, K., Pollmacher, T. 2006. TNF-α, soluble TNF receptor and
Interleuikin-6 plasma levels in the general population. Eur.Cytokine Netw., 17: 196-201.
Hinchliffe RJ, Andros G, Apelqvist J, Bakker K, Friederichs S, Lammer J, Lepantalo
M, Mills JL, Reekers J, Shearman CP, Valk G, Zierler RE, Schaper NC.
2012. A systematic review of the effectiveness of revascularization of the
ulcerated foot in patients with diabetes and peripheral arterial disease.
Diabetes Metab Res Rev., Suppl 1:179-217.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 131/175
131
Hirsch, A.T., Haskal, Z.J., Hertzer, N.R., Bakal, C.W., Creager, M.A., Halperin, J.L.,
Hiratzka, L.F., Murphy, W.R.C., Olin, J.W., Puschett, J.B., Rosenfield,
K.A., Sacks, D., Stanley, J.C., Taylor, JR, L.M., White, C.J., White, J.,
White, R.A. 2006. ACC/AHA Guidelines for the Management of PatientsWith Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric,
and Abdominal Aortic): Executive Summary A Collaborative Report
From the American Association for Vascular Surgery/Society for Vascular
Surgery, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions,
Society for Vascular Medicine and Biology, Society of Interventional
Radiology, and the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines
(Writing Committee to Develop Guidelines for the Management of
Patients With Peripheral Arterial Disease). JACC , XX (X) : 1 – 75.
Hoeben, A., Landuyt, B., Highley M.S., Wildier, H., Van Oosterom, A.T., De
Bruijn, E.A. 2004. Vascular Endothelial Growth Factor and Angiogenesis. Pharmacol Rev, 56:549-80.
Huang, E.S., Basu, A., O’Grady, M., Capreta, J.C. 2009. Projecting the Future
Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S. Diabetes Care,
32: 2225-9.
Isner, J.M., Walsh, K., Symes, J.F., Pieczek, A., Takeshita, S., Lowry, J., Rosenfield,
K., Weir, L., Brogi, E., Jurayj, D. 1996. Arterial gene transfer for
therapeutic angiogenesis in patients with peripheral artery disease. Hum
Gene Ther 7:859 – 88.
Jose, R.M., Viswanathan, N., Aldlyani, E., Wilson, Y., Moiemen, N., Thomas, R.
2004. Case report : Aspontaneous compartment syndrome in a patient with
diabetes. The Journal of Bone and Joint Surgery, 86-B:1068-70.
Khanolkar, M.P., Bain, S.C., Stephens, J.W. 2008. The diabetic foot. QJM, 101:
685-95
Kirsner, R.S., Warriner,R., Michela, M., Stasik, L., Freeman, K. 2010. Advanced
Biological Therapies for Diabetic Foot Ulcers. Arch
Dermatol .;146(8):857-62.
Kosmidou, I., Karmpaliotis, D., Kirtane, A.J., Barron, H.V., Gibson, C.M. 2008.
Vascular endothelial growth factors in pulmonary edema: an update. J
Thromb Thrombolysis, 25:259-64.
Koyama, S., Sato, E., Haniuda, M., Numanami, H., Nagai, S., Izumi, T. 2002.
Decreased level of vascular endothelial growth factor in bronchoalveolar
lavage fluid of normal smokers and patients with pulmonary fibrosis. Am J
Respir Crit Care Med, 166:382 – 5.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 132/175
132
Lavery, L.A., Barnes, S.A., Keith, M.S., Seaman, J.W., Armstrong, D.G. 2008.
Prediction of Healing for Postoperative Diabetic Foot Wounds Based on
Early Wound Area Progression. Diabetes Care, 31 (1): 26-9
Lebrun, E., Tomic-Canic, M., Kirsner, R.S. 2010. The role of surgical debridementin healing of diabetic foot ulcers. Wound Repair Regen, 18:433-8.
Lee, B.Y.,Guerra, J., Civelek, B. 1995. Compartment syndrome in diabetic foot. Adv
Wound Care, 8:36,38,41-2.
Lefrandt, J.D., Bosma, E., Oomen, P.H., Hoeven, J.H., Roon, A.M., Smit, A.J.,
Hoogenberg, K. 2003. Sympathetic mediated vasomotion and skin
capillary permeability in diabetic patients with peripheral neuropathy.
Diabetologia, 46:40-7.
Lepantalo, M., Apelqvist, J., Setacci, C., Ricco, J.B., de Donato, G., Becker, F.,Robert-Ebadi, H., Cao, P., Eckstein, H.H., De Rango, P., Diehm, N.,
Schmidli, J., Teraa, M., Moll, F.L., Dick, F., Davies, A.H. 2011.
Diabetic foot. Eur J Vasc Endovasc Surg .;42 Suppl 2:S60-74.
Lerman, O.Z., Galiano, R.D., Armour, M., Jamie, P., Levine, J.P., Gurtner, G.C.
2003. Cellular Dysfunction in the Diabetic Fibroblast Impairment in
Migration, Vascular Endothelial Growth Factor Production, and Response
to Hypoxia. Am J Pathol , 162: 303-12.
Leung, P.C., Wong M.W.N., Wong, W.C. 2008. Limb salvage in extensive diabeticfoot ulceration : an extended study using a herbal supplement. Hong
Kong Med J , 14:29-33.
Liu, Z-J.,Velazquez, O.C. 2008. Hyperoxia, Endothelial Progenitor Cell
Mobilization, and Diabetic Wound Healing. Antioxid. Redox Signal., 10:
1869 – 82.
Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong,
D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur,
M.S., Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious
Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosisand Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious Diseases ;
54(12):132-73.
Lobmann, R., Schultz, G., Lehnert, H. 2005. Proteases and Diabetic Foot
Syndrome: Mechanisms and Therapeutic Implications. Diabetes care,
28(2):462-71.
Lower, R.F., Kenzora, J.E. 1994. The diabetic neuropathic foot: a triple crush
syndrome--measurement of compartmental pressures of normal and
diabetic feet. Orthopedic, 17: 241-8.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 133/175
133
Maeda, T., Kawane, T., Horiuchi, N. 2003. Statins augment vascular endothelial
growth factor expression in osteoblastic cells via inhibition of protein
prenylation. Endocrinology, 144: 681 – 92.
Maloney J, Wang D, Duncan T, Voelkel N, and Ruoss S. 2000. Plasma vascularendothelial growth factor in acute mountain sickness. Chest 118: 47 – 52.
Maltezoz, E., Papazoglou, D., Exiara, T., Papazoglou, L., Karathanasis, E.,
Christakidis, D., Ktenidou-Kartali, S. 2002. Tumour Necrosis Factor-α
Levels in Non-diabetic Offspring of Patients with Type 2 Diabetes
Mellitus. The Journal of International Medical Research, 30 : 576-83.
Meyer, K.C., Cardoni, A., Xiang, Z.Z. 2000. Vascular endothelial growth factor in
bronchoalveolar lavage from normal subjects and patients with diffuse
parenchymal lung disease. J Lab Clin Med, 135: 332 – 8.
Mikhnevych, O.E., Horielov, S.V., Bezliuda, N.P., Sapa, S.A . 2001. Compartment
syndrome in patients with diabetic foot syndrome complicated by purulent
necrotic lesions. Klin Khir , 8: 33-5.
Mitchell, R.S., Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2007. Robbins Basic Pathology.
Philadelphia: Saunders. 8th edition.
Moed, B.R., Thorderson, P.K. 1993. Measurement of Intracompartmental Pressure :
A Comparison of the Slit Catheter, Side-ported Needle, and Simple
Needle. The Journal of Bone and Joint Surgery, 75-A: 231-5.
