Unud 225 1992188526 Bab Vi New Thesis

7
1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate inkubasi di Laboratorium Mikrobiologi Unud Subjek penelitian adalah Streptococcus mutans ATCC35668 group d (dari identifikasi bakteri), merupakan salah satu serotipe yang terdapat pada dental plak. Objek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tujuh plate sebagai sampel, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kelompok kontrol, ekstrak mengkudu konsentrasi 50%, 75%, dan 100%, disesuaikan pada MIC (Minimal Inhibitory Concentration) pada penelitian Dewi (2010) yaitu 69mg pada bakteri Gram positif. 6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian Diameter zona hambat Streptococcus mutans sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong dalam ukuran milimeter. Pada penelitian ini memiliki jumlah data yang di atas dan di bawah rata – rata adalah sama, demikian pula simpang bakunya (berdistribusi normal). Variasi data antar kelompok memiliki varian data yang berbeda (heterogen).

description

jurnal

Transcript of Unud 225 1992188526 Bab Vi New Thesis

  • 1BAB VI

    PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

    6.1. Subjek Penelitian

    Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

    hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada

    plate inkubasi di Laboratorium Mikrobiologi Unud Subjek penelitian adalah

    Streptococcus mutans ATCC35668 group d (dari identifikasi bakteri), merupakan

    salah satu serotipe yang terdapat pada dental plak.

    Objek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tujuh plate sebagai

    sampel, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kelompok kontrol,

    ekstrak mengkudu konsentrasi 50%, 75%, dan 100%, disesuaikan pada MIC

    (Minimal Inhibitory Concentration) pada penelitian Dewi (2010) yaitu 69mg pada

    bakteri Gram positif.

    6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian

    Diameter zona hambat Streptococcus mutans sebelum dianalisis lebih

    lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Diameter zona hambat

    diukur dengan menggunakan jangka sorong dalam ukuran milimeter. Pada

    penelitian ini memiliki jumlah data yang di atas dan di bawah rata rata adalah

    sama, demikian pula simpang bakunya (berdistribusi normal). Variasi data antar

    kelompok memiliki varian data yang berbeda (heterogen).

  • 6.3 Pengaruh Ekstrak Mengkudu Terhadap Zona Hambat Streptococcus mutans

    Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan yang bermakna antara

    kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak mengkudu.

    Hal ini menunjukkan terjadinya efek menghambat ekstrak mengkudu terhadap

    Streptococcus mutans. Efek menghambat terjadi karena mengkudu mengandung

    zat anti bakteri yaitu senyawa antraquinon, flavonoid, alkaloid, acubin dan

    alizarin yang dapat melawan bakteri Stahpylokokus aureus, Bacillus subtilis,

    Protens morganii, Pseudomonas, Escherichia coli. Zat anti bakteri ini juga dapat

    mengontrol bakteri patogen seperti Salmonella typhi, Shigella disentriae

    (Suhidayat, 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Salomon (1994) melaporkan

    bahwa lebih dari 78% pasien yang mempunyai gangguan tenggorokan dan mulut

    bisa disembuhkan (Goretti, 2000).

    Efek menghambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak mengkudu diduga

    berkaitan dengan senyawa fenol yang dikandungnya. Senyawa fenol merupakan

    senyawa yang tersebar luas sebagai zat warna alam yang menyebabkan warna

    pada bunga, kayu, buah. Senyawa fenol yang terdapat pada buah mengkudu

    berkisar antara 5,94 36,52g/ 100g material kering (Rohman, et al). Volk dan

    Wheeler (1984), Pelczar dan Reid (1988) menyatakan bahwa fenol mampu

    melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak yang terdapat pada membran sel

    menyebabkan turunnya tegangan permukaan membran sel (Rahayu, 2000).

    Selanjutnya mendenaturasi protein dan mengganggu fungsi membran sel sebagai

    lapisan yang selektif, sehingga sel menjadi lisis (Jawetz et al., 2008). Oleh karena

    itu fenol berperan sebagai senyawa antibakteri. Senyawa fenol yang terdapat

  • 3dalam mengkudu diantaranya adalah antraquinon, acubin dan alizarin. Ketiga

    senyawa ini mengandung zat antibiotik (Bangun dan Sarwono, 2002).