Mueller, M.,P., Wright, J., Klein, .,R. 1994. Diabetes and Peripheral Vascular
Disease. In : Veith, F.,J., Hobson II, R.,W., Williams, R.,A., Wilson, S.,E.,
editors.Vascular Surgery Principle and Practice. McGraw-Hill. p. 514-22.
Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. 2007. ―Pola Kuman dan Korelasi Klinis
Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar― (tesis). Denpasar:
Universitas Udayana.
Munichoodappa, C., Sheriff, S.A. 1999. Case report : Spontaneous muscle infarction
in diabetes mellitus. Int.J. Diab. Dev. Countries, 19:115-6.
Nakagawa, K., Chen, Y.X., Yonemitsu, Y., Murata, T., Hata, Y., Nakashima, Y.
Sueishi, K. 2000. Angiogenesis and its regulation : roles of vascular
endothelial cell growth factor. Semin Thromb Hemost , 26:61-6.
Nieuwdorp, M., van Haeften TW., Gouvemeur MC et al. 2000. Loss of endothelial
glycocalyx during acute hyperglycemia coincides with endothelial
dysfunction and coagulation activation in vivo. Diabetes, 55:480-6.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 134/175
134
Norgren, L., Hiat, W.R., Dormandy, J.A., Nehler, M.R., Harris, K.A., Fowkes,
F.G.R. 2007. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease (TASC II). Journal of Vascular Surgery, 45(1)
Supplement : S5A-67A
Oltmanns, K.M., Gehring, H., Rudolf, S., Schultes, B., Hackenberg, C., Schweiger,
U., Born, J., Fehm, H.L., Peters , A. 2006. Acute hypoxia decreases
plasma VEGF concentration in healthy humans. Am J Physiol Endocrinol
Metab, 290(3): E434-E439.
Oyibo, S.O., Jude, E.B., Tarawneh, I., Nguyen, H.C., Harkless, L.B., Boulton,
A.J.M. 2001. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification
Systems The Wagner and the University of Texas wound classification
systems . Diabetes, 24(1): 84-8
Pamoukian, V.N., Rubino, F., Iraci, J.C. 2000. Review and case report of idiopathic
lower extremity compartment syndrome and its treatment in diabetic
patient. Diabetes & Metabolism, 26:489-92.
Pearlman, J.D., Hibberd, M.G., Chuang, M.L., Harada, K., Lopez, J.J., Gladstone,
S.R., Friedman, M., Sellke, F.W., Simons, M. 1995. Magnetic resonance
mapping demonstrates benefits of VEGF-induced myocardial
angiogenesis. Nature Med, 1:1085 – 9.
Pocock S., J. 2008. CLINICAL TRIALS A Practical Approach. Chichester, New
York, Brisbane, Toronto, Singapore. John Wiley & Sons Ltd : 1-7, 123-38.
Pusat Data dan Informasi Persi. Available from :http://www.pdpersi.co.id/conten/m_news. Diakses pada Juni 2012.
Quantikine ELISA. Available from : (http://www.rndsystems.com/pdf/dve00.pdf )
Quattrini, C., Jeziorska, M., Boulton, A.J.M., Malik, R.A. 2008. Reduced
Vascular Endothelial Growth Factor Expression and Intra-Epidermal
Nerve Fiber Loss in Human Diabetic Neuropathy. Diabetes Care, 31
:140-5.
Rauwerda J.A. 2000. Foot debridement: anatomic knowledge is mandatory.
Proceedings of the Third International Symposium on the Diabetic Foot ,
16(issue suppl 1) : S23-S26.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 135/175
135
Rivard, A., Silver, M., Chen, D., Kearney, M., Magner, M., Annex, B., Peters, K.,
Isner, J.M. 1999. Rescue of Diabetes-Related Impairment of Angiogenesis
by Intramuscular Gene Therapy with Adeno-VEGF. Am J Pathol , 154:
355 – 63.
Rogers, L.C., Bevilacqua, N.J., Armstrong, D.G., Andros, G. 2010. Digital
Planimetry Results in More Accurate Wound Measurements : A
Comparison to Standard Ruler Measurements. Journal of Diabetes Science
and Technology, 4:799-802.
Rutherford, R.B. 1995. Recommended standards for reports on vascular disease and
its management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery :
theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange : 1145 - 59.
Ryu, J.K. 2008. Therapeutic Angiogenesis: The Pros and Cons and the Future.
Korean Circ J , 38:73-9.
Saad, A.Z.M., Khoo,T.L., Halim, A.S. 2013. Wound Bed Preparation for Chronic
Diabetic Foot Ulcers (review article). ISRN Endocrinology Volume 2013,
Article ID 608313, 9 pages.
Saap, L.J., Falanga, V. 2002. Debridement performance index and its correlation
with complete closure of diabetic foot ulcers. Wound Repair
Regen,10(6):354
Saepudin, M. 2011. Metodologi penelitian Kesehatan masyarakat. Jakarta : TransInfo Media (TIM) : 45-59.
Santos, S., Peinado, V.I., Ramirez, J., Morales-Blanhir, J., Bastos, R., Roca, J.,
Rodriguez-Roisin, R., Barbera, J.A. 2003. Enhanced expression of
vascular endothelial growth factor in pulmonary arteries of smokers and
patients with moderate chronic obstructive pulmonary disease. Am J
Respir Crit Care Med, 167:1250 – 6.
Shaw, J., Hughes, C.M., Lagan, K.M., Bell, P.M.,Stevenson, M.R. 2007. An
Evaluation of Three Wound Measurement Techniques in Diabetic Foot
Wounds. Diabetes Care, 30:2641-2.
Simons, M. 2005. Angiogenesis, Arteriogenesis, and Diabetes: Paradigm
Reassessed?. Journal of the American College of Cardiology, 46.
Singh, N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing foot ulcers in patients
with diabetes. Jama , 293:217-28.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 136/175
136
Siqueira, M. F., Li, J., Chehab, L., Desta, T., Chino, T., Krothpali, N., Behl, Y.,
Alikhani, M., Yang, J., Braasch, C., Graves, D. T. 2010. Impaired wound
healing in mouse models of diabetes is mediated by TNF-α dysregulation
and associated with enhanced activation of forkhead box O1 (FOXO1).
Diabetologia, 53(2): 378 – 88.
Steed, D.L., Donohoe, D., Webster, M.W., Lindsley, L. 1996. Effect of extensive
debridement and treatment on the healing of diabetic foot ulcers. Diabetic
Ulcer Study Group. J Am Coll Surg ;183(1):61-4.
Steed, D.L. 2004. Debridement. J Am Coll Surg ; 187 (Suppl) : 71S – 74S
Takeshita, S., Zhung, L., Brogi, E., Kearney, M., Pu L-Q, Bunting, S., Ferrara, N.,
Symes, J.F., Isner, J.M. 1994. Therapeutic angiogenesis: a single intra-
arterial bolus of vascular endothelial growth factor augments collateral
vessel formation in a rabbit ischemic hindlimb model. J Clin Invest,93:662 – 70.
Takeshita, S., Pu L-Q, Stein, L.A., Sniderman, A.D., Bunting, S., Ferrara, N., Isner,
J.M., Symes, J.F. 1994. Intramuscular administration of vascular
endothelial growth factor induces dose-dependent collateral artery
augmentation in a rabbit model of chronic limb ischemia. Circulation,
90:[Suppl II]228-34.
Takeshita S, Tsurumi Y, Couffinhal T, Asahara T, Bauters C, Symes JF, Ferrara N,
Isner JM. 1996. Gene transfer of naked DNA encoding for three isoforms
of vascular endothelial growth factor stimulates collateral development in
vivo. Lab Invest 75:487 – 502.
Tellechea, A., Leal, E., Veves, A., Carvalho, E. 2010. Inflammatory and Angiogenic
abnormalities in Diabetic Wound Healing: Role of Neuropeptides and
Therapeutic Perspectives. The Open Circulation and Vascular Journal , 3:
43-55.
Urovitz, E.P., Birk-Urovitz, A., Birk-Urovitz, E. 2008. Endoscopic plantar
fasciotomy in the treatment of chronic heel pain. Can J Surg .; 51(4): 281 –
3.
Van Baal, J.G. 2004. Surgical treatment of the Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Diseases, 39: S 123-8.
Velazquez O.,C. 2007. Angiogenesis and vasculogenesis: Inducing the growth of
new blood vessels and wound healing by stimulation of bone marrow –
derived progenitor cell mobilization and homing. J Vasc Surg, 45:39A-
47A.
Vourisalo, S., Venermo, M., Lepäntalo, M . 2009. Treatment of diabetic foot ulcers.
J Cardiovasc Surg (Torino), 50:275-91.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 137/175
137
Wallace, H.,J., Stacey, M.,C. 1998. Level of tumour Necrosis Factor-α (TNF-α) and
Soluble TNF Receptors in Chronic Venous Leg Ulcer – Correlations to
Healing Status. J Invest Dermatol ; 110 (3) : 292-6.
Waltenberger, J. 2007. New Horizons in Diabetes Therapy: The Angiogenesis
Paradox in Diabetes: Description of Problem and Presentation of Unifying
Hypothesis. Immun.,Endoc. & Metab. Agents in Med. Chem., 7:87-93.
Walter, R., Maggiorini, M., Scherrer, U., Contesse, J., Reinhart, W.H. 2001. Effects
of high-altitude exposure on vascular endothelial growth factor levels in
man. Eur J Appl Physiol, 85:113 – 7.
Weck, M., Slesaczeck, T., Paetzold, H., Muench, D., Nanning, T., von Gagern, G.,
Brechow, A., Dietrich, U., Holfert, M., Bornstein, S., Barthel, A., Thomas,
A., Koehler, C., Hanefeld, M. 2013. Structured health care for subjectswith diabetic foot ulcers results in a reduction of major amputation rates.
Cardiovascular Diabetology 2013, 12:45.
Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed, M.E. 2009.
Implementation of diabetic foot ulcer classification system for research
purposes to predict lower extremity amputation. Int J Diabetes Dev Ctries,
29:1 – 5.
Wilson, S.C., Vrahas, M.S., Berson, L., Paul, E.M. 1997. A Simple method to
measure compartment pressure using an intravenous catheter.Orthopedics, 20:403-6.
Wilcox, J.,R., Carter, M.,J., Covington, S. 2013. Frequency of Debridements and
Time to Heal. A Retrospective Cohort Study of 312 744 Wounds. JAMA
dermatol,149(9):1050-8.
Woodbury, M.,G., Houghton, P.,E., Campbell, K., E., Keast, D.,H. 2004.
Development,Validity, Reliability, and Responsiveness of a New Leg
Ulcer Measurement Tool. SKIN WOUND CARE ,17:187-96.
Yla-Herttuala, S., Rissanen, T.T., Vajanto, I., Hartikainen, J. 2007. VascularEndothelial Growth Factors: Biology and Current Status of Clinical
Applications in Cardiovascular Medicine. J Am Coll Cardiol , 49:1015-26.
Yosipovitch, G., DeVore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the skin : Skin
physiology and skin manifestations of obesity. Journal Am Acad
Dermatol . 56 (6) : 901-16
Zgonis, T., Stapleton, J.J.,Girard-Powel, V.A., Hanigo, R.T. 2008. Surgical
Management of Diabetic Foot Infections and Amputations. AORN J , 87:
935-46.
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 138/175
138
INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN YANG
DISAMPAIKAN KEPADA PASIEN ATAU KELUARGA PASIEN
SEBELUM MENANDA TANGANI FORMULIR PERSETUJUAN
IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(informed concent)
Kami mengharapkan keikut-sertaan anda dalam penelitian yang akan
dilaksanakan oleh Dr. Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV(K).
Penelitian ini akan mengikut sertakan 62 orang pasien yang menderita
diabetes mellitus (DM) yang mengalami luka di kaki termasuk anda. Bacalah
informasi ini baik-baik sebelum anda memutuskan apakah anda setuju untuk ikut
serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti dan belum jelas mengenai
informasi ini, janganlah anda ragu-ragu untuk bertanya.
Seperti anda maklumi, selama ini anda telah menderita DM yang disertai
dengan komplikasinya terutama dalam hal ini luka di kaki yang sulit atau lama
sembuh. Luka di kaki merupakan komplikasi menahun dari penyakit DM, namun
tidak semua penderita DM mengalami luka di kaki. Diantara pasien DM, disamping
ada perbedaan tentang kejadian luka di kaki ( ada yang mengalami luka ada pula
yang tidak ) , berat-ringannya luka juga berbeda (ada yang ringan dan ada pula yang
berat), waktu kesembuhannya juga berbeda-beda. Aspek-aspek diatas mendorong
kami melakukan penelitian, agar masalah- masalah tersebut bisa diketahui dan
ditangani secara tepat. Bagi anda yang tidak ada komplikasi tentu akan berharap agar
komplikasi itu bisa dicegah, sedangkan yang telah mengalami komplikasi berupa
luka di kaki tentu juga berharap agar lukanya cepat sembuh.
Penanganan yang umum dilakukan adalah mengontrol kadar gula darah agar
senantiasa berada pada level normal, pemberian antibiotika apabila terdapat luka
Lampiran 1
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 139/175
139
dengan tanda-tanda infeksi, pembersihan luka disertai dengan membuang bagian-
bagian luka dan disekitar luka yang telah mangalami kerusakan atau kematian
sampai ke daerah yang sehat, ini disebut debridemen . Debridemen memiliki tujuan
mengubah lingkungan luka dari suasana luka kronis menjadi luka akut, membuat
luka menjadi baru dengan perdarahan baru, untuk memicu penurunan kadar sitokin
Tumour Necrosis Factor-α ( TNF-α ), dan peningkatan vascular endothelial growth
factor ( VEGF ) suatu faktor pertumbuhan luka yang sangat penting. Dengan
penurunan kadar sitokin TNF-α dan peningkatan VEGF diharapkan kesembuhan
luka kaki diabetikum bisa lebih baik. Tindakan pembedahan ini rutin dan standar
dikerjakan pada setiap luka kaki diabetes. Tindakan fasiotomi (membuka fasia yaitu
pembungkus sekelompok otot dan jaringan ikat lainnya dalam satu kompartemen,
disesuaikan dengan kompartemen dari lokasi luka), tanpa melihat beratnya infeksi,
merupakan tindakan bedah yang tidak rutin dikerjakan. Alasan dilakukannya
fasiotomi adalah untuk menurunkan atau mencegah peningkatan tekanan
intrakompartemen, memperbaiki sirkulasi didalam kompartemen, memicu pelepasan
VEGF, sehingga diharapkan proses penyembuhan luka bisa lebih cepat, serta resiko
luka berulang bisa dicegah.
Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, maka penelitian yang akan kami
lakukan ini bertujuan untuk melihat pengaruh debridemen dan fasiotomi yang
dikerjakan secara simultan pada luka kaki diabetes terhadap kadar TNF-α dan
VEGF. Bila diketahui nantinya ada hubungan yang bermakna, mungkin akan
dianjurkan tindakan fasiotomi sebagai prosedur tambahan pada setiap tindakan
debridemen ulkus kaki diabetikum .