    Penelitian Dewi (2010) yang meneliti aktivitas antibakteri pada

    Staphylococcus saprophyticus dimana bakteri ini merupakan bakteri Gram positif,

    sama dengan Streptococcus mutans. Menunjukkan bahwa bakteri ini memiliki

    karakteristik yang hampir sama yaitu : tidak memiliki endospora, tidak berkapsul

    dan memiliki dinding bakteri yang tersusun atas peptidoglikan dibandingkan

    dengan dinding bakteri Gram negatif yang tersusun atas lipopolisakarida. Bagian

    rangka peptidoglikan adalah sama untuk seluruh spesies bakteri, keadaan bakteri

    seperti ini akan sangat sensitif terhadap bahan antiseptik (Jawetz, 2008 ; Radji,

    2009).

    Kandungan flavonoid pada mengkudu sangat efektif untuk menghambat

    pertumbuhan bakteri Gram positif. Flavonoid merupakan senyawa antibakteri

    yang paling banyak terdapat pada buah mengkudu (Djauhariya, 2003). Flavonoid

    bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga

    bersifat polar pada bakteri Gram positif daripada lapisan lipid yang nonpolar. Di

    samping itu pada dinding sel Gram positif mengandung polisakarida (asam

    terikoat) merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transfor

    ion positif untuk keluar masuk. Sifat larut inilah yang menunjukkan bahwa

    dinding sel Gram positif bersifat lebih polar. Aktivitas penghambatan ekstrak

    mengkudu pada bakteri Gram positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding

    sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik. Dengan

    terganggunya dinding sel akan menyebabkan lisis pada sel (Dewi, 2010).

  • Asam askorbat yang terdapat di dalam buah mengkudu merupakan sumber

    vitamin C dan anti oksidan juga berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap

    mikroorganisme. (Goretti, 2000 ; Hariana A, 2007 ; Kusuma et al, 2003).

    Aktivitas ini dimiliki karena kemampuannya membentuk kompleks dengan

    protein yang larut dan protein ekstraseluler serta dapat membentuk kompleks

    dengan dinding sel bakteri, sehingga dapat berfungsi sebagai antibakteri

    (Kresnawaty, 2009).

    Pada penelitian ini ekstrak mengkudu berfungsi sebagai antibakteri untuk

    Streptococcus mutans karena menimbulkan efek penghambatan terhadap

    pertumbuhan bakteri tersebut. Menurut Jawetz et al (2008) pertumbuhan bakteri

    yang terhambat atau kematian bakteri akibat suatu zat antibakteri dapat

    disebabkan oleh penghambatan terhadap sintesis dinding sel, penghambatan

    terhadap fungsi membran sel, penghambatan terhadap sintesa protein atau

    penghambatan terhadap sintesis asam nukleat. Pemakaian buah mengkudu tanpa

    memisahkan antara daging dan bijinya akan lebih efektif untuk dimanfaatkan

    sebagai senyawa antibakteri. Di samping kemungkinan kandungan senyawa

    aktifnya yang lebih tinggi, penggunaan buah utuh juga akan lebih memudahkan

    dalam pemrosesannya (Efri, et al, 2004). Ekstrak mengkudu pada penelitian ini

    memiliki daya hambat kuat terhadap Streptococcus mutans sesuai dengan hasil

    penelitian Dewi (2010) bahwa ekstrak mengkudu memiliki daya hambat kuat

    terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus Saprophyticus).

    Kontrol terhadap pelarut etanol tidak menunjukkan adanya diameter zona

    hambat. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan untuk pembuatan

  • 5ekstrak dan pengencerannya tidak berpengaruh sebagai antibakteri terhadap

    Streptococcus mutans. Untuk memperoleh zat antibakteri pada mengkudu

    Jayaraman et al. (2008) menggunakan pelarut metanol karena senyawa antibakteri

    pada mengkudu bersifat polar dan lebih besar dari pelarut heksane. Namun karena

    metanol bersifat toksik pelarut metanol diganti dengan etanol (Dewi, 2010).

    Pada penelitian ini peningkatan konsentrasi ekstrak mengkudu dari 50% ke

    100 % terdapat perbedaan daya hambat yang bermakna, ini menunujukkan bahwa

    ekstrak mengkudu 100% mempunyai daya hambat lebih baik dari 50%. Hal ini

    sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988) bahwa semakin tinggi

    konsentrasi suatu bahan antibakteri maka aktivitas antibakterinya semakin kuat

    pula. Dengan konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi maka kandungan senyawa

    fenol ataupun zat antibakterinya juga akan semakin banyak (Efri, et al, 2004).

    Ekstrak mengkudu memiliki aktivitas bakteriostatik yang semakin meningkat

    daya hambatnya seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Pada penelitian Dewi

    (2010) konsentrasi minimal yang menunjukkan aktivitas daya hambat

    pertumbuhan bakteri (MIC : Minimal Inhibitory Concentration) pada bakteri

    Gram positif adalah 69mg.