Lanjutan lampiran 1
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 140/175
140
Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini terdiri dari :
1. Semua pasien yang diiuktsertakan dalam penelitian akan diperiksa tekanan
intrakompartemen ( tekanan didalam ruang tertentu di daerah kaki ) dengan
memakai alat khusus yang telah disediakan. Pemeriksaan tersebut tidak
dikenai biaya
2.
Semua pasien yang diiuktsertakan dalam penelitian ini akan dilakukan
pengambilan contoh bahan pemeriksaan dengan tata cara sebagai berikut :
a. Pengambilan darah vena sebanyak 3 ml. Bahan ini dipakai untuk
pemeriksaan TNF-α dan VEGF.
b. Pengambilan jaringan ulkus dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm,
dengan ketentuan 1 cm mengenai daerah ulkus, 1 cm mengenai jaringan
sehat dari tepi ulkus, serta kedalaman sampai dengan batas jaringan sehat.
Bahan ini dipakai untuk pemeriksaan TNF-α.
c.
Waktu pengambilan bahan adalah sesaat sebelum tindakan operasi, dan
akan diulang kembali 1 minggu setelah operasi.
d. Bahan pemeriksaan tersebut kemudian dikirim ke laboratorium dengan
metode yang sudah ditetapkan. Pemeriksaan tersebut tidak dikenai biaya.
3. Semua pasien akan dilakukan pemeriksaan dan penilaian klinis tentang luka
menurut klasifikasi Wagner.
4. Pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini akan dibagi secara acak
kedalam 2 kelompok. Kelompok pertama mereka yang mendapat tindakan
debridemen dengan fasiotomi secara simultan, kelompok kedua pasien yang
mendapat tindakan debridemen tanpa disertai fasiotomi. Pemeriksaan
tersebut tidak dikenai biaya
Lanjutan lampiran 1
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 141/175
141
Peneliti dan petugas laboratorium akan melaksanakan segala prosedur
pemeriksaan maupun tindakan dengan menjaga kerahasiaan data. Jika terjadi hal-hal
yang tidak terduga ( komplikasi ), akan menjadi tanggung jawab peneliti sesuai
protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah
mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pertanyaan kesediaan
(terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian
ini.
Data dari hasil pemeriksaan ini akan dikumpulkan ke dalam komputer
dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti
yang mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini.
Namun bila anda ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data
ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut
diperoleh.
Apabila selama keikut-sertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang
dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau
membatalkan keikut-sertaan anda ini tanpa prasarat apapun. Apabila ada kejadian
yang tidak diinginkan akibat tindakan debridemen dan atau fasiotomi selama
periode penelitian, akan dicatat dan dilaporkan kepada Data safety monitoring Board
Rumah Sakit Sanglah.
Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi
lebih lanjut anda dapat menghubungi Dr. Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV, , pada
nomor telpon : 08123843260 atau 0361-7918861.
Lanjutan lampiran 1
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 142/175
142
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS
Saya , yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Telah membaca dengan seksama keterangan (terlampir) yang berkenaan
dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan, saya mengerti dan bersedia
untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Yang Menyetujui
Pasien / keluarga pasien
Tanda tangan
( )
Dokter / Petugas
Yang memberikan penjelasan
Tanda tangan
( )
Lanjutan lampiran 1
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 143/175
143
FORMULIR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
IDENTITAS PASIEN
1. Nama2. Umur3. Jenis kelamin4.
Body Mass Index (Kg / m2)
5.
Pekerjaan
6. Pendidikan7. Alamat8. No. MR
9. Tanggal MRS10. Tanggal KRS
STATUS DM
11. Lama menderita DM12. Kadar HbA1c
STATUS Ulkus Kaki Diabetik
13. Lama menderita Ulkus
14.
Lokasi Ulkus15. Derajat Wagner16. Jenis Ulkus17. Jenis kuman
18.
Luas ulkus (PxL, dalam cm2) pra perlakuan
19. Ankle Brachial Index (Tek. sistolik A/B)20. Peripheral artery diseases (PAD)
TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI (PRE-TEST)21. Tekanan kompartemen medial22.
Tekanan kompartemen lateral
23. Tekanan kompartemen sentral
24. Tekanan kompartemen interosesus
TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI (PRE-TEST)25. Tekanan kompartemen medial
26. Tekanan kompartemen lateral
27. Tekanan kompartemen sentral28. Tekanan kompartemen interosesus
KADAR TNF-α dan VEGF ( PRE-TEST )29. TNF-α jaringan30.
TNF-α plasma
31. VEGF plasma
KADAR TNF-α dan VEGF ( POST-TEST)32. TNF-α jaringan33. TNF-α plasma
34. VEGF plasma
LUARAN KLINIS35. Luas area UKD minggu I pos perlakuan
36. Luas area UKD minggu II pos perlakuan37. Luas area UKD minggu III pos perlakuan38. Luas area UKD minggu IV pos perlakuan39.
Amputasi major
40. Amputasi minor41. Waktu pelaksanaan amputasi42. Indikasi amputasi43.
Masa rawat
44. Meninggal
..........................................................................
..................tahunL / P..........................................................................
..........................................................................
..........................................................................
..........................................................................
..........................................................................
...........................................................................
...........................................................................
...............(dihitung sejak di dx/ s/d wawancara)
...........................................................
.............minggu
................................................................................1. Wg II 2. Wg III 3. Wg IV1. Neuroiskemik 2. Neuropatik (test Semmes +)...................................................................................
....................cm2
1. ≤ 0,90 2. > 0,901.Ya ( satu dari gejala/tanda : klaudikasio, pulsasilemah-negatif, kaki pucat-dingin, ABI ≤ 0,90. 2.
Tidak...............mmHg...............mmHg
...............mmHg
...............mmHg
...............mmHg
...............mmHg
...............mmHg
...............mmHg
..............
..............
..............
..............
.............
.............
.............cm2
.............cm2
.............cm2
.............cm2
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak......................bulan1.Infeksi 2. Iskemia 3. Kombinasi......................hari
1.Ya 2.Tidak
Lampiran 2
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 144/175
144
PERMUTED BLOCK RANDOMIZATION
Lampiran 3
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 145/175
145Lanjutan lampiran 3
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 146/175
146
Lanjutan lampiran 3
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 147/175
147
Nama Pasien :
No. RM :
Alamat/HP :
Jenis Operasi : Fasiotomi / Non Fasiotomi
Tgl Operasi :
Lampiran 4
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 148/175
148Lanjutan lampiran 4
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 149/175
149Lanjutan lampiran 4
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 150/175
150Lanjutan lampiran 4
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 151/175
151
FGJDIKJGFK
Lampiran 5
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 152/175
152
LAMPIRAN
DATA KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
No IdentitasUmur
(tahun)
JK Pekerjaan Pendidikan BMIHbAic
(%)
Lama
DM
(tahun)
Lama
Ulkus
(minggu)
Derajat
ulkus
Jenis
Ulkus
PAD
1 INR 70 P Pedagang SD 23 6.32 0.33 4 1 2 2
2 AAAA 56 P IRT SLTA 22 14.5 20 4 2 2 1
3 IWS 46 L Swasta SLTA 22 12.83 0.02 2 1 1 1
4 IWD 55 L POLRI SLTA 20.76 9.54 12 3 1 1 2
5 MM 67 L Pensiunan SLTA 20 7.56 19 3 2 1 1
6 IKS 58 L PNS SLTA 29.3 10.4 38 2 1 2 2
7 PP 49 P Pegawai Swasta SLTA 26 9.93 5 1 3 2 2
8 KM 43 P IRT SD 30 11.43 1 3 2 2 2
9 MG 55 L PNS Sarjana 32.6 9.9 11 1 1 1 2
10 IMA 43 L Wiraswasta SMP 24.22 8.61 2 4 2 2 2
11 AAGR 59 L Wiraswasta SLTA 23.4 13.48 6 2 2 1 112 NS 52 P Buruh SD 18.7 6.95 12 2 1 2 2
13 MW 64 L Pegawai Swasta SLTA 27.5 13.57 2 2 3 1 1
14 JW 44 P Swasta SLTA 21.5 13 10 2 3 2 2
15 BK 56 L Pensiunan PNS SLTA 21.2 7.45 9 12 2 2 2
16 INC 48 L Swasta SMP 24.2 9.89 0.5 24 2 2 2
17 IMR 63 L swasta SD 29 8.49 5 48 2 2 2
18 IWW 60 L Petani SD 23.4 8.9 0.08 4 1 1 1
19 IWSY 47 L petani SMP 18.5 10.3 13 4 2 2 2
20 IKK 45 L swasta SMA 24.8 11.1 10 1 1 2 2
21 GMKS 55 L Pensiunan PNS S1 19 9.3 19 3 1 2 2
22 TTL 58 L Swasta SMA 21.1 9.4 10 2 1 2 2
23 SSR 42 P PNS S1 24.9 13 2.5 2 1 2 2
24 IGMT 65 L Petani SD 22.4 10.67 0.08 4 2 1 1
25 NKS 49 P IRT SD 28.6 10.9 12 2 1 2 2
26 NLS 59 P Swasta SD 22.9 8.7 0.5 4 1 2 2
27 AS 66 L Swasta SMA 27.6 9.08 10 48 2 2 2
28 IGNT 60 L Pensiunan SLTA 25 8.09 17 3 2 1 1
29 DKT 60 L Swasta SLTA 22.6 7.62 1 2 2 2 1
30 IWS 60 L Pensiunan SMP 22.49 9.57 24 4 2 2 1
31 NKR 56 P Guru Sarjana 25.4 9.2 17 2 2 2 2
32 IGAGP 54 L PNS SLTA 20.75 13.6 17 24 2 2 2
33 IKS 49 L Swasta SLTP 26 10.14 0.04 2 2 1 1
34 KT 47 L Pegawai Swasta SLTA 25.4 8.53 18 1 2 1 1
35 IKW 54 L pedagang SD 25.4 9.3 20 6 3 1 1
36 IWP 71 P Pedagang SD 23 11.96 1 2 2 2 2
37 NMS 62 P Petani SD 27.3 6.65 0.08 3 2 2 2
38 NNP 61 P Petani SD 21.3 9.9 11 2 1 2 2
39 IKP 40 L Pegawai Swasta SD 25.34 8.9 0.25 12 3 2 1
40 AAPA 57 L PNS SLTA 28.37 7.31 20 1 3 2 2
41 NKK 52 L Pegawai Swasta SD 28.5 6.71 12 24 1 2 2
42 AAIOA 71 P Pensiunan SLTA 25.39 18.24 8 9 2 1 1
43 INNA 60 L Wiraswasta SD 17.4 11.73 14.5 96 2 2 1
44 NKD 77 P Petani SD 21.5 9.65 6 1 3 1 1
45 KN 37 L Tidak Bekerja SMP 15 13.62 9 4 3 2 2
Lampiran 6
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 153/175
153
46 NMM 70 P PNS Pensiunan SLTA 23 10.4 26 2 1 2 2
47 HAS 64 L PNS SLTA 29 10.62 7 3 3 1 1
48 NPS 49 P IRT SD 26 15.63 4 12 1 2 2
49 INS 45 L Swasta SLTA 28.2 11.33 17 3 2 2 2
50 PA 35 L swasta SLTA 23.5 9.3 4 2 2 2 251 INT 48 L swasta SD 23.54 15.82 5 4 3 2 2
52 MS 54 L PNS Universitas 32.6 9.25 11 16 1 2 2
53 INT 42 L swasta SMA 38 9.16 2 12 2 2 2
54 SMA 61 L Swasta Diploma 22 10.01 13 2 2 2 2
55 IWM 52 L Pensiunan PNS SMP 23.2 15.86 7 3 3 2 2
56 NKTA 28 P IRT SMA 22 10.7 15 1 3 2 2
57 BS 54 P PNS S1 22.2 13.17 2 4 3 1 1
58 IMW 76 L petani SD 19.5 10.9 5 2 3 1 1
59 SPY 45 L swasta SMU 25.7 11 0.08 4 2 2 2
Lanjutan lampiran 6
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 154/175
154
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS TNF-
(PLASMA DAN JARINGAN) DAN VEGF
TNF- plasma dan jaringan serta VEGF pre tes kelompok debridemen (kelompok-1) dan
kelompok debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)
Data absorbansi
kelompok-1
(Standar)
0.233 450
0.143 250
0.08 150
0.051 100
No.
pasien
TNF- Plasma (pg/ml)kelompok-1
absorban TNF-
1 0.219 414.008
2 0.217 410.18
3 0.222 419.75
4 0.221 417.836
5 0.223 421.664
6 0.213 402.524
7 0.231 436.976
8 0.231 436.976
9 0.232 438.89
10 0.232 438.89
11 0.212 400.61
12 0.233 440.804
13 0.234 442.718
14 0.238 450.374
15 0.202 381.47
16 0.216 408.266
17 0.234 442.718
18 0.217 410.18
19 0.217 410.18
20 0.216 408.266
21 0.224 423.578
22 0.211 398.696
23 0.221 417.836
24 0.223 421.664
25 0.233 440.804
26 0.229 433.148
27 0.229 433.148
Kurva Kalibrasi
y = 1914,x - 5,158
R² = 0,993
0
100
200
300
400
500
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 155/175
155
Data absorbansi
kelompok 2 (Standar)
0.231 450
0.141 250
0.079 150
0.049 100
No.
Pasien
TNF Plasma pg/ml)
Kelompok-2
absorban TNF-
1 0.218 415.954
2 0.216 412.116
3 0.221 421.711
4 0.213 406.359
5 0.223 425.549
6 0.224 427.468
7 0.223 425.549
8 0.225 429.387
9 0.226 431.306
10 0.227 433.225
11 0.228 435.144
12 0.228 435.144
13 0.232 442.82
14 0.236 450.49615 0.235 448.577
16 0.203 387.169
17 0.226 431.306
18 0.225 429.387
19 0.225 429.387
20 0.223 425.549
21 0.223 425.549
22 0.222 423.63
23 0.222 423.63
24 0.221 421.71125 0.221 421.711
26 0.222 423.63
27 0.221 421.711
28 0.219 417.873
29 0.218 415.954
30 0.219 417.873
31 0.217 414.035
32 0.216 412.116
Kurva Kalibrasi
450
250
150100
y = 1919,x - 2,388
R² = 0,993
0
100
200
300
400
500
0 0,1 0,2 0,3
Lanjutan lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 156/175
156
No.
Pasien
TNF- Jaringan (pg/mg)
Kelompok-1 Kelompok- 2
Absorban TNF- Absorban TNF-
1 0.22 377.93 0.221 382.825
2 0.217 373.007 0.219 379.535
3 0.222 381.212 0.22 381.18
4 0.221 379.571 0.223 386.115
5 0.223 382.853 0.223 386.115
6 0.213 366.443 0.209 363.085
7 0.231 395.981 0.221 382.825
8 0.231 395.981 0.215 372.955
9 0.232 397.622 0.224 387.76
10 0.232 397.622 0.225 389.405
11 0.212 364.802 0.228 394.3412 0.233 399.263 0.23 397.63
13 0.234 400.904 0.232 400.92
14 0.238 407.468 0.237 409.145
15 0.202 348.392 0.238 410.79
16 0.216 371.366 0.226 391.05
17 0.234 400.904 0.224 387.76
18 0.217 373.007 0.225 389.405
19 0.217 373.007 0.225 389.405
20 0.216 371.366 0.223 386.115
21 0.224 384.494 0.225 389.405
22 0.211 363.161 0.223 386.115
23 0.221 379.571 0.222 384.47
24 0.223 382.853 0.221 382.825
25 0.233 399.263 0.221 382.825
26 0.229 392.699 0.222 384.47
27 0.229 392.699 0.221 382.825
28 0.219 379.535
29 0.218 377.89
30 0.219 379.535
31 0.217 376.245
32 0.216 374.6
Lanjutan lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 157/175
157
No.