    Pada peningkatan konsentrasi dari 50% ke 75% dan dari 75% ke 100% tidak

    terjadi perbedaan daya hambat yang bermakna (dengan uji Tamhane), namun jika

    dibandingkan dengan hasil uji Duncan antara konsentrasi 50% ke 75% terdapat

    perbedaan yang bermakna. Apabila dilihat dari diameter zona hambat terdapat

    peningkatan rerata diameter sesuai peningkatan konsentrasi. Pada umumnya

    diameter zona hambat cendrung meningkat sebanding dengan meningkatnya

  • konsentrasi ekstrak, hal ini juga terjadi pada penelitian Jayaraman dkk. (2008),

    Elifah (2010), Dewi (2010) terhadap bakteri Gram positif pembusuk daging,

    dimana diameter zona hambat tidak selalu sebanding dengan naiknya konsentrasi

    ekstrak mengkudu.

    Ekstrak etanol buah mengkudu bekerja tidak stabil pada penghambatan, ini

    ditunjukkan dengan konsentrasi yang semakin besar tidak memberikan efek

    penghambatan yang lebih besar. Kemungkinan disebabkan karena ekstrak yang

    digunakan merupakan ekstrak kasar yang kelarutan senyawa antibakterinya belum

    maksimal, sehingga aktivitasnya tidak maksimal pula (Dewi, 2010). Pada

    penelitian ini pelarut yang digunakan pada pembuatan ekstrak adalah etanol yang

    merupakan pelarut universal (Kusmayati et al., 2007), sehingga

    senyawa senyawa lainnya yang bersifat polar banyak yang ikut tertarik ke dalam

    ekstrak. Hal ini menyebabkan aktivitas senyawa antibakteri yang diharapkan tidak

    optimal, karena bekerja secara sinergis dengan aktivitas senyawa senyawa polar

    lain yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu.

    Secara kuantitatif efek ekstrak mengkudu konsentrasi 50% dengan 100%

    terdapat perbedaan yang bermakna tetapi secara kualitatif efek ekstrak mengkudu

    pada semua konsentrasi mempunyai daya hambat kuat. Secara kualitatif daya

    hambat kuat ekstrak mengkudu berada dikisaran 10 mm 20 mm, merupakan

    data ordinal (peringkat) yang mempunyai range yang cukup panjang. Sedangkan

    untuk uji analisis data yang digunakan adalah ratio. Ini menunjukkan bahwa

    dengan konsentrasi 50% saja ekstrak mengkudu sudah memberikan daya hambat

    kuat, sehingga dengan peningkatan konsentrasi efeknya akan bertambah kuat.

  • 7Untuk memperoleh daya hambat antibakteri yang optimal perlu dilakukan

    identifikasi senyawa flavonoid yang merupakan zat antibakteri utama pada buah

    mengkudu. Dalam suatu penelitian untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid

    pada daun kayu manis dilakukan dengan cara berikut : Senyawa flavonoid yang

    terdapat dalam ekstrak etanol 96% diisolasi dengan menggunakan metode

    Charaux Paris. Dilakukan fraksinasi ekstrak etanol 96% menggunakan pelarut

    chloroform, etilasetat dan tiga kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi

    n-butanol ini dilakukan isolasi flavonoid memakai kromatografi kertas preparatif

    dan diidentifikasi dengan spektrofotometer Ultra Violet (UV) dan infrared, enam

    senyawa flavonoid berhasil diisolasi (Wijono, 2003).

    Agar penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, perlu dilakukan uji

    klinis, toksisitas dan efek sampingnya. Sesuai dengan pemakaian klorhexidin

    sebagi obat kumur dari hasil eksperimen yang diperoleh kemudian dilakukan uji

    toksisitas dan efek samping oleh Loe dan Schott (1970) baru dipakai secara luas

    kepada masyarakat (Megananda et al., 2009).

    Apabila ekstrak mengkudu sudah melalui tahapan uji klinis tersebut, sesuai

    dengan penelitian Raiyanti et al. (2004) ekstrak mengkudu baru dapat digunakan

    oleh masyarakat sebagai obat kumur untuk menekan koloni bakteri Streptococcus

    mutans sehingga terjadi penurunan angka plak skor. Pada penelitian Raiyanti et al.

    (2004) kumur kumur mengkudu dilakukan dengan sari buah mengkudu yang

    dibuat dengan melarutkan 500 ml perasan buah mengkudu diencerkan dengan air

    minum 200ml, dikumur selama dua menit sebanyak 2 3 kali sehari, dapat

    menurunkan plak skor dari 0,47 menjadi 0,32.