Pasien
VEGF Plasma (pg/ml)
Kelompok-1 Kelompok-2
Absorban VEGFP Absorban VEGFP
1 0.142 273.396 0.119 276.52
2 0.142 273.396 0.119 276.52
3 0.143 275.204 0.118 274.08
4 0.145 278.82 0.12 278.96
5 0.148 284.244 0.12 278.96
6 0.15 287.86 0.121 281.4
7 0.153 293.284 0.122 283.84
8 0.155 296.9 0.122 283.84
9 0.156 298.708 0.124 288.72
10 0.159 304.132 0.125 291.16
11 0.156 298.708 0.125 291.1612 0.155 296.9 0.126 293.6
13 0.149 286.052 0.127 296.04
14 0.158 302.324 0.132 308.24
15 0.148 284.244 0.13 303.36
16 0.144 277.012 0.131 305.8
17 0.145 278.82 0.129 300.92
18 0.139 267.972 0.128 298.48
19 0.138 266.164 0.127 296.04
20 0.14 269.78 0.126 293.6
21 0.148 284.244 0.125 291.16
22 0.144 277.012 0.124 288.72
23 0.139 267.972 0.124 288.72
24 0.137 264.356 0.123 286.28
25 0.144 277.012 0.122 283.84
26 0.146 280.628 0.122 283.84
27 0.147 282.436 0.121 281.4
28 0.12 278.96
29 0.119 276.52
30 0.118 274.08
31 0.117 271.64
32 0.116 269.2
Lanjutan lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 158/175
158
TNF- plasma dan VEGF plasma postes kelompok debridemen (kelompok-1) dan kelompok
debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)
No.
Pasien
TNF- (pg/ml)
kelompok-1
TNF- (pg/ml)
Kelompok- 2absorban TNF- absorban TNF-
1 0.209 392.367 0.149 276.458
2 0.21 394.34 0.15 278.338
3 0.211 396.313 0.162 300.898
4 0.212 398.286 0.163 302.778
5 0.213 400.259 0.164 304.658
6 0.213 400.259 0.165 306.538
7 0.215 404.205 0.166 308.418
8 0.216 406.178 0.166 308.418
9 0.217 408.151 0.162 300.898
10 0.215 404.205 0.162 300.898
11 0.218 410.124 0.162 300.898
12 0.219 412.097 0.162 300.898
13 0.208 390.394 0.163 302.778
14 0.207 388.421 0.163 302.778
15 0.202 378.556 0.179 332.858
16 0.2 374.61 0.16 297.138
17 0.199 372.637 0.16 297.138
18 0.198 370.664 0.158 293.37819 0.197 368.691 0.156 289.618
20 0.2 374.61 0.156 289.618
21 0.202 378.556 0.153 283.978
22 0.204 382.502 0.153 283.978
23 0.209 392.367 0.153 283.978
24 0.204 382.502 0.152 282.098
25 0.206 386.448 0.15 278.338
26 0.211 396.313 0.149 276.458
27 0.207 388.421 0.146 270.818
28 0.148 274.57829 0.149 276.458
30 0.140 259.538
31 0.141 261.418
32 0.141 261.418
Lanjutan lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 159/175
159
No.
Pasien
VEGF Plasma
(pg/ml)
kelompok-1
VEGF Plasma
(pg/ml)
kelompok-2
absorban VEGFPos absorban VEGFPos
1 0.136 248.53 0.14 315.612 0.137 250.366 0.142 320.47
3 0.141 257.71 0.146 330.19
4 0.145 265.054 0.151 342.34
5 0.151 276.07 0.152 344.77
6 0.164 299.938 0.149 337.48
7 0.165 301.774 0.15 339.91
8 0.165 301.774 0.151 342.34
9 0.166 303.61 0.153 347.2
10 0.166 303.61 0.154 349.63
11 0.167 305.446 0.156 354.49
12 0.173 316.462 0.157 356.92
13 0.175 320.134 0.158 359.35
14 0.179 327.478 0.162 369.07
15 0.175 320.134 0.173 395.8
16 0.168 307.282 0.163 371.5
17 0.167 305.446 0.161 366.64
18 0.165 301.774 0.159 361.78
19 0.155 283.414 0.147 332.62
20 0.154 281.578 0.146 330.1921 0.154 281.578 0.145 327.76
22 0.152 277.906 0.144 325.33
23 0.153 279.742 0.145 327.76
24 0.15 274.234 0.143 322.9
25 0.151 276.07 0.143 322.9
26 0.148 270.562 0.142 320.47
27 0.147 268.726 0.145 327.76
28 0.145 327.76
29 0.143 322.9
30 0.135 303.46
31 0.143 322.9
32 0.141 318.04
Lanjutan lampiran 7
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 160/175
160
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS STATISTIKA DATA
Explore Data Pretest
Variabel Perlakuan Statistic Std. Error
TNF-α
Plasma
( Pretest )
debridemen Mean 422.3020 3.28192
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 415.5559
Upper Bound 429.0481
5% Trimmed Mean 422.8730
Median 421.6640
Variance 290.817
Std. Deviation 17.05337
Minimum 381.47
Maximum 450.37
Range 68.90
Interquartile Range 28.71
Skewness -.343 .448
Kurtosis -.465 .872
Debridemen
plus
fasiotomi
Mean 424.4696 2.12453
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 420.1365
Upper Bound 428.8026
5% Trimmed Mean 424.7361
Median 424.5895
Variance 144.437
Std. Deviation 12.01818
Minimum 387.17
Maximum 450.50
Range 63.33
Interquartile Range 12.95
Skewness -.450 .414
Kurtosis 2.438 .809
TNF-α
Jaringan
(Pretest)
debridemen Mean 383.4608 2.80855
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 377.6877
Upper Bound 389.2338
5% Trimmed Mean 383.9571
Median 382.8530
Lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 161/175
161
Variance 212.975
Std. Deviation 14.59368
Minimum 348.39
Maximum 407.47
Range 59.08
Interquartile Range 24.62
Skewness -.356 .448
Kurtosis -.438 .872
Debridemen
dan fasiotomi
Mean 385.9094 1.69362
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 382.4552
Upper Bound 389.3635
5% Trimmed Mean 385.6238Median 385.2925
Variance 91.787
Std. Deviation 9.58053
Minimum 363.09
Maximum 410.79
Range 47.71
Interquartile Range 9.46
Skewness .622 .414
Kurtosis 1.731 .809
VEGF
Plasma
( Pretest )
debridemen Mean 282.5030 2.22897
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 277.9212
Upper Bound 287.0847
5% Trimmed Mean 282.3095
Median 280.6280
Variance 134.144
Std. Deviation 11.58208
Minimum 264.36
Maximum 304.13
Range 39.78
Interquartile Range 19.89
Skewness .343 .448
Kurtosis -.885 .872
Debridemen
dan fasiotomi
Mean 286.7375 1.80170
95% Confidence Intervalfor Mean
Lower Bound 283.0629
Upper Bound 290.4121
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 162/175
162
5% Trimmed Mean 286.5172
Median 285.0600
Variance 103.876
Std. Deviation 10.19195
Minimum 269.20
Maximum 308.24
Range 39.04
Interquartile Range 14.64
Skewness .343 .414
Kurtosis -.608 .809
Tes Normalitas
Variabel PerlakuanShapiro-Wilk
Statistic df p
TNF-α
Plasma
( Pretest z)
debridemen .954 27 .264
Debridemen
dan fasiotomi
.946 32 .113
TNF-α
Jaringan
( Pretest )
debridemen .954 27 .270
Debridemen
dan fasiotomi
.938 32 .066
VEGF
Jaringan
( Pretest )
debridemen .950 27 .218
Debridemen
dan fasiotomi
.973 32 .590
Tes homogenitas varian
Variabel LeveneStatistic
df1 df2 p
TNF-α Plasma
( Pretest )
6.407 1 57 .093
6.158 1 57 .066
6.158 1 56.612 .061
6.605 1 57 .081
TNF-α Jaringan
( Pretest )
8.171 1 57 .094
7.797 1 57 .071
7.797 1 55.638 .0728.413 1 57 .083
VEGF Plasma
( Pretest )
.439 1 57 .510
.359 1 57 .552
.359 1 55.667 .552
.437 1 57 .511
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 163/175
163
T-test
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
F Sig.
TNF-α Plasma( Pretest )
Equal variances assumed 6.407 .014
VEGF Plasma
( Pretest )
Equal variances assumed .439 .510
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
TNF-α Plasma
( Pretest )
Equal variances assumed -.571 57 .570 -2.16756
Equal variances not
assumed
-.554 45.635 .582 -2.16756
VEGF Plasma( Pretest )
Equal variances assumed -1.494 57 .141 -4.23454
Equal variances not
assumed
-1.477 52.336 .146 -4.23454
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
TNF-α Plasma
( Pretest )
Equal variances assumed 3.79772 -9.77237 5.43724
Equal variances not
assumed
3.90956 -10.03879 5.70367
VEGF Plasma( Pretest ) Equal variances assumed 2.83482 -9.91116 1.44209Equal variances not
assumed
2.86608 -9.98488 1.51580
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 164/175
164
Explore data postes
Variabel perlakuan Statistic Std. Error
TNF-α Plasma(Postes)
debridemen Mean 390.9055 2.47333
95% ConfidenceInterval for Mean
Lower Bound 385.8215
Upper Bound 395.9895
5% Trimmed Mean 390.9624
Median 392.3670
Variance 165.169
Std. Deviation 12.85182
Minimum 368.69
Maximum 412.10
Range 43.41
Interquartile Range 23.68
Skewness -.118 .448
Kurtosis -1.083 .872
Debridemen dan
fasiotomi
Mean 290.2643 2.90294
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 284.3437
Upper Bound 296.1848
5% Trimmed Mean 290.0749
Median 291.4980
Variance 269.665
Std. Deviation 16.42149
Minimum 259.54
Maximum 332.86
Range 73.32
Interquartile Range 25.38
Skewness .064 .414
Kurtosis .133 .809VEGF Plasma
(Postes)
debridemen Mean 289.1940 4.21701
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 280.5258
Upper Bound 297.8622
5% Trimmed Mean 289.4056
Median 283.4140
Variance 480.146
Std. Deviation 21.91224
Minimum 248.53
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 165/175
165
Maximum 327.48
Range 78.95
Interquartile Range 31.21
Skewness -.128 .448
Kurtosis -.908 .872
Debridemen dan
fasiotomi
Mean 338.6950 3.55572
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 331.4431
Upper Bound 345.9469
5% Trimmed Mean 337.7331
Median 331.4050
Variance 404.581
Std. Deviation 20.11420Minimum 303.46
Maximum 395.80
Range 92.34
Interquartile Range 30.38
Skewness .858 .414
Kurtosis .631 .809
Peningkatan TNF-α debridemen Mean 31.3965 3.46052
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 24.2833
Upper Bound 38.5097
5% Trimmed Mean 31.4960
Median 32.7710
Variance 323.331
Std. Deviation 17.98141
Minimum -9.51
Maximum 70.08
Range 79.60
Interquartile Range 20.08
Skewness -.132 .448
Kurtosis .429 .872
Debridemen dan
fasiotomi
Mean 134.2053 2.56132
95% ConfidenceInterval for Mean
Lower Bound 128.9815
Upper Bound 139.4292
5% Trimmed Mean 135.1557
Median 137.7525
Variance 209.931
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 166/175
166
Std. Deviation 14.48900
Minimum 90.03
Maximum 158.33
Range 68.30
Interquartile Range 19.54
Skewness -1.115 .414
Kurtosis 1.755 .809
Peningkatan
VEGF
debridemen Mean 15.0296 2.12012
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 10.6716
Upper Bound 19.3875
5% Trimmed Mean 14.8339
Median 12.0780Variance 121.363
Std. Deviation 11.01647
Minimum -2.67
Maximum 35.89
Range 38.56
Interquartile Range 16.69
Skewness .398 .448
Kurtosis -.774 .872
Debridemen dan
fasiotomi
Mean 51.9575 2.39340
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 47.0761
Upper Bound 56.8389
5% Trimmed Mean 51.3676
Median 53.6650
Variance 183.307
Std. Deviation 13.53910
Minimum 29.38
Maximum 92.44
Range 63.06
Interquartile Range 24.26
Skewness .592 .414
Kurtosis .849 .809
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 167/175
167
Tes Normalitas
perlakuan Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
TNF-α Plasma(Postes) debridemen .962 27 .407Debridemen
dan fasiotomi
.952 32 .168
VEGF Plasma
(Postes)
debridemen .956 27 .293
Debridemen
dan fasiotomi
.938 32 .064
Peningkatan TNF-α debridemen .985 27 .951
Debridemen
dan fasiotomi
.920 32 .091
Peningkatan
VEGF
debridemen .952 27 .242
Debridemen
dan fasiotomi
.916 32 .064
Tes Homogenitas Varian
Variabel Levene
Statistic
df1 df2 p
TNF-α Plasma
(Postes)
1.852 1 57 .179
VEGF Plasma
(Postes)
.965 1 57 .330
Peningkatan en
TNF-α
.993 1 57 .323
Peningkatan
VEGF
1.471 1 57 .230
T-Test
Levene's Test for Equality of
Variances
F Sig.
TNF-α Plasma
(Postes)
Equal variances assumed 1.852 .179
Equal variances not
assumed
VEGF Plasma
(Postes)
Equal variances assumed .965 .330
Equal variances not
assumedPeningkatan TNF-αPlasma
Equal variances assumed .993 .323
Equal variances not
assumed
Peningkatan
VEGF Plasma
Equal variances assumed 1.758 .190
Equal variances not
assumed
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 168/175
168
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
TNF-α Plasma
(Postes)
Equal variances assumed 25.848 57 .000 100.64127
Equal variances not
assumed
26.389 56.711 .000 100.64127
VEGF Plasma
(Postes)
Equal variances assumed -9.040 57 .000 -49.50100
Equal variances notassumed
-8.974 53.452 .000 -49.50100
Peningkatan TNF-α
PlasmaEqual variances assumed -24.322 57 .000 -102.80883
Equal variances not
assumed
-23.880 49.764 .000 -102.80883
Peningkatan
VEGF Plasma
Equal variances assumed -11.393 57 .000 -36.73046
Equal variances not
assumed
-11.619 56.803 .000 -36.73046
t-test for Equality of Means
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
TNF-α Plasma
(Postes)
Equal variances assumed 3.89355 92.84456 108.43797
Equal variances notassumed
3.81372 93.00359 108.27894
VEGF Plasma
(Postes)
Equal variances assumed 5.47553 -60.46555 -38.53645
Equal variances not
assumed
5.51601 -60.56253 -38.43947
Peningkatan
TNF-αPlasma
Equal variances assumed 4.22703 -111.27332 -94.34434
Equal variances not
assumed
4.30530 -111.45729 -94.16037
Peningkatan
VEGF Plasma
Equal variances assumed 3.22409 -43.18659 -30.27434
Equal variances notassumed 3.16124 -43.06122 -30.39971
Lanjutan lampiran 8
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 169/175
169
LAMPIRAN
ANALISIS STATISTIKA PERBAIKAN KLINIS ULKUS
ExplorePerlakuanDescriptives
perlakuan Statistic Std. Error
LUMT minggu I debridemen Mean 34.5556 1.52130
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 31.4285
Upper Bound 37.6826
5% Trimmed Mean 35.0864
Median 36.0000
Variance 62.487
Std. Deviation 7.90488
Minimum 12.00
Maximum 46.00
Range 34.00
Interquartile Range 8.00
Skewness -1.092 .448
Kurtosis 1.508 .872
Debridemendan fasiotomi
Mean 30.2188 1.75789
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 26.6335
Upper Bound 33.8040
5% Trimmed Mean 30.1736
Median 30.5000
Variance 98.886
Std. Deviation 9.94415
Minimum 9.00
Maximum 50.00
Range 41.00
Interquartile Range 12.00Skewness -.120 .414
Kurtosis -.189 .809
LUMT
minggu II
debridemen Mean 28.7037 1.13330
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 26.3742
Upper Bound 31.0332
5% Trimmed Mean 29.1235
Median 30.0000
Variance 34.678
Std. Deviation 5.88881
Minimum 9.00
Maximum 38.00
Range 29.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -1.377 .448Kurtosis 3.941 .872
Debridemendan fasiotomi
Mean 22.5313 1.46187
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 19.5497
Upper Bound 25.5128
5% Trimmed Mean 22.5972
Median 23.0000
Variance 68.386
Std. Deviation 8.26959
Minimum 8.00
Maximum 37.00
Range 29.00
Interquartile Range 14.25
Skewness -.358 .414
Kurtosis -1.046 .809
Lampiran 9
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 170/175
170
LUMTminggu III
debridemen Mean 27.4444 1.16738
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 25.0449
Upper Bound 29.8440
5% Trimmed Mean 27.7963
Median 30.0000
Variance 36.795Std. Deviation 6.06588
Minimum 9.00
Maximum 38.00
Range 29.00
Interquartile Range 9.00
Skewness -1.131 .448
Kurtosis 1.939 .872
Debridemen
dan fasiotomi
Mean 21.0000 1.42203
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 18.0997
Upper Bound 23.9003
5% Trimmed Mean 21.1667
Median 20.5000
Variance 64.710
Std. Deviation 8.04423Minimum 6.00
Maximum 33.00
Range 27.00
Interquartile Range 14.25
Skewness -.302 .414
Kurtosis -1.072 .809
LUMTMinggu IV
debridemen Mean 26.2222 1.19512
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 23.7656
Upper Bound 28.6788
5% Trimmed Mean 26.6872
Median 29.0000
Variance 38.564
Std. Deviation 6.21000
Minimum 8.00
Maximum 34.00
Range 26.00
Interquartile Range 8.00
Skewness -1.185 .448
Kurtosis 1.328 .872
Debridemendan fasiotomi
Mean 18.7500 1.56125
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 15.5658
Upper Bound 21.9342
5% Trimmed Mean 18.7778
Median 19.0000
Variance 78.000
Std. Deviation 8.83176
Minimum 4.00Maximum 33.00
Range 29.00
Interquartile Range 19.00
Skewness .082 .414
Kurtosis -1.359 .809
Lanjutan lampiran 9
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 171/175
171
Tes Normalitas
Variabel perlakuanShapiro-Wilk
Statistic df p
LUMT
Minggu I
debridemen .928 27 .061
debdanfasio .963 32 .334LUMT
Minggu II
debridemen .877 27 .077
debdanfasio .925 32 .087
LUMT
Minggu III
debridemen .902 27 .061
debdanfasio .919 32 .096
LUMTMinggu IV
debridemen .886 27 .066
debdanfasio .921 32 .061
Tes Homogenitas Varian
VariabelLevene
Statisticdf1 df2 p
LUMTminggu I 1.197 1 57 .279
LUMT
minggu II
7.517 1 57 .082
LUMTmingguIII
2.931 1 57 .092
LUMT
minggu IV
6.292 1 57 .094
T-Test
Levene's Test for Equality ofVariances
F p
LUMT
Minggu I
Equal variances assumed 1.197 .279
Equal variances notassumed
LUMT
Minggu II
Equal variances assumed 7.517 .008
Equal variances notassumed
LUMTMinggu III
Equal variances assumed 2.931 .092
Equal variances notassumed
LUMT
Minggu IV
Equal variances assumed 6.292 .015
Equal variances not
assumed
t-test for Equality of Means
t df p (2-tailed) Mean Difference
LUMT
Minggu I
1.830 57 .073 4.33681
LUMT
Minggu II
3.244 57 .002 6.17245
LUMTMinggu III
3.421 57 .001 6.44444
LUMTMinggu IV
3.691 57 .001 7.47222
Lanjutan lampiran 9
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 172/175
172
t-test for Equality of Means
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
LUMTMinggu I
2.37042 -.40987 9.08348
LUMTMinggu II
1.90261 2.36254 9.98237
LUMTMinggu III
1.88397 2.67187 10.21702
LUMTMinggu IV
2.02436 3.41852 11.52593
Lanjutan lampiran 9
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 173/175
173
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS STATISTIKA REGRESI LINIER
Correlations
Peningkatan VEGF Penurunan TNFa
Peningkatan VEGF Pearson Correlation 1 0.753
Sig. (2-tailed) 0.000
N 59 59
Penurunan TNF- Pearson Correlation 0.753 1
Sig. (2-tailed) 0.000
N 59 59
Regression
Variables Entered/Removedb
Model
VariablesEntered
VariablesRemoved
Method
1 penTNFaa . Enter
a. All requested variables entered.b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Model Summary b
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .753a .566 .559 14.70833
a. Predictors: (Constant), penTNFa
b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
ANOVAModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 16102.237 1 16102.237 74.432 .000a
Residual 12331.092 57 216.335
Total 28433.329 58
a. Predictors: (Constant), penTNFa
b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Lampiran 10
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 174/175
174
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.301 3.654 2.272 .027
penTNFa .308 .036 .753 8.627 .000
a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 5.3701 57.0742 35.1486 16.66208 59
Std. Predicted Value -1.787 1.316 .000 1.000 59
Standard Error of Predicted
Value
1.918 3.947 2.681 .388 59
Adjusted Predicted Value 5.1215 58.4340 35.1773 16.73233 59
Residual -27.69418 48.49321 .00000 14.58098 59Std. Residual -1.883 3.297 .000 .991 59
Stud. Residual -1.929 3.333 -.001 1.007 59
Deleted Residual -29.05403 49.57171 -.02869 15.04211 59
Stud. Deleted Residual -1.977 3.682 .006 1.034 59
Mahal. Distance .003 3.194 .983 .589 59
Cook's Distance .000 .124 .016 .023 59
Centered Leverage Value .000 .055 .017 .010 59a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Charts
Lanjutan lampiran 10
7/18/2019 Unud 89 375372713 Isi ,nnDisertasi
http://slidepdf.com/reader/full/unud-89-375372713-isi-nndisertasi 175/175
175Lanjutan lampiran 